Masalah Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah

advertisement
Permasalahan dan upaya
penanganan masalah peserta didik
usia sekolah menengah
Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Perkembangan Bimbingan Peserta Didik
Dosen : Sugeng Muslimin, Drs., M.Si.
Disusun Oleh:
Kelompok 7
LaelatunNuroniah
113070211 2C
Piputri Dianita
113070121 2C
Amelia
113070xxx
Kelas 2-C
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN
PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur seraya penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahuwata’ala,
atas karunia, rahmat, dan nikmt-Nyalah makalah yang berjudul “Permasalahan
Dan Upaya Penanganan Masalah Peserta Didik Usia Sekolah Menengah” dapat
terselesaikan.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pengelolaan Pendidikan. Dalam penyelesaian makalah ini, banyak dorongan dan
bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu,
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami.
Mudah-mudahan segala bantuan dan kebajikan yang telah diberikan kepada
penulis, mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah subhanahuwata’ala.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Hal
ini semata-mata karena keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak.
Harapan penulis, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis
sendiri, umumnya bagi para pembaca. Amin.
Cirebon,12 Desember 2014
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DARTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1
BAB IIPEMBAHASAN
A. ................................................................................................................... 3
B. ................................................................................................................... 5
C. ................................................................................................................... 7
D. ................................................................................................................... 12
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 15
DAFTARPUSTAKA ......................................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemampuan penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan merupakan
salah satu prasyarat yang penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu.
Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagian dalam
hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dengan
kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan maupun masyarakat pada umumnya.
Tidak sedikit orang-orang yang mengalami stres atau depresi akibat kegagalan
mereka untuk melakukan penyesuaian diri dengan kondisi lingkungan yang ada
dan kompleks.
Dalam penyesuaian diri pun terdapat berbagai permasalahannya. Namun,
setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini
akan dijelaskan tentang permasalahan penyesuain diri anak usia sekolah
menengah dan juga upaya untuk menangani permasalahan tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses
penyesuaian diri peserta didik usia sekolah menengah terhadap
penyelenggaraan pendidikan?
2. Apa saja masalah penyesuaian diri yang ada di peserta didik usia sekolah
menengah (remaja)?
3. Bagaimana karakteristik masalah peserta didik usia sekolah menengah
(remaja)?
4. Apa saja masalah peserta didik usia sekolah menengah (remaja)?
5. Bagaimana penanganan masalah remaja dengan cara mekanisme
pertahanan diri?
1
C. TUJUAN PENULISAN
6. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses
penyesuaian diri peserta didik usia sekolah menengah terhadap
penyelenggaraan pendidikan.
7. Mengetahui masalah penyesuaian diri yang ada di peserta didik usia
sekolah menengah (remaja).
8. Mengetahui karakteristik masalah peserta didik usia sekolah menengah
(remaja).
9.
Mengetahui masalah peserta didik usia sekolah menengah (remaja).
10. Mengetahui penanganan masalah remaja dengan cara mekanisme
pertahanan diri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Implikasi Proses Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah
Menengah Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Lingkungan
sekolah
mempunyai
pengaruh
yang
besar
terhadap
perkembangan jiwa remaja. Selain mengemban fungsi pengajaran, sekolah juga
mengemban fungsi pendidikan (transformasi nilai dan norma sosial). Dalam
kaitan dengan pendidikan, peran sekolah tidak jauh berbeda dengan peran
keluarga, yaitu sebagai tempat perlindungan jika anak mengalami masalah. Oleh
karena itu, di setiap sekolah lanjutan diadakan guru bimbingan dan penyuluhan
untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri
remaja di sekolah adalah sebagai berikut:
1.
Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah bagi siswa,
baik secara sosial, fisik maupun akademis.
2.
Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa.
3.
Berusaha memahami siswa secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial,
maupun aspek pribadinya.
4.
Menggunakan metode dan alat mengajar yang mendorong gairah belajar.
5.
Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6.
Menciptakan ruangan kelas yan gmemenuh syarat kesehatan.
7.
Membuat tata tertib sekolah yang jelas dan dipahami siswa.
8.
Adanya keteladanan dari para guru dalam segala aspek pendidikan.
9.
Mendapatkan kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam
menjalankan kegiatan pendidikan.
10. Melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan yang sebaik-baiknya.
3
B. Masalah Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah
Menengah (Remaja)
Persoalan krusial yang dihadapi peserta didik usia sekolah menengah (remaja)
dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri adalah
masalah hubungan remaja dengan orang dewasa, terutama orangtua. Oleh karena
itu, perkembangan penyesuaian diri remaja sangat bergantung pada sikap
penolakan orangtua dan suasana psikologi dan sosial dalam kehidupan keluarga.
Penolakan orangtua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam.
Pertama, penolakan yang bersifat tetap sejak awal, yaitu orangtua merasa tidak
sayang kepada anaknya karena berbagai sebab, seperti tidak menghendaki
kelahiran. Menurut Zakiah Darajat (1983) yang dikutif dari Boldwyn: “Bapak
yang menolak anaknya akan berusaha menundukkan anaknya dengan kaidahkaidah kekerasan, karena itu ia mengambil akuran kekerasan, kekejaman tanpa
alasan nyata”. Kedua, akibat dari penolakkan itu adalah pura-pura tidak tahu
keinginan anak atau masalah anak. Sebagai akibat dari kedua jenis penolakan,
remaja tidak dapat menyesuaikan diri secara sehat dan cenderung menghabiskan
waktunya di luar rumah.
Sikap orangtua yang memberikan perlindungan yang berlebihan juga
berakibat tidak baik. Remaja yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang secara
berlebihan akan menyebabkan ia tidak dapat hidup mandiri. Ia selalu
mengharapkan bantuan dan perhatian orang lain dan ia berusaha menarik
perhatian mereka, serta beranggapan bahwa perhatian seperti itu adalah haknya.
Sikap orangtua yang otoriter, yang memaksakan otoritasnya kepada remaja,
juga akan menghambat proses penyesuaian diri mereka. Remaja akan berani
melawan atau menentang orangtuanya. Pada gilirannya, ia cenderung akan
berrsikap otoriter terhadap teman-temannnya dan bahkan menentang otoritas
orang dewasa, baik di sekolah maupun dimasyarakat.
Jelaslah bahwa masalah penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal
dari keretakan keluarga atau akibat overproteksi. Hasil penelitian psikologis
membuktikan bahwa remaja yang hidup dalam rumah tangga yang tidak harmonis
cenderung akan mengalami masalah emosional, yang terlihat dari adanya
4
kecenderungan marah-marah, suka menyendiri serta sering gelisah dibandingkan
dengan remaja yang hidup dalam lingkungan keluarga yang harmonis. Remaja
yang dikeluarkan dari sekolah karena tidak dapat menyesuaikan diri pada
umumnya datang dari lingkungan keluarga yang retak atau berantakan.
Perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan anak perempuanjuga
mempengaruhi hubungan antar mereka serta memungkinkan timbulnya rasa iri
hati dalam jiwa anak perempuan terhadap saudaranya yang laki-laki. Keadaan ini
akan menghambat proses penyesuaian diri anak perempuan.
Permasalahan penyesuaian pun akan muncul bagi remaja yang sering pindah
tempat tinggal. Remaja yang keluarganya sering berpindah tempat rumah,
sehingga ia terpaksa pindah dari sekolah satu ke sekolah lainnya sering
mengalami banyak kesukaran dalam penyesuaian dirinya. Bahkan, mungkin saja
ia akan tertinggal dalam pelajaran karena gurunya berbeda-beda dalam cara
mengajarnya. Selain itu, ada pula masalah teman, yaitu kehilangan teman lama
dan terpaksa mencari teman baru. Banyak remaja yang mengalami kesulitan
dalam menjalin persahabatan dan hubungan sosial yang baru. Mungkin saja ia
berhasil baik dalam hubngan sosial di sekolah lama, namun ketika pindah ke
sekolah baru , ia menjadi tidak dikenal dan tidak ada yang memperhatikan. Di
sini, remaja dituntut untuk dapat lebih mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekolah dan masyarakat yang baru.
Masalah penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja
mulai memasuki jenjang sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas.
Mereka mungkin akan mengalami masalah penyesuaian diri dengan guru, teman,
dan mata pelajaran. Sebagai akibatnya, prestasi belajar mmereka menjadi
menurun dibandingkan dengan prestasi di sekolah sebelumnya.
Persoalan umum yang sering dialami remaja antara lain memilih sekolah.
Apabila mengharapkan remaja memiliki penyesuaian diri yang baik, seyogianya
orangtua tidak mendikte mereka agar memilih jenis sekolah tertentu sesuai
keinginannya. Orangtua dan guru hendaknya mengarahkan pilihan sekolah yang
sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya. Tidak jarang terjadi, anak tidak
mau sekolah, tidak mau belajar, suka membolos, dan sebagainya karena ia dipaksa
orangtuanya untuk masuk sekolah yang tidak ia sukai.
5
C. Karakteristik Masalah Peserrta Didik Usia Sekolah Menengah
(Remaja)
Bagi sebagian besar orang yang sudah beranjak dewasa, bahkan melewati
usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka.
Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik
atau seburuk apapun saaat itu. Adapun bagi orangtua yang memiliki anak berusia
remaja, mereka merasakan bahawa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak
konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remja itu sendiri. Banyak orangtua yang
tetap menganggap anak remajanya masih perlu dilindungi dengan ketat sebab
dimata mereka, ia masih belum siap menghadapi tantngan dunia orang dewasa.
Seballiknya, bagi pra remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan
untuk mencari jati diri yang mandiri dan pengaruh orangtua. Keduanya memiliki
kesmaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup
sebagai orang dewasa.
Pada massa remaja, banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda
keremajaan, namun serring perubahan itu hanya merupakn suatu tanda-tanda fisik
dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang
pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan
perubahan dan berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk memahami
remaja, perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi berikut ini.
1. Dimensi Biologis
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas, yang ditandai dengan
menstruasi pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra,
secara biologis dia mengalami perubahn yang sangat besar. Pubertas menjadikan
seorang anak memiliki kemampuan untuk bereproduksi.
Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif. Hormon tersebut
mengubah sistem biologis seorang anak. Perubahan tersebut diantaranya
perubahan suara, dan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah sangat cepat
pada awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.
2. Dimensi Kognitif
6
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget merupakan
periode terakhir dan tertinggi dalam tahaf pertumbuhan operasi formal. Pada
perriode ini para remaja idealnya sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak.
Akan tetapi, di negara-negara berkembang masih sangat banyak remaja yang
belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional
kinkre ini. Pola pikir mereka masih sangat sederhana dan belum dapat melihat
masalah dari berbagai dimensi. Mungkin salah satu penyebabnya adalah sistem
pendidikan di Indonesia yang masih menggunakan metode satu arah (ceramah)
dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. Penyebab
lainnya dapat diakibatkan karena pola asuh orangtua yang cenderung
memperrlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki
keleluasaan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan
mentalnya.
3. Dimensi Moral
Masa remaja adalah periode pada saat seseorang mulai bertanya-tanya
mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar
bagi pembentukan nilai dari mereka. Kemampuan berfikir dalam dimensi moral
pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan
ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang
ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi
pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang sering mendasari
sikap “pemberontakan” remaja terhadap peraturan atau otoritas yang sebelumnya
diterima bulat-bulat.
Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif
jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua
yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja
itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik.
4. Dimensi Psikologis
Masa remaja yang penuh gejolak. Pada masa ini, mood (suasana hati) bisa
berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood yang drastis pada para remaja ini
dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari
7
di rumah. Meskipun mood remaja mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut
belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.
Dalam hal kesadran diri, para remaja mengalami perubahan yang dramatis
dalam kesdaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap
pendapat orang lain karena menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau
selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka
sendiri. Selain itu, remaja juga sering menganggap dirinya serba mampu sehingga
sering terlihat “tidak memikirkan akibat” perbuatan mereka. Tindakan impulsif
dilakukan karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat
jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa
Selain itu, remaja juga sering menganggap dirinya serba mampu sehingga sering
terlihat “tidak memikirkan akibat” perbuatan mereka. Tindakan impulsif
dilakukan karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat
jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa
yang lebih percaya diri, dan mampu bertanggung jawab.
D. Beberapa
Masalah Peserta Didik Usia Sekolah
Menengah (Remaja)
1. Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah
Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal
usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan yang sudah lengkap.
Anak usia sekolah baik tingkat Prasekolah, Sekolah Dasar, Sekolh Menengah
Pertama Maupun Sekolah Menengah Atas adalah suatu masa usia anak yang
sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini, banyak permasalahan
kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari. Semua itu
meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan
gangguan belajar. Semua ini akan menghambat pencapaian prestasi anak di
sekolah.
8
Orangtua dan guru seharusnya harus dapat mengetahui dan memahami
permaslahan dan gangguan kesehatan pada anak usia sekolah. Deteksi dini
gangguan kesehatan pada anak usia sekolah dapat mencegah atau mengurangi
komplikasi yang diakibatkan berbagai penyakit. Peningkatan perhatian anak
terhadap kesehatan anak usia sekolah diharapkan dapat tercipta anak usia sekolah
Indonesia yang cerdas, sehat, dan berprestasi.
a. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Sekolah
Pertumbuhan dan perkembangan memiliki dampak terhadap kesehatan anak
usia
sekolah.Pertumbuhan
berdampak
terhadap
aspek
fisik,
sedangkan
perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu. Kedua
kondisi tersebut terjadi sangat berkaitan dan saling memengaruhi setiap anak.
1) Jasmani
Adanya perubahan jasmani yang mendadak dan cepat iramanya sehingga
menimbulkan kebingungan dalam diri anak. Secara biologis, ia telah
matang dan siap untuk berperan sebagai pria atau wanita
2) Jiwa
Perkembangan kecerdasan berkembang secara pesat, berpikirnya makin
logis dan kritis, fantasi makin kuat sehingga sering kali terjadi konflik
sendiri, penuh dengan cita-cita, mencari realita, kebenaran dan tujuan
hidup.
3) Rohani
Kehidupan agamanya berada dalam persimpangan jalan, ada perasaan
tidak aman karena terjadi perubahan fisik, emosi dan juga berpengaruh
pada imannya sehingg kadang-kadang kekuasaan tradisi kepercayaan
dianggap mempersemit kebebasan dirinya yang banyak menuruti
keinginan diri sendiri (suara hatinya).
4) Sosial
Pengaruh yang besar datang dari kelompoknya (teman sebaya), perubahan
perilaku berhubungan dengan kehidupan bersama, suka berkelompok, ada
usaha untuk diterima dalam kelompok dan masyarakat, ingin maju, suka
membantu, sopan dan memerhatikan orang lain da sebagainya.
9
b. Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah
Secara etimologis, di indonesia penyebaran penyakit berbasis lingkungan di
kalangan
anak
sekolah
masih
tinggi.
Kasus
infeksi
seperti
demam
berdarah,diare,cacingan,infeksi saluran pernafasan akut, serta reaksi simpang
terhadap makanan akibat buruknya sanitasi keamanan pangan,selain itu resiko
gangguan kesehatan pada anak akibat pencemaran lingkungandari berbagai proses
kegiatan pembangunan yang makin meningkat, seperti makin meluasnya
gangguan akibat paparan asap ,emisi gas,kebisingan,limbah industri dan rumah
tangga serta bencana.
Permasalahan perilaku kesehatan pada anak usia TK dan SD berkaitan
dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan
benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun,kebersihan diri. Pada anak usia SLTP
dan SMU (remaja) masalah kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan dengan
prilaku beresiko seperti merokok, perkelahian antara pelajar, penyalah gunaaan
(narkotika,psikotoprika
dan
zat
adiktif
lainya),
kehamilan
yang
tak
diingini,obortus yang tidak aman, infeksi menular seksual HIV/AIDS.
Selanjutnya, akan dibahas tentang permasalahan kesehatan anak pada usia
sekolah:
1) Penyakit menular pada anak sekolah
Penyakit yang sangat mengganggu dan berpotensi mengancam jiwa adalah
menular pada anak skekolah. Sekolah merupakan tempat paling memungkinkan
sebagai sumber penularan penyakit infeksi pada anak sekolah,seperti : demam
berdarah, infeksi tangan mulut, campak, rubela, cacar air, gondog,infeksi mata.
a) Infeksi kaki,tangan dan mulut
Infeksi tangan ,kuku dan mulut disebabkan oleh virus entero, virus
coxsackie A16, atau virus entero 71. Masa inkubasi sekitar 3-6 hari.
Penularanya sangat cepat di antara usia anak,melalui sentuhan dengan air
hidung dan mulut,buang airkecil, ataupun buang air besar.
b) Campak
Penyakit campak adalah penyakit yang snagat menular yang di sebabkan
oleh virus campak. penularannya terjadi melalui udara ataupun kontak
langsung denganpenderita. Virus campak menyebar lewat percikan ludah
10
penderita. Oleh karena itu anak yang menderita ini dilarang masuk
sekolah. Gejalanya adalah demam,batuk, pilek, dan timbul bercak-bercak
di kulit 3-5 hari sstelah anak menderita demam.
c) Mumps (gondong)
Penyakit gondong adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh virus
gondong, penularannya melalui udara.
d) Rubela
Rubela atau campak jerman adalah Penyakit menular yang disebabkan
oleh virus rubela.penularannya melalui udara.
e) Cacar air
Cacar air atau varisela memang merupakan penyakit anak-anak yang
sudah ratusan lalau dikenal orang.
2) Penyakit noninfeksi
a) Alergi
Alergi pada anak usia sekolah menyerag semua organ mulai ujung rambut
sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin
bisa terjadi, alergi sangat berisiko untuk menggangu pertumbuhan dan
perkembanagan anak di karenakan sering berulangnya penyakit
b) Cacaing parasit cacing
Infeksi cacaing dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namur
prevalensi tertinggi di temukan pada anak balita dan usia SD.
c) Gangguan pertumbuhan
Gangguan pertumbuhan atau sering disebut gagal tumbuh atau “failure to
thrive” bukanlah suau diagnosis tetapi merupakan termiologi yang dipakai
untuk menunjukan adanya kegagalan tumbuh atau lebih khusus adalah
kegagalan mendaoatkan kenaikan berat badan yang pada kasus tertentu
disertai terjadinya gangguan pertumbuha linier dan lingkar kepala.
3) Gangguan perkembangan dan perilaku anak sekolah
a) Penolakan sekolah (school refesual)
Penolakan sekolah atau fobia sekolah serin di sebut mogok sekolah adalah
bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya di sertai
11
berbagai keluhan yang tidak pernah muncul ataupun hilang ketika jam
sekolah sudah lewat,hari minngu/ libur.
b) Gangguan belajar
Kesulitan belajar bukanlah suatu diagnosis tunggal semata-mata, melaikan
terdiri dari berbagai jenis gangguan dengan berbagai gejala,penyebab,
pengobatan, dab perjalanan penyakit.
Ada dua kelompok besar kesulitan belajar yaitu, sebagai berikut:
1.
Gangguan perkembangan bicara dan bahasa
Problem bicara asing merpakan indikator awal adanya kesulitan belajar
pada seorang anak.
2.
Ganguan kemampuan akademik (Academic Skills Disorders)

Gangguan membaca
Anak yang mengalami gangguan membaca memerlukan inakurasi
dalam membaca,sperti lambat, kata demi kata jika dibandingkan
dengan anak seusianya.

Disleksia
Disleksia adalaha ganguanperkembangan berupa kesulitan dalam
bernulis, membacara dll.

Gangguan menulis ekspresif
Kondisi ini ditandai oleh ketidakmampiuan anak untuk suatu
komposisi tulisan dalam bentuk teksdan keadaan ini tidak sesuai
dengan tingkat perkembangan anakusianya.

Ganguan berhitung (Diskalkulia)
Diskalkulia adalah ganguan belajar yang mengakibatkan gangguan
dalam berhitung.
c) Gangguan tidur
Pada usia prasekolah, gangguan tidur ditandai dengan awal jam tidur yang
larut malam, tidur sering gelisah,kadang sering mengigau, 0menangis,dan
berteriak.
12
d) Hiperkinetik atau Gangguan motorik berlebihan
Anak tidak mau diam dan tidak bisa duduk lama. Bergerak terus tak tentu
rah tujuannya. Kadang, disertai kebiasaan menjatuhkan badan secara keras
ke tempat tidur.
e) Gangguan koordinasi dan keseimbangan
Gangguan ini ditandai oleh aktivitas berjalan, seperti terburu-buru atau
cepat sehingga kemampuan berjalan terlambat, bila berjalan sering jatuh,
dan menabrak benda disekitarnya. Gangguan lainya adalah bila berjalan
jinjit atau duduk bersimpuhan posisi kaki kebelakang seperti huruf w.
f) Gangguan konsentrasi atau gangguan pemusat perhatian
Anak mengalami gangguan pemusatan perhatiaan, sering bosan terhadap
suatu pekerjaan atau kegiatan. Ia tidak bisa duduk lama di kursi. Dikelas
tidak dapat tenang menerima pelajaran, sering mengobrol, menganggu
teman, dan lain-lain. Bila mendengar cerita tidak bisa dalam waktu lama,
sering tampak bengong dan melamun. Hal menarik adalah meskipun
tampak tidak memperhatikann bila
cepat.misalnya saat di kelas, ia
mengobrol atau bercanda , tetapi bila ditanya guru ia dapat menjawab
dengan baik pertanyaan tersebut.lain halnya bila melihat televisi ia dapat
bertahan lama bahkan sampai berjam-jam. Demikian pula kalau membaca
komik, dalam belajar, ia tidak bisa lama.
g) Impulsif
Gejala impuksif ditandai dan kesulitan anak untuk menunmda respons.
Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak
terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan
segera dan pertimbangan.contoh prilaku impulsif yaitu tidak sabar.
h) Gangguan emosi dan agresivitas
Gangguan emosi pada anak usia sekolah ditandaia oleh sifatnya yang
mudah marah, gampang berteriak, bila marah sering histeris, melampar
benda yang dipegang hingga temper tantrum. Penampilan fisik lainya
adalah meninju, membanting pintu,menyumpaoh dll.
13
i) Ganguan depresi
Seorang anak yang mengalami gangguan depresi akan menunjukan gejalagejala seperti perasaan sedih yang berkepanjangan, suka menyendiri,
sering melamun di dalam kelas/dirumah, kurang nafsu makan, atau makan
berlebihan,sulit tidur atau tidur berlebihan, merasa lelah, lesu kurang
bertenaga,
merasa
putus
asa,
gairah
belajar
kurang,tidal
ada
inisiatif,hiperakti. Anak dengan gejala-gejala depresi akan memperlihatkan
kreativitas,inisiatif dan motivasi belajar yang menurun, sehingga akan
menimbulkan kesulitan belajar dan membuat prestasi belajar menurun.
j) Autism
Autism adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa
prilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Pada umumnya penderita autism
mengacuhkan suara, penglihatan, ataupun kejadian yang melibatkan
mereka.
k) ADHD
Sejak 20 tahun terakhir, gangguan pemusatan perhatian sering disebut
seabgai ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders). Gejala ini ada
tiga yaitu inatensi, hiperaktiv,impulsif.
c. Imunisasi Anak Usia Sekolah
Menurut
program
pengembangan
imunisasi
yang
direkomendasikan
departemen kesehatan indonesia dan ikatan dokter anak indonesia, imunisasi
eajib yang harus diberikan untuk anak usia sekolah adalah DPT dan polio untuk
anak kelas 1 SD, DT dan TF untuk anak kelas VI dan polio ulang saat anak usia
16 tahun dan imunisasi campak ulang pada kelas 1 bila belum mendapatkan
imunisasi MMR. Bila sebelu usia sekolah belum melakukan imunisasi, program
imunisasi yang dilakukan adalah MMR dan cacar air.
d. Upaya Peningkatan Kesehatan Anak Sekolah
Untuk peningkatan kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada upaya
promotif dan preventif didukung oleh supaya kuratif dan rehabilitatif yang
14
berkualitas, usaha kesehatan sekolah (UKS) menjadi sangat penting dan strategis
untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. UKS bukan hanya
dilaksanakan di indonesia,tetapi dilaksanakan di seluruh dunia
Upaya health promoting school memiliki titik berat pada upaya promotif dan
preventif didukung oleh supaya kuratif dan rehabilitatifyang berkualitas adalah:
1) Promotif dan pencegahan

Pemberian nutrisi yang baik dan benar

Perilaku hidup sehat jasmani dan rohano

Deteksi dini dan pencegahan penyakit menular

Deteksi dini gangguan penyakit kronis pada anak sekolah

Deteksi dini gangguan pertumbuhan anak usia sekolah

Deteksi dini gangguan perilaku dan gangguan belajar

Imunisasi anaksekolah
2) Kuratif dan rehabilitasi

Penanganan pertama ke gawat darurat di sekolah

Penanganan pertama kecelakaan di sekolah

Keterlibatan guru dalam penanganan anak dengan gangguan prilaku
dan gangguan belajar.
e. Kesehatan Reproduksi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah
Remaja adalah masa pemeliharaan antara tahap anak dandewasa yang jangka
waktunya berbeda-beda, bergantung pada faktor sosial dan budaya. Cirinya adalah
alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai
puncak perkembangannya,emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap
tman sebaya, dan belum menikah.
Kurun usia remaja sering disebut sebagai peralihan periode strum und drang,
yaitu periode peralihan anatara anak-anak masa dewasa yang penuh gejolak.
Kurun usia remaja ini berbeda-beda panjangnya dari waktu dan dari tempat ke
tempat. Di lingkungan masyarakat yang masih sederhana (primitif),kurun usia
remaja ini bisa sangat singkat. Karena pada saat anak menunjukan tanda-tanda
akil balig , dilakukan upacara inisiasi tertentu setelah itu anak langsung berstatus
menjadi dewasa. Sedangkan wanita langsung hamil, mempunyai anak, melakukan
15
pekerjaan rumah tangga,. Hal ini, dimungkinkan karena lingkungan yang masih
sederhana
Karena remaja adalah tahap yang paling rentan dalam hal kesehatan
reproduksi sepanjang perkembangan hidup manusia, perhatian yang lebih besar
perlu diberikan justru pada tahap perkembangan dini,selama ini remaja dianggap
kelompok yang tabu untuk disentuh oleh inormasi seks maupun pelayanan
kesehatan reproduksi.
Salah satu cara adalah dengan memberikan kekebalan kepada remaja itu
sendiri berupa pendidikan seks. Pendidikan seks bukanlah sekedar penerangan
tentenag seks atau hub seks melainkan sebgaimana pendidikan lainya (pendidikan
agama, pendidikan pancasila) pendidikan seks juga mengandung nilai-nilai (baikburuk-benar-salah) yang harus ditransformasikan kepada peserta didik.
Selanjutnya, remaja yang sudah beraktivitas seksual perlu diberikan
perlakuan yang berbeda dari remaja umum, sebagian dari mereka tidak
memrlukan bantuan khusus karena sudah mengetahui cara-cara untuk menjaga
dirinya sendiri. Akan tetapi sebagian lainya melakukan aktivitas seks dengan
pengetahuan yang sangat terbatas, sehingga seringkali malukan tindakan-tindakan
yang berbahaya baahkan ada yang sudah melakukan hubungan seks pranikah,
misalnya tidak menggunakan kondom,merasa rugi jika memakainya walaupunia
tahu bahaya jika ia tidak memakainya.Bagi remaja putri yang mengalami dampak
yang tidak dikehendaki dari prilaku seksnya sendiri kebanyakan hamil diluarnikah
atau ditinggal pacarnya setelah hubungan seks
Untuk mengurangi dampak yang negatif itu, perlu perubahan sikap dari
masyarakat ( terutama bagi pihak orang tuan dan pendidik ) terhadap para korban
penyalah gunaan seks, sebab para korban penyalahgunaan seks ini beada dalam
posisi yang sangat membutuhkan pertolongan, sementara yang paling bisa
menolong pertama adalah dari pihak keluarga dan lingkungan sekolahnya.
16
2. Masalah Remaja dan Rokok
Meskipun semua orang tau bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, akan
tetapi para perokok tidak pernah surut dan tampaknya dapat di tolerir oleh
masyarakat. Hal yang paling memprihatinkan adalah usia perokok yang setiap
tahun semakin muda. Bila dulu orang mulai berani merokok saat SMP, maka
sekarang anak-anak SD kelas 5 sudah merokok secara diam-diam.
a. Bahaya Rokok
Rokok sangat merugikan bagi kesehatan, akan tetapi masih banyak orang
yang tetap memilih untuk menikmatinya. Racun dan karsinogen yang timbul
akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker.
b. Tipe-Tipe Perokok
Seseorang dapat dikatakan sebagai perokok berat apabila mengkonsumsi 31
batang rokok setiap harinya dan selang merokoknya 5 menit setelah bangun pagi.
Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak
bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 1121 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan
menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun
pagi.
Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri 1991), ada 4 tipe perilaku
merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat type tersebut adalah:
1) Type perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
2) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif.
3) Perilaku merokok yang adiktif.
4) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
c. Penyebab Remaja Merokok
1) Pengaruh orangtua
Anak-anak yang berasal dari rumah tangga tidak bahagia yang
orangtuanya tidak begitu memerhatikan mereka dan memberikan
hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokk
dibandingkn anak anak muda yang berasal dari keluarga yang bahagia.
Pengaruh yang paling kuat adalah bila orangtua sendiri menjadi figur
17
atau contoh, yaitu sebagai perokok berat, maka anak anaknya
kemungkinan besar mencontohnya.
2) Pengaruh teman
Banyak remaja merokok yang berteman dengan perokok juga. Ada dua
kemungkinan dari fakta tersebut, yaitu seorang remaja yang terpengaruh
oleh teman-temannya atau teman-teman remaja tersbut dipengaruhi oleh
diri remaja tersebut sehingga mereka semua jadi perokok.
3) Faktor kepribadian
Orang mencoba untuk merokok kaena alasan ingin tahu atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaska diri dari
kebosanan. Namun, satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada
pengguna obat-obatan (termasuk) rokok ialah komformitas sosial. Orang
yang memiliki skor tertinggi pada berbagai ter komformitas sosial lebih
mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki
skor yang rendah.
4) Pengaruh iklan
Iklan dimedia masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa
perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja
sering terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan
tersebut.
d. Upaya Pencegahan
Dalam upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok
penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan
motivasi untuk berhenti atau tidak mencoba untuk merokok akan membuat
mereka tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari teman, media
massa, atau kebiasaan keluarga atau orang tua.
Suatu program kampaye anti merokok bagi para remaja yang dilakukan oleh
Richard Evans (1980). Kampanye anti merokok ini dilakukan dengan cara
membuat poster, film dan diskusi-diskusi tentang berbagai aspek yang
berhubungan dengan merokok. Lahan yang digunakan untuk kampanye ini adalah
sekolah, radio, atau televisi. Pesn pesan yang disampaikan meliputi:
18
 Meskipun orang tuamu merokok, kamu tidak perlu harus meniru, karena
kamu mempunyai akal yang dapat kamu pakai untuk membuat keputusan
sendiri.
 Iklan-iklan merokok sebenernya menjerumuskan orang. Sebaiknya kamu
mulai belajar untuk tidak terpengeruh oleh iklan seperti itu.
 Kamu tidak harus merokok hanya karena teman-temanmu merokok. Kamu
bisa menolak ajakan mereka untuk ikut merokok.
 Perilaku merokok akan memberikan dampak bagi kesehatan secara
dampak pendek dan dampak panjang yang nantinya akan ditanggung tidak
saja oleh diri kamu sendiri, tetapi juga dapat membebadi orang lain
(misalnya: orangtua)
3. Remaja dan Perilaku Konsumtif
Belanja adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks
perekonomian, baik didunia usaha maupun rumah tangga. Namun, kata ini telah
berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada
masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja.
a. Pola hidup konsumtif
Kata konsumtif berarti keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang
yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan dengan mencapai
tujuan dengan kepuasan maksimal.
b. Perilaku konsumtif remaja
Bagi produen, kelompok usia remaja merupakan salah satu pasar
potensial. Alasannya antara lain pola konsumtif seseorang terbentuk pada usia
remaja. Disamping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka
ikut teman-teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan
uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian podusen
untuk memasuki pasar remaja.
Dari sejumlah hasil penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumsi antara
pria dan wanita. Juga terdapat perbedaan sifat antara wanita dan pria dalam
membeli. Perbedaan tersebut adalah berikut ini.
19
Pria
1. Mudah terpengaruh bujukan
penjual
2. Sering tertipu karena tidak
sabaran dalam memilih barang
3. Mempunyai perasaan kurang
enak bila tidak membeli sesuatu
setelah memasuki toko
4. Kurang menikmati kegiatan
berbelanja sehingga sing
wanita
1. Lebih tertarik pada warna dan
bentuk, bukan pada hal teknis
dan kegunaan
2. Tidak
mudah
terbawa
arus
bujukan penjual
3. Menyenangi
hal
hal
yang
romantis daripada yang objektif
4. Cepet merasakan suasana toko
5. Senang
melakukan
kegiatan
terburu-buru mengambil
belanja walaupun hanya window
keputusan membeli.
shopping
(melihat-lihat
saja
tetapi tidak membeli)
4. Perkelahian Pelajar
Perkelahian atau sering disebut tawuran, sering terjadi diantara pelajar.
Bahkan, bukan “hanya” pelajar SMU, tetapi juga sudah melanda kampus-kampus.
Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja.
a. Dampak perkelahian pelajar
Jelas bahwa perkelahian pelajar ini sangat merugikan banyak pihak. Paling
tidak ada 4 dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan
keluarganya) yang terlibat perkelahian jelas mengalami dampak negatif
apabila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas
umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti
kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah.
Terakhir, mungkin yang dikhawatirkan para pendidik, adalah kurangnya
penghargaan siswa terhadap perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.
b. Pandangan umum terhadap perkelahian pelajar
Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan,
atau dari keluarga dengan ekonomi rendah. Data di Jakarta tidak mendukung
hal ini, Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 diantaranya
20
adalah sekolah menengah umum. Begitu juga ekonominya, sebagian pelajar
yang sering berkelahi berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi.
Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama
dikota besar, masalahnya begitu kompleks, meliputi faktor psikologis,
budaya, sosiologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum
yang padat misalnya), seta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum
dan tata kota.
c. Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian
Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara
kecenderungan di dalam individu (sering disebut kepribadian, walaupn tidak
selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian. Bila
dijabarka, tedapat sedikitnya 4 faktor psikologis yang menyebabkan
perkelahian pelajar.
1) Faktor Internal
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan
adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks disini berarti
adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua
rangsangan dari lingkungan yang semakin lama semakin beragam dan
banyak. Situasi ini akan menimbulkan tekanan pada setiap orang.
2) Faktor keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orangtua atau pada
anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja,
belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga wajar
apabila dia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orangtua yang terlalu
melindungi anaknya, menyebabkan si anak ketika remaja akan tumbuh
sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan
identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan
menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai identitas
yang dibangunnya.
3) Faktor sekolah
Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebgai lembaga yang harus
mendidik siswanya menjadi sesuatu, tetapi terlebih dahulu harus dinilai
21
dari kualitas mengajarnya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak
merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang
monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya
fasilitas praktikum, dsb) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan
kegiatan diluar sekolah bersama teman-temannya. Setelah itu, masalah
pendidikan, dan guru jelas memainkan peranan yang penting. Sayangnya
guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta
sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan kekerasan
dalam mendidik siswanya.
4) Faktor lingkungan
Lingkungan diantara rumah dan sekolah sehari-hari dialami remaja, juga
membawa dampak terhadap munclnya perkelahian. Misalnya dilingkungan
rumag yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku
buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang
sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara)
yang penuh kekerasan. Semua itu dapat merangsang remaja erbuat sesuatu
dari lingkungannya, kemudian reaksi emosional yang berkembang
mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
d.
Faktor penyebab perilaku agresi
Bagi warga jakarta, aksi-aksi kekerasan, baik individual maupun massa,
mungkin merupakan berita harian. Saat ini beberapa televisi, bahkan
membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang
kekerasan. Hal-hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku
agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri oleh Murray
(dalam Hall & Lindzey, psikologi Kepribadian, 1993) didiefinisikan sebagai
suatu cara melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang,
membunuh, atau menghukum orang lain atau secara singkatnya agresi adalah
tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik
orang lain. Faktor-faktor yang dapat menadi pemicu perilaku agresi tersebut
antara lain:
1) Amarah
2) Faktor biologis
22
3) Kesenjangan generasi
4) Lingkungan
5) Peran belajar model kekerasan
6) Frustasi
7) Proses kedisiplinan yang keliru.
E. Penanganan Masalah Remaja dengan cara Mekanisme
Pertahanan Diri
Sebagian individu mereduksi perasaan, kecemasan,stress, ataupun konflik
dengan melakukan mekanisme pertahanan diri, baik yang ia lakukan secara sadar
ataupun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Freud
sebagai berikut: Such defense mechanism are put into operation whenever anxiety
signals a danger that the original unacceptabla impulses may reemerge (Microsoft
Encarta Encyclopedia 2002).
Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defense mechanism)
untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi yang melindungi si
individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya
strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah
cara individu memersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme
pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri.
Istilah mekanisme bukan istilah yang paling tepat karena menyangkut
semacam peralatan mekanik. Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak
dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia sebagai
mesin yang rumit. Berikut beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi
dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama remaja yang sedang
mengalami pergaulan dahsyat dalam perkembangannya kea rah kedewasaan.
Mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi
beberapa orang yang lain merupakanhasil pengembangan ahli psikionalistis
lainnya.
23
1. Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustasi,
konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan
kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan
memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku.
Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti adanya represi, tetapi
represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa
individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan di bawah
sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Pada umumnya, banyak
individu yang pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya.
Beberapa bukti, misalnya:
a. Individu cenderung untuk tidak berlama-lama mengenali sesuatu yang tidak
menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan,
b. Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat ganbar kejadian yang
menyesakkan dada,
c. Lebih sering mengomunikasikan berita baik daripada berita buruk,
d. Lebih mudah mengingat hal-hal yang positif daripada yang negative,
e. Lebih sering menekankan kejadian yang membahagiakan dan enggan
menekankan yang tidak membahagiakan.
2. Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan
ditujukan untuk menjaga agar impuls-impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga
(mungkin
dengan
cara
menahan
perasaan
itu
secara
pribadi,
tetapi
mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan
ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitikberatkan kepada tugas. Ia
sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi), tetapi umumnya tidak
menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).
3. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi ketika dia merusaha
menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara
supresi atau represi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan
yang sebetulnya. Dengan cara ini, individu tersebut dapat menghindarkan diri dari
24
kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi
yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tidak jarang dibuat samar dengan
menampilkan dan tindakan yang penuh kasih saying, atau dorongan seksual yang
besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak
kebaikan.
4. Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi
menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga
individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat
perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata
lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap
berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat bergantung pada
individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi,
kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Remaja yang mengalami
perubahan drastic sering dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
5. Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam
situasi frustasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila
individu yang menghadapi tekanan kembali melakukan sesuatu yang khas bagi
individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respon seperti individu yang
lebih muda (anak kecil).
6. Menarik diri
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila
individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun.
Biasanya repon ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
7. Mengelak
Bila merasa diliputi oleh stress yang lama, kuat dan terus menerus, individu
cenderung untuk mencoba mengelak atau mereka akan menggunakan metode
yang tidak langsung.
25
8. Denial (Menyangkal Kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, dia menganggap tidak ada atau
menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka
sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk
melindungi
dirinya
sendiri.
Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsure penipuan diri.
9. Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering
merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa
yangtidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat
menimbulkan frustasi.
10.Rasionalisasi
Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari
alas an yang dapat di terima secara social untuk membenarkan atau
menyembunyikan perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu
menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah
baik,atau yang baik adalah buruk.
11.Intelektualitas
Apabila individu menggunakan teknik intelektualitas, dia menghadapi situasi
yang seharusnya menimbulkan perasaan yang sangat amat menekan dengan cara
analitik, intelektual, dan sedikit menjauh dari persoalan.
12. Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi biasanya sangat cepat dalam
memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia
perhatikan itu cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan
untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan
keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering
dipergunakan.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
.
B. Saran
27
Download