10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Wacana Kritis 1. Defenisi

advertisement
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Analisis Wacana Kritis
1. Defenisi Wacana
Dari segi terminologi wacana diartikan oleh Geogffrey Leech dan
Michael Short sebagai suatu komunikasi bahasa yang dilihat sebagai
sebuah transaksi (transaction) antara pembicara dan pendengar, atau
sebagai sebuah kegiatan interpersonal yang bentuknya ditentukan oleh
tujuan dalam masyarakatnya sendiri.1 Wacana juga diartikan sebagai
sebuah cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik
sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Wacana
selalu mengandaikan pembicara/pembaca. Bahasa merupakan mediasi
dalam proses ini.2
Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif kompleks. Satuan
pendukung kebahasaannya mencakup kata, frase, klausa, kalimat,
paragraf, hingga karangan utuh.3 Kajian wacana berkaitan dengan tindakan
manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Bahasa merupakan mediasi dalam proses ini. Wacana itu sendiri
1
Pahrurroji M. Bukhori, Membebaskan Agama Dari Negara (Pemikiran Abdurrahman
Wahid dan Ali Abd ar-Raziq), Bantul: Pondok Edukasi, 2003, hal. 136.
2
Muhammad Zamroni, Filsafat Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hal. 89.
3
Eriyanto, Analisis Wacana (Pengantar Analisis Teks Media), Yogyakarta: LKiS, 2012,
hal. 3.
10
11
mencakup empat tujuan penggunaan bahasa, yaitu (1), ekspresi diri, (2),
eksposisi, (3), sastra, (4), persuasi.4
Wacana sebagai bentuk praktik sosial menyebabkan sebuah
hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi,
institusi, dan struktur sosial yang membentuknya.5 Artinya, dalam analisis
wacana kritis, wacana tidak semata-mata dipahami sebagai studi bahasa
saja tetapi juga konteks. Konteks dalam hal ini digunakan untuk tujuan
tertentu termasuk dalam manuver politik–kekuasaan6.
Beranjak dari pendapat diatas menurut hemat penulis wacana adalah
sebuah pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan
yang mana pesan tersebut menjadi perbincangan ditengah masyarakat.
Efek dari pesan tersebut dapat membentuk suatu realitas sosial. Begitupun
sebaliknya realitas sosial dapat membentuk wacana. Wacana dan realitas
sosial bagaikan dua sisi uang.
2. Dalam Paradigma Kritis
Analisis wacana dalam paradigma kritis merupakan suatu upaya
untuk melihat secara dekat bagaimana makna pesan yang diorganisasikan,
digunakan, dan dipahami. Dalam ranah politik, analisis wacana kritis
merupakan suatu praktek pemakaian bahasa, terutama dalam praktik
4
Ibid., hal. 89.
5
Ibid., hal. 7.
6
Ibid., hal. 8.
12
kekuasaan.7 Karena bahasa merupakan aspek sentral dari penggambaran
suatu subjek.
Paradigma kritis memandang bahwa realitas kehidupan sosial
bukanlah merupakan suatu hal yang netral. 8 Realitas kehidupan sosial
dipengaruhi oleh berbagai kekuatan seperti politik, ekonomi, dan sosial.
Konsentrasi analisis pada paradigma kritis adalah menemukan kekuatan
yang dominan tersebut dalam memarjinalkan dan meminggirkan
kelompok-kelompok yang lain– yang tidak dominan.9
Bahasa dalam wacana kritis dipandang sebagai representasi yang
membentuk subjek, tema, maupun ideologi tertentu. Analisis wacana kritis
memandang bahasa sebagai faktor yang penting, bahasa tersebut
digunakan dalam melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi di
masyarakat.10
3. Karakteristik Wacana Kritis
adapun karakteristik wacana kritis tersebut dijelaskan seperti
pemaparan di bawah ini;11
a. Tindakan
Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan atau sebuah interaksi.
Wacana
7
Ibid., hal. 7.
8
Ibid., hal. 6.
9
Ibid., hal. 23.
10
Ibid., hal. 7.
11
Ibid., hal. 8.
dipandang
sebagai
sesuatu
yang
bertujuan,
apakah
13
mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, dan
sebagainya. Wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan
secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau
diekspresikan di luar kesadaran.
b.
Konteks
Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti
latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana diproduksi, dimengerti,
dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.Bahasa dipahami dalam
konteks secara keseluruhan.
c. Historis
Wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti
tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek
penting untuk dapat mengerti teks adalah dengan menempatkan
wacana itu dalam konteks historis tertentu. Pemahaman mengenai
wacana teks hanya akan diperoleh jika terlebih dahulu memberikan
konteks historis dimana konteks tersebut diciptakan.
d. Kekuasaan
Analisis wacana kritis mempertimbangkan elemen kekuasaan (power).
Wacana muncul dalam bentuk teks tidak dipandang sebagai sesuatu
yang alamiah atau bersifat netral tetapi merupakan suatu bentukan
dengan campur tangan kekuasaan. Analisis wacana kritis tidak
membatasi diri pada detil teks maupun struktur saja tetapi juga
14
menghubungkan dengan kekuatan, kekuasaan sosial, politik, ekonomi,
maupun budaya tertentu.
e.
Ideologi
Konsep sentral yang juga sangat berperan dalam analisis wacana kritis
adalah ideologi. Hal ini dikarenakan teks maupun bentuk lainnya
tersebut adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan dari
ideologi tertentu. Ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan
dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka.
Wacana dalam hal ini dipandang Van Dijk sebagai medium melalui
kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan
kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang dimiliki.
Kelima karakteristik di atas merupakan suatu karakteristik umum
dari wacana kritis. 12 Karakteristis tersebut menggambarkan wacana
sebagai praktik sosial yang menyebabkan suatu hubungan dialektis di
antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur
sosial yang membentuknya serta menampilkan efek ideologi yang ada.
Berdasarkan kelima karakterisktik wacana di atas, dapat dipahami
bahwa wacana terkait dengan berbagai aspek yang berada sebagai latar
belakangnya. Wacana erat kaitannya dengan tindakan, konteks, historis,
kekuasaan, dan ideologi. Artinya, dalam suatu bangunan wacana yang
dibangun oleh Abdurahman Wahid dalam teks pidato kepresidenannya,
terdapat pula aspek-aspek yang melatar belakanginya.
12
Ibid., hal. 8-14.
15
Melalui analisis wacana dapat melihat aspek-aspek yang terkait dan
mempengaruhi wacana tersebut terbentuk. Dalam hal ini, teks pidato yang
terbentuk atas wacana yang ada merupakan aspek yang ditelisik melalui
penelitian ini. Wacana merupakan suatu elemen yang kemudian
menghasilkan berbagai produk, salah satunya dapat berupa ideologi.
Melalui wacana yang dibangun, dapat terbentuk suatu makna ideologi dan
kekuasaan tertentu.13 Dengan kata lain ideologi dan kekuasaan bisa
diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur bahasa yang dipakai.
Dalam analisis wacana kritis, wacana tidak semata-mata dipahami
sebagi studi bahasa. Pada akhirnya, memang analisis wacana kritis
menggunakan bahasa dalam teks yang dianalisis, tetapi bahasa yang
dianalisis dalam analisis wacana kritis berbeda dengan studi bahasa dalam
pengertian linguistik tradisional. Bahasa yang dianalisis oleh analisis
wacana kritis bukan menggambarkan aspek bahasa saja, tetapi juga
menghubungkannya dengan konteks. Konteks dalam hal ini berarti bahasa
dipakai untuk tujuan tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan. 14
13
Ibid., hal. 14.
14
Ibid., hal. 7.
16
B. Pidato Kenegaraan
1. Pengertian Pidato Kenegaraan
Pidato kenegaraan adalah pidato yang disampaikan oleh kepala
negara/presiden di depan DPR/MPR atau pidato resmi kepala negara. 15
Untuk menyampaikan suatu masalah dan mencapai suatu tujuan tertentu.16
Pada tataran seperti itu, menurut hemat penulis pidato yang
disampaikan oleh presiden di istana negara dalam bingkai formal
mempunyai tujuan yang terselubung dan sangat besar. Bahasa pidato yang
digunakan oleh seorang presiden tidak lepas dengan dari bahasa yang
bersifat kearah persuasif dalam rangka untuk membangun sebuah presefsi
dan asumsi yang sama. Struktur maupun sistematis kalimatpun sangat
diperhatikan
untuk
menghindari
kegagalan-kegagalan
yang
tidak
diinginkan, seperti kesalah pahaman pendengar atau khalayak dalam
meinterpretasikan tujuan yang ingin disampaikan. Sehingga menjadi
sebuah wacana yang mengembang dalam masyarakat.
Dari pandangan di atas dapat dipahami bahwa pidato kenegaraan
merupakan media komunikasi resmi seorang negarawan atau pejabat
negara di hadapan publik. Pidato ini merupakan komunikasi yang
dilakukan oleh seorang pemimpin dengan sasaran yang sangat luas.
Komunikasi negarawan ini ditujukan kepada semua komponen, bukan
15
http://www.kamusbesar.com/56141/pidato-kenegaraan#arti. Diakses pada malam
sabtu tanggal 5 April 2012 pukul 19:30 di warnet Nafil jalan G.Obos XII.
16
Dedy Rusmandi, Tekhnik dan Cara Berpidato, cet II, 1992, Sinar Baru, Bandung, hal.
1
17
hanya pada khalayak sasaran yang hadir pada suatu acara, melainkan juga
kepada semua pihak yang tidak secara langsung menghadiri acara tersebut.
Pidato kenegaraan dilakukan secara formal, sehingga memerlukan teks
tertulis yang menggunakan bahasa baku.
Pidato kenegaraan dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi antara
pemimpin dengan rakyatnya. Seiring dengan perkembangan media
komunikasi, pidato ini dapat dipancarluaskan secara langsung melalui
media massa elektronik dan disampaikan secara cepat melalui media
cetak. Komunikasi ini makin bertambah efektif, karena aksesibilitas
masyarakat yang memiliki kepedulian pada kepentingan bangsa dan
negara sangat mudah dilakukan melalui media teknologi.17
Pidato kenegaraan merupakan bukti sejarah perkembangan suatu
masyarakat. Dalam pidato ini tertuang perspektif negara, pemerintahan,
atau
pemimpin
terhadap
perkembangan
suatu
masyarakat
yang
dipimpinnya. Pidato ini dapat direkam secara visual dan audial sehingga
dapat menjadikannya sebagai bukti sejarah. Generasi mendatang dapat
mengetahui sejarah yang terjadi pada suatu kurun waktu dari naskah
pidato yang terdokumentasi. 18
Berdasarkan paparan di atas, makna pidato kenegaraan demikian
penting sehingga perlu dirancang dalam bentuk naskah pidato yang benar,
prima, dan multifungsi. Rancangan naskah pidato kenegaraan, selain harus
17
18
http://phianz1989.blogspot.com/2011/10/analisis-keutuhan-wacana-pidato.html
Ibid.
18
memerhatikan norma resmi kenegaraan juga menggunakan media (baik
bahasa Indonesia maupun Inggris) secara benar. Naskah pidato kenegaraan
harus dirancang dengan bahasa yang lugas, objektif, cermat, dan cendekia
agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam penafsiran yang dilakukan oleh
khalayak pendengar.
2. Ciri-ciri Pidato Kenegaraan
Menggunakan bahasa ragam baku. Penggunaan ragam baku ini
karena sifat naskah pidato bersifat resmi (dalam konteks formal). Bahasa
yang digunakan dalam naskah pidato itu bersifat resmi dan termasuk ke
dalam bahasa standar. Ragam baku digunakan untuk (1) berkomunikasi
yang bersifat resmi, (2) berkomunikasi dalam bidang pendidikan dan
pembelajaran, (3) berbicara di muka umum, (4) berbicara dengan orangorang yang dihormati, dan menguraikan ilmu pengetahuan dan menulis
karya ilmiah.19 Bahasa ragam baku itu memiliki sifat (1) kemantapan
dinamis, (2) kecendekiaan, dan (3) penyeragaman. 20 Kemantapan dinamis
berarti bahwa ragam baku memiliki kaidah yang tetap. Meskipun tetap
namun bukan berarti tidak mengalami perubahan. Ragam baku tidak dapat
berubah setiap saat. Sifat cendekia merupakan ragam baku karena ragam
baku mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan
dapat dipahami oleh akal. Selain itu, ragam baku berarti menggunakan
19
Suwito. Pengantar Awal Sosiolinguistik (Teori dan Problema), Surakarta:
Universitas Sebelas Maret, 1983, hal. 159.
20
Alwi dkk, Tata
Pustaka, 1998, hal. 13-14
Bahasa
Baku
Bahasa
Indonesia,
Jakarta:
Balai
19
kaidah yang seragam dalam memaknai bahasa komunikasi sehingga tidak
terjadi penafsiran berbeda. Ragam baku berfungsi sebagai (1) pemersatu,
(2) pemberi kekhasan, (3) pembawa kewibawaan, dan (4) kerangka acuan.
C. Komunikasi Politik
1. Definisi Komunikasi Politik
Komunikasi politik berasal dari dua kata yang berbeda yaitu
komunikasi dan politik. Meskipun berbeda namun dalam realitas tatanan
pemeritah kedua kata tersebut susah untuk dipisahkan. Kedua unsur
tersebut merupakan satu kesatuan. Saling ketergantungan antara satu
dengan yang lainya. Untuk itu penulis terlebih dahulu menjelaskan tentang
komunikasi.
Secara etimologis komunikasi berasal dari kata latin yakni
communicare yang artinya berpatisipasi atau memberikan, 21 dan communis
yang berarti membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. sejalan
dengan itu, mengutip pendapat Aristoteles dalam buku Komunikasi Politik
(konsep, teori dan strategi) yang ditulis oleh Hafied Cangara, komunikasi
adalah “siapa mengatakan apa kepada siapa”.22
Senada dengan pendapat Aristoteles, menurut penulis komunikasi
adalah sebuah proses transformasi pesan yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan metode-metode
21
Mohammad Zamroni, Filsafat Komunikasi…, hal. 4.
22
Hafied Cangara, Komunikasi Politik (Konsep, Teori dan Strategi), Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011, hal. 14.
20
tertentu untuk proses berkomunikasi. Siapa yang menjadi komukator,
siapa yang menjadi komunikan dan apa isi pesan yang disampaikan.
Sedangkan
politik
adalah
ilmu
yang
mempelajari
tentang
kenegaraan.23 Mengutip pendapat Budiarjo dalam Hafied Cangara, politik
adalah kegiatan yang dilakukan dalam suatu negara menyangkut proses
menentukan tujuan dan pelaksanaan tujuan tersebut. Untuk melaksanakan
tujuan tersebut diperlukan kebijakan umum (public policy) yang mengatur
sumber alokasi yang ada. Dan untuk melaksankan kebijakan itu perlu ada
kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik
untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang
bisa timbul setiap saat.24
Dari uraian di atas menurut hemat penulis bahwa politik adalah
sebuah ide, taktik, tekhnik yang dimiliki dan dimainkan oleh seseorang
atau juga disebut politikus. Untuk mencapai sebuah kekuasaan dan
kewenangan dengan menggunakan berbagai metode, baik yang terstruktur
maupun tidak.
Jadi pengertian
komunikasi politik adalah sebuah studi yang
interdisiplinari dibangun atas berbagai macam disiplin ilmu, terutama
dalam hubungannya antara proses komunikasi dan politik.25 Komunikasi
politik menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik rakyat yang menjadi
23
Ibid., hal. 23.
24
Ibid., hal. 24.
25
Ibid., hal. 12.
21
input sistem politik, dan pada saat yang sama, ia juga menyalurkan
kebijakan-kebijakan yang diambil atau output sistem politik itu.26 Lebih
lanjut Dahlan menjelaskan dalam Hafied Cangara, komunikasi dan politik
ialah suatu bidang atau disiplin yang menelaah perilaku kegiatan
komunikasi yang bersifat politik, mempunyai sebab akibat politik, atau
berpengaruh terhadap perilaku politik.27
Dalam buku Introduction to Political Communikation oleh McNair
dinyatakan bahwa “Political Comunikation as pure discussion about the
allocation of public resources (revenues), official authority (who is given
the power to make legal, legislative and executive decision), and official
sanction (what the state reward or punishes)”. Jadi komunikasi politik
menurut McNair adalah murni membicarakan tentang alokasi sumber daya
publik yang memiliki nilai apakah itu nilai kekuasaan atau ekonomi,
petugas yang memiliki kewenangan untuk memberi kekuasaan dan
keputusan dalam pembuatan undang-undang atau peraturan apakah itu
legislatif, atau eksekutif serta sangsi-sangsi.28
Dalam bukunya Dinamika Komunikasi Onong Uncjana Effendi
mengutif pendapat Leh Lord Windlesham mengemukakan bahwa
komunikasi politik adalah;
26
Samsul Rani, “Paradigma Komunikasi Tentang Politik Syar’I”, dalam Al-hadadharah
Jurnal ilmiah Ilmu Dakwah, Vol. 8, No. 15, Januari-Juni 2009, hal. 159.
27
Hafied Cangara, Komunikasi Politik…, hal. 29.
28
Ibid., hal. 30.
22
“Political communication is the deliberade passing of a political
message by a sender to a receiver with the intention of making the
receiver behave in a way that minght not otherwise have done” [
Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang
secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan
dengan tujuan membuat komunikasi berprilaku tertentu ]29
Dalam hal ini Windlesham lebih jauh mendefinisikan komunikasi
politik bahwa, sebelum suatu pesan politik dapat dikontruksikan untuk
disampaikan kepada komunikan dengan tujuan mempengaruhinya, disitu
harus terdapat keputusan politik yang dirumuskan berdasarkan berbagai
pertimbangan. Lebih lanjut Susanto mendefinisikan komunikasi politik
adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh
sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan
komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang
ditentukan bersama. 30
Dari beberapa pengertian di atas yang telah dikemukakan maka
komunikasi politik dapat diartikan sebagai suatu proses komunikasi yang
memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik. Faktor ini
pula yang membedakan dengan ilmu komunikasi yang lainya. Perbedaan
itu terletak kepada isi pesan yang disampaikan. Artinya, komunikasi
politik memiliki pesan yang bermuatkan politik dan sebagai jembatan
untuk menyampaiakn pesan-pesan yang dapat memfungsikan kekuasaan,
29
Onong Uncjana Effendi, Dinamika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Offset, 2000, hal. 158.
30
Engkus Kuswarna dkk, Membangun Ilmu Komunikasi yang Multidisipliner, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2011, hal. 413-414.
23
sebab dalam kehidupan bernegara setiap individu memerlukan informasi
terutama mengenai kegiatan masing-masing pihak menurut fungsinya.
2. Unsur-unsur Komunikasi Politik
Dalam bukunya Komunikasi Politik Hafied Cangara mengutip
pendapat Nimmo bahwa ada lima unsur komunikasi politik. 31 Yang mana
di antara lima unsur tersebut merupakan sebuah kewajiban dalam
berkomunikasi.
a.
Komunikator Politik
Sumber atau komunikator politik adalah mereka-mereka yang dapat
memberikan informasi tentang hal-hal yang mengandung makna atau
bobot politik , misalnya Presiden, Menteri, anggota DPR, MPR,
KPU, Gubernur, Bupati dan lembaga swadaya masyarakat (LSM),
dan kelompok-kelompok penekan dalam pemerintahan yang bisa
mempengaruhi sirklusnya pemerintahan.
b.
Pesan Politik
Pesan politik ialah pernyataan yang disampaikan baik secara tertulis
maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun tidak verbal,
tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun
yang tidak disadari yang isinya mengandung bobot politik.
c.
Saluran atau Media Politik
Saluran atau media ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para
komunikasi dalam menyampaiakn pesan-pesan politiknya. Misalnya
31
Hafied Cangara, Komunikasi Politik…, hal. 31.
24
melalui media cetak; Surat kabar, tabloid, majalah, buku. Media
elektronik; Film, radio, televise, video, computer dan internet.
Saluran komunikasi kelompok; Partai politik, organisasi profesi,
ikatan alumni, organisasi sosial keagamaan, karang taruna, kelompok
pengajian dll. Saluran komunikasi sosial; misalnya pesta perkawinan,
acara sunatan, arisan dan pertunjukan wayang dan lain-lain.
d.
Sasaran atau Target Politik
Dalam hal ini yang menjadi sasaran dalam politik adalah masyarakat
yang mana diharapkan dapat memberikan dukungan dalam bentuk
pemberian suara (vote) kepada partai atau kandidat dalam pemilihan
umum. Sasaran tersebut tidak menunjukan kepada strata sosial
seluruh mayarakat berhak menentukan suara tanpa ada intervensi dan
intimidasi dari pihak lain.
e.
Pengaruh atau Efek Komunikasi Politik
Yang menjadi target utama politik adalah efek atau pengaruh dari
masyarakat setelah mendengarkan pesan-pesan yang disampaiakn
oleh komunikator politik. Efek tersebut diharapkan mampu
memberikan
pengaruh
terhadap
partai
politik
dan
sistem
pemerintahan, dimana nuansanya akan bermuara pada pemberian
suara (vote) dalam pilihan umum. Pilihan suara ini sangat
menentukan terpilih atau tidaknya seorang kandidat atau partai
politik untuk menduduki kursi di dalam pemerintahan. Baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
25
3. Fungsi Komunikasi Politik
Dalam bukunya Komunikasi Politik Hafied Cangara mengutip
pendapat Mc Nail bahwa ada lima fungsi komunikasi politik.32
a. Memberikan
informasi kepada
masyarakat
apa
yang terjadi
disekitarnya.
b. Mendidik masyarakat terhadap arti dari signifikansi fakta yang ada.
c. Menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalahmasalah. politik sehingga bisa menjadi wacana dalam membentuk
opini publik dan mengembalikan hasil opini itu kepada masyarakat.
d. Membuat publikasi yang ditujukan kepada pemerintah dan lembagalembaga politik.
e. Dalam masyarakat yang demokratis, maka media politik berfungsi
sebagai saluran advokasi yang bisa membantu agar kebijakan dan
program-program lembaga politik dapat disalurkan kepada media
massa.
D. Riset Sebelumnya
Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian yang mengungkap
tentang komunikasi politik dalam teks pidato Presiden Abdurrahman Wahid
belum pernah diadakan sebelumnya oleh mahasiswa STAIN Palangka Raya.
Namun, ada beberapa penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian
ini, dalam internet antara lain : Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan
32
Ibid., hal. 33.
26
oleh beberapa mahasiswa disejuhlah universitas dan perguruan tinggi
diantaranya:
-
Cukup Islamiarso, Pendidikan Islam Berwawasan Keindonesiaan (
Telaah Kritis Pribumisasi Islam Pemikiran Abdurrahman Wahid),
jurusan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,
2009.
-
Soehibul Aimin Na’im, Pribumisasi Islam di Indonesia dalam Pemikiran
Gus Dur, jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuludin, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007.
-
Kesan Asari, Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang PendidikanIslam di
Pesantren,
jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah,
Universitas Islma Negeri sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003.
-
Imam Akhsani, Konsep Pluralisme Abdurrahman Wahid (dalam
Perspektif Pendidikan Islam), Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005.
Kajian yang dilakukan oleh penulis ini berbeda dari mereka di atas,
karena kajian ini menempatkan Gus Dur sebagai teks yang hidup didalam
wacana pergumulan politik Indonesia kontemporer. Secara spesifik,
perbedaan-perbedaan tersebut meliputi: 1. Kajian ini merupakan upaya
menemukan akar ideologis atas eksprementasi Gus Dur dalam melakukan
manuver komunikasi politiknya. 2. Melakukan kajian mikro, makro dan
messo terhadap teks pidato kenegaraan Gus Dur dalam konteks demokrasi,
pluralisme, liberalisme, sebagai upaya merekontruksi dan menemukan akar
27
kritisisme dan proses komunikasi politik Gus Dur terhadap permasalahan
yang terjadi.
E. Kerangka Pikir
Jabatan kepresidenan itulah yang menjadi tolak ukur untuk melihat
kelihaian Gus Dur dalam melakukan gerakan politik, yang mana memang
diakui kawan maupun lawan. Bagi sebagian orang pemikiran dan perilaku
politik Gus Dur dinilai dapat menjadi khasanah dalam dinamika pemikiran
politik di Indonesia. Salah satunya yang patut diperhitungkan dalam sejarah
dalam pemikiran politik adalah kemampuannya membangun intelektualisme
dan aktivisme , yang jarang dilakukan oleh para kiai di lingkungannya.
Sebagai seorang pemikir, Gus Dur mampu merepresentasikan ide-idenya
secara produktif melalui teks-teks pidato kenegaraan.
Dalam menuangkan idenya, Gus Dur dipandang sebagai penulis yang
komunikatif. Dari segi bahasa, tulisan Gus Dur yang di manifestasikan melalui
teks-teks pidato kenegaraan enak dibaca, karena menggunakan bahasa yang
enak, sederhana dan lancar bahkan komunikatif. Dengan kata lain materi
dalam teks-teks pidato kenegaraan pembaca diajak untuk berfikir seimbang,
karena argumen-argumen yang diajukannya berasal dari dua kutub, yaitu
unsur agama dan unsur sekuler.
Beranjak dari uraian di atas maka untuk mempermudah bagi para
pembaca dalam mengambil benang merah dalam pembahahasan ini maka
penulis gambarkan dengan menggunakan bagan di bawah ini.
28
Download