Silakan kunjungi My Website www.mnj.my.id PREDIKSI SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER III TAHUN 2016/2017 MATA KULIAH HUKUM INTERNASIONAL Disusun oleh MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM. 151000126 KELAS D 081223956738 UNIVERSITY KADER HmI KOMHUK UNPAS-BANDUNG KETUPLAK LK I/2016-II muh.jamal08 16jamal D070AF70 Muh_Nur_Jamal muh.nurjamaluddin Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 1 Silakan follow ya [email protected] [email protected] muhnurjamaluddin.blogspot.co.id mnurjamaluddin.blogspot.co.id creativityjamal.blogspot.co.id Muhammad Nur Jamaluddin ASAL Kampung Pasir Galuma, RT 02, RW 06, Desa Neglasari, Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, Indonesia SAAT INI Jalan PH. Hasan Mustapa Nomor 23, Gang Senang Raharja, RT 02, RW 15, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul, Kode POS 40124, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 2 Renungan Ya Tuhan, saya lupa Saya benar-benar lupa, padahal sudah belajar dan menghafalnya Ingat: Ingatlah Aku, maka akan Ku ingatkan pula semua yang kamu lupa? Ya Tuhan, karena saya lupa Izinkan saya untuk melihat pekerjaan temanku Izinkan pula saya untuk menyontek melalui Hand Phone Atau melalui buku yang sudah saya bawa ini Atau melalui catatan kecil yang sudah saya siapkan ini Ingat: Bukankah Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui? Bukankah Aku lebih dapat melihat apa yang kamu sembunyikan itu? Ya Tuhan, karena saya ingin mendapat nilai terbaik Supaya dapat membanggakan diriku, kelurgaku dan juga yang lainnya Izinkan saya mengahalalkan semua cara ini Ingat: Bukankah yang memberikan nilai terbaik itu Aku? Dosen hanyalah sebagai perantara saja dariku? Jikalau kamu ingin mendapatkan kebahagian di dunia Dan juga kebahagiaan di akhirat Jangan pernah menghalalkan semua yang telah Aku haramkan Ingat: Kebahagian di dunia itu hanya bersifat sementara bagimu Aku akan siapkan 99% lagi kebahagiaan untukmu kelak di akhirat Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 3 UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG FAKULTAS HUKUM Jalan Lengkong Besar Nomor 68 Bandung 40261 UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2016/2017 MATA KULIAH : HUKUM INTERNASIONAL HARI, TANGGAL : KAMIS, 19 JANUARI 2017 KELAS/SEMESTER : A-B-C-D-E-F-G-H/III WAKTU : 90 MENIT DOSEN : TIM DOSEN SIFAT UJIAN : OPEN BOOK PETUNJUK: 1. Diperkenankan membuka buku dan referensi lainnya sejauh diperlukan dan dapat membantu saudara dalam menjawab soal-soal di bawah ini. 2. Tidak diperkenankan bekerjasama dengan sesama peserta ujian. 3. Sempurnakan dan perkuat setiap jawaban saudara dengan mengemukakan bukti-bukti melalui contoh nyata atau ilustrasi yang relevan, serta pada bagian akhir analisisnya dirumuskan kesimpulan dan saran! SOAL 1. Pelaksanaan Metode Penyelesaian Sengketa Internasional (MPSI) merupakan kewajiban internasional berupa upaya maksimal berdasarkan Hukum Internasional (HI) yang dapat dilakukan oleh negara-negara dan subjek HI lainnnya dalam rangka mewujudkan perdamaian, keamanan, dan kemakmuran internasional. Gunakan Piagam PBB dan Perjanjian internasional lainnya yang relevan sebagai pedoman dasar untuk menganalisis persoalan-persoalan tersebut dibawah ini: Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 4 a. Bagaimana praktik negara-negara dalam menyelesaikan suatu sengketa internasional dengan cara-cara damai berdasarkan Pasal 33 Piagam PBB! Jawaban: 1) Negosisasi (negotiation) merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan dan tidak melibatkan pihak ketiga. Contohnya sengketa internasional yang terjadi pada Indonesia setelah proklamasi Kemeredekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 yakni Agresi Belanda I dan Agresi Belanda II yang menandakan adanya sengketan internasional (1946-1949). Ada dua negara yang berhadapan, yaitu Negara Indonesia VS Negara Belanda. Adapun yang dilakukan untuk menyelesaikannya, melalui: a) Perundingan renulk, artinya supaya netral dan terjadi perundingan di laut bebas. Salah satu point yang terdapat dalam perundingan ini adalah genjetan senjata. Kemudian Belanda mengingkari salah satu genjatan senjata, sehingga pasukan Sudirman pun maju. b) Perundingan roem-royen, artinya diusahakan melalui diplomat adalah genjatan senjata. Tanpa genjatan senjata yang lain tidak akan tercapai setelah sekian bulan, Belanda melanggar lagi. c) Perundingan linggar jati, dalam hal ini Pak Dirman memimpin perang gerilyanya dan perundingan pun tetap berjalan. Salah satu yang disepakati adalah genjatan senjata (tembak-menembak). Belanda selalu menembak atau menyerang duluan. Ada diplomat yang diutus untuk melakukan negosiasi untuk menyelesaikan masalah ini. d) Perundingan Konferensi Meja Budar di Den Haag Belanda tahun 1949, salah satu penyelesaian Agresi Belanda melalui proses diplomat yang menghasilkan tentang kedaulatan Republik Indonesia. Berdasarkan proses yang dilakukan di atas akhirnya sengketa Indonesia VS Belanda selesai dan Belandaa mengakui kedaulatan NKRI secara untuh dan menyeluruh. 2) Penyelidikan (inqury) dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta. Contohnya Irak VS Amerika. Hal ini terjadi dengan adanya tuduhan dari Amerika kepada Irak bahwa Irak memiliki dan menggunakan senjata pemusnah masal. Irak menjawab tuduhan tersebut, bahwa tuduhan tersebut tidak benar. Perisitiwa ini ada pada level internasional, sehingga ditengahi oleh PPB sebagai penetral. PBB melakukan Penyelidikan dengan membentuk komisi khusus yang bernama UNSCOM for IRAQ (United National Special Comission) / Perlindungan Khusus untuk Irak. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 5 Akhirnya penyelidikan ini menghasilkan Irak tidak memproduksi dan tidak menggunakan senjata pemusnah masal dan ada rekomendasi untuk Amerika Serikat supaya menghentikan tuduhannya. 3) Mediasi (mediation), pihak ketiga campur tangan untuk mengadakan rekonsiliasi tuntutan-tuntutan dari para pihak yang bersengketa. Dalam mediasi pihak ketiga lebih aktif. Contohnya perang 7 tahun antara Irak VS Iran tentang penentu batas wilayah negara. Atas hal tersebut PBB menunjuk dua negara sebagai mediator untuk menyelesaikan masalah ini yakni Amerika Serikat dan Uni Sovet. Akhirnya ada kesepakatan perdamaian antara Irak dengan Iran. 4) Konsiasi (consilation), merupakan kombinasi antara penyelesaian sengketa dengan cara inquiry dan mediasi. Target yang dicapai bukan hanya damai saja tetapi saling memaafkan. Biasanya antar dua kepala negara diliput oleh media, dengan cara salaman dan yang menjadi sponsor adalah PBB sebagai penetral. Hal ini sangat cocok untuk menyelesaikan sengketa internasional yang terjadi antara Israel dengan Palestina. Dan contohnya adalah Indonesia dengan Timor Leste dalam hal pemisahan kedaulatan negara. 5) Arbitrase (arbitration), pihaknya adalah negara, individu, dan badan-badan hukum. Arbitrasi lebih fleksibel dibanding dengan penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Contohnya yatiu penyelesaian sengketa Irian Barat ke Indonesia tahun 1963, pengintegrasian Timor-Timur ke Indonsia tahun 1976, dan penyelesaian sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia. 6) Jasa-jasa baik (good offices), pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka dengan cara menawarkan tempat, proses hukum yang ditempuh, dan lainlain. 7) Badan-badan regional, melibatkan lembaga atau organisasi regional baik sebelum maupun sesudah PBB berdiri. 8) Jalur hukum, Indonesia telah mempraktikannya ke Mahkamah Internasional dalam sengketa Sipidan dan Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia yang menghasilkan putusan Mahkamah Internasional yang memutuskan Sipidan dan Ligitan untuk Malaysia dan bersifat final. 9) Cara lain yang disepakati, hal ini dapat menggunakan adat tertentu untuk menyelesaikan sengketa sejauh cara itu disepakati oleh negara yang bersangkutan. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 6 b. Bagaimana praktik negara-negara dalam menyelesaikan suatu sengketa internasional dengan menggunakan kekuatan senjata (the use of force) berdasarkan Pasal 41 dan Pasal 42 Piagam PBB! Jawaban: 1) Perang dan tindakan bersenjata nonperang bertujuan untuk menaklukkan negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat penyelesaian suatu sengketa internasional. Melalui cara tersebut, negara yang ditaklukkan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya. Contohnya Israel dengan Palestina dalam hal penentuan batas wilayah, yakni Jalur Gaza. 2) Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-tindakan tidak pantas yang dilakukan oleh negara lain. Balas dendam dilakukan dalam bentuk tindakantindakan sah yang tidak bersahabat, yang dilakukan oleh negara yang kehormatannya dihina. Misalnya, dengan cara menurunkan status hubungan diplomatik, pencabutan privilege diplomatik, atau penarikan diri dari kesepakatan-kesepakatan fiskal dan bea masuk. Contohnya pemutusan hubungan diplomatik Indonesia dengan Belanda karena Belanda tidak mau meminta maaf kepada bangsa Indonesia atas kejahatan kemanusiaan, terutama yang dilakukan Belanda selama agresi militer 1945-1950. 3) Embargo adalah upaya untuk meniadakan barang-barang negara lain dengan melarang perusahaan dalam negeri untuk mengadakan transaksi dengan organisasi-organisasi dagang negara yang dikenakan embargo. Embargo dapat membatasi impor, atau ekspor, atau keduanya. Secara rasional embargo adalah hukuman politik untuk suatu negara. Contohnya Amerika Serikat terhadap Indonesia dari tahun 1999 hingga 2005 dalam hal pengadaan senjata militer akibat pelanggaran HAM yang dilakukan ABRI di Timor Timur. 4) Pembalasan adalah cara penyelesaian sengketa internasional yang digunakan oleh suatu negara untuk mengupayakan diperolehnya ganti rugi dari negara lain. Cara penyelesaian sengketa tersebut adalah dengan melakukan tindakan pemaksaan kepada suatu negara untuk menyelesaikan sengketa yang disebabkan oleh tindakan ilegal atau tidak sah yang dilakukan oleh negara tersebut. Contohnya penenggelaman kapal di lepas pantai Pangandaran yang dilakukan oleh pemerintahan Indonesia atas dasar penangkapan ikan ilegal. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 7 5) Reprisal adalah upaya paksa untuk memperoleh jaminan ganti rugi, akan tetapi terbatas pada penahanan orang dan benda. Reprisal merupakan upaya paksa yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain dengan maksud untuk menyelesaikan sengketa yang timbul oleh karena negara yang dikenai reprisal telah melakukan tindakan yang tidak dibenarkan. Contohnya penahanan WNI yang dilakukan oleh Filipina dalam hal pelayaran. 6) Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan pada waktu damai. Kadangkadang tindakan tersebut digolongkan sebagai suatu pembalasan. Tindakan tersebut pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk menaati permintaan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara yang memblokade. Contohnya Amerika Serikat dan Irak dalam hal pembuatan nuklir. 7) Intervensi sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa internasional adalah tindakan campur tangan terhadap kemerdekaan politik negara tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Ketentuan-ketentuan yang termasuk dalam kategori intervensi sah dengan cara intervensi kolektif sesuai dengan Piagam PBB, intervensi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya, pertahanan diri, dan negara yang menjadi objek intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran berat terhadap hukum internasional. Contohnya Indonesia dengan Malaysia dalam kasus Sipidan dan Ligitan dengan adanya intervensi dari Amareika Serikat. c. Kemukakan kesimpulan dan saran (rekomendasi) yang dapat saudara rumuskan dari hasil analisis tentang hal-hal tersebut! Jawaban: Dalam menyelesaikan sengketa internasional dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan cara-cara damai berdasarkan Pasal 33 Piagam PBB melalui negosisasi (negotiation), penyelidikan (inqury), mediasi (mediation), konsiasi (consilation), arbitrase (arbitration), jasa-jasa baik (good offices), badan-badan regional, jalur hukum, dan cara lain yang disepakati. Kemudian dengan menggunakan kekuatan senjata (the use of force) berdasarkan Pasal 41 dan Pasal 42 Piagam PBB melalui perang dan tindakan bersenjata nonperang, retorsi, embargo, pembalasan, reprisal, blokade secara damai, dan intervensi. Selanjtunya dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara senantiasa diharapkan tidak terjadi adanya sengketa internasional demi terwujudnya keamanan dan ketertiban dunia yang abadi. Namun, jika hal itu terjadi senantiasa dapat diselesaikan sebagaimana mestinya supaya tidak terjadi kerugian yang besar terhadap kehidupan dunia. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 8 2. Hukum Internasional (HI) tidak melarang perang kepada negara-negara. Dalam batas-batas tertentu perang merupakan hak yang dapat digunakan oleh sebuah negara, serta dalam kondisi tertentu perang dapat juga menjadi kewajiban yang harus dilaksanakan oleh sebuah negara. Gunakan Konvensi Jenewa 1949 dan Perjanjian Internasional lainnya yang relevan sebagai pedoman dasar untuk menganalisis persoalan-persoalan dibawah ini: a. Bagaimana praktik negara-negara dalam menerapkan asas Ius and Bellum (hukum tentang keabsahan berperang)! Jawaban: 1) Dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara. Apabila ada pihak yang secara paksa mengagresi sebagian kecil atau besar kedaulatan negara, maka negara berhak melawan dengan mengadakan perang, misalnya perang KMB pada tahun 1945-1949 antara Indonesia dengan Belanda. Apabila tidak mampu melakukan perlawanan, maka boleh meminta bantuan ke negara lain atau ke PBB, misalnya Quwait dan Iran yang terjadi bahwa Quwait negara netral yang tidak mempunyai senjata di serang oleh Iran yang bersenjatan lengkap, sehingga Quwait meminta bantuan kepada PBB. 2) Dalam rangka menggunakan hak membela diri. Termasuk dalam jus cogens the roght to self defend yang sedang dipraktikan oleh negara Palestina membela diri merupakan hak yang diakui sebagai hak fundamental. Contohnya Palestina membela diri atas harga diri bangsa kerana warga Palestina yang diusir paksa dari negaranya sendiri. 3) Dalam rangka menjalankan misi pasukan multinasional PBB. Akhir dari misi pasukan multinasional PBB adalah perang dilaksanakannnya juga berdasarkan resolusi Dewan Keamanan (ada hukum) sehingga perang tersebut adalah sah. b. Bagaimana praktik negara-negara dalam menerapkan asas Ius in Bello (hukum tentang saat atau ketika berperang)! Jawaban: Praktik negara-negara dalam menerapkan asas Ius in Bello (hukum tentang saat atau ketika berperang) dengan menggunakan: 1) Prinsip pembedaan, yakni pembedaan status tentara dan status sipil artinya harus bisa membedakan atas status tentara dan sipil, sasaran tembakan dan boleh menembak. Artinya status tentara boleh perang, status sipil tidak boleh dijadikan sasaran tembakan. 2) Prinsip pembatasan, artinya ada yang dibatasi dalam perang, meliputi: Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 9 a) Sasaran tembak, misalnya ada musuh 100 menyusup ke dalam desa penduduk 500 penduduk sipil, artinya untuk menembak musuh harus membatasi warga sipil yang akan di tembak. b) Penyerahan pasukan, artinya untuk melaksanakan perang harus tepat untuk menyerahkan pasukan dalam melawan musuh. c) Penggunaan alat perang, artinya harus bertingkat dari yang ringan sampai akhirnya mengeluarkan senjata pamungkas. 3) Prinsip kemanusiaan, penerapannya tentara boleh dibunuh. Misalnya seorang tentara dalam keadaan posisi meneyarah (meletakan senjata) itu berarti tidak berdaya, dalam prinsip kemanusiaan tentara yang sudah menyerah atau yang sudah tidak berdaya tidak boleh ditembak, kemudian tentara tersebut ditahan saja (1 jendral = 1000 tamtama). 4) Prinsip keterpaksaan, biasanya diterapkan dalam operasi militer terbatas, misalnya dalam kasus penyandraan. Musuh menyandra 1000 penduduk sipil di suatu gedung, maka akan dilakukan operasi militer terbatas yaitu dengan melakukan perlawanan dalam penyelamatan, misalnya hal-hal yang dilakukan adalah merusak barang-barang gedung, melakukan tembak menembak, misalkan 2 warga sipil tertembak dan 998 selamat maka tentara melakukan penembakan terhadap 2 warga sipil dengan terpaksa. Contoh lain yaitu pemboman atom di Hirosima dan Nagasaki di Jepang yang dilukan sekutu secara terpaksa. 5) Prinsip perlindungan korban perang, artinya upaya pertolongan pertama pada korban perang yang dilakukan Palang Merah Internasional untuk melakukan pertolongan terhadap korban, maka tidak mengenal atau tidak memandang siapa korban perang tersebut. d. Kemukakan kesimpulan dan saran (rekomendasi) yang dapat saudara rumuskan dari hasil analisis tentang hal-hal tersebut! Jawaban: Praktik negara-negara dalam menerapkan asas Ius and Bellum (hukum tentang keabsahan berperang) dengan proses dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara, dalam rangka menggunakan hak membela diri dan dalam rangka menjalankan misi pasukan multinasional PBB. Kemudian praktik negara-negara dalam menerapkan asas Ius in Bello (hukum tentang saat atau ketika berperang) dengan menggunakan prinsip pembedaan, prinsip pembatasan, prinsip kemanusiaan, prinsip keterpaksaan, dan prinsip perlindungan. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 10 Selanjtunya dalam menyelenggarakan kehidupan bernegara senantiasa diharapkan tidak adanya peperangan yang terjadi. Namun, jika hal itu terjadi senantiasa dapat diselesaikan sebagaimana mestinya supaya tidak terjadi kerugian yang besar terhadap kehidupan dunia. 3. Laut pada awalnya dipandang sebagai warisan bersama umat manusia (The Heritage of Mankind), sehingga laut tidak dapat dimiliki oleh sebuah negara. Namun dalam perkembangannya, negaranegara cenderung menghendaki dapat memiliki laut dalam batas-batas tertentu dan dengan cara tertentu. Gunakan Konvensi Hukum Laut (KHL) 1982 dan peraturan perundang-undangan nasional Indonesia yang mengatur tentang laut sebagai pedoman dasar untuk menganalisis persoalan-persoalan di bawah ini: a. Bagaimana praktik negara-negara dalam memperjuangkan hak kepemilikan dan hak pengelolaan atas laut hingga tercapainya kesepakatan internasional yang tertuang dalam Konvensi Hukum Laut (KHL) 1982! Jawaban: Sebagaimana menurut Konvensi Hukum Laut (KHL) 1982 perlu melakukan penentuan dalam hal: 1) Laut teritorial adalah suatu wilayah kedaulatan negara pantai selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya atau garis baseline/garis pangkal dasar yang lebarnya 12 mil laut. 2) Laut bebas adalah wilayah perairan laut yang bukan termasuk laut teritorial maupun perairan pedalaman dari suatu negara. 3) Garis pangkal adalah garis yang menjadi dasar untuk pengukuran laut teritorial dan zona maritim lainnya seperti zona tambahan dan zona ekonomi eksklusif sebuah negara. 4) Perarian kepulauan adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai. 5) Peraian pedalaman semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamannya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup mulut sungai, teluk dan pelabuhan. 6) Zona ekonomi eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. 7) Landas kontinen adalah batas dasar laut dari segi geologi yang merupakan kelanjutan dari benua. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 11 b. Bagaimana praktik Indonesia dalam mengimplementasikan dan mewujudkan rezim hukum Negara Kepulauan (Archipelagic State) hingga tampak jelas manfaatnya bagi kemakmuran segenap masyarakat Indonesia! Jawaban: Praktik Indonesia dalam mengimplementasikan dan mewujudkan rezim hukum Negara Kepulauan (Archipelagic State) hingga tampak jelas manfaatnya bagi kemakmuran segenap masyarakat Indonesia mesti menentukan beberapa hal, yaitu: 1) Laut Teritorial a) Menentukan titik terluar, yaitu pulau terluar karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang berjumlah lebih kurang 17.449 pulau, maka harus ditentukan garis kepulannya dari Sabang sampai Merauke. b) Menentukan titik garis lurus yang menghubungankan titik pulau luar yang satu terhadap titik pulau terluar lainnya, artinya pulau satu dengan pulau-pulau yang lainnya (pulau terluar) harus berhubungan dengan garus lurus. c) Menentukan garis-garis lurus yang sudah dihubungkan tersebut atau dikenal sebagai garis pangkal lurus kepulauan (GPLK). d) Menentukan garis pangkal lurus kepulauan (GPLK) tarik (ukur) ke arah luar sejauh maksimum 12 mil laut untuk mengukur lebar laut terirorial, dalam hal ini yang melakukan adalah Dinas Intografi Spasil dibawah naungan Menteri Perhubungan. e) Menentukan garis pangkal adalah garis yang menjadi dasar untuk pengukuran laut teritorial dan zona maritim lainnya seperti zona tambahan dan zona ekonomi eksklusif sebuah negara. 2) Perarian kepulauan adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman atau jaraknya dari pantai. 3) Peraian pedalaman semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk kedalamannya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari garis penutup mulut sungai, teluk dan pelabuhan. 4) Zona ekonomi eklusif adalah zona yang luasnya 200 mil dari garis dasar pantai, yang mana dalam zona tersebut sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya, ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. 5) Landas kontinen adalah batas dasar laut dari segi geologi yang merupakan kelanjutan dari benua. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 12 Penentuan kelima hal ini mesti dilakukan oleh Indonesia, sehingga apabila ada kapal berlayar harus izin pada Indonesia dengan dasar yurisdiksi terbatas Indonesia sebagaimana terdapat dalam soverign right dan dapat dirasakan secara jelas dan nyata manfaatnya bagi kemakmuran segenap masyarakat Indonesia, utamanya dalam hal pemanfaatan hasil kekayaan laut. c. Kemukakan kesimpulan dan saran (rekomendasi) yang dapat saudara rumuskan dari hasil analisis tentang hal-hal tersebut! Jawaban: Praktik negara-negara dalam memperjuangkan hak kepemilikan dan hak pengelolaan atas laut hingga tercapainya kesepakatan internasional yang tertuang dalam Konvensi Hukum Laut (KHL) 1982 mesti menentukan dalam hal laut teritorial, laut bebas, garis pangkal, perarian kepulauan, peraian pedalaman, zona ekonomi eklusif, dan landas kontinen. Kemudian praktik Indonesia dalam mengimplementasikan dan mewujudkan rezim hukum Negara Kepulauan (Archipelagic State) hingga tampak jelas manfaatnya bagi kemakmuran segenap masyarakat Indonesia, mesti menentukan beberapa hal meliputi laut teritorial, perarian kepulauan, peraian pedalaman, zona ekonomi eklusif, dan landas kontinen. Selanjutnya hal tersebut mesti dilakukan oleh suatu negara demi mendapatkan suatu kedaulatan negaranya, begitupun Indonesia. Sehingga apabila ada kapal berlayar harus izin pada Indonesia dengan dasar yurisdiksi terbatas Indonesia sebagaimana terdapat dalam soverign right dan dapat dirasakan secara jelas dan nyata manfaatnya bagi kemakmuran segenap masyarakat Indonesia, utamanya dalam hal pemanfaatan hasil kekayaan laut. 4. Perkembangan teknologi pesawat udara dan kegiatannya di ruang udara menjadi faktor pendorong lahir dan berkembangnya Hukum Ruang Udara. Demikian pula, perkembangan teknologi pesawat ruang angkasa dan kegiatannya di ruang angkasa menjadi faktor pendorong lahir dan berkembangnya Hukum Ruang Angkasa. Gunakan Konvensi Chicago 1944 dan Space Treaty 1967 sebagai pedoman dasar untuk menganalisis persoalan-persoalan di bawah ini: a. Bagaimana praktik negara-negara (termasuk Indonesia) dalam menyelenggarakan kegiatan Penerbangan Sipil Internasional di Ruang Udadara berdasarkan Konvensi Chicago 1944, hingga tampak jelas manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat internasional! Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 13 Jawaban: Berdasarkan Pasal 3 Konvensi Chicago 1944 bahwa pesawat udara negara (state aircraft) adalah pesawat udara yang digunakan untuk militer, polisi, dan bea cukai sedangkan yang dimaksud dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara selain pesawat udara negara (state aircraft). Pesawat udara negara tidak mempunyai hak untuk melakukan penerbangan diatas negara-negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil yang melakukan penerbangan tidak berjadwal dapat melakukan penerbangan diatas negara anggota lainnya. Pesawat udara negara (state aircraft) tidak mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan (nationality and registration mark), walaupun pesawat udara tersebut terdiri dari pesawat terbang (aeroplane) dan helikopter. Delapan belas Annex Konvensi Chicago 1944 pada dasarnya merupakan standar kelayakan yang ditunjukkan kepada seluruh anggota International Civil Aviation Orgsnization (ICAO) untuk menjamin keselamatan penerbangan internasional, meliputi: 1) Annex 1 (personal licensing) memuat pengaturan tentang izin bagi awak pesawat mengatur lalu lintas udara dan personil pesawat udara. 2) Annex 2 (rules of the air), aturan-aturan yang berkaitan dengan penerbangan secara visual dan penerbangan dengan menggunakan instrumen. 3) Annex 3 (meterological service for international air navigation) memuat ketentuan mengenai layanan meteorologikal bagi navigasi internasional dan pemberitahuan hasil observasi meteorologi dari pesawat udara. 4) Annex 4 (aeronautical charts) pengaturan tentang spesifikasi peta aeronautikal yang digunakan dalam penerbangan internasional. 5) Annex 5 (units of measurement to be used in air and ground operation) ketentuan mengenai satuan-satuan ukuran yang digunakan dalam penerbangan. 6) Annex 6 (operation aircraft) mengatur tentang spesifikasi yang akan menjamin dalam keadaan yang sama, penerbangan di seluruh dunia berada pada tingkat keamanan diatas tingkat minimum yang telah ditetapkan. 7) Annex 7 (aircraft nationality and registration marks) tentang membuat persyaratanpersyaratan umum untuk pendaftaran dan identifikasi pesawat udara. 8) Annex 8 (airworthiness of aircraft) pengaturan tentang standar kelayakan udara dan pemeriksaan pesawat udara berdasarkan prosedur yang seragam. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 14 9) Annex 9 (facilitation) ketentuan mengenai standar fasilitas-fasilitas bandar udara yang akan menunjang kelancaran dan masuknya pesawat udara, penumpang dan cargo di bandar udara. 10) Annex 10 (aeranutical communications) mengatur tentang prosedur standar, sistem, dan peralatan komunikasi. 11) Annex 11 (air traffic service) memuat tentang pengadaan dan pengawasan terhadap lalu lintas udara, informasi penerbangan dan layanan pemberitahuan serta peringatan mengenai keadaan bahaya. 12) Annex 12 (search and rescuce) memuat ketentuan tentang pengorganisiran dan pemberdayaan fasilitas dalam mendukung pencarian pesawat yang hilang. 13) Annex 13 (aircraft accident investigation) ketentuan tentang keseragaman dan pemberitahuan investigasi, dan laporan mengenai kecelakaan pesawat. 14) Annex 14 (aerodrome) ketentuan tentang spesifikasi dan desain dan kegiatan di bandar udara. 15) Annex 15 (aeronautical information) metode untuk mengumpulkan cara penyebaran informasi yang dibutuhkan dalam operasional dalam penerbangan. 16) Annex 16 (enviromental protectum) memuat ketentuan mengenai sertifikat ramah lingkungan, pengawasan terhadap kebisingan yang ditimbulkan oleh emisi dari mesin udara. 17) Annex 17 (enviromental protectum) ketentuan mengenai perlindungan keamanan penerbangan sipil internasional dari tindakan melawan hukum. 18) Annex 18 (the safe transport of dangerous godds by air) mengatur tentang tanda, cara mengepak, dan pengangkutan cargo yang berbahaya. b. Bagaimana praktik negara-negara (termasuk Indonesia) dalam menyelenggarakan kegiatan Komersialisasi Ruang Angkasa berdasarkan Space Treaty 1967, hingga tampak jelas manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat internasional! Jawaban: Praktik negara-negara (termasuk Indonesia) dalam menyelenggarakan kegiatan Komersialisasi Ruang Angkasa berdasarkan Space Treaty 1967, hingga tampak jelas manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat internasional, dilakukan dengan menerapkan: Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 15 1) Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, bulan dan benda-benda ruang angkasa lainnya bagi semua negara untuk tujuan damai dan kerjasama internasional. Prinsip ini tercantum didalam pasal 1 dan 2 Space Treaty 1967. Untuk merealisasikan kebebasan melakukan eksploitasi dan eksplorasi ruang angkasa tidak boleh dijadikan sebagai objek kepemilikan yaitu dengan melakukan suatu klaim kedaulatan oleh suatu negara. 2) Pelaksanaan eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa harus sesuai dengan hukum internasional dan piagam PBB. 3) Larangan penempatan senjata-senjata di ruang angkasa. Sebagaimana diketahui bahwa pemanfaatan ruang angkasa dan benda-benda langit lain jika mempunyai maksud dan tujuan damai. 4) Pemberian bantuan kepada astronot dan pemberitahuan mengenai adanya gejala-gejala yang membahayakan di ruang angkasa. Prinsip ini adalah prinsip yang menghargai kemanusiaan. 5) Tanggung jawab internasional, harus dilakukan oleh negara yang melaksanakan kegiatan di ruang angkasa sebagaimana diketahui bahwa kegiatan ruang angkasa itu dapat dilakukan oleh pihak pemerintah suatu negara dan oleh pihak swasta atau non pemerintah. Kegiatan yang dilakukan oleh non pemerintah harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemerintah yang bersangkutan sedangkan bagi organisasi internasional oleh organisasi itu sendiri dan pemerintah-pemerintah yang menjadi anggotanya. 6) Ganti rugi atas kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan ruang angkasa. Tercantum dalam artikel 7 Space Treaty 1967 sedangkan mengenai mereka yang berhak atas tuntutan ganti rugi tersebut adalah negara ke tiga yang secara langsung menderita kerugian. 7) Jurisdiksi atas person dan objek yang diluncurkan. Prinsip ini menetapkan bahwa manusia, objek, ruang angkasa yang diluncurkan ke ruang angkasa merupakan yurisdiksi negara peluncur tersebut, jika manusia atau objek ruang angkasa yang diluncurkan itu jatuh harus mengembalikan negara pemiliknya. 8) Prinsip pencegahan terhadap pencemaran dan kontaminasi dari ruang angkasa dan bendabenda ruang angkasa. Ini diperlukan agar tetap terjaga kelestarian lingkungan. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 16 9) Prinsip tentang keharusan untuk memberitahukan kepada sekjen PBB dan masyarakat internasional mengenai maksud dan tujuan serta hasil dari kegiatan di ruang angkasa. Prinsip ini memungkinkan terjadinya kerjasama internasional dalam rangka pemanfaatan sumber daya ruang angkasa. 10) Prinsip penggunaan sistem ruang angkasa secara bersama. Bahwa semua stasiun, instalasi dan peralatan dan wahana ruang angkasa suatu negara itu harus dapat pula dipergunakan oleh negara lain, dan harus berpegangan pada prinsip atau asas timbal balik (reciprocity) dengan catatan harus ada pemberitahuan lebih dahulu dengan maksud agar tidak mengganggu jalannya program negara pemilik stasiun atau wahana antariksa tersebut. Di Indonesia, pengaturan terkait komersialisasi ruang angkasa telah hadir dengan ditandai Indonesia telah meratifikasi perjanjian internasional selain Space Treaty 1967: pertama, Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects of 1972, kedua Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space, dan ketiga Agreement on The Rescue of Astronouts, the Return of Astronouts and the Return of Objects Launched into Outer Space. Selain itu, Indonesia telah membuat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan. Hal ini memberikan gambaran positif bahwa Indonesia telah siap untuk melakukan program komersialisasi ruang angkasa dan dapat bersaing dengan negara lain di masa depan dalam rangka pemanfaatan ruang angkasa untuk kepentingan nasional. c. Kemukakan kesimpulan dan saran (rekomendasi) yang dapat saudara rumuskan dari hasil analisis tentang hal-hal tersebut! Jawaban: Praktik negara-negara (termasuk Indonesia) dalam menyelenggarakan kegiatan Penerbangan Sipil Internasional di Ruang Udadara berdasarkan Konvensi Chicago 1944, hingga tampak jelas manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat internasional dengan menerapkan personal licensing, rules of the air, meterological service for international air navigation, aeronautical charts, units of measurement to be used in air and ground operation, operation aircraft, aircraft nationality and registration marks, airworthiness of aircraft, facilitation, aeranutical communications, air traffic service, search and rescuce, aircraft accident investigation, aeronautical information, enviromental protectum, enviromental protectum, and the safe transport of dangerous godds by air. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 17 Kemudian praktik negara-negara (termasuk Indonesia) dalam menyelenggarakan kegiatan Komersialisasi Ruang Angkasa berdasarkan Space Treaty 1967, hingga tampak jelas manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat internasional, dilakukan dengan menerapkan eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa, pelaksanaan Eksplorasi dan penggunaan ruang angkasa harus sesuai dengan hukum internasional dan piagam PBB, larangan penempatan senjata-senjata di ruang angkasa, emberian bantuan kepada astronot dan pemberitahuan mengenai adanya gejala-gejala yang membahayakan di ruang angkasa, tanggung jawab internasional harus dilakukan oleh negara yang melaksanakan kegiatan di ruang angkasa sebagaimana diketahui bahwa kegiatan ruang angkasa itu dapat dilakukan oleh pihak pemerintah suatu negara dan oleh pihak swasta atau non pemerintah, ganti rugi atas kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan ruang angkasa, jurisdiksi atas person dan objek yang diluncurkan, prinsip pencegahan terhadap pencemaran dan kontaminasi dari ruang angkasa dan benda-benda ruang angkasa. Ini diperlukan agar tetap terjaga kelestarian lingkungan, prinsip tentang keharusan untuk memberitahukan kepada sekjen PBB dan masyarakat internasional mengenai meksud dan tujuan serta hasil dari kegiatan di ruang angkasa, dan prinsip penggunaan sistem ruang angkasa secara bersama. Pengaturan kedua hal tersebut mesti dilakukan agar jelas nampak kepastian dan kemanfaatan untuk semua umat di dunia ini. 5. Ketika berbicara tentang penuntutan suatu Hak perlu dijaga keseimbangannya dengan pemenuhan suatu Kewajiban. Jelaskan dalam contoh nyata atau ilustrasi yang relevan terhadap hal-hal berikut: a. Karakteristik Tanggung Jawab Internasional (Internasional Responsibility) serta cara menerapkannya dalam kasus The Corfu Channel, atau dalam kasus lainnya yang saudara kuasai! Jawaban: Menurut Sharon Williams bahwa karakteristik Tanggung Jawab Internasional (Internasional Responsibility) meliputi: 1) Subjective fault criteria menentukan arti pentingnya kesalahan, baik dolus maupun culpa pelaku untuk menetapkan adanya pertanggungjawaban negara. 2) Objective fault criteria ditentukan adanya pertanggungjawaban negara yang timbul dari adanya suatu pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 18 Jika suatu negara dapat menunjukkan adanya forcé majeure atau adanya tindakan pihak ketiga, negara yang bersangkutan dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban tersebut. 3) Strict liability membebani negara dengan pertanggungjawaban terhadap perbuatan atau tidak berbuat yang terjadi di wilayahnya yang menimbulkan pencemaran dan mengakibatkan kerugian di wilayah negara lain, meskipun berbagai persyaratan pencegahan pencemaran telah diterapkan. Dalam konsep ini acts of God, tindakan pihak ketiga atau forcé majeure dapat digunakan sebagai alasan pemaaf (exculpate). 4) Absolute liability tidak ada alasan pemaaf yang dapat digunakan seperti dalam strict liability, sehingga dalam konsep ini terdapat total pertanggungjawaban walaupun segala standar telah dipenuhi. Dalam kasus Corfu Channel, Mahkamah Internasional menggunakan teori objektif dalam memutuskan sengketa tersebut karena tidak adanya upaya dari pejabat Albania untuk mencegah kecelakaan terhadap 2 kapal Inggris, Saumarez dan Volage. Seharusnya, Albania memberi peringatan akan adanya ranjau terhadap kapal Inggris yang akan melintasi wilayah teritorialnya karena Inggris mempunyai hak lintas damai untuk melewati perairan territorial Albania. Berdasarkan hukum intenasional suatu negara dapat diminta pertanggungjawaban untuk tindakan-tindakannya yang menyalahgunakan kedaulatannya. Tidak ada satu negara punyang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak negara lain. Dalam kasus selat Corfu ini, Albania walaupun memiliki kedulatan atas selat Corfu, namundalam hal ini tetap bertanggung Jawab untuk memastikan bahwa kapal asing yang melintasi perairan teritorialnya dengan damai dapat melintasi perairannya dengan aman. Adapun larakteristik tanggung jawab negara tergantung dari: 1) Adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara tertentu. 2) Adanya suatu perbuatan melanggar hukum atau kelalaian yang melanggar kewajiban tersebut dan melahirkan tanggung jawab negara. 3) Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat tindakan melanggar hukum atau kelalaian. Dalam kasus selat Corfu terdapat kelalaian dari Albania untuk memastikan bahwa perairannya aman untuk dilewati ataupun kelalaian untuk memberi peringatan kepada Inggris mengenai kondisi perairannya sehingga hal ini dapat mengakibatkan timbulnya tanggungJawab dari Albania atas kerusakan dan kerugian yang diderita Inggris atas kapalnya dan ataskematian para awak kapalnya. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 19 b. Kemukakan kesimpulan dan saran (rekomendasi) yang dapat saudara rumuskan dari hasil analisis tentang hal-hal tersebut! Jawaban: Menurut Sharon Williams bahwa karakteristik Tanggung Jawab Internasional (Internasional Responsibility) meliputi ubjective fault criteria, objective fault criteria, strict liability, dan absolute liability. Kemudian dalam kasus selat Corfu terdapat kelalaian dari Albania untuk memastikan bahwa perairannya aman untuk dilewati ataupun kelalaian untuk memberi peringatan kepada Inggris mengenai kondisi perairannya sehingga hal ini dapat mengakibatkan timbulnya tanggung jawab dari Albania atas kerusakan dan kerugian yang diderita Inggris atas kapalnya dan ataskematian para awak kapalnya. Selanjutnya bahwa setiap negara mesti memiliki dan memenuhi karakteristik Tanggung Jawab Internasional (Internasional Responsibility) demi terwujudnya persesuain antara yang dilakukan dengan pertanggujawaban. Prediksi Soal Ujian Akhir Semester III Tahun 2015/2016 Mata Kuliah Hukum Internasional Created By Muhammad Nur Jamaluddin NPM. 151000126 - Website: www.mnj.my.id Halaman 20