BAB I PENDAHULUAN Infeksi odontogenik merupakan fokal infeksi melalui jaringan ikat (percontinuitatum), pembuluh dan pembuluh limfe (lymphogenous). (1,2,5) yang dapat menyebar darah (hematogenous), Penyebaran langsung melalui jaringan ikat dapat menimbulkan abces submandibula, abces submental dan abces sublingual yang dapat berlanjut menyebabkan gangguan jalan nafas yang biasa disebut dengan phlegmon atau Ludwig's angina 3,6. Sedangkan penyebaran hematogen dapat menyebabkan abces cerebri. 1,15,19.26. Abses cerebri adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang soliter atau multiple di parenchyma otak 15,16,19 . Ada sekitar 1.500-2.000 kasus abses otak didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya, dengan sekitar 1 dari 10.000 dirawat di rumah sakit untuk abses otak. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi adalah mikroorganisme ( jenis mikroorganisme, jumlah mikroorganisme dan virulensi mikroorganisme), host ( umur, status kesehatan) dan faktor lokal (suplai darah, efektivitas sistem imun)(1), sedangkan faktor yang memperberat penyebaran infeksi diantaranya diabetes mellitus, neutropenia, alkoholik, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomyositis dan sistemik lupus eritematosus. Penyakit diabetes mielitus dapat memperberat penyakit infeksi mekanisme meningkatkan virulensi kuman dan menghambat melalui proses penyembuhan.8 1 Gambaran CT-scan abces cerebri tergantung stadium dan rute penyebaran abces cerebri. Abces cerebri dapat dibagi 4 stadium yaitu I: Early cerebritis, II : late cerebritis, III : early capsule formation, dan formation.15,18,25 dan berdasarkan jumlah lesi dan lokasi IV : late capsule abces cerebri dapat memberi petunjuk secara tidak langsung rute penyebaran infeksi. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PHLEGMON 1. DEFINISI Phlegmon atau kegawatdaruratan Ludwig's (1,2,3,7) jaringan sekitarnya abces sublingual angina adalah yaitu Infeksi odontogenik suatu yang penyakit menyebar ke menimbulkan abces submandibula, abces submental dan dapat berlanjut menyebabkan gangguan jalan nafas (1,2,3) . Sedangkan Ludwig's angina sendiri berasal dari nama seorang ahli bedah Jerman yaitu Wilhem Von Ludwig yang pertama melaporkan kasus tersebut.(2,4,7) 2. EPIDEMIOLOGI Faktor alkoholik, predisposisi berupa diabetes mellitus, neutropenia, anemia aplastik, glomerulonefritis, dermatomyositis dan sistemik lupus eritematosus. Penderita terbanyak berkisar antara umur 20-60 tahun.(2) 3. ETIOLOGI Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran dari berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob (1) . Penyebab lain adalah sialadenitis, abses peritonsilar, infeksi kista ductus thyroglossus, epiglotitis, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, luka tembus di lidah dan infeksi saluran pernafasan atas (1,2) 3 4. ANATOMI SPACIA FACIALIS Spacia facialis adalah suatu area yang tersusun atas lapisan-lapisan di daerah kepala dan leher berupa jaringan ikat yang membungkus otot-otot dan berpotensi untuk terserang infeksi serta dapat ditembus oleh eksudat purulen.(1,3). Pengetahuan tentang lokasi anatomis ruang atau spacia sebagai tempat penyebaran infeksi odontogenik sangat penting dalam menegakkan diagnose (1,3,6) (Gambara 1 dan 2). 5. PATOGENESIS Berawal dari etiologi di atas seperti infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam yang merupakan jalan bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.(1,2,) Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat pembuluh (1,2,5) darah (hematogenous), dan pembuluh (percontinuitatum), limfe (lymphogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus thrombosis, abses labial dan abses fasial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter dan abces menubrium. Ujung akar molar kedua (M2) dan ketiga (M3) terletak di belakang 4 bawah linea mylohyoidea (tempat terletak di aspek ketiga terinfeksi dapat melekatnya m. mylohyoideus) dalam mandibula sehingga membentuk jika abses dan molar yang kedua dan menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas keruang parafaringeal. (1,3,6) 6. GEJALA KLINIS Gejala lokal antara lain pembengkakan mengenai jaringan lunak/ikat longgar, nyeri, demam dan kemerahan pada daerah pembengkakan kadangkadang disertai trismus, disfagia dan stridor. (1,3,7) Gejala sistemik seperti temperatur tinggi, nadi cepat dan tidak teratur, malaise, lymphadenitis, malam hari, septicemia, pernafasan cepat, delirium terutama (1,3,5) 7. TERAPI DAN KOMPLIKASI Suppotive Care seperti istirahat dan nutrisi yang cukup, pemberian analgesik & antiinflamasi (analgesik-antiinflamasi nonsteroid seperti Diklofenak (50 mg/8 jam) atau Ibuprofen (400-600 mg/8 jam) dan jika Kortikosteroid diberikan, perlu ditambahkan analgesik murni, seperti Paracetamol antiinflamasi diberikan dalam (650 mg/4-6 jam) dan/atau Opioid rendah seperti Kodein (30 mg/6 jam)). (1) Apabila terdapat tanda-tanda seperti kondisi sistemik seperti malaise dan demam tinggi, adanya disfagia atau dispnoe, dehidrasi atau pasien kurang minum, diduga septikemia adanya dan infiltrasi penurunan ke resistensi daerah anatomi terhadap infeksi, toksis yang berbahaya serta 5 memerlukan anestesi umum untuk drainase, diperlukan penanganan serius dan perawatan di rumah sakit sesegera mungkin. (1,2,3,6) Jalan nafas harus selalu dikontrol, intubasi endotracheal atau tracheostomi jika diperlukan. Prinsip dasar perawatan infeksi yaitu: menghilangkan causa (Jika keadaan umum pasien mungkinkan segera dilakukan prosedur ini, dengan cara pencabutan gigi penyebab), drainase (Insisi drainase bisa dilakukan intra maupun extra oral, ataupun bisa dilakukan bersamaan seperti kasus-kasus yang parah. Penentuan lokasi insisi berdasarkan spasium yang terlibat) (1,2,5,7) . Dalam pemberian antibiotik perlu diperhatikan apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap antibiotik tertentu, terutama bila diberikan secara intravena untuk itu perlu dilakukan skin test terlebih dahulu. Antibiotik diberikan selama 5-10 hari.(3,4,6) Komplikasi yang seringkali menyertai phlegmon antara lain: obstruksi pernafasan, septik syok, dan septikemia.(1) B. ABCES CEREBRI 1. Definisi Abses cerebri adalah abses pada parenchyme otak yang disebabkan oleh karena adanya inflamasi dan kumpulan bahan supuratif yang terlokalisir atau multiple 15,16,19, yang berasal dari lokal ( infeksi telinga, abses gigi, infeksi sinus paranasal, infeksi mastoid pada os temporal, abses epidural) atau sumber infeksi yang jauh (paru, jantung, ginjal dll) 26 , abces otak termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat “ life-threatening infection ”15,19,23. 6 2. Epidemiologi Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20-50 tahun15. Ada sekitar 1.500-2.000 kasus abses otak didiagnosis di Amerika Serikat setiap tahunnya, dengan sekitar 1 dari 10.000 dirawat di rumah sakit untuk abses otak. Infeksi cenderung terjadi pada pria muda, walaupun infeksi dapat terjadi pada semua kelompok umur; pria-wanita rasio bervariasi antara 2: 1 dan 3: 1. Dalam beberapa kasus jumlahnya mencapai 25% pada kasus anak.19 Abses otak pada umumnya terjadi pada pasien imunokompeten dengan sebagian besar disebabkan oleh polymicrobial dengan bakteri aerob dan anaerob. Faktor predisposisi utama dalam kelompok ini antara lain fokus infeksi kontinuitatum seperti sinusitis paranasal; Penyebaran hematogen dari infeksi ekstrakranial seperti infeksi endokarditis atau abses paru. 3. ETIOLOGI Abces cerebri dapat disebabkan oleh berbegai macam variasi bacteri, fungus dan protozoa. 15 Patogen penyebab abces cerebri piogenik dapat diprediksi yang berhubungan dengan factor predisposisi , status kekebalan tubuh dan pola penularan. Penyebab abses otak adalah bakteri piogenik yang menyebar ke otak secara perkontinuitatum atau hematogen.4 Bakteri yang dapat diisolir dari abses otak adalah bakteri aerob ( staphylococcus aureus, streptococcus pneumoni, streptococcus viridians, haemophylus influenza, baccilus gram negatif) dan bakteri anaerob (bacteriodes fragilis, microaerophyliccocci, actinomyces israelii, 7 bacteriodes Sp, fusobacterium). 16,18,19,24 16,19 Selain itu bisa juga jamur dan parasit. Pada pasien Infeksi immunocompromised dengan infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi, atau penggunaan steroid biasa disebabkan oleh jamur, toksoplasma, Staphylococcus, Streptococcus, Pseudomonas spp .18 4. PATOFISIOLOGI Bakteri penyebab abces cerebri dapat menyerang otak baik dengan penyebaran langsung terjadi sekitar 20-60 % dari kasus, atau melalui penyebaran hematogen.16 Penyebaran langsung dari focus infeksi di sekitar otak biasanya menyebabkan abses otak tunggal. Infeksi primer yang langsung dapat menyebar ke korteks serebri termasuk : Subakut dan kronik otitis media dan mastoiditis menyebar ke lobus temporal inferior dan cerebellum, sinusitis frontal atau ethmoidalis menyebar ke lobus frontal, infeksi gigi biasanya menyebar di lobus frontal.15,16,19,25 Penyebaran hematogen - abses otak yang berkaitan bakteremia biasanya menimbulkan multiple abses yang dengan paling sering di distribusi arteri cerebri media.16,26 Abses biasanya terbentuk di grey-white matter yang tejadi akibat kerusakan sawar darah otak. Kondisi yang menyebabkan penyebaran hematogen ke otak termasuk : infeksi paru kronis seperti abses paru dan empiema paling sering akibat bronkiektasis atau kistik fibrosis, Infeksi kulit, Infeksi panggul, infeksi intraabdominal, pelebaran esophagus dan sclerosis pada varises esofagus , endokarditis bakteri, penyakit jantung bawaan sianotik (paling umum pada anak-anak) , Intrapulmonary shunting kanan-ke-kiri pada pasien dengan malformasi arteriovenous paru.16,24,25 Abses otak berkembang 8 sebagai respons terhadap infeksi parenkim bakteri piogenik , yang dimulai sebagai area terlokalisir dari cerebritis dan berkembang menjadi lesi bernanah dikelilingi oleh kapsul fibrotik dengan vaskularisasi baik. 18,25 . Abces cerebri dapat dibagi 4 fese berdasarkan gambaran patologi dan radiologi yaitu Stadium I (Early cerebritis, 1-3 hari), stadium II ( late cerebritis, 4-9 hari), stadium III ( early capsule formation, 10 – 13 hari) dan stadium IV ( late capsule formation, > 14 hari).15,18,25. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis) terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari pertama dan meningkat pada hari ke 3. Sel-sel radang terdapat pada tunika adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis infeksi. Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di sekita otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis) saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti. Daerah pusat nekrosis membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang. Di tepi pusat nekrosis didapati daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi sangat besar. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation) pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat dalam pembentukan kapsul. Lapisan fibroblast membentuk anyaman reticulum mengelilingi pusat nekrosis. Di daerah ventrikel, pembentukan dinding 9 sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih dibandingkan substansi abu. Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih. Bila abses cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis. Pada pembentukan kapsul, terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen, reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation) terjadi perkembangan lengkap abces dengan gambaran histologist sebagai berikut: Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang, daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast, Kapsul kolagen yang tebal, lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut, reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.15 5. Gejala klinik Tidak ada tanda-tanda klinis patognomonik, sebagian besar pasien datang dengan tanda-tanda klinis yang bergantung pada lokasi atau efek massa misalnya sakit kepala, mual, muntah , demam, perubahan dalam kesadaran, kejang, dan kelemahan motorik merupakan gejala yang paling umum.(15,16,18,19) Gejala-gejala ini lebih cepat berkembang namun sehubungan dengan lesi tumoral. Demam tidak seragam terlihat, dan hanya 30-55% dari pasien mengalami demam > 38.5ºC. Kejang adalah tanda presentasi di 16-50% pasien. Defisit neurologis fokal terlihat pada 40-60% pasien, tergantung pada lokasi lesi. Papilledema jarang pada pasien umur 2 tahun. Dengan semakin besarnya abces otak gejala menjadi khas berupa trias abces cerebri (sakit kepala, demam, dan defisit neurologis) 15,18 dapat dilihat hanya 15-30% dari pasien. Jika lesi terletak di batang otak terutama di pons (2%), 10 kelumpuhan saraf kranial, kelemahan motorik dan banyak gejala yang berbeda dapat hadir dan kerusakan cenderung lebih cepat.18. 5. Gambaran Radiologi : X-RAY Foto kepala, sinus, mastoid dan thorax : untuk menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. 15 CT-scan Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan CT dengan kontras. Pada fase awal inflamasi (cerebritis), lesi yang immatur tidak memiliki kapsul dan ini sulit di bedakan dengan space-occupying lesion atau infark di otak. Setelah 4-5 hari inflamasi, yang disertai dengan kematian jaringan otak yang dikelilingi kapsul, memberikan gambaran lesi yang dikenal sebagai ring enhancing lession pada CT dengan kontras (karena bahan kontras yang diinjeksi intravena tidak dapat melewati kapsul, akibatnya terkumpul di sekitar lesi dan tampak sebagai cincin di sekitar lesi yang relatif gelap). Gambaran CT-scan pada abces cerebri : Early cerebritis : Lesi hipodens , batas tak tegas di kortikal atau subkortikal dengan efek massa pada pemberian kontras tak enhancement. Late cerebritis (hari 4-9): Lesi hipodens di pusat pada pemberian kontras dengan tampak rim Irregular enhancement. Early capsule stage (hari 10-14): Lesi hipodens post pemberian kontras tampak rim enhancement batas tegas ( double rim sign) terlihat dalam banyak kasus. Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang 11 hipodens (sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - rim enhancement (kapsul abses).25 MRI 22,24 MRI lebih sensitif dan terutama pada MR Spectroscopy ( MRS ) dan DWI jauh lebih spesifik untuk diagnosis abses cerebri. T 1 ditemukan gambaran berupa : Hipointens sentral ( Lebih hiperintens dari cairan cerebrospinal ), hipointens peripheral ( oedem vasogenic), ring enhancement, bila terjadi ventrikulitis biasanya disertai hydrocephalus 25 T2 / FLAIR ditemukan gambaran berupa : Hiperintens sentral ( Lebih hipointens dari cairan cerebrospinal dan tidak ada atenuasi pada FLAIR), Hiperintens peripheral ( Vasogenic oedem), Kapsul abces dapat dilihat berupa lebih hipointens tipis pada tepi abces 25 DWI / ADC 19,20,21,25 ditemukan gambaran berupa : High DWI signal biasanya sentral, True restrictied diffusion ( Low signal dari ADC). Dalam banyak kasus High DWI berhubungan dengan high ADC signal , sesuai dengan T2 pada bagian pusat necrosis MR Perfusion ditemukan gambaran berupa : rCBV berkurang di sekitar oedem c.f baik di white matter maupun tumour oedema biasa terlihat pada high grade gliomas 25 MR Spectroscopy : Peningkatan intensitas succinate relative spesifik tetapi tidak pada semua abces, Ringginya level intensitas lactate, acetate, alnine, valine, 12 leucine dan isoleucine dapat dijumpai pada abces. Ratio choline / Creatine dan NAA ( N-acetil aspartat ) menurun.25 5. Diagnosa Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya.15,16,18,19 6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan abces cerebri termasuk menurunkan tekanan intrakranial yang meningkat dan pemberian antibiotik intravena (test sensitifitas dari kultur material abses).15,16, Tindakan pembedahan bertujuan untuk drainase abses,15,16,25,26 pengobatan lesi primer dan juga menghilangkan benda asing misalnya tulang, kotoran, peluru dan sebagainya. 15,25 7. Prognosis Sebelum era CT, prognosis abses cerebri adalah buruk, tetapi sekarang, abses yang diobati sebelum pasien menjadi koma, perkiraan nilai kematian 5 – 20% walaupun nilai tersebut akan lebih besar pada kasus multipel abses, ditemukannya peningkatan tekanan intracranial dan tingkat disfungsi neurologis. Pengobatan yang dini dan tingkat kesehatan pasien mempengaruhi prognosis. Faktor lain seperti resisten antibiotik atau lokasi abses.25 13 BAB III LAPORAN KASUS Seorang laki-laki berumur 54 thn datang ke RSUP DR Sarjito pada tanggal 25 oktober 2013 rujukan dari rumah sakit hidayatulla dengan keluhan bengkak di leher disertai kemerahan. Sebelum dirawat pasien mengalami sakit gigi molar 3 kiri bawah. Pasien juga mempunyai penyakit hipertensi dan diabetes mellitus. Keadaan pasien pada saat di rumah sakit keadaan umum lemah, kesadaran compos mentis, tekanan darah : 150 / 90 mmhg, heart rate :98 x/ menit, respirasi 16 x/mnt, suhu : 38 0C. Selama dirawat kondisi pasien lama kelamaan memburuk. Hasil pemeriksaan laboratorium tgl 19.10.2013 ; angka leukosit : 24.000, eritrosit : 4,19 Hb :12,5 , HT : 38 , trombosit : 481.000, ureum : 38, kreatinin : 1,1. Hasil pemeriksaan laboratorium tgl 24.10.2013 ; angka leukosit : 31 900, eritrosit : 4,78 Hb :14,2 , HT : 43,1 , trombosit : 442.000, ureum : 43, kreatinin : 0,9, GDS : 257 . Hasil laboratorium tanggal 30.10.2013 ; angka leukosit : 34 000, eritrosit : 3,66, Hb :10,4 , HT : 30,6 , trombosit : 683.000. Hasil pemeriksaan foto thorax tgl 25.10.13, hasil : 1. Pulmo dan cor dalam batas normal, 2. Celulitis di region supraclavicula sinistra. Hasil CT-Scan kepala tanggal 29.10.13 : Celulitis di region supraclavicula sinistra yang meluas ke regio thorax. Hasil pemeriksaan PA : biopsy mandibula sinistra; Radang supuratif mengarah gambaran actinomyces dan kultur darah : Staphylococcus coagulase negative 14 Pada tanggal 1.11.2013 pasien dilakukan tindakan Debridemen dan necrotomy, pada jaringan necrfotik pada region colli sampai dengan clavicula sinistra, jaringan necrosis pada anterior manubrium sterni. Terapi post tindakan : injeksi pelastin 1 gr / 6 jam, infuse metronidasole 500 mg / 8 jam, injeksi omeprazole 40 gr/ 24 jam, inj tamoliv bila febris. Infuse Nacl 0,45 % 16 tts/’ menit + KCL . Pada tanggal 06.11.2013,Pasien mengalami keluhan sakit kepala, muntah, deman dan defisit neurologis berupa kelemahan anggota gerak tangan dan kaki kanan. Pemeriksaan pasien : Kesadaran compos mentis, TD : 160/80 mmHg, HR : 104 kali/mnt, pernapasan : 28 kali/menit, suhu : 39 0C dan dilakukan CT scan kepala : hasil ; multiple abces di cerebri maupun cerebelli. Pasien mendapat terapi manitol 125 cc / 6 jam. Tanggal 07.11.2013 kesadaran menurun, tekanan darah 70/P, heart rate 110 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu : 39,7 0C. jam 07.25 pasien apneu, jam 07.40 pasien meninggal. 15 BAB IV PEMBAHASAN Penderita diabetes melitus yang mengalami infeksi odontogenik dapat memperberat penyakit melalui menghambat proses penyembuhan luka akibat proses angiopati dan penurunanan fungsi endotel, meningkatkan virulensi kuman dan menurunkan penurunan fungsi respon imun dengan jalan menekan fungsi sel T dan produksi antibody yang mengakibatkan lebih mudahnya terkena berbagai macam infeksi. Infeksi odontogenik dengan diabetes melitus yang tidak dikelolah dengan baik dapat menimbulkan komplikasi berupa adanya abses sublingual, abses submental, abses submandibular dan dapat meluas ke abces menubrium dan apabila abces tersebut disertai gangguan saluran napas akibat tekanan abces biasa disebut Ludwig's angina. Dilaporkan pasien dengan keluahan dengan keluhan abces di region colli sinistra meluas ke supraclavicula sinistra dan ke region thorax aspek anterior, riwayat insisi abces submandibula sinistra 4 hari yang lalu sehingga pasien dikirim dengan phlegmon dengan komplikasi DM dan hipertensi. Hasil CTscan leher pada tanggal tanggal 29.10.13 : ditemukan adanya celulitis di region supraclavicula sinistra yang meluas ke regio thorax. Pada kasus ini yang perlu disampaikan adanya abces sublingual, abses submandibularis dan abces facialis yang meluas keregio thorax yang tidak disertai adanya penyempitan airway hal ini 16 bias disebabkan karena pada pasien ini telah dilakukan insisi abces sehingga tekanan abces terhadap jalan napas tidak ditemukan pada kasus ini. Mikroorganisme yang ditemukan pada kasus ini adalah staphylococcus coagulase negative pada pemeriksaan kultur darah dan Actinomyces pada pemeriksaan patologi anatomi biopsy mandibula sinistra . Staphylococcus coagulase negative yang biasa juga disebut staphylococcus epididimis, paling banyak ditemukan di kulit. Actinomyces adalah genus dari kelas Actinobacteria bakteri, Gram-positif, tumbuh baik dalam kondisi anaerobik. Infeksi odontogenik dapat menyebar lewat pembuluh darah membentuk abces cerebri ditandai adanya tanda septicemia, peningkatan tekanan intracranial, deficit neurologis serta gambaran CT-scan kepala. Tanda septicemia berupa peningkatan jumlah angka leukosit dari 24.000 mm3 sampai 34.000 mm3 dan ditemukannya microorganisme yaitu staphylococcus coagulase negative pada pemeriksaan kultur darah. Tanda peningkatan intracranial berupa muntah-muntah dan sakit kepala. Tanda deficit neurologis berupa kelemahan pada tangan kanan dan kaki kanan. Sedangkan hasil CT scan kepala adanya multiple abces di cerebri maupun cerebellum. Gambaran bentuk CT-scan kepala tgl 6.11.2013 ditemukan lesi hipodens membulat, batas relatif tegas, multiple, ukuran bervariasi di lobus bifrontalis, bitemporolis, biparietalis dan cerebellum, post pemberian kontras tampak rim irregular enhancement. Pada pemeriksaan CT-Scan kepala tgl 29.10.2013, tak tampak lesi hipo/iso maupun hiperdens baik di cerebrum maupun 17 dicerebelli. Berdasarkan CT scan kepala adanya lesi multiple di lobus bifrontalis, bitemporolis, biparietalis dan cerebellum menunjukkan adanya penyebaran secara hematogen dan abces cerebri stadium late cerebritis. Penatalaksanaa pada pasien ini dengan pemberian antidiabetik, pemberian antibiotik dan tindakan bedah berupa debridemen dan necrotomy pada jaringan nekrotik pada region colli sinistra sampai dengan clavicula dextra dan jaringan nekrosis pada anterior manubrium sterni. Penyebab kematian pada kasus ini adalah syok septic pada kondisi severe sepsis hal itu digambarkan dengan penurunan tekanan darah secara gradual walaupun dengan pemberian antibiotik tidak bisa menolong banyak karena fokal infeksi yang luas di region colli dan abces cerebri. 18 BAB V KESIMPULAN Infeksi odontogenik dengan komplikasi diabetes melitus dapat menyebar perkontinuitatum ke fasia disekitarnya memyebabkan abces submandibula, abces submental dan abces sublingual meluas sampai ke region manubrium. Penyebaran secara hematogen menyebabkan abces cerebri yang ditandai adanya gejala septicemia dan gambaran CT-Scan kepala berupa lesi multiple dan menyebar baik di cerebrum maupun cerebellum. Abces cerebri pada kasus ini stadium late cerebritis. 19 DAFTAR PUSTAKA 1. Karasutisna.T, Selulitis facialis, Fakultas Kedokteran Gigi Padjadjaran Bandung, 2007 2. Lemonick DM, Ludwigs Angina; Diagnosis dan treatment, Hospital Physician July 2002. 3. Hartmann RW, Ludwigs angina in children-American Family Physician, 1999. 4. Melo TAF,Rucker T, Carmo MPD et all, Ludwig’s angina: diagnosis and treatment. Electronic version: 1984-5685. RSBO. 2013 Apr-Jun;10(2):172-5 5. Anonim 1. Phlegmon, Wikepedia Phlegmon - Wikipedia, the free encyclopedia http://en.wikipedia.org/wiki/phlegmon . Diakses tanggal 19 juli 2014 6. Ianes Emilia, Rosu S, et all, Early recognition of life-threatening cervicofacial infection of dental origin. 2004 7. Hasan W, Leonard D and Russell J. Case Report; Ludwigs angina- A Controversial Surgical Emergency : How we Do It.2011. 8. Novialdi, Yolazenia. Kedokteran F, Andalas U. Penatalaksanaan Abses Submandibula pada Penderita Diabetes Melitus.2007 9. Heavey J, Gupta N, The New Englang journal of medicine. Ludwigs angina. Images Clinical Medicine; 2008 10. Carter LM, Layton S. British dental journal. Cervicofacial infection of dental origin presenting to maxillofacial surgery units in the United Kingdom. 2009 20 11. Mather AJ, Stoykewych A a, Curran JB. Cervicofacial and mediastinal emphysema complicating a dental procedure. Journal (Canadian Dental Association. 2006;72(6):565–8. 12. Eng RH, Wang C, Person a, Kiehn TE, Armstrong D. Journal of clinical microbiology. Species identification of coagulase-negative staphylococcal isolates from blood cultures. 1982 Mar;15(3):439–42. 13. Gao B, Gupta RS. Phylogenetic framework and molecular signatures for the main clades of the phylum Actinobacteria. Microbiology and molecular biology reviews : MMBR [Internet]. 2012 Mar [cited 2014 Jul 21];76(1):66– 112. 14. Garcia P. Coagulase-negative staphylococci: clinical, microbiological and molecular features to predict true bacteraemia. Journal of Medical Microbiology. 2004 15. Hakim AA. Abses Otak. Majalah kedokteran, Departemen Bedah Fakultas Kedokteran USU, 38 (4) 2005. 16. Southwick FS, Calderwood SB, Thorner AR. Pathogenesis , clinical manifestations , and diagnosis of brain abscess . 2010. 17. Kupila L. Aetiological diagnosis of brain abscesses and spinal infections: application of broad range bacterial polymerase chain reaction analysis. Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry . 2003 18. Erdoğan E, Cansever T. Pyogenic brain abscess. Neurosurgical focus .Jan. 2008. 21 19. Isada CI, brain abces, http://www. clevelandclinicmeded. com/medicalpubs/ diseasemanagement /I. Diakses tanggal 16 juli 2014 20. Lai PH, Ho JT, Chen WL, Hsu SS, Wang JS, Pan HB, et al. American journal of neuroradiology, AJNR. Brain abscess and necrotic brain tumor: discrimination with proton MR spectroscopy and diffusion-weighted imaging 2002. 21. Alam MS, Sajjad Z, Azeemuddin M, Khan ZA, Mubarak F, Akhtar W. Diffusion weighted MR imaging of ring enhancing brain lesions. Journal of the College of Physicians and Surgeons--Pakistan : JCPSP . 2012 Jul;22(7):428–31. 22. Nadalo LA, Smirniotopoulos JG, Brain abcess imaging, http:// emedicine medscape.com/article/overview. Diakses tanggal 15 Januari 2013 23. Atiq M, Ahmed US, Allana SS et al. Indian journal of pediatrics. Brain abces in children, 2006. 24. Sorrentino S, Gailalard F et al, Brain abcess,http://radiopaedia. org/articles / brain-abscess. Diakses tanggal 14 Oktober 2013. 25. Anonim 2. Brain abcess, Wikipedia, the free encyclopedia http://en. wikipedia. org/wiki/Brain_abscess. Diakses tanggal 19 Oktober 2013 22 23