HUKUM INTERNASIONAL II 27 Juli 2007 1. Subyek Hukum Internasional Untuk dapat disebut sebagai subyek HI, suatu entitas harus memiliki personalitas HI. Sebelumnya, agar suatu entitas dapat dikatakan telah memiliki personalitas HI harus memiliki beberapa kecakapan tertentu, yaitu: a) Mampu mendukung hak dan kewajiban internasional (capable of possessing international rights and duties); b) Mampu melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional (endowed with the capacity to take certain types of action on international plane); c) Mampu menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional (they have related to capacity to treaties and agreements under international law); d) Memiliki kemampuan untuk melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar kewajiban internasional (the capacity to make claims for breaches of international law); e) Memiliki kekebalan dari pengaruh/penerapan yurisdiksi nasional suatu negara (the enjoyment of privileges and immunities from national jurisdiction); f) Dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu organisasi internasional (the question of international legal personality may also arise in regard to membership or participation in international bodies). Jenis-jenis Subyek HI a) NEGARA. Untuk dapat disebut negara, menurut Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 suatu entitas harus memenuhi syarat-syarat: (1) adanya penduduk yang tetap ,(2) adanya daerah/teritorial yang pasti, (3) adanya pemerintahan dan (4) adanya kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain. Pada negara FEDERAL : kapasitas negara bagian untuk melakukan hubungan internasional tergantung dari sistem distribusi kekuasaan yang dianut oleh negara federal tersebut. Contoh Republik Byelo Russia dan Ukraina dapat menjadi anggota PBB, demikian juga dengan sistem 1 yang dianut Australia. Sedangkan sistem yang dianut AS; hanya pemerintah federal yang dapat bertindak keluar. b) TAHTA SUCI VATICAN. Merupakan subyek HI dalam arti penuh dan sejajar kedudukannya dengan negara lain. Hal ini terjadi setelah diadakannya Perjanjian Lateran pada tanggal 11 Februari 1929 antara Italia dan Tahta Suci, yang isinya adalah mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Tahta Suci dan memungkinkan didirikannya negara Vatican, dan berdasarkan perjanjian tersebut Negara (Tahta Suci) Vatican dibentuk dan diakui sebagai subyek HI. Saat ini Tahta Suci memiliki perwakilan diplomatik di berbagai negara di dunia yang sejajar kedudukannya dengan perwakilan diplomatik negara-negara lain. c) PALANG MERAH INTERNASIONAL. Adalah subyek HI yang bersifat terbatas yang lahir karena sejarah, yang kemudian kedudukannya diperkuat dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi Palang Merah. Saat ini PM Internasional diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subyek HI walaupun dalam ruang lingkup yang sangat terbatas. d) ORGANISASI INTERNASIONAL. Baru diakui sebagai subyek HI setelah adanya advisory opinion yang diberikan oleh MI. Ketika itu PBB meminta pendapat hukum dari MI terkait masalah terbunuhnya Pangeran Bernadotte dari Swedia yang bertindak sebagai mediator PBB di Israel pada tahun 1948, yaitu tentang apakah PBB mempunyai kemampuan hukum untuk mengajukan klaim ganti rugi terhadap pemerintah de yure atau de facto yang bertanggung jawab. MI secara tegas menyatakan bahwa organisasi internasional adalah subyek HI dan mampu mendukung hak –hak dan kewajiban-kewajiban internasional, dan juga bahwa organisasi internasional memiliki kapasitas untuk mempertahankan hak-haknya dengan melakukan tuntutan internasional. e) INDIVIDU. Tahap terpenting pengakuan individu sebagai subyek HI adalah ketika adanya penuntutan penjahat-penjahat perang di hadapan MI yang diadakan khusus untuk itu oleh negara-negara sekutu yang menang perang. Dalam proses peradilan yang diadakan di Nurnberg dan Tokyo, para penjahat 2 perang tersebut dituntut sebagai individu untuk perbuatan yang diklasifikasikan sebagai : (1) kejahatan terhadap perdamaian; (2) kejahatan terhadap perikemanusiaan; (3) pelanggaran terhadap hukum perang; dan (4) permufakatan jahat untuk mengadakan perang. Dengan adanya peradilan Nurnberg dan Tokyo tersebut maka seseorang dianggap langsung bertanggung jawab sebagai individu atas kejahatan perang yang dilakukannya. f) PEMBERONTAK DAN PIHAK DALAM SENGKETA. Dalam hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam beberapa keadaan tertentu. Personalitas internasional pihak-pihak dalam sengketa sepenuhnya tergantung pada pengakuan. 2. Sumber HI Mempunyai dua arti : 1. Sumber HI dalam arti Material : yang dipersoalkan adalah apa sebabnya hukum itu mengikat/ apa yang menjadi dasar kekuatan mengikat, dalam hal ini HI. 2. Sumber HI dalam arti Formal : Sumber di mana dapat ditemukan ketentuan-ketentuan hukum yang dapat diterapkan dalam suatu persoalan konkrit sebagai suatu kaidah hukum. Yang akan kita bicarakan adalah Sumber HI dalam arti Formal, yaitu yang terdapat dalam : a. Pasal 7 Konvensi Den Haag XII 18 Oktober 1907, yang mendirikan MI Perampasan Kapal Di Laut (sampai saat ini tidak pernah dibentuk); b. Pasal 38 (1) Statuta MI 26 Juni 1945, yang terdiri : Perjanjian Internasional baik yang bersifat umum atau khusus yang mengandung ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh pihak-pihak dalam sengketa; Kebiasaan internasional Prinsip Hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab; Keputusan pengadilan dan ajaran para sarjana. 3 Yang akan kita bicarakan hanyalah butir b saja. Klasfikasi Sumber HI dalam arti Formal: 1. Sumber Hukum Utama / Primer : Perjanjian Internasional Kebiasaan Internasional Prinsip Hukum Umum 2. Sumber Hukum Tambahan / Subsider, yaitu Keputusan Pengadilan dan ajaran para sarjana. Dapat digunakan untuk membuktikan adanya kaidah HI tentang suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer. Mana yang lebih Penting dari ketiga sumber HI Primer? 1. Ditinjau dari sudut sejarah, maka KI adalah sumber Hi yang tertua; 2. Ditinjau dari kenyataannya, semakin luas dan banyaknya persoalan dewasa ini yang diatur dalam PI, maka PI yang terpenting; 3. Ditinjau dari sudut fungsinya dalam perkembangan hukum, maka Prinsip Hukum Umum adalah sumber HI terpenting, karena memberi kebebasan bagi Mahkamah Internasional untuk membentuk atau menemukan kaidah hukum yang baru, dan kemudian mengembangkannya. PERJANJIAN INTERNASIONAL Adalah perjanjian yang dilakukan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa yang bertujuan untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu. Macam-macam Perjanjian Internasional : a. Berdasarkan tahap pembentukan dan materi yang diatur, ada 2 macam yaitu : 1. PI yang melalui 3 tahap pembentukan, yaitu : perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi. Digunakan untuk hal-hal yang sangat penting, misalnya, yang mempengaruhi haluan politik dalam negeri dan luar negeri. Menurut Mochtar Kusumaatmadja disebut Traktat. 2. PI yang melalui 2 tahap pembentukan, yaitu perundingan dan penandatanganan. Digunakan untuk hal-hal yang kurang penting. Menurut Mochtar Kusumaatmadja disebut Persetujuan. b. Berdasarkan jumlah peserta, yaitu : 4 1. Perjanjian Bilateral 2. c. Perjanjian Multilateral. Berdasarkan fungsi, ada 2 yaitu : 1. Treaty Contract, adalah perjanjian dalah hukum perdata yang hanya akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak penanda tangan. Perjanjian tersebut semata-mata mengenai pihak-pihak dalam perjanjian, yang tidak berkepentingan tidak dapat ikut serta dalam perjanjian tersebut. 2. Law Making Treaties, adalah perjanjian yang meletakkan kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Perjanjian tersebut selalu terbuka bagi para pihak yang tidak ikut dalam perjanjian, karena yang diatur dalam perjanjian tersebut adalah mengenai seluruh anggota masyarakat internasional. Keberatan Mochtar Kusumaatmadja : 1. Secara yuridis, menurut bentuknya setiap perjajian baik yang Treaty Contract maupun Law Making Treaties adalah suatu kontrak, yaitu perjanjian antara para pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para peserta. 2. Secara fungsinya, baik Treaty Contract maupun Law Making Treaties adalah Law Making, atau membentuk hukum. Tahapan Pembentukan Perjanjian Internasional : 1. Perundingan 2. Penandatanganan 3. Ratifikasi. Berakhirnya Perjanjian Internasional : 1. Karena telah tercapainya tujuan; 2. Karena habis waktu berlakunya; 3. Karena punahnya salah satu pihak dalam perjanjian atau musnahnya obyek perjanjian; 5 4. Karena adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian tersebut; 5. Karena adanya perjanjian antara para pihak yang isinya untuk meniadakan perjanjian terdahulu; 6. Karena dipenuhinya syarat-syarat pengakhiran perjanjian yang termuat dalam perjanjian; 7. Karena diakhirinya perjanjian secara sepihak oleh salah satu pihak, yang disetujui oleh pihak lainnya. KEBIASAAN INTERNASIONAL Adalah kebiasaan yang merupakan kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Agar dapat dikatakan sebagai sumber hukum, maka kebiasaan tersebut harus memenuhi untur-unsur : 1. Unsur Material, yaitu kebiasaan itu harus merupakan kebiasaan yang bersifat “umum”. Umum artinya (i)adanya pola tindak yang berlangsung lama tentang hal yang serupa;(ii)harus bertalian dengan hubungan internasional. 2. Unsur Psikologis, kebiasaan tersebut diterima sebagai hukum oleh negara-negara, yang ditandai dengan tidak adanya protes dari negara-negara. Hubungan PI dengan KI KI dapat menimbulkan kaidah hukum yang kemudian dikukuhkan dalam Konvensi Internasional akan menjadi perjanjian internasional. Sedangkan PI yang berulang kali diadakan mengenai hal yang sama akan menjadi KI. PRINSIP HUKUM UMUM Adalah prinsip hukum yang melandasi sistem hukum modern, sistem hukum modern adalah sistem hukum positif yang didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat. “Umum” artinya tidak hanya prinsip yang ada pada HI tetapi juga pada bidangbidang hukum lainnya. Arti penting Prinsip Hukum Umum : 6 1. Dengan adanya sumber hukum ini maka Mahkamah Internasional, tidak dapat menyatakan non-liquet (menolak menangani perkara karena tidak adanya ketentuanketentuan hukum yang mengatur mengenai masalah tersebut). 2. Memperkuat kedudukan Mahkamah Internasional sebagai badan yang membentuk dan menemukan hukum. KEPUTUSAN PENGADILAN DAN AJARAN PARA SARJANA Digunakan untuk membuktikan adanya kaidah HI tentang suatu persoalan yang didasarkan atas sumber hukum primer. Tidak mengikat, artinya tidak menimbulkan suatu kaidah hukum. “Pengadilan” berarti pengadilan dalam arti yang luas, meliputi segala macam peradilan baik internasional maupun nasional yang termasuk juga di dalamnya mahkamah dan komisi arbitrase.Walaupun tidak mengikat, keputusan MI mempunyai pengaruh besar dalam perkara HI. Pendapat atau ajaran para sarjana, penelitian dan tulisan yang dilakukan oleh para sarjana terkemuka, sering dapat dipakai sebagai pegangan dalam menemukan apa yang menjadi Hukum Internasional. 3. Konsep Wilayah Dalam HI Konsep wilayah sangat penting dibicarakan dalam HI: a) HI adalah kaidah atau asas hukum yang mengatur persoalan yang melintas batas negara. Salah satu syarat suatu negara adalah wilayah. b) Konsep atau paham kedaulatan dibatasi oleh wilayah negara. Cara-cara perolehan wilayah oleh suatu negara: a) AKRESI. Penambahan wilayah yang disebabkan oleh proses alamiah. Misalnya terbentuknya pulau yang disebabkan oleh endapan lumpur muara sungai; mengeringnya bagian sungai disebabkan oleh terjadinya perubahan aliran sungai; terbentuknya pulau baru disebabkan oleh letusan gunung berapi. b) CESSI. Penyerahan wilayah secara damai yang biasanya dilakukan melalui perjanjian perdamaian untuk mengakhiri perang, atau dengan cara-cara yang berbeda, misalnya pembelian Alaska pada tahun 1816 oleh AS dari Rusia, 7 atau ketika Denmark menjual beberapa daerahnya di West Indies kepada AS pada tahun 1916. c) OKUPASI. Penguasaan terhadap suatu wilayah yang tidak berada di bawah kedaulatan negara manapun, yang dapat berupa suatu terra nullius yang baru ditemukan. Penguasaan tersebut harus dilakukan oleh negara dan bukan oleh orang perorangan, secara efektif dan harus terbukti adanya kehendak untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai bagian dari kedaulatan negara. Hal itu harus ditunjukkan misalnya dengan suatu tindakan simbolis yang menunjukkan adanya penguasaan terhadap wilayah tersebut, misalnya dengan pemancangan bendera atau pembacaan proklamasi. Penemuan saja tidak cukup kuat untuk menunjukkan kedaulatan negara, karena hal ini dianggap hanya memiliki dampak sebagai suatu pengumuman. Agar penemuan tersebut mempunyai arti yuridis, harus dilengkapi dengan penguasaan secara efektif untuk suatu jangka waktu tertentu. d) PRESKRIPSI. Pelaksanaan kedaulatan oleh suatu negara secara de facto dan damai untuk kurun waktu tertentu, bukan terhadap terra nullius melainkan terhadap wilayah yang sebenarnya berada di bawah kedaulatan negara lain. e) ANEKSASI. Perolehan wilayah secara paksa. f) PEROLEHAN WILAYAH OLEH NEGARA BARU. 8