SPA DITINJAU DARI SEGI DERMATOLOGI KOSMETIK

advertisement
MDVI
Vol.39 No.4 Tahun 2012: 192-200
Tinjauan Pustaka
SPA DITINJAU DARI SEGI DERMATOLOGI KOSMETIK
Sudarsono, Nelva Karmila Jusuf
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan
ABSTRAK
Saat ini mengunjungi spa merupakan salah satu gaya hidup masyarakat perkotaan di tengah kesibukan
mereka. Hal tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat untuk menjaga kesehatan, kecantikan dan
kebugaran. Spa merupakan gabungan dari sejumlah modalitas terapi yang disebut sebagai kompleks terapi
spa. Kompleks terapi spa, terdiri atas balneoterapi, klimatoterapi, sauna, terapi lumpur, pijat, exercise, dan
perubahan lingkungan. Balneoterapi merupakan intervensi utama dalam terapi spa. Dalam bidang
kedokteran, spa sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Namun mekanisme kesembuhan
berbagai penyakit dengan terapi spa tersebut belum sepenuhnya diketahui, kemungkinan merupakan
gabungan efek kimia, termal, mekanik dan imunomodulator. Ditinjau dari segi dermatologi kosmetik, spa
memberikan banyak manfaat, antara lain membersihkan dan melembabkan kulit, memiliki efek keratolitik,
antibakteri, antijamur, antiinflamasi, antioksidan, antipenuaan, dan merangsang pigmentasi kulit. Efek
relaksasi terapi spa akan memberikan pengaruh positif terhadap keseimbangan homeostasis sehingga
tercapai keseimbangan tubuh, pikiran, dan jiwa. Semua manfaat spa tersebut sesuai dengan salah satu dari
sepuluh elemen spa yaitu estetika. Estetika dalam spa berhubungan dengan konsep cantik dan bagaimana,
berbagai bahan alami berinteraksi dengan komponen biokimiawi tubuh. (MDVI 2012; 39/4:192-200)
Kata kunci: spa, kompleks terapi spa, estetika
ABSTRACT
Visiting the spa is currently one of the life styles of urban community in the middle of their activities. This is in
line with the need of community to maintain their health, beauty and fitness. Spa is a combination of a number of
therapeutic modalities which is sometimes called spa therapy complex. Spa therapy complex consists of
balneotherapy, climatotherapy, sauna, mud therapy, massage, exercise, and milieu changes. Balneotherapy is the
main intervention in spa therapy. In the medical field, spa is frequently used to cure various diseases. However, the
mechanisms by which broad spectrums of disease are alleviated by spa therapy have not been fully elucidated,
probably incorporate chemical, thermal, mechanical, and immunomodulatory effects. In terms of cosmetic
dermatology, spa provides many benefits such as cleanses and moisturizes the skin, has the effect of keratolytic,
antibacterial, antifungal, antiinflammatory, antioxidant, antiaging and stimulates skin pigmentation. Relaxation
effect of spa therapy will provide a positive influence on the homeostatic balance that a balance of body, mind and
spirit is obtained. All benefits of the spa are in accordance with one of the ten elements of spa, namely, esthetics. The
esthetics in spa is related to the concept of beauty and how natural materials interact with the biochemical
components of the body. (MDVI 2012; 39/4:192-200)
Keywords: spa, spa therapy complex, esthetics
Korespondensi:
Jl. Bunga Lau No.17 Medan
Telp. 061-8365915
Email: [email protected]
192
Sudarsono dkk
PENDAHULUAN
Saat ini mengunjungi spa merupakan salah satu gaya
hidup masyarakat perkotaan di tengah kesibukan mereka.
Hal tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat untuk
menjaga kesehatan, kecantikan, dan kebugaran. Mengikuti gaya hidup masyarakat kota tersebut, banyak hotel
berbintang, klinik kecantikan dan salon mulai menambahkan fasilitas spa dalam layanan mereka.
Lebih dari 5000 tahun yang lalu terapi spa digunakan
untuk relaksasi dan memulihkan kesehatan.1 Dalam kitabkitab lama disebutkan bahwa mencuci, meminyaki
dengan minyak dan anggur, mandi, dan spa merupakan
prosedur terapeutik.2
Pelayanan spa bertujuan untuk menjaga, meningkatkan
dan memulihkan kesehatan dalam hal kesegaran, kecantikan
dan relaksasi, melalui penyeimbangan tubuh, pikiran, dan
jiwa. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka di samping
menggunakan mata air mineral alam, air panas, lumpur
mineral, juga disertai dengan pijatan, aromaterapi, herbal,
dan suasana pendukung misalnya latar alunan musik serta
warna ruangan dan lain sebagainya yang dapat menciptakan
suasana yang diharapkan.3
Dalam bidang kedokteran, spa sering digunakan
untuk mengobati berbagai penyakit. Penyakit kulit dan
muskuloskeletal utama yang sering diobati dengan terapi
spa dan memberikan keberhasilan yang tinggi adalah
dermatitis atopik, psoriasis, artritis reumatoid, ankylosing
spondylitis, osteoartritis, dan low back pain.4
Terdapat 10 elemen spa yang terdiri atas air, makanan,
pergerakan, sentuhan, integrasi, estetika, lingkungan,
ekspresi budaya, kontribusi sosial, serta waktu, ruang, dan
irama. Seluruh elemen tersebut saling berhubungan dan
berinteraksi secara dinamis.5 Salah satu tujuan spa adalah
untuk memelihara kecantikan, yang sesuai dengan elemen
estetika spa. Estetika berhubungan dengan konsep cantik
dan bagaimana berbagai bahan alami yang berinteraksi
dengan komponen biokimiawi tubuh.6 Pada makalah ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai kompleks terapi spa
dan manfaat spa ditinjau dari segi dermatologi kosmetik.
DEFINISI
DeVierville mengusulkan kata “spa” yang berasal
dari bahasa Inggris “spaw” menggantikan kata “espa”
dari bahasa Walloon kuno yang berarti “fountain”. Ada
juga yang menyatakan bahwa kata “spa” berasal dari kata
Latin “spagere” yang berarti “to pour forth”. Selain itu
ada juga yang menyatakan bahwa kata “spa” berasal dari
kata Romawi “sanus per aquam” yang berarti “health
through water”.1 Di Indonesia, sanus per aquam diartikan
sebagai sehat pakai air (SPA) atau tirta husada.3
Spa merupakan gabungan dari sejumlah modalitas
terapi yang disebut sebagai kompleks terapi spa. Dalam
SPA untuk dermatologi kosmetik
terapi spa harus ada balneoterapi yang merupakan
intervensi utama dari rejimen terapi spa. Balneoterapi
sering digabung dengan klimatoterapi, terapi lumpur,
sauna, terapi pijat, exercise, dan perubahan lingkungan.7
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 1205/MENKES/PER/X/2004 tentang
pedoman persyaratan kesehatan, pelayanan sehat pakai air
(SPA) adalah upaya kesehatan tradisional dengan
menggunakan pendekatan holistik, melalui perawatan
menyeluruh menggunakan metode kombinasi terapi air, pijat
yang dilakukan secara terpadu untuk menyeimbangkan
tubuh, pikiran, dan jiwa (body, mind, dan spirit).3
KOMPLEKS TERAPI SPA
Kompleks terapi spa merupakan gabungan dari
sejumlah modalitas terapi terdiri atas terapi air, terapi
pijat dan disertai perubahan lingkungan. Terapi air
mencakup hidroterapi, balneoterapi, talasoterapi, dan
klimatoterapi.
Terapi air
Air merupakan komponen tubuh terpenting. Sekitar
85% darah adalah air. Ketika bahan toksik masuk ke
tubuh, maka melalui urin (95% air) dan keringat (99% air)
bahan toksik akan dikeluarkan dari tubuh. Air memiliki
efek menyembuhkan yang tidak tertandingi.2
Hidroterapi merupakan aplikasi eksternal air dalam
berbagai bentuk (cairan, uap air atau es) atau temperatur
(panas atau dingin) untuk tujuan pengobatan.7 Sauna
merupakan sebuah ruangan berdinding kayu dari pohon
cemara atau pinus dan di dalamnya terdapat pemanas listrik
yang berisi batu. Suhu yang dianjurkan berkisar 800C 1000C dengan kelembaban 10% - 20%. Kelembaban secara
bertahap ditingkatkan dengan menuangkan air pada pemanas
yang berisi batu.8 Pada prinsipnya, sauna merupakan bagian
dari hidroterapi berupa aplikasi eksternal air dalam bentuk
uap air.
Berbeda dari hidroterapi yang umumnya menggunakan
air keran, balneoterapi merupakan mandi air mineral panas
dari mata air alam pada temperatur minimal 200C dengan
kandungan mineral minimal 1 gr/L. Temperatur air panas
yang sering digunakan berkisar 340C.9
Selain mata air mineral, laut dan samudera juga
menjadi pusat penting pada terapi spa. Laut Mati telah
terkenal selama beratus-ratus tahun karena efek kuratif dan
kosmetik yang menakjubkan.1 Talasoterapi merupakan
pemakaian air laut dan produknya, antara lain lumpur,
ganggang, dan pasir untuk tujuan penyembuhan.1,7
Sedangkan kombinasi pajanan sinar matahari dan mandi
di air laut dikenal sebagai klimatoterapi.10 Air mineral
merupakan larutan alam yang terbentuk di bawah kondisi
geologi spesifik. Larutan alam tersebut berasal dari mata
193
MDVI
air, bebas bakteri dan memiliki potensi terapeutik. Air
mineral yang digunakan untuk mengobati kelainan
dermatologi memiliki kandungan kimia dan fisik yang
beragam, namun umumnya kaya akan sulfur, hidrogen
sulfat, dan sulfat.11
Laut Mati merupakan laut yang memiliki konsentrasi
garam tertinggi di dunia, kandungan garamnya 10 kali lipat
dibandingkan dengan laut dan samudera lainnya. Kandungan
garamnya meningkat seiring kedalaman air dan bersifat
jenuh pada dasar laut. Kandungan garam pada laut Mati
adalah 350 gr/L sedangkan pada laut dan samudera lainnya
hanya 40 gr/L. Laut Mati dan lumpur laut Mati merupakan
sumber yang kaya akan mineral. Sekitar 21 mineral telah
diidentifikasi dan 12 mineral di antaranya tidak ditemukan di
laut dan samudera lainnya. Kandungan mineral utama
adalah magnesium, kalium, fosfor, strontium, bromida,
sulfur, fluorin, litium, kalsium, klorida, natrium, iodin,
seng dan besi.1
Absorpsi garam melalui kulit tampaknya terbatas
tetapi belum ada data pasti mengenai hal tersebut.11
Transpor ion pada kulit terutama melalui difusi pada
folikel rambut dan kelenjar sebasea.12 Efek terapeutik
timbul melalui interaksi lokal antara air mineral dan
struktur permukaan kulit.11
Mekanisme tentang bagaimana berbagai kelainan dapat
disembuhkan dengan terapi spa belum diketahui sepenuhnya.
Mekanisme tersebut kemungkinan merupakan gabungan
efek kimia, termal, mekanik, dan imunomodulator.11
Efek kimia. Komposisi kimia air atau lumpur panas
bervariasi antar tempat spa. Jenis elemen yang penting
dan berapa konsentrasi ideal tiap elemen untuk mencapai
respons pengobatan yang optimal masih belum jelas.
Penyakit yang berbeda mungkin membutuhkan konsentrasi
mineral yang berbeda untuk mencapai hasil terapeutik
yang optimal. Efek kimia secara langsung berhubungan
dengan komposisi utama air mineral.11
Sulfur dapat dijumpai dalam “sulfurated water”
sebagai ion bebas atau kombinasi. Air sulfur mungkin
terdiri atas kombinasi ion sulfur, air, dan ion lainnya.
Aktivitas sulfur pada kulit terutama melalui interaksinya
dengan sistein dan dengan katabolitnya. Air sulfur panas
memiliki efek antiinflamasi dan antipruritus. Sulfur juga
memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur.4 Sulfur yang
berpenetrasi ke kulit akan mengalami oksidasi dan dapat
menimbulkan respons fisiologis pada kulit misalnya
vasodilatasi mikrosirkulasi dan efek analgesik.4,13
Magnesium berperan penting dalam metabolisme
sel. Magnesium membantu pematangan dan diferensiasi
keratinosit.1 Magnesium merupakan faktor yang berperan
untuk aktivasi adenylate cyclase epidermis dan produksi
cylic adenosine monophosphate (cAMP). Ketidakseimbangan cAMP (menurun) dan cyclic guanosine
monophosphate (cGMP) (meningkat) terlibat dalam proliferasi sel yang berlebihan.11 Magnesium juga memiliki
194
Vol.39 No.4 Tahun 2012: 192-200
efek antikarsinogenik. Selain itu, magnesium dapat
menyebabkan vasodilatasi melalui kompetisi dengan
kalsium sel sehingga dapat menurunkan tekanan darah.9
Ion magnesium dapat menghambat kemampuan penyajian
antigen oleh sel Langerhans dan berperan dalam
pengobatan penyakit kulit inflamasi.4,14
Selenium memiliki efek antikarsinogenik, antiinflamasi, antioksidan, proteksi terhadap ultraviolet (UV) A
dan B, dan antipenuaan.14,15 Kalium merupakan pelembab
alami. Selain itu juga bersifat bakterisid, sedatif, dan
memiliki efek menyegarkan.1,10 Bromida memiliki efek
menyejukkan, relaksasi, efek antibiotik, dan antiinflamasi.1
Natrium dapat mempertahankan kelembutan kulit karena
kemampuannya untuk mengikat air.1,14 Klorida memiliki
efek desinfektan. Kalsium berperan sebagai pembersih kulit.
Seng penting untuk sintesis protein dan kolagen serta
memiliki efek antiinflamasi.1 Strontium memiliki efek
antiinflamasi.14
Efek termal. Mandi dengan air panas dapat meningkatkan
sistem saraf simpatik sehingga terjadi vasodilatasi, dan
sebagai akibatnya terjadi peningkatan curah jantung dan
aliran darah.16 Stimulasi panas dapat menghambat aktivitas
ujung saraf sensoris kulit dan berperan sebagai counterirritant sehingga dapat mengurangi sensasi nyeri.17 Relaksasi
otot maksimum terjadi saat suhu air sekitar 380C – 400C
(1010F – 1040F).18
Mandi air mineral atau mandi lumpur dapat
merangsang kulit untuk melepaskan sejumlah peptida
opioid yang mengubah ambang rasa nyeri. Keratinosit
manusia dapat menghasilkan dan melepaskan proopiomelanocortin (POMC) yang merupakan prekursor
berbagai endorfin melalui berbagai rangsangan antara lain
panas dan radiasi UV. Peningkatan konsentrasi β-endorfin
akibat stimulasi panas memiliki efek analgesik.11 Kadar
β-endorfin dilaporkan meningkat setelah 2 jam mandi air
mineral pada suhu 390C.13 Kubota dkk (1992) mengamati
peningkatan bermakna kadar β-endorfin pada individu
sehat (dari 16,2 menjadi 49,5 pq/ml) 2 menit setelah
mandi selama 3 menit pada air mineral panas dengan suhu
470C.19
Stimulasi panas juga dapat meningkatkan sekresi
norepinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan.11 Kuczera
dan Kokot (1996) melaporkan peningkatan konsentrasi
plasma hormon adrenokortikotropik (ACTH), hormon
pertumbuhan, kortisol, prolaktin, dan erythropoietin setelah
20 hari terapi spa.20 Peningkatan sekresi kortisol dan
katekolamin yang diinduksi oleh stres panas memiliki efek
antiinflamasi. Efek stimulasi panas menguntungkan lainnya
termasuk meningkatkan daya regang jaringan yang kaya
kolagen misalnya tendon, fasia, dan kapsul sendi.11 Air
dingin dapat menyebabkan peningkatan denyut nadi dan
pernafasan, peningkatan tonus otot, dan metabolisme.18
Sudarsono dkk
SPA untuk dermatologi kosmetik
Efek mekanik. Menurut hukum Archimedes, gaya apung
membuat tubuh mudah berada dalam posisi telentang dan
mengapung yang memberikan efek relaksasi.7,13 Curah
jantung dan denyut jantung meningkat dan nafas menjadi
lebih dalam saat tubuh menahan tekanan hidrostatik.11
Efek tekanan hidrostatik tersebut meningkat jika konsentrasi mineral dalam air lebih pekat.4 Air memberikan
tahanan dari segala arah yang akan melawan kerja otot.
Hal tersebut akan menyebabkan lebih banyak kalori yang
dibakar ketika exercise di dalam air.2
Pijatan oleh air dapat menyebabkan perubahan
fisiologik, misalnya peningkatan curah jantung, pelebaran
pembuluh darah, diuresis, dan natriuresis.11 Mandi berendam
selama 1 jam dapat meningkatkan ekskresi air sekitar 50%.4
Efek imunomodulator. Ketika pemakaian air sulfur berhasil
menyembuhkan berbagai kelainan kulit yang diperantarai
sistem imun, maka disimpulkan bahwa absorpsi ion yang
terdapat dalam air mineral mungkin mempengaruhi sistem
imun. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa air sulfur dapat
menghambat transformasi sel blast dan proliferasi limfosit T
di dalam darah perifer yang diperoleh dari sampel individu
sehat dan yang menderita penyakit inflamasi kronis.21 Air
sulfur juga dapat menghambat produksi sitokin, terutama
interleukin (IL)-2 dan interferon (IFN)-γ dari subset limfosit
Th1.11,21
Air panas mungkin menghasilkan efek imunosupresi
dengan terjadi penurunan respons imun humoral dan seluler.
Limfopenia dan eosinopenia terjadi akibat peningkatan
aktivitas glukokortikoid yang diprovokasi stres termal.11,21
Air panas juga memiliki efek terhadap mobilisasi, fagositik,
dan aktivitas enzimatik granulosit. Selain itu, air panas
mampu mengurangi degranulasi basofil kulit pada pasien
atopi dan menekan aktivitas sitokin yang dihasilkan sel
Langerhans.11
Terapi pijat
Pijat merupakan manipulasi mekanik jaringan tubuh
dengan gerakan dan tekanan berirama yang bertujuan
untuk menjaga kesehatan. Selama beratus-ratus tahun
lamanya pijat digunakan untuk tujuan rehabilitasi dan
relaksasi di seluruh dunia.22
Gerakan yang digunakan pada pijat adalah effleurage,
petrissage, friction, dan tapotement. Efek gerakan pijat tidak
terbatas pada jaringan superfisial (kulit) tetapi juga
menyebabkan reaksi pada subfasia, antara lain otot, tendon,
dan ligamen.23 Definisi, aplikasi dan manfaat gerakan yang
digunakan pada pijat terangkum dalam tabel 1.22
Tabel 1. Rangkuman teknik yang digunakan pada pijat22
Teknik
Effleurage
Petrissage
Friction
Definisi
Gerakan mengusap lembut yang terus
menerus di atas kulit
Gerakan mengangkat, meremas, dan
menekan jaringan di antara kedua tangan
Gerakan menggetarkan dengan ujung jari
Gerakan memukul jaringan dengan laju yang
cepat
Aplikasi
Awal sesi
Setelah aplikasi teknik khusus
Akhir dari setiap sesi
Setelah effleurage
Digunakan untuk tujuan khusus
misalnya untuk mengurangi kekakuan
otot
Akhir sesi
Manfaat
Merangsang sistem saraf parasimpatik dan
respons relaksasi
Meningkatkan aliran balik vena
Mobilisasi kulit, jaringan subkutan dan
otot
Meningkatkan sirkulasi setempat
Meningkatkan aliran balik vena
Mengobati kekakuan otot atau mengurangi
perlekatan jaringan akibat cedera
Merangsang jaringan melalui tekanan
mekanik atau melalui aksi refleks
Tapotement
Minyak esensial sering digunakan pada terapi pijat.
Penambahan minyak esensial untuk tujuan khusus pada
terapi pijat dikenal sebagai aromaterapi.24 Aromaterapi
memiliki efek terapeutik oleh karena efek psikologis dari
bau dan efek fisiologis dari bahan gas yang dihirup. Efek
fisiologis ini timbul akibat kerja bahan tersebut melalui
sistem limbik terutama amigdala dan hipokampus.25
Penelitian Patin dkk. (2009) terhadap bisnis spa di
Thailand mendapatkan 5 jenis minyak esensial yang
paling sering digunakan pada terapi pijat, antara lain
minyak lavender (35,71%), lemongrass (20,54%), jeruk
(16,07%), peppermint (15,18%) dan bunga melati
(12,50%). Minyak lavender paling sering digunakan
karena efikasi terapeutiknya telah dibuktikan secara
ilmiah.26
Kandungan utama minyak lavender adalah linalool,
linalyl acetate, 1,8-cineole, β-ocimene, terpinen-4-ol dan
kamfor. Linalool dapat menghambat pelepasan asetilkolin
dan menganggu fungsi kanal ion pada taut
neuromuskular. Linalool dan linalyl acetate cepat
diabsorpsi melalui kulit setelah aplikasi topikal dan
mencapai kadar puncak plasma setelah 19 menit. Kedua
zat tersebut dapat menyebabkan depresi sistem saraf
pusat. Linalool memiliki efek sedatif sedangkan linalyl
acetate memiliki efek narkotik. 1,8-cineole memiliki efek
analgesik kuat. Buckle (1999) melaporkan beberapa
penelitian yang menunjukkan bahwa aromaterapi dapat
mengurangi persepsi nyeri dan kebutuhan obat analgesik
konvensional baik pada dewasa dan anak. Linalyl acetate
dan linalool memiliki efek anestesi lokal pada penelitian
195
MDVI
Vol.39 No.4 Tahun 2012: 192-200
in vitro dan in vivo. Mekanisme kerja zat tersebut
berhubungan dengan aktivitas antimuskarinik dan atau
penghambatan kanal ion (Na+ atau Ca2+).25
Efek yang ditimbulkan pijat merupakan gabungan
mekanisme biomekanik, fisiologis, neurologis, dan psikologis (gambar 1). Namun mekanisme tersebut hanya
Efek biomekanik
↓
Tekanan mekanik pada
jaringan
↓
↓ perlekatan jaringan
↑ kelenturan otot
↑ pergerakan sendi
↓ kekakuan otot
merupakan spekulasi dari banyak penulis dengan data
empiris yang sedikit sehingga diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk menentukan mekanisme pasti dan efek dari
pijat.22
Mekanisme pijat
↓
Efek fisiologis
Efek neurologis
↓
↓
Perubahan pada jaringan
Rangsangan terhadap refleks
atau organ
↓
↓
↓ eksitasi neuromuskular
↑ aliran darah ke otot
↓ nyeri
↑ sirkulasi darah di kulit
↓ ketegangan atau kekakuan
↑ aktivitas saraf
otot
parasimpatik
↑ hormon relaksasi
↓ hormon stres
Efek psikologis
↓
Peningkatan hubungan
antara tubuh dan jiwa
↓
↑ relaksasi
↓ cemas
Gambar 1. Model teoritis mekanisme pijat22
Perubahan lingkungan
Lingkungan spa berhubungan dengan keadaan lokal
sekitarnya, antara lain topografi, temperatur, udara, air,
dan keadaan kota dan budaya setempat.27
Upaya pelayanan spa perlu memperhatikan lingkungan
yang bersih, nyaman, aman, dan sehat dan dilaksanakan
sesuai budaya, norma susila, selain memperhatikan pencahayaan, warna, suara, aroma dan suhu ruang perawatan.3
MANFAAT SPA DITINJAU DARI SEGI
DERMATOLOGI KOSMETIK
Sejak dahulu terapi spa sering digunakan untuk
relaksasi dan memulihkan kesehatan.1 Namun saat ini terapi
spa sering dikaitkan dengan pemeliharaan kecantikan.
Membersihkan
Air merupakan bahan pembersih yang paling umum
walaupun tidak memiliki daya pembersih yang kuat
karena ditolak oleh keratin.28
Melembabkan
Stratum korneum berfungsi sebagai sawar proteksi
yang salah satu fungsinya untuk mencegah trans
epidermal water loss (TEWL). Stratum korneum dapat
digambarkan sebagai susunan dinding batu bata dengan
korneosit sebagai batu bata dan lipid interseluler sebagai
adonan semennya. Di dalam korneosit terdapat natural
moisturizing factor (NMF) yang merupakan hasil
pemecahan filagrin. NMF dibentuk oleh bahan yang
sangat larut air sehingga dapat menyerap air dalam jumlah
besar. NMF dan lipid interseluler berperan penting dalam
hidrasi stratum korneum.29
196
Terapi spa bermanfaat untuk menjaga kelembaban
kulit. Ketika tubuh berendam di dalam air maka air akan
berpenetrasi secara difusi sederhana melalui lapisan lipid
bilayer epidermis kulit. Selain itu, transpor air juga
melalui aquaporin 3 yang merupakan kanal air yang
utama pada epidermis manusia. Efek tersebut akan
meningkatkan hidrasi kulit.30 Semakin lama kulit
berkontak dengan air, semakin baik hidrasi kulit. Air
dengan konsentrasi garam yang rendah memiliki tegangan
permukaan yang tinggi sehingga sedikit menyebar di atas
permukaan kulit dan akan menguap lebih lambat.31
Beberapa kandungan mineral air spa, antara lain
natrium, kalium, kalsium, klorida, dan magnesium
berperan dalam hidrasi epidermis. Ion inorganik tersebut
merupakan komponen NMF yang berperan dalam
mengatur hidrasi stratum korneum.31,32
Beberapa peneliti melaporkan bahwa mandi di laut
Mati memiliki efek menguntungkan bagi kulit, antara lain
memperbaiki fungsi sawar kulit, meningkatkan hidrasi
stratum korneum, dan mengurangi kekasaran kulit.33
Keratolitik
Sulfur memiliki efek keratolitik yang menghasilkan
pengelupasan kulit. Mekanisme pasti efek keratolitik
sulfur belum diketahui tetapi kemungkinan melalui
interaksi dengan kandungan sistein keratinosit, menghasilkan hidrogen sulfida yang akan merusak keratin.15
Efek keratolitik ini berperan untuk mencerahkan kulit.
Selain itu juga bermanfaat untuk pengobatan akne
vulgaris.11
Antibakteri dan antijamur
Ma’or dkk (2006) melaporkan efek antibakteri pada
lumpur laut Mati. Efek antibakteri tersebut merupakan
Sudarsono dkk
SPA untuk dermatologi kosmetik
kombinasi konsentrasi garam dan sulfida yang tinggi dan
pH yang rendah. Pada uji mikroorganisme, antara lain
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Propionibacterium acnes, dan Candida albicans kehilangan
viabilitasnya dengan cepat setelah penambahan lumpur
laut Mati.34
Sulfur dapat berinteraksi dengan oksigen radikal
pada lapisan epidermis yang lebih dalam, menghasilkan
hidrogen sulfur dan hidrogen disulfur yang selanjutnya
diubah menjadi asam pentationik (H2S5O6). Asam
pentationik memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur.
Efek antibakteri terapi spa terhadap P.acnes berperan
dalam pengobatan akne vulgaris. Efek antijamur sulfur
juga digunakan untuk pengobatan pitiriasis versikolor
yang sering menyebabkan kelainan pigmentasi.11
Satu uji klinis tidak acak terhadap 86 pasien akne
vulgaris yang mandi di laut Mati mendapatkan perbaikan
bermakna secara klinis berupa pengurangan jumlah
komedo dan pustul.4
Antiinflamasi
Panas air spa memiliki efek antiinflamasi. Efek
tersebut akibat peningkatan sekresi kortisol dan katekolamin yang diinduksi oleh stres panas.11
Beberapa kandungan mineral air spa memiliki efek
antiinflamasi, antara lain sulfur, bromida, magnesium,
seng, selenium, dan strontium. Efek antiinflamasi tersebut
bermanfaat untuk pengobatan rosasea dan akne.1 Aplikasi
topikal lumpur laut Mati dapat menekan sintesis
prostaglandin E2 dan leukotrien B4.35 Magnesium dapat
menghambat enzim lipooksigenase. Sulfat, selenium, dan
strontium dapat menghambat sitokin inflamasi yang
berasal dari limfosit Th1 dan keratinosit.15
Pigmentasi kulit
Mandi dengan larutan garam dapat meningkatkan
fotosensitivitas kulit terhadap radiasi UVB, sehingga
meningkatkan efikasi fototerapi.10,33 Klimatoterapi yang
merupakan kombinasi pajanan sinar matahari dan mandi di
air laut sering dimanfaatkan untuk pengobatan vitiligo.
Klimatoterapi akan merangsang proliferasi melanosit.1
Radiasi UV mempengaruhi melanisasi, proliferasi
dan kelangsungan hidup melanosit, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Efek tersebut terjadi melalui
pengaruh UV pada keratinosit menyebabkan sintesis dan
sekresi faktor parakrin oleh keratinosit.36
Secara langsung, radiasi UV mencetuskan beberapa
reaksi biologik melalui interaksi dengan kromofor sel yang
mengabsorpsi foton. Reaksi fotokimia mempengaruhi
proliferasi, kelangsungan hidup dan fungsi diferensiasi
melanosit. Sebagian besar efek UVA dianggap sebagai hasil
dari kerusakan oksidatif melalui absorpsi UVA oleh
kromofor sel misalnya prekursor melanin. Prekursor melanin
bekerja sebagai photosensitizer menyebabkan terbentuknya
generasi reactive oxygen species (ROS) dan radikal bebas.
Radiasi UVB secara langsung diabsorpsi DNA sel
menyebabkan pembentukan lesi DNA. Sistem perbaikan
kerusakan DNA diaktifkan, terutama protein p53 yang
menekan tumor.36 Ketika p53 diaktivasi oleh radiasi UV,
terjadi transkripsi gen POMC yang menghasilkan
melanocyte stimulating hormone (MSH) dan β-endorfin.
MSH akan berikatan dengan melanocortin 1 receptor
(MC1R) yang akan merangsang adenylate cyclase untuk
memproduksi cAMP, yang selanjutnya akan merangsang
melanogenesis, diferensiasi melanosit dan transfer
melanososm ke keratinosit.37 Lipid membran plasma juga
dipengaruhi radiasi UV untuk melepaskan diacylglycerol
(DAG) yang mengaktifkan protein kinase C (PKC)-β
sehingga terjadi melanogenesis melalui aktivasi tirosinase.36
Secara tidak langsung, faktor parakrin keratinosit
yang diinduksi radiasi UV dapat bekerja sendiri dan atau
sinergis untuk mengatur fungsi melanosit. Faktor parakrin
melanosit dan efeknya pada melanosit terangkum dalam
tabel 2.36
Tabel 2. Sitokin parakrin keratinosit yang diinduksi radiasi UV36
Faktor yang berasal dari keratinosit
Proliferasi
Faktor pertumbuhan fibroblas dasar
Endotelin-1
Interleukin-1α/1β
Hormon adrenokortikotropik
α-Melanocyte-stimulating hormone
Prostaglandin E2/prostaglandin F2α
Granulocyte-macrophage-colonystimulating factor
Nitrit oksid
Tumor necrosis factor (TNF)-α
Faktor pertumbuhan saraf
↑↑
↑
↓
↑
↑
Dendrisitas
Melanogenesis
↑
↑
↑
↓
↑
↑
↑
↑
↑
↑
↑
Transfer
melanosom
Kelangsungan
hidup
↑
↑
↑
↑
↓
↑
↑
197
MDVI
Antioksidan
Radikal bebas berperan penting pada berbagai macam
penyakit termasuk beberapa kelainan dermatologi.38
Beberapa kelainan kosmetik yang berhubungan dengan
gangguan sistem oksidan-antioksidan, antara lain penuaan,39
vitiligo,40 dan akne vulgaris41.
Stres oksidatif terjadi akibat peningkatan produksi
oksidan dalam sel yang mengawali proses degeneratif dan
mengubah homeostasis sel.41 Pada penuaan, stres
oksidatif menyebabkan peningkatan kadar stress
regulatory protein, salah satunya adalah nuclear factor kβ,
faktor transkripsi yang menginduksi sitokin pro-inflamasi,
misalnya IL-1 dan IL-6, vascular endothelial growth factor
(VEGF), dan TNF-α. Protein tersebut terlibat dalam
imunoregulasi, kelangsungan hidup sel dan merangsang
ekspresi matrix degrading metalloprotein (MMP). Stres
oksidatif juga menyebabkan pemendekan telomer
sehingga terjadi aktivasi protein p53 yang menginduksi
kemunduran sel dan apoptosis.39
Beberapa penelitian membuktikan bahwa stres
oksidatif berperan pada patogenesis vitiligo. Akumulasi
radikal bebas pada melanosit dapat menyebabkan
kerusakan dari sel melanosit.40
Pada akne vulgaris, radikal bebas oksigen yang
dihasilkan netrofil pada dinding folikel untuk membunuh
Propionibacterium acnes dapat menyebabkan kerusakan
sel. Linoleic acid dapat menghambat radikal bebas
oksigen. Kadarnya yang rendah pada sebum pasien akne
juga berperan menyebabkan peningkatan radikal bebas
oksigen pada dinding folikel. Produksi radikal bebas
oksigen yang berlebihan menyebabkan iritasi dan
penghancuran dinding folikel beserta jaringan sehat
sekitarnya. Keadaan tersebut menghasilkan inflamasi
pada akne.41
Terapi spa dapat mempengaruhi sistem oksidanantioksidan tubuh sehingga bermanfaat untuk kelainan
penuaan, vitiligo dan akne. Mandi sulfur dapat
mengurangi sistem pertahanan antioksidatif (glutation
peroksidase dan superoksid dismutase). Penurunan
aktivitas enzim tersebut akibat rendahnya ekspresi enzim
sebagai konsekuensi pengurangan stres oksidatif selama
terapi sulfur.42 Air mineral panas dapat menurunkan
protein malonic dialdehyde dan mengurangi aktivitas
enzim antioksidan yakni katalase, superoksid dismutase,
dan glutation peroksidase.43 Selenoprotein (tioredoksin
reduktase dan glutation peroksidase) dapat menghambat
kerusakan dan kematian sel yang diinduksi oleh
ultraviolet.14
Bruneau dkk (1996) melaporkan peningkatan bermakna aktivitas katalase setelah 4 hari terapi air Vichy
dibandingkan air MilliQ. Air Vichy berasal dari mata air
Lucas yang kaya mineral (5 gr/L) dan memiliki kadar
karbonat yang tinggi sedangkan air MilliQ tidak memiliki
kandungan mineral. Katalase berperan untuk menangkal
198
Vol.39 No.4 Tahun 2012: 192-200
radikal bebas dan mencegah penuaan kulit. Aktivitas
katalase pada fibroblas manusia berkurang seiring
pertambahan usia.44
Ohtsuka dkk (1994) melaporkan bahwa berendam di
dalam air bersuhu 420C selama 10 menit akan
menyebabkan stres oksidatif yang ditandai dengan
peningkatan peroksidasi lipid dan penurunan glutation
peroksidase pada eritrosit.45
Antipenuaan
Lumpur laut Mati dapat melindungi sel epidermis
terhadap efek inflamasi dan photoaging yang diinduksi
ultraviolet. Hal tersebut dibuktikan melalui aplikasi
topikal lumpur laut Mati pada kultur kulit atau in vivo
pada kulit yang dapat menurunkan beberapa petanda
penuaan melalui sinyal intraseluler.46
Kandungan mineral, misalnya selenium, seng, dan
sulfur dalam air spa bermanfaat sebagai antipenuaan.
Aplikasi topikal selenium dapat menghambat respons
inflamasi, pigmentasi, dan kanker kulit yang diinduksi
oleh ultraviolet.47 Seng dan sulfur berperan untuk sintesis
kolagen yang jumlahnya menurun pada proses penuaan.1
Soroka Y dkk (2008) meneliti efek kandungan
mineral laut Mati pada kultur keratinosit dan kulit
manusia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
mineral laut Mati dapat merangsang proliferasi dan
meningkatkan
aktivitas
mitokondria
keratinosit,
menurunkan ekspresi beberapa petanda proses penuaan
(p16 dan involukrin), meningkatkan inhibitor apoptosis
Bcl 2 dan mengurangi apoptosis setelah pajanan UVB.48
Jung Su Hyun dkk (2009) melaporkan efek ekstrak
mineral alam yang terdapat pada tanah Loess pada kultur
keratinosit yang diradiasi UV. Tanah Loess merupakan
tanah padat berwarna kuning atau kuning coklat yang
digunakan sebagai bahan bangunan. Tanah Loess
mengandung silika, aluminium, besi, magnesium,
kalsium, natrium, kalium dan mangan. Hasil penelitian
mendapatkan adanya perubahan pada laminin, ekspresi
MMP dan sekresi IL-2 setelah pajanan UV pada
keratinosit. Pengobatan ekstrak mineral alam pada
keratinosit tersebut secara bermakna meningkatkan
pertumbuhan sel dan ekspresi laminin, dan menurunkan
sekresi MMP-1, MMP-2 dan IL-2. Hasil tersebut
menegaskan efek potensial pemakaian ekstrak mineral
alam sebagai antipenuaan dan antiinflamasi.33
KESIMPULAN
Spa merupakan gabungan sejumlah modalitas terapi,
terdiri atas balneoterapi, klimatoterapi, sauna, terapi
lumpur, pijat, exercise, dan perubahan lingkungan. Dalam
bidang kedokteran, spa sering digunakan untuk mengobati
berbagai penyakit. Namun saat ini terapi spa sering
dikaitkan dengan pemeliharaan kecantikan.
Sudarsono dkk
Ditinjau dari segi dermatologi kosmetik, spa memberikan banyak manfaat misalnya membersihkan dan
melembabkan kulit, memiliki efek keratolitik, antibakteri,
antijamur, antiinflamasi, antioksidan, antipenuaan, dan
merangsang pigmentasi kulit. Efek relaksasi terapi spa
akan memberikan pengaruh positif terhadap keseimbangan homeostasis sehingga tercapai keseimbangan
tubuh, pikiran, dan jiwa (body, mind, dan spirit). Namun
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menilai efek
terapi spa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyaz N, Arakkal FR. Spa therapy in dermatology. IJDVL.
2011; 77: 128-34
2. Moss GA. Water and health: a forgotten connection?.
Perspectives in Public Health. 2010; 130: 227-32
3. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 1205/MENKES
/PER/X/2004. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2009
4. Nasermoaddeli A, Kagamimori S. Balneotherapy in medicine: a
review. Environ Health Prev Med. 2005; 10: 171-9
5. Zill R. The 10 elements of the spa experience. Massage
Today. 2002; 2: 1-6
6. Zill R. The sixth element: Aesthetics. Massage Today. 2002; 2:
1-4
7. Karagulle Z. Medical hidrology, balneotherapy, thalassotherapy
and spa therapy: understanding how research which validates
spa therapies can greatly increase your bottom line. 2009.
Diunduh tanggal 14 Juli 2011. Tersedia dari:
http://www.globalspasummit.org/2009/postsummit/files/pdf/
Monday/Afternoon%20General%20Sessions/A.%20Dr.%20
Zeki%20Karagulle%20Medical%20Hydrology/S.%20Medic
al.Hydrology.Monday.FINAL.pdf
8. Hannuksela ML, Ellahham S. Benefits and risks of sauna
bathing. Am J Med. 2001; 110: 118-26
9. Falagas ME, Zarkadoulia E, Rafailidis PI. The therapeutic effect
of balneotherapy: evaluation of the evidence from randomised
controlled trials. Int J Clin Pract. 2009; 63: 1068-84
10. Leaute-Labreze C, Saillour F, Chene G, Cazenave C,
Sanciaume C, Taieb A, dkk. Saline spa water or combined
water and UV-B for psoriasis vs conventional UV-B. Arch
Dermatol. 2001; 137: 1035-9
11. Matz H, Orion E, Wolf R. Balneotherapy in dermatology.
Dermatol Ther. 2003; 16:132-40
12. Gambichler T, Kuster W, Kreuter A, Altmeyer P, Hoffmann
K. Balneophototherapy-combined treatment of psoriasis
vulgaris and atopic dermatitis with salt water baths and
artificial ultraviolet radiation. JEADV. 2000; 14: 422-30
13. Bender T, Karagulle Z, Balint GP, Gutenbrunner C, Balint
PV, Sukenik S. Hydrotherapy, balneotherapy, and spa
treatment in pain management. Rheumatol Int Clin and Exp
Invest. 2004: 1-10
14. Lee I, Maibach HI. Seawater salts: effect on inflammatory
skin disease an overview. Dalam: Barel AO, Paye M,
Maibach HI, penyunting. Handbook of cosmetic science and
technology. Edisi ke-3. New York: Informa Healthcare;
2009. h.547-52
SPA untuk dermatologi kosmetik
15. Castanedo-Tordan MP, Baumann L. Anti-inflammatory
agents. Dalam: Baumann L, Saghari S, Weisberg E,
penyunting. Cosmetic dermatology principles and practice.
Edisi ke-2. New York: McGraw Hill; 2009. h.312-24
16. Sorimachi M, Ozawa M, Ueda H, Ebato S, Kawamura K,
Ando H, dkk. Comparisons between hemodynamics, during
and after bathing, and prognosis in patients with myocardial
infarction. Jpn Circ J. 2001; 65: 434-8
17. Yurtkuran M, Alp A, Nasircilar A, Bingol U, Altan L,
Sarpdere G, dkk. Balneotherapy and tap water therapy in the
treatment of knee osteoarthritis. Rheumatol Int. 2006; 27:
19-27
18. Bergel R. Hydrotherapy theoretical background: physiology
of the skin. Diunduh tanggal 15 Agustus 2011. Tersedia
dari: http://www.h-e-a-t.com/pdf/Hydrotherapy.pdf
19. Kubota K, Kurabayashi H, Tamura K, Kawada E, Tamura J,
Shirakura T. A transient rise in plasma beta-endorphin after
a traditional 47degrees C hot-spring bath in Kasatsu-spa,
Japan. Life Sci 1992; 51(124): 1877-80
20. Kuczera M, Kokot F. Effect of spa therapy on the endocrine
system. I. Stress reaction hormones. Pol Arch Med Wewn.
1996; 95(1): 11-20
21. Fioravanti A, Cantarini L, Guidelli GM, Galeazzi M.
Mechanisms of action of spa therapies in rheumatic
diseases: what scientific evidence is there?. Rheumatol Int.
2011; 31: 1-8
22. Weerapong P, Hume PA, Kolt GS. The mechanisms of
massage and effects on performance, muscle recovery and
injury prevention. Sports Med. 2005; 35: 235-56
23. Zuther J. Traditional massage therapy in the treatment and
management of lymphedema. Massage Today. 2002; 2: 1-5
24. Schlessinger J. Spa dermatology: Past, present and future.
Dermatol Clin. 2008; 26: 403-11
25. Cavanagh HMA, Wilkinson JM. Biological activities of
lavender essential oil. Phytother Res. 2002; 16: 301-8
26. Patin R, Kanlayavattanakul M, Lourith N. Aromatherapy
and essential oils in Thai spa business. IJPS. 2009; 5: 160-6
27. Zill R. The seventh element: enviroment. Massage Today.
2002; 2(8):1-4
28. Tranggono RI, Latifah F. Buku pegangan ilmu pengetahuan
kosmetik. Jakarta: Gramedia; 2007. p. 53
29. Baumann L, Saghari S. Basic science of the epidermis.
Dalam: Baumann L, Saghari S, Weisberg E, penyunting.
Cosmetic dermatology principles and practice. Edisi ke-2.
New York: McGraw Hill; 2009. h.3-7
30. Baumann L. Dry skin. Dalam: Baumann L, Saghari S,
Weisberg E, penyunting. Cosmetic dermatology principles and
practice. Edisi ke-2. New York: McGraw Hill; 2009. h.83-93
31. Bacle I, Meges I, Lauze C, Macleod P, Dupuy P. Sensory
analysis of four medical spa spring waters containing
various mineral concentrations. Int J Dermatol. 1999; 38:
784-6
32. Purwandhani E, Effendi EHF. Pelembab dan emolien untuk
kelainan kulit pada bayi dan anak. MDVI. 2000; 27: 20S26S
33. Jung SH, Seo YK, Youn MY, Park CS, Song KY, Park JK.
Anti-aging and anti-inflammation effects of natural mineral
extract on skin keratinocytes. Biotechnology and Bioprocess
Engineering. 2009; 14: 861-8
199
MDVI
34. Ma’or Z, Henis Y, Alon Y, Oslov E, Sorensen KB, Oren A.
Antimicrobial properties of Dead Sea black mineral mud. Int
J Dermatol. 2006; 45: 504-11
35. Gaal J, Varga J, Szekanecz Z, Kurko J, Ficzere A, Bodolay
E, dkk. Balneotherapy in elderly patients: effect on pain
from degenerative knee and spine conditions and on quality
of life. IMAJ. 2008; 10:365-9
36. Park HY, Pongpudpunth M, Lee J, Yaar M. Biology of
melanocytes. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7.
New York: McGrawHill; 2008. h.591-608
37. Baumann L, Saghari S. Skin pigmentation and pigmentation
disorders. Dalam: Baumann L, Saghari S, Weisberg E,
editors. Cosmetic dermatology principles and practice. Edisi
ke-2. New York: McGraw Hill; 2009. h.98-108
38. Maccarrone M, Catani MV, Iraci S, Melino G, Agro AF. A
survey of reactive oxygen species and their role in
dermatology. JEADV. 1997; 8: 185-202
39. Yaar M, Gilchrest BA. Aging of skin. Dalam: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
Edisi ke-7. New York: McGrawHill; 2008. h.963-73
40. Halder RM, Taliaferro SJ. Vitiligo. Dalam: Wolff K,
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
Edisi ke-7. New York: McGrawHill; 2008. h.616-22
41. Sarici G, Cinar S, Armutcu F, Altinyazar C, Koca R, Tekin
NS. Oxidative stress in acne vulgaris. JEADV. 2010; 24:
763-7.
200
Vol.39 No.4 Tahun 2012: 192-200
42. Leibetseder V, Strauss-Blasche G, Holzer F, Marktl W,
Ekmekcioglu C. Improving homocysteine levels through
balneotherapy: effects of sulfur baths. Clinica Chimica Acta.
2004; 343: 105-11
43. Bender T, Kovacs I, Gaal J, Tefner I. Balneology research in
Hungary. Press Therm Climat. 2008; 145: 191-200
44. Bruneau F, Bernard D, Ragueneau N, Montastier C. Effect
of Vichy water on catalase activity in the stratum corneum.
Int J Cosm Sci. 1996; 18: 269-77
45. Ohtsuka Y, Yabunaka N, Fujisawa H, Watanabe I, Asishi Y.
Effect of thermal stress on glutathione metabolism in human
erythrocytes. Eur J Appl Physiol Occup Physiol 1994; 68(1):
87-91
46. Portugal-Cohen M, Soroka Y, Ma’or Z, Oron M, Zioni T,
Kohen R, dkk. Protective effects of a cream containing dead
sea minerals againts UVB-induced stress in human skin.
Exp Dermatol. 2009; 18: 781-8
47. Pinton J, Friden H, Kettaneh-Wold N, Wold S, Dreno B,
Richard A, et al. Clinical and biological effects
balneotherapy with selenium-rich spa water in patients with
psoriasis vulgaris. Br J Dermatol. 1995; 133: 329-47
48. Soroka Y, Ma’or Z, Leshem Y, Verochovsky L, Neuman R,
Bregegere FM, dkk. Aged keratinocyte phenotyping:
morphology, biochemical markers and effects of Dead Sea
minerals. Exp Gerontol. 2008; 43: 947-57
Download