BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Manajemen dalam Proyek Konstruksi Dalam suatu proyek konstruksi, terdapat sangat banyak kegiatan proyek yang mungkin dapat terjadi. Untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin dapat memperlambat proses kegiatan konstruksi pada proyek, maka dibutuhkan cara pengelolaan yang disebut dengan manajemen proyek. Manajemen proyek tumbuh karena adanya dorongan untuk mencari pendekatan pengelolaan yang sesuai dengan standar/rencana pada proyek. Manajemen proyek merupakan suatu kegiatan yang berbeda dengan kegiatan operasional rutin. Menurut Soeharto (1997), manajemen proyek adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin, dan mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah ditentukan. Lebih detailnya, manajemen proyek menggunakan suatu system pendekatan dan hirarki (arus kegiatan) vertikal maupun horizontal. Menurut Siswanto (2007), dalam manajemen proyek, penentuan waktu penyelesaian kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan awal yang sangat penting dalam proses perencanaan karena penentuan waktu tersebut akan menjadi dasar bagi perencanaan yang lain, yaitu: 1. Penyusunan jadwal (scheduling), anggaran (budgeting), kebutuhan sumber daya manusia (manpower planning), dan sumber organisasi yang lain. 2. Proses pengendalian (controlling). Menurut Heizer dan Render (2005), manajemen proyek meliputi tiga fase, yaitu: 1. Perencanaan Fase ini mencakup penetapan sasaran, mendefinisikan proyek, dan organisasi timnya. 2. Penjadwalan Fase ini menghubungkan orang, uang, dan bahan untuk kegiatan khusus dan menghubungkan masing-masing kegiatan satu dengan yang lainnya. 3. Pengendalian 27 Perusahaan mengawasi sumber daya, biaya, kualitas, dan anggaran. Perusahaan juga merevisi atau mengubah rencana dan menggeser atau mengelola kembali sumber daya agar dapat memenuhi kebutuhan waktu dan biaya. Tujuan manajemen dalam proyek konstruksi adalah untuk mengelola pelaksanaan dari suatu proyek konstruksi sehingga memperoleh hasil yang optimal sesuai dengan persyaratan yang diinginkan oleh pemilik proyek, persyaratanpersyaratan yang dimaksudkan ini biasanya terkait dengan waktu pelaksanaan, biaya konstruksi, dan mutu bangunan konstruksi. Sehingga pengawasan terhadap waktu, biaya, dan mutu bangunan konstruksi mulai dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan harus diperhatikan dengan baik. Selain itu, menurut Handoko (1999) menyatakan tujuan menajemen proyek adalah sebagai berikut: 1. Tepat waktu (on time) yaitu waktu atau jadwal yang merupakan salah satu sasaran utama proyek, keterlambatan akan mengakibatkan kerugian, seperti penambahan biaya, kehilangan kesempatan produk memasuki pasar. 2. Tepat anggaran (on budget) yaitu biaya yang harus dikeluarkan sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan. 3. Tepat spesifikasi (on spesification) dimana proyek harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. 2.2 Metode Pelaksanaan Konstruksi Manajemen proyek memiliki fungsi dasar sebagai pengelolaan lingkup kerja, waktu, biaya, dan mutu. Selain itu, manajemen proyek berfungsi sebagai pengelola dalam pelaksanaan dari suatu proyek konstruksi sehingga memperoleh hasil yang optimal. Dalam pengelolaan tersebut, agar mendapat hasil yang sesuai maka dibutuhkan suatu metode pelaksanaan konstruksi yang sesuai dengan proyek konstruksi. Dalam pembangunan gedung bertingkat banyak, diperlukan metode yang dapat digunakan untuk mencapai hasil yang sesuai (Dedy W, Dkk., 2012). Pada penelitian ini akan dibahas tentang metode pracetak yang digunakan pada proyek aeropolis. Berikut merupakan penjelasan umum mengenai metode konvensional dan metode pracetak. 28 2.2.1 Metode Konvensional Metode konvensional merupakan metode yang paling sering dijumpai dalam suatu proyek konstruksi, dimana seluruh komponen bangunannya dicor di lapangan atau lokasi pengecoran. Menurut Ervianto (2006), beton konvensional adalah suatu komponen struktur yang paling utama dalam sebuah bangunan. Suatu struktur kolom dirancang untuk bisa menahan beban aksial tekan. Beton konvensional dalam pembuatannya direncanakan terlebih dahulu, semua pekerjaan pembetonan dilakukan secara manual dengan merangkai tulangan pada bangunan yang dibuat. Pembetonan konvensional memerlukan biaya bekisting, biaya upah pekerja yang cukup banyak. Adapun keunggulan dari beton konvensional 1. Mudah dan umum dalam pengerjaan di lapangan 2. Mudah dibentuk dalam berbagai penampang 3. Perhitungan relatif mudah dan umum 4. Sambungan balok, kolom dan plat lantai bersifat monolit (terikat penuh). Beton konvensional mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut: 1. Diperlukan tenaga buruh lebih banyak, relatif lebih mahal. 2. Pemakaian bekisting relatif lebih banyak 3. Pekerjaan dalam pembangunan agak lama karena pengerjaannya berurutan saling tergantung dengan pekerjaan lainya. 4. Terpengaruh oleh cuaca, apabila hujan pengerjaan pengecoran tidak dapat dilakukan. 2.2.2 Metode Pracetak Metode pracetak adalah sebuah metode dimana komponen-komponen seperti kolom, balok, pelat lantai, tidak dicetak langsung ditempat atau dicor pada tempat pemasangan komponen tersebut, melainkan dicetak di lokasi pabrikasi. Karena percetakan dari komponen-komponen ini dilakukan di pabrik, maka dapat mempermudah proses pengecorannya dan memberikan waktu terhadap komponenkomponen tersebut untuk mencapai kuat tekan rencana sebelum dilakukan pemasangan. Sehingga dalam proses pembangunan, komponen-komponen pracetak ini dirangkai dengan komponen lainnya sehingga menjadi sebuah bangunan gedung. Karena metode ini dilakukan di lokasi pabrikasi (baik pabrik maupun area producing di lapangan), maka mutu dari komponen-komponen struktur tersebut dapat terjaga dengan baik. Namun metode pracetak ini dapat digunakan jika jumlah 29 bentuk komponennya tipikal/mirip sehingga menghemat penggunaan formwork. Berikut merupakan garis besar dari metode pracetak. 1. Pembuatan beton pracetak Proses dari pabrikasi beton pracetak terbagi dalam tiga tahapan, yaitu : a. Tahap Desain Dalam tahap ini proses fabrikasi beton pracetak didesain dimensi, kuat tekan, dan lainnya sesuai dengan permintaan konstruksi. Syarat yang harus dipenuhi dalam tahap desain ini adalah syarat kekuatan, kekakuan, dan kesstablian pada masa layan. b. Tahap Produksi Tahap produksi terdiri dari : - Persiapan - Pabrikasi tulangan dan cetakan - Pengadukan beton - Pengecoran beton - Pemindahan beton yang baru selesai dicor - Pemadatan beton - Finishing / repairing beton - Curing beton Ada beberapa hal yang mendapat perhatian penting pada saat tahap produksi, yaitu : - Desain dari produk yang akan dibuat - Mutu bahan pembuatan beton - Mutu cetakan beton - Kuat tekan beton - Dimensi dari beton - Posisi pemasangan - Perawatan beton - Pemindahan dan penyimpanan beton - Pendataan c. Tahap Pasca Produksi Tahap pasca produksi ini mencakup hal-hal sebagai berikut : - Penanganan 30 - Penyimpanan - Penumpukan - Pengiriman - Pemasangan di lapangan 2. Metode pemasangan Ada beberapa prinsip dalam pemasangan beton pracetak, yaitu : a. Cara pemasangan perbagian (vertikal) - Dilakukan trave per trave - Cocok untuk bangunan dengan luas lantai besar - Perlu landasan yang kuat - Lengan momen untuk tower crane tidak terlalu besar - Biasa untuk 3 sampai 5 tingkat b. Cara pemasangan perlapis (horizontal) - Dilakukan lantai perlantai - Perlu tower crane yang dapat menggapai seluruh bagian bangunan - Karena momen crane yang besar, sehingga berat komponen menjadi terbatas terutama untuk plat lantai - Crane yang digunakan adalah crane putar - Diperlukan penunjang kolom selama pemasangan c. Cara pemasangan lift slab - Kolom menerus pelat lantai dicor satu diatas yang lain - Alat pengangkat hidraulis - Perlu pasak untuk mengunci dalam pemasangan d. Cara pemasangan jack block - Lantai teratas disiapkan diatas permukaan tanah, kemudian hidraulis jack dipasang dibawah komponen pendukung vertikal - Dengan mengatur secara berganti penggunaan hidraulis jack dan penempatan penunjang (dari blok beton) seluruh komponen diangkat keatas - Setelah mencapai ketinggian lantai yang diinginkan, lantai berikutnya dipersiapkan di permukaan tanah - Dilanjutkan hingga lantai paling bawah e. Cara pemasangan kombinasi 31 - Menggunakan berbagai cara dalam pemasangannya 3. Klasifikasi system pracetak Klasifikasi dari system pracetak sebagai komponen struktur, yaitu : a. Tiang pancang beton dan system sambungan b. Pelat lantai pracetak c. Dinding luar (skin wall) d. Komponen tangga (Precast stair) e. Girder jembatan dan jalan layang f. Turap Sebagai system struktur, yaitu : 4. a. System waffle crete b. System column-slab c. System L shape wall d. System all load bearing wall e. System bangunan jasubakim f. System bresphaka g. System cerucuk matras beton Kelebihan dan kekurangan Metode Pracetak Menurut Dinariana, D., Dkk. (2011) kelebihan dari metode ini adalah sebagai berikut : a. Sistem ini memungkinkan terjadinya quality control yang baik : - Pada metode pracetak karna pengecoran dilaksanakan di area pabrikasi, maka komponen beton pracetak menjadi lebih mudah untuk dikerjakan sehingga hasil produksi dari beton dapat terukur dengan baik. - Metode pemasangan yang telah ditentukan terlebih dahulu sehingga pemasangan komponen menjadi lebih mudah dan berpengaruh terhadap kualitas struktur. b. Pelaksanaan lebih singkat - Komponen-komponen pracetak dapat langsung diproduksi bersamaan dengan pelaksanaan struktur. - Karena komponen pracetak telah mendapat waktu yang cukup untuk pemadatan maka pada saat pelaksanaan struktur atas, struktur yang dibawahny sudah dapat dilakukan pekerjaan finishing arsitektur 32 c. Ramah lingkungan : - Penggunaan material kayu sebagai bekisting komponen-komponen struktur menjadi lebih sedikit. - Limbah material sangat sedikit. - Dengan menggunakan metode pracetak, proses pembangunan komponen-komponen yang telah dibuat hanya perlu dirakit satu sama lainnya sehingga meminimalkan gangguan polusi suara dan udara. d. Berkurangnya pengaruh dari cuaca terhadap pekerjaan - Karena komponen-komponen struktur yang dicetak di area pabrikasi, maka tidak ada pengaruh cuaca terhadap pekerjaan produksi e. Lebih ekonomis dari segi biaya - Dengan quality control yang lebih baik, makan faktor keamanan dapat diturunkan menjadi lebih efisien dan aman. - Berkurangnya penggunaan material kayu untuk bekisting dan perancah (scaffold). - Karena komponen-komponen struktur dicetak di area pabrikasi, maka dapat langsung dicetak dalam jumlah yang besar sehingga dapat mempersingkat waktu konstruksi total. - Meningkatkan produktivitas tenaga kerja di lapangan. Sedangkan untuk kekurangan dari metode pracetak adalah sebagai berikut : a. Analisa yang lebih rumit : - Sistem instalasi harus dipikirkan dengan cermat sehingga komponenkomponen tersebut dapat dipasang dengan mudah. - Diperlukan perhitungan dalam system sambungan. b. Membutuhkan investasi yang besar dan teknologi yang maju - Membutuhkan area yang cukup luas untuk menjadi area pabrikasi beton. - Beton diproduksi langsung dalam jumlah yang besar sehingga membutuhkan modal yang besar. c. Dibutuhkan kemahiran dan ketelitian - Komponen-komponen harus dibuat sedemikian mungkin sehingga pas saat dipasang. Pengawasan terhadap kualitas pekerjaan dengan system pracetak akan dapat dipenuhi jika kualitis pekerjaan elemen pracetak pada waktu diproduksi dan dikirim 33 ke site dalam kondisi baik dan benar. Komponen-komponen elemen pracetak memegang peran yang penting untuk menghasilkan struktur bangunan yang memenuhi standar. Secara umum untuk menentukan kualitas pemasangan elemen pracetak, perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Toleransi produk 2. Tipe elemen pracetak yang akan digunakan 3. Ukuran elemen pracetak 4. Lokasi elemen pracetak yang akan dipasang 5. Fungsi dari elemen pracetak 6. Volume elemen dari pracetak 7. Pemasangan 8. Elemen pendukung lain yang digabung dengan elemen pracetak (seperti baut, angkur, dll) Pengawasan terhadap kualitas pekerjaan dengan system pracetak akan dapat dipenuhi jika kualitas pekerjaan elemen pracetak pada waktu diproduksi dan dikirim ke site dalam kondisi baik dan benar 2.3 Project Planning dan Controlling dalam Proyek Konstruksi Pelaksanaan atau pekerjaan sebuah proyek konstruksi dimulai dengan penyusunan perencanaan, penyusunan jadwal (penjadwalan) dan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan perencanaan diperlukan pengendalian. Sebelum pembahasan lebih lanjut maka pengertian dari ketiga kegiatan pokok itu diberikan sebagai dasar pemikiran lebih lanjut. 2.3.1 Project Planning dalam Konstruksi Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya. Perencanaan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan (Soeharto, 1997). Secara garis besar, perencanaan berfungsi untuk meletakkan dasar sasaran proyek, yaitu penjadwalan, anggaran dan mutu. Pengertian di atas menekankan bahwa perencanaan merupakan suatu proses, ini berarti perencanaan tersebut mengalami tahap-tahap pengerjaan tertentu Tahaptahap pekerjaan itu yang disebut proses. Dalam menyusun suatu perencanaan yang lengkap minimal meliputi : 1. Menentukan tujuan 34 Tujuan dimaksudkan sebagai pedoman yang memberikan arah gerak dari kegiatan yang akan dilakukan. 2. Menentukan sasaran Sasaran adalah titik-titik tertentu yang perlu dicapai untuk mewujudkan suatu tujuan yang lelah ditetapkan sebelumnya 3. Mengkaji posisi awal terhadap tujuan Untuk mengetahui sejauh mana kesiapan dan posisi maka perlu diadakan kajian terhadap posisi dan situasi awal terhadap tujuan dan sasaran yang hendak dicapai 4. Memilih alternatif Selalu tersedia beberapa alternatif yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran. Karenanya memilih alternatif yang paling sesuai untuk suatu kegiatan yang hendak dilakukan memerlukan kejelian dan pengkajian perlu dilakukan agar alternatif yang dipilih tidak merugikan kelak. 5. Menyusun rangkaian langkah untuk mencapai tujuan Proses ini terdiri dari penetapan langkah terbaik yang mungkin dapat dilaksanakan setelah memperhatikan berbagai batasan. Tahapan perencanaan di atas merupakan suatu rangkaian proses yang dilakukan sesuai urutannya. Dari proses tersebut perencanaan disusun dan selanjutnya dilakukan penjadwalan. 2.3.2 Penjadwalan Penjadwalan dalam pengertian proyek konstruksi merupakan perangkat untuk menentukan aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek dalam urutan serta kerangka waktu tertentu, dalam mana setiap aktivitas harus dilaksanakan agar proyek selesai tepat waktu dengan biaya yang ekonomis (Callahan, 1992). Penjadwalan meliputi tenaga kerja, material, peralatan, keuangan, dan waktu. Dengan penjadwalan yang tepat maka beberapa macam kerugian dapat dihindarkan seperti keterlambatan, pembengkakan biaya, dan perselisihan. Ada beberapa metode dalam penjadwalan proyek yang dapat digunakan untuk mengelola waktu dan sumber daya proyek. Tiap-tiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan. Penentuan penggunaan suatu metode tersebut didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap kinerja penjadwalan. Kinerja penjadwalan akan berpengaruh terhadap kinerja biaya dan juga terhadap kinerja proyek secara 35 keseluruhan. Bila terjadi penyimpangan terhadap rencana semula, maka harus dilakukan evaluasi dan tindakan koreksi agar proyek tetap pada kondisi yang diinginkan. Menurut Abrar Husein (2009), terdapat beberapa metode penjadwalan proyek sebagai berikut. 1. Waktu dan Durasi Kegiatan Terdapat dua perbedaan dalam konteks penjadwalan, yaitu waktu (time) dan kurun waktu (duration). Waktu menyatakan siang/malam, sedangkan durasi menyatakan lamanya suatu kegiatan berlangsung seperti lamanya waktu kerja dalam satu hari adalah 8 atau 9 jam. Menentukan durasi suatu kegiatan pada umumnya didasari oleh volume pekerjaan dan produktifitas kelompok kerja (SDM) dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Produktifitas ini di dapat dari pengalaman pekerja melakukan suatu kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. Sebaga contoh, kemampuan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaan plesteran pada dinding bata rata-rata adalah 20 m2/hari, sehingga produktifitas atau koefisien pekerja tersebut adalah 20 m2/hari. Dan dengan volume pekerjaan plesteran dinding bata sebesar 320 m2, maka durasi pekerjaan plesteran dinding bata adalah sebagai berikut : Durasi pekerjaan = Volume pekerjaan / koefisien pekerja = 320 / 20 = 16 hari. Jika produktifitas pekerja untuk pekerjaan plesteran pada dinding bata ratarata adalah 2,5 m2/hari sedangkan volume pekerjaannya adalah 320 m2, maka perhitungan untuk mencari durasi adalah sebagai berikut : Durasi pekerjaan = Volume pekerjaan / produktifitas pekerja = 320 / 2,5 = 128 jam Dan bila waktu kerja dalam satu hari adalah 8 jam, maka : Durasi pekerjaan 2. = 128 jam / 8 jam = 16 hari Bagan Balok atau Bar chart Bar chart atau yang biasa disebut dengan Gantt Chart ditemukan oleh Gantt dan Frederick W. Taylor dalam bentuk bagan balok dengan panjang balok sebagai respresentasi dari durasi setiap pekerjaan. Format dari bar chart ini mudah dibaca dan efektif untuk komunikasi serta dapat dibuat dengan mudah dan sederhana. Bagan balok terdiri dari sumbu x yang menyatakan satuan waktu dalam hari, minggu, atau 36 bulan sebagai durasinya. Sedangkan sumbu y yang menyatakan kegiatan atau paket kerja dari lingkup proyek. Pada bagan ini juga dapat ditentukan baseline sebagai target yang harus diperhatikan guna kelancaran produktifitas proyek secara keseluruhan. Untuk proses pembaharuan, bagan balok dapat diperpendek atau diperpanjang dengan memperhatikan total float nya. Namun, penyajian informasi dari bagan balok agak terbatas seperti pada hubungan antar kegiatak tidak jelas dan lintas kritis kegiatan proyek tidak dapat diketahui. Karena urutan kegiatan kurang terperinci, maka bila terjadi keterlambatan proyek, prioritas kegiatan akan di koreksi menjadi sukar dilakukan. 3. Kurva S (S-curve) Kurva S merupakan sebuah kurva yang dapat menunjukkan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu dan bibit pekerjaan yang direpresentasikan sebagai presentase kumulatif dari seluruh kegiatan proyek (Dinariana, D., Dkk., 2011). Visualisasi kurva S dapat memberikan informasi mengenai kemajuan proyek dengan membandingkannya terhadap jadwal rencana. Dari sinilah diketahui apakah ada keterlambatan atau percepatan jadwal proyek pada kondisi lapangan yang sebenarnya. Indikasi tersebut dapat menjadi informasi awal guna melakukan tindakan koreksi dalam proses pengendalian proyek. Namun, informasi yang diperoleh tidak detail dan hanya terbatas untuk menilai kemajuan pada suatu proyek saja. Untuk perbaikan lebih lanjut dan detail dapat menggunakan metode lain yang dikombinasikan seperti dengan metode bagan balok atau Network planning dengan mengupdate sumber daya maupun waktu pada masing-masing kegiatan. Untuk membuat kurva S, jumlah presentase kumulatif bobot masing-masing kegiatan pada suatu proyek di plot terhadap sumbu vertikal sehingga bila hasilnya dihubungkan dengan garis, membentuk kurva S. bentuk demikian terjadi karena volume kegiatan pada bagian awal biasanya masih sedikit, kemudian pada pertengahan meningkat dalam jumlah cukup besar dan kemudian pada bagian akhir proyek, volume kegiatan kembali mengecil. Untuk menentukan bobot pekerjaan, pendekatan yang dilakukan dapat berupa perhitungan presentase berdasarkan biaya per item pekerjaan/kegiatan di bagi total anggaran, karena suatu biaya dapat dijadikan presentase sehingga lebih mudah untuk menghitungnya. 4. Metode Penjadwalan Network Planning 37 Network diagram merupakan visualisasi proyek berdasarkan network planning. Network diagram berupa sebuah jaringan kerja yang berisi lintasanlintasan kegiatan dan urutan-urutan peristiwa yang ada selama pelaksanaan proyek. Dengan menggunakan network diagram, dapat segera diketahui kaitan atau hubungan kegiatan dengan kegiatan-kegiatan lainnya sehingga bila sebuah kegiatan terlambat, maka dapat segera dilihat kegiatan apa saja yang dipengaruhi oleh keterlambatan tersebut dan berapa besar pengaruhnya. Selain itu, dengan network diagram maka dapat diketahui kegiatan-kegiatan mana saja yang kritis sehingga dapat mengetahui tingkat kekritisannya dan menetapkan skala prioritas dalam menangani masalah-masalah yang timbul selama pelaksanaan proyek. Oleh karena itu, sebuah network diagram yang digunakan secara tepat merupakan alat yang sangat menolong dalam pelaksanaan proyek. Sehingga, ada dua syarat utama yang harus dipenuhi dalam penggunaan network planning pada pelaksanaan suatu proyek yaitu adanya network diagram yang tepat, dan penggunaan network diagram secara tepat dalam pelaksanaan proyek. Rencana kerja disusun berdasarkan urutan kegiatan dari suatu proyek sehingga tampak keterkaitan pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lainnya. Ada 3 macam diagram jaringan yang bias dipakai, yaitu : a. PERT (Project Evaluation and Reviw Technique) Metode ini pertama kali digunakan dalam proyek Sistem Rudal Polaris di Angkatan Laut Amerika Serikat. Proyek ini penuh ketidakpastian dalam hal waktu kegiatan. PERT adalah salah satu metode yang menggunakan jaringan kerja (network), di samping CPM (Critical Path Method). PERT digunakan untuk proyek-proyek yang baru dilaksanakan untuk pertama kali, di mana estimasi waktu lebih ditekankan dari pada biayanya. Menurut Mahanavami, G., (2006), ciri utama PERT adalah adanya tiga perkiraan waktu, yaitu : - Waktu pesimis (b) - Waktu paling mungkin (m) - Waktu optimis (a). Ketiga waktu perkiraan itu selanjutnya digunakan untuk menghitung waktu yang diharapkan (expected time). Waktu optimis adalah waktu minimum dari suatu kegiatan dimana segala sesuatu akan berjalan baik dan sangat kecil kemungkinan kegiatan selesai sebelum waktu ini. Waktu paling 38 mungkin adalah waktu normal untuk menyelesaikan kegiatan. Waktu ini paling sering terjadi seandainya kegiatannya bisa diulang. Sedangkan waktu pesimis adalah waktu maksimal yang diperlukan suatu kegiatan, situasi ini terjadi bila nasib buruk terjadi. Estimasi waktu-waktu tersebut diperoleh dari orang yang ahli atau orang yang akan melakukan kegiatan tersebut. Ketiga waktu estimasi tersebut berhubungan dengan bentuk distribusi beta dengan parameter a dan b pada titik akhir dan m sebagai modus, data yang paling sering terjadi (Budi S, 2009). b. CPM (Critical Path Method) Metode lintasan kritis pertama digunakan pada proyek konstruksi di perusahaan Du Pont pada tahun 1957. Metode ini lebih menekankan pada ongkos proyek. Metode ini berbeda dengan PERT yang lebih menekankan pada ketidakpastian waktu, dan untuk proyek-proyek riset dan pengembangan. Dalam CPM tidak ada pemberlakuan metode statistik untuk mengakomodasikan adanya ketidakpastian. Dalam CPM juga dibahas adanya tawar-menawar atau trade-off antara jadwal waktu dan biaya proyek. CPM mengasumsikan bahwa umur proyek bisa dipersingkat dengan penambahan sumberdaya seperti tenaga kerja, peralatan, modal untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Bila tidak ada ketentuan lain, maka waktu pelaksanaan kegiatan dianggap berada pada kondisi "Normal", waktu pelaksanaan pada kondisi normal dinamakan waktu normal (fn). Ongkos pelaksanaan suatu kegiatan pada kondisi normal dinamakan biaya normal (Cn). Penambahan tenaga kerja atau kerja lembur bias mengurangi waktu normal. Penambahan tenaga kerja tersebut berarti penambahan biaya. Waktu normal Tn biasanya merupakan waktu terpanjang bagi suatu kegiatan sedangkan biaya normal Cn adalah biaya paling murah. Bila semua sumberdaya yang dipunyai perusahaan dikerahkan sehingga suatu kegiatan bisa diselesaikan secepat mungkin, kegiatan tersebut dikatakan Crashed. Kondisi crashed tidak hanya berhubungan dengan waktu tercepat, tetapi juga dengan biaya terbesar. Dalam kondisi crashed waktu pelaksanaan kegiatannya adalah Tc, biayanya Cc (Budi S, 2009). c. PDM (Precedence Diagramming Method) Menurut Irika W (2013), Precedence Diagramming Method (PDM) merupakan salah satu teknik penjadwalan yang termasuk dalam teknik 39 penjadwalan Network Planning atau Rencana Jaringan Kerja. PDM menitikberatkan kegiatan pada node sehingga kadang disebut juga Activity on Node. Istilah 'precedence diagramming' pertama kali muncul di tahun 1964 pada perusahaan IBM. PDM merupakan versi yang lebih kompleks dari Activity on Node - AON (Callahan, 1992). Selain itu, menurut Yana, A. (2006) metode PDM dapat juga menggunakan konsep lag (jarak hari) antar kegiatan untuk lebih memudahkan dalam penjadwalan. Metode PDM menggunakan empat hubungan logis diantara aktivitas-aktivitasnya. Keempat hubungan logis tersebut, yaitu: - Finish to Start (FS) dimana hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya aktivitas berikutnya tergantung pada selesainya aktivitas sebelumnya. Selang waktu menunggu untuk dapat melanjutkan aktivitas berikutnya disebut lag, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini FSij i j Gambar 2.1 Finish to Start Jika FSij = 0 berarti aktivitas j dapat langsung dimulai setelah aktivitas i selesai. - Start to Start (SS) adalah hubungan yang menunjukkan bahwa mulainya aktivitas sesudahnya tergantung pada mulainya aktivitas sebelumnya. Selang waktu antara dimulainya kedua aktivitas tersebut disebut lag, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. i SSij j Gambar 2.2 Start to Start Jika SSij = 0 artinya kedua aktivitas (i dan j) dimulai bersamaan atau aktivitas j dapat dimulai bersamaan dengan aktivitas i. - Finish to Finish (FF) merupakan hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya aktivitas sesudahnya tergantung pada selesainya aktivitas sebelumnya. Selang waktu antara selesainya kedua aktivitas disebut lag, seperti gambar dibawah ini. 40 FFij i j Gambar 2.3 Finish to Finish Jika FFij = 0, maka kedua aktivitas tersebut selesai secara bersamaan. - Start to Finish (SF) yaitu hubungan yang menunjukkan bahwa selesainya aktivitas berikutnya terrgantung pada mulainya aktivitas sebelumnya, seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. SFij i j Gambar 2.4 Start to Finish Jika SFij = X hari berarti aktivitas j akan selesai setelah x hari dari saat dimulainya aktivitas i. adanya hubungan start to finish ini mengakibatkan bahwa pelaksanaan pekerjaan dapat dipecah (dibagi bertahap). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penjadwalan antara lain : 1. Bagi pemilik : - Mengetahui waktu mulai dan selesainya proyek. - Merencanakan aliran kas. - Mengevaluasi efek perubahan terhadap waktu penyelesaian dan biaya proyek. 2. Bagi kontraktor: - Memprediksi kapan suatu kegiatan yang spesifik dimulai dan diakhiri. - Merencanakan kebutuhan material, peralalan, dan tenaga kerja. - Mengatur waktu keterlibatan sub-kontraktor. - Menghindari konflik antara sub-kontraktor dan pekerja. - Merencanakan aliran kas - Mengevaluasi efek perubahan terhadap waktu penyelesaian dan biaya proyek. 41 2.3.3 Controlling dalam Konstruksi Sistem pengendalian proyek merupakan semuam usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang system informasi, membandingkan dengan pelaksanaan standar menganalisis kemungkinan adanya penyimpangan antara pelaksanaan dan standar, kemudian mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran (R.J. Moekler, 1972). Menurut Budi Santosa (2009), tahap manajemen yang berikutnya setelah pelaksanaan proyek adalah pengendalian. Ini berarti di dalam pelaksanaan proyek, sebelum proyek selesai, sudah ada proses pengendalian. Jadi pengendalian dilakukan seiring pelaksanaan proyek. Pengendalian dilakukan agar proyek tetap berjalan dalam batas waktu, biaya dan performansi yang ditetapkan dalam rencana. Sehingga proses pengendalian proyek ini adalah hal yang sangat penting. Rencana yang bagus tanpa dibarengi dengan pengendalian yang baik sangat mungkin tidak akan menghasilkan output proyek yang bagus dalam hal jadwal, biaya dan performansi. Maka untuk melakukan pengendalian perlu adanya perencanaan. Ada beberapa perbedaan antara perencanaan dan pengendalian yaitu sebagai berikut 1. Perencanaan berkonsentrasi pada: a. Penetapan arah dan tujuan b. Pengalokasian sumberdaya c. Pengantisipasian masalah d. Pemberian motivasi kepada para partisipan untuk mencapai tujuan 2. Sedangkan pengendalian berkonsentrasi pada: a. Pengendalian pekerjaan ke arah tujuan b. Penggunaan secara efektif sumberdaya yang ada c. Perbaikan koreksi masalah d. Pemberian imbalan pencapaian tujuan Menurut Budi Santosa (2009), ada tiga langkah-langkah pokok dalam proses pengendalian proyek, yaitu: 1. Menentukan standar performansi sesuatu yang akan dikendalikan. Standar ini bisa berupa spesifikasi teknis, biaya yang dianggarkan, jadwal dan kebutuhan sumberdaya. 42 2. Membandingkan antara performansi aktual dan performansi standar hasil pekerjaan dan pengeluaran yang sudah terjadi dibandingkan dengan jadwal, biaya dan spesifikasi performansi yang direncanakan. 3. Melakukan tindakan koreksi, bila performansi aktual secara signifikan menyimpang dari yang direncanakan tindakan koreksi perlu dilakukan. Tindakan koreksi bisa berupa perubahan pekerjaan, standar dan rencana diubah atau penambahan sumberdaya Fungsi dari pengendalian proyek antara lain bermaksud memantau dan mengkaji agar langkah-langkah kegiatan tersebut terbimbing kearah tujuan yang lebih ditetapkan serta memastikan penggunaan sumber data yang efektif dan efisien. Hal ini benar-benar diperhatikan karena dala, pelaksanaan proyek konstruksi pasti memiliki keterbatasan sumber daya sehingga pada tahapan ini peran system pengendalian menjadi sangat penting. Pengendalian merupakan tindakan melakukan perbaikan untuk mencapai tujuan dari proyek yang telah direncanakan. Tujuan utama dari pengendaliah adalah memprediksi apa yang aka terjadi terhadap kondisi yang sedang berjalan. Sementara itu, garis besar dari pengendalian proyek adalah sebagai berikut : 1. Organisasi dan Personil, melakukan pemantauan apakah organisasi pelaksanaan proyek dibentuk sesuai rencana, apakah pengisian personil telah memenuhi kualifikasi dan apakah jumlahnya telah mencukupi 2. Waktu/jadwal, dalam aspek ini obyek pengendalian amat ekstensif dan berlangsung sepanjang siklus proyek 3. Anggaran biaya, seperti halnya dengan aspek waktu/jadwal, maka pengendalian anggaran biaya berlangsung sepanjang siklus proyek dengan potensi yang paling mungkin, keberhasilan yang besar berada diawal proyek sewaktu merumuskan efisiensi lingkup kerja. 4. Pengambilan pengadaan, penekanan pengendalian pengadaan disamping aspek biaya, jadwal dan mutu juga termasuk masalah-masalah prosedur dan peraturan yang diberlakukan. 5. Pengendalian lingkup kerja, ini penting dilakukan pada tahap engineering karena banyak sekali alternative yang bisa dipilih 6. Pengendalian mutu, mencakup masalah yang cukup luas, dengan tujuan pokok produk proyek harus dala, keadaan sesuai untuk digunakan, mulai dari menyusun program sampai kepada inspeksi dan uji coba operasi. 43 Pengendalian kinerja mengendalikan aspek biaya dan jadwal secara terpisah tidak memberikan penjelasan perihal kinerja pada saat pelaporan. Misalnya pada suatu proyek yang selesai lebih cepat dari perencanaan belum tentu dapat dianggap sukses, karena ada kemungkinan biaya yang dikeluarkan per unitnya melebihi anggaran. Ini berarti pemakaian biaya tidak efisien dan dapat berakibat proyek secara keseluruhan tidak dapat diselesaikan karena kekurangan dana, untuk itu diperlukan pengendalian terhadap kinerja. Dalam menentukan system pengendalian juga perlu direncanakan dengan baik sehingga proyek berjalan dengan efektif dan efisien. Secara khusus pengendalian proyek yang efektif dapat ditandai dengan halhal sebagai berikut : 1. Tepat waktu dan peka terhadap penyimpangan. Dengan demikian dapat diadakan koreksi pada waktunya sebelum persoalan berkembang menjadi besar sehingga suli untuk diadakan perbaikan. 2. Bentuk tindakan yang diadakan tepat dan benar. Untuk maksud dini diperlukan kemampuan dan kecakapan menganalisis inikator secara akurat dan obyektif. 3. Terpusat pada masalah atau titik yang sifatnya strategis, dilihat dari penyelenggaraan proyek. Dalam hal ini diperlukan kecakapan memilik titik atau masalah yang strategis agar penggunaan waktu dan tenaga dapat efisien. 4. Kegiatan pengendalian tidak lebih dari yang diperlukan. Biaya yang dipakai untuk kegiatan pengendalian tidak boleh melampaui dari kegiatan tersebut. Ada proses-proses tertentu yang perlu dilakukan untuk melakukan pengendalian dalam manajemen proyek. Proses tersebut terdiri dari: 1. Otorisasi Pekerjaan Suatu pekerjaan akan muncul dari pihak manajemen tingkat atas. Untuk sampai ditingkat bawah agar dilaksanakan perlu adanya otorisasi, yakni pemberian wewenang ke tingkat manajemen di bawahnya hingga ke tim pekerja untuk melakukan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya seperti apa yang ditetapkan dalam rencana, jadwal dan anggaran. Otorisasi berlangsung hingga selesainya pekerjaan dan manajemen yang member wewenang sudah menyatakan menerima hasilnya. Jika wewenang sudah diberikan maka seorang proyek manajer atau manajer fungsional, atau supervisor sudah bisa mulai untuk mempergunkan dana proyek untuk membeli material ataupun membayar tenaga kerja. Untuk proyek-proyek 44 berskala besar otorisasi ini akan melalui tahap-tahap pengeluaran kontrak (contract release), project release, dan work order release. Sesudah suatu kontrak didapat oleh suatu perusahaan maka contract administrator dari perusahaan tersebut akan menyiapkan suatu dokumen yang menguraikan secara detail kebutuhan yang diminta dalam kontrak dan memberikan perintah kepada tim manajemen proyek untuk mulai bekerja. Sedangkan project accountant perlu mengeluarkan dokumen yang berisi pemberian wewenang untuk mempergunakan dana proyek. Pekerjaan sesungguhnya akan dimulai bila suatu bagian dari organisasi proyek menerima perintah kerja (work order). Suatu perintah kerja merupakan hal yang penting dalam rangka pengendalian proyek. Dalam kartu perintah kerja ini dijelaskan kebutuhan-kebutuhan apa yang harus dipenuhi, sumber daya yang boleh dipakai dan periode waktu yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Perintah kerja (work order) memuat: - Pernyataan pekerjaan (statement work) - Anggaran berjalan untuk jam kerja langsung, material dan biaya langsung yang lain - Jadwal, kejadian penting, hubungan dengan paket kerja yang lain - Posisi pekerjaan yang bersangkutan dalam WBS (Work Breakdown Structure) - Spesifikasi dan kebutuhan-kebutuhan - Tanda tangan pemberi wewenang dan penerima tanggungjawab. Sebelum suatu tugas bisa dimulai perlu adanya suatu perintah kerja. Setiap perintah kerja dibuat rekening biayanya (cost account) dan perlu diperbaiki bila ada informasi baru atau kebutuhan baru muncul. Dokumen otorisasi yang lain seperti perintah pembelian, permintaan untuk pengujian, dan pemesanan alat perlu juga dibuatkan sebelum bisa dilaksanakan. 2. Pengumpulan Data Perintah kerja (work order) dan rekening biaya yang bersangkutan adalah bagian penting dalam rangka proses pengendalian. Perkembangan pekerjaan dan biayanya untuk setiap paket kerja secara periodic dimasukkan ke dalam PCAS (Project Cost Accounting System) untuk kemudian diringkas dan dihitung untuk keseluruhan paket kerja dan departemen. Dari sini akan 45 didapat rangkuman informasi mengenai biaya untuk departemen tertentu sampai saat tertentu, atau biaya untuk sekumpulan paket kerja tertentu. 2.4 Percepatan Proyek Menurut Mangitung, D., (2008), percepatan proyek merupakan salah satu istilah dalam bidang teknik sipil yang berupa akselerasi suatu proyek yang berakibat durasi proyek menjadi lebih pendek. Berikut merupakan definisi, alasan-alasan terjadinya percepatan proyek dan dampak dari percepatan proyek. 2.4.1 Definisi percepatan proyek Beberapa istilah percepatan proyek dalam bahasa Inggris adalah project time acceleration yang berarti percepatan waktu proyek dan project compression yang berarti pemadatan jadwal proyek (Clough et al. 2000; Gould & Joyce 1994). Kedua istilah tersebut dapat diartikan langsung dan mudah dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Sedangkan istilah lainnya dalam bahasa Inggris adalah least cost expediting dan time cost trade off (Clough et al. 2000). Selanjutnya istilah time cost trade off dapat diartikan secara bebas bahwa perubahan waktu dalam hal ini percepatan waktu proyek akan memberi dampak pada biaya pelaksanaan proyek baik kenaikan maupun penurunan biaya. Tapi umumnya proyek yang sudah kritis dari segi jadwal dan mempunyai banyak aktivitas kerja akan memberikan dampak kenaikan biaya yang signifikan bila dipercepat. Hal tersebut sebagai imbalan (trade off) perubahan waktu (time). Juga ada istilah lain yaitu crashing yang artinya juga memperpendek waktu proyek secara total akibat adanya satu atau beberapa aktifitas yang diperpendek (Gould & Joyce 1994). Jadi percepatan proyek dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan jadwal proyek dengan cara memperpendek satu atau lebih aktivitas baik yang berurutan maupun tidak berurutan yang akibatnya memperpendek total waktu pelaksanaan proyek sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya melalui perjanjian antara pihak pengguna jasa dengan penyedia jasa konstruksi. 2.4.2 Alasan Percepatan Proyek Menurut (Gould & Joyce 1994), jadwal proyek dipercepat, karena alasan kontrak. Alasan ini dapat disebakan oleh suatu aktifitas atau item pekerjaan perlu diselesaikan pada waktu tertentu atau dipercepat. Misalnya untuk menghindari cuaca yang didasarkan atas berita ramalan cuaca yang tidak biasa terjadi, salah satu item 46 pekerjaan tidak mungkin dilaksanakan (contoh seperti pekerjaan pemancangan fondasi tiang beton dermaga). Dengan alasan waktu secara keseluruhan tidak dapat ditunda, maka item pekerjaan pemancangan yang merupakan item kritis perlu dipercepat dengan konsekuensi biaya ditanggung oleh pemilik proyek. Alasan kedua berdasarkan analisis ekonomi, beberapa item pekerjaan bila dipercepat dan jatuh pada periode tertentu dalam satu tahun akan memberikan keuntungan secara finansial. Contohnya adalah pada periode tertentu alat berat susah didapat/disewa, misalnya pada awal pelakasanaan proyek alat berat banyak digunakan baik untuk pekerjaaan bangunan gedung (untuk pembersihan, penggalian lubang fondasi) yang jarang menggunakan alat berat, maupun pekerjaan infrastruktur yang membutuhkan alat berat. Untuk menghindari item pekerjaan tertentu yang mana pekerjaan tersebut memerlukan alat berat yang sulit didapat, kalaupun ada sewanya mahal. Tetapi sebagai akibatnya, item pekerjaan lain perlu dipercepat agar supaya jadwal proyek keseluruhan tidak terlambat. Contoh lainnya adalah waktu hari besar seperti lebaran atau akhir tahun dan natal, produktifitas pekerja akan menurun atau jumlahnya berkurang. Untuk menghindari periode tersebut, kadang percepatan pekerjaan akan lebih menguntungkan secara ekonomis. Alasan ketiga, kadang estimasi biaya yang didasarkan pada periode tertentu dalam tahun sebelumnya untuk item pekerjaan tertentu lebih rendah dibandingkan dengan biayanya pada periode tertentu pada tahun berjalan pelaksanaan proyek konstruksi. Dengan alasan penghematan demi menghindari periode tertentu tahun berjalan yang biayanya lebih mahal, manajer proyek kadang perlu memutuskan untuk mempercepat proyek konstruksi. Contoh paling mudah adalah bila terjadi perubahan kebijakan pemerintah dibidang energi, harga biaya transportasi akan meningkat yang berujung peningkatan biaya bahan bangunan. Untuk menghindari kerugian item pekerjaan yang berpengaruh langsung, percepatan waktu proyek dapat mengurangi kerugian yang lebih besar. Sementara menurut (Clough et al. 2000), alasan mempercepat waktu proyek dikarenakan oleh: - Keinginan penggunaan jasa untuk mempercepat durasi total pelaksanaan proyek dengan usulan tambahan biaya - Untuk menghindari cuaca yang sangat jelek - Untuk membebaskan pekerja untuk proyek yang lain - Untuk membebaskan peralatan untuk proyek lainnya 47 - Untuk mendapatkan bonus dari pengguna jasa atas penyelesaian pekerjaan lebih awal dari rencana/kontrak - Untuk pengaturan keuangan yang jatuh tempo dalam periode tertentu pada tahun fiskal berjalan. 2.4.3 Dampak Percepatan Proyek Dampak paling nyata dengan adanya percepatan adalah kenaikan biaya langsung (direct costs) (Clough et al. 2000; Gould & Joyce 1994). Biaya langsung ini berhubungan dengan biaya bahan bangunan, biaya operasi peralatan, biaya pekerja dan biaya subkontraktor (Gould & Joyce 1994). Sementara biaya tidak langsung (indirect cost) cenderung menurun akibat berkurangnya waktu proyek (Clough et al. 2000). Biaya tidak langsung ini berhubungan dengan biaya pengeluaran kantor (home office overhead) dan biaya pengeluaran umum proyek (project overhead). Gould & Joyce (1994) merinci dampak percepatan jadwal pelaksanaan konstruksi sebagai berikut: - Pengawasan lebih sulit - Efesiensi operasi berkurang - Meningkatkan biaya operasi - Pembayaran bahan lebih awal - Biaya transportasi lebih meningkat - Penanganan bahan membutuhkan biaya tambah (handling cost) 48