PRESENTASI DIRI PEKERJA SEKS KOMERSIAL EMPORIUM

advertisement
PRESENTASI DIRI PEKERJA SEKS KOMERSIAL
EMPORIUM JAKARTA
(Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks
Komersial di Emporium Jakarta)
SKRIPSI
Diajakukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Gelar Sarjana Ilmu
Sosial dan Politik Konsetrasi Humas Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh
Dhita Sekar Annisa
6662120373
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2016
1
i
ii
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Dhita Sekar Annisa, NIM 6662120373. Skripsi. Presentasi Pekerja Seks
Komersial Emporium Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri
Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta). Pembimbing I: Naniek
Afrilla Framaniek, S.Sos., M.Si dan Pembimbing II: Husnan Nurjuman,
S.Ag., M.Si
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial
(Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial Di
Emporium Jakarta). Sub fokus pada penelitian ini yaitu front stage, dan juga back
stage dari Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta. Kedua sub fokus tersebut
diharapkan dapat mengerucutkan arah penelitian agar mendapatkan hasil yang
diharapkan.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
studi dramaturgi, dan objek penelitiannya adalah PSK. Pemilihan informan
menggunakan teknik purposive sampling, informan penelitian berjumlah dua
orang dari PSK di Emporium Jakarta. Perolehan data penelitian ini berasal dari
wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, penelusuran data online, dan juga
studi pustaka. Teknik analisis data dengan mereduksi data, mengumpulkan data,
menyajikan data, menarik kesimpulann, dan evaluasi. Serta uji keabsahan data
dengan cara teknik triangulasi, diskusi dengan teman sejawat. Hasil penelitian
menunjukan bahwa front stage (panggung depan) PSK yaitu menggunakan
sebuah topeng dan diperankan di atas panggung pertunjukan dengan latar
panggung pertunjukan mereka adalah Emporim Jakarata. Back Stage (panggung
belakang) PSK yaitu menampilkan sosok seutuhnya yang tidak seperti pada saat
berada di panggung depan tetapi pada saat berada dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah setiap PSK melakukan pengelolaan kesan
dan presentasi diri pada panggung depan, dan panggung belakang. Nampak
perbedaan disetiap panggungnya baik itu penampilan juga perilaku.
Kata Kunci : Presentasi Diri, Dramaturgi, Pekerja Seks Komersial, Panggung
Depan, Panggung Belakang
vii
ABSTRACT
Dhita Sekar Annisa, NIM 6662120373. Thesis. The Presentation Of Self A
Commercials Sex Workers (Study Dramaturgy About The Presentation Of Self
A Commercials Sex Workers In Emporium Jakarta). Preceptor I: Naniek
Afrilla Framaniek, S.Sos., M.Si dan Preceptor II: Husnan Nurjuman, S.Ag.,
M.Si
This Research Aim To Understand The Presentation of Self a Commercials Sex
Workers (Study Dramaturgy About The Presentation of Self a Commercials Sex
Workers In Emporium Jakarta). Sub focus on research that is front stage, and
also the back stage of commercial sex workers in Emporium Jakarta. The second
sub focus was expected to be pursing research direction in order to get the
expected results. This type of research uses a qualitative approach to the method
of study and the research object dramaturgi is Commercial Sex Workers. Election
of the informant using purposive sampling technique, the informant's research
amounted to two people from the Commercial Sex Workers in Emporium Jakarta.
The acquisition of this research data derived from observation, indepth
interviews, documentation, online data search, and also studies library.
Techniques of data analysis by data reduction, collect data, presenting data,
drawing conclusions, and evaluation. And test the validity of the data by means of
triangulation techniques, discussions with colleagues, and membercheck. Results
of this research showed that the Front Stage of Commercial Sex Workers thats
using a mask and played on stage performances against the backdrop of the stage
their show is Emporium Jakarta. Back Stage of Commercial Sex Workers showing
the figure is completely unlike on while on front stage but in was in daily life. The
conclusions of this research are any Commercial Sex Workers do management
impression and presentation themselves on the front stage, and the back stage.
See the difference at each stage whether it was the appearance also behavior.
Keywords : Self Presentation, Dramaturgi, Commercial Sex Workers , Front
Stage, Back Stage.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb.
Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan nikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi guna memenuhi
salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada program studi
ilmu komunikasi konsentrasi hubungan masyarakat di fakultas ilmu social dan
ilmu politik universitas sultan ageng tirtayasa. Skripsi ini berjudul “Presentasi Diri
Pekerja Seks Komersial Emporium Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai
Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta”.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih atas segala doa, dukungan, motivasi, bimbingan, dan bantuan
yang takterhingga dalam proses penelitian serta penyusunan skripsi ini kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.PD. selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Dr. Rahmi Winangsih, M.Si. selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
4. Bapak DarwisSagita, S.Ikom. selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan AgengTirtayasa.
ii
4. Bapak Iman MukhromanS.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
5. Ibu Naniek Afrilla Framaniek, S.Sos.,M.Si. selaku DosenPembimbing I
Skripsi yang membantu memberikan arahan serta masukan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Husnan Nurjuman S.Ag., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II
Skripsi Yang Membantu Memberikan Arahan Serta Masukan Untuk
Menyelesaikan Skripsi Ini.
7. Seluruh Dosen Prodi Ilmu Komunikasi yang telah membimbing dan
memberikan ilmunya selama di bangku perkuliahan.
8. Kedua Orang Tua saya Ibu Shinta danBapak Purwanto atas doa,
dukungan, motivasi, kesabaran yang tak pernah putus.
9. Kedua Adik saya Nabilla dan Safira. Nenek saya Ibu Suryati,, Tante saya
yang sudah saya anggap seperti ibu kedua yakni Ibu Pipih Restiviani,
Sepupu saya Vina Sarastiani dan seluruh Keluarga besar terima kasih
atasdoa, dukungan, motivasi untuk penulis.
10. Sahabat- sahabat yang tak hentinya member dukungan yakni FitriYasmi,
Mega Silvia, Annisa Oktami, Tika Sartika, Yoga Permana, yang selalu
menjadi penyemangat, penghibur, pendengar setia untuk doa dan
dukungan nya selama ini.
11. Untuk Ananda Damar Suryadharma yang selalu memeberikan semangat
serta dukungan yang tak pernah berhenti, dan terimaksih sudah menjadi
partner selama 4 Tahun untuk bersama-sama menggapai cita-cita dalam
iii
keadaan susah dan senang dan selalu mendengarkan keluh kesah dengan
sabar.
11. Teman seperjuangan menggapai sarjana Faizal Fajar, Delia Medinna, Indri
Meilan Suntari, Luna Safitri, Isda Isnawangsih Muzakki, Farisa Azmi,
Fahrian Ramadhan Yolanda Fatharani dan Mahdaudi, tak lupa juga Cut
Aini Sebagai adik tercinta yang tak hentinya selalu member motivasi
menjadi penyemangat, penghibur, pendengar setia
12. Teman Kosan Ceca Monic, Intan Atang, Carlina, Rike, Dona, Reiza, teteh
Anis terimakasih untuk semua waktu dan semua masukan dan
penyemangat.
13. Teman-teman Ilmu Komunikasi (Humas maupun Jurnal) 2012 untuk harihari penuh kenangan dan banyak pelajaran.
14. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam proses penyelesaian skripsii ni.
Kiranya tidak ada balasan yang lebih baik kecuali yang datang dari Allah
SWT, terimakasih untuk segalanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
semua, khususnya bagi penulis dan pihak yang berkepentingan.
WassalamualikumWr. Wb.
Serang, 2016
Dhita Sekar Annisa
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 6
1.3 Identifikasi Masalah ..................................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 7
1.5.1 Manfaat Akademis .............................................................................................. 7
1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 TinjauanTeoritis ........................................................................................................... 9
2.1.1 InteraksiSimbolik ............................................................................................... 9
2.1.2 Dramaturgi ....................................................................................................... 15
2.1.3 PresentasiDiri ................................................................................................... 18
2.1.4 Wilayah Pertunjukan ........................................................................................ 20
2.2 TinjauanKonsep ......................................................................................................... 26
2.2.1 Komunikasi ...................................................................................................... 26
2.2.2 Proses Komunikasi ........................................................................................... 27
2.2.3 Tujuan Komunikasi .......................................................................................... 28
v
2.2.4 Fungsi Komunikasi .......................................................................................... 29
2.2.5 Komunikasi Antar Pribadi ................................................................................ 31
2.2.6 Pekerja Seks Komersial .................................................................................... 31
2.3 KerangkaBerpikir ....................................................................................................... 33
2.4 Penelitian Sebelumnya ............................................................................................... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metodologi Penelitian ...................................................................... 42
3.2 Paradigma Penelitian .................................................................................................. 43
3.3 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................................... 44
3.4 Instrumen Penelitian................................................................................................... 45
3.4.1 Sumber Data ..................................................................................................... 45
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 45
3.5 Informan Penelitian .................................................................................................... 46
3.6 Teknik Analisis Data .................................................................................................. 48
3.7 Keabsahan Data.......................................................................................................... 51
3.8 Lokasi Penelitian ........................................................................................................ 52
3.9 JadwalPenelitian......................................................................................................... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deakripsi Objek Penelitian ......................................................................................... 53
4.2 Deskriptif Data
4.2.1 Profil Informan kunci ....................................................................................... 56
4.2.2 Profil Informan Pendukung ............................................................................. 58
vi
4.3 Pembahasan Penelitian ............................................................................................... 60
4.3.1 Panggung Depan Pekerja Seks Komersial .......................................................... 62
4.3.1.1 Lokalisasi ...................................................................................................... 63
4.3.1.2 Interaksi Pekerja Seks Komersial .................................................................. 72
4.3.2 Panggung Belakang(Back Stage)....................................................................... 75
4.4 Dramaturgi PekerjaSeks Komersial............................................................................ 82
4.5 Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial ..................................................................... 86
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 89
5.2 Saran .......................................................................................................................... 90
5.2.1 Akademis ......................................................................................................... 91
5.2.2 Praktis ............................................................................................................. 91
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pekerja seks Komersial (PSK) merupakan salah satu masalah dalam masyarakat
yang sangat kompleks, baik dari segi sebab, proses maupun implikasi sosial yang
ditimbulkannya. Kita sering menyebut wanita penjual jasa pelayanan seksual dengan
istilah PSK (Pekerja Seks Komersial), PSK berarti orang yang mempunyai pekerjaan
untuk melayani kebutuhan seksual bagi orang-orang yang membutuhkannya, dengan
tujuan komersial atau mencari keuntungan. Sedangkan menurut Subrada “Pekerja
Seks Komersil adalah seorang wanita yang menjual dirinya, dengan melakukan
hubungan seks dan bertujuan mendapatkan imbalan yaitu uang.1
Berada di tingkat ekonomi bawah membuat PSK sulit untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi, sehingga melanggar nilai-nilai yang berlaku di masyarakat demi
terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang
kurang, hal seperti ini untuk menutupi kebutuhan keluarganya yang kurang, untuk
membayar hutang, untung makan sehari-hari, maupun biaya sehari-hari.
Seseorang perempuan pastinya ingin tampil dengan keindahan tubuh dan barangbarang yang dikenakannya. Namun ada dari beberapa mereka yang terpojok karena
masalah keuangan untuk pemenuhan keinginan tersebut maka mereka mengambil
jalan akhir dengan menjadi PSK untuk pemuasan dirinya. Menutupi biaya gaya
1
Subadara, I Nengah. 2007. “Bali Tourism Watch : Keberadaan Pekerja Seks Komersial sebagai
dampak negative Pariwisata di Bali” http://www.subadara.wordpress.com. Pada tanggal 3 Februari
2016 pukul 20.00
1
2
hidup, gengsi yang tinggi di jaman modern ini yang membuat PSK tidak bisa
berhenti dari kerjaannya, gaya hidup yang glamour membuat mereka harus tetap
bertahan.2
Seperti contohnya Emporium Jakarta, Emporium adalah sebuah tempat lokalisasi
yang berada di daerah Jakarta Barat, berlokasi di sebuah ruko yang dijadikan kantor
bisnis prostitusi ini dan juga tempat tinggal para PSK. Emporium berkerja sama
dengan salah satu hotel di Jakarta menyediakan jasa prostitusi, dari mulai pijat plusplus, sampai menyewakan wanita untuk menemani didalam hotel maupun diluar
hotel.3
Yang membedakan PSK di Emporium dengan PSK ditempat lainnya adalah PSK
di Emporium dipilih dahulu oleh para mucikari dengan berbagai tes. Tes awal yang
dilihat adalah mereka harus mempunyai wajah yang cantik dan badan yang bagus.
Ada yang unik disini, para calon PSK tidak boleh wanita perawan, walaupun ada
calon perawan mereka harus punya izin orang tua bahwasannya mereka ingin
menjadi pekerja seks komersial. Tes yang lainnya adalah tes kesehatan, oleh karena
itu PSK di Emporium bisa dibilang lebih bersih dari PSK ditempat lain. Karena
memiliki dokter agar terhindar dari penyakit kelamin atau penyakit AIDS, walaupun
sebenarnya tetap tak jarang banyak yang terkena penyakit tersebut di Emporium.4
Uang merupakan tuntutan hidup bagi setiap umat manusia, begitu juga dengan
PSK, ketika PSK menyadari bahwa tidak semua lingkungan mampu untuk menerima
2
Hatib Abdul Kadir. Tangan Kuasa dalam Kelamin: Telaah Homoseks, Pekerja Seks, dan seks
bebas di Indonesia. Yogyakarta:INSISTPress,2007, hlm.21
3
Wawancara dengan Dewi (PSK) 9 Januari 2016
4
Wawancara dengan Dewi (PSK) 9 Januari 2016
3
kehadirannya, maka ia melakukan pemeranan karakter-karakter tertentu. Ada suatu
pengelolaan pesan yang ia ciptakan untuk memberikan pemahaman kepada
lingkungan tertentu, sesuai dengan apa yang ia harapkan.
Yang menarik pada PSK di Emporium ini, para PSK kebanyakan dari wilayah
luar Jakarta. PSK Emporium mengaku bahwa mereka merantau ke Jakarta untuk
mendapatkan pekerjan yang layak. Tapi apalah daya, kota Jakarta yang keras dan
banyaknya persaingan di Jakarta membuat para perantau mengambil jalan pintas.
Kebanyakan dari mereka mengaku kepada keluarga bahwa mereka merantau ke
Jakarta untuk bekera sebagai pekerja konveksi, buruh, ataupun tak sedikit yang
mengaku mereka bekerja untuk perusahaan besar. Yang lebih menarik lagi beberap
PSK di Emporium datang ke Jakarta untuk berkuliah, tapi kebutuhan gaya hidup
mereka yang mengikuti jaman tak sesuai dengan uang yang diberikan orang tua,
sehingga mereka mencoba jalur pintas.
Pada dasarnya semua manusia juga melakukan suatu pemeranan karakter dalam
kehidupannya, seperti dijelaskan oleh Goffman, “norma-norma, nilai-nilai, dan
informasi budaya memberi mereka suatu peran seperti insinyur, polisi atau istri, ini
dilaksanakan sesuai dengan tuntutan “skenario” di mana aktor tersebut harus
memenuhi peran tersebut”. Namun ketika seorang individu menjadikan individu lain
atau komunitas tertentu sebagai “sasaran” melalui kumpulan simbol-simbol
presentasi dirinya, individu atau komunitas lain itu bisa “tertipu” dan hanya
mengasumsikan pada apa yang terlihat di “permukaanya” saja. 5
5
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 105
4
Begitu pula halnya dengan PSK, dalam Presentasi diri seorang PSK dapat
memainkan berbagai peran dan mengasumsikan identitas yang relevan untuk
mendefinisikan sesuatu yang ingin ditonjolkan dari dirinya. Ada simbol-simbol
tertentu yang tercakup dalam presentasi dirinya diciptakan, baik itu berupa
komunikasi verbal maupun nonverbal yang dapat digunakan untuk memperkuat
identitas peran yang ia mainkan. Presentasi diri itulah yang dijelaskan Goofman
sebagai bagian dari pesan seorang individu sebagai aktor yang bermain diatas
panggung sesuai dengan tuntutan skenario.
Pengelolaan kesan (Impression Management) ditemukan dan dikembangkan oleh
Erving Goffman pada tahun 1959, dan telah dipaparkan dalam bukunya yang
berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life”. Pengelolaan kesan juga secara
umum dapat didefinisikan sebagai sebuah teknik presentasi diri yang didasarkan
pada tindakan mengontrol persepsi orang lain dengan cepat, dengan mengungkapkan
aspek yang dapat menguntungkan diri sendiri atau tim. 6
Presentasi Diri ini dilakukan ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain dan
mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya, melalui
sebuah pertunjukan diri yang mengalami setting di hadapan khalayak. Dalam sebuah
pertunjukan ini kebanyakan menggunakan atribut, busana, make-up, pernak-pernik,
dan alat dramatik lainnya. 7
Goffman menyebut pertunjukan (performance) merupakan aktivitas untuk
mempengaruhi orang lain. Sebuah pertunjukan yang ditampilkan seseorang
6
7
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. Hlm 112
Ibid. hlm 110
5
berdasarkan atas perhitungan untuk memperoleh respon dari orang lain. Penampilan
serta perilaku seseorang dalam sebuah interaksi merupakan suatu proses interpretif,
yang dimana tujuannya agar terbentuknya sebuah persepsi yang merupakan hasil dari
suatu interpretasi yang dilakukan orang lain.8
Goffman memandang ini dengan perspektif Dramaturgi. Berdasarkan hasrat dasar
manusia, secara ilmiah manusia memiliki kekuatan yang dapat menguasai sikap dan
tindakannya. Manusia mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya.
Untuk itu dia menempuh jalan bertemu dengan orang lain yang melakukan
pertunjukan dan memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yang melakonkan
hidup dan kehidupan di atas pentas secara khayali.9
Dramaturgi yang diperkenalkan oleh Goffman adalah perspektif yang didalami
berdasar dari segi sosiologi, dan menyatakan :
“Perspektif yang digunakan dalam laporan ini adalah perspektif pertunjukan
teater; prinsip-prinsipnya bersifat dramaturgis. Saya akan membahas cara
individu menampilkan dirinya sendiri dan aktivitasnya kepada orang lain, cara ia
memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadapnya, dan
segala hal yang mungkin atau tidak mungkin ia lakukan untuk menopang
pertunjukan di hadapan orang lain.10
Pada pernyataan Goffman tersebut mengartikan bahwa kehidupan manusia
diibaratkan seperti teater, interaksi sosial yang mirip dengan pertunjukan di atas
8
Ibid hlm. 110
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 106
10
Ibid hlm. 107
9
6
panggung yang di mana seseorang akan seperti seorang aktor yang memainkan
peran-peran tertentu saat berhadapan dengan orang lain. Dalam perspektif
dramaturgi, Goffman membagi kehidupan sosial menjadi dua bagian yaitu “wilayah
depan” (front region) dan “wilarah belakang” (back region). Saat individu
menampilkan diri-nya dengan peran tertentu di hadapan penonton atau khalayak,
maka individu tersebut dianggap seperti sedang berada di depan panggung (front
stage), dan saat individu sedang tidak bermain peran atau sedang mempersiapkan
diri-nya untuk menjalani peran, maka di wilayah ini adalah panggung belakang (back
stage), serta panggung tengah (middle stage) yang dimana daerah ini merupakan
wilayah seorang individu melakukan persiapan untuk ke panggung depan.11
Dalam kata lain, ketika seorang PSK dihadapkan pada khalayak ramai, ada peran,
simbol, identitas atau presentasi diri yang berlainan antara kondisi yang satu dengan
yang lainnya. Di satu sisi ketika ia memerankan sosok wanita pada umumnya,
presentasi diri yang ia bangun menggunakan pakaian, accesoris, sepatu, gaya bicara,
isi pesan, bahasa tubuh akan sesuai jalur selayaknya sosok wanita pada umumnya
saat bersosialisasi. Namun ketika ia berada pada posisi PSK presentasi diri yang ia
bangun akan berbeda dari presentasi diri yang ia tonjolkan ketka ia berada pada diri
seorang wanita pada umumnya.
PSK memiliki berbagai pola interaksi sosial yang mencakup pengelolaan kesan
dalam presentasi diri yang berbeda di keadaan, kondisi dan situasi tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu. Ada suatu upaya untuk menyamarkan hal-hal tertentu yang
sebaiknya tidak diperlihatkan dalam interaksi sosial tertentu. Seorang PSK lebih
11
Ibid hlm. 114
7
jauhnya laksana seorang aktor yang berperan di atas panggung sandiwara,
menciptakan suatu pandangan, identitas dan realitas sosial yang berbeda bagi setiap
khalayak yang ditemuinya.
Inti dari penelitian ini adalah mencoba untuk menelaah dan menguak lebih jauh
tentang presentasi diri yang dibangun oleh PSK dengan melihat wilayah peran yang
disembunyikan dan peran yang ditonjolkan. Peneliti memilih PSK di Emporium
Jakarta karena para PSK di Emporium berbeda dengan para PSK yang berada
dipinggir jalan, PSK Emporium lebih termanage dalam segi jam pekerjaan,
kehidupan sehari-hari, sampai perilaku saat bersama ataupun tidak dengan
pelanggan. Jadi dengan ini memudahkan peneliti untuk meneliti panggung depan dan
panggung belakang PSK. Peneliti menggunakan metodologi kualitatif, yaitu
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.
1.2 Rumusan Masalah
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya penulis ingin mengetahui
bagaimana “Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Di Emporium Jakarta”
dengan demikian dapat diketahui bahwa rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Di Emporium
Jakarta?”
8
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang sudah diuraikan diatas, maka peneliti
mengidentifikasi yang akan menjadi pokok masalah yang akanditeliti yaitu sebagai
berikut :
1)
Bagaimana realitas panggung depan pekerja seks komersial di Emporiun Jakarta?
2)
Bagaimana realitas panggung belakang pekerja seks komersial di Emporium
Jakarta?
3)
Bagaimana Presentasi diri pekerja seks komersial di Emporium Jakarat?
1.4 Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui panggung depan pekerja seks komersial di Emporiun Jakarta?
2) Untuk mengetahui panggung belakang pekerja seks komersial di Emporium
Jakarta?
3) Untuk mengetahui Presentasi diri pekerja seks komersial di Emporium Jakarat?
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan penelitian yang telah dirumuskan oleh peneliti mengenai Presentasi
Diri Seorang Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta adalah sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini berguna untuk mengembangkan kajian keilmuan yaitu secara
umumnya Ilmu Komunikasi khususnya yang menekankan pada presentasi diri dan
pengelolaan kesan (studi dramaturgi).
9
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini dilakukan dengan harapan memiliki kegunaan unutuk segala pihak.
Kegunaan praktis yang telah peneliti rumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a) Untuk peneliti hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
bagi penulis tentang pengaplikasian dramaturgi dikehidupan sosial. Selain itu
juga presentasi diri yang merupakan salah satu macam perilaku sosial yang
ada di masyarakat.
b) Untuk akademisi penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi program Studi
Ilmu Komunikasi untuk dijadikan sebagai referensi atau literature sebagai
salah satu sumber pengetahuan untuk dijadikan penelitian dengan tema yang
sama.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1
Tinjauan Teoritis
2.1.1
Interaksi Simbolik
Ide bahwa kenyataan sosial muncul melalui proses interaksi sangat penting
dalam interaksionisme simbolik. Seperti namanya sendiri menunjukkan teori
interaksionisme itu berhubungan dengan teori simbol dimana interaksi
terjadi.Bagi Blumer, keistimewaan pendekatan kaum interaksionisme simbolik lah
manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan
mereka dan bukan hanya saling beraksi pada setiap tindakan itu menurut mode
stimulus-respon.
Seseorang tidak langsung memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi
didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Blumer menjelaskan
yang kemudian dikutip oleh Poloma, bahwa:
“Dengan demikian interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan
simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna, dari tindakan-tindakan
orang lain.” 12
Interaksionisme simbolik merupakan aliran dalam sosiologi yang
menentang sosiologi tradisional. Aliran ini juga menunjang dan mewarnai
kegiatan penelitian kualitatif. Dasar pandangan interaksionisme simbolik adalah
12
Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.263
10
11
asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh lewat interpretasi. Obyek, situasi,
orang, dan peristiwa, tidak memiliki maknanya sendiri. Adanya dan terjadinya
makna dari berbagai hal tersebut karena diberi berdasarkan interpretasi dari orang
yang terlibat. Interpretasi bukanlah kerja otonom dan juga tidak ditentukan oleh
suatu kekuatan khusus manusia ataupun yang lain.
Dalam setiap kasus, suatu situasi memiliki makna hanya lewat interpretasi
orang-orang dan juga definisinya mengenai situasi tersebut. Dalam setiap kasus,
suatu situasi memiliki makna hanya lewat interpretasi orang-orang dan juga
definisinya mengenai situasi tersebut. Situasi atau aspek-aspeknya didefinisikan
secara berbeda oleh pelaku yang berbeda berdasarkan atas sejumlah alasan
tertentu. Salah satu alasan adalah bahwa setiap pelaku membawa serta masa
lampaunya yang unik dan suatu cara tertentu dalam menginterpretasikan apa yang
dilihat dan dialaminya. Karena para pelaku di dalam suatu posisi yang sama
umumnya memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan yang lain, maka
mereka mungkin mengembangkan definisi yang sama mengenai situasi khusus
atau suatu kategori tentang situasi yang sama.
Dalam interaksionisme simbolik ini semua organisasi sosial terdiri dari
para pelaku yang mengembangkan definisi tentang suatu situasi atau perspektif
lewat proses interpretasi dan mereka bertindak dalam atau sesuai dengan makna
definisitersebut misalnya didalam suatu organisasi, orang bertingkah laku dalam
kerangka kerja organisasi, tetapi yang menentukan aksinya adalah interpretasinya,
bukan organisasinya.
12
Teori interaksionisme simbolik menyatakan bahwa interaksi sosial adalah
interaksi simbol. Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara
menyampaikan simbol yang lain memberi makna atas simbol tersebut. Prinsipprinsip dasar interaksionisme simbolik sebenarnya tak mudah menggolongkan
pemikiran ini ke dalam teori dalam artian umum karena seperti dikatakan Paul
Rock yang dikutip oleh George Ritzer, bahwa “pemikiran ini sengaja secara Sama
dan merupakan resistensi terhadap sistematisasi”.13 Ritzer menerangkan mengenai
prinsip
dasar
teori
interaksionisme
berdasarkan
pada
beberapa
tokoh
interaksionisme simbolik seperti halnya Blumer (1969), Manis dan Meltzer
(1978), Rose (1962), serta Snow (2001) telah mencoba menghitung jumlah prinsip
dasar teori ini, yang meliputi:
a. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir.
b. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial.
c. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang
memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang
khusus itu.
d. Makna dan simbol yang memungkinkan manusia melakukan tindakan
khusus dan berinteraksi.
e. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam
tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi.
f. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian
karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang
13
George Ritzer, Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Rajawali Grafindo Persada.,
Jakarta, 2007, Hal 289
13
memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai
keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu di
antara serangkaian peluang tindakan itu.
g. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk
kelompok dan masyarakat. 14
Blumer berpegangan dan mengembangkan tekanan George Herbert Mead
yang fundamental pada proses interaksi yang terus menerus. Melaui proses ini
individu
mengintepretasikan
lingkungannya,
saling
mengintepretasi,
dan
berembuk tentang arti-arti bersama atau definisi tentang situasi yang dimiliki
bersama. Untuk konsep apa saja, atau variabel apa saja yang mungkin digunakan
oleh sosiologi komunikasi, arti itu tidaklah lengkap, melainkan muncul
danberubah dalam proses interaksi. Ada gerak mengalir dalam dan perubahan
dalam proses interaksi yang terus menerus dalam individu terus menerus menilai
kembali
interpretasi
subyektif
mengenai
lingkungan
dan
dalam
mengkonstruksikan berbagi tindakan yang terjadi timbal balik.Seperti halnya yang
dikutip oleh Poloma mengenai pernyataan Blumer mengenai interaksionisme
simbolis yang bertumpu pada tiga premis, yakni:
a) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada
pada sesuatu itu bagi mereka.
b) Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain”.
14
George Ritzer, Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Rajawali Grafindo Persada.,
Jakarta, 2007, Hal 289
14
c) Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial
berlangsung.15
Blumer menambahkan, bahwa aktor memilih, memeriksa, berpikir,
mengelompokkan dan mentransformasikan makna dalam hubungannya dengan
situasi dimana dia ditempatkan dan arah tindakannya. Sebenarnya, interpretasi
seharusnya tidak dianggap sebagai penerapan makna-makna yang telah
ditetapkan, tetapi sebagai suatu proses pembentukan dimana makna yang dipakai
dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan
tindakan. Tindakan manusia bukan disebabkan oleh beberapa “kekuatan luar”
(seperti yang dimaksudkan oleh kaum fungsionalis struktural) tidak pula
disebabkan oleh “kekuatan dalam” (seperti yang dinyatakan oleh kaum
reduksionis psikologis). Blumer menyanggah, individu bukan dikelilingi oleh
lingkungan obyek-obyek potensial yang mempermainkannya dan membentuk
perilakunya. Gambaran yang benar ialah dia membentuk obyekobyek itu misalnya
berpakaian atau mempersiapkan diri untuk karir profesional-individu sebenarnya
sedang merancang obyek-obyek yang berbeda, memberinya arti, menilai
kesesuaian dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian
tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran berdasarkan simbol-simbol.
Dengan demikian manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksif, yang
menyatukan obyek-obyek yang diketahuinya melalui apa yang disebut sebagi
proses self indication.Poloma mengutip pernyataan Blumer mengenai pengertian
dari self indication yang dimaksudkannya, bahwa:
15
Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.258
15
“Self indication adalah proses komunikasi yang sedang berjalan dimana
individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan
untuk bertindak berdasarkan makna itu. Proses self indication itu yang terjadi
dalam
konteks sosial dimana individu mencoba “Mengantisipasi tindakan-
tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia
menafsirkan tindakan itu.”.16
Oleh karena perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi,
maka perbuatan itu berlainan sama sekali dari gerak makhluk-makhluk yang
bukan manusia. Manusia menghadapkan diri pada macam-macam hal seperti
kebutuhan, perasaan, tujuan, perbuatan orang lain, pengharapan dan tuntutan
orang lain, peraturan-peraturan, masyarakatnya, situasi, self imagenya, ingatannya
dan cita-citanya untuk masa depan. Ia tidak ditindih oleh situasinya, melainkan
merasa diri diatasnya. Interaksionisme simbolis yang diketengahkan Blumer
mengandung sejumlah “root images” atau ide-ide dasar yang dapat diringkas
seperti yang dikutip Poloma, sebagai berikut:
a. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling
bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal
sebagai organisasi atau struktur sosial.
b. Interaksi terdiri dari berbagi kegiatan manusia yang berhubungan dengan
kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi non-simbolik mencakup
stimulus-respon yang sederhana, seperti halnya batuk untuk membersihkan
tenggorokan
16
seseorang.
Interaksi
simbolis
mencakup
“penafsiran
Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.259
16
tindakan”. Bila dalam pembicaraan seseorang pura-pura batuk ketika tidak
setuju dengan pokok-pokok yang diajukan oleh pembicara, batuk tersebut
menjadi suatu simbol yang berarti, yang dipakai untuk menyampaikan
penolakan. Bahasa tentu saja merupakan simbol berarti yang paling umum.
c. Obyek-obyek, tidak mempunyai makna yang intrinsic; makna lebih
merupakan produk interaksi simbolis.
d. Manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat
dirinya sebagai obyek. Jadi seseorang dapat melihat dirinya sebagai
mahasiswa, suami dan seseorang yang baru saja menjadi syah. Pandangan
terhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua obyek, lahir disaat
proses interaksi.
e. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia
itu sendiri. Blumer menulis: Pada dasarnya tindakan manusia terdiri dari
pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan
serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal
tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah
seperti kemauan, tujuan dan sarana yang tersedia untuk mencapainya, serta
tindakan yang diharapkan dari orang lain, gambaran tentang diri sendiri,
dan mungkin hasil dari: cara bertindak sesuatu.
f. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggotaanggota
kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai;
“organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia”.
17
Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulangulang dan stabil,
melahirkan apa yang disebut sebagai “kebudayaan” dan “aturan sosial”.17
2.1.2
Dramaturgi
Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan
Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi muncul untuk memenuhi
kebutuhan akan pemeliharaan keutuhan diri dan menjadi suatu model
untuk mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu
menetapkan arti kepada hidup mereka dan lingkungan tempat dia berada.18
Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah
seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya
yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan
pada tahun 1959, Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang
bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan
sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan
pertunjukan drama di panggung, ada aktor dan penonton. Tugas aktor
hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari
peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta,
masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi
bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas
menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor).
17
18
Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.264
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif, PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 105
18
Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang
hidup di dunia simbol. 19
Dalam konsep dramaturgi, Goffman mengawalinya dengan
penafsiran “konsep-diri”, di mana Goffman menggambarkan pengertian
diri yang lebih luas daripada Mead (menurut Mead, konsep-diri seorang
individu bersifat stabil dan sinambung selagi membentuk dan dibentuk
masyarakat berdasarkan basis jangka panjang). Sedangkan menurut
Goffman, konsep-diri lebih bersifat temporer, dalam arti bahwa diri
bersifat jangka pendek, bermain peran, karena selalu dituntut oleh peranperan sosial yang berlainan, yang interaksinya dalam masyarakat
berlangsung dalam episode-episode pendek. Berkaitan dengan interaksi,
definisi situasi bagi konsep-diri individu tertentu dinamakan Goffman
sebagai presentasi diri.20
Fokus pendekatan dramaturgi adalah bukan pada apa yang orang
lakukan, bukan pada apa yang ingin mereka lakukan atau pada menggapa
mereka melakukan, akan tetapi pada bagaimana mereka melakukannya.
Burke melihat bahwa tindakan merupakan sebuah konsep dasar dalam
dramaturgi. Dalam hal ini Burke memberikan pengertian yang berbeda
antara aksi dan gerakan. Aksi terdiri dari tingkah laku yang disengaja dan
19
20
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 107
Ibid. hlm. 107
19
mempunyai
maksud,
sedangkan
gerakan
adalah
perilaku
yang
mengandung makna dan tidak bertujuan.21
Dramaturgi juga menekankan dimensi ekspresif / impresif aktivitas
manusia, yaitu bahwa makna kegiatan manusia terdapat dalam cara
mereka mengekspresikan diri dalam interaksi dengan orang lain yang juga
ekspresif. Oleh karena perilaku manusia bersifat ekspresif inilah maka
perilaku manusia bersifat dramatik. Pendekatan dramaturgi berintikan
bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola
pesan yang ia harapkan tumbuh dan dimengerti orang lain. Untuk itu
setiap manusia melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kaum dramaturgi
memandang manusia sebagai aktor-aktor di atas panggung yang sedang
memainkan peran-peran mereka. 22
Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada
“kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada
tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bukti nyata bahwa
terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada
masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanisme
tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai
sosok-sosok tertentu. Hal ini sama seperti yang terlihat pada kasus
kekuasaan
politik,
dimana
penguasa-penguasa
yang
melakukan
penyimpangan ini, mereka menjalankan perannya di lingkungan mereka.
21
Musta’in, “teori diri” sebuah tafsir makna simbolik pendekatan teori dramaturgi Erving
Goffman. Jurnal Komunika. Vol 4 no 2Juli-Desember, 2010, hal 278
22
Ibis, hal 274
20
Mereka berusaha mengontrol diri seperti penampilan, keadaaan fisik,
perilaku aktual dan gerak saat berkuasa, agar kekuasaan yang dia miliki
seolah-olah terbungkus bagus dimata lingkungan mereka. Karena mereka
tahu bahwa jika menjadi seorang penguasa politik namun berperilaku
buruk serta dikendalikan adalah aib bagi dirinya. 23
Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah
tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan
psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah
tergantung interaksi dengan orang lain. Aktor membawakan naskah dalam
bahasa/ simbol-simbol dan perilaku Untuk menghasilkan arti-arti dan
tindakan tindakan sosial dalam konteks sosio-kultural Pemirsa yang
menginterpretasikan naskah tersebut dengan pengetahuan mereka tentang
aturan aturan budaya atau simbol-simbol signifikan.
Di sinilah
dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam
dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater.
Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik
personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya
sendiri.
2.1.3
Presentasi Diri
Menurut Goffman, presentasi diri merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan
23
Ibid hal 274
21
identitas sosial bagi para actor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi
ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi
yang ada. Lebih jauh presentasi diri merupakan upaya individu untuk
menumbuhkan kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata
perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai
dengan
apa
yang ia inginkan. Dalam proses produksi identitas tersebut, ada suatu
pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan mengenai atribut simbol yang
hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung identitas yang
ditampilkan secara menyeluruh. 24
Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik
personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya
sendiri”.
Dalam
mencapai
tujuannya
tersebut
manusia
akan
mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.
Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor dalam drama kehidupan
juga harus
mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kemudian ketika
perangkat simbol dan pemaknaaan identitas yang hendak disampaikan itu
telah siap, maka individu tersebut akan melakukan suatu gambaran-diri
yang akan diterima oleh orang lain. Upaya itu disebut.25
Goffman sebagai “pengelolaan kesan” (impression management),
yaitu teknik-teknik yan digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan
tertentu dalam situasi-situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu,
24
25
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif, PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm.112
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 112
22
Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia
digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang kita kenakan,
tempat kita tinggal, rumah yang
kita
huni
berikut
cara
kita
melengkapinya (furnitur dan perabotan rumah), cara kita berjalan dan
berbicara, pekerjaaan yang kita lakukan dan cara kita menghabiskan waktu
luang kita. Lebih jauh lagi, dengan mengelola informasi yang kita berikan
kepada orang lain, maka kita akan mengendalikan pemaknaan orang lain
terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk memberi tahu kepada orang
lain mengenai siapa kita.
Dalam konsep dramaturgi, Goffman menyebut aktivitas untuk
mempengaruhi orang lain itu sebagai pertunjukkan (performance), yakni
presentasi diri yang dilakukan individu pada ungkapan-ungkapan yang
tersirat, suatu ungkapan yang lebih bersifat teateris kontekstual, non-verbal
dan tidak bersifat intensional. Dalam arti, orang akan berusaa memahami
makna untuk mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain, baik
yang dipancarkan dari mimik wajah, isyarat dan kualitas tindakan. 26
Menurut Goffman, perilaku orang dalam interaksi sosial selalu
melakukan permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang
lebih baik. Kesan non-verbal inilah yang menurut Goffman harus dicek
keasliannya. Goffman menyatakan bahwa hidup adalah teater, individunya
sebagai aktor dan masyarakat adalah penontonnya. Dalam pelaksanaannya,
selain panggung di mana ia melakukan pementasan peran, ia juga
26
Ibid. hlm 113
23
memerlukan ruang ganti yang berfungsi untuk mempersiapkan segala
sesuatunya. Ketika individu dihadapkan pada panggung, ia akan
menggunakan simbol-simbol yang relevan untuk memperkuat identitas
karakternya,
namun
ketika
individu
tersebut
telah
habis
masa
pementasannya, maka di belakang panggung akan terlihat tampilan
seutuhnya dari individu tersebut.27
2.1.4
Wilayah Pertunjukan
Goffman melihat ada perbedan akting yang besar saat aktor berada
di atas panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage)
drama kehidupan. Kondisi akting di panggung depan adalah adanya
penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian
pertunjukan. Saat itu kita berusaha memainkan peran kita sebaik-baiknya
agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi
oleh konsep-konsep drama yang bertujuan membuat drama yang berhasil.
Sedangkan di panggung belakang adalah keadaan di mana kita berada di
belakang panggung dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga kita
dapat berperilaku bebas tanpa memperdulikan plot perilaku bagaimana
yang harus kita bawakan.28
Lebih jauh untuk memahami konsep dramaturgi, analogi front
liner hotel adalah sebagai contoh. Seorang front liner hotel senantiasa
berpakaian rapi menyambut tamu hotel dengan ramah, santun, bersikap
27
28
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 113
Ibid. hlm 114
24
formil dengan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang front
liner bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau menggunakan bahasa gaul
dengan temannya atau melakukan sikap tidak formil lainnya (merokok dan
sebagainya). Saat front liner menyambut tamu di hotel, merupakan saat
front stage baginya (pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut
tamu hotel dan memberi kesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh
karenanya, perilaku front liner merupakan perilaku yang sudah digariskan
skenarionya oleh pihak manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front
liner bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke-dua dari
pertunjukan tersebut. Karenanya skenario yang disiapkan oleh manajemen
hotel adalah bagaimana front liner tersebut dapat refresh untuk dapat
menjalankan perannya di babak selanjutnya. Akan sangatberesiko jika
front liner tersebut tertangkap basah sedang merokok oleh tamu walaupun
front liner tersebut berada di rest room, karena akan menimbulkan kesan
negatif dari tamu. Oleh karena itu, ada suatu resiko yang besar ketika
panggung belakang atau “private” dari seorang individu bisa diketahui
orang lain. Mengingat dalam hal ini, panggung tersebut bersifat rahasia,
maka hal yang wajar bagi individu untuk menutupi panggung private
tersebut dengan tampilan luar yang “memukau”. 29
Menurut
pandangan
Goffman
adanya
pembagian
dalam
pertunjukan teater dalam bermain peran pada ruang identitas yang sedang
berinteraksi antara lain:
29
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 114
25
1. Panggung Depan (Front Stage)
Merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukan bahwa individu
bergaya
atau
menampilkan
peran
formalnya.
Mereka
sedang
memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak
penonton. Sebaliknya wilayah belakang merujuk kepada tempat dan
peristiwa yang memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah
depan. Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front
stage) yang ditonton khalayak penonton. Front stage (panggung depan)
bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi
pertunjukan. Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua
bagian: front pribadi (personal front) dan setting front pribadi terdiri
dari alat-alat yang
dianggap khalayak sebagai perlengkapan yang
dibawa aktor ke dalam setting, misalnya dokter diharapkan mengenakan
jas dokter dengan stetoskop menggantung dilehernya. Personal front
mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor. Misalnya,
berbicara sopan, pengucapan
istilah-istilah asing, intonasi, postur
tubuh, kespresi wajah, pakaian, penampakan usia dan sebagainya.30
Ciri yang relatif tetap seperti ciri fisik, termasuk ras dan usia
biasanya sulit disembunyikan atau diubah, namun aktor sering
memanipulasinya dengan menekankan atau melembutkannya, misalnya
menghitamkan kembali rambut yang beruban dengan cat rambut.
Setting merupakan situasi fisik yang harus ada ketika aktor melakukan
30
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm.115
26
pertunjukan, misalnya seorang dokter bedah memerlukan ruang operasi,
seorang sopir taksi memerlukan kendaraan. Front personal terbagi dua,
yaitu penampilan berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial
aktor, dan gaya mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor
dalam situas tertentu.31
Fokus perhatian Goffman bukan hanya individu, tetapi juga
kelompok atau tim. Selain membawakan peran dan karakter secara
individu, aktor-aktor sosial juga berusaha mengelola kesan orang lain
terhadap kelompoknya, baik itu keluarga, tempat bekerja, parati politik,
atau organisasi lain yang mereka wakili. Semua anggota itu oleh
Goffman disebut “tim pertunjukan” (performance team) yang
mendramatiasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering dilakukan oleh
para anggota dalam menciptakan dan menjaga penampilan dalam
wilayah
depan.
Mereka
harus
mempersiapkan
perlengkapan
pertunjukan dengan matang dan jalannya pertunjukan, memain pemain
inti yang layak, melakukan pertunjukan secermat dan seefisien mungkin
, dan kalau perlu juga memilih khalayak yang sesuai. Setiap anggota
saling mendukung dan bila perlu memberi arahan lewat isyarat
nonverbal, seperti isyarat dengan tangan atau isyarat mata, agar
pertunjukan berjalan mulus. 32
31
32
Ibid, hal 115
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 115
27
Goffman menekankan bahwa pertunjukan yang dibawakan suatu
tim sangat bergantung pada kesetiaan setiap anggotanya. Setiap anggota
tim memegang rahasia tersembunyi bagi khalayak yang memungkinkan
kewibawaan
tim tetap terjaga. Dalam kerangka yang lebih luas,
sebenarnya khalayak juga dapat dianggap sebagai bagian dari tim
pertunjukan. Artinya agar pertunjukan sukses, khalayak juga harus
berpartisipasi untuk menjaga agar pertunjukan secara keseluruhan
berjalan lancar.33
2. Panggung Tengah (Middle Stage)
“Merupakan sebuah panggung lain di luar panggung resmi saat
sang aktor mengkomunikasikan presentasi diri, yakni panggung depan
(front stage) saat mereka beraksi di depan khalayak tetapi juga di luar
panggung belakang (back stage) saat mereka mempersiapkan pesanpesannya”34
Panggung tengah merupakan area transisi panggung belakang
ke panggung depan, seluruh aktor dramaturgi dalam panggung ini,
akan
melakukan
sebuah
persiapan
yang
dapat
mendukung
penampilannya ketika berada di panggung depan, yaitu seperti
mempersiapkan make-up, pakaian, aksesoris yang akan dipergunakan
ketika berada di panggung depan. Panggung tengah juga merupakan
33
Ibid 115
Deddy Mulyana, 2008. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Posda Karya, hlm.
58.
34
28
tempat
dimana sesama PSK melakukan suatu diskusi
atau
pembicaraan baik itu bercerita tentang pengalaman mereka, bercerita
tentang cara mereka bekerja saat bekerja menjadi PSK atau pun
berbagi tips sesama PSK saat berhadapan dengan tamu yang mereka
tidak suka ataupun lainnya, dan tidak lupa pada panggung ini, PSK
biasanya sudah mempersiapkan sebuah setting atau sebuah sandiwara
yang akan di pertunjukan kepada penonton, seperti pada saat PSK
tersbut menceritakan keluh kesahnya, ataupun bercerita bahwa dia
merasa tertekan dan tidak betah itu semua belum tentu ungkapan yang
sebenarnya, layaknya seorang aktor yang siap untuk membuat
penonton menjadi kagum, iba ataupun merasa kasian.
3. Panggung Belakang (Back Stage)
Panggung belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang
(back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai,
mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di
panggung depan. Back stage (panggung belakang) ruang dimana
disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia
yang mengatur pementasan masing-masing aktor). Dalam Dramaturgi
terdiri dari Front stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung
belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi
mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi
menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika
sang aktor memainkan perannya. Dan Front Personal yaitu berbagai
29
macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang aktor.
Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu penampilan
yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial
aktor. Gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang
dimainkan aktor dalam situasi tertentu. Back stage (panggung
belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan
oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masingmasing aktor).35
Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau
menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam
pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita
sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan
karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama
ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan
yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi.
Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang
baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri–
Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila
seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut
yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan
semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari
pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari
35
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 116
30
komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk
mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia
berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan nonverbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain
mengikuti
kemauan
kita.
Maka
dalam
dramaturgis,
yang
diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati
peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau.
Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia
dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari
perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi
antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat
mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial
tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat
mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.36
2.2
Tinjuan Konsep
2.2.1
Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari
bahasa latin atau communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat
dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada
36
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 116
31
kesamaan makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si penerima
maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu.37
Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakar
komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang dikutip oleh
Onong Uchana Effendy dalam buku “Ilmu Komunikasi teori dan Praktek” , ilmu
komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asasasas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.38
Hoyland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu
komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan
pendapat umum (Public Opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam
kehidupan sosial memainkan peranan yang amat penting.
Dalam pengertian khusus komunikasi, Hovland yang dikutip dari Onong
Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengatakan
bahwa komunikasi adalah: “proses mengubah perilaku orang lain (communication
is the procces to modify the behaviour of other individuals) Jadi dalam
berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga berupaya mempengaruhi
agar seseorang atau sejumlah orang melakukan kegiatan atau tindakan yang
diinginkan oleh komunikator, akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap
pendapat atau perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila komunikasi yang
disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam menyampaikan pesan-
37
38
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal 10
Ibid, hal 10
32
pesan harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh komunikan untuk
mencapai tujuan komunikasi yang komunikatif. 39
2.2.2
Proses Komunikasi
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian
pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain
(komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan
perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran,
kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dalam
lubuk hati.
Menurut Onong Uchayana Effendy proses komunikasi terbagi
menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder sebagai
berikut :40
1. Proses komunikasi secara primer
Proses
komunikasi
secara
primer
adalah
proses
penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan lambang (simbol) sabagai media. Lambang
sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa,
isyarat, gambar,warna, dan lain sebagainya yang secara langsung
mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator
kepada komunikan.
39
40
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal 11
Ibid, hal 12
33
Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam
komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu
“menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah
berbentuk informasi atau opini; baik mengenai hal yang kongkret
maupun yang abstrak; bukan hanya tentang hal atau peristiwa
yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang
lalu dan masa yang akan datang.
2. Proses komunikasi secara sekunder
Proses
komunikasi
secara
sekunder
adalah
proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah
memakai lambang sebagai media pertama.Seorang komunikator
mengunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya
karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif
jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah,
radio, televisi, film dan masih banyak lagi adalah media kedua
yang sering digunakan dalam komunikasi.
Pada
umumya
apabila
kita
berbicara
di
kalangan
masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media
kedua sebagaimana diterangkan di atas. Jarang sekali orang
menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan
oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) yakni
34
pikiran atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan
(massage) yang tidak dapat dipisahkan
2.2.3
Tujuan Komunikasi
Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan tujuan
dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan berkomunikasi adalah
mengharapkan adanya umpan yang diberikan oleh lawan bicara kita serta
semua pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita
dan adanya efek yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut.
Tujuan komunikasi menurut Effendy41
1. Perubahan sikap (Attitude change)
2. Perubahan pendapat (Opinion change)
3. Perubahan prilaku (Behavior change)
4. Perubahan sosial (Social change)
Jadi secara singkat dapat dikatakan tujuan komunikasi itu adalah
mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan. Serta tujuan
yang sama adalah agar semua pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti
dan diterima oleh komunikan.42
41
42
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal 14
Ibid, hal 1
35
2.2.4
Fungsi Komunikasi
Fungsi komunikasi dapat dilihat dalam hubungan pribadi,
hubungan dengan orang lain, ditempat kerja, dan dalam masyarakat 43
1. Hidup Pribadi
Melalui komunikasi kita dapat
a) Mengungkapkan
perasaan
dan
gagasan
kita.
Komunikasi dapat menjadi alat katarsis untuk
melepaskan beban mental dan psikologis sehingga
kita mendapatkan keseimbangan hidup kembali.
b) Menjelaskan perasaan, isi pikiran, dan perilaku kita
sendiri.
c) Semakin mengenal diri , dengan komunikasi kita
mengenal isi hati, pikiran dan perilaku kita, dan
mendapat umpan balik dari rekan komunikasi kita
tentang emosi, pikiran, kehendak, cita-cita, dan
perilaku kita.
2. Hubungan dengan Orang Lain
Melalui komunikasi kita dapat
a) Mengenal orang lain karena melalui komunikasi, orang
lain mengungkapkan diri kepada kita.
43
Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal (Jogjakarta:Kanisius)
36
b) Menjalin perkenalan, pertemanan, dan persahabatan
dengan orang lain
c) Membahas masalah, bertukar pikiran, dan membuat
rencana kegiatan bersama orang lain.
d) Meminta bantuan dan pertolongan kepada orang lain
e) Saling membantu mengubah sikap dan perilaku hidup
bersama orang lain.
3. Di Tempat Kerja
Melalui komunikasi kita dapat
a) Menjalin hubungan baik dengan rekan kerja ditempat
kerja
b) Membangun kerja sama dan sinergi dengan rekan kerja.
c) Memberitahu tentang kerja dan mengarahkan kerja itu
sesuai dengan tujuan.
d) Mengatasi perbedaan pendapat, ketengangan, dan
konflik.
4. Dalam Masyarakat
Melalu komunikasi kita dapat
a) Mempersatukan masyarakat
b) Mengatasi masalah bersama dalam masyarakat
c) Membuat usaha untuk kemajuan masyarakat
d) Mengusahakan kesejahteraan masyarakat44
44
Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal (Jogjakarta:Kanisius)
37
2.2.5
Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi
antarpribadi
(interpersonal
communication)
merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara
dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan
orang.
45
Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan
hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lainnya dimana
lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang
bahasa. Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang
bersifat lisan, didalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat
terutama gerak atau bahasa tubuh, seperti senyuman, tertawa atau
menggeleng atau menggangkukan kepala.
Komunikasi antarpribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat
pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face).
Sebagian komunikasi antarpribadi memang memiliki tujuan, ,misalnya
apabila seorang datang untuk meminta saran atau pendapat kepada orang
lain. Akan tetapi, komunikasi antar pribadi dapat juga relative tanpa tujuan
atau maksud tertentu yang jelas, misalnya ketika seseorang sedang
bertemu dengan kawannya dan mereka lalu saling bercakap-cakap dan
bercanda.46
45
Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia 2004)
46
Pawito, penelitian komunikasi kualitatif (Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), 2007)
38
2.2.6
Pekerja Seks Komersial
Pekerja Seks Komersial(PSK) adalah profesi yang menjual jasa
untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini
dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia,
pekerja seks Komersial(PSK) dipandang negatif, dan mereka yang
menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah
masyarakat, namun ada pula pihak yang menganggap pekerja seks
Komersial(PSK) sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, tapi dibutuhkan
(evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran
pekerja seks Komersial(PSK) bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang
membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki), tanpa penyaluran itu,
dikhawatirkan
para
pelanggannya
justru
akan
menyerang
dan
memperkosa perempuan mana saja.
Hampir di setiap media massa baik koran, majalah, dan televisi
memberikan gambaran yang nyata tentang kehidupan masyarakat
khususnya tentang pekerja seks komersial(PSK) atau prostitusi dengan
segala permasalahannya. Berbagai tindakan dan langkah-langkah strategis
telah diambil pemerintah dalam menangani masalah ini, baik dengan
melakukan tindakan persuatif melalui lembaga-lembaga sosial sampai
menggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka yang
bergelut dalam bidang pekerja seks komersial(PSK) tersebut. Tetapi
kenyataan yang dihadapi adalah pekerja seks komersial(PSK) tidak dapat
39
dihilangkan melainkan memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat
dari waktu ke waktu.
Menurut teori definisi pelacuran yang dikemukakan oleh para ahli
maupun Peraturan Pemerintah yaitu:
1. Prof. W.A. Bonger dalam tulisannya Maatschappelijke
Oorzaken der aparostitutie: Prostitusi ialah gejala
kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan
perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencarian.
2.
Sarjana P.J. de Bruine van Amstel: ”Prostitusi adalah
penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki
dengan pembayaran.”
3.
G.May dalam bukunya Encyclopedia of Social Science:
”Prosa’tua’on
defined
as
sexual
intercourse
characterized by barter, promiscuity and emotional
indifference (prostitusi menekankan adanya barter,
promiskuitas, dan ketidakacuhan emosi).”
4. PP
DKI
Jakarta
penanggulangan
Raya
masalah
tahun
1967
pelacuran,
mengenai
menyatakan
sebagai berikut “Wanita tuna susila adalah wanita yang
mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di
40
luar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun
tidak.”47
2.3 Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Teori Dramaturgi karena
teori ini relevan dengan penelitian yang peneliti ambil. Seperti yang sudah
dijelaskan diatas, penulis ingin menjelaskan akan peran Pekerja Seks
Komersial dilingkungannya dilihat dari panggung depan dan panggung
belakang para PSK tersebut. Bagaimana individu PSK itu sendiri dikaji
melalui konsep dramaturgi mengenai presentasi diri untuk mengetahui
bagaimana memaknai sorang pekerja seks komersial sebagai selayaknya
panggung sandiwara.
Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas PSK bisa saja
berubah-ubah tergantung interaksi dengan orang lain. Aktor membawakan
naskah dalam bahasa/ simbol-simbol dan perilaku Untuk menghasilkan
arti-arti dan tindakan tindakan sosial dalam konteks sosio-kultural orang
lain yang menginterpretasikan naskah tersebut dengan pengetahuan
mereka tentang aturan aturan budaya atau simbol-simbol signifikan. Di
sinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.
47
Yoga puspasari, Paper pekerja Seks Komersia dari
http://yogapuspasari.blogspot.co.id/2014/09/paper-pekerja-seks-komersial-psk.html , pada
tanggal 10 maret pukul 21.30
41
Kerangka berpikir
Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta
Gambar 2.1
Kehidupan Para Pekerja Seks Komersial
ï‚·
Kamuflase Penampilan PSK
ï‚·
Kamuflase Jati Diri
ï‚·
Kamuflase peran
Dramaturgi
Front Stage
Middle Stage
Back Stage
Presentasi Diri Pekerja Seks
Komersial
2.4 Penelitian Sebelumnya
Peneliti melakukan studi penelitian terdahulu untuk menjadikan bahan
acuan bagi pengembangan dan perbandingan untuk penelitian yang dilakukan.
Dalam hal ini peneliti mencari studi penelitian yang berhubungan dengan
penelitian peneliti dimana penelitian yang peneliti lakukan mengenai
Presentasi pekerja seks komersial Emporium Jakarta. Penelitian ini dilakukan
tidak terlepas dari hasil penelitian – penelitian terdahulu yang pernah
42
dilakukan sebagai bahan perbandingan, pelengkap dan kajian. Beberapa hasil
penelitian yang memiliki hubungan dengan penelitian peneliti antara lain:
Table 2.1
Penelitian Sebelumnya
Aspek
Judul
Penelitian
NamaPeneliti
Angga Sumantono
Elfrida Grace
Nicko Tamara Lousma
Perilaku Komunikasi
Ayam Kampus Kota
Medan
Dengan
Analisis
Teori
Dramaturgi
(Studi
Kasus
pada
Mahasiswi
“ayam
kampus” di Kota
Medan)
Persentasi diri seorang
mahasiswa Gay (Studi
Dramaturgis
Tentang Presentasi Diri
Seorang Mahasiswa Gay)
Pengguna Ganja
(Studi dramaturgi
Perilaku Komunikasi
Pengguna Ganja
dalam kehidupannya
di Kota Bandung)
Jenis
Penelitian
Pendekatan kualitatif
dengan metode studi
dramaturgi
Pendekatan kualitatif Pendekatan
kualitatif
dengan metode studi dengan metode studi
dramaturgi
dramaturgi
Tujuan
Penelitian
Penelitian bertujuan
untuk
mengetahui
Bagaimana Perilaku
Komunikasi
Pengguna
Ganja
(Studi
dramaturgi
Perilaku Komunikasi
Pengguna
Ganja
dalam
kehidupannya di Kota
Tujuannya
dari
penelitian ini untuk
mendeskripsikan
deviasi sosial yang
terjadi
pada
mahasiswi
yang
sehari–harinya
melibatkan dirinya
menjadi
ayam
kampus.
Tujuannya
untuk
mengetahui
presentasi
diri dari mahasiswa gay
dengan meneliti front
region dan back region
untuk
memunculkan
pengelolaan kesannya di
kehidupan sehari-harinya
43
Bandung).
Hasil
Penelitian
Hasil
penelitian
menunjukan bahwa
panggung
depan
(front
stage),
pengguna
ganja
hampir
semuanya
memerankan
panggung
depan
(front stage) sesuai
dengan peran mereka
di
masyarakat,
mereka
berperan
layaknya aktris atau
aktor dalam suatu
pertunjukan
drama
panggung.
Pada
panggung
belakang (back
stage),
pengguna
ganja
memainkan
sebuah peran yang
utuh. Sehingga pada
perilaku mereka saat
berada di panggung
depan (front stage)
dan
panggung
belakang (back stage)
memiliki suatu peran
yang sangat berbeda,
mereka
berdramaturgi dalam
menjalani
kehidupannya.
Hasilnya
menunjukkan bahwa
ayam kampus saat di
panggung
depan
mereka mengelola
kesan dengan baik
untuk
menyembunyikan
identitas mereka ke
khalayak
orang,
sedangkan
dalam
panggung
belakangnya mereka
mempunyai gadun
untuk
memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Hasilnya menunjukkan
bahwa mahasiswa gay
saat di panggung depan
mereka mengelola kesan
dengan
baik
untuk
menyembunyikan
identitas
mereka
ke
khalayak
orang,
sedangkan
dalam
panggung belakangnya
mereka
mempunyai
sebuah komunitas untuk
gay dan ditempat itu
mereka bisa menjadi diri
mereka seutuhnya tanpa
ada yang disembunyikan
oleh jati dirinya.
44
1. Angga
Sumantono
(Ilmu
Komunikasi,
Universitas
Komputer
Indonesia Bandung, 2013
Angga
Sumantono
mengangkat
skripsi
yang
berjudul
“Perilaku
Komunikasi Pengguna Ganja (Studi dramaturgi Perilaku Komunikasi
Pengguna Ganja dalam kehidupannya di Kota Bandung) Penelitian bertujuan
untuk mengetahui Bagaimana Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja (Studi
dramaturgi Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja dalam kehidupannya di
Kota Bandung).” Untuk menjawab masalah diatas, maka diangkat sub fokussub fokus penelitian berikut: Panggung depan, panggung belakang dan
perilaku. Sub fokus tersebut untuk mendukung fokus penelitian, yaitu:
Perilaku Pengguna Ganja Pada Proses Kehidupannya di Kota Bandung.
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan studi dramaturgi, Subjek
penelitiannya adalah pengguna ganja. Informan dipilih dengan teknik
purposive sampling, untuk informan penelitian berjumlah 4 (empat) orang
pengguna ganja, dan untuk memperjelas serta memperkuat data adanya
informan kunci yang berjumlah 2 (dua) orang. Data penelitian diperoleh
melalui wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, studi pustaka dan
penelusuran data online. Untuk uji validitas data menggunakan teknik
triangulasi data. Adapun teknik analisis data dengan mereduksi data,
mengumpulkan data, menyajikan data, menarik kesimpulan, dan evaluasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa panggung depan (front stage), pengguna
ganja hampir semuanya memerankan panggung depan (front stage) sesuai
dengan peran mereka di masyarakat, mereka berperan layaknya aktris atau
45
aktor dalam suatu pertunjukan drama panggung. Pada panggung belakang
(back stage), pengguna ganja memainkan sebuah peran yang utuh. Sehingga
pada perilaku mereka saat berada di panggung depan (front stage) dan
panggung belakang (back stage) memiliki suatu peran yang sangat berbeda,
mereka berdramaturgi dalam menjalani kehidupannya.
2. Elfrida Grace (Sosiologi, Universitas Sumatera Utara 2008)
Elfrida Grace mengangkat skripsi yang berjudul “Ayam Kampus Kota
Medan Dengan Analisis Teori Dramaturgi”. Kampus adalah satu ikon penting
sebagai tempat berlangsungnya pendidikan.Kampus dianggap sebagai tempat
belajar yang cukup kompeten karena mahasiswa bisa menggantungkan
impian, cita-cita dan masa depan. Mahasiswa yang tengah mengenyam
pendidikan tinggi tidak sekedar masuk kuliah atau mengikuti ujian sebagai
syarat kelulusan. Mereka yang akan segera terjun ke masyarakat untuk
menerapkan ilmu yang dimiliki, tentu diharapkan juga bisa mengembangkan
diri agar bisa menjadi sarjana yang berkualitas, kreatif, kritis dan bertanggung
jawab. Seiring laju globalisasi yang begitu pesat, berbagai permasalahan
muncul dalam dunia Pendidikan Indonesia. Kasus criminal seperti peredaran
narkoba, pergaulan bebas, pola hidup hedonis dan keberadaan ayam kampus
menjadi kehidupan yang identik dengan dunia kampus. Fenomena keberadaan
ayam kampus saat ini semakin menjadi dan cukup merisaukan masyarakat
banyak. Kehadiran mereka pun disebabkan oleh banyak faktor yang perlu
diketahui. Keadaan ini menyebabkan pendidikan mengalami degradasi.
Keberadaan mereka pun disadari butuh perjuangan untuk tetap berada di
46
tengah – tengah masyarakat. Untuk itu mereka melakoni peran yang rumit,
yaitu berperan sebagai anak yang baik di depan keluarga, berperan sebagai
mahasiswi yang normal seperti kebanyakan mahasiswi –mahasiswi. Banyak
peran yang mereka lakoni agar keadaan mereka sebagai ayam kampus tidak
diketahui. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatitif dengan
pendekatan analisis teori dramaturgi. Dalam hal ini, data dikumpulkan dengan
teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan didukung dengan
pencatatan dokumen yang berasal dari jurnal dan surat khabar serta situs
internet. Dari hasil penelitian terhadap 11 ayam kampus di 5 perguruan tinggi
menunjukkan bahwa mahasiswi yang menjadi ayam kampus mempunyai
faktor – faktor yang berbeda – beda. Tampak dari faktor yang ada, beberapa
diantara hasil penelitian ialah banyak kepada faktor ekonomi, faktor kecewa
terhadap laki-laki, faktor kepuasan diri terhadap hubungan seksual dan faktor
gaya hidup. Kehidupan ayam kampus dianalisa dengan teori dramaturgi
dimana kehidupan mereka merupakan pertunjukan yang mereka atur,
sutradara, dan lakoni sendiri dengan konsep „pertunjukan dramanya sendiri‟.
Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh ayam
kampus, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang memberikan
makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar
belakang sosial masyarakat itu sendiri. Lakon yang diperankan oleh ayam
kampus itu dimainkan dengan sebaik mungkin untuk tidak menunjukkan
identitas asli mereka kepada khalayak ramai terutama kepada keluarga dan
orangtua. Identitas palsu pun beredar, dengan alasan untuk menjaga
47
kerahasiaan. Jasa yang mereka berikan tidak semurah pelacur dijalanan. Ada
pelayanan tersendiri, dilihat dari dimana mereka menuntut ilmu.
3. Nicko Tamara Lousma (Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran
Bandung, 2011)
Nicko Tamara Lousma mengangkat skripsi yang berjudul Presentasi diri
seorang mahasiswa gay. Penelitian ini mengungkapkan tentang fenomena
pengelolaan kesan seorang mahasiswa gay di kehidupannya sehari-hari,
merupakan fenomena yang unik yang perlu di angkat dan dihadirkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan front stage dan back stage si
mahasiswa gay tersebut yang meliputi komunikasi verbal dan komunikasi non
verbal, penampilan, gaya, atribut, setting, interaksi serta kehidupan sehariharinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Paradigma yang
digunakan adalah pendekatan studi dramaturgis yang dipengaruhi oleh
interaksioneisme simbolik. Melalui pendekatan dramaturgis berupaya untuk
mengupas apa yang ada dan dilakukan untuk membentuk kesan si Mahasiswa
gay saat di atas panggung yaitu di kehidupan sehari-harinya. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa mahasiswa gay melakukan proses pengelolaan kesan
(saat di kehidupan sehari-hari atau front stage atau di kehidupan gay-nya atau
back stage) melalui komunikasi verbal, komunikasi non verbal, penampilan,
gaya, atribut, serta setting. Sehingga dia dapat menutupi jati dirinya yang
sebenarnnya di hadapan khalayak.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metodologi Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan
hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu,
Cara Ilmiah, Data, Tujuan, dan Kegunaan. Cara ilmiah berarti
kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri- ciri keilmuan, yaitu
rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian
itu dilakukan dengan cara- cara yang digunakan. Sistmatis artinya, proses
yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah- langkah
tertentu yang bersifat logis. 48
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif metode deskrptif
dengan pendekatan studi dramaturgi, sebagaimana diungkapkan oleh
Goffman yang dikutip dalam buku Metode Penelitian untuk Public
Relations: dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan
manusia. Gofftman menyebut ada dua peran dalam teori ini, yaitu bagian
depan (front) dan bagian belakang (back). Front mencakup, setting,
personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk
mengekpresikan diri).. Sedangkan bagian belakang adalah self, yaitu
semua bagian yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan akting
atau penampilan diri yang ada pada front.
48
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, CV.Alfabeta, Bandung, 2009,
hlm.2.
48
49
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada obyek yang alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen) diman peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi.49
Menurut Deddy Mulyana yang di kutip dari bukunya “Metodologi
Penelitian Kualitatif”. Metode penelitian kualitatif dalam arti penelitian
kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip
angka,
atau
metode
statistik.
Penelitian
kualitatif
bertujuan
mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis
kualitas-kualitasnya,
kuantitatif.
alih-alih
mengubah
menjadi
entitas-entitas
50
Untuk meneliti fenomena ini menggunakan pendekatan
kualitatif metode deskriptif (descriptive reaserch) yaitu suatu metode yang
dilakukan untuk mendeskripsikan suatu situasi atau area populasi tertentu
yang bersifat faktual.
3.2 Paradigma Penelitian
Sesuai dengn sifat dan karakter permasalahan data yang diangkat
dalam penelitin ini, maka paradigma yang digunakan adalah paradigma
konstruktivis yaitu paradigma yang hampir merupakan antithesis dari paham
yang meletakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas
49
50
Sugiyono. Metode Peneliti Kuaitatif. Alfabeta, Bandung, 2005
Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung.
50
atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang bahwa ilmu sosial sebagai
analisis sistematis socially meaningful action melalui pengamatan langsung
terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan
memelihara/mengelola dunia sosial media.51
Paradigma ini menyatakan bahwa dasar untuk menjelaskan kehidupan,
peristiwa social dan manusia bukan ilmu dalam kerangka positivistic, tetapi
justru dalam arti common sense. Menurut mereka, pengetahuan dan pemikiran
awam berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman
dan kehidupan sehari-hari, dan hal tersebutlah yang menjadi awal penelitian
ilmu-ilmu social. 52
Peneliti menggunakan paradigma kontruktivis untuk mengetahui
bagaimanakah kontruksi panggung depan, panggung belakang Pekerja Seks
Komersial dalam menjalani kehidupannya, dan karena paradigm kontruktivis
peneliti bisa mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari individu yang
diteliti. Di mana substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat
dari penilaian objektif saja melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang
timbul dari alasan-alasan subjektif. Dan juga melihat bahwa tiap individu akan
memberikan pengaruh kepada masyarakatnya di mana tindakan sosial yang
dilakukan individu tersebut harus berhubungan dengan rasionalitas dan
tindakan sosial yang harus dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman.
51
Dedy N Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelian Sosial Empirik Klasik, Jakarta:
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, 2003
52
Sigit Mangun Wrdoyo, Pembelajaran Kontruktivisme. (Bandung:Alfabeta, 2001), hal.33
51
3.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk
menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan dan memudahkan
pembaca dalam memahami isi penelitian. Maka dari itu peneliti membuat
batasan-batasan masalah sehingga tidak membuat penelitian lebih luas.
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu peneliti memfokuskan
dramaturgi seorang pekerja seks komersial dan peneliti menggunakan PSK
untuk dijadikan peneliti mengenai panggung depan dan panggung belakang
dalam kehidupan sehari-hari.
3.4 Instrumen Penelitian
3.4.1
Sumber Data
1. Data Primer (Primary Data)
Data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media
perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara
individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang dilakukan
dalam pengumpulan data primer bisa didapatkan dari kegiatan
wawancara dan observasi yang sudah dipaparkan pada baris
sebelumnya.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari sumber yang sudah ada bisa dimiliki peneliti
dari catatan penelitian sebelumnya, bukti yang dikumpulkan dari
52
beberapa pra-observasi. Pada
penelitian ini peneliti memiliki cara
dengan membaca artikel tulisan yang memuat tentang subjek
penelitian, mengetahui dari catatan serta bukti teman-temanyang
memahami dan sesuai dengan penelitian. Data sekunder umumnya
berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam
arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan. Bentuk data yang sudah ada dalam pengambilan data
dengan cara sekunder yaitu studi kepustakaan merupakan teknik
pengumpulan data melalui teks yang tertulis maupun soft-copy edition
(buku,ebook atau artikel dalam majalah, surat kabar, jurnal serta media
lainnya). Dalam hal ini peneliti memperoleh beberapa informasi atau
data yang diperoleh dari buku, literatur lain dari internet dan artikel
yang bisa di akses.
3.4.2
Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan.53
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan
data yang digunakan untuk mencari beberapa sumber data yang kemudian diolah
53
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2012Hlm.238
53
sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini di antara lain :
1. Wawancara
Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara tidak terstruktur
dan
wawancara
wawancara
bebas
terstruktur.
dimana
Wawancara
peneliti
tidak
tidak
terstruktur
menggunakan
adalah
pedoman
wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk
pengumpulan datanya.54 Selain wawancara tidak terstruktur, peneliti juga
melakukan wawancara secara terstruktur yaitu dengan menyusun dan
mempersiapkan pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Wawancara
merupakan suatu teknik pengumpulan data dalam metode survey melalui
data pertanyaan yang diajukan secara lisan terhadap responden atau
subjek.55
2. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti
untuk mengamati atau mencatat suatu peristiwa dengan penyaksian
langsung, dan biasanya peneliti dapat sebagai partisipan atau observer
dalam menyaksikan atau mengamati suatu objek peristiwa yang sedang
54
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D,Alfabeta, Bandung 2012, Hlm.233
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja
GrafindoPersada, 2006, Hlm.26
55
54
ditelitinya.56 Observasi dilakukan untuk memperoleh data-data resmi
seputar mengenai presentasi diri pekerja seks komersial.
3. 5
Informan Penelitian
Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah sample. Sample
pada penelitian kualitatif disebut sebagai informan atau subjek penelitian,
yaitu orang-oraang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi
sesuai dengan tujuan penelitian. Informan disebut sebagai subjek
penelitian karena informan dianggap aktif mengkontruksi realitas bukan
sekedar objek yang hanya mengisi kuisioner.57 Menurut Moleong,
informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi
tentang suatu data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam sebuah
penelitian.58
Pada penelitian ini peneliti menggunakan informan penelitian atau
narasumber untuk mendapatkan data. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan informan dan key informan. Karena dalam penelitian
dibutuhkan informan dan key informan untuk mendapatkan data yang
diperlukan.
Berdasarkan metodologi kualitatif dikenal beberapa metode riset:
antara lain focus group discussion, wawancara mendalam, studi kasus dan
observasi. Tetapi penulis hanya mengumpulkan data dengan metode
56
Ibid, Hlm.221
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja
GrafindoPersada, 2006, Hlm.296
58
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja RosdaKarya, 2007,
Hlm.132
57
55
wawancara mendalam dan observasi. Dengan ini diharapkan mendapatkan
informasi yang koengkrit mengenai perilaku pekerja seks komersial di
lingkungan yang nantinya akan menjelaskan konsep diri PSK tersebut..
Informan peneliti ini adalah seorang PSK yang bekerja di
Emporium Jakarta dengan dipilih berdasarkan beberapa faktor yaitu
perbedaan latar belakang pendidikan, usia, dan tarif dari PSK tersebut.
Data informan tersebut dapat dilihat pada table dibawah ini
Tabel 3.1
Informan Penelitian
NO
Nama
Umur
Keterangan
1
Dewi
23 Tahun
PSK Emporium
2
Lisa
25 Tahun
PSK Emporium
Tabel 3.2
Informan Pendukung
No
Nama
Keterangan
1.
Mega S
Staff Emporium
2.
Butet
Staff Emporium
3.
Fitri
Sahabat Dewi
3.
Annisa
Sahabat Lisa
56
3.6
Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif digunakan bila data-data yang terkumpul
dalam riset adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat berupa kata-kata,
kalimat-kalimat atau narasi-narasi baik yang diperoleh dari hasil
wawancara mendalam maupun observasi.59
Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model Miles dan
Huberman (1984), yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis
data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.60
Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis
berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi
hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data
tersebut. Selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga
selanjutnya dapaat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau
ditolak berdasarkan data yang terkumpul. 61
Menurut Nasution, analisis data dalam penelitian kualitatif harus
dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan harus segera
59
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, 2008, Jakarta, Kencana, Hlm.192
60
Sugiyono, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta, Hlm.2
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D,Alfabeta Bandung,2009
61
57
dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Salah satu cara yang dapat
dianjurkan ialah dengn mengikuti langkah-langkah berikut.62
1. Mereduksi Data
Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau
laporan yang terperinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah.
Bila
tidak
segra
dianalsis
sejak
awal
akan
menambah
kesulitan.laporan-laporan ini perlu direduksi, dirangkum, dipilih halhal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
atau polanya. Jadi, laporan lapangan sebagai bahan “mentah”
disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis sehingga lebih mudah
dikendalikan. Data yang direduksi member gambaran lebih tajam
tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari
kembali data bila diperlukan.
2. Men-display data
Agar dapat melihat gambaran keseluruhannya atau bagian terteentu
dari peneliti itu, harus diusahakan membuat berbagai macam matriks,
grafik, networks, dan charts. Dengan demikian, peneliti dapat
menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail.
3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi
62
Dr.Elvinaro Ardianto,M.Si ,Metode Penelitian uuntuk Public Releation Kuatitatif dan
Kualitatif,Remaja Rosdakarya Bandung, 2010
58
Sejak awalnya, peneliti berusaha mencari makna dari data yang
dikumpulkannya. Untuk itu, ia mencari pola, tema, hubungan,
persaamaan, hal-haal yang sering timbul, hipotesis, dan sebagainya.
Jadi, dari data yang diperolehnya sejak awal ia mencoba mengambil
kesimpulan. Kesimpulan itu mula-mula masih tentative, kabur,
diragukan. Akan tetapi, dengan bertambahnya data, kesimpulan itu
lebih grounded. Selama penelitian berlangsung, kesimpulan senantiasa
harus diverifikasi. Verifikasi dapat singkat dengan mencari data baru,
dapat pula lebih mendalam bila penelitian dilakukan oleh satu tim
untuk menncapai intersubjective consensus, yakni persetujuan bersama
agar lebih menjaminn validitas atau confirmability.63
4. Menganalisis data
Menganalisis data sewaktu pengumpulan data antara lain akan
menghasilkan lembar rangkuman dan pembuatan kode pada tingkat
rendah, mengengah (kode pola) dan tingkatan tinggi (memo).
5. Membuat lembar rangkuman
Untuk memperoleh inti data, peneliti dapat bertanya, siapa, peristiwa,
atau situasi apa, tema atau masalah apa yang dihadapinya dalam
lapangan, hipotesis apa yang timbul dalam pikirannya. Pada kunjungan
63
Dr.Elvinaro Ardianto,M.Si ,Metode Penelitian uuntuk Public Releation Kuatitatif dan
Kualitatif,Remaja Rosdakarya Bandung, 2010
59
berikutnyaa, informasi apa yang harus ditemukannya dan hal apa yang
harus diberinya perhatian khusus.
3.7
Keabsahan Data
Di dalam pengujin keabsahan data, cara pengujian kredibilitas atau
kepercayaan terhadap hasil penelitian menurut Moleong dilakukan dengan
perpanjangan leikutsertaan atau pengamatan, ketekunan pengamatan
dalam penelitian, triangulasi, pengecekat sejawat, kecukupan refensial,
kajian kasus negative, dan pengecekan anggota. 64
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode triangulasi.
Triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi sumber, yaitu
menguji kredibilitas data dilakukan dengan mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber.65 Peneliti akan mewawancarai
berbagai sumber yang berbeda berdasarkan informan peneliti. Alasan
peneliti menggunakan triangulasi sumber Karen semakin banyak
narasumber, maka data yang dikumpulkan akan semakin banyak sehingga
akan memudahkan peneliti untuk membandingkan dan menganalisi data
tersebut.
64
65
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya,2007
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D,Alfabeta Bandung,2009
60
3.8
Lokasi Penelitian
Lokasi utama penelitian yang dipilih adalah di Mess Emporium
Jakarta Pusat sebagai tempat penelitian mengenai “Presentasi Diri Seorang
Pekerja Seks Komersial”.
3.9 Jadwal Penelitian
Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
Agenda
Des
Pra-Riset dan Penyusunan
Bab 1-3
Pengumpulan dan Analisa
Data
Analisis dan Pengelolaan
Data
Penyusunan Bab 4-5
Sidang Skripsi
Jan
Feb
Maret April
Mei
Juni
Juli
Agus
Sept
Okt
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Pada bab ini peneliti akan menguraikan data dan hasil penelitian tentang
Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial. Hasil data dan penelitian berupa
wawancara mengenai bagaimana panggung depan seorng Pekerja Seks Komersial,
panggung belakang Pekerja Seks Komersial, serta presentasi diri seorang Pekerja
Seks Komersial. Hasil penelitian yang ini diperoleh dengan teknik wawancara
yang mendalam dengan informan dalam bentuk observasi langsung dan data yang
sudah terkumpul kemudian dianalisis. Analisis ini sendiri terfokus pada para
presentasi diri seorang Pekerja Seks Komersial ,yang dikaitkan kepada beberapa
unsur atau identifikasi masalah. Agar peneliti ini lebih objektif dan akurat, peneliti
mencari informasi-informasi tambahan dengan melakukan wawancara mendalam
dan observasi langsung dengan informan untuk melihat langsung bagaimanakah
presentasi diri seorang Pekerja Seks Komersial. Selain itu juga peneliti melakukan
wawancara dengan infroman pendukung yaitu orang-orang terdekat dan yang
mengenal sosok Pekerja Seks Komersial itu sendiri.
Peneliti ini juga menggunakan tipe penelitian kualitatif untuk melihat
kondisi alami dari suatu kehidupan dramaturgi. Pendekatan ini bertujuan
memperoleh pemahaman dan menggambarkan realitas yang kompleks.
61
62
Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan didasari oleh orang atau
perilaku yang diamati. Pendekatannya diarahkan pada latar dan individu secara
utuh Jadi, tidak dilakukan proses isolasi pada objek penelitian kedalam variabel
atau hipotesis. Tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Penelitian ini juga melakukan observasi secara langsung.
Tempat yang peneliti amati selama melakukan observasi yaitu di mess,
tempat para PSK tinggal. Untuk tahap analisis, yang dilakukan oleh peneliti
adalah membuat daftar pertanyaan untuk wawancara, pengumpulan data, dan
analisis data yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Untuk dapat mengetahui sejauh
mana informasi yang diberikan oleh informan penelitian, peneliti menggunakan
beberapa tahap
1. Pertama menyusun draft pertanyaan wawancara berdasarkan dari unsurunsur kredibilitas yang akan ditanyakan pada narasumber atau informan.
2. Kedua, melakukan wawancara dengan staff dan mucikari yang
bersangkutan guna menjadi data pendukung.
3. Ketiga melakukan dokumentasi langsung di lapangan untuk melengkapi
data-data yang berhubungan dengan penelitian.
4. Keempat, memindahkan data penelitian yang berbentuk daftar dari semua
pertanyaan yang diajukan kepada narasumber atau informan.
5. Kelima, menganalisis hasil data wawancara yang telah dilakukan.
63
Agar pembahasan lebih sistematis dan terarah maka peneliti membagi ke
dalam tiga pembahasan, yaitu:
1. Analisis Deskripsi Identitas Informan.
2. Analisis Deskripsi Hasil Penelitian.
3. Pembahasan Peneliti.
4.2
Deskriptif Data
Pada pembahasaan ini peneliti, akan memaparkan berbagai hal yang terjadi di
lapangan berdasarkan dengan hasil sebenarnya yang ditemukan dan dirasakan oleh
peneliti berkaitan dengan judul peneliti yaitu Presentasi Diri Pekerja Seks
Komersial Emporium Jakarta. Beerbagai data yang peneliti peroleh dilapangan
berkaitan dengan dramaturgi pekerja seks komersial, disusun dan dialokasikan
sebagai suatu hasil dari penelitian dengan mengkombinasikan berbagai temuan
tersebut dengan data-data tambahan lainnya. Pemaparan proses penelitian ini dirasa
penting sebagai jawaban yang ingin disampaikan peneliti dalam upaya menentukan
arah penelitian dengan memberikan berbagai temuan dilapangan,
Peneliti melakukan wawancara secara langsung pada key informan dan juga
pada informan tambahan untuk melengkapi data penelitian. Wawancara dilakukan
dengan bertemu langsung dengan key informan di mes tempat mereka tinggal.
Untuk informan tambahan, wawancara dilakukan sambil peneliti melakukan
wawancara dan observasi pada key informan.
64
4.2.1 Profil Informan Kunci
Berikut adalah informan-informan penelitian yang di wawancarai oleh
peneliti mendapatkan data untuk di analisis mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks
Komersial Emporium Jakarta.
1) Dewi
Dewi (nama samaran) adalah seorang mahasiswi cantik. Dewi berasal
dari Bandung dan datang ke Jakarta untuk berkuliah, namun ajakan dan
tuntutan pergaulan yang membuat Dewi melukakan pekerjaan sampingan
sebagai PSK. Wanita yang mempunyai kulit putih ini baru mengeluti
profesi ini sejak tahun pertama dia berkuliah. Dewi meempunyai tinggi
165 cm, berambut pendek berwarna keabu-abuan, mahasiswi tahun ke
empat berusia 23 tahun ini merupakan anak pertama dari 2 bersaudara.
Dewi mempunya satu orang adik laki-laki yang masih duduk dibangku
SMP. Ibunda Dewi sudah menikah lagi karna Ayah Dewi meninggal saat
Dewi berumur 13 Tahun, Sekarang Dewi tinggal di mess di Jakarta
tepatnya ditempat dia bekerja menjadi PSK.
Dewi merupakan sosok yang cukup ramah saat pertama kali ditemui,
Dewi pribadi yang menyenangkan dan baik tetapi sedikit pendiam, di mata
teman-temannya yang mengenal dia, dia seseorang yang tidak terlalu
banyak bicara saat sedang bersama teman-temannya, tidak jauh halnya
dengan sikapnya dikampus, penampilan Dewi saat dikampus tidak terlalu
macam-macam, bahkan Dewi baru-baru ini menggunakan kerudung saat
dia pergi kuliah. Alasannya karna dia mempunyi rambut dan warna rambut
65
yang cukup nyetrik. Dewi memang menyukai barang branded, karna dia
sangat menyukai fashion, dan selalu menggunakan sepatu wedges, dan
celana jeans.
Dewi merupakan seorang Pekerja Seks Komersial di Emporiun
Jakarta. Tetapi dia jarang sekali keluar malam untuk bermain bersama
teman-teman, dikarenakan dia memiliki tuntutan pekerjaan yang tidak bisa
ditinggalkan karena sudah mempunyai kontrak kerja dengan mucikari
Emporium Jakarata.
2) Lisa
Lisa (nama samaran) adalah seorang perantau dari Bandung yang
datang ke Jakarta untuk bekerja. Wanita berumur 25 tahun ini merupakan
anak ke 3 dari 5 bersaudara. Lisa memiliki
2 kakak yang sudah
berkeluarga dan 2 adik yang masih bersekolah. Lisa sudh cukup lama
mengeluti profesinya sebagai PSK sudah sejak 7 tahun yang lalu sebagai
tumpuan hidup.
Wanita berperawakan montok dengan tinggi badan 168 cm dan berat
badan 48 kg ini memiliki kulit sawo matang, mata indah, rambut ikal,
memakai behel dan terdapat beberapa tattoo ditubuhnya. Lisa merupakan
sosok yang sangat menyenangkan di mata teman-temannya dia selalu
menebar humor pada saat bertemu teman-temannya
Lisa tidak pernah berfikir untuk berkerja menjadi seorang PSK,
namun tuntutan ekonomi dan susahnya mencari pekerjaan dijakarta
66
dengan bermodal ijasah SMA dirasakan Lisa cukup sulit belum lagi dia
tidak terlalu banyak kenalan di Jakarta. Namun ajakan temannya yng
sudah menjadi PSK Emporium sebelumnya membuat Lisa ingin mencoba
dijalur yang sama dengan temannya.
Lisa tidak pernah memberi tahu keluarga di Bandung tetntang status
lisa sebagai seorang pekerja seks komersial. Yang keluarga ketahui Lisa
bekerja bersama temannya di salah satu konveksi yang ada di Jakarta.
Ketidak pedulian dan kebebasan yang diberikan orang tua membuat
pergaulan Lisa melampaui batas.
4.2.2 Profil Informan Pendukung
1) Mega
Mega adalah seorang mahasiswi di Jakarta. Peneliti mengenal sosok
mega karna mega adalah teman satu kelas semasa di SMA. Mega sosok
yang sangat ramai dan selalu dominan saat berbicara dengan teman-teman,
mega mempunyai tampilan yang semaunya yang kadang-kadang kita
menggap tampilannya sedikit aneh namun tetap cantik dikenakan.
Mega adalah orang yang tidak mengenal kata putus asa, dan seorang yang
professional dalam hal pekerjaan. Mega sendiri adalah keponakan dari
mucikari Emporium Jakarta, dia juga pernah bekerja di Emporium hampir
satu tahun sebagai akuntan, jadi dia kenal betul para PSK di Emporium
dan mengetahui kehidupan PSK.
67
Peneliti tertarik menjadikan Mega seorang informan pendukung
karena Mega mempunyai pergaulan yang luas, selain itu juga Mega pernah
mempunyai teman yang PSK semasa dia masih bersekolah
sehingga
membuat Mega lebih banyak tahu tentang PSK. Dari Mega lah peneliti
mendapatkan data yang peneliti butuhkan, sebagai pendukung dari
penelitian ini.
2) Butet
Butet adalah sosok wanita keturunan batak yang mempunya wajah
sangat keras. Wanita yang mempunyai umur 30 Tahun ini adalah pribadi
yang ceplas-ceplos dan memiliki nada bicara yang sangat tinggi tetapi
selalu melontarkan candaan saat dilakukan wawancara. Butet sudah
berkeluarga dan mempunyai satu orang anak laki-laki yang masih
bersekolah. Butet sudah cukup lama bekerja di Emporium Jakarta, selama
hampir 4 tahun butet bertugas menjaga dan mengurus /kebutuhan para
PSK.
Peneliti tertarik dengan butet karena dia cukup dekat dengan hampir
semua PSK diEmporium dan menenal betul sifat-sifat dan prilaku para
PSK dan mempunyai banyak informsi yang dibutuhkan peneliti untuk
menjawab semua pertanyaan yang dibutuhkan.
3) Fitri
Fitri adalah sahabat dekat dari PSK selaku informan pertama yakni Dewi,
Fitri adalah sosok yang sangat ramah, ramai
dan sering mengeluarkan
lelucon-lelucon yang membuat suasana sangat menyenangkan. Peneliti
68
memilih Fitri sebagai informan karena Fitri adalah teman satu kampus sedari
semester pertama, mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dan Fitri
mengetahui dan mengenal banyak mengenai sosok Dewi sehingga Fitri
mengetahui informasi yang diperlukan untuk penelitian.
4) Tamy
Tamy merupakan sosok wanita berumur 28 tahun yang sudah menikah. Tamy
adalah teman dekat selaku informan kedua yakni Lisa sewaktu di Bandung.
tamy adalah seorang pribadi yang sangat pendiam dan sangat keibuan dan
tidak terlalu banyak bicara. Tamy pindah ke Jakarta karena sang suami bekerja
di Jakarta sebagai buruh, sehingga Tamy dan Lisa masih berteman sangat baik
sampai sekarang. Alasan peneliti menjadikan Tamy sebagai informan karena
Tamy mengetahui semua informasi perihal Lisa dan bisa membantu menjawab
pertanyaan dari penelitian.
4.3 Pembahasaan Penelitian
Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana panggung
depan dan panggung belakang pekerja seks komersial. Penelitian ini
menggunakan konsep dramaturgi dan metode kualitatif dengan metode
pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi.
Wawancara mendalam dengan informan dilakukan untuk mencari data dan
dokumentasi
langsung dilapangan.
Dalam
wawancara
tersebut,
peneliti
mendapatkan data atau informasi berupa bagaimana panggung depan dan
panggung belakang pekerja seks komersial.
69
Pada wawancara mendalam, peneliti menyiapkan beberaapaa pertanyaan
untuk diajukan kepada informan kunci dan informan pendukung. Data yang
didapat dari hasil wawancara diperoleh dari 2 orang pekerja seks komersial.
Adapun daftar pertanyaan dan jawabaaan terlampir di dalam lampiran.
Hasil wawancara langsung yang didapatkan melalui informan merupakan
sebuah data primer dan sumber pokok dalam penelitian, sedangkan hasil data
observasi selama peneliitian merupakan data sekunder. Data yang diperoleh dari
wawancara langsung kepaada infroman dan hasil data observasi dikategorikan
sesuai dengan identifikasi masalah.
Data yang diperoleh mengenai panggung depan dan panggung belakang
terjawab dengan jelaas, sehingga dapat disimpulkan hasil dari penelitian ini.
Setelah data terkumpul dan proses penyusunan yang diperlukan selesai, peneliti
menjabarkan hasil dari penelitian mengenai presntasi diri, panggung depan dan
panggung belakang pekerja seks komersial ketika meraka berada di lingkungan
hidupnya maupun di lingkungan pekerjannya.
Berdasarkan hasil wawancara yang didapat dengan informan, maka
peneliti dapat menganalisis Presentasi Pekerja Seks Komersial studi dramaturgi
yang meliputi.
4.3.1 Panggung Depan Pekerja Seks Komersial
Panggung depan (Front Stage) adalah bagian individu yang secara teratur
berfungsi sebagai cara untuk tampil didepan umum dengan sosok yang ideal.
Panggung depan merupakan sebuah peristiwa dimana pekerja seks komersial atau
70
“performer” tampil dengan materi yang sebelumnya sudah dipersiapkan dan
dirancang pada panggung belakan (back stage)
Ketika berada di panggung depan (front satge), seorang PSK mempunyai
beberapa karakteristik guna menunjukan performance sebaik mungkin untuk
memenuhi kepuasaan audience atau pelanggan. Bagaimana berpakaian, gaya
bahasa, bahasa tubuh, gerak gerik mimik, intonasi suara, cara berpakaian, manner,
dan tubuhnya untuk memenuhi selera audience, bukan untuk dirinya. Karena itu
perilaku ini bukannya perilaku asli atau perilaku sebenarnya, tetapi perilaku yang
dibuat-buat.
Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran actor mengenai
konsep ideal dari identitasnya yang sekiranya bisa diterima oleh penonton.
Berangkat dari perilaku PSK dengan merujuk dramaturgi, perbedaan perilaku
terjadi karena perbedaan kepentingn dan tujuan yang hendak dicapai.
4.3.1.1
Lokalisasi
Lokalisasi adalah tempat berlangsungnya panggung belakang yang
dilakukan para PSK. Disinilah para PSK memanipulasi penampilannya, dengan
busana yang seksi, sepatu mewah dengan hak tinggi, riasan wajah yang mencolok
dan beberapa aksesoris untuk menunjang penampilan mereka. Para PSK
mengelola kesan dengan baik ketika bertemu para pelangan agar menarik
perhatian para pelanggan untuk tetap setia dengan mereka. Bukan hanya perilaku
dan gaya busana yang dapat menari perhatian para pelanggan, tetapi cara bicara
71
yang manja dan sopan, juga gerak tubuh yang sedikit erotis saat bertemu dengan
para pelanggan.
a.
Bahasa tubuh dan Intonasi suara
Bahasa tubuh yaitu merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan
dimana pesan yang disampaikan dapat berupakan isyarat, ekspresi wajah,
pandangan mata, sentuhan, aretifak ( lambang yang digunakan ), diam. waktu,
suara, postur dan gerakan tubuh. sedangkan Intonasi yaitu tinggi rendahnya nada
pada Kalimat yang memberikan penekanan pada kata-kata tertentu di dalam
kalimat. Bahasa tubuh dan intonasi suara menjadi salah satu karakteristik yang
menunjang panggung depan para pekerja seks komersial, karena mereka
berkomunikasi dan berinteraksi dengan pelanggan dengan bahasa tubuh dan
intonasi yang baik guna mencapai tujuan mereka.
Dewi selaku informan pertama dalam penelitian ini mengungkapkan
bahwa perilaku yang ditunjukan saat para pelangan datang untuk memilih para
PSK, Dewi berinteraksi dengan pelanggan dan sangat berhati-hati mengendalikan
kesan yang akan diberikikan sehingga orang lain tidak bisa mengetahui perasaan
yang sesungguhnya terjadi.
“awalnya aku sama sekali gabisa yang namanya ketemu pelanggan gitu,
pasti kaku banget ngomong dikit pokoknya malu-malu banget deh nah
lama kelamaan aku ngeliatin aja dari yang lain trus sekarang kalau saat
ketemu pelangan, perilaku aku sebisa mungkin harus menggoda para
pelanggan, yaa kalo gak ngomong yang manja imut gitu pokoknya seceria
mungkin lah biar pelanggan juga enak kan bawaannya kalo lagi sama aku
72
gak kaku-kaku banget lah, trus klo lagi gak mood atau bête ya sebisa
mungkin nutupin kalo engga ya nanti pada kabur kalo aku jutek
hehe”(Dewi, 26 Juli 2016)
Menurut penelitian penulis, Dewi saat bertemu dengan pelanggan lebih
menonjolkan sikap dia yang manja dan tidak kaku. Sebelumnya Dewi sangat
pendiam dan sulit berinteraksi dengan pelanggan, tetapi Dewi banyak melihat
teman-temannya saat bertemu pelanggan dan pada akhirnya Dewi bisa
berinteraksi tanpa malu-malu dan membuat kesan baik kepada pelanggan
sehingga pelanggan tidak kecewa dengan penampilan Dewi, dan Dewi tetap
tersenyum dan bicara sopan walaupun sedaang memiliki masalah atau mood yang
tidak baik. PSK mempresentasikan dirinya melalui bahasa verbal maupun non
verbal. Seperti menggerkan tubuh agar terlihat seksi dan erotis menjadi daya tarik
pelanggan dan tidak segan-segan merangkul atau memegang lengan saat
berbincang dengan pelanggan.
Kemudian informan kedua yang bernama Lisa mengungkapkan hal yang
sama perihal perilaku ketika dia bertemu dengan pelanggan bahwa adanya
interaksi yang dia lakukan dengan pelanggan yang hadir. Informan kedua
mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut :
“karna aku sudah biasa dengan dunia malam gini ya jadi aku udh gak ada
namanya malu-malu ketemu pelanggan, aku yaa goda-goda gitu deh biar
dia seneng main sama aku, bicara aku juga harus sopan dan lembut trus
73
karna aku pake baju seksi jadi aku tonjolin aja yang bisa ditonjolin
hahahaha”(Lisa, 4 Agustus 2016)
Lisa ketika berhadapan dengan pelanggan lebih berpengalaman karena
Lisa juga sudah cukup lama menjadi seorang PSK. Lisa berinteraksi dengan cara
berbicara lembut sopan dan lebih
menonjolkan sisi erotisnya agar dipadang
wanita seksi yang mengoda. Dengan berprilaku menggoda Lisa mengharapkan
pelanggan tetap setia dengan jasanya dan tidak berpaling dengan PSK lain. Bisa
dikatakan bahwa PSK sudah siap dalam menampilkan penampialan yang
diharapkan para pelanggan dengan bahasa verbal maupun non verbal.
Menurut Goffman, presentsi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas social bagi
para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak
dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.66 Bahwasannya para
pekerja seks komersial dapat menginterpreetsikan situasi secara beragam,
mengelola kesan seperti yang dikehendaki. Sejatinya penampilan yang akan
ditampilkan oleh pekerja seks komersial yakni symbol dalam bentuk verbal
maupun gerak non verbal tidak dapat diprediksi oleh siapapun.
Kesimpulan dari jawaban-jawaban informan diatas mengatakan hal yang
hampir sama pada intinya. Mereka memperhatikan sikap atau perilaku baik itu
verbal ataupun non verbal pada saat bertemu dengan pelanggan yang merupakan
66
Deddy Mulyana, Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya, PT. Remaja Ros dakarya, Bandung, 2003, hal. 112
74
panggung depan, hal tersebut guna menciptakan hubungan jangka panjang kepada
pelanggan agar pelanggan tetap mengunakan jasa mereka.
Kemudian penulis menayakan pertanyaan yang sama kepada Mega
sebagai informan pendukung, yakni perihal perilaku para PSK ketika berhadapan
dengan pelanggan berikut jawabannya :
” baik-baik aja sih karna udh pengalaman juga yaa ngadepin pelanggan,
kalo lagi galau tau masalah sama sekali gak keliatan. Mereka tetep
nemenin pelanggan dengan baik,, walaupun klo gaadaa pelanggan suka
sedih mikirin masalah yaa psk juga manuia kan.”(Mega, 31 Juli 2016)
Dari hasil wawancara diatas para PSK tidak memperlihatkan wajah sedih
atau jutek apabila terjadi masalah yang sedang dihadapinya, mereka tetap
menemani para pelanggan dengan baik dan tetap memperlihatkan ekspresi yang
centil dan manja dan mereka dapat memanipulasi keadan mereka dengan baik.
Kemudian peneliti menanyakan pertanyaan yang sama kepada informan
pendukung bernama butet salah satu staff di Emporium Jakarta dan peryataanya
sebagai berikut :
“ perilaku mereka ke tamu sih sewajarnya PSK kebanyakan lah, ngomong
manja sedikit kontak fisik trus ditonjolin dah tuh sisi seksinya mereka, dan
ngomong
ke
pelanggan
pada
sopan-sopan
karena
emang
udh
peraaturannya gitu kan gak boleh ngomong cablaak-cablak”(Butet, 31
Juli 2016)
Dari hasil penelitian penulis, para PSK berprilaku dengan sangat baik saat
melayani ataupun bertemu dengan pelanggan. Mereka sudah sangat profesional
75
dan terbiasa dalam mengelola kesan yang membuat para pelanggan mendapatkan
perlakuan yang diharapkan para pelanggan.
Menurut Goffman, bahwa umumnya orang-orang berusaha menyajikan
diri mereka yang diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di pangung depan,
meresa merasa bahwa mereka harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam
pertunjukannya.
67
Seperti para pekerja seks komersial yang menyembunyikan
sifat asli mereka dan memanipulasi keadaan yang sedang dialami saat bertemu
dengan pelanggan.
b. Bahasa Verbal
Pengelolaan kesan melalui bahasa verbal adalah pengelolaan kesan dengan
meggunakan kata-kata atau bahasa. Peristiwa pengelolaan kesan oleh PSK saat
berinteraksi dengan pelanggan merupakan peristiwa yang terjadi di wilayah
panggung depan (front stage). Peristiwa pengelolaan kesan oleh PSK saat
berinteraksi dengan pelanggan yakni pria hidung belang dapat dibagi ke dalam
dua sesi. Sesi pertama adalah saat PSK mecoba merayu pelanggannya dengan
menggunakan bahasa manja dan persuasive dari calon pelanggannya dengan
menggunakan kata-kata.
Dari pengamatan penelitian melalui wawancara yang dilakukan oleh Dewi
dan Lisa komunikasi verbal yang dilakukan mereka berupa bahasa dalan kata-kata
yang biasa mereka gunakan untuk memikat atau menyapa calon pelanggannya
67
Mulyana, Deddy, 2004, Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Ros dakarya, Bandung, hal. 116
76
adalah dengan mengucapkan kata seperti “hallo sayang”, “hay beb”, “apa kabar
cinta” (panggilan sayang) “Maya yuk” (maya adalah bahasa gaul making love
atau bercinta). “Mau berapa ronde nih say” (artinya mau berapa kali melakukan
hubungan seks dengan mereka), “Secelup dua celup say” (artinya mau waktu yang
singkat dalam bercinta). Kata-kata lain yang selalu mereka ungkapkan adalah,
“dijamin oke”, “mau atas atau bawah”? Artinya mereka menganggap diri mereka
adalah jasa yang sangat mendatangkan kepuasan bagi yang memakainya.
Ungkapan itu dinyatakan untuk lebih menjelaskan identitas diri mereka dalam
profesional melayani pelanggan yang ingin memakai jasa seks mereka.
Sedangkan menurut wawancara yang dilakukan sesi kedua yang terlihat
adalah saat mereka berhasil melakukan transaksi mendapatkan pelanggan yang
akan memakainya. Kata-kata yang mereka ucapkan sebelum akhirnya melakukan
pekerjaan mereka dan pergi ke kamar hotel yaitu “oke say sudah siap keatas?”,
“lets go”, “common beib”. Ungkapan itu maksudnya adalah bersedia dan biasanya
setelah mengucapkan katakata tersebut PSK langsung masuk ke dalam kamar
hotel ataupun ikut pelanggan sesuai permintaan.
c. Gaya Bicara
Gaya berbicara adalah cara berbicara yang dapat menimbulkan daya tarik
lawan bicara. Gaya bicara dapat digolongkan menjadi gaya berbicara dengan
menghubungkan suara dengan kata-kata, atau gaya bahasa. Sangat penting bagi
para pekerja seks komersial utuk mengatur dan men setting gaya bicara mereka
agar para pelanggan tertarik.
77
Pada saat bertemu pelanggan dan saat tidak bertemu dengan pelanggan
pun adanya perbedaan cara bicara saat sedang bersama pelanggan dan tidak
bersama pelanggan. Inilah yang disampaikan Dewi
”ya pasti adalah, aku memang klo ngomong lembut saat gak ketemu
pelanggan juga lembut dan gak banyak ngomong, tapi klo lagi ketemu
pelanggan aku harus banyak ngomong lah trus rada menye-menye gitu
manja-manja dikit lah intonasi bicaranya tapi klo ngobrol sama bukan
pelanggan ya kayak gini aja gak mungkin aku menye-menye manja hehe”
(Dewi, 26 Juli 2016)
Melalalui pengamatan peneliti yang meneliti Dewi, setiap bertemu
pelanggan, dia lebih banyak bicara dan berinteraksi dengan pengunjung. Dewi
mengeluarkan sikap yang berbeda dari aslinya, menggunakan formal, terkadang
juga diberikan sedikit bahasa-bahasa yang santai namun sedikit merayu.
Menurutnya gaya berbicaranya yang berbeda dilakukan agar dapat menimbulkan
daya tarik para pelanggan. Dipanggung belakang walaupun Dewi aslinya pendiam
tetapi dia juga mempunyai sisi yang humoris saat dia sedang berkumpul bersama
teman-temannya.
Dari pengamatan peneliti dengan informan Dewi sangat terlihat jelas
bagaimana ia menyetting dirinya di panggung depan agar dapat sesuai dengan
suasana hiburan, serta menjadi magnet agar para pelanggan tertarik dengannya.
Front stage atau panggung depannya ketika tampil diatas panggung dia berusaha
lebih banyak bicara dan berusaha lebih dekat dengan pelanggan. Dari situ peneliti
melihat bahwa ada sikap yang di tutupi atau di kamuflase sedemikian rupa agar
78
dapat menyatu dan beradaptasi dengan suasana dan kepada pelanggan. Kemudian
pernyataan yang sama juga disampaikan kepada informan kedua yakni Lisa :
“Ada banget, aku kan itu sedikit rada tomboy , jadi klo ngomong gak
centil dan klo ngomong rada cablak kagak disaring, tapi beda klo lagi sama
pelanggan berbuah jadi centil dan mengemaskan haha”(Lisa, 4 Agustus 2016
Dalam hasil pengamatan peneliti juga diketahui bahwa memang ketika
Lisa berhadapan dengan pelanggan terdapat perbedaan gaya bicara yang
signifikan ketika informan di dalam ruang profesi dan ketika ia menghabiskan
waktu dengan teman – temannya atau di luar profesinya. Mulai dari nada
bicaranya yang sedikit manja, suaranya yang lemah lembut, tetapi disatu sisi Lisa
tidak bisa meninggalkan pribadinya yang rame, jadi dimanapun dia bisa
menghidupkan suasana, saat ataupun tidak bertemu pelanggan. Dilihat dari
perilakunya sehari-hari Lisa mudah sekali bergaul dengan siapapun, dia terlihat
jenaka ketika di panggung depan bukan hanya tuntutan tetapi memang saat di
panggung belakang dia seperti itu, menjadi dirinya sendiri dan serius mengemas
pesan yang ingin disampaikan saat menuju panggung depan. Di panggung
belakang Lisa sangat berbeda ketika dia menghabiskan waktu dengan teman –
temannya, suaranya yang lantang cempreng dan ia dapat bercanda sampai tertawa
terbahak – bahak dengan lepas tanpa peduli orang sekitarnya.
Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka
ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia menyebut
upaya itu sebagai “pengelolaan pesan” (impression management), yaitu teknik-
79
teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
Untuk melakukan triangulasi data maka peneliti juga mewawancarai
informan pendukung yakni mega . Menurut Mega mengenai gaya bicara dan tutur
kata adalah sebagai berikut.
“gaya bicara mereka saat bertemu pelanggan sangat berbeda dengan
aslinya, mungkin karena tuntutan dalam pekerjaan juga harus bersikap
seperti itu. Dari intonasinya ada yang lemah – lembut, ada yang santai,
ada yang manja, ada yang biasa aja ya macem – macem lah karakter
orang.”(Mega, 31 Juli 2016)
Dari pernyataan ketiga informan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang
pekerja seks komersial membawakan bahasa dan tutur kata berbeda dari yang
biasa mereka lakukan di panggung belakang. Pengelolaan kesan melalui bahasa
verbal yang dilakukan oleh pekerja seks komersial dinilai lebih dominan. Terdapat
juga beberapa aspek bahasa nonverbal yang dikelola oleh pekerja seks komersial
dalam memupuk kesan-kesan pada dirinya untuk ditunjukkan kepada pelanggan,
diantaranya nada suara (manner), gerakan tubuh (manner), penampilan
(appereance), dan ekspresi wajah (manner). Nada suara merupakan bagian dari
front pribadi. Nada suara yang mereka gunakan adalah dengan lemah lembut,
mendayu-dayu, serta sedikit merayu. Nada suara merayu dan lemah lembut
merupakan jurus utama yang digunakan oleh pekerja seks komersial untuk
pelanggan gara mereka tertarik.
80
d. Ekspresi wajah dan Setting
Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari satu atau lebih gerakan atau
posisi otot pada wajah. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi
nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang
yang mengamatinya. Ekspresi wajah merupakan salah satu cara penting dalam
menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia. Para pekerja seks
komersial sebisa mungkin men setting mood atau perasaan yang mereka alami
dengan ekspresi wajah agar dapat menyembunyikan dan dapat menjalani peran
dengan baik.
Adapun kesulitan yang dirasa oleh pekerja seks komersial seperti terkdang
tamu yang datang sering rese dan menggap para PSK seperti barang yang sudah
dibeli jadi mereka harus mnenuruti semua kemauan pelanggan dan tidak sedikit
yang meminta hal-hal aneh saat melayani pelanggan. Menurut Dewi tergadang
para tamu atau pelanggan meminta PSK Dewi menggunakan baju yang aneh-aneh
dan suka memperlakukan Dewi dengan kasar. Tetapi Dewi harus tetap melayani
karna sudah menjadi tuntutan dia sebagai seorang PSK.
Menurut pengamatan penulis, Dewi sedikit tidak nyaman dengan
pekerjaannya karena sifat dan karakter dari tamu atau pelanggan berbeda-beda,
dan Dewi terkadang sulit untuk menghadapinya tetapi Dewi harus tetap
menghadapi dengan suka cita dan selalu menunjukan ekspresi wajah yang selalu
ceria agar para pelanggan merasa diterima. Meskipun begitu Dewi merasa nyaman
dengan lingkungan pekerjaannya terutamma teman-temannya yang selalu
memberi support dan menghibur Dewi.
81
Kemudian pernyataan yang sama juga ditanyakan kepada Lisa, mengenai
hambatan atau kesulitan yang dia alami ketika mengadapi tamu atau pelanggan,
tidak jauh berbeda dengan yang Dewi utarakan bahwasannya Lisa merasa sedikit
tidak nyaman dengan para pelanggan atau tamu yang meminta Lisa melakukan
hal-hal yang aneh.
Dari kedua informan yang didapat dapat disimpulkan bahwa penting untuk
para pekerja seks komersial untuk dapat memahami karakteristik para tamu yang
berbeda-beeda sehingga mereka bisa mengatasinya setiap masalah dengan baik
dan tetap membuat tamu nyaman agar pelanggan tidak melirik PSK lain.
4.3.1.2 Interaksi pekerja seks komersial
Interaksionisme simbolik yang sering ditampilkan seorang pekerja seks
komersial contohnya bahasa verbal dan menampilkan perilaku nonverbal tertentu
serta menggunakan atribut – atribut tertentu. Seperti memakai pakaian seksi dan
minim make up yang sering mereka gunakan juga terlihat berlebihan, mulai dari
lipstick, shadow, blash on, bulu mata, contact lens, dan warna rambut yang
berarna, memakai cat kuku yang berwarna warni sehingga penampilan mereka
terkesan mencolok.
Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang
berasal dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (mind)
kemampuan PSK menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial, mengenai
diri (self) kemampuan PSK untuk mereflesikan diri dari tiap individu dari
penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan hubungan di tengah
82
interaksi sosial (society) jejaring hubungan sosial yang di bangun, di ciptakan dan
dikonstruksikan oleh PSK di tengah masyarakat, dan PSK tersebut terlibat dalam
perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela yang pada akhirnya
mengantar PSK dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.
Adapun proses komunikasi atau interaksi yang dilakukan oleh PSK kepada
pelanggan dengan cara mempengaruhi, komunikatif dan berpenampilan menarik
semua itu dilakukan hanya untuk mendapatkan feedback agar adanya pekerjaan
jangka panjang dan selalu dipilih untuk menemani pelanggan. Setelah kedua key
informan melakukan penyesuaian diri kepada tamu/pelanggan yang baru datang
ke Emporium Jakarta, kedua key informan kemudian melakukan interaksi sosial
dengan melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan individu yang ada dalam
lingkungannya. Selama proses tersebut, terjadi proses pengaruh-memengaruhi
antara individu dengan individu lainnya. Proses tersebut sesuai dengan pendapat
Narwoko dan Suyanto tentang interaksi sosial disyaratkan adanya fungsi-fungsi
komunikasi yang lebih dalam, seperti adanya kontak sosial dan komunikasi. 68
Dalam proses interaksi sosial ini terjadi proses komunikasi , dari proses
komunikasi terjadilah perubahan pemikiran yang dirasakan oleh tamu/pelanggan
pada dirinya, yang tadinya hanya datang sekali untuk iseng-iseng menjadi sering
datang. Perubahan pemikiran tersebut merupakan pengaruh dari interaksi yang
dilakukannya. Kemudian dari hasil pengamatan peneliti terhadap Dewi bahwa
68
Narwoko dan Suyanto, 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media
Group Hal.16.
83
ketika bersosialisasi kepada dengan tamu/pelanggan Dewi berusaha ramah dan
menggoda kepada siapapun yang datang.
“ya pastilah aku harus ramah dan meenggoda, klo ada tamu dateng kan
gak langsung masuk kamar gitu aja, ya kita ngobrol dulu klo emang udh
cocok baru deh, jadi sebelum masuk kamar yaa kita harus service diluar
dengan baik juga biar akrab“(Dewi,26 Juli 2016)
Dari hasil pengamatan, saat sebelum terjadinya kesepakatan untuk
akhirnya menyewa PSK komunikasi sangatlah penting untuk membuat tamu atau
pelanggan nyaman. Karena jelas sudah bahwa komunikan dalam hal ini tamu atau
pelanggan sangat menyukai seorang PSK yang mampu dan berhasil mendekatkan
dirinya dengan mereka sehingga hubungan yang terjalin diantara keduanya tidak
canggung.
Kemudian hasil pengamatan juga hampir sama kepada informan kedua yaitu Lisa.
Lisa berusaha bersikap baik dan dekat dengan tamu/pelanggan
”ya harus baik lah dan harus dideketin, apalagi klo yang baru sekali
dating ketempat kita, huuh harus bener-bener penjilatannya haha biar list
pelanggan aku tambah banyak”(Lisa,4 Agustus 2016)
Dari pernyataan Lisa diatas, dia berusaha mendekatkan diri kepada
siapapun tamu/pelanggan yang datang apalagi dengan orang yang baru kali itu
datang ketempat terebut . Menurut hasil pengamatan, daya tarik seorang seorang
PSK memang menjadi magnet bagi tamu yang datang, tidak dapat dipungkiri
seorang PSK harus cantik, komunikatif, pintar merayu
serta berpenampilan
84
menarik dengan cara cara berbusana yang tetap memperhatikan situasi dan
kondisi serta etika yang berlaku di tempat hiburan tersebut berlangsung. Karena
daya tarik fisik tersebut merupakan faktor utama yang pertama dilihat dari seorang
PSK oleh pelanggannya, sehingga
apabila
memenuhi kriteria tersebut
tamu/pelanggan akan menggunakan jasa mereka.
Menurut Mulyana, pendekatan dramaturgi Erving Goffman berintikan
pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin
mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya, sehingga
setiap orang melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kajian dramaturgi
menganggap kehidupan diibaratkan sebagai pertunjukan drama, dimana individu
merupakan aktor dalam kehidupan. Kajian dramaturgi berintikan bahwa setiap
aktor berperilaku bergantung pada peran sosialnya dalam situasi tertentu.69
4.3.2 Panggung Tengah (Middle Stage)
Panggung tengah adalah sebuah panggung lain di luar panggung resmi saat
sang aktor mengkomunikasikan pesan-pesannya, yakni panggung depan (front
stage) saat mereka beraksi di depan khalayak tetapi juga di luar panggung
belakang (back stage) saat mereka mempersiapkan pesan pesannya. Panggung
tengah merupakan sebuah panggung diantara panggung depan (front stage) dan
panggung belakang yang menjadi tempat persinggahan para pekerja seks
komersial. Panggung tengah juga meliputi berbagai kegiatan dan aktifitas nya
69
Deddy Mulyana.Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu
Sosial Lainnya, PT. Remaja Ros dakarya, Bandung, 2003 hal. 109
85
diluar pekerjaannya ketika waktu senggang seperti berkumpul dengan temanteman.
Disinilah para Pekerja seks komersial menyiapkan semua perlengkapan dari
mulai berganti pakaian, bersolek, penyimpanan barang bahkan bisa menjadi
tempat curahan hati para PSK. Dari hasil pengamatan kesiapan Dewi sebelum
bertemu dengan pelanggan adalah mengganti pakaian dan bersolek,.
“persiapannya yang seperti biasa dandan, catok rambut, nyiapin baju dan
aksesoris buat dipake dan ganti baju, aku juga harus jaga kesehatan karna
kan aku kerja malam jadi harus bener-bener dijaga banget.” (Dewi, 26 Juli
2016)
Hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Dewi mempersiapkan
segala hal sebelum ia bertemu dengan pelanggan, ia menyiapkan mulai dari baju
yang akan ia pakai, berganti pakaian dan aksesoris apa saja yang akan ia pakai
nanti agar terlihat cantik, anggun dan menarik.
Kesiapan yang dilakukan oleh Lisa pun hampir sama dengan Dewi.
“persiapan sebelum kerja ya harus make-up an, ganti baju, karena ga
mungkin aku gak keliatan cantik. Nata rambut, siap-siap deh biar keliatan
cantik depan tamu hehe” (Lisa, 4 Agustus 2016)
Hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa lisa mempersiapkan
segala hal yang di perlukan pada saat ia tampil, mulai dari ujung rambut hingga
kaki ia pikirkan. Ia ingin tampil sesempurna mungkin.
86
4.3.3
Panggung Belakang (Back Stage)
Pada panggung belakang pekerja seks komersial ini individu akan tampil
“seutuhnya” dalam arti identitas aslinya. Di area panggung inilah seorang pekerja
seks komersial cenderung menunjukan sifat keasliannya, kontras dari sifat ketika
ia berada di panggung depan. Aktor atau pekerja seks komersial disini adalah
individu yang tak berbeda dengan individu lain sebagai warga di lingkungan
temapat tinggalnya. Di panggung belakang inilah seorang aktor bersikap lebih apa
adanya dan menghilangkan kesan sama seperti ketika ia berada di panggung
depan.
Rumah adalah tempat dimana aku merasa bisa pulang (quote by Leila S).
Dimana kita tinggal atau biasa di sebut tempat tinggal. Dewi berdomisili atau
bertempat tinggal di daerah Bandung, Dewi tinggal bersama ibu, adik serta ayah
tirinya dikarenakan ayah kandungnya sudah meninggal sejak Dewi berusia 13
tahun.
Di sini bisa terlihat perbandingan antara penampilan “palsu” dengan
keseluruhan kenyataan diri seorang aktor. Ketika berada di dalam rumah,Dewi
berperilaku selayaknya wanita biasa dan berperilaku baik kepada tetangga
disekitarnya.
“kalo dirumah ya aku kayak orang biasa aja, selayaknya orang biasa aku
pake baju biasa gak pernah pake baju seksi, dan gak pernah make up,
ngobrol sama tetangga aku dan temen-temen disekitar kampung. Aku juga
biasa bantu-bantu ibu nyuci dan kegiatan rumah tangga lainnya. ”(Dewi,
26 Juli 2016)
87
Dilihat dari hasil pengamatan ketika informan berada di lingkungan
rumah, dia mempunyai pribadi yang baik, ramah dan santun. Dewi tidak sungkansungkan menegur/menyapa tetangganya yang sedang duduk ngobrol, Dewi juga
suka mengikuti kegiatan remaja desa. Menurutnya dengan mengikuti kergiatan
remaja desa, dia bisa lebih mendekatkan diri kepada tetangga-tetanga. Penulis
mendapati bahwa tidak ada yang di manipulasi Dewi, tidak memakai make-up,
dengan kerudung, dan memakai kaos sesekali dasteran. Terkadang Dewi juga
bersenda gurau diruang televisi dengan ibu dan adiknya serta tertawa bebas. Dewi
sangat hobi memasak, setiap kali ada waktu luang dia selalu menyempatkan
memasak untuk ibu ayah serta adiknya.
Saat Dewi kuliah pun Dewi berpenampilan biasa saja, walaupun masih
menggunakan pakaian yang cukup modis tetapi dia jarang menggunakan riasan
wajah dan Dewi tetap menggunakan kerudung. Dewi bermain bersama temanteman kampus selayaknya mahasiwa biasa Dewi pernah ikut dalam organisasi
kampus walaupun sekarang tidak dilanjutinya karena pekerjaannya yang tidak
memungkinkan mempunyai keggiatan yang banyak diluar pekerjaannya.
Semenjak Dewi menjalani hidupnya menjadi pekerja seks komersial,Dewi
hanya pulang sesekali kerumahnya. Sedangkan di Jakarta Dewi tinggal di mess
yang sudah disiapkan. Saat Dewi berada di belakang panggung, dia terkesan apa
adanya tanpa ada yang di tutup-tutupi, menurutnya ketika dia berada didalam
rumah tidak ada lagi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan dia banyak bicara,
Dewi bisa leluasa dalam bertindak dan berpenampilan. Tidak ada dari penampilan
88
dan sikapnya yang dimanipulasi (back stage). Karena menurutnya laingkungan
yang paling menerima dia dengan keadaan apapun adalah keluarganya.
Kemudian peneliti juga menanyakan kepada sahabat dekat dikampus Dewi
yakni Fitri sebagai informan pendukung mengenai perilaku Dewi ketika berada di
luar profesi. Dan pernyataan nya adalah sebagai berikut:
“Dewi orangnya emang sedkiti pendiam jarang ngomong klo gak kenalkenal banget, semua yang dilakuin Dewi, selalu curhat sama aku. Mau
sedih senang ataupun susah, ya curhatnya pasti ke aku” (Fitri, 26 Juli
2016)
Dari hasil wawancara dengan Sahabat, komunikasi dan interaksi Dewi dan
sahabatnya Fitri terbilang harmonis dia juga terbuka kepada Fitri. Tidak ada hal
yang ditutupi apapun dari dirinya. Dengan Fitrilah Dewi bisa mengeluarkan isi
hati yang tidak bisa dia ceritakan kepada orang lain.
Kemudian peneliti beralih kepada informan kedua yakni Lisa, saat ditemui
di luar profesinya, Lisa sedikit tomboy dengan menggunakan pakaian yang tiak
biasanya saat bekerja dan juga tanpa riaan make up. Lisa juga sangat humori dan
berbicara ceplas-ceplos sbeberapa kali erring melontarkan candaan.
Hampir sama seperti yang dijelaskan oleh Dewi, Lisa juga dalam
menjalani kehidupan di luar panggung cendrung menunjukan karakter aslinya.
Dan pernyataan nya adalah sebagai berikut:
“aku tuh sebenernya tomboy banget haha biasa pake kaos doang gak
make up, baru kenal make up ya gara-gara kerja begini aja. Aku juga
rada ceplas ceplos sih aslinya, ya karena kerja gini aja jadi ngomong
89
dijaga, karna disuruh bos ku ngomong dijaga ya harus dijaga biar gak
disamain sama yang dipinggir jalan hehe. Trus kalo aku pulang kerumah
ya biasa suka jadi pembantu dirumah sendiri haha bantuin ibu beres-beres
rumah yaa kegiatan biasa dirumah deh” (Lisa, 4 Agustus 2016)
Menurut pengamatan penulis dapat dijelaskan bahwa Lisa adalah seorang
yang sangat humoris dan ceplas-ceplos dalam berbicara. Gayanya yang tomboy
sangat berbeda dari kebiasaan saat bekerja dan Lisa merasa nyaman dengan
kepribadian yang seperti itu. Kegiatan diluar profesinya, Lisa masih sering
bertemu dengan temen-teman dekatnya saat dia mempunyai waktu luang, dengan
meluangkan aktu dengan teman-teman diluar profesinya, dia merasa bisa menjadi
diri sendiri.
Saat Lisa pulang kerumah dan bertemu keluarganya, Lisa pun masih sering
bergaul dengan tetangga-tetangganya dan membantu ibu dalam urusan rumah
tangga. Walaupun ibunya jarang mengotrol Lisa dan menanyakan kabar saat Lisa
di Jakarta, tetapi Lisa tetap anak yang berbakti kepada orang tuanya saat Lisa
mengunjungi keluarga di rumah..
Peneliti juga menayakan pertanyaan yang sama kepada teman dekat
Lisayang sering dijumpainya saat di Jakarata yakni Tamy, karena Tamy teman
sekaliggus tetangganya sewaktu di Bandung dan ikut merantau dengan Lisa. Dan
peryataanya adalaah sebagai berikut:
“ Dia klo dirumah mah baik banget suka jadi pelawak bikin orang ketawa,
beda banget si emang sama hidupnya di Jakarta klo balik kerumah yaa
90
kembali seperti Lisa yang sederhana. Diantara teman-teman lain dia
sering jadi orang yang dengerin kita curhat soalnya dia paling dewasa
bukan umurnya ya haha klo umur emang udh tua hehehe”(Tamy, 4
Agustus 2016)
Menurut penelitin peneliti Lisa sosok perempuan yang sangat dewasa dan
humoris, terbukti saat temannya Tamy mengatakan bahwa Lisa orang yang sering
dijadikan tempat curhat dan cerita saat teman-temannya senang mapun sedih.
Lisa juga mempunyai kepribadian yang sangat berbeda ketika berada di tempat
profesinya dan pada saat dirumah. Di panggung depan puspa layaknya seorang
PSK, dengan hidupnya yang bebas dan berpakaian glamour berusaha membuat
prang tertarik dengannya, sedangkan berada dirumah dia menjadi sosok yang
sangat sederhana yang dicintai oleh orang-orag terdekatnya
Setiap
manusia
pada
dasarnya
ingin
menunjukan
karakter
diri
sesungguhnya di lingkungan pribadinya, tetapi yang di lihat kebanyakan manusia
yang tidak mengetahui siapa dirinya sendiri, itulah kelemahannya. Mungkin ada
beberapa persen sisi lain yang tentu tidak mungkin ditampilkan, sisi yang tidak
bisa dijual, bahkan kadang-kadang ada PSK yang sangat menutupi karakternya.
Kemudian penulis juga meneliti bagaimana pakaian yang di kenakan
ketika berada di luar profesi dan cara PSK berpakaian sama sekali tidak
dipengaruhi oleh profesinya sebagai pekerja seks komersial.
Menurut hasil pengamatan, ketika berada dilingkungan rumah maupun
dikampus Dewi cenderung memakai pakaian yang sopan agar dapat menyatu
dengan lingkungannya. Pakaian yang longgar dan tertutup yang dikenakan Dewi
91
sehari-hari. Pada saat pekerja seks komersial berinteraksi dengan masyarakat luas
tentunya apa yang di tampilkan adalah itu yang menjadi perhatian oleh
masyarakat. Seperti pakaian yang di kenakan itu adalah salah satu cara untuk
menunjukan siapa dan bagai mana, selain itu juga sikap dan perilaku PSK pada
saat berkomunikasi yang senantiasa lebih memperlihatkan diri kita seperti apa.
Selain itu juga cara bertutur dan gaya bahasa kita tersebut menunjukan apakah
pekerja seks komersial dapat dinilai baik atau malah tidak baik.
Selanjutnya peneliti menanyakan hal yang sama kepada Lisa. Dan tanggapan nya
adalah sebagai berikut.:
“ kan aku bilang aku orangnya tomboy ya dirumah gak mungkin lah pake
baju sexy-sexy, gak enak juga lah mnamanya rumah aku dikampung masa
aku pake baju sexy yang ada jadi omongan”(Lisa, 4 Agustus 2016)
Dari hasi wawancara diatas, ketika berada di dalam lingkungan rumah Lisa
sangat menjaga cara berpakaian nya. Lisa yang sedikit tomboy lebih sering ,
mengenakan kaos yang longgar. Lisa menyesuaikan penampilannya ketika berada
di dalam rumah, dia tidak mau repot-repot memanipulasi penampilannya. Lisa
juga tidak ingin adanya tanggapan buruk dari para tetangga apabila dia memakai
pakaian yang kurang sopan. Pakaian PSK memang identik dengan penampilan
seksi dan pakaian serba pendek, tetapi diluar profesinya Lisa merasa tidak nyaman
saat menggunakan baju yang terbuka.
Dapat disimpulkan dari kedua informan diatas, bahwa mereka dapat
menyesuaikan pakaian yang mereka kenakan. Pakaian memang bukan hanya
sekedar berfungsi untuk menutupi dan melindungi tubuh. Tetapi pakaian akan
92
menjadi sebuah identitas bagi si pemakainya. Karena secara taksadar pakaian
memang menonjolkan diri seseorang “inilah aku. Aku seperti ini”. Bahkan dari
cara berpakaian itu bisa membuat dan meninggalkan kesan mendalam pada orang
lain. Menurut kedua infroman diatas gunakan lah pakaian yang sesuai dengan
situasi dan kondisi, karena dengan pakaian itu orang lain telah membentuk image.
4.4
Dramaturgi Pekerja Seks Komersial
Dari deskripsi hasil penelitian yang telah diuraikan diatas maka peneliti
akan membahas mengenai Presentasi Diri pekerja Seks Komersial Emporium
Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi diri Pekerja Seks Komersial di
Emporium Jakarta). Hal ini terbukti dengan adanya peran yang mereka mainkan
yaitu panggung depan dan panggung belakang. Setelah melakukan wawancara
dari kedua informan utama dan tiga informan pendukung dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa seorang pekerja seks komersial
hampir semuanya
memerankan panggung depan dengan baik.
Pengelolaan kesan yang dilakukan meliputi manipulasi simbol-simbol
seperti cara berpakaian, gaya bahasa, serta sikap dan perilaku yang meliputi ruang
lingkup keluarga dan lingkungan sekitar, mulai dari bagaimana cara mereka
bersikap ketika bersosialisasi dengan rekan-rekannya baik ketika berada di tempat
bekerja maupun diluar tempat bekerja . Selain itu juga para pekerja seks komersial
membatasi sikap mereka ketika berada di dipanggung depan hal ini bertujuan
untuk mengkamuflase diri mereka sendiri, gaya bicara yang mereka gunakan pun
pada saat berada dipanggung depan benar-benar dijaga.
93
Berprofesi sebagai seorang pekerja seks komersial tidak semudah seperti
yang dibayangkan, mereka berperan ganda sebagai PSK (pekerja seks komersial)
dan sebagai seorang mahasiswi ataupun buruh. Terlepas dari begitu banyak
masalah yang menimpa mereka, atau mungkin ada hal-hal yang dapat merusak
suasana. Hal itu semua seharusnya dikesampingkan dahulu demi terpenuhinya
sikap profesionalisme, di mana ketika dia harus membawa suasana menjadi
senang, ramai, menemani sesuai keinginan pelangan dan harus dapat membuat
suasana seperti itu tanpa harus melihat problema apa yang sedang dia rasakan.
Pada saat memerankan peran di panggung depan pengelolaan kesan yang
dilakukan meliputimanipulasi simbol-simbol seperti cara berpakaian, make-up
(tata rias), aksesoris, gaya bahasa, serta sikap dan perilaku yang meliputi ruang
lingkup masyarakat dan keluarga mulai dari bagaimana cara mereka bersikap
ketika bersosialisasi dengan rekan-rekannya baik ketika berada di rumah, tempat
kerja, ataupun lingkungan sekitar. Selain itu juga para pekerja seks komersial
membatasi sikap mereka ketika berada di dipanggung depan hal ini bertujuan
untuk mengkamuflase diri mereka sendiri, gaya bicara yang mereka gunakan pun
pada saat berada dipanggung depan benar-benar dijaga, sehingga orang lain
menganggap bahwa mereka adalah sosok yang tampil sempurna untuk
mendampingiatau menemani tamu. Di depan publik mereka benar-benar
menunjukan sosok yang sempurna dengan penampilan hingga tutur bahasa
mereka di batasi guna tampil sempurna didepan publik.
Mereka berperan layaknya aktris atau aktor dalam suatu pertunjukan
drama panggung, dalam hal ini Kondisi akting di front stage adalah adanya
94
penonton melihat kita sedang berada dalam kegiatan pertunjukan. Saat itu kita
berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami
tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibahasi oleh konsep-konsep drama
bertujuan untuk membuat drama yang berhasil.
Pada panggung belakang ini para pekerja seks komersial benar-benar
memainkan sebuah peran yang utuh/sesungguhnya, mereka tidak seperti pada saat
berada dipanggung depan yang menutupi keadaan mereka. Berdasarkan hasil
wawancara dengan informan mereka pada saat di panggung belakang benar-benar
menunjukan karakter diri mereka yang seutuhnya. Pada panggung belakang ini
perilaku pekerja seks komersial benar-benar ditunjukan dan tidak ada batasan
yang mereka sembunyikan dari karakter dirinya, pada saat bergaul dengan teman
sesama profesi bahkan teman diluar profesi. Back stage adalah keadaan dimana
mereka berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton.
Sehingga mereka dapat berprilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku
bagaimana yang harus mereka bawakan. Perilaku manusia adalah sekumpulan
perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi,
nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan
ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku
menyimpang.
Back stage adalah keadaan dimana mereka berada di belakang panggung,
dengankondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga mereka dapat berprilaku
bebas tanpa memperdulikan perilaku bagaimana yang harus mereka bawakan. Di
wilayah panggung belakang pekerja seks komersial memikirkan konsep seperti
95
apa yang akan mereka buat untuk tampil di panggung depan, seperti
mempersiapkan baju, dan juga alat make up.
Dalam panggung belakang ini sudah jelas bahwa pekerja seks komersial
benar-benar menyiapkan sesempurna mungkin untuk tampil di panggung depan.
Mereka menyiapkan penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dalam hal
inilah pekerja seks komersial mencitrakan dirinya sendiri. Pencitraan diri yang di
buat oleh pekerja seks komersial tidak hanya pada saat mereka berada di tempat
kerja, melainkan di kehidupan mereka sehari-hari.
Pekerja seks komersial dalam konteks dramaturgi yaitu posisi mereka atau
keadaan mereka pada saat berada di panggung depan, dan panggung belakang.
Dalam hal ini mereka memiliki suatu peran yang sangat berbeda. Mereka
berdramaturgi dalam proses kehidupannya, kehidupan mereka diibaratkan sebagai
permainan peran. Tentu permainan peran yang dimainkan oleh mereka tersebut
disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai sebelumnya. Entah itu hanya
sekedar untuk menciptakan kesan tertentu tentang diri mereka dihadapan
penonton ataupun suatu bentuk penghargaan lainnya yang mereka peroleh dari
permainan peran tersebut. Para pekerja seks komersial dalam penelitian ini
mampu memainkan tiga peran yang berbeda dalam proses kehidupannya, seperti
dari cara berpenampilan, gaya bicara, cara mereka berinteraksi, aktifitas dan
rutinitas mereka dijalankandalam dua peran yang berbeda, dan mereka mampu
menjalankan peran tersebut secara bersamaan. Hal ini terbukti dengan adanya
peran yang mereka mainkan yaitu panggung depan dan panggung belakang,
dimana terdapat keragaman yang muncul
96
Terdapat beberapa faktor yang membuat mereka memutuskan memilih
menjadi seorang PSK (pekerja seks komersial) salah satunya adalah faktor
ekonomi keluarga, namun kebanyakan mereka menjadikan pergaulan dan ingin
memenuhi gaya hidup yang mewah sebagai faktor utama, karena tidak semua
PSK berasal dari keluarga biasa. Mereka mendapatkan kepuasan tersendiri baik
materi, gaya hidup dan barang yang mereka inginkan.
Menjadi seorang pekerja seks komersial terdapat hal-hal yang beresiko
misalnya sanksi sosial, mereka takut identitasnya terbongkar atau diketahui oleh
orang banyak, sehingga membuat dia di diskriminasi oleh lingkungannya.
Khususnya lingkungan rumah. Dan pekerjaan sebagai PSK (pekerja seks
komersial) yang selalu berganti-ganti “klien” beresiko terjangkit penyakit karena
tidak semua “klien” mau menggunakan alat pengaman.
Para PSK (pekerja seks komersial) dalam penelitian ini mampu
memainkan dua peran yang berbeda dalam proses kehidupannya, seperti dari cara
berpenampilan, gaya bicara, cara mereka berinteraksi, aktifitas dan rutinitas
mereka dijalankan dalam dua peran yang berbeda, dan mereka mampu
menjalankan peran tersebut secara bersamaan dengan baik.
4.5
Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial
Presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan
tertentu didepan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain
memaknai identitas dirinya sama dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses
produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan
97
mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung
identitas yang ditampilkan secara menyeluruh.
Pekerja seks komersial memperesentasikan dirinya di panggung depan
dengan perencanaan dan pengelolaan yang mencakup sikap dan perilaku yang
mengharapkan penilaian yang serupa dengan apa yang diinginkannya. Menjalani
peran sebagai PSK dengan baik menjadi salah satu bentuk presentasi diri yang
diupayakan dan dikelola sedemikian rupa oleh mereka. Kondisi dimana tuntutan
panggung depan harus memberikan hasil atau menciptakan kesan sesuai dengan
apa yang diharapkan.
Mereka membentuk konsep ideal yang akan mereka perankan di panggung
depan yakni seorang pekerja seks komersial yang memanipulasi simbol-simbol
dengan cara berpakaian glamour, sexy dan terbuka, make-up (tatarias) yang tebal,
memakai aksesoris-aksesoris, menggunakan gaya bahasa yang sopan dan
menggoda dengan kontak fisik yang diperlukan guna mendukung performance
mereka ketika di panggung depan.
Kondisi ideal. di panggung depan akan berubah drastis dan tidak mungkin
ditemukan di panggung belakang. Cara mereka mempresentasikan diri di
panggung depan penuh dengan settingan dan perencanaan yang matang.
Kemampuan menyebelahkan dua sisi kehidupan yang sangat berbeda yang harus
dijalani dan dilakoni setiap saat membentuk mereka menjadi pribadi yang terbiasa
menampilkan apa yang diharapkan oleh masing-masing peran dalam panggung
bukan apa yang mereka inginkan.
98
Hal berbeda terlihat pada identitas yang ditampilkan di panggung depan.
Apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka harapkan dari dunia panggung
depan terhadap peran yang mereka lakoni. Bias terlihat adanya sebuah beban atau
sebut saja tanggung jawab yang harus mereka penuhi, harapan dan kebutuhan
yang diciptakan.
Dalam mempresentasikan diri para pekerja seks komersial terlihat adanya
ketimpangan antara kedua panggung. Bagimanapun para pekerja seks komersial
mempresentasikan diri dalam dua panggung yang mereka miliki, kemampuan
untuk mengolah pesan di masing-masing panggung tentu saja memiliki
konsekuensi dan tantangan tersendiri. Setidaknya kedua panggung yang memiliki
karakter dan ciri yang jauh berbeda harus tetap dijalani dengan sama baiknya oleh
mereka. Adapaun sebutan sebagai pekerja seks komersial sekalipun tidak dapat
merepresentasikan diri mereka sesunguhnya di kedua panggung dengan baik.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dari bab sebelumnya, maka peneliti menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Front Stage (Panggung Depan)
Pada panggung depan seorang pekerja seks komersial hampir semua dari
mereka melakukan kamuflase dan memerankan panggung depan, yang
dilakukan meliputi manipulasi simbol-simbol dengan cara berpakaian
glamour, sexy dan terbuka, make-up (tatarias) yang tebal, memakai aksesorisaksesoris, menggunakan gaya bahasa yang sopan dan menggoda dengan
kontak fisik yang diperlukan guna mendukung performance mereka ketika di
depan tamu dan alasan PSK berpenampilan seperti itu karena adanya faktor
ekonomi dan juga gaya hidup yang memerlukan banyak uang .
2. Middle Stage (panggung Tengah)
Panggung tengah (middle stage) panggung tengah merupakan area transisi
PSK dari panggung belakang menuju panggung depan. pada panggung tengah
ini adalah tempat dimana kedua informan peneliti melakukan berbagai macam
kegiatan untuk mempersiapkan segala
hal
yang dapat
mendukung
penampilannya ketika berada di panggung depan, mulai daripersiapan
99
100
pakaian,, aksesoris, dan make up. Dipanggung tengah ini juga merupakan area
yang dipakai mereka untuk menyiapkan mental dan melakukan suatu diskusi
dengan teman sesama PSK ataupun dengan sang germo pada saat akan masuk
ke dalam panggung depan, panggung pertunjukan agar mendapatkan suatu
kesan atau penampilan terbaiknya.
3. Back Stage (Panggung Belakang)
Back Stage dipahami subjek penelitian sebagai panggung di mana mereka
bisa memperlihatkan status asli, sebagai mahasiswa dan terlepas dari status
PSK . Di panggung ini mereka mempunyai keleluasaan dalam menjadi dirinya
sendiri dan bersosialisasi, di mana tujuannya adalah mencapai suatu
kebutuhan psikologis seperti diterima, dihargai, memperoleh rasa aman dan
nyaman serta afeksi (kasih sayang) dan sebagainya.
Pekerja seks komersial ini memainkan peran yang utuh/sesungguhnya,
dalam hal ini mereka memiliki suatu peran yang sangat berbeda. Mereka
berdramaturgi dalam proses kehidupannya, yang berbeda adalah ketika
mereka menunjukan penampilan tanpa adanya manipulasi dari segi pakaian
maupun make-up dan emosi yang sedang dirasakan, seperti ketika sedang
jatuh cinta atau putus cinta, mereka ungkapkan di panggung belakang.
4. Presentasi Diri
Dalam penelitian ini, seorang pekerja seks komersial melakukan
kamuflase ketika berada ditempat kerja mereka berbicara dengan sopan dan
101
lembut yang sedikit berbeda dari kebiasaannya. Berprilaku manja saat bertemu
tamu/pelanggan dan juga menggunakan pakaian yang seksi dan terbuka
dengan make-up yang tebal. Tetapi pada saat mereka berada dilingkungan
pergaulannya atau lingkungan rumah mereka sedikit banyaknya menunjukan
karakter yang sebearnya, misalnya dari cara berpakaian yang hanya
mengenakan kaos tanpa harus mengenakan baju bagus atau minim dan leluasa
mengeluarkan jati diri mereka sesungguhnya.
5.2
Saran
Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan suatu
masukan berupa saran-sarran yang bermanfaat bagi semua pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini. Adapun saran-saran yang peneliti berikan
setelah permasalahan ini adalah :
1. Saran Teoritis
Sebaiknya para peneliti dapat membuat penelitian yang lebih
menarik dan dapat dijadikan refrensi bagi para peneliti sesudahnya agar
semakin para peneliti di Indonesia semakin kreatif dan kaya ilmu dan
diharapkan dapat mencari cara-cara baru yang lebih menarik dalam
meneliti penelitian yang sama sehingga terdapat ilmu baru. Pengamatan
mengenai studi dramaturgi tentang PSK disarankan lebih spesifik dan
mendalam dalam pembahasan. Untuk memperjelas data yang diperoleh,
disarankan untuk lebih membaca referensi-referensi dari berbagai
102
literatur baik buku dalam negeri maupun luar negeri sebagai tambahan
yang lebih luas dan mendalam.
2.
Saran Praktis
Setelah penelitian ini selesai, diharapkan para pekerja seks komersial
malam dapat mengevaluasi panggung depan dan panggung belakang
mereka masing-masing, sehingga menjadi lebih baik lagi. Dan dengan
adanya penelitian ini para pekerja seks komersial dapat lebih memahami
dan memaknai panggung depan dan panggung belakangnya tersebut.
103
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian uuntuk Public Releation Kuatitatif
dan Kualitatif,Remaja Rosdakarya Bandung
Effendy, Onong Uchjana. 2001,. Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja
Rosdakarya
Hardjana,
Agus.
(Jogjakarta:Kanisius)
Komunikasi
Intrapersonal
dan
Interpersonal
Hidayat, Dedy. 2003. Paradigma dan Metodologi Penelian Sosial Empirik Klasik.
Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia
Kadir, Hatib Abdul.2007. Tangan Kuasa dalam Kelamin: Telaah Homoseks,
Pekerja Seks, dan seks bebas di Indonesia. Yogyakarta:INSISTPress,
Kriyantono, Rachmat.2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta, Kencana
Meleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2001. Human Communication (prinsip-prinsip dasar). Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Mulyana, Deddy. 2006. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualiatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Narwoko dan Suyanto, 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta:
Kencana Media Group
Pawito. 2007. Penelitian komunikasi kualitatif (Lembaga Kajian Islam dan Sosial
(LKIS), 2007)
104
Polomo, Margaret. 2000. Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Ritzer ,George. 2007. Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda,
Rajawali Grafindo Persada. Jakarta
Ruslan, Rosady. 2006. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi.
Jakarta: Raja GrafindoPersada,
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia
SUMBER LAIN :
Subadara, I Nengah. 2007. “Bali Tourism Watch : Keberadaan Pekerja Seks
Komersial
sebagai
dampak
negative
Pariwisata
di
Bali”
http://www.subadara.wordpress.com.
Yoga puspasari, Paper pekerja Seks Komersial
http://yogapuspasari.blogspot.co.id/2014/09/paper-pekerja-seks-komersialpsk.html
105
PEDOMAN WAWANCARA
Judul Skripsi
:
Presentasi Diri Pekerj Seks Komersial Emporium
Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri
Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta)
Fokus Wawancara
:
Front stage (Panggung Depan)
pekerja seks
komersial
Back stage (Panggung Belakang) pekerja seks
komersial
Pertanyaan untuk focus wawancara: Front Stage (Panggung Depan)
1. Sudah berapa lama anda menjadi seorangPekerja seks komersial (PSK)?
2. Bagaimana proses anda menjadi seorangpekerja seks komersial (PSK) ?
3. Apa yang melatarbelakangi menjadi pekerja seks komersial (PSK) ?
4.
Bagaimana perilaku anda ketika berhadapan dengan pelanggan?
5. Adakah yang disembunyikan dari diri anda ketika anda melayani pelanggan?
6.
Apakah ada kesulitan dan hambatan yang dialami ketika melayani pelanggan?
7.
Apakaha daperbedaan cara bicara saat melayani pelanggan dan saat tidak
melayani pelanggan?
Pertanyaan untuk focus wawancara: Back Stage (belakang panggung)
1. Bagaimana perilaku anda ketika berada didalam rumah?
2. Bagaimana karakter yang anda tunjukan ketika bersosialisai di lingkungan
rumah?
3. Seperti apakah pakaian yang dikenakan ketika berada diluar profesi.
Apakah cara berpakaian ikut terpengaruh seperti saat anda menjadi PSK?
106
4. Apakah ada aktifitas yang dimiliki diluar profesi selain sebagai PSK?
Pertanyaan untuk focus wawancara
1. Bagaimana cara menarik perhatian pelanggan?
2. Seperti apa bahasa khusus seorang PSK saat berkomunikasi untuk
menyapa para pelanggan yang datang?
3.
Apakah ada symbol-simbol yang khusus yang digunakan sebagai identitas
diri seorang PSK?
4. Seperti apa fashion seorang PSK?
5. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat anda bekerja kedalam
kehidupan masyarakat ataupun sebaliknya?
107
RIWAYAT HIDUP
DHITA SEKAR ANNISA
Jl. Bendungan Jago RT.013/002 No.48
Kel. Serdang Kec Kemayoran
Jakarta Pusat
Email: [email protected]
DATA DIRI
NamaLengkap
Dhita Sekar Annisa
NamaPanggilan
Icha
Umur
22 Tahun
JenisKelamin
Perempuan
Tempat/TanggalLahir
Jakarta, 18 Nopember 1993
Status Pernikahan
Belum Menikah
108
Alamat
Jl. Bendungan Jago RT.013/002 No. 48
Kel. Sedang Kec. Kemayoran
Jakarta pusat
Email
[email protected]
Motto
Ingatlah bahwa kesuksesan selalu disertai
dengan kegagalan
RIWAYAT PENDIDIKAN
SDN Kebong Kosong 010 Jakarta
2005
SMPN 5 Jakarta
2008
SMKN 27 Jakarta
2011
One Year English Program LBPP LIA Pramuka (D1)
2012
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas
2016
RIWAYAT ORGANISASI
Komunitas Film Untirta (KOVIKITA)
2012
IMIKI (IkatanMahasiswaIlmuKomunikasi Indonesia)
2012
PanitiaFisiphoria
2013
109
PENGALAMAN BEKERJA
Praktek Kerja Lapangan Hotel Intercontinental Mid
Plaza Jakarta
2009
Dancer Stufan (Studio Fantasi) Dufan
2008-2011
Part Time at Balai Kartini Jakarta
2010
Part Time at Hotel Shangrila Jakarta
2010
Job Training Coca Cola Amatil Indonesia
2015
Download