Permasalahan dan upaya penanganan masalah peserta didik usia sekolah menengah Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perkembangan Bimbingan Peserta Didik Dosen : Sugeng Muslimin, Drs., M.Si. Disusun Oleh: Kelompok 7 LaelatunNuroniah 113070211 2C Piputri Dianita 113070121 2C Amelia 113070xxx Kelas 2-C UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI FAKULTAS KEGURUAN dan ILMU PENDIDIKAN PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA 2014/2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur seraya penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahuwata’ala, atas karunia, rahmat, dan nikmt-Nyalah makalah yang berjudul “Permasalahan Dan Upaya Penanganan Masalah Peserta Didik Usia Sekolah Menengah” dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Pendidikan. Dalam penyelesaian makalah ini, banyak dorongan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami. Mudah-mudahan segala bantuan dan kebajikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah subhanahuwata’ala. Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Hal ini semata-mata karena keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Harapan penulis, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, umumnya bagi para pembaca. Amin. Cirebon,12 Desember 2014 Penyusun i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ......................................................................................... i DARTAR ISI ....................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1 C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1 BAB IIPEMBAHASAN A. ................................................................................................................... 3 B. ................................................................................................................... 5 C. ................................................................................................................... 7 D. ................................................................................................................... 12 BAB IIIPENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................................. 15 DAFTARPUSTAKA ......................................................................................... 16 ii BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kemampuan penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan merupakan salah satu prasyarat yang penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagian dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan maupun masyarakat pada umumnya. Tidak sedikit orang-orang yang mengalami stres atau depresi akibat kegagalan mereka untuk melakukan penyesuaian diri dengan kondisi lingkungan yang ada dan kompleks. Dalam penyesuaian diri pun terdapat berbagai permasalahannya. Namun, setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang permasalahan penyesuain diri anak usia sekolah menengah dan juga upaya untuk menangani permasalahan tersebut. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri peserta didik usia sekolah menengah terhadap penyelenggaraan pendidikan? 2. Apa saja masalah penyesuaian diri yang ada di peserta didik usia sekolah menengah (remaja)? 3. Bagaimana karakteristik masalah peserta didik usia sekolah menengah (remaja)? 4. Apa saja masalah peserta didik usia sekolah menengah (remaja)? 5. Bagaimana penanganan masalah remaja dengan cara mekanisme pertahanan diri? 1 C. TUJUAN PENULISAN 6. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri peserta didik usia sekolah menengah terhadap penyelenggaraan pendidikan. 7. Mengetahui masalah penyesuaian diri yang ada di peserta didik usia sekolah menengah (remaja). 8. Mengetahui karakteristik masalah peserta didik usia sekolah menengah (remaja). 9. Mengetahui masalah peserta didik usia sekolah menengah (remaja). 10. Mengetahui penanganan masalah remaja dengan cara mekanisme pertahanan diri. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Implikasi Proses Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Selain mengemban fungsi pengajaran, sekolah juga mengemban fungsi pendidikan (transformasi nilai dan norma sosial). Dalam kaitan dengan pendidikan, peran sekolah tidak jauh berbeda dengan peran keluarga, yaitu sebagai tempat perlindungan jika anak mengalami masalah. Oleh karena itu, di setiap sekolah lanjutan diadakan guru bimbingan dan penyuluhan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja di sekolah adalah sebagai berikut: 1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah bagi siswa, baik secara sosial, fisik maupun akademis. 2. Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi siswa. 3. Berusaha memahami siswa secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun aspek pribadinya. 4. Menggunakan metode dan alat mengajar yang mendorong gairah belajar. 5. Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar. 6. Menciptakan ruangan kelas yan gmemenuh syarat kesehatan. 7. Membuat tata tertib sekolah yang jelas dan dipahami siswa. 8. Adanya keteladanan dari para guru dalam segala aspek pendidikan. 9. Mendapatkan kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam menjalankan kegiatan pendidikan. 10. Melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan yang sebaik-baiknya. 3 B. Masalah Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja) Persoalan krusial yang dihadapi peserta didik usia sekolah menengah (remaja) dalam kehidupan sehari-hari dan yang menghambat penyesuaian diri adalah masalah hubungan remaja dengan orang dewasa, terutama orangtua. Oleh karena itu, perkembangan penyesuaian diri remaja sangat bergantung pada sikap penolakan orangtua dan suasana psikologi dan sosial dalam kehidupan keluarga. Penolakan orangtua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan yang bersifat tetap sejak awal, yaitu orangtua merasa tidak sayang kepada anaknya karena berbagai sebab, seperti tidak menghendaki kelahiran. Menurut Zakiah Darajat (1983) yang dikutif dari Boldwyn: “Bapak yang menolak anaknya akan berusaha menundukkan anaknya dengan kaidahkaidah kekerasan, karena itu ia mengambil akuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata”. Kedua, akibat dari penolakkan itu adalah pura-pura tidak tahu keinginan anak atau masalah anak. Sebagai akibat dari kedua jenis penolakan, remaja tidak dapat menyesuaikan diri secara sehat dan cenderung menghabiskan waktunya di luar rumah. Sikap orangtua yang memberikan perlindungan yang berlebihan juga berakibat tidak baik. Remaja yang mendapatkan perhatian dan kasih sayang secara berlebihan akan menyebabkan ia tidak dapat hidup mandiri. Ia selalu mengharapkan bantuan dan perhatian orang lain dan ia berusaha menarik perhatian mereka, serta beranggapan bahwa perhatian seperti itu adalah haknya. Sikap orangtua yang otoriter, yang memaksakan otoritasnya kepada remaja, juga akan menghambat proses penyesuaian diri mereka. Remaja akan berani melawan atau menentang orangtuanya. Pada gilirannya, ia cenderung akan berrsikap otoriter terhadap teman-temannnya dan bahkan menentang otoritas orang dewasa, baik di sekolah maupun dimasyarakat. Jelaslah bahwa masalah penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari keretakan keluarga atau akibat overproteksi. Hasil penelitian psikologis membuktikan bahwa remaja yang hidup dalam rumah tangga yang tidak harmonis cenderung akan mengalami masalah emosional, yang terlihat dari adanya 4 kecenderungan marah-marah, suka menyendiri serta sering gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam lingkungan keluarga yang harmonis. Remaja yang dikeluarkan dari sekolah karena tidak dapat menyesuaikan diri pada umumnya datang dari lingkungan keluarga yang retak atau berantakan. Perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan anak perempuanjuga mempengaruhi hubungan antar mereka serta memungkinkan timbulnya rasa iri hati dalam jiwa anak perempuan terhadap saudaranya yang laki-laki. Keadaan ini akan menghambat proses penyesuaian diri anak perempuan. Permasalahan penyesuaian pun akan muncul bagi remaja yang sering pindah tempat tinggal. Remaja yang keluarganya sering berpindah tempat rumah, sehingga ia terpaksa pindah dari sekolah satu ke sekolah lainnya sering mengalami banyak kesukaran dalam penyesuaian dirinya. Bahkan, mungkin saja ia akan tertinggal dalam pelajaran karena gurunya berbeda-beda dalam cara mengajarnya. Selain itu, ada pula masalah teman, yaitu kehilangan teman lama dan terpaksa mencari teman baru. Banyak remaja yang mengalami kesulitan dalam menjalin persahabatan dan hubungan sosial yang baru. Mungkin saja ia berhasil baik dalam hubngan sosial di sekolah lama, namun ketika pindah ke sekolah baru , ia menjadi tidak dikenal dan tidak ada yang memperhatikan. Di sini, remaja dituntut untuk dapat lebih mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah dan masyarakat yang baru. Masalah penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin akan mengalami masalah penyesuaian diri dengan guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibatnya, prestasi belajar mmereka menjadi menurun dibandingkan dengan prestasi di sekolah sebelumnya. Persoalan umum yang sering dialami remaja antara lain memilih sekolah. Apabila mengharapkan remaja memiliki penyesuaian diri yang baik, seyogianya orangtua tidak mendikte mereka agar memilih jenis sekolah tertentu sesuai keinginannya. Orangtua dan guru hendaknya mengarahkan pilihan sekolah yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya. Tidak jarang terjadi, anak tidak mau sekolah, tidak mau belajar, suka membolos, dan sebagainya karena ia dipaksa orangtuanya untuk masuk sekolah yang tidak ia sukai. 5 C. Karakteristik Masalah Peserrta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja) Bagi sebagian besar orang yang sudah beranjak dewasa, bahkan melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kenangan saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan, sebaik atau seburuk apapun saaat itu. Adapun bagi orangtua yang memiliki anak berusia remaja, mereka merasakan bahawa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik yang dihadapi oleh orangtua dan remja itu sendiri. Banyak orangtua yang tetap menganggap anak remajanya masih perlu dilindungi dengan ketat sebab dimata mereka, ia masih belum siap menghadapi tantngan dunia orang dewasa. Seballiknya, bagi pra remaja, tuntutan internal membawa mereka pada keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dan pengaruh orangtua. Keduanya memiliki kesmaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi hidup sebagai orang dewasa. Pada massa remaja, banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun serring perubahan itu hanya merupakn suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan dan berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk memahami remaja, perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi berikut ini. 1. Dimensi Biologis Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas, yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahn yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak memiliki kemampuan untuk bereproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif. Hormon tersebut mengubah sistem biologis seorang anak. Perubahan tersebut diantaranya perubahan suara, dan fisik lainnya. Bentuk fisik mereka akan berubah sangat cepat pada awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja. 2. Dimensi Kognitif 6 Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahaf pertumbuhan operasi formal. Pada perriode ini para remaja idealnya sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Akan tetapi, di negara-negara berkembang masih sangat banyak remaja yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional kinkre ini. Pola pikir mereka masih sangat sederhana dan belum dapat melihat masalah dari berbagai dimensi. Mungkin salah satu penyebabnya adalah sistem pendidikan di Indonesia yang masih menggunakan metode satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. Penyebab lainnya dapat diakibatkan karena pola asuh orangtua yang cenderung memperrlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasaan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. 3. Dimensi Moral Masa remaja adalah periode pada saat seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai dari mereka. Kemampuan berfikir dalam dimensi moral pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang sering mendasari sikap “pemberontakan” remaja terhadap peraturan atau otoritas yang sebelumnya diterima bulat-bulat. Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. 4. Dimensi Psikologis Masa remaja yang penuh gejolak. Pada masa ini, mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood yang drastis pada para remaja ini dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari 7 di rumah. Meskipun mood remaja mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadran diri, para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesdaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Selain itu, remaja juga sering menganggap dirinya serba mampu sehingga sering terlihat “tidak memikirkan akibat” perbuatan mereka. Tindakan impulsif dilakukan karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa Selain itu, remaja juga sering menganggap dirinya serba mampu sehingga sering terlihat “tidak memikirkan akibat” perbuatan mereka. Tindakan impulsif dilakukan karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih percaya diri, dan mampu bertanggung jawab. D. Beberapa Masalah Peserta Didik Usia Sekolah Menengah (Remaja) 1. Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah Usia anak sekolah dibagi dalam usia prasekolah, usia sekolah, remaja, awal usia dewasa hingga mencapai tahap proses perkembangan yang sudah lengkap. Anak usia sekolah baik tingkat Prasekolah, Sekolah Dasar, Sekolh Menengah Pertama Maupun Sekolah Menengah Atas adalah suatu masa usia anak yang sangat berbeda dengan usia dewasa. Di dalam periode ini, banyak permasalahan kesehatan yang sangat menentukan kualitas anak di kemudian hari. Semua itu meliputi kesehatan umum, gangguan perkembangan, gangguan perilaku dan gangguan belajar. Semua ini akan menghambat pencapaian prestasi anak di sekolah. 8 Orangtua dan guru seharusnya harus dapat mengetahui dan memahami permaslahan dan gangguan kesehatan pada anak usia sekolah. Deteksi dini gangguan kesehatan pada anak usia sekolah dapat mencegah atau mengurangi komplikasi yang diakibatkan berbagai penyakit. Peningkatan perhatian anak terhadap kesehatan anak usia sekolah diharapkan dapat tercipta anak usia sekolah Indonesia yang cerdas, sehat, dan berprestasi. a. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia Sekolah Pertumbuhan dan perkembangan memiliki dampak terhadap kesehatan anak usia sekolah.Pertumbuhan berdampak terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan dengan pematangan fungsi organ individu. Kedua kondisi tersebut terjadi sangat berkaitan dan saling memengaruhi setiap anak. 1) Jasmani Adanya perubahan jasmani yang mendadak dan cepat iramanya sehingga menimbulkan kebingungan dalam diri anak. Secara biologis, ia telah matang dan siap untuk berperan sebagai pria atau wanita 2) Jiwa Perkembangan kecerdasan berkembang secara pesat, berpikirnya makin logis dan kritis, fantasi makin kuat sehingga sering kali terjadi konflik sendiri, penuh dengan cita-cita, mencari realita, kebenaran dan tujuan hidup. 3) Rohani Kehidupan agamanya berada dalam persimpangan jalan, ada perasaan tidak aman karena terjadi perubahan fisik, emosi dan juga berpengaruh pada imannya sehingg kadang-kadang kekuasaan tradisi kepercayaan dianggap mempersemit kebebasan dirinya yang banyak menuruti keinginan diri sendiri (suara hatinya). 4) Sosial Pengaruh yang besar datang dari kelompoknya (teman sebaya), perubahan perilaku berhubungan dengan kehidupan bersama, suka berkelompok, ada usaha untuk diterima dalam kelompok dan masyarakat, ingin maju, suka membantu, sopan dan memerhatikan orang lain da sebagainya. 9 b. Permasalahan Kesehatan Anak Usia Sekolah Secara etimologis, di indonesia penyebaran penyakit berbasis lingkungan di kalangan anak sekolah masih tinggi. Kasus infeksi seperti demam berdarah,diare,cacingan,infeksi saluran pernafasan akut, serta reaksi simpang terhadap makanan akibat buruknya sanitasi keamanan pangan,selain itu resiko gangguan kesehatan pada anak akibat pencemaran lingkungandari berbagai proses kegiatan pembangunan yang makin meningkat, seperti makin meluasnya gangguan akibat paparan asap ,emisi gas,kebisingan,limbah industri dan rumah tangga serta bencana. Permasalahan perilaku kesehatan pada anak usia TK dan SD berkaitan dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun,kebersihan diri. Pada anak usia SLTP dan SMU (remaja) masalah kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan dengan prilaku beresiko seperti merokok, perkelahian antara pelajar, penyalah gunaaan (narkotika,psikotoprika dan zat adiktif lainya), kehamilan yang tak diingini,obortus yang tidak aman, infeksi menular seksual HIV/AIDS. Selanjutnya, akan dibahas tentang permasalahan kesehatan anak pada usia sekolah: 1) Penyakit menular pada anak sekolah Penyakit yang sangat mengganggu dan berpotensi mengancam jiwa adalah menular pada anak skekolah. Sekolah merupakan tempat paling memungkinkan sebagai sumber penularan penyakit infeksi pada anak sekolah,seperti : demam berdarah, infeksi tangan mulut, campak, rubela, cacar air, gondog,infeksi mata. a) Infeksi kaki,tangan dan mulut Infeksi tangan ,kuku dan mulut disebabkan oleh virus entero, virus coxsackie A16, atau virus entero 71. Masa inkubasi sekitar 3-6 hari. Penularanya sangat cepat di antara usia anak,melalui sentuhan dengan air hidung dan mulut,buang airkecil, ataupun buang air besar. b) Campak Penyakit campak adalah penyakit yang snagat menular yang di sebabkan oleh virus campak. penularannya terjadi melalui udara ataupun kontak langsung denganpenderita. Virus campak menyebar lewat percikan ludah 10 penderita. Oleh karena itu anak yang menderita ini dilarang masuk sekolah. Gejalanya adalah demam,batuk, pilek, dan timbul bercak-bercak di kulit 3-5 hari sstelah anak menderita demam. c) Mumps (gondong) Penyakit gondong adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh virus gondong, penularannya melalui udara. d) Rubela Rubela atau campak jerman adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh virus rubela.penularannya melalui udara. e) Cacar air Cacar air atau varisela memang merupakan penyakit anak-anak yang sudah ratusan lalau dikenal orang. 2) Penyakit noninfeksi a) Alergi Alergi pada anak usia sekolah menyerag semua organ mulai ujung rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi, alergi sangat berisiko untuk menggangu pertumbuhan dan perkembanagan anak di karenakan sering berulangnya penyakit b) Cacaing parasit cacing Infeksi cacaing dapat ditemukan pada berbagai golongan umur, namur prevalensi tertinggi di temukan pada anak balita dan usia SD. c) Gangguan pertumbuhan Gangguan pertumbuhan atau sering disebut gagal tumbuh atau “failure to thrive” bukanlah suau diagnosis tetapi merupakan termiologi yang dipakai untuk menunjukan adanya kegagalan tumbuh atau lebih khusus adalah kegagalan mendaoatkan kenaikan berat badan yang pada kasus tertentu disertai terjadinya gangguan pertumbuha linier dan lingkar kepala. 3) Gangguan perkembangan dan perilaku anak sekolah a) Penolakan sekolah (school refesual) Penolakan sekolah atau fobia sekolah serin di sebut mogok sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya di sertai 11 berbagai keluhan yang tidak pernah muncul ataupun hilang ketika jam sekolah sudah lewat,hari minngu/ libur. b) Gangguan belajar Kesulitan belajar bukanlah suatu diagnosis tunggal semata-mata, melaikan terdiri dari berbagai jenis gangguan dengan berbagai gejala,penyebab, pengobatan, dab perjalanan penyakit. Ada dua kelompok besar kesulitan belajar yaitu, sebagai berikut: 1. Gangguan perkembangan bicara dan bahasa Problem bicara asing merpakan indikator awal adanya kesulitan belajar pada seorang anak. 2. Ganguan kemampuan akademik (Academic Skills Disorders) Gangguan membaca Anak yang mengalami gangguan membaca memerlukan inakurasi dalam membaca,sperti lambat, kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusianya. Disleksia Disleksia adalaha ganguanperkembangan berupa kesulitan dalam bernulis, membacara dll. Gangguan menulis ekspresif Kondisi ini ditandai oleh ketidakmampiuan anak untuk suatu komposisi tulisan dalam bentuk teksdan keadaan ini tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anakusianya. Ganguan berhitung (Diskalkulia) Diskalkulia adalah ganguan belajar yang mengakibatkan gangguan dalam berhitung. c) Gangguan tidur Pada usia prasekolah, gangguan tidur ditandai dengan awal jam tidur yang larut malam, tidur sering gelisah,kadang sering mengigau, 0menangis,dan berteriak. 12 d) Hiperkinetik atau Gangguan motorik berlebihan Anak tidak mau diam dan tidak bisa duduk lama. Bergerak terus tak tentu rah tujuannya. Kadang, disertai kebiasaan menjatuhkan badan secara keras ke tempat tidur. e) Gangguan koordinasi dan keseimbangan Gangguan ini ditandai oleh aktivitas berjalan, seperti terburu-buru atau cepat sehingga kemampuan berjalan terlambat, bila berjalan sering jatuh, dan menabrak benda disekitarnya. Gangguan lainya adalah bila berjalan jinjit atau duduk bersimpuhan posisi kaki kebelakang seperti huruf w. f) Gangguan konsentrasi atau gangguan pemusat perhatian Anak mengalami gangguan pemusatan perhatiaan, sering bosan terhadap suatu pekerjaan atau kegiatan. Ia tidak bisa duduk lama di kursi. Dikelas tidak dapat tenang menerima pelajaran, sering mengobrol, menganggu teman, dan lain-lain. Bila mendengar cerita tidak bisa dalam waktu lama, sering tampak bengong dan melamun. Hal menarik adalah meskipun tampak tidak memperhatikann bila cepat.misalnya saat di kelas, ia mengobrol atau bercanda , tetapi bila ditanya guru ia dapat menjawab dengan baik pertanyaan tersebut.lain halnya bila melihat televisi ia dapat bertahan lama bahkan sampai berjam-jam. Demikian pula kalau membaca komik, dalam belajar, ia tidak bisa lama. g) Impulsif Gejala impuksif ditandai dan kesulitan anak untuk menunmda respons. Ada semacam dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan pertimbangan.contoh prilaku impulsif yaitu tidak sabar. h) Gangguan emosi dan agresivitas Gangguan emosi pada anak usia sekolah ditandaia oleh sifatnya yang mudah marah, gampang berteriak, bila marah sering histeris, melampar benda yang dipegang hingga temper tantrum. Penampilan fisik lainya adalah meninju, membanting pintu,menyumpaoh dll. 13 i) Ganguan depresi Seorang anak yang mengalami gangguan depresi akan menunjukan gejalagejala seperti perasaan sedih yang berkepanjangan, suka menyendiri, sering melamun di dalam kelas/dirumah, kurang nafsu makan, atau makan berlebihan,sulit tidur atau tidur berlebihan, merasa lelah, lesu kurang bertenaga, merasa putus asa, gairah belajar kurang,tidal ada inisiatif,hiperakti. Anak dengan gejala-gejala depresi akan memperlihatkan kreativitas,inisiatif dan motivasi belajar yang menurun, sehingga akan menimbulkan kesulitan belajar dan membuat prestasi belajar menurun. j) Autism Autism adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa prilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Pada umumnya penderita autism mengacuhkan suara, penglihatan, ataupun kejadian yang melibatkan mereka. k) ADHD Sejak 20 tahun terakhir, gangguan pemusatan perhatian sering disebut seabgai ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders). Gejala ini ada tiga yaitu inatensi, hiperaktiv,impulsif. c. Imunisasi Anak Usia Sekolah Menurut program pengembangan imunisasi yang direkomendasikan departemen kesehatan indonesia dan ikatan dokter anak indonesia, imunisasi eajib yang harus diberikan untuk anak usia sekolah adalah DPT dan polio untuk anak kelas 1 SD, DT dan TF untuk anak kelas VI dan polio ulang saat anak usia 16 tahun dan imunisasi campak ulang pada kelas 1 bila belum mendapatkan imunisasi MMR. Bila sebelu usia sekolah belum melakukan imunisasi, program imunisasi yang dilakukan adalah MMR dan cacar air. d. Upaya Peningkatan Kesehatan Anak Sekolah Untuk peningkatan kesehatan anak sekolah dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh supaya kuratif dan rehabilitatif yang 14 berkualitas, usaha kesehatan sekolah (UKS) menjadi sangat penting dan strategis untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. UKS bukan hanya dilaksanakan di indonesia,tetapi dilaksanakan di seluruh dunia Upaya health promoting school memiliki titik berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh supaya kuratif dan rehabilitatifyang berkualitas adalah: 1) Promotif dan pencegahan Pemberian nutrisi yang baik dan benar Perilaku hidup sehat jasmani dan rohano Deteksi dini dan pencegahan penyakit menular Deteksi dini gangguan penyakit kronis pada anak sekolah Deteksi dini gangguan pertumbuhan anak usia sekolah Deteksi dini gangguan perilaku dan gangguan belajar Imunisasi anaksekolah 2) Kuratif dan rehabilitasi Penanganan pertama ke gawat darurat di sekolah Penanganan pertama kecelakaan di sekolah Keterlibatan guru dalam penanganan anak dengan gangguan prilaku dan gangguan belajar. e. Kesehatan Reproduksi Peserta Didik Usia Sekolah Menengah Remaja adalah masa pemeliharaan antara tahap anak dandewasa yang jangka waktunya berbeda-beda, bergantung pada faktor sosial dan budaya. Cirinya adalah alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya,emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap tman sebaya, dan belum menikah. Kurun usia remaja sering disebut sebagai peralihan periode strum und drang, yaitu periode peralihan anatara anak-anak masa dewasa yang penuh gejolak. Kurun usia remaja ini berbeda-beda panjangnya dari waktu dan dari tempat ke tempat. Di lingkungan masyarakat yang masih sederhana (primitif),kurun usia remaja ini bisa sangat singkat. Karena pada saat anak menunjukan tanda-tanda akil balig , dilakukan upacara inisiasi tertentu setelah itu anak langsung berstatus menjadi dewasa. Sedangkan wanita langsung hamil, mempunyai anak, melakukan 15 pekerjaan rumah tangga,. Hal ini, dimungkinkan karena lingkungan yang masih sederhana Karena remaja adalah tahap yang paling rentan dalam hal kesehatan reproduksi sepanjang perkembangan hidup manusia, perhatian yang lebih besar perlu diberikan justru pada tahap perkembangan dini,selama ini remaja dianggap kelompok yang tabu untuk disentuh oleh inormasi seks maupun pelayanan kesehatan reproduksi. Salah satu cara adalah dengan memberikan kekebalan kepada remaja itu sendiri berupa pendidikan seks. Pendidikan seks bukanlah sekedar penerangan tentenag seks atau hub seks melainkan sebgaimana pendidikan lainya (pendidikan agama, pendidikan pancasila) pendidikan seks juga mengandung nilai-nilai (baikburuk-benar-salah) yang harus ditransformasikan kepada peserta didik. Selanjutnya, remaja yang sudah beraktivitas seksual perlu diberikan perlakuan yang berbeda dari remaja umum, sebagian dari mereka tidak memrlukan bantuan khusus karena sudah mengetahui cara-cara untuk menjaga dirinya sendiri. Akan tetapi sebagian lainya melakukan aktivitas seks dengan pengetahuan yang sangat terbatas, sehingga seringkali malukan tindakan-tindakan yang berbahaya baahkan ada yang sudah melakukan hubungan seks pranikah, misalnya tidak menggunakan kondom,merasa rugi jika memakainya walaupunia tahu bahaya jika ia tidak memakainya.Bagi remaja putri yang mengalami dampak yang tidak dikehendaki dari prilaku seksnya sendiri kebanyakan hamil diluarnikah atau ditinggal pacarnya setelah hubungan seks Untuk mengurangi dampak yang negatif itu, perlu perubahan sikap dari masyarakat ( terutama bagi pihak orang tuan dan pendidik ) terhadap para korban penyalah gunaan seks, sebab para korban penyalahgunaan seks ini beada dalam posisi yang sangat membutuhkan pertolongan, sementara yang paling bisa menolong pertama adalah dari pihak keluarga dan lingkungan sekolahnya. 16 2. Masalah Remaja dan Rokok Meskipun semua orang tau bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, akan tetapi para perokok tidak pernah surut dan tampaknya dapat di tolerir oleh masyarakat. Hal yang paling memprihatinkan adalah usia perokok yang setiap tahun semakin muda. Bila dulu orang mulai berani merokok saat SMP, maka sekarang anak-anak SD kelas 5 sudah merokok secara diam-diam. a. Bahaya Rokok Rokok sangat merugikan bagi kesehatan, akan tetapi masih banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya. Racun dan karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau dapat memicu terjadinya kanker. b. Tipe-Tipe Perokok Seseorang dapat dikatakan sebagai perokok berat apabila mengkonsumsi 31 batang rokok setiap harinya dan selang merokoknya 5 menit setelah bangun pagi. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6-30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 1121 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar 10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun pagi. Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri 1991), ada 4 tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat type tersebut adalah: 1) Type perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. 2) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. 3) Perilaku merokok yang adiktif. 4) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. c. Penyebab Remaja Merokok 1) Pengaruh orangtua Anak-anak yang berasal dari rumah tangga tidak bahagia yang orangtuanya tidak begitu memerhatikan mereka dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokk dibandingkn anak anak muda yang berasal dari keluarga yang bahagia. Pengaruh yang paling kuat adalah bila orangtua sendiri menjadi figur 17 atau contoh, yaitu sebagai perokok berat, maka anak anaknya kemungkinan besar mencontohnya. 2) Pengaruh teman Banyak remaja merokok yang berteman dengan perokok juga. Ada dua kemungkinan dari fakta tersebut, yaitu seorang remaja yang terpengaruh oleh teman-temannya atau teman-teman remaja tersbut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut sehingga mereka semua jadi perokok. 3) Faktor kepribadian Orang mencoba untuk merokok kaena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaska diri dari kebosanan. Namun, satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk) rokok ialah komformitas sosial. Orang yang memiliki skor tertinggi pada berbagai ter komformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah. 4) Pengaruh iklan Iklan dimedia masa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja sering terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut. d. Upaya Pencegahan Dalam upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi untuk berhenti atau tidak mencoba untuk merokok akan membuat mereka tidak terpengaruh oleh godaan merokok yang datang dari teman, media massa, atau kebiasaan keluarga atau orang tua. Suatu program kampaye anti merokok bagi para remaja yang dilakukan oleh Richard Evans (1980). Kampanye anti merokok ini dilakukan dengan cara membuat poster, film dan diskusi-diskusi tentang berbagai aspek yang berhubungan dengan merokok. Lahan yang digunakan untuk kampanye ini adalah sekolah, radio, atau televisi. Pesn pesan yang disampaikan meliputi: 18 Meskipun orang tuamu merokok, kamu tidak perlu harus meniru, karena kamu mempunyai akal yang dapat kamu pakai untuk membuat keputusan sendiri. Iklan-iklan merokok sebenernya menjerumuskan orang. Sebaiknya kamu mulai belajar untuk tidak terpengeruh oleh iklan seperti itu. Kamu tidak harus merokok hanya karena teman-temanmu merokok. Kamu bisa menolak ajakan mereka untuk ikut merokok. Perilaku merokok akan memberikan dampak bagi kesehatan secara dampak pendek dan dampak panjang yang nantinya akan ditanggung tidak saja oleh diri kamu sendiri, tetapi juga dapat membebadi orang lain (misalnya: orangtua) 3. Remaja dan Perilaku Konsumtif Belanja adalah kata yang sering digunakan sehari-hari dalam konteks perekonomian, baik didunia usaha maupun rumah tangga. Namun, kata ini telah berkembang artinya sebagai suatu cerminan gaya hidup dan rekreasi pada masyarakat kelas ekonomi tertentu. Belanja juga punya arti tersendiri bagi remaja. a. Pola hidup konsumtif Kata konsumtif berarti keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan dengan mencapai tujuan dengan kepuasan maksimal. b. Perilaku konsumtif remaja Bagi produen, kelompok usia remaja merupakan salah satu pasar potensial. Alasannya antara lain pola konsumtif seseorang terbentuk pada usia remaja. Disamping itu, remaja biasanya mudah terbujuk rayuan iklan, suka ikut teman-teman, tidak realistis, dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya. Sifat-sifat remaja inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian podusen untuk memasuki pasar remaja. Dari sejumlah hasil penelitian, ada perbedaan dalam pola konsumsi antara pria dan wanita. Juga terdapat perbedaan sifat antara wanita dan pria dalam membeli. Perbedaan tersebut adalah berikut ini. 19 Pria 1. Mudah terpengaruh bujukan penjual 2. Sering tertipu karena tidak sabaran dalam memilih barang 3. Mempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki toko 4. Kurang menikmati kegiatan berbelanja sehingga sing wanita 1. Lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaan 2. Tidak mudah terbawa arus bujukan penjual 3. Menyenangi hal hal yang romantis daripada yang objektif 4. Cepet merasakan suasana toko 5. Senang melakukan kegiatan terburu-buru mengambil belanja walaupun hanya window keputusan membeli. shopping (melihat-lihat saja tetapi tidak membeli) 4. Perkelahian Pelajar Perkelahian atau sering disebut tawuran, sering terjadi diantara pelajar. Bahkan, bukan “hanya” pelajar SMU, tetapi juga sudah melanda kampus-kampus. Ada yang mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja. a. Dampak perkelahian pelajar Jelas bahwa perkelahian pelajar ini sangat merugikan banyak pihak. Paling tidak ada 4 dampak negatif dari perkelahian pelajar. Pertama, pelajar (dan keluarganya) yang terlibat perkelahian jelas mengalami dampak negatif apabila mengalami cedera atau bahkan tewas. Kedua, rusaknya fasilitas umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti kaca toko dan kendaraan. Ketiga, terganggunya proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin yang dikhawatirkan para pendidik, adalah kurangnya penghargaan siswa terhadap perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. b. Pandangan umum terhadap perkelahian pelajar Sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi berasal dari sekolah kejuruan, atau dari keluarga dengan ekonomi rendah. Data di Jakarta tidak mendukung hal ini, Dari 275 sekolah yang sering terlibat perkelahian, 77 diantaranya 20 adalah sekolah menengah umum. Begitu juga ekonominya, sebagian pelajar yang sering berkelahi berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi. Padahal penyebab perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama dikota besar, masalahnya begitu kompleks, meliputi faktor psikologis, budaya, sosiologis, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya), seta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota. c. Tinjauan psikologi penyebab remaja terlibat perkelahian Dalam pandangan psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam individu (sering disebut kepribadian, walaupn tidak selalu tepat) dan kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian. Bila dijabarka, tedapat sedikitnya 4 faktor psikologis yang menyebabkan perkelahian pelajar. 1) Faktor Internal Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks disini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsangan dari lingkungan yang semakin lama semakin beragam dan banyak. Situasi ini akan menimbulkan tekanan pada setiap orang. 2) Faktor keluarga Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (entah antar orangtua atau pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga wajar apabila dia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orangtua yang terlalu melindungi anaknya, menyebabkan si anak ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai identitas yang dibangunnya. 3) Faktor sekolah Sekolah pertama-tama bukan dipandang sebgai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu, tetapi terlebih dahulu harus dinilai 21 dari kualitas mengajarnya. Karena itu, lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan diluar sekolah bersama teman-temannya. Setelah itu, masalah pendidikan, dan guru jelas memainkan peranan yang penting. Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan kekerasan dalam mendidik siswanya. 4) Faktor lingkungan Lingkungan diantara rumah dan sekolah sehari-hari dialami remaja, juga membawa dampak terhadap munclnya perkelahian. Misalnya dilingkungan rumag yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semua itu dapat merangsang remaja erbuat sesuatu dari lingkungannya, kemudian reaksi emosional yang berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi. d. Faktor penyebab perilaku agresi Bagi warga jakarta, aksi-aksi kekerasan, baik individual maupun massa, mungkin merupakan berita harian. Saat ini beberapa televisi, bahkan membuat program-program khusus yang menyiarkan berita-berita tentang kekerasan. Hal-hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok. Agresi itu sendiri oleh Murray (dalam Hall & Lindzey, psikologi Kepribadian, 1993) didiefinisikan sebagai suatu cara melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain. Faktor-faktor yang dapat menadi pemicu perilaku agresi tersebut antara lain: 1) Amarah 2) Faktor biologis 22 3) Kesenjangan generasi 4) Lingkungan 5) Peran belajar model kekerasan 6) Frustasi 7) Proses kedisiplinan yang keliru. E. Penanganan Masalah Remaja dengan cara Mekanisme Pertahanan Diri Sebagian individu mereduksi perasaan, kecemasan,stress, ataupun konflik dengan melakukan mekanisme pertahanan diri, baik yang ia lakukan secara sadar ataupun tidak. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Freud sebagai berikut: Such defense mechanism are put into operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptabla impulses may reemerge (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002). Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) untuk menunjukkan proses tak sadar yang melindungi yang melindungi si individu dari kecemasan melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif bahaya dan hanya mengubah cara individu memersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri melibatkan unsur penipuan diri. Istilah mekanisme bukan istilah yang paling tepat karena menyangkut semacam peralatan mekanik. Istilah tersebut mungkin karena Freud banyak dipengaruhi oleh kecenderungan abad ke-19 yang memandang manusia sebagai mesin yang rumit. Berikut beberapa mekanisme pertahanan diri yang biasa terjadi dan dilakukan oleh sebagian besar individu, terutama remaja yang sedang mengalami pergaulan dahsyat dalam perkembangannya kea rah kedewasaan. Mekanisme pertahanan diri berikut, diantaranya dikemukakan oleh Freud, tetapi beberapa orang yang lain merupakanhasil pengembangan ahli psikionalistis lainnya. 23 1. Represi Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustasi, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti adanya represi, tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan di bawah sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Pada umumnya, banyak individu yang pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya: a. Individu cenderung untuk tidak berlama-lama mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan, b. Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat ganbar kejadian yang menyesakkan dada, c. Lebih sering mengomunikasikan berita baik daripada berita buruk, d. Lebih mudah mengingat hal-hal yang positif daripada yang negative, e. Lebih sering menekankan kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan. 2. Supresi Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan untuk menjaga agar impuls-impuls dan dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi, tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitikberatkan kepada tugas. Ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi), tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi). 3. Reaction Formation (Pembentukan Reaksi) Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi ketika dia merusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara supresi atau represi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini, individu tersebut dapat menghindarkan diri dari 24 kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tidak jarang dibuat samar dengan menampilkan dan tindakan yang penuh kasih saying, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan. 4. Fiksasi Dalam menghadapi kehidupannya, individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustasi dan mengalami kecemasan, sehingga individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat bergantung pada individu lain merupakan salah satu contoh pertahanan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Remaja yang mengalami perubahan drastic sering dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini. 5. Regresi Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali melakukan sesuatu yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respon seperti individu yang lebih muda (anak kecil). 6. Menarik diri Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Bila individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan apapun. Biasanya repon ini disertai dengan depresi dan sikap apatis. 7. Mengelak Bila merasa diliputi oleh stress yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung. 25 8. Denial (Menyangkal Kenyataan) Bila individu menyangkal kenyataan, dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsure penipuan diri. 9. Fantasi Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yangtidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan dapat menimbulkan frustasi. 10.Rasionalisasi Rasionalisasi sering dimaksudkan sebagai usaha individu untuk mencari-cari alas an yang dapat di terima secara social untuk membenarkan atau menyembunyikan perilaku yang buruk. Rasionalisasi juga muncul ketika individu menipu dirinya sendiri dengan berpura-pura menganggap yang buruk adalah baik,atau yang baik adalah buruk. 11.Intelektualitas Apabila individu menggunakan teknik intelektualitas, dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang sangat amat menekan dengan cara analitik, intelektual, dan sedikit menjauh dari persoalan. 12. Proyeksi Individu yang menggunakan teknik proyeksi biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri. Dalam hal ini, represi atau supresi sering dipergunakan. 26 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan . B. Saran 27