persepsi perawat pelaksana terhadap pentingnya discharge

advertisement
PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TERHADAP PENTINGNYA DISCHARGE
PLANNING DI RSUDZA BANDA ACEH
NURSE’S PERCEPTION OF THE IMPORTANCE OF DISCHARGE PLANNING IN
RSUDZA BANDA ACEH
1
2
Nelly Safrina1, Ardia Putra2
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala
Bagian Keilmuan Keperawatan Dasar-Dasar Keperawatan, Fakultas KeperawatanUniversitas Syiah Kuala
Banda Aceh
e-mail: [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Discharge planning adalah pelayanan keperawatan yang diberikan untuk mempersiapkan pasien melakukan
perawatan secara mandiri setelah meninggalkan tempat pelayanan kesehatan. Perawat mempunyai peranan
yang sangat penting pada pelaksanaan discharge planning. Kegagalan untuk memberikan dan
mendokumentasikan discharge planning akan berisiko terhadap beratnya penyakit, ancaman hidup, dan
disfungsi fisik. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran persepsi perawat pelaksana terhadap
pentingnya discharge planning di Ruang Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin (RSUDZA) Banda Aceh. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dengan pendekatan cross
sectional study, populasinya adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di Ruang Rawat Inap Kelas III
RSUDZA Banda Aceh. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple random sampling,
sebanyak 61 responden. Alat pengumpulan data adalah kuesioner dalam bentuk skala likert yang terdiri dari
33 pernyataan dan analisa data berupa analisa univariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 61
responden, sebanyak 67,2 % responden mempersepsikan discharge planning penting untuk dilaksanakan.
Sebanyak 62,3% responden mempersepsikan discharge planning terkait medication penting dilaksanakan,
sebanyak63,9% responden mempersepsikan discharge planning terkait environment kurang penting
dilaksanakan, sebanyak 82,0% responden mempersepsikan discharge planning terkait treatment penting
dilaksanakan, sebanyak 65,6% responden mempersepsikan discharge planning terkait health teaching kurang
penting dilaksanakan,sebanyak86,9% responden mepersepsikan discharge planning terkait outpatient
referral penting dilaksanakan, dan sebanyak 73,8% responden mempersepsikan discharge planning terkait
diet penting dilaksanakan.
Kata Kunci : discharge planning, perawat pelaksana,persepsi, rawat inap.
ABSTRACT
Discharge Planning is the nursing care it given to prepare the patient care independently after leaving the
health service. Nurses have a very important role in the implementation of discharge planning. The failure to
provide and document of discharge planning will get the risk of disease severity, life threats, and physical
dysfunction. The purpose of this research is to find out a description of the nurse’s perception of the
importance of discharge planning in the patient unit class III Regional General Hospital dr. Zainoel Abidin ()
Banda Aceh. The type of research use is descriptive exploratory with cross sectional study design. The entire
population are nurses in the patient unit class III Regional General Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
The sampling methode use is simple random sampling with number of sampling are 61 respondents. Data
collecting tool is a questionnaire in the form of Likert scale wich consisting of 33 statements and analyze by
using univariate analysis. The result showed that out of 61 respondents, 67,2% of respondents perceive
discharge planning is important to be implemented. As for the variables as follows: as much as 62,3%
perceive that discharge planning about medication is important to be implemented, as much as 63,9%
perceive that discharge planning about environment is less important to be implemented, as much as 82,0%
perceive that discharge planning about treatment is important to be implemented, as much as 65,6% perceive
that discharge planning about health teaching is less important to be implemented, as much as 86,9%
perceive that discharge planning about outpatient referral is important to be implemented, as much as 73,8%
perceive that discharge planning about diet is important to be implemented. It is suggested the hospital must
expected to improve the quality of caring and human resources, especially nurses with coaching or
workshops of discharge planning.
Keywords : discharge planning, nurses, patient unit, perception
1
PENDAHULUAN
Rumah sakit merupakan salah satu
sistem pemberian pelayanan kesehatan,
dimana dalam memberikan pelayanan
menggunakan
konsep
multidisiplin.
Kolaborasi multidisiplin yang baik antara
medis, perawat, gizi, fisioterapi, farmasi, dan
penunjang diharapkan mampu memberikan
pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Perawat merupakan salah satu tenaga
kesehatan yang mempunyai kontribusi besar
dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di
rumah sakit karena perawat mempunyai
waktu yang terlama dalam berinteraksi
dengan pasien maupun keluarga (Hariyati,
2008, p.53).
Pelayanan keperawatan adalah suatu
bentuk
pelayanan
profesional
yang
merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan berbentuk pelayanan biologi,
psikologis, sosiologis, dan spiritual yang
komprehensif yang ditujukan kepada
individu, keluarga dan masyarakat baik
dalam keadaan sehat maupun sakit yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia
(Kusnanto, 2003, p.29). Dalam memberikan
pelayanan keperawatan, perawat dituntut
untuk
memberikan
pelayanan
yang
profesional,
dengan
mengerahkan
kemampuan dan keterampilan terbaiknya
untuk kepentingan penerima layanan
kesehatan.
Saat ini masih banyak keluhan yang
dilaporkan oleh masyarakat mengenai
pelayanan kesehatan di rumah sakit yang
kurang optimal. Salah satu kegiatan
pelayanan yang belum optimal adalah
pelaksanaan
discharge
planning
(perencanaan pulang) (Hariyati, 2008, p.54).
Discharge planning merupakan bagian
penting dari pelayanan kepada pasien dan
keluarga yang dimulai saat pasien mulai
masuk rumah sakit serta memasuki tahap
rehabilitasi. Hal ini merupakan suatu proses
gambaran kerjasama antar tim kesehatan,
keluarga, pasien maupun orang penting bagi
pasien yang dimulai dari tahap pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi
(Potter & Perry, 2009 p.33).
Program discharge planning diberikan
sejak pasien masuk ke rumah sakit dapat
meningkatkan
perkembangan
kondisi
kesehatan dan membantu pasien mencapai
kualitas
hidup
optimum
sebelum
dipulangkan.
Ketidaktahuan
atau
ketidakmampuan pasien dan keluarga
mengenai cara perawatan di rumah
berdampak pada masalah kesehatan atau
ketidaksiapan
pasien
menghadapi
pemulangan setelah pasien dirawat di rumah
sakit. Hal tersebut menyebabkan risiko
peningkatan komplikasi dan berakibat kepada
hospitalisasi ulang (Potter & Perry, 2005 p.
99).
Kegagalan untuk memberikan dan
mendokumentasikan discharge planning
akan beresiko terhadap beratnya penyakit,
ancaman hidup, dan disfungsi fisik.
Discharge planning dapat mengurangi hari
atau lama perawatan pasien, mencegah
kekambuhan,
meningkatkan
kondisi
kesehatan pasien, menurunkan beban
keluarga pasien dan menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas. Pelaksanaan
discharge planning yang baik akan
berpengaruh terhadap peningkatan kualitas
kesehatan pasien (Nursalam, 2009, p.64).
Persepsi adalah suatu proses ketika
individu
mengorganisasikan
dan
menginterpretasikan kesan sensori mereka
untuk memberi arti pada lingkungan mereka.
Proses persepsi melibatkan perseptor,
pengaturan, dan dirasakan. Riset tentang
persepsi secara konsisten menunjukkan
bahwa individu yang berbeda dapat melihat
hal yang sama tetapi menanggapinya
berbeda-beda. Karena dalam persepsi
tanggapan untuk proses persepsi mepibatkan
pikiran, perasaan, dan tindakan. Dalam hal
ini, persepsi perawat tentang manfaat
discharge planning yang baik akan
memberikan pengaruh pada pelaksanaan
discharge planning yang baik pula.
2
Pelaksanaan discharge planning tidak
terlepas dari tanggugjawab para perawat.
Perawat bertanggung jawab dalam segala
bentuk pelayanan keperawatan pada pasien.
Berdasarkan hal ini, perawat mempunyai
peran penting dalam pelaksanaan discharge
planning pada pasien, pelaksanaannya
memerlukan komunikasi yang baik dan
terarah sehingga apa yang disampaikan dapat
dimengerti dan berguna untuk proses
perawatan di rumah. Kesuksesan tindakan
discharge planning menjamin pasien dan
keluarga mampu melakukan tindakan
perawatan lanjutan yang aman dan realistis
setelah meninggalkan rumah sakit (Nursalam,
2009, p.64).
Di Indonesia, pelayanan keperawatan
telah merancang berbagai bentuk format
discharge planning pasien, alurnya telah
disusun dengan sangat rapi sehingga
mempermudah
perawat
untuk
menjalankannya sebaik mungkin, namun
hanya
dipakai
dalam
bentuk
pendokumentasian resume pasien pulang,
berupa informasi yang harus disampaikan
pada pasien yang akan pulang seperti
intervensi medis dan nonmedis yang sudah
diberikan, jadwal kontrol, serta gizi yang
harus
dipenuhi
setelah
di
rumah
(Azimatunnisa, 2011, p.4).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Purnamasari (2012) mengenai evaluasi
pelaksanaan discharge planning di RSUD
Tugurejo Semarangmenunjukkan bahwa
sebanyak 46,6% dari 103 responden berada
dalam kategori cukup dalam melaksanakan
perencanaan pulang. Hal ini menunjukkan
bahwa perencanaan pulang di RSUD
Tugurejo
Semarang
belum
optimal
dilaksanakan.
Discharge planning merupakan bentuk
pelayanan kesehatan yang sangat penting
untuk diberikan kepada pasien untuk
meningkatkan derajat kesehatan pasien
setelah pulang dari rumah sakit, namun
penerapan pelayanan discharge planning di
berbagai pelayanan kesehatan masih belum
optimal. Mengingat hal tersebut,
maka
peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai persepsi perawat pelaksana
terhadap pentingnya discharge planning di
rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin.
METODE
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif
eksploratif, dengan desain penelitian cross
sectional study melalui angket. Metode
pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah simple random
sampling. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua perawat pelaksana di ruang
rawat inap kelas III RSUDZA Banda Aceh,
yang berjumlah 122 orang. Sampel dalam
penelitian ini merupakan bagian dari populasi
target yang akan diteliti secara langsung yang
berjumlah 61 orang.
HASIL
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Data
Demografi Perawat
Data
Frekuensi Persentase
demografi
Usia:
(Depkes R1,
16,4
2009)
72,2
17-25 tahun
10
9,8
26-35 tahun
44
1,6
36-45 tahun
6
46-55 tahun
1
Jenis
kelamin:
3,3
Laki-laki
2
96,7
Perempuan
59
Pendidikan
Terakhir
26,2
Ners
16
6,6
S-1
4
1,6
D-IV
1
65,6
D-III
40
Masa Kerja
1-5 tahun
34
55,7
5-10 tahun
19
31,1
>10 tahun
8
13,2
3
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Persepsi
Perawat Terhadap Pentingnya Discharge
Planning
Discharge
Frekuensi
Persentase
Planning
Penting
41
67,2
Kurang
20
32.8
penting
Jumlah
61
100,0
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Persepsi
Perawat Terhadap Pentingnya Discharge
Planning Ditinjau dari Health Teaching
Health
Frekuensi
Persentase
Teaching
Penting
21
34,4
Kurang
40
65,6
Penting
Jumlah
61
100,0
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Persepsi
Perawat Terhadap Pentingnya Discharge
Planning Ditinjau dari Medication
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Persepsi
Perawat Terhadap Pentingnya Discharge
Planning Ditinjau dari Outpatient Referral
Outpatient
Frekuensi
Persentase
Referral
Penting
53
86,9
Kurang
8
13,1
Penting
Jumlah
61
100
Medication
Frekuensi
Persentase
Penting
Kurang
Penting
38
23
62,3
37,7
Jumlah
61
100,0
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Persepsi
Perawat Terhadap Pentingnya Discharge
Planning ditinjau dari Environment
Environment Frekuensi Persentase
Penting
21
34,4
Kurang
39
63,9
Penting
1,6
Tidak Penting
1
Jumlah
61
100,0
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Persepsi
Perawat Terhadap Pentingnya Discharge
Planningditinjau dari Treatment
Treatment
Frekuensi
Persentase
Penting
50
82,0
Kurang
9
14,8
Penting
3,3
Tidak
2
Penting
Jumlah
61
100,0
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Persepsi
Perawat Terhadap Pentingnya Discharge
PlanningDitinjau dari Diet
Diet
Frekuensi Persentase
Penting
45
73,8
Kurang
14
23,0
Penting
3,2
Tidak
2
Penting
Jumlah
61
100
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa persepsi
perawat pelaksana terhadap pentingnya
Discharge Planning di Ruang Rawat Inap
Kelas III RSUDZA Banda Aceh adalah
penting untuk dilaksanankan.
Gambaran persepsi perawat pelaksana
terhadap pentingnya discharge planning
ditinjau dari medicationdapat disimpulkan
bahwa sebanyak
38 orang (62,3%)
mempersepsikan
bahwa
pelaksanaan
discharge planning
tentang medication
penting untuk dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh
Yosafianti
(2010)
tentang
pengaruh
4
pendidikan kesehatan pada pasien yang akan
pulang terhadap kepuasan pasien tentang
pelayanan keperawatan di Rumah Sakit
Romani Semarang menunjukkan hasil bahwa
kepuasan pasien terhadap pendidikan
persiapan pulang tentang obat-obatan sebesar
93,43%.
Hasil penelitian terkait lainnya adalah
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Rahayuningsih (2013) tentang faktor-faktor
yang
mempengaruhi
keterlambatan
pemulangan pasien di Ruang Rawat Bedah
dan Penyakit Dalam Rawat Inap Terpadu
Gedung A Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
mengungkapkan bahwa
sejak pasien
diputuskan pulang secara medik sampai
keluar dari ruang rawat memerlukan waktu
tunggu pulang lebih dari 3 jam. Salah satu
faktor yang mempengaruhi keterlambatan
pasien pulang adalah persiapan administrasi
obat pasien untuk dirumah dengan persentase
mencapai 32,45%. Faktor lainnya adalah
pasien belum memiliki kelengkapan jaminan
sebanyak
31,14%,
keluarga
belum
menjemput 31,57% dan belum tersedianya
alat transportasi 14,91%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa sebanyak 38 orang
(62,3%) mempersepsikan bahwa pemberian
discharge planning mengenai obat-obatan
penting untuk dilakukan. Namun, jumlah
responden yang mempersepsikan demikian
masih tergolong sedikit. Harapannya, jumlah
responden yang mempersepsikan penting
bisa lebih banyak. Setiap perawat pelaksana
seharusnya memberikan informasi mengenai
obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk
peningkatan kesehatan pasien. Pasien
seharusnya mengetahui obat-obatan apa saja
yang harus dilanjutkan setelah pasien pulang
dari rumah sakit. Dalam hal ini perawat
berperan penting untuk menjelaskan obatobatan yang harus dilanjutkan di rumah
setelah pasien meninggalkan rumah sakit.
Penjelasan tentang obat biasanya mencakup
nama obat, cara minum obat, manfaat
penggunaan obat,
serta
efek yang
ditimbulkan oleh obat-obatan tersebut. Pada
saat
pemulangan
pasien,
perawat
memberikan resep atau obat-obatan sesuai
dengan instruksi dokter.
Gambaran persepsi perawat pelaksana
terhadap pentingnya discharge planning
ditinjau dari segi environmentdapat diketahui
bahwa sebagian besar perawat yaitu 39
orang (63,9%) mempersepsikan bahwa
pelaksanaan discharge planning
tentang
environment kurang penting untuk dilakukan.
Perawat menganggap bahwa bagaimanapun
keadaan lingkungan pasien setelah pulang
dari rumah sakit bukanlah tanggung jawab
perawat, perawat tidak harus menjelaskan
bagaimana sebaiknya kondisi lingkungan
sekitar pasien nantinya.
Upaya keselamatan di rumah yang
dapat dilakukan perawat berupa mengkaji
bersama pasien dan keluarga terhadap faktor
lingkungan di dalam rumah yang mungkin
menghalangi dalam perawatan diiri seperti
ukuran ruangan, kebersihan jalan menuju
pintu, lebar jalan, fasilitas kamar mandi dan
ketersediaan alat bantu yang berguna (Potter
& Perry, 2006)
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa perawat mempersepsikan
kurang penting untuk melakukan discharge
planning terkait lingkungan. Hal ini terlihat
jelas dengan presentase perawat yang
mempersepsikan kurang penting sebanyak 39
orang
(63,9%).
Perawat
seringkali
mengabaikan perihal lingkungan tempat
pasien akan tinggal setelah pulang dari rumah
sakit. Hal ini dapat dilihat dari jawaban
responden yang menyatakan tidak penting
untuk menanyakan fasilitas kamar mandi
pasien di rumah sebanyak 19 responden
(31,1%). Seharusnya ketika pasien akan
meninggalkan rumah sakit perawat perlu
memberikan informasi bahwa lingkungan
sekitar pasien harus dalam kondisi aman.
Misalnya, keadaan lantai tempat pasien tidak
licin, kamar mandi mudah dijangkau oleh
pasien, serta hal-hal yang memungkinkan
jatuh harus dihindari. Perawat juga harus
menjelaskan
kepada
keluarga
untuk
5
memperhatikan lingkungan berbahaya yang
dapat mencelakakan pasien.
Gambaran persepsi perawat pelaksana
terhadap pentingnya discharge planning
ditinjau dari segi treatmentdapat diketahui
bahwa sebagian besar perawat yaitu 50
orang (82,0%) mempersepsikan bahwa
pelaksanaan discharge planning
tentang
treatment penting untuk dilakukan.
Penelitian terkait yang dilakukan oleh
Lestari (2014) tentang hubungan pelaksanaan
discharge palnning dengan kesiapan keluarga
dalam
menjalankan tugas
perawatan
kesehatan pada pasien tuberculosis paru di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Paru Jember
menunjukkan hasil bahwa ada hubungan
signifikan antara pelaksanaan discharge
planning dengan kesiapan keluarga dalam
menjalankan tugas perawatan kesehatan pada
pasien tuberculosis paru di Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Paru Jember.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa perawat mempersepsikan
discharge planning mengenai perawatan
lanjutan di rumah penting untuk diberikan.
Ketika pasien akan meninggalkan suatu unit
pelayanan
kesehatan,
perawat
harus
memastikan bahwa perawatan pasien harus
tetap berlanjut. Dalam hal ini peran perawat
adalah menjelaskan berbagai treatment
lanjutan apa saja yang dibutuhkan pasien
setelah pulang. Dari jawaban responden pada
kuesioner, dapat dilihat bahwa sebanyak 42
responden (68,8%) menyatakan penting
untuk memastikan ada anggota keluarga yang
memberikan perawatan lanjutan pada pasien
ketika di rumah. Selain itu, Perawat juga
dapat mendemonstrasikan pada keluarga
perawatan yang dibutuhkan pasien setelah
pulang.
Gambaran persepsi perawat pelaksana
terhadap pentingnya discharge planning
ditinjau dari segi health teachingdapat
diketahui bahwa sebagian besar perawat yaitu
40 orang (65,6%) mempersepsikan bahwa
pelaksanaan discharge planning
tentang
health teaching
kurang penting untuk
dilakukan. Dari hasil penelitian di dapatkan
bahwa
perawat
kurang
memberikan
penjelasan atau edukasi terkait kondisi
kesehatan pasien.
Tujuan
perawat
memberikan
pendidikan perencanaan pulang kepada
pasien untuk memberikan pengetahuan dan
keterampilan dalam memenuhi kebutuhan
perawatan berkelanjutan (Potter & Perry,
2005). Perencanaan pulang yang berhasil
adalah suatu proses yang berpusat
terkoordinasi, dan terdiri dari berbagai
disiplin ilmu yang memberi kepastian bahwa
pasien mempunyai suatu rencana untuk
memperoleh perawatan yang berkelanjutan
setelah meninggalkan rumah sakit (Potter &
Perry, 2005).
Seorang individu dalam melakukan
suatu tindakan dari pilihan mereka sebagian
besar dipengaruhi oleh persepsi. Pengambilan
keputusan akan suatu tindakan terjadi sebagai
suatu reaksi terhadap suatu masalah. Persepsi
dari seseorang yang melakukan tindakan
akan mempunyai hubungan besar pada hasil
akhirnya (Ismainar, 2015, p.130). Dalam hal
ini seorang perawat dalam melakukan
tindakan keperawatan sangat dipengaruhi
oleh bagaimana persepsinya terhadap
tindakan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa perawat menganggap
pemberian edukasi kepada pasien yang akan
meninggalkan rumah sakit kurang penting
untuk dilakukan. Hal ini dapat menunjukkan
bahwa perawat belum melaksanakan
tugasnya
sebagai
pengajar
dalam
memberikan edukasi kesehatan kepada
pasien khususnya terkait kondisi kesehatan
pasien. Dari jawaban responden pada
kuesioner, sebanyak 18 responden (29,5%)
menyatakan bahwa sangat penting untuk
merahasiakan informasi terkait komplikasi
yang kemungkinan dialami pasien setelah
pulang dari rumah sakit. Pada dasarnya,
pemberian edukasi kesehatan kepada pasien
yang sesuai dengan kebutuhannya baik itu
selama masa rawatan di rumah sakit maupun
di rumah, dapat memperkecil terjadinya
resiko komplikasi terhadap penyakit pasien
6
sehingga
dapat
mempercepat
proses
penyembuhan, dapat mempersingkat masa
rawatan pasien di rumah sakit juga
membantu meningkatkan pemahaman pasien
tentang kesehatan khususnya tentang kondisi
penyakit yang dialami oleh pasien.
Gambaran persepsi perawat pelaksana
terhadap pentingnya discharge planning
ditinjau dari segi outpatient referraldapat
disimpulkan bahwa sebanyak 53 perawat
(86,9%) mempersepsikan bahwa pelaksanaan
discharge planning
tentang outpatient
referral penting untuk dilakukan.
Perencanaan pulang yang efektif sering
membutuhkan rujukan ke berbagai disiplin
pelayanan kesehatan. Pada banyak tempat,
dibutuhkan
perintah
penyelenggara
pelayanan kesehatan untuk melakukan
rujukan, terutama saat merencanakan terapi
khusus, sebaiknya pasien dan keluarga
dilibatkan dalam pengambilan keputusan
(Potter & Perry, 2009).
Penelitian terkait yang dilakukan oleh
Mutia(2011) tentang gambaran pelaksanaan
discharge planning pada pasien post operasi
di ruang rawat inap Rumah Sakit Tugurejo
Semarang menunjukkan bahwa 96,1%
responden mengatakan perawat tidak
memberikan nomor telepon yang dapat
pasien hubungi jika kondisi darurat.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa perawat mempersepsikan
discharge planning terkait outpatient referral
penting untuk diberikan, terbukti dengan
sebanyak 53 perawat (86,9%) perawat
mempersepsikan penting. Ketika pasien
dibolehkan untuk meninggalkan suatu unit
pelayanan kesehatan, ada beberapa hal yang
harus diketahui pasien/ keluarga untuk
keberlangsungan perawatan pasien, yaitu
pasien/ keluarga mengetahui kapan dan
dimana mendapatkan janji dengan pelayanan
kesehatan dan mengetahui dimana dan siapa
yang dapat dihubungi untuk membantu
pengobatannya. Hal ini dapat dilihat dari
jawaban responden bahwa sebanyak 29
responden (47,5%) menyatakan sangat
penting terhadap pemberian informasi terkait
jadwal pengobatan pasien setelah pulang dari
rumah sakit. Selain itu perawat juga harus
menjelaskan tempat dan jadwal kunjungan
kembali setelah pasien meninggalkan rumah
sakit, serta memberikan informasi mengenai
siapa yang dapat dihubungi pasien untuk
keberlangsungan perawatan.
Gambaran
persepsi
perawat
pelaksana terhadap pentingnya discharge
planning ditinjau dari segi dietdapat
disimpulkan bahwa sebanyak 45 orang
(73,8%) mempersepsikan bahwa pelaksanaan
discharge planning tentang diet penting
untuk dilakukan.
Di rumah sakit atau di fasilitas
pelayanan kesehatan lain, menu diet
kemungkinan besar telah direncanakan oleh
ahli gizi. Akan tetapi untuk pemenuhan diet
pada pasien yang sudah dibolehkan untuk
meninggalkan suatu unit pelayanan kesehatan
sangat
diperlukan
pemahaman
dan
pengetahuan pasien/
keluarga terkait
pemenuhan kebutuhan diet yang sesuai
dengan masalah kesehatan yanng dialami
pasien. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
perawat
bertanggung
jawab
untuk
memberikan edukasi terkait pemenuhan diet
yang adekuat untuk pasien yang akan
meninggalkan rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan lain (Bunker, 2014).
Penelitian terkait yang dilakukan oleh
Yosafiyanti (2010) tentang pengaruh
pendidikan kesehatan persiapan pasien
pulang terhadap kepuasan pasien tentang
pelayanan keperawatan di RS Romani
Semarang menunjukkan bahwa tingkat
kepuasan pasien setelah diberikan pendidikan
kesehatan mengenai nutrisi sebesar 94,77%,
sedangkan yang tidak diberikan pendidikan
kesehatan persiapan pulang sebesar 69,04 %
dengan p value= 0,0001. Hal ini
menunjukkan adanya pengaruh pemberian
pendidikan kesehatan persiapan pasien
pulang tentang nutrisi terhadap kepuasan
pasien.
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa sebanyak 45 perawat
(73,8%) mempersepsikan bahwa discharge
7
planning terkait diet penting untuk dilakukan.
Hal ini membuktikan bahwa perawat peduli
terhadap asupan makanan yang harus
dikonsumsi pasien setelah meninggalkan
suatu unit pelayanan kesehatan. Perawat
menjelaskan pada pasien terkait asupan
nutrisi yang harus dipenuhi dan makanan
yang harus dihindari, sehingga walaupun
pasien sudah meninggalkan suatu unit
pelayanan kesehatan tetap bisa memenuhi
asupan yang sesuai untuk membantu
peningkatan kesehatan pasien. Dari jawaban
responden pada kuesioner dapat dilihat
bahwa sebanyak 32 responden (52,4%)
menyatakan bahwa sangat penting untuk
menginformasikan pada pasien makananmakanan yang harus dihindari untuk
peningkatan kesehatan pasien.
cara membuat pandua/prosedur tetap
pelaksanaan discharge planning kepada
pasien, pihak manajemen rumah sakit dapat
memberikan pelatihan tentang pelaksanaan
discharge planning dalam pemeberian
asuhan keperawatan.
Bagi perawat diharapkan menjadi
motivasi
untuk
memberikan
asuhan
keperawatan lebih maksimal, khususnya
dalam melakukan discharge planning kepada
pasien.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan yang telah diuraikan maka
secara umum dapat disimpulkan bahwa
persepsi perawat
pelaksana
terhadap
pentingnya discharge planning di Ruang
Rawat Inap RSUDZA Banda Aceh sebagian
besar berada pada kategori penting (67,2%).
Secara khusus hasil penelitian ini dapat
disimpulkan
bahwapersepsi
perawat
pelaksana terhadap pentingnya discharge
planningdi tinjau dari segimedication di
Ruang Rawat Inap Kelas III RSUDZA Banda
Aceh sebagian besar berada pada kategori
penting (62,3%), dari segi environment
sebagian besar berada pada kategori kurang
penting (63,9%), dari segi treatment sebagian
besar berada pada kategori penting (82,0%),
dari segi health teaching sebagian besar
berada pada kategori kurang penting (65,6%),
dan ditinjau dari segi outpatient referral
sebagian besar berada pada kategori
penting(86,9%), dari segi diet sebagian besar
berada pada kategori penting(73,8%).
Bagi Rumah Sakit diharapkan dapat
menjadi masukan informasi serta bahan
pertimbangan bagi pihak rumah sakit untuk
dapat meningkatkan mutu pelayanan rumah
sakit, khususnya discharge planning dengan
Azimatunnisa. (2011). Hubungan discharge
planning dengan tingkat kesiapan klien
dalam menghadapi pemulangan di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta: STIKES ‘Aisyiyah.
REFERENSI
Argarini (2011). Pengaruh perencanaan
pemulangan (discharge planning)
terhadap kesiapan pasien menghadapi
pemulangan pada pasien stroke di
RSUD dr. Soebandi Jember. Jember:
Universitas Jember.
Bastable, S. B. (2002). Perawat sebagai
Pendidik: Prinsip-prinsip pengajaran
dan pembelajaran. Jakarta: EGC.
Danim, S. (2003). Riset Keperawatan:
sejarah dan metodologi. Jakarta: EGC.
Doengoes, M. E. (2000). Rencana asuhan
keperawatan. Jakarta: EGC.
____________ (2000). Penerapan proses
keperawatan
dan
diagnosa
keperawatan. Jakarta: EGC.
Ismainar, H. (2015). Manajemen
untuk perekam medis dan
kesehatan ilmu kesehatan
keperawatan
dan
Yogyakarta: Deepublish.
Unit Kerja:
informatika
masyarakat
kebidanan.
Notoatmodjo,
S.
(2005).
Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan
metodologi
penelitian
ilmu
keperawatan.
Jakarta:
Salemba
Medika.
Nursalam. (2009). Manajemen Keperawatan:
Aplikasi dalam praktik keperawatan
profesional. Jakarta: Salemba Medika.
8
Okatiranti (2015) Gambaran pengetahuan
dan sikap perawat dalam pelaksanaan
discharge planning pada pasien
diabetes mellitus type II. Bandung:
Universitas BSI bandung.
Putra,
S.R. (2012).
Panduan riset
keperawatan dan penulisan ilmiah.
Jogjakarta: D-Medika.
Setiadi. (2013). Konsep dan praktik
penulisan
riset
keperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Shofiana, M. A (2014). Hubungan persepsi
perawat tentang manfaat discharge
planning
dengan
pelaksanaan
discharge planning di ruang rawat
inap
Rumah
Sakit
PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta.
Yogyakarta: Program Studi Ilmu
Keperawatan STIKES ‘Aisyiyah.
Siahan, M. (2009). Pengaruh discharge
planning yang dilakukan oleh perawat
terhadap kesiapan pasien pasca bedah
akut
abdomen
menghadapi
pemulangan.
Medan:
Fakultas
Kedokteran USU.
Yuliana (2013). Gambaran pengetahuan
perawat tentang discharge planning
pasien di Rumah Sakit Santo
Borromeus Bandung. Padalarang:
STIKES Santo Borromeus.
9
Download