ANALISIS EFEKTIVITAS, KEMANDIRIAN DAN DESENTRALISASI

advertisement
ANALISIS EFEKTIVITAS, KEMANDIRIAN DAN DESENTRALISASI
PEMERINTAH KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Nama
NPM
Program Studi
: Andri Haryanto
: 1105170348
: Akuntansi
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHSUMATERA UTARA
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Assalaamualaikum Wr. Wb.
Alhamdullillahirobbil’alamin Puji dan syukur penulis ucapkan ke Hadirat
Allah SWT, yang senantiasa mencurahkan kasih dan karunia-Nya sehingga
Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Analisis Kinerja
Keuangan Pemerintah Kota Medan” yang diajukan untuk melengkapi tugas
dan syarat menyelesaikan pendidikan pada Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini dengan rendah hati penulis ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu sehingga saya dapat
menyelesaikan Skripsi ini, terutama kepada :
1. Teristimewa Ayahanda Wiwin Arianto dan Ibunda Sulastri yang kucintai
dan kusayangi yang telah mengasuh, mendidik, memberikan bimbingan,
nasehat serta do’a sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Adik saya Serly Ariska, Devi Khairatunnisa dan Aqila Zahra yang
telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.
2. Bapak Dr. Agussani, M.AP, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.
3. Bapak Zulaspan Tupti, SE, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
4. Ibu Elizar Sinambela, SE, M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
i
5. Ibu Syafrida Hani, SE, M.Si,. selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan sehingga terwujud penulis skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu staf pengajar dan seluruh pegawai di Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
7. Teman-teman seperjuangan dan penyemangat saya dari awal hingga
sekarang, kelas Akuntansi A siang Angkatan 2011 terkasih.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan apabila dalam penulisan ini terdapat kata-kata yang kurang berkenan
penulis mengharapkan maaf yang sebesar-besarnya, semoga Allah SWT
senantiasa meridhoi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr, Wb.
Medan,
Januari 2015
Penulis
Andri Haryanto
1105170348
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................
i
DAFTAR ISI
......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL
......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN .............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................
7
C. Batasan dan Rumusan Masalah......................................................
7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................
8
LANDASAN TEORI ....................................................................... 10
A. Uraian Teoritis .............................................................................. 10
1.
Keuangan Daerah ................................................................ 10
a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah ......... 10
b. Pengelolaan Keuangan Daerah ...................................... 11
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ..................... 11
d. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah ........................... 15
e. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah ......................................................... 17
f. Parameter Rasio Keuangan Pemerintah Daerah ............ 17
2.
Rasio Efektivitas Keuangan Daerah ................................... 19
3.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ............................... 21
4.
Rasio Desentralisasi Fiscal ................................................. 23
iii
B. Kerangka Berfikir .......................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 28
A. Pendekatan Penelitian .................................................................... 28
B. Definisi Operasional Variabel ........................................................ 28
C. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 29
D. Sumber dan Jenis Data ................................................................... 30
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 30
F. Tehnik Analisis Data ...................................................................... 30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 32
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 32
1. Deskripsi Objek Penenlitian .................................................. 32
2. Deskripsi Data ....................................................................... 32
a. Rasio Efektivitas Keuangan Daerah ............................... 33
b. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ........................... 35
c. Rasio Desentralisasi Fiscal ............................................. 37
B. Pembahasan ................................................................................... 39
1. Analisis Rasio Keuangan Daerah Dalam Mengukur
Kinerja ................................................................................... 39
a. Rasio Efektivitas Keuangan Daerah ............................... 39
b. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ........................... 41
c. Rasio Desentralisasi Fiscal ............................................. 43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 45
A. Kesimpulan ................................................................................... 45
B. Saran
......................................................................................... 46
iv
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Anggaran dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah ......................
4
Tabel 1.2
Sumber-sumber Pendapatan Daerah ..........................................
5
Tabel 2.1
Tingkat Efektivitas Keuangan Daerah ........................................
20
Tabel 2.2
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah.....................................
22
Tabel 2.3
Tingkat Desentralisasi Keuangan Daerah ...................................
24
Tabel 2.4
Penelitian terdahulu.....................................................................
25
Tabel 3.1
Rincian Waktu Penelitian............................................................
29
Tabel 4.1
Rasio Efektivitas Keuangan Daerah ...........................................
33
Tabel 4.2
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah .......................................
35
Tabel 4.3
Rasio Desentralisasi Fiscal .........................................................
27
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir............................................................
27
Gambar 4.1 Rasio Efektivitas Keuangan Daerah ...........................................
34
Gambar 4.2 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah .......................................
36
Gambar 4.3 Rasio Desentralisasi Fiscal .........................................................
38
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kota Medan merupakan salah satu kota yang telah menerapkan otonomi
daerah dengan landasan UU No 32 Tahun 2004 dan UU No 33 Tahun 2004
sebagai dasar-dasar penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan prinsip
demokratis, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan dan memperhatikan
potensi serta keanekaragaman daerah. Peraturan Perundangan tersebut menuntut
peran legislatif yang semakin besar dengan kedudukan yang terpisah dari
eksekutif, kepala daerah bertanggung jawab kepada DPRD, bukan lagi kepada
presiden, serta adanya kepastian bahwa pelaksanaan pemerintahan dapat ikut
diawasi oleh masyarakat melalui DPRD.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan alat dalam
menentukan pendapatan dan pengeluaran, implementasi dari perencanaan
pembangunan yang telah ditetapkan sebelumnya, otorisasi pengeluaran, sumber
pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk
memobilisasi pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit
kerja. Perencanaan APBD sebagai perwujudan keseluruhan aktivitas dan kegiatan
pemerintah menuntut adanya partisipasi aktif yang menampung berbagai aspirasi
masyarakat sehingga akan mencerminkan kebutuhan riil masyarakat, seperti yang
telah tercantum dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang telah
disusun.
1
2
Dalam rangka Pengelolaan Keuangan Daerah yang transparan, jujur,
demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, perlu dilakukanlah analisis rasio
keuangan terhadap APBD untuk menilai kinerja Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana menurut James B. Whittaker (1995) dalam government performance
and result act, a mandate for strategic planning and performance measurement
menyatakan bahwa pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Terdapat
unsur akuntabilitas dalam good governance yang baik, dimana pemerintah
diharapkan dapat melaporakan hasil dari program yang telah dilaksanakan agar
masyarakat dapat menilai. Beberapa rasio yang dapat digunakan diantaranya yaitu
rasio efektivitas keuangan daerah, rasio kemandirian keuangan daerah dan rasio
desentralisasi fiscal.
Rasio Efektivitas dapat menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah yang direncanakan dibandingkan
dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Rasio kemandirian
keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan pemerintah daerah
dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
pendapatan daerah.
Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan
Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari
sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. Rasio
kemandirian bertujuan untuk menggambarkan ketergantungan daerah terhadap
3
sumber dana eksternal dan menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah (Halim, 2007, hal. 233).
Rasio desentralisasi fiscal menunjukan kemampuan pemerintah daerah
menjalankan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan. Semakin
tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan daerah dalam
menyelenggarakan desentralisasi (mahmudi, 2007, hal. 128).
Berdasarkan dari kutipan media waspada online menyebutkan bahwa
terjadi Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Kota
Medan tahun 2013 yang disahkannya dalam Sidang Paripurna DPRD pada Kamis
29 Agustus 2013. Dalam PAPBD itu, anggaran belanja Pemko Medan dikurangi
dari Rp4,52 triliun menjadi Rp4,23 triliun, atau dipangkas Rp285 miliar. Ini
merupakan kali pertama dalam sejarah Kota Medan P-APBD mengalami
penurunan.
Dalam sidang paripurna itu juga disetujui pengurangan target PAD dari
Rp4,33 triliun menjadi Rp4,1 triliun, atau turun sebesar Rp223 miliar. Ketua
Fraksi Partai Demokrat DPRD Kota Medan Herri Zulkarnain saat menyampaikan
pendapat akhir fraksinya mengatakan, salah satu faktor menurunnya penerimaan
dari beberapa pos pajak dan retribusi daerah diakibatkan tidak maksimalnya
kinerja sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD), termasuk kurang
intensnya pengawasan dari atasan dalam pelaksanaan di lapangan. Akibatnya
terjadi banyak kebocoran.
Pada sisi penerimaan menunjukkan bahwa masih terdapat kelemahan pada
sistim pengelolaan dan pengawasan sehingga pada realisasinya pendapatan asli
4
daerah belum tercapai sesuai dengan yang telah di anggarkan. Sedangkan suatu
daerah otonomi diharapkan mampu melaksanakan semua urusan pemerintahan
dan pembangunan dengan bertumpu pada Pendapatan Asli daerah (PAD) yang
dimilikinya karena itu kemampuan suatu daerah menggali PAD akan
mempengaruhi perkembangan dan pembangunan suatu daerah.
Selanjutnya untuk mendapatkan gambaran anggaran dan realisasi
pendapatan asli daerah kota Medan dapat dilihat dalam table 1.1 berikut.
Tabel 1.1
Anggaran dan Realisasi PAD
Pendapatan Asli Daerah
Anggaran
Realisasi
2009
386.862.522.644
366.947.412.951
2010
548.479.109.229
588.941.453.691
2011
1.110.469.593.763
990.300.499.144
2012
1.594.454.835.916
1.147.901.461.607
2013
1.578.247.819.724
1.206.169.709.147
sumber: Laporan Realisasi Anggaran
Tahun
Dilihat dari data dalam tabel 1.1 dapat dikatakan bahwa kemampuan
pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD masih kurang efektiv, hal ini
terlihat selama 5 (lima) tahun hanya pada tahun 2010 yang mampu mencapai taget
anggaran sementara untuk 4 (empat) tahun lainnya tidak mencapai target
anggaran. Perbandingan antara realisasi PAD dengan target penerimaan anggaran
merupakan komponen pengukur kinerja keuangan daerah yang disebut rasio
efektivitas. Tabel 1.1 memberikan gambaran jika dibandingkan realisasi dengan
anggaran maka terhihat hampir semua belum mencapai angka 100 persen .
Sedangkan, Menurut Abdul Halim (2002, hal. 128) Kemampuan daerah dalam
menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal satu
5
atau 100 persen. Namun, semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan
kemampuan daerah semakin baik.
Keberhasilan menggali dan meningkatkan potensi PAD juga berkaitan
dengan kemampuan suatu daerah membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang bersumber dari PAD bukan
melalui sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat, provinsi ataupun dari
pinjaman.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai kemandirian kota Medan dapat
dilihat dalam table 1.2 berikut.
Tabel 1.2
Sumber–sumber Pendapatan Daerah
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Sumber Pendapatan Daerah
Pendapatan
Pendapatan Asli
Lain-lain
Transfer & Dana
Daerah
PAD yang sah
Perimbang
366.947.412.951
588.941.453.691
990.300.499.144
1.147.901.461.607
1.206.169.709.147
1.465.603.244.963
1.449.070.282.111
1.718.727.194.630
1.822.682.350.868
2.060.845.776.012
36.207.171.000
31.822.160.000
33.559.267.650
27.620.100.000
9.328.800.000
Total
Pendapatan
Daerah
1.868.757.828.914
2.069.833.895.802
2.742.586.961.424
2.998.203.912.475
3.276.344.285.159
Sumber: Laporan Realisasi Anggaran
Dari tabel 1.2 terlihat bahwa besarnya pendapatan transfer dan dana
perimbangan masih mendominasi penerimaan daerah dibandingkan dengan
pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini mengindikasikan masih rendahnya
kemandirian akibat tingginya ketergantungan fiskal pemerintah kota Medan
terhadap pemerintah pusat selama kurun waktu 2009-2013. Kemandirian
keuangan daerah dapat diukur dengan rasio kemandirian dengan cara
membandingkan PAD dengan sumber dana eksternal (bantuan pusat/ propinsi dan
pinjaman). Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat
6
ketergantungan daerah terhadap terhadap bantuan pihak eksternal (terutama
pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya
(Halim, 2002, hal. 128).
Pendapatan asli daerah bukan saja menjadi inditator penting kemandirian
daerah.
akan
tetapi
dapat
pula
mengukur
kemampuan
daerah
dalam
menyelenggarakan desentralisasi dengan melihat seberapa besar kontribusi PAD
terhadap total pendapatan. kriteria desentralisasi fiscal masuk dalam kategori
“baik” jika mencapai 40-50 persen (litbang depdagri, 1991). Melihat Tabel 1.2
memberikan gambaran secara umum bahwa selama 5 (lima) tahun kontribusi
PAD terhadap total pendapatan masih rendah bahkan tidak mecapai setengah dari
total penerimaan daerah. Mahmudi dalam Suprianto (2013) mengatakan semakin
tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan daerah dalam
menyelenggarakan desentralisasi.
Penelitian sejenis sebelumnya telah dilakukan oleh Dori Saputra (2014).
Tentang kemandirian dan efektifitas keuangan daerah pada kabupaten dan kota di
Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini menggunakan analisis rasio kemandirian
dan
analisis rasio
efektifitas sebagai
alat
analisinya.
Daerah
otonom
Kabupaten/Kota di Sumatera Barat dalam periode 2004-2011 masuk dalam
kategori kemandirian keuangan yang rendah sekali dan secara trend kemandirian
dari tahun 2005-2011 berada pada kecendrungan menurun. Sedangkan untuk
analisis rasio efektifitas masuk dalam kategori keuangan yang sangat efektif
secara rata-rata dari tahun 2004-2011 dan untuk trend efektivitas keuangan daerah
menunjukan cenderung naik.
7
Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan diatas maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja keuangan pemerintah
daerah yang berjudul “Analisis Efektivitas, Kemandirian dan Desentralisasi
Pemerintah Kota Medan”.
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Belum tercapai realisasi PAD sesuai dengan target anggaran untuk tahun
2009, 2011, 2012 dan 2013.
2. Penerimaan pendapatan transfer dan dana perimbang pada tahun 20092013 yang masih tinggi.
3. Masih rendahnya kontribusi PAD terhadap pendapatan daerah pada tahun
2009-2013.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka perumusan masalah
yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kinerja keuangan daerah Kota Medan berdasarkan rasio
efektivitas keuangan daerah pada tahun 2009-2013.
2. Bagaimanakah kinerja keuangan daerah Kota Medan berdasarkan rasio
kemandirian keuangan daerah pada tahun 2009-2013.
3. Bagaimanakah kinerja keuangan daerah Kota Medan berdasarkan rasio
desentralisasi fiskal pada tahun 2009-2013.
8
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Bagaimanakah kinerja keuangan daerah Kota Medan
berdasarkan rasio efektivitas keuangan daerah pada tahun 2009-2013.
2. Untuk mengetahui Bagaimanakah kinerja keuangan daerah Kota Medan
berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah pada tahun 2009-2013.
3. Untuk mengetahui Bagaimanakah kinerja keuangan daerah Kota Medan
berdasarkan rasio desentralisasi fiskal pada tahun 2009-2013.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, menambah pemahaman penulis tentang kinerja keuangan
pada pemerintah daerah , serta untuk membandingkan teori yang didapat
dari studi kuliah dengan kenyataan yang sebenarnya.
2. Bagi pemerintah daerah, sebagai tambahan bahan referensi dalam
menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah dan alternatif masukan
untuk meningkatkan pengelolaan keuangan Pemerintah Daerah secara
ekonomis, efisien, dan efektif demi tercapainya keberhasilan otonomi
daerah.
3. Bagi peneliti berikutnya, memberikan sumbangan wawasan dan sebagai
bahan pembanding terhadap penelitian akuntansi yang berhubungan
dengan kinerja keuangan Pemerintah Daerah.
9
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Uraian Teoritis
1. Kinerja Keuangan Daerah
a. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Dalam arti sempit, keuangan daerah yakni terbatas pada hal-hal yang
berkaitan dengan APBD. Oleh sebab itu keuangan daerah identik dengan APBD.
Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005, Keuangan Daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kewajiban daerah
tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan
keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah. Menurut Abdul Halim (2004, hal. 18), Keuangan Daerah
dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai
dengan uang. Demikian pula dengan segala sesuatu baik berupa uang maupun
barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak
lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut Abdul Halim (2004, Hal. 20), ruang lingkup keuangan daerah
terdiri dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan yang dikelola langsung adalah APBD
dan barang-barang inventaris milik daerah. Sedangkan keuangan daerah yang
dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
9
10
b. Pengelolaan Keuangan Daerah
Dalam ketentuan umum pada PP Nomor 58 Tahun 2005, Pengelolaan
Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, pengawasan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini mengandung beberapa
kepengurusan dimana kepengurusan umum atau yang sering disebut pengurusan
administrasi dan kepengurusan khusus atau juga sering disebut pengurusan
bendaharwan. Dalam pengelolaan anggaran/keuangan daerah harus mengikuti
prinsip-prinsip pokok anggaran sektor publik. Pada Permendagri Nomor 26 Tahun
2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2007 menyatakan
bahwa “APBD harus disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip pokok
anggaran sektor publik, sebagai berikut: (a) Partisipasi Masyarakat, (b)
Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran, (c) Disiplin Anggaran, (d) Keadilan
Anggaran, (e) Efisiensi dan Efektivias Anggaran dan (f) Taat Asas”.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah (PP 58/2005, pasal 1).
c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(1) Pengertian APBD
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan
semua belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan daerah bertujuan untuk
11
memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua
pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD.
Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD
menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah. Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN
yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat
dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
Meurut pasal 1 UU No.32 tahun 2004 APBD adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, didanai
dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), sementara
penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah di
daerah, didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan belanja Negara
(APBN).
Menurut Abdul Halim (2004, hal. 15) menyatakan APBD adalah :
Suatu rencana pekerjaan keuangan (Financial work plan) yang dibuat dalam
jangka waktu tertantu dimana badan legislatif memberikan kredit kepada
badan-badan eksekutif untuk melakukan pembiayaan sehubungan dengan
kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rencana yang menjadi dasar
(grondsleg) penetapan anggaran, dan yang menunjukan semaua penghasilan
untuk menutup pengeluaran tadi.
Berdasarkan pasal 64 ayat (2) UU. No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, APBD dapat didefinisikan sebagai rencana operasional
keuangan Pemerintah Daereh, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraaan
pengeluaran pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan
12
dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain
menggambarkan perkiran penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah
guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksut (Halim, 2002, hal.16). Definisi
tersebut merupakan pengertian APBD pada era Orde Baru.
(2) Struktur APBD
Dengan dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah maka akan membawa
konsekuensi terhadap berbagai perubahan dalam keuangan daerah, termasuk
terhadap struktur APBD berdasarkan PP No. 105 Tahun 2000tentang Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagai berikut :
(a) Pendapatan daerah
Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Penerimaan
Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan dan pembiayaan.
Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Dalam Standar
Akuntansi Pemerintah (2005, hal. 107), pendapatan adalah semua rekening kas
umum negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dari periode tahun
anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar
kembali oleh pemerintah. Pendapatan daerah meliputi : Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbang dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
(b) Belanja Daerah
Belanja daerah menurut UU No. 33 Tahun 2004 merupakan semua
kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah adalah belanja yang
13
tertuang dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan
pemeritahan,
pembangunan
dan
pembinaan
kemasyarakatan.
Menurut
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, belanja daerah adalah semua pengeluaran
kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.
Menurut Halim (2007, hal. 322), menyatakan belanja daerah kewajiban
pemerintah mengurangi nilai kekayaan bersih.
Lebih lanjut menurut Yuwono, dkk (2005, hal. 108), menyatakan bahwa
belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah atau kewajiban yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode satu tahun anggaran yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja daerah
dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja
tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara tidak
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sementara belanja langsung
merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan.
(c) Pembiayaan daerah
Pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Selisih antara
penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun
anggaran dicatat dalam pos pembiayaan neto.
Pembiayaan dikatagorikan menjadi dua, yaitu; 1) Penerimaan Pembiayaan:
Penggunaan SILPA tahun lalu, pencairan dana cadangan, hasil penjualan
kekayaan daerah yang dipisahkan, pinjaman dalam negeri kepada pemerintah
14
pusat, pinjaman dalam negeri kepada pemerintah daerah lainnya, pinjaman dalam
negeri kepada lembaga keuangan bank, pinjaman dalam negeri lainnya,
penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara, perusahaan daerah, dan
pemerintah daerah lainnya. 2) Pengeluaran Pembiayaan: pembentukan dana
cadangan, penyertaan modal pemerintah daerah pembayaran pokok pinjaman
dalam negeri kepada pemerintah daerah lainnya, pemerintah pusat, lembaga
keuangan bank, dan lembaga keuangan non bank (Mahmudi, 2010, hal. 76).
d. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kinerja merupakan
gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan
dalam mencapai tujuan, visi dan misi suatu organisasi (Bastian, 2006, hal. 177).
Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil
kerja dibidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah
dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan
atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk dari
pengukuran kinerja tersebut merupakan rasio keuangan yang terbentuk dari unsur
laporan pertanggungjawaban kepada kepala daerah berupa perhitungan APBD.
James B. Whittaker (1995) dalam Government Performance and Result
Act, A Mandate for Strategic Planning and Performance Measurement
menyatakan bahwa :
pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.
Pengukuran kinerja secara berkelanjutan akan memberikan umpan balik,
sehingga upaya perbaikan secara terus menerus prestasinya secara objektif
dalam suatu periode waktu tertentu.
15
Menurut Mahsun (2006 : 25) “Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang teruang dalam stategic planning
suatu organisasi”. Disamping itu, menurut Sedarmayanti (2003 : 64) “Kinerja
(performance) diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses
manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut
harus dapat diukur dengan dibandingkan standar yang telah ditentukan”.
Menurut Mardiasmo (2002:121) “Sistem pengukuran kinerja sektor publik
adalah suatu sistem yang bertujuan untk membantu manajer publik menilai
pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial”. Dalam
penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan dengan Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah adalah tingkat capaian dari suatu hasil kerja di bidang
keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan
menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau
ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran. Bentuk kinerja
tersebut
berupa
rasio
keuangan
yang
terbentuk
dari
unsur
Laporan
Pertangggungjawaban Kepala Daerah berupa Perhitungan APBD.
Pengukuran kinerja yang digunakan secara umum oleh perusahaan yang
berorientasi pada pencapaian laba antara lain melalui penetapan rasio keuangan.
Rasio yang dimaksud dalam laporan keuangan adalah suatu angka yang
menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya. Suatu rasio
tersebut diperbandingkan dengan perusahaan lainnya yang sejenis, sehingga
adanya perbandingan ini maka perusahaan tersebut dapat mengevaluasi situasi
perusahaan dan kinerjanya.
16
e. Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah
Prestasi pelaksanaan program yang dapat diukur akan mendorong
pencapaian prestasi tersebut. Pengukuran prestasi yang dilakukan secara
berkelanjutan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan secara terusmenerus dan pencapaian tujuan di masa mendatang. Salah satu alat menganalisis
kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan
melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan
dilaksanakannya. Menurut Abdul Halim (2002, hal. 126) hasil analisis rasio
keuangan ini bertujuan untuk:
1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai
penyelenggaraan otonomi daerah.
2. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan
daerah.
3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam
membelanjakan pendapatan daerahnya.
4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam
pembentukan pendapatan daerah.
5. Melihat pertumbuhan/perkembangan perolehan pendapatan dan
pengeluran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
f. Parameter Rasio Keuangan Pemerintah Daerah
Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD
belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara
bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam
rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis, efektif,
efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu dilaksanakan meskipun
kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan laporan keuangan yang
dimiliki perusahaan swasta.
17
Analisis rasio keuangan pada APBD keuangan pada APBD dilakukan
dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan
periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecendrungan yang
terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio
keuangan yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan daerah lain yang
terdekat maupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat bagaimana
rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya.
Analisis kinerja keuangan yang telah dikembangkan dan dibangun oleh
Musgrove, Richard A, dan B Musgrove, Peggy dalam bukunya “Public Finance
In Theory and Practice (dalam Rekso Hadipradjo, Ekonomi publik)”, namun
dalam penerapanya disesuaikan dengan kemampuan dalam APBD. Menurut
Abdul halim (2002, hal.128) menyatakan beberapa rasio keuangan yang juga
dapat dipakai untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah antara lain:
1) Rasio kemandirian (otonomi fiscal)
Pendapatan Asli Daerah
Bantuan Pemerintah Pusat/Propinsi dan Pinjaman
2) Rasio efektivitas dan efesiensi
Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Target Penerimaan PAD yg DItetapkan Berdasarkan
Potensi Rill Daerah
Biaya yang dikeluarkan untuk Memungut PAD
Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
3) Rasio keserasian
Total Belanja Rutin
Total APBD
18
Total Belanja Pembangunan
Total APBD
4) Debt service coverage ratio (DSCR)
(PAD + BD + DAU ) – BW
Total (Pokok Angsuran + Bunga + Biaya Pinjaman)
5) Rasio
Pertumbuhan,
Mengukur
seberapa
besar
kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilannya yang telah dicapai dari period eke periode berikutnya.
Sedangkan menurut Mahmudi dalam Suprianto (2007) rasio-rasio yang
dapat digunakan dalam mengukuran kinerja keuangan Pemerintah Daerah adalah
sebagai berikut:
1) Rasio kemandirian
Pendapatan Asli Daerah
Transfer Pusat/Propinsi dan Pinjaman
2) Rasio Ketergantungan Daerah
Pendapatan Transfer
Total Pendapatan Daerah
3) Rasio Derajat Desentralisasi
Pendapatan Asli Daerah
Total Pendapatan Daerah
2. Rasio Efektivitas Keuangan Daerah
Rasio efektivitas keuangan daerah otonom (selanjutnya disebut “Rasio
EKD”) menunjukkan kemampuan pemerintahan daerah dalam merealisasikan
19
pendapatan asli daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan dengan target
yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.
Realisasi penerimaan PAD
EK =
x 100
Target penerimaan PAD berdasarkan
potensi riil daerah
(Halim, 2002, hal. 128)
Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif
apabila rasio yang dicapai minimal 1 (satu) 100 persen. Namun, semakin tinggi
rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah semakin baik. Departemen
Dalam
Negeri
dengan
Kepmendagri
No.690.900-327,
Tahun
1996
mengategorikan kemampuan efektivitas keuangan daerah otonom ke dalam lima
tingkat efektivitas seperti terlihat pada Tabel 2.1
Table 2.1
Tingkat Kemampuan Efektifitas Keuangan Daerah
Kemampuan keuangan
Efektivitas (%)
daerah
Sangat efektif
>100 %
Efektif
90% – 100 %
Cukup efektif
80% – 90 %
Kurang efektif
60% - 80%
Tidak efektif
0% - 60%
Sumber:Kepmendagri No.690.900-327,1996
Trend efektifitas keuangan daerah
Efektivitas keuangan daerah penting dinilai untuk mengetahui arah
perkembangan dimensi efektivitas keuangan daerah. Suatu daerah otonom
kabupaten/kota pada suatu tahun tertentu barangkali belum dapat memenuhi
efektivitas keuangannya, tetapi dengan melihat trend positif dari kedua dimensi
keuangan tersebut diperoleh keyakinan, walaupun lambat ada peluang akan
menuju efektivitas keuangan daerah yang ideal.
20
Analisis trend efektivitas keuangan daerah digunakan untuk mengetahui
arah perkembangan efektivitas keuangan daerah tersebut. Apabila persentase
trend EKD lebih dari 100%, maka telah terjadi perkembangan EKD. Semakin
besar persentase trend EKD dari tahun ke tahun maka arah perkembangan
efektivitas keuangan daerah kabupaten/kota semakin baik. Sebaliknya, bila
persentase kurang dari 100% maka terjadi penurunan efektivitas keuangan daerah
kabupaten/kota.
Dari penjelasan ini maka trend kemandirian keuangan daerah dapat
diformulasikan sebagai berikut.
EKD Tahun pembanding
Trend EKD =
x 100%
EKD Tahun dasar
3. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri
kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan
daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya pendapatan
asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber
yang lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman. bantuan
pemerintah pusat dalam konteks otonomi daerah bisaa dalam bentuk Dna Alokasi
Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Berikut formula untuk
mengukur tingkat kemandirian keuangan daerah :
Pendapatan asli daerah
KKD =
x 100
Bantuan pusat + provinsi + pinjaman
(Halim, 2006, hal. 128)
21
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap
sumber dana ekstern. Semakin tinggi Rasio Kemandirian berarti bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat
atau propinsi) semakin rendah dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian
juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Semakin tinggi Rasio kemandirian, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat
dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama
Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Kriteria
untuk
menetapkan
kemandirian
keuangan
daerah
dapat
dikatagorikan seperti tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Kemampuan keuangan
Kemandirian (%)
daerah
Rendah sekali
0,00 – 25 %
Rendah
25% – 50 %
Sedang
50% – 75 %
Tinggi
75% – 100 %
Sumber: Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim 2002
Trend Kemandirian keuangan daerah
Suatu daerah otonom kabupaten/kota pada suatu tahun tertentu barangkali
belum dapat memenuhi kemandirian keuangannya, tetapi dengan melihat trend
positif dari dimensi kemandirian keuangan tersebut diperoleh keyakinan,
walaupun lambat ada peluang akan menuju kemandirian keuangan daerah yang
ideal.
Analisis trend kemandirian keuangan daerah digunakan untuk mengetahui
arah perkembangan kemandirian keuangan daerah tersebut. Apabila persentase
trend KKD lebih dari 100%, maka telah terjadi perkembangan KKD. Semakin
22
besar persentase trend KKD dari tahun ke tahun maka arah perkembangan
kemandirian Kabupaten/Kota semakin baik. Sebaliknya, bila persentase kurang
dari 100% maka terjadi penurunan kemandirian keuangan Kabupten/Kota.
Dari penjelasan ini maka trend kemandirian keuangan daerah dapat
diformulasikan sebagai berikut.
KKD Tahun pembanding
Trend KKD =
x 100%
KKD Tahun dasar
4. Rasio desentralisasi fiscal
Ukuran ini menunjukkan kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola
pendapatan. Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan
daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi. Rasio desentralisasi fiskal dalam
penelitian ini diukur dengan membandingkan total pendapatan asli daerah dengan
total penerimaan daerah. Berikut formula untuk mengukur tingkat desentralisasi
fiskal:
total Pendapatan asli daerah
Desentralisasi Fiscal =
x 100
Total pendaptan daerah
(Mahmudi, 2007)
Adapun kriteria untuk menetapkan Desentralisasi fiscal keuangan daerah
dapat dikatagorikan seperti tabel 2.3 sebagai berikut :
23
Tabel 2.3
Tingkat Kemampuan Desentralisasi Fiscal
Kemampuan keuangan
Desentralisasi %
daerah
Sangat kurang
0,00 – 10,0 %
Kurang
10,01 – 20,00 %
Sedang
20,01 – 30,00 %
Cukup
30,01 – 40,00 %
Baik
40,01 – 50,00 %
Sangat baik
>50,00 %
Sumber : tim litbang depdagri – fisipol ugm,1991
Trend Desentralisasi Fiscal
Desentalisasi fiscal penting dilakukan untuk mengukur kemampuan
kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk menggali dan mengelola pendapatan Suatu daerah
otonom. Kabupaten/kota pada suatu tahun tertentu barangkali belum mencapai
kemampuan desentralisasi yang diharapkan, tetapi dengan melihat trend positif
dari kedua dimensi keuangan tersebut diperoleh keyakinan, walaupun lambat ada
peluang akan menuju desentralisasi keuangan daerah yang ideal.
Analisis
trend
desentralisasi
keuangan
daerah
digunakan
untuk
mengetahui arah perkembangan kemampuan pemerintah daerah memaksimalkan
tanggung jawab yang diberikan. Semakin besar persentase trend desentralisasi
dari tahun ke tahun maka arah perkembangan kemampuan pemerintah/kota dalam
menggali potensi daerahnya semakin baik.
Dari penjelasan ini maka trend sdesentralisasi fiscal keuangan daerah
dapat diformulasikan sebagai berikut.
Desentralisasi Tahun pembanding
Trend Desentralisasi =
x 100%
Desentralisasi Tahun dasar
24
Table 2.4
penelitian terdahulu
No
Nama
1
Dori saputra,
2014
Judul penelitian
Analisis
kemandirian
dan efektivitas
keuangan
daerah
Pada
kabupaten dan
kota di propinsi
Sumatera barat
2
Ayu
febriyanti
puspitasari,
2012
Analisis kinerja
keuangan
pemerintah
daerah
Kota
malang tahun
anggaran 20072011
3
Anggi
meliantha
cahya, 2010
Analisis rasio
efektivitas
keuangan
pengaruhnya
terhadap kinerja
Pemerintah
daerah
4
Khairul
Furqan, 2006
Analisis Rasio
Sebagai Salah
Satu Alat untuk
Menilai Kinerja
Keuangan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Jombang
Hasil penelitian
Secara rata-rata rasio kemandirian
rendah sekali karena berapada pada 0%25% dan trend kemandirian keuangan
daerah menandakan cenderung menurun
berada pada 95.3% kurang dari 100%.
Kemudian untuk rasio efektifitas sangat
efektif karna berada pada kecenderungan
sebesar 109,8% dan trend efektifitas
cenderung naik berada diatas 100%.
rata-rata kinerja pengelolaan keuangan
kota Malang berdasarkan analisis rasio
keuangan adalah baik. Pola hubungan
kemandirian daerah kota Malang dalam
lima tahun terakhir masih menunjukan
pola hubungan instruktif dimana peranan
pemerintah pusat lebih dominan
daripada kemandirian pemerintah daerah
dengan rasio kemandirian daerah ratarata mencapai 13,56%. Pencapaian rasio
kemandirian ini masih tergolong rendah.
Rasio efektivitas keuangan pada
Kabupaten Tasikmalaya sudah efektif
pada periode tahun 2005-2008 rasio
efektivitas
keuangan
mengalami
kenaikan yang cukup signifikan. Rasio
efektivitas
keuangan
berpengaruh
terhadap kinerja pemerintah daerah,
serta memiliki hubungan (korelasi) yang
kuat dan searah. Artinya jika rasio
efektivitas keuangan pada Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kabupaten Tasikmalaya
sudah efektif maka kinerja pemerintah
daerah pun semakin baik
ketergantungan
keuangan
daerah
terhadap sumber dana ekstern masih
cukup tinggi dengan rata rata 14%
pertahunnya, rasio efisiensi dikatakan
kurang efisien karena
pengeluarkan
biaya
untuk
memperoleh
PAD
peningkatan tiap tahunnya, hasil rasio
keserasian
menunjukkan
bahwa
pemerintah Kabupaten Jombang masih
memprioritaskan anggaran dana belanja
25
untuk belanja rutin daripada belanja
pembangunan terlihat dari 75% rata-rata
pertahunnya untuk belanja rutin dan
37,56% rata-rata pertahunnya
B. Kerangka Berfikir
Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana
pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Sedangkan laporan
Realisasi Anggaran (LRA) merupakan salah satu komponen laporan keuangan
pemerintah yang menyajikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas
pelaporan secara tersanding untuk suatu periode tertentu. Salah satu alat untuk
menganalisis kinerja pemerintah daerah adalah dengan melakukan analisis rasio
keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
Pengukuran rasio efektivitas penting dilakukan untuk mengukur
kemampuan pemerintah daerah merealisasikan PAD yang termasuk komponen
penting pada daerah otonom, dikatakan efektiv bila mencapai 100% Namun,
semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah semakin
baik.
Rasio
kemandirian
dilakukan
karena
dapat
menggambarkan
ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi Rasio
Kemandirian berarti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak
ekstern (terutama pemerintah pusat atau propinsi) semakin rendah dan demikian
pula sebaliknya. Dan untuk melihat kemampuan suatu daerah menjalankan
tanggung jawab yang diberikan pusat dalam menggali dan mengelola pendapatan
yang
dimiliki
dapat
diukur
dengan
rasio
desentralisi
fiscal
dengan
26
membandingkan PAD dengan total pendapatan, Semakin tinggi kontribusi PAD
maka semakin tinggi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi.
Apabila digambarkan dalam satu skema, maka peneliti membuat kerangka
berfikir sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Skema Kerangka Berfikir
APBD
Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Analisis Laporan Keuangan
Menggunakan Analisis Rasio &
Trend
Rasio
Efektifitas
Rasio
Kemandirian
Kinerja Keuangan Pemerintah Kota
Medan
Gambar 2.1
Rasio
Desentralisasi
Fiscal
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif.
Pendekatan
deskriptif
merupakan
suatu
penilaian
untuk
menyusun,
mengklasifikasikan, menafsirkan, serta menginterpresentasikan data sehingga
memberikan suatu gambaran tentang masalah yang akan diteliti.
B. Defenisi Operasional Variabel
Kinerja keuangan merupakan prestasi yang dicapai perusahaan dan
dinyatakan dalam persentase, setelah membandingkan antara hasil yang telah
dicapai dengan besarnya modal yang digunakan, semaki besar persentase atas
perbandingan tersebut, maka semakintin tinggi prestasi. Adapun definisi
operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Rasio efektifitas keuangan daerah, rasio ini membandingkan realisasi
pendapatn asli daerah dengan target penerimaan pendapatan asli daerah
yang dianggarkan (Halim, 2002, hal. 128). Rasio ini dirumuskan sebagai
berikut :
Realisasi penerimaan PAD
EK =
x 100
Target penerimaan PAD berdasarkan
potensi riil daerah
2. Rasio kemandirian keuangan daerah, merupakan kemampuan pemerintah
daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan
dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
27
28
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut :
Total Pendapatan asli daerah
KKD =
x 100
Bantuan pusat + provinsi + pinjaman
3. Rasio Desentralisasi fiscal, merupakan rasio yang bertujuan mengukur
tingkat kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan pembanguna. Rasio ini
dirumuskan sebagai berikut :
Total Pendapatan asli daerah
Desentralisasi Fiscal =
x 100
Total pendaptan daerah
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Termpat penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada Kantor
Pemerintah Kota Medan yang beralamat di Jalan Kapten Maulana Lubis No. 2.
Waktu penelitian dilakukan pada 18 November 2014 s/d Maret 2015. Untuk lebih
jelasnya berikut ini adalah table perincian jadwal kegiatan penelitian.
Table 3.1
Rincian Waktu Penelitian
Bulan/ Minggu
No
November
Kegiatan
1
1
2
Pengajuan Judul
Penyusunan Proposal &
pengumpulan data
3
Bimbingan Proposal
4
Seminar Proposal
5
Penyusunan skripsi
6
Bimbingan skripsi
7
Sidang skripsi
2
3
Desember
4
1
2
3
Januari
4
1
2
3
Februari
4
1
2
3
Maret
4
1
2
3
4
29
D. Sumber dan Jenis Data
Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
sekunder yaitu data yang sudah tersedia yang dikutip oleh peneliti guna
kepentingan penelitian, (data yang diperoleh dari perusahaan/ Instansi berupa
laporan keuangan, struktur organisasi, sejarah singkat, dan lain lain).
Jenis data
Dalam penenelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif
berupa laporan realisasi anggaran yaitu dengan mempelajari, mengamati dan
menganalisis dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tehnik
dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan menggunakan data-data yang ada
dalam dokumen instansi yaitu Kantor Pemerintah Kota Medan yang diperoleh
penelitian secara langsung.
F. Tehnik Analisi Data
Dalam penelitian ini tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis
statistik deskriptif. Analisis statistik deskriftif merupakan tehnik menganalisis data
untuk meringkas dan mendeskripsikan data numerik agar mudah untuk di
interpretasikan.
Langkah langkah yang dibuat penulis dalam tehnik analisis data ini adalah
sebagai berikut
30
1. Mengumpulakan data-data yang diperlukan dalam penelitian, objek
penelitian yaitu pada kantor pemerintah kota Medan.
2. Menghitung data dengan menggunakan rasio efektivitas keuangan daerah,
rasio kemandirian keuangan daerah, rasio desentralisasi fiscal dan trend
masing-masing rasio.
3. Menginterpresentasikan data yang diperoleh dari hasil perhitungan untuk
memberikan gambaran yang sebenarnya mengenai kinerja keuangan
pemerintah kota Medan.
\
31
BAB IV
HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Kota Medan sebagai salah satu daerah otonom berstatus kota di propinsi
Sumatera Utara, Kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan cukup penting dan
strategis secara regional. Bahkan sebagai Ibukota Propinsi Sumatera Utara, Kota
Medan
sering
digunakan
sebagai
barometer
dalam
pembangunan
dan
penyelenggaraan pemerintah daerah. Secara geografis, Kota Medan memiliki
kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian
Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota/negara yang lebih maju seperti
pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain lain. Demikian juga secara demografis
Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang dan jasa yang relatif
besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana
tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara
ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tertier dan sekunder,
Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan
keuangan regional nasional.
2. Deskripsi Data
Tuntutan yang tinggi terhadap kinerja dan akuntabilitas kinerja pemerintah
daerah berujung pada kebutuhan pengukuran kinja pemerintah daerah. Analisis
rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari
31
32
satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui
bagaimana kecenderungan yang terjadi. Dengan analisis rasio keuangan
pemerintah daerah dapat menilai kemandirian keuangan daerah, mengukur
efektivitas keuangan daerah, dalam merealisasikan pendapatan asli daerah, dan
dapat mengukur masing masing sumber pendapatan dalam membentuk
pendapatan daerah.
a. Rasio Efektivitas Keuangan Daerah
Rasio efektivitas dapat dihitung dengan cara membandingkan antara
realisasi penerimaan pendapatan asli daerah dengan anggaran penerimaan
pendapatan asli daerah. Besarkanya rasio efektivitas keuangan daerah pemerintah
kota Medan pada tahun 2009-2013 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1
Rasio Efektivitas Keuangan Daerah Kota Medan
Tahun 2009-2013
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Rata-rata
Anggaran (Rp)
Realisasi (Rp)
386.862.522.644
366.947.412.951
548.479.109.229
588.941.453.691
1.110.469.593.763
990.300.499.144
1.594.454.835.916 1.147.901.461.607
1.578.247.819.724 1.206.169.709.1 47
931.304.679.348
860.052.107.308
Rasio
Trend
Efektivitas Efektivitas
(%)
(%)
94,85
100
107,38
113,21
89,18
94,02
71,99
75,90
76,42
80,57
87,96
72,74
Berdasarkan perhitungan tabel 4.1 diatas pada tahun 2010 kemampuan
pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang telah
dianggarkannya sangat efektiv dan merupakan tertinggi selama tahun 2009-2013.
Karena rasio efektivitas keuangan daerah yang dicapai mampu mencapai diatas
100 persen atau sebesar 107,38 persen. Bila ditinjau dari kriteria kemampuan
33
efektifitas keuangan daerah di atas 100 persen merupakan kriteria yang sangat
efektiv (lihat tabel 2.1), sedangkan pada tahun 2012 menunjukan kriteria yang
kurang efektiv dan terendah selam tahun 2009-2013. Rasio efektivitas keuangan
daerah pada tahun 2012 sebesar 71,99 persen, bila ditinjau dari kriteria
kemampuan efektivitas keuangan daerah dimana 60-80 persen merupakan kriteria
yang kurang efektif (lihat tabel 2.1).
Dari tabel 4.1 diatas dapat dibuat grafik efektivitas keuaangan daerah
sebagaimana dapat dilihat pada grafik 4.1 berikut :
Grafik 4.1
Rasio Efektivitas Keuangan Derah
Rasio EKD (%)
107,38
120
100
94,85
89,18
87,96
71,99 76,42
80
60
Rasio EKD (%)
40
20
0
2009
2010
2011
2012
2013
Rata-rata
Sumber : Data olah tahun 2015
Dilihat dari grafik 4.1 diatas menggambarkan bahwa rasio efektivitas
keuangan daerah mengalami peningktaan dan penurunan dan secara rata-rata rasio
efektifitas selama tahun 2009-2013 cukup efektiv dengan persentase sebesar 87,96
persen. Sebagaimana berdasarkan kriteria kinerja keuangan efektivitas keuangan
daerah dimana 80-90 persen dalam kriteria cukup efektif (lihat tabel 2.1).
34
Kemudian untuk melihat perkembangan efektivitas keuangan daerah
selama tahun 2009-2013 diukur menggunakan trend dengan tahun 2009 sebagai
tahun dasar. Trend efektivitas keuangan daerah selama tahun 2009-2013 terlihat
menurun dengan rata-rata trend efektivitas sebesar 72,74 persen. Tahun 2010
menunjukan perkembangan efektifitas yang semakin baik dan merupakan tetinggi
karena trend efektivitas keuangan daerah mencapai lebih dari 100 persen atau
sebesar 113,21 persen. Dan pada tahun 2012 merupakan persentase terendah
sebesar 75,90 persen menunjukan perkembangan efektivitas keuangan daerah
yang menurun dan kurang baik.
b. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio
Kemandirian
Keuangan
daerah
dihitung
dengan
cara
membandingkan jumlah penerimaan pendapatan asli daerah dengan jumlah
pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan provinsi serta pinjaman daerah.
Besarnya rasio kemandirian keuangan daerah pada Kota Medan tahun 2009-2013
dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kota Medan
Tahun 2009-2013
Tahun
PAD (Rp)
Pendapatan
Transfer (Rp)
2009
2010
2011
2012
2013
Rata-rata
366.947.412.951
588.941.453.691
990.300.499.144
1.147.901.461.607
1.206.169.709.1 47
860.052.107.308
1.465.603.244.963
1.449.070.282.111
1.718.727.194.630
1.822.682.350.868
2.060.845.776.012
1.703.385.769.717
Rasio
Trend
Kemandirian Kemandirian
(%)
(%)
25,04
100
40,64
162,3
57,62
230,11
62,98
251,52
58,53
233,75
48,96
175,54
35
Berdasarkan rasio tingkat kemandirian keuangan daerah pada tabel 4.2
diatas diketahui bahwa pada periode tahun 2009 samapai dengan tahun 2013
menunjukan persentase tingkat kemandirian yang terus meningkat kecuali pada
tahun 2013 mengalami penurunan. Rasio kemandirian tertinggi yaitu pada tahun
2012 dikategorikan cukup dengan persentase sebesar 62,98 persen karena
berdasarkan kriteria kemandirian keuangan daerah berada diantara 50-70 persen
(lihat tabel 2.2). Sedangkan tingkat kemandirian terendah yaitu pada tahun 2009
sebesar 25,04 persen menurut kriteria tingkat kemandirian keuangan daerah 25-50
persen merupakan kriteria tingkat kemandirian rendah (lihat batel 2.2).
Dari tabel 4.2 diatas dapat dibuat grafik rasio tingkat kemandirian
keuangan daerah sebagai berikut :
Grafik 4.2
Rasio Kemandirian Keuangan Daearah
Rasio KKD (%)
62,98
57,62
70
58,53
60
48,96
50
40,64
40
Rasio KKD (%)
25,04
30
20
10
0
2009
2010
2011
2012
Sumber : Data olah tahun 2015
2103
Rata-rata
36
Dari grafik 4.2 diatas terlihat rata-rata kemandirian keuangan daerah Kota
Medan selama tahun 2009-2013 sebesar 48,96 persen dikatergorikan rendah
sesuai kriteria tabel 2.2. Menurut Abdul Halim (2002, hal. 128) Semakin tinggi
rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah
terhadap bantuang pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan provinsi)
semakin rendah, dan demikian pula sebalinya.
Untuk melihat perkembangan kemandirian keuangan daerah dengan trend
kemandirian keuangan daerah. Pada tahun 2012 merupakan trend kemandirian
tertinggi sebesar 251,52 persen, dengan demikian kemandirian keuangan daerah
pada tahun 2009-2013 menunjukan perkembangan yang terus meningkat dan
semakin baik.
c. Rasio desentralisasi Fiscal
Rasio desentralisasi fiscal menunjukan kontribusi pendapatan asli daerah
terhadap total pendapatan daerah. Besarnya rasio desentralisasi fiscal pada Kota
Medan tahun 2009-2013, dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3
Rasio Desentralisasi Fiscal Kota Medan
Tahun 2009-2013
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Ratarata
Pendapatan Asli
Daerah (Rp)
386.862.522.644
548.479.109.229
548.479.109.229
1.594.454.835.916
1.578.247.819.724
931.304.679.348
Total
Rasio
Trend
Pendapatan
Desentralisasi Desentralisasi
Daerah (Rp)
Fiscal (%)
Fiscal (%)
1.868.757.828.914
19,64
100
2.069.833.895.802
28,45
144,86
2.742.586.961.424
36,11
183,86
2.998.203.912.475
62,98
320,67
3.276.344.285.159
36,81
187,42
2.591.145.376.755
36,80
167,36
37
Berdasarkan pada tabel 4.3 diatas diketahui bahwa rasio desentralisasi
fiscal Kota Medan tertinggi pada tahun 2012 dengan tingkat persentase mencapai
62,98 persen. Bila dilihat berdasarkan kriteria desentralisasi fiscal pada tabel 2.3
tahun 2012 berada pada persentase diatas 50 persen dikategorikan sangat baik.
Sedangkan tahun 2009 merupakan persentase desentralisasi fiscal terendah
dengan persentase sebesar 19,64 dikategorikan kurang berdasarkan kriteria
desentralisasi fiscal pada tabel 2.3.
Dari tabel 4.2 diatas dapat dibuat grafik rasio tingkat kemandirian
keuangan daerah sebagai berikut :
Grafik 4.3
Rasio Desentralisasi Fiscal
Rasio Desentralisasi (%)
62,98
70
60
50
28,45
40
30
36,11
19,64
36,81 36,80
Rasio Desentralisasi (%)
20
10
0
Sumber : Data olah tahun 2015
Pada grafik 4.3 diatas rasio desentralisasi fiskal Kota Medan selama
periode tahun 2009-2013 dikategorikan cukup dengan rata-rata selama lima tahun
sebesar 36,80 persen (lihat tabel 2.3: kriteria penilaian desentralisasi fiscal).
Kemudian jika melihat perkembangan desentralisai fiscal kota Medan secara trend
38
menunjukan kecenderungan terus meningkat dengan persentase tertinggi pada
tahun 2012 yaitu sebesar 320,67 persen.
B. Pembahasan
1. Analisis Rasio Keuangan Daerah Dalam Mengukur Kinerja
Untuk menganalisas kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan
daerahnya dapat menggunakan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah
ditetapkan dan dilaksanakan. Penggunaan analisis rasio pada sektor publik
khususnya terhadap APBD belum banyak dilakukan sehingga secara teori belum
ada kesepakatan secara bulat mengenai nama dan kaidah pengukurannya.
Meskipun demikian dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan,
jujur, demokratis, efektif, efesien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD
perlu dilaksanakan meskipun kaidah perakuntansian dalam APBD berbea dengan
dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta. Beberapa rasio yang
dapat diteliti berdasarkan data keuangan yaitu: Rasio efektivitas keuangan daerah,
rasio kemandirian keuangan daerah, dan rasio desentralisasi fiscal.
a. Rasio efektivitas keuangan daerah
Menurut Abdul Halim (2002, hal. 128) rasio efektifitas dihitung dengan
cara membandingkan raelisasi penerimaan pendapatan asli daerah dengan target
target penerimaan pendapatn asli daerah. Hasil perhitungan rasio efektivitas
keuangan daerah dapat dilihat pada lampiran 1. Rasio efektivitas keuangan daerah
pada tahun 2009 sebesar 94,85 persen merupakan kriteria yang efektif, kemudian
mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 107,38 persen dikategorikan
39
sangat efektif menurut ktiteria pengukuran karena berada pada tingkat rasio diatas
100 persen. Akan tetapi pada tahun 2011 rasio efektivitas keuangan daerah
mengalami penurunan menjadi kriteria cukup efektif dengan rasio sebesar 89,18
persen. Hal ini berarti kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi
penerimaan pendapatan sesuai dengan yang ditargetkan mengalami peningkatan
dan penurunan.
Selanjutnya rasio efektivitas pada tahun 2012 dan 2013 kembali
mengalami penurunan masing-masing menjadi 71,99 dan 76,42 persen berada
pada kemampuan kurang efektif berdasarkan kriteria tingkat kemampuan
efektivitas keuangan daerah. Rasio efektivitas tertinggi selama periode tahun
2009-2013 yaitu pada tahun 2010 sedangkan yang terendah yaitu pada tahun
2012.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat diketahui bahwa rasio
efektivitas keuangan daerah Kota Medan cenderung mengalami penurunan.
Secara rata-rata dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, efektivitas keuangan
daerah kota Medan adalah sebesar 87,96 persen yang berada pada ketegori cukup
efektif.
Menurut Abdul Halim (2002, hal 129) kemampuan daerah dalam
menjalankan tigas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai
minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun demikian semakin tinggi rasio
efektivitas, mengambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.
Kecenderungan efektivitas keuangan daerah selama tahun 2009-2013
menunjukan perkembangan yang semakin menurun dari tahun dasar yautu tahun
2009, hanya pada tahun 2010 yang meningkat tinggi hingga
113,21 persen.
Sedangkan pada tahun 2011, 2012, dan 2013 menurun dibawah 100 persen,
40
kemudian jika dilihat secara rata-rata selama tahun 2009-2013 trend efektivitas
keuangan daerah hanya sebesar 72,74 persen. Melihat perkembangan trend dapat
dikatakan bahwa kemampuan efektivitas keuangan daerah kota Medan selama
periode lima tahun mengalami penurunan, karena rata-rata trend efektivitas
keuangan daerah tidak mencapai 100 persen.
b. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Hasil perhitungan menujukan bahwa rasio kemandirian keuangan daerah
kota Medan pada tahun 2009 sampai dengan 2013 terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2009 dan 2010 kemampuan kemandirian keuangan daerah berada
dikategorikan rendah dengan 25,04 persen pada tahun 2009 dan 40,64 persen
tahun 2010. Kemudian untuk tahun 2011 rasio kemandirian keuangan daerah
sebesar 57,62 persen, dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 62,98 persen
berada pada kategori sedang berdasarkan kriteria kemampuan kemandirian
keuangan daerah. Dan pada tahun 2013 rasio kemandirian keuangan daerah
kembali mengalami penurunan menjadi 58,53 persen.
Meskipun rasio kemandirian keuangan daerah kota Medan terus
mangalami peningkatan pada tahun 2009-2013, namun belum menunjukan
kemandirian yang semakin baik. Secara rata-rata kemampuan kemandirian daerah
kota Medan masih rendah dengan persentase sebesar 48,96 persen. Kemandirian
daerah yang masih rendah akan sangat mempersulit pemerintah dalam membiayai
segala kegiatan opersionalnya. Menurut Abdul Halim (2008, hal. 233) semakin
rendah tingkat rasio kemandirian berarti bahwa tingkat ketergantungan daerah
terhadap bantuan pemerintah pusat semakin tinggi.
41
Rasio ini juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi partisipasi
masyarakat dalam
membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan
komponen PAD. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat kemampuan keuangan
pada
kota
Medan
dalam
membiayai
sendiri
kegiatan
kepemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu dapat juga diartikan
bahwa tidak ada peningkatan secara signifikan dalam hal partisipasi masyarakat
dalam pembangunan daerah, yaitu dalam hal pembayaran pajak dan retribusi yang
merupakan komponen utama PAD.
Berdasarkan
pertumbuhan
kemandirian
keuangan
daerah
yang
kecendrungannya mengalami peningkatan, terlihat pemerintah kota Medan
menunjukan upaya mengurangi ketergantungannta terhadap pantuan pihak ektern.
Pemerintah daerah dalam hal mendorong pertumbuhan PAD cenderung
mengandalkan pajak dan retribusi yang didasarkan oleh peraturan yang
ditetapkan. Dalam hal ini, untuk meningkatkan penerimaan PAD melalui pajak
dan retribusi sebaiknya tidak hanya mengandalkan peraturan daerah semata, tetapi
juga melibatkan peningkatan kualitas SDM, penyiapan sarana/prasarana dasar dan
pendukung, peraturan dan perundangan yang memperhatikan aspek ekonomi,
efisiensi,
dan
netralitas,
revitalisasi
lembaga-lembaga
terkait,
termasuk
desentralisasi kewenangan perijinan investasi, kebijakan pemberian fasilitas
insentif kepada investor yang lebih menarik, dan optimalisasi potensi
perekonomian lokal sehingga bermanfaat kepada daerah.
Melihat bagaimana kecenderungan perkembangan kemandirian keuangan
daerah apakan terjadi peningkatan atau penuruan melalui trend kemandirian
42
keuangan daerah pada tahun 2009-2013 dibandingkan dengan tahun dasar 2009
menunjukan peningkatan setiap tahunnya. Secara rata-rata trend kemandirian
keuangan daerah pada tahun 2009-2013 sebesar 175,54 persen. Hal ini
menunjukan perkembangan kemandirian keuangan daerah semakin baik.
c. Rasio Desentralisasi Fiscal
Dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 kontribusi pendapatan asli
daerah terhadap total pendapatan daerah secara rata-rata sebesar 36,80 persen
berada pada kategori cukup berdasarkan kriteria kemampuan desntralisasi fiscal.
Kurangnya kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah
maka kurang juga kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan
desentralisasi fiscal. Menurut Mahmudi (2011, hal. 169) Semakin tinggi
kontribusi pendapatsn asli daerah maka semakin tinggi kemampuan pemerintah
daerah dalam menyelenggarakan desentralisasi.
Pada tahun 2009 rasio desentralisasi fiscal kota medan sebesar 19,64
persen berada pada tingkat kemampuan yang kurang, akan tetapi terus meningkat
pada tahun 2010 dan 2011 menjadi 28,45 dan 36,11 persen. Pada tahun 2012
merupakan rasio desentralisasi tertinggi sebesar 62,98 persen dikategorikan sangat
baik berdasarkan kriteria. Kemudian penurunan kembali terjadi pada tahun 2013
menjadi 36,81. Jumlah pendapatan asli daerah dari tahun 2009-2013 memang
terus mengalami peningkatan, akan tetapi kontribusi pendapatan transfer dari
pemerintah pusat dan provinsi juga mengalami peningkatan sehingga kembali
mendominasi penerimaan pendapatan daerah.
43
Pemerintah kota Medan diharapkan dapat mengupayakan peningkatkan
pendapatan asli daerah sehingga dapat mengurangi penerimaan pendapatan
transfer dari pemerintah pusat dan provinsi, sehingga menjadi harapan pendapatan
ali daerah sebagai sumber utama daerah dalam membiayai kegiatan operasional
daerah.
Sedangkan trend untuk melihat perkembangan kemampuan desentralisasi
fiscal terlihat mengalami peningkatan dari tahun 2009-2013 dengan rata-rata
sebesar 167,36 persen, hal ini menunjukan bahwa ada upaya untuk meningkatkan
kemampuan desentralisasi fiscal pemerintah daerah menuju lebih baik.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Melaui hasil analisa dan pembahasan mengenai rasio efektivitas keuangan
daerah, kemandirian keuangan daerah, dan desentralisasi fiscalpemerintah Kota
Medan, maka penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :
1. Rasio efektivitas keuangan daerah pada pemerintah Kota Medan selama
periode tahun 2009-2013 hanya pada tahun 2010 mampu mencapai
107,38 persen dengan kategori sangat efektif, dan empat tahun lainnya
belum mencapai persentase 100 persen. Hal ini karena target pendapatan
asli daerah yang ingin dicapai belum terealisasi sesuai yang telah
ditargetkan. Akan tetapi secara rata-rata efektivitas keuangan daerah pada
pemerintah kota Medan pada tahun 2009-2013 sudah cukup baik dengan
persentase sebesar 87,96 dikategorikan cukup berdasarkan kriteria
kemampuan efektivitas keuangan daerah. Jika dilihat berdasarkan trend
rasio efektivitas mengalami penurunan selama tahun 2009-2012 dengan
rata-rata 72,74 karena persentase masih kurang dari 100 persen.
2. Rasio kemandirian keuangan daerah pada pemerintah Kota Medan pada
tahun 2009-2013 dengan rata-rata sebesar 48,96 dikategoikan rendah
karena nilai tersebut berada diantara 25-50 persen, makan Kota Medan
dianggap masih memiliki ketergantungan terhadap bantuang pusat dan
provinsi, meskipun pola ketergantungan daerah mulai berkurang karena
dkota Medan dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi
44
45
daerah.
Pemerintah
kota
Medan
selalu
berupaya
mengurangi
ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan privinsi, hal ini terlihat
dari trend kemandirian yang terus meningkat setiap tahunnya, rata-rata
trend kemandirian sebesar 175,54 persen menunjukan adanya peningkatan
kearah yang lebih baik.
3. kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan daerah kota
Medan dilihat dari desentralisasi fiscal menunjukan kemampuan yang
cukup baik dengan rata-rata persentase sebesar 36,80 persen. Trend
desentralisasi kota medan menunjukan kecederungan peningkatan setiap
tahunnya dengan rata-rata trend selama tahun 2009-2013 sebesar 167,36
persen.
B. SARAN
Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis dapat
memberikan saran dan masukan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Upaya pengoptimalan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber
pendapatan asli daerah yang potensial masih sangat diperlukan dalam
rangka mewujudkan eksistensi kemandirian daerah Kota Medan,
khususnya dalam bidang fiskal
2. Lebih menggali sumber-sumber pendapatan daerah sehingga target
pendapatan dapat dicapai serta menurunkan tingkat ketergantungan daerah
walaupun pemerintah Kota Medan masih membutuhkan dana transfer
dalam rangka percepatan pembangunan daerah. Meningkatkan penerimaan
Pajak dan restribusi daerah, serta perusahaan daerah (BUMD) yang
46
merupakan sumber pemasok dana ke kas daerah harus lebih profesional
dalam melaksanakan tugasnya, sehingga kontribusinya bagi PAD juga
akan meningkat.
Daftar Pustaka
Abdul Halim (2002), Akuntansi Sektor Publik-Akuntansi Keuangan Daerah,
Salemba Empat, Jakarta.
. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit
Salemba Empat
Ahmad Yani (2009). Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah
Di Indonesia.Jakarta:Rajawali Pers.
Anggi
Meliantha Cahya (2010). Analisis Rasio Efektivitas Keuangan
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Skripsi. Jurusan
Akuntansi, Fe, Universitas Komputer Indonesia, Bandung.
Ayu Puspitasari (2012). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota
Malang Tahun Anggaran 2007-2011. Skripsi. Malang
Cherrya Dhia Wenny (2012). Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad)
Terhadap Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten Dan Kota Di
Propinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ilmiah Stie Mdp
Deddi Nordiawan (2008). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Dian Nofrina Batubara (2009). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Kinerja Keuangan pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Propinsi Sumatera Utara. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan
Dori Saputra (2014). Analisis Kemandirian Dan Efektivitas Keuangan Daerah
Pada Kabupaten Dan Kotaa Di Provinsi Sumatera Barat. Skripsi.
Jurusan Akuntansi, Fe, Universitas Negeri Padang.
Ebit Julitawati Dkk (2012). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (Pad) Dan Dana
Perimbangan
Terahadap
Kinerja
Keuangan
Pemerintah
Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh. Tesis. jurusan Akuntansi, Fe,
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh
Evi Ica Krisnawati (2005). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Batu.
Skripsi.
Furqan, Khairul (2006). Analisis Rasio Sebagai Salah Satu Alat Untuk Menilai
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang. Skripsi,
Jurusan Akuntansi.
Indra Bastian (2006). Akuntansi Sektor Publik:Suatu Pengantar. Jakarta:
Erlangga.
Muindro Renyowijoyo (2008). Akuntansi Sektor Publik: Organisasi Non Laba.
Edisi pertama. Jakarta: Mitra Wacana Media
Sastroy Bangun, 2013 . “APBD Medan 2013 Berkurang Rp223 M Lebih”.
http://www.waspada.co.id/. Diakses 13 Januari 2015.
Standar Akuntansi Pemerintah, (2005).
Suprianto. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Dearah (PAD) Terhadap Kinerja
Keuangan pada Pemerintah Provinsi Gorontalo. Skripsi. Jurusan
Akuntansi, Fe, Universitas Negeri Gorontalo.
Syafrida Hani. 2014. Tehnik analisa laporan keuangan. In Media
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia,
Jakarta 2004.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia,
Jakarta 2004.
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Yuliandriansyah (2009). Otonomi Daerah Dan Investasi. Artikel Online.
(Http://Yuliandri Ansyah.Staff.Uii.Ac.Id/2009 /02/02/Otonomi-DaerahDan-Investasi/, Di-Akses Tanggal 12 desember 2014)
“APBD
Perubahan Kota Medan 2013 Turun Rp
http://www.medanbagus.com. Diakses 13 Januari 2015.
285
Miliar”.
Download