ARTIKEL PENELITIAN HIBAH BERSAING TA 2008 Optimasi Produksi Mikrokapsul Minyak Ikan sebagai Feed Aditif untuk Menghasilkan Produk Unggas Kaya Asam Lemak -3 dan Rendah Kolesterol Montesqrit dan Adrizal1 1 Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas,Padang . Abstrak Mikroenkapsulasi digunakan untuk melindungi minyak ikan dari oksidasi dan mengubah minyak ikan tersebut dari bentuk cair menjadi bentuk tepung sehingga lebih mudah dalam sistem penanganan dan pengangkutan. Beberapa bahan pakan seperti dedak padi, bungkil kedele, bungkil kelapa dan tepung daging dapat digunakan sebagai bahan penyalut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari optimasi penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut dan mencari imbangan antara jumlah minyak ikan dan bahan penyalut dalam proses mikroenkapsulasi minyak ikan. Karakteristik dari mikrokapsul dievaluasi berdasarkan persentase kadar minyak terkapsul, kadar minyak tidak terkapsul dan efisiensi enkapsulasi. Komposisi tepung daging dan dedak halus serta tepung daging dan bungkil kelapa menghasilkan karakteristik mikrokapsul terbaik dengan nilai efisiensi enkapsulasi sebesar 73.23 dan 75.32%. Imbangan minyak ikan dan bahan penyalut 1 : 4 menghasilkan karakteristik mikrokapsul lebih baik dibandingkan dengan imbangan 1 : 3 dan 1 : 5. PENDAHULUAN Mikroenkapsulasi minyak ikan adalah proses memerangkap minyak ikan dengan menggunakan bahan penyalut dan selanjutnya dikeringkan dengan pengering semprot. Tujuan dari mikroenkapsulasi tersebut adalah melindungi asam lemak ω-3 yang terdapat dalam minyak ikan dari oksidasi dan pengolahan, mengubah minyak ikan menjadi bentuk tepung, menutupi aroma amis dari minyak ikan dan meningkatkan daya simpan (Andersen 1995; Keogh et al. 2001; Subramanian dan Stagnitti 2004). Komponen mikroenkapsulasi terdiri atas bahan inti dan bahan penyalut. Bahan inti adalah bahan yang diperangkap dalam proses mikroenkapsulasi sedangkan bahan penyalut merupakan bahan yang dapat memerangkap bahan inti dalam proses mikroenkapsulasi. Penggunaan bahan penyalut dalam proses mikroenkapsulasi bertujuan mempertahankan dan menyaluti komponen aktif 2 minyak ikan terhadap perlakuan panas selama proses pengeringan serta mempermudah atau mempercepat proses pengeringan. Bahan penyalut yang umum digunakan untuk mengubah minyak menjadi partikel-partikel padat adalah bahan murni (pure material) yang mengandung satu macam zat makanan yaitu berupa karbohidrat ataupun protein. Bahan yang mengandung karbohidrat di antaranya dekstrin, maltodekstrin, corn syrup solid dan gum arab. Bahan yang mengandung protein adalah gelatin, kasein, isolat protein kedele dan whey protein isolat. Permasalahannya harganya mahal sehingga mikrokapsul yang dihasilkan tidak ekonomis dalam ransum ternak. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dipelajari penggunaan bahan penyalut alternatif. Bahan yang potensial digunakan sebagai bahan penyalut alternatif adalah bahan pakan yang mengandung banyak zat makanan didalamnya baik karbohidrat, protein maupun zat makanan lainnya. Bahan pakan tersebut di antaranya dedak padi, tepung daging, bungkil kelapa dan bungkil kedele. Bahanbahan tersebut harganya murah, banyak tersedia di lapangan dan dapat dikonsumsi ternak dengan baik. Optimasi penggunaan campuran bahan pakan tersebut sebagai bahan penyalut belum banyak diketahui, begitu juga imbangan antara minyak ikan dan bahan penyalut juga harus diketahui karena dapat mempengaruhi mikrokapsul yang dihasilkan. Berdasarkan hal diatas perlu diteliti penggunaan campuran bahan pakan sebagai bahan penyalut dan juga imbangan antara minyak ikan dan bahan penyalut dalam proses mikroenkapsulasi. Penelitian tahun I ini bertujuan untuk mencari optimasi penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut dan mencari imbangan antara jumlah minyak ikan dan bahan penyalut dalam proses mikroenkapsulasi minyak ikan. METODE PENELITIAN Bahan utama yang digunakan adalah minyak ikan lemuru yang diperoleh dari hasil samping pengolahan tepung ikan dari Muncar, Banyuwangi. Bahan pakan sebagai bahan penyalut digunakan dedak padi, bungkil kedele, bungkil kelapa dan tepung daging. Lesitin kedele digunakan sebagai emulsifier. Berbagai bahan kimia lain digunakan dalam pemurnian minyak ikan dan analisis kadar 3 minyak. Peralatan yang digunakan antara lain gelas piala, gelas ukur, stirrer, timbangan analitik, homogenizer dan spray dryer. Penelitian yang dilakukan terdiri atas 2 tahap. Tahap pertama optimasi penggunaan bahan pakan yang tersedia di lokasi penelitian sebagai bahan penyalut berdasarkan imbangan karbohidrat dan protein 1 : 2 (Montesqrit 2007). Pada tahap kedua dilakukan optimasi penggunaan bahan penyalut berdasarkan imbangan minyak ikan dan bahan penyalut. Hasil analisa proksimat kandungan zat makanan dari bahan pakan yang digunakan sebagai bahan penyalut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan zat makanan bahan pakan sebagai bahan penyalut (100% BK)* Bahan Pakan Bungkil Kelapa Dedak Halus Bungkil Kedele Tepung Daging Bahan Karbo- Protein Lemak Kering hidrat** Kasar Kasar 87.90 3.46 76.64 15.90 90.76 13.02 64.52 13.46 91.75 0.91 32.02 41.38 95.20 13.77 7.20 51.39 Abu BETN 4.00 9.01 25.70 27.66 67.24 60.50 19.61 1.49 Serat Kasar 9.40 4.03 12.41 5.71 Keterangan : *Hasil Analisa dari Laboratorium Nutrisi Non Ruminansia Fakultas Peternakan Universitas Andalas (2008) ** penjumlahan dari BETN + serat kasar Berdasarkan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan pakan tersebut maka disusun formulasi bahan pakan sebagai bahan penyalut yang didasarkan kepada kandungan karbohidrat dan protein dari bahan pakan tersebut (Tabel 2). Tabel 2. Formulasi bahan pakan sebagai bahan penyalut dan kandungan zat makanan masing-masing formulasi tersebut (%) Bahan pakan Tpg daging Dedak halus Bgkl kedele Bgkl kelapa Minyak ikan Total A 30.40 0.00 49.60 0.00 20 100 B 60.59 19.40 0.00 0.00 20 100 Perlakuan C D 62.99 32.80 0.00 1.60 0.00 45.60 17.00 0.00 20 20 100 100 Keterangan : A : Tepung daging + bungkil kedele B : Tepung daging + dedak halus C : Tepung daging + bungkil kelapa D : Tepung daging + bungkil kedele + dedak halus ` E : Tepung daging + bungkil kedele + bungkil kelapa F : Tepung daging + dedak halus + bungkil kelapa E 32.80 0.00 45.92 1.28 20 100 F 61.59 11.20 0.00 7.20 20 100 4 Setelah formulasi bahan pakan sebagai bahan penyalut disusun selanjutnya dilakukan pembuatan mikrokapsul. Prosedur pembuatan mikrokapsul minyak ikan diawali dengan melarutkan formula bahan penyalut dalam air destilata, pada wadah yang lain disiapkan minyak ikan yang digunakan yaitu sebesar 25% dari berat bahan penyalut. Selanjutnya kedalam campuran minyak ikan tersebut ditambahkan emulsifier lesitin kedele sebesar 2.5% dari berat minyak, supaya tercampur merata minyak dan emulsifier diaduk dengan stirer selama 10 menit pada suhu 400C. Setelah masing-masing formula bahan penyalut larut dalam air destilata kemudian dicampurkan dengan minyak ikan dan emulsifier. Selanjutnya distirer pada suhu 400C selama 10 menit dan dilanjutkan dengan homogenisasi selama 10 menit. Akhir dari proses mikroenkapsulasi adalah dengan mengeringkan emulsi dengan pengering semprot. Afeli (1998) telah mendapatkan produk mikrokapsul yang kering dengan pengering semprot pada suhu inlet dan outlet masing-masing 1800C dan 900C. Peubah yang diamati meliputi : kadar air dengan metode oven biasa (AOAC, 1984), kadar minyak terkapsul dan kadar minyak total dengan metode soxhlet (Apriyantono,1989), kadar minyak tidak terkapsul (Wanasundara dan Shahidi, 1995) dan nilai % efisiensi enkapsulasi (Lin et al., 1995) Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 macam perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil percobaan dianalisis dengan analisis sidik ragam, jika ada perbedaan nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan. Pada percobaan kedua dilakukan optimasi penggunaan bahan penyalut berdasarkan imbangan minyak dan bahan penyalut. Formulasi imbangan antara minyak dan bahan penyalut dibuat dengan mengkombinasikan pemakaian minyak dengan bahan penyalut. Formula bahan penyalut yang digunakan berdasarkan formulasi yang terbaik dalam percobaan tahap pertama yang menghasilkan karakteristik mikrokapsul lebih baik. Imbangan minyak ikan dengan bahan penyalut menggunakan tiga macam perlakuan yakni 1 : 3, 1 : 4 dan 1 : 5 atau setara dengan penggunaan minyak 33.3, 25, dan 20% dari berat bahan penyalut. Prosedur pembuatan mikrokapsul dan peubah yang diamati sama dengan percobaan sebelumnya. Mikrokapsul dengan karakteristik mikrokapsul lebih baik 5 dianalisa kandungan asam lemak omega-3, dan mikrokapsul tersebut digunakan dalam penelitian lebih lanjut untuk uji coba ke dalam ransum ternak unggas. Rancangan yang digunakan Rancangan acak lengkap dengan 3 macam perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil percobaan dianalisis dengan analisis sidik ragam, jika ada perbedaan nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh kombinasi bahan pakan sebagai bahan penyalut terhadap karakteristik mikrokapsul. Penggunaan kombinasi dua atau tiga macam bahan pakan sebagai bahan penyalut mempengaruhi mikrokapsul minyak ikan yang dihasilkan. Karakteristik mikrokapsul minyak ikan dengan menggunakan kombinasi bahan pakan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik mikrokapsul minyak ikan dengan menggunakan kombinasi bahan pakan sebagai bahan penyalut Perlakuan Jumlah minyak (g)* Kadar minyak tidak terkapsul (%)** Kadar minyak terkapsul (%)** Kadar minyak total (%) A B C D E F 24.63 30.86 29.26 25.14 24.97 30.18 4.44 3.97 4.26 3.53 3.08 4.96 13.14b 22.60a 22.04a 10.56c 10.33c 12.96b 17.58b 26.57a 26.30a 14.09c 13.41c 17.92b Efisiensi enkapsulasi (%)*** 53.35b 73.23a 75.32a 42.00c 41.37c 42.94c Keterangan: Supeskrip dengan huruf yang tidak sama kearah kolom menunjukkan berbeda (P<0.01) A : Tepung daging + bungkil kedele B : Tepung daging + dedak halus C : Tepung daging + bungkil kelapa D : Tepung daging + bungkil kedele + dedak halus E : Tepung daging + bungkil kedele + bungkil kelapa F : Tepung daging + dedak halus + bungkil kelapa Jumlah minyak ikan yang digunakan dan total padatan sama pada semua perlakuan yaitu sebesar 20g dan 100g. * Minyak yang digunakan (20g) ditambah kadar lemak bahan penyalut ** Dihitung berdasarkan % dari berat mikrokapsul *** Efisiensi enkapsulasi (%) = kadar minyak terkapsul (%) x total padatan (g) x 100 minyak + lemak bahan penyalut (g) 6 Kadar minyak terkapsul Kadar minyak terkapsul berarti jumlah kandungan minyak yang terdapat dalam mikrokapsul atau jumlah minyak yang dapat diperangkap oleh bahan penyalut. Jumlah minyak terkapsul yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 10.33 – 22.60% dari berat mikrokapsul (Tabel 3). Perlakuan dengan memanfaatkan bahan pakan yang disusun ke dalam berbagai formulasi berdasarkan imbangan karbohidrat dan protein membentuk bahan penyalut 1 : 2 sangat nyata mempengaruhi kadar minyak terkapsul (P<0.01). Perlakuan dengan kombinasi tepung daging dan dedak halus (perlakuan B) dan tepung daging dengan bungkil kelapa (perlakuan C) menghasilkan kadar minyak terkapsul lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Tingginya kadar minyak terkapsul dari kedua perlakuan tersebut disebabkan karena penggunaan tepung daging lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Tingginya penggunaan tepung daging pada perlakuan B dan C mempengaruhi kandungan zat makanan pada kedua perlakuan tersebut. Kandungan lemak lebih tinggi dan kandungan serat kasar lebih rendah pada kedua perlakuan tersebut dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kandungan lemak tinggi membantu mempermudah minyak ikan untuk disaluti oleh bahan penyalut, sedangkan jika kandungan serat kasar tinggi menunjukkan banyak komponen karbohidrat tersebut yang sukar larut dalam air sehingga mengganggu emulsi antara minyak ikan dan bahan penyalut sebagai akibatnya membuat minyak ikan tersebut tidak diperangkap oleh bahan penyalut dan menurunkan kadar minyak terkapsul. Montesqrit (2007) mendapatkan kandungan lemak kasar yang tinggi dan serat kasar yang rendah dalam komposisi bahan penyalut menghasilkan karakteristik mikrokapsul lebih baik. Pada Tabel 3 terlihat bahwa penggunaan dengan dua macam bahan pakan sebagai bahan penyalut (perlakuan B dan C) menghasilkan kadar minyak terkapsul lebih baik dibandingkan dengan menggunakan tiga macam bahan pakan (perlakuan F). Hal ini disebabkan dengan menggunakan dua macam bahan pakan kesempatan untuk mengikat minyak ikan lebih kuat sehingga kadar minyak terkapsul lebih tinggi, akan tetapi jika tiga macam bahan menyebabkan adanya 7 perebutan untuk berikatan dengan minyak ikan sehingga mempengaruhi kemampuan untuk memerangkap minyak ikan. Dedak padi dan bungkil kelapa mempunyai sifat yang sama yaitu cendrung menyerap air lebih besar dan mampu berikatan atau menyerap lemak. Jika kedua bahan tersebut masing-masing dicampur dengan tepung daging (perlakuan B dan C) maka akan menyerap air sewaktu homogenisasi dan selanjutnya menyerap lemak atau bergabung dengan minyak ikan. Ikatan antara dedak atau bungkil kelapa dengan minyak ikan akan diperkuat oleh tepung daging sehingga sewaktu dikeringkan dengan pengering semprot ikatan mereka secara fisik tidak putus akibatnya banyak minyak yang tersalut dan kadar minyak terkapsul lebih tinggi. Sebaliknya jika kedua bahan tersebut dedak dan bungkil kelapa digabung dengan tepung daging (perlakuan F) menyebabkan terjadi perebutan untuk bergabung dengan minyak ikan sehingga sebagian dari mereka lepas dan tidak bergabung dengan minyak, akibatnya sewaktu dilakukan pengeringan berkurang jumlah minyak yang dapat disaluti sehingga menurunkan kadar minyak terkapsul. Kadar minyak tidak terkapsul Minyak yang terekstrak dalam analisis kadar minyak dapat dibedakan atas dua yaitu minyak yang terdapat dalam mikrokapsul dan minyak yang terdapat pada permukaan mikrokapsul. Minyak yang terdapat dalam mikrokapsul disebut minyak terkapsul, sedangkan minyak yang terdapat pada permukaan mikrokapsul dikenal dengan minyak tidak terkapsul. Jumlah minyak tidak terkapsul diperoleh sebesar 3.08 – 4.96% dari berat mikrokapsul (Tabel 3). Perlakuan kombinasi bahan pakan yang digunakan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar minyak tidak terkapsul. Kadar minyak tidak terkapsul diperoleh lebih rendah, hal ini disebabkan oleh minyak tidak kontak langsung dengan panas sehingga lebih banyak minyak yang dapat terlindungi atau terkapsulkan oleh bahan penyalut. Efisiensi enkapsulasi Efisiensi enkapsulasi yang diperoleh dalam percobaan ini berkisar antara 41.37 – 75.32% (Tabel 3). Nilai yang diperoleh tersebut mendekati dengan penelitian sebelumnya menggunakan bahan pakan berupa dedak gandum, bungkil 8 kedele dan tepung daging dan tulang yaitu berkisar 41.94 – 77.52% (Montesqrit, 2007). Efisiensi enkapsulasi dari mikrokapsul yang diperoleh sangat nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh perlakuan. Perlakuan dengan komposisi tepung daging dan dedak halus (perlakuan B) dan perlakuan C (tepung daging dan bungkil kelapa) menghasilkan efisiensi enkapsulasi (P<0.01) lebih tinggi (Tabel 3). Tingginya nilai efisiensi enkapsulasi tersebut disebabkan oleh kadar minyak terkapsul yang diperoleh juga lebih tinggi dan total padatan dalam jumlah yang sama. Nilai efisiensi enkapsulasi tinggi menunjukkan banyaknya minyak yang dapat diperangkap oleh bahan penyalut selama proses pengeringan. Kelly dan Keogh (2000) menyatakan efisiensi enkapsulasi adalah tingkat kemampuan bahan penyalut untuk memerangkap minyak ikan dari kerusakan selama proses pengeringan. Keberhasilan proses mikroenkapsulasi dapat dilihat dari nilai efisiensi enkapsulasi yang dihasilkan. Nilai efisiensi enkapsulasi tertinggi yang diperoleh dalam percobaan ini yaitu sebesar 75.32% pada perlakuan dengan komposisi bahan penyalut terdiri dari tepung daging dan bungkil kelapa (Tabel 3). Nilai efisiensi enkapsulasi yang diperoleh mendekati dengan hasil penelitian sebelumnya dimana didapatkan nilai efisiensi enkapsulasi tertinggi 77.52% dengan menggunakan bahan penyalut campuran dedak gandum, bungkil kedele dan tepung daging (Montesqrit, 2007). Pengaruh imbangan minyak ikan dan bahan penyalut terhadap karakteristik mikrokapsul minyak ikan Hasil-hasil pengamatan terhadap kadar minyak terkapsul, kadar minyak tidak terkapsul dan efisiensi enkapsulasi dari perlakuan berdasarkan imbangan minyak ikan dan bahan penyalut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik mikrokapsul dengan perlakuan imbangan minyak ikan dan bahan penyalut Perlakuan MP 13 MP 14 MP 15 Jumlah minyak (g)* 35.19 30.87 28.02 Kadar minyak tidak terkapsul (%)** 8.00a 3.97b 5.08c Kadar minyak terkapsul (%)** 21.96a 22.60a 13.55b Kadar minyak total (%) 29.97 26.57 18.63 Efisiensi enkapsulasi (%)*** 62.41b 73.23a 48.42c 9 Keterangan: Supeskrip dengan huruf yang tidak sama kearah kolom menunjukkan berbeda (P<0.01) MP 13 : imbangan minyak dan penyalut 1 : 3 MP 14 : imbangan minyak dan penyalut 1 : 4 MP 15 : imbangan minyak dan penyalut 1 : 5 * Minyak yang digunakan ditambah kadar lemak bahan penyalut ** Dihitung berdasarkan % dari berat mikrokapsul *** Efisiensi enkapsulasi (%) = kadar minyak terkapsul (%) x total padatan (g) x 100 Jumlah minyak (g) Kadar minyak terkapsul Kadar minyak terkapsul yang diperoleh dengan perlakuan imbangan minyak ikan dan bahan penyalut berkisar antara 13.55 – 22.60% dari berat mikrokapsul. Imbangan jumlah minyak ikan dan bahan penyalut dapat mempengaruhi kadar minyak terkapsul. Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa kadar minyak terkapsul dari mikrokapsul yang diperoleh (Tabel 4) sangat nyata (P<0.05) dipengaruhi oleh perlakuan imbangan minyak ikan dan bahan penyalut. Uji lanjut dengan Duncan memperlihatkan perlakuan dengan imbangan minyak dan bahan penyalut 1 : 4 (MP 14) dan 1 : 3 (MP 13) tidak nyata berbeda dan sangat nyata mengandung kadar minyak terkapsul yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan imbangan 1 : 5 (MP 15). Kadar minyak terkapsul pada imbangan minyak dan penyalut 1: 5 (MP 15) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan 1 : 3 dan 1 : 4, hal ini disebabkan oleh jumlah minyak yang berkurang dan bahan penyalut meningkat sehingga mempengaruhi viskositas emulsi. Menurut Young et al (1993) emulsi dengan viskositas (kelarutan) yang tinggi tidak cocok digunakan karena dapat menyebabkan minyak terkapsul menjadi lebih rendah dan minyak tidak terkapsul jadi meningkat. Kadar minyak tidak terkapsul Kadar minyak tidak terkapsul yang dihasilkan pada perlakuan imbangan minyak ikan dan bahan penyalut berkisar 3.97 - 8.00% (Tabel 4). Kadar terendah didapatkan pada perlakuan MP 14 dan tertinggi didapatkan pada perlakuan MP 13. Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa kadar minyak terkapsul dari mikrokapsul yang diperoleh sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan. Kadar minyak tidak terkapsul pada perlakuan MP 13 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan tingginya minyak ikan yang digunakan menyebabkan jumlah bahan penyalut berkurang. 10 Berkurangnya jumlah tepung daging menyebabkan berkurangnya bantuannya untuk memperkuat ikatan antara bahan penyalut lain dengan minyak ikan. Setelah dedak bergabung dengan minyak ikan, tepung daging membantu ikatan mereka akan tetapi karena jumlah minyak ikan tinggi maka tidak semua dapat dibantu oleh tepung ikan akibatnya sebagian dari ikatan tersebut lepas sehingga berada di luar mikrokapsul dan mengakibatkan kadar minyak tidak terkapsul lebih tinggi. Efisiensi Enkapsulasi Efisiensi enkapsulasi yang diperoleh dalam percobaan ini berkisar antara 48.42 – 73.23% (Tabel 4). Efisiensi enkapsulasi dari mikrokapsul sangat nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh perlakuan. Imbangan minyak ikan dan bahan penyalut 1 : 4 (MP 14) nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Tingginya nilai efisiensi enkapsulasi tersebut disebabkan oleh kadar minyak terkapsul yang diperoleh tinggi dan jumlah minyak yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan MP 13, walaupun kadar minyak terkapsul antara perlakuan MP 13 dan MP 14 tidak berbeda nyata akan tetapi nilai efisiensi enkapsulasi nyata lebih tinggi pada perlakuan MP 14. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa variasi jumlah minyak yang digunakan mengakibatkan adanya perbedaan efisiensi enkapsulasi. Pengunaan minyak dengan imbangan 1 : 4 atau 25% dari total padatan mencapai titik optimasi dimana jika imbangan diturunkan atau ditingkatkan mengakibatkan efisiensi enkapsulasi berkurang. Imbangan minyak ikan dan bahan penyalut 1 : 4 adalah imbangan yang baik dimana imbangan 1 : 4 juga diperoleh oleh mikroenkapsulasi asam lemak omega-3 dengan bahan penyalut lemak susu dihasilkan efisiensi enkapsulasi sebesar 95.6% (Kim et al., 1996). Pada penelitian ini didapatkan konfirmasi bahwa imbangan minyak ikan dan bahan penyalut 1 : 4 menghasilkan karakteristik mikrokapsul terbaik. Perlakuan B dan C (Tabel 3) diperoleh dengan menggunakan imbangan minyak ikan dan bahan penyalut 1 : 4 dan kedua perlakuan tersebut menghasilkan karakteristik mikrokapsul yang lebih baik dimana nilai efisiensi enkapsulasi kedua perlakuan tersebut masing-masing adalah 73.23% (perlakuan B) dan 75.32% (perlakuan C). Mikrokapsul dari kedua perlakuan tersebut diuji kandungan asam lemak omega- 11 3nya dan dibandingkan hasilnya. Hasil analisa asam lemak dari kedua mikrokapsul tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Dari Tabel 5 terlihat kandungan asam lemak dari kedua mikrokapsul tersebut tidak berbeda nyata. Asam lemak omega-3 yang didapatkan dari kedua mikrokapsul tersebut berkisar 10.64 – 11.04%, kandungan EPA dan DHA sebesar 1.84 dan 7.74, dengan demikian kedua mikrokapsul tersebut dapat dipilih untuk digunakan dalam aplikasi ke dalam ransum ayam guna mendapatkan produk ternak yang tinggi asam lemak omega-3. Tabel 5 Kandungan asam lemak dari dua mikrokapsul yang mempunyai nilai efisiensi enkapsulasi tinggi (Perlakuan B dan C). Perlakuan (% AL/total AL) B C 1.84 1.89 7.14 7.74 36.26 37.42 41.65 41.29 22.09 21.28 11.04 10.64 11.05 10.65 1.01 1.00 Jenis asam lemak EPA (20:5) DHA (22:6) SAFA MUFA PUFA N3 N6 n-6 : n-3 Keterangan : Hasil analisa asam lemak Departemen Teknologi Pangan IPB (2008) Perlakuan B : tepung daging + dedak padi C : tepung daging + bungkil kelapa KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Komposisi tepung daging dan dedak halus serta tepung daging dan bungkil kelapa menghasilkan karakteristik mikrokapsul terbaik dengan nilai efisiensi enkapsulasi sebesar 73.23 dan 75.32%. Imbangan minyak ikan dan bahan penyalut 1 : 4 menghasilkan karakteristik mikrokapsul lebih baik dibandingkan dengan imbangan 1 : 3 dan 1 : 5. Saran Dari hasil penelitian ini dapat disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut aplikasi produk mikroenkapsulasi minyak ikan tersebut ke dalam ransum ternak terutama ternak unggas guna mendapatkan produk ternak yang tinggi asam lemak omega-3 dan rendah kolesterol. 12 DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1984. Official Standard of Analysis. Ed ke-14. Arlington Virginia: AOAC. Afeli R. 1998. Studi mikroenkapsulasi dan stabilitas minyak kaya asam lemak omega-3 dari limbah minyak pengalengan ikan tuna. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Andersen S. 1995. Microencapsulated omega-3 fatty acids from marine sources. Lipid Technology 7:81-85 Apriyantono A, Fardiaz D, Yasni S, Budijanto S, Puspitasari N. 1989. Petunjuk Laboratorium: Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Kelly PM, Keogh MK. 2000. Nutritional studies on dried functional food ingredients containing omega-3 polyunsaturated fatty acids (Fish oil powder ingredient). The Dairy Products Research Centre Moorepark, Fermoy, Co. Cork Kim YD, Morr CV. 1996. Microencapsulation properties of gum Arabic and several food proteins: spray-dried orange oil emulsion particles. J Agric Food Chem 44:1314–1320. Lin CC, Lin SY, Hwang LS. 1995. Microencapsulation of squid oil with hydrophilic macromolecules for oxidative and thermal stabilization. J Food Sci 60:36-39. Montesqrit. 2007. Penggunaan bahan pakan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi minyak ikan lemuru dan pemanfaatannya dalam ransum ayam petelur. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Subramanian S, Stagnitti G. 2004. Stabilization of omega-3 fatty acids with encapsulation technologies. http://ift.confex.com/ift/2004/techprogram/session-2727.htm [15-12-04] Wanasundara UN, Sahidi E. 1995. Storage stability of microencapsulated seal blubber oil. J Food Lipid 2:73 – 80. Young et al. 1993 Langdon CJ, Levine DM, Jones DA. 1985. Microparticulated feeds for marine suspension- feeders. J Microencapsulation 2:1 –11.