PRESENTASI DIRI PEKERJA SEKS KOMERSIAL EMPORIUM JAKARTA (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta) SKRIPSI Diajakukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Politik Konsetrasi Humas Program Studi Ilmu Komunikasi Disusun Oleh Dhita Sekar Annisa 6662120373 PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2016 1 i ii iii iv v vi ABSTRAK Dhita Sekar Annisa, NIM 6662120373. Skripsi. Presentasi Pekerja Seks Komersial Emporium Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta). Pembimbing I: Naniek Afrilla Framaniek, S.Sos., M.Si dan Pembimbing II: Husnan Nurjuman, S.Ag., M.Si Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial Di Emporium Jakarta). Sub fokus pada penelitian ini yaitu front stage, dan juga back stage dari Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta. Kedua sub fokus tersebut diharapkan dapat mengerucutkan arah penelitian agar mendapatkan hasil yang diharapkan.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi dramaturgi, dan objek penelitiannya adalah PSK. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling, informan penelitian berjumlah dua orang dari PSK di Emporium Jakarta. Perolehan data penelitian ini berasal dari wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, penelusuran data online, dan juga studi pustaka. Teknik analisis data dengan mereduksi data, mengumpulkan data, menyajikan data, menarik kesimpulann, dan evaluasi. Serta uji keabsahan data dengan cara teknik triangulasi, diskusi dengan teman sejawat. Hasil penelitian menunjukan bahwa front stage (panggung depan) PSK yaitu menggunakan sebuah topeng dan diperankan di atas panggung pertunjukan dengan latar panggung pertunjukan mereka adalah Emporim Jakarata. Back Stage (panggung belakang) PSK yaitu menampilkan sosok seutuhnya yang tidak seperti pada saat berada di panggung depan tetapi pada saat berada dalam kehidupan sehari-hari. Kesimpulan dari penelitian ini adalah setiap PSK melakukan pengelolaan kesan dan presentasi diri pada panggung depan, dan panggung belakang. Nampak perbedaan disetiap panggungnya baik itu penampilan juga perilaku. Kata Kunci : Presentasi Diri, Dramaturgi, Pekerja Seks Komersial, Panggung Depan, Panggung Belakang vii ABSTRACT Dhita Sekar Annisa, NIM 6662120373. Thesis. The Presentation Of Self A Commercials Sex Workers (Study Dramaturgy About The Presentation Of Self A Commercials Sex Workers In Emporium Jakarta). Preceptor I: Naniek Afrilla Framaniek, S.Sos., M.Si dan Preceptor II: Husnan Nurjuman, S.Ag., M.Si This Research Aim To Understand The Presentation of Self a Commercials Sex Workers (Study Dramaturgy About The Presentation of Self a Commercials Sex Workers In Emporium Jakarta). Sub focus on research that is front stage, and also the back stage of commercial sex workers in Emporium Jakarta. The second sub focus was expected to be pursing research direction in order to get the expected results. This type of research uses a qualitative approach to the method of study and the research object dramaturgi is Commercial Sex Workers. Election of the informant using purposive sampling technique, the informant's research amounted to two people from the Commercial Sex Workers in Emporium Jakarta. The acquisition of this research data derived from observation, indepth interviews, documentation, online data search, and also studies library. Techniques of data analysis by data reduction, collect data, presenting data, drawing conclusions, and evaluation. And test the validity of the data by means of triangulation techniques, discussions with colleagues, and membercheck. Results of this research showed that the Front Stage of Commercial Sex Workers thats using a mask and played on stage performances against the backdrop of the stage their show is Emporium Jakarta. Back Stage of Commercial Sex Workers showing the figure is completely unlike on while on front stage but in was in daily life. The conclusions of this research are any Commercial Sex Workers do management impression and presentation themselves on the front stage, and the back stage. See the difference at each stage whether it was the appearance also behavior. Keywords : Self Presentation, Dramaturgi, Commercial Sex Workers , Front Stage, Back Stage. KATA PENGANTAR Assalamu’alaikumWr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT penulis panjatkan atas limpahan rahmat dan nikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi guna memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar kesarjanaan strata (S1) pada program studi ilmu komunikasi konsentrasi hubungan masyarakat di fakultas ilmu social dan ilmu politik universitas sultan ageng tirtayasa. Skripsi ini berjudul “Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Emporium Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta”. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih atas segala doa, dukungan, motivasi, bimbingan, dan bantuan yang takterhingga dalam proses penelitian serta penyusunan skripsi ini kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.PD. selaku Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Dr. Rahmi Winangsih, M.Si. selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 4. Bapak DarwisSagita, S.Ikom. selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan AgengTirtayasa. ii 4. Bapak Iman MukhromanS.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik. 5. Ibu Naniek Afrilla Framaniek, S.Sos.,M.Si. selaku DosenPembimbing I Skripsi yang membantu memberikan arahan serta masukan untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Husnan Nurjuman S.Ag., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II Skripsi Yang Membantu Memberikan Arahan Serta Masukan Untuk Menyelesaikan Skripsi Ini. 7. Seluruh Dosen Prodi Ilmu Komunikasi yang telah membimbing dan memberikan ilmunya selama di bangku perkuliahan. 8. Kedua Orang Tua saya Ibu Shinta danBapak Purwanto atas doa, dukungan, motivasi, kesabaran yang tak pernah putus. 9. Kedua Adik saya Nabilla dan Safira. Nenek saya Ibu Suryati,, Tante saya yang sudah saya anggap seperti ibu kedua yakni Ibu Pipih Restiviani, Sepupu saya Vina Sarastiani dan seluruh Keluarga besar terima kasih atasdoa, dukungan, motivasi untuk penulis. 10. Sahabat- sahabat yang tak hentinya member dukungan yakni FitriYasmi, Mega Silvia, Annisa Oktami, Tika Sartika, Yoga Permana, yang selalu menjadi penyemangat, penghibur, pendengar setia untuk doa dan dukungan nya selama ini. 11. Untuk Ananda Damar Suryadharma yang selalu memeberikan semangat serta dukungan yang tak pernah berhenti, dan terimaksih sudah menjadi partner selama 4 Tahun untuk bersama-sama menggapai cita-cita dalam iii keadaan susah dan senang dan selalu mendengarkan keluh kesah dengan sabar. 11. Teman seperjuangan menggapai sarjana Faizal Fajar, Delia Medinna, Indri Meilan Suntari, Luna Safitri, Isda Isnawangsih Muzakki, Farisa Azmi, Fahrian Ramadhan Yolanda Fatharani dan Mahdaudi, tak lupa juga Cut Aini Sebagai adik tercinta yang tak hentinya selalu member motivasi menjadi penyemangat, penghibur, pendengar setia 12. Teman Kosan Ceca Monic, Intan Atang, Carlina, Rike, Dona, Reiza, teteh Anis terimakasih untuk semua waktu dan semua masukan dan penyemangat. 13. Teman-teman Ilmu Komunikasi (Humas maupun Jurnal) 2012 untuk harihari penuh kenangan dan banyak pelajaran. 14. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsii ni. Kiranya tidak ada balasan yang lebih baik kecuali yang datang dari Allah SWT, terimakasih untuk segalanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua, khususnya bagi penulis dan pihak yang berkepentingan. WassalamualikumWr. Wb. Serang, 2016 Dhita Sekar Annisa iv DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................i LEMBAR PERSETUJUAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii DAFTAR ISI .................................................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 6 1.3 Identifikasi Masalah ..................................................................................................... 6 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................................... 7 1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................................... 7 1.5.1 Manfaat Akademis .............................................................................................. 7 1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................................................... 8 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 TinjauanTeoritis ........................................................................................................... 9 2.1.1 InteraksiSimbolik ............................................................................................... 9 2.1.2 Dramaturgi ....................................................................................................... 15 2.1.3 PresentasiDiri ................................................................................................... 18 2.1.4 Wilayah Pertunjukan ........................................................................................ 20 2.2 TinjauanKonsep ......................................................................................................... 26 2.2.1 Komunikasi ...................................................................................................... 26 2.2.2 Proses Komunikasi ........................................................................................... 27 2.2.3 Tujuan Komunikasi .......................................................................................... 28 v 2.2.4 Fungsi Komunikasi .......................................................................................... 29 2.2.5 Komunikasi Antar Pribadi ................................................................................ 31 2.2.6 Pekerja Seks Komersial .................................................................................... 31 2.3 KerangkaBerpikir ....................................................................................................... 33 2.4 Penelitian Sebelumnya ............................................................................................... 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metodologi Penelitian ...................................................................... 42 3.2 Paradigma Penelitian .................................................................................................. 43 3.3 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................................... 44 3.4 Instrumen Penelitian................................................................................................... 45 3.4.1 Sumber Data ..................................................................................................... 45 3.4.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 45 3.5 Informan Penelitian .................................................................................................... 46 3.6 Teknik Analisis Data .................................................................................................. 48 3.7 Keabsahan Data.......................................................................................................... 51 3.8 Lokasi Penelitian ........................................................................................................ 52 3.9 JadwalPenelitian......................................................................................................... 52 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deakripsi Objek Penelitian ......................................................................................... 53 4.2 Deskriptif Data 4.2.1 Profil Informan kunci ....................................................................................... 56 4.2.2 Profil Informan Pendukung ............................................................................. 58 vi 4.3 Pembahasan Penelitian ............................................................................................... 60 4.3.1 Panggung Depan Pekerja Seks Komersial .......................................................... 62 4.3.1.1 Lokalisasi ...................................................................................................... 63 4.3.1.2 Interaksi Pekerja Seks Komersial .................................................................. 72 4.3.2 Panggung Belakang(Back Stage)....................................................................... 75 4.4 Dramaturgi PekerjaSeks Komersial............................................................................ 82 4.5 Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial ..................................................................... 86 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 89 5.2 Saran .......................................................................................................................... 90 5.2.1 Akademis ......................................................................................................... 91 5.2.2 Praktis ............................................................................................................. 91 vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pekerja seks Komersial (PSK) merupakan salah satu masalah dalam masyarakat yang sangat kompleks, baik dari segi sebab, proses maupun implikasi sosial yang ditimbulkannya. Kita sering menyebut wanita penjual jasa pelayanan seksual dengan istilah PSK (Pekerja Seks Komersial), PSK berarti orang yang mempunyai pekerjaan untuk melayani kebutuhan seksual bagi orang-orang yang membutuhkannya, dengan tujuan komersial atau mencari keuntungan. Sedangkan menurut Subrada “Pekerja Seks Komersil adalah seorang wanita yang menjual dirinya, dengan melakukan hubungan seks dan bertujuan mendapatkan imbalan yaitu uang.1 Berada di tingkat ekonomi bawah membuat PSK sulit untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sehingga melanggar nilai-nilai yang berlaku di masyarakat demi terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang kurang, hal seperti ini untuk menutupi kebutuhan keluarganya yang kurang, untuk membayar hutang, untung makan sehari-hari, maupun biaya sehari-hari. Seseorang perempuan pastinya ingin tampil dengan keindahan tubuh dan barangbarang yang dikenakannya. Namun ada dari beberapa mereka yang terpojok karena masalah keuangan untuk pemenuhan keinginan tersebut maka mereka mengambil jalan akhir dengan menjadi PSK untuk pemuasan dirinya. Menutupi biaya gaya 1 Subadara, I Nengah. 2007. “Bali Tourism Watch : Keberadaan Pekerja Seks Komersial sebagai dampak negative Pariwisata di Bali” http://www.subadara.wordpress.com. Pada tanggal 3 Februari 2016 pukul 20.00 1 2 hidup, gengsi yang tinggi di jaman modern ini yang membuat PSK tidak bisa berhenti dari kerjaannya, gaya hidup yang glamour membuat mereka harus tetap bertahan.2 Seperti contohnya Emporium Jakarta, Emporium adalah sebuah tempat lokalisasi yang berada di daerah Jakarta Barat, berlokasi di sebuah ruko yang dijadikan kantor bisnis prostitusi ini dan juga tempat tinggal para PSK. Emporium berkerja sama dengan salah satu hotel di Jakarta menyediakan jasa prostitusi, dari mulai pijat plusplus, sampai menyewakan wanita untuk menemani didalam hotel maupun diluar hotel.3 Yang membedakan PSK di Emporium dengan PSK ditempat lainnya adalah PSK di Emporium dipilih dahulu oleh para mucikari dengan berbagai tes. Tes awal yang dilihat adalah mereka harus mempunyai wajah yang cantik dan badan yang bagus. Ada yang unik disini, para calon PSK tidak boleh wanita perawan, walaupun ada calon perawan mereka harus punya izin orang tua bahwasannya mereka ingin menjadi pekerja seks komersial. Tes yang lainnya adalah tes kesehatan, oleh karena itu PSK di Emporium bisa dibilang lebih bersih dari PSK ditempat lain. Karena memiliki dokter agar terhindar dari penyakit kelamin atau penyakit AIDS, walaupun sebenarnya tetap tak jarang banyak yang terkena penyakit tersebut di Emporium.4 Uang merupakan tuntutan hidup bagi setiap umat manusia, begitu juga dengan PSK, ketika PSK menyadari bahwa tidak semua lingkungan mampu untuk menerima 2 Hatib Abdul Kadir. Tangan Kuasa dalam Kelamin: Telaah Homoseks, Pekerja Seks, dan seks bebas di Indonesia. Yogyakarta:INSISTPress,2007, hlm.21 3 Wawancara dengan Dewi (PSK) 9 Januari 2016 4 Wawancara dengan Dewi (PSK) 9 Januari 2016 3 kehadirannya, maka ia melakukan pemeranan karakter-karakter tertentu. Ada suatu pengelolaan pesan yang ia ciptakan untuk memberikan pemahaman kepada lingkungan tertentu, sesuai dengan apa yang ia harapkan. Yang menarik pada PSK di Emporium ini, para PSK kebanyakan dari wilayah luar Jakarta. PSK Emporium mengaku bahwa mereka merantau ke Jakarta untuk mendapatkan pekerjan yang layak. Tapi apalah daya, kota Jakarta yang keras dan banyaknya persaingan di Jakarta membuat para perantau mengambil jalan pintas. Kebanyakan dari mereka mengaku kepada keluarga bahwa mereka merantau ke Jakarta untuk bekera sebagai pekerja konveksi, buruh, ataupun tak sedikit yang mengaku mereka bekerja untuk perusahaan besar. Yang lebih menarik lagi beberap PSK di Emporium datang ke Jakarta untuk berkuliah, tapi kebutuhan gaya hidup mereka yang mengikuti jaman tak sesuai dengan uang yang diberikan orang tua, sehingga mereka mencoba jalur pintas. Pada dasarnya semua manusia juga melakukan suatu pemeranan karakter dalam kehidupannya, seperti dijelaskan oleh Goffman, “norma-norma, nilai-nilai, dan informasi budaya memberi mereka suatu peran seperti insinyur, polisi atau istri, ini dilaksanakan sesuai dengan tuntutan “skenario” di mana aktor tersebut harus memenuhi peran tersebut”. Namun ketika seorang individu menjadikan individu lain atau komunitas tertentu sebagai “sasaran” melalui kumpulan simbol-simbol presentasi dirinya, individu atau komunitas lain itu bisa “tertipu” dan hanya mengasumsikan pada apa yang terlihat di “permukaanya” saja. 5 5 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 105 4 Begitu pula halnya dengan PSK, dalam Presentasi diri seorang PSK dapat memainkan berbagai peran dan mengasumsikan identitas yang relevan untuk mendefinisikan sesuatu yang ingin ditonjolkan dari dirinya. Ada simbol-simbol tertentu yang tercakup dalam presentasi dirinya diciptakan, baik itu berupa komunikasi verbal maupun nonverbal yang dapat digunakan untuk memperkuat identitas peran yang ia mainkan. Presentasi diri itulah yang dijelaskan Goofman sebagai bagian dari pesan seorang individu sebagai aktor yang bermain diatas panggung sesuai dengan tuntutan skenario. Pengelolaan kesan (Impression Management) ditemukan dan dikembangkan oleh Erving Goffman pada tahun 1959, dan telah dipaparkan dalam bukunya yang berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life”. Pengelolaan kesan juga secara umum dapat didefinisikan sebagai sebuah teknik presentasi diri yang didasarkan pada tindakan mengontrol persepsi orang lain dengan cepat, dengan mengungkapkan aspek yang dapat menguntungkan diri sendiri atau tim. 6 Presentasi Diri ini dilakukan ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain dan mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya, melalui sebuah pertunjukan diri yang mengalami setting di hadapan khalayak. Dalam sebuah pertunjukan ini kebanyakan menggunakan atribut, busana, make-up, pernak-pernik, dan alat dramatik lainnya. 7 Goffman menyebut pertunjukan (performance) merupakan aktivitas untuk mempengaruhi orang lain. Sebuah pertunjukan yang ditampilkan seseorang 6 7 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. Hlm 112 Ibid. hlm 110 5 berdasarkan atas perhitungan untuk memperoleh respon dari orang lain. Penampilan serta perilaku seseorang dalam sebuah interaksi merupakan suatu proses interpretif, yang dimana tujuannya agar terbentuknya sebuah persepsi yang merupakan hasil dari suatu interpretasi yang dilakukan orang lain.8 Goffman memandang ini dengan perspektif Dramaturgi. Berdasarkan hasrat dasar manusia, secara ilmiah manusia memiliki kekuatan yang dapat menguasai sikap dan tindakannya. Manusia mempunyai kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya. Untuk itu dia menempuh jalan bertemu dengan orang lain yang melakukan pertunjukan dan memproyeksikan diri dengan peranan-peranan yang melakonkan hidup dan kehidupan di atas pentas secara khayali.9 Dramaturgi yang diperkenalkan oleh Goffman adalah perspektif yang didalami berdasar dari segi sosiologi, dan menyatakan : “Perspektif yang digunakan dalam laporan ini adalah perspektif pertunjukan teater; prinsip-prinsipnya bersifat dramaturgis. Saya akan membahas cara individu menampilkan dirinya sendiri dan aktivitasnya kepada orang lain, cara ia memandu dan mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadapnya, dan segala hal yang mungkin atau tidak mungkin ia lakukan untuk menopang pertunjukan di hadapan orang lain.10 Pada pernyataan Goffman tersebut mengartikan bahwa kehidupan manusia diibaratkan seperti teater, interaksi sosial yang mirip dengan pertunjukan di atas 8 Ibid hlm. 110 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 106 10 Ibid hlm. 107 9 6 panggung yang di mana seseorang akan seperti seorang aktor yang memainkan peran-peran tertentu saat berhadapan dengan orang lain. Dalam perspektif dramaturgi, Goffman membagi kehidupan sosial menjadi dua bagian yaitu “wilayah depan” (front region) dan “wilarah belakang” (back region). Saat individu menampilkan diri-nya dengan peran tertentu di hadapan penonton atau khalayak, maka individu tersebut dianggap seperti sedang berada di depan panggung (front stage), dan saat individu sedang tidak bermain peran atau sedang mempersiapkan diri-nya untuk menjalani peran, maka di wilayah ini adalah panggung belakang (back stage), serta panggung tengah (middle stage) yang dimana daerah ini merupakan wilayah seorang individu melakukan persiapan untuk ke panggung depan.11 Dalam kata lain, ketika seorang PSK dihadapkan pada khalayak ramai, ada peran, simbol, identitas atau presentasi diri yang berlainan antara kondisi yang satu dengan yang lainnya. Di satu sisi ketika ia memerankan sosok wanita pada umumnya, presentasi diri yang ia bangun menggunakan pakaian, accesoris, sepatu, gaya bicara, isi pesan, bahasa tubuh akan sesuai jalur selayaknya sosok wanita pada umumnya saat bersosialisasi. Namun ketika ia berada pada posisi PSK presentasi diri yang ia bangun akan berbeda dari presentasi diri yang ia tonjolkan ketka ia berada pada diri seorang wanita pada umumnya. PSK memiliki berbagai pola interaksi sosial yang mencakup pengelolaan kesan dalam presentasi diri yang berbeda di keadaan, kondisi dan situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Ada suatu upaya untuk menyamarkan hal-hal tertentu yang sebaiknya tidak diperlihatkan dalam interaksi sosial tertentu. Seorang PSK lebih 11 Ibid hlm. 114 7 jauhnya laksana seorang aktor yang berperan di atas panggung sandiwara, menciptakan suatu pandangan, identitas dan realitas sosial yang berbeda bagi setiap khalayak yang ditemuinya. Inti dari penelitian ini adalah mencoba untuk menelaah dan menguak lebih jauh tentang presentasi diri yang dibangun oleh PSK dengan melihat wilayah peran yang disembunyikan dan peran yang ditonjolkan. Peneliti memilih PSK di Emporium Jakarta karena para PSK di Emporium berbeda dengan para PSK yang berada dipinggir jalan, PSK Emporium lebih termanage dalam segi jam pekerjaan, kehidupan sehari-hari, sampai perilaku saat bersama ataupun tidak dengan pelanggan. Jadi dengan ini memudahkan peneliti untuk meneliti panggung depan dan panggung belakang PSK. Peneliti menggunakan metodologi kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. 1.2 Rumusan Masalah Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya penulis ingin mengetahui bagaimana “Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Di Emporium Jakarta” dengan demikian dapat diketahui bahwa rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Di Emporium Jakarta?” 8 1.3 Identifikasi Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang sudah diuraikan diatas, maka peneliti mengidentifikasi yang akan menjadi pokok masalah yang akanditeliti yaitu sebagai berikut : 1) Bagaimana realitas panggung depan pekerja seks komersial di Emporiun Jakarta? 2) Bagaimana realitas panggung belakang pekerja seks komersial di Emporium Jakarta? 3) Bagaimana Presentasi diri pekerja seks komersial di Emporium Jakarat? 1.4 Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui panggung depan pekerja seks komersial di Emporiun Jakarta? 2) Untuk mengetahui panggung belakang pekerja seks komersial di Emporium Jakarta? 3) Untuk mengetahui Presentasi diri pekerja seks komersial di Emporium Jakarat? 1.5 Manfaat Penelitian Adapun kegunaan penelitian yang telah dirumuskan oleh peneliti mengenai Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta adalah sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini berguna untuk mengembangkan kajian keilmuan yaitu secara umumnya Ilmu Komunikasi khususnya yang menekankan pada presentasi diri dan pengelolaan kesan (studi dramaturgi). 9 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini dilakukan dengan harapan memiliki kegunaan unutuk segala pihak. Kegunaan praktis yang telah peneliti rumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a) Untuk peneliti hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi penulis tentang pengaplikasian dramaturgi dikehidupan sosial. Selain itu juga presentasi diri yang merupakan salah satu macam perilaku sosial yang ada di masyarakat. b) Untuk akademisi penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi program Studi Ilmu Komunikasi untuk dijadikan sebagai referensi atau literature sebagai salah satu sumber pengetahuan untuk dijadikan penelitian dengan tema yang sama. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Interaksi Simbolik Ide bahwa kenyataan sosial muncul melalui proses interaksi sangat penting dalam interaksionisme simbolik. Seperti namanya sendiri menunjukkan teori interaksionisme itu berhubungan dengan teori simbol dimana interaksi terjadi.Bagi Blumer, keistimewaan pendekatan kaum interaksionisme simbolik lah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling beraksi pada setiap tindakan itu menurut mode stimulus-respon. Seseorang tidak langsung memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Blumer menjelaskan yang kemudian dikutip oleh Poloma, bahwa: “Dengan demikian interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran, oleh kepastian makna, dari tindakan-tindakan orang lain.” 12 Interaksionisme simbolik merupakan aliran dalam sosiologi yang menentang sosiologi tradisional. Aliran ini juga menunjang dan mewarnai kegiatan penelitian kualitatif. Dasar pandangan interaksionisme simbolik adalah 12 Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.263 10 11 asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh lewat interpretasi. Obyek, situasi, orang, dan peristiwa, tidak memiliki maknanya sendiri. Adanya dan terjadinya makna dari berbagai hal tersebut karena diberi berdasarkan interpretasi dari orang yang terlibat. Interpretasi bukanlah kerja otonom dan juga tidak ditentukan oleh suatu kekuatan khusus manusia ataupun yang lain. Dalam setiap kasus, suatu situasi memiliki makna hanya lewat interpretasi orang-orang dan juga definisinya mengenai situasi tersebut. Dalam setiap kasus, suatu situasi memiliki makna hanya lewat interpretasi orang-orang dan juga definisinya mengenai situasi tersebut. Situasi atau aspek-aspeknya didefinisikan secara berbeda oleh pelaku yang berbeda berdasarkan atas sejumlah alasan tertentu. Salah satu alasan adalah bahwa setiap pelaku membawa serta masa lampaunya yang unik dan suatu cara tertentu dalam menginterpretasikan apa yang dilihat dan dialaminya. Karena para pelaku di dalam suatu posisi yang sama umumnya memiliki kesempatan untuk berkomunikasi dengan yang lain, maka mereka mungkin mengembangkan definisi yang sama mengenai situasi khusus atau suatu kategori tentang situasi yang sama. Dalam interaksionisme simbolik ini semua organisasi sosial terdiri dari para pelaku yang mengembangkan definisi tentang suatu situasi atau perspektif lewat proses interpretasi dan mereka bertindak dalam atau sesuai dengan makna definisitersebut misalnya didalam suatu organisasi, orang bertingkah laku dalam kerangka kerja organisasi, tetapi yang menentukan aksinya adalah interpretasinya, bukan organisasinya. 12 Teori interaksionisme simbolik menyatakan bahwa interaksi sosial adalah interaksi simbol. Manusia berinteraksi dengan yang lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain memberi makna atas simbol tersebut. Prinsipprinsip dasar interaksionisme simbolik sebenarnya tak mudah menggolongkan pemikiran ini ke dalam teori dalam artian umum karena seperti dikatakan Paul Rock yang dikutip oleh George Ritzer, bahwa “pemikiran ini sengaja secara Sama dan merupakan resistensi terhadap sistematisasi”.13 Ritzer menerangkan mengenai prinsip dasar teori interaksionisme berdasarkan pada beberapa tokoh interaksionisme simbolik seperti halnya Blumer (1969), Manis dan Meltzer (1978), Rose (1962), serta Snow (2001) telah mencoba menghitung jumlah prinsip dasar teori ini, yang meliputi: a. Tak seperti binatang, manusia dibekali kemampuan untuk berpikir. b. Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial. c. Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka yang khusus itu. d. Makna dan simbol yang memungkinkan manusia melakukan tindakan khusus dan berinteraksi. e. Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi. f. Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampuan mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri, yang 13 George Ritzer, Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Rajawali Grafindo Persada., Jakarta, 2007, Hal 289 13 memungkinkan mereka menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan dan kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu di antara serangkaian peluang tindakan itu. g. Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat. 14 Blumer berpegangan dan mengembangkan tekanan George Herbert Mead yang fundamental pada proses interaksi yang terus menerus. Melaui proses ini individu mengintepretasikan lingkungannya, saling mengintepretasi, dan berembuk tentang arti-arti bersama atau definisi tentang situasi yang dimiliki bersama. Untuk konsep apa saja, atau variabel apa saja yang mungkin digunakan oleh sosiologi komunikasi, arti itu tidaklah lengkap, melainkan muncul danberubah dalam proses interaksi. Ada gerak mengalir dalam dan perubahan dalam proses interaksi yang terus menerus dalam individu terus menerus menilai kembali interpretasi subyektif mengenai lingkungan dan dalam mengkonstruksikan berbagi tindakan yang terjadi timbal balik.Seperti halnya yang dikutip oleh Poloma mengenai pernyataan Blumer mengenai interaksionisme simbolis yang bertumpu pada tiga premis, yakni: a) Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. b) Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain”. 14 George Ritzer, Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Rajawali Grafindo Persada., Jakarta, 2007, Hal 289 14 c) Makna-makna tersebut disempurnakan disaat proses interaksi sosial berlangsung.15 Blumer menambahkan, bahwa aktor memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan makna dalam hubungannya dengan situasi dimana dia ditempatkan dan arah tindakannya. Sebenarnya, interpretasi seharusnya tidak dianggap sebagai penerapan makna-makna yang telah ditetapkan, tetapi sebagai suatu proses pembentukan dimana makna yang dipakai dan disempurnakan sebagai instrumen bagi pengarahan dan pembentukan tindakan. Tindakan manusia bukan disebabkan oleh beberapa “kekuatan luar” (seperti yang dimaksudkan oleh kaum fungsionalis struktural) tidak pula disebabkan oleh “kekuatan dalam” (seperti yang dinyatakan oleh kaum reduksionis psikologis). Blumer menyanggah, individu bukan dikelilingi oleh lingkungan obyek-obyek potensial yang mempermainkannya dan membentuk perilakunya. Gambaran yang benar ialah dia membentuk obyekobyek itu misalnya berpakaian atau mempersiapkan diri untuk karir profesional-individu sebenarnya sedang merancang obyek-obyek yang berbeda, memberinya arti, menilai kesesuaian dengan tindakan, dan mengambil keputusan berdasarkan penilaian tersebut. Inilah yang dimaksud dengan penafsiran berdasarkan simbol-simbol. Dengan demikian manusia merupakan aktor yang sadar dan refleksif, yang menyatukan obyek-obyek yang diketahuinya melalui apa yang disebut sebagi proses self indication.Poloma mengutip pernyataan Blumer mengenai pengertian dari self indication yang dimaksudkannya, bahwa: 15 Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.258 15 “Self indication adalah proses komunikasi yang sedang berjalan dimana individu mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna itu. Proses self indication itu yang terjadi dalam konteks sosial dimana individu mencoba “Mengantisipasi tindakan- tindakan orang lain dan menyesuaikan tindakannya sebagaimana dia menafsirkan tindakan itu.”.16 Oleh karena perbuatan manusia dibentuk dalam dan melalui proses interaksi, maka perbuatan itu berlainan sama sekali dari gerak makhluk-makhluk yang bukan manusia. Manusia menghadapkan diri pada macam-macam hal seperti kebutuhan, perasaan, tujuan, perbuatan orang lain, pengharapan dan tuntutan orang lain, peraturan-peraturan, masyarakatnya, situasi, self imagenya, ingatannya dan cita-citanya untuk masa depan. Ia tidak ditindih oleh situasinya, melainkan merasa diri diatasnya. Interaksionisme simbolis yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah “root images” atau ide-ide dasar yang dapat diringkas seperti yang dikutip Poloma, sebagai berikut: a. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi. Kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial. b. Interaksi terdiri dari berbagi kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi-interaksi non-simbolik mencakup stimulus-respon yang sederhana, seperti halnya batuk untuk membersihkan tenggorokan 16 seseorang. Interaksi simbolis mencakup “penafsiran Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.259 16 tindakan”. Bila dalam pembicaraan seseorang pura-pura batuk ketika tidak setuju dengan pokok-pokok yang diajukan oleh pembicara, batuk tersebut menjadi suatu simbol yang berarti, yang dipakai untuk menyampaikan penolakan. Bahasa tentu saja merupakan simbol berarti yang paling umum. c. Obyek-obyek, tidak mempunyai makna yang intrinsic; makna lebih merupakan produk interaksi simbolis. d. Manusia tidak hanya mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai obyek. Jadi seseorang dapat melihat dirinya sebagai mahasiswa, suami dan seseorang yang baru saja menjadi syah. Pandangan terhadap diri sendiri ini, sebagaimana dengan semua obyek, lahir disaat proses interaksi. e. Tindakan manusia adalah tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Blumer menulis: Pada dasarnya tindakan manusia terdiri dari pertimbangan atas berbagai hal yang diketahuinya dan melahirkan serangkaian kelakuan atas dasar bagaimana mereka menafsirkan hal tersebut. Hal-hal yang dipertimbangkan itu mencakup berbagai masalah seperti kemauan, tujuan dan sarana yang tersedia untuk mencapainya, serta tindakan yang diharapkan dari orang lain, gambaran tentang diri sendiri, dan mungkin hasil dari: cara bertindak sesuatu. f. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggotaanggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai; “organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia”. 17 Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulangulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut sebagai “kebudayaan” dan “aturan sosial”.17 2.1.2 Dramaturgi Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan Teori Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi muncul untuk memenuhi kebutuhan akan pemeliharaan keutuhan diri dan menjadi suatu model untuk mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu menetapkan arti kepada hidup mereka dan lingkungan tempat dia berada.18 Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah seorang sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris. Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung, ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton) yang memberi interpretasi. Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor). 17 18 Margaret M. Polomo , Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Hal.264 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif, PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 105 18 Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di dunia simbol. 19 Dalam konsep dramaturgi, Goffman mengawalinya dengan penafsiran “konsep-diri”, di mana Goffman menggambarkan pengertian diri yang lebih luas daripada Mead (menurut Mead, konsep-diri seorang individu bersifat stabil dan sinambung selagi membentuk dan dibentuk masyarakat berdasarkan basis jangka panjang). Sedangkan menurut Goffman, konsep-diri lebih bersifat temporer, dalam arti bahwa diri bersifat jangka pendek, bermain peran, karena selalu dituntut oleh peranperan sosial yang berlainan, yang interaksinya dalam masyarakat berlangsung dalam episode-episode pendek. Berkaitan dengan interaksi, definisi situasi bagi konsep-diri individu tertentu dinamakan Goffman sebagai presentasi diri.20 Fokus pendekatan dramaturgi adalah bukan pada apa yang orang lakukan, bukan pada apa yang ingin mereka lakukan atau pada menggapa mereka melakukan, akan tetapi pada bagaimana mereka melakukannya. Burke melihat bahwa tindakan merupakan sebuah konsep dasar dalam dramaturgi. Dalam hal ini Burke memberikan pengertian yang berbeda antara aksi dan gerakan. Aksi terdiri dari tingkah laku yang disengaja dan 19 20 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 107 Ibid. hlm. 107 19 mempunyai maksud, sedangkan gerakan adalah perilaku yang mengandung makna dan tidak bertujuan.21 Dramaturgi juga menekankan dimensi ekspresif / impresif aktivitas manusia, yaitu bahwa makna kegiatan manusia terdapat dalam cara mereka mengekspresikan diri dalam interaksi dengan orang lain yang juga ekspresif. Oleh karena perilaku manusia bersifat ekspresif inilah maka perilaku manusia bersifat dramatik. Pendekatan dramaturgi berintikan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola pesan yang ia harapkan tumbuh dan dimengerti orang lain. Untuk itu setiap manusia melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kaum dramaturgi memandang manusia sebagai aktor-aktor di atas panggung yang sedang memainkan peran-peran mereka. 22 Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bukti nyata bahwa terjadi permainan peran dalam kehidupan manusia dapat dilihat pada masyarakat kita sendiri. Manusia menciptakan sebuah mekanisme tersendiri, dimana dengan permainan peran tersebut ia bisa tampil sebagai sosok-sosok tertentu. Hal ini sama seperti yang terlihat pada kasus kekuasaan politik, dimana penguasa-penguasa yang melakukan penyimpangan ini, mereka menjalankan perannya di lingkungan mereka. 21 Musta’in, “teori diri” sebuah tafsir makna simbolik pendekatan teori dramaturgi Erving Goffman. Jurnal Komunika. Vol 4 no 2Juli-Desember, 2010, hal 278 22 Ibis, hal 274 20 Mereka berusaha mengontrol diri seperti penampilan, keadaaan fisik, perilaku aktual dan gerak saat berkuasa, agar kekuasaan yang dia miliki seolah-olah terbungkus bagus dimata lingkungan mereka. Karena mereka tahu bahwa jika menjadi seorang penguasa politik namun berperilaku buruk serta dikendalikan adalah aib bagi dirinya. 23 Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung interaksi dengan orang lain. Aktor membawakan naskah dalam bahasa/ simbol-simbol dan perilaku Untuk menghasilkan arti-arti dan tindakan tindakan sosial dalam konteks sosio-kultural Pemirsa yang menginterpretasikan naskah tersebut dengan pengetahuan mereka tentang aturan aturan budaya atau simbol-simbol signifikan. Di sinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri. 2.1.3 Presentasi Diri Menurut Goffman, presentasi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan 23 Ibid hal 274 21 identitas sosial bagi para actor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada. Lebih jauh presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung identitas yang ditampilkan secara menyeluruh. 24 Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor dalam drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kemudian ketika perangkat simbol dan pemaknaaan identitas yang hendak disampaikan itu telah siap, maka individu tersebut akan melakukan suatu gambaran-diri yang akan diterima oleh orang lain. Upaya itu disebut.25 Goffman sebagai “pengelolaan kesan” (impression management), yaitu teknik-teknik yan digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi-situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu, 24 25 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif, PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm.112 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm 112 22 Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang kita kenakan, tempat kita tinggal, rumah yang kita huni berikut cara kita melengkapinya (furnitur dan perabotan rumah), cara kita berjalan dan berbicara, pekerjaaan yang kita lakukan dan cara kita menghabiskan waktu luang kita. Lebih jauh lagi, dengan mengelola informasi yang kita berikan kepada orang lain, maka kita akan mengendalikan pemaknaan orang lain terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk memberi tahu kepada orang lain mengenai siapa kita. Dalam konsep dramaturgi, Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang lain itu sebagai pertunjukkan (performance), yakni presentasi diri yang dilakukan individu pada ungkapan-ungkapan yang tersirat, suatu ungkapan yang lebih bersifat teateris kontekstual, non-verbal dan tidak bersifat intensional. Dalam arti, orang akan berusaa memahami makna untuk mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain, baik yang dipancarkan dari mimik wajah, isyarat dan kualitas tindakan. 26 Menurut Goffman, perilaku orang dalam interaksi sosial selalu melakukan permainan informasi agar orang lain mempunyai kesan yang lebih baik. Kesan non-verbal inilah yang menurut Goffman harus dicek keasliannya. Goffman menyatakan bahwa hidup adalah teater, individunya sebagai aktor dan masyarakat adalah penontonnya. Dalam pelaksanaannya, selain panggung di mana ia melakukan pementasan peran, ia juga 26 Ibid. hlm 113 23 memerlukan ruang ganti yang berfungsi untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Ketika individu dihadapkan pada panggung, ia akan menggunakan simbol-simbol yang relevan untuk memperkuat identitas karakternya, namun ketika individu tersebut telah habis masa pementasannya, maka di belakang panggung akan terlihat tampilan seutuhnya dari individu tersebut.27 2.1.4 Wilayah Pertunjukan Goffman melihat ada perbedan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) drama kehidupan. Kondisi akting di panggung depan adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan membuat drama yang berhasil. Sedangkan di panggung belakang adalah keadaan di mana kita berada di belakang panggung dengan kondisi tidak ada penonton, sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa memperdulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan.28 Lebih jauh untuk memahami konsep dramaturgi, analogi front liner hotel adalah sebagai contoh. Seorang front liner hotel senantiasa berpakaian rapi menyambut tamu hotel dengan ramah, santun, bersikap 27 28 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 113 Ibid. hlm 114 24 formil dengan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang front liner bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau menggunakan bahasa gaul dengan temannya atau melakukan sikap tidak formil lainnya (merokok dan sebagainya). Saat front liner menyambut tamu di hotel, merupakan saat front stage baginya (pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut tamu hotel dan memberi kesan baik hotel kepada tamu tersebut. Oleh karenanya, perilaku front liner merupakan perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen hotel. Saat istirahat makan siang, front liner bebas untuk mempersiapkan dirinya menuju babak ke-dua dari pertunjukan tersebut. Karenanya skenario yang disiapkan oleh manajemen hotel adalah bagaimana front liner tersebut dapat refresh untuk dapat menjalankan perannya di babak selanjutnya. Akan sangatberesiko jika front liner tersebut tertangkap basah sedang merokok oleh tamu walaupun front liner tersebut berada di rest room, karena akan menimbulkan kesan negatif dari tamu. Oleh karena itu, ada suatu resiko yang besar ketika panggung belakang atau “private” dari seorang individu bisa diketahui orang lain. Mengingat dalam hal ini, panggung tersebut bersifat rahasia, maka hal yang wajar bagi individu untuk menutupi panggung private tersebut dengan tampilan luar yang “memukau”. 29 Menurut pandangan Goffman adanya pembagian dalam pertunjukan teater dalam bermain peran pada ruang identitas yang sedang berinteraksi antara lain: 29 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 114 25 1. Panggung Depan (Front Stage) Merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukan bahwa individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka sedang memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton. Sebaliknya wilayah belakang merujuk kepada tempat dan peristiwa yang memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah depan. Wilayah depan ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak penonton. Front stage (panggung depan) bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian: front pribadi (personal front) dan setting front pribadi terdiri dari alat-alat yang dianggap khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting, misalnya dokter diharapkan mengenakan jas dokter dengan stetoskop menggantung dilehernya. Personal front mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor. Misalnya, berbicara sopan, pengucapan istilah-istilah asing, intonasi, postur tubuh, kespresi wajah, pakaian, penampakan usia dan sebagainya.30 Ciri yang relatif tetap seperti ciri fisik, termasuk ras dan usia biasanya sulit disembunyikan atau diubah, namun aktor sering memanipulasinya dengan menekankan atau melembutkannya, misalnya menghitamkan kembali rambut yang beruban dengan cat rambut. Setting merupakan situasi fisik yang harus ada ketika aktor melakukan 30 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm.115 26 pertunjukan, misalnya seorang dokter bedah memerlukan ruang operasi, seorang sopir taksi memerlukan kendaraan. Front personal terbagi dua, yaitu penampilan berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor, dan gaya mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor dalam situas tertentu.31 Fokus perhatian Goffman bukan hanya individu, tetapi juga kelompok atau tim. Selain membawakan peran dan karakter secara individu, aktor-aktor sosial juga berusaha mengelola kesan orang lain terhadap kelompoknya, baik itu keluarga, tempat bekerja, parati politik, atau organisasi lain yang mereka wakili. Semua anggota itu oleh Goffman disebut “tim pertunjukan” (performance team) yang mendramatiasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering dilakukan oleh para anggota dalam menciptakan dan menjaga penampilan dalam wilayah depan. Mereka harus mempersiapkan perlengkapan pertunjukan dengan matang dan jalannya pertunjukan, memain pemain inti yang layak, melakukan pertunjukan secermat dan seefisien mungkin , dan kalau perlu juga memilih khalayak yang sesuai. Setiap anggota saling mendukung dan bila perlu memberi arahan lewat isyarat nonverbal, seperti isyarat dengan tangan atau isyarat mata, agar pertunjukan berjalan mulus. 32 31 32 Ibid, hal 115 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 115 27 Goffman menekankan bahwa pertunjukan yang dibawakan suatu tim sangat bergantung pada kesetiaan setiap anggotanya. Setiap anggota tim memegang rahasia tersembunyi bagi khalayak yang memungkinkan kewibawaan tim tetap terjaga. Dalam kerangka yang lebih luas, sebenarnya khalayak juga dapat dianggap sebagai bagian dari tim pertunjukan. Artinya agar pertunjukan sukses, khalayak juga harus berpartisipasi untuk menjaga agar pertunjukan secara keseluruhan berjalan lancar.33 2. Panggung Tengah (Middle Stage) “Merupakan sebuah panggung lain di luar panggung resmi saat sang aktor mengkomunikasikan presentasi diri, yakni panggung depan (front stage) saat mereka beraksi di depan khalayak tetapi juga di luar panggung belakang (back stage) saat mereka mempersiapkan pesanpesannya”34 Panggung tengah merupakan area transisi panggung belakang ke panggung depan, seluruh aktor dramaturgi dalam panggung ini, akan melakukan sebuah persiapan yang dapat mendukung penampilannya ketika berada di panggung depan, yaitu seperti mempersiapkan make-up, pakaian, aksesoris yang akan dipergunakan ketika berada di panggung depan. Panggung tengah juga merupakan 33 Ibid 115 Deddy Mulyana, 2008. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Posda Karya, hlm. 58. 34 28 tempat dimana sesama PSK melakukan suatu diskusi atau pembicaraan baik itu bercerita tentang pengalaman mereka, bercerita tentang cara mereka bekerja saat bekerja menjadi PSK atau pun berbagi tips sesama PSK saat berhadapan dengan tamu yang mereka tidak suka ataupun lainnya, dan tidak lupa pada panggung ini, PSK biasanya sudah mempersiapkan sebuah setting atau sebuah sandiwara yang akan di pertunjukan kepada penonton, seperti pada saat PSK tersbut menceritakan keluh kesahnya, ataupun bercerita bahwa dia merasa tertekan dan tidak betah itu semua belum tentu ungkapan yang sebenarnya, layaknya seorang aktor yang siap untuk membuat penonton menjadi kagum, iba ataupun merasa kasian. 3. Panggung Belakang (Back Stage) Panggung belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan diri, atau berlatih untuk memainkan perannya di panggung depan. Back stage (panggung belakang) ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing aktor). Dalam Dramaturgi terdiri dari Front stage (panggung depan) dan Back Stage (panggung belakang). Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang aktor memainkan perannya. Dan Front Personal yaitu berbagai 29 macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang aktor. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu penampilan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor. Gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor dalam situasi tertentu. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh “tim” (masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masingmasing aktor).35 Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Beliau menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam pertunjukan kehidupan kita sehari-hari yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan drama. Cara yang sama ini berarti mengacu kepada kesamaan yang berarti ada pertunjukan yang ditampilkan. Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi. Pertunjukan yang terjadi di masyarakat untuk memberi kesan yang baik untuk mencapai tujuan. Tujuan dari presentasi dari Diri– Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai sudut yang memang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah untuk membawa penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan tersebut. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari 35 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 116 30 komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan. Bila dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indera verbal dan nonverbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauan kita. Maka dalam dramaturgis, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh bagaimana kita menghayati peran sehingga dapat memberikan feedback sesuai yang kita mau. Perlu diingat, dramatugis mempelajari konteks dari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Dramaturgi memahami bahwa dalam interaksi antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yang disetujui yang dapat mengantarkan kepada tujuan akhir dari maksud interaksi sosial tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.36 2.2 Tinjuan Konsep 2.2.1 Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari bahasa latin atau communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada 36 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. hlm. 116 31 kesamaan makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu.37 Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakar komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang dikutip oleh Onong Uchana Effendy dalam buku “Ilmu Komunikasi teori dan Praktek” , ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asasasas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.38 Hoyland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan pendapat umum (Public Opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial memainkan peranan yang amat penting. Dalam pengertian khusus komunikasi, Hovland yang dikutip dari Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengatakan bahwa komunikasi adalah: “proses mengubah perilaku orang lain (communication is the procces to modify the behaviour of other individuals) Jadi dalam berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga berupaya mempengaruhi agar seseorang atau sejumlah orang melakukan kegiatan atau tindakan yang diinginkan oleh komunikator, akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap pendapat atau perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila komunikasi yang disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam menyampaikan pesan- 37 38 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal 10 Ibid, hal 10 32 pesan harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh komunikan untuk mencapai tujuan komunikasi yang komunikatif. 39 2.2.2 Proses Komunikasi Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan dan sebagainya yang timbul dalam lubuk hati. Menurut Onong Uchayana Effendy proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder sebagai berikut :40 1. Proses komunikasi secara primer Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (simbol) sabagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar,warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan. 39 40 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal 11 Ibid, hal 12 33 Bahwa bahasa yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah jelas karena hanya bahasalah yang mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah berbentuk informasi atau opini; baik mengenai hal yang kongkret maupun yang abstrak; bukan hanya tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga pada waktu yang lalu dan masa yang akan datang. 2. Proses komunikasi secara sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.Seorang komunikator mengunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, majalah, radio, televisi, film dan masih banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Pada umumya apabila kita berbicara di kalangan masyarakat, yang dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) yakni 34 pikiran atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan (massage) yang tidak dapat dipisahkan 2.2.3 Tujuan Komunikasi Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan tujuan dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan berkomunikasi adalah mengharapkan adanya umpan yang diberikan oleh lawan bicara kita serta semua pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita dan adanya efek yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut. Tujuan komunikasi menurut Effendy41 1. Perubahan sikap (Attitude change) 2. Perubahan pendapat (Opinion change) 3. Perubahan prilaku (Behavior change) 4. Perubahan sosial (Social change) Jadi secara singkat dapat dikatakan tujuan komunikasi itu adalah mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan. Serta tujuan yang sama adalah agar semua pesan yang kita sampaikan dapat dimengerti dan diterima oleh komunikan.42 41 42 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal 14 Ibid, hal 1 35 2.2.4 Fungsi Komunikasi Fungsi komunikasi dapat dilihat dalam hubungan pribadi, hubungan dengan orang lain, ditempat kerja, dan dalam masyarakat 43 1. Hidup Pribadi Melalui komunikasi kita dapat a) Mengungkapkan perasaan dan gagasan kita. Komunikasi dapat menjadi alat katarsis untuk melepaskan beban mental dan psikologis sehingga kita mendapatkan keseimbangan hidup kembali. b) Menjelaskan perasaan, isi pikiran, dan perilaku kita sendiri. c) Semakin mengenal diri , dengan komunikasi kita mengenal isi hati, pikiran dan perilaku kita, dan mendapat umpan balik dari rekan komunikasi kita tentang emosi, pikiran, kehendak, cita-cita, dan perilaku kita. 2. Hubungan dengan Orang Lain Melalui komunikasi kita dapat a) Mengenal orang lain karena melalui komunikasi, orang lain mengungkapkan diri kepada kita. 43 Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal (Jogjakarta:Kanisius) 36 b) Menjalin perkenalan, pertemanan, dan persahabatan dengan orang lain c) Membahas masalah, bertukar pikiran, dan membuat rencana kegiatan bersama orang lain. d) Meminta bantuan dan pertolongan kepada orang lain e) Saling membantu mengubah sikap dan perilaku hidup bersama orang lain. 3. Di Tempat Kerja Melalui komunikasi kita dapat a) Menjalin hubungan baik dengan rekan kerja ditempat kerja b) Membangun kerja sama dan sinergi dengan rekan kerja. c) Memberitahu tentang kerja dan mengarahkan kerja itu sesuai dengan tujuan. d) Mengatasi perbedaan pendapat, ketengangan, dan konflik. 4. Dalam Masyarakat Melalu komunikasi kita dapat a) Mempersatukan masyarakat b) Mengatasi masalah bersama dalam masyarakat c) Membuat usaha untuk kemajuan masyarakat d) Mengusahakan kesejahteraan masyarakat44 44 Agus M Hardjana, Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal (Jogjakarta:Kanisius) 37 2.2.5 Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. 45 Komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lainnya dimana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang bahasa. Penggunaan lambang-lambang bahasa verbal, terutama yang bersifat lisan, didalam kenyataan kerapkali disertai dengan bahasa isyarat terutama gerak atau bahasa tubuh, seperti senyuman, tertawa atau menggeleng atau menggangkukan kepala. Komunikasi antarpribadi pada umumnya dipahami lebih bersifat pribadi (private) dan berlangsung secara tatap muka (face to face). Sebagian komunikasi antarpribadi memang memiliki tujuan, ,misalnya apabila seorang datang untuk meminta saran atau pendapat kepada orang lain. Akan tetapi, komunikasi antar pribadi dapat juga relative tanpa tujuan atau maksud tertentu yang jelas, misalnya ketika seseorang sedang bertemu dengan kawannya dan mereka lalu saling bercakap-cakap dan bercanda.46 45 Wiryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia 2004) 46 Pawito, penelitian komunikasi kualitatif (Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), 2007) 38 2.2.6 Pekerja Seks Komersial Pekerja Seks Komersial(PSK) adalah profesi yang menjual jasa untuk memuaskan kebutuhan seksual pelanggan. Biasanya pelayanan ini dalam bentuk menyewakan tubuhnya. Di kalangan masyarakat Indonesia, pekerja seks Komersial(PSK) dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat, namun ada pula pihak yang menganggap pekerja seks Komersial(PSK) sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, tapi dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pekerja seks Komersial(PSK) bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki), tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa perempuan mana saja. Hampir di setiap media massa baik koran, majalah, dan televisi memberikan gambaran yang nyata tentang kehidupan masyarakat khususnya tentang pekerja seks komersial(PSK) atau prostitusi dengan segala permasalahannya. Berbagai tindakan dan langkah-langkah strategis telah diambil pemerintah dalam menangani masalah ini, baik dengan melakukan tindakan persuatif melalui lembaga-lembaga sosial sampai menggunakan tindakan represif berupa penindakan bagi mereka yang bergelut dalam bidang pekerja seks komersial(PSK) tersebut. Tetapi kenyataan yang dihadapi adalah pekerja seks komersial(PSK) tidak dapat 39 dihilangkan melainkan memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut teori definisi pelacuran yang dikemukakan oleh para ahli maupun Peraturan Pemerintah yaitu: 1. Prof. W.A. Bonger dalam tulisannya Maatschappelijke Oorzaken der aparostitutie: Prostitusi ialah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri melakukan perbuatan-perbuatan seksual sebagai mata pencarian. 2. Sarjana P.J. de Bruine van Amstel: ”Prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran.” 3. G.May dalam bukunya Encyclopedia of Social Science: ”Prosa’tua’on defined as sexual intercourse characterized by barter, promiscuity and emotional indifference (prostitusi menekankan adanya barter, promiskuitas, dan ketidakacuhan emosi).” 4. PP DKI Jakarta penanggulangan Raya masalah tahun 1967 pelacuran, mengenai menyatakan sebagai berikut “Wanita tuna susila adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin di 40 luar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak.”47 2.3 Kerangka Berpikir Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Teori Dramaturgi karena teori ini relevan dengan penelitian yang peneliti ambil. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, penulis ingin menjelaskan akan peran Pekerja Seks Komersial dilingkungannya dilihat dari panggung depan dan panggung belakang para PSK tersebut. Bagaimana individu PSK itu sendiri dikaji melalui konsep dramaturgi mengenai presentasi diri untuk mengetahui bagaimana memaknai sorang pekerja seks komersial sebagai selayaknya panggung sandiwara. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas PSK bisa saja berubah-ubah tergantung interaksi dengan orang lain. Aktor membawakan naskah dalam bahasa/ simbol-simbol dan perilaku Untuk menghasilkan arti-arti dan tindakan tindakan sosial dalam konteks sosio-kultural orang lain yang menginterpretasikan naskah tersebut dengan pengetahuan mereka tentang aturan aturan budaya atau simbol-simbol signifikan. Di sinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. 47 Yoga puspasari, Paper pekerja Seks Komersia dari http://yogapuspasari.blogspot.co.id/2014/09/paper-pekerja-seks-komersial-psk.html , pada tanggal 10 maret pukul 21.30 41 Kerangka berpikir Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta Gambar 2.1 Kehidupan Para Pekerja Seks Komersial ï‚· Kamuflase Penampilan PSK ï‚· Kamuflase Jati Diri ï‚· Kamuflase peran Dramaturgi Front Stage Middle Stage Back Stage Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial 2.4 Penelitian Sebelumnya Peneliti melakukan studi penelitian terdahulu untuk menjadikan bahan acuan bagi pengembangan dan perbandingan untuk penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini peneliti mencari studi penelitian yang berhubungan dengan penelitian peneliti dimana penelitian yang peneliti lakukan mengenai Presentasi pekerja seks komersial Emporium Jakarta. Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian – penelitian terdahulu yang pernah 42 dilakukan sebagai bahan perbandingan, pelengkap dan kajian. Beberapa hasil penelitian yang memiliki hubungan dengan penelitian peneliti antara lain: Table 2.1 Penelitian Sebelumnya Aspek Judul Penelitian NamaPeneliti Angga Sumantono Elfrida Grace Nicko Tamara Lousma Perilaku Komunikasi Ayam Kampus Kota Medan Dengan Analisis Teori Dramaturgi (Studi Kasus pada Mahasiswi “ayam kampus” di Kota Medan) Persentasi diri seorang mahasiswa Gay (Studi Dramaturgis Tentang Presentasi Diri Seorang Mahasiswa Gay) Pengguna Ganja (Studi dramaturgi Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja dalam kehidupannya di Kota Bandung) Jenis Penelitian Pendekatan kualitatif dengan metode studi dramaturgi Pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif dengan metode studi dengan metode studi dramaturgi dramaturgi Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja (Studi dramaturgi Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja dalam kehidupannya di Kota Tujuannya dari penelitian ini untuk mendeskripsikan deviasi sosial yang terjadi pada mahasiswi yang sehari–harinya melibatkan dirinya menjadi ayam kampus. Tujuannya untuk mengetahui presentasi diri dari mahasiswa gay dengan meneliti front region dan back region untuk memunculkan pengelolaan kesannya di kehidupan sehari-harinya 43 Bandung). Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukan bahwa panggung depan (front stage), pengguna ganja hampir semuanya memerankan panggung depan (front stage) sesuai dengan peran mereka di masyarakat, mereka berperan layaknya aktris atau aktor dalam suatu pertunjukan drama panggung. Pada panggung belakang (back stage), pengguna ganja memainkan sebuah peran yang utuh. Sehingga pada perilaku mereka saat berada di panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) memiliki suatu peran yang sangat berbeda, mereka berdramaturgi dalam menjalani kehidupannya. Hasilnya menunjukkan bahwa ayam kampus saat di panggung depan mereka mengelola kesan dengan baik untuk menyembunyikan identitas mereka ke khalayak orang, sedangkan dalam panggung belakangnya mereka mempunyai gadun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa gay saat di panggung depan mereka mengelola kesan dengan baik untuk menyembunyikan identitas mereka ke khalayak orang, sedangkan dalam panggung belakangnya mereka mempunyai sebuah komunitas untuk gay dan ditempat itu mereka bisa menjadi diri mereka seutuhnya tanpa ada yang disembunyikan oleh jati dirinya. 44 1. Angga Sumantono (Ilmu Komunikasi, Universitas Komputer Indonesia Bandung, 2013 Angga Sumantono mengangkat skripsi yang berjudul “Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja (Studi dramaturgi Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja dalam kehidupannya di Kota Bandung) Penelitian bertujuan untuk mengetahui Bagaimana Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja (Studi dramaturgi Perilaku Komunikasi Pengguna Ganja dalam kehidupannya di Kota Bandung).” Untuk menjawab masalah diatas, maka diangkat sub fokussub fokus penelitian berikut: Panggung depan, panggung belakang dan perilaku. Sub fokus tersebut untuk mendukung fokus penelitian, yaitu: Perilaku Pengguna Ganja Pada Proses Kehidupannya di Kota Bandung. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan studi dramaturgi, Subjek penelitiannya adalah pengguna ganja. Informan dipilih dengan teknik purposive sampling, untuk informan penelitian berjumlah 4 (empat) orang pengguna ganja, dan untuk memperjelas serta memperkuat data adanya informan kunci yang berjumlah 2 (dua) orang. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, studi pustaka dan penelusuran data online. Untuk uji validitas data menggunakan teknik triangulasi data. Adapun teknik analisis data dengan mereduksi data, mengumpulkan data, menyajikan data, menarik kesimpulan, dan evaluasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa panggung depan (front stage), pengguna ganja hampir semuanya memerankan panggung depan (front stage) sesuai dengan peran mereka di masyarakat, mereka berperan layaknya aktris atau 45 aktor dalam suatu pertunjukan drama panggung. Pada panggung belakang (back stage), pengguna ganja memainkan sebuah peran yang utuh. Sehingga pada perilaku mereka saat berada di panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) memiliki suatu peran yang sangat berbeda, mereka berdramaturgi dalam menjalani kehidupannya. 2. Elfrida Grace (Sosiologi, Universitas Sumatera Utara 2008) Elfrida Grace mengangkat skripsi yang berjudul “Ayam Kampus Kota Medan Dengan Analisis Teori Dramaturgi”. Kampus adalah satu ikon penting sebagai tempat berlangsungnya pendidikan.Kampus dianggap sebagai tempat belajar yang cukup kompeten karena mahasiswa bisa menggantungkan impian, cita-cita dan masa depan. Mahasiswa yang tengah mengenyam pendidikan tinggi tidak sekedar masuk kuliah atau mengikuti ujian sebagai syarat kelulusan. Mereka yang akan segera terjun ke masyarakat untuk menerapkan ilmu yang dimiliki, tentu diharapkan juga bisa mengembangkan diri agar bisa menjadi sarjana yang berkualitas, kreatif, kritis dan bertanggung jawab. Seiring laju globalisasi yang begitu pesat, berbagai permasalahan muncul dalam dunia Pendidikan Indonesia. Kasus criminal seperti peredaran narkoba, pergaulan bebas, pola hidup hedonis dan keberadaan ayam kampus menjadi kehidupan yang identik dengan dunia kampus. Fenomena keberadaan ayam kampus saat ini semakin menjadi dan cukup merisaukan masyarakat banyak. Kehadiran mereka pun disebabkan oleh banyak faktor yang perlu diketahui. Keadaan ini menyebabkan pendidikan mengalami degradasi. Keberadaan mereka pun disadari butuh perjuangan untuk tetap berada di 46 tengah – tengah masyarakat. Untuk itu mereka melakoni peran yang rumit, yaitu berperan sebagai anak yang baik di depan keluarga, berperan sebagai mahasiswi yang normal seperti kebanyakan mahasiswi –mahasiswi. Banyak peran yang mereka lakoni agar keadaan mereka sebagai ayam kampus tidak diketahui. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatitif dengan pendekatan analisis teori dramaturgi. Dalam hal ini, data dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan didukung dengan pencatatan dokumen yang berasal dari jurnal dan surat khabar serta situs internet. Dari hasil penelitian terhadap 11 ayam kampus di 5 perguruan tinggi menunjukkan bahwa mahasiswi yang menjadi ayam kampus mempunyai faktor – faktor yang berbeda – beda. Tampak dari faktor yang ada, beberapa diantara hasil penelitian ialah banyak kepada faktor ekonomi, faktor kecewa terhadap laki-laki, faktor kepuasan diri terhadap hubungan seksual dan faktor gaya hidup. Kehidupan ayam kampus dianalisa dengan teori dramaturgi dimana kehidupan mereka merupakan pertunjukan yang mereka atur, sutradara, dan lakoni sendiri dengan konsep „pertunjukan dramanya sendiri‟. Dengan konsep dramaturgis dan permainan peran yang dilakukan oleh ayam kampus, terciptalah suasana-suasana dan kondisi interaksi yang memberikan makna tersendiri. Munculnya pemaknaan ini sangat tergantung pada latar belakang sosial masyarakat itu sendiri. Lakon yang diperankan oleh ayam kampus itu dimainkan dengan sebaik mungkin untuk tidak menunjukkan identitas asli mereka kepada khalayak ramai terutama kepada keluarga dan orangtua. Identitas palsu pun beredar, dengan alasan untuk menjaga 47 kerahasiaan. Jasa yang mereka berikan tidak semurah pelacur dijalanan. Ada pelayanan tersendiri, dilihat dari dimana mereka menuntut ilmu. 3. Nicko Tamara Lousma (Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran Bandung, 2011) Nicko Tamara Lousma mengangkat skripsi yang berjudul Presentasi diri seorang mahasiswa gay. Penelitian ini mengungkapkan tentang fenomena pengelolaan kesan seorang mahasiswa gay di kehidupannya sehari-hari, merupakan fenomena yang unik yang perlu di angkat dan dihadirkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan front stage dan back stage si mahasiswa gay tersebut yang meliputi komunikasi verbal dan komunikasi non verbal, penampilan, gaya, atribut, setting, interaksi serta kehidupan sehariharinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Paradigma yang digunakan adalah pendekatan studi dramaturgis yang dipengaruhi oleh interaksioneisme simbolik. Melalui pendekatan dramaturgis berupaya untuk mengupas apa yang ada dan dilakukan untuk membentuk kesan si Mahasiswa gay saat di atas panggung yaitu di kehidupan sehari-harinya. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa mahasiswa gay melakukan proses pengelolaan kesan (saat di kehidupan sehari-hari atau front stage atau di kehidupan gay-nya atau back stage) melalui komunikasi verbal, komunikasi non verbal, penampilan, gaya, atribut, serta setting. Sehingga dia dapat menutupi jati dirinya yang sebenarnnya di hadapan khalayak. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metodologi Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, Cara Ilmiah, Data, Tujuan, dan Kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri- ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara- cara yang digunakan. Sistmatis artinya, proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah- langkah tertentu yang bersifat logis. 48 Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif metode deskrptif dengan pendekatan studi dramaturgi, sebagaimana diungkapkan oleh Goffman yang dikutip dalam buku Metode Penelitian untuk Public Relations: dramaturgi adalah sandiwara kehidupan yang disajikan manusia. Gofftman menyebut ada dua peran dalam teori ini, yaitu bagian depan (front) dan bagian belakang (back). Front mencakup, setting, personal front (penampilan diri), expressive equipment (peralatan untuk mengekpresikan diri).. Sedangkan bagian belakang adalah self, yaitu semua bagian yang tersembunyi untuk melengkapi keberhasilan akting atau penampilan diri yang ada pada front. 48 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, CV.Alfabeta, Bandung, 2009, hlm.2. 48 49 Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) diman peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.49 Menurut Deddy Mulyana yang di kutip dari bukunya “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Metode penelitian kualitatif dalam arti penelitian kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip angka, atau metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, kuantitatif. alih-alih mengubah menjadi entitas-entitas 50 Untuk meneliti fenomena ini menggunakan pendekatan kualitatif metode deskriptif (descriptive reaserch) yaitu suatu metode yang dilakukan untuk mendeskripsikan suatu situasi atau area populasi tertentu yang bersifat faktual. 3.2 Paradigma Penelitian Sesuai dengn sifat dan karakter permasalahan data yang diangkat dalam penelitin ini, maka paradigma yang digunakan adalah paradigma konstruktivis yaitu paradigma yang hampir merupakan antithesis dari paham yang meletakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan suatu realitas 49 50 Sugiyono. Metode Peneliti Kuaitatif. Alfabeta, Bandung, 2005 Deddy Mulyana, metodologi penelitian kualitatif. PT Roemaja Rosdakarya, Bandung. 50 atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang bahwa ilmu sosial sebagai analisis sistematis socially meaningful action melalui pengamatan langsung terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara/mengelola dunia sosial media.51 Paradigma ini menyatakan bahwa dasar untuk menjelaskan kehidupan, peristiwa social dan manusia bukan ilmu dalam kerangka positivistic, tetapi justru dalam arti common sense. Menurut mereka, pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupan sehari-hari, dan hal tersebutlah yang menjadi awal penelitian ilmu-ilmu social. 52 Peneliti menggunakan paradigma kontruktivis untuk mengetahui bagaimanakah kontruksi panggung depan, panggung belakang Pekerja Seks Komersial dalam menjalani kehidupannya, dan karena paradigm kontruktivis peneliti bisa mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari individu yang diteliti. Di mana substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Dan juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh kepada masyarakatnya di mana tindakan sosial yang dilakukan individu tersebut harus berhubungan dengan rasionalitas dan tindakan sosial yang harus dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman. 51 Dedy N Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelian Sosial Empirik Klasik, Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia, 2003 52 Sigit Mangun Wrdoyo, Pembelajaran Kontruktivisme. (Bandung:Alfabeta, 2001), hal.33 51 3.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam menginterpretasikan dan memudahkan pembaca dalam memahami isi penelitian. Maka dari itu peneliti membuat batasan-batasan masalah sehingga tidak membuat penelitian lebih luas. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu peneliti memfokuskan dramaturgi seorang pekerja seks komersial dan peneliti menggunakan PSK untuk dijadikan peneliti mengenai panggung depan dan panggung belakang dalam kehidupan sehari-hari. 3.4 Instrumen Penelitian 3.4.1 Sumber Data 1. Data Primer (Primary Data) Data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data primer bisa didapatkan dari kegiatan wawancara dan observasi yang sudah dipaparkan pada baris sebelumnya. 2. Data Sekunder Data yang diperoleh dari sumber yang sudah ada bisa dimiliki peneliti dari catatan penelitian sebelumnya, bukti yang dikumpulkan dari 52 beberapa pra-observasi. Pada penelitian ini peneliti memiliki cara dengan membaca artikel tulisan yang memuat tentang subjek penelitian, mengetahui dari catatan serta bukti teman-temanyang memahami dan sesuai dengan penelitian. Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan. Bentuk data yang sudah ada dalam pengambilan data dengan cara sekunder yaitu studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data melalui teks yang tertulis maupun soft-copy edition (buku,ebook atau artikel dalam majalah, surat kabar, jurnal serta media lainnya). Dalam hal ini peneliti memperoleh beberapa informasi atau data yang diperoleh dari buku, literatur lain dari internet dan artikel yang bisa di akses. 3.4.2 Tehnik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.53 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mencari beberapa sumber data yang kemudian diolah 53 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2012Hlm.238 53 sesuai dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini di antara lain : 1. Wawancara Wawancara yang dilakukan peneliti adalah wawancara tidak terstruktur dan wawancara wawancara bebas terstruktur. dimana Wawancara peneliti tidak tidak terstruktur menggunakan adalah pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.54 Selain wawancara tidak terstruktur, peneliti juga melakukan wawancara secara terstruktur yaitu dengan menyusun dan mempersiapkan pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dalam metode survey melalui data pertanyaan yang diajukan secara lisan terhadap responden atau subjek.55 2. Observasi Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti untuk mengamati atau mencatat suatu peristiwa dengan penyaksian langsung, dan biasanya peneliti dapat sebagai partisipan atau observer dalam menyaksikan atau mengamati suatu objek peristiwa yang sedang 54 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D,Alfabeta, Bandung 2012, Hlm.233 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2006, Hlm.26 55 54 ditelitinya.56 Observasi dilakukan untuk memperoleh data-data resmi seputar mengenai presentasi diri pekerja seks komersial. 3. 5 Informan Penelitian Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah sample. Sample pada penelitian kualitatif disebut sebagai informan atau subjek penelitian, yaitu orang-oraang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi sesuai dengan tujuan penelitian. Informan disebut sebagai subjek penelitian karena informan dianggap aktif mengkontruksi realitas bukan sekedar objek yang hanya mengisi kuisioner.57 Menurut Moleong, informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang suatu data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam sebuah penelitian.58 Pada penelitian ini peneliti menggunakan informan penelitian atau narasumber untuk mendapatkan data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan informan dan key informan. Karena dalam penelitian dibutuhkan informan dan key informan untuk mendapatkan data yang diperlukan. Berdasarkan metodologi kualitatif dikenal beberapa metode riset: antara lain focus group discussion, wawancara mendalam, studi kasus dan observasi. Tetapi penulis hanya mengumpulkan data dengan metode 56 Ibid, Hlm.221 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2006, Hlm.296 58 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja RosdaKarya, 2007, Hlm.132 57 55 wawancara mendalam dan observasi. Dengan ini diharapkan mendapatkan informasi yang koengkrit mengenai perilaku pekerja seks komersial di lingkungan yang nantinya akan menjelaskan konsep diri PSK tersebut.. Informan peneliti ini adalah seorang PSK yang bekerja di Emporium Jakarta dengan dipilih berdasarkan beberapa faktor yaitu perbedaan latar belakang pendidikan, usia, dan tarif dari PSK tersebut. Data informan tersebut dapat dilihat pada table dibawah ini Tabel 3.1 Informan Penelitian NO Nama Umur Keterangan 1 Dewi 23 Tahun PSK Emporium 2 Lisa 25 Tahun PSK Emporium Tabel 3.2 Informan Pendukung No Nama Keterangan 1. Mega S Staff Emporium 2. Butet Staff Emporium 3. Fitri Sahabat Dewi 3. Annisa Sahabat Lisa 56 3.6 Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat berupa kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi baik yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam maupun observasi.59 Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan model Miles dan Huberman (1984), yang mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.60 Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut. Selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapaat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. 61 Menurut Nasution, analisis data dalam penelitian kualitatif harus dimulai sejak awal. Data yang diperoleh dalam lapangan harus segera 59 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, 2008, Jakarta, Kencana, Hlm.192 60 Sugiyono, 2008, Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta, Hlm.2 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D,Alfabeta Bandung,2009 61 57 dituangkan dalam bentuk tulisan dan dianalisis. Salah satu cara yang dapat dianjurkan ialah dengn mengikuti langkah-langkah berikut.62 1. Mereduksi Data Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis dalam bentuk uraian atau laporan yang terperinci. Laporan ini akan terus menerus bertambah. Bila tidak segra dianalsis sejak awal akan menambah kesulitan.laporan-laporan ini perlu direduksi, dirangkum, dipilih halhal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema atau polanya. Jadi, laporan lapangan sebagai bahan “mentah” disingkatkan, direduksi, disusun lebih sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan. Data yang direduksi member gambaran lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data bila diperlukan. 2. Men-display data Agar dapat melihat gambaran keseluruhannya atau bagian terteentu dari peneliti itu, harus diusahakan membuat berbagai macam matriks, grafik, networks, dan charts. Dengan demikian, peneliti dapat menguasai data dan tidak tenggelam dalam tumpukan detail. 3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi 62 Dr.Elvinaro Ardianto,M.Si ,Metode Penelitian uuntuk Public Releation Kuatitatif dan Kualitatif,Remaja Rosdakarya Bandung, 2010 58 Sejak awalnya, peneliti berusaha mencari makna dari data yang dikumpulkannya. Untuk itu, ia mencari pola, tema, hubungan, persaamaan, hal-haal yang sering timbul, hipotesis, dan sebagainya. Jadi, dari data yang diperolehnya sejak awal ia mencoba mengambil kesimpulan. Kesimpulan itu mula-mula masih tentative, kabur, diragukan. Akan tetapi, dengan bertambahnya data, kesimpulan itu lebih grounded. Selama penelitian berlangsung, kesimpulan senantiasa harus diverifikasi. Verifikasi dapat singkat dengan mencari data baru, dapat pula lebih mendalam bila penelitian dilakukan oleh satu tim untuk menncapai intersubjective consensus, yakni persetujuan bersama agar lebih menjaminn validitas atau confirmability.63 4. Menganalisis data Menganalisis data sewaktu pengumpulan data antara lain akan menghasilkan lembar rangkuman dan pembuatan kode pada tingkat rendah, mengengah (kode pola) dan tingkatan tinggi (memo). 5. Membuat lembar rangkuman Untuk memperoleh inti data, peneliti dapat bertanya, siapa, peristiwa, atau situasi apa, tema atau masalah apa yang dihadapinya dalam lapangan, hipotesis apa yang timbul dalam pikirannya. Pada kunjungan 63 Dr.Elvinaro Ardianto,M.Si ,Metode Penelitian uuntuk Public Releation Kuatitatif dan Kualitatif,Remaja Rosdakarya Bandung, 2010 59 berikutnyaa, informasi apa yang harus ditemukannya dan hal apa yang harus diberinya perhatian khusus. 3.7 Keabsahan Data Di dalam pengujin keabsahan data, cara pengujian kredibilitas atau kepercayaan terhadap hasil penelitian menurut Moleong dilakukan dengan perpanjangan leikutsertaan atau pengamatan, ketekunan pengamatan dalam penelitian, triangulasi, pengecekat sejawat, kecukupan refensial, kajian kasus negative, dan pengecekan anggota. 64 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode triangulasi. Triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi sumber, yaitu menguji kredibilitas data dilakukan dengan mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.65 Peneliti akan mewawancarai berbagai sumber yang berbeda berdasarkan informan peneliti. Alasan peneliti menggunakan triangulasi sumber Karen semakin banyak narasumber, maka data yang dikumpulkan akan semakin banyak sehingga akan memudahkan peneliti untuk membandingkan dan menganalisi data tersebut. 64 65 Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:Remaja Rosdakarya,2007 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D,Alfabeta Bandung,2009 60 3.8 Lokasi Penelitian Lokasi utama penelitian yang dipilih adalah di Mess Emporium Jakarta Pusat sebagai tempat penelitian mengenai “Presentasi Diri Seorang Pekerja Seks Komersial”. 3.9 Jadwal Penelitian Tabel 3.3 Jadwal Penelitian Agenda Des Pra-Riset dan Penyusunan Bab 1-3 Pengumpulan dan Analisa Data Analisis dan Pengelolaan Data Penyusunan Bab 4-5 Sidang Skripsi Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agus Sept Okt BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Pada bab ini peneliti akan menguraikan data dan hasil penelitian tentang Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial. Hasil data dan penelitian berupa wawancara mengenai bagaimana panggung depan seorng Pekerja Seks Komersial, panggung belakang Pekerja Seks Komersial, serta presentasi diri seorang Pekerja Seks Komersial. Hasil penelitian yang ini diperoleh dengan teknik wawancara yang mendalam dengan informan dalam bentuk observasi langsung dan data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis. Analisis ini sendiri terfokus pada para presentasi diri seorang Pekerja Seks Komersial ,yang dikaitkan kepada beberapa unsur atau identifikasi masalah. Agar peneliti ini lebih objektif dan akurat, peneliti mencari informasi-informasi tambahan dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi langsung dengan informan untuk melihat langsung bagaimanakah presentasi diri seorang Pekerja Seks Komersial. Selain itu juga peneliti melakukan wawancara dengan infroman pendukung yaitu orang-orang terdekat dan yang mengenal sosok Pekerja Seks Komersial itu sendiri. Peneliti ini juga menggunakan tipe penelitian kualitatif untuk melihat kondisi alami dari suatu kehidupan dramaturgi. Pendekatan ini bertujuan memperoleh pemahaman dan menggambarkan realitas yang kompleks. 61 62 Penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan didasari oleh orang atau perilaku yang diamati. Pendekatannya diarahkan pada latar dan individu secara utuh Jadi, tidak dilakukan proses isolasi pada objek penelitian kedalam variabel atau hipotesis. Tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Penelitian ini juga melakukan observasi secara langsung. Tempat yang peneliti amati selama melakukan observasi yaitu di mess, tempat para PSK tinggal. Untuk tahap analisis, yang dilakukan oleh peneliti adalah membuat daftar pertanyaan untuk wawancara, pengumpulan data, dan analisis data yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Untuk dapat mengetahui sejauh mana informasi yang diberikan oleh informan penelitian, peneliti menggunakan beberapa tahap 1. Pertama menyusun draft pertanyaan wawancara berdasarkan dari unsurunsur kredibilitas yang akan ditanyakan pada narasumber atau informan. 2. Kedua, melakukan wawancara dengan staff dan mucikari yang bersangkutan guna menjadi data pendukung. 3. Ketiga melakukan dokumentasi langsung di lapangan untuk melengkapi data-data yang berhubungan dengan penelitian. 4. Keempat, memindahkan data penelitian yang berbentuk daftar dari semua pertanyaan yang diajukan kepada narasumber atau informan. 5. Kelima, menganalisis hasil data wawancara yang telah dilakukan. 63 Agar pembahasan lebih sistematis dan terarah maka peneliti membagi ke dalam tiga pembahasan, yaitu: 1. Analisis Deskripsi Identitas Informan. 2. Analisis Deskripsi Hasil Penelitian. 3. Pembahasan Peneliti. 4.2 Deskriptif Data Pada pembahasaan ini peneliti, akan memaparkan berbagai hal yang terjadi di lapangan berdasarkan dengan hasil sebenarnya yang ditemukan dan dirasakan oleh peneliti berkaitan dengan judul peneliti yaitu Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Emporium Jakarta. Beerbagai data yang peneliti peroleh dilapangan berkaitan dengan dramaturgi pekerja seks komersial, disusun dan dialokasikan sebagai suatu hasil dari penelitian dengan mengkombinasikan berbagai temuan tersebut dengan data-data tambahan lainnya. Pemaparan proses penelitian ini dirasa penting sebagai jawaban yang ingin disampaikan peneliti dalam upaya menentukan arah penelitian dengan memberikan berbagai temuan dilapangan, Peneliti melakukan wawancara secara langsung pada key informan dan juga pada informan tambahan untuk melengkapi data penelitian. Wawancara dilakukan dengan bertemu langsung dengan key informan di mes tempat mereka tinggal. Untuk informan tambahan, wawancara dilakukan sambil peneliti melakukan wawancara dan observasi pada key informan. 64 4.2.1 Profil Informan Kunci Berikut adalah informan-informan penelitian yang di wawancarai oleh peneliti mendapatkan data untuk di analisis mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Emporium Jakarta. 1) Dewi Dewi (nama samaran) adalah seorang mahasiswi cantik. Dewi berasal dari Bandung dan datang ke Jakarta untuk berkuliah, namun ajakan dan tuntutan pergaulan yang membuat Dewi melukakan pekerjaan sampingan sebagai PSK. Wanita yang mempunyai kulit putih ini baru mengeluti profesi ini sejak tahun pertama dia berkuliah. Dewi meempunyai tinggi 165 cm, berambut pendek berwarna keabu-abuan, mahasiswi tahun ke empat berusia 23 tahun ini merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Dewi mempunya satu orang adik laki-laki yang masih duduk dibangku SMP. Ibunda Dewi sudah menikah lagi karna Ayah Dewi meninggal saat Dewi berumur 13 Tahun, Sekarang Dewi tinggal di mess di Jakarta tepatnya ditempat dia bekerja menjadi PSK. Dewi merupakan sosok yang cukup ramah saat pertama kali ditemui, Dewi pribadi yang menyenangkan dan baik tetapi sedikit pendiam, di mata teman-temannya yang mengenal dia, dia seseorang yang tidak terlalu banyak bicara saat sedang bersama teman-temannya, tidak jauh halnya dengan sikapnya dikampus, penampilan Dewi saat dikampus tidak terlalu macam-macam, bahkan Dewi baru-baru ini menggunakan kerudung saat dia pergi kuliah. Alasannya karna dia mempunyi rambut dan warna rambut 65 yang cukup nyetrik. Dewi memang menyukai barang branded, karna dia sangat menyukai fashion, dan selalu menggunakan sepatu wedges, dan celana jeans. Dewi merupakan seorang Pekerja Seks Komersial di Emporiun Jakarta. Tetapi dia jarang sekali keluar malam untuk bermain bersama teman-teman, dikarenakan dia memiliki tuntutan pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan karena sudah mempunyai kontrak kerja dengan mucikari Emporium Jakarata. 2) Lisa Lisa (nama samaran) adalah seorang perantau dari Bandung yang datang ke Jakarta untuk bekerja. Wanita berumur 25 tahun ini merupakan anak ke 3 dari 5 bersaudara. Lisa memiliki 2 kakak yang sudah berkeluarga dan 2 adik yang masih bersekolah. Lisa sudh cukup lama mengeluti profesinya sebagai PSK sudah sejak 7 tahun yang lalu sebagai tumpuan hidup. Wanita berperawakan montok dengan tinggi badan 168 cm dan berat badan 48 kg ini memiliki kulit sawo matang, mata indah, rambut ikal, memakai behel dan terdapat beberapa tattoo ditubuhnya. Lisa merupakan sosok yang sangat menyenangkan di mata teman-temannya dia selalu menebar humor pada saat bertemu teman-temannya Lisa tidak pernah berfikir untuk berkerja menjadi seorang PSK, namun tuntutan ekonomi dan susahnya mencari pekerjaan dijakarta 66 dengan bermodal ijasah SMA dirasakan Lisa cukup sulit belum lagi dia tidak terlalu banyak kenalan di Jakarta. Namun ajakan temannya yng sudah menjadi PSK Emporium sebelumnya membuat Lisa ingin mencoba dijalur yang sama dengan temannya. Lisa tidak pernah memberi tahu keluarga di Bandung tetntang status lisa sebagai seorang pekerja seks komersial. Yang keluarga ketahui Lisa bekerja bersama temannya di salah satu konveksi yang ada di Jakarta. Ketidak pedulian dan kebebasan yang diberikan orang tua membuat pergaulan Lisa melampaui batas. 4.2.2 Profil Informan Pendukung 1) Mega Mega adalah seorang mahasiswi di Jakarta. Peneliti mengenal sosok mega karna mega adalah teman satu kelas semasa di SMA. Mega sosok yang sangat ramai dan selalu dominan saat berbicara dengan teman-teman, mega mempunyai tampilan yang semaunya yang kadang-kadang kita menggap tampilannya sedikit aneh namun tetap cantik dikenakan. Mega adalah orang yang tidak mengenal kata putus asa, dan seorang yang professional dalam hal pekerjaan. Mega sendiri adalah keponakan dari mucikari Emporium Jakarta, dia juga pernah bekerja di Emporium hampir satu tahun sebagai akuntan, jadi dia kenal betul para PSK di Emporium dan mengetahui kehidupan PSK. 67 Peneliti tertarik menjadikan Mega seorang informan pendukung karena Mega mempunyai pergaulan yang luas, selain itu juga Mega pernah mempunyai teman yang PSK semasa dia masih bersekolah sehingga membuat Mega lebih banyak tahu tentang PSK. Dari Mega lah peneliti mendapatkan data yang peneliti butuhkan, sebagai pendukung dari penelitian ini. 2) Butet Butet adalah sosok wanita keturunan batak yang mempunya wajah sangat keras. Wanita yang mempunyai umur 30 Tahun ini adalah pribadi yang ceplas-ceplos dan memiliki nada bicara yang sangat tinggi tetapi selalu melontarkan candaan saat dilakukan wawancara. Butet sudah berkeluarga dan mempunyai satu orang anak laki-laki yang masih bersekolah. Butet sudah cukup lama bekerja di Emporium Jakarta, selama hampir 4 tahun butet bertugas menjaga dan mengurus /kebutuhan para PSK. Peneliti tertarik dengan butet karena dia cukup dekat dengan hampir semua PSK diEmporium dan menenal betul sifat-sifat dan prilaku para PSK dan mempunyai banyak informsi yang dibutuhkan peneliti untuk menjawab semua pertanyaan yang dibutuhkan. 3) Fitri Fitri adalah sahabat dekat dari PSK selaku informan pertama yakni Dewi, Fitri adalah sosok yang sangat ramah, ramai dan sering mengeluarkan lelucon-lelucon yang membuat suasana sangat menyenangkan. Peneliti 68 memilih Fitri sebagai informan karena Fitri adalah teman satu kampus sedari semester pertama, mereka memiliki hubungan yang sangat dekat dan Fitri mengetahui dan mengenal banyak mengenai sosok Dewi sehingga Fitri mengetahui informasi yang diperlukan untuk penelitian. 4) Tamy Tamy merupakan sosok wanita berumur 28 tahun yang sudah menikah. Tamy adalah teman dekat selaku informan kedua yakni Lisa sewaktu di Bandung. tamy adalah seorang pribadi yang sangat pendiam dan sangat keibuan dan tidak terlalu banyak bicara. Tamy pindah ke Jakarta karena sang suami bekerja di Jakarta sebagai buruh, sehingga Tamy dan Lisa masih berteman sangat baik sampai sekarang. Alasan peneliti menjadikan Tamy sebagai informan karena Tamy mengetahui semua informasi perihal Lisa dan bisa membantu menjawab pertanyaan dari penelitian. 4.3 Pembahasaan Penelitian Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana panggung depan dan panggung belakang pekerja seks komersial. Penelitian ini menggunakan konsep dramaturgi dan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi. Wawancara mendalam dengan informan dilakukan untuk mencari data dan dokumentasi langsung dilapangan. Dalam wawancara tersebut, peneliti mendapatkan data atau informasi berupa bagaimana panggung depan dan panggung belakang pekerja seks komersial. 69 Pada wawancara mendalam, peneliti menyiapkan beberaapaa pertanyaan untuk diajukan kepada informan kunci dan informan pendukung. Data yang didapat dari hasil wawancara diperoleh dari 2 orang pekerja seks komersial. Adapun daftar pertanyaan dan jawabaaan terlampir di dalam lampiran. Hasil wawancara langsung yang didapatkan melalui informan merupakan sebuah data primer dan sumber pokok dalam penelitian, sedangkan hasil data observasi selama peneliitian merupakan data sekunder. Data yang diperoleh dari wawancara langsung kepaada infroman dan hasil data observasi dikategorikan sesuai dengan identifikasi masalah. Data yang diperoleh mengenai panggung depan dan panggung belakang terjawab dengan jelaas, sehingga dapat disimpulkan hasil dari penelitian ini. Setelah data terkumpul dan proses penyusunan yang diperlukan selesai, peneliti menjabarkan hasil dari penelitian mengenai presntasi diri, panggung depan dan panggung belakang pekerja seks komersial ketika meraka berada di lingkungan hidupnya maupun di lingkungan pekerjannya. Berdasarkan hasil wawancara yang didapat dengan informan, maka peneliti dapat menganalisis Presentasi Pekerja Seks Komersial studi dramaturgi yang meliputi. 4.3.1 Panggung Depan Pekerja Seks Komersial Panggung depan (Front Stage) adalah bagian individu yang secara teratur berfungsi sebagai cara untuk tampil didepan umum dengan sosok yang ideal. Panggung depan merupakan sebuah peristiwa dimana pekerja seks komersial atau 70 “performer” tampil dengan materi yang sebelumnya sudah dipersiapkan dan dirancang pada panggung belakan (back stage) Ketika berada di panggung depan (front satge), seorang PSK mempunyai beberapa karakteristik guna menunjukan performance sebaik mungkin untuk memenuhi kepuasaan audience atau pelanggan. Bagaimana berpakaian, gaya bahasa, bahasa tubuh, gerak gerik mimik, intonasi suara, cara berpakaian, manner, dan tubuhnya untuk memenuhi selera audience, bukan untuk dirinya. Karena itu perilaku ini bukannya perilaku asli atau perilaku sebenarnya, tetapi perilaku yang dibuat-buat. Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran actor mengenai konsep ideal dari identitasnya yang sekiranya bisa diterima oleh penonton. Berangkat dari perilaku PSK dengan merujuk dramaturgi, perbedaan perilaku terjadi karena perbedaan kepentingn dan tujuan yang hendak dicapai. 4.3.1.1 Lokalisasi Lokalisasi adalah tempat berlangsungnya panggung belakang yang dilakukan para PSK. Disinilah para PSK memanipulasi penampilannya, dengan busana yang seksi, sepatu mewah dengan hak tinggi, riasan wajah yang mencolok dan beberapa aksesoris untuk menunjang penampilan mereka. Para PSK mengelola kesan dengan baik ketika bertemu para pelangan agar menarik perhatian para pelanggan untuk tetap setia dengan mereka. Bukan hanya perilaku dan gaya busana yang dapat menari perhatian para pelanggan, tetapi cara bicara 71 yang manja dan sopan, juga gerak tubuh yang sedikit erotis saat bertemu dengan para pelanggan. a. Bahasa tubuh dan Intonasi suara Bahasa tubuh yaitu merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan dimana pesan yang disampaikan dapat berupakan isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, sentuhan, aretifak ( lambang yang digunakan ), diam. waktu, suara, postur dan gerakan tubuh. sedangkan Intonasi yaitu tinggi rendahnya nada pada Kalimat yang memberikan penekanan pada kata-kata tertentu di dalam kalimat. Bahasa tubuh dan intonasi suara menjadi salah satu karakteristik yang menunjang panggung depan para pekerja seks komersial, karena mereka berkomunikasi dan berinteraksi dengan pelanggan dengan bahasa tubuh dan intonasi yang baik guna mencapai tujuan mereka. Dewi selaku informan pertama dalam penelitian ini mengungkapkan bahwa perilaku yang ditunjukan saat para pelangan datang untuk memilih para PSK, Dewi berinteraksi dengan pelanggan dan sangat berhati-hati mengendalikan kesan yang akan diberikikan sehingga orang lain tidak bisa mengetahui perasaan yang sesungguhnya terjadi. “awalnya aku sama sekali gabisa yang namanya ketemu pelanggan gitu, pasti kaku banget ngomong dikit pokoknya malu-malu banget deh nah lama kelamaan aku ngeliatin aja dari yang lain trus sekarang kalau saat ketemu pelangan, perilaku aku sebisa mungkin harus menggoda para pelanggan, yaa kalo gak ngomong yang manja imut gitu pokoknya seceria mungkin lah biar pelanggan juga enak kan bawaannya kalo lagi sama aku 72 gak kaku-kaku banget lah, trus klo lagi gak mood atau bête ya sebisa mungkin nutupin kalo engga ya nanti pada kabur kalo aku jutek hehe”(Dewi, 26 Juli 2016) Menurut penelitian penulis, Dewi saat bertemu dengan pelanggan lebih menonjolkan sikap dia yang manja dan tidak kaku. Sebelumnya Dewi sangat pendiam dan sulit berinteraksi dengan pelanggan, tetapi Dewi banyak melihat teman-temannya saat bertemu pelanggan dan pada akhirnya Dewi bisa berinteraksi tanpa malu-malu dan membuat kesan baik kepada pelanggan sehingga pelanggan tidak kecewa dengan penampilan Dewi, dan Dewi tetap tersenyum dan bicara sopan walaupun sedaang memiliki masalah atau mood yang tidak baik. PSK mempresentasikan dirinya melalui bahasa verbal maupun non verbal. Seperti menggerkan tubuh agar terlihat seksi dan erotis menjadi daya tarik pelanggan dan tidak segan-segan merangkul atau memegang lengan saat berbincang dengan pelanggan. Kemudian informan kedua yang bernama Lisa mengungkapkan hal yang sama perihal perilaku ketika dia bertemu dengan pelanggan bahwa adanya interaksi yang dia lakukan dengan pelanggan yang hadir. Informan kedua mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut : “karna aku sudah biasa dengan dunia malam gini ya jadi aku udh gak ada namanya malu-malu ketemu pelanggan, aku yaa goda-goda gitu deh biar dia seneng main sama aku, bicara aku juga harus sopan dan lembut trus 73 karna aku pake baju seksi jadi aku tonjolin aja yang bisa ditonjolin hahahaha”(Lisa, 4 Agustus 2016) Lisa ketika berhadapan dengan pelanggan lebih berpengalaman karena Lisa juga sudah cukup lama menjadi seorang PSK. Lisa berinteraksi dengan cara berbicara lembut sopan dan lebih menonjolkan sisi erotisnya agar dipadang wanita seksi yang mengoda. Dengan berprilaku menggoda Lisa mengharapkan pelanggan tetap setia dengan jasanya dan tidak berpaling dengan PSK lain. Bisa dikatakan bahwa PSK sudah siap dalam menampilkan penampialan yang diharapkan para pelanggan dengan bahasa verbal maupun non verbal. Menurut Goffman, presentsi diri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas social bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.66 Bahwasannya para pekerja seks komersial dapat menginterpreetsikan situasi secara beragam, mengelola kesan seperti yang dikehendaki. Sejatinya penampilan yang akan ditampilkan oleh pekerja seks komersial yakni symbol dalam bentuk verbal maupun gerak non verbal tidak dapat diprediksi oleh siapapun. Kesimpulan dari jawaban-jawaban informan diatas mengatakan hal yang hampir sama pada intinya. Mereka memperhatikan sikap atau perilaku baik itu verbal ataupun non verbal pada saat bertemu dengan pelanggan yang merupakan 66 Deddy Mulyana, Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Ros dakarya, Bandung, 2003, hal. 112 74 panggung depan, hal tersebut guna menciptakan hubungan jangka panjang kepada pelanggan agar pelanggan tetap mengunakan jasa mereka. Kemudian penulis menayakan pertanyaan yang sama kepada Mega sebagai informan pendukung, yakni perihal perilaku para PSK ketika berhadapan dengan pelanggan berikut jawabannya : ” baik-baik aja sih karna udh pengalaman juga yaa ngadepin pelanggan, kalo lagi galau tau masalah sama sekali gak keliatan. Mereka tetep nemenin pelanggan dengan baik,, walaupun klo gaadaa pelanggan suka sedih mikirin masalah yaa psk juga manuia kan.”(Mega, 31 Juli 2016) Dari hasil wawancara diatas para PSK tidak memperlihatkan wajah sedih atau jutek apabila terjadi masalah yang sedang dihadapinya, mereka tetap menemani para pelanggan dengan baik dan tetap memperlihatkan ekspresi yang centil dan manja dan mereka dapat memanipulasi keadan mereka dengan baik. Kemudian peneliti menanyakan pertanyaan yang sama kepada informan pendukung bernama butet salah satu staff di Emporium Jakarta dan peryataanya sebagai berikut : “ perilaku mereka ke tamu sih sewajarnya PSK kebanyakan lah, ngomong manja sedikit kontak fisik trus ditonjolin dah tuh sisi seksinya mereka, dan ngomong ke pelanggan pada sopan-sopan karena emang udh peraaturannya gitu kan gak boleh ngomong cablaak-cablak”(Butet, 31 Juli 2016) Dari hasil penelitian penulis, para PSK berprilaku dengan sangat baik saat melayani ataupun bertemu dengan pelanggan. Mereka sudah sangat profesional 75 dan terbiasa dalam mengelola kesan yang membuat para pelanggan mendapatkan perlakuan yang diharapkan para pelanggan. Menurut Goffman, bahwa umumnya orang-orang berusaha menyajikan diri mereka yang diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di pangung depan, meresa merasa bahwa mereka harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukannya. 67 Seperti para pekerja seks komersial yang menyembunyikan sifat asli mereka dan memanipulasi keadaan yang sedang dialami saat bertemu dengan pelanggan. b. Bahasa Verbal Pengelolaan kesan melalui bahasa verbal adalah pengelolaan kesan dengan meggunakan kata-kata atau bahasa. Peristiwa pengelolaan kesan oleh PSK saat berinteraksi dengan pelanggan merupakan peristiwa yang terjadi di wilayah panggung depan (front stage). Peristiwa pengelolaan kesan oleh PSK saat berinteraksi dengan pelanggan yakni pria hidung belang dapat dibagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama adalah saat PSK mecoba merayu pelanggannya dengan menggunakan bahasa manja dan persuasive dari calon pelanggannya dengan menggunakan kata-kata. Dari pengamatan penelitian melalui wawancara yang dilakukan oleh Dewi dan Lisa komunikasi verbal yang dilakukan mereka berupa bahasa dalan kata-kata yang biasa mereka gunakan untuk memikat atau menyapa calon pelanggannya 67 Mulyana, Deddy, 2004, Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Ros dakarya, Bandung, hal. 116 76 adalah dengan mengucapkan kata seperti “hallo sayang”, “hay beb”, “apa kabar cinta” (panggilan sayang) “Maya yuk” (maya adalah bahasa gaul making love atau bercinta). “Mau berapa ronde nih say” (artinya mau berapa kali melakukan hubungan seks dengan mereka), “Secelup dua celup say” (artinya mau waktu yang singkat dalam bercinta). Kata-kata lain yang selalu mereka ungkapkan adalah, “dijamin oke”, “mau atas atau bawah”? Artinya mereka menganggap diri mereka adalah jasa yang sangat mendatangkan kepuasan bagi yang memakainya. Ungkapan itu dinyatakan untuk lebih menjelaskan identitas diri mereka dalam profesional melayani pelanggan yang ingin memakai jasa seks mereka. Sedangkan menurut wawancara yang dilakukan sesi kedua yang terlihat adalah saat mereka berhasil melakukan transaksi mendapatkan pelanggan yang akan memakainya. Kata-kata yang mereka ucapkan sebelum akhirnya melakukan pekerjaan mereka dan pergi ke kamar hotel yaitu “oke say sudah siap keatas?”, “lets go”, “common beib”. Ungkapan itu maksudnya adalah bersedia dan biasanya setelah mengucapkan katakata tersebut PSK langsung masuk ke dalam kamar hotel ataupun ikut pelanggan sesuai permintaan. c. Gaya Bicara Gaya berbicara adalah cara berbicara yang dapat menimbulkan daya tarik lawan bicara. Gaya bicara dapat digolongkan menjadi gaya berbicara dengan menghubungkan suara dengan kata-kata, atau gaya bahasa. Sangat penting bagi para pekerja seks komersial utuk mengatur dan men setting gaya bicara mereka agar para pelanggan tertarik. 77 Pada saat bertemu pelanggan dan saat tidak bertemu dengan pelanggan pun adanya perbedaan cara bicara saat sedang bersama pelanggan dan tidak bersama pelanggan. Inilah yang disampaikan Dewi ”ya pasti adalah, aku memang klo ngomong lembut saat gak ketemu pelanggan juga lembut dan gak banyak ngomong, tapi klo lagi ketemu pelanggan aku harus banyak ngomong lah trus rada menye-menye gitu manja-manja dikit lah intonasi bicaranya tapi klo ngobrol sama bukan pelanggan ya kayak gini aja gak mungkin aku menye-menye manja hehe” (Dewi, 26 Juli 2016) Melalalui pengamatan peneliti yang meneliti Dewi, setiap bertemu pelanggan, dia lebih banyak bicara dan berinteraksi dengan pengunjung. Dewi mengeluarkan sikap yang berbeda dari aslinya, menggunakan formal, terkadang juga diberikan sedikit bahasa-bahasa yang santai namun sedikit merayu. Menurutnya gaya berbicaranya yang berbeda dilakukan agar dapat menimbulkan daya tarik para pelanggan. Dipanggung belakang walaupun Dewi aslinya pendiam tetapi dia juga mempunyai sisi yang humoris saat dia sedang berkumpul bersama teman-temannya. Dari pengamatan peneliti dengan informan Dewi sangat terlihat jelas bagaimana ia menyetting dirinya di panggung depan agar dapat sesuai dengan suasana hiburan, serta menjadi magnet agar para pelanggan tertarik dengannya. Front stage atau panggung depannya ketika tampil diatas panggung dia berusaha lebih banyak bicara dan berusaha lebih dekat dengan pelanggan. Dari situ peneliti melihat bahwa ada sikap yang di tutupi atau di kamuflase sedemikian rupa agar 78 dapat menyatu dan beradaptasi dengan suasana dan kepada pelanggan. Kemudian pernyataan yang sama juga disampaikan kepada informan kedua yakni Lisa : “Ada banget, aku kan itu sedikit rada tomboy , jadi klo ngomong gak centil dan klo ngomong rada cablak kagak disaring, tapi beda klo lagi sama pelanggan berbuah jadi centil dan mengemaskan haha”(Lisa, 4 Agustus 2016 Dalam hasil pengamatan peneliti juga diketahui bahwa memang ketika Lisa berhadapan dengan pelanggan terdapat perbedaan gaya bicara yang signifikan ketika informan di dalam ruang profesi dan ketika ia menghabiskan waktu dengan teman – temannya atau di luar profesinya. Mulai dari nada bicaranya yang sedikit manja, suaranya yang lemah lembut, tetapi disatu sisi Lisa tidak bisa meninggalkan pribadinya yang rame, jadi dimanapun dia bisa menghidupkan suasana, saat ataupun tidak bertemu pelanggan. Dilihat dari perilakunya sehari-hari Lisa mudah sekali bergaul dengan siapapun, dia terlihat jenaka ketika di panggung depan bukan hanya tuntutan tetapi memang saat di panggung belakang dia seperti itu, menjadi dirinya sendiri dan serius mengemas pesan yang ingin disampaikan saat menuju panggung depan. Di panggung belakang Lisa sangat berbeda ketika dia menghabiskan waktu dengan teman – temannya, suaranya yang lantang cempreng dan ia dapat bercanda sampai tertawa terbahak – bahak dengan lepas tanpa peduli orang sekitarnya. Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima orang lain. Ia menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan pesan” (impression management), yaitu teknik- 79 teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk melakukan triangulasi data maka peneliti juga mewawancarai informan pendukung yakni mega . Menurut Mega mengenai gaya bicara dan tutur kata adalah sebagai berikut. “gaya bicara mereka saat bertemu pelanggan sangat berbeda dengan aslinya, mungkin karena tuntutan dalam pekerjaan juga harus bersikap seperti itu. Dari intonasinya ada yang lemah – lembut, ada yang santai, ada yang manja, ada yang biasa aja ya macem – macem lah karakter orang.”(Mega, 31 Juli 2016) Dari pernyataan ketiga informan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang pekerja seks komersial membawakan bahasa dan tutur kata berbeda dari yang biasa mereka lakukan di panggung belakang. Pengelolaan kesan melalui bahasa verbal yang dilakukan oleh pekerja seks komersial dinilai lebih dominan. Terdapat juga beberapa aspek bahasa nonverbal yang dikelola oleh pekerja seks komersial dalam memupuk kesan-kesan pada dirinya untuk ditunjukkan kepada pelanggan, diantaranya nada suara (manner), gerakan tubuh (manner), penampilan (appereance), dan ekspresi wajah (manner). Nada suara merupakan bagian dari front pribadi. Nada suara yang mereka gunakan adalah dengan lemah lembut, mendayu-dayu, serta sedikit merayu. Nada suara merayu dan lemah lembut merupakan jurus utama yang digunakan oleh pekerja seks komersial untuk pelanggan gara mereka tertarik. 80 d. Ekspresi wajah dan Setting Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya. Ekspresi wajah merupakan salah satu cara penting dalam menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia. Para pekerja seks komersial sebisa mungkin men setting mood atau perasaan yang mereka alami dengan ekspresi wajah agar dapat menyembunyikan dan dapat menjalani peran dengan baik. Adapun kesulitan yang dirasa oleh pekerja seks komersial seperti terkdang tamu yang datang sering rese dan menggap para PSK seperti barang yang sudah dibeli jadi mereka harus mnenuruti semua kemauan pelanggan dan tidak sedikit yang meminta hal-hal aneh saat melayani pelanggan. Menurut Dewi tergadang para tamu atau pelanggan meminta PSK Dewi menggunakan baju yang aneh-aneh dan suka memperlakukan Dewi dengan kasar. Tetapi Dewi harus tetap melayani karna sudah menjadi tuntutan dia sebagai seorang PSK. Menurut pengamatan penulis, Dewi sedikit tidak nyaman dengan pekerjaannya karena sifat dan karakter dari tamu atau pelanggan berbeda-beda, dan Dewi terkadang sulit untuk menghadapinya tetapi Dewi harus tetap menghadapi dengan suka cita dan selalu menunjukan ekspresi wajah yang selalu ceria agar para pelanggan merasa diterima. Meskipun begitu Dewi merasa nyaman dengan lingkungan pekerjaannya terutamma teman-temannya yang selalu memberi support dan menghibur Dewi. 81 Kemudian pernyataan yang sama juga ditanyakan kepada Lisa, mengenai hambatan atau kesulitan yang dia alami ketika mengadapi tamu atau pelanggan, tidak jauh berbeda dengan yang Dewi utarakan bahwasannya Lisa merasa sedikit tidak nyaman dengan para pelanggan atau tamu yang meminta Lisa melakukan hal-hal yang aneh. Dari kedua informan yang didapat dapat disimpulkan bahwa penting untuk para pekerja seks komersial untuk dapat memahami karakteristik para tamu yang berbeda-beeda sehingga mereka bisa mengatasinya setiap masalah dengan baik dan tetap membuat tamu nyaman agar pelanggan tidak melirik PSK lain. 4.3.1.2 Interaksi pekerja seks komersial Interaksionisme simbolik yang sering ditampilkan seorang pekerja seks komersial contohnya bahasa verbal dan menampilkan perilaku nonverbal tertentu serta menggunakan atribut – atribut tertentu. Seperti memakai pakaian seksi dan minim make up yang sering mereka gunakan juga terlihat berlebihan, mulai dari lipstick, shadow, blash on, bulu mata, contact lens, dan warna rambut yang berarna, memakai cat kuku yang berwarna warni sehingga penampilan mereka terkesan mencolok. Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia (mind) kemampuan PSK menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial, mengenai diri (self) kemampuan PSK untuk mereflesikan diri dari tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan hubungan di tengah 82 interaksi sosial (society) jejaring hubungan sosial yang di bangun, di ciptakan dan dikonstruksikan oleh PSK di tengah masyarakat, dan PSK tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela yang pada akhirnya mengantar PSK dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya. Adapun proses komunikasi atau interaksi yang dilakukan oleh PSK kepada pelanggan dengan cara mempengaruhi, komunikatif dan berpenampilan menarik semua itu dilakukan hanya untuk mendapatkan feedback agar adanya pekerjaan jangka panjang dan selalu dipilih untuk menemani pelanggan. Setelah kedua key informan melakukan penyesuaian diri kepada tamu/pelanggan yang baru datang ke Emporium Jakarta, kedua key informan kemudian melakukan interaksi sosial dengan melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan individu yang ada dalam lingkungannya. Selama proses tersebut, terjadi proses pengaruh-memengaruhi antara individu dengan individu lainnya. Proses tersebut sesuai dengan pendapat Narwoko dan Suyanto tentang interaksi sosial disyaratkan adanya fungsi-fungsi komunikasi yang lebih dalam, seperti adanya kontak sosial dan komunikasi. 68 Dalam proses interaksi sosial ini terjadi proses komunikasi , dari proses komunikasi terjadilah perubahan pemikiran yang dirasakan oleh tamu/pelanggan pada dirinya, yang tadinya hanya datang sekali untuk iseng-iseng menjadi sering datang. Perubahan pemikiran tersebut merupakan pengaruh dari interaksi yang dilakukannya. Kemudian dari hasil pengamatan peneliti terhadap Dewi bahwa 68 Narwoko dan Suyanto, 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Group Hal.16. 83 ketika bersosialisasi kepada dengan tamu/pelanggan Dewi berusaha ramah dan menggoda kepada siapapun yang datang. “ya pastilah aku harus ramah dan meenggoda, klo ada tamu dateng kan gak langsung masuk kamar gitu aja, ya kita ngobrol dulu klo emang udh cocok baru deh, jadi sebelum masuk kamar yaa kita harus service diluar dengan baik juga biar akrab“(Dewi,26 Juli 2016) Dari hasil pengamatan, saat sebelum terjadinya kesepakatan untuk akhirnya menyewa PSK komunikasi sangatlah penting untuk membuat tamu atau pelanggan nyaman. Karena jelas sudah bahwa komunikan dalam hal ini tamu atau pelanggan sangat menyukai seorang PSK yang mampu dan berhasil mendekatkan dirinya dengan mereka sehingga hubungan yang terjalin diantara keduanya tidak canggung. Kemudian hasil pengamatan juga hampir sama kepada informan kedua yaitu Lisa. Lisa berusaha bersikap baik dan dekat dengan tamu/pelanggan ”ya harus baik lah dan harus dideketin, apalagi klo yang baru sekali dating ketempat kita, huuh harus bener-bener penjilatannya haha biar list pelanggan aku tambah banyak”(Lisa,4 Agustus 2016) Dari pernyataan Lisa diatas, dia berusaha mendekatkan diri kepada siapapun tamu/pelanggan yang datang apalagi dengan orang yang baru kali itu datang ketempat terebut . Menurut hasil pengamatan, daya tarik seorang seorang PSK memang menjadi magnet bagi tamu yang datang, tidak dapat dipungkiri seorang PSK harus cantik, komunikatif, pintar merayu serta berpenampilan 84 menarik dengan cara cara berbusana yang tetap memperhatikan situasi dan kondisi serta etika yang berlaku di tempat hiburan tersebut berlangsung. Karena daya tarik fisik tersebut merupakan faktor utama yang pertama dilihat dari seorang PSK oleh pelanggannya, sehingga apabila memenuhi kriteria tersebut tamu/pelanggan akan menggunakan jasa mereka. Menurut Mulyana, pendekatan dramaturgi Erving Goffman berintikan pandangan bahwa ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, ia ingin mengelola kesan yang ia harapkan tumbuh pada orang lain terhadapnya, sehingga setiap orang melakukan pertunjukan bagi orang lain. Kajian dramaturgi menganggap kehidupan diibaratkan sebagai pertunjukan drama, dimana individu merupakan aktor dalam kehidupan. Kajian dramaturgi berintikan bahwa setiap aktor berperilaku bergantung pada peran sosialnya dalam situasi tertentu.69 4.3.2 Panggung Tengah (Middle Stage) Panggung tengah adalah sebuah panggung lain di luar panggung resmi saat sang aktor mengkomunikasikan pesan-pesannya, yakni panggung depan (front stage) saat mereka beraksi di depan khalayak tetapi juga di luar panggung belakang (back stage) saat mereka mempersiapkan pesan pesannya. Panggung tengah merupakan sebuah panggung diantara panggung depan (front stage) dan panggung belakang yang menjadi tempat persinggahan para pekerja seks komersial. Panggung tengah juga meliputi berbagai kegiatan dan aktifitas nya 69 Deddy Mulyana.Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya, PT. Remaja Ros dakarya, Bandung, 2003 hal. 109 85 diluar pekerjaannya ketika waktu senggang seperti berkumpul dengan temanteman. Disinilah para Pekerja seks komersial menyiapkan semua perlengkapan dari mulai berganti pakaian, bersolek, penyimpanan barang bahkan bisa menjadi tempat curahan hati para PSK. Dari hasil pengamatan kesiapan Dewi sebelum bertemu dengan pelanggan adalah mengganti pakaian dan bersolek,. “persiapannya yang seperti biasa dandan, catok rambut, nyiapin baju dan aksesoris buat dipake dan ganti baju, aku juga harus jaga kesehatan karna kan aku kerja malam jadi harus bener-bener dijaga banget.” (Dewi, 26 Juli 2016) Hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa Dewi mempersiapkan segala hal sebelum ia bertemu dengan pelanggan, ia menyiapkan mulai dari baju yang akan ia pakai, berganti pakaian dan aksesoris apa saja yang akan ia pakai nanti agar terlihat cantik, anggun dan menarik. Kesiapan yang dilakukan oleh Lisa pun hampir sama dengan Dewi. “persiapan sebelum kerja ya harus make-up an, ganti baju, karena ga mungkin aku gak keliatan cantik. Nata rambut, siap-siap deh biar keliatan cantik depan tamu hehe” (Lisa, 4 Agustus 2016) Hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa lisa mempersiapkan segala hal yang di perlukan pada saat ia tampil, mulai dari ujung rambut hingga kaki ia pikirkan. Ia ingin tampil sesempurna mungkin. 86 4.3.3 Panggung Belakang (Back Stage) Pada panggung belakang pekerja seks komersial ini individu akan tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya. Di area panggung inilah seorang pekerja seks komersial cenderung menunjukan sifat keasliannya, kontras dari sifat ketika ia berada di panggung depan. Aktor atau pekerja seks komersial disini adalah individu yang tak berbeda dengan individu lain sebagai warga di lingkungan temapat tinggalnya. Di panggung belakang inilah seorang aktor bersikap lebih apa adanya dan menghilangkan kesan sama seperti ketika ia berada di panggung depan. Rumah adalah tempat dimana aku merasa bisa pulang (quote by Leila S). Dimana kita tinggal atau biasa di sebut tempat tinggal. Dewi berdomisili atau bertempat tinggal di daerah Bandung, Dewi tinggal bersama ibu, adik serta ayah tirinya dikarenakan ayah kandungnya sudah meninggal sejak Dewi berusia 13 tahun. Di sini bisa terlihat perbandingan antara penampilan “palsu” dengan keseluruhan kenyataan diri seorang aktor. Ketika berada di dalam rumah,Dewi berperilaku selayaknya wanita biasa dan berperilaku baik kepada tetangga disekitarnya. “kalo dirumah ya aku kayak orang biasa aja, selayaknya orang biasa aku pake baju biasa gak pernah pake baju seksi, dan gak pernah make up, ngobrol sama tetangga aku dan temen-temen disekitar kampung. Aku juga biasa bantu-bantu ibu nyuci dan kegiatan rumah tangga lainnya. ”(Dewi, 26 Juli 2016) 87 Dilihat dari hasil pengamatan ketika informan berada di lingkungan rumah, dia mempunyai pribadi yang baik, ramah dan santun. Dewi tidak sungkansungkan menegur/menyapa tetangganya yang sedang duduk ngobrol, Dewi juga suka mengikuti kegiatan remaja desa. Menurutnya dengan mengikuti kergiatan remaja desa, dia bisa lebih mendekatkan diri kepada tetangga-tetanga. Penulis mendapati bahwa tidak ada yang di manipulasi Dewi, tidak memakai make-up, dengan kerudung, dan memakai kaos sesekali dasteran. Terkadang Dewi juga bersenda gurau diruang televisi dengan ibu dan adiknya serta tertawa bebas. Dewi sangat hobi memasak, setiap kali ada waktu luang dia selalu menyempatkan memasak untuk ibu ayah serta adiknya. Saat Dewi kuliah pun Dewi berpenampilan biasa saja, walaupun masih menggunakan pakaian yang cukup modis tetapi dia jarang menggunakan riasan wajah dan Dewi tetap menggunakan kerudung. Dewi bermain bersama temanteman kampus selayaknya mahasiwa biasa Dewi pernah ikut dalam organisasi kampus walaupun sekarang tidak dilanjutinya karena pekerjaannya yang tidak memungkinkan mempunyai keggiatan yang banyak diluar pekerjaannya. Semenjak Dewi menjalani hidupnya menjadi pekerja seks komersial,Dewi hanya pulang sesekali kerumahnya. Sedangkan di Jakarta Dewi tinggal di mess yang sudah disiapkan. Saat Dewi berada di belakang panggung, dia terkesan apa adanya tanpa ada yang di tutup-tutupi, menurutnya ketika dia berada didalam rumah tidak ada lagi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan dia banyak bicara, Dewi bisa leluasa dalam bertindak dan berpenampilan. Tidak ada dari penampilan 88 dan sikapnya yang dimanipulasi (back stage). Karena menurutnya laingkungan yang paling menerima dia dengan keadaan apapun adalah keluarganya. Kemudian peneliti juga menanyakan kepada sahabat dekat dikampus Dewi yakni Fitri sebagai informan pendukung mengenai perilaku Dewi ketika berada di luar profesi. Dan pernyataan nya adalah sebagai berikut: “Dewi orangnya emang sedkiti pendiam jarang ngomong klo gak kenalkenal banget, semua yang dilakuin Dewi, selalu curhat sama aku. Mau sedih senang ataupun susah, ya curhatnya pasti ke aku” (Fitri, 26 Juli 2016) Dari hasil wawancara dengan Sahabat, komunikasi dan interaksi Dewi dan sahabatnya Fitri terbilang harmonis dia juga terbuka kepada Fitri. Tidak ada hal yang ditutupi apapun dari dirinya. Dengan Fitrilah Dewi bisa mengeluarkan isi hati yang tidak bisa dia ceritakan kepada orang lain. Kemudian peneliti beralih kepada informan kedua yakni Lisa, saat ditemui di luar profesinya, Lisa sedikit tomboy dengan menggunakan pakaian yang tiak biasanya saat bekerja dan juga tanpa riaan make up. Lisa juga sangat humori dan berbicara ceplas-ceplos sbeberapa kali erring melontarkan candaan. Hampir sama seperti yang dijelaskan oleh Dewi, Lisa juga dalam menjalani kehidupan di luar panggung cendrung menunjukan karakter aslinya. Dan pernyataan nya adalah sebagai berikut: “aku tuh sebenernya tomboy banget haha biasa pake kaos doang gak make up, baru kenal make up ya gara-gara kerja begini aja. Aku juga rada ceplas ceplos sih aslinya, ya karena kerja gini aja jadi ngomong 89 dijaga, karna disuruh bos ku ngomong dijaga ya harus dijaga biar gak disamain sama yang dipinggir jalan hehe. Trus kalo aku pulang kerumah ya biasa suka jadi pembantu dirumah sendiri haha bantuin ibu beres-beres rumah yaa kegiatan biasa dirumah deh” (Lisa, 4 Agustus 2016) Menurut pengamatan penulis dapat dijelaskan bahwa Lisa adalah seorang yang sangat humoris dan ceplas-ceplos dalam berbicara. Gayanya yang tomboy sangat berbeda dari kebiasaan saat bekerja dan Lisa merasa nyaman dengan kepribadian yang seperti itu. Kegiatan diluar profesinya, Lisa masih sering bertemu dengan temen-teman dekatnya saat dia mempunyai waktu luang, dengan meluangkan aktu dengan teman-teman diluar profesinya, dia merasa bisa menjadi diri sendiri. Saat Lisa pulang kerumah dan bertemu keluarganya, Lisa pun masih sering bergaul dengan tetangga-tetangganya dan membantu ibu dalam urusan rumah tangga. Walaupun ibunya jarang mengotrol Lisa dan menanyakan kabar saat Lisa di Jakarta, tetapi Lisa tetap anak yang berbakti kepada orang tuanya saat Lisa mengunjungi keluarga di rumah.. Peneliti juga menayakan pertanyaan yang sama kepada teman dekat Lisayang sering dijumpainya saat di Jakarata yakni Tamy, karena Tamy teman sekaliggus tetangganya sewaktu di Bandung dan ikut merantau dengan Lisa. Dan peryataanya adalaah sebagai berikut: “ Dia klo dirumah mah baik banget suka jadi pelawak bikin orang ketawa, beda banget si emang sama hidupnya di Jakarta klo balik kerumah yaa 90 kembali seperti Lisa yang sederhana. Diantara teman-teman lain dia sering jadi orang yang dengerin kita curhat soalnya dia paling dewasa bukan umurnya ya haha klo umur emang udh tua hehehe”(Tamy, 4 Agustus 2016) Menurut penelitin peneliti Lisa sosok perempuan yang sangat dewasa dan humoris, terbukti saat temannya Tamy mengatakan bahwa Lisa orang yang sering dijadikan tempat curhat dan cerita saat teman-temannya senang mapun sedih. Lisa juga mempunyai kepribadian yang sangat berbeda ketika berada di tempat profesinya dan pada saat dirumah. Di panggung depan puspa layaknya seorang PSK, dengan hidupnya yang bebas dan berpakaian glamour berusaha membuat prang tertarik dengannya, sedangkan berada dirumah dia menjadi sosok yang sangat sederhana yang dicintai oleh orang-orag terdekatnya Setiap manusia pada dasarnya ingin menunjukan karakter diri sesungguhnya di lingkungan pribadinya, tetapi yang di lihat kebanyakan manusia yang tidak mengetahui siapa dirinya sendiri, itulah kelemahannya. Mungkin ada beberapa persen sisi lain yang tentu tidak mungkin ditampilkan, sisi yang tidak bisa dijual, bahkan kadang-kadang ada PSK yang sangat menutupi karakternya. Kemudian penulis juga meneliti bagaimana pakaian yang di kenakan ketika berada di luar profesi dan cara PSK berpakaian sama sekali tidak dipengaruhi oleh profesinya sebagai pekerja seks komersial. Menurut hasil pengamatan, ketika berada dilingkungan rumah maupun dikampus Dewi cenderung memakai pakaian yang sopan agar dapat menyatu dengan lingkungannya. Pakaian yang longgar dan tertutup yang dikenakan Dewi 91 sehari-hari. Pada saat pekerja seks komersial berinteraksi dengan masyarakat luas tentunya apa yang di tampilkan adalah itu yang menjadi perhatian oleh masyarakat. Seperti pakaian yang di kenakan itu adalah salah satu cara untuk menunjukan siapa dan bagai mana, selain itu juga sikap dan perilaku PSK pada saat berkomunikasi yang senantiasa lebih memperlihatkan diri kita seperti apa. Selain itu juga cara bertutur dan gaya bahasa kita tersebut menunjukan apakah pekerja seks komersial dapat dinilai baik atau malah tidak baik. Selanjutnya peneliti menanyakan hal yang sama kepada Lisa. Dan tanggapan nya adalah sebagai berikut.: “ kan aku bilang aku orangnya tomboy ya dirumah gak mungkin lah pake baju sexy-sexy, gak enak juga lah mnamanya rumah aku dikampung masa aku pake baju sexy yang ada jadi omongan”(Lisa, 4 Agustus 2016) Dari hasi wawancara diatas, ketika berada di dalam lingkungan rumah Lisa sangat menjaga cara berpakaian nya. Lisa yang sedikit tomboy lebih sering , mengenakan kaos yang longgar. Lisa menyesuaikan penampilannya ketika berada di dalam rumah, dia tidak mau repot-repot memanipulasi penampilannya. Lisa juga tidak ingin adanya tanggapan buruk dari para tetangga apabila dia memakai pakaian yang kurang sopan. Pakaian PSK memang identik dengan penampilan seksi dan pakaian serba pendek, tetapi diluar profesinya Lisa merasa tidak nyaman saat menggunakan baju yang terbuka. Dapat disimpulkan dari kedua informan diatas, bahwa mereka dapat menyesuaikan pakaian yang mereka kenakan. Pakaian memang bukan hanya sekedar berfungsi untuk menutupi dan melindungi tubuh. Tetapi pakaian akan 92 menjadi sebuah identitas bagi si pemakainya. Karena secara taksadar pakaian memang menonjolkan diri seseorang “inilah aku. Aku seperti ini”. Bahkan dari cara berpakaian itu bisa membuat dan meninggalkan kesan mendalam pada orang lain. Menurut kedua infroman diatas gunakan lah pakaian yang sesuai dengan situasi dan kondisi, karena dengan pakaian itu orang lain telah membentuk image. 4.4 Dramaturgi Pekerja Seks Komersial Dari deskripsi hasil penelitian yang telah diuraikan diatas maka peneliti akan membahas mengenai Presentasi Diri pekerja Seks Komersial Emporium Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta). Hal ini terbukti dengan adanya peran yang mereka mainkan yaitu panggung depan dan panggung belakang. Setelah melakukan wawancara dari kedua informan utama dan tiga informan pendukung dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa seorang pekerja seks komersial hampir semuanya memerankan panggung depan dengan baik. Pengelolaan kesan yang dilakukan meliputi manipulasi simbol-simbol seperti cara berpakaian, gaya bahasa, serta sikap dan perilaku yang meliputi ruang lingkup keluarga dan lingkungan sekitar, mulai dari bagaimana cara mereka bersikap ketika bersosialisasi dengan rekan-rekannya baik ketika berada di tempat bekerja maupun diluar tempat bekerja . Selain itu juga para pekerja seks komersial membatasi sikap mereka ketika berada di dipanggung depan hal ini bertujuan untuk mengkamuflase diri mereka sendiri, gaya bicara yang mereka gunakan pun pada saat berada dipanggung depan benar-benar dijaga. 93 Berprofesi sebagai seorang pekerja seks komersial tidak semudah seperti yang dibayangkan, mereka berperan ganda sebagai PSK (pekerja seks komersial) dan sebagai seorang mahasiswi ataupun buruh. Terlepas dari begitu banyak masalah yang menimpa mereka, atau mungkin ada hal-hal yang dapat merusak suasana. Hal itu semua seharusnya dikesampingkan dahulu demi terpenuhinya sikap profesionalisme, di mana ketika dia harus membawa suasana menjadi senang, ramai, menemani sesuai keinginan pelangan dan harus dapat membuat suasana seperti itu tanpa harus melihat problema apa yang sedang dia rasakan. Pada saat memerankan peran di panggung depan pengelolaan kesan yang dilakukan meliputimanipulasi simbol-simbol seperti cara berpakaian, make-up (tata rias), aksesoris, gaya bahasa, serta sikap dan perilaku yang meliputi ruang lingkup masyarakat dan keluarga mulai dari bagaimana cara mereka bersikap ketika bersosialisasi dengan rekan-rekannya baik ketika berada di rumah, tempat kerja, ataupun lingkungan sekitar. Selain itu juga para pekerja seks komersial membatasi sikap mereka ketika berada di dipanggung depan hal ini bertujuan untuk mengkamuflase diri mereka sendiri, gaya bicara yang mereka gunakan pun pada saat berada dipanggung depan benar-benar dijaga, sehingga orang lain menganggap bahwa mereka adalah sosok yang tampil sempurna untuk mendampingiatau menemani tamu. Di depan publik mereka benar-benar menunjukan sosok yang sempurna dengan penampilan hingga tutur bahasa mereka di batasi guna tampil sempurna didepan publik. Mereka berperan layaknya aktris atau aktor dalam suatu pertunjukan drama panggung, dalam hal ini Kondisi akting di front stage adalah adanya 94 penonton melihat kita sedang berada dalam kegiatan pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibahasi oleh konsep-konsep drama bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Pada panggung belakang ini para pekerja seks komersial benar-benar memainkan sebuah peran yang utuh/sesungguhnya, mereka tidak seperti pada saat berada dipanggung depan yang menutupi keadaan mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan mereka pada saat di panggung belakang benar-benar menunjukan karakter diri mereka yang seutuhnya. Pada panggung belakang ini perilaku pekerja seks komersial benar-benar ditunjukan dan tidak ada batasan yang mereka sembunyikan dari karakter dirinya, pada saat bergaul dengan teman sesama profesi bahkan teman diluar profesi. Back stage adalah keadaan dimana mereka berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga mereka dapat berprilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus mereka bawakan. Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Back stage adalah keadaan dimana mereka berada di belakang panggung, dengankondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga mereka dapat berprilaku bebas tanpa memperdulikan perilaku bagaimana yang harus mereka bawakan. Di wilayah panggung belakang pekerja seks komersial memikirkan konsep seperti 95 apa yang akan mereka buat untuk tampil di panggung depan, seperti mempersiapkan baju, dan juga alat make up. Dalam panggung belakang ini sudah jelas bahwa pekerja seks komersial benar-benar menyiapkan sesempurna mungkin untuk tampil di panggung depan. Mereka menyiapkan penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dalam hal inilah pekerja seks komersial mencitrakan dirinya sendiri. Pencitraan diri yang di buat oleh pekerja seks komersial tidak hanya pada saat mereka berada di tempat kerja, melainkan di kehidupan mereka sehari-hari. Pekerja seks komersial dalam konteks dramaturgi yaitu posisi mereka atau keadaan mereka pada saat berada di panggung depan, dan panggung belakang. Dalam hal ini mereka memiliki suatu peran yang sangat berbeda. Mereka berdramaturgi dalam proses kehidupannya, kehidupan mereka diibaratkan sebagai permainan peran. Tentu permainan peran yang dimainkan oleh mereka tersebut disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai sebelumnya. Entah itu hanya sekedar untuk menciptakan kesan tertentu tentang diri mereka dihadapan penonton ataupun suatu bentuk penghargaan lainnya yang mereka peroleh dari permainan peran tersebut. Para pekerja seks komersial dalam penelitian ini mampu memainkan tiga peran yang berbeda dalam proses kehidupannya, seperti dari cara berpenampilan, gaya bicara, cara mereka berinteraksi, aktifitas dan rutinitas mereka dijalankandalam dua peran yang berbeda, dan mereka mampu menjalankan peran tersebut secara bersamaan. Hal ini terbukti dengan adanya peran yang mereka mainkan yaitu panggung depan dan panggung belakang, dimana terdapat keragaman yang muncul 96 Terdapat beberapa faktor yang membuat mereka memutuskan memilih menjadi seorang PSK (pekerja seks komersial) salah satunya adalah faktor ekonomi keluarga, namun kebanyakan mereka menjadikan pergaulan dan ingin memenuhi gaya hidup yang mewah sebagai faktor utama, karena tidak semua PSK berasal dari keluarga biasa. Mereka mendapatkan kepuasan tersendiri baik materi, gaya hidup dan barang yang mereka inginkan. Menjadi seorang pekerja seks komersial terdapat hal-hal yang beresiko misalnya sanksi sosial, mereka takut identitasnya terbongkar atau diketahui oleh orang banyak, sehingga membuat dia di diskriminasi oleh lingkungannya. Khususnya lingkungan rumah. Dan pekerjaan sebagai PSK (pekerja seks komersial) yang selalu berganti-ganti “klien” beresiko terjangkit penyakit karena tidak semua “klien” mau menggunakan alat pengaman. Para PSK (pekerja seks komersial) dalam penelitian ini mampu memainkan dua peran yang berbeda dalam proses kehidupannya, seperti dari cara berpenampilan, gaya bicara, cara mereka berinteraksi, aktifitas dan rutinitas mereka dijalankan dalam dua peran yang berbeda, dan mereka mampu menjalankan peran tersebut secara bersamaan dengan baik. 4.5 Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial Presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan kesan tertentu didepan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sama dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan 97 mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung identitas yang ditampilkan secara menyeluruh. Pekerja seks komersial memperesentasikan dirinya di panggung depan dengan perencanaan dan pengelolaan yang mencakup sikap dan perilaku yang mengharapkan penilaian yang serupa dengan apa yang diinginkannya. Menjalani peran sebagai PSK dengan baik menjadi salah satu bentuk presentasi diri yang diupayakan dan dikelola sedemikian rupa oleh mereka. Kondisi dimana tuntutan panggung depan harus memberikan hasil atau menciptakan kesan sesuai dengan apa yang diharapkan. Mereka membentuk konsep ideal yang akan mereka perankan di panggung depan yakni seorang pekerja seks komersial yang memanipulasi simbol-simbol dengan cara berpakaian glamour, sexy dan terbuka, make-up (tatarias) yang tebal, memakai aksesoris-aksesoris, menggunakan gaya bahasa yang sopan dan menggoda dengan kontak fisik yang diperlukan guna mendukung performance mereka ketika di panggung depan. Kondisi ideal. di panggung depan akan berubah drastis dan tidak mungkin ditemukan di panggung belakang. Cara mereka mempresentasikan diri di panggung depan penuh dengan settingan dan perencanaan yang matang. Kemampuan menyebelahkan dua sisi kehidupan yang sangat berbeda yang harus dijalani dan dilakoni setiap saat membentuk mereka menjadi pribadi yang terbiasa menampilkan apa yang diharapkan oleh masing-masing peran dalam panggung bukan apa yang mereka inginkan. 98 Hal berbeda terlihat pada identitas yang ditampilkan di panggung depan. Apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka harapkan dari dunia panggung depan terhadap peran yang mereka lakoni. Bias terlihat adanya sebuah beban atau sebut saja tanggung jawab yang harus mereka penuhi, harapan dan kebutuhan yang diciptakan. Dalam mempresentasikan diri para pekerja seks komersial terlihat adanya ketimpangan antara kedua panggung. Bagimanapun para pekerja seks komersial mempresentasikan diri dalam dua panggung yang mereka miliki, kemampuan untuk mengolah pesan di masing-masing panggung tentu saja memiliki konsekuensi dan tantangan tersendiri. Setidaknya kedua panggung yang memiliki karakter dan ciri yang jauh berbeda harus tetap dijalani dengan sama baiknya oleh mereka. Adapaun sebutan sebagai pekerja seks komersial sekalipun tidak dapat merepresentasikan diri mereka sesunguhnya di kedua panggung dengan baik. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dari bab sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Front Stage (Panggung Depan) Pada panggung depan seorang pekerja seks komersial hampir semua dari mereka melakukan kamuflase dan memerankan panggung depan, yang dilakukan meliputi manipulasi simbol-simbol dengan cara berpakaian glamour, sexy dan terbuka, make-up (tatarias) yang tebal, memakai aksesorisaksesoris, menggunakan gaya bahasa yang sopan dan menggoda dengan kontak fisik yang diperlukan guna mendukung performance mereka ketika di depan tamu dan alasan PSK berpenampilan seperti itu karena adanya faktor ekonomi dan juga gaya hidup yang memerlukan banyak uang . 2. Middle Stage (panggung Tengah) Panggung tengah (middle stage) panggung tengah merupakan area transisi PSK dari panggung belakang menuju panggung depan. pada panggung tengah ini adalah tempat dimana kedua informan peneliti melakukan berbagai macam kegiatan untuk mempersiapkan segala hal yang dapat mendukung penampilannya ketika berada di panggung depan, mulai daripersiapan 99 100 pakaian,, aksesoris, dan make up. Dipanggung tengah ini juga merupakan area yang dipakai mereka untuk menyiapkan mental dan melakukan suatu diskusi dengan teman sesama PSK ataupun dengan sang germo pada saat akan masuk ke dalam panggung depan, panggung pertunjukan agar mendapatkan suatu kesan atau penampilan terbaiknya. 3. Back Stage (Panggung Belakang) Back Stage dipahami subjek penelitian sebagai panggung di mana mereka bisa memperlihatkan status asli, sebagai mahasiswa dan terlepas dari status PSK . Di panggung ini mereka mempunyai keleluasaan dalam menjadi dirinya sendiri dan bersosialisasi, di mana tujuannya adalah mencapai suatu kebutuhan psikologis seperti diterima, dihargai, memperoleh rasa aman dan nyaman serta afeksi (kasih sayang) dan sebagainya. Pekerja seks komersial ini memainkan peran yang utuh/sesungguhnya, dalam hal ini mereka memiliki suatu peran yang sangat berbeda. Mereka berdramaturgi dalam proses kehidupannya, yang berbeda adalah ketika mereka menunjukan penampilan tanpa adanya manipulasi dari segi pakaian maupun make-up dan emosi yang sedang dirasakan, seperti ketika sedang jatuh cinta atau putus cinta, mereka ungkapkan di panggung belakang. 4. Presentasi Diri Dalam penelitian ini, seorang pekerja seks komersial melakukan kamuflase ketika berada ditempat kerja mereka berbicara dengan sopan dan 101 lembut yang sedikit berbeda dari kebiasaannya. Berprilaku manja saat bertemu tamu/pelanggan dan juga menggunakan pakaian yang seksi dan terbuka dengan make-up yang tebal. Tetapi pada saat mereka berada dilingkungan pergaulannya atau lingkungan rumah mereka sedikit banyaknya menunjukan karakter yang sebearnya, misalnya dari cara berpakaian yang hanya mengenakan kaos tanpa harus mengenakan baju bagus atau minim dan leluasa mengeluarkan jati diri mereka sesungguhnya. 5.2 Saran Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan suatu masukan berupa saran-sarran yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun saran-saran yang peneliti berikan setelah permasalahan ini adalah : 1. Saran Teoritis Sebaiknya para peneliti dapat membuat penelitian yang lebih menarik dan dapat dijadikan refrensi bagi para peneliti sesudahnya agar semakin para peneliti di Indonesia semakin kreatif dan kaya ilmu dan diharapkan dapat mencari cara-cara baru yang lebih menarik dalam meneliti penelitian yang sama sehingga terdapat ilmu baru. Pengamatan mengenai studi dramaturgi tentang PSK disarankan lebih spesifik dan mendalam dalam pembahasan. Untuk memperjelas data yang diperoleh, disarankan untuk lebih membaca referensi-referensi dari berbagai 102 literatur baik buku dalam negeri maupun luar negeri sebagai tambahan yang lebih luas dan mendalam. 2. Saran Praktis Setelah penelitian ini selesai, diharapkan para pekerja seks komersial malam dapat mengevaluasi panggung depan dan panggung belakang mereka masing-masing, sehingga menjadi lebih baik lagi. Dan dengan adanya penelitian ini para pekerja seks komersial dapat lebih memahami dan memaknai panggung depan dan panggung belakangnya tersebut. 103 DAFTAR PUSTAKA Ardianto, Elvinaro. 2010. Metode Penelitian uuntuk Public Releation Kuatitatif dan Kualitatif,Remaja Rosdakarya Bandung Effendy, Onong Uchjana. 2001,. Ilmu Komunikasi Dan Praktek. PT Remaja Rosdakarya Hardjana, Agus. (Jogjakarta:Kanisius) Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal Hidayat, Dedy. 2003. Paradigma dan Metodologi Penelian Sosial Empirik Klasik. Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia Kadir, Hatib Abdul.2007. Tangan Kuasa dalam Kelamin: Telaah Homoseks, Pekerja Seks, dan seks bebas di Indonesia. Yogyakarta:INSISTPress, Kriyantono, Rachmat.2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta, Kencana Meleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2001. Human Communication (prinsip-prinsip dasar). Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Mulyana, Deddy. 2006. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Mulyana, Deddy. 2008. Metode Penelitian Kualiatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Narwoko dan Suyanto, 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana Media Group Pawito. 2007. Penelitian komunikasi kualitatif (Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKIS), 2007) 104 Polomo, Margaret. 2000. Sosiologi Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Ritzer ,George. 2007. Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Rajawali Grafindo Persada. Jakarta Ruslan, Rosady. 2006. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: Raja GrafindoPersada, Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia SUMBER LAIN : Subadara, I Nengah. 2007. “Bali Tourism Watch : Keberadaan Pekerja Seks Komersial sebagai dampak negative Pariwisata di Bali” http://www.subadara.wordpress.com. Yoga puspasari, Paper pekerja Seks Komersial http://yogapuspasari.blogspot.co.id/2014/09/paper-pekerja-seks-komersialpsk.html 105 PEDOMAN WAWANCARA Judul Skripsi : Presentasi Diri Pekerj Seks Komersial Emporium Jakarta (Studi Dramaturgi Mengenai Presentasi Diri Pekerja Seks Komersial di Emporium Jakarta) Fokus Wawancara : Front stage (Panggung Depan) pekerja seks komersial Back stage (Panggung Belakang) pekerja seks komersial Pertanyaan untuk focus wawancara: Front Stage (Panggung Depan) 1. Sudah berapa lama anda menjadi seorangPekerja seks komersial (PSK)? 2. Bagaimana proses anda menjadi seorangpekerja seks komersial (PSK) ? 3. Apa yang melatarbelakangi menjadi pekerja seks komersial (PSK) ? 4. Bagaimana perilaku anda ketika berhadapan dengan pelanggan? 5. Adakah yang disembunyikan dari diri anda ketika anda melayani pelanggan? 6. Apakah ada kesulitan dan hambatan yang dialami ketika melayani pelanggan? 7. Apakaha daperbedaan cara bicara saat melayani pelanggan dan saat tidak melayani pelanggan? Pertanyaan untuk focus wawancara: Back Stage (belakang panggung) 1. Bagaimana perilaku anda ketika berada didalam rumah? 2. Bagaimana karakter yang anda tunjukan ketika bersosialisai di lingkungan rumah? 3. Seperti apakah pakaian yang dikenakan ketika berada diluar profesi. Apakah cara berpakaian ikut terpengaruh seperti saat anda menjadi PSK? 106 4. Apakah ada aktifitas yang dimiliki diluar profesi selain sebagai PSK? Pertanyaan untuk focus wawancara 1. Bagaimana cara menarik perhatian pelanggan? 2. Seperti apa bahasa khusus seorang PSK saat berkomunikasi untuk menyapa para pelanggan yang datang? 3. Apakah ada symbol-simbol yang khusus yang digunakan sebagai identitas diri seorang PSK? 4. Seperti apa fashion seorang PSK? 5. Apakah anda membawa kebiasaan ditempat anda bekerja kedalam kehidupan masyarakat ataupun sebaliknya? 107 RIWAYAT HIDUP DHITA SEKAR ANNISA Jl. Bendungan Jago RT.013/002 No.48 Kel. Serdang Kec Kemayoran Jakarta Pusat Email: [email protected] DATA DIRI NamaLengkap Dhita Sekar Annisa NamaPanggilan Icha Umur 22 Tahun JenisKelamin Perempuan Tempat/TanggalLahir Jakarta, 18 Nopember 1993 Status Pernikahan Belum Menikah 108 Alamat Jl. Bendungan Jago RT.013/002 No. 48 Kel. Sedang Kec. Kemayoran Jakarta pusat Email [email protected] Motto Ingatlah bahwa kesuksesan selalu disertai dengan kegagalan RIWAYAT PENDIDIKAN SDN Kebong Kosong 010 Jakarta 2005 SMPN 5 Jakarta 2008 SMKN 27 Jakarta 2011 One Year English Program LBPP LIA Pramuka (D1) 2012 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas 2016 RIWAYAT ORGANISASI Komunitas Film Untirta (KOVIKITA) 2012 IMIKI (IkatanMahasiswaIlmuKomunikasi Indonesia) 2012 PanitiaFisiphoria 2013 109 PENGALAMAN BEKERJA Praktek Kerja Lapangan Hotel Intercontinental Mid Plaza Jakarta 2009 Dancer Stufan (Studio Fantasi) Dufan 2008-2011 Part Time at Balai Kartini Jakarta 2010 Part Time at Hotel Shangrila Jakarta 2010 Job Training Coca Cola Amatil Indonesia 2015