HUMAS SEBAGAI PENGELOLA OPINI PUBLIK Studi Deskriptif Pengelolaan Isu Etnis Tiong Hoa Pasca Penertiban Lahan Di Bantaran Sungai Cisadane Oleh Humas Pemerintah Kota Tangerang Sufyanto Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ABSTRACT This study aims to determine the function of public relations officer in its function as manager of public opinion. In this case about the public opinion that developed after the enforcement of Cisadane’s side at Tangerang City that pertaining to racial issues of Tiong Hoa’s ethnic who inhabit this place illegally. The method applied in this research is descriptive analysis method with techniquesof data collection by unstructured interviews, observation of non pastisipant and documentation. The point of this research is the public relations officer on Tangerang City Government perform its functions in managing public opinion in put an act ti minimize and to break up the adverse public opinion and government leaders of Tangerang City. Public relations office of Tangerang city’s government do some act to management communication strategies in managing public opinion as fact finding, planning, communicating and evaluating. Fact finding that they did such as monitoring conducted by the news media. Then planning communication activities include activities that are accidental and planned communications strategy. After that the implementation plan of communications activities such as the right answer, subpoena, clarification and raising support. And last is the stage of evaluation by re-monitoring the news again. Keywords: public relations, public opinion, management communication strategy. PENDAHULUAN Di era demokrasi ini, dituntut adanya keterbukaan bagi siapapun dan telah dijamin oleh Negara untuk setiap individu didalamnya. Siapapun individu tersebut, tua, muda, wanita, pria, golongan atas, menengah maupun dari golongan bawah sekalipun bebas mengeluarkan pendapatnya dinegara ini. Termasuk hal-hal yang berhubungan dengan pembangunan pemerintahan disuatu daerah. Masyarakat dalam hal ini, sebagai pengawas pembangunan yang dijalankan pemerintah juga bebas mengeluarkan pendapatnya tentang apa yang dilakukan pemerintah daerah tersebut. Sebagai instansi pemerintahan yang dekat dengan masyarakat dan wakil dari masyarakat, penerimaan aspirasi atau pendapat dari masyarakat haruslah didengar. Apalagi pendapat-pendapat tersebut berkaitan tentang pembangunan daerahnya dan atau pemerintahan itu sendiri. Selain pembangunan, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemeritah daerah juga menjadi pemenuhan kebutuhan bagi masyarakatnya. Masyarakat sebagai publik eksternal dari instansi pemerintahan daerah sudah seharusnya jugalah diberi ruang dan kesempatan melalui berbagai media untuk menyalurkan pendapatnya. Hal ini penting untuk mengetahui sejauh mana citra instansi yang berkembang dilingkungan sekitarnya dan juga sebagai bahan dalam menentukan setuju atau tidaknya masyarakat penentuan kebijakan oleh pemerintah daerah itu sendiri. bagian humas disediakan oleh instansi pemerintah atau instansi swasta untuk mengelola pendapat dan aspirasi dari msyarakat yang masuk, sekedar sumbang saran, kritik atau hal lainnya untuk instansi yang ada disekitarnya. Humas harus mempunyai keterampilan dalam mejalin hubungan yang baik antara pihak instansi dengan masyarakatnya. Menurut John D. Millet dalam Ruslan (2004:99) pada bukunya Management in Publik Services the quest for the effective performance, yang artinya peran humas pemerintahan terdapat beberapa hal dalam menjalankan tugas dan kewajiban utamanya, yaitu sebagai berikut: • Mengamati dan mempelajari keinginan-keinginan dan aspirasi yang terdapat dalam masyarakat (learning about public desires and aspiration). • Kegiatan untuk memberikan nasihat atau sumbang saran dalam menanggapi apa yang sebaiknya dilakukan instansi/lembaga pemerintah seperti yang dikehendaki oleh pihak publiknya (advising the public about what is should desire). • Kemampuan untuk mengusahakan terciptanya hubungan memuaskan antara publik dengan para pejabat pemerintahan (ensuring satisfactory contact between public and government official). • Memberikan penerangan dan informasi tentang apa yang telah diupayakan oleh suatu lembaga/instansi pemerintahan yang bersangkutan (informing and about what agency doing). Humas dalam menjalankan salah satu fungsi manajemennya adalah mengelola aspirasi atau pendapat, apalagi bila berkenaan dengan citra pimpinan daerah atau instansinya itu sendiri. Aspirasi yang datang dari masyarakat berbagai macam, bisa saran, kritik, pujian atau bahkan opini/isu seputar instansi pemeritahan itu sendiri. Inilah mengapa humas diperlukan oleh setiap instansi baik pemerintahan atau swasta. Adalah untuk mengelola opini publik yang berkembang disekitar instansi pemerintahannya. Secara implisit terdapat tiga fungsi praktek humas yang berkenaan dengan opini publik, antara lain: • Mengetahui secara pasti dan mengevaluasi pendapat umum yang berkaitan dengan organisasional. • Menasehati para eksekutif mengenai cara-cara mengenai pendapat umum yang timbul. • Menggunakan komunikasi untuk mempengaruhi pendapat umum (Effendy, 2005:134). Pengelolaan opini publik oleh humas dalam menjalankan peranan umumnya pada instansi pemerintahan sangat perlu diperhatikan. Apalagi jika opini yang muncul di mata publik terkait dengan instansi tempat publik itu berada dan bersifat negative dan tidak menguntungkan instansi itu sendiri. Menurut Leonard W. Doob, dalam Snarjo, 1984 “opini publik adalah sikap orang-orang mengenai sesuatu soal, di mana mereka merupakan anggota dari sebuah masyarakat yang sama.” (Soemirat, 2005:103) Opini publik muncul di masyarakat karena ada persoalan yang menyangkut kepentingan bersama, tetapi pendapat orang-orang tersebut ternyata tidak sama, ada pihak yang setuju dan ada pihak yang tidak setuju. Dan hal inilah yang menjadi perdebatan di masyarakat. Dalam memahami opini/isu publik yang sedang berkembang, para praktisi humas pada pemerintahan daerah juga biasanya memiliki cara atau strategi dalam mengelola atau me-manage isu publik yang sedang berkembang didaerahnya. Baik opini yang berkembang saat itu opini positif maupun negatif. Bagian kehumasan haruslah mengelola opini yang beredar ini secara berkala dan berlanjut. Di setiap instansi terutama instansi pemerintahan daerah, dunia kehumasan mempunyai peran ganda, disatu pihak berupaya menjaga citra, baik terhadap lembaga ataupun organisasi yang diwakilinya dan dipihak lain humas harus berhadapan dengan berbagai situasi yang kurang menguntungkan, sepeti opini atau isu publik yang negatif, kontroversial, bertentangan, hingga menghadapi saat yang paling genting dan krisis kepercayaan atau citra yang harus dihadapi oleh instansi dan divisi humas sebagai juru bicaranya. Humas Pemerintah Kota Tangerang, bagian humas dan protokol yang secara langsung berhubungan dengan publik-publiknya baik internal maupun eksternal dan sekaligus menjadi jembatan penghubung untuk semua publik-publiknya juga harus bisa mengelola opini publik yang muncul dimasyarakat. Baik kebijakan yang di informasikan dari pemerintah pusat (negara), pemeritah daerah (provinsi) maupun kebijakan berkenaan dengan pemerintahan kota itu sendiri, tidak terkecuali dengan bagian humas dan protokol Pemerintah Kota Tangerang yang menyebarluaskan informasi tentang apapun yang berkaitan dan terjadi di Kota Tangerang baik dari sisi pemerintahan maupun dari sisi warga masyarakatnya. Dalam hal ini juga bagian Humas dan protokol pemerintahan Kota Tangerang juga harus bisa mengelola opini yang berkembang dan yang diterima oleh pihak pemerintah Kota Tangerang. Seperti opini publik yang muncul dan berkembang yang berawal dari wacana Pemerintah Kota Tangerang dalam mendapatkan piala Adipura dengan menghijaukan bantaran sungai Cisadane di Kota Tangerang dan menertibkan lahan milik negara yang didiami oleh penduduk Kota Tangerang selama belasan tahun di Kampung Lebak Wangi, kelurahan Mekarsari dan kelurahan Sewan, Kecamatan Neglasari Kota Tangerang pada tanggal 12 April 2010 (Warta Kota, 13 April 2010, hal.6). Yang menyebabkan berkembangnya opini publik dalam kasus ini adalah karena pemerintah melakukan penertiban lahan yang digunakan oleh masyarakat yang telah mendiami bantaran sungai secara tidak bertanggung jawab di bantaran sungai Cisadane Kota Tangerang. Opini publik yang muncul karena warga yang mendiami lahan tersebut diantaranya adalah sebagian warga keturunan Tiong Hoa yang mengaku dirinya sebagai etnis cina dimana etnis cina yang tidak bisa dipisahkan dari Kota Tangerang. Opini public tersebut terangkum dalam beberapa berita di surat kabar seperti di harian Warta Kota pada 13 April 2010 yang mengungkapkan wilayah tersebut yang didiami etnis keturunan Tiong Hoa dan adanya benteng di sekitar wilayah tersebut hasil peninggalan penjajahan Belanda dulu. Selanjutnya Seperti opini yang peneliti kutip dari kotak komentar di detik.com seputar pemberitaan penggusuran warga Cina Benteng di kelurahan Mekarsari dan Sewan, kecamatan Neglasari Kota Tangerang dengan judul postingan “Penggusuran Warga Cina Benteng Ricuh” yang dibuat oleh Niken Widya Yunita dan diposting pada tanggal 13 April 2010. Dan bahkan beredar mailing list seputar tindakan Pemerintah Kota pada tanggal 12 April 2010 lalu pada warga Cina Benteng yang isinyapun menyinggung sara. Bahkan opini negatif yang berkembang juga telah sampai kepada anggota DPR asal partai Gerindra yang dilansir dalam harian Radar Banten, Martin Hutabarat dalam kunjungannya kelokasi terjadinya konflik. Hal yang paling berat dan menjadi tantangan untuk bagian Humas dan Protokol Pemerintahan Kota Tangerang adalah bagaimana menghadapi opini publik yang berkembang dan yang menentang, menolak atau memberikan respon yang negatif. Dalam hal ini diperlukan kiat dan tehnik tertentu untuk menetralisasikan melalui strategi managemen publik relations. Dalam pengelolaan opini publik ini, bagian Humas harus menjalankan aktivitasnya seperti: a. Pencarian fakta/permasalahan (fact finding) b. Perencanaan (Planning) c. Komunikasi (Communicating) d. Evaluasi (Evaluating) (Ruslan 2005:39) Pencarian fakta disini meliputi bagaimana bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang melakukan riset penemuan fakta-fakta yang ada dan mengumpulkannya dari berbagai sumber misalnya layanan sms ”Halo Pak Wali” atau pada buku tamu yang ada pada website Pemerintah Kota Tangerang yang dikelola oleh dinas INFOKOM. Serta berita-berita yang beredar pada media massa atau situs-situs internet lain. Pada tahap perencanaan (Planning), bagaimana bagian Humas & Protokol Pemerintah Kota Tangerang dalam merencanakan perkiraan berdasarkan fakta yang ada. Serta membuat strategi, taktik dan menganalisa kemungkinan konsekuensi yang bisa terjadi. Setelah itu tahap komunikasi, aksi yang dilakukan sesuai dengan rencana yang sebelumnya dibuat. Mengkomunikasikan perencanaan tersebut termasuk waktu, repetisi dan follow up nya. Dan aktivitas terakhir adalah pengevaluasian, dimana penilaian hasil akhir program kerja Humas dan kesimpulan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fungsi humas dalam menjalankan fungsinya sebagai pengelola opini publik. Dalam hal ini mengenai opini publik yang berkembang pasca penertiban lahan dibantaran Suangai Cisadane Kota Tangerang yang menyinggung masalah etnis Tiong Hoa yang mendiami tempat tersebut secara liar. TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi, pesan, gagasan, atau pengertian dengan menggunakan lambang yang mengandung arti atau makna, baik secara verbal maupun nonverbal dari seseorang atau sekelompok orang kepada seseorang atau sekelompok orang lain dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian atau kesepakatan bersama (Rudy, 2005:1). Dalam suatu lembaga baik swasta maupun pemerintahan, komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Suatu lembaga dituntut untuk melakukan berbagai perubahan. Untuk itu diperlukan informasi yang lengkap mengenai perubahan-perubahan tersebut agar pemahaman serta tujuan individu selalu sejalan dengan tujuan lembaga. Kegiatan komunikasi selalu terjadi dikehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang kehumasan. Bagi humas dalam melaksanakan fungsi dan kegiatannya, berpusat pada komunikasi. Dalam sebuah organisasi pemerintah, Humas sering diposisikan sebagai corong atau suara dari pimpinan Pemerintah Daerah dalam hubungan dengan publik, ini jelas posisi yang terhormat, tinggi, strategis, dan sekali melekat kemampuan dan tanggung jawab. Petugas humas haruslah orang-orang yang mengetahui banyak hal dilingkup pemerintahan setempat, mampu mengolah informasi untuk kedalam dan keluar dengan baik sehingga berhasil menempatkan organisasi yang diwakilinya dengan baik (Rumanti, 2005:152). Perannya menurut S. Black en Melvin L. Sharpo (1983) sebagai "jalan tengah" antara organisasi dan publik internal dan eksternal. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa fungsi humas adalah memelihara, mengembangtumbuhkan, mempertahankan adanya komunikasi timbal balik yang diperlukan dalam menangani, mengatasi masalah yang muncul, atau meminimalkan munculnya masalah. Humas bersama-sama mencari dan menemukan kepentingan organisasi yang mendasar, dan menginformasikan kepada semua pihak yang terkait dalam menciptakan adanya saling pengertian, yang didasarkan pada kenyataan, kebenaran dan poengetahuan yang jelas dan lengkap dan perlu diinformasikan secara jujur, jelas dan objektif (Rumanti, 2005:34-35). Pada umumnya peran humas pemerintahan adalah sebagai alat atau saluran informasi dar pemerintah itu sendiri untuk memperlancar proses interaksi potitif dan menyebarluaskan informasi mengenai publikasi pembangunan daerah melalui kerjasama dengan media massa/pers. Terdapat banyak peran humas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, diantaranya menjadi komunikator sekaligus mediator yang proaktif dalam upaya menjembatani kepentingan instansi pemerintah dan menampung aspirasi atau opini publik (masyarakat), selain itu kegiatan untuk memberikan nasihat atau sumbang saran dalam menanggapi apa yang sebaiknya dapat dilakukan instansi pemerintah dan membrikan informasi dan penerangan tentang apa yang telah diupayakan oleh suatu instansi pemerintahan yang bersangkutan (Ruslan, 2004). Dalam penanganan opini publik, Rosady Ruslan (2004:46) dalam bukunya Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi menyebutkan bahwa menurut Cutlip dan Center (1982:139) upaya pemecahan persoalan program kerja dan kegiatan riset dalam HUMAS, dikenal melalui “Proses Empat Tahapan Utama”, sebagai landasan pedoman melaksanakan penelitian untuk merancang program kerja PR selanjutnya, dan langkah-langkahnya dijabarkan sebagai berikut : 1. Research and Listening (Riset dan Memperhatikan). 2. Planning and Decision (Perencanaan dan Pengambilan Keputusan) 3. Communication and Action (Komunikasi dan Pelaksanaan) 4. Evaluation (Penilaian) Jefkins dalam Ruslan (2007:98) mengatakan fungsi dan tujuan manajemen humas adalah untuk menunjang fungsi kegiatan manajemen organisasi perusahaan adalah berdasarkan mencapai tujuan (objektif) atau disebut dengan management by objective, secara efisien dan efektif melalui proses komunikasi yang terencana baik kedalam maupun keluar antar organisasi dengan publiknya dalam mencapai tujuan yang spesifik berlandaskan saling pengertian (mutual understanding) dan saling mendukung (mutual supporting) antar pimpinan dan bawahannya atau sebaliknya dalam melaksanakan kerja sama suatu tim terkoordinasi secara objektif dan efektif untuk mencapai sasaran tujuan utama organisasi atau perusahaan. Dalam “Dasar-Dasar Public relations” oleh Sholeh Soemirat dan Elvinaro Ardianto (2004:104), opini publik adalah kumpulan pendapat individu terhadap masalah tertentu yang mempengaruhi suatu kelompok orang-orang (masyarakat). Opini menurut Cutlip dan Center, merupakan ekspresi suatu sikap mengenai persoalan yang mengandung pertentangan (the espression on a controversial issue). Proses terjadinya opini publik, menurut Scott M. Cutlip dan Allen Center dalam Ruslan (2008:51) selalu mengikuti empat pola atau tahapan sebagai berikut: 1. Mengangkat kepermukaan suatu isu melalui agenda setting bekerja sama dengan pihak pers, public relations bertindak sebagai power maker atau News maker dan bertindak sebagai sumber berita (source) serta makes a publicity. 2. Melemparkan isu atau topic tersebut dan diupayakan mencarikan jalan keluar atau pemecahannya. 3. Mengarahkan dan menggiring isu atau topic tersebut, kearah pemecahan yang dapat diterima oleh publik. Pembahasan masalah opini publik yang menimpa sebuah lembaga/instansi/organisasi adalah hal yang sangat mendasar bagi persoalan praktisi Humas. Bagi humas, opini publik mempunyai makna sebagai berikut: 1. Merupakan suatu konfirmasi. 2. Merupakan suatu pernyataan terhadap suatu keinginan, kebutuhan yang diungkapkan lewat ide/pendapat, usulan, kritik, keluhan, tulisan/gambar dan sebagainya. Untuk organisasi/lembaga, opini publik sangat penting bagi organisasi yang bersangkutan untuk mengadakan perbaikan, mengadakan perubahan, mengadakan perkembangan, menjadikan unggulan, dan menjadikan mampu bersaing (Rumanti, 2005:79). Dalam praktek kehumasan dalam menciptakan opini publik ada tiga cara, yakni sebagai berikut (Ruslan, 2008:51): 1. Tekanan 2. Membeli 3. Bujukan atau Persuasi Yang paling tepat dan wajar dalam akstivitas peranan public relations dalam membentuk atau merekayasa opini publik yaitu dengan cara mendidik dan membujuk atau persuasi antara lain sebagai berikut: 1. Teknik persuasi untuk mengubah opini publik yang bermusuhan dengan cara minimal adalah menetralisir, bahkan bila perlu direkayasa menjadi opini publik yang menguntungkan melalui PR campaign. 2. Membujuk untuk mengkristalisasi opini yang belum terbentuk tetapi berpotensi tetapi masih laten. 3. Membujuk agar opini publik yang sudah menguntungkan diupayakan tetap bertahan. Komunikasi Eksternal merupakan komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak diluar organisasi. Pada instansi-instansi pemerintahan, Dalam komunikasi eksternal yang terjadi antra lembaga/perusahaan/instansi yang memiliki bagian/divisi/seksi kehumasan didalamnya, biasanya komunikasi lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat daripada oleh pimpinannya sendiri (Effendy, 2005:128). Ada beberapa model praktik dalam kehumasan. Diantarany adalah Model-publicity or Press Agentry, Model-Public Information, model two-way Asymmetrical, dan Model two-way Symmetrycal. Dalam model Two Way Asymmetrical, humas melakukan kampanye melalui komunikasi dua arah dan penyampaian pesan-pesan berdasarkan hasil riset serta strategi komunikasi persuasive (membujuk) publik secara ilmiah (scientific persuasive). Unsur kebenaran informasi diperhatikan untuk membujuk publik agar mau bekerja sama, bersikap terbuka sesuai harapan organisasi. Dalam hal model ini masalah feedback dan feedforward dari pihak publik diperhatikan, secara berkaitan dengan informasi mengenai khalayak diperlukan sebelum melaksanakan komunikasi. Maka kekuatan, membangun hubungan (relationship) dan pengambilan insiatif selalu didominasi oleh si pengirim (source). Adapun praktik humas pemerintah Kota Tangerang memiliki rencana kegiatan serta kegiatan kerja yang menjadi acuannya dalam menjalankan aktivitasnya pada tahun 2010 ini antara lain adalah program pelayanan administrasi perkantoran, program peningkatan pelayanan kedinasan kepala/wakil kepala daerah, program pengembangan komunikasi, informasi dan media massa, program pengkajian dan penelitian bidang komunikasi dan informasi, program peningkatan SDM komunikasi dan informasi serta program kerjasama informasi dan media massa. Pada program pengembangan komunikasi, informasi dan media massa diadakan pengadaan alat studio, pengembangan dokumentasi visual, jurnalistik, dan publikasi kegiatan kepala, wakil dan sekretaris daerah. Sedangkan program pengkajian penelitian bidang komunikasi dan informasi dilakukan dengan cara mengkaji serta merekapitulasi hasil beritayang dilakukan media. Program peningkatan SDM komunikasi dan informasi dilakukan dengan pangadaan acara pelatihan SDM dan seminar nasional. Dan yang terakhir pada program kerjasama informasi dan media massa diimplementasikan dengan penyebarluasan informasi pembangunan dan penyelenggaran pemerintahan daerah, kerjasama media interaktif, dan peliputan kegiatan pimpinan daerah. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, dimana peneliti hanya menggambarkan atau menjelaskan masalah-masalah yang diteliti sesuai dengan fakta. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan teknik pengumpulan data wawancara tak berstruktur, observasi non pastisipan dan dokumentasi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah kepala bagian yang sudah digantikan dan kepala subbagian peliputan dan dokumentasi yaitu Bapak Tisna Wijaya SS. serta kepala subbagian pemberitaan, Bapak Drs. Amal Herawan B. MM. Dan dua orang staf pembantu kepala subbagian tersebut. Sedangkan yang menjadi sumber data sekunder antara lain pihak karyawan, kliping, buletin, Company Profile, buku-buku, website dan catatan-catatan yang berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi objek dalam penelitian adalah Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang pada subbagian peliputan dan dokumentasi serta subbagian pemberitaan. Dimana subjek penelitian ini terdiri dari 1 kepala bagian, 2 kepala subbagian, serta 2 staff yang membantu dalam pelaksanaan kegiatan kedua subagian tersebut. Sehingga sampel yang diambil adalah 5 orang. PEMBAHASAN Dari data dan wawancara yang peneliti dapatkan selama proses penelitian dikantor Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang, peneliti mendapatkan beberapa kegiatan dan pernyataan-pernyataan yang diungkapakan bagian humas dalam mengelola opini publik yag berkembang saat itu. Seperti kegiatan jumpa pers yang, pembuatan release, tanggapan, foto, serta bahan-bahan yang dibuat untuk pimpinan dalam mempresentasikan tanggung jawab atas tindakannya menertibkan lahan di Bantaran Sungai Cisadane tersebut didepan Komisi II DPR RI. Yang dibuat oleh humas pemerintah Kota Tangerang. Secara umum pengelolaan opini publik yang dilakukan oleh bagian Humas dan Protokol Kota Tangerang memiliki kerangka tugas yang telah ditetapkan melalui serangkaian rencana dan kegiatan komunikasi yang dilakukan secara dinamis dengan membuat program-program, dan penyusunan informasi yang dibuat. Dan dengan pemanfaatan media-media yang bekerja sama dengan bagain Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang yang ditujukan untuk semua publik-publiknya sehingga opini yang berkembang bisa dikendalikan dan dihentikan. Proses Fact Finding Humas Dalam Mengelola Opini Publik. Menurut data yang didapatkan peneliti proses fact finding yang dilakukan adalah seperti bagaimana mencari data tentang kebenaran berita yang disampaikan media mengenai isu yang berkembang. Seperti yang dicari adalah bukan dari isunya melainkan aturan-aturan dan landasan yang mendukung penertiban lahan ini harus dilakukan. Fact finding yang kami lakukan juga seperti aturan-aturan yang mejadi landasan kami melakukan hal tersebut, selain itu fenomena yang terjadi di bantaran Sungai Cisadane. Seperti bangunan kumuh yang ada dibantaran sungai tersebut, bahaya apa saja yang akan terjadi jika mendirikan bangunan disana. Setelah itu pemberitahuan yang kami lakukan, sejak kapan penertiban, surat-surat atau legalitas yang dimiliki, bahkan sejarah Cina Benteng harus kami ketahui, pada saat penertiban lahan, muncul isu apa saja.” (Wawancara dengan kepala Sub Bagian Pemberitaan Humas dan Protokol Kota Tangerang 20 September 2010). Dalam proses fact finding yang dilakukan oleh pihak humasKota Tangerang dalam mengelola opini publik, peneliti juga menemukan data lain berupa file power point yang akan digunakan untuk mempresentasikan kejadian penertiban lahan Bantaran Sungai Cisadane April lalu oleh Pimpinan daerah didepan komisi II anggota DPR RI. Yang terdapat pada slide-slide 6 hingga ke 15, adalah fakta-fakta tentang landasan hukum yang memperkuat penertiban lahan ini dilakukan. fakta-fakta tersebut seperti beberapa dokumentasi gambar berupa bahaya dari lahan bantaran sungai Cisadane yang tiap tahun semakin mengkhawatirkan yang dihimpun oleh tim pencari fakta yaitu pada subbagian peliputan dan dokumentasi pada Humas dan Protokol pemerintah Kota Tangerang. Hal ini seperti dokumen yang digunakan untuk memberikan keterangan atas penertiban lahan tersebut kepada semua pihak yang membutuhkan keterangan sejelas-jelasnya (Dokumen powerpoint presentasi pimpinan Kota Tangerang). Pada saat proses fact finding yang dilakukan bagian Humas dan Protokol Kota Tangerang. Diketahui dari pemberitaan-pemberitaan di media adanya isu-isu lain selain masalah etnis ini. selain isu sosial, ekonomi serta ketidakberpihakan pimpinan daerah terhadap rakyat kecil. Dan seperti dokumen yang didapatkan peneliti juga memang benar adanya bahwa isu etnis ini sudah sampai memancing opini yang diungkapkan oleh anggota DPR RI Budiman Sujatmiko yang merugikan pemerintah Kota Tangerang. Hal ini diungkapkannya melalui surat kabar dan berujung kepada pemanggilan pimpinan daerah Kota Tangerang untuk memberikan penjelasannya ke anggota komisi III DPR RI. Pada proses fact finding ini, peneliti juga mendapatkan memang benar adanya pemberitaan-pemberitaan oleh media yang menyinggung masalah etnis kepada pimpinan daerah Kota Tangerang. Seperti yang peneliti lihat dari beberapa judul dan isi berita dari pemberitaan di media cetak maupun online yaitu “CHINA BENTENG DIGUSUR,CINA BENTENG BERONTAK” (Warta Kota, Ed. Selasa 13 April 2010, Hal. 6 Dan Berita Kota, Ed. Rabu 14 April 2010, hal 1) dan media-media lain yang melakukan pemberitaan terhadap penertiban yang dilakukan pemerintah Kota Tangerang, baik media cetak, atau elektronik. Proses Planning and Decision Humas Dalam Mengelola Opini Publik. Ada beberapa perencanaan kegiatan komunikasi yang dilakukan secara aksidental dan ada perencanaan yang dilakukan secara detail. Perencanaan yang bersifat aksidental seperti pembuatan release, melakukan hak jawab dan klarifikasi. Ini dikarenakan informasi yang masuk juga harus seimbang dengan informasi yang keluar dari pemerintahan. Sedangkan rencana komunikasi yang dilakukan sebagai tindakan nyata pengelolaan opini publik adalah mengusung opini yang mendukung. Pengelolaan yang dilakukan selanjutnya oleh pihak humas setelah itu adalah membuat rencana kegiatan komunikasi. Pada prinsipnya pada undang-undang pers juga dikatakan bahwa pihak yang diberitakan oleh sebuah media juga memiliki hak jawab. Hak jawab yang dimaksud pada disini adalah pemberian jawaban atau tanggapan yang beritakan media sebelumnya. Sedangkan klarifikasi menurut mereka adalah bertanya langsung bagaimana wartawan mendapatkan isi berita tersebut. hal ini disampaikan dalam wawancara penelitian seperti yang dikatakan oleh staf pembantu Kepala Bagian Humas Kota Tangerang. Dengan adanya hak jawab atas pemberitaan oleh media maka hal ini dijadikankesempatan dengan baik oleh pihak humas Kota Tangerang dalam merencanakan kegiatan komunikasi untuk mengendalikan isu publik agar tidak menjadi berkembang. Selain memiliki hak jawab, pihak humas Kota Tangerang juga melakukan klarifikasi serta somasi yang dilakukan dalam mengelola isu publik yang berkembang agar bisa dikendalikan sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Sedangkan somasi disini, merupakan tindakan dari pihak hums yang lebih keras. Ketika pembertitaan tersebut berulang-ulang disebarkan dan berat sebelah. Dan somasi dilakukan sebagai tindakan ketidaksetujuan atas pemberitaan yang disampaikan. Dan kegiatan-kegiatan komunikasi lainnya yang direncanakan seperti pembuatan press release serta pengadaan jumpa pers saat itu, selain itu pembuatan bahan presentasi pimpinan saat pemanggilannya ke Komisi II DPR RI. Selain itu perencanaan yang dilakukan juga adalah dengan tujuan persuasive disini, hal ini dilakukan untuk membujuk publik eksternal pemerintah Kota Tangerang dalam rangka mengelola opini publik yang berkembang saat itu yang merugikan pemerintahan itu sendiri. Seperti perencanaan penggalangan dukungan dari opinion leader atau orang-orang yang dipilih yang nantinya akan berpengaruh pada opini pubik yang berkembang saat itu. Dan sekali lagi, perencanaan-perencanaan tersebut tidak lepas dari bantuan media, sesuai dengan model komunikasi yang dilakukan humas melalui model two way asymmetrical communication . Proses Communicating and Action Humas Dalam Mengelola Opini Publik. Setelah tahap perencanaan dengan melakukan hak jawab, klarifikasi dan somasi serta melakukan kegiatan humas seperti pendokumentasian, pembuatan bahan presentasi serta release. Maka dilakukanlah kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan tersebut. seperti pada jumpa pers yang dilakukan di Kantor Bagiaqn Humas dan Protokol Kota Tangerang yang membahas tentang kejadian penertiban lahan di bantaran Sungai Cisadane. Dengan menggunakann bahan-bahan release yang telah dibuat sehari sebelumnya. Dari data yang peneliti dapatkan terdapat beberapa kali kegiatan komunikasi yang dilakukan dalam mengelola opini publik yang berkembang pasca penertiban lahan di Bantaran Sungai Cisadane. Seperti yang diungkapkan kepala subbagian pemberitaan sebelumnya bahwa ada beberapa rencana kegiatan komunikasi yang bersifat aksidental dan kegiatan-kegiatan terencana. Dari dokumen yang terhimpun, peneliti mencatat bebarapa kali pembuatan release, sekali jumpa pers, sekali pemberian hak jawab kepala bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang mengenai pemberitaan yang diberitakan media mengenai penertiban lahan di Bantaran Sungai Cisadane. Selain itu pemberian tanggapan yang diberikan oleh Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang dalam menanggapi pemberitaan di harian republika, Warta Kota dan Berita Kota yang menyatakan pernyataan dari salah satu anggota Komisi II DPR RI bidang pertanahan yang menyatakan bahwa Pimpinan walikota yang sudah menjadi sejarah dan bagian dari Kota Tangerang (Harian Republika, Edisi Senin, 17 Mei 2010 Hal. 19). Dan isi berita tersebut mendapatkan tanggapan keras dari kepala humas Kota Tangerang yang menyampaikan tanggapannya kepada media-media yang memebertitakan hal serupa seperti Warta Kota Dan Berita Kota. Selain itu dalam pelaksanaan kegiatan komunikasi humas dalam mengelola opini publik saat itu, pneneliti juga mendapatkan data release tentang dukungan istri-istri Mentri mengenai pembangunan K3. Dimana peneliti melihat bahwa hal ini dilakukan oleh pihak humas dalam menghimpun dukungan atas ditertibkannya lahan Bantaran Sungai Cisadane. Dimana judul pemberitaan tersebut adalah “Kunjungi Jalan Benteng Jaya Kota Tangerang: Istri-Istri Menteri Takjub Melihat Bantaran Sungai Cisadane” (Harian Satelit News, Ed, Rabu 28 April 2010, Hal. 1) Proses Evaluating Humas Dalam Mengelola Opini Publik. Proses terakhir yang dilakukan pihak humas Kota Tangerang dalam melakukan pengelolaan opini publik yang berkembang pasca penertiban lahan di Bantaran Sungai Cisadane adalah tahap pengevaluasian. Seperti yang diungkapkan Kepala Subbagian Pemberitaan sebelumya, bahwa kegiatan komunikasi yang dedilakukan humas Kota Tangerang sangatlah dinamis. Ada berita masuk juga ada release yang diterbitkan dalam menjawab pemberitaan tentang pemerintahan kota. Hal ini juga kami lihat sebagai bahan untuk pencarian fakta setelah penertiban itu dilakukan. dan akhirnya banyak warga yang mengerti dan membongkar rumah tinggalnya sendiri. Selain itu dari pengumpulan data yang dilakukan peneliti, pasca penertiban lahan di Bantaran Sungai Cisadane dan setelah adanya pengelolaan isu public yang menyinggungb etnis keturunan yang ada di Kota Tangerang sudah tidak ada pemberitaan mengenai hal tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini. maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan opini publik ang dilakukan Bagian Humas dan Protokol Pemerintah Kota Tangerang sangat dinamis dan mengikuti perkembangan pemberitaan. Selalu ada berita masuk dan berita keluar pada saat pengelolaan opini publik tersebut dilaksanakan. Hal ini membuktikan bahwa memang kegiatan komunikasi yang dilakukan Humas pemerintah Kota Tangerang sangat dinamis. Perolehan fakta tentang opini publik yang berkembang saat itu didapatkan dari pemberitaan yang masuk melalui media. Kegiatan humas sehari-hari seperti pengklipingan berita inilah yang membantu sejauhmana pemberitaan yang dilakukan media terhadap Pemerintahan Kota Tangerang. Selain itu, observasi dilapangan juga dilakukan dalam perolehan fakta-fakta untuk nantinya akan diolah menjadi rencana kegiatan apa saja yang dilakukan untuk pengelolaan opini publik saat itu. Pada proses perencanaan, pihak humas juga melihat hal-hal apa saja yang harus dilakukan. selain melakukan jumpa pers atau press tour yang dilakukan oleh pihak humas seperti biasanya. Pembuatan release dengan informasi yang jelas dan benar juga sangat harus diperhatikan. Tahap selanjutnya adalah proses pelaksanaan kegiatan komunikasi yang dilaksanakan, setelah perencanaa. Dari mulai kegiatan jumpa pers untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari media, hingga penerbitan release. Dan memberikan tanggapan beserta klarifikasi atas pemberitaan yang diberitakan media. Selain itu humas Kota Tangerang juga, mencari opini pendukung untuk pengangkatan citra pimpinan dengan mengajak istri para menteri untuk melihat langsung pembangunan di bantaran Sungai Cisadane. Tahap terakhir pada tahap evaluating, dimana humas Kota Tangerang melihat dan memantau perkembangan berita serta observasi ke kawasan langsung beberapa saat setelah penertiban lahan di bantaran Sungai Cisadane dilakukan. perkembangan berita yang dipantau juga masih melalui media pengklipingan berita yang setiap hari dilakukan humas Kota Tangerang dalam memantau berita-berita seputar pemerintahan dan perkembangan yang terjadi di Kota Tangerang, khususnya mengenai penertiban lahan di Bantaran Sungai Cisadane. Dalam melakukan pengelolaan opini publik sebaiknya ada perencanaan-perencanaan kegiatan komunikasi lainnya yang bersifat propaganda. Hal ini wajar dilakukan praktisi humas dalam mencari dukungan dan meningkatkan citra pemerintah. Proses pengelolaan opini publik yang dilakukan hendaklah benar-benar dilakukan. Bukan hanya pencarian pembenaran tentang tindakan yang dilakukan melainkan pengelolaan opini ini harus serius ditanggulangi. Selain itu humas juga berhak memberi nasihat kepada pimpinannya untuk mengambil langkah apa yang terbaik bagi kedua belah pihak. Dalam hal ini peneliti tidak mendapatkan data adanya tentang hal tesebut. Jika isu yang berkembang mengenai etnis warga cina benteng. Sudah seharusnya lah humas Kota Tangerang memberikan pengetahuan tentang sejarah cina benteng yang ada di Kota Tangerang, bukan hanya melalui media massa saat itu. Melainkan melalui media-media lain, karena tidak semua warga Kota Tangerang memperoleh informasi melalui media massa cetak. Ada baiknya membuat program tentang pengenalan sejarah Kota Tangerang melalui buku. Walaupun buku yang membahas hal tersebut ada, tetapi buku tersebut tidak tersebar dan tidak diperjual belikan. Mungkin dengan adanya sosialisasi tentang sejarah Kota Tangerang itu sendiri, akan mengurangi opini yang berkembang yang menyinggung masalah etnis. DAFTAR PUSTAKA Effendy, Onong Ucjana. 2005. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek. Remaja Rosdakarya: Bandung. Rudy, Teuku May. 2005. Komunikasi & Hubungan Masyarakat Internasional. Refika Aditama: Bandung. Rumanti, Maria Asumpta. 2005. Dasar-Dasar Public Relations Teori Dan Praktik. Grasindo: Jakarta. Ruslan, Rosady. 2004. Etika Kehumasan Konsepsi Dan Aplikas., Raja Grafindo Persada: Jakarta. ____________. 2004. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi Ed.1 Cet.2. Raja Grafindo Persada: Jakarta. ____________. 2007. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi Ed. Revisi. Raja Grafindo Persada: Jakarta. ____________. 2008. Kampanye Public Relations Ed. Revisi 6. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Soemirat, Soleh. 2005. Dasar-Dasar Public Relations. Remaja Rosdakarya: Bandung. Wawancara dengan kepala Sub Bagian Pemberitaan Humas dan Protokol Kota Tangerang 20 September 2010 Dokumen powerpoint presentasi pimpinan Kota Tangerang Harian Republika, Edisi Senin, 17 Mei 2010 Hal. 19 Harian Satelit News, Ed, Rabu 28 April 2010, Hal. 1 Warta Kota, 13 April 2010, hal.6 Warta Kota, Ed. Selasa 13 April 2010, Hal. 6 Dan Berita Kota, Ed. Rabu 14 April 2010, hal.1 http://www.detiknews.com/commentpaging/2010/04/13/12:27:41/1337309/10/1/penggusuranwarga-Cina-benteng-ricuh