faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah escherichia coli air bersih

advertisement
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH
ESCHERICHIA COLI AIR BERSIH PADA PENDERITA DIARE DI
KELURAHAN PAKUJAYA KECAMATAN SERPONG UTARA KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
DISUSUN OLEH:
RIZKA NAJLA HUWAIDA
NIM: 1110101000087
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PRORAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Rizka Najla Huwaida, NIM : 1110101000087
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH ESCHERICHIA COLI
AIR BERSIH PADA PENDERITA DIARE DI KELURAHAN PAKUJAYA
KECAMATAN SERPONG UTARA KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014
xx + 98 halaman, 12 tabel, 3 bagan, 1 gambar, 8 lampiran
ABSTRAK
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Permenkes RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990). Semua jenis air bersih, baik air permukaan maupun air tanah
harus mendapatkan perlindungan sebaik-baiknya agar mendapatkan manfaat yang optimum
dan mencegah terjadinya penurunan kuantitas serta kualitas air bersih. Bakteri Escherichia
coli termasuk kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya kontaminasi feses
atau indikasi adanya pencemaran tinja manusia dan menyebabkan masalah kesehatan pada
manusia seperti diare.
Tujuan penelitian ini diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
Escherichia coli pada air bersih. Lokasi Penelitian di Kelurahan Pakujaya Kecamatan
Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan FebruariApril 2014. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan disain studi cross sectional.
Jumlah sampel sebesar 70 responden dan teknik pengambilan sampel adalah sampel jenuh.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan
wawancara, observasi, dan pengukuran MPN air bersih. Analisis uji statistik menggunakan
Mann Whitney dengan derajat kemaknaan 5%.
Hasil penelitian, 70 responden memiliki air tanah yang terindikasi adanya bakteri
Escherichia coli. Faktor yang memiliki kemaknaan statistik terhadap jumlah Escherichia coli
adalah kondisi fisik sumber air bersih (p value 0,000). Faktor lainnya yang tidak
berhubungan secara statistik adalah kedalaman kedap air (p value 0,064), jarak antara
jamban dengan sumber air bersih (p value 0,582), jarak antara septic tank dengan sumber air
bersih (p value 0,204).
Saran dari penelitian ini adalah masyarakat dapat melakukan perbaikan sarana air
bersih dengan memperbaiki bibir dan lantai sumber air bersih agar kedap air dan merebus air
bersih hingga mendidih dan dibiarkan mendidih 5-10 menit sebelum dikonsumsi sebagai air
minum. Puskesmas Paku Alam agar melakukan pengukuran bakteri Escherichia coli secara
berkala dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kondisi fisik sumber air
bersih yang baik. Peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian dengan memasukkan
variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini.
Kata kunci: air bersih, Escherichia coli, pencemaran, diare
Daftar Bacaaan : 1961-2014
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
ii
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Rizka Najla Huwaida, NIM : 1110101000087
FACTORS AFFECTING THE TOTAL ESCHERICHIA COLI CLEAN WATER IN
PATIENTS OF DIARRHEA IN VILLAGES PAKUJAYA SUBDISTRICT OF
NORTH SERPONG, CITY OF SOUTH TANGERANG 2014
xx + 98 pages, 12 tables, 3 diagrams, 1 picture, 8 attachments
Abstract
“Clean” water is water used for daily activities, which the quality has satisfied the
health requirement and are consumable quality after being cooked (Permenkes RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990). All types of water, surface water nor groundwater must be
protected as well as possible in order to obtain optimum benefits and prevent degradation in
the quality and quantity of clean water. Escherichia coli belong to a group of bacteria that are
used as indicators of faecal contamination or indicators of human fecal contamination and
caused human health problem like diarrhea.
The purpose of this research is to determine factors that influence the amount of
Escherichia coli in water. This research was conducted in Pakujaya village, Subdistrict of
North Serpong, City of South Tangerang on February until April 2014. A quantitative
research approach was used and cross sectional design study, by collecting 70 samples and
using saturated sampling. Data that has been used in this research is primary data, which
used three different survey mediums Interviews, Observations and Measurement of MPN
clean water. Moreover, The analysis of statistical test used Mann Whitney with a significant
level 5%.
The results from this research is 70 respondents has groundwater indicated the
presence of Escherichia coli. Factor that has statistical significance on the number of
Escherichia coli is the physical condition of water resources (p value 0,000). Another factor
that statistically not associated with is water-resistant depth (p value 0,064), the distance
between the toilet with clean water sources (p value 0,582), and the distance of septic tank
with clean water sources (p value 0,204).
Recommendations from this study are communities could do some water restoration
by improving the lips and floor of clean water sources to water resistant and cook the water
until boiling and let it boil 5 – 10 minutes before consume. Community Health Centre of
Paku Alam required taking regular measurement of Escherichia coli and providing
counselling to the community about the physical condition of a good source of clean water.
Nevertheless, the next researcher needs to conduct research by including variables that is not
examined in this study.
Keywords: Clean water, Escherichia coli, contamination, diarrhea
Reading list: 1961 - 2014
iii
iv
v
CURRICULUME VITAE
IDENTITAS PERSONAL
Nama
: Rizka Najla Huwaida
Alamt Asal
: Jl. Mutiara blok D No. 10
Komplek Sinar Kasih (DDN) Pondok Gede Bekasi
TTL
: Bandar Lampung, 23 Juli 1991
Agama
: Islam
Golongan Darah
:A
Alamat Email
: [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1997-2003
: SD Islam As- Syafi’iyah 02
2003-2006
: SMP Islam As-Syafi’iyah 06
2006-2009
: SMA Negeri 5 Bekasi
2010-sekarang
: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan
PENGALAMAN PRAKTEK KERJA
2012-2013
2012
: Pengalaman Belajar Lapangan Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) Paku Alam, Tangerang
Selatan.
: Orientasi Kerja di HSE PT. Yama Engineering Oil and
Gas
2012
: Tim Survey AMDAL Pembangunan SUTT Garut, Jawa
Barat
2013
: Orientasi Kerja di HSE PT. Mitra Adi Sesama
Generator and Supplier
vi
Sebuah karya kecil yang kupersembahkan untuk ibu dan
ayah tercinta yang telah memberikan limpahan kasih
sayangnya sejak kecil sampai kini, doa dan dukungan
yang tak pernah henti
Karya kecil ini tidak akan sebanding dengan kasih
sayang dan cinta yang ibu dan ayah berikan,
terimakasih ibu dan ayah telah melahirkanku ke dunia
ini dengan penuh cinta
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam kita panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang akan
ilmu dan pengetahuan.
Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Escherichia
Coli Air Bersih Pada Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong
Utara Kota Tangerang Selatan Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari
dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan karena bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Allah SWT, atas berkah, rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis
diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
2.
Untuk kedua orang tua, Ibu dan Ayah tercinta, yaitu Dra. Hj. Nani Iryani dan
Drs. H. Bahrullaji, MM, abang dan adikku, yaitu Reza Bani Sadr, S.Psi dan
Raihana Amalia Novriza yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang,
dan memberikan dukungan moril serta material sehingga memberikan semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama untuk ibu yang tiada
hentinya mendoakan penulis.
3.
Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4.
Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
5.
Bapak Dr. Arif Sumantri SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing pertama atas
nasihat, motivasi, ilmu, saran, dukungan, kesempatan, pengalaman, dan doa
yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6.
Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua
atas bimbingan,saran, araha, motivasi, dan doa yang sangat berarti sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7.
Ibu Yuli Amran,MKM, Ibu Minsarnawati, M.Kes, dan bapak Anton Wibawa,
MKM selaku penguji sidang skripsi yang telah banyak mengarahkan untuk
materi dan informasi pada skripsi ini.
8.
Dosen-dosen Kesehatan Lingkungan dan staff pengajar kesehatan lingkungan
dan jurusan kesehatan masyarakat yang telah memberikan ilmu dan pengalaman
kepada penulis.
9.
Pihak Puskesmas Paku Alam dan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan
yang mengizinkan pelakasanaan penelitian ini.
10. Ibu Yeni, Ibu Sudarmi, Pak Sugito, dan seluruh masyarakat Kelurahan Pakujaya
yang telah memberikan bantuan kepada penulis ketika turun lapangan dan
bersedia menjadi responden.
11. Kusumo
Hardiyanto
yang
telah
mendoakan,
memberikan
dukungan,
memberikan semangat, dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi
ini.
Terimakasih
atas
kebersamaan
dan
semangatnya
dalam
menyelesaikan skripsi ini.
12. Sahabat penulis, yaitu Nadia Amalia yang telah memberikan bantuan dan
dukungan kepada penulis. Terimakasih atas kebersamaan dan semangatnya
dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Anis Risenti yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungan kepada
penulis.
14. Sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungan, yaitu Bayti, Tuti, Fika,
Nina, Wiwid, Sabila, Nita, Wulan, dan Nurjanah, Risma, Kak Ica, Fitri dan
Indah. Terimakasih atas kebersamaan dan semangatnya dalam menyelesaikan
skripsi ini.
ix
15. Teman-teman kesehatan lingkungan 2010 atas kebersamaannya selama ini, yaitu
Tuti, Misyka, Nida, Fitri, Anis, Dilla, Yuni, Alya, Elfira, Reka, Ifah, Ilham,
Fuad, Angger, Akbar, dan Febri.
16. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi
ini yang tidak dapat pebulis sebutkan satu per satu secara keseluruhan.
Semoga bantuan, petunjuk, bimbingan dan pengarahan yang diberikan dari
berbagai pihak kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak. Terima Kasih.
Jakarta,
Juli 2014
Rizka Najla Huwaida
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................
i
ABSTRAK……………………………………………………………
ii
ABSTRACT…………………………………………………………..
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN……………………...................... iv
PERNYATAAN PENGESAHAN…………………………………...
v
CURRICULUM VITAE…………………………………………….. vi
KATA PENGANTAR……………………………………………….. viii
DAFTAR ISI ………………………………………………………… xi
DAFTAR TABEL ...............................................................................
xv
DAFTAR BAGAN …………………………………………………... xvii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………… xviii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………
xix
DAFTAR ISTILAH………………………………………………….
xx
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………..
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………
6
1.3 Pertanyaan Penelitian ……………………………………
7
1.4 Tujuan Penelitian ………………………………………...
8
1.4.1
Tujuan Umum ….………………………………
8
1.4.2
Tujuan Khusus …………………………………
8
1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………….
9
1.5.1
Bagi Peneliti ……………………………………
9
1.5.2
Bagi Masyarakat ………………………………
9
1.5.3
Bagi Puskesmas Paku Alam ……………………
9
1.5.4
Bagi Peneliti Lain ………………………………
9
1.6 Ruang Lingkup …………………………………………..
10
xi
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Bersih …………………………………………………
11
2.1.1
Pengertian Air Bersih ……………………………..
11
2.1.2
Peranan Air Bersih ………………………………..
12
2.1.3
Sumber – Sumber Air Bersih ……………………..
13
2.1.4
Sarana Penyediaan Air Bersih ……………………
17
2.1.5
Cara Menjaga Kebersihan Sumber Air Bersih ……
2.1.6
Hal-hal
yang
Harus
diperhatikan
dalam
18
Penyediaan Air Bersih ............................................
19
2.1.7
Standar Kualitas Air Bersih ………………………
20
2.1.8
Kualitas Bakteriologis Air ………………………..
22
2.1.9
Sumber Pencemaran Sumber Air Bersih …………
2.1.10 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran
23
Sumber Air Bersih ………………………………..
34
2.1.11 Hubungan Air dan Kesehatan …………………….
36
2.2 Diare ……………………………………………………...
36
2.2.1 Definisi Diare ……………………………………..
36
2.2.2 Klasifikasi Diare ………………………………….
37
2.2.3 Etiologi Diare ……………………………………..
38
2.2.4 Patofisiologi Diare ………………………………...
40
2.2.5 Epidemiologi Diare ………………………………..
41
2.2.6 Cara Penularan Diare ……………………………...
43
2.2.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Diare ……….
50
2.2.8 Pencegahan dan Penanggulangan Diare …………...
51
2.3 Kerangka Teori …………………………………………..
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep ………………………………………...
53
3.2 Definisi Operasional ……………………………………..
55
3.3 Hipotesis. …………………………………………………
57
xii
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
58
4.1 Jenis Penelitian …………………………………………...
58
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………….
58
4.2.1 Lokasi Penelitian ………………………………….
58
4.2.2 Waktu Penelitian …………………………………..
58
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian …………………………
58
4.3.1 Populasi Penelitian ………………………………..
59
4.3.2 Sampel Penelitian …………………………………
59
4.4 Metode Pengumpulan Data ………………………………
60
4.4.1 Teknik Pengambilan Air Bersih …………………..
60
4.4.2 Uji MPN (Most Probable Number) ……………….
69
4.5 Instrumen Penelitian ……………………………………..
70
4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data …………………..
70
4.6.1 Rencana Pengolahan Data ………………………...
71
4.6.2 Analisis Data ………………………………………
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian……………………
73
5.2 Responden Penelitian…………………………………….
74
5.3 Analisis Univariat………………………………………...
75
5.3.1 Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber
Air Bersih…………………………………………..
75
5.3.2 Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada
Sumber Air Bersih………………………………….
76
5.3.3 Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih yang
Kedap Air…………………………………………..
77
5.3.4 Gambaran antara Jarak Jamban dengan Sumber Air
Bersih……………………………………………….
78
5.3.5 Gambaran antara Jarak Septic Tank dengan Sumber
Air Bersih…………………………………………...
78
5.3.6 Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih………
79
5.4 Analisis Bivariat……………………………………
xiii
80
5.4.1 Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih
yang Kedap Air terhadap Jumlah Escherichia Coli
……............................................................................
80
5.4.2 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah
Escherichia Coli……………………………………
81
5.4.3 Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah
Escherichia Coli……………………………………
82
5.4.4 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih
terhadap Jumlah Escherichia Coli…………
82
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian…………………………………...
84
6.2 Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih……….
85
6.3 Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air
terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air
Bersih………......................................................................
87
6.4 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli
Pada Sumber Air Bersih…………………………………
89
6.5 Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia
Coli Pada Sumber Air Bersih…………………………….
90
6.6 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap
Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih………
93
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan…………………………………………………..
96
7.2 Saran………………………………………………………
97
1. Bagi Masyarakat………………………………………...
97
2. Bagi Puskesmas Paku Alam……………………………
97
3. Bagi Peneliti Selanjutnya………………………………
98
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
Tabel 2.1
Perkiraan Rata–Rata Porositas Berbagai Bahan
29
Tabel 3.1
Definisi Operasional
55
Tabel 5.1
Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber Air
Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan
Januari- Februari Tahun 2014
Tabel 5.2
75
Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada 70
Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya
Bulan Januari- Februari Tahun 2014
Tabel 5.3
76
Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih Kedap Air
Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan JanuariFebruari Tahun 2014
Tabel 5.4
77
Gambaran Jarak antara Jamban dengan Sumber Air Bersih
Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan JanuariFebruari Tahun 2014
Tabel 5.5
78
Gambaran Jarak antara Septic Tank dengan Sumber Air
Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan
Januari-Februari Tahun 2014
Tabel 5.6
79
Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Penderita
Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari
Tahun 2014
Tabel 5.7
80
Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air
terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air
Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari
Tahun 2014
Tabel 5.8
81
Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli
Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan
Januari-Februari Tahun 2014
Tabel 5.9
Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia
xv
81
Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya
Bulan Januari-Februari Tahun 2014
Tabel 5.10
82
Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap
Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di
Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014
xvi
83
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Bagan 2.1
Halaman
Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke
Pejamu yang Baru
41
Bagan 2.2
Kerangka Teori
52
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
54
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Gambar 5.1
Halaman
Sebaran Responden Penelitian
xviii
74
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Lampiran 1
Surat Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 2
Surat Izin Penelitian
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Lampiran 4
Lembar Observasi
Lampiran 5
Lembar Hasil Pengukuran
Lampiran 6
Lembar Hasil Uji Laboratorium
Lampiran 7
Output Analisis Data
Lampiran 8
Foto
xix
DAFTAR ISTILAH
Enteroksin
Lapisan Akifer
Malabsorpsi
Infeksi
Inflamasi
Bakteri Oportunis
Infeksi Primer
Bahan atau zat racun yang dihasilkan oleh jasad renik
(basil atau bakteri) dapat menimbulkan gangguan pada
usus dengan menunjukkan gejala, seperti keracunan
makanan.
Lapisan batuan dibawah permukaan tanah yang
mengandung air dan dapat dirembesi air.
Kegagalan usus halus untuk menyerap jenis makanan
tertentu.
Invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit.
Suatu respon tubuh yang terjadi pada jaringan hidup
terhadap rangsangan dari luar baik secara fisika, kimia
dan biologi (organisme hidup dan reaksi antigen
antibodi).
Bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika
mekanisme pertahanan inang diperlemah
Infeksi yang sejak awal memang diakibatkan oleh
keterlibatan mikroorganisme
xx
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak (Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990). Sumber daya air
bersih sangat berperan dalam kelangsungan hidup manusia. Penggunaan air
bersih sangat penting untuk konsumsi atau air minum, berkumur, kebutuhan
rumah tangga, memasak, dan untuk mencuci alat-alat dapur (Booekoesoe,
2010). Menurut WHO dalam Depkes (2006), volume kebutuhan air bersih di
Indonesia pada daerah perkotaan sebesar 200-400 liter/orang/hari dan pada
daerah pedesaan hanya 60 liter/orang/hari.
Berdasarkan Riskesdas 2010, penggunaan sarana air bersih yang paling
banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga adalah sumur gali terlindung
sebesar 27,9% dan sumur bor atau pompa sebesar 22,2%. Sedangkan, untuk
keperluan air minum yang paling banyak digunakan adalah sumur gali terlindung
sebesar 24,7% dan sumur bor atau pompa sebesar 14%.
Berdasarkan profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012, Kota
Tangerang Selatan merupakan wilayah Banten yang paling banyak menggunakan
sumber air bersih sebesar 100% dibandingkan dengan wilayah lainnya, yaitu
Kota Tangerang sebesar 99,2%. Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2012, Kecamatan Serpong Utara merupakan
1
2
kecamatan di Kota Tangerang Selatan yang paling banyak menggunakan sarana
sumber air bersih dibandingkan dengan kecamatan lainnya, yaitu sebesar 81,25%
yang terdiri dari ledeng sebesar 9,25%, sumber pompa tangan sebesar 70%, dan
sumur gali lindung sebesar 2%. Sedangkan kecamatan dengan urutan kedua yang
menggunakan sarana air bersih adalah Kecamatan Pondok Aren sebesar 78,6%
yang terdiri ledeng sebesar 6,6%, sumur pompa tangan sebesar 67%, dan sumur
gali lindung sebesar 5%.
Puskesmas Paku Alam merupakan salah satu puskesmas yang berada di
Kecamatan Serpong Utara. Puskesmas Paku Alam yang paling banyak
menggunakan sarana sumber air bersih, yaitu sebesar 90,4% (terdiri dari ledeng
sebesar 16,4%, sumur pompa tangan sebesar 72%, dan sumur gali lindung
sebesar 2%) dibandingkan dengan Puskesmas Pondok Jagung, yaitu sebesar
70,1% (terdiri dari ledeng 2,1% dan sumur pompa tangan sebesar 68%). Wilayah
kerja Puskesmas Paku Alam terdiri dari 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Paku Alam,
Kelurahan Pakujaya, dan Kelurahan Pakulonan. Hasil laporan kesehatan
lingkungan Puskesmas Paku Alam tahun 2012, masyarakat Kelurahan Pakujaya
dibandingkan dengan kelurahan lainnya paling banyak yang menggunakan air
pompa sebagai air minum, yaitu sebesar 24,8%, di Kelurahan Paku Alam sebesar
24,9%, dan Kelurahan Pakulonan sebesar 24,3%. Hasil studi pendahuluan dari
sepuluh responden di Kelurahan Pakujaya, 100% menggunakan air tanah untuk
minum dan memasak.
Semua jenis air bersih, baik air permukaan maupun air tanah harus
mendapatkan perlindungan sebaik-baiknya agar mendapatkan manfaat yang
3
optimum dan mencegah terjadinya penurunan kuantitas serta kualitas air bersih.
Kualitas air bersih dijelaskan dalam bentuk pernyataan atau angka yang
menunjukkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut
tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta
gangguan dalam estetika, misalnya bau yang tidak sedap (Permenkes RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990). Syarat kesehatan yang harus dipenuhi adalah
syarat fisik, kimia, bakteriologis, dan radioaktif (Permenkes RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990).
Sumber air bersih yang tercemar oleh bakteri pembawa penyakit akan
mengakibatkan timbulnya penyakit diare. Diare merupakan salah satu penyakit
berbasis lingkungan yang menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO), diare menempati urutan
kelima dari sepuluh penyakit penyebab kematian di dunia (WHO, 2011).
Penyakit diare termasuk sepuluh penyakit terbesar yang terjadi di Kota
Tangerang Selatan pada tahun 2010 dengan jumlah kasus 11.119, sedangkan
pada tahun 2011 sebesar 18.581, yang berarti mengalami kenaikan kasus diare.
Penyakit diare di Puskesmas Paku Alam merupakan penyakit terbesar kedua
yang disebabkan oleh lingkungan dan penyakit yang selalu ada setiap bulannya,
sedangkan yang pertama adalah ISPA. Berdasarkan data penyakit di wilayah
kerja Puskesmas Paku Alam (Kelurahan Paku Alam, Pakujaya, dan Pakulonan),
terdapat 478 kasus yang menderita diare pada tahun 2012 yang terdiri dari
Kelurahan Paku Alam sebesar 333 kasus, Kelurahan Pakulonan sebesar 55
kasus, Kelurahan Pakujaya sebesar 80 kasus, dan wilayah lainnya sebesar 10
4
kasus. Sedangkan pada tahun 2013 terdapat 432 kasus, yang terdiri dari
Kelurahan Paku Alam sebesar 210 kasus, Kelurahan Pakulonan sebesar 76
kasus, Kelurahan Pakujaya sebesar 137 kasus, dan wilayah lainnya sebesar 9
kasus. Berdasarkan data penyakit diare tersebut, Kelurahan Paku Alam
mengalami penurunan kasus diare dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013,
sedangkan di Kelurahan Pakulonan dan Kelurahan Pakujaya mengalami
kenaikan kasus diare. Kelurahan Pakujaya mengalami peningkatan kasus diare
yang paling tinggi dibandingkan dengan Kelurahan Pakulonan.
Kejadian diare dapat dipengaruhi oleh ketersediaan air bersih yang tidak
memenuhi persyaratan karena sumur atau bak penampungan air berdekatan
dengan kamar mandi dan jamban (Primadani, 2012) yang mengakibatkan air
tercemar bakteri dari tinja (Sander, 2005). Bakteri yang terdapat dalam tinja
adalah bakteri Escherichia coli. Menurut Primadani, Winda, dkk (2012), terdapat
hubungan yang signifikan antara identifikasi bakteri Escherichia coli pada air
bersih dengan kejadian diare diduga akibat infeksi. Sumber air bersih yang
mengandung bakteri Escherichia coli mengindikasikan bahwa air bersih tersebut
telah tercemar oleh tinja manusia dan mengakibatkan kualitas air bersih tidak
sesuai dengan peruntukkannya sebagai air bersih (Radjak, 2013).
Pencemaran bakteri pada sumber air bersih dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu kondisi fisik sumber air bersih (Kusnoputranto, 1997),
kedalaman sumber air bersih yang kedap air (Sumantri, 2010), jarak sumur gali
dengan sumber pencemar kurang dari 10 meter (Prajawati, 2008), tinggi bibir
sumur gali (Prajawati, 2008), dan keadaan lantai sekitar sumur gali (Prajawati,
5
2008). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Boekoesoe L
(2010), sebagian besar lokasi sumur yang ada di Desa Sosial Kota Gorontalo
terbukti tercemar oleh bakteri karena sumur tersebut berdekatan dengan
pembuangan tinja atau WC. Sedangkan, hasil studi pendahuluan dari sepuluh
responden di Kelurahan Pakujaya, terdapat 100% sumber air bersih yang
berdekatan dengan kamar mandi, 80% jarak antara septic tank dengan sumber air
bersih kurang dari 10 meter, 80% kondisi fisik sumber air bersih tidak baik, dan
20% kedalaman sumber air bersih yang tidak kedap air.
Bakteri Escherichia coli termasuk kelompok bakteri yang digunakan
sebagai indikator adanya kontaminasi feses atau indikasi adanya pencemaran
tinja manusia dan menyebabkan masalah kesehatan pada manusia seperti diare.
Bakteri Escherichia coli merupakan kelompok bakteri Coliform, jika semakin
tinggi tingkat kontaminasi bakteri Coliform maka semakin tinggi pula risiko
kehadiran bakteri patogen lainnya yang biasa hidup atau terdapat dalam kotoran
manusia yang dapat menyebabkan diare (Suprihatin, 2004). Sebagian besar
kuman infeksius yang menyebabkan diare ditularkan melalui jalur fecal-oral atau
dapat ditularkan dengan memasukkan cairan atau benda yang tercemar oleh tinja
ke dalam mulut, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan
dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).
Wilayah kerja Puskesmas Paku Alam terdiri dari Kelurahan Pakujaya,
Paku Alam, dan Pakulonan. Kelurahan Pakujaya merupakan kelurahan yang
paling padat pemukimannya dan paling banyak penduduknya dibandingkan
dengan kelurahan Paku Alam dan Pakulonan. Selain itu, masyarakat Pakujaya
6
banyak yang menggunakan air tanah sebagai air minum, masak, mencuci
sayuran, mencuci buah, mencuci perlengkapan masak, dan mencuci tangan.
Sedangkan, hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden di Kelurahan
Pakujaya, terdapat jarak antara septic tank dan jamban dengan sumber air bersih
yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Depkes RI 2009, kondisi
fisik sumber air bersih yang belum memenuhi persyaratan kesehatan, dan
kedalaman sumber air bersih yang tidak kedap air. Oleh karena itu, peneliti
tertarik untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia
coli sumber air bersih pada penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan
Serpong Utara Kota Tangerang Selatan.
1.2
Rumusan Masalah
Penyakit diare di Puskesmas Paku Alam merupakan penyakit terbesar
kedua yang disebabkan oleh lingkungan dan penyakit yang selalu terjadi setiap
bulannya. Salah satu penyebab diare adalah penggunaan air bersih yang tercemar
oleh bakteri Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli akan menghasilkan
enteroksin pada saluran usus sehingga menyebabkan diare. Sebagian besar
kuman infeksius yang menyebabkan diare ditularkan melalui jalur fecal-oral atau
dapat ditularkan dengan memasukkan cairan atau benda yang tercemar oleh tinja
ke dalam mulut, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan
dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000). Faktor-faktor
yang mempengaruhi pencemaran bakteri Escherichia coli diantaranya adalah
kedalaman sumber air bersih yang kedap air kurang dari 3 meter , jarak antara
jamban dan septic tank dengan sumber air bersih yang kurang dari 10 meter, dan
7
kondisi fisik sumber air bersih. Hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden
di Kelurahan Pakujaya, terdapat jarak antara jamban dan septic tank dengan
sumber air bersih yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Depkes
RI 2009, 80% kondisi fisik sumber air bersih tidak baik, dan 20% kedalaman
sumber air bersih yang kedap air kurang dari 3 meter.
Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah Escherichia coli sumber air bersih pada penderita diare di Kelurahan
Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1.3.1
Apakah jumlah bakteri Coliform air bersih memenuhi Permenkes RI No.
416/MENKES/PER/IX/1990?
1.3.2
Berapakah jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?
1.3.3
Apakah kedalaman 3 meter sumber air bersih kedap air?
1.3.4
Apakah jarak antara jamban dengan sumber air bersih sesuai ketentuan
Depkes RI 2009?
1.3.5
Apakah jarak antara septic tank dengan sumber air bersih sesuai
ketentuan Depkes RI 2009?
1.3.6
Apakah kondisi fisik sumber air bersih sesuai dengan ketentuan Depkes
RI 1995?
1.3.7
Apakah ada pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air
terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?
1.3.8
Apakah ada pengaruh jarak jamban terhadap jumlah bakteri Escherichia
coli pada sumber air bersih?
8
1.3.9
Apakah ada pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah bakteri
Escherichia coli pada sumber air bersih?
1.3.10 Apakah ada pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah
bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah
Escherichia coli pada sumber air bersih di Kelurahan Pakujaya
Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan.
1.4.2
Tujuan Khusus
1. Mengetahui jumlah bakteri Coliform pada sumber air bersih.
2. Mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih.
3. Megetahui kedalaman sumber air bersih yang kedap air.
4. Mengetahui jarak jamban dengan sumber air bersih.
5. Mengetahui jarak septic tank dengan sumber air bersih.
6. Mengetahui kondisi fisik sumber air bersih.
7. Mengetahui pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air
terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih.
8. Mengetahui pengaruh jarak jamban terhadap jumlah bakteri
Escherichia coli pada sumber air bersih.
9. Mengetahui pengaruh
jarak septic tank
Escherichia coli pada sumber air bersih.
terhadap jumlah bakteri
9
10. Mengetahui pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah
bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1
Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikan teori kesehatan lingkungan mengenai
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada
sumber air bersih.
1.5.2
Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air
bersih sehingga dapat dijadikan acuan dalam pembuatan fasilitas
sumber air bersih.
1.5.3
Bagi Puskesmas Paku Alam
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air
bersih agar dapat menjadi masukan dalam perencanaan pembuatan
sumber air bersih.
1.5.4
Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini dapat menambah data untuk memperkuat
informasi pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih dan dapat dijadikan
referensi untuk penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.
10
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini hanya ingin mengetahui pencemaran yang disebabkan
oleh tinja manusia. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas sumber air bersih dengan indikator Escherichia coli
pada penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara pada
tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari -April 2014.
Sasaran penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan Pakujaya,
didiagnosis diare pada tahun 2014, bersedia menjadi responden, terdapat
jamban, terdapat septic tank, terdapat sumber air bersih dirumahnya, dan
menggunakan air bersih untuk keperluan makan dan minum
Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross sectional. Dalam
pengumpulan data primer, peneliti mengambil sampel air bersih yang
digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, dilakukan uji
MPN (Most Probable Number) agar mengetahui jumlah bakteri Coliform
dan bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. Peneliti juga mengukur
jarak antara jamban dan septic tank dengan sumber air bersih menggunakan
alat ukur berupa meteran. Untuk mengetahui kedalaman sumber air bersih
yang kedap air menggunakan kuesioner dengan metode wawancara,
sedangkan untuk mengetahui kondisi fisik sumber air bersih dengan cara
observasi menggunakan lembar observasi atau lembar checklist.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Bersih
2.1.1
Pengertian Air Bersih
Menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, air
bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan serta dapat diminum apabila
telah dimasak. Kelayakan ini juga terkandung kelayakan untuk
dijadikan air untuk mandi, cuci, dan kakus. Air yang layak untuk
diminum perlu dimasak atau direbus dahulu.
2.1.2
Peranan Air Bersih
Menurut Raharjo, A.S (2004), air merupakan salah-satu
kebutuhan pokok semua mahluk hidup termasuk manusia dan besar
pengaruhnya terhadap kehidupan makhluk hidup. Peran air dapat
dibagi menjadi dua, yaitu
1.
Peranan Air dalam Kehidupan
Air merupakan sumber daya alam yang perlu dijaga
kualitas dan kuantitasnya agar tetap bermanfaat bagi hidup dan
kehidupan karena air mengusai hajat hidup orang banyak. Air
dalam kehidupan sehari-hari memiliki peranan yang sangat
penting karena digunakan untuk keperluan air minum, mandi,
mencuci, memasak, meliputi sektor pertanian, industri, dan
11
12
perdagangan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga
keberadaan air dengan baik.
2.
Peranan Air terhadap Penularan Penyakit
Air memiliki peranan yang sangat besar dalam penularan
beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air terhadap
penularan penyakit disebabkan karena keadaan air itu sendiri
yang
memungkinkan
dan
sangat
cocok
sebagai
tempat
berkembang biak mikroba dan sebagai tempat tinggal sementara
(perantara) sebelum mikroba berpindah kepada manusia.
2.1.3
Sumber-Sumber Air Bersih
Sumber-sumber air bersih yang dimanfaatkan manusia pada
dasarnya digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu
1.
Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan atau uap air
murni yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan
benda-benda di udara, seperti gas O2, CO2, N2, jasad renik, dan
debu (Sumantri, 2010).
2.
Air Tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan
tanah pada daerah akifer (Effendi, 2003). Air tanah berdasarkan
kedalamannya dibagi menjadi dua, yaitu
13
a.
Air Tanah Dangkal
Air tanah dangkal terjadi karena daya proses
peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal
terdapat pada kedalaman ±15 meter, ditinjau dari segi
kualitasnya air tanah dangkal dikategorikan agak baik dan
dari segi kuantitas kurang baik, tergantung pada musim.
b.
Air Tanah Dalam
Pengambilan air tanah dalam harus menggunakan bor
dan memasukkan pipa kedalamnya sampai kedalaman 100300 m. Jika tekanan air tanah besar, maka air dapat
menyembur keluar, sumur ini disebut sumur artesis (Sutrisno,
1987)
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan
tanah, misalnya air sungai, air rawa, dan danau (Slamet, 2002).
2.1.4
Sarana Penyediaan Air Bersih
Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan, peralatan,
dan
perlengkapan
yang
menghasilkan,
menyediakan,
dan
mendistribusikan air bersih kepada masyarakat untuk kehidupan
sehari-hari. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
sarana penyediaan air bersih, yaitu
14
1.
Jarak antara sumber air bersih dengan sumber pengotoran (septic
tank, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan air
limbah) minimal 10 meter (Depkes RI, 2009).
2.
Sumur sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air
(Sumantri, 2010).
3.
Penampungan air hujan, perlindungan mata air, sumur artesis
atau terminal air perpipaan/kran atau sumur gali terjaga dan
terpelihara kebersihannya (Depkes RI, 1995).
Terdapat berbagai jenis sarana penyediaan air bersih yang
digunakan masyarakat untuk menampung atau mendapatkan air bersih
yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Adapun sarana
penyediaan air besih dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:
1.
Sumur Gali
Sumur gali adalah jenis sarana air bersih dengan cara
tanah digali sampai mendapatkan lapisan air dengan kedalaman
tertentu. Sumur gali terdiri dari bibir sumur, dinding sumur,
lantai sumur, saluran air limbah, dan dilengkapi dengan kerekan
timba dengan gulungan atau pompa. Menurut Depkes RI, (1995)
Dalam pembuatan sumur gali perlu memperhatikan beberapa
hal, yaitu
a.
Jarak antara sumur gali dengan tempat pembuangan
sampah, roil/parit, dan tempat penampungan tinja harus
lebih dari 10 meter.
15
b. Dinding sumur dibuat kedap air dengan kedalaman
minimal 3 meter dari permukaan tanah.
c. Diatas permukaan tanah dibuat dinding tembok yang
kedap air setinggi 80 cm. Sebaiknnya diberi penutup agar
air hujan dan kotoran lainnya tidak dapat masuk ke dalam
sumur.
d. Lantai sumur dibuat kedap air dengan lebar minimal 1
meter dari tepi bibir atau dinding sumur dengan ketebalan
10-20 cm.
e. Saluran air limbah ± 10 meter dari sumur gali dan sumur
resapan air buangan yang dibuat dari bahan kedap air dan
licin.
f. Tali dan timba tidak terletak di lantai.
2.
Penampungan Air Hujan
Penampungan air hujan adalah sarana air bersih yang
digunakan untuk menampung air hujan sebagai persediaan air
bersih dan pengadaan air bersih.
3.
Sumur Pompa
Sumur pompa adalah sarana penyediaan air bersih yang
digunakan
untuk
menaikkan
air
dari
sumur
dengan
menggunakan pompa air, baik itu pompa tangan maupun
pompa listrik. Ada beberapa jenis sumur pompa tangan, yaitu
16
a. Sumur pompa tangan dangkal, yaitu sumur yang
dilengkapi dengan pompa tangan yang digunakan dengan
kedalaman air ± 7 meter.
b. Sumur pompa tangan dalam, yaitu sumur yang dilengkapi
dengan pompa tangan yang digunakan untuk menghisap
air dengan kedalaman mencapai lebih dari 15 meter.
Sedangkan, sumur pompa listrik pada prinsipnya cara
pembuatan dan cara kerjanya sama dengan sumur pompa
tangan, akan tetapi perbedaannya adalah menggunakan
tenaga listrik. Jenis-jenis sumur pompa listrik seperti Jet
Pump untuk kedalamannya sampai 30 meter, dan pompa
selain pompa selam (submersible pump) kedalamannya lebih
dari 30 meter (Depkes RI, 1984).
4. Ledeng atau Perpipaan (PDAM)
Ledeng atau perpipaan adalah air yang diproduksi
melalui proses penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan
kepada konsumen melalui saluran air. Air ledeng atau
perpipaan (PDAM) merupakan air yang berasal dari
perusahaan air minum yang dialirkan langsung ke rumah
dengan beberapa titik kran.
5. Perlindungan Mata Air
Perlindungan mata air adalah sumber air bersih yang
berasal dari air tanah dalam, biasanya bebas dari cemaran
17
mikroorganisme. Bila air tersebut dimanfaatkan yang harus
diperhatikan adalah perlindungan mata air tersebut, perpipaan
yang membawa air ke konsumen atau jaringan distribusinya,
dan terminal akhir dari jaringan distribusinya.
Menurut Bumulo, S (2012), sarana penyediaan air
bersih yang digunakan masyarakat ada hubungannya dengan
kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Piloloda
Kecamatan Kota barat Kota Gorontalo.
2.1.5
Cara Menjaga Kebersihan Sumber Air Bersih
Menurut Depkes RI (2009), sumber air bersih harus dijaga
kebersihannya agar tidak terhindar dari penyakit seperti diare,
kolera, disentri, dan thypus. Adapun cara menjaga kebersihan
sumber air bersih, yaitu
1. Jarak letak sumber air dengan jamban paling sedikit 10 meter
(Boekoesoe, 2010).
2. Jarak letak sumber air bersih dengan septic tank paling
sedikit 10 meter (Prajawati, 2008).
3. Sumber mata air harus dilindungi dari bahan pencemar.
4. Sumur gali, sumur pompa, kran, dan mata air harus dijaga
bangunannya agar tidak
rusak seperti lantai sumur tidak
kedap air dan tidak retak, bibir sumur harus diplester, dan
sumur sebaiknya diberi tutup.
18
5. Kebersihan sumber air bersih harus dijaga, seperti tidak ada
genangan
air di sekitar sumber air, dilengkapi dengan
saluran pembuangan air, tidak ada bercak-bercak kotoran,
tidak berlumut pada lantai atau dinding sumur, dan ember
atau gayung pengambil air harus tetap bersih.
2.1.6
Hal- Hal yang Harus diperhatikan dalam Penyediaan Air
Bersih
Menurut Depkes RI (2000), hal-hal
yang perlu
diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah :
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil serta menyimpan air dalam tempat yang bersih,
tertutup, dan menggunakan gayung khusus untuk mengambil
air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran
binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran lainnya. Jarak
antara sumber air bersih dengan sumber pengotoran seperti
septic tank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus
lebih dari 10 meter.
4. Merebus air bersih jika ingin digunakan sebagai air minum.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air bersih
yang cukup.
19
2.1.7
Standar Kualitas Air Bersih
Standar kualitas air bersih adalah ketentuan-ketentuan
yang biasa dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang
menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air bersih
tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit,
gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika (Permenkes
RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990).
Persyaratan kualitas air bersih meliputi syarat fisik,
kimia, dan bakteriologis adalah sebagai berikut:
1. Syarat Fisik
Air yang kualitasnya baik harus memenuhi syarat
fisik, yaitu tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.
2. Syarat Kimia
Air yang tidak mengandung bahan atau zat-zat yang
berbahaya untuk kesehatan, seperti zat-zat beracun dan tidak
mengandung mineral-mineral serta zat organik lebih tinggi
dari jumlah yang telah ditentukan oleh pemerintah.
3. Syarat Bakteriologis
Air tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman
patogen, dan bakteri Coliform. Persyaratan bakteriologis air
bersih berdasarkan kandungan jumlah total bakteri Coliform
dalam air bersih 100 ml air, menurut Peraturan Menteri
20
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 adalah sebagai berikut:
a. Untuk air bersih bukan air perpipaan, total Coliform
maksimal 50 MPN atau APM per 100 ml air.
b. Untuk air bersih air perpipaan, total Coliform maksimal 10
MPN atau APM per 100 ml air.
Kualitas air secara bakteriologis yang tidak memenuhi
syarat kesehatan dapat menimbulkan gangguan kesehatan
akibat terdapatnya bakteri Escherichia coli di dalam air bersih
dan menunjukkan adanya pencemaran yang disebabkan oleh
tinja manusia (Pudjarwoto, 1993).
4.
Syarat Radioaktif
Tidak mengandung unsur radioaktif melebihi ketentuan
yang ditetapkan pemerintah.
2.1.8
Kualitas Bakteriologi Air
Pengukuran kualitas air bersih secara bakteriologis dilakukan
dengan melihat keberadaan organisme golongan coli (Coliform)
sebagai indikator karena mudah dideteksi dalam air, lebih tahan
hidup di air sehingga dapat dianalisis keberadaannya di dalam air
yang bukan merupakan medium yang ideal untuk pertumbuhan
bakteri (Marsono, 2009) dapat tumbuh baik pada suhu antara 8°C46°C, dengan suhu optimum dibawah temperature 37°C, dan
banyak terdapat dalam tinja (Gani, 2003).
21
Walaupun hasil pemeriksaan bakteri Coli tidak dapat secara
langsung menunjukkan adanya bakteri patogen, tetapi adanya
bakteri Coli dalam air dapat digunakan sebagai indikator adanya
jasad patogen (Marsono, 2009). Salah satu bakteri golongan
Coliform adalah bakteri Escherichia coli.
Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak
ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal.
Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus
dan juga bisa menimbulkan infeksi lain di luar usus (Staff Pengajar
Kedokteran UI,1993).
Jumlah bakteri Escherichia coli dipakai sebagai patokan
utama menentukan apakah air bersih memenuhi syarat atau tidak
karena bakteri ini ditemukan pada kotoran manusia serta relatif
sukar
dimatikan
dengan
pemanasan
air
(Ginting,
2008).
Escherichia coli menjadi patogen jika jumlahnya dalam saluran
pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Escherichia coli
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus
diare (Jawetz et al., 1995). Bakteri ini hidup pada tinja dan dapat
menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare
(Primadani, 2012).
Penelitian Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2006
memperlihatkan bahwa 63,07% air tanah di Kota Bandung tidak
memenuhi
syarat
bakteriologis
yang
dibuktikan
dengan
22
ditemukannya bakteri Escherichia coli dalam sampel air bersih
(Dinas Kesehatan Kota Bandung, 2006). Sumber air bersih yang
mengandung bakteri Escherichia coli menandakan bahwa air sudah
tercemar oleh tinja manusia, saat ini 70% air tanah perkotaan
tercemar oleh tinja manusia (Junaedi, 2008). Sumber air bersih
yang tercemar oleh tinja dan mengandung bakteri Escherichia coli
dapat mengakibatkan kualitas air bersih tidak sesuai dengan standar
peruntukkannya (Radjak, 2013).
2.1.9
Sumber Pencemaran Sumber Air Bersih
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke dalam
air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukkannya (PP No.20/1990 tentang Pengendalian
Pencemaran Air). Sumber pencemaran dapat berasal dari beberapa
sumber, yaitu
1.
Limbah Industri
Limbah industri dapat mengandung bahan organik
maupun anorganik. Bahan pencemar yang berasal dari limbah
industri dapat meresap ke dalam air tanah yang dikonsumsi
masyarakat sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, dan
berkumur.
23
2.
Limbah Pertanian
Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan
dapat mengakibatkan pencemaran air. Sisa pestisida di
perairan dapat meresap ke dalam tanah, sehingga mencemari
air tanah.
3.
Limbah Pemukiman
Permukiman menghasilkan limbah, misalnya sampah
dan air buangan. Air buangan dari permukiman biasanya
mempunyai komposisi yang terdiri dari eskreta (tinja dan
urin), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dimana
sebagian besar merupakan bahan-bahan organik. Limbah
pemukiman dapat mencemaran air permukaan, air tanah, dan
lingkungan hidup (Aliya, 2006).
Sumber
pencemaran
yang
dapat
mempengaruhi
kualitas bakteriologis sumber air bersih adalah jarak jamban
dan septic tank yang kurang dari 10 meter (Depkes RI, 2009 ).
2.1.10
Faktor-Fakor yang Mempengaruhi Pencemaran Sumber Air
Bersih
Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran sumber air
bersih, yaitu
1. Jenis Sumber Pencemar
Karakteristik limbah ditentukan oleh jenis sumber
pencemar. Karakteristik limbah rumah tangga berbeda dengan
karakteristik limbah jamban atau septic tank ataupun
24
peternakan. Limbah jamban atau septic tank dan peternakan
banyak mengandung bahan organik yang merupakan habitat
bagi tumbuhnya mikroorganisme. Perbedaan karakteristik
limbah mempunyai pengaruh yang berbeda pula terhadap
kualitas bakteriologis air sumur gali (Kusnoputranto, 1997).
2. Jumlah Sumber Pencemar
Semakin banyak sumber pencemar yang berada dalam
jarak maksimal 10 meter, semakin besar pengaruhnya terhadap
penurunan kualitas bakteriologis air sumur gali. Hal ini
disebabkan karena semakin banyaknya bakteri yang mampu
meresap ke dalam sumur. Pembuatan sumur gali yang berjarak
kurang dari 11 meter dari sumber pencemar, mempunyai
resiko tercemarnya air sumur oleh perembesan air dari sumber
pencemar (Kusnoputranto, 1997). Penelitian Marsono (2009),
dihasilkan p value sebesar 0,602 yang berarti tidak ada
pengaruh
jumlah
sumber
pencemar
dengan
kualitas
bakteriologis sumber air bersih.
3.
Jarak Jamban
Semakin jauh jarak jamban dengan sumber air bersih
akan menyebabkan jumlah bakteri semakin sedikit, dan
sebaliknya semakin dekat jamban akan menyebabkan jumlah
bakteri semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena tanah
tersusun dari berbagai jenis material (batu, pasir, dll) yang
25
akan menyaring bakteri yang melewatinya (Marsono, 2009).
Penelitian Boekosoe (2010), menyatakan ada pengaruh jarak
jamban dengan jumlah bakteriologis sumber air bersih. Jarak
letak sumber air bersih dengan jamban paling sedikit 10 meter
karena kemungkinan dengan jarak 10 meter bakteri akan mati
(Boekoesoe, 2010).
4. Jarak Septic tank
Septic tank adalah bak untuk menampung air limbah
yang dialirkan dari WC (Water Closet). Limbah dari septic
tank sangat mempengaruhi pencemaran terhadap sumber air
bersih apabila jarak septic tank dekat dengan sumur gali
(Nazar, 2010). Bapedalda Kota Pekanbaru dalam Status
Lingkungan Hidup tahun 2007, menyatakan penyebab
terjadinya pencemaran air tanah oleh bakteri Coliform
terutama bakteri Escherichia coli karena sebagian besar
penduduk belum mempunyai tangki septic tank yang
memadai, kedalamannya tidak memenuhi ketentuan yang
berlaku, dan letaknya berdekatan dengan sumber air bersih.
Penelitian Sri Pujiati, Rahayu (2010), menyatakan bahwa ada
hubungan antara septic tank dengan jumlah bakteriologis
sumber air bersih.
26
5. Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air
Kedalaman sumber air bersih yang kedap air
merupakan permukaan tertinggi dari air yang naik ke atas yang
kedap air atau tidak dapat dilewati air pada suatu sumber air
bersih.
Ketinggian
permukaan
air
tanah
antara
lain
dipengaruhi oleh jenis tanah, curah hujan, penguapan, dan
keadaan aliran terbuka (sungai). Kedalaman sumber air bersih
yang kedap air akan berpengaruh pada penyebaran bakteri
Coliform secara vertical (Kusnoputranto, 1997).
Pencemaran tanah oleh bakteri secara vertikal dapat
mencapai
kedalaman
3
meter
dari
permukaan
tanah
(Kusnoputranto, 1997). Diperkirakan sampai kedalaman 3
meter masih mengandung bakteri. Oleh karena itu, dinding
dalam yang melapisi sumur sebaiknya dibuat kedap air sampai
dengan 3 meter atau 5 meter (Sumantri, 2010). Dinding sumur
kedap air berperan sebagai penahan agar air permukaan yang
mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan
tanah sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah
tersaring (Sarudji. D, 2010).
Sumber air bersih yang kedalaman kedap airnya
kurang
dari
3
m
dapat
memperbesar
kemungkinan
terkontaminasinya sumber air bersih (Hasnawi, 2012).
Kualitas dinding sumber air bersih yang semakin kedap air
27
akan semakin baik kemampuannya untuk mencegah masuknya
atau
merembesnya
air
dari
sumber
pencemar
yang
mengandung banyak bakteri sehingga bakteri akan tertahan
dan akhirnya mati (Seta, 1983).
6. Arah dan Kecepatan Aliran Air Tanah
Pencemaran air sumur gali oleh bakteri Coliform
dipengaruhi arah aliran air tanah. Aliran air tanah memberikan
pengaruh secara terus menerus terhadap lingkungan di dalam
tanah. Pergerakan aliran air tanah melalui pori-pori tanah akan
mempengaruhi penyebaran pencemar air tanah (Kodoatie,
2010).
Pergerakan aliran air tanah yang mengandung bakteri
Coliform mengarah ke sumur gali, menyebabkan air sumur
gali tercemar oleh bakteri Coliform (Kusnoputranto, 1997).
Aliran air mengarah ke arah berlawanan dengan sumber air
bersih dan kecepatan aliran air yang lambat dapat mengurangi
pencemaran. Di dalam siklus hidrologi maka air tanah secara
alami mengalir oleh karena adanya perbedaan tekanan dan
letak ketinggian lapisan tanah. Air akan mengalir dari tempat
yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu apabila
letak sumur gali berada di bagian bawah dari letak sumber
pencemaran maka bahan pencemar bersama aliran air tanah
akan mengalir untuk mencapai sumur gali (Asdak, 2007).
28
Aliran air yang mengarah ke arah berlawanan dengan
sumber air bersih akan menyebabkan air yang tercemar tidak
mengarah ke sumber air bersih (Chaeriatna, 2007) dan
kecepatan aliran air yang lambat akan memperlambat aliran
sehingga dapat mengurangi pencemaran (Chaeriatna, 2007).
Aliran air dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang bersifat
mengalirkan air secara vertikal ke dalam tanah dan gaya
kapiler yang bersifat mengalirkan air secara tegak lurus ke
atas,
ke
bawah,
dan
ke
arah
horizontal
sehingga
mempengaruhi laju pencemaran bakteri
7. Porositas dan Permeabilitas Tanah
Porositas dan permeabilitas tanah akan berpengaruh
pada penyebaran bakteri Coliform, air merupakan alat
transportasi bakteri dalam tanah. Makin besar porositas dan
permeabilitas
tanah,
makin
besar
kemampuan
untuk
melewatkan air yang berarti jumlah bakteri yang dapat
bergerak
mengikuti
aliran
tanah
semakin
banyak
(Kusnoputranto, 1997). Porositas tanah merupakan persentase
jumlah bagian yang lowong (poros) dari volume material
keseluruhan yang dapat dilalui air dibawah gaya beratnya.
Tekstur
tanah
akan
mempengaruhi
penyebaran
pencemar masuk ke dalam air tanah karena tekstur dan
struktur tanah mempengaruhi penyebaran pori-pori tanah dan
29
permeabilitas tanah yang pada gilirannya dapat mempengaruhi
laju infiltrasi, kemampuan tanah dalam menampung air
(kelembaban tanah), pertumbuhan tanaman, dan proses-proses
biologis dan hidrologis lainnya (Hardjowigeno, 1987). Poripori
mempunyai
perbandingan
yang
beraneka
ragam
(Hardjowigeno, 1987).
Semakin tinggi tingkat porositas tanah maka aliran
tanah semakin cepat sehingga pencemarannya akan lebih cepat
menyebar. Porositas tanah yang besar tidak selalu disertai
dengan permeabilitas yang besar pula. Permeabilitas adalah
kemampuan tanah untuk mengalirkan air dan udara (Linsley,
1989).
Tabel 2.1 Perkiraan Rata-Rata Porositas Berbagai
Bahan
Nama Bahan
Porositas (%)
Permeabilitas
(m/hari)
Lempung
45
0.0004
Pasar
35
41
Kerikil
25
4100
Kerikil dan pasir
0
410
Batu pasir
15
4.1
Batu kapur, serpih
5
0.041
Kwarsit, granit
1
0.0004
Sumber: Linsley, RK and Josep, A.F, 1989
8. Curah Hujan
Air hujan mengalir di permukaan tanah dapat
menyebarkan bakteri Coliform yang ada di permukaan tanah.
Meresapnya air hujan ke dalam lapisan tanah mempengaruhi
30
bergeraknya bakteri Coliform di dalam lapisan tanah. Semakin
banyak air hujan yang meresap ke dalam lapisan tanah
semakin besar kemungkinan terjadinya pencemaran. Pada
musim hujan tingkat Escherichia Coli meningkat hingga 700
koloni per 100 ml sampel air dibandingkan dengan musim
kemarau karena kemungkinan kontaminasi air sumur dengan
limpahan septic tank. Air dapat melarutkan berbagai bahan
kimia yang berbahaya dan merupakan media tempat hidup
berbagai mikroba, maka tidak mengherankan bila banyak
penyakit
menular
melalui
air
(Kusnoputranto,
1997).
Penelitian Ejechi et al di Negeria menyatakan ada perbedaan
yang bermakna (p < 0,05) tingkat kandungan Coliform antara
musim kemarau dan musim hujan. Kandungan Coliform dalam
air sumur lebih tinggi di musim hujan.
9. Kondisi Fisik Sumber Air Bersih
Kondisi fisik sumber air bersih adalah konstruksi
bangunan dan sarana yang mendukung sanitasi sumber air
bersih (Marsono, 2009). Kondisi sumber air bersih ada yang
memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat, hal tersebut
dapat dilihat dari lokasinya seperti jarak terhadap sumber
pencemar dan konstruksinya (Prajawati, 2008). Pembangunan
sumur harus mengikuti standar kesehatan, yaitu jarak terhadap
sumber pencemar dengan konstruksinya (Prajawati, 2008),
31
cincin yang kedap air, lantai semen yang kedap air, dudukan
pompa, dan pipa distribusi (Depkes RI, 1995). Sumber air
bersih yang tidak bercincin atau cincin tidak kedap air mudah
mengalami kontaminasi (Adekunle, 2009).
Penelitian Radjak (2013), kondisi fisik sumber air
bersih memiliki pengaruh terhadap keberadaan bakteri
Escherichia coli. Nining (2007) menyatakan bahwa konstruksi
sumber air bersih yang paling memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kandungan bakteriologis air. Menurut
Hasnawi (2012), pengaruh kontruksi sumber air bersih ditinjau
dari lokasi (jarak antara sumur gali dengan sumber pencermar
≥ 10 m) terhadap kandungan bakteri Escherichia coli pada air
sumber air bersih. Penelitian Prajawati (2008) menunjukkan
bahwa kualitas mikrobiologis air bersih berhubungan secara
signifikan dengan parameter keadaan sumber air bersih, yaitu
lokasi dan konstruksi.
Kondisi fisik sumber air bersih yang tidak memenuhi
standar kesehatan dapat menjadi sumber pencemar karena air
yang sudah tercampur dengan bakteri atau sumber pencemar
lain dapat merembes melalui pori-pori dinding, bibir dan
bagian sumber air bersih yang tidak kedap air sehingga masuk
ke dalam sumber air bersih serta menyebabkan pencemaran
(Radjak, 2013). Bangunan fisik sumur yang tidak memenuhi
32
standar akan mempermudah bakteri meresap dan masuk ke
dalam sumur (Kusnoputranto, 1997).
Tingkat
risiko
pencemaran
sumber
air
bersih
ditentukan dari adanya kontaminasi zat pencemar ke dalam
sumber air bersih. Sumber pencemar tersebut dapat berasal
dari pencemaran air limbah, kotoran, sampah maupun
pencemar 1ain, juga dilihat dari aspek konstruksi maupun
lokasi sarana sumber air bersih (Prajawati, 2008). Semakin
baik kondisi fisik sumber air bersih maka kandungan
bakteriologis air sumur semakin sedikit, sebaliknya jika
semakin buruk kondisi fisik sumber air bersih maka
kandungan bakteriologis air sumur pun semakin banyak
(Radjak, 2013).
Konstruksi sumur yang tidak memenuhi syarat
konstruksi dan jarak sumur dengan sumber pencemar tidak
memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terjadinya
pencemaran air yang akan mengakibatkan meningkatnya
jumlah bakteri Escherichia coli pada air sumur gali (Hasnawi,
2012). Selain itu kondisi fisik atau konstruksi sumur yang
tidak memenuhi standar kesehatan dapat menjadi sumber
pencemar karena air yang sudah tercampur dengan bakteri
atau sumber pencemar lain dapat merembes melalui pori-pori
dinding, bibir dan lantai sumber air bersih yang tidak kedap air
33
dan masuk ke dalam sumber air bersih sehingga menyebabkan
pencemaran (Radjak, 2013). Penelitian Marsono (2009),
kondisi fisik sumber air bersih memiliki pengaruh terhadap
jumlah mikroorganisme dalam sumber air bersih. Penelitian
Ika Nining yang menyatakan bahwa konstruksi sumur gali
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kandungan
bakteriologis sumber air bersih.
10. Jumlah Pemakai
Makin banyak jumlah pemakai sumur berarti semakin
banyak air diambil dari sumur sehingga mempengaruhi
merembesnya bakteri Coliform ke dalam sumur. Banyaknya
jumlah pemakai sumur juga mempengaruhi kemungkinan
terjadinya pencemaran sumur secara kontak langsung antara
sumber pencemar dengan air sumur, misalnya melalui ember
atau tali timba yang digunakan sehingga bakteri akan
merembes ke dalam sumur mengikuti aliran air tanah yang
berbentuk memusat ke arah sumur (Kusnoputranto, 1997).
Frekuensi
pemakaian
air
yang
tinggi
akan
menyebabkan cepatnya aliran tanah dari arah horizontal masuk
ke dalam sumber air tanah. Jadi pengambilan air tanah yang
berlebihan menyebabkan infiltrasi tanah semakin cepat
sehingga air tanah tercemar akan lebih cepat masuk ke dalam
air tanah tersebut (Kodoatie, 2010). Radjak (2013), jumlah
34
pemakai sumber air bersih berpengaruh terhadap jumlah
Escherichiha coli sumber air bersih dan semakin tinggi juga
kemungkinan kontaminasi baik itu dari kontak langsung
manusia.
11. Perilaku
Kebiasaan masyarakat membuat sumur tanpa bibir,
bibir sumur tidak ditutup, mandi dan mencuci di pinggir sumur
akan menyebabkan air bekas mandi dan cuci sebagian
mengalir kembali ke dalam sumur dan menyebabkan
pencemaran. Selain itu kebiasaan mengambil air sumur dan
kebiasaan
membuang
kotoran
manusia
juga
ikut
mempengaruhi (Kusnoputranto, 1997). Penelitian Marsono
(2009), perilaku dalam bentuk tindakan memiliki pengaruh
terhadap kualitas bakteriologis sumber air
bersih (p value
0,001). Penelitian Idhamsyah juga yang menyatakan bahwa
perilaku dalam bentuk tindakan memiliki pengaruh yang
bermakna terhadap kualitas bakteriologis air sumur gali (p
value 0,013)
2.1.11 Hubungan Air dan Kesehatan
Air dapat memberikan manfaat yang menguntungkan dan
memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Air yang
tidak memenuhi persyaratan dapat menjadi media penularan
penyakit yang sangat baik. Menurut Sumantri, A (2010), Penyakit
35
yang di dapat ditularkan melalui media air dapat dikelompokkan
menjadi 4 kategori, yaitu
1.
Waterborne Mechanism
Kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia yang ditularkan melalui mulut dan
sistem pencernaan. Kontaminasi pada manusia dapat melalui
kegiatan minum, mandi, mencuci, proses menyiapkan
makanan,
ataupun
memakan
makanan
yang
telah
terkontaminasi saat proses penyiapan makanan.
2.
Waterwashed Mechanism
Penyakit yang berhubungan dengan air yang digunakan
untuk kebersihan perorangan dan air bagi kebersihan alat-alat
terutama alat-alat dapur serta alat makan. Terjaminnya
kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka penularan
penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi.
3.
Waterbased Mechanism
Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini
memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus
hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host
yang hidup di dalam air.
4.
Waterrelated Insect Vectors of Mechanism
Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang
berkembang biak di dalam air.
36
2.2 Diare
2.2.1
Definisi Diare
Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk
dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi
buang air besar lebih dari biasanya atau lazimnya 3 kali atau lebih dalam
sehari (Depkes, 2003). Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air
besar yang melebihi biasanya atau lebih dari 3 kali dalam sehari dengan
konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah atau
lender dalam tinja (Sardjana, 2007).
2.2.2
Klasifikasi Diare
Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi menjadi
empat, yaitu:
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibat dari diare akut adalah dehidrasi yang
merupakan penyebab utama kematian bagi penderita.
2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari
disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan
kemungkinan terjadinya komplikasi mukosa.
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat diare persisten adalah penderita mengalami
penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
37
4. Diare dengan masalah lain, yaitu apabila pasien menderita diare (diare
akut dan persisten) disertai dengan penyakit lain, seperti demam,
gangguan gizi atau penyakit lainnya.
2.2.3
Etiologi Diare
Menurut Widoyono (2008) dan Depkes (2000), etiologi diare dapat
dikelompokkam menjadi beberapa bagian, yaitu
1.
Virus
: Rotavirus dan Adenovirus.
2.
Bakteri
: Shigella, Salmonella, Escherichia coli, golongan Vibrio,
Clostridium perfringens.
3.
Parasit
: Entamoeba histolytica, Protozoa, Giardia Lamblia,
Cryptosporidium.
4.
Makanan, yaitu makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak
lemak, sayuran mentah dan kurang matang.
5.
Malabsorpsi.
6.
Alergi makanan atau minuman yang tidak dapat dicerna dengan baik.
7.
Imunodefisiensi.
Diare lebih banyak disebabkan oleh infeksi virus dan akibat dari
racun bakteri. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan
mencukupi, serta tersedia air bersih akan menyebabkan pasien yang tidak
kurang gizi biasanya sembuh dari infeksi virus dalam beberapa hari dan
paling lama satu minggu. Namun untuk pasien yang kurang gizi dapat
menyebabkan dehidrasi yang parah (Sardjana, 2007).
38
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 kategori
yaitu, infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi, dan sebabsebab lain. Namun yang sering ditemukan secara empiris adalah diare yang
disebabkan oleh infeksi dan keracunan (Sardjana, 2007).
2.2.4
Patofisiologi Diare
Diare
dapat
disebabkan
oleh
satu
atau
lebih
patofisiologi/patomekanisme di bawah ini, yaitu
1. Diare Sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnnya sekresi air dan
elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap
berlangsung walaupun dilakukan puasa atau minum (Simadibrata, 2006).
2. Diare Osmotik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotic
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat atau zat kimia
yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum
dan defek dalam absorpsi mukosa usus, seperti pada defisiensi
disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).
3. Malabsorpsi Asam Empedu dan Lemak
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi
micelle
empedu
dan
(Simadibrata, 2006).
penyakit-penyakit
saluran
bilier
dan
hati
39
4. Defek Sistem Pertukaran Anion atau Transport Elektrolit Aktif di
Enterosit
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif
NA+K+ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal
(Simadibrata, 2006).
5. Motilitas dan Waktu Transit Usus yang Abnormal
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus
sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.
Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid
(Simadibrata, 2006).
6. Gangguan Permeabilitas Usus
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus
halus (Simadibrata, 2006).
7. Diare Inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada
beberapa keadaan. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan
dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie,
2010).
8. Diare Infeksi
Diare yang disebabkan infeksi oleh bakteri merupakan penyebab
tersering (Simadibrata, 2006).
40
2.2.5
Epidemiologi Diare
Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah
sebagai berikut :
1.
Penyebaran Kuman yang Menyebabkan Diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral
antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau
kontak langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri,
atau kuman penyebab diare ke tubuh manusia dimulai dari cemaran yang
berasal dari kotoran manusia (tinja) yang mencemari air, tanah, tangan,
dan lalat, lalu cemaran itu berpindah ke makanan yang disantap manusia
(Wagner & Lanoix dalam Sardjana, 2007). Sebagian kuman infeksius
penyebab diare dapat ditularkan melalui cairan atau benda yang tercemar
dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang
disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI,
2000).
2.
Faktor Pejamu yang Meningkatkan Kerentanan Terhadap Diare
Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden dan
lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI
sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, dan imunodefisiensi atau
imunosupresi.
3.
Faktor Lingkungan dan Perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan. Dua faktor yang dominan yang mempengaruhi diare, yaitu
41
sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan
tercemar kuman diare serta terakumulasi dengan perilaku yang tidak
sehat maka dapat menimbulkan kejadian diare.
2.2.6
Cara Penularan Diare
Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya melalui fecal-oral,
yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak
langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri atau kuman
penyebab diare ke tubuh manusia dapat melalui 4F, yaitu fluids (air), fields
(tanah), flies (lalat), dan fingers (tangan). Menurut Wagner dan Lanoix dalam
Depkes 2000, tahapan penularannya dimulai dari cemaran yang berasal dari
kotoran manusia (feces) yang mencemari 4F, lalu berpindah ke makanan
yang kemudian disantap manusia (Sardjana, 2007).
Bagan 2.1
Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke Penjamu yang Baru
(Wagner & Lanoix, 1958 dalam Depkes, 2000)
42
Proses pemindahan bakteri dari tinja sebagai pusat infeksi sampai inang
baru dapat melalui berbagai media perantar, antara lain sebagai berikut
(Depkes, 2000).
1.
Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai sumber
penularan bila pembuangannya tidak aman sehingga dapat mencemari
tangan, air, tanah atau dapat menempel pada lalat dan serangga lainnya
yang menghinggapi tinja.
2.
Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya
makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar diminum
oleh manusia.
3.
Tinja dapat mencemari tangan atau jari- jari manusia selanjutnya dapat
mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan,
demikian juga tangan yang telah tercemar dapat langsung kontak dengan
mulut.
4.
Tinja secara langsung dapat mencemari makanan yang kemudian
makanan tersebut dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga, kuman
penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di makanan yang
kemudian dimakan oleh manusia.
5.
Melalui lalat atau serangga lainnya, kuman penyakit dapat mencemari
makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh
manusia.
6.
Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana
pembuangan tinja atau membuang tinja di smebarang tempat, dimana
43
tanah tersebut selanjutya dapat mencemari makanan atau kontak
langsung dengan mulut manusia.
Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman kuman seperti
virus dan bakteri. Air merupakan media penularan utama terjadinya
penularan air melalui fecal-oral. Diare dapat terjadi bila seseorang
menggunakan air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya,
tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada
saat disimpan di rumah (Widoyono, 2008).
2.2.7
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diare
Penyakit diare adalah salah satu penyakit berbasis lingkungan.
Timbulnya penyakit diare sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
1.
Faktor Sosial Ekonomi
Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi diare adalah
pendapatan dan pendidikan. Status ekonomi dan pendidikan yang rendah
akan mempengaruhi sanitasi permukiman yang berperan terhadap
kejadian diare, misalnya kepadatan hunian, ketersediaan jamban,
ketersediaan air bersih, dan sarana untuk memelihara kebersihan
perorangan. Menurut Mugiati (2005) semakin tinggi tingkat pendidikan
maka kualitas penduduk akan semakin baik jika diukur dari aspek
pengetahuan. Penelitian, (Puji Astuti, 2011), menyatakan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare. Masalah kesehatan
lingkungan di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh pendidikan
44
masyarakat, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan yang tidak sejalan
dengan konsep kesehatan (Suhardiman, 2007).
2.
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyakit diare, yaitu
a.
Penyediaan Air
1)
Sumber Air Bersih
Menurut Permenkes RI No.416 Tahun 1990, kualitas
air bersih harus memenuhi syarat kesehatan yaitu persyaratan
fisik, kimia, radioaktif, dan biologi. Mikroorganisme yang
yang digunakan sebagai indikator pencemaran air bersih
adalah Coliform, Fecal Coliform, dan Escherichia Coli.
Persyaratan untuk penyediaan air sumur atau air
tanah perlu diperhatikan konstruksi sumur, sumber pencemar,
dan cara pengolahan air sebelum dikonsumsi (Sarudji D,
2010). Selain itu, kedalaman titik air bersih yang dianjurkan
adalah sekitar 30-40 meter.
Penggunaan air bersih yang cukup mempunyai
risiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan yang
tidak menggunakan air bersih. Dalam hal ini masyarakat dapat
mengurangi
risiko
terhadap
kejadian
diare
dengan
mengunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari
pencemar atau kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
dengan penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2002).
45
Dalam kesehatan lingkungan, perhatian air dikaitkan
sebagai faktor pemindah atau penularan penyakit. Dalam hal
ini E.G. Wagner dalam Sardjana (2007), air berperan dalam
menularkan
penyakit-penyakit
saluran
pencernaan.
Air
membawa penyebab penyakit dari tinja penderita, kemudian
sampai ke tubuh orang lain melalui makanan dan minuman
(Sarudji D, 2010). Penelitian (Tri Bintoro, 2010) menyatakan
bahwa
sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat
kesehatan beruhubungan dengan kejadian diare (p value
0,009).
2)
Air Minum
Menurut
Permenkes
RI
No.
416/MENKES/PER/IX/1990, air minum adalah air yang
kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat
diminum. Air bersih yang dijadikan sebagai air minum harus
dimasak terlebih dahulu. Memasak air merupakan cara paling
baik untuk proses purifikasi air di rumah. Agar proses
purifikasi menjadi lebih efektif, maka air dibiarkan mendidih
antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar bakteri telah
mati (Candra, 2007). Penelitian Umiati (2009) menyatakan
bahwa sumber air minum yang dikonsumsi berhubungan
dengan kejadian diare (p value 0,001). Penelitian Zubir (2006)
46
menyatakan bahwa sumber air minum yang digunakan
mempengaruhi terjadinya diare akut dengan nilai p < 0,05.
3)
Jarak Sumur dengan Jamban
Sampai kedalaman 10 feet dari permukaan tanah,
dinding sumur dibuat kedap air yang berperan sebagai
penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam
sumur telah melewati lapisan tanah sehingga mikroba yang
mungkin ada didalamnya telah tersaring dengan baik (Sarudji.
D, 2010). Penelitian Primadani (2012), kejadian diare
dipengaruhi oleh ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi
persyaratan karena sumur atau bak penampungan air
berdekatan dengan kamar mandi dan jamban.
b. Jamban
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk
membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu
tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut dalam suatu tempat
dan
tidak
menjadi
penyebab
penyakit
serta
mengotori
lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995). Penelitian Rahadi
(2005) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kepemilikan
jamban dengan kejadian diare di Desa Panganjaran Kabupaten
Kudus. Penelitian Wibowo, et al (2004), tempat pembuangan
tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan
47
risiko terjadinya diare. Menurut Notoatmodjo (2003), jenis
jamban dapat dikekelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu
1)
Pit Privacy (Cubluk)
Lubang dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5- 8
m. Dinding diperkuat dengan batu atau bata, dan lama
pemakaiannya antara 5-15 tahun.
2)
Bored Hole Latrine
Bersifat sementara dan berukuran kecil. Jika penuh
dapat meluap sehingga mengotori air permukaan.
3)
Angastrine
Berbentuk leher angsa dan selalu terisi air yang
berfungsi sebagai sumbatan agar bau busuk tidak keluar.
Menurut Entjang (2000), jamban yang memenuhi syarat
kesehatan adalah jamban leher angsa.
4)
Overhung Latrine
Kakusnya dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa,
dan lain-lain sehingga feses dapat mengotori air permukaan.
5)
Jamban Cemplung Kakus (Pit Latrine)
Jamban cemplung tanpa jamban dan tutup sehingga
kurang sempurna. Serangga mudah masuk dan berbau, dan
jika musim hujan akan mengakibatkan jamban penuh oleh
air. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15
meter.
48
6)
Jamban Empang (Fishpond Latrine)
Jamban dibangun diatas empang. Tinja dapat dimakan ikan.
Dalam pembangunan tempat pembuangan tinja diperlukan
beberapa persyaratan, yaitu (Sarudji. D, 2010)
1)
Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah.
2)
Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.
3)
Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah pemukaan.
4)
Tinja tidak dapat di jangkau oleh lalat atau binatang-binatang
lainnya.
5)
Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan serta
memenuhi syarat estetika.
c. Sampah
Sampah yang mudah membusuk merupakan sumber
makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor
penyakit terutama penyakit saluran pencernaan, seperti thypus,
kolera, diare, dan disentri (Hiswani, 2003).
d. Sanitasi Makanan
Penanganan makanan yang tidak benar dapat menjadi
penyebab diare apabila mencuci sayuran dan buah dengan cara
tidak benar sehingga beresiko terkontaminasi bakteri. Mencuci
sayuran dan buah yang baik adalah menggunakan air mengalir
(Hiswani, 2003). Penanganan makanan yang kurang higienis dapat
meningkatkan insidens diare. Agen-agen patogen dan berbagai
49
macam toksin yang ada dalam bahan makanan atau minuman dapat
rusak dengan pemanasan, misalnya cukup waktu dalam pemanasan
dan pemanasan kembali dapat menurunkan jumlah agen sehingga
aman untuk dikonsumsi (Hiswani, 2003).
3. Faktor Perilaku
Faktor perilaku dapat meningkatkan insiden, beratnya penyakit
dan lamanya diare. Beberapa perilaku dan keadaan yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu (Depkes, 2009)
a. Menggunakan Air Minum yang Tercemar
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat
penyimpanan. Untuk mengurangi risiko tercemarnya air minum
maka perlu adanya antisipasi seperti menutup tempat penyimpanan
air, menggunakan air yang bersih, dan memasak air sampai
mendidih (Chandra, 2007). Penelitian Yulisa (2008), menunjukkan
bahwa ada pengaruh sumber air minum dengan kejadian diare pada
balita dengan nilai (p value 0,0001).
b. Kebiasaan Membuang Feses
Feses mengandung bakteri atau virus dalam jumlah besar,
oleh karena itu feses harus dibuang secara benar (Depkes, 2009).
c. Menggunakan Jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penularan risiko terhadap penyakit diare (Depkes, 2009).
50
d. Kebiasaan Mencuci Tangan
Perilaku mencuci tangan mempunyai pengaruh yang
penting dalam penularan atau kejadian diare, misalnya mencuci
tangan dengan sabun terutama sebelum dan setelah makan, setelah
buang air besar, sesudah membuag tinja anak (Depkes RI, 2002).
2.2.8
Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Menurut Depkes RI (2009), hal yang perlu dilakukan untuk
mengendalikan atau mencegah timbulnya diare, yaitu
1. Penyediaan sarana air bersih dan jamban yang memenuhi syarat
kesehatan.
2. Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum mengolah
makanan, dan setelah buang air besar.
3. Merebus air minum hingga mendidih.
4. Membiasakan buang air besar di WC/kakus/jamban.
5. Menutup makanan rapat-rapat agar terhindar dari lalat.
6. Memberikan ASI pada bayi hingga usia 2 tahun.
7. Penyuluhan kesehatan
51
2.3
Kerangka Teori
Diare disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
penggunaan sumber air bersih yang tidak memenuhi persyaratan secara
bakteriologis karena air tersebut tercemar oleh bakteri Escherichia coli
yang berasal dari cemaran tinja (Sander, 2005). Bakteri Escherichia coli
akan menghasilkan enteroksin pada saluran usus yang akan menyebabkan
diare. Sebagian besar bakteri yang menyebabkan diare ditularkan melalui
waterborne mechanism, yaitu ditularkan melalui fecal oral atau dengan
memasukkan cairan atau benda yang tercemar oleh bakteri Escherichia coli
ke dalam mulut, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang
disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).
Salah satu tempat yang dapat ditemukannya Escherichia coli adalah
sumber air bersih. Jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jarak jamban dengan sumber air
bersih (Boekoesoe, 2010), jarak septic tank dengan sumber air bersih
(Prajawati, 2008), kondisi fisik sumber air bersih (Kusnoputranto, 1997),
jenis dan jumlah sumber pencemar (Kusnoputranto, 1997), arah aliran air
tanah (Kodoatie, 2010), porositas dan permeabilitas tanah (Kusnoputranto,
1997), curah hujan (Kusnoputranto, 1997), jumlah pemakai sumber air
bersih, kedalaman sumber air bersih yang kedap air (Sumantri, 2010), dan
perilaku (Kusnoputranto, 1997).
52
Jarak jamban dengan sumber air bersih
Jarak septic tank dengan sumber air
Kondisi fisik sumber air bersih
Jenis dan jumlah sumber pencemar
Arah aliran air tanah
Jumlah Eschericihia
coli pada sumber air
bersih penderita diare
Porositas dan permeabilitas tanah
Curah hujan
Jumlah pemakai sumber air bersih
Kedalaman sumber air bersih yang kedap
air
Perilaku
Bagan 2.2. Kerangka Teori
Teori dan Penelitian dari Kusnoputranto (1997), Kodatie, R (2010), Prajawati
(2008) , Boekoesoe, L (2010), Sumantri, A (2010)
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS,
3.1
Kerangka Konsep
Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, yaitu
jenis dan jumlah sumber pencemar karena penelitian ini hanya ingin meneliti
jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih yang disebabkan oleh
pencemaran tinja; arah aliran air tanah karena tidak bisa diketahui dengan
observasi; porositas dan permeabilitas tanah karena memerlukan uji
laboratorium yang lebih spesifik; curah hujan karena tidak ada perbedaan
curah hujan pada satu lokasi penelitian; jumlah pemakai sumber air bersih
karena dalam satu rumah tangga jumlah pemakai relatif sedikit; dan perilaku
karena yang mempengaruhi jumlah bakteri adalah perilaku terhadap sumur
gali, sedangkan masyarakat Kelurahan Pakujaya lebih banyak yang
menggunakan sumber air pompa.
Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel
bebas (independen). Pada penelitian ini yang menjadi varaibel dependen
adalah jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih penderita diare.
Sedangkan variabel independen adalah faktor kedalaman sumber air bersih
yang kedap air, jarak jamban dengan sumber air besih, jarak septic tank
dengan sumber air bersih, dan kondisi fisik sumber air bersih.
53
54
Variabel Independen
Variabel Dependen
Kedalaman sumber air bersih
yang kedap air
Jarak septic tank dengan sumber
air bersih
Jumlah
Eschericihia
coli pada sumber air
Kondisi fisik sumber air bersih
bersih penderita diare
Jarak jamban dengan sumber air
bersih
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
55
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
APM/100 ml
Rasio
0. ≥ 3 m
Ordinal
Variabel Dependen
Jumlah
bakteri Jumlah bakteri Escherichia coli yang Laboratorium (Uji Most Lembar hasil
Escherichia coli
terdapat pada air bersih berdasarkan Probable Number)
pengukuran
hasil pemeriksaan uji MPN.
Variabel Independen
Kedalaman
Kedalaman sumber air bersih yang Wawancara
sumber
kedap air dalam satuan meter.
bersih
air
Kuesioner
1. ≥ 3 m
yang
(Sumantri, 2010)
kedap air.
Jarak jamban
Hasil pengukuran jarak dari jamban Mengukur jarak dengan 1. Meteran
ke sumber air bersih yang digunakan menggunakan meteran.
2. Lembar
untuk kebutuhan sehari-hari dalam
hasil
satuan meter.
pengukuran
0: Jarak
< 10 Ordinal
meter
1: Jarak ≥ 10
meter
56
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Variabel Independen
Jarak
septic
tank
Hasil pengukuran jarak dari septic Mengukur jarak dengan 1. Meteran
tank ke sumber air bersih
yang menggunakan meteran.
2. Lembar
digunakan sehari-hari dalam satuan
hasil
meter.
pengukuran
fisik Observasi
Lembar
meter.
1: Jarak ≥ 10
meter
Hasil
sumber
sumber air bersih yang memenuhi
obsevasi/
(Jika
persyaratan kesehatan, seperti jarak
Lembar
observasi
sumber pencemar, genangan air
checklist
memiliki skor
bersih
bentuk
< 10 Ordinal
Kondisi fisik
air
pengamatan
0: Jarak
0. Tidak Baik
disekitar pompa, genangan air diatas
lantai
semen
sekeliling
pompa,
hasil
> 5).
1.
Baik
(Jika
saluran pembuangan air limbah,
hasil observasi
lantai semen, dudukan pompa, pipa
memiliki skor
distribusi,
skor ≤ 5).
digunakan.
dan
kran
air
yang
(Suhardiman,
2007)
Ordinal
57
3.3
Hipotesis
3.3.1 Ada pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air terhadap
jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.
3.3.2 Ada pengaruh jarak jamban terhadap jumlah Escherichia coli pada
sumber air bersih.
3.3.3 Ada pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah Escherichia coli pada
sumber air bersih.
3.3.4 Ada pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah
Escherichia coli pada sumber air bersih.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitan ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional (potong lintang) karena pada penelitian ini variabel independen dan
dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama. Variabel dependen
pada penelitian ini jumlah bakteri Escherichia coli. Sedangkan variabel
independen adalah kedalaman sumber air bersih yang kedap air, jarak jamban
dengan sumber air bersih, jarak septic tank dengan sumber air bersih, dan
kondisi fisik sumber air bersih.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong
Utara Kota Tangerang Selatan.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari-April 2014.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya
akan diduga atau dianalisis (Sumantri, 2011). Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh penderita diare yang berobat di Puskesmas Paku Alam
dan berdomisili di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota
58
59
Tangerang Selatan. Berdasarkan data Laporan Puskesmas Paku Alam,
angka kesakitan diare pada Bulan Januari-Februari Tahun 2014 di
Kelurahan Pakujaya berjumlah 83 penderita, sehingga didapatkan jumlah
populasi sebesar 83 populasi.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diukur
(Sumantri, 2011). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan total
sampling atau sampel jenuh karena jumlah populasi relatif sedikit.
Sampel dalam penelitan ini adalah penderita diare yang berobat ke
Puskesmas Paku Alam pada bulan Januari-Februari 2014, berdomisili di
Kelurahan Paku Jaya, bersedia menjadi responden, terdapat jamban,
terdapat septic tank, terdapat sumber air bersih di rumahnya,
dan
menggunakan air bersih untuk keperluan makan serta minum. Jumlah
sampel yang didapatkan sebesar 70 responden karena kesulitan dalam
mencari rumah responden dan tidak sesuai dengan kriteria sampel.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Peneliti melakukan pengumpulan data primer dengan cara mengukur
jarak jamban dan septic tank ke sumber air bersih dengan menggunakan
meteran. Peneliti melakukan observasi dengan menggunakan lembar observasi
atau lembar checklist yang diadopsi dari Depkes RI tahun 1995 untuk
mengetahui kondisi fisik sumber air bersih. Kedalaman sumber air bersih yang
kedap air diketahui dengan cara wawancara menggunakan kuesioner.
60
Sedangkan, untuk mengetahui jumlah bakteri Eschecrichia coli pada sumber air
bersih dilakukan uji MPN (Most Probable Number).
4.4.1 Teknik Pengambilan Air Bersih
Air bersih diambil dari kran yang digunakan masyarakat untuk
keperluan sehari-hari. Pengambilan air bersih dilakukan dengan cara
aseptis dan menggunakan botol kaca yang steril, bagian mulut botol kaca
tersebut dibakar oleh nyala api. Kemudian bakar ujung kran dan bagian
dalamnya dengan nyala api selama ½ - 5 menit dan biarkan air mengalir
dengan debit tinggi selama ± 5 menit. Lalu kecilkan debit kran dan
biarkan air mengalir selama satu menit. Langkah selanjutnya isi air
tersebut sampai ¾ volume bersih dengan botol yang sudah dibakar oleh
nyala api. Bagian dalam botol dan tutup tidak boleh disentuh, kecuali
oleh air bersih tersebut.
4.4.2 Uji MPN (Most Probable Number)
Alat yang digunakan adalah neraca, autoklaf, inkubator, tabung
reaksi, tabung durham, pipet mohr 10 ml, erlenmeyer, labu takar,
pembakaran spirtus, cawan petri, dan botol kaca. Sedangkan bahan yang
diperlukan adalah kaldu laktosa, sampel air bersih, Briliant Green
Lactose Bile Broth (BGLBB), aquades, DFD Free Chlorin, EMB agar
(Eosin Metylen Blue). Dalam penelitian ini dilakukan analisis
mikrobiologi dengan menggunakan metode Most Probable Number
(MPN) dengan acuan APHA9221 B-2005.
61
A. Analisa Mikrobiologi
Berikut ini adalah prinsip dan cara kerja dalam analisa mikrobiologi.
1. Prinsip
a. Total Coliform
Untuk menghitung bakteri Coliform dapat digunakan
metode MPN. Perhitungan MPN berdasarkan pada jumlah
tabung reaksi yang positif, yaitu yang ditumbuhi oleh mikroba
setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan
tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya
kekeruhan atau terbentuknya gas di dalam tabung kecil
(tabung durham) yang diletakan terbalik, yaitu jasad renik
yang membentuk gas (Waluyo, 2008). Untuk menguji sifat itu
diperlukan beberapa tahap pengujian yaitu:
1) Uji Pendugaan
Uji pendugaan adalah uji khas bakteri Coliform
dengan menggunakan media laktosa, di mana bakteri
mampu menggunakan laktosa sebagai sumber karbon
ditandai dengan terbentuknya asam dan gas yang dapat
dideteksi dengan indikator tertentu. Sedangkan untuk
mendeteksi adanya gas digunakan tabung durham terbalik,
hasil positif yang ditandai dengan terbentuknya asam dan
gas.
62
2) Uji Penegasan
Uji penegasan merupakan uji lanjutan dari uji
pendugaan adanya bakteri Coliform secara pasti, uji ini
menggunakan media BGLBB yang berisi tebung durham
terbalik, dimana media ini digunakan dengan tujuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan
mengiatkan pertumbuhan bakteri gram negatif, hasil yang
positif ditandai dengan adanya gas dalam tabung durham,
nilai ini ditunjukan sebagai angka rujukan pada daftar JPT.
b.
Escherichia coli
Metode hitungan cawan adalah salah satu metode yang
dapat digunakan untuk menguji kualitas air bersih. Metode
hitungan cawan merupakan metode yang paling sensitif untuk
menentukan jasad renik, dengan prinsip jika sel jasad renik yang
masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel jasad
renik tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni
yang dapat dilihat langsung dan dihitung tanpa menggunakan
mikroskop (Fardiaz, 1992).
Pada mengidentifikasi Escherichia coli digunakan media
agar EMB (Eosin Metylen Blue), media agar EMB bila terdapat
bakteri Escherichia coli jika positif akan terbentuk warna hijau
terang pada media agar EMB.
63
2. Cara Kerja
Cara
kerja
dalam
analisis
mikrobiologi
yaitu
pembuatan media , sterilisasi alat dan media serta pemeriksaan
Total Coliform dan Escherichia coli.
a. Pembuatan Media
1) Pembuatan Media Total Coliform
Pembuatan media total Coliform dilakukan
dengan cara sebagai berikut.
a) Timbang 1,3 gram Lactose Broth dimasukkan
dalam wadah gelas piala dilarutkan dengan 100 ml
aquades. Dipipet masing-masing 10 ml ke dalam
10 tabung reaksi.
b) Timbang
0.65
gram
media
Lactose
Broth
dimasukkan ke dalam wadah gelas piala dilarutkan
dengan 25 ml aquades. Dipipet masing-masing 5
ml ke dalam 5 tabung reaksi.
c) Timbang 6 gram media BGLBB (Brilliant Green
Lactose Bile Broth) dimasukkan dalam gelas piala
yang dilarutkan dengan 150 ml aquades. Dipipet
masing-masing 10 ml ke dalam 15 tabung reaksi.
d) Dimasukkan 1 tabung durham secara terbalik ke
dalam tiap tabung.
64
e) Ditutup mulut tabung reaksi dengan disumbat
kapas, dan sumbat tersebut harus sedemikian kuat
sehingga dapat dicabut dari tabungnya dengan
menggunakan kelingking.
f) Dimasukkan tabung-tabung tersebut ke dalam
beaker glass, ditutup bagian atasnya dengan kertas
kemudian diikat erat-erat dengan karet.
g) Media siap untuk disterelisasi.
2) Pembuatan Media Escerichia coli
Pembuatan media Escherichia coli dilakukan
dengan cara
1. Ditimbang 3,75 gram media agar EMB (Eosin
Metylen
Blue)
dimasukkan
dalam
wadah
Erlenmeyer dilarutkan dengan 100 ml aquades.
2. Ditutup mulut Erlenmeyer dengan disumbat kapas,
dan sumbat tersebut harus sedemikian kuat
sehingga dapat dicabut dari tabungnya dengan
menggunakan kelingking.
3. Ditutup bagian atas erlenmeyer dengan kertas
kemudian diikat erat-erat dengan karet.
4. Media siap untuk disterilisasi.
65
b. Sterilisasi
Berikut ini adalah cara kerja sterilisasi alat dan media
pada analisa mikrobologi.
1)
Sterilisasi Botol Kaca
Sterilisasi botol kaca dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
a) Cuci botol dengan air bersih yang mengalir.
b) Tuangkan alkohol kedalam botol dan kocok agar botol
terkena alkohol secara merata.
c) Panaskan botol kedalam oven dengan suhu 60-180°C.
2)
Alat
Sterilisasi alat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
a) Alat-alat
yang
akan
disterisasi
dibersihkan
dan
dikeringkan.
b) Lalu dibungkus dengan kertas (untuk pipet dan pinggan
petri)
c) Dimasukan dalam autoklaf dan diatur suhunya sampai
mencapai 121°C selama 20 menit.
3)
Media
Sterilisasi alat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
1. Media yang akan disterelisasi dimasukan kedalam
autoklaf.
2. Suhu diatur hingga 121°Cselam 60 menit.
66
3. Autoklaf dimatikan dan dibiarkan manomater sampai
menunjukan angka nol, autoklaf dibuka dan dibiarkan
hingga dingin.
4) Pemerikasaan Total Coliform dan Escherichia coli
Berikut ini adalah cara kerja pemeriksaan Total
Colifrom dan Escherichia coli. Untuk Total Coliform dengan
beberapa tahap pengujian yaitu: uji pedugaan dan uji
penegasan.
a) Uji Pendugaan
Uji pendugaan dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu
1. Pengerjaan contoh dilakukan secara aseptik, dengan
cara didekatkan dengan api.
2. Dipipet contoh masing-masing 10 ml ke dalam tabung
medium.
3. Dipipet contoh masing-masing 1 ml ke dalam tabung
medium.
4. Dipipet contoh masing-masing 0,1 ml ke dalam tabung
medium.
5. Tabung
digoyang-goyangkan
sehingga
contoh
tercampur dengan medium secara merata.
6. Diinkubasi semua tabung pada suhu 35°C selama 24
jam.
67
7. Dicatat tabung-tabung yang menujukkan reaksi positif ,
yaitu terbentuk asam dan gelembung gas.
8. Tabung-tabung yang belum menunjukkan adanya
gelembung gas diinkubasikan kembali pada suhu 35°C
selama 24 jam.
b. Uji Penegasan
Uji penegasan dilakukan dengan beberapa langkah, yaitu
1. Pengerjaan inokulasi dilakukan secara aseptis, dengan
cara di dekatkan dengan api.
2. Digoyang-goyangkan tabung dari hasil uji pendugaan
yang menunjukkan reaksi positif.
3. Dari tabung-tabung tersebut, diinokulasikan sebanyak
1 ml ke dalam tabung reaksi medium BGLBB
(Brilliant Green Lactose Bile Broth) untuk uji Total
Coliform.
4. Tabung-tabung tersebut diinkubasikan pada suhu 35°C
selama 48 jam.
5. Adanya gelembung gas menunjukkan Total coliform
positif.
6. Dihitung jumlah Total coliform per 100 ml contoh
dengan
menggunakkan
Terdekat (JPT).
daftar
Pumlah
Perkiraan
68
7. Apabila hasil tabung tidak terdapat pada kombinasi
tabung yang positif pada tabel JPT, maka jumlah
bakteri
per
100
ml
harus
dihitung
dengan
menggunakkan rumus :
Jumlah bakteri (JPT/100 ml) = A x 100
√B x C
Keterangan: A: Jumlah tabung yang positif
B: Jumlah (ml) contoh dalam tabung
negatif
C: Volume (ml) contoh dalam semua
tabung
8. Apabila volume semua contoh tidak sesuai dengan
ketentuan tabel JPT, maka jumlah bakteri per 100 ml
dihitung dengan rumus :
Jumlah bakteri (JPT/100 ml) = Z x 100
Y
Keterangan: Z: jumlah bakteri dari tabel JPT
Y: Volume (ml) contoh terbesar
c. Uji Esherichia coli
Uji Escherichia coli dilakukan dengan beberapa
langkah, yaitu
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Menimbang media EMB dan agar sesuai dengan
kebutuhan.
69
3. Melakukan pemanasan untuk sterilisasi media EMB
dengan
menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C
dan waktu 50 menit.
4. Melakukan
penyemprotan
tangan
dengan
menggunakan alkohol dan menyalakan lampu spirtus.
5. Melakukan inokulasi dengan memasukan sampel air ke
dalam cawan petri dengan memipet 1 ml sampel
dengan teknik penanaman goresan sinambung (streak).
6. Dituangkan media EMB ke dalam cawan petri yang
sudah terdapat sampel.
7. Melakukan inkubasi selama 24-48 jam dengan suhu
35°C.
8. Melakukan pengamatan yaitu dengan cara melihat
warna yang di timbulkan oleh bakteri tersebut.jika
berwarna hijau metalik berarti positif keberadaan
bakteri Escherichia coli terdapat dalam sampel air.
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner, lembar
observasi atau lembar checklist, dan lembar hasil pengukuran. Kuesioner
digunakan untuk mengetahui kedalaman sumber air bersih yang kedap air
dengan metode wawancara. Lembar observasi diadopsi dari Depkes RI 1995 dan
diisi berdasarkan hasil observasi atau pengamatan peneliti mengenai kondisi
fisik sumber air bersih. Lembar hasil pengukuran diisi berdasarkan hasil
70
pengukuran jarak dari jamban dan septic tank ke sumber air bersih dengan
menggunakan meteran. Untuk variabel Escherichia coli digunakan uji MPN
(Most Probable Number) pada air bersih.
4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4.6.1 Rencana Pengolahan Data
Rencana pengolahan data dalam penelitian ini adalah
1) Tahap editing, dalam tahap ini peneliti melihat adakah data yang
belum lengkap, ketidakjelasan dalam pengisian kuesioner, relevan
dengan pertanyaan, dan konsisten dalam menjawab kuesiener.
2) Tahap coding, dalam tahap ini peneliti memberikan kode-kode
tertentu untuk memudahkan dalam tahap pengolahan data. Mengkode
jawaban berupa merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka. Angka yang digunakan dalam pengkodean adalah 0
dan 1, angka 0 untuk jawaban yang tidak memenuhi atau ya dan
angka 1 untuk jawaban yang memenuhi atau tidak. Kedalaman
sumber air bersih yang kedap air dikategorikan < 3 meter dan ≥ 3
meter (Sumantri, 2010). Jarak jamban dan septic tank dikatakan tidak
memenuhi syarat jika jaraknya < 10 meter dan dikatakan memenuhi
syarat jika jaraknya ≥ 10 meter (Depkes RI, 2009). Menurut
Suhardiman (2007), kondisi fisik sumber air bersih dikatakan baik
jika skornya dibawah median (nilai/skor 0-5) dan dikatakan tidak baik
jika skornya diatas median (nilai/skor 6-10).
71
a. Alternatif penggunaan sumber air
minum
0. Ya
1. Tidak
b. Alternatif penggunaan sumber air
untuk memasak
0. Ya
1. Tidak
c. Kedalaman sumber air bersih yang
0. < 3 meter
1. ≥ 3 meter
kedap air
d. Jarak antara jamban dengan sumber
air bersih
0. Tidak Memenuhi
1. Memenuhi
e. Jarak antara septic tank dengan
sumber air bersih
0. Tidak Memenuhi
1. Memenuhi
f. Kondisi fisik sumber air bersih
0. Tidak Baik
1. Baik
g. Bakteri Coliform
0. Tidak Memenuhi
1. Memenuhi
3) Tahap entry data, dalam tahap ini peneliti menggunakan software
statistik. Data yang telah dikumpulkan dimasukkan ke dalam software
statistik untuk dianalisis.
4) Tahap cleaning data, dalam tahap ini yang dilakukan peneliti adalah
memeriksa dan memastikan data yang telah di entry di dalam software
statistik dengan tujuan untuk mengetahui missing data dan variasi
data.
4.6.2
Analisis Data
a. Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran
distribusi
frekuensi
dari
variabel
penelitian
dengan
cara
mendeskripsikan tiap-tiap variabel. Hasil penelitian dilakukan dengan
72
menggunakan tabel distribusi frekuensi, mean, standar deviasi, nilai
minimum, dan nilai maksimum.
b. Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat uji hipotesis antara
variabel
dependen dan variabel independen. Penelitian ini
menggunakan uji statistik Mann Whitney karena data numerik tidak
berdistribusi normal. Derajat kemaknaan (α) yang digunakan adalah
5%. Jika p value ≤ 0,05 maka perhitungan secara statistik
menunjukkan adanya pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen.
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Kelurahan Pakujaya merupakan salah satu kelurahan di wilayah
Kecamatan Serpong Utara dengan luas wilayah 743 Ha. Curah hujan ratarata 330 mm/tahun. Adapun batas wilayah Kelurahan Pakujaya sebagai
berikut:
Sebelah Utara
: Kota Tangerang
Sebelah Timur
: Kota Tangerang dan Kecamatan Pondok
Aren
Sebelah Barat
: Kelurahan Pakualam
Sebelah Selatan
: Kelurahan Pondok Jagung Timur
Kelurahan Pakujaya terdiri dari 24 RW dan 121 RT. Jumlah penduduk
Kelurahan Pakujaya adalah 18374 jiwa. Tingkat pendidikan penduduk
sebagian besar adalah lulus SLTA sebesar 8286 orang. Sedangkan, sarjana
lengkap (S1) sebesar 1606 orang, sarjana muda (akademi) sebesar 265
orang, SLTP sebesar 794 orang, SD sebesar 814, dan TK sebesar 892 orang.
73
74
5.2. Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Pakujaya yang
terdata di Puskesmas Paku Alam mengalami sakit diare pada bulan Januari
dan Februari Tahun 2014. Lebih jelasnya sebaran responden dalam
penelitian dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5.1
Sebaran Responden Penelitian
75
5.3. Analisis Univariat
Analisis univariat mendeskripsikan jumlah bakteri Coliform pada
sumber air bersih, jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih,
kedalaman sumber air bersih, jarak antara jamban dengan sumber air bersih,
jarak antara septic tank dengan sumber air bersih, dan kondisi fisik sumber
air bersih.
5.3.1
Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber Air Bersih
Jumlah bakteri Coliform pada sumber air bersih diperoleh dari
hasil pengujian laboratorium uji MPN (Most Probable Number) oleh
Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) dengan standar
Permenkes
RI
No.
416/Menkes/per/IX/1990.
Kriteria
yang
digunakan dibagi menjadi dua, yaitu air bersih yang tidak memenuhi
syarat dan memenuhi syarat. Dikatakan memenuhi syarat jika
terdapat bakteri Coliform ≤ 50 per 100 ml air, sedangkan dikatakan
tidak memenuhi syarat jika > 50 per 100 ml air. Gambaran jumlah
bakteri Coliform pada sumber air bersih penderita diare dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.1
Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber Air Bersih
Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari
Tahun 2014
Jumlah Bakteri Coliform
Pada Air Bersih
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
Total
Jumlah
38
32
70
Persentase
(%)
54,3
45,7
100
76
Hasil analisis pada tabel 5.1, dari 70 responden terdapat 38
responden (54,3%) yang memiliki sumber air bersih dengan jumlah
Coliform
tidak
memenuhi
syarat
Permenkes
RI
No.
416/MENKES/PER/IX/1990.
5.3.2
Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada Sumber Air
Bersih
Jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih
diperoleh dari hasil pengujian laboratorium uji MPN (Most Probable
Number) oleh Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) setelah
mengetahui jumlah bakteri Coliform. Jumlah bakteri Escherichia coli
pada penelitian ini tidak dikategorikan karena bertujuan untuk
mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Gambaran jumlah bakteri
Escherichia coli pada sumber air bersih penderita diare dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.2
Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada 70
Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya
Bulan Januari-Februari Tahun 2014
Variabel
Jumlah
bakteri
Escherichi
a coli
Mean
(APM/
100 ml
Median
(APM/
100 ml
Standar
Deviasi
(APM/
100 ml
204, 83
26,00
442,720
Minimum Maksimum
(APM/100 (APM/100
ml)
ml)
1
1601
77
Hasil analisis bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih
pada tabel 5.2 didapatkan nilai mean sebesar 204,83 dengan nilai
standar deviasi sebesar 442,720. Sedangkan nilai minimum 1
APM/100 ml dan nilai maksimum 1601 APM/100 ml.
5.3.3
Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air
Hasil penelitian mengenai kedalaman sumber air bersih yang
kedap air diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner.
Dalam penelitian ini, kedalaman sumber air bersih diklasifikasikan
berdasarkan teori dan penelitian terdahulu mengenai kedalaman
sumber air bersih yang mempengaruhi jumlah bakteri. Kriteria yang
digunakan adalah kedalaman < 3 m dan kedalaman ≥ 3 m (Sumantri,
2010).
Tabel 5.3
Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih Kedap Air Penderita
Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun
2014
Kedalaman Sumber Air
Jumlah
Persentase (%)
Bersih Kedap Air (m)
<3
11
15,7
≥3
59
84,3
70
100
Total
Berdasarkan tabel 5.3, dari 70 responden terdapat 11
responden (15,7%) yang memiliki sumber air bersih dengan
kedalaman kedap air < 3 m.
78
5.3.4
Gambaran antara Jarak Jamban dengan Sumber Air Bersih
Dalam penelitian ini, jarak antara jamban dengan sumber air
bersih diklasifikasikan berdasarkan hasil pengukuran jarak. Kriteria
yang digunakan berdasarkan peraturan Depkes RI 2009 untuk
menentukan jarak yang memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat.
Kategori tidak memenuhi syarat dengan jarak < 10 m dan kategori
memenuhi syarat dengan jarak ≥ 10 m.
Tabel 5.4
Gambaran Jarak antara Jamban dengan Sumber Air Bersih
Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari
Tahun 2014
Jarak antara Jamban
Persentase
dengan Sumber Air
Jumlah
(%)
Bersih
Tidak memenuhi syarat
68
97,1
Memenuhi syarat
2
2.9
70
100
Total
Berdasarkan tabel 5.4, dari 70 responden terdapat 68
responden (97,1%) yang memiliki jarak jamban dengan sumber air
bersih yang tidak memenuhi syarat sesuai aturan Depkes RI 2009.
5.3.5
Gambaran antara Jarak Septic Tank dengan Sumber Air Bersih
Dalam penelitian ini, jarak antara septic tank dengan sumber
air bersih diklasifikasikan berdasarkan hasil pengukuran jarak.
Kriteria yang digunakan berdasarkan peraturan Depkes RI 2009
untuk menentukan jarak yang memenuhi syarat atau tidak memenuhi
syarat. Kategori tidak memenuhi syarat dengan jarak < 10 m dan
kategori memenuhi syarat dengan jarak ≥ 10 m.
79
Tabel 5.5
Gambaran Jarak antara Septic Tank dengan Sumber Air Bersih
Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari
Tahun 2014
Jarak antara Septic Tank
Persentase
dengan Sumber Air
Jumlah
(%)
Bersih
Tidak memenuhi syarat
45
64,3
Memenuhi syarat
25
35,7
70
100
Total
Berdasarkan tabel 5.5, dari 70 responden terdapat 45
responden (64,3%) yang memiliki jarak antara septic tank dengan
sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat sesuai aturan Depkes
RI 2009.
5.3.6
Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih
Kondisi fisik sumber air bersih didapatkan dari hasi hasil
observasi dengan menggunakan lembar observasi atau lembar
checklist.
Kondisi
fisik
sumber
air
bersih
diklasifikasikan
berdasarkan penelitian terdahulu mengenai kondisi fisik sumber air
bersih yang mempengaruhi jumlah bakteri. Kondisi fisik sumber air
bersih dikatakan tidak baik jika memiliki nilai atau skor 6-10.
Sedangkan dikatakan baik jika memiliki nilai atau skor 0-5
(Suhardiman, 2007). Gambaran kondisi fisik sumber air bersih
penderita diare dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
80
Tabel 5.6
Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Penderita Diare di
Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014
Kondisi Fisik Sumber Air
Bersih
Tidak Baik
Baik
Total
Jumlah
40
30
70
Persentase
(%)
57,1
42.9
100
Berdasarkan tabel 5.6, dari 70 responden terdapat 40
responden (57,1%) yang memiliki kondisi fisik sumber air bersih
tidak baik.
5.4. Analisis Bivariat
Uji hipotesis variabel dependen dengan variabel independen
dilakukan dengan uji Mann Whitney. Dibawah ini adalah hasil uji statistik
variabel independen yaitu kedalaman kedap air, jarak antara jamban dengan
sumber air bersih, jarak antara septic tank dengan sumber air bersih, dan
kondisi fisik sumber air bersih terhadap variabel dependen yaitu jumlah
Escherichia coli pada sumber air bersih pada penderita diare di Kelurahan
Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangeran Selatan.
5.4.1 Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air
terhadap Jumlah Eschericia Coli
Pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air
terhadap jumlah Eschericia coli sumber air bersih penderita diare di
Kelurahan Pakujaya dapat dilihat pada tabel berikut.
81
Tabel 5.7
Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air terhadap
Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan
Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014
Kedalaman Sumber
Air Bersih yang Kedap Mean Rank
P Value
Air (meter)
<3
45,86
0,064
≥3
33,57
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai mean
untuk kedalaman sumber air bersih yang kedap air < 3 m lebih besar
daripada yang ≥ 3 m (46,86 > 33,57). Sedangkan, hasil uji statistik
didapatkan p value sebesar 0,064, artinya pada tingkat kemaknaan (α)
5% tidak ada pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air
terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.
5.4.2 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Eschericia Coli
Pengaruh jarak jamban terhadap jumlah Eschericia coli
sumber air bersih penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan
Serpong Utara Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 5.8
Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada
Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari
Tahun 2014
Jarak Jamban dengan
Mean Rank
P Value
Sumber Air Bersih
< 10 m
35,27
0,582
≥ 10 m
43,25
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai mean
untuk jarak septic tank ≥ 10 m lebih besar daripada yang jaraknya <
82
10 m (43,25 > 35,27). Sedangkan, hasil uji statistik didapatkan p value
sebesar 0,582, artinya pada tingkat kemaknaan (α) 5% tidak ada
pengaruh jarak jamban terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber
air bersih.
5.4.3 Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Eschericia Coli
Pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah Eschericia coli
sumber air bersih penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan
Serpong Utara Kota Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 5.9
Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada
Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari
Tahun 2014
Jarak Septic Tank dengan
Mean Rank
P Value
Sumber Air Bersih
< 10
37,79
0,204
≥ 10
31,38
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai mean
untuk jarak septic tank < 10 m lebih besar daripada yang jaraknya ≥
10 m (37,79 > 31,38). Sedangkan, hasil uji statistik didapatkan p value
sebesar 0,204, artinya pada α 5% tidak ada pengaruh jarak septic tank
terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.
5.4.4 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah
Eschericia Coli
Pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah
Escherichia coli pada sumber air bersih penderita diare di Kelurahan
83
Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.10
Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah
Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan
Januari-Februari Tahun 2014
Kondisi Fisik
Sumber Air
Mean Rank
P Value
Bersih
Tidak baik
45,51
0,000
Baik
22,15
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui, nilai mean untuk
kondisi fisik sumber air bersih yang tidak baik lebih besar daripada
yang baik (45,51 > 22,15). Sedangkan, hasil uji statistik didapatkan p
value sebesar 0,000, artinya pada α 5% ada pengaruh kondisi fisik
sumber air bersih dengan jumlah Escherichia coli pada sumber air
bersih.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, adapun keterbatasan dalam
penelitian, yaitu
1. Variabel independen kedalaman sumber air bersih yang kedap air hanya
diukur dengan metode wawancara menggunakan kuesioner sehingga
kemungkinan terjadinya bias informasi karena tergantung pada daya ingat
dan pemahaman responden terhadap kedalaman sumber air bersih yang
kedap air. Pengukuran secara langsung tidak mungkin dilakukan karena
untuk mengetahui kedap air atau tidak harus membongkar sumber air
bersih tersebut.
2. Variabel independen mengenai septic tank hanya dilihat berdasarkan
jarak septic tank dengan sumber air bersih. Hal ini dikarenakan septic
tank dibangun di dalam tanah sehingga tidak memungkinkan peneliti
melakukan observasi mengenai kondisi fisik septic tank.
84
85
6.2
Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih
Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di
dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat
menyebabkan infeksi primer pada usus dan bisa menimbulkan infeksi lain di
luar usus (Staff Pengajar Kedokteran UI,1993).
Escherichia coli menjadi patogen jika jumlahnya dalam saluran
pencernaan
meningkat
atau
berada
diluar
usus.
Escherichia
coli
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare (Jawetz
et al., 1995).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah Escherichia coli
pada sumber air bersih. Jumlah Escherichia coli dihasilkan dengan
menggunakan uji MPN (Most Probable Number). Perhitungan MPN
berdasarkan pada jumlah tabung reaksi yang positif, yaitu ditumbuhi oleh
mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu tertentu (Waluyo, 2008).
Jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih dapat diketahui jika sudah
dilakukan pengujian bakteri Coliform terlebih dahulu.
Dari hasil uji laboratorium didapatkan 52,9% jumlah bakteri Coliform
yang tidak memenuhi syarat Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 ( > 50/100
ml) dan 47,1% yang memenuhi syarat Permenkes RI No. 416 Tahun 1990
( ≤ 50/100 ml). Berdasarkan hasil penelitian dari 70 sampel yang diperiksa,
jumlah bakteri Escherichia coli adalah 1-1601 APM/100 ml yang berarti air
bersih tersebut telah tercemar oleh bakteri Escherichia coli.
86
Jumlah bakteri Escherichia coli dipakai sebagai patokan utama
menentukan apakah air bersih memenuhi syarat atau tidak karena bakteri ini
ditemukan pada kotoran atau tinja manusia dan relatif sukar dimatikan
dengan pemanasan air (Ginting, 2008).
Penelitian
Dinas
Kesehatan
Kota
Bandung
tahun
2006
memperlihatkan bahwa 63,07% air tanah di Kota Bandung tidak memenuhi
syarat
bakteriologis
yang
dibuktikan
dengan
ditemukannya
bakteri
Escherichia coli dalam sampel air bersih (Dinas Kesehatan Kota Bandung,
2006). Sumber air bersih yang mengandung bakteri Escherichia coli
menandakan bahwa air sudah tercemar oleh tinja manusia dan saat ini 70%
air tanah perkotaan tercemar oleh tinja manusia (Junaedi, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah bakteri Escherichia coli,
yaitu jarak septic tank dengan sumber air bersih yang kurang dari 10 meter,
kondisi septic tank yang tidak kedap air, dan terletak pada tanah yang
memiliki daya serap air yang tinggi sehingga mengakibatkan jumlah bakteri
Escherichia coli semakin lama akan semakin meningkat (Radjak, 2013).
Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi jumlah Escherichia coli
pada sumber air bersih adalah jarak jamban dengan sumber air bersih
(Boekoesoe, 2010), jarak septic tank dengan sumber air bersih (Prajawati,
2008), kondisi fisik sumber air bersih (Kusnoputranto, 1997), dan kedalaman
permukan air tanah yang kedap air (Sumantri, 2010).
Sumber air bersih yang tercemar oleh tinja dan mengandung bakteri
Escherichia coli dapat mengakibatkan kualitas air bersih tidak sesuai dengan
87
standar peruntukkannya sebagai sumber air bersih (Radjak, 2013). Oleh
karena itu, air bersih yang tercemar oleh bakteri Escherichia coli harus diolah
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi sebagai air minum. Hal ini didukung
oleh Chandra, (2007), memasak air merupakan cara paling baik untuk proses
purifikasi air di rumah. Air dibiarkan mendidih antara 5-10 menit.
6.3
Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air terhadap
Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih
Kedalaman sumber air bersih yang kedap air adalah kedalaman
permukaan air tanah yang kedap air atau dilapisi dengan pembatas sehingga
air tidak merembes ke tanah. Kedalaman air tanah akan berpengaruh pada
penyebaran bakteri secara vertikal. Pencemaran tanah oleh bakteri secara
vertikal dapat mencapai kedalaman 3 meter dari permukaan tanah
(Kusnoputranto, 1997). Air bersih sampai kedalaman 3 meter diperkirakan
masih mengandung bakteri. Oleh karena itu, dinding dalam yang melapisi
sumber air bersih sebaiknya dibuat kedap air sampai dengan 3 meter
(Sumantri, 2010). Dinding sumur kedap air berperan sebagai penahan agar air
permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan
tanah sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring
(Sarudji. D, 2010).
Pada penelitian ini terdapat 11 responden (15,7%) memiliki sumber
air bersih dengan kedalaman kedap air < 3 m. Dari hasil wawancara, terdapat
100% sumber air bersih yang digunakan adalah pompa listrik dan kedalaman
sumber air bersihnya 12-15 meter.
88
Sumber air bersih yang kedalaman kedap airnya kurang dari 3 meter
dapat memperbesar kemungkinan terkontaminasinya sumber air bersih
sehingga akan mengakibatkan penurunan kualitas air dan pada akhirnya dapat
mempengaruhi tingkat kesehatan pemakai (Hasnawi, 2012). Kualitas dinding
sumber air bersih yang semakin kedap air akan semakin baik kemampuannya
untuk mencegah masuknya atau merembesnya air dari sumber pencemar yang
mengandung banyak bakteri sehingga bakteri akan tertahan dan akhirnya mati
(Seta, 1983).
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Mann Whitney didapatkan
p value sebesar 0,064, artinya pada tingkat kemaknaan (α) 5% tidak adanya
pengaruh kedalaman kedap air terhadap jumlah Escherichia coli
pada
sumber air bersih.
Penelitian yang dilakukan Hasnawi (2012), setelah dilakukan uji
statistik dengan tingkat kemaknaan (α) 5% didapatkan p value sebesar 1,00
yang berarti tidak ada pengaruh kedalaman kedap air sumber air bersih
dengan kandungan bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih.
Kemungkinan tidak berpengaruhnya kedalaman sumber air bersih
yang kedap air terhadap jumlah Escherichia coli disebabkan oleh penggunaan
mesin pompa air listrik karena air dari dalam sumur langsung dialirkan ke
rumah warga sehingga menyebabkan aktifitas disekitar sumur berkurang
sehingga kemungkinan kontaminasi dari sumur berkurang (Hasnawi, 2012),
aliran air mengarah ke arah berlawanan dengan sumber air bersih sehingga air
yang tercemar tidak mengarah ke sumber air bersih (Chaeriatna, 2007), dan
89
kecepatan aliran air yang lambat sehingga memperlambat aliran (Chaeriatna,
2007).
6.4 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada
Sumber Air Bersih
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga
kotoran tersebut dalam suatu tempat dan tidak menjadi penyebab penyakit
serta mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).
Jarak jamban yang dimaksud adalah jarak terdekat antara jamban
dengan sumber air bersih yang dinyatakan dalam satuan meter. Hasil
pengukuran jarak antara jamban dengan sumber air bersih
terdapat 68
responden (97,1%) yang tidak sesuai aturan Depkes RI 2009, yaitu < 10 m.
Dari hasil observasi, responden membangun sumber air bersih di dapur
yang letaknya berdekatan dengan kamar mandi sehingga menyebabkan jarak
antara jamban dengan sumber air bersih tidak memenuhi syarat. Hal ini
didukung oleh Ginting (2008), kurangnya lahan penduduk menyebabkan
jarak jamban dengan sumber air bersih kurang dari 10 meter.
Semakin jauh jarak jamban dengan sumber air bersih akan
menyebabkan jumlah bakteri semakin sedikit, dan sebaliknya semakin dekat
jamban akan menyebabkan jumlah bakteri semakin bertambah. Hal ini
disebabkan karena tanah tersusun dari berbagai jenis material (batu, pasir, dll)
yang akan menyaring bakteri yang melewatinya (Marsono, 2009).
Hasil uji statistik dengan uji Mann Whitney pada variabel jarak jamban
dengan sumber air bersih terhadap jumlah Escherichia coli memiliki p value
90
sebesar 0,582. Maka dapat disimpulkan pada tingkat kemaknaan (α) 5% tidak
adanya pengaruh jamban terhadap jumlah Escherichia coli pada sumber air
bersih.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Marsono (2009) yang
menyatakan tidak adanya hubungan jarak jamban dengan kandungan bakteri
pada sumber air bersih.
Kemungkinan terjadinya pencemaran bakteri Escherichia coli
disebabkan oleh variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini seperti
porositas dan permeabilitas tanah karena makin besar porositas dan
permeabilitas tanah maka makin besar kemampuan untuk melewatkan air
yang berarti jumlah bakteri yang dapat bergerak mengikuti aliran tanah
semakin banyak (Kusnoputranto, 1997), tekstur dan struktur tanah
mempengaruhi penyebaran pori-pori tanah (Hardjowigeno, 1987), arah aliran
tanah karena pergerakan air tanah yang mengandung bakteri mengarah ke
sumber air bersih akan menyebabkan air tersebut tercemar oleh bakteri
(Kusnoputranto, 1997), dan kecepatan aliran tanah dapat mempengaruhi
penyebaran pencemaran air tanah (Cheriatna, 2007). Oleh karena itu,
diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengikutsertakan variabel yang tidak
diteliti dalam penelitian ini.
6.5
Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada
Sumber Air Bersih
Septic tank adalah bak untuk menampung air limbah yang dialirkan
dari WC (Water Closet). Limbah dari septic tank sangat mempengaruhi
pencemaran terhadap sumber air bersih apabila jarak septic tank dekat dengan
91
sumur gali (Nazar, 2010). Bapedalda Kota Pekanbaru dalam Status
Lingkungan Hidup tahun 2007, menyatakan penyebab terjadinya pencemaran
air tanah oleh bakteri Coliform terutama bakteri Escherichia coli karena
sebagian besar penduduk belum mempunyai tangki septic tank yang
memadai, kedalamannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, dan
letaknya berdekatan dengan sumber air bersih.
Jarak septic tank yang dimaksud adalah jarak terdekat antara septic
tank dengan sumber air bersih yang dinyatakan dalam satuan meter. Hasil
pengukuran jarak antara sumber air bersih dengan septic tank terdapat 45
responden (64,3%) yang tidak sesuai aturan Depkes RI 2009, yaitu jarak
septic tank < 10 m.
Dari hasil observasi, jarak antara septic tank dengan sumber air bersih
yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena luas lahan yang terbatas
sehingga sangat memungkinkan jarak antara septic tank dengan sumber air
bersih berdekatan dan tidak memenuhi standar yang ditetapkan. Hal ini
didukung oleh Nazar (2010) yang menyatakan luas lahan yang terbatas sangat
memungkinkan jarak antara septic tank dengan sumber air bersih yang tidak
memenuhi syarat.
Hasil uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney pada variabel
jarak septic tank dengan sumber air bersih terhadap jumlah Escherichia coli
memiliki p value sebesar 0,204. Sehingga pada tingkat kemaknaan (α) 5%
tidak adanya pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah Escherichia coli
pada sumber air bersih.
92
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Radjak (2013), pengaruh jarak
septic tank terhadap total bakteri Escherichia coli air bersih di desa Molohu
tidak signifikan atau pengaruhnya sangat lemah. Hasil penelitian Nining
(2007) menyatakan bahwa pengaruh jarak septic tank tidak memiliki
hubungan yang signifikan terhadap kualitas bakteriologis.
Kemungkinan jarak septic tank yang berdekatan dengan sumber air
bersih tetapi tidak tercemar oleh bakteri Escherichia coli disebabkan oleh
bangunan septic tank yang kedap air (Nazar, 2010), aliran air mengarah ke
arah berlawanan dengan sumber air bersih (Nazar, 2010), kecepatan aliran
air yang lambat (Nazar, 2010), dan porositas serta permeabilitas tanah yang
dapat mempengaruhi laju infiltrasi sehingga mempengaruhi penyerapan
bakteri (Hardjowigeno, 1987).
Walaupun dalam penelitian ini tidak adanya pengaruh jarak septic
tank terhadap jumlah bakteri Escherichia coli, tetapi ada kemungkinan
semakin lama jumlah bakteri Escherichia coli akan semakin bertambah jika
terjadi kebocoran septic tank dan infiltrasi yang tinggi karena disebabkan
oleh gaya gravitasi serta gaya kapiler yang dapat mempengaruhi kecepatan,
arah aliran, dan besaran air yang mengalir. Hal ini didukung oleh Marsono
(2009), gaya gravitasi bersifat mengalirkan air secara vertikal ke dalam tanah
sedangkan gaya kapiler bersifat mengalirkan air secara tegak lurus ke atas, ke
bawah, dan ke arah horizontal sehingga mempengaruhi laju pencemaran
bakteri. Oleh karena itu, diperlukan pengukuran bakteri Escherichia coli
secara berkala.
93
6.6
Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah Bakteri
Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih
Kondisi fisik sumber air bersih adalah konstruksi bangunan dan
sarana yang mendukung sanitasi sumber air bersih (Marsono, 2009). Kondisi
sumber air bersih ada yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat, hal
tersebut dapat dilihat dari lokasinya seperti jarak terhadap sumber pencemar
dan konstruksinya (Prajawati, 2008).
Kondisi fisik sumber air bersih didapatkan dari hasil observasi
berdasarkan Depkes RI 1995 yang dilihat dari jarak sumber air bersih
terhadap sumber pencemar (septic tank, jamban, genangan air, kotoran
hewan, dan sampah) dan konstruksi sumber air bersih (lantai semen,
dudukan pompa, dan pipa distribusi) yang kedap air.
Kondisi fisik sumber air bersih dari 70 responden, terdapat 40
responden (57,1%) yang memiliki kondisi fisik sumber air bersih tidak baik.
Berdasarkan hasil observasi, responden kurang memperhatikan dan
memelihara kondisi fisik sumber air bersih yang digunakan sehari-hari.
Dari 70 responden yang di teliti, didapatkan kondisi fisik sumber air
bersih yang memiliki dinding bibir tidak kedap air sebesar 38 (54,3%) dan
lantai sumber air bersih yang tidak kedap air sebesar 35 (50%). Hal ini
didukung oleh Adekunle (2009), yang menyatakan bahwa sumber air bersih
yang tidak kedap air mudah mengalami kontaminasi.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Mann Whitney
pada variabel kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah Escherichia
coli didapatkan p value sebesar 0,000, berarti pada tingkat kemaknaan (α)
94
5% adanya pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah
Escherichia coli pada sumber air bersih.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nining (2007), konstruksi
sumber air bersih yang paling memberikan pengaruh signifikan terhadap
kandungan bakteriologis air. Menurut Hasnawi (2012), adanya pengaruh
kontruksi sumber air bersih ditinjau dari lokasi (jarak antara sumur gali
dengan sumber pencermar ≥ 10 m) terhadap kandungan bakteri Escherichia
coli pada air sumber air bersih. Penelitian Prajawati (2008) menunjukkan
bahwa kualitas mikrobiologis air bersih berhubungan secara signifikan
dengan parameter keadaan sumber air bersih, yaitu lokasi dan konstruksi.
Penelitian ini bertentangan dengan penelitian dari penelitian Radjak
(2013), hasil analisis statistik konstruksi dinding, bibir, lantai, dan SPAL
sumur di Desa Dopalak terbukti tidak adanya pengaruh terhadap kandungan
bakteri Escherichia coli.
Bangunan fisik sumber air bersih yang tidak memenuhi standar akan
mempermudah bakteri meresap dan masuk ke dalam sumber air bersih
tersebut (Kusnoputranto, 1997). Kondisi fisik sumber air bersih yang tidak
memenuhi standar kesehatan dapat menjadi sumber pencemar karena air yang
sudah tercampur dengan bakteri atau sumber pencemar lain dapat merembes
melalui pori-pori dinding, bibir dan bagian sumber air bersih yang tidak
kedap air sehingga masuk ke dalam sumber air bersih serta menyebabkan
pencemaran (Radjak, 2013).
95
Selain itu, pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah
bakteri adalah semakin baik kondisi fisik sumber air bersih maka kandungan
bakteriologis air sumur semakin sedikit, sebaliknya jika semakin buruk
kondisi fisik sumber air bersih maka kandungan bakteriologis sumber air
bersih akan semakin banyak (Radjak, 2013).
Tingkat risiko pencemaran sumber air bersih ditentukan dari adanya
kontaminasi zat pencemar ke dalam sumber air bersih. Sumber pencemar
tersebut dapat berasal dari pencemaran air limbah, kotoran, sampah maupun
pencemar 1ain, juga dilihat dari aspek konstruksi maupun lokasi sarana
sumber air bersih (Prajawati, 2008).
Konstruksi sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat konstruksi
dan jarak sumur dengan sumber pencemar tidak memenuhi syarat kesehatan
akan mengakibatkan terjadinya pencemaran air yang akan mengakibatkan
meningkatnya jumlah bakteri Escherichia coli pada air sumber air bersih
(Hasnawi, 2012).
Selain itu kondisi fisik atau konstruksi sumber air bersih yang tidak
memenuhi standar kesehatan juga dapat menjadi sumber pencemar karena air
yang sudah tercampur dengan bakteri atau sumber pencemar lain dapat
merembes melalui pori-pori dinding, bibir dan lantai sumber air bersih yang
tidak kedap air dan masuk ke dalam sumber air bersih sehingga menyebabkan
pencemaran (Radjak, 2013). Oleh karena itu, diperlukan perbaikan bibir dan
lantai sumber air bersih agar kedap air dan penyuluhan kepada masyarakat
agar masyarakat lebih memperhatikan dan memelihara kondisi fisik bersih.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1.
Terdapat 38 (54,3%) responden yang memiliki sumber air bersih dengan
jumlah
Coliform
tidak
memenuhi
syarat
Permenkes
RI
No.
416/MENKES/PER/IX/1990 dan 32 responden (45,7%) yang memenuhi
syarat.
2.
Jumlah bakteri Escherichia coli pada air bersih penderita diare adalah 11601 APM/100 ml.
3.
Terdapat 11 responden (15,7%) yang memiliki sumber air bersih dengan
kedalaman kedap air < 3 meter dan 59 responden (84,3%) memiliki sumber
air bersih dengan kedalaman kedap air ≥ 3 meter.
4.
Terdapat 68 responden (97,1%) yang jarak antara jamban dengan sumber air
bersih tidak sesuai ketentuan Depkes RI 2009 dan 2 responden (2,9%)
memiliki jarak sesuai ketentuan Depkes RI.
5.
Terdapat 45 responden (64,3%) yang jarak antara septic tank dengan sumber
air bersih yang tidak memenuhi ketentuan Depkes RI 2009 dan 25 responden
(35,7%) memiliki jarak sesuai ketentuan Depkes RI.
96
97
6.
Terdapat 40 responden (57,1%) memiliki kondisi fisik sumber air bersih
tidak baik dan 30 responden (42,9%) memiliki kondisi sumber air bersih
yang baik.
7.
Tidak adanya hubungan antara kedalaman kedap air dengan jumlah
Escherichia coli pada sumber air bersih (p value 0,064).
8.
Tidak adanya hubungan antara jarak jamban terhadap sumber air bersih
dengan jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih (p value 0,582).
9.
Tidak adanya hubungan antara jarak septic tank terhadap sumber air bersih
dengan jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih (p value 0,204).
10. Adanya hubungan antara kondisi fisik sumber air bersih dengan jumlah
Escherichia coli pada sumber air bersih (p value 0,000).
7.2
Saran
1. Bagi Masyarakat
a. Melakukan perbaikan sarana air bersih dengan memperbaiki bibir dan
lantai sumber air bersih agar kedap air.
b. Merebus air bersih hingga mendidih dan dibiarkan mendidih 5-10 menit
sebelum dikonsumsi sebagai air minum.
2. Bagi Puskesmas Paku Alam
a. Melakukan pengukuran bakteri Escherichia coli secara berkala pada air
bersih yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari karena
ada kemungkinan semakin lama bakteri yang mencemari air bersih akan
semakin bertambah.
98
b. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kondisi fisik
sumber air bersih yang baik agar memperhatikan dan memelihara
kondisi fisik sumber air bersih.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Terjadinya pencemaran bakteri Escherichia coli kemungkinan
disebabkan oleh faktor lain di luar variabel yang diteliti dan menjadi
keterbatasan pada penelitian ini. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian dengan mengikutsertakan variabel-variabel lain yang
diduga adanya kaitan dengan terjadinya pencemaran bakteri Escherichia
coli, seperti permeabilitas dan porositas tanah, tekstur dan struktur tanah,
arah aliran tanah, dan kecepatan aliran tanah.
DAFTAR PUSTAKA
________. 1993. Juklak/Juknis Pengawasan Kualitas Air Aspek Mikrobiologis dan
Biologi Air Minum dan Air Bersih. Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jakarta
___________.
2010.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
416/MENKES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-syarat dan Pengawasan
Kualitas Air
___________. 1990. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
1990 Tentang Pengendalian Pencemaran Air
Adekunle A.S. 2009. Effects of Industrial Effluent on Quality of Well Water Within
Asa Dam Industrial Estate, Ilorin, Nigeria. Nature and Science.
Aliya, D.R. 2006. Mengenal Teknik Penjernihan Air. Semarang: Aneka Ilmu.
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Sungai. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Bapeldada Kota Pekanbaru. 2007. Laporan Pendataan Usaha atau Kegiatan Industri
yang Memanfaatkan Air Bawah Tanah di Kota Pekanbaru. Pekanbaru
Boekoesoe, Lintje. Tingkat Kualitas Bakteriologis Air Bersih di Desa Sosial
Kecamatan Paguyaman Kabupaten Boalemo. Jurnal Inovasi, Vol. 7, No.4,
Desember 2010: 240-251
Buckman, O.Harry., Nyle C Brady. 1982. Ilmu Tanah. Jakarta: Bhratara Karya
Aksara
Bumulo, Septian. Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih dan Jenis Jamban
Keluarga dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Piloloda Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2012,
diakses dari http://ejurnal.fikk.ung.ac.id pada tanggal 24 November 2013
Chandra, Dr. Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran.
Cheriatna, 2007. Mengatur Jarak Sumur dengan Septic Tank Rumah Tangga, diakses
dari http://artesis.wordpress.com pada tanggal 9 Maret 2014
Depkes RI, 2006. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun
2005. Jakarta: Dirjen PP&PL.
Depkes RI. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 1995. Pedoman Teknis Pelaksanaan Program Penyehatan Lingkungan
Pemukiman. Jakarta: Ditjen PPM & PLP.
Depkes RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes
RI.
Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Dirjen PPM dan
PL.
Depkes RI. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan
PL.
Depkes RI. 2009. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta: Dirjen PPM
dan PL.
Desvita. 2001. Hubungan Jarak Sumber Pencemar, Kondisi Fisik Sarana dan
Perilaku terhadap Kualitas Air Sumur Gali di Keparakakan, Yogyakarta.
(Tesis).
Dinas Kesehatan Kota Bandung. 2006. Kualitas Air di Kota Bandung, diakses dari
http://www.bandung.go.id pada tanggal 12 Mei 2014
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2010. Profil Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan 2010. Tangerang Selatan
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2011. Profil Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan 2011. Tangerang Selatan
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Entjang, Intan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Febby. 2012. Analisis Kualitas Air Minum Berdasarkan Total Coliform dan
Escherichia coli Pada Instansi Pengolahan Air, diakses dari http://febbyanalis.blogspot.com pada tanggal 12 Desember 2013
Gainey, Lord. 1961. Microbiology of Water and Sewage. New Jersey:Prentice Hall
Inc.
Gani, A. 2003. Mikrobiologi Sederhana. Surabaya: Media Utama
Ginting, Rina Mutiara. 2008. Hubungan Tingkat Resiko Pencemaran Terhadap
Kualitas Air Sumur Gali Di Kelurahan Martubung Kecamatan Medan
Labuhan Tahun 2006. (Skripsi) Universitas Sumatera Utara
Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa
Hasnawi, Heriyani. 2012. Pengaruh Konstruksi Sumur terhadap Kandungan Bakteri
Escherichia Coli pada Air Sumur Gali di Desa Dopalak Kecamatan
Paleleh Kabupaten Buol. (Skripsi) Universitas Negeri Gorontalo
Hiswani. 2003. Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat Yang
Kejadiannya Sangat Erat Dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan, diakses
dari http://library.usu.ac.id pada tanggal 24 November 2013
Idhamsyah. 2008. Pengaruh Lingkungan Fisik dan Perilaku Pemakai Sumur Gali
terhadap Kualitas Bakteriologis pada Air Sumur Gali di Kelurahan
Jembatan Mas, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Propinsi
Jambi. (Tesis).
Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston.
1995. Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California, San
Francisco.
Juffrie, M, dkk. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Anak 0-35 Bulan
(Batita) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006:
319-332
Junaedi, D, 2008. Buang Tinja Urusan Pribadi Masalah Bersama, diakses dari
http://kriyamedia.blogspot.com pada tanggal 18 Maret 2014
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Riskesdas 2010. Kesehatan Lingkungan dan
Sanitasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI.
Jakarta
Kodoatie, Robert J. 2010. Tata Sumberdaya Air. Teknik Penyediaan Air. Yogyakarta:
Andi
Kusnoputranto, H. 1997. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Marsono. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Bakteriologis Air
Sumur Gali di Permukiman. Tesis: Universitas Diponegoro
Mugiati, 2005. Hubungan Antara Peranan Kontak Tani Dengan Dinamika Kelompok
Tani
di
Kecamatan
Tawangharjo
Kabupaten
Grobogan.
Skripsi:
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta
Nazar, Herman, dkk. 2010. Kebijakan Pengendalian Pencemaran Sumber Air Bersih
Perumahan Sederhana di Kota Pekanbaru (Kasus di Kecamatan Tampan).
Journal of Environmetal Science, Vol (1), No. 4. 2010: 1-18
Nining. 2007. Pengaruh Kondisi Lingkungan terhadap Kandungan Bakteriologis Air
Sumur Gali di desa Manjung, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten,
Jawa Tengah. (Tesis).
Notoatmodjo. S, 2003. Ilmu Kesehatan Masysarakat Prinsip-Prnsip Dasar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Pelczar M J, Chan E C S. 1980. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Prajawati, R. 2008. Hubungan Konstruksi dengan Kualitas Mikrobiologi Air Sumur
Gali. Ruwa Jurai Vol 2
Primadani, Winda, dkk. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare
diduga Akibat Infeksi di Desa Gondosuli Kecamatan Bulu Kabupaten
Temanggung. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Vol. 1, No. 2, Tahun 2012:
535-541
Provinsi Banten. 2010. Profil Kesehatan Provinsi Banten 2010. Provinsi Banten
Pudjarwoto, Nuridah P. 1993. Kualitas Air Minum di Jakarta Ditinjau dari Sudut
Mikrobiologi. Sanitas Vol. II (3): 121-123
Puji Atuti, Wiwin. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi Makanan dengan
Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ilmiaha Kesehatan Keperawatan, Vol.
7, No. 3, Oktober 2011: 151-158
Puskesmas Paku Alam. 2012. Laporan Kesehatan Lingkungan Tahun 2012.
Tangerang Selatan
Puskesmas Paku Alam. 2012. Profil Kesehatan Puskesmas Paku Alam 2012.
Tangerang Selatan
Puskesmas Paku Alam. 2013. Profil Kesehatan Puskesmas Paku Alam 2013.
Tangerang Selatan
Puskesmas Paku Alam. 2014. Laporan Bulanan 2014. Tangerang Selatan
R.K, Linsley., Joseph, A.F. 1989 Teknis Sumber Daya Air. Jakarta: Erlangga
Radjak, Nurmala Ferbiyanti. 2013. Pengaruh Jarak Septic tank dan Kondisi Fisik
Sumur
terhadap
Keberadaan
Bakteri
Escherichia
Coli.
(Skripsi)
Universitas Negeri Gorontalo
Rahadi, E.B. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di Desa
Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. (KTI) UMS.
Diakses dari http://etd.library.ums.ac.id pada tanggal 6 Mei 2014
Raharjo, Arif Setyo. 2004. Study Pengelolaan Air Minum Isi Ulang Pada Depot Air
Minum Isi Ulang Pada Depot Air Minum Isi Ulang di Kabupaten
Banyumas Tahun 2004. KTI, Mataram: JKL Mataram.
Sander, M.A. 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di Desa
Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika, Vol. 2 (2):.
164-193
Sardjana., Nisa, Hairun. 2007. Epidemiologi Penyakit menular. Jakarta: UIN Jakarta
Press
Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. Bandung: Karya Putra Darwati
Seta, A.K. 1983. Konservasi Sumber Daya Tanah dan Air. Jakarta: Kalam M
Simadibrata M, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV 2006. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
Slamet, Juli Soemirat. 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gajahmada
University Press
Sri Pujiati, Rahayu. 2010. Pengaruh Jarak Sumur Gali dengan Septic Tank Terhadap
Kandungan Bakteri Coliform Pada Air Sumur Gali. Jurnal IKESMA, Vol.
6, No. 1, Maret 2010
Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Buku Ajar
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta. Binarupa Aksara
Suhardiman. 2007. Hubungan Eschericia Coli (E.Coli) dalam Air Minum dengan
Kejadian Diare pada Balita di Kota Tangerang tahun 2007. Tesis:
Universitas Indonesia
Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan dan Perspektif Islam. Jakarta: Prenada
Media
Sumantri, Arif. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup
Suprihatin. 2004. Keamanan Air Minum Isi Ulang diakses dari http://mma.ipb.ac.id/
pada tanggal 17 November 2013
Sutrisno, T., dkk. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta
Tri Bintoro, Bhakti Rochman. 2010. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Kecamatan Jatipuro Kabupaten
Karanganyar. (Skripsi) Universitas Muhammadiyah Surakarta
Umiati. 2009. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun
2009. (Skripsi) Universitas Muhammadiyah Surakarta
Waluyo L. 2008. Teknik dan
Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang Press
WHO. The top 10 causes of death diakses dari http://www.who.int pada tanggal 12
Oktober 2013
Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko Kejadian
Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. Maret 2004 : 41-48.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga
Yulisa. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak Balita
(Studi pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru
Kecamatan Kentingan Hilir Kabupaten Kentingan Kalimantan Tengah).
(Skripsi) Universitas Diponegoro.
Zubir, Juffrie, M., dan Wibowo, T. 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare Akut
pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan.
Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum wr.wb
Dengan ini saya Rizka Najla Huwaida, Mahasiswa Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ingin
menyampaikan bahwa saya sedang melaksanakan penelitian dengan
judul
“FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH ESCHERICHIA
COLI AIR BERSIH PADA PENDERITA DIARE DI KELURAHAN
PAKUJAYA KECAMATAN SERPONG UTARA KOTA TANGERANG
SELATAN TAHUN 2014” yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarajat (SKM). Saya memohon kesediaan saudara untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jujur, semua jawaban akan terjamin
kerahasiaannya.
Apakah anda bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini?
1. Ya, saya bersedia
2. Tidak, saya tidak bersedia
Pakujaya, Februari 2014
Responden
(
)
No.
Pertanyaan
Diisi Oleh
Peneliti
A. IDENTITAS RESPONDEN
A1
Nama:
L/P
[ ] A1
A2
Alamat:
[ ] A2
A3
Nomor Telepon:
[ ] A3
A4
Usia:...................Tahun
[ ] A4
B. PERTANYAAN
B1
Berapakah kedalaman sumber air bersih rumah anda?
…. meter
Berapakah kedalam sumber air bersih yang kedap air?
B2
0. < 3 meter
[ ] B2
1. ≥ 3 meter
Apakah anda menggunakan sumber air selain air tanah untuk
memasak?
B3
0. Air dalam kemasan (gallon)
[ ] B3
1. Air isi ulang
2. PDAM
Apakah anda menggunakan sumber air selain air tanah untuk
minum?
B4
0. Air dalam kemasan (gallon)
1. Air isi ulang
2. PDAM
[ ] B4
Lampiran 4. Lembar Observasi
LEMBAR OBSERVASI
Beri tanda checklist (√) pada kolom sesuai hasil pengamatan dan isi dengan lengkap,
bila perlu pewawancara dapat bertanya kepada responden.
A. Observasi Sarana Air Bersih Sumur Pompa
No.
Pengamatan
1.
Ada jamban dengan jarak kurang dari 10 meter dari sekitar
sumur yang dapat menjadi sumber pencemar.
2.
Ada/sewaktu-waktu ada genangan air dalam jarak 2 meter
dari sekitar sumur pompa.
3.
Ada/sewaktu-waktu genangan air di atas lantai semen di
sekeliling pompa.
4.
Ada keretakan pada lantai semen disekeliling pompa (yang
memungkinkan air merembes).
5.
Saluran pembuangan air limbah rusak/tidak ada.
6.
Ada sumber pencemaran lain dengan jarak kurang dari 10
meter dari pompa (misalnya kotoran hewan, sampah, dan
genangan air).
7.
Lantai semen disekeliling pompa mempunyai radius
kurang dari 1 meter.
8.
Dudukan pompa yang berbatasan dengan lantainya kurang
rapat/lepas (memungkinkan air merembes masuk kedalam
saluran-saluran dalam pompa.
9.
Pipa distribusi tidak tertutup.
10.
Kran air yang digunakan tidak bersih dan tidak terawat.
JUMLAH
Hasil
Pengamatan
Ya Tidak
B. Observasi Sarana Air Bersih Sumur Gali
Hasil
No.
Pengamatan
Pengamatan
Ya
1.
Ada jamban dengan jarak kurang dari 10 meter dari sumur
gali yang dapat menjadi sumber pencemar.
2.
Ada sumber pencemaran lain (kotoran hewan, sampah,
genangan air) dengan jarak kurang dari 10 meter.
3.
Ada/sewaktu-waktu ada genangan air pada jarak 2 meter
disekitar sumur gali.
4.
Lantai semen sekeliling sumur mempunyai radius kurang
dari 1 meter.
5.
Saluran pembuangan air limbah rusak/tidak ada.
6.
Ada/sewaktu-waktu ada genangan air di atas lantai semen
sekeliling sumur.
7.
Ada
keretakan
pada
lantai
sekitar
sumur
yang
memungkinkan air merembes masuk ke dalam sumur.
8.
Sumur tidak tertutup rapat.
9.
Dinding sumur sepanjang kedalaman 3 meter dari atas
permukaan tanah tidak diplester cukup rapat/sempurna.
10.
Bibir
sumur
(cincin)
tidak
sempurna
memungkinkan air merembes ke dalam sumur.
Jumlah
sehingga
Tidak
Lampiran 5. Lembar Hasil Pengukuran
A. HASIL PENGUKURAN
1.
2.
…… Meter
Berapakah jarak antara jamban dengan sumber air
0. < 10 meter
bersih?
1. ≥ 10 meter
…. ..Meter
Berapakah jarak antara septic tank dengan sumber
0. < 10 meter
air bersih?
1. ≥ 10 meter
Lampiran 6. Lembar Hasil Uji Laboratorium
Escherichia Coli
Coliform
(APM/100 ml)
No
Jumlah
Keterangan
Jumlah
1
8
Memenuhi
4
2
1
Memenuhi
1
3
80
Tidak Memenuhi
80
4
1601
Tidak Memenuhi
1601
5
1601
Tidak Memenuhi
1601
6
1600
Tidak Memenuhi
80
7
80
Tidak Memenuhi
80
8
23
Memenuhi
23
9
80
Tidak Memenuhi
80
10
900
Tidak Memenuhi
500
11
280
Tidak Memenuhi
280
12
500
Tidak Memenuhi
240
13
1
Memenuhi
1
14
900
Tidak Memenuhi
80
15
110
Tidak Memenuhi
26
16
80
Tidak Memenuhi
80
17
30
Memenuhi
23
18
1601
Tidak Memenuhi
1601
19
110
Tidak Memenuhi
4
Coliform
No
Escherichia Coli
Jumlah
Keterangan
Jumlah
20
1600
Tidak Memenuhi
240
21
17
Memenuhi
2
22
13
Memenuhi
13
23
500
Tidak Memenuhi
34
24
900
Tidak Memenuhi
240
25
23
Memenuhi
2
26
80
Tidak Memenuhi
80
27
1600
Tidak Memenuhi
1600
28
14
Memenuhi
14
29
80
Tidak Memenuhi
26
30
13
Memenuhi
4
31
1601
Tidak Memenuhi
23
32
11
Memenuhi
2
33
22
Memenuhi
22
34
500
Tidak Memenuhi
34
35
280
Tidak Memenuhi
280
36
1601
Tidak Memenuhi
1600
37
80
Tidak Memenuhi
80
38
350
Tidak Memenuhi
350
39
1601
Tidak Memenuhi
1601
40
350
Tidak Memenuhi
350
41
80
Tidak Memenuhi
80
Coliform
No
Escherichia Coli
Jumlah
Keterangan
Jumlah
42
1601
Tidak Memenuhi
23
43
80
Tidak Memenuhi
80
44
21
Memenuhi
4
45
7
Memenuhi
2
46
1
Memenuhi
1
47
21
Memenuhi
4
48
80
Tidak Memenuhi
80
49
7
Memenuhi
1
50
7
Memenuhi
2
51
21
Memenuhi
21
52
8
Memenuhi
4
53
30
Memenuhi
30
54
23
Memenuhi
23
55
7
Memenuhi
7
56
17
Memenuhi
17
57
11
Memenuhi
8
58
30
Memenuhi
23
59
13
Memenuhi
4
60
34
Memenuhi
6
61
350
Tidak Memenuhi
80
62
30
Memenuhi
23
63
17
Memenuhi
4
Coliform
No
Escherichia Coli
Jumlah
Keterangan
Jumlah
64
22
Memenuhi
22
65
21
Memenuhi
7
66
350
Tidak Memenuhi
80
67
280
Tidak Memenuhi
280
68
1600
Tidak Memenuhi
80
69
80
Tidak Memenuhi
80
70
280
Tidak Memenuhi
280
Lampiran 7. Hasil Output Analisis Data
A. Analisis Univariat
1. Jumlah Coliform
Statistics
jumlah_coliform_air
N
Valid
70
Missing
0
.46
.00
.502
0
1
Mean
Median
Std. Deviation
Minimum
Maximum
jumlah_coliform_air
Frequenc Percen
y
t
Valid
Percent
Cumulativ
e Percent
Valid tidak
memenuhi
38
54.3
54.3
54.3
Memenuhi
32
45.7
45.7
100.0
Total
70
100.0
100.0
2. Jumlah Escherichia Coli
Statistics
jumlah e coli (mpn)
N
Valid
Missing
Mean
Median
Std. Deviation
Minimum
Maximum
70
0
204.83
26.00
442.720
1
1601
Valid
1
2
4
6
7
8
13
14
17
21
22
23
26
30
34
80
240
280
350
500
1600
1601
Total
jumlah e coli (mpn)
Valid
Frequency Percent
Percent
4
5.7
5.7
5
7.1
7.1
8
11.4
11.4
1
1.4
1.4
2
2.9
2.9
1
1.4
1.4
1
1.4
1.4
1
1.4
1.4
1
1.4
1.4
1
1.4
1.4
2
2.9
2.9
7
10.0
10.0
2
2.9
2.9
1
1.4
1.4
2
2.9
2.9
15
21.4
21.4
3
4.3
4.3
4
5.7
5.7
2
2.9
2.9
1
1.4
1.4
2
2.9
2.9
4
5.7
5.7
70
100.0
100.0
3. Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air
Statistics
kedalaman_kedap_air
N
Valid
70
Missing
0
.84
0
1
Mean
Minimum
Maximum
Cumulative
Percent
5.7
12.9
24.3
25.7
28.6
30.0
31.4
32.9
34.3
35.7
38.6
48.6
51.4
52.9
55.7
77.1
81.4
87.1
90.0
91.4
94.3
100.0
kedalaman_kedap_air
Frequenc
y
Percent
Valid Percent
Valid <3
Cumulative
Percent
11
15.7
15.7
15.7
>=3
59
84.3
84.3
100.0
Total
70
100.0
100.0
4. Jarak antara Jamban dengan Sumber Air Bersih
Statistics
jarak_jamban_masy
N
Valid
70
Missing
0
.03
0
1
Mean
Minimum
Maximum
jarak_jamban_masy
Frequency
Percent
Valid
Percent
Cumulativ
e Percent
Val tidak
id memenuhi
68
97.1
97.1
97.1
memenuhi
2
2.9
2.9
100.0
70
100.0
100.0
Total
5. Jarak antara Septic Tank dengan Sumber Air Bersih
Statistics
jarak_septictank_masy
N
Valid
70
Missing
0
.36
0
1
Mean
Minimum
Maximum
jarak_septictank_masy
Frequenc
Valid
y
Percent
Percent
Cumulative
Percent
Vali tidak
d
memenuhi
45
64.3
64.3
64.3
memenuhi
25
35.7
35.7
100.0
Total
70
100.0
100.0
6. Kondisi Fisik Sumber Air Bersih
Statistics
fisik_air_bersih_masy
N
Valid
70
Missing
0
.43
0
1
Mean
Minimum
Maximum
fisik_air_bersih_masy
Frequenc
Valid
y
Percent
Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak
baik
40
57.1
57.1
57.1
baik
30
42.9
42.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
B. Analisis Bivariat
1. Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap terhadap Jumlah
Escherichia Coli Sumber Air Bersih
Ranks
kedala
man_k
edap_a
ir
jumlah e <3
coli
>=3
(mpn) Total
N
Mean Rank
Sum of Ranks
11
45.86
504.50
59
33.57
1980.50
70
Test Statisticsb
jumlah e coli
(mpn)
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Monte
Sig.
Carlo Sig. 95% Confidence Interval
(2-tailed)
Monte
95% Confidence Interval
Carlo Sig.
(1-tailed)
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
Lower Bound
210.500
1980.500
-1.852
.064
.066a
.061
.071
.028
Upper Bound
.035
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed
957002199.
b. Grouping Variable:
kedalaman_kedap_air
.032a
2. Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Sumber Air
Bersih
Ranks
jarak_jamban_ma
sy
N
Mean Rank
Sum of
Ranks
jumlah e tidak memenuhi
coli (mpn) Memenuhi
68
35.27
2398.50
2
43.25
86.50
Total
70
Test Statisticsc
jumlah e coli
(mpn)
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
Monte Carlo Sig. (2Sig.
tailed)
95% Confidence
Interval
Monte Carlo Sig. (195% Confidence
tailed)
Interval
Lower Bound
Upper Bound
Lower Bound
52.500
2398.500
-.550
.582
.604a
.615b
.606
.625
.298
Upper Bound
.316
.307b
Sig.
a. Not corrected for ties.
b. Based on 10000 sampled tables with starting seed
1314643744.
c. Grouping Variable: jarak_jamban_masy
3. Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli Sumber
Air Bersih
Ranks
jarak_septictank_
masy
jumlah e coli tidak memenuhi
(mpn)
Memenuhi
Total
N
Mean Rank
Sum of
Ranks
45
37.79
1700.50
25
31.38
784.50
70
Test Statisticsb
jumlah e coli
(mpn)
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Monte Carlo Sig. Sig.
(2-tailed)
95% Confidence Interval
Monte Carlo Sig.
(1-tailed)
95% Confidence Interval
459.500
784.500
-1.271
.204
.200a
Lower
Bound
Upper
Bound
Lower
Bound
Upper
Bound
.192
.208
.096
.108
.102a
Sig.
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed
743671174.
b. Grouping Variable: jarak_septictank_masy
4.
Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih
Escherichia Coli Sumber Air Bersih
terhadap Jumlah
Ranks
fisik_air_ber
sih_masy
jumlah e coli
(mpn)
N
Mean Rank
Sum of Ranks
tidak baik
40
45.51
1820.50
baik
30
22.15
664.50
Total
70
Test Statisticsb
jumlah e coli
(mpn)
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Monte Carlo Sig. (2- Sig.
tailed)
95% Confidence Interval
Monte Carlo Sig. (1- 95% Confidence Interval
tailed)
199.500
664.500
-4.785
.000
.000a
Lower
Bound
Upper
Bound
Lower
Bound
.000
.000
.000
Upper
Bound
.000
.000a
Sig.
a. Based on 10000 sampled tables with starting seed
1502173562.
b. Grouping Variable: fisik_air_bersih_masy
C. Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
jumlah e
coli (mpn)
Statistic
Df
.382
70
a. Lilliefors Significance
Correction
Sig.
.000
Shapiro-Wilk
Statist
ic
.474
df
70
Sig.
.000
Lampiran 8. Foto
Gambar 1. Sterilisasi Botol
Gambar 2. Kondisi Fisik Air Bersih
Gambar 3. Jamban dan Kran yang Digunakan
Gambar 4. Septic Tank
Gambar 5. Pengambilan Sampel Air
Gambar 5. Observasi, Wawancara, dan Pengukuran
Gambar 6. Kotak Es
Download