13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam sejarah perkembangan manusia tidak terdapat seorangpun yang bisa hidup sendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam keadaan terpaksa dan itupun hanyalah untuk sementara waktu.1 Perkembangan kearah modernisasi cenderung menimbulkan seseorang untuk lebih mementingkan kepentingan pribadi dengan tingkat konsumsi yang tinggi. Dengan keadaan seperti ini akan memicu terjadinya penyalahgunaan profesi (professional abuse), yang makin jauh dari sifat altruistik dalam pelayanan kesehatan. Altruistic yang berarti mementingkan sikap untuk mensejahterakan orang lain akan makin sulit ditemukan pada masa sekarang. Pelayanan kesehatan sendiri merupakan setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.2 Kesehatan, seperti halnya kesejahteraan atau kesempatan memperoleh kehidupan yang layak, adalah hak setiap individu. Pemerintah bersama masyarakat bertanggungjawab untuk mengupayakannya. Sehat adalah suatu 1 C.S.T. Kansil, 1984, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta, h.29. 2 Azrul Anwar, 1988, Pengantar Hukum Administrasi Kesehatan, Cet. 1, PT. Bina Aksara, Jakarta, h.1. 14 keadaan yang pasti diinginkan oleh setiap orang. Setiap orang tentunya akan menjaga kesehatan dirinya, karena kesehatan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Selain itu, kesehatan juga menjadi salah satu faktor penentu tingkat kesejahteraan seseorang. Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya ditinjau dari segi kesehatan fisik semata. Kesehatan seseorang bersifat menyeluruh, yaitu kesehatan jasmani dan rohani. Hal tersebut dapat dilihat pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat (1), “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Selanjutnya ditegaskan pula pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat (3), “setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Oleh karena begitu pentingnya kesehatan bagi setiap orang maka kesehatan diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (yang selanjutnya disebut UU Kesehatan). Dalam UU Kesehatan Pasal 1 angka 1, “Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Dalam pemeliharaan kesehatan, seseorang tidak dapat serta merta melakukannya sendiri, dalam hal ini penyedia layanan kesehatan penting keberadaannya. Untuk tercapainya pelayanan kesehatan ini diperlukan kerjasama antara pihak yang memerlukan pelayanan kesehatan dengan penyedia layanan 15 kesehatan berdasarkan perikatan dengan perjanjian seperti halnya hubungan kerjasama yang terjadi antara Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang berbunyi, “Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan”. Dalam suatu perusahaan hal ini wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang disebutkan bahwa, “program jaminan sosial tenaga kerja wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan UndangUndang ini”. Dimana salah satu ruang lingkup program jaminan sosial tenaga kerja tersebut adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan. Perikatan atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan / harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian singkat diatas dijumpai didalamnya terdapat beberapa unsur antara lain: hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (person) atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. 16 Sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa pengertian perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan hukum ketika seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. Perjanjian juga dapat diartikan suatu peristiwa ketika seorang berjanji kepada seorang lain, atau ketika 2 orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.3 Selanjutnya dalam Pasal 1601 KUH Perdata juga disebutkan bahwa, “selain perjanjian untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, perjanjian yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni : perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja”. Berdasarkan Pasal 1601 KUH Perdata tersebut terdapat 3 jenis perjanjian untuk melakukan pekerjaan, yaitu : 1. Perjanjian untuk melakukan jasa tertentu 2. Perjanjian Perburuhan 3. Pemborongan Pekerjaan Dalam Hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV BW Belanda, yang menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu : 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak, 3 h.12. Lukman Santoso, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak, Cet. 1, Cakrawala, Yogyakarta, 17 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, 3. Adanya objek, dan 4. Adanya kausa yang halal. 4 Syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut mengenai hak dan kewajiban bagi para pihak dan atau pihak ketiga, yang meliputi subyek dan obyek perjanjian. Syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya, sedangkan syarat ketiga dan keempat menyangkut obyeknya. Suatu perjanjian yang mengandung cacat pada subyeknya, maka perjanjian itu dapat dibatalkan, sedangkan suatu perjanjian yang mengandung cacat pada obyeknya, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum/null and void, yaitu sejak semula dianggap tidak ada perjanjian. Pada prinsipnya suatu perjanjian terjadi berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi, “segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir dari undang-undang maupun karena perjanjian. Jadi perjanjian adalah sumber perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka 4 Salim H.S., 2003, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, h.3. 18 segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. 5 Sesuai dengan asas yang utama dari suatu perikatan atau perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak seperti tersirat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang telah disampaikan diatas, maka pihak-pihak yang akan mengikat diri dalam suatu perjanjian kerjasama dapat mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada KUH Perdata. Tetapi dapat pula mendasarkan pada kesepakatan bersama, artinya dalam hal-hal ketentuan yang memaksa, harus sesuai dengan ketentuan KUH Perdata, sedangkan dalam hal ketentuan tidak memaksa, diserahkan kepada para pihak. KUH Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan perjanjian untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata itu sendiri. Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan undang-undang, norma-norma kesusilaan yang berlaku. Dengan demikian perjanjian kerjasama selain dikuasai oleh asas-asas umum hukum perjanjian, juga dikuasai oleh apa yang secara khusus disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam perkembangannya sekarang, asas kebebasan berkontrak ternyata dapat mendatangkan ketidakadilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai tujuannya, yakni mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin, apabila para pihak memiliki posisi tawar yang seimbang. Namun saat ini kecenderungan memperlihatkan bahwa banyak perjanjian yang terjadi bukan melalui proses 5 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2010, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.59. 19 negosiasi yang seimbang diantara para pihak, tetapi perjanjian itu terjadi dengan cara di pihak yang satu telah menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak dan pihak lain harus menerimanya. Perjanjian demikian ini dinamakan perjanjian baku atau perjanjian standar. Perkembangan perjanjian baku dalam praktek kehidupan sehari-hari merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari, hal ini disebabkan karena adanya tuntutan kepentingan bisnis. Dalam dunia bisnis para pelakunya selalu mengutamakan bagaimana cara memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya secara efektif dan efisien baik dalam hal tenaga, waktu, maupun biaya. Perjanjian baku atau perjanjian standar ini juga diterapkan pada perjanjian kerjasama Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Parigata Resort N Villas Group bekerjasama dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dalam hal memberikan pelayanan kesehatan bagi karyawannya. Hubungan Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tercipta oleh adanya “tindakan hukum/rechtshandeling”. Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihakpihak yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestasi. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut salah satu pihak tidak melakukan kewajiban yang disepakati sebelumnya disebabkan adanya 20 perbuatan wanprestasi, maka timbulnya pelanggaran dalam hukum perjanjian. Jika Parigata Resort N Villas Group tidak melakukan pembayaran terhadap tagihan biaya pelayanan kesehatan kepada Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, maka dianggap wanprestasi, maka akan ditimbulkan adanya konflik kepentingan para pihak karena tidak terpenuhi prestasinya dan mengakibatkan timbulnya akibat hukum dalam perjanjian yang melahirkan sanksi hukum dalam perjanjian kerjasama tersebut. Pada kenyataannya dengan adanya wanprestasi tersebut akan berpengaruh terhadap tindakan pelayanan kesehatan yang akan diterima oleh karyawan Parigata Resort N Villas Group. Status karyawan dalam pelayanan kesehatan akan menjadi pasien umum bukan pasien dalam katagori tanggungan perusahaan, bila tagihan tersebut tidak dibayarkan sesuai waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Tentu hal ini akan sangat merugikan karyawan Parigata Resort N Villas Group sebagai tertanggung/peserta dalam perjanjian kerjasama ini. Hal ini tidak sesuai dengan kewajiban perusahaan kepada tenaga kerjanya sebagaimana telah disebutkan pada Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja diatas, mengingat jaminan sosial tenaga kerja merupakan hak dari tenaga kerja, maka ketentuan pasal ini menegaskan bahwa setiap perusahaan atau perorangan wajib menyelenggarakannya. Lebih lanjut pada Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja disebutkan, “tenaga kerja, suami atau istri, dan anak berhak memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan”. 21 Berkaitan dengan latar belakang masalah tersebut diatas maka sangat menarik untuk dituangkan dalam skripsi yang berjudul ”Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Pelayanan Kesehatan”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat ditarik suatu permasalahan yaitu : 1. Bagaimana pelaksanaan dari perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara Parigata Resort N Villas Group dengan karyawan dan dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ? 2. Bagaimana tanggung jawab Parigata Resort N Villas Group terhadap karyawan sebagai pasien umum karena keterlambatan pembayaran tagihan biaya pelayanan kesehatan terhadap Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk mendapatkan uraian yang lebih terarah perlu kiranya diadakan pembatasan pembahasan permasalahan yang dikemukakan. Hal ini diajukan untuk menghindari adanya penulisan yang menyimpang dari permasalahan tersebut diatas, maka dalam pembahasan ini penyajiannya terbatas mengenai pelaksanaan dari perjanjian-perjanjian yang dilakukan Parigata Resort N Villas Group dengan karyawannya dan dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar serta mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh Parigata Resort N Villas Group 22 kepada karyawannya jika terjadi perubahan status pasien dalam pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum 1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khusunya pada bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa. 2. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan ilmu hukum, terutama ilmu hukum perikatan atau perjanjian. 3. Untuk mengetahui dan mendalami perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh Parigata Resort N Villas Group dengan karyawannya dan dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 4. Untuk mengetahui dan mendalami pelaksanaan tanggung jawab Parigata Resort N Villas Group terhadap karyawannya sebagai pasien umum jika terjadi keterlambatan pembayaran tagihan biaya pelayanan kesehatan terhadap Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 1.4.2 Tujuan khusus 1. Untuk memahami pelaksanaan dari macam-macam perjanjian yang dilakukan antara Parigata Resort N Villas Group dengan karyawannya dan dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2. Untuk memahami tanggung jawab Parigata Resort N Villas Group terhadap karyawan sebagai pasien umum jika terjadi keterlambatan 23 pembayaran tagihan biaya pelayanan kesehatan terhadap Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 1.5 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh manfaat penting sebagai berikut : 1.5.1 Manfaat teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna : a) Memberikan kontribusi dalam pembendaharaan buku di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana sehingga bermanfaat bagi para pembaca sebagai upaya pengembangan wawasan dan pemahaman dalam bidang ilmu hukum khususnya bidang Hukum Perikatan atau Hukum Perjanjian, serta sebagai upaya peningkatan keterampilan menulis karya ilmiah. b) Sebagai pedoman bagi para pihak dalam menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama tentang pelayanan kesehatan. 1.5.2 Manfaat praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna : a) Bagi Perusahaan/Resort/Villa dapat digunakan untuk menjalankan perjanjian kerjasama dengan Rumah Sakit yang berkaitan dalam pelayanan kesehatan. 24 b) Bagi Rumah Sakit penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan yang berguna untuk analisa terhadap pelaksanaan perjanjian kerjasama serta agar dapat menjadi bahan untuk evaluasi kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada tertanggung/peserta perjanjian kerjasama. c) Bagi pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan melalui perjanjian kerjasama, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pelaksanaan tindakan pelayanan kesehatan, berikut tanggung jawabnya. 1.6 Landasan Teoritis Hubungan hukum dilakukan antara subyek hukum, baik manusia (naturlijke person), badan hukum (recht persoon) maupun jabatan (ambt) merupakan bentuk dari perbuatan hukum, yang mana masing-masing subyek hukum merupakan pemikul hak dan kewajiban dalam melakukan tindakan hukum berdasarkan atas kemampuan dan kewenangan. Hubungan hukum yang terjadi akibat interaksi antara subyek hukum tersebut secara langsung maupun tidak langsung menimbulkan adanya relevansi serta adanya akibat-akibat hukum. Suatu perikatan pada hakikatnya mempunyai hubungan hukum antara dua orang atau lebih. Perikatan adalah sebuah hubungan hukum antara dua orang/ dua pihak yang berdasar sebagaimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal 25 dari pihak yang lain, pihak lainnya juga berkewajiban memenuhi tuntutan itu.6 Hubungan perikatan dan perjanjian adalah menimbulkan perikatan (perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan lainnya yaitu undang-undang).7 Pengaturan hukum perikatan dilakukan dengan “sistem terbuka”, artinya setiap orang boleh mengadakan perikatan apa saja baik yang sudah ditentukan namanya maupun yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang. 8 Sistem terbuka ini dapat dilihat pada Buku Ketiga KUH Perdata yang sifatnya sebagai hukum pelengkap atau anvullenrecht . Hal ini bisa disimpulkan dari adanya ketentuan dalam pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi, “setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Kaitannya dalam pembuatan perjanjian adalah menganut asas kebebasan atau beginsel de contracts vrijheid. Sehingga para pihak yang telah mengatur sesuatu hal dalam perjanjian yang telah mereka sepakati bersama, maka ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur hal yang sama tidak berlaku lagi. Sebenarnya yang dimaksud oleh pasal ini adalah tidak lain dari pernyataan bahwa tiap perjanjian mengikat kedua pihak. Konsekuensinya, apabila terjadi sengketa maka isi perjanjian yang dibuat dan ditandatangani tersebut menjadi rujukan utama dalam memutuskan penyelesaian sengketa tersebut. 6 Lukman Santoso, op.cit, h.8. 7 Lukman Santoso, op.cit, h.9. 8 Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.200. 26 Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata (BW) yang menyiratkan adanya 3 (tiga asas) dalam perjanjian: 9 1. 2. 3. Mengenai terjadinya perjanjian Asas yang disebut konsensualime, artinya menurut BW perjanjian hanya terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak (consensus,consensualisme). Tentang akibat perjanjian Perjanjian mempunyai kekuatan hukum yang mengikat antara para pihakpihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam pasal 1338 Ayaat (1) BW yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak. Ini berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian tersebut. Tentang isi perjanjian Isi perjanjian sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contractsvrijheid atau partijautonomie) yang bersangkutan. Dengan kata lain, selama perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan, mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka perjanjian itu diperbolehkan. Berlakunya asas kebebasan berkontrak penting kaitannya dalam perjanjian kerjasama. Artinya, pihak-pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi perjanjian itu. Walaupun demikian bukan berarti bahwa setiap orang itu bebas membuat perjanjian tanpa ada batasan-batasannya sama sekali. Yang menjadi batasannya adalah Pasal 1337 KUH Perdata yaitu: “suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum”. Dengan demikian sekalipun asas kebebasan berkontrak itu setiap orang dapat melakukan 9 Lukman Santoso, op.cit, h.10. 27 suatu perjanjian apa saja ini dimaksudkan sejauh tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang yang berjanji kepada orang lain atau dimana seseorang saling berjanji melakukan suatu hal. Dari peristiwa itu timbullah suatu hubungan antara kedua orang tersebut yang dinamakan perikatan.10 Menurut Pasal 1313 KUH Perdata menentukan, “sesuatu persetujuan adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Selanjutnya dalam Pasal 1319 KUH Perdata disebutkan, perjanjian dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu : 1. Perjanjian Bernama (nominaat) Perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian yang diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian ini terdapat dalam Bab V-Bab XVIII KUH Perdata. 2. Perjanjian Tidak Bernama (innominaat) Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi tumbuh di masyarakat. Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan. Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, pihak-pihak yang sengaja dengan sepakat saling mengikatkan diri, dalam perikatan mana timbul hak dan 10 Subekti, 1987, Hukum Perikatan, Cetakan Kesebelas, Intermasa, Jakarta, h.1. 28 kewajiban pihak-pihak yang perlu diwujudkan. Hak dan kewajiban ini berupa prestasi. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suatu perikatan. Menurut ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata: “setiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Dengan demikian wujud prestasi itu adalah memberikan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Prestasi adalah objek perikatan. Supaya objek itu dapat dicapai, dalam arti dipenuhi oleh debitur, maka perlu diketahui sifat-sifatnya, yaitu: 1) Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan; 2) Harus mungkin; 3) Harus diperbolehkan (halal); 4) Harus ada manfaatnya bagi kreditur; 5) Bisa terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika salah satu atau semua sifat ini tidak dipenuhi pada prestasi itu, maka perikatan itu dapat menjadi tidak berarti, dan perikatan itu menjadi batal atau dapat dibatalkan. Pada umumnya setiap pihak yang mengadakan perjanjian menghendaki agar perjanjian yang telah dibuat dapat dilaksanakan sesuai dengan isi yang disepakati bersama. Pihak debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi suatu prestasi. Sedangkan pihak kreditur adalah pihak yang berhak atas suatu prestasi dari debitur. Keadaan dimana debitur tidak dapat memenuhi prestasinya dapat dikatakan wanprestasi. Wanprestasi itu tidak sendirinya ada, tetapi harus dinyatakan lebih dahulu bahwa debitur lalai. Hal ini ditentukan dalam Pasal 1238 KUH Perdata, bahwa: “si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan 29 surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”. Wanprestasi merupakan wujud dari tidak dipenuhinya perjanjian oleh karena kesalahan salah satu pihak. Ada 4 (empat) macam bentuk wanprestasi : 1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali; 2) Terlambat dalam memenuhi prestasi; 3) Memenuhi prestasi tetapi tidak sempurna; 4) Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban atau isi perikatan; Wanprestasi dalam perjanjian kerjasama membawa konsekuensi terhadap timbulnya kerugian yang dialami oleh salah satu pihak. Karena terjadinya wanprestasi tersebut, maka salah satu pihak harus mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut. Ada empat prinsip pertangggungjawaban produk yang dikenal dalam dunia hukum, khususnya bisnis, yaitu sebagai berikut:11 (1) Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan Prinsip ini berlaku sepanjang kerugian tersebut dapat dibuktikan oleh pihak yang dirugikan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, segala perbuatan yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah untuk mengganti kerugian yang diderita orang atau pelaku usaha tersebut. Jadi, persaingan usaha tidak sehat yang dilakukan secara curang harus terbukti secara subyektif dan akibatnya merugikan konsumen secara langsung dan pelaku usaha secara tidak langsung. (2) Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab 11 Adrian Sutedi, 2008, Tanggung jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, h.32. 30 Tergugat selalu dianggap bertanggungjawab, sampai ia dapat membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada pihak tergugat. (3) Prinsip untuk selalu tidak bertanggungjawab Hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan contoh pada hukum pengangkutan pada bagasi/kabin tangan, yang didalam pengawasan konsumen sendiri. (4) Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) Biasanya prinsip ini diterapkan karena konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya, misal dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya. Selanjutnya sebagai akibat adanya wanprestasi dilihat dari pihak kreditur, dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata yaitu : 1. Kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian; 2. Kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi; 3. Kreditur dapat menuntut ganti rugi saja; 4. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian; 5. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian disertai ganti rugi; 1.7 Metode Penelitian 1.7.1 Jenis penelitian Jenis penelitian pada penulisan ini adalah penelitian hukum empiris, dalam perspektif hukum dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dari legalitas aturan-aturan asas hukum dan aspek hukum yang mengatur tentang penegakan hukum terhadap masalah perjanjian kerjasama. Sedangkan dalam perspektif empiris dimaksudkan untuk mengetahui tentang keadaan yang sebenar- 31 benarnya yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu tentang perjanjian kerjasama yang dilakukan. 1.7.2 Sifat penelitian Sifat penelitian terdiri dari tiga yaitu penelitian yang bersifat ekploratif (penjajakan atau penjelajahan), penelitian yang bersifat deskriptif dan penelitian yang bersifat eksplanatif (menerangkan).12 Pada penulisan ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Metode deskriptif tersebut menggambarkan peraturan yang berlaku yang kemudian dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut pelaksanaan perjanjian kerjasama tentang pelayanan kesehatan antara Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Dengan penelitian deskriptif maka dapat menggambarkan secara tepat situasi atau kejadian dan menerangkan hubungan antara kejadian tersebut dengan masalah yang akan diteliti, karena dari hasil ini dapat memberikan gambaran permasalahan, sehingga gambaran tersebut dapat dianalisa tanpa memberikan kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum. 12 Amiruddin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.25. 32 1.7.3 Data dan Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber data, yaitu: 1. Sumber Data Primer (data lapangan), yakni data yang diperoleh dari penelitian, dari sumber asalnya yang pertama dan belum diolah dan diuraikan oleh orang lain. Data yang diperoleh didapatkan secara langsung berupa keterangan-keterangan pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tentang Pelayanan kesehatan dari narasumber. Obyek dalam penelitian ini adalah Perjanjian Kerjasama yang dibuat kedua pihak tersebut mengenai pelayanan kesehatan. 2. Sumber Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari kepustakaan yaitu dengan meneliti bahan-bahan hukum. Bahan hukum pada penulisan ini, yaitu : a. Bahan hukum yang bersifat primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan hukum ini berupa peraturan perundang-undangan yang dapat membantu dalam menganalisa dan memahami permasalahan dalam penulisan ini. Dalam penulisan skripsi ini bersumber pada peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) ; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ; 33 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ; 4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional ; 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ; 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit ; 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja ; b. Bahan hukum yang bersifat sekunder, berupa literatur-literatur hukum, majalah, koran, dan karya tulis baik dari media online/internet yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penulisan ini. 1.7.4 Teknik pengumpulan data Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, maka teknik yang digunakan sebagai berikut : a) Data studi dokumen atau bahan kepustakaan yang juga disebut sebagai data sekunder terutama dapat diperoleh dari perpustakaan. Maksudnya bahwa dalam penelitian ini akan dikumpulkan data-data kepustakan yang dikumpulkan dengan cara membaca dan memahami, selanjutnya dilakukan 34 teknik pencatatan dengan mengutip teori dan penjelasan yang penting dari bahan-bahan yang relevan dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini, baik itu berupa kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung. b) Teknik wawancara (interview), yaitu suatu cara yang digunakan untuk mengumpulkan data lapangan (data primer) guna mencari informasi dengan cara mengadakan tanya jawab secara lisan dan tulisan yang diarahkan pada masalah tertentu dengan informan yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dalam suatu wawancara terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan berbeda yaitu pengejar informasi yang biasa disebut pewawancara atau interviewer dan pemberi informasi yang disebut informan, atau responden. 13 1.7.5 Pengolahan dan analisis data Untuk mendapatkan hasil atau jawaban atas permasalahan yang diteliti, maka keseluruhan data yang terkumpul baik itu berupa data kepustakaan maupun data lapangan, selanjutnya diolah secara kualitatif, dalam arti keseluruhan data primer maupun data sekunder yang telah terkumpul setelah ditulis dalam bentuk uraian, langsung diklasifikasikan sedemikian rupa kemudian diambil yang ada hubungan dengan permasalahan yang dibahas. Akhirnya diperoleh data yang dapat menjawab atas rumusan masalah dalam penelitian ini. Yang selanjutnya disajikan secara deskriptif analisis, yaitu berusaha menganalisa data dengan 13 Burhan Ashshofa, 2007, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h.95. 35 menguraikan dan memaparkan secara jelas dan apa adanya mengenai obyek yang diteliti. Data-data dan informasi yang diperoleh dari obyek penelitian dikaji dan dianalisa, dikaitkan dengan teori dan peraturan yang berlaku yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan yang diangkat dengan menggunakan pedoman wawancara.