10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Wacana Kritis 1. Defenisi Wacana Dari segi terminologi wacana diartikan oleh Geogffrey Leech dan Michael Short sebagai suatu komunikasi bahasa yang dilihat sebagai sebuah transaksi (transaction) antara pembicara dan pendengar, atau sebagai sebuah kegiatan interpersonal yang bentuknya ditentukan oleh tujuan dalam masyarakatnya sendiri.1 Wacana juga diartikan sebagai sebuah cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Wacana selalu mengandaikan pembicara/pembaca. Bahasa merupakan mediasi dalam proses ini.2 Wacana merupakan unsur kebahasaan yang relatif kompleks. Satuan pendukung kebahasaannya mencakup kata, frase, klausa, kalimat, paragraf, hingga karangan utuh.3 Kajian wacana berkaitan dengan tindakan manusia yang dilakukan dengan bahasa (verbal) dan bukan bahasa (nonverbal). Bahasa merupakan mediasi dalam proses ini. Wacana itu sendiri 1 Pahrurroji M. Bukhori, Membebaskan Agama Dari Negara (Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Ali Abd ar-Raziq), Bantul: Pondok Edukasi, 2003, hal. 136. 2 Muhammad Zamroni, Filsafat Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009, hal. 89. 3 Eriyanto, Analisis Wacana (Pengantar Analisis Teks Media), Yogyakarta: LKiS, 2012, hal. 3. 10 11 mencakup empat tujuan penggunaan bahasa, yaitu (1), ekspresi diri, (2), eksposisi, (3), sastra, (4), persuasi.4 Wacana sebagai bentuk praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya.5 Artinya, dalam analisis wacana kritis, wacana tidak semata-mata dipahami sebagai studi bahasa saja tetapi juga konteks. Konteks dalam hal ini digunakan untuk tujuan tertentu termasuk dalam manuver politik–kekuasaan6. Beranjak dari pendapat diatas menurut hemat penulis wacana adalah sebuah pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan yang mana pesan tersebut menjadi perbincangan ditengah masyarakat. Efek dari pesan tersebut dapat membentuk suatu realitas sosial. Begitupun sebaliknya realitas sosial dapat membentuk wacana. Wacana dan realitas sosial bagaikan dua sisi uang. 2. Dalam Paradigma Kritis Analisis wacana dalam paradigma kritis merupakan suatu upaya untuk melihat secara dekat bagaimana makna pesan yang diorganisasikan, digunakan, dan dipahami. Dalam ranah politik, analisis wacana kritis merupakan suatu praktek pemakaian bahasa, terutama dalam praktik 4 Ibid., hal. 89. 5 Ibid., hal. 7. 6 Ibid., hal. 8. 12 kekuasaan.7 Karena bahasa merupakan aspek sentral dari penggambaran suatu subjek. Paradigma kritis memandang bahwa realitas kehidupan sosial bukanlah merupakan suatu hal yang netral. 8 Realitas kehidupan sosial dipengaruhi oleh berbagai kekuatan seperti politik, ekonomi, dan sosial. Konsentrasi analisis pada paradigma kritis adalah menemukan kekuatan yang dominan tersebut dalam memarjinalkan dan meminggirkan kelompok-kelompok yang lain– yang tidak dominan.9 Bahasa dalam wacana kritis dipandang sebagai representasi yang membentuk subjek, tema, maupun ideologi tertentu. Analisis wacana kritis memandang bahasa sebagai faktor yang penting, bahasa tersebut digunakan dalam melihat ketimpangan kekuasaan yang terjadi di masyarakat.10 3. Karakteristik Wacana Kritis adapun karakteristik wacana kritis tersebut dijelaskan seperti pemaparan di bawah ini;11 a. Tindakan Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan atau sebuah interaksi. Wacana 7 Ibid., hal. 7. 8 Ibid., hal. 6. 9 Ibid., hal. 23. 10 Ibid., hal. 7. 11 Ibid., hal. 8. dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah 13 mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, bereaksi, dan sebagainya. Wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran. b. Konteks Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa, dan kondisi. Wacana diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu.Bahasa dipahami dalam konteks secara keseluruhan. c. Historis Wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk dapat mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana itu dalam konteks historis tertentu. Pemahaman mengenai wacana teks hanya akan diperoleh jika terlebih dahulu memberikan konteks historis dimana konteks tersebut diciptakan. d. Kekuasaan Analisis wacana kritis mempertimbangkan elemen kekuasaan (power). Wacana muncul dalam bentuk teks tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah atau bersifat netral tetapi merupakan suatu bentukan dengan campur tangan kekuasaan. Analisis wacana kritis tidak membatasi diri pada detil teks maupun struktur saja tetapi juga 14 menghubungkan dengan kekuatan, kekuasaan sosial, politik, ekonomi, maupun budaya tertentu. e. Ideologi Konsep sentral yang juga sangat berperan dalam analisis wacana kritis adalah ideologi. Hal ini dikarenakan teks maupun bentuk lainnya tersebut adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka. Wacana dalam hal ini dipandang Van Dijk sebagai medium melalui kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang dimiliki. Kelima karakteristik di atas merupakan suatu karakteristik umum dari wacana kritis. 12 Karakteristis tersebut menggambarkan wacana sebagai praktik sosial yang menyebabkan suatu hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya serta menampilkan efek ideologi yang ada. Berdasarkan kelima karakterisktik wacana di atas, dapat dipahami bahwa wacana terkait dengan berbagai aspek yang berada sebagai latar belakangnya. Wacana erat kaitannya dengan tindakan, konteks, historis, kekuasaan, dan ideologi. Artinya, dalam suatu bangunan wacana yang dibangun oleh Abdurahman Wahid dalam teks pidato kepresidenannya, terdapat pula aspek-aspek yang melatar belakanginya. 12 Ibid., hal. 8-14. 15 Melalui analisis wacana dapat melihat aspek-aspek yang terkait dan mempengaruhi wacana tersebut terbentuk. Dalam hal ini, teks pidato yang terbentuk atas wacana yang ada merupakan aspek yang ditelisik melalui penelitian ini. Wacana merupakan suatu elemen yang kemudian menghasilkan berbagai produk, salah satunya dapat berupa ideologi. Melalui wacana yang dibangun, dapat terbentuk suatu makna ideologi dan kekuasaan tertentu.13 Dengan kata lain ideologi dan kekuasaan bisa diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur bahasa yang dipakai. Dalam analisis wacana kritis, wacana tidak semata-mata dipahami sebagi studi bahasa. Pada akhirnya, memang analisis wacana kritis menggunakan bahasa dalam teks yang dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis dalam analisis wacana kritis berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa yang dianalisis oleh analisis wacana kritis bukan menggambarkan aspek bahasa saja, tetapi juga menghubungkannya dengan konteks. Konteks dalam hal ini berarti bahasa dipakai untuk tujuan tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan. 14 13 Ibid., hal. 14. 14 Ibid., hal. 7. 16 B. Pidato Kenegaraan 1. Pengertian Pidato Kenegaraan Pidato kenegaraan adalah pidato yang disampaikan oleh kepala negara/presiden di depan DPR/MPR atau pidato resmi kepala negara. 15 Untuk menyampaikan suatu masalah dan mencapai suatu tujuan tertentu.16 Pada tataran seperti itu, menurut hemat penulis pidato yang disampaikan oleh presiden di istana negara dalam bingkai formal mempunyai tujuan yang terselubung dan sangat besar. Bahasa pidato yang digunakan oleh seorang presiden tidak lepas dengan dari bahasa yang bersifat kearah persuasif dalam rangka untuk membangun sebuah presefsi dan asumsi yang sama. Struktur maupun sistematis kalimatpun sangat diperhatikan untuk menghindari kegagalan-kegagalan yang tidak diinginkan, seperti kesalah pahaman pendengar atau khalayak dalam meinterpretasikan tujuan yang ingin disampaikan. Sehingga menjadi sebuah wacana yang mengembang dalam masyarakat. Dari pandangan di atas dapat dipahami bahwa pidato kenegaraan merupakan media komunikasi resmi seorang negarawan atau pejabat negara di hadapan publik. Pidato ini merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang pemimpin dengan sasaran yang sangat luas. Komunikasi negarawan ini ditujukan kepada semua komponen, bukan 15 http://www.kamusbesar.com/56141/pidato-kenegaraan#arti. Diakses pada malam sabtu tanggal 5 April 2012 pukul 19:30 di warnet Nafil jalan G.Obos XII. 16 Dedy Rusmandi, Tekhnik dan Cara Berpidato, cet II, 1992, Sinar Baru, Bandung, hal. 1 17 hanya pada khalayak sasaran yang hadir pada suatu acara, melainkan juga kepada semua pihak yang tidak secara langsung menghadiri acara tersebut. Pidato kenegaraan dilakukan secara formal, sehingga memerlukan teks tertulis yang menggunakan bahasa baku. Pidato kenegaraan dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi antara pemimpin dengan rakyatnya. Seiring dengan perkembangan media komunikasi, pidato ini dapat dipancarluaskan secara langsung melalui media massa elektronik dan disampaikan secara cepat melalui media cetak. Komunikasi ini makin bertambah efektif, karena aksesibilitas masyarakat yang memiliki kepedulian pada kepentingan bangsa dan negara sangat mudah dilakukan melalui media teknologi.17 Pidato kenegaraan merupakan bukti sejarah perkembangan suatu masyarakat. Dalam pidato ini tertuang perspektif negara, pemerintahan, atau pemimpin terhadap perkembangan suatu masyarakat yang dipimpinnya. Pidato ini dapat direkam secara visual dan audial sehingga dapat menjadikannya sebagai bukti sejarah. Generasi mendatang dapat mengetahui sejarah yang terjadi pada suatu kurun waktu dari naskah pidato yang terdokumentasi. 18 Berdasarkan paparan di atas, makna pidato kenegaraan demikian penting sehingga perlu dirancang dalam bentuk naskah pidato yang benar, prima, dan multifungsi. Rancangan naskah pidato kenegaraan, selain harus 17 18 http://phianz1989.blogspot.com/2011/10/analisis-keutuhan-wacana-pidato.html Ibid. 18 memerhatikan norma resmi kenegaraan juga menggunakan media (baik bahasa Indonesia maupun Inggris) secara benar. Naskah pidato kenegaraan harus dirancang dengan bahasa yang lugas, objektif, cermat, dan cendekia agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam penafsiran yang dilakukan oleh khalayak pendengar. 2. Ciri-ciri Pidato Kenegaraan Menggunakan bahasa ragam baku. Penggunaan ragam baku ini karena sifat naskah pidato bersifat resmi (dalam konteks formal). Bahasa yang digunakan dalam naskah pidato itu bersifat resmi dan termasuk ke dalam bahasa standar. Ragam baku digunakan untuk (1) berkomunikasi yang bersifat resmi, (2) berkomunikasi dalam bidang pendidikan dan pembelajaran, (3) berbicara di muka umum, (4) berbicara dengan orangorang yang dihormati, dan menguraikan ilmu pengetahuan dan menulis karya ilmiah.19 Bahasa ragam baku itu memiliki sifat (1) kemantapan dinamis, (2) kecendekiaan, dan (3) penyeragaman. 20 Kemantapan dinamis berarti bahwa ragam baku memiliki kaidah yang tetap. Meskipun tetap namun bukan berarti tidak mengalami perubahan. Ragam baku tidak dapat berubah setiap saat. Sifat cendekia merupakan ragam baku karena ragam baku mengungkapkan penalaran atau pemikiran yang teratur, logis, dan dapat dipahami oleh akal. Selain itu, ragam baku berarti menggunakan 19 Suwito. Pengantar Awal Sosiolinguistik (Teori dan Problema), Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 1983, hal. 159. 20 Alwi dkk, Tata Pustaka, 1998, hal. 13-14 Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai 19 kaidah yang seragam dalam memaknai bahasa komunikasi sehingga tidak terjadi penafsiran berbeda. Ragam baku berfungsi sebagai (1) pemersatu, (2) pemberi kekhasan, (3) pembawa kewibawaan, dan (4) kerangka acuan. C. Komunikasi Politik 1. Definisi Komunikasi Politik Komunikasi politik berasal dari dua kata yang berbeda yaitu komunikasi dan politik. Meskipun berbeda namun dalam realitas tatanan pemeritah kedua kata tersebut susah untuk dipisahkan. Kedua unsur tersebut merupakan satu kesatuan. Saling ketergantungan antara satu dengan yang lainya. Untuk itu penulis terlebih dahulu menjelaskan tentang komunikasi. Secara etimologis komunikasi berasal dari kata latin yakni communicare yang artinya berpatisipasi atau memberikan, 21 dan communis yang berarti membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. sejalan dengan itu, mengutip pendapat Aristoteles dalam buku Komunikasi Politik (konsep, teori dan strategi) yang ditulis oleh Hafied Cangara, komunikasi adalah “siapa mengatakan apa kepada siapa”.22 Senada dengan pendapat Aristoteles, menurut penulis komunikasi adalah sebuah proses transformasi pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan metode-metode 21 Mohammad Zamroni, Filsafat Komunikasi…, hal. 4. 22 Hafied Cangara, Komunikasi Politik (Konsep, Teori dan Strategi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011, hal. 14. 20 tertentu untuk proses berkomunikasi. Siapa yang menjadi komukator, siapa yang menjadi komunikan dan apa isi pesan yang disampaikan. Sedangkan politik adalah ilmu yang mempelajari tentang kenegaraan.23 Mengutip pendapat Budiarjo dalam Hafied Cangara, politik adalah kegiatan yang dilakukan dalam suatu negara menyangkut proses menentukan tujuan dan pelaksanaan tujuan tersebut. Untuk melaksanakan tujuan tersebut diperlukan kebijakan umum (public policy) yang mengatur sumber alokasi yang ada. Dan untuk melaksankan kebijakan itu perlu ada kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang bisa timbul setiap saat.24 Dari uraian di atas menurut hemat penulis bahwa politik adalah sebuah ide, taktik, tekhnik yang dimiliki dan dimainkan oleh seseorang atau juga disebut politikus. Untuk mencapai sebuah kekuasaan dan kewenangan dengan menggunakan berbagai metode, baik yang terstruktur maupun tidak. Jadi pengertian komunikasi politik adalah sebuah studi yang interdisiplinari dibangun atas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi dan politik.25 Komunikasi politik menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik rakyat yang menjadi 23 Ibid., hal. 23. 24 Ibid., hal. 24. 25 Ibid., hal. 12. 21 input sistem politik, dan pada saat yang sama, ia juga menyalurkan kebijakan-kebijakan yang diambil atau output sistem politik itu.26 Lebih lanjut Dahlan menjelaskan dalam Hafied Cangara, komunikasi dan politik ialah suatu bidang atau disiplin yang menelaah perilaku kegiatan komunikasi yang bersifat politik, mempunyai sebab akibat politik, atau berpengaruh terhadap perilaku politik.27 Dalam buku Introduction to Political Communikation oleh McNair dinyatakan bahwa “Political Comunikation as pure discussion about the allocation of public resources (revenues), official authority (who is given the power to make legal, legislative and executive decision), and official sanction (what the state reward or punishes)”. Jadi komunikasi politik menurut McNair adalah murni membicarakan tentang alokasi sumber daya publik yang memiliki nilai apakah itu nilai kekuasaan atau ekonomi, petugas yang memiliki kewenangan untuk memberi kekuasaan dan keputusan dalam pembuatan undang-undang atau peraturan apakah itu legislatif, atau eksekutif serta sangsi-sangsi.28 Dalam bukunya Dinamika Komunikasi Onong Uncjana Effendi mengutif pendapat Leh Lord Windlesham mengemukakan bahwa komunikasi politik adalah; 26 Samsul Rani, “Paradigma Komunikasi Tentang Politik Syar’I”, dalam Al-hadadharah Jurnal ilmiah Ilmu Dakwah, Vol. 8, No. 15, Januari-Juni 2009, hal. 159. 27 Hafied Cangara, Komunikasi Politik…, hal. 29. 28 Ibid., hal. 30. 22 “Political communication is the deliberade passing of a political message by a sender to a receiver with the intention of making the receiver behave in a way that minght not otherwise have done” [ Komunikasi politik adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan tujuan membuat komunikasi berprilaku tertentu ]29 Dalam hal ini Windlesham lebih jauh mendefinisikan komunikasi politik bahwa, sebelum suatu pesan politik dapat dikontruksikan untuk disampaikan kepada komunikan dengan tujuan mempengaruhinya, disitu harus terdapat keputusan politik yang dirumuskan berdasarkan berbagai pertimbangan. Lebih lanjut Susanto mendefinisikan komunikasi politik adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang ditentukan bersama. 30 Dari beberapa pengertian di atas yang telah dikemukakan maka komunikasi politik dapat diartikan sebagai suatu proses komunikasi yang memiliki implikasi atau konsekuensi terhadap aktivitas politik. Faktor ini pula yang membedakan dengan ilmu komunikasi yang lainya. Perbedaan itu terletak kepada isi pesan yang disampaikan. Artinya, komunikasi politik memiliki pesan yang bermuatkan politik dan sebagai jembatan untuk menyampaiakn pesan-pesan yang dapat memfungsikan kekuasaan, 29 Onong Uncjana Effendi, Dinamika Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2000, hal. 158. 30 Engkus Kuswarna dkk, Membangun Ilmu Komunikasi yang Multidisipliner, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011, hal. 413-414. 23 sebab dalam kehidupan bernegara setiap individu memerlukan informasi terutama mengenai kegiatan masing-masing pihak menurut fungsinya. 2. Unsur-unsur Komunikasi Politik Dalam bukunya Komunikasi Politik Hafied Cangara mengutip pendapat Nimmo bahwa ada lima unsur komunikasi politik. 31 Yang mana di antara lima unsur tersebut merupakan sebuah kewajiban dalam berkomunikasi. a. Komunikator Politik Sumber atau komunikator politik adalah mereka-mereka yang dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang mengandung makna atau bobot politik , misalnya Presiden, Menteri, anggota DPR, MPR, KPU, Gubernur, Bupati dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan kelompok-kelompok penekan dalam pemerintahan yang bisa mempengaruhi sirklusnya pemerintahan. b. Pesan Politik Pesan politik ialah pernyataan yang disampaikan baik secara tertulis maupun tidak tertulis, baik secara verbal maupun tidak verbal, tersembunyi maupun terang-terangan, baik yang disadari maupun yang tidak disadari yang isinya mengandung bobot politik. c. Saluran atau Media Politik Saluran atau media ialah alat atau sarana yang digunakan oleh para komunikasi dalam menyampaiakn pesan-pesan politiknya. Misalnya 31 Hafied Cangara, Komunikasi Politik…, hal. 31. 24 melalui media cetak; Surat kabar, tabloid, majalah, buku. Media elektronik; Film, radio, televise, video, computer dan internet. Saluran komunikasi kelompok; Partai politik, organisasi profesi, ikatan alumni, organisasi sosial keagamaan, karang taruna, kelompok pengajian dll. Saluran komunikasi sosial; misalnya pesta perkawinan, acara sunatan, arisan dan pertunjukan wayang dan lain-lain. d. Sasaran atau Target Politik Dalam hal ini yang menjadi sasaran dalam politik adalah masyarakat yang mana diharapkan dapat memberikan dukungan dalam bentuk pemberian suara (vote) kepada partai atau kandidat dalam pemilihan umum. Sasaran tersebut tidak menunjukan kepada strata sosial seluruh mayarakat berhak menentukan suara tanpa ada intervensi dan intimidasi dari pihak lain. e. Pengaruh atau Efek Komunikasi Politik Yang menjadi target utama politik adalah efek atau pengaruh dari masyarakat setelah mendengarkan pesan-pesan yang disampaiakn oleh komunikator politik. Efek tersebut diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap partai politik dan sistem pemerintahan, dimana nuansanya akan bermuara pada pemberian suara (vote) dalam pilihan umum. Pilihan suara ini sangat menentukan terpilih atau tidaknya seorang kandidat atau partai politik untuk menduduki kursi di dalam pemerintahan. Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 25 3. Fungsi Komunikasi Politik Dalam bukunya Komunikasi Politik Hafied Cangara mengutip pendapat Mc Nail bahwa ada lima fungsi komunikasi politik.32 a. Memberikan informasi kepada masyarakat apa yang terjadi disekitarnya. b. Mendidik masyarakat terhadap arti dari signifikansi fakta yang ada. c. Menyediakan diri sebagai platform untuk menampung masalahmasalah. politik sehingga bisa menjadi wacana dalam membentuk opini publik dan mengembalikan hasil opini itu kepada masyarakat. d. Membuat publikasi yang ditujukan kepada pemerintah dan lembagalembaga politik. e. Dalam masyarakat yang demokratis, maka media politik berfungsi sebagai saluran advokasi yang bisa membantu agar kebijakan dan program-program lembaga politik dapat disalurkan kepada media massa. D. Riset Sebelumnya Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian yang mengungkap tentang komunikasi politik dalam teks pidato Presiden Abdurrahman Wahid belum pernah diadakan sebelumnya oleh mahasiswa STAIN Palangka Raya. Namun, ada beberapa penelitian yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini, dalam internet antara lain : Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan 32 Ibid., hal. 33. 26 oleh beberapa mahasiswa disejuhlah universitas dan perguruan tinggi diantaranya: - Cukup Islamiarso, Pendidikan Islam Berwawasan Keindonesiaan ( Telaah Kritis Pribumisasi Islam Pemikiran Abdurrahman Wahid), jurusan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2009. - Soehibul Aimin Na’im, Pribumisasi Islam di Indonesia dalam Pemikiran Gus Dur, jurusan Aqidah dan Filsafat, Fakultas Ushuludin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2007. - Kesan Asari, Pemikiran Abdurrahman Wahid tentang PendidikanIslam di Pesantren, jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islma Negeri sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2003. - Imam Akhsani, Konsep Pluralisme Abdurrahman Wahid (dalam Perspektif Pendidikan Islam), Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005. Kajian yang dilakukan oleh penulis ini berbeda dari mereka di atas, karena kajian ini menempatkan Gus Dur sebagai teks yang hidup didalam wacana pergumulan politik Indonesia kontemporer. Secara spesifik, perbedaan-perbedaan tersebut meliputi: 1. Kajian ini merupakan upaya menemukan akar ideologis atas eksprementasi Gus Dur dalam melakukan manuver komunikasi politiknya. 2. Melakukan kajian mikro, makro dan messo terhadap teks pidato kenegaraan Gus Dur dalam konteks demokrasi, pluralisme, liberalisme, sebagai upaya merekontruksi dan menemukan akar 27 kritisisme dan proses komunikasi politik Gus Dur terhadap permasalahan yang terjadi. E. Kerangka Pikir Jabatan kepresidenan itulah yang menjadi tolak ukur untuk melihat kelihaian Gus Dur dalam melakukan gerakan politik, yang mana memang diakui kawan maupun lawan. Bagi sebagian orang pemikiran dan perilaku politik Gus Dur dinilai dapat menjadi khasanah dalam dinamika pemikiran politik di Indonesia. Salah satunya yang patut diperhitungkan dalam sejarah dalam pemikiran politik adalah kemampuannya membangun intelektualisme dan aktivisme , yang jarang dilakukan oleh para kiai di lingkungannya. Sebagai seorang pemikir, Gus Dur mampu merepresentasikan ide-idenya secara produktif melalui teks-teks pidato kenegaraan. Dalam menuangkan idenya, Gus Dur dipandang sebagai penulis yang komunikatif. Dari segi bahasa, tulisan Gus Dur yang di manifestasikan melalui teks-teks pidato kenegaraan enak dibaca, karena menggunakan bahasa yang enak, sederhana dan lancar bahkan komunikatif. Dengan kata lain materi dalam teks-teks pidato kenegaraan pembaca diajak untuk berfikir seimbang, karena argumen-argumen yang diajukannya berasal dari dua kutub, yaitu unsur agama dan unsur sekuler. Beranjak dari uraian di atas maka untuk mempermudah bagi para pembaca dalam mengambil benang merah dalam pembahahasan ini maka penulis gambarkan dengan menggunakan bagan di bawah ini. 28