KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU

advertisement
KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN Epinephelus
fuscoguttatus PADA PENDEDERAN DI KARAMBA JARING APUNG BALAI
SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
HENI SELA ARIANTY
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN Epinephelus
fuscoguttatus PADA PENDEDERAN DI KARAMBA JARING APUNG BALAI
SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2010
Heni Sela Arianty
C 141053525
RINGKASAN
HENI SELA ARIANTY. Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan
Epinephelus fuscoguttatus pada Pendederan di Karamba Jaring Apung Balai Sea
Farming, Kepulauan Seribu Jakarta. Dibimbing oleh YANI HADIROSEYANI dan
IRZAL EFFENDI.
Ikan kerapu macan merupakan salah satu komoditas perikanan laut yang
bernilai ekonomis tinggi baik di pasar domestik maupun di Asia. Salah satu lokasi
yang dikembangkan untuk pendederan ikan kerapu macan adalah karamba
jaring apung Balai Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun dan Karang
Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Kegiatan pendederan di KJA Balai Sea
Farming menghadapi permasalahan penyakit termasuk parasit. Kematian
disebabkan oleh serangan parasit mencapai 30%. Serangan parasit yang muncul
pada masa pendederan bila tidak ditangani bisa menjadi jalur masuknya penyakit
lain pada ikan seperti bakteri. Selain itu, serangan parasit dalam intensitas yang
besar pada ikan dapat menimbulkan kematian dan mengganggu produktivitas
budidaya. Berdasarkan keadaan tersebut maka dilakukan penelitian dengan
pemantauan dilakukan mulai dari awal benih ditebar hingga benih mencapai
ukuran untuk pembesaran sehingga diketahui waktu, penyebab, gejala klinis,
serta besarnya frekuensi dan intensitas serangan parasit.
Contoh ikan diambil antara Juni sampai Agustus 2009 dari keramba jaring
apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu, Jakarta. Identifikasi parasit
dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kerapu macan
berukuran 7 - 12,5 cm (bobot ikan 7,5 – 24,9 g) dipantau keberadaan
ektoparasitnya selama 3 bulan. Setiap 1 minggu dilakukan pemeriksaan terhadap
5 ekor ikan contoh. Ikan sampel memiliki gejala terinfeksi penyakit seperti lukaluka fisik. Metode pemeriksaan dan identifikasi ektoparasit mengikuti petunjuk
Kabata (1985). Data yang diperoleh dari hasil penelitian meliputi jenis parasit,
prevalensi dan intensitas parasit yang dianalisis secara deskriptif.
Ikan kerapu macan yang diambil dari KJA Perairan Pulau Semak Daun
dan Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu menunjukkan adanya serangan
penyakit yang disebabkan oleh parasit Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp. dan
Kista Myxosporea. Prevalensi parasit yang menginfeksi benih KJA perairan
Pulau Semak Daun ialah sampling pertama tidak ditemukan parasit. Sampling
kedua, prevalensi parasit Diplectanum 100% dan Alitropus sp. nilai prevalensinya
sebesar 60%. Sampling ketiga, parasit Diplectanum memiliki prevalensi sebesar
100%, sedangkan untuk prevalensi parasit Trichodina 40%. Untuk sampling
keempat 100% dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Diplectanum.
Pada sampling kedua intensitas Diplectanum sebesar 71.67 dan Alitropus sp.1.3,
Untuk sampling ketiga diperoleh intensitas parasit Diplectanum sebesar 72.8,
dan Trichodina 46.5. Untuk sampling keempat nilai intensitas parasit Diplectanum
adalah 5.5 ditemukan dari 5 ekor ikan yang diperiksa. Pada sampling kelima
tidak dilakukan penghitungan karena parasit tidak ditemukan.
Prevalensi dan intensitas parasit yang menginfeksi benih di KJA perairan
Pulau Karang Congkak ialah parasit Diplectanum nilai prevalensi sebesar 100%,
sedangkan Alitropus sp. memiliki nilai prevalensi parasit 20 %. Untuk prevalensi
parasit kista Myxosporea sebesar 20%. Intensitas parasit tertinggi yang
menyerang benih kerapu macan di KJA perairan pulau Karang Congkak
diperoleh dari sampling pertama yaitu Diplectanum sebesar 62.8, adapun
intensitas parasit Alitropus sp. 1, dan kista Myxosporea 15.
KEBERADAAN PARASIT BENIH IKAN KERAPU MACAN Epinephelus
fuscoguttatus PADA PENDEDERAN DI KARAMBA JARING APUNG BALAI
SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA
HENI SELA ARIANTY
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
Judul Skripsi
: Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus
fuscoguttatus Pada Pendederan Di Karamba Jaring Apung
Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu, Jakarta.
Nama Mahasiswa : Heni Sela Arianty
Nomor Pokok
: C14053525
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Ir. Irzal Effendi, M. Si.
NIP. 196403301989031003
Ir. Yani Hadiroseyani, MM
NIP. 196001311986032002
Diketahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M. Sc.
NIP. 196104101986011002
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan
Epinephelus fuscoguttatus Pada Pendederan Di Karamba Jaring Apung
Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu Jakarta”. Skripsi ini dibuat sebagai
salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Yani Hadiroseyani, MM dan Ir. Irzal Effendi, M. Si selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan untuk
skripsi ini.
2. Prof. Dr Tridoyo Kusumastato M.Si sebagai Kepala Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB yang telah mengizinkan
menggunakan
Balai
Sea
Farming
Kepulauan
Seribu
untuk
pelaksanaan penelitian.
3. Dr. Sukenda atas masukkannya sebagai Dosen Penguji Tamu
terhadap kesempurnaan skripsi ini.
4. Ayahanda Hasanuddin, Ibunda Laelatul Badriah serta kedua adikku
Yogei Maulana Alfad dan Muh. Reza Habibi yang telah memberikan
doa, dukungan dan semangat.
5. Teman- teman seperjuangan di Kep. Seribu (Ratna, Wanya, dan
Jardi), LKI CREW, BDP 42, dan Kak Budi yang telah membantu
dalam pelaksanaan penelitian ini di lapangan serta Himawan
Widyatmoko
yang
selalu
memberikan
doa,
dukungan
dan
semangatnya.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
juga bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juni 2010
Heni Sela Arianty
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 24 September 1987 sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara, dari Ayah bernama Hasanuddin dan Ibu bernama
Laelatul Badriah. Penulis telah menyelesaikan jenjang pendidikan pada SDN
Kramat Pela 011 Pagi Jakarta lulus 1999, SLTPN 19 Jakarta lulus 2002 dan
SMUN 46 Jakarta lulus 2005.
Pada 2005, penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor
(IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama kuliah,
penulis pernah mengikuti Praktek Kerja Umum di Lokariset Pemuliaan dan
Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Sukamandi dan Praktek Kerja
Lapangan pembenihan ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) di Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada 2008.
Selama di IPB penulis mengikuti organisasi kampus, yaitu sebagai
Bendahara Umum di Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) (2006-2008).
Penulis juga pernah menjadi asisten Dasar–Dasar Mikrobiologi Akuatik (20082009) jenjang Sarjana dan Diploma, Penyakit Organisme Akuatik (2009) jenjang
Sarjana, serta Teknik Pencegahan Penyakit dan Pengobatan Ikan (2009) jenjang
Diploma.
Untuk menyelesaikan studi di IPB, penulis melakukan penelitian sebagai
tugas akhir dengan judul “Keberadaan Parasit Benih Ikan Kerapu Macan
Epinephelus fuscoguttatus Pada Pendederan Di Karamba Jaring Apung
Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu Jakarta”.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………………………………………………………………
ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..
x
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………...
xi
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………...
1.2 Tujuan …………………………………………………………..................
1
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kerapu Macan Ephinephelus fuscoguttatus ................................
2.2 Penyakit parasit pada Ikan Kerapu Macan ..........................................
2.3 Prevalensi dan Intensitas ....................................................................
3
4
12
III. METODE PENELITIAN
3.1 Pemeliharaan Ikan Kerapu Macan.......................................................
3.2 Pengambilan Ikan Contoh ...................................................................
3.3 Pemeriksaan dan Identifikasi Parasit ..................................................
3.4 Analisis Data ........................................................................................
14
15
17
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .....................................................................................................
4.1.1 Kondisi Umum Perairan Lokasi Penelitian .......................................
4.1.2 Parasit yang ditemukan.....................................................................
4.2. Pembahasan ......................................................................................
19
19
21
27
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ..........................................................................................
5.2 Saran ...................................................................................................
34
34
DAFTAR PUSTAKA
35
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tinjauan penyakit parasit pada ikan kerapu macan Epinephelus
fuscoguttatus.......................................................................................
2. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan di KJA
Perairan Pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu
............................................................................................................
3. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan di KJA
Perairan Pulau Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan
Seribu .................................................................................................
4. Prevalensi (P) dan Intensitas (I) parasit yang menyerang benih ikan
kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Perairan Pulau
Semak
Daun
Balai
Sea
Farming
Kepulauan
Seribu
............................................................................................................
5. Prevalensi (P) dan Intensitas (I) parasit yang menyerang benih ikan
kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Perairan Pulau
Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu
………………………………………………………………………………
9
19
20
25
26
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan Kerapu Macan Ephinephelus fuscoguttatus ................................
3
2. Parasit Cryptocaryon sp. .....................................................................
3. Parasit Trichodina ................................................................................
4. Jenis-jenis Trichodina yang menyerang ikan kerapu macan di
BBPBL Lampung .................................................................................
5. Parasit Caligus sp. ...............................................................................
6. Parasit Neobedenia ………………………………………………………
7. Parasit Diplectanum ………………………………………………..........
8. Siklus hidup Diplectanum ....................................................................
9. Infeksi parasit Haliotrema pada filamen insang ……………………….
10. Skema Metode Penelitian ……………………………………………….
11. Tanda-tanda benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)
terinfeksi penyakit ………………………………………………………..
12. Jenis – jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan ….
13. Parasit Diplectanum yang menginfeksi benih ikan kerapu macan …
14. Parasit Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan ………....
15. Parasit Alitropus sp. yang menginfeksi benih kerapu macan ……….
4
6
6
7
8
9
10
10
16
23
23
24
25
26
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus merupakan salah satu
komoditas perikanan laut yang bernilai ekonomis tinggi baik di pasar domestik
maupun di Asia seperti terutama Hongkong, Cina, Taiwan dan Singapura. Harga
ikan kerapu macan di dalam negeri Rp. 80.000,- sampai dengan Rp. 120.000,per kg dan di Hongkong mencapai US$ 12 - 17 per kg (Baliprov 2009). Sejauh ini
Indonesia adalah pemasok utama kerapu di luar Malaysia, Vietnam, dan
Thailand. Indonesia memasok 40% pasar kerapu dunia. Data Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) menyebutkan ekspor
kerapu pada 2006 mencapai 4.800 ton senilai US$24-juta. Pada 2007 angka itu
meningkat menjadi 6.340 ton senilai US$ 31,7-juta (Helmina 2009). Oleh karena
memiliki harga yang cukup tinggi dan permintaan untuk kerapu macan yang terus
meningkat maka usaha untuk membudidayakan ikan kerapu macan merupakan
salah satu peluang yang masih sangat terbuka luas.
Sistem kegiatan budidaya ikan kerapu macan terbagi menjadi tiga
tahapan
yaitu
pembenihan,
pendederan
dan
pembesaran.
Pembenihan
merupakan serangkaian kegiatan untuk mendapat benih yang bermutu. Benih
yang dihasilkan dari hatchery berukuran 5-7 cm. Dari ukuran tersebut, benih
dipelihara lebih lanjut pada tahapan pendederan hingga ukuran benih ikan
mencapai 10-12 cm sehingga benih lebih siap memasuki tahap pembesaran.
Dalam kegiatan pendederan benih ikan kerapu macan terdapat dua macam
wadah pemeliharaan yaitu bak dan waring di karamba jaring apung.
Salah satu lokasi yang dikembangkan untuk pendederan ikan kerapu
macan adalah KJA Balai Sea Farming Perairan Pulau Semak Daun dan Karang
Congkak, Kepulauan Seribu, Jakarta. Balai Sea Farming merupakan unit
penyedia benih bagi masyarakat dan juga sebagai pelaksana pendampingan
teknis dalam pengelolaan budidaya ikan di Kepulauan Seribu. Perairan Pulau
Karang Congkak termasuk ke dalam perairan selat sedangkan perairan di Semak
Daun merupakan perairan gosong.
Kegiatan pendederan dalam KJA di perairan pulau Karang Congkak dan
Semak Daun menghadapi permasalahan penyakit termasuk parasit. Kematian
disebabkan oleh serangan parasit mencapai 30%. Parasit banyak ditemukan
pada
insang,
kulit,
maupun
mata.
Hal
yang
memacu
kecepatan
perkembangbiakan organisme parasit dan penyakit sehingga dapat merugikan
inang, bahkan dapat menyebabkan kematian yaitu kondisi kepadatan tinggi, dan
jaring kotor serta jarang diganti dan dibersihkan.
Serangan parasit yang muncul pada masa pendederan bila tidak
ditangani bisa menjadi jalur masuknya penyakit lain pada ikan seperti bakteri.
Selain itu, serangan parasit dalam intensitas yang besar pada ikan dapat
menimbulkan kematian dan mengganggu produktivitas budidaya. Berdasarkan
keadaan tersebut maka dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui
keberadaan parasit pada pendederan benih ikan kerapu macan yang
dilaksanakan pada waktu dan musim yang berbeda dari Rahayu (2009).
Pemantauan dilakukan mulai dari awal benih ditebar dalam wadah pendederan
(waring) hingga benih mencapai ukuran untuk pembesaran untuk mengetahui.
waktu, penyebab, gejala klinis, serta besarnya frekuensi dan intensitas serangan
parasit.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memantau keberadaan
parasit pada benih ikan kerapu macan di KJA Perairan Pulau Semak Daun dan
Karang Congkak, Kepulauan Seribu Jakarta.
Kejadian parasitisme meliputi
prevalensi dan intensitas parasit yang menyerang benih kerapu selama tahap
pendederan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus
Ikan kerapu tergolong dalam famili Serrenidae, tubuhnya tertutup oleh
sisik-sisik kecil. Kebanyakan hidup di perairan terumbu karang dan sekitarnya,
adapula yang hidup di sekitar muara sungai. Menurut Nontji (1987) nama kerapu
biasanya digunakan untuk empat genus anggota famili Serranidae yaitu
Epinephelus, Variola, Plectropomus dan Cromileptes. Sebagian besar genus
anggota Serranidae hidup di perairan relatif dangkal dengan dasar terumbu
karang, tetapi beberapa jenis diantaranya dapat ditemukan pada kedalaman
sekitar 300 meter. Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) menurut
Heemstra dan Randall (1993) memiliki sistematika yaitu :
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Osteichtyes
Subclass
: Actinopterygii
Ordo
: Percomorphi (Perciformes)
Sub ordo
: Percoidea
Family
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Spesies
: Epinephelus fuscoguttatus
Gambar 1. Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus (BBPBL 2002)
Ikan kerapu genus Epinephelus tubuhnya ditutupi oleh bintik – bintik
berwarna coklat, merah atau putih, sirip ekor berbentuk bundar, bentuk tubuhnya
agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam (Gambar 1.). Ikan kerapu
merupakan karnivora dan cara makannya dengan menangkap makanan sebelum
sampai ke dasar. Pakan yang paling disukai jenis Crustacea (rebon, dogol, dan
krosok) untuk ikan muda atau benih, selain itu jenis ikan-ikan (tembang, teri dan
belanak) bagi ikan kerapu yang lebih dewasa. Rotifer, krustacea kecil, kopepoda
dan zooplankton pakan untuk larva kerapu. Kerapu mempunyai kebiasaan
makan pada siang dan malam hari, lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari
(Tampubolon dan Mulyadi 1989 dalam BBPBL 2002).
2.2 Penyakit Ektoparasit pada Ikan Kerapu Macan
Ektoparasit yang umumnya menyerang ikan kerapu macan ada 3
golongan yaitu protozoa, crustacea dan trematoda. Untuk protozoa jenis parasit
yang biasa menginfeksi adalah Trichodina sp. (insang), dan Cryptocaryon irritans
(insang dan kulit). Kemudian dari golongan Crusatacea jenis parasitnya adalah
Caligus sp. Untuk trematoda jenis parasitnya terdiri dari Benedia sp.,
Neobenedenia sp., Diplectanum sp. dan Haliotrema sp (BBPBL 2002)
Cryptocaryon sp.
Cryptocaryon sp. (Gambar 2) jika menginfeksi tubuh ikan akan terlihat
bercak putih.menampakkan pada tubuh ikan yang tersering terlihat bercak putih.
Stadia parasit yang menginfeksi ikan dan menimbulkan penyakit adalah disebut
trophont berbentuk seperti kantong atau genta berukuran antara 0.3-0.5 mm, dan
dilengkapi dengan silia. Tanda klinis ikan yang terserang adalah ikan seperti ada
gangguan pernafasan, bercak putih pada kulit, produksi mukus yang berlebihan,
kadang disertai dengan hemoragi, kehilangan nafsu makan sehingga ikan
menjadi kurus. Erosi (borok) dapat terjadi karena infeksi sekunder dari bakteri
(Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 2004).
Gambar 2. Parasit Cryptocaryon sp. (Ruangpan, L 1982)
Trichodina
Menurut Lom (1962) Trichodina yang merupakan ektokomensal, dimana
mereka menggunakan inang sebagai daerah untuk mencari makanannya, yaitu
partikel air, bakteri dan detritus. Trichodina yang menempel di insang umunmya
berukuran lebih kecil dibandingkan yang hidup di kulit, contohnya adalah
Trichodinella. Populasi Trichodina sp di air meningkat pada saat peralihan
musim, dari musim panas ke musim dingin. Berkembang biak dengan cara
pembelahan yang berlangsung di tubuh inang, mudah berenang secara bebas,
dapat melepaskan diri dari inang dan mampu hidup lebih dari dua hari tanpa
inang. Parasit ini merupakan protozoa dari golongan ciliata berukuran ± 50µm
berbentuk bundar dengan sisi lateral berbentuk lonceng, memiliki cincin dentikel
sebagai alat penempel dan memiliki silia di sekeliling tubuhnya.
Penempelan Trichodina pada tubuh ikan sebenarnya hanya sebagai
tempat pelekatan (substrat), sementara parasit ini mengambil partikel organik
dan bakteri yang menempel di kulit ikan. Tetapi karena pelekatan yang kuat dan
terdapatnya kait pada cakram, mengakibatkan seringkali timbul luka, terutama
pada benih dan ikan muda. Pelekatan pada insang juga seringkali disertai luka
dan sering ditemukan sel darah merah dalam vakuola makanan Trichodina. Pada
kondisi ini maka Trichodina (Gambar 3) merupakan ektoparasit sejati yaitu
ektoparasit yang menghabiskan seluruh siklus hidupnya dan mengakibatkan
kerugian pada inang (Grabda 1991), dimana mereka memakan sel yang rusak
dan bahkan dapat menembus masuk ke dalam insang ataupun jaringan kulit.
Menurut Afrianto dan Liviawati (1992) dalam Susanti (2002), timbulnya serangan
penyakit pada ikan akibat hasil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi
lingkungan dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebakan
ikan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya
menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit. Populasi Trichodina di
air meningkat pada saat peralihan musim, dari musim panas ke musim dingin.
Berkembang biak dengan cara pembelahan yang berlangsung di tubuh inang,
mudah berenang secara bebas, dapat melepaskan diri dari inang dan mampu
hidup lebih dari dua hari tanpa inang (Wikipedia 2009). Ketika trichodinids
menjadi masalah di akuakultur, biasanya menunjukkan eutrofikasi atau kualitas
air yang buruk. Bakteri tinggi beban untuk memberikan berlimpah trichodininds,
yang kemudian berkembang biak di host dan kemudian menyebabkan patologi
yang berhubungan dengan lampiran (Lom, J. dan Dykova (1992).
Gambar 3. Parasit Trichodina (BBPBL 2002)
Dibawah ini (Gambar 4) terdapat jenis-jenis Trichodina yang menyerang
ikan kerapu macan di BBPBL Lampung yang ditemukan oleh Sonya (2006) :
Gambar 4. Jenis-jenis Trichodina yang menyerang ikan kerapu macan di
BBPBL Lampung (a-b). Trichodina retuncinata (c-d). Trichodina sp.I
(e-f). Trichodina sp. II
Trichodina retuncinata yang ditemukan memiliki diameter tubuh 42,7
mikron(33,6-51,3 mikron, n = 6). Lebar border membrane adalah 2,8 mikron (2,54,0
mikron,
n
=
8).
Diameter
adhesive
disc
berukuran
23,6
mikron (18,5-33,5 mikron, n = 9). Cincin dentikel memiliki diameter 12,3 mikron
(9,5-16,5
mikron,
n
=
9)
dan
jumlah
dentikel
dimiliki
adalah
21
(19-23, n = terbentuk 9) (Grupcheva et al. 1989, Xu et al. 2001 dalam Sonya
2006)
Trichodina sp. I (Gambar 4c,d), spesies ini berbeda dari Trichodina
retuncinata dilihat dari ukuran dan bentuk dentikelnya. Diameter tubuh yang
dimiliki sekitar 60 mikron (n = 1), lebar border membrane berukuran 2.8 mikron
(2,5 – 3.0 mikron, n = 2) dan diameter adhesive disc adalah 33.4 mikron (27,5 –
40,0 mikron, n = 4), bentuk dentikel menyerupai bulan sabit dan jumlah dentikel
sebanyak 21 (20-23, n=4) (Lom & Dyková 1992 dalam Sonya 2006).
Trichodina sp. II (Gambar 4e,f), memiliki diameter cincin dentikel 18.3
mikron (17,5-19,0 mikron, n = 2) dan dentikel berjumlah 21 (20-222, n = 2).
Panjang blade adalag 4,3 mikron ( 4,0-4,5 mikron, n = 2), dengan panjang
dentikel 8.0 mikron (n = 2) (Lom dan Dykova 1992 dalam Sonya 2006).
Caligus
Caligus sp. (Gambar 5) sering ditemukan baik pada induk ikan di KJA
maupun di tambak. Penempelan ektoparasit ini dapat menimbulkan luka, dan
akan lebih parah lagi karena ikan yang terinfeksi dengan parasit sering
menggosok-gosokkan tubuhnya ke dinding bak atau substrat keras lainnya.
Timbulnya luka akan diikuti dengan infeksi bakteri. Caligus sp. berukuran cukup
besar yaitu 2-3 mm sehingga dapat diamati dengan tanpa bantuan mikroskop
(BBPBL 2002).
Gambar 5. Parasit Caligus sp. (Heemstra P.C., dan Randall J.E.,. 1993)
Neobenedenia
Parasit Neobenedenia (Gambar 6) termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili
Capsilidae. Monogenean Capsalid dikenal sebagai cacing kulit dan merupakan
parasit eksternal yang paling umum pada budidaya ikan laut. Capsalid meliputi
beberapa spesies dan mempunyai kesamaan morphologi yaitu berbentuk oval
(lonjong) dan gepeng dengan sepasang sucker bulat (anterior sucker) pada tepi
bagian depan dan sebuah haptor besar (opisthapthor) pada tepi bagian
belakang. Di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, telah ditemukan
beberapa jenis Capsalid yang didapat dari induk ikan-ikan kerapu, ikan napoleon
dan ikan kakap. Capsalid yang ditemukan pada ikan kerapu bebek telah
diidentifikasi
sebagai
Neobenedenia
girellae
dan
Benedenia
epinepheli.
Neobenedenia girellae mempunyai tingkat patogenisitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Benedenia epinepheli, karena Neobenedenia girellae
selain dapat menginfeksi kulit juga menyerang mata yang menyebabkan
kebutaan. Ikan kerapu yang terinfeksi Neobenedenia girellae memperlihatkan
gejala klinis; kehilangan nafsu makan, tingkah laku berenangnya lemah dan
adanya perlukaan karena infeksi sekunder bakteri. Secara spesifik terlihat
adanya mata putih keruh, yang menimbulkan kebutaan yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Sebaliknya jenis capsalid yang lain tidak meyebabkan mata putih
keruh pada ikan yang teinfeksi. Capsalid merupakan parasit yang tidak berwarna
yang ada di permukaan badan ikan, sehingga sangat sulit untuk mengetahui
adanya infeksi parasit. Untuk itu, merendamkan ikan beberapa menit dalam air
tawar adalah cara yang sangat mudah untuk mengetahui adanya infeksi karena
parasit akan segera berubah warna menjadi putih didalam air tawar tersebut.
Upaya pengendalian terhadap infeksi parasit ini, dianjurkan merendam dalam air
tawar selama 10-15 menit atau dalam H2O2 150 ppm selama 30 menit (Zafran et
al., 1997; Zafran et al., 1998; Koesharyani et al., 2001).
Gambar 6. Parasit Neobedenia (Zafran et al., 1997)
Diplectanum
Parasit Diplectanum (Gambar 7) termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili
Diplectanidae dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang.
Parasit Diplectanum disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup
berbahaya dan sering ditemukan pada ikan laut. Beberapa jenis parasit insang
dapat menyebabkan kematian yang cukup serius pada ikan yang dibudidaya .
Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan yang membedakannya dari spesies
lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu mempunyai squamodisc (satu di ventral
dan satu di dorsal), dan sepasang jangkar yang terletak berjauhan (Zafran et al.,
1997). Parasit Diplectanum adalah parasit yang hidup pada insang ikan.
Gambar 7. Parasit Diplectanum yang menginfeksi kerapu (Zafran et al., 1997)
Diplectanum memiliki siklus hidup langsung (Gambar 8), artinya tidak
melibatkan inang antara. Siklus hidupnya dimulai dari telur yang dilepaskan
diperairan, lalu 2-3 hari akan membentuk larva bersilia (oncomirasidium)
oncomirasidium bergerak bebas di alam (diperairan) selama 6-8 jam maksimal
24 jam, kemudian mencari inang yang tepat. Oncomirasidium akan menempel
pada insang dan berkembang menjadi dewasa (Grabda 1991).
Gambar 8. Siklus hidup Diplectanum (Grabda 1991)
a=Diplectanum dewasa; b=telur yang dilepas keperairan; c=oncomirasidium
mulai menetas; d=oncomirasidium berenang bebas
Haliotrema
Parasit
Haliotrema (Gambar 9) termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili
Diplectanidae dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang.
Parasit ini disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup berbahaya
dan sering ditemukan pada ikan laut. Ikan kerapu yang terinfeksi memperlihatkan
gejala klinis; menurunnya nafsu makan, tingkah laku berenang yang abnormal
pada permukaan air, warna tubuh berubah menjadi pucat. Serangan berat dari
parasit ini dapat merusak filamen insang dan kadang-kadang dapat menimbulkan
kematian karena adanya gangguan pernapasan (Koesharyani et al. 2001).
Gambar 9. Infeksi parasit Haliotrema pada filamen insang kerapu
(Zafran et al., 1997)
Jenis parasit yang biasanya menginfeksi ikan kerapu macan seperti
tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Tinjauan penyakit parasit pada ikan kerapu macan Epinephelus
fuscoguttatus
Penyakit
Gejala Klinis
Pengobatan
Pustaka
Cryptocaryon
-kehilangan nafsu
-ikan direndam dalam larutan
- Ghufran
makan
Formalin 200 ppm selama 30-
H dan
-terdapat bintik-bintik
60 menit. Perendaman diulang
Kordi K.
putih pada insang dan
sampai
( 2004)
kulit/sisik
sembuh.
-produksi lendir
-ikan
meningkat
tawar selama 15 menit atau
-terdapat luka yang
dengan methylene blue 0,1
tersebar dan terjadi
ppm
pendarahan pada kulit
Perendaman diulang sebanyak
bagian dalam
2-3 kali.
ikan
benar-benar
- BBPBL
direndam
selama
dengan
30
air
(2002)
menit.
-mata membengkak,
sisiknya lepas
Trichodina
- iritasi pada kulit,
-ikan direndam dalam larutan
- Ghufran
produksi lendir
Formalin 200 ppm selama 30-
H dan
berlebih,
60 menit. Perendaman diulang
Kordi K.
-insang pucat, megap-
sampai
(2004)
megap sehingga ikan
sembuh.
sering menggantung
-ikan
di permukaan air atau
tawar selama 15 menit atau
dipinggir kolam
dengan methylene blue 0,1
-nafsu makan
ppm
menurun, gerakan
Perendaman diulang sebanyak
ikan lemah, sirip ekor
2-3 kali.
rusak dan berwarna
(selama
kemerahan akibat
aerasi cukup)
pembuluh darah
kapiler pada sirip
pecah, dan warna
tubuhnya terlihat pucat
ikan
benar-benar
- BBPBL
direndam
selama
dengan
30
pengobatan
air
menit.
diberi
(2002)
Caligus
-ikan direndam dalam air tawar
- Ghufran
dan akan lebih parah
selama 10-15 menit
H dan
lagi karena ikan yang
-perendaman dengan formalin
Kordi K.
terinfeksi
200 ppm selama 30 menit
(2004)
-menimbulkan
luka,
dengan
parasit
sering
(selama
pengobatan
diberi
- BBPBL
aerasi cukup)
(2002)
nafsu
-merendam dalam air tawar
Zafran et
makan, tingkah laku
selama 10-15 menit atau dalam
al., (1997)
berenangnya
H2O2 150 ppm selama 30 menit
menggosok-gosokkan
tubuhnya ke dinding
bak
atau
substrat
keras
lainnya.
Timbulnya luka akan
diikuti dengan infeksi
bakteri
Lanjutan 1.
Neobenedenia
kehilangan
dan
adanya
karena
lemah
luka
infeksi
sekunder
bakteri.
Secara spesifik terlihat
adanya
mata
keruh,
putih
yang
menimbulkan
kebutaan
yang
disebabkan
oleh
infeksi bakteri
(selama
pengobatan
aerasi cukup)
diberi
Diplectanum
-bernafas cepat tutup
-perendaman dengan air tawar
Zafran et
insang selalu terbuka
selama 15 menit kemudian
al., (1997)
-insang yang terinfeksi
untuk mengantisipasi adanya
berwarna pucat
infeksi sekunder direndam
-produksi
acriflavin 10 ppm selama 1 jam
lendirnya
-perendaman formalin 250 ppm
berlebihan
-tingkah
laku
berenang
yang
selama 1 jam
-perendaman dengan air laut
abnormal
bersalinitas
-warna tubuh pucat
selama 15 menit
(selama
tinggi
60
pengobatan
ppt
diberi
aerasi cukup)
Haliotrema
-nafsu
makan
menurun
-tingkah
laku
-perendaman formalin 250 ppm
Zafran et
selama 1 jam
al., (1997)
-perendaman dengan air laut
berenang abnormal
bersalinitas tinggi 60 ppt
-warna tubuh pucat
selama 15 menit
(selama pengobatan diberi
aerasi cukup)
2.3 Prevalensi dan Intensitas
Tingkat penularan parasit biasanya dinyatakan dalam prevalensi dan
intensitas.
Prevalensi
adalah
persentase
ikan
yang
terinfeksi
parasit
dibandingkan dengan seluruh ikan contoh yang diperiksa, sedangkan intensitas
merupakan jumlah rata-rata parasit per ikan yang terinfeksi. Prevalensi dan
intensitas tiap jenis parasit tidak selalu sama karena banyaknya faktor yang
berpengaruh, yaitu umur ikan, jenis ikan, waktu, dan sifat kimia perairan dimana
parasit tersebut hidup (Sutika 1997) dalam Susanti (2002). Menurut Dogiel et al.
(1961), ada beberapa faktor penting yang menentukan intensitas dan serangan
parasit pada inang, yaitu :
a. Adanya makanan inang yang merupakan inang antara dari parasit.
b. Inang yang berumur panjang akan mengalami akumulasi parasit dalam
jumlah besar.
c. Pergerakan individu ikan selama hidupnya dan besarnya ukuran daerah
yang sudah dilalui selama pergerakan dan hubungan dengan berbagai
kondisi lingkungan.
d. Kebiasaan dan lingkungan yang sama antara parasit dan inang yang
dapat mengakibatkan terjadinya kontak antar inang dan parasit.
e. Ukuran inang yang besar memungkingkan berakumulasinya bermacammacam parasit.
Menurut Noble et al. (1989) ikan yang menghabiskan seluruh siklus
hidupnya hanya di satu tipe perairan akan memiliki parasit lebih sedikit daripada
ikan yang berpindah-pindah.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Pemeliharaan Ikan
Pemeliharaan ikan dilakukan di karamba jaring apung (KJA) yang terletak
di dua lokasi yaitu Perairan Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak.
Balai Sea Farming Kepulauan Seribu, Jakarta. Benih berasal dari hatchery di Bali
dengan ukuran 5-7 cm. Benih ditebar pada tanggal 30 Mei 2009 di KJA di
Perairan Pulau Semak Daun sebanyak 4.900 ekor berukuran 7 cm. Padat
penebaran setiap waring berukuran 3 m x1,5m x1,5m 300-400 ekor. Benih
didederkan hingga ukuran ≥ 10 cm, yang kemudian ikan akan dibesarkan oleh
para nelayan anggota Sea Farming.
Kegiatan pendederan di KJA Balai Sea Farming terdiri dari persiapan
wadah, pengadaan dan penebaran benih, pemberian pakan, pengelolaan
kualitas air, pencegahan dan pengobatan hama dan penyakit, monitoring
pertumbuhan dan populasi, dan pemanenan.
Persiapan wadah pada keramba jaring apung meliputi pengeringan,
pembersihan, dan pemeriksaan jaring sebagai wadah pemeliharaan ikan apakah
ada yang berlubang atau tidak. Jaring yang digunakan adalah jaring yang bersih
dari organisme penempel seperti teritip dan rumput laut. Benih ikan kerapu
macan didatangkan menggunakan pesawat melalui bandara Soekarno Hatta
kemudian dilakukan repacking di Laboratorium Ancol. Kegiatan selama repacking
antara lain penggantian air jika kondisi air sudah buruk dan pengisian oksigen.
Kemudian benih dikirim ke lokasi pendederan menggunakan kapal ojeg dari
Muara Angke dimana kapal ojeg berlabuh sampai Pulau Panggang dan untuk
selanjutnya benih dibawa menggunakan kapal kecil ke Pulau Semak Daun dan
Pulau Karang Congkak. Lama perjalanan benih dari Bali sampai lokasi ± 10 jam.
Ikan yang tiba di Balai Sea farming kemudian diaklimatisasi ke dalam
waring yang telah dipersiapkan. Setelah 10 menit, plastik dibuka dan dimasukan
air dari lingkungan sedikit demi sedikit dan benih dibiarkan keluar dengan
sendirinya. Dalam satu waring berukuran 3m x 1,5m x 1,5 m ditebar benih kerapu
sebanyak 300-400 ekor. Pakan buatan yang diberikan yaitu pakan pellet dengan
bobot pakan yang diberikan per harinya sebesar 300 gram. Frekuensi pemberian
pakan 4-5 kali sehari. Penggantian waring/jaring yang kotor dengan yang bersih
dilakukan minimal 2 minggu sekali. Waring/jaring yang kotor dibersihkan dengan
air dan disikat. Setelah bersih, waring atau jarring kemudian dijemur sampai
kering
sebelum digunakan waring/jaring dikontrol kembali apakah ada yang
rusak atau putus.
Kegiatan pencegahan penyakit dilakukan dengan cara perendaman
dengan air tawar. Pencegahan penyakit dilakukan dengan cara perendaman
dengan air tawar. Kegiatan pencegahan dilakukan secara bersamaan dengan
proses grading (pemilahan ikan sesuai ukuran). Pengobatan ikan dilakukan
dengan cara perendaman ikan di air tawar dicampur Acriflavin + Elbaju atau
Formalin dengan dosis 5 gr untuk 25 liter air. Untuk ikan ukuran benih,
perendaman bisa dilakukan seminggu dua kali, sedangkan untuk ikan ukuran
besar, perendaman dilakukan satu minggu sekali. Wadah yang digunakan untuk
perendaman adalah boks sterofoam dengan ukuran 80 x 40 x 40 cm. Selama
masa pemeliharaan,
sering ditemukan berbagai macam penyakit yang
ditimbulkan dari beberapa parasit.
Monitoring pertumbuhan dan populasi dilakukan dengan cara sampling
dan dilakukan juga penyortiran untuk memisahkan ikan yang pertumbuhannya
agak lambat. Biasanya sampling populasi ikan dilakukan bersamaan dengan
kegiatan pencucian ikan. Sampling bobot jarang dilakukan dan biasanya
dilakukan ketika ikan mendekati usia panen. Pemanenan dilakukan ketika ukuran
ikan mencapai ≥ 10 cm, kemudian ikan tersebut dibesarkan oleh nelayan
anggota kelompok Sea Farming hingga ukuran konsumsi (0,5 kg per ekor).
3.2 Pengambilan Ikan Sampel
Ikan sampel diambil setiap minggu antara Juni sampai Agustus 2009 dari
keramba jaring apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu, Jakarta. Identifikasi
parasit dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Pengambilan sampel menggunakan purpose sampling yaitu sampel dipilih yang
memperlihatkan gejala klinis sakit. Skema penelitian yang dilakukan seperti
tercantum pada Gambar 8.
Pemisahan ikan sakit dari ikan sehat berdasarkan abnormalitas organ
Pengambilan ikan sakit sampel dari KJA Sea Farming
Pemeriksaan ikan dan identifikasi
Pembuatan
preparat ulas dari
organ
Identifikasi
parasit
berdasarkan
morfologi
Perhitungan
prevalensi,
dan intensitas
Gambar 10. Skema Metode Penelitian
Benih berukuran ±7 cm (ukuran ikan awal tebar) dengan bobot ikan (± 7,5
g) dipantau keberadaan ektoparasitnya selama 2 bulan hingga ukuran ikan
mencapai ± 13 cm (bobot ikan ± 24,9 g). Setiap satu minggu dilakukan
pemeriksaan terhadap lima ekor ikan sampel. Ikan sampel memiliki gejala
terinfeksi penyakit seperti luka-luka fisik, lendir berlebihan dan ikan yang
berenangnya melemah.
Ikan sampel yang diambil berasal dari ikan yang sudah melalui tahap
pemisahan antara ikan sakit dengan ikan sehat. Ikan sampel dimasukkan ke
dalam kantong plastik packing yang telah berisi air dan diberi oksigen.
Kepadatan ikan adalah lima ekor ikan per kantong berukuran 60 x 40 cm. Ikan
yang telah dikemas dimasukkan ke dalam plastik besar dan diberi es untuk
menurunkan suhu sehingga metabolisme ikan menurun. Kemudian ikan dibawa
ke Laboratorium Kesehatan Ikan dengan waktu tempuh ± 6 jam. Setelah sampai
di tempat pemeriksaan, ikan diaklimatisasi dahulu lalu dimasukkan ke dalam
akuarium penampungan dengan aerasi yang cukup. Keesokan harinya baru
dilakukan pemeriksaan terhadap ikan.
Pemeriksaan ikan dan parasit ikan sampel dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Ikan. Sebelum dilakukan pemeriksaan, ikan terlebih dahulu diukur
panjangnya menggunakan penggaris dan bobotnya dengan menggunakan
timbangan digital. Kemudian ikan dimatikan dengan cara menusukkan jarum
penusuk tepat di bagian medulla obllongatanya. Ikan sampel diamati seluruh
permukaan tubuhnya untuk melihat abnormalitas organ.
3.3 Pemeriksaan dan Identifikasi Parasit
Prosedur pemeriksaan parasit yang dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
1. Ikan yang masih hidup dimatikan segera dengan cara menusukkan jarum pada
daerah medulla oblongata di kepala.
2. Ikan diletakkan pada papan bedah dengan kepala menghadap ke kiri dan
bagian perut menghadap ke bawah.
3. Dilakukan pengamatan seluruh permukaan tubuh ikan secara visual, meliputi
kepala, operculum, insang, sisik/kulit dan sirip.
4. Lendir pada permukaan tubuh meliputi kepala, operculum, insang, sisik/kulit
dan sirip dikerik dengan menggunakan scapel dari sisi kiri maupun kanan ikan.
Dibuat preparat ulas pada gelas obyek yang kemudian diamati di bawah
mikroskop.
5. Operculum dibuka menggunakan gunting bedah, bagian dalam operculum
dikerik dan dibuat preparat ulasnya kemudian diperiksa di bawah mikroskop.
6. Insang dikeluarkan dengan cara bagian pangkal busur insang digunting,
masing-masing lembar insang dipisahkan dan dipindahkan ke gelas obyek
kemudian diamati dibawah mikroskop. Setiap preparat ulas diberi beberapa tetes
air untuk memberi ruang gerak parasit. Setiap parasit yang ditemukan segera
dipindahkan ke dalam cawan petri berisi larutan fisiologis sebelum dilakukan
proses fiksasi.
Identifikasi parasit didasarkan pada ciri-ciri khusus atau organ-organ
yang terkait dengan penentu sistematikanya seperti parasit dari genus
Monogenea dapat dilihat dari bintik mata dan adanya jangkar sebagai pengait
pada inang, data panjang dan diameter tubuh. Parasit yang ditemukan difoto
menggunakan
kamera
digital
sebagai
dokumentasi.
Parasit
kemudian
diidentifikasi mengikuti petunjuk dari Kabata (1985).
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian meliputi jenis parasit, prevalensi
dan intensitas parasit yang dianalisis secara deskriptif. Tingkat penularan parasit
dinyatakan dalam prevalensi dan intensitas. Prevalensi adalah persentase ikan
yang terinfeksi parasit dibandingkan dengan seluruh ikan sampel yang diperiksa,
sedangkan intensitas merupakan jumlah rata-rata parasit per ikan yang terinfeksi
(Woo 1995). Prevalensi dan intensitas parasit dihitung dengan menggunakan
rumusan sebagai berikut :
Prevalensi =
A
 100%
B
Intensitas rata-rata =
Keterangan : A = Jumlah ikan yang terserang parasit a
B = Jumlah ikan yang diperiksa
C = Jumlah parasit a yang ditemukan
D = Jumlah ikan yang terinfeksi parasit a
C
D
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kondisi umum perairan lokasi penelitian
Perairan pulau Semak Daun terletak di sebelah utara pulau Panggang
dan Pulau Karya, dan di sebelah selatan pulau Karang Bongkok. Pulau ini
memiliki daratan seluas 0,5 ha yang dikelilingi karang penghalang (barier reef)
sehingga terbentuk perairan dangkal terlindung (perairan karang dalam/gosong)
seluas 315 ha (PKSPL 2009). Perairan ini memiliki karakteristik hidroseanografi
sebagai berikut : Tipe pasut di perairan ini tergolong pasut campuran dominan
tunggal, yaitu mengalami satu kali pasang dan satu kali surut selama 24 jam.
Arah arus dominan menuju barat daya, yang berarti jika laut sedang pasang,
maka arus akan mengalir ke barat daya, dan ketika surut akan menuju timur laut.
Secara umum pola arah perambatan gelombang di lokasi Sea Farming mengikuti
arah perambatan gelombang di Laut Jawa dan dipengaruhi oleh angin musim.
Pada musim barat, gelombang akan merambat dari arah utara ke selatan dengan
tinggi gelombang mencapai 0,5 m, sedangkan pada musim timur arah
gelombang merabat dari timur ke barat dengan tinggi gelombang menacapai 0,6
m (SEAWATCH BPPT 2000 dalam PKSPL 2009). Suhu di area Sea Farming
berkisar 29,6 0C hingga 30,4 0C. Suhu di perairan ini mempunyai pola harian
yang nyata, dimana suhu merambat secara perlahan untuk mencapai nilai
maksimum dan menurun secara perlahan untuk mencapai nilai minimum.
Salinitas perairan berada diantara 32,53 psu hingga 33, 1 psu. Kisaran
kandungan O2 di area Sea Farming tidak terlalu besar, yaitu antara 4.421 hingga
4.596 mg/l.
Selain itu, perairan di area Balai Sea Farming memiliki karakteristik
kualitas air sebagai berikut: 1. Parameter Fisika Perairan terdiri dari kekeruhan,
kecerahan air (kedalaman Secchi) dan kandungan partikel tersuspensi.
Kandungan TSS di lokasi balai masih berada di bawah baku mutu yang tersedia
(< 20 mg/L), berarti kegiatan di KJA Balai Sea Farming tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap nilai TSS di lokasi perairan. Untuk parameter fisik
lainnya seperti kekeruhan dan kecerahan air (kedalaman Secchi) masih
menunjukkan nilai di bawah batas maksimal baku mutu untuk kekeruhan batas
dalam baku mutu yaitu 5 m, sedangkan kekeruhan standar baku mutunya < 5
NTU. 2 Parameter Kimia Perairan terkait parameter kelarutan oksigen,
kandungan bahan organik dan nutrient dan parameter kontaminan seperti logam.
Kandungan oksigen terlarut di lokasi KJA masih dalam nilai sangat baik dan
berada di atas baku mutu (diatas 5 mg/L). Nilai BOD5 masih sangat jauh di
bawah baku mutu yang diperkenankan yaitu 20 mg/L. Rendahnya parameter ini
mengindikasikan masih rendahnya kandungan beban bahan organik yang harus
diuraikan oleh bakteri secara biologis di perairan dan kolom air khususnya.
Kandungan minyak lemak di lokasi ini menunjukkan nilai yang sangat rendah
dibawah detection limit: < 1 mg/ L, berarti aktifitas manusia hanya memberikan
sedikit sumbangan kandungan minyak lemak di kawasan ini.
Berbeda dengan KJA perairan pulau Semak Daun, KJA perairan pulau
Karang Congkak memiliki karakteristik kualitas air sebagai berikut : 1. Parameter
fisik yaitu suhu berkisar antara 30.4 - 31. 0C, kecerahan masih berada dalam
batas baku mutu kedalaman sechi yaitu 3 – 5 m, kandungan padatan tersuspensi
(TSS) berada di bawah baku mutu yang tersedia (< 20 mg/L), sedangkan untuk
kekeruhan masih dibawah batas maksimal baku mutu yaitu 5 NTU. 2. Parameter
kimia terdiri dari kandungan oksigen terlarut masih sangat baik dan berada diatas
baku mutu 5 mg/L (6.26 – 7.15 mg/L), salinitas 34 psu dengan standar baku mutu
antara 33 – 34 psu, kandungan amoniak dalam nilai yang rendah dan aman di
bawah baku mutu, kandungan nitrat berada jauh melebihi kandungan maksimal
yang diperbolehkan dalam baku mutu yaitu 0,008 mg/L (diduga terkait dengan
peran oksigen dalam proses nitrifikasi dan denitrifikasi), dan kandungan logam
berat yang diukur meliputi Pb, Cu, Cd dan Hg menunjukkan telah terjadi
kecenderungan peningkatan nilai-nilai kandungan logam-logam di perairan.
Tingginya nilai kandungan logam di lokasi diduga disebabkan oleh pengaruh
massa air dari Teluk Jakarta yang masuk ke lokasi terbawa oleh arus musim.
Pada saat musim timur khususnya, massa air Teluk Jakarta masuk ke kawasan
ini, karena tidak dijumpai aktifitas manusia di kawasan pulau-pulau di Kepulauan
Seribu yang menghasilkan logam berat.
4.1.2 Parasit yang ditemukan
Ikan kerapu macan yang diambil dari KJA Perairan Pulau Semak Daun
dan Pulau Karang Congkak, Kepulauan Seribu menunjukkan adanya serangan
penyakit yang disebabkan oleh parasit Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp. dan
kista Myxosporea (Tabel 2 dan Tabel 3).
Tabel 2. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan Epinephelus
fuscoguttatus di KJA perairan pulau Semak Daun Balai Sea Farming
Kepulauan Seribu
Tanggal
Ukuran
Sampling
ikan
(cm)
Parasit
Organ yang diperiksa
Kulit/
Sirip
Sisik
D
P
V
C
Operculum
Insang
3/06/09
7 - 8,5
-
-
-
-
-
-
-
13/06/09
7,4 - 8,7
Diplectanum
-
-
-
-
-
Diplectanum;
Alitropus sp.
20/06/09
8,5 - 10,9
Trichodina;
-
-
-
-
-
Diplectanum;
Trichodina;
Diplectanum
Alitropus sp.
30/06/09
8,4 – 12,2
-
-
-
-
-
-
Diplectanum;
12/07/09
11 – 12,5
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : (-) : tidak ditemukan parasit
Berdasarkan Tabel 2, keberadaan parasit di KJA perairan pulau Semak
Daun dimulai pada sampling kedua, yaitu Diplectanum (pada kulit/sisik dan
insang) dan Alitropus sp. (pada insang). Untuk sampling ketiga parasit Trichodina
ditemukan menyerang kulit dan insang, serta Diplectanum dan Alitropus sp. pada
insang. Sampling ke-4 hanya parasit Diplectanum yang ditemukan pada insang.
Untuk sampling kelima tidak ditemukan parasit saat dilakukan pemeriksaan.
Tabel 3. Keberadaan dan jenis parasit pada benih kerapu macan Epinephelus
fuscoguttatus di KJA perairan pulau Karang Congkak Balai Sea
Farming Kepulauan Seribu
Tanggal
Ukuran ikan
Parasit
Sampling
(cm)
Organ yang diperiksa
Kulit /
Sirip
Operculum
Insang
Sisik
20/06/09
10,4 – 11,5
-
D
P
V
C
-
-
-
-
-
Diplectanum;
Alitropus sp.
30/06/09
10,7 – 12,4
-
-
-
-
-
-
Diplectanum;
Kista
Myxosporea
12/07/09
11,0 – 12,5
-
-
-
-
-
-
-
25/07/09
11,5 – 12,8
-
-
-
-
-
-
-
10/08/09
12,0 – 13,0
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : (-) : tidak ditemukan parasit
D : Sirip Dorsal
P : Sirip Pectoral
V : Sirip Ventral
C : Sirip Caudal
Berdasarkan Tabel 3, keberadaan parasit di KJA perairan pulau Karang
Congkak ditemukan pada organ insang saja. Pada sampling ke-1, parasit yang
ditemukan yaitu Diplectanum dan Alitropus sp. Untuk sampling ke-2, parasit
Diplectanum dan Kista Myxosporea. Pada sampling berikutnya tidak ditemukan
parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan. Pengambilan sampel
berbeda waktunya dengan KJA di perairan Pulau Semak Daun dikarenakan
kedatangan ikan yang berbeda pada masing-masing KJA.
Gejala benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) terinfeksi
suatu parasit ditandai lendir yang berlebihan, dan penggeripisan sirip ekor seperti
Ekor gripis tampak pada Gambar 9. Lendir yang berlebihan dikarenakan adanya reaksi yang
ditimbulkan oleh ikan ketika parasit yang menginfeksi tubuhnya sehingga dengan
lendir ikan berupaya untuk melindungi dirinya.
Lendir Gambar 11. Tanda-tanda benih ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus)
yang didederkan di KJA Balai Sea Farming yang terinfeksi penyakit
Adapun jenis-jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan
antara lain Diplectanum, Trichodina, Alitropus sp., dan kista Myxosporea seperti
tampak pada Gambar 10.
a. c. b. d. Gambar 12. Jenis – jenis parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan,
a). Diplectanum, b). Alitropus sp., c). Trichodina d). Kista Myxosporea
Parasit Diplectanum termasuk Ordo Dactylogyridea, Famili Diplectanidae
dan dikenal sebagai parasit Monogenetik trematoda insang. Parasit Diplectanum
disebut juga cacing insang, merupakan parasit yang cukup berbahaya dan sering
ditemukan pada ikan laut. Parasit Diplectanum mempunyai kekhasan yang
membedakannya dari spesies lain dalam Ordo Dactylogyridea yaitu mempunyai
squamodisc (satu di ventral dan satu di dorsal), dan 2 pasang jangkar yang
terletak berjauhan (Zafran et al., 1997). Menurut Diani (1996) dalam Susanti
(2001) panjang Diplectanum berkisar antara 0,5 – 1,0 mm.
a. b. c.
Gambar 13. Parasit Diplectanum a). Spesimen pada insang benih kerapu macan
b) Morfologi spesimen dari kerapu macan (perbesaran 40x10) c). Sketsa Parasit
Diplectanum menurut Noble et al. 1989
Trichodina merupakan ektoparasit di ikan air laut yang bersifat
ektokomensal, dimana mereka menggunakan inang sebagai daerah untuk
mencari makanannya, yaitu partikel air, bakteri dan detritus. Dilihat dari bentuk
blade, Trichodina yang didapat pada penelitian ini memiliki blade yang bengkok
seperti sabit dan bagian ujungnya meruncing. Selain itu, arah putaran blade dari
Trichodina yang ditemukan melawan arah jarum jam. Thorn berbentuk agak
ramping, sedikit bengkok dan meruncing ke arah tengah. Bagian tengah
adhesive disc yaitu dentikel ring terdiri dari 24 dentikel (Gambar 12a.). Parasit ini
merupakan protozoa dari golongan ciliata berukuran ± 50µm berbentuk bundar
dengan sisi lateral berbentuk lonceng, memiliki cincin dentikel sebagai alat
penempel dan memiliki silia di sekeliling tubuhnya.
Gambar 14. Parasit Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan
Parasit Alitropus sp. (Gambar 13) yaitu parasit Crustacea yang masuk ke
dalam kelas Isopoda, Family Aegidae, dan Genus Alitropus sp.. Alitropus sp.
memiliki badan pipih, lebar, oval dengan bagian perut yang datar dan permukaan
punggung yang agak cembung, memiliki dua antena, mata yang besar dan
bersifat fakultatif. Secara umum tubuh Isopoda terbagi menjadi 3 bagian yaitu
kepala (cephalon) yang tidak bersegmen, dilengkapi sepasang mata, dua pasang
antena dan mulut. Tubuh (peraon) terdiri dari 7 segmen dan masing-masing
dilengkapi sepasang kaki (peraepoda). Bagian terakhir dari Isopoda adalah pleon
yang terdiri dari 6 segmen dan segmen tersakhir disebut pleotelson (Kabata
1985).
Gambar 15. Parasit Alitropus sp.
Tabel 4. Prevalensi (P) dan Intensitas (I) parasit yang menyerang benih ikan
kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Balai Sea Farming
Perairan Pulau Semak Daun Balai Sea Farming Kepulauan Seribu.
Tanggal
Ukuran ikan
Diplectanum
Trichodina
Alitropus
Sampling (cm)
sp.
P(%)
I
P(%)
I
P(%)
I
3/06/09
7,0 - 8,5
0
0
0
0
0
0
13/06/09
7,4 - 8,7
100
71.67
0
0
60
1.3
20/06/09
8,5 -10,9
100
72.8
40
46.5
0
0
30/06/09
8,4 - 12,2
100
5.5
0
0
0
0
12/07/09
11,0 - 12,5
0
0
0
0
0
0
Dilihat hasil pada Tabel 4, sampling pertama tidak ditemukan parasit.
Sampling kedua, prevalensi parasit Diplectanum 100% dan Alitropus sp. nilai
prevalensinya sebesar 60%. Sampling ketiga, parasit Diplectanum memiliki
prevalensi sebesar 100%, sedangkan untuk prevalensi parasit Trichodina 40%.
Untuk sampling keempat 100% dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit
Diplectanum. Nilai 100% menyatakan bahwa ikan yang terserang parasit
Diplectanum dan Alitropus sp. sebesar 60% dari jumlah ikan yang diperiksa
sedangkan ikan yang terinfeksi parasit Trichodina sebanyak 40% dari jumlah ikan
yang diperiksa.
Pada sampling kedua intensitas Diplectanum sebesar 71.67 dan Alitropus
sp.1.3, berarti jumlah rata-rata parasit Diplectanum ditemukan pada ikan yang
terinfeksi sebesar 71.67 dan parasit Alitropus sp. sebesar 1,3 dari jumlah ratarata parasit yang ditemukan dari jumlah ikan yang terinfeksi parasit tersebut.
Untuk sampling ketiga diperoleh intensitas parasit Diplectanum sebesar 72.8,
dan Trichodina 46.5. Untuk sampling keempat nilai intensitas parasit Diplectanum
adalah 5.5 berarti sebanyak 5.5 Diplectanum ditemukan dari 5 ekor ikan yang
diperiksa. Pada sampling kelima tidak dilakukan penghitungan karena parasit
tidak ditemukan.
Tabel 5. Prevalensi (P) dan Intensitas rata-rata (I) parasit yang menyerang benih
ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di KJA Perairan Pulau
Karang Congkak Balai Sea Farming Kepulauan Seribu
Tanggal
Ukuran ikan
Sampling
(cm)
Diplectanum
Kista
Alitropus
Myxosporea
sp.
P(%)
I
P(%)
I
P(%)
I
20/06/09
10,4 – 11,5
100
62.8
0
0
20
1
30/06/09
10,7 – 12,4
40
15
20
10
0
0
12/07/09
11,0 – 12,5
0
0
0
0
0
0
25/07/09
11,5 – 12,8
0
0
0
0
0
0
10/08/09
12,0 – 13,0
0
0
0
0
0
0
Pada Tabel 5. sampling pertama yaitu sebesar 100% ikan yang terinfeksi
parasit Diplectanum, sedangkan Alitropus sp. memiliki nilai prevalensi parasit 20
% dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Alitropus sp. Untuk sampling
kedua, prevalensi Diplectanum sebesar 40%, dan kista Myxosporea sebesar
20% berarti sebanyak 20% ikan yang terinfeksi parasit kista Myxosporea dari
jumlah ikan yang diperiksa. Sampling ketiga, keempat dan kelima tidak
ditemukan parasit.
Intensitas parasit tertinggi yang menyerang benih kerapu macan di KJA
perairan pulau Karang Congkak diperoleh dari sampling tanggal 20 Juni 2009
yaitu Diplectanum sebesar 62.8 yang berarti ada 62.8 parasit Diplectanum yang
menginfeksi benih ikan kerapu macan. Selain itu, terdapat intensitas parasit
Alitropus sp. 1, dan 15 Kista Myxosporea dari jumlah rata-rata ikan yang
terinfeksi parasit tersebut.
4.2 Pembahasan
Benih ikan kerapu macan di KJA Perairan Pulau Semak Daun terinfeksi
oleh parasit. Parasit yang ditemukan yaitu Diplectanum, Trichodina dan Alitropus
sp. Sedangkan, benih ikan di KJA Perairan Pulau Karang Congkak terinfeksi
parasit Diplectanum, Alitropus sp., dan kista Myxosporea.
Diplectanum merupakan parasit yang bersifat inang spesifik, dan lebih
dominan menyerang insang. Parasit ini banyak ditemukan menyerang ikan-ikan
dari famili Serrenidae. Kabata (1985) menemukan Diplectanum sp. menyerang
ikan Epinephelus tauvina yang dipelihara di karamba jaring apung perairan
Singapura.
Diplectanum ditemukan dikulit kemungkinan karena terhempas dari
insang dan menempel dikulit. Hal ini dapat dilihat dari intensitas rata-rata
Diplectanum yang ditemukan dikulit sangat sedikit. Ikan kerapu yang terinfeksi
Diplectanum terlihat bernapas lebih cepat dengan tutup insang yang selalu
terbuka. Infeksi Diplectanum mempunyai hubungan erat dengan penyakit
sistemik seperti vibriosis. Insang yang terinfeksi biasanya berwarna pucat dan
produksi lendirnya berlebihan (Chong & Chao, 1986).
Selain itu, gejala klinis yang ditimbulkan adalah menurunnya nafsu
makan, tingkah laku berenang yang abnormal pada permukaan air, warna tubuh
berubah menjadi pucat. Parasit Diplectanum ditemukan pada semua ikan
sampel, dan umumnya menyerang organ insang. Serangan berat dari parasit ini
dapat merusak filamen insang dan kadang-kadang dapat menimbulkan kematian
karena adanya gangguan pernapasan. Selain itu, gangguan pernafasan
disebabkan oleh karena produksi lendir yang berlebihan sehingga insang tertutup
lendir. Warna insang ikan kerapu yang terinfeksi terlihat pucat (Zafran et al.,
1998; Koesharyani et al., 2001).
Vektor atau pembawa parasit Diplectanum sp. ialah air. Hal ini dapat
dilihat dari siklus hidupnya. Diplectanum memiliki siklus hidup langsung (Grabda
1991), artinya tidak melibatkan inang antara dimana telur yang dilepaskan
diperairan, setelah 2-3 hari akan menetas menjadi larva bersilia (oncomirasidium)
yang bergerak bebas di alam (diperairan) selama 6-8 jam maksimal 24 jam,
kemudian mencari inang yang tepat. Oncomirasidium akan menempel pada
insang dan berkembang menjadi dewasa.
Trichodina mempunyai siklus hidup yang sangat sederhana. Yaitu mereka
merupakan inang tunggal dan tidak menggunakan pergantian generasi atau
penggandaan
pembelahan
menghasilkan
diri
secara
asexual
pada
inang.
menjadi
dua,
membelah
diri
anak
dengan
jumlah
denticle
Reproduksinya
dengan
langsung.
setengah
dari
dengan
Sehingga
sel
induk.
Pelengkapan denticle dipulihkan oleh syntesis denticle baru dari tepi sel bagian
luar. Transmisi terjadi melalui kontak langsung dari host yang terinfeksi dan tidak
terinfeksi, dan juga dengan berenang aktif dari trichodinids dari satu host ke yang
lain. Trichodina sel berenang dengan permukaan adoral menghadap ke depan.
Di permukaan, mereka bergerak lateral, dengan menghadap adoral permukaan
substrat.
Trichodina yang ditemukan oleh Sonya (2006) pada ikan kerapu macan
yaitu Trichodina retuncinata, Trichodina sp.1, dan Trichodina sp.2 jika dilihat dari
arah putaran dentikelnya yaitu searah jarum jam. Akan tetapi, Trichodina yang
ditemukan pada penelitian yaitu melawan jarum jam. Hal ini berarti, ada jenis
Trichodina lain yang juga menyerang ikan kerapu macan dan ditemukan di
perairan Pulau Semak Daun Kepulauan Seribu. Dengan ini, telah ditemukannya
4 spesies Trichodina yang menginfeksi benih kerapu macan.
Ikan kerapu yang terinfeksi mengalami iritasi pada kulit, produksi lendir
berlebih, insang pucat, megap-megap sehingga ikan sering menggantung di
permukaan air atau dipinggir jaring, nafsu makan menurun, gerakan ikan lemah,
sirip ekor rusak dan berwarna kemerahan akibat pembuluh darah kapiler pada
sirip pecah. Luka yang disebabkan oleh parasit Trichodina dapat dijadikan
sebagai jalan masuk bagi bakteri untuk menginfeksi benih ikan kerapu macan.
Parasit Alitropus sp. melekat pada ikan dan melewati stadia jantan
sebelum menjadi betina. Baik Isopoda jantan maupun betina menempel secara
permanen ditubuh ikan. Kemudian telur dilepaskan ke perairan dan berkembang
menjadi larva lalu melekat pada inang hingga dewasa ketika ikan dalam keadaan
lemah atau lingkungan yang buruk. Isopoda kemungkinan mempunyai inang
spesifik yang tinggi dan akan mencari kesempatan untuk memilih inang yang
tepat. Isopoda ini merupakan parasit fakultatif, yaitu parasit yang akan menempel
pada ikan jika keadaannya lemah atau lingkungan yang buruk. Dengan sifat
oportunistik dan parasit fakultatif, maka derajat kerusakan pada ikan bervariasi
sesuai dengan tempat penempelan dan perbandingan antara intensitas Isopoda
dengan inangnya. Ukuran Isopoda yang besar dapat menyebabkan kerusakan
dan abrasi jika menempel pada kulit dan insang ikan (Grabda 1991).
Alitropus sp. ditemukan menyerang insang dan permukaan kulit benih
ikan kerapu macan yang dipelihara di keramba jaring apung. Serangan Alitropus
sp. pada insang benih ikan kerapu macan menyebabkan ikan mengalami
kesulitan bernafas sehingga insang pucat, kehilangan nafsu makan dan
berenang tidak teratur. Akibat serangan parasit ini jaringan tubuh ikan rusak,
nekrosis pada dermis dan filamen insang. Parasit ini bila tidak segera ditangani
menyebabkan kematian bagi ikan.
Gejala klinis ikan yang terserang parasit Alitropus sp. yaitu abnormalitas
dalam
berenang,
gerakan
lamban,
kehilangan
nafsu
makan,
anemia,
pertumbuhan lambat dan kematian akan terjadi pada hari ke 2-3 setelah ikan
diserang Alitropus sp. (Koesharyani et al., 1999). Oleh masyarakat pulau Seribu
parasit ini disebut kutu jokong.
Klasifikasi parasit golongan Myxosporea didasarkan pada karakteristik
morfologi dari fase vegetative dan spora (Dana dalam Suryani 1998). Spora
Myxosporea terbentuk oleh cangkang yang terdiri dari dua katup yang biasanya
simetrik dalam bentuk maupun ukuran. Pada bagian apora terdapat kapsul polar,
dan pada bagian posterior terdapat sporoplasma (Kudo dalam Suryani 1998).
Pada sampel ikan yang terinfeksi Myxosporea dapat dilihat insang tampak pucat
dan terdapat bintik merah pada bagian lamella insang. Kista Myxosporea hanya
ditemukan pada benih ikan kerapu macan di KJA perairan Pulau Karang
Congkak.
Kista Myxosporea ditemukan pada ikan kerapu macan yang berukuran ±
10 cm, dengan umur ikan ± 30 hari. Dilihat dari siklus hidupnya kista Myxosporea
berasal dari cacing tubificid sebagai tuan rumah perantara, kemudian masuk ke
dalam tubuh ikan melalui pakan atau air. Di dalam tubuh ikan, cacing
bereproduksi menghasilkan telur. Myxosporea menyerang epitel ikan dan dalam
waktu 1-1,5 bulan membentuk kista di organ inang. Pada pemeliharaan ikan di
KJA pakan yang diberikan yaitu pakan buatan atau pellet. Kista ini diduga
berasal dari hatchery sebagai tempat awal pemeliharaan ikan, karena kita tidak
mengetahui ikan ketika di hatchery diberi pakan pellet atau rucah.
Apabila dilihat dari keragaman parasit yang terdapat di perairan Pulau
Semak Daun dan Pulau Karang Congkak jumlah spesies parasitnya termasuk
sedikit. Menurut Noble et al. (1989) ikan yang menghabiskan seluruh siklus
hidupnya hanya di satu tipe perairan akan memiliki parasit lebih sedikit daripada
ikan yang berpindah-pindah.
Pada awal pemeliharaan benih ikan kerapu macan tidak terinfeksi parasit
namun setelah seminggu pemeliharaan ikan terinfeksi parasit, diduga ikan pada
saat itu dalam kondisi stress atau lemah. Hal yang menyebabkan ikan dalam
kondisi
stress
atau
lemah
dikarenakan
adanya
perubahan
lingkungan
pemeliharaan, ikan yang semula dipelihara didalam bak di hatchery kemudian
didederkan di KJA. Pemeliharaan ikan di hatchery lingkungannya lebih terkontrol
dibandingkan di KJA. Di KJA lingkungan pemeliharaan ikan sangat dipengaruhi
oleh kondisi alam. Adanya arus dan suhu yang selalu berfluktuasi mengakibatkan
ikan stress. Akan tetapi setelah satu bulan pemeliharaan di KJA perairan Pulau
Semak Daun, parasit yang menginfeksi benih ikan kerapu macan tidak
ditemukan.
Kemungkinan
ikan
sudah
bisa
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya, selain itu diduga karena ikan sudah diberi penanganan
pengobatan.
Parasit yang ditemukan memang hidup di perairan sekitar KJA, dengan
air sebagai vektornya maka parasit akan siap menyerang ikan jika dalam kondisi
ikan melemah. Selain itu, ikan-ikan yang hidup di perairan sekitar KJA
kemungkinan juga bisa menularkan parasit. KJA perairan Pulau Semak Daun
dilihat dari nilai intensitas serangan parasit dan waktu kemunculan parasit yang
lebih dominan dibanding KJA perairan Pulau Karang Congkak. Hal ini berarti
potensi KJA perairan Pulau Semak Daun untuk terserang penyakit parasit lebih
besar dibanding KJA pulau Karang Congkak. Sifat lingkungan perairan dengan
arus yang tidak besar yang memungkinkan parasit dapat berkembang biak
dengan baik.
Penurunan intensitas parasit Diplectanum pada masing-masing lokasi
KJA dikarenakan ikan mengalami pertambahan ukuran. Ektoparasit pada ikan
karnivora
akan
berkurang
intensitasnya
jika
ikan
tersebut
mengalami
pertambahan pertumbuhan. Insang yang menjadi substrat oleh parasit
Diplectanum akan mengeras, sehingga Diplectanum tidak dapat berkembang
biak. Selain itu, dikarenakan telah dilakukan tindakan pengobatan yaitu
pencucian ikan dengan air tawar dan diberi acriflavin maka intensitas serangan
parasit Diplectanum berkurang.
Kondisi lingkungan berhubungan erat dengan penyebab ikan terserang
penyakit. Serangan penyakit terjadi pada pengambilan sampel pertama hingga
ketiga. Kemungkinan pada saat itu kondisi lingkungan yang buruk menyebabkan
ikan terserang penyakit. Kondisi gelombang dan arus dipengaruhi oleh angin
musim. Pada musim angin timur, perairan dari Teluk Jakarta masuk ke dalam
perairan kepulauan Seribu. Musim angin timur ditandai dengan sedikitnya curah
hujan tetapi angin kencang. Sebagaimana kita tahu, perairan Teluk Jakarta saat
ini sudah tercemar akan limbah. Sampah yang terbawa oleh gelombang masuk
ke dalam perairan lokasi KJA terperangkap membuat kondisi ikan menjadi stress.
Selain itu, adanya serangan penyakit parasit kemungkinan tertular dari ikan-ikan
yang hidup di perairan lokasi KJA. Parasit merupakan organisme yang hidup
pada atau didalam organisme lain yang menjadi inangnya dengan mengambil
keuntungan dari inang dan menimbulkan kerugian pada inang. Parasit tumbuh
dan berkembang dengan menempel pada inangnya.
Menurut hasil penelitian Rahayu (2009), pada Bulan Agustus hingga
September KJA di Perairan pulau Karang Congkak dan Semak Daun, Kepulauan
Seribu Jakarta benih ikan kerapu yang didederkan terinfeksi penyakit parasit dan
bakteri.
Parasit
yang
ditemukan
adalah
Trichodina,
Diplectanum,
kista
Myxosporea dan Metacercaria sedangkan untuk bakteri adalah Vibrio sp. 1 dan
Vibrio sp.2.
Pada bulan Agustus hingga September mengalami peralihan musim yaitu
musim penghujan dengan dipengaruhi angin musim Barat, perairan dari Lautan
bebas dan sekitar pulau Karang Congkak dan Semak Daun masuk ke dalam
lokasi KJA. Gelombang pada musim angin barat tidak sebesar pada musim angin
timur, dan curah hujan yang tinggi. Air membawa sampah limbah rumah tangga
dari pulau sekitar masuk dan terperangkap di lokasi KJA. Penyakit bakteri yang
ditemukan oleh Rahayu (2009) diduga merupakan infeksi sekuder dari serangan
parasit. Hal ini terkait hasil penelitian yang dilakukan pada bulan sebelumnya
dengan musim yang berbeda didapat parasit Diplectanum yang menyebabkan
infeksi sekunder. Prevalensi dan intensitas parasit Diplectanum yang ditemukan
juga lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Rahayu (2009).
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa parasit yang menginfeksi benih
kerapu macan seperti Diplectanum, Trichodina, dan Alitropus sp. berasal dari
perairan sekitar lokasi KJA. Oleh karena ikan pernah terinfeksi parasit tersebut
maka perlu diwaspadainya parasit akan menginfeksi kembali di pembesaran.
Upaya untuk menanggulangi serangan penyakit parasit dilakukan pencegahan
dan pengobatan. Hal yang memacu kecepatan perkembangbiakan organisme
parasit dan penyakit
sehingga
dapat merugikan
inang, bahkan dapat
menyebabkan kematian yaitu kondisi kepadatan tinggi, dan jaring kotor serta
jarang diganti dan dibersihkan. Kondisi lingkungan perairan di sekitar memang
tidak bisa dikendalikan, tidak seperti dalam hatchery yang bisa kita kontrol. Hal
ini menjadi resiko tersendiri dalam pemeliharaan ikan di KJA. Tindakan
pencegahan yang dilakukan antara lain mengatur kondisi kepadatan ikan dan
penggunaan jaring yang bersih serta melakukan pencucian dengan air tawar
selama 5-10 menit secara rutin dan berkala. Pemberian pakan dicampur dengan
multivitamin, guna meningkatkan daya tahan tubuh ikan. Terhadap penyakit
Trichodina tindakan yang lebih penting ialah pencegahan. Hal ini dilakukan
dengan menciptakan suasana kesegaran dan kesehatan bagi ikan, sehingga
ikan mempunyai daya tahan yang besar terhadap penyakit ini. Caranya ialah
dengan memilih lokasi di mana air dapat selalu berganti lewat arus yang cukup.
Bila ikan telah diketahui terserang penyakit maka tindakan yang perlu
dilakukan ialah pengobatan. Tindakan pengobatan bila ikan terinfeksi parasit
adalah sebagai berikut (Ghufran dan Kordi ( 2004)) ;
1. Parasit Diplectanum
-perendaman dengan air tawar selama 15 menit kemudian untuk mengantisipasi
adanya infeksi sekunder direndam acriflavin 10 ppm selama 1 jam
-perendaman formalin 250 ppm selama 1 jam
-perendaman dengan air laut bersalinitas tinggi 60 ppt selama 15 menit
(selama pengobatan diberi aerasi cukup)
2. Parasit Trichodina
-ikan direndam dalam larutan Formalin 200 ppm selama 30-60 menit.
Perendaman diulang sampai ikan benar-benar sembuh.
-ikan direndam dengan air tawar selama 15 menit atau dengan methylene blue
0,1 ppm selama 30 menit. Perendaman diulang sebanyak 2-3 kali.
(selama pengobatan diberi aerasi cukup)
3. Parasit Alitropus sp.
-ikan direndam dalam air tawar selama 15-30 menit
-perendaman dengan formalin 200 ppm selama 30 menit
(selama pengobatan diberi aerasi cukup)
-atau dengan pengendalian mekanis dengan mengambil langsung parasit ini dari
bagian tubuh ikan yang terserang.
4. Kista Myxosporea
-ikan direndam dalam air tawar selama 10-15 menit.
-Penyakit disebabkan oleh parasit ini hingga kini belum ditemukan obat yang
efektif.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Benih kerapu macan yang dipelihara pada tahap pendederan dua lokasi
KJA Balai Sea Farming, yaitu Perairan Pulau Semak Daun dan Karang Congkak
mengalami serangan parasit pada tingkat prevalensi dan intensitas yang
berbeda. Parasit yang ditemukan pada Perairan Pulau Semak Daun adalah
Diplectanum, Trichodina, dan Alitropus sp. sedangkan parasit pada benih yang
diambil dari lokasi penelitian KJA perairan pulau Karang Congkak meliputi
Diplectanum, Alitropus sp., dan Kista Myxosporea.
Prevalensi dan intensitas parasit yang menginfeksi benih KJA perairan
Pulau Semak Daun ialah sampling pertama tidak ditemukan parasit. Sampling
kedua, prevalensi parasit Diplectanum 100% dan Alitropus sp. nilai prevalensinya
sebesar 60%. Sampling ketiga, parasit Diplectanum memiliki prevalensi sebesar
100%, sedangkan untuk prevalensi parasit Trichodina 40%. Untuk sampling
keempat 100% dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Diplectanum.
Nilai 100% menyatakan bahwa ikan yang terserang parasit Diplectanum dan
Alitropus sp. sebesar 60% dari jumlah ikan yang diperiksa sedangkan ikan yang
terinfeksi parasit Trichodina sebanyak 40% dari jumlah ikan yang diperiksa.
Pada sampling kedua intensitas Diplectanum sebesar 71.67 dan Alitropus
sp.1.3, berarti jumlah rata-rata parasit Diplectanum ditemukan pada ikan yang
terinfeksi sebesar 71.67 dan parasit Alitropus sp. sebesar 1,3 dari jumlah ratarata parasit yang ditemukan dari jumlah ikan yang terinfeksi parasit tersebut.
Untuk sampling ketiga diperoleh intensitas parasit Diplectanum sebesar 72.8,
dan Trichodina 46.5. Sampling keempat nilai intensitas parasit Diplectanum
adalah 5.5 berarti sebanyak 5.5 Diplectanum ditemukan dari 5 ekor ikan yang
diperiksa. Pada sampling kelima tidak dilakukan penghitungan karena parasit
tidak ditemukan.
Prevalensi dan intensitas parasit yang menginfeksi benih di KJA perairan
Pulau Karang Congkak ialah sampling pertama yaitu sebesar 100% ikan yang
terinfeksi parasit Diplectanum, sedangkan Alitropus sp. memiliki nilai prevalensi
parasit 20 % dari jumlah ikan yang diperiksa terinfeksi parasit Alitropus sp. Untuk
sampling kedua, prevalensi Diplectanum sebesar 40%, dan kista Myxosporea
sebesar 20% berarti sebanyak 20% ikan yang terinfeksi parasit kista Myxosporea
dari jumlah ikan yang diperiksa. Sampling ketiga, keempat dan kelima tidak
ditemukan parasit.
Intensitas parasit tertinggi yang menyerang benih kerapu macan di KJA
perairan pulau Karang Congkak diperoleh dari sampling tanggal 20 Juni 2009
yaitu Diplectanum sebesar 62.8 yang berarti ada 62.8 parasit Diplectanum yang
menginfeksi benih ikan kerapu macan. Selain itu, terdapat intensitas parasit
Alitropus sp. 1, dan 15 Kista Myxosporea dari jumlah rata-rata ikan yang
terinfeksi parasit tersebut.
5.2 Saran
Dari pengamatan selama penelitian, pencucian benih dengan air tawar
dan bahan kimia yang digunakan ternyata tidak dapat mencegah infeksi parasit
Diplectanum, Alitropus sp. , Trichodina dan Kista myxosporean. Oleh karena itu,
disarankan perlunya cara lain yang lebih efektif menggunakan bahan kimia
lainnya atau menambah waktu perendaman benih dalam air tawar.
DAFTAR PUSTAKA
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. 2002. Pembenihan Ikan
Kerapu. Seri Budidaya Laut No : 13. Direktorat Jendral Perikanan
Budidaya. Lampung.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, 2004. Jenis Penyakit
Pada Ikan (Finfish) Budidaya Air Payau dan Laut. http://www.dkp.go.id.
(25 Desember 2009)
Baliprov. 2009. Investasi 2009 Dominasi Asing belum Tergoyahkan di Denpasar,
Bali (BisnisBali) (Ikan Kerapu). http://www.bpm.baliprov.go.id. (10 Februari
2010).
Chong, Y. C. and T. M. Chao.1986. Common Disease of Marine Foodfish.
Fisheries Handbook No.2. Primary Production Departement. Ministry of
National Development. Republic of Singapore. 33p.
Dogiel, V. A., G. K. Ptrushevski and Yo I. Polylanski (Eds).1961. Parasitology of
Fishes. T. F. H. Publishers Inc. Ltd, Hongkong.
Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. PWN – Polish Publisher Warsawa.
304p.
Ghufran H dan Kordi K., ( 2004). Penanggulangan Penyakit Infeksi Ikan. PT.
Rineka Cipta dan PT. Bina Adiaksara. Jakarta.
Heemstra P.C., dan Randall J.E.,. 1993. FAO Spesies Catalog Vol.16 : Grouper
of The World (Family Serrenidae, Subfamily Ephinephelus). Rome. Food
and Agriculture Organization of The Unit
ed Nation.
Helmina,
Andretha.
2009.
Cetak
Rupiah
http://www.majalahtrubus.com/bisnis/peluang/796.php.
2010).
dari
(10
Kerapu.
Februari
Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. Pasific
Biological Station. British Columbia. Canada.
Koesharyani, I., D. Roza, K. Mahardika, F. Johnny, Zafran and K. Yuasa. 2001.
Marine Fish Lanjutan and Crustaceans Diseases in Indonesia In Manual
for Fish Diseases Diagnosis II (Ed. By K. Sugama, K. Hatai and T. Nakai).
49 p. Gondol Research Station for Coastal Fisheries, CRIFI and Japan
International Cooperation Agency.
Lom, J. 1962. Trichodinid ciliates from fishes of the Rumanian Black Sea Coast.
Parasitology, 52: 49-61.
Lom, J. dan Dykova I. (1992) Parasit Protozoa dari Fishes. Perkembangan
Perikanan Budidaya dan Perikanan Ilmu, 26. Elsevier: Amsterdam. 315pp.
"http://en.wikipedia.org/wiki/Trichodina"[11 Maret 2010]
Noble, E. R., G. A. Noble, G. A. Schad and A. J. Maclnnes. 1989. Parasitology,
The Biology of Animal Parasites. Lea and Febiger. Philadelphia. London.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara, Penerbit Djembatan. Jakarta.
Noga, E. J. 2000. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. Iowa State University
Press.
Novrina. 2002. Inventarisasi Parasit pada Ikan Maanvis, Ikan Black Ghost, Ikan
Maskoki dan Ikan Cupang di Jakarta Timur, DKI Jakarta. Skripsi.
Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Pescod, M. B. 1973. Investigation of Rational Effluent and Stream Standard for
Tropical Countries. AIT, Bangkok.
Rahayu, A.M. 2009. Keragaman dan Keberadaan Penyakit Bakterial dan
Parasitik Benih Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus Di Karamba
Jaring Apung Balai Sea Farming Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi.
Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor.
Ruangpan, L. 1982. Diseases and Parasites of Seabass, Lates Calcarifer.
Fisheries and Aquaculture Department. FAO Corporate Document
Repository.
Sonya, Rückert. 2006. Marine Fish Parasites in Indonesia ; State of Infestation
and Importance for Grouper Mariculture. Thesis. Institute for
Zoormophology, Cell Biologi and Parasitology, Heinrich. Heine. University
Dussedolf. Germany. http://www.marine parasitology.com (10 Februari
2010).
Suryani, Y. 1998. Potensi Lumbricus sp. (Oligochaeta) Sebagai Inang Antara
Parasit Myxosporea pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Skripsi.
Departemen Budidaya Perairan. Institut Pertanian Bogor.
Susanti, A. 2001. Inventarisasi Parasit Ikan Laut. Skripsi. Departemen Budidaya
Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Zafran, I. Koesharyani dan K. Yuasa. 1997. Parasit pada Ikan Kerapu di Panti
Benih dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. Vol. III(4):16-23.
Zafran, D. Roza, I. Koesharyani, F. Johnny and K. Yuasa. 1998. Marine Fish and
Crustaceans Disesases in Indonesia In Manual for Fish Diseases
Diagnosis (Ed. By K. Sugama, H. Ikenoue and K. Hatai). 44p. Gondol
Research Station for Coastal Fisheries, CRIFI and Japan International
Cooperation Agency.
Wikipedia. 2010. Trichodina. http://www.wikipedia.com (10 Februari 2010).
Download