13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam

advertisement
13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam sejarah perkembangan manusia tidak terdapat seorangpun yang
bisa hidup sendiri, terpisah dari kelompok manusia lainnya, kecuali dalam
keadaan terpaksa dan itupun hanyalah untuk sementara waktu.1
Perkembangan kearah modernisasi cenderung menimbulkan seseorang
untuk lebih mementingkan kepentingan pribadi dengan tingkat konsumsi yang
tinggi. Dengan keadaan seperti ini akan memicu terjadinya penyalahgunaan
profesi (professional abuse), yang makin jauh dari sifat altruistik dalam pelayanan
kesehatan. Altruistic yang berarti mementingkan sikap untuk mensejahterakan
orang lain akan makin sulit ditemukan pada masa sekarang. Pelayanan kesehatan
sendiri merupakan setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.2
Kesehatan, seperti halnya kesejahteraan atau kesempatan memperoleh
kehidupan yang layak, adalah hak setiap individu. Pemerintah bersama
masyarakat bertanggungjawab untuk mengupayakannya. Sehat adalah suatu
1
C.S.T. Kansil, 1984, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai
Pustaka, Jakarta, h.29.
2
Azrul Anwar, 1988, Pengantar Hukum Administrasi Kesehatan, Cet. 1, PT. Bina
Aksara, Jakarta, h.1.
14
keadaan yang pasti diinginkan oleh setiap orang. Setiap orang tentunya akan
menjaga kesehatan dirinya, karena kesehatan merupakan kebutuhan pokok dalam
kehidupan manusia. Selain itu, kesehatan juga menjadi salah satu faktor penentu
tingkat kesejahteraan seseorang. Kesehatan yang dimiliki seseorang tidak hanya
ditinjau dari segi kesehatan fisik semata. Kesehatan seseorang bersifat
menyeluruh, yaitu kesehatan jasmani dan rohani. Hal tersebut dapat dilihat pada
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat
(1), “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”. Selanjutnya ditegaskan pula pada Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H Ayat (3), “setiap orang berhak
atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat”.
Oleh karena begitu pentingnya kesehatan bagi setiap orang maka
kesehatan diatur oleh pemerintah melalui Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (yang selanjutnya disebut UU
Kesehatan). Dalam UU Kesehatan Pasal 1 angka 1, “Kesehatan adalah keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.
Dalam pemeliharaan kesehatan, seseorang tidak dapat serta merta
melakukannya sendiri, dalam hal ini penyedia layanan kesehatan penting
keberadaannya. Untuk tercapainya pelayanan kesehatan ini diperlukan kerjasama
antara pihak yang memerlukan pelayanan kesehatan dengan penyedia layanan
15
kesehatan berdasarkan perikatan dengan perjanjian seperti halnya hubungan
kerjasama yang terjadi antara Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar yang dituangkan dalam suatu perjanjian
tertulis. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang berbunyi,
“Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan”. Dalam suatu perusahaan hal ini wajib dilakukan
sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang disebutkan bahwa, “program jaminan
sosial tenaga kerja wajib dilakukan oleh setiap perusahaan bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di dalam hubungan kerja sesuai dengan ketentuan UndangUndang ini”. Dimana salah satu ruang lingkup program jaminan sosial tenaga
kerja tersebut adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan.
Perikatan atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum
kekayaan / harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak
pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak
lain untuk menunaikan prestasi. Dari pengertian singkat diatas dijumpai
didalamnya
terdapat
beberapa
unsur
antara
lain:
hubungan
hukum
(rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (person)
atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain
tentang suatu prestasi.
16
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa pengertian
perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan hukum ketika seorang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. Perjanjian juga dapat
diartikan suatu peristiwa ketika seorang berjanji kepada seorang lain, atau ketika 2
orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.3
Selanjutnya dalam Pasal 1601 KUH Perdata juga disebutkan bahwa,
“selain perjanjian untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh
ketentuan-ketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan,
dan bila ketentuan-ketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, perjanjian yang
diatur menurut kebiasaan, ada dua macam perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain
dengan menerima upah, yakni : perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan
kerja”. Berdasarkan Pasal 1601 KUH Perdata tersebut terdapat 3 jenis perjanjian
untuk melakukan pekerjaan, yaitu :
1. Perjanjian untuk melakukan jasa tertentu
2. Perjanjian Perburuhan
3. Pemborongan Pekerjaan
Dalam Hukum Eropa Kontinental, syarat sahnya perjanjian diatur dalam
Pasal 1320 KUH Perdata atau Pasal 1365 Buku IV BW Belanda, yang
menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu :
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak,
3
h.12.
Lukman Santoso, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak, Cet. 1, Cakrawala, Yogyakarta,
17
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,
3. Adanya objek, dan
4. Adanya kausa yang halal. 4
Syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata tersebut
mengenai hak dan kewajiban bagi para pihak dan atau pihak ketiga, yang meliputi
subyek dan obyek perjanjian. Syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya,
sedangkan syarat ketiga dan keempat menyangkut obyeknya. Suatu perjanjian
yang mengandung cacat pada subyeknya, maka perjanjian itu dapat dibatalkan,
sedangkan suatu perjanjian yang mengandung cacat pada obyeknya, maka
perjanjian tersebut adalah batal demi hukum/null and void, yaitu sejak semula
dianggap tidak ada perjanjian.
Pada prinsipnya suatu perjanjian terjadi berdasarkan asas kebebasan
berkontrak. Berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak diatur dalam Pasal 1338
Ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi, “segala perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Hal ini
merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, yang
menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir dari undang-undang maupun
karena perjanjian. Jadi perjanjian adalah sumber perikatan. Sebagai perikatan
yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka
4
Salim H.S., 2003, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta, h.3.
18
segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan
oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. 5
Sesuai dengan asas yang utama dari suatu perikatan atau perjanjian yaitu
asas kebebasan berkontrak seperti tersirat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang
telah disampaikan diatas, maka pihak-pihak yang akan mengikat diri dalam suatu
perjanjian kerjasama dapat mendasarkan pada ketentuan-ketentuan yang ada pada
KUH Perdata. Tetapi dapat pula mendasarkan pada kesepakatan bersama, artinya
dalam hal-hal ketentuan yang memaksa, harus sesuai dengan ketentuan KUH
Perdata, sedangkan dalam hal ketentuan tidak memaksa, diserahkan kepada para
pihak. KUH Perdata memberi keleluasaan bagi para pihak yang mengadakan
perjanjian untuk membentuk kesepakatan di dalam maupun di luar KUH Perdata
itu sendiri. Peraturan ini berlaku untuk semua pihak yang mengadakan
kesepakatan, yang tidak bertentangan dengan undang-undang, norma-norma
kesusilaan yang berlaku. Dengan demikian perjanjian kerjasama selain dikuasai
oleh asas-asas umum hukum perjanjian, juga dikuasai oleh apa yang secara
khusus disepakati oleh kedua belah pihak.
Dalam perkembangannya sekarang, asas kebebasan berkontrak ternyata
dapat mendatangkan ketidakadilan karena prinsip ini hanya dapat mencapai
tujuannya, yakni mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin, apabila para
pihak memiliki posisi tawar yang seimbang. Namun saat ini kecenderungan
memperlihatkan bahwa banyak perjanjian yang terjadi bukan melalui proses
5
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2010, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.59.
19
negosiasi yang seimbang diantara para pihak, tetapi perjanjian itu terjadi dengan
cara di pihak yang satu telah menyiapkan syarat-syarat baku pada suatu formulir
perjanjian yang sudah dicetak dan pihak lain harus menerimanya. Perjanjian
demikian ini dinamakan perjanjian baku atau perjanjian standar.
Perkembangan perjanjian baku dalam praktek kehidupan sehari-hari
merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari, hal ini disebabkan karena
adanya tuntutan kepentingan bisnis. Dalam dunia bisnis para pelakunya selalu
mengutamakan bagaimana cara memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya
secara efektif dan efisien baik dalam hal tenaga, waktu, maupun biaya. Perjanjian
baku atau perjanjian standar ini juga diterapkan pada perjanjian kerjasama
Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar.
Parigata Resort N Villas Group bekerjasama dengan Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar dalam hal memberikan pelayanan kesehatan bagi
karyawannya. Hubungan Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah Sakit
Umum
Pusat
Sanglah
Denpasar
tercipta
oleh
adanya
“tindakan
hukum/rechtshandeling”. Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihakpihak yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap satu
pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi. Sedangkan
pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk
menunaikan prestasi.
Apabila dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut salah satu pihak
tidak melakukan kewajiban yang disepakati sebelumnya disebabkan adanya
20
perbuatan wanprestasi, maka timbulnya pelanggaran dalam hukum perjanjian.
Jika Parigata Resort N Villas Group tidak melakukan pembayaran terhadap
tagihan biaya pelayanan kesehatan kepada Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar, maka dianggap wanprestasi, maka akan ditimbulkan adanya konflik
kepentingan para pihak karena tidak terpenuhi prestasinya dan mengakibatkan
timbulnya akibat hukum dalam perjanjian yang melahirkan sanksi hukum dalam
perjanjian kerjasama tersebut.
Pada kenyataannya dengan adanya wanprestasi tersebut akan berpengaruh
terhadap tindakan pelayanan kesehatan yang akan diterima oleh karyawan
Parigata Resort N Villas Group. Status karyawan dalam pelayanan kesehatan akan
menjadi pasien umum bukan pasien dalam katagori tanggungan perusahaan, bila
tagihan tersebut tidak dibayarkan sesuai waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian. Tentu hal ini akan sangat merugikan karyawan Parigata Resort N
Villas Group sebagai tertanggung/peserta dalam perjanjian kerjasama ini. Hal ini
tidak sesuai dengan kewajiban perusahaan kepada tenaga kerjanya sebagaimana
telah disebutkan pada Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja diatas, mengingat jaminan sosial tenaga kerja
merupakan hak dari tenaga kerja, maka ketentuan pasal ini menegaskan bahwa
setiap perusahaan atau perorangan wajib menyelenggarakannya. Lebih lanjut pada
Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja disebutkan, “tenaga kerja, suami atau istri, dan anak berhak
memperoleh Jaminan Pemeliharaan Kesehatan”.
21
Berkaitan dengan latar belakang masalah tersebut diatas maka sangat
menarik untuk dituangkan dalam skripsi yang berjudul
”Pelaksanaan
Perjanjian Kerjasama Pelayanan Kesehatan”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka dapat ditarik suatu
permasalahan yaitu :
1. Bagaimana pelaksanaan dari perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara
Parigata Resort N Villas Group dengan karyawan dan dengan Rumah
Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar ?
2. Bagaimana tanggung jawab Parigata Resort N Villas Group terhadap
karyawan sebagai pasien umum karena keterlambatan pembayaran tagihan
biaya pelayanan kesehatan terhadap Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar ?
1.3
Ruang Lingkup Masalah
Untuk mendapatkan uraian yang lebih terarah perlu kiranya diadakan
pembatasan pembahasan permasalahan yang dikemukakan. Hal ini diajukan untuk
menghindari adanya penulisan yang menyimpang dari permasalahan tersebut
diatas, maka dalam pembahasan ini penyajiannya terbatas mengenai pelaksanaan
dari perjanjian-perjanjian yang dilakukan Parigata Resort N Villas Group dengan
karyawannya dan dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar serta
mengenai tanggung jawab yang diberikan oleh Parigata Resort N Villas Group
22
kepada karyawannya jika terjadi perubahan status pasien dalam pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan umum
1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khusunya pada
bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.
2. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan ilmu hukum, terutama
ilmu hukum perikatan atau perjanjian.
3. Untuk mengetahui dan mendalami perjanjian-perjanjian yang dilakukan
oleh Parigata Resort N Villas Group dengan karyawannya dan dengan
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
4. Untuk mengetahui dan mendalami pelaksanaan tanggung jawab Parigata
Resort N Villas Group terhadap karyawannya sebagai pasien umum jika
terjadi keterlambatan pembayaran tagihan biaya pelayanan kesehatan
terhadap Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
1.4.2 Tujuan khusus
1. Untuk memahami pelaksanaan dari macam-macam perjanjian yang
dilakukan antara Parigata Resort N Villas Group dengan karyawannya dan
dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
2. Untuk memahami tanggung jawab Parigata Resort N Villas Group
terhadap karyawan sebagai pasien umum jika terjadi keterlambatan
23
pembayaran tagihan biaya pelayanan kesehatan terhadap Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar.
1.5
Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh manfaat penting sebagai
berikut :
1.5.1 Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna :
a) Memberikan kontribusi dalam pembendaharaan buku di Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Udayana sehingga bermanfaat bagi para
pembaca sebagai upaya pengembangan wawasan dan pemahaman dalam
bidang ilmu hukum khususnya bidang Hukum Perikatan atau Hukum
Perjanjian, serta sebagai upaya peningkatan keterampilan menulis karya
ilmiah.
b) Sebagai pedoman bagi para pihak dalam menyelesaikan permasalahan
yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian kerjasama tentang
pelayanan kesehatan.
1.5.2 Manfaat praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna :
a) Bagi Perusahaan/Resort/Villa dapat digunakan untuk menjalankan
perjanjian kerjasama dengan Rumah Sakit yang berkaitan dalam
pelayanan kesehatan.
24
b) Bagi Rumah Sakit penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan yang berguna untuk analisa terhadap pelaksanaan perjanjian
kerjasama serta agar dapat menjadi bahan untuk evaluasi kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada tertanggung/peserta perjanjian
kerjasama.
c) Bagi pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan melalui perjanjian
kerjasama, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
tentang pelaksanaan tindakan pelayanan kesehatan, berikut tanggung
jawabnya.
1.6
Landasan Teoritis
Hubungan hukum dilakukan antara subyek hukum, baik manusia
(naturlijke person), badan hukum (recht persoon) maupun jabatan (ambt)
merupakan bentuk dari perbuatan hukum, yang mana masing-masing subyek
hukum merupakan pemikul hak dan kewajiban dalam melakukan tindakan hukum
berdasarkan atas kemampuan dan kewenangan. Hubungan hukum yang terjadi
akibat interaksi antara subyek hukum tersebut secara langsung maupun tidak
langsung menimbulkan adanya relevansi serta adanya akibat-akibat hukum.
Suatu perikatan pada hakikatnya mempunyai hubungan hukum antara dua
orang atau lebih. Perikatan adalah sebuah hubungan hukum antara dua orang/ dua
pihak yang berdasar sebagaimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal
25
dari pihak yang lain, pihak lainnya juga berkewajiban memenuhi tuntutan itu.6
Hubungan perikatan dan perjanjian adalah menimbulkan perikatan (perjanjian
sebagai salah satu sumber perikatan lainnya yaitu undang-undang).7 Pengaturan
hukum perikatan dilakukan dengan “sistem terbuka”, artinya setiap orang boleh
mengadakan perikatan apa saja baik yang sudah ditentukan namanya maupun
yang belum ditentukan namanya dalam undang-undang. 8
Sistem terbuka ini dapat dilihat pada Buku Ketiga KUH Perdata yang
sifatnya sebagai hukum pelengkap atau anvullenrecht . Hal ini bisa disimpulkan
dari adanya ketentuan dalam pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi, “setiap
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya”. Kaitannya dalam pembuatan perjanjian adalah menganut asas
kebebasan atau beginsel de contracts vrijheid. Sehingga para pihak yang telah
mengatur sesuatu hal dalam perjanjian yang telah mereka sepakati bersama, maka
ketentuan-ketentuan perjanjian yang mengatur hal yang sama tidak berlaku lagi.
Sebenarnya yang dimaksud oleh pasal ini adalah tidak lain dari pernyataan bahwa
tiap perjanjian mengikat kedua pihak. Konsekuensinya, apabila terjadi sengketa
maka isi perjanjian yang dibuat dan ditandatangani tersebut menjadi rujukan
utama dalam memutuskan penyelesaian sengketa tersebut.
6
Lukman Santoso, op.cit, h.8.
7
Lukman Santoso, op.cit, h.9.
8
Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.200.
26
Aspek-aspek kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUH Perdata (BW)
yang menyiratkan adanya 3 (tiga asas) dalam perjanjian: 9
1.
2.
3.
Mengenai terjadinya perjanjian
Asas yang disebut konsensualime, artinya menurut BW perjanjian hanya
terjadi apabila telah adanya persetujuan kehendak antara para pihak
(consensus,consensualisme).
Tentang akibat perjanjian
Perjanjian mempunyai kekuatan hukum yang mengikat antara para pihakpihak itu sendiri. Asas ini ditegaskan dalam pasal 1338 Ayaat (1) BW
yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat secara sah diantara para pihak.
Ini berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang melakukan
perjanjian tersebut.
Tentang isi perjanjian
Isi perjanjian sepenuhnya diserahkan kepada para pihak (contractsvrijheid
atau partijautonomie) yang bersangkutan. Dengan kata lain, selama
perjanjian itu tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku, kesusilaan,
mengikat kepentingan umum dan ketertiban, maka perjanjian itu
diperbolehkan.
Berlakunya asas kebebasan berkontrak penting kaitannya dalam perjanjian
kerjasama. Artinya, pihak-pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja, baik
yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya dan bebas
menentukan sendiri isi perjanjian itu. Walaupun demikian bukan berarti bahwa
setiap orang itu bebas membuat perjanjian tanpa ada batasan-batasannya sama
sekali. Yang menjadi batasannya adalah Pasal 1337 KUH Perdata yaitu: “suatu
sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab
itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum”. Dengan
demikian sekalipun asas kebebasan berkontrak itu setiap orang dapat melakukan
9
Lukman Santoso, op.cit, h.10.
27
suatu perjanjian apa saja ini dimaksudkan sejauh tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang yang berjanji kepada
orang lain atau dimana seseorang saling berjanji melakukan suatu hal. Dari
peristiwa itu timbullah suatu hubungan antara kedua orang tersebut yang
dinamakan perikatan.10 Menurut Pasal 1313 KUH Perdata menentukan, “sesuatu
persetujuan adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Selanjutnya dalam Pasal
1319 KUH Perdata disebutkan, perjanjian dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu :
1. Perjanjian Bernama (nominaat)
Perjanjian bernama adalah perjanjian-perjanjian yang diatur dan diberi
nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak
terjadi sehari-hari. Perjanjian ini terdapat dalam Bab V-Bab XVIII KUH Perdata.
2. Perjanjian Tidak Bernama (innominaat)
Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tidak diatur dalam KUH
Perdata, tetapi tumbuh di masyarakat. Lahirnya perjanjian ini disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian
kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan.
Dalam perikatan yang timbul karena perjanjian, pihak-pihak yang sengaja
dengan sepakat saling mengikatkan diri, dalam perikatan mana timbul hak dan
10
Subekti, 1987, Hukum Perikatan, Cetakan Kesebelas, Intermasa, Jakarta, h.1.
28
kewajiban pihak-pihak yang perlu diwujudkan. Hak dan kewajiban ini berupa
prestasi. Pemenuhan prestasi adalah hakekat dari suatu perikatan. Menurut
ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata: “setiap perikatan adalah untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Dengan
demikian wujud prestasi itu adalah memberikan sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu. Prestasi adalah objek perikatan. Supaya objek itu dapat dicapai, dalam
arti dipenuhi oleh debitur, maka perlu diketahui sifat-sifatnya, yaitu:
1) Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan;
2) Harus mungkin;
3) Harus diperbolehkan (halal);
4) Harus ada manfaatnya bagi kreditur;
5) Bisa terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan.
Jika salah satu atau semua sifat ini tidak dipenuhi pada prestasi itu, maka
perikatan itu dapat menjadi tidak berarti, dan perikatan itu menjadi batal atau
dapat dibatalkan.
Pada umumnya setiap pihak yang mengadakan perjanjian menghendaki
agar perjanjian yang telah dibuat dapat dilaksanakan sesuai dengan isi yang
disepakati bersama. Pihak debitur adalah pihak yang berkewajiban untuk
memenuhi suatu prestasi. Sedangkan pihak kreditur adalah pihak yang berhak atas
suatu prestasi dari debitur. Keadaan dimana debitur tidak dapat memenuhi
prestasinya dapat dikatakan wanprestasi. Wanprestasi itu tidak sendirinya ada,
tetapi harus dinyatakan lebih dahulu bahwa debitur lalai. Hal ini ditentukan dalam
Pasal 1238 KUH Perdata, bahwa: “si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan
29
surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai atau demi
perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Wanprestasi merupakan wujud dari tidak dipenuhinya perjanjian oleh
karena kesalahan salah satu pihak. Ada 4 (empat) macam bentuk wanprestasi :
1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2) Terlambat dalam memenuhi prestasi;
3) Memenuhi prestasi tetapi tidak sempurna;
4) Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban atau isi
perikatan;
Wanprestasi dalam perjanjian kerjasama membawa konsekuensi terhadap
timbulnya kerugian yang dialami oleh salah satu pihak. Karena terjadinya
wanprestasi tersebut, maka salah satu pihak harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya tersebut. Ada empat prinsip pertangggungjawaban produk yang
dikenal dalam dunia hukum, khususnya bisnis, yaitu sebagai berikut:11
(1) Prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan
Prinsip ini berlaku sepanjang kerugian tersebut dapat dibuktikan oleh
pihak yang dirugikan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1365 KUH
Perdata, segala perbuatan yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang bersalah untuk mengganti kerugian yang diderita
orang atau pelaku usaha tersebut. Jadi, persaingan usaha tidak sehat yang
dilakukan secara curang harus terbukti secara subyektif dan akibatnya
merugikan konsumen secara langsung dan pelaku usaha secara tidak
langsung.
(2) Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab
11
Adrian Sutedi, 2008, Tanggung jawab Produk Dalam Hukum Perlindungan Konsumen,
Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, h.32.
30
Tergugat selalu dianggap bertanggungjawab, sampai ia dapat
membuktikan, ia tidak bersalah. Jadi beban pembuktian ada pada pihak
tergugat.
(3) Prinsip untuk selalu tidak bertanggungjawab
Hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas,
dan pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat dibenarkan
contoh pada hukum pengangkutan pada bagasi/kabin tangan, yang didalam
pengawasan konsumen sendiri.
(4) Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability)
Biasanya prinsip ini diterapkan karena konsumen tidak dalam posisi
menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses
produksi dan distribusi yang kompleks, diasumsikan produsen lebih dapat
mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya, misal
dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga
produknya.
Selanjutnya sebagai akibat adanya wanprestasi dilihat dari pihak kreditur,
dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata yaitu :
1. Kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian;
2. Kreditur dapat menuntut pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
3. Kreditur dapat menuntut ganti rugi saja;
4. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian;
5. Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian disertai ganti rugi;
1.7
Metode Penelitian
1.7.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian pada penulisan ini adalah penelitian hukum empiris, dalam
perspektif hukum dimaksudkan untuk menjelaskan dan memahami makna dari
legalitas aturan-aturan asas hukum dan aspek hukum yang mengatur tentang
penegakan hukum terhadap masalah perjanjian kerjasama. Sedangkan dalam
perspektif empiris dimaksudkan untuk mengetahui tentang keadaan yang sebenar-
31
benarnya yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu tentang perjanjian kerjasama
yang dilakukan.
1.7.2 Sifat penelitian
Sifat penelitian terdiri dari tiga yaitu penelitian yang bersifat ekploratif
(penjajakan atau penjelajahan), penelitian yang bersifat deskriptif dan penelitian
yang bersifat eksplanatif (menerangkan).12
Pada penulisan ini menggunakan penelitian yang bersifat deskriptif.
Penelitian yang bersifat deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah
yang
diselidiki
dengan
menggambarkan/melukiskan
keadaan
subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Metode
deskriptif tersebut menggambarkan peraturan yang berlaku yang kemudian
dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang
menyangkut pelaksanaan perjanjian kerjasama tentang pelayanan kesehatan antara
Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar. Dengan penelitian deskriptif maka dapat menggambarkan secara tepat
situasi atau kejadian dan menerangkan hubungan antara kejadian tersebut dengan
masalah yang akan diteliti, karena dari hasil ini dapat memberikan gambaran
permasalahan, sehingga gambaran tersebut dapat dianalisa tanpa memberikan
kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum.
12
Amiruddin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.25.
32
1.7.3 Data dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber data,
yaitu:
1. Sumber Data Primer (data lapangan), yakni data yang diperoleh dari
penelitian, dari sumber asalnya yang pertama dan belum diolah dan
diuraikan oleh orang lain. Data yang diperoleh didapatkan secara langsung
berupa keterangan-keterangan pelaksanaan perjanjian kerjasama antara
Parigata Resort N Villas Group dengan Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah
Denpasar tentang Pelayanan kesehatan dari narasumber. Obyek dalam
penelitian ini adalah Perjanjian Kerjasama yang dibuat kedua pihak
tersebut mengenai pelayanan kesehatan.
2. Sumber Data Sekunder, adalah data yang diperoleh dari kepustakaan yaitu
dengan meneliti bahan-bahan hukum. Bahan hukum pada penulisan ini,
yaitu :
a. Bahan hukum yang bersifat primer yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat. Bahan hukum ini berupa peraturan perundang-undangan
yang
dapat
membantu
dalam
menganalisa
dan
memahami
permasalahan dalam penulisan ini.
Dalam penulisan skripsi ini bersumber pada peraturan perundangundangan yang berlaku yaitu :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) ;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ;
33
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan ;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional ;
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan ;
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit ;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja ;
b. Bahan hukum yang bersifat sekunder, berupa literatur-literatur hukum,
majalah, koran, dan karya tulis baik dari media online/internet yang
ada kaitannya dengan permasalahan dalam penulisan ini.
1.7.4 Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, maka teknik yang digunakan
sebagai berikut :
a) Data studi dokumen atau bahan kepustakaan yang juga disebut sebagai
data sekunder terutama dapat diperoleh dari perpustakaan. Maksudnya
bahwa dalam penelitian ini akan dikumpulkan data-data kepustakan yang
dikumpulkan dengan cara membaca dan memahami, selanjutnya dilakukan
34
teknik pencatatan dengan mengutip teori dan penjelasan yang penting dari
bahan-bahan yang relevan dengan pokok permasalahan dalam penelitian
ini, baik itu berupa kutipan langsung maupun kutipan tidak langsung.
b) Teknik wawancara (interview), yaitu suatu cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data lapangan (data primer) guna mencari informasi
dengan cara mengadakan tanya jawab secara lisan dan tulisan yang
diarahkan pada masalah tertentu dengan informan yang berpedoman pada
daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dalam suatu
wawancara terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan berbeda yaitu
pengejar informasi yang biasa disebut pewawancara atau interviewer dan
pemberi informasi yang disebut informan, atau responden. 13
1.7.5 Pengolahan dan analisis data
Untuk mendapatkan hasil atau jawaban atas permasalahan yang diteliti,
maka keseluruhan data yang terkumpul baik itu berupa data kepustakaan maupun
data lapangan, selanjutnya diolah secara kualitatif, dalam arti keseluruhan data
primer maupun data sekunder yang telah terkumpul setelah ditulis dalam bentuk
uraian, langsung diklasifikasikan sedemikian rupa kemudian diambil yang ada
hubungan dengan permasalahan yang dibahas. Akhirnya diperoleh data yang
dapat menjawab atas rumusan masalah dalam penelitian ini. Yang selanjutnya
disajikan secara deskriptif analisis, yaitu berusaha menganalisa data dengan
13
Burhan Ashshofa, 2007, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h.95.
35
menguraikan dan memaparkan secara jelas dan apa adanya mengenai obyek yang
diteliti. Data-data dan informasi yang diperoleh dari obyek penelitian dikaji dan
dianalisa, dikaitkan dengan teori dan peraturan yang berlaku yang bertujuan untuk
memecahkan permasalahan yang diangkat dengan menggunakan pedoman
wawancara.
Download