1 MODUL 1 BAHASA DAN ASPEK-ASPEKNYA No 1 2 3 4 5 6 Kompetensi Dasar Menjelaskan pengertian bahasa sebagai alat berbicara/ komunikasi Menjelaskan bahasa sebagai sistem Menjelaskan bahasa berupa lambang bunyi tutur Menjelaskan bahasa bersifat arbitrer Menjelaskan bahasa yang terjadi karena konvensi Menjelaskan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi A. Pengertian Bahasa Bahasa sebagai budaya tumbuh dengan pesat seiring dengan perkembangan pola pikir manusia sebagai penggunanya. Perkembangan budaya manusia juga ditentukan dan dipengaruhi oleh perkembangan bahasa. Sebagai budaya, bahasa dapat berkedudukan sebagai ilmu dan sebagai alat komunikasi. Kedudukan bahasa, baik sebagai ilmu yang memfokuskan pada keilmuan kebahasaan, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik maupun sebagai alat komunikasi yang memfokuskan pada keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis saling melengkapi dalam perkembangannya. Pengertian bahasa secara lengkap harus memasukkan konsep bahasa sebagai ilmu dan sebagai alat komunikasi. Bahasa merupakan sebuah kata yang tidak asing lagi bagi telinga kita sebab sering terdengar. Namun, untuk memberikan pengertian bahasa sering terjadi tumpang-tindih dan kurang lengkap. Misalnya, banyak orang atau bahkan guru bahasa Indonesia yang mendefinisikan bahasa sebagai alat komunikasi atau bahasa merupakan alat komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Definisi bahasa seperti itu tidak salah hanya kurang lengkap sebab fungsi bahasa memang sebagai alat komunikasi. Jawaban bahwa bahasa merupakan alat komunikasi itu jika pertanyaannya: Apakah fungsi bahasa?. Oleh karena itu, perlu dimasukkan konsep bahasa sebagai ilmu dalam pendefinisian bahasa. 2 Seorang anak sejak kecil yang masih balita (usia di bawah lima tahun) selalu ingin berkumpul dengan teman-teman seusianya atau sebaya. Dia selalu mendengarkan ucapan orang lain kemudian berupaya menirukannya meskipun masih terbata-bata. Setiap anak akan merekam dan membentuk bahasa atas dasar daya neuron motoriknya. Perekaman dan pembentukan bahasa itu selalu berproses bagi dirinya di dalam kehidupan sosial atau bermasyarakat. Dengan bahasa yang dimilikinya, seorang anak selalu berpikir dan akan mencapai tingkat kesadaran secara manusiawi. Artinya, setiap anak (manusia) selalu berproses dengan pikirannya untuk berkembang sebagai manusia yang berbudaya. Proses untuk mencapai tingkat kesadaran itu tidak dimiliki oleh makhluk lain, seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan yang memang tidak memiliki simbol atau lambang bunyi bahasa. Oleh karena itu, bahasa bersifat manusiawi. Artinya, bahasa yang dimilikinya dapat membentuk manusia sebagai makhluk sosial dan menjadikannya sebagai makhluk berbudaya. Manusia secara alamiah akan mengadakan hubungan dengan orang lain atau bermasyarakat dan mampu berpikir untuk berkembang atau selalu mengadakan inovasi bagi dirinya. Cara bersosial dan berbudaya bagi manusia seperti itu tidak dapat dilepaskan dari peranan bahasa yang digunakan setiap harinya. Bahasa sangat berperanan di dalam kehidupan manusia sebagai alat berbicara dan juga sebagai pengembang kebudayaan. Maka, bahasa dapat dijadikan sebagai alat komunikasi dan sebagai ilmu yang selalu dikaji untuk mendukung proses komunikasi tersebut. Definisi bahasa menurut Keraf (2001:1) adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat yang berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Hal yang lain dikatakan oleh Achmad dan Alex`Abdullah (2013:3) bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Jadi, dapat disimpulkan batasan bahasa secara lengkap dan padat, artinya batasan itu mencakup bahasa sebagai alat komunikasi dan sebagai ilmu pengetahuan. Dalam konteks itu, bahasa didefinisikan “sebagai sistem lambang bunyi tutur yang bersifat arbitrer, terjadi karena konvensi dan digunakan untuk berkomunikasi”. Ada lima butir penting 3 dari definisi bahasa itu, yaitu (1) bahasa sebagai sistem, (2) bahasa berupa lambang bunyi tutur, (3) bahasa bersifat arbitrer, (4) bahasa terjadi karena konvensi, dan (5) bahasa untuk berkomunikasi. B. Aspek-aspek Bahasa 1. Bahasa sebagai Sistem Bahasa merupakan sistem. Artinya, bahasa itu memiliki aturan yang telah disepakati oleh para pemakainya. Aturan atau kaidah di dalam bahasa mempunyai sistem yang berbeda-beda dengan pemakainya. Sistem bahasa Indonesia berbeda dengan sistem bahasa Inggris, juga berbeda dengan sistem bahasa Arab, dan lain sebagainya. Sistem bahasa yang berbeda itu dapat terjadi pada sistem makna, sistem bentuk, dan juga sistem strukturnya. Misalnya, dalam bahasa Inggris kite yang berarti layang-layang akan dibaca /kait/ tetapi kata dalam bahasa Indonesia selalu dibaca sesuai dengan fonemnya. Bahasa sebagai sistem menekankan pada pemakaian penuturnya. Misalnya, penutur bahasa Jawa menyebut pitu untuk bilangan tujuh, sab’ah dalam sistem makna bahasa Arab, dan seven dalam bahasa Inggris. Jadi, penyebutan dalam suatu bahasa pada dasarnya merupakan sistem kesepakatan para pemakaianya. Di dalam sistem struktur bahasa Indonesia baku, pemakaian kalimat “Sepedanya Anton berwarna hitam” adalah salah, yang benar “Sepeda Anton berwarna hitam”. Sebab, bentuk –nya pada sepedanya merupakan bentuk enklitiks yang berarti kepemilikan. Jadi, tidak perlu digunakan sebab ada kata Anton sebagai pemilik. Namun, di dalam sistem bahasa Jawa justru yang benar “Pite Anton warnane ireng”. Kata pite berarti sepedanya, jarane (kudanya), klambine (bajunya), dan lain-lain. 2. Bahasa Berupa Lambang Bunyi Tutur Bahasa berupa lambang bunyi tutur. Artinya, bahasa itu terdiri atas sejumlah simbol ujaran yang dapat ditulis. Simbol ujaran itu berupa fonem, morfem, kata, frase, kalimat, dan wacana. Simbol ujaran seperti itu berupa bunyibunyi bahasa. Agar bunyi-bunyi itu disebut bahasa maka harus bermakna. Oleh 4 karena itu, syarat utama suatu bunyi disebut bahasa maka bunyi itu harus memiliki makna. Misalnya, rangkaian bunyi yang berupa fonem /k/, /u/, /d/, dan /a/ akan dibaca /kuda/. Bentuk rangkaian fonem itu disebut bahasa yang berupa kata. Sebab, bentuk kuda sebagai kata adalah bentuk yang bermakna. Sebaliknya, bentuk keda bukan kata sebab tidak memiliki makna sehingga kata keda tidak ada di dalam bahasa Indonesia. Untuk membuktikan tentang pemaknaan bunyi sebagai bahasa dapat dicek pada kamus. Contoh yang lain, meja (kata/ bahasa) dan ajem (bukan kata/ bukan bahasa). 3. Bahasa Bersifat Arbitrer Bahasa bersifat arbitrer atau memiliki sifat manasuka. Maksudnya, di dalam bahasa kemunculan makna bersifat manasuka atau memiliki sifat bebas. Kata kucing mengacu kepada binatang berkaki empat, berkumis, dan suka makan tikus. Binatang seperti itu memang dinamakan kucing, bukan kacing atau cuking. Mengapa bisa dinamakan kucing? Jawabnya sangat sulit, sebab sejak dahulu sampai sekarang binatang dengan tanda-tanda seperti yang disebutkan di atas dinamakan kucing. Kata kucing ada di dalam bahasa Indonesia (lihat kamus), bahasa Inggrisnya (cat), dan bahasa Arabnya (al-hirrun). Jadi, penyebutan atau penamaan pada setiap bahasa bisa berbeda-beda. Oleh karena itu, sifat bahasa termasuk manasuka dan selalu didasarkan pada kesepakatan. Kesepakatan penutur bahasa Jawa memasukkan air melewati mulut disebut ngombe, penutur bahasa Indonesia menyebutnya minum, penutur bahasa Inggris menamakannya drink, penutur bahasa Arab menyebutnya syaroba, dan penutur bahasa lain juga memiliki kesepakatan masing-masing yang berbeda. Dalam bahasa Jawa yang terbagi atas beberapa dialek juga terjadi kesepakatan masing-masing. Dialek adalah bagian dari suatu bahasa yang bersifat kedaerahan atau individu. Jadi, ada bahasa Jawa dialek Banyumas, dialek Yogya dan Solo, dialek Tegal, dan lain-lain. Kata bagaimana untuk menanyakan sesuatu keadaan seseorang pada bahasa Jawa dialek Yogya dan Solo diungkapkan dengan kata kepiye. Dalam pertanyaan: Kepiye tho kowe? Dialek Tegal diungkapkan dengan kepriben. Dalam pertanyaan: Kepriben sih koen? Dialek Wonosobo 5 diungkapkan keprige. Dalam pertanyaan: Keprige tah deke? Selanjutnya, dialek Banyumas untuk mengungkapkan kata bagaimana dengan kepriwe. 4. Bahasa Terjadi karena Konvensi Proses terjadinya bahasa didasarkan secara konvensi. Artinya, bahasa itu kemunculannya karena konvensi (kebiasaan) para penuturnya. Para penutur bahasa melakukan kegiatan berbahasa secara terus-menerus. Hal itu menggambarkan bahwa sebuah kata akan diterima oleh para penutur jika selalu digunakan secara terus-menerus. Misalnya, sekitar tahun 70-an para penutur bahasa Indonesia mengenal kata gali, seperti menggali tanah atau menggali kuburan. Namun, sejak tahun 80-an kata gali digunakan terus-menerus dan dialihkan artinya menjadi orang yang jahat. Maka, kata gali di samping menggali tanah juga diartikan penjahat. Jadi, kebiasaan menggunakan bahasa dapat memunculkan makna baru pada bahasa itu sendiri. Pada tahun 1980-an tersebut ada gerombolan anak nakal yang mengganggu ketenangan masyarakat yang disebut dengan “gabungan anak liar”. Frase tersebut diakronimkan dengan gali yang digunakan terus-menerus. Maka, dalam perkembangannya muncul kata gali sebagai padanan kata penjahat. Jadi, kata gali sudah menjadi kata dan tidak lagi dikenal kepanjangannya oleh pengguna bahasa Indonesia. 5. Bahasa Digunakan untuk Berkomunikasi Fungsi utama bahasa adalah untuk berkomunikasi, baik komunikasi secara lisan maupun komunikasi secara tulis. Manusia di dalam kehidupannya sehari-hari selalu mengadakan hubungan dengan manusia lainnya. Maka, peranan bahasa di dalam kehidupan manusia sangat penting sebab bahasa selalu diperlukan oleh masyarakat untuk berkomunikasi antaranggotanya. Tes`(Latihan) 1. Jelaskan tentang pengertian bahasa! 2. Jelaskan aspek-aspek bahasa secara singkat! 3. Jelaskan hubungan bahasa dengan komunikasi! 6 MODUL 2 KEGIATAN BERBAHASA DAN ASPEK-ASPEKNYA No 1 2 3 4 5 Kompetensi Dasar Mengidentifikasi kegiatan berbahasa Menjelaskan keterampilan menyimak Menjelaskan keterampilan berbicara Menjelaskan keterampilan membaca Menjelaskan keterampilan menulis A. Kegiatan Berbahasa Bahasa sebagai alat komunikasi sangat diperlukan bagi kehidupan manusia. Sekelompok manusia atau orang yang hidup dengan tujuan yang sama dan dilakukan secara bersama-sama itulah yang disebut masyarakat. Dalam kesehariannya, masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat berinteraksi antaranggota untuk saling berkomunikasi. Kegiatan komunikasi dapat disebut sebagai kegiatan berbahasa. Artinya, masyarakat melakukan proses komunikasi dengan alat yang disebut bahasa. Berdasarkan paparan tersebut, kegiatan komuniksi dengan alat bahasa disebut kegiatan berbahasa. Adapun, kegiatan berbahasa meliputi empat aspek, yaitu. 1. Aspek lisan pasif ----> berupa kegiatan mendengar (menyimak) 2. Aspek lisan aktif ----> berupa kegiatan berbicara 3. Aspek tulis pasif -----> berupa kegiatan membaca 4. Aspek tulis aktif -----> berupa kegiatan menulis Penggambaran keempat aspek kegiatan berbahasa itu dapat dijelaskan sebagai berikut. Sejak seorang anak manusia dilahirkan (masa pralinguistik) sampai menginjak kanak-kanak (masa linguistik), setiap anak yang normal akan mengalami dan melakukan kegiatan keempat aspek kegiatan berbahasa tersebut. Selanjutnya, proses secara alami bagi seorang anak yang sehat (normal) akan melakukan kegiatan berbahasa yang dapat diurutkan: mendengar – berbicara – membaca – menulis. 7 Seorang anak akan bisa menulis setelah ia bisa membaca. Kemudian, ia akan bisa membaca setelah ia bisa berbicara. Selanjutnya, anak akan bisa menulis, membaca, dan berbicara terlebih dahulu ia harus bisa mendengar. Namun, jika dikaitkan dengan masalah keterampilan maka urutan secara alami itu akan berubah. Artinya, urutan secara alami tidak dapat diberlakukan terhadap masalah keterampilan berbahasa seseorang. Bisa saja seseorang memiliki keterampilan berbicara tetapi ia tidak memiliki keterampilan menulis dan sebaliknya. Suatu keterampilan akan diperoleh didasarkan pada latihan yang intensif. Oleh karena itu, keterampilan pada hakikatnya berkaitan dengan kerja pikir, perasaan, dan ketenangan. B. Aspek Kegiatan Berbahasa 1. Keterampilan Menyimak Istilah menyimak berbeda dengan mendengar. Kata menyimak lebih difokuskan pada mendengar bunyi-bunyi bahasa, seperti ceramah, pidato, dan khutbah. Adapun, mendengar lebih luas daripada menyimak. Di samping mendengar bunyi-bunyi bahasa juga mendengar bunyi-bunyi yang bukan bahasa seperti mendengar suara deru mobil, ketukan pintu, benda yang jatuh, dan lainlain. Jadi, menyimak pasti mendengar tetapi mendengar belum tentu menyimak. Dalam aspek lisan, menyimak merupakan kegiatan memahami bahasa lisan yang bersifat reseptif (pasif dan hanya menerima). Kegiatan menyimak bukan sekadar mendengarkan bunyi-bunyi bahasa tetapi sekaligus memahaminya. Dalam bahasa pertama (bahasa ibu), kegiatan menyimak diperoleh melalui proses yang tidak disadarinya sehingga seseorang (anak) yang menyimak tidak menyadari tentang kompleksnya proses pemerolehan keterampilan menyimak tersebut. Namun, ia tetap melakukan kegiatan menyimak secara terus-menerus hingga terbiasa dan mampu berkembang terhadap bahasa pertama yang diperolehnya. Dalam kegiatan menyimak, ada dua jenis situasi dalam menyimak, yaitu menyimak secara interaktif dan menyimak secara non-interaktif. Menyimak secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka dan percakapan tidak tatap 8 muka, seperti percakapan lewat telepon. Jenis kegiatan menyimak ini penutur secara bergantian melakukan aktivitas menyimak untuk memperoleh penjelasan, meminta lawan tutur mengulang apa yang diucapkan olehnya dan mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat. Selanjutnya, menyimak non-interaktif terjadi dalam percakapan yang sepihak, seperti menyimak siaran radio, siaran televisi, dialog pada film, khotbah, dan acara-acara seremonial/ sambutan pada upacara. Dalam situasi menyimak non-interaktif tersebut, penyimak tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara dan tidak dapat meminta pembicaraan diperlambat. 2. Keterampilan Berbicara Dalam aspek lisan, berbicara merupakan aspek kegiatan lisan aktif. Kegiatan ini berantonim dengan kegiatan menyimak atau mendengarkan. Sebab, kegiatan menyimak merupakan aspek kegiatan lisan pasif. Berbicara dengan keterampilan berbicara sangat berbeda. Setiap orang yang sehat alat bicaranya dipastikan dapat berbicara. Sedangkan orang yang sudah dapat bebicara belum tentu terampil berbicara atau memiliki keterampilan berbicara. Sebab, keterampilan berbicara harus melalui latihan yang intensif. 3. Keterampilan Membaca Dalam aspek tulis, membaca adalah keterampilan reseptif. Keterampilan membaca dapat dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan menyimak dan keterampilan berbicara. Namun, pada masyarakat yang memilki tradisi literasi dikembangkan yang secara telah berkembang, terintegrasi dengan keterampilan keterampilan membaca menyimak dapat dan keterampilan berbicara. Setiap orang yang normal, artinya tidak tuna aksara (buta huruf) dapat membaca tetapi belum tentu terampil membaca. Sebab, keterampilan membaca berkaitan dengan pemahaman teks yang dibacanya. 9 4. Keterampilan Menulis Dalam aspek tulis, menulis adalah keterampilan produktif. Artinya, kata produktif berantonim dengan reseptif. Jadi, menulis bukan kegiatan menerima. Kegiatan menulis dapat dikatakan sebagai keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara aspek-aspek keterampilan berbahasa lainnya. Sebab, menulis bukan sekadar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan merupakan kegiatan yang mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur. Tes (Latihan) 1. 2. 3. 4. Tulislah dengan urutan secara alami kegiatan berbahasa! Jelaskan bahwa berbicara identik dengan komunikasi lisan! Jelaskan bahwa kegiatan menyimak merupakan aspek lisan pasif! Jelaskan masa pralinguistik dan masa linguistik bagi anak! 10 MODUL 3 KETERAMPILAN BERBICARA No 1 2 3 4 Kompetensi Dasar Menjelaskan pengertian berbicara Mampu membedakan antara berbicara dengan keterampilan berbicara Menjelaskan aspek pendukung keterampilan berbicara Menjelaskan tujuan umum kegiatan berbicara A. Pengantar Kegiatan berbicara merupakan salah satu aspek kegiatan berbahasa, di samping kegiatan menyimak, membaca, dan menulis. Kegiatan berbicara pada prinsipnya sangat sederhana tetapi yang sulit justru pada masalah keterampilan sebab menyangkut keruntutan ucapan dan kejelasan artikulasinya. Maksudnya, seseorang dikatakan terampil berbicara jika ia mampu mengatur ucapannya (runtut) dan artikulasinya (jelas). Jadi, bukan pada masalah kelancarannya. B. Pengertian Berbicara Pengertian berbicara dapat dibedakan atas dua macam, yaitu pengertian berbicara secara sempit dan secara luas. Pengertian berbicara secara sempit adalah kegiatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Selanjutnya, pengertian berbicara secara luas adalah kegiatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk menyampaikan pesan, mengekspresikan perasaan, dan menyatakan pikiran. Berdasarkan pengertian berbicara tersebut dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan kegiatan lisan yang melibatkan sebagian organ fisik, seperti gerakan bibir, tangan, mata, dan yang lainnya. Keterlibatan organ fisik dapat mengurangi ketegangan pada saat berbicara di hadapan orang banyak. Juga, merupakan gaya (style) bagi pembicara sehingga tidak menjemukan bagi para pendengar yang melihatnya (audience). Gerakan anggota badan (organ fisik) itu pada dasarnya merupakan gerak refleks (tidak disengaja). Gerak refleks bagi pembicara sangat bermanfaat dan terkesan tidak kaku. Namun, jika gerakan itu terlalu berlebihan (over acting) maka dapat mengganggu mitratutur atau audience. 11 Kegiatan berbicara pada prinsipnya bersifat individual. Maksudnya, kegiatan berbicara berlangsung secara individu (perseorangan). Oleh karena itu, kegiatan berbicara tidak dapat dilangsungkan oleh banyak orang pada waktu yang bersamaan. Jadi, kegiatannya harus dilaksanakan secara bergiliran (satu-persatu). Hal seperti itu berbeda dengan kegiatan menyimak, membaca maupun menulis yang dapat dilangsungkan oleh banyak orang pada waktu yang bersamaan. Di samping bersifat individual, kegiatan berbicara bagi setiap orang bersifat nonhayati. Artinya, seseorang itu dapat berbicara tidak dengan sendirinya dan penguasaannya tidak secara alamiah. Dengan demikian, kegiatan berbicara memerlukan latihan dan seseorang yang tidak pernah dilatih dipastikan tidak dapat berbicara. Adapun, yang melatih kegiatan berbicara adalah lingkungan. Yang disebut lingkungan dalam konteks ini adalah ibu, bapak, kakak, saudarasaudara, teman-temannya, atau para tetangga. Misalnya, jika seorang anak sejak dilahirkan sampai usia remaja tidak pernah berhubungan dengan orang lain maka dipastikan ia tidak dapat berbicara. Oleh karena itu, sangat mustahil seseorang dapat berbicara jika tidak pernah mendengar bahasa manusia. Contoh lain yang ekstrim, jika seorang anak sejak dilahirkan sudah tunarungu (tuli) maka ia pun akan tunawicara (bisu). Jadi, ada tiga syarat seorang anak (manusia) agar dapat berbicara, yaitu (1) sehat alat pendengarannya (tidak tunarungu) sejak lahir, (2) sehat alat ucapnya (tidak cacat), dan (3) hidup dengan orang lain (bermasyarakat). Ketiga syarat berbicara tersebut mutlak harus ada, jika salah satu syarat tidak dipenuhi maka dimungkinkan tidak dapat berbicara. Misalnya, seseorang sejak lahir tidak sehat alat pendengarannya (tunarungu), padahal ia sehat alat ucapnya dan hidup bermasyarakat maka anak itu tidak akan dapat berbicara. Juga, misalnya ia tidak tunarungu dan tidak cacat alat ucapnya tetapi tidak pernah berhubungan dengan orang lain sejak dilahirkan maka dapat dipastikan anak itu tidak dapat berbicara atau tidak berbahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa berbicara identik dengan berbahasa. Oleh karena itu, manusia adalah makhluk yang berbicara. Artinya, manusia adalah makhluk yang berbahasa. Manusia memang memiliki perangkat alat ucap yang memungkinkan untuk dapat berbicara dan akal yang mampu mengembangkan bahasa. Juga, otak 12 manusia memuat lebih banyak neuron sehingga memiliki kemampuan ingatan yang lebih tajam. Itulah yang membedakan antara manusia dengan binatang sehingga binatang tidak dapat berbicara seperti halnya manusia. Maka, dapat diungkapkan paradigma bahwa “manusia berbicara dan binatang bersuara”. Kegiatan berbicara bagi manusia sudah ada sejak manusia pertama (Adam) diciptakan. Sejak dahulu sampai sekarang berbicara bagi manusia adalah sama, yaitu adanya sistem tanda yang dapat didengar (audible) dan melibatkan organ fisik yang dapat dilihat (visible). Jadi, pada dasarnya berbicara merupakan sebuah sistem, yakni cara yang teratur untuk melakukan sesuatu. Adapun, yang dimaksudkan keteraturan di dalam berbicara adalah bahasanya, yaitu adanya keteraturan bidang makna (sistem semantik), bidang bunyi (sistem fonologi), bidang kata (sistem morfologi), dan bidang kalimat (sistem sintaksis). Maka, segala bentuk suara seperti bersin, batuk, mendesis, mendesah, mendengkur, dan mendehem bukan merupakan kegiatan berbicara sebab suara yang dimunculkannya itu tidak bersistem. C. Aspek Pendukung Keterampilan Berbicara Seseorang yang memiliki dan memenuhi tiga macam syarat berbicara dipastikan dapat berbicara tetapi belum tentu terampil berbicara. Keterampilan membutuhkan latihan yang intensif sebab keterampilan sudah mengarah kepada bidang keahlian. Keterampilan berbicara tidak hanya sekedar dapat mengucapkan kata-kata dan kalimat tetapi lebih menekankan kepada pengolahan bahasa secara teratur. Atas dasar itu, keterampilan berbicara didefinisikan sebagai “suatu aktivitas berbicara yang menekankan kepada pengolahan bahasa secara teratur dan pengucapan bunyi-bunyi artikulasi secara jelas”. Agar dapat tercapai tujuan dan maksud berbicara maka seseorang yang ingin terampil berbicara perlu memiliki empat aspek pendukung, yaitu (1) keterampilan sosial (social skills) adalah keterampilan untuk berperanan secara aktif dan efektif di dalam kehidupan bermasyarakat, (2) keterampilan semantik (semantic skills) adalah keterampilan untuk menggunakan kata-kata secara tepat, (3) keterampilan fonetik (phonetic skills) adalah keterampilan untuk membentuk 13 unsur-unsur bunyi bahasa secara akurat, dan (4) keterampilan vokal (vocal skills) adalah keterampilan untuk menciptakan efek emosional dengan suaranya kepada pendengar atau mitratutur. D. Tujuan Umum Kegiatan Berbicara Berbicara sebagai kegiatan berkomunikasi lisan aktif mempunyai tujuan umum. Pertama, untuk menginformasikan (to inform). Pembicara bertugas menginformasikan isi pembicaraan kepada pendengar atau mitratutur. Tujuannya agar pendengar atau mitratutur memahami isi pembicaraan. Misalnya, seorang guru menyampaikan materi pelajaran kepada para siswanya atau orang yang berpidato di hadapan orang banyak. Kedua, untuk menghibur (to entertain). Pembicara dapat menghibur pendengar atau mitratutur melalui ucapan-ucapannya. Misalnya, guru yang selalu menyampaikan ide-ide segar, menarik, dan mempesona pada saat mengajar. Artinya, pada saat mengajar guru jangan terlalu tegang yang menyebabkan siswa ikut tegang. Maka, para siswa akan merasa senang dan terhibur. Ketiga, untuk mempengaruhi (to persuade), yaitu pembicara dapat mempengaruhi atau meyakinkan pendengar atau mitratutur dengan argumentasi yang tepat. Seorang guru selalu mempunyai argumentasi setiap menyampaikan materi pelajarannya sehingga para siswa merasa yakin atas ucapan gurunya. Misalnya, saat menerangkan bahwa bahasa Melayu dipilih menjadi dasar bahasa nasional bukan bahasa Jawa. Maka, guru harus dapat menerangkan dengan argumentasi yang meyakinkan. Tes `(Latihan) 1. Kegiatan berbicara bersifat individual dan menulis tidak individual. Jelaskan! 2. Jelaskan keterampilan sosial sebagai aspek pendukung keterampilan berbicara! 3. Jelaskan bahwa tujuan berbicara itu untuk menghibur! 14 MODUL 4 TEKNIK BERBICARA No Kompetensi Dasar 1 Menjelaskan teknik-teknik berbicara 2 Mampu menerapkan teknik berbicara 3 Mampu mengidentifikasi macam-macam teknik berbicara A. Pengantar Seseorang yang ingin terampil berbicara, maka ia harus selalu berlatih secara intensif. Agar tujuan berbicara tercapai dan keterampilan berbicara meningkat maka diperlukan latihan. Latihan itu disebut dengan teknik berbicara. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan pokok bahasan wicara atau berbicara di sekolah-sekolah, baik di Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), atau Madrasah Aliyah (MA) dikenal tiga teknik berbicara, yaitu: (1) berbicara terpimpin, (2) berbicara semi terpimpin, dan (3) berbicara bebas. B. Macam-macam Teknik Berbicara 1. Teknik Berbicara Terpimpin Teknik berbicara terpimpin merupakan teknik pengajaran berbicara yang selalu mendapat pengawasan dari guru. Artinya, para siswa berlatih berbicara di kelas dan guru mengontrol ucapan siswa. Agar siswa lancar berbicara, seperti pidato dan pelaksanaan wawancara maka diperlukan latihan yang intensif. Latihan seperti itu dapat dimulai dari menyusun frase dan kalimat secara lisan. Oleh karena itu, janganlah menganggap mudah menyusun kalimat yang benar sebab aspek psikologis sangat berperanan pada saat tampil di hadapan teman-temannya. Ada paradigma yang patut dijadikan pegangan, yaitu menganggap mudah sesuatu justru sebenarnya sulit. 15 2. Teknik Berbicara Semi Terpimpin Teknik berbicara semi terpimpin merupakan teknik pengajaran berbicara yang membiarkan siswa berbicara sebebas-bebasnya tetapi masih dibantu oleh guru. Topik pembicaraannya ditentukan oleh guru dan siswa bebas mengolahnya. Selanjutnya, di dalam latihan teknik berbicara semi terpimpin ini ada beberapa macam cara kegiatan berbicara. a. Reproduksi Cerita Reproduksi cerita adalah mengulang kembali cerita yang pernah dibaca atau didengarnya. Misalnya, siswa disuruh mengulang kembali cerita yang telah disampaikan oleh gurunya. Pengulangan cerita itu tidak harus sama seperti gaya gurunya tetapi siswa dapat mengolah kembali bahasanya sendiri. Namun, inti ceritanya sama. Cerita tersebut dapat berupa cerita pendek (cerpen), biografi, dan pengalaman seseorang. b. Melaporkan Isi Bacaan Melaporkan isi bacaan adalah menyampaikan isi bacaan buku, baik buku yang berisi cerita fiktif maupun nonfiktif. Misalnya, siswa disuruh membaca buku tertentu di rumah dan hasilnya disampaikan secara lisan di hadapan teman-temannya. Guru dapat mengecek kebenaran laporan tersebut dengan cara “menyimak sambil membaca inti buku yang telah dibaca siswa”. c. Cerita Berantai Cerita berantai adalah cerita yang disampaikan secara berantai dari kelompok satu kepada kelompok lain dan terus berlangsung sampai kelompok tersebut habis. Misalnya, kelompok 1 mendengarkan cerita dari gurunya dan kelompok yang lain berada di luar kelas. Selanjutnya, salah satu siswa dari kelompok 1 tersebut menceritakan kembali kepada kelompok 2, dan seterusnya sampai habis kelompok yang telah dibentuk. 16 Praktik kegiatan cerita berantai (jika satu kelas ada 40 siswa) sebagai berikut. Satu kelas dibentuk menjadi 10 kelompok (setiap kelompok ada 4 siswa). Kelompok 1 tinggal di kelas untuk mendengarkan cerita dari gurunya dan kelompok 2 s.d. 10 diminta keluar. Selanjutnya, kelompok 1 itu bertugas menceritakan kembali kepada kelompok 2, dan kelompok 2 menceritakan kepada kelompok 3 dan seterusnya sampai habis. Cerita berantai itu dapat mengasah keterampilan menyimak dan berbicara dengan baik. 3. Teknik Berbicara Bebas Berbicara bebas merupakan teknik pengajaran berbicara yang membiarkan siswa berbicara sebebas-bebasnya dan guru hanya mengawasi. Siswa bebas menyampaikan topik pembicaraan dan guru hanya memberikan rambu-rambunya. Rambu-rambu yang dimaksud misalnya siswa dilarang mengeluarkan kata-kata yang kurang etis dan mengkritik tanpa dasar. Tes (Latihan) 1. Mengapa diperlukan teknik berbicara? Jelaskan! 2. Jelaskan secara runtut cerita berantai! 3. Apakah kesulitan reproduksi cerita? 17 MODUL 5 SENI BERBICARA DAN ASPEK PENDUKUNG No 1 2 3 4 Kompetensi Dasar Menjelaskan seni berbicara Mampu menerapkan seni berbicara Mampu mengidentifikasi macam-macam seni berbicara Menjelaskan aspek pendukung seni bebicara A. Seni Berbicara Seni berbicara (the specch arts) pada dasarnya berupa berbicara terapan. Berbicara sebagai seni ditekankan kepada penerapan bahasa sebagai alat komunikasi. Kegiatan berbahasa yang meliputi seni berbicara antara lain: (1) berpidato, (2) berdiskusi, (3) berdebat, (4) bersidang, (5) bermain drama, (6) bertelepon, dan (7) adu argumentasi. Berdasarkan macam-macam seni berbicara tersebut maka seni berbicara dapat dibagi atas dua macam ragam, yaitu berbicara pada masyarakat dan berbicara pada konferensi. 1. Berbicara pada Masyarakat Ragam berbicara pada masyarakat (Public Speaking) sangat penting untuk diketahui bagi pelajar yang ingin belajar tentang teori dan praktik keterampilan berbicara. Kegiatannya meliputi. a. Berbicara informatif (informative speaking) adalah kegiatan berbicara yang dilakukan di dalam situasi yang bertujuan memberitahukan sesuatu kepada masyarakat. Kegiatan berbicara itu bersifat informatif. b. Berbicara kekeluargaan (followship speaking) adalah kegiatan berbicara yang dilakukan di dalam situasi yang bertujuan mengakrabkan di dalam masyarakat. Kegiatan berbicara itu bersifat kekeluargaan. c. Berbicara meyakinkan (persuasive speaking) adalah kegiatan berbicara yang dilakukan di dalam situasi yang bertujuan meyakinkan kepada masyarakat meyakinkan. sebagai pendengar. Kegiatan berbicara itu bersifat 18 d. Berbicara merundingkan (deliberative speaking) adalah kegiatan berbicara yang dilakukan dalam situasi yang bertujuan merundingkan sesuatu dengan masyarakat. Kegiatan berbicara itu bersifat merundingkan. 2. Berbicara pada Konferensi Ragam berbicara pada konferensi (conference speaking) merupakan kegiatan berbicara yang diatur dalam sidang. Kegiatan berbicara itu bersifat resmi, seperti sidang dan rapat-rapat dinas. Bahasa yang digunakan pun bersifat resmi, yaitu bahasa baku atau standar. Oleh karena itu, berbicara pada konferensi berbeda dengan berbicara pada masyarakat. Berbicara pada konferensi mementingkan hasilnya sedangkan berbicara pada masyarakat mementingkan tujuannya. B. Aspek Pendukung Aspek pendukung dalam seni berbicara dapat berupa keterampilan menjelaskan dan bertanya. Istilah menjelaskan adalah memberikan penjelasan tentang sesuatu hal atau permasalahan kepada seseorang atau masyarakat luas. Sedangkan bertanya sebagai bagian dari kegiatan berbicara merupakan kegiatan yang berupa mengajukan pertanyaan kepada seseorang yang dianggap mengetahui permasalahan. Kegiatan berbicara yang berupa menjelaskan dan bertanya tidak semudah yang dibayangkan. Jadi, kegiatan menjelaskan dan bertanya secara lisan itu pada dasarnya untuk diterapkan agar lawan bicara atau mitratutur itu memahami terhadap sesuatu yang dijelaskan dan ditanyakan. Oleh karena itu, kegiatan menjelaskan dan bertanya memerlukan latihan yang baik karena kedua kegiatan itu merupakan keterampilan. 1. Keterampilan Menjelaskan Bentuk kata menjelaskan berbeda dengan menceritakan. Menjelaskan adalah kegiatan verbal yang menghubungkan antara satu fakta dengan fakta lainnya, peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya, baik secara induktif 19 maupun deduktif. Tujuannya agar mitratutur lebih jelas (paham). Adapun, kegiatan menceritakan adalah kegiatan verbal yang menyampaikan pesan, amanat, dan informasi. Tujuannya agar mitratutur dapat mengetahui (mengerti). Jadi, dalam proses pelaksanaan secara lisan maka kegiatan menjelaskan dan menceritakan sama-sama merupakan kegiatan verbal meskipun bobotnya tidak sama. Orang yang sudah jelas pasti sudah tahu tetapi orang yang sudah tahu belum tentu sudah jelas. Agar tujuan keterampilan menjelaskan dapat berhasil maka diperlukan persyaratan. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu. a. Bahasa yang digunakan tidak samar Apabila kita menjelaskan sesuatu kepada orang lain maka bahasa yang digunakan tidak samar, seperti makna kata, frase, dan kalimat harus jelas (tidak bermakna ganda). Juga, hindarilah ungkapan yang ragu-ragu dan tidak pasti seperti ungkapan ... apa itu, ... bagaimana ya, ... yang penting begitulah. Di samping itu, jangan sering mendehem, mengucapkan ... des dan berhenti terlalu lama. Hal itu akan mengganggu mitratutur saat menerima penjelasan. b. Suka menggunakan contoh Apabila kita menjelaskan sesuatu kepada orang lain sebaiknya digunakan contoh yang baik dan konkret sehingga dapat menambah wawasan dan pengalaman bagi mitratutur. Penggunaan contoh dapat dinyatakan dalam bentuk yang positif dan bisa negatif. Juga, bisa penggunaan contoh yang berupa perbandingan, perbedaan, dan peragaan. Contoh yang kurang baik atau negatif dapat mengenai dirinya sendiri. c. Adanya penekanan isi pembicaraan Penekanan dimaksudkan agar mitratutur dapat lebih memperhatikan inti pembicaraan. Penekanan sesuatu yang penting dapat dilakukan dengan cara pengulangan atau menekankan dengan ungkapan “perlu diperhatikan, ini sangat penting”. 20 d. Adanya umpan balik Umpan balik merupakan cara evaluasi yang dilakukan di sela-sela pembicara sedang menjelaskan sesuatu. Cara evaluasi itu bukan untuk mengetes tetapi untuk melibatkan mitratutur agar merasa terlibat berperan dalam situasi pembicaraan. Misalnya, evaluasi dalam bentuk retoris. “Pernahkan anda memikirkan tentang hancurnya peradaban kita”. Hindarilah cara evaluasi dalam bentuk pertanyaan, “Sudah paham belum?”. 2. Keterampilan Bertanya Cara bertanya secara lisan merupakan bagian dari aktivitas berbicara. Seorang yang terampil berbicara belum tentu pandai bertanya. Bertanya itu pada dasarnya memerlukan mental yang baik dan pertanyaan yang baik adalah yang tepat sasaran. Pertanyaan yang baik secara lisan ada beberapa persyaratan, yaitu (1) penanya harus pandai mengolah bahasa, (2) penanya harus memiliki daya ingat yang tinggi, dan (3) pertanyaannya harus mengarah pada sasaran dan tidak berbelit-belit. Hal ini sering dijumpai bahwa jawaban sering tidak sesuai dengan yang ditanyakannya. Kemungkinan bisa saja bahwa penanya kurang bisa mengatur bahasanya sehingga penanya merasa kurang puas. Jika seorang guru bertanya mengenai perbedaan antara A dengan B maka siswa akan menjawab definisi A dan B. Jawaban seperti itu salah. Misalnya, apa perbedaan antara becak dengan sepeda? Jawaban yang benar adalah becak beroda tiga dan sepeda beroda dua. Jadi, bukan becak adalah angkutan umum dan sepeda adalah angkutan pribadi. Pada kenyataannya bertanya memerlukan kerja pikir sehingga penanya harus memiliki kemampuan yang baik. Ada tiga macam cara kerja pikir dalam bentuk pertanyaan, yaitu. a. Berpikir Ingatan Berpikir ingatan adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban dengan cara mengingat-ingat, seperti mengingat -ingat fakta, kejadian, dan apa saja yang ditanyakan. Bertanya dengan berpikir ingatan merupakan jenis 21 pertanyaan yang rendah dan kurang berbobot. Pertanyaan seperti itu sangat baik untuk anak SD atau SMP. Misalnya: Apakah ibukota Inggris? Kapan Indonesia merdeka? Di kota apa R.A. Kartini dilahirkan? b. Berpikir Konvergen Berpikir konvergen adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban dengan cara menganalisis data dan fakta. Misalnya: Bagaimana tsunami bisa terjadi? Coba Anda kemukakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah. Mengapa bahasa Indonesia mudah menyerap bahasa asing? c. Berpikir Divergen Berpikir divergen adalah pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang kreatif, imajinatif, dan tidak dibutuhkan bukti empiris. Misalnya: Apa akibatnya jika narkoba dikonsumsi secara bebas? Mengapa Abu Jahal sangat membenci Nabi Muhammad padahal beliau keponakannya? Dalam kegiatan bertanya dikenal taksonomi bertanya atau tingkatan kesulitan pertanyaan. Jadi, taksonomi bertanya menggambarkan tingkat kesulitan bertanya dan jawabannya. Untuk mengetahui tingkat kesulitan di dalam taksonomi bertanya dapat diketahui klasifikasinya. Klasifikasi bertanya secara urut, yakni dari tingkat yang paling rendah (mudah) sampai ke tingkat yang paling tinggi (sulit) adalah. a. Mengingat-ingat Pertanyaan dengan jawaban mengingat-ingat adalah siswa hanya mengingat-ingat jawabannya dan tidak diperlukan argumentasi yang faktual. Contohnya: sebutkan ibukota Jepang? Siapakah Presiden pertama Republik Indonesia? Berasal dari bahasa apakah kata syukur itu? 22 b. Menerjemahkan Pertanyaan dengan jawaban menerjemahkan adalah siswa menjawab dengan cara menerjemahkan ke bahasa lain atau mendefinisikan suatu istilah. Contohnya: Apa makna kata insentif dan intensif? Apakah yang disebut kontaminasi? Apakah yang dimaksud interferensi? c. Menginterpretasikan Pertanyaan dengan jawaban menginterpretasikan adalah siswa menjawab dengan menentukan atau menemukan hubungan antara fakta dengan kejadian. Contohnya: Mengapa Nabi Muhammad disebut Al-Amin? Mengapa bangsa Indonesia disebut bangsa yang ramah? Mengapa akhirakhir ini banyak terjadi tanah longsor? d. Mengaplikasikan Pertanyaan dengan mengaplikasikan adalah siswa menjawab secara empirik dan argumentatif. Contohnya: Buktikan bahwa agama Islam itu bukan agama kekerasan? Buktikan bahwa bahasa itu merupakan budaya yang sangat unggul? e. Menganalisis Pertanyaan dengan menganalisis adalah siswa menjawab dengan cara menyelesaikan permasalahan dan pemikiran yang logis. Contohnya: Mengapa penulisan preposisi itu harus terpisah? Mengapa kata analisa itu salah? Mengapa ikan itu akan mati jika di darat? f. Mensintesis Pertanyaan dengan mensintesis adalah siswa menjawab dengan cara menyelesaikan permasalahan dan pemikiran yang logis serta kreatif. Contohnya: Jelaskan dengan beberapa contoh tentang penulisan preposisi! Jelaskan dengan contoh tentang morfem terikat! 23 g. Mengevaluasi Pertanyaan dengan mengevaluasi adalah siswa menjawab dengan mempertimbangkan dan memberikan penilaian yang objektif. Contohnya: Bagaimana pendapat Anda tentang perkembangan bahasa Indonesia di media massa saat ini? Bagaimana tingkat kesulitan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa Inggris? Sebagai calon guru Bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) perlu memahami taksonomi bertanya. Perlu diingat bahwa bertanya itu tidak perlu disuruh tetapi merupakan kebutuhan bagi orang yang memang ingin mengetahui tentang jawaban atas permasalahan yang dihadapinya. Jadi, biasakanlah bertanya jika belum mengetahui duduk permasalahannya saat pembelajaran. Tes (Latihan) 1. Mengapa diperlukan seni berbicara? Jelaskan! 2. Jelaskan macam-macam seni berbicara! 3. Apakah yang dimaksudkan aspek pendukung seni berbicara? 24 MODUL 6 METODE BREBICARA No Kompetensi Dasar 1 Menjelaskan metode berbicara yang disebut catur cara saji wicara. 2 Mampu menerapkan metode berbicara 3 Mampu mengidentifikasi macam-macam metode berbicara A. Pengantar Berbicara merupakan kegiatan berbahasa yang disampaikan secara lisan. Orang yang terampil berbicara akan menggunakan bahasa dengan baik, benar, runtut, dan menyampaikan dengan artikulasi yang jelas. Kegiatan berbicara dapat dilakukan dengan berbagai macam metode penyampaian. Ada empat macam metode penyampaian berbicara atau yang disebut “Catur Cara Saji Wicara”. B. Macam-macam Metode Berbicara 1. Metode Impromptu Metode impromptu (Impromptu Delivery) adalah metode penyampaian berbicara yang dilakukan secara mendadak (serta merta). Misalnya, seseorang yang tidak terdaftar sebagai pembicara dalam suatu acara diminta (didaulat) oleh panitia untuk berbicara (berpidato) secara mendadak. Dia harus menggunakan pengalaman yang dimiliki untuk bahan pidatonya. Orang yang kurang berpengalaman biasanya tidak mau jika diminta berpidato secara mendadak. Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah pembicara dapat mengembangkan gagasan. Kelemahannya adalah pembicara yang kurang berpengalaman sangat monoton dan akan bingung apa yang akan disampaikan. 2. Metode Ekstemporan Metode ekstemporan (extemporaneous delivery) adalah metode penyampaian berbicara yang dilakukan tanpa persiapan naskah. Jadi, pelaksanaan metode ekstemporan itu tidak menggunakan naskah sebagai bahan pidatonya. Dia sudah mengetahui bahwa dirinya akan berpidato dan sengaja tidak menggunakan 25 naskah tetapi memanfaatkan catatan ringkas pada selembar kertas sebagai bahan pengingat. Catatan ringkas itu biasanya berisi ide pokok dan hal-hal yang sulit untuk dihafalkan. Misalnya, peribahasa, cuplikan ayat Al-Quran atau hadis, dan nama orang-orang yang akan disampaikan saat berpidato. Kelebihannya adalah pembicara yang berpengalaman lebih kreatif. Kelemahannya adalah pembicarannya kurang berkembang. 3. Metode Naskah Metode naskah (manuscript delivery) adalah metode penyampaian berbicara yang dilakukan dengan menggunakan naskah atau teks. Metode naskah digunakan pada saat acara penting, seperti pidato kenegaraan, khutbah Jumat, atau laporan. Kelebihannya adalah isinya sudah diedit sehingga kebenaran teks dapat diantisipasi. Kelemahannya adalah tatapan mata kepada audience atau hadirin terbatas. 4. Metode Hafalan (Ingatan) Metode ingatan atau hafalan (memory delivery) adalah metode penyampaian berbicara yang dilakukan dengan cara mengingat-ingat atau menghafal bahan pidato. Biasanya dilakukan oleh pembicara pemula atau kurang berpengalaman. Jadi, mirip deklamasi sehingga penyampaian kelihatan kaku dan monoton. Kelebihannya adalah sebagai ajang latihan tampil di muka umum. Kelemahannya adalah pembicara sangat kaku, monoton, dan arah pandangan searah. Metode apa pun yang digunakan oleh pembicara dalam berbicara di muka umum tidak menjadi persoalan. Namun, yang terpenting adalah bahwa usaha yang dilakukan berhasil, komunikasi berjalan lancar, dan pembicara memiliki sikap percaya diri (PD) yang tinggi. Oleh karena itu, perlu diketahui lima faktor, yaitu (1) bunyi-bunyi atau fonem (vokal dan konsonan) diucapkan dengan tepat, (2) pola-pola intonasi, seperti naik-turunnya suara dan tekanan kata sudah memuaskan, (3) ketepatan ucapan sudah mencerminkan pemahaman pembicara, 26 (4) kata-kata yang disampaikan sudah runtut secara bentuk dan struktur, dan (5) sudah mencerminkan keaslian penutur (native speaker) bahasa yang digunakan. Kelima faktor itu dapat memberikan ketepatan bagi kita untuk dapat berbicara secara efektif. Seseorang yang mampu berbicara secara efektif dapat meraih keberhasilan dalam semua aspek kehidupan. Namun, perlu diketahui bahwa berbicara efektif tidak sama dengan berbicara cepat. Ada teori yang mengatakan bahwa “orang yang berbicara cepat biasanya lamban berpikir dan orang yang berbicara efektif biasanya cepat berpikir”. Berbicara efektif dilakukan dengan pemilihan kata-kata yang baik dan sesuai dengan apa yang dimaksud. Artinya, penggunaan kata yang tepat dalam berbicara efektif sangat dipentingkan. Hal itu dapat menghindari kesalahpahaman bagi mitratutur atau audience (pendengar). Sebab, kesalahpahaman dapat menimbulkan fitnah sehingga menyebabkan konflik. Oleh karena itu, berbicara efektif tidak sama dengan berbicara lambat dan berbicara efektif lebih baik daripada berbicara cepat. Tes (Latihan) 1. Jelaskan tentang metode berbicara! 2. Menurut Anda, manakah metode yang paling baik? Berilah alasannya! 3. Apakah kelebihan dan kekurangan metode naskah? 27 MODUL 7 BERBICARA UNTUK BERKOMUNIKASI No Kompetensi Dasar 1 Menjelaskan pengertian komunikasi 2 Mampu berkomunikasi dengan bahasa yang baik dan benar 3 Mampu mengidentifikasi komunikasi lisan dan tulis A. Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi dipungut dari bahasa Inggris “communication” yang berasal dari akar kata common atau communis yang memiliki arti sama (kesamaan). Dalam proses komunikasi, baik komunikasi lisan maupun tulis antara penutur dan mitratutur harus memiliki kesamaan pemaknaan kata-kata yang disampaikan. Jadi, komunikasi dapat berlangsung jika keduanya (penutur dan mitratutur) memiliki kesamaan makna. Hal itu sesuai dengan pendapat Widjaja (2008:8) bahwa komunikasi merupakan penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Jadi, adanya pengertian yang sama tentang informasi yang disampaikan. Komunikasi yang santun dan efektif akan saling menguntungkan antara penutur (komunikator) dengan mitratutur (komunikan). Juga, keduanya dapat terlaksana dengan baik tergantung pada bahasa yang digunakan. Misalnya, jika seseorang berbelanja di pasar kemudian berkomunikasi dengan penjual sayur dan bahasa yang digunakan adalah bahasa baku. Maka, proses komunikasi tersebut akan berlangsung kaku dan tidak efektif bahkan akan dianggap kurang santun. Jadi, sebaiknya bahasa yang digunakan adalah bahasa nonbaku. Namun, hal tersebut pada dasarnya sudah memenuhi lima unsur proses komunikasi. Kelima unsur tersebut adalah (1) komunikator/ penyampai pesan, (2) pesan/ isi informasi, (3) saluran/ udara, (4) komunikan/ penerima pesan, dan (5) hasil/ efek. Kelima unsur tersebut harus ada dalam proses komunikasi lisan. Komunikator dan komunikan harus ada dalam proses komunikasi lisan sebab mustahil komunikator berbicara tidak ada komunikan. Jika keduanya ada dan tidak ada pesan yang disampaikan maka tidak akan terjadi proses komunikasi. 28 Juga, jika tidak ada udara maka tidak akan dapat berkomunikasi. Misalnya, dua orang berbicara di dalam air maka proses komunikasi tidak dapat berlangsung. Di samping itu, hasil yang disampaikan harus ada. Sebab, tidak ada gunanya jika berkomunikasi tidak saling mengerti antara komunikator dengan komunikan. B. Komunikasi Lisan Komunikasi lisan dapat diidentikkan dengan berbicara dengan orang lain. Maksud orang lain dapat berupa individu atau kelompok. Berbicara dengan orang lain yang berupa individu dapat disebut dialog. Adapun, berbicara dengan kelompok orang dapat berupa pidato atau ceramah. Hal itu dapat disebut berbicara di muka umum. Berbicara di muka umum didasarkan pada ragam berbicara pada masyarakat. Seperti yang telah disampaikan bahwa berbicara pada masyarakat atau public speaking terdiri atas empat macam, yaitu (1) berbicara untuk menginformasikan/ informative speaking, (2) berbicara untuk kekeluargaan/ followship speaking, (3) berbicara untuk meyakinkan/ persuasive speaking, dan (4) berbicara untuk merundingkan/ deliberative speaking. 1. Berbicara untuk Menginformasikan Berbicara untuk menginformasikan adalah kegiatan berbicara yang dilakukan di dalam situasi yang bertujuan memberitahukan sesuatu kepada masyarakat. Maksud masyarakat adalah semua komunitas orang dari berbagai aspek kehidupan, seperti mahasiswa di kampus dapat disebut masyarakat. Seorang dosen atau guru yang memberikan kuliah atau menyampaikan bahan pembelajarannya dapat dikatakan bahwa ia berbicara untuk menginformasikan. Berbicara model ini jika pembicara bermaksud, antara lain (1) memberikan atau menanamkan pengetahuan, (2) menerangkan atau menjelaskan suatu proses, (3) menguraikan suatu tulisan, dan (4) menafsirkan suatu persetujuan. Untuk melakukan pidato atau berbicara di muka umum dengan tujuan menginformasikan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. a. Memilih pokok pembicaraan yang menarik. Hal yang akan disampaikan harus menarik bagi audience sehingga tidak menjemukan. 29 b. Membatasi pokok pembicaraan. Hal ini dimaksudkan agar pembicaraan tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang disampaikan. c. Menyusun bahan. Pembicaraan yang akan disampaikan biasanya terdiri atas pendahuluan, isi, dan simpulan. d. Menyampaikan bahan pembicaraan dengan baik yang dapat dikaitkan dengan situasi aktual. Hal ini dimaksudkan agar audience tidak bosan, situasi lebih segar, dan isinya kontekstual. 2. Berbicara untuk Kekeluargaan Berbicara untuk kekeluargaan adalah kegiatan berbicara yang dilakukan di dalam situasi yang bertujuan mengakrabkan dengan audience/ pendengar. Jadi, pembicaraannya bersifat kekeluargaan atau akrab. Berbicara dengan tujuan untuk kekeluargaan biasanya diselingi dengan ungkapan yang menghibur. Ucapan atau ungkapan yang menghibur akan membuat suasana menjadi lebih meriah sebab audience akan lebih sering tersenyum dan tertawa. Orang yang tersenyum dan tertawa selalu terhibur hatinya. Jangan dianggap mudah menyampaikan ungkapan yang dapat menyebabkan orang lain dapat tertawa sebab pembicara harus mempunyai pengalaman yang banyak dan memiliki kekayaan perbendaharaan kata atau kosa-kata yang menyegarkan. Acara yang dapat digunakan pada saat berbicara untuk kekeluargaan dapat disebutkan antara lain (1) pidato sambutan, (2) pidato perpisahan, (3) pidato perkenalan, (4) pidato balasan, (5) pidato atau ceramah saat pengajian, (6) pidato tasyakuran, dan (7) pembelajaran dapat juga diselingi ungkapan hiburan dan keakraban antara pengajar dengan pembelajar. 3. Berbicara untuk Meyakinkan Berbicara untuk meyakinkan adalah kegiatan berbicara yang dilakukan di dalam situasi yang bertujuan meyakinkan kepada audience/ pendengar. Para pendengar dapat meyakini isi pembicaraan dari seorang pembicara adalah yang pertama kali melihat pribadi atau karakter pembicara itu sendiri. Kita tidak dapat 30 meyakini isi pembicaraan tentang disiplin waktu jika pembicara itu sendiri tidak pernah disiplin dan tidak pernah menepati waktu yang dijanjikan. Sebelum menyampaikan pidato yang bertujuan untuk meyakinkan hendaknya perlu introspeksi diri: Apakah diriku sudah melaksanakan hal-hal yang akan disampaikan? Para pendengar perlu dirangsang untuk berbuat aksi dengan daya tarik yang emosional. Adapun, daya tarik yang emosional itu biasanya muncul dari pribadi dan karakter pembicara itu sendiri. Oleh karena itu, dapat ditengarai bahwa tidak ada orang yang tertarik jika mereka tidak mempunyai keyakinan pada pribadi dan karakter pembicara. Perasaan para pendengar itu sangat wajar dan vital. Maka, sangat wajar pula diperlukan “orang tampan yang terampil berbicara” atau dalam bahasa Latinnya “bonus vir docendi dicendi”. Pendengar sangat tidak yakin jika orang yang suka berjudi dan berselingkuh menjadi pembicara dalam pengajian. Hal itu dapat meyakinkan jka orang tersebut sudah bertobat dan tidak lagi melakukan perbuatan yang buruk. Jadi, pengalaman yang buruk dapat saja disampaikan sebagai materi atau bahan agar menjadi pembelajaran bagi masyarakat bahwa judi dan selingkuh merupakan perbuatan yang buruk. 4. Berbicara untuk Merundingkan Berbicara untuk merundingkan adalah kegiatan berbicara yang dilakukan dalam situasi yang bertujuan untuk merundingkan sesuatu. Hal yang dirundingkan mengharuskan dua pihak memiliki fakta sehingga muncul keputusan yang baik. Berbicara untuk merundingkan merupakan pembicaraan interaktif. Jadi, perlu diketahui bahwa tujuan bukan tindakan (aksi) tetapi merupakan bayangan pemikiran (refleksi). Berbicara untuk merundingkan yang dipentingkan adalah memutuskan bukan melakukan (to decide but not to do). Berbicara untuk merundingkan dimaksudkan agar kedua belah pihak memiliki keyakinan yang sama. Jadi, meyakinkan pada dasarnya membuat seseorang sadar akan suatu kebenaran. Sebab, meyakinkan faktor penentunya adalah akal dan memaksakan faktor penentunya adalah perasaan. Dengan demikian, kedua tindakan tersebut berbeda dalam faktor penentunya. 31 Berbicara untuk merundingkan agar kedua belah pihak memiliki keyakinan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan meyakinkan dalam berbicara untuk merundingkan adalah (1) kejelasan, (2) kemurnian, (3) kecerahan, (4) ketertiban, (5) kerapian, (6) keteraturan, (7) fakta, (8) bukti, (9) petunjuk, (10) alasan, (11) bantahan, (12) penjelasan, dan (13) kejujuran. Tes (Latihan) 1. Jelaskan tentang pengertian komunikasi! 2. Jelaskan perbedaan antara bahasa lisan dengan bahasa tulis! 3. Apakah yang dimaksud berbicara untuk meyakinkan? 32 MODUL 8 PEMBELAJARAN BERBICARA No Kompetensi Dasar 1 Mampu menerapkan pertanyaan yang baik dalam wawancara 2 Mampu menyusun kalimat yang baik dalam pidato 3 Mampu mengungkapkan ide-ide dalam diskusi A. Pengantar Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia sebagai calon guru Bahasa Indonesia di tingkat SMP atau SMA/ SMK/ MA perlu memahami teori dan praktik pembelajaran berbicara. Materi pembelajaran berbicara ini sebagian besar diambilkan dalam Modul pada kurikulum yang berisi tentang wacana lisan yang dikeluarkan oleh Depdiknas. Namun, contoh-contohnya disesuaikan pada kondisi yang terbarukan dan situasional. Kompetensi inti yang akan dipelajari ini terdiri atas tiga Kompetensi Dasar (KD). Pertama, wacana lisan untuk wawancara yang terdiri atas dua indikator esensial, yakni (1) menentukan jenis pertanyaan yang cocok dengan kutipan dan (2) menentukan jawaban yang harus disampaikan narasumber dengan benar. Kedua, wacana lisan untuk presentasi laporan dan pidato terdiri atas tiga indikator esensial, yakni (1) memilih kalimat yang tidak sesuai dengan konteks penggalan pidato, (2) menentukan jenis komponen pidato yang sesuai dengan penggalan pidato, dan (3) menentukan kalimat pembuka/ penutup pidato. Ketiga, wacana lisan untuk diskusi terdiri atas dua indikator esensial, yakni (1) menentukan pernyataan persetujuan atau bukan persetujuan yang tepat dan (2) memilih komponen diskusi. B. Wacana Lisan untuk Wawancara Wawancara merupakan satu di antara beberapa bentuk komunikasi lisan. Dengan mengacu pendapat Leech (2003:80) bahwa dalam berkomunikasi lisan penutur dan petutur beretorika interpersonal, hal itu mengisyaratkan bahwa dalam wawancara pewawancara dan narasumber/ informan juga beretorika interpersonal. 33 Dalam retorika interpersonal terdapat dua prinsip yang idealnya ditaati peserta komunikasi agar tujuan komunikasi tercapai, yakni prinsip kerja sama dan prinsip kesantunan. Substansi prinsip kerja sama adalah bahwa sumbangan informasi yang diberikan penutur idealnya sebatas yang diperlukan petutur (Leech, 2003:80). Hal itu berarti bahwa dalam wawancara, misalnya, informasi yang diberikan oleh narasumber/ informan idealnya sebatas yang diperlukan pewawancara. Berbeda dengan prinsip kerja sama, substansi prinsip kesantunan adalah bahwa tuturan penutur idealnya dapat menjaga keharmonisan sosial (tidak menyebabkan konflik dengan petutur atau orang lain yang disebut dalam tuturan) (Leech, 2003:131). 1. Menentukan Jenis Pertanyaan yang Cocok dengan Kutipan Pertanyaan merupakan variabel utama dalam wawancara. Pertanyaan berguna bukan hanya bagi pewawancara dan narasumber/ informan, melainkan juga bagi pihak lain. Bagi pewawancara, pertanyaan merupakan sarana untuk menggali informasi yang diinginkannnya. Bagi narasumber/ informan, pertanyaan merupakan sarana untuk mengidentifikasi informasi yang diinginkan pewawancara. Bagi pihak lain, pertanyaan merupakan sarana untuk mengetahui informasi yang diinginkan pewawancara dan sarana pengecek kesesuaian dan kedalaman jawaban narasumber/ informan. Pertanyaan pewawancara biasanya terdiri atas dua komponen, yakni kata atau frasa tanya dan proposisi. Dalam pertanyaan “Seberapa lama pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) itu?”, misalnya, “berapa lama” merupakan frasa tanya yang berfungsi menanyakan durasi, sedangkan “pelaksanaan PTK itu” merupakan proposisi. Dalam pertanyaan “Di mana pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) itu?”, misalnya, “di mana” merupakan kata tanya yang berfungsi menanyakan tempat, sedangkan “pelaksanaan PTK itu” merupakan proposisi. 34 Jawaban narasumber/ informan dan jenis pertanyaan yang digunakan pewawancara idealnya relevan. Kerelevanan itu tampak dari kesejajaran kata atau frasa tanya dan fungsinya. Sebagai contoh, kalau pewawancara menggunakan pertanyaan “di mana”, jawaban narasumber/informan idealnya tempat tertentu. Hal itu mengisyaratkan bahwa dari jawaban narasumber/ informan dapat diprediksi kata tanya yang cocok dan hal yang ditanyakan pewawancara. Kalau jawaban narasumber/ informan “tiga bulan”, dapat diiprediksi bahwa frasa tanya yang digunakan pewawancara adalah “seberapa lama”, “berapa bulan”, atau frasa tanya lain yang menunjukkan durasi. 2. Menentukan Jawaban yang harus Disampaikan Narasumber Kata tanya “siapa”, misalnya, menanyakan orang atau entitas lain yang sifatnya sejenis dengan sifat manusia. Hal itu berarti bahwa dari kata atau frasa tanya yang digunakan pewawancara dapat diprediksi informasi yang diinginkan pewawancara dan jawaban yang harus disampaikan oleh narasumber/ informan. Jawaban yang disampaikan narasumber/ informan idealnya sesuai dengan kebutuhan informasi pewawancara; benar - narasumber/ informan tidak berbohong; relevan; dan jelas, tidak taksa, singkat, dan teratur. Di samping itu, jawaban narasumber/ informan idealnya juga santun agar hubungannya dengan pewawancara harmonis. Sebagai contoh, kalau pewawancara menanyakan “berapa lama idealnya kegiatan inti pembelajaran”, jawaban - narasumber yang tepat adalah “dua belas sampai dengan empat belas kali durasi kegiatan awal” atau redaksi dengan kemasan lain yang menunjukkan durasi. B. Wacana Lisan untuk Presentasi Laporan dan Pidato Pidato merupakan kegiatan pengungkapan pikiran secara lisan yang ditujukan kepada banyak orang. Orang yang berpidato dapat disebut pembicara memiliki peranan penting karena menjadi “narasumber” (pemberi informasi) tunggal sekaligus “tokoh utama”. Dia seolah-olah menjadi orang yang paling pandai karena berhak “menguliahi”, mengelola, menertawakan, memancing reaksi, serta memengaruhi emosi pendengar. Komunikasi yang pada umumnya 35 satu arah, yakni dari pembicara (komunikator) kepada pendengar (komunikan), menyebabkan komunikator terasa “aman” karena tidak disanggah, tidak didebat, atau ditanyai oleh komunikan. Untuk meningkatkan daya tarik pidatonya, pembicara biasanya menunjukkan keterampilan verbal dan nonverbal. Keterampilan verbal merupakan kemampuan mengemas dan menyampaikan pikiran melalui bahasa, sedangkan keterampilan nonverbal merupakan kemampuan mengemas dan menyampaikan pikiran melalui gerak tubuh (kinesik), misalnya gerak tangan dan ekspresi wajah. 1. Memilih Kalimat yang tidak Sesuai dengan Konteks Pidato Kalimat biasa digunakan dalam berbagai komunikasi, misalnya pidato. Pembicara menuangkan gagasan-gasasan utuhnya ke dalam kalimat-kalimat. Kalimat-kalimat tersebut disusun sebaik-baiknya oleh pembicara agar bermakna, informatif, dan mudah dipahami. Untuk kepentingan itu, pembicara juga mengupayakan kalimat-kalimatnya sesuai dengan konteks pidatonya. Meskipun pembicara telah mengupayakan kalimat-kalimat pidatonya sesuai dengan konteks pidato, dalam praktik masih banyak kalimat pidato yang tidak sesuai dengan konteks pidato. Penyebabnya karena (1) pembicara bisa kehilangan konsentrasi sesaat, (2) pembicara kurang persiapan, dan (3) pembicara belum berpengalaman. Ketidaksesuaian kalimat dengan konteks pidato dapat diamati dari indikator ketidaksejalanan isi kalimat dengan topik pidato. Perhatikan contoh penggalan pidato berikut! Saudara-saudara yang saya hormati, (1) Guru merupakan ujung tombak pendidikan. (2) Guru memegang peran penting dalam menentukan masa depan pendidikan. (3) Di tangan guru yang baik, pendidikan akan baik. (4) Kebalikannya, pendidikan akan hancur kalau guru tidak peduli. (5) Guru dan pendidikan memang tidak dapat dipisahkan. (6) Makin banyak guru, makin banyak orang yang membutuhkan pendidikan. ................................. 36 Penggalan pidato tersebut terdiri atas enam kalimat. Kalimat pertama sampai dengan kalimat kelima sesuai dengan konteks pidato, yakni peran guru dalam pendidikan. Kalimat keenam tidak sesuai dengan konteks pidato karena tidak sejalan (tidak menunjukkan peran guru dalam pendidikan). Dari segi logika, kalimat keenam di samping tidak sesuai dengan konteks juga tidak logis karena jumlah peminat pendidikan tidak disebabkan oleh jumlah guru. 2. Menentukan Jenis Komponen Pidato yang Sesuai dengan Penggalan Pidato Pidato merupakan kegiatan prosedural yang terdiri atas tiga komponen, yakni pembuka, isi dan penutup. Sebagai kegiatan prosedural, ketiga komponen tersebut bersifat urut dan harus ada. Sifat urut mengisyaratkan bahwa komponen pembuka merupakan komponen pertama, komponen isi merupakan komponen kedua, dan komponen penutup merupakan komponen ketiga. Ketiga komponen itu bersifat sinergis dan sistemis sehingga tidak dapat diacak. Aneh suatu pidato kalau ketiga komponen tersebut disajikan secara acak, misalnya komponen penutup disampaikan sebelum komponen pembuka dan isi. Selanjutnya, sifat harus ada mengisyaratkan bahwa ketiga komponen itu harus disajikan secara lengkap. Pidato akan janggal kalau bagian komponen atau penutupnya ditanggalkan. Lebih aneh suatu pidato kalau komponen isinya ditiadakan. Komponen pembuka atau pendahuluan, sesuai dengan namanya, disajikan pada bagian awal. Komponen pembuka berisi salam awal, ucapan syukur kepada Tuhan, pernyataan penghormatan kepada hadirin, dan pengantar pidato. Komponen ini berfungsi membangkitkan perhatian, memperjelas latar belakang pembicaraan, dan menciptakan kesan baik tentang pembicara. Komponen isi disajikan pada bagian tengah. Komponen isi berisi butirbutir inti materi pidato. Karena berisi butir-butir inti, sajian komponen isi lebih banyak daripada komponen pembuka dan penutup. Sedangkan komponen penutup disajikan pada bagian akhir pidato. Komponen penutup berisi simpulan dan saran pidato, kalimat-kalimat penutupan, ucapan terima kasih, dan salam akhir. 37 3. Menentukan Kalimat Pembuka/Penutup Pidato Kalimat pembuka berisi salam awal, ucapan syukur kepada Tuhan, pernyataan penghormatan kepada hadirin, dan pengantar pidato. Kalimat penutup berisi simpulan dan ucapan terima kasih, dan salam akhir. Kalimat-kalimat dalam komponen pembuka bersifat mengawali uraian materi dengan fungsi membangkitkan perhatian, memperjelas latar belakang pembicaraan, dan menciptakan kesan baik tentang pembicara; sedangkan kalimat-kalimat komponen penutup bersifat mengakhiri uraian materi dengan fungsi menegaskan atau menggarisbawahi materi yang telah disampaikan, memberikan saran, dan menjalin hubungan baik dengan hadirin setelah pidato. Dengan berdasar isi dan fungsinya, kalimat-kalimat dalam komponen pembuka dan penutup dapat diidentifikasi dan disusun setelah mengetahui konteks atau topik pidato. Sebagai contoh, seorang pembicara akan menyampaikan topik “Peran Generasi Muda dalam Pembangunan Bangsa”. Kalimat-kalimat pembukanya di antaranya sebagai berikut: Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Saudara-saudara yang saya hormati, selamat malam. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan. Atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kita dapat bertemu di tempat ini guna menyamakan pikiran dan pandangan kita tentang peran penting generasi muda dalam pembangunan bangsa. Berbeda dengan kalimat-kalimat pembuka, kalimat-kalimat penutupnya di antaranya sebagai berikut: Saudara-saudara yang saya hormati. Sekali lagi saya ingin menggarisbawahi bahwa generasi muda memiliki peran penting dalam pembangunan bangsa. Karena itu, sebagai generasi muda kita harus turut berperan serta secara nyata dalam pembangunan bangsa. Kiranya, demikianlah yang dapat saya sampaikan. Saya menyampaikan terima kasih dan mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan. Selamat malam. Wassalamualikum warohmatullahi wabarokatuh. D. Wacana Lisan untuk Diskusi Diskusi pada dasarnya merupakan kegiatan bertukar pikiran. Dalam konteks formal, diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai 38 suatu masalah. Dalam hal ini, yang bertukar pikiran adalah pembicara dan peserta diskusi. Pembicara menyampaikan gagasan, pendapat, dan saran; peserta menyimak dan meresponsnya. Agar mudah dipahami oleh peserta; gagasan, pendapat, dan saran tersebut perlu disampaikan secara runtut atau teratur. Hal itu berarti bahwa sebelumnya harus ada penataan ide lebih dahulu. Diskusi, khususnya yang bersifat formal, tidak sama dengan dialog. Perbedaannya adalah bahwa peserta diskusi formal biasanya lebih besar, komunikasinya bersifat tatap muka langsung, berorientasi tukar pikiran, bukan permintaan informasi, tanpa narasumber, terdapat minimal satu orang yang berposisi sebagai pembicara, dan melibatkan pemandu diskusi (moderator) dan penulis diskusi (notulis). 1. Menentukan Pernyataan Persetujuan atau bukan Persetujuan Dalam diskusi, pernyataan pembicara atau peserta diskusi bermacammacam sesuai dengan kepentingan, cara pandang, dan pengetahuan masing. Dimungkinkan sebagian di antara mereka mengemukakan pernyataan yang benar dengan dukungan data atau bukti yang kuat, atau pernyataan yang salah. Kondisi pernyataan yang bermacam-macam tersebut menyebabkan ada pernyataan yang disetujui tanpa catatan atau bersyarat, disetujui dengan catatan, dan ditolak. Pernyataan persetujuan tanpa catatan diberikan kalau pernyataan yang ditanggapi benar-benar dapat diterima tanpa syarat, misalnya karena isi dan redaksinya baik serta dukungan data/ buktinya kuat. Pernyataan persetujuan tersebut misalnya Saya menyetujui pernyataan Saudara Agus karena… atau Saya rasa pernyataan Saudara Agus dapat diterima karena…. Dari contoh tersebut tampak bahwa dalam pernyataan persetujuan tanpa syarat idealnya dieksplisitkan kata-kata yang menunjukkan persetujuan dan alasan persetujuan yang sejalan atau bahkan menguatkan alasan dalam pernyataan yang ditanggapi. Pernyataan persetujuan bersyarat diberikan kalau pernyataan yang ditanggapi memiliki kelemahan, misalnya karena isi dan redaksi baik, tetapi dukungan data/ buktinya kurang kuat. Pernyataan persetujuan tersebut misalnya Saya menyetujui pernyataan Saudara Agus dengan catatan bahwa … atau Secara 39 umum pernyataan Saudara Agus dapat saya terima asalkan…. Dari contoh tersebut tampak bahwa dalam pernyataan persetujuan bersyarat idealnya dieksplisitkan kata-kata yang menunjukkan persetujuan dan syarat yang harus dipenuhi dalam pernyataan yang ditanggapi. Pernyataan penolakan (bukan persetujuan) diberikan kalau pernyataan yang ditanggapi benar-benar tidak dapat diterima, misalnya karena isi dan redaksinya tidak baik serta dukungan data/ buktinya lemah. Pernyataan bukan persetujuan bersifat bertentangan dengan pernyataan orang lain sehingga harus ditata sebaik-baiknya agar tidak menimbulkan konflik. Hal itu mengisyaratkan bahwa pernyataan bukan persetujuan harus santun agar pemilik pernyataan yang ditanggapi tidak kehilangan muka atau tersinggung. Pernyataan bukan persetujuan atau ketidaksetujuan sebagian tersebut misalnya Secara umum pada pernyataan Saudara Agus terdapat beberapa hal yang benar, tetapi rasanya kita tetap perlu memertimbangkan kepentingan yang lebih besar karena... atau Dari sisi A, B, dan C pendapat saya sejalan dengan pernyataan Saudara Agus, tetapi ada sedikit perbedaan dalam hal…karena…. Berdasarkan contoh-contoh tersebut tampak bahwa dalam pernyataan bukan persetujuan sebagian idealnya dieksplisitkan kata-kata yang menunjukkan persetujuan dan pada bagian akhir dieksplisitkan kata-kata yang menunjukkan ketidaksetujuan yang disertai dengan alasan yang logis dan kuat. Pernyataan bukan persetujuan mutlak harus ketidakharmonisan, bahkan konflik dihindari karena personal. Contoh dapat menciptakan pernyataan bukan persetujuan mutlak adalah Saya kira sudah jelas bahwa pernyataan Saudara Agus salah sehingga sama sekali tidak ada alasan untuk menyetujuinya atau Saya rasa jelas bahwa pernyataan Saudara Agus tidak hanya jelas, tetapi juga berbahaya. Pernyataan demikian menurunkan martabat orang yang ditanggapi sehingga harus dihindari agar keharmonisan tetap terjaga. 2. Memilih Komponen Diskusi Pembicara dan peserta merupakan dua di antara empat komponen diskusi. Dua komponen yang lain adalah moderator dan notulis. Diskusi yang bersifat 40 formal (resmi) dengan banyak peserta biasanya dilakukan oleh minimal empat komponen, yaitu pembicara, pemimpin diskusi (pemandu/ moderator), sekretaris(penulis diskusi/ notulis), dan peserta diskusi (audience). Tiap komponen mempunyai tugas khusus. Pembicara, misalnya, mempunyai tugas menyajikan atau memaparkan pokok-pokok permasalahan yang akan didiskusikan. Pembicara melaksanakan tugas tersebut setelah ia diberi kesempatan oleh pemandu diskusi untuk berbicara. Biasanya, pokok-pokok permasalahan disampaikan setelah pembicara mengucapkan salam dan berbasabasi sebentar, sebelum berbicara panjang lebar untuk mengembangkan pokokpokok permasalahan yang akan dikembangkan berdasarkan topik sajian. Secara sederhana, dalam menyajikan pokok-pokok permasalahan pembicara dapat mengatakan, misalnya, “Pada kesempatan ini saya akan menyampaikan beberapa hal. Pertama, …..; kedua…..; dan seterusnya”. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya pembicara lupa terhadap pokok permasalahan tertentu atau ketidakruntutan pokok-pokok permasalahan, pembicara dapat membuat catatan lebih dahulu tentang pokokpokok permasalahan yang akan disajikan. Catatan tersebut harus dikuasai lebih dahulu dan sebaiknya memang tidak dibaca pada saat penyajian karena hal tersebut dapat menurunkan kredibilitas pembicara. Agar hasilnya baik, diskusi juga harus berjalan dengan baik. Untuk itu, keberadaan pemandu diskusi yang terampil sangat penting dan utama. Tugas pemandu antara lain (1) menyampaikan tujuan diskusi, (2) mengenalkan pembicara, (3) menyampaikan aturan-main diskusi, (4) mengatur proses diskusi, dan (5) memimpin sesi tanya jawab. Hal yang penting untuk diperhatikan terkait dengan tugas pemandu diskusi adalah bahwa aturan-main atau tata cara diskusi harus ditaati. Sering terjadi diskusi menjadi kacau karena aturan-mainnya tidak ditaati. Bagaimana aturan-main diskusi? Aturan-main diskusi bersifat fleksibel, dalam arti bahwa aturan-main dalam diskusi yang satu tidak harus sama dengan aturan-main dalam diskusi yang lain. Yang penting adalah bahwa aturan-mainnya harus jelas, misalnya diskusi akan berlangsung sekian menit, diskusi dibagi 41 menjadi sekian sesi, tiap pembicara akan menyajikan materi sekian menit, penanya hanya boleh mengajukan sekian pertanyaan, dan per sesi sekian penanya. Hal yang juga penting untuk diperhatikan adalah bahwa pemandu diskusi harus tegas. Sering terjadi diskusi menjadi kacau karena pemandu tidak tegas. Misalnya, pemandu membiarkan pembicara berbicara melebihi durasi waktu yang ditentukan dan pemandu membiarkan penanya menanyakan hal-hal di luar konteks diskusi. Di samping harus tegas, dalam mengatur diskusi pemandu juga harus dapat menghargai pendapat orang lain, objektif, adil dalam memberikan kesempatan bicara, tidak berburuk sangka, dan sebagainya. Sifat-sifat itu harus ditampakkan ketika diskusi berlangsung agar tidak ada pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan. Selain pembicara dan moderator, peserta diskusi juga perlu meruntutkan gagasan, pendapat, dan sarannya. Hal itu penting karena keruntutan merupakan dasar gagasan, pendapat, dan saran mudah dipahami. Di samping dapat mengemukakan gagasan, pendapat, dan saran; peserta diskusi juga dapat mengajukan pertanyaan kalau menurutnya ada hal yang kurang jelas, kurang tepat, dan sebagainya. Pertanyaan yang diajukan dalam diskusi adalah pertanyaan untuk memeroleh informasi. Pertanyaan yang dimaksudkan untuk mengetes pembicara tidak seharusnya ditanyakan karena tidak etis. Pertanyaan yang diajukan juga harus dipertimbangkan bobotnya. Pertanyaan yang tidak berbobot sebaiknya tidak diajukan agar tidak mengganggu dan menyita waktu. Di samping itu, pertanyaan yang diajukan juga harus dilihat relevansinya. Pertanyaan yang tidak relevan sebaiknya juga tidak diajukan. Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah bahwa pertanyaan harus dikemas dalam kalimat-kalimat yang santun, tidak menjatuhkan, dan tidak berkesan menggurui. Dalam mengajukan pertanyaan, peserta diskusi tidak harus menggunakan kata-kata tanya seperti apa, kapan, di mana, siapa, mengapa dan bagaimana. Pertanyaan dengan redaksi yang lain juga dapat diajukan, misalnya, Mohon dijelaskan sekali lagi hal yang dimaksudkan dengan….. atau Pada paragraf kedua mohon bisa dijelaskan lebih konkret lagi... 42 Tes (Latihan): 1 Untuk mengetahui praktik wawancara, berikut disajikan teks hasil wawancara. Teruskan wawancara pada kolom di bawahnya! ï‚· Wartawan ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· ï‚· Peternak Wartawan Peternak Wartawan Peternak Wartawan Peternak : Bapak termasuk peternak ayam yang sukses. Kapan : memulai usaha ini? : Tahun 2001 dengan modal hanya Rp 20.000,00 : Lantas, sekarang sudah mencapai berapa ayam yang ada? : sekitar 100.000 ekor : Itu diternak untuk dijual ayam potong atau telornya? : Dua-duanya. : ..................... (diteruskan siswa) : ..................... (diteruskan siswa) Tes (Latihan): 2 Tulislah kata atau frasa tanya dan fungsinya yang dapat digunakan dalam wawancara dengan menggunakan format berikut! Nomor 1 2 3 4 5 6 Kata/ Frasa tanya Di mana Seberapa lama Kapan … … … Fungsi Tempat Durasi Waktu … … … Tes (Latihan): 3 Teruskan penggaalan pidato sampai kalimat keenam! Saudara-saudara yang saya hormati, (1) Narkoba merupakan obat terlarang. (2) Obat tersebut sangat berbahaya bagi kehidupan generasi penerus bangsa yang sedang membangun. (3) .................................................(4).............................................................................. ............................(5)................................................................................................... .(6)............................................................................... 43 MODUL 9 PRAKTIK BERBICARA: DISKUSI, PIDATO, DAN KHOTBAH Cuplikan Hadis “Maka berbicaralah yang baik, jika tidak bisa diamlah” No Kompetensi Dasar 1 Mampu menyusun makalah diskusi dan praktik berdiskusi 2 Mampu menyusun naskah pidato dan praktik berpidato 3 Mampu menyusun naskah khotbah dan praktik berkhotbah Praktik berbicara ini mengungkapkan contoh-contoh teks/ naskah makalah disksusi, pidato, dan khotbah (Jumat). A. Praktik Diskusi Diskusi merupakan kegiatan tukar pikiran dalam kelompok. Diskusi dapat melibatkan banyak orang (kelompok besar) atau dua sampai sembilan orang (kelompok kecil). Dalam praktiknya diskusi dibagi menjadi dua macam, yaitu diksusi formal (formal discussion) dan diskusi informal (informal discussion). Diskusi formal melibatkan empat komponen, yaitu penyaji, pemandu, notulis (bisa ada dan bisa tidak ada), dan peserta. Jadi, komponen pokok yang harus ada, yakni penyaji, pemandu, dan peserta. Untuk lebih lengkapnya penyaji perlu menyajikan makalah sebagai dokumen ilmiah. Berikut ini contoh makalah diskusi. B. Praktik Pidato Pidato merupakan kegiatan berbahasa yang menghadapi audience/ orang banyak yang bersifat prosedural. Artinya, melalui prosedur dengan tiga komponen yang harus dipenuhi dan dilakukan secara urut, yaitu pembuka, isi dan penutup. Sifat urut dilakukan yang pertama komponen pembuka, kedua komponen isi, dan komponen penutup. Jadi, ketiga komponen itu harus dilakukan meskipun hanya sedikit ungkapannya. 44 Pertama, komponen pembuka disampaikan pada bagian awal memulai pidato. Isinya, salam awal (Assalamualaikum ...), ucapan syukur kepada Tuhan, dan pernyataan penghormatan kepada hadirin. Fungsi komponen pembuka antara lain membangkitkan perhatian dan menciptakan kesan baik tentang pembicara. Kedua, komponen isi disajikan pada bagian tengah. Komponen isi berisi pokok materi pidato. Penyajian komponen isi harus lebih banyak daripada komponen pembuka dan penutup. Ketiga, komponen penutup disajikan pada bagian akhir pidato. Komponen penutup dapat berisi simpulan dan ucapan terima kasih serta salam (Wassalamualaikum ...). C. Praktik Khotbah Khotbah (Jumat) pada dasarnya sama dengan pidato pada umumnya. Perbedaannya pada prosedur yang dilakukan. Khotbah Jumat disampaikan sebagai rangkaian dari pelaksanaan shalat Jumat. Urutan yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur khotbah, yaitu harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Syarat-syarat khotbah yang harus dipenuhi (1) dilaksanakan dua kali sebelum shalat, setelah khotbah pertama lalu duduk sejenak kemudian dilanjutkan khotbah kedua, (2) membaca hamdalah pada awal khotbah pertama dan kedua, mengucapkan syahadat dan shalawat atas Nabi, (3) wasiat takwa kepada Allah swt, (4) membaca beberapa ayat Al-Quran, juga bisa dinukilkan beberapa hadis, (5) memberi peringatan kepada jamaah (isi singkat), (6) duduk sejenak di antara dua khotbah, dan (7) berdoa pada akhir khotbah. 45 DAFTAR PUSTAKA Achmad HP dan Alex Abdullah. 2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga. Cangara, Hafied. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Djajasudarma, Fatimah. 2009. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT. Refika Aditama. Hidajat, MS. 2006. Public Speaking dan Teknik Presentasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Akademik. Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif. Keraf, Gorys. 2001. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah. Konsorsium Sertifikasi Guru. 2013. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru. Surabaya: Konsorsium Sertifikasi Guru. Nazar D, Muhammad. 2011. “Air Sebagai Hakim Kehidupan”. Suara Muhammadiyah 03 / 96 | 1 - 15 Februari 2011. Sastra, Gusdi. 2011. Neurolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: Alfabeta. Suhandang, Kustadi. 2009. Retorika: Strategi, Teknik, dan Taktik Berpidato. Bandung: Nuansa. Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbicara. Bandung: Angkasa. ------------------------------. 2009. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Widjaja, H.A.W. 2008. Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara. Wijana, I Putu Dewa. 2010. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Program Studi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya UGM Bekerja sama dengan Pustaka Pelajar. 46 LAMPIRAN Lampiran 1 Contoh Naskah (Makalah Diskusi) Lampiran 2 Contoh Naskah Bidang Kebahasaan (Pidato dalam Siaran di RRI) Lampiran 3 Contoh Naskah Bidang Keagamaan (Pidato dalam Siaran di RRI) Lampiran 4 Contoh Naskah Bidang Umum (Pidato Sambutan)) Lampiran 5 Contoh Naskah (Khotbah Jumat) 47 Lampiran 1 Contoh Naskah (Makalah Diskusi) PRAGMATIK DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA Yakub Nasucha PBI FKIP UMS A. Pendahuluan Pembelajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi sebagai mata kuliah dasar umum dianggap tidak berhasil, sehingga tujuannya tidak tercapai. Ketidakberhasilan ini didasarkan pada kenyataan bahwa hasil tulisan ilmiah mahasiswa banyak yang rancu dalam pemakaian bahasanya. Soenardji (1993:446) mengatakan bahwa kegagalan pengajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi bukan rahasia lagi. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sihombing (1998:754) bahwa pengajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi belum memuaskan. Pernyataan seperti itu tidak asal-asalan tetapi didasarkan pada penelitian terhadap karya ilmiah mahasiswa di beberapa perguruan tinggi. Pengalaman saya mengajarkan mata kuliah Bahasa Indonesia di Universitas Muhammadiyah Surakarta, Akademi Fisioterapi, dan Akademi Kebidanan memang menunjukkan gejala yang sama, yakni mata kuliah Bahasa Indonesia dianggap sepele dan enteng oleh mahasiswa. Mereka menganggap sebagai mata kuliah tambahan dan tidak bergengsi. Oleh karena itu, dosen mata kuliah Bahasa Indonesia di perguruan tinggi tidak hanya dituntut menguasai materi bahasa Indonesia tetapi perlu menguasai ilmu pendidikan sehingga mata kuliah Bahasa Indonesia ada “greget” dan tidak disepelekan oleh mahasiswa program studi lain. Seperti yang diungkapkan oleh Subyakto (1993:5) bahwa pengajaran Bahasa Indonesia harus melibatkan minimal tiga disiplin ilmu, yakni linguistik, psikologi, dan ilmu pendidikan. Linguistik sebagai bahan yang diajarkan, psikologi memberikan uraian mengenai bagaimana orang belajar sesuatu, dan ilmu pendidikan meramu keduanya sehingga pengajar mampu menerapkan metode pengajaran yang sesuai. Salah satu pendekatan yang 48 ditawarkan dalam pengajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi ialah pendekatan pragmatik. Pembelajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi pada dasarnya menitikberatkan pada aspek keterampilan “skills” dan bukan pada pengetahuan “knowledge”. Mahasiswa harus mampu berkomunikasi, baik komunikasi secara lisan maupun secara tulis. Jadi, belajar bahasa Indonesia di perguruan tinggi sebenarnya merupakan kelanjutan dari belajar bahasa Indonesia di sekolah menengah umum. Dalam GBPP, SMA (1995) disebutkan bahwa belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik komunikasi secara lisan maupun komunikasi secara tulis. Keterampilan berkomunikasi siswa dapat ditentukan oleh penggunaan bahasa untuk tujuan menyampaikan pesan yang didasarkan pada kesesuaian konteks dan situasinya. Penggunaan bahasa yang mengaitkan dan menekankan pada hubungan antara bentuk-bentuk kebahasaan dengan konteksnya inilah yang dibahas oleh pragmatik. Dengan demikian, untuk mengetahui suatu makna dalam tuturan perlu menghubungkan bentuk bahasa dengan konteks penggunaan bahasanya. Pendekatan pragmatik dalam pembelajaran bahasa ini selalu menekankan pada analisis konteks untuk mengetahui maksud tuturan atau ujaran, bukan hanya sekedar memaknai bentuk bahasa secara semantis. Pembelajaran bahasa dengan pendekatan pragmatik pada dasarnya memberikan asumsi tentang hakikat bahasa yang dihubungkan dengan penggunaan bahasa secara kontekstual. Jadi, penekanannya bukan bahasa sebagai sistem makna semantis tetapi kepada penggunaan bahasa “language use” yang memiliki maksud tertentu dalam proses komunikasi. Untuk mengetahui pesan dalam komunikasi tidak cukup dengan memahami maknanya, tetapi yang lebih penting mengetahui maksudnya. Inilah yang harus dikaji oleh pendekatan pragmatik. 49 B. Pendekatan Pragmatik Pembelajaran bahasa harus lebih diarahkan kepada analisis bahasa sebagai media komunikasi, bukan lagi analisis bahasa sebagai bahasa. Dalam pembelajaran bahasa telah dikenal banyak aliran untuk menganalisis sebuah kalimat, antara lain tiga aliran yang cukup berpengaruh, yakni aliran tradisional, struktural, dan transformasional. Ketiga aliran itu tidak mempertimbangkan situasi sebagai penentu makna dalam analisis suatu kalimat (Lubis, 1994:18). Dengan munculnya gagasan Austin dan Searle tentang teori ‘speech acts’, analisis bahasa berubah dari analisis bentuk-bentuk bahasa ke analisis fungsi-fungsi bahasa dan pemakaiannya dalam komunikasi (Purwo, 1990:10). Maka, untuk mengetahui makna yang sebenarnya dalam sebuah ujaran atau kalimat tidak cukup dengan pendekatan semantik, tetapi diperlukan pendekatan pragmatik Perhatikan contoh berikut ini! (1) Sekarang saya bebas. Kalimat (1) akan diketahui makna yang sebenarnya apabila telah diketahui pula faktor penentunya, yakni identitas penuturnya dan situasinya. Makna kalimat ‘Sekarang saya bebas’ akan bermacam-macam jika identitas ‘saya’ sebagai penutur berbeda-beda. Jadi, kalimat itu akan berbeda maknanya apabila diungkapkan oleh ‘saya’ sebagai narapidana, terdakwa, siswa, mahasiswa ‘yang baru merantau’, seseorang ‘yang baru pensiun’, atau seseorang ‘yang baru bercerai’. Dengan demikian, kata bebas memiliki maksud yang berbeda-beda pula. (1a) Saya “narapidana di LP” : bebas (tidak dipenjara lagi) (1b) Saya “terdakwa di pengadilan” : bebas (tidak ada tuntutan) (1c) Saya “siswa di kelas” : bebas (tidak menjadi pengurus OSIS) (1d) Saya “mahasiswa di pondokan” : bebas (tidak dipantau terus oleh orang tua) (1e) Saya “orang baru pensiun” : bebas (tidak sibuk bekerja lagi) (1f) Saya “orang baru bercerai” : bebas (tidak mengurusi istri/ suami) 50 Dengan mengetahui konteksnya, maka makna sebenarnya dari kalimat itu dapat diketahui lewat pendekatan pragmatik. Yule (1996:3) menyebut “pragmatics is the study of contextual meaning”. Jadi, pragmatik merupakan studi tentang makna konteks. Untuk mengkaji suatu ujaran atau kalimat secara pragmatik memang harus mengetahui lebih dahulu makna leksikal secara semantik. Kajian semantik dan pragmatik bersifat komplementer, yakni saling melengkapi. Hal ini juga diungkapkan oleh Suwandi (2011: 2-3) bahwa pragmatik menelaah hubungan tanda-tanda dengan para penafsir atau interpretator dan semantik menelaah hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda. Dalam kajian ini perlu dicermati peristiwa lain, misalnya seorang anak laki-laki remaja yang baru kelas I SMA pulang dari sekolah. Dia pun melepaskan sepatunya dengan hanya dikendorkan, kemudian dengan kakinya sepatu itu diayunkan keras-keras sehingga lepas dan mengenai kaca jendela. Melihat tingkah laku anaknya yang tidak baik itu, ibunya dengan sabar mengatakan, seperti berikut. (2) Kamu itu sudah besar. Si anak itu hanya menjawab dengan singkat ”ya Bu, maaf”. Namun, selang beberapa saat, anak itu mengatakan kepada ibunya bahwa dirinya sudah mempunyai pacar dan ingin menikah dengan gadis pujaan sekelasnya. Ibunya terkejut dan melarangnya. Dia kemudian mengatakan sebagai berikut : (3) Kamu itu masih kecil. Kalimat (2) dan (3) ditujukan kepada mitratutur yang sama, namun terdapat antonimi dalam tuturannya. Adanya perbedaan ungkapan yang berlawanan ini disebabkan oleh peristiwa yang berbeda, sehingga kata besar dan kecil pun menjadi relatif. Dalam hal mencopot sepatu dengan melemparkan, anak itu termasuk besar, tetapi berkaitan dengan menikah seorang anak yang baru kelas I SMA tergolong masih kecil. 51 Selanjutnya, perhatikan ungkapan berikut! (4) Anak Bapak : Bapak, sekarang sudah tanggal satu. : (langsung memberikan uang kepada anaknya untuk biaya SPP). Dari wacana (4) itu dapat diketahui bahwa si anak tidak sekedar menginformasikan kepada bapaknya bahwa sekarang sudah tanggal satu, tetapi sebenarnya ia ingin minta uang kepada bapaknya untuk membayar SPP pada bulan itu. Bapaknya telah mengetahui maksud si anak yang akan berangkat sekolah dengan tidak menjawab seperti “Oh, kalau begitu sekarang sudah ganti bulan ya”. Dengan demikian, peserta tuturan menggunakan makna kata-kata yang dihubungkan dengan konteks, tempat, dan situasi terjadinya percakapan ‘komunikasi’ itu. Secara pragmatis adanya hubungan antara bentuk bahasa dengan pemakainya. Hal itu diungkapkan oleh Yule (1996:4) adanya “relationships between linguistic forms and the users of those forms”. Jadi, tuturan yang berupa dialog nomor (4) seperti itu sebenarnya tidak kohesif tetapi koheren. Istilah pragmatik sebenarnya sudah dikenal sekitar tahun 1970. Namun, istilah itu baru dikenal secara luas setelah munculnya pengajaran pragmatik yang termasuk salah satu komponen khusus dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran, Kurikulum Bahasa Indonesia 1984. Komponen itu terdiri atas percakapan-percakapan dalam suatu komunikasi tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, khususnya keterampilan berbicara “speaking skills”. Di samping itu, untuk mengetahui ungkapan dalam komunikasi secara komprehensif perlu juga mengetahui faktor-faktor penentunya, seperti situasi, konteks budaya, dan mental penuturnya. Penggunaan bahasa dalam proses komunikasi akan menghadapi persoalan makna yang sering tidak sesuai secara leksikal. Pernyataan ‘Saya mau ke belakang’ akan ditanggapi berbeda-beda oleh pendengar. Ada yang menanggapi benar-benar ke belakang tidak ke depan, tetapi ada juga yang memberi tanggapan ke WC atau akan kencing. Jadi, ada pengaruh konteks budaya sehingga makna dan maksudnya berbeda-beda dalam ujaran itu. Faktor konteks budaya sangat berperanan dalam ungkapan untuk tujuan penyampaian makna-makna tertentu dalam berkomunikasi (Nababan, 1988:3). Kejadian seperti itu pernah saya alami 52 waktu berada di Makassar. Saat itu saya mengatakan ”ingin ke belakang” kepada teman saya sebagai tuan rumah. Dia bingung, lalu berujar ”ada apa di belakang?”. Hal ini menunjukkan adanya konteks budaya yang melatarbelakangi. Makna tuturan dalam sebuah wacana memang sulit dikaji lewat semantik, sebab yang akan dianalisis maksudnya bukan makna yang tersurat dalam kalimat tersebut. Ilmu yang membahas mengenai maksud tuturan dalam wacana atau proses komunikasi adalah pragmatik. Leech (1993:8) mengatakan bahwa pragmatik merupakan studi makna dalam hubungannya dengan situasi ujaran ‘speech situations’. Kemudian, cara pragmatik dalam telaah makna itu dapat dihubungkan dengan konteks budayanya (Kramsch, 1998:15). Selanjutnya, Levinson (dalam Nababan, 1988:2) membatasi pragmatik sebagai kajian tentang kemampuan pemakai bahasa untuk mengaitkan kalimat-kalimat yang digunakannya sesuai dengan konteksnya. Berdasarkan beberapa batasan yang telah dikemukakan di muka, dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan kajian tentang bahasa yang dikaitkan dengan pemakaian bahasa yang menekankan pada hubungan antara bentuk-bentuk kebahasaan dengan konteksnya. Jadi, untuk mengetahui makna dalam suatu tuturan atau tindak berbahasa ‘speech acts’ perlu menghubungkan bentuk bahasa dengan konteks penggunaan bahasanya. Memang sangat sulit memaknai sebuah kata dalam kalimat ‘tuturan’ apabila tidak mengetahui konteks atau faktor penentu sebagai indikator penjelasnya. Perhatikan contoh berikut! (5) Mari kita lakukan operasi sekarang ! Kita akan kesulitan memaknai atau memberi tafsir kata operasi dalam kalimat (5). Kesulitan seperti itu dapat diatasi apabila diketahui konteks situasinya. Siapakah “kita” yang mengajak melakukan operasi? Makna kalimat tersebut akan berbeda bila yang melakukannya komandan polisi, koordinator copet, kepala tim dokter, kepala sekolah, atau komandan militer. Di samping pendekatan semantik ‘linguistik’, diperlukan juga pendekatan pragmatik ‘ekstralinguistik’ untuk memahami maksud suatu tuturan. Ungkapan yang berupa 53 kalimat singkat seperti itu akan semakin jelas maknanya atau maksudnya jika ada penambahan kata atau frase sebagai indikator. Contoh berikut ini merupakan perluasan dengan penambahan indikator dari kalimat (5) : (5a) Mari kita lakukan operasi sekarang, sasarannya para pencopet di stasiun! Indikator penjelasnya: sasarannya penjambret. Maka, kata operasi dalam kalimat itu bermakna razia dari aparat kepolisian. (5b) Mari kita lakukan operasi sekarang, bila ada yang tertangkap harap tutup mulut! Indikator penjelasnya: bila ada yang tertangkap. Maka, kata operasi dalam kalimat itu bermakna melakukan tindakan pencopetan dari para copet. (5c) Mari kita lakukan operasi sekarang terhadap pasien kanker! Indikator penjelasnya: pasien. Maka, kata operasi bermakna bedah dari tim dokter. (5d) Mari kita lakukan operasi sekarang terhadap siswa yang membawa narkoba! Indikator penjelasnya: siswa. Maka, kata operasi dalam kalimat itu bermakna penggeledahan dari kepala sekolah/ guru. (5e) Mari kita lakukan operasi sekarang dengan Sandi Badai Gurun! Indikator penjelasnya: sandi badai gurun. Maka, kata operasi dalam kalimat itu bermakna penyerangan dari tentara sekutu. Dari sebuah kalimat singkat “Mari kita lakukan operasi sekarang!” dapat dibentuk menjadi beberapa kalimat yang diperluas dengan penambahan kata atau frase sebagai indikator penjelas untuk memberi makna atau maksudnya. Dengan demikian, sebuah kalimat pada dasarnya mempunyai struktur batin “deep structure” lebih dari satu, yakni sebanyak maksud pemakai bahasa dalam tuturannya. Untuk menganalisis kalimat dalam pembelajaran bahasa secara lebih lengkap, di samping semantik juga digunakan pendekatan pragmatik. Semantik menyelidiki nilai kebenaran dan pragmatik adalah semantik minus nilai kebenaran (Sumarsono, 1987:9). 54 Pembelajaran Bahasa Indonesia MKU di Perguruan Tinggi dengan pendekatan pragmatik sangat membantu mahasiswa untuk bernalar dan mengembangkan wawasan keilmuannya. Berikut ini dapat diberikan beberapa contoh sebagai bahan pembelajaran bahasa Indonesia yang dapat dianalisis dengan pendekatan pragmatik : (6) Apakah Anda bisa datang ke rumahku ? Kalimat (6) dapat menimbulkan makna yang beragam, (a) saya benarbenar bertanya, apakah Anda mempunyai kesempatan untuk bisa datang ke rumahku, (b) saya mengharapkan agar Anda bisa datang ke rumahku, dan (c) kemungkinan sebagai bentuk basa-basi, silakan kalau Anda bisa datang ke rumahku. (7) Pak Guru sudah datang. Kalimat (7) mempunyai berbagai ragam interpretasi makna, yakni (a) seorang ketua kelas ingin menyampaikan kepada teman-temannya bahwa Pak Guru benar-benar sudah datang, dan (b) seorang ketua kelas ingin memberitahukan kepada teman-temannya agar bersiap-siap atau menempatkan diri di kursinya masing-masing. (8) Bapak sedang tidur. Kalimat (8) juga mempunyai beragam interpretasi makna, yakni (a) seorang kakak memberitahukan kepada adiknya bahwa bapak memang sedang tidur, (b) bapak sedang tidur sehingga anak-anak bebas bermain-main di luar, (c) ibu minta kepada anak-anaknya agar tenang atau tidak ramai, dan (d) seorang anak memberitahukan kepada tamu bahwa bapak sedang tidur dan ia tidak berani membangunkannya. (9) Baru jam tiga ‘kok’ sudah pulang, Mas ? Kalimat (9) mempunyai interpretasi makna, yakni (a) kepulangan suami lebih awal dari hari-hari biasanya, sebab biasanya pulang jam empat. 55 Digunakannya kata baru pada ungkapan tersebut menunjukkan ungkapan istri itu benar-benar merupakan pertanyaan biasa dengan rasa heran, dan (b) kepulangan suami lebih molor dari hari-hari biasanya, sebab biasanya pulang jam dua. Maka, ungkapan istri itu merupakan sindiran. (10) Tamu : Bapak Prof. Sunaryo ada? Tuan Rumah : Bapak sudah tidur. Pertanyaan tamu tentang ada atau tidaknya Prof. Sunaryo, tetapi dijawab oleh tuan rumah sudah tidur. Dialog tersebut tidak kohesif tetapi koheren. Dalam situasi tidak formal, penggunaan bahasa tidak perlu lengkap tetapi singkat, sebab yang dipentingkan adalah memahami di antara kedua peserta tuturnya. Berikut pengembangan contoh (11) Tamu : Bapak Prof. Sunaryo ada? Tuan Rumah : Ada. Tamu : Saya ingin bertemu. Tuan Rumah : tidak bisa! Tamu : Mengapa? Tuan Rumah : Sebab beliau sudah tidur. Saya tidak berani membangunkannya Berdasarkan uraian dengan beberapa contoh yang telah diungkapkannya, maka pendekatan pragmatik sangat tepat diterapkan dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Seorang dosen Bahasa Indonesia dalam pembelajarannya harus selalu mencobanya dan perlu mengembangkan sendiri secara kreatif dan inovatif. Apabila pendekatan pragmatik diterapkan dengan metode yang tepat, mahasiswa tidak akan merasa jenuh dan mereka akan merasa senang C. Konteks Pembahasan tentang pragmatik sebagai pendekatan dalam pengajaran bahasa selalu berhubungan dengan konteks. Konteks dalam sebuah wacana lisan maupun tulis sangat berpengaruh terhadap pemaknaan suatu ujaran atau kalimat, 56 sebab konteks dapat membedakan pengertian dan maksud dalam komunikasi. Jalaluddin (1993: 191) mengatakan bahwa konteks merupakan seberkas andaian mengenai dunia yang dibina secara psikologis oleh pendengar. Dunia yang dibina itu dapat berupa tulisan atau lingkungan, sehingga pendengar dapat memahami makna dan maksud isi konteks itu. Berkaitan dengan itu, Keraf (1981: 56) berpendapat bahwa lingkungan yang dimasuki kata-kata itulah konteks. Jadi, konteks itu berupa tulisan atau ujaran yang berisi gagasan dalam suatu wacana dengan beberapa teks yang saling berhubungan. Maka, teks yang menyertai teks adalah konteks (Halliday, 1994:6). Pengertian teks yang menyertai teks itu tidak hanya yang dilisankan atau ditulis, tetapi dapat juga nirkata. Artinya, pengertian yang tidak dituliskan atau dilisankan secara eksplisit. Faktor-faktor yang berperanan dalam konteks dapat berupa unsur-unsur seperti situasi, penutur, mitratutur, waktu, dan tempat. Unsur-unsur itulah yang dapat berpengaruh terhadap makna konteks. Perhatikan contoh konteks pada nomor (11) dan (12). (12) Seorang pemuda mengatakan kepada anak-anak TK di ruang kelas bahwa dirinya mampu mengangkat meja yang beratnya 40 kg. (13) Seorang pemuda mengatakan kepada para mahasiswa di ruang kelas bahwa dirinya mampu mengangkat meja yang beratnya 40 kg. Konteks (12) dan (13) memiliki unsur-unsur yang sama, hanya satu unsur yang berbeda, yakni pendengar ‘audience’. Pada konteks (11) pendengarnya anakanak TK. Mereka sangat kagum kepada pemuda yang mampu mengangkat meja yang beratnya 40 kg, sebab bagi anak TK meja yang beratnya 40 kg tidak mungkin dapat diangkatnya. Kemudian, pada (12) pendengarnya para mahasiswa. Mereka pun tidak ada reaksi apa-apa terhadap ucapan pemuda tersebut, sebab 40 kg bagi mahasiswa tidak terlalu berat. 57 D. Simpulan 1. Pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi sebagai Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) dianggap kurang berhasil atau tujuan pengajaran tidak mencapai hasil yang diharapkan. 2. Pembelajaran bahasa Indonesia harus melibatkan tiga disiplin ilmu, yakni linguistik, psikologi, dan ilmu pendidikan. 3. Pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan pragmatik diarahkan kepada analisis bahasa sebagai media komunikasi dan bukan analisis bahasa sebagai bahasa. 4. Pendekatan pragmatik menganalisis maksud ujaran dan tidak menganalisis kata-kata secara semantis. 5. Konteks adalah lingkungan yang dimasuki kata-kata. E. Implikatur 1. Pendekatan pragmatik sangat tepat diterapkan dalam pengajaran Bahasa Indonesia di perguruan tinggi. 2. Pendekatan pragmatik dapat menambah wawasan dan meningkatan daya penalaran mahasiswa. 3. Pendekatan pragmatik tidak menjadikan mahasiswa semakin jenuh, tetapi justru mahasiswa semakin bergairah untuk meningkatan keterampilan berkomunikasi, khususnya ‘writing skills’. Catatan: Harus ada daftar pustaka dalam makalah untuk diskusi formal. 58 Lampiran 2 Contoh Naskah Bidang Kebahasaan (Pidato dalam Siaran di RRI) Assalamualaikum wr. wb. Pelajar Indonesia yang budiman … Kita dapat bertemu kembali dengan adik-adik pelajar dan pemerhati bahasa Indonesia dalam siaran Pembinaan Bahasa Indonesia lewat RRI Surakarta yang kita cintai ini. Untuk kali ini, saya akan menyampaikan topik bahasan ”PerIstilahan dalam bahasa Indonesia”. Kita sering mendengar ungkapan atau kata yang berupa istilah tetapi sulit dipahami maknanya. Meskipun, kata dan istilah itu sudah ada di dalam konteks kalimat tetapi tetap saja sulit dipahami maknanya. Oleh karena itu, marilah kita pelajari bersama-sama beberapa istilah dan kata yang dirasakan sulit meskipun kita sering mendengarnya. Ada beberapa kata dan istilah yang menjadi pembahasan dan sering kita dengar, yaitu: alih-alih, blantika, daur, gladiresik, hipokrit, nisbi, nara, nuansa, pagu, pialang, patungan, totaliter, logistik, dan kampanye. Pada kali ini kita membahas 14 buah kata yang berupa istilah. Kata-kata iti tadi sering kita jumpai, baik di massa cetak maupun elektronik. Pernahkah anda menjumpai kata “alih-alih?”. Kata alih-alih, di dalam bahasa Inggris maknanya sama dengan instead of atau di dalam bahasa Indonesia memiliki padanan dengan ganti. Namun, dapat pula diartikan kiranya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan dan dengarkan kalimat berikut ini: 1. Mendengar gurunya akan ke luar negeri, alih-alih sedih para siswa bergembira. Kata alih-alih dalam konteks kalimat tadi berarti ganti. Selanjutnya dengarkan kalimat kedua: 2. Kusangka mereka telah pergi, alih-alih masih tidur. Kata alih-alih dalam konteks kalimat kedua tadi berarti kiranya. Jadi, kata alih-alih dipakai dalam kalimat untuk mengungkapkan pengertian yang bertentangan. Pada kalimat pertama “Alih-alih sedih para siswa bergembira” dan pada kalimat kedua “Mereka telah pergi alih-alih masih tidur”. 59 Kedua, kata blantika yang dipungut dari bahasa Sunda balantik yang berarti jualbeli. Contoh ungkapan dalam kalimat yang sering kita dengar “Suherman sudah lama berkecimpung di blantika rekaman”. Yang ketiga adalah kata daur. Kata daur sebenarnya memiliki arti peredaran masa. Daur besar lamanya 1 abad atau 100 tahun dan daur kecil lamanya 1 windu atau 8 tahun. Namun, sekarang dipakai sebagai kata yang bersinonim dengan siklus atau putaran. Misalnya, sampah itu didaur ulang menjadi bahan bakar batu bata. Kemudian, kata gladiresik yang terdiri atas dua morfem, yaitu gladi yang berarti latihan dan resik yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti bersih. Maka, sekarang sering digunakan gladi bersih. Artinya, latihan yang sudah bersih dan tidak boleh ada kesalahan lagi. Oleh karena itu, gladi bersih ini merupakan latihan terakhir sebelum acara sebenarnya dimulai. Para pelajar yang budiman........... Kata selanjutnya, hipokrit yang dapat diartikan suka berpura-pura atau istilah lainnya adalah munafik. Maksud hipokrit ini adalah apa yang ditunjukkan dengan perbuatan sebenarnya tidak sesuai dengan apa yang ada pada hati sanubarinya. Atau, bisa diartikan lain di mulut lain di hati. Berikutnya, kata nisbi memiliki padanan kata relatif. Artinya, tidak mutlak. Misalnya, Hanya Tuhan yang mutlak namun pemikiran manusia terbatas dan bersifat nisbi. Selanjutnya, kata nara yang memiliki arti orang. Kata nara ini biasanya melekat pada kata pidana dan kata sumber sehingga menjadi narapidana dan narasumber. Narapidana berarti orang yang dipidana atau orang hukuman dan narasumber berarti orang yang yang menjadi sumber. Maksudnya, orang yang menguasai atau memahami suatu bidang tertentu yang dapat dijadikan sumber informasi. Namun, kata nara ini tidak pernah digunakan dalam ungkapan seperti naragila atau narasakit. Kemudian, kata berikutnya adalah nuansa. Nuansa berasal dari perbendaharaan kata dalam dunia warna dan setiap jenis warna itu dapat diperinci lagi. Jadi, artinya hampir sama dengan kata corak. Seperti, warna biru 60 memunculkan warna biru tua, biru muda, biru laut, biru dongker, kebiru-biruan, dan biru kehijau-hijauan. Tiap perbedaan itulah yang disebut nuansa. Oleh karena itu, kata nuansa sering merujuk kepada perbedaan yang sangat kecil atau merujuk kepada variasi yang memiliki perbedaan sangat kecil dan halus. Misalnya, kita sering mendengar ungkapan “Memang ada nuansa tersendiri di dalam ruangan ini”.Jadi, ada suatu variasi yang berbeda tetapi sangat kecil. Para pelajar mungkin sering mendengar kata pagu. Kata pagu ini berasal dari bahasa Minang yang mimiliki arti semacam loteng untuk menyimpan barangbarang, seperti padi dan barang lainnya. Kata pagu sekarang diartikan atap. Di dalam tulisan sering ditemukan harga pagu. Artinya, harga yang sudah mentok atau tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kata berikutnya, adalah pialang. Misalnya kalimat “Tono menjadi pialang di bursa efek Jakarta, maka ia sangat kaya”. Kata pialang bersinonim dengan kata makelaar dalam bahasa Belanda atau broker dalam bahasa Inggris. Jadi, dalam bahasa Indonesia sering digunakan ketiga kata tersebut, yakni pialang, mekelar, dan broker. Ketiganya bersinonim dan memiliki arti yang sama, yaitu orang yang bekerja sebagai penghubung antara penjual dengan pembeli. Jual-beli tanah, rumah, atau mobil biasanya menggunakan jasa pialang, broker, atau makelar. Baiklah, mari kita tinjau kata lainnya, yakni kata patungan. Kata patungan bukan berasal dari kata patung dengan akhiran atau sufiks –an, tetapi kata patungan merupakan kata utuh atau monomorfemis. Kata ini berasal dari bahasa Jawa yang berarti gotong royong atau bareng-bareng. Jadi, usaha patungan berarti usaha yang dilaksanakan secara bersama-sama. Kata patungan ini untuk mengganti kata dari bahasa Inggris “Joint venture”. Para pelajar yang baik... Mungkin Anda pernah mendengar kata totaliter dalam negara totaliter. Kata totaliter ini berarti secara keseluruhan. Jadi, negara totaliter adalah negara yang hanya mengakui satu partai dan tidak mengakui partai-partai lain. Karena, negara Indonesia memiliki banyak partai politik, maka Indonesia bukan negara totaliter. Negara yang totaliter adalah Jerman pada masa pemerintahan Hitler dan 61 Italia pada masa kekuasaan Musolini. Jadi, negara yang totaliter tergolong negara yang tidak demokratis. Selanjutnya, dua kata terakhir ini sering terdengar, yaitu kata logistik dan kampanye. Misalnya, logistik pemilu dan kampanye partai politik. Arti kata logistik adalah penyediaan perlengkapan atau perbekalan. Jadi, kalau hubungannya dengan pemilu maka logistik ini diartikan perlengkapan pemilu, seperti bilik suara, kotak suara, dan surat suara. Adapun, kata kampanye pemilu dapat diartikan gerakan serentak untuk mengadakan aksi dalam pemilu. Atau, dapat diartikan gerakan atau tindakan untuk bersaing memperebutkan dukungan massa partai politik dalam pemilu. Biasanya kampanye ini berupa pidato atau orasi untuk menyampaikan program-program partainya. Namun, sering dimanfaatkan untuk mengumbar janji-janji. Orang sering mengartikan arti kata kampanye dengan arak-arakan sepeda motor dengan suara mesin yang meraung-raung. Kalau tidak meraung-raung disebut karnaval. Kampanye dengan sepeda motor yang beriring-iringan di jalan dan knalpot yang dilepas sehingga menimbulkan suara bising serta memekakan telinga termasuk pengertian yang salah. Namun, kebanyakan orang sudah terlanjur mengartikan tentang pengertian kampanye seperti tadi, yaitu iringiringan sepeda motor dengan mesin yang meraung-raung. Padahal hakikat pengertian kampanye adalah penyampaian informasi supaya orang lain simpatik terhadap program-programnya. Demikian yang bisa disampaikan kepada para pelajar dan pemerhati bahasa Indonesia yang budiman. Semoga bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan anda semua dapat lebih memahami peristilahan supaya tidak ada penyimpangan makna yang sangat besar pengaruhnya terhadap isi konteks. Selamat dan maju terus pelajar Indonesia supaya negara kita kelak dipimpin oleh Anda sebagai generus penerus yang cerdas dan berhati bersih serta tidak sekedar hanya mengumbar istilah yang kosong. Wassalamualaikum wr. wb. 62 Lampiran 3 Contoh Naskah Bidang Keagamaan (Pidato dalam Siaran di RRI) Bismillahirrohmanirrohim. Assalamualaikum Wr. Wb. Saudara-saudara, kaum muslimin, dan para pendengar yang budiman ..... Pertama-tama, kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan segala kenikmatan, terutama nikmat Iman dan Islam. Yang kedua, dalam perilaku kahidupan sebagai seorang muslim, kita pun perlu mencontoh suri teladan Rosulullah, nabi Muhammad SAW. Juga mengenal para tokoh dan ilmuwan muslim, antara lain Al-Farabi, Ibnu Bajjah, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Abu Wafa, dan Ibnu Thufayl. Nama kedua yang terakhir, yaitu Abu Wafa dan Ibnu Thufayl akan disampaikan pada siaran kali ini. Para pendengar dan kaum muslimin rokhimakumullah ....... Ilmu adalah jendela dunia. Dengan ilmu manusia dapat menjelajah dunia dan mengetahui misteri alam yang memang diciptakan Allah SWT untuk kemaslahatan umat manusia. Orang bijak mengatakan bahwa seseorang yang bertambah ilmunya, maka ia akan semakin merasa dirinya bodoh. Dan, ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tak berbuah. Untuk itu, jadilah orang pinter tetapi jangan keminter. Seperti, Abu Wafa dan Ibnu Thufayl sebagai orang-orang pinter yang tidak sombong akan kepinterannya. Mereka sangat bijak dan justru memanfaatkan ilmunya untuk kemajuan umat manusia. Marilah kita mengenal sekilas tentang Abu Wafa! Abu Wafa adalah seorang ilmuwan muslim atau seorang muslim yang ilmuwan. Nama lain Abu Wafa adalah Albuzdschani tempat ia dilahirkan, yaitu kota Buzdschan Khurasan sekitar tahun 940 M. Namun, sebagai seorang Arab nama Albuzdschani tidak populer dan yang lebih populer adalah Abu Wafa. Adapun nama lengkapnya adalah Muhammad Bin Muhammad Bin Yahya Bin 63 Ismail Bin Al-Abbas Abu Wafa Al-Buzajani. Dia dikenal sebagai ahli matematika dan astronom ulung pada zamannya. Pertama-tama Abu Wafa belajar matematika kepada dua pamannya. Kedua paman Abu Wafa, yaitu Abu Amr al-Mughazili dan Abu Abdullah Muhammad bin Anbasa itu sangat menyayangi kemenakannya yang tergolong sangat cerdas itu. Kemudian, mereka pun mengajari Abu Wafa tentang ilmu matematika. Setelah remaja dan cukup bekal, sekitar tahun 959 M, saat berusia 19 tahun Abu Wafa pun pindah ke Irak dan menetap di kota Baghdad. Kota Baghdad adalah kota legendaris yang terkenal dengan kisah 1001 malam dan sekarang menjadi ibu kota negara Irak. Salah satu buku karya Abu Wafa tentang aritmatika yang cukup populer adalah Fi ma Yahtaj Ilayh al-Kuttab wa al-Ummal min Ilm al-Hisab yang sama seperti yang diungkapkan oleh Ibnu al-Qifti, yaitu Al-Manazil fi al-Hisab. Sebenarnya pemikiran Abu Wafa yang utama adalah pengembangan tentang trigoniometri. Dialah yang pertama kali menetapkan dalil sinus yang berkaitan dengan sudut miring segitiga sferis. Begitu juga penggunaan secan dan tangen dalam trigoniometri dan penyelidikan pada bidang astronomi. Jasa Abu Wafa sebagai seorang ilmuwan muslim sangat besar di bidang ilmu pengetahuan terutama bidang astronomi dan matematika. Kemudian, pada tahun 998 M dalam usia 58 tahun, dia pun wafat, menghadap Illahi Robbi, Allah swt. Namun, jasa-jasanya dapat dimanfaatkan sampai sekarang, Kaum muslimin dan para pendengar yang budiman ........ Marilah kita simak tokoh kedua, yaitu tokoh Islam sebagai ilmuwan muslim secara sekilas. Dia adalah Ibnu Thufayl yang memiliki nama lengkap Abu Bakar Muhammad Bin Abdul Malik Bin Muhammad Bin Muhammad Bin Ibnu Thufayl Al-Qaysi. Ibnu Thufayl dijuluki pula dengan nama Al-Andalusi atau AlKurtubi al-Isybili. Kaum skolastik Kristen menyebutnya dengan Abubacer. Ibnu Thufayl adalah seorang yang ahli dalam bidang matematika, kedokteran, dan filsatat. 64 Ibnu Thufayl adalah keturunan suku Kays, salah satu keturunan Arab yang terkemuka. Dia dilahirkan di Wadi-Ash, Guadix, sebelah timur laut Granada, Spanyol sekitar abad ke-12 M. Dia berfrofesi sebagai tabib atau sekarang sama dengan dokter. Sekitar tahun 1154 M dia menjadi sekretaris Gubernur Ceuta dan Tangier, putra Abdul Mukmin pendiri dinasti Almohad atau Almuwahhidun. Dia pun dijadikan dokter istana oleh Almuwahhidun Sultan Yakub Yusuf. Murid Ibnu Thufayl, yaitu Al-Bitruji menyebutnya sebagai qadhi. Maka, ia pun mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap murid-muridnya. Berhubung sangat dekat dengan Sultan dan sudah menjadi keluarga istana, Ibnu Thufayl memperkenalkan Ibnu Rusyd muda kepada Sultan untuk menggantikannya sebagai dokter pribadi Sultan. Karya-karya Ibnu Thufayl memang tidak banyak jumlahnya. Namun, sebuah novel yang berisi tentang filsatat dengan judul Hayy ibn Yaqzan sangat populer pada abad pertengahan. Selain itu, ia pun menulis naskah tentang ilmu kedokteran yang banyak hubungannya dengan karya medis Ibnu Rusyd, yaitu AlKulliyyat. Jadi, gagasan Ibnu Thufayl selalu dipakai dan dikembangkan oleh AlBitruji sebagai murid yang sangat setia. Dan, gagasan-gagasan itu ternyata banyak memberi pengaruh kepada usaha-usaha yang dilakukan oleh Al-Bitruji untuk menyanggah dan sekaligus membuktikan kekeliruan teori Ptolemaios mengenai lingkaran-lingkaran epicycles dan excentric. Demikian sekilas mengenal dua tokoh terkemuka Islam yang pemikirannya dapat digunakan oleh semua golongan umat manusia sampai sekarang. Sebagai seorang muslim, marilah kita gali terus ilmu pengetahuan dan pertebal iman sehingga diharapkan banyak lahir seorang muslim yang ilmuwan atau seorang ilmuwan muslim. Wassalamualaikum Wr. Wb. 65 Lampiran 4 Contoh Naskah Bidang Umum (Pidato Sambutan) >>>Contoh sambutan Kepala Sekolah dalam perpisahan lulusan <<< Assalamualaikum wr. wb. Ibu-ibu, Bapak-bapak, dan hadirin yang kami hormati. Pertama kita panjatkan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa, Allah swt yang telah memberikan banyak kenikmatan. Salah satunya adalah nikmat sehat sehingga pada siang hari ini kita dapat berkumpul untuk mengikuti acara perpisahan lulusan di SMA Bani Nasucha ini. Pada tahun ini kelulusan SMA Bani Nasucha mencapai 100 %. Maka, masyarakat menyebutnya sebagai SMA swasta favorit dan ada yang menyebutnya sebagai SMA teladan. Banyak lulusan SMA Bani Nasucha yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri ternama di Indonesia, antara lain di UGM, UI, UNDIP, ITB, IPB, UNS dan banyak lagi. Adapun, yang diterima di Pergurua Tinggi Swasta tidak terhitung jumlahnya, antara lain diterima di Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), UII Yogyakarta, dan Universitas Trisakti Jakarta. Saya, sebagai Kepala Sekolah merasa bangga atas capaian alumni kita. Oleh karena itu, harapan kita “semoga lulusan tahun ini mereka juga dapat diterima di Perguruan Tinggi ternama, baik di negeri maupun swasta”. Keberhasilan itu semua berkat doa kita dan kerja sama antara pihak sekolah dengan para orang tua dan wali murid. Kita memang mengharapkan lulusan SMA Bani Nasucha adalah anak-anak yang cerdas. Namun, yang lebih diharapkan adalah adanya cerdas batiniah. Jadi, perlu adanya kecerdasan lahir dan batin sehingga kelak kalau menjadi pemimpin adalah pemimpin yang amanah, santun, dan tidak korupsi. Sekali lagi, kami mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan dan kerja sama yang baik dari Ibu-ibu dan Bapak-bapak. Semoga Allah memberikan yang terbaik bagi kita. Selamat berjuang anak-anakku. Wassalamualaikum wr. wb. 66 Lampiran 5 Contoh Naskah (Khotbah Jumat) Assalamualaikum wr. wb. Baca Alhamdulillah … dst. .................................................................................................................................... ...................................................................................................... Terus Ceramah Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah ... Pertama kita ucapkan syukur ke hadirat Allah yang telah memberikan kenikmatan, yakni nikmat Islam, nikmat Iman, dan nikmat kesehatan. Dengan nikmat yang telah Allah berikan, hendaknya kita selalu bertakwa ke hadirat Allah swt, Dzat Agung Penguasa dan Pencipta Alam Raya Semesta Yang Maha Luas dan Tak Terbatas ini. Sebab, dengan bertakwa kita akan dimuliakan di sisi-Nya. Dalam surat Al-Hujurat, ayat 13 disebutkan: --- sebaiknya dibaca ayat aslinya ---“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang bertakwa”. Orang yang benar-benar bertakwa tidak akan berbuat curang, dia akan bersikap lurus untuk selalu memegang amanah, dan tidak gampang untuk curiga sebelum punya bukti kuat. Kita sebagai menusia biasa, sangat wajar jika pernah mencurigai seseorang atau merasa dicurigai oleh orang lain. Curiga dan mencurigai merupakan sikap normal manusia. Hal itu tentu bukan tanpa alasan dan pasti ada sesuatu yang mendorong kita untuk melakukan curiga. Namun, terkadang saling curiga itu menyebabkan hubungan antarteman atau kolega bahkan hubungan keluarga bisa renggang dan retak sehingga timbul konflik dan perpecahan. Oleh karena itu, Islam memandang penting dan sangat memperhatikan betul dalam masalah yang satu ini, yakni yang disebut Zhan yang berarti berprasangka. Dalam kajiannya, zhan itu terbagi menjadi dua macam, yaitu zhan yang buruk atau berprasangka buruk yang disebut SUUZHAN dan zhan yang baik atau 67 berprasangka baik yang disebut KHUSNUZHAN. Berkaitan dengan suuzhan, Rasulullah saw sangat keras memberi peringatan kepada umatnya agar tidak bersuuzhan. Hal itu ditegaskan dalam sabdanya: --- sebaiknya dibaca hadisnya --“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk maka sungguh zhan yang buruk itu merupakan ucapan yang paling dusta” (HR Buchori – Muslim). Sungguh sangat tidak patut kita jika melakukan prasangka buruk kepada orang lain secara sepihak tanpa melalui kajian yang benar secara bersama-sama hingga Rasulullah menyamakan bahwa suuzhan itu ucapan yang paling dusta. Biasanya suuzhan menghasilkan buah yang dinamakan ghibah dan tajassus, yakni memata-matai untuk mencari bukti untuk pembenaran kemudian diceritakan kepada orang lain. Maka, hal itu sudah termasuk ghibah yang telah dilarang dalam Islam. Maka, kata-kata mutiara yang sering saya ucapkan adalah: “suuzhan adalah wabah penyakit dan khusnuzhan adalah obat penyakit”. Sebab, suuzhan merusak jiwa dan menggalakkan emosi sedangkan khusnuzhan dapat membangun motivasi positif dan selalu menghadirkan ketenangan batin sehingga hidup terasa nyaman dan rileks. Rasulullah telah memperingatkan dengan tegas. Sebab, Allah swt terlebih dahulu sudah melarangnya. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa zhan itu merupakan dosa. Hal itu tertuang di dalam surat Al-Hujurat, ayat 12: --- sebaiknya dibaca ayatnya --“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari persangkaan buruk karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa dan janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan suka menggunjing orang lain”. Namun, perlu diketahui bahwa zhan yang dilarang itu adalah zhan yang tidak ada tanda-tanda menunjukkan ke arah yang dimaksud. Tanda-tanda itu disebut QARINAH. Misalnya, seorang pegawai biasa, tidak menduduki jabatan (sebut saja Si Fulan) dengan penghasilan tidak sampai Rp 5.000.000 (lima juta) perbulan tetapi Si Fulan mempunyai beberapa mobil, rumah bagus, dan tanah cukup banyak. Hal seperti itu dapat memunculkan zhan. Namun, jika zhan itu 68 dibangun tidak berdasarkan atas qarinah (tanda-tanda) ke arah korupsi maka zhan seperti itu dilarang. Hal itu oleh Nabi Muhammad, Rasulullah saw dikatakan sebagai ucapan yang paling dusta. Kekayaan Si Fulan bisa saja diperoleh dari hasil di luar pekerjaan kantor, bisa juga istrinya sangat mendukung atas segala pekerjaan suaminya. Namun, jika dibangun berdasarkan atas dasar qarinah maka zhan yang disampaikan tidak apa-apa dan perlu dikonfirmasikan terlebih dahulu kepada Si Fulan. Namun, jangan digembar-gemborkan kepada khakayak sebelum ada pembuktian. Jamaah Shalat Jumat yang Berbahaia ... Seorang ulama besar, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan bahwa diharamkan suuzhan kepada sesama muslim. Namun, kepada orang-orang kafir halal baginya untuk suuzhan dalam akidah. Misalnya, kita berprasangka buruk kepada orang kafir bahwa dia pasti masuk neraka. Sebab, tanda-tanda atau qarinah bahwa dia akan masuk neraka memang ada. Contoh lain, Orang yang mengaku Islam (sebut saja SI A) tetapi dia tidak shalat maka Si A itu termasuk kafir. Jadi, kita berprasangka buruk kepada Si A bahwa Si A orang yang buruk agamanya dan dia akan masuk neraka. Qarinah atau tanda-tanda yang menunjukkan ke arah tersebut bahwa Si A termasuk orang kafir itu dibangun berdasarkan Hadis Rasulullah: --- sebaiknya dibaca hadisnya --“Urusan yang memisahkan antara kita sebagai orang Islam dengan mereka sebagai orang kafir adalah shalat. Maka, barangsiapa yang meninggalkannya sungguh telah kafir”. Dalam kancah politik sering dijumpai Bersuuzhan Ria. Misalnya, saat Pilkada belum dimulai pasangan A bersuuzhan kepada lawannya pasangan B bahwa Si B telah berselingkuh, kemudian dibalas bahwa Si A ijazahnya palsu dan macam-macam zhan yang berseliweran. Jika, keduanya terbukti maka itu bukan fitnah tetapi jika tidak terbukti itu termasuk fitnah. Itu yang sering terjadi dengan maksud pasangan lawannya dibenci. Maka, dengan dibenci masyarakat tidak 69 memilihnya. Oleh karena itu, bagi seorang muslim harus menjauhi dan meninggalkan suuzhan agar tidak timbul fitnah. Kita pernah melakukan bersuuzhan kepada seorang wanita berjilbab (mahasiswi). Pada bulan puasa, dia minum dengan santainya di kelas saat temantemannya keluar untuk shalat Dhuhur. Mahasiswa UMS kok tidak puasa? Namun, setelah ditanyakan dia sedang berhalangan atau datang bulan. Juga, mungkin kita pernah menjumpai beberapa orang makan di restoran. Jiwa keislaman kita kadang terusik untuk berprasangka: Bapaknya pakai peci dan yang putri-putri pakai jilbab kok makan di restoran pada bulan puasa. Kita baru tersadar bahwa mereka dalam perjalanan jauh naik kendaraan. Ternyata benar bahwa mereka berangkat naik mobil dari Purwokerto menuju Surabaya. Jadi, mereka boleh membatalkan puasanya tetapi tidak boleh meninggalkan shalatnya. Maka, hati-hatilah memandang orang. Ada yang berpendapat bahwa berprasangka buruk yang dilarang jika ia membicarakanya tetapi jika hanya tersimpan dalam hati dan tidak membicarakannya maka berparasangka buruk itu tidak berdosa. Namun, sebaikya harus dihindari berprangka buruk meskipun disimpan dalam hatinya sebab sangat berbahaya bagi ketenangan jiwanya. Agar terhindar prasangka buruk dari orang lain maka kita sebaiknya menjauhi hal-hal yang sifatnya memang buruk. Misalnya, meskipun kita hanya bergurau menenteng botol minuman keras dan minta difoto. Perbuatan seperti itu sangat tidak pantas bagi seorang mukmin atau dekat-dekat dengan tempat mesum. Jadi, jangan suka bergurau dengan hal-hal yang sifatnya buruk sebab hal seperti itu dapat mengundang setan untuk melakukan hal yang nyata dan sebenarnya. Padahal setan bagi manusia adalah musuh yangn nyata. Kita harus hati-hati, sebab Allah telah menegaskan dalam surat Yusuf, ayat 5: --- sebaiknya dibaca ayatnya --“Sesungguhnya setan itu bagi manusia adalah musuh yang nyata”. Jadi, gaya kerja setan dengan tipuannya untuk memberi janji dan harapan palsu dapat menjerumuskan manusia untuk menjadi sahabatnya padahal setan itu musuh yang selalu ingin menyesatkan manusia. Caranya bisa melalui perzinaan, 70 minuman keras, narkoba, perjudian, korupsi, permusuhan, dan kebohongan.Padahal Allah telah memperingatkannya dalam surat An-Nisa 60: --- sebaiknya dibaca ayatnya --“Dan setan itu pada dasarnya selalu hendak menyesatkan kamu sebenarbenarnya sesat”. Selanjutnya, dikuatkan dalam surat yang sama, yaitu An-Nisa, ayat 120: --- sebaiknya dibaca ayatnya --“Menjanjikan dan memberi harapan kepada manusia dan tidaklah setan menjanjikan kepada manusia melainkan hanya suatu tipuan belaka”. Godaan setan akan semakin dahsyat tatkala seseorang menghadapi sakaratul maut. Setan sangat paham bahwa saat-saat seperti itu adalah kesempatan terakhir untuk menyesatkannya dan tidak ada lagi bagi dia kesempatan untuk bertobat. Inilah fase yang sangat penting bagi setiap orang dan kelak kita pasti akan mengalaminya. Oleh karena itu, Rasulullah mengajarkan kepada umatnya satu doa yang dapat bermanfaat sampai akkhir hayatnya sebagai benteng dari godaan setan terkutuk. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam sebuah hadis shahih dari Abdullah bin Amr bin Ash bahwa dia mendengar Sabda Rasulullah: --- sebaiknya dibaca hadisnya --“Sesungguhnya kalbu-kalbu keturunan Adam berada di antara dua jari dari jarijari Allah bagaikan satu kalbu dan Allah membolak-balikkannya sesuai kehendak-Nya. Kemudian Rasulullah berdoa: Ya Allah, Dzat yang membolakbalikkan kalbu, palingkanlah kalbu-kalbu kami yang hanya patuh kepada-Mu”. Mudah-mudahan kita menjadi orang yang selalu khusnuzhan dan berakhir dalam khusnul khotimah. Amin ya Robbal Alamin. - duduk sejenak – Baca Alhamdulillah … syahadat – shalawat Nabi. ......... Doa.