Seri Pengelolaan Hutan dan Lahan Gambut Pertanian 06 MEMILIH DAN MENATA LAHAN RAWA GAMBUT Pemanfaatan Lahan Rawa Memilih lahan yang sesuai kemudian menatanya secara tepat merupakan salah satu kunci sukses bertani di lahan gambut. Kesalahan dalam memilih dan menata lahan dapat menyebabkan biaya tinggi dan kegagalan bertani. Lebih jauh lagi, kesalahan tersebut dapat merusak dan membahayakan lingkungan. ISI: ! Pemanfaatan Lahan Rawa ! Penataan Lahan dan Komoditas ! Penataan lahan ! ! rawa lebak Penataan lahan pasang surut Pencetakan sawah ! Pembuatan Surjan ! Penataan Lahan Tegalan ! Pembuatan Caren Karena sifatnya yang unik, lahan gambut mempunyai banyak fungsi. Di antaranya yang utama adalah untuk mencegah banjir di musim hujan dan mencengah kekeringan di musim kemarau, sebagai habitat bagi hidupnya berbagai macam satwa dan tumbuhan, penyimpan karbon serta lahan budidaya pertanian yang menguntungkan. Agar dapat berfungsi secara baik, lahan rawa perlu dimanfaatkan sesuai fungsinya dengan memperhatikan keseimbangan antara kawasan budidaya, kawasan non budidaya, dan kawasan preservasi. Pemerintah sudah menetapkan kawasan-kawasan tersebut. Kita wajib mentaatinya agar lahan rawa tetap lestari dan memberikan manfaat secara berkesinambungan. Kawasan non budidaya merupakan kawasan yang tidak boleh digunakan untuk usaha dan harus dibiarkan sebagaimana adanya. Kawasan tersebut antara lain hutan lindung, gambut sangat dalam (lebih dari 3 meter), sepadan pantai dan sungai, sekitar danau, dan pantai berhutan bakau. Bertani hanya boleh dilakukan pada kawasan budidaya. Bertani pada kawasan non budidaya dan kawasan preservasi disamping melanggar aturan karena akan merusak lingkungan juga membutuhkan biaya mahal karena umumnya lahan tidak subur dan bermasalah. Contoh kawasan preservasi adalah kawasan lahan gambut sangat dalam, aluvial bersulfat, dan rawa dengan tanah pasir. Penataan Lahan dan Komoditas Sistem penataan lahan dan komoditas yang dipilih sangat tergantung pada tipe lahan dan kondisi airnya. Lahan rawa lebak dan pasang surut dengan berbagai tipe luapan dan kedalaman gambut, ditata dengan cara yang berbeda-beda. Penataan lahan rawa lebak Lahan lebak yang telah direklamasi, kondisi airnya sudah tidak terlalu dalam. Tetapi berhubung permukaan tanah umumnya tidak rata, di beberapa tempat masih ditemukan lebak tengahan dan lebak dalam. 1 Lahan bergambut dan lahan gambut dangkal yang kedalamannya kurang dari 75 cm dapat ditata sebagai sawah atau surjan. Padi dikembangkan pada lahan sawah dan tabukan surjan. Palawija dan sayuran dikembangkan pada guludan surjan. Jika kedalaman air lebih dari 0,5 m hingga l m, dapat dibuat sistem caren dengan komoditas ikan, padi, dan palawija/sayuran. Kedalaman air lebih dari l m sebaiknya untuk retarder atau tandon air yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Peternakan juga dapat dikembangkan di lahan rawa. Jenis ternak yang umumnya diusahakan diantaranya adalah ayam, itik, dan sapi atau kerbau. Penataan lahan pasang surut Penataan lahan pasang surut tergantung dari ketebalan gambut, dan tipe luapan airnya. Tanah aluvial bersulfat sebaiknya dibiarkan sebagaimana adanya, untuk kehutanan, atau perumahan. Lahan sulfat masam sebaiknya hanya dikelola kalau ada irigasi atau tersedia pintu-pintu air saluran drainase yang dapat dibuka dan ditutup. Maksudnya agar lapisan pirit dapat dipertahankan kelembabannya dan tercuci sepanjang tahun. Jika syarat tersebut tidak ada, sebaiknya lahan sulfat masam tidak dimanfaatkan untuk budidaya pertanian. Tabel 1. Penataan lahan lebak dan lebak peralihan Tipe lebak Lebak dangkal/ pematang Kedalaman gambut dan air ! Lahan potensial dan bergambut ! Gambut dangkal <75 cm ! Tergenang pada musim hujan dengan kedalaman air di atas permukaan tanah <50 cm selama <3 bulan Ketebalan gambut 75 - 150 cm Penataan lahan Sawah ! Padi pada musim hujan, lalu panen menjelang musim kemarau ! Palawija/sayuran menjelang air surut ! Tanaman tahunan tidak cocok karena akar menjadi busuk (kecuali Rami dan Agave) Surjan Tabukan: Padi-padi, palawija Guludan: Padi - palawija - palawija/sayuran Tegalan dengan saluran cacing Ketebalan gambut 75 - 200 cm Tegalan Gambut >2,5 m Lebak tengahan Lebak dalam ! Lahan potensial dan bergambut ! Gambut dangkal <75 cm ! Tergenang pada musim hujan dengan kedalaman air di atas permukaan tanah 50 - 100 cm selama 3 - 6 bulan Tergenangi air >100 cm selama >6 bulan Pola tanam/komoditas Kehutanan/lahan pengawetan Palawija/tanaman tahunan Tanaman tahunan __ Caren ! Bertani padi menjelang musim kemarau pada caren ! Musim kemarau tanam palawija/sayuran pada guludan ! Tanam tanaman kehutanan yang tahan air ! Budidaya ikan dalam caren Retarder (tandon air/ kolam) ! Budidaya ikan ! Konservasi lahan dan air 2 Tabel 2. Penataan lahan pasang surut berdasarkan kedaaan gambut dan tipe genangan air (Widjaya Adhi, 1995) Keadaan Gambut Pola Genangan Air A B Aluvial bersulfat Kehutanan (tanaman tahan genangan Kehutanan (tanaman tahan genangan Perumahan /kehutanan Sulfat masam potensial Sawah Sawah/surjan Surjan bertahap Kehutanan/tegalan/ kebun (tata air harus baik) Tegalan (hortikultur, Sawah/tegalan padi gogo, palawija, tanaman tahunan) Potensial bergambut __ Gambut dangkal 50 - 100 cm __ Gambut sedang 100 - 200 cm C Sawah Sawah/tegalan Sawah D Kehutanan Perumahan, tegalan, hortikultur, padigogo, palawija, tanaman tahunan) Tegalan tanaman Tegalan: Tanaman semusim, kebun tahunan (kelapa, Kelapa sawit), kebun dan tanaman semusim __ __ Gambut dalam 200 - 300 cm __ __ Kebun (gambut <2,5 m) Kelapa, Kelapa sawit, Kebun (gambut <2,5 m) Gambut sangat dalam (>300 cm) __ __ Hutan/tampung hujan Hutan/tampung hujan Pembuatan sawah hanya dapat dilakukan pada lahan dengan tanah aluvial, bergambut, dan gambut dengan kedalaman maksimum 75 cm. Lahan gambut (terutama yang belum matang) dengan kedalaman lebih dari 75 cm sulit dibuat menjadi sawah karena sulit diinjak dan sulit dibuat lapisan kedap air. Penataan lahan juga ditentukan oleh lapisan aluvial yang berada di bawah tanah gambut. Apa yang diuraikan pada Tabel 2 l ini hanya berlaku kalau lapisan di bawah gambut adalah tanah liat atau humus. Apabila tanah di bawah gambut adalah pasir, sebaiknya tidak digunakan untuk budidaya pertanian tetapi digunakan untuk perumahan atau kehutanan. Hal ini karena gambut umumnya sangat tidak subur. Selain itu, apabila gambut sudah menipis dan habis, lahan akan menjadi padang pasir. Pencetakan Sawah Sawah adalah lahan untuk usahatani yang bisa tergenang air 3 pada waktu dibutuhkan terutama untuk menanam padi sawah. Pada waktu-waktu tertentu, airnya dapat dikeluarkan sehingga tanah menjadi macak-macak atau kering. Tahap-tahap mencetak sawah di lahan rawa sebagai berikut: 1. Membersihkan tanah dari tunggul. Jika lapisan piritnya dangkal, pencabutan tunggul harus dilakukan bertahap. Tahap pertama adalah mencabut tunggul yang kecil. Setiap Periode tanam, tunggul yang lebih besar dicabut. Tunggul besar berdiameter >50 cm sebaiknya dibiarkan melapuk dengan sendirinya; 2. Melakukan pelumpuran. Pelumpuran dimaksudkan untuk membuat lapisan kedap air di bawah lapisan olah tanah sedalam 25-30 cm. Pelumpuran dilakukan dengan cara mencangkul atau membajak sedalam 20 cm dalam keadaan basah lalu diratakan dan diaduk dengan lapisan tanah aluvial di bawah gambut setebal 10 cm. Lapisan kedap air umumnya baru terbentuk setelah 5-7 kali musim tanam. Pengolahan tanah tidak boleh melebihi kedalaman lapisan pirit; 3. Membuat saluran drainase intensif berupa saluran kolektor dan saluran cacing. Saluran kolektor berukuran 40 x 40 cm, dibuat mengelilingi lahan dan tegak lurus saluran kuarter pada setiap jarak 20 - 25 m. Saluran cacing dibuat berukuran 30 cm x 30 cm, setiap jarak 6 - 12 m, tegak lurus saluran kolektor. 1-6m Gambar 1. Sistem surjan: guludan untuk ubijalar, tabukan untuk padi Pembuatan Surjan Surjan dibangun untuk memperoleh lahan sawah yang bisa ditanami padi dan lahan kering yang bisa ditanami palawija, sayuran, atau tanaman tahunan dalam waktu yang bersamaan. Penataan lahan ini dibuat untuk penganekaragaman komoditas pada lahan yang pasokan airnya terbatas untuk bertanam padi. Pembuatan surjan dilakukan dengan cara merendahkan/ menggali sebagian permukaan tanah dan meninggikan permukaan tanah lainnya secara beraturan. Bagian yang direndahkan disebut tabukan, digunakan untuk bertanam padi terutama di musim hujan. Bagian yang ditinggikan disebut guludan untuk bertanam 5 - 15 m Permukaan tanah asal Guludan palawija, sayuran, padi gogo, atau tanaman tahunan. Tanah gambut yang tebalnya lebih dari 100 cm tidak boleh dibuat surjan karena akan membuat gambut mudah kering. Selain itu, bagian tabukannya sulit untuk disawahkan. Surjan dibuat memanjang tegak lurus saluran kolektor. Ukuran surjan tergantung pada kemampuan tenaga kerja, selera, kedalaman pirit, dan ketersediaan/kedalaman air. Jika menghendaki sawah lebih luas, dan airnya memungkinkan, lebar tabukan bisa berukuran 5 15 m dan guludan 1 - 6m. Jika airnya terbatas, bisa menggunakan perbandingan satu bagian untuk tabukan dan dua bagian untuk guludan. Pembuatan surjan di lahan yang mengandung pirit, dilakukan secara bertahap. Pertama hanya berupa guludan memanjang saja Tabukan Gambar 2. Penampang surjan 4 Gambar 4. Sistem surjan: tabukan untuk padi, guludan untuk tanaman tahunan Gambar 3. Sistem surjan: tabukan untuk padi, guludan untuk palawija Kemudian diperlebar setiap kali habis panen hingga memperoleh ukuran yang dikehendaki. Jika pitritnya dangkal, sebaiknya tidak dibuat surjan tetapi disawahkan saja. Namun jika dikehendaki benar, pertama-tama hanya boleh membuat puntukan-puntukan saja. Puntukan dapat diperlebar sedikit-demi sedikit setiap habis panen. Penggalian tanahnya tidak boleh sampai mengangkat lapisan pirit ke permukaan tanah. Penataan Lahan Tegalan Lahan tegalan atau lahan kering dibuat di lahan rawa jika airnya terbatas atau tidak mungkin disawahkan atau dibuat surjan. Lahan tegalan adalah lahan yang permukaan tanahnya tidak tergenangi air. Lahan ini digunakan untuk bertanam padi gogo, palawija, sayuran, dan tanaman tahunan. Meskipun tidak tergenang air, tegalan di lahan rawa perlu dijaga kelembabannya terutama bila piritnya dangkal atau tanahnya gambut. Drainase di lahan ini juga harus lancar untuk membuang senyawasenyawa beracun terutama di lahan sulfat masam, lahan gambut, dan lahan bukaan baru. Untuk itu, lahan perlu dilengkapi dengan saluran drainase intensif dan pintu-pintu air. Saluran drainase intensif (terdiri atas saluran cacing dan saluran kolektor) adalah saluran yang berada di dalam lahan pertanaman. Saluran ini dibuat terutama di lahan sulfat masam dan gambut dengan tujuan untuk memperlancar distribusi air, memperlancar drainase, mempertahankan kelembaban tanah, dan mencuci senyawa beracun. Saluran ini dibuat Sesudah pengolahan tanah. Saluran kolektor berukuran 40 x 40 cm, dibuat mengelilingi lahan dan tegak lurus saluran kuarter pada setiap jarak 20- 25 m. Saluran cacing dibuat berukuran 30 cm x 30 cm, setiap jarak 6-12 m, tegak lurus saluran kolektor. Semakin dangkal lapisan pirit, jarak antar saluran semakin sempit tetapi tidak terlalu dalam sehingga pirit tidak terusik. Pembuatan Caren Rawa lebak tengahan ditata dengan sistem caren dikombinasikan dengan surjan atau saluran cacing. Prinsip pembuatan caren adalah Saluran cacing Saluran tersier Saluran kolektor keliling Batas lahan/tanggul Pintu air Saluran kuarter Gambar 5. Sketsa penataan lahan tegalan 5 Kolam ini disebut sebagai caren. Tanah galian ditumpuk di bagian luar dan berfungsi sebagai tanggul yang mengelilingi caren. Caren dihubungkan dengan saluran drainase kuarter; 2. Kedalaman caren maksimal 10 cm lebih dangkal dari lapisan pirit (bila ada). Volume caren diperhitungkan agar mampu menampung air hujan dari dalam lahan; 3. Bagian caren digunakan untuk memelihara ikan. Menjelang musim kemarau, caren dapat pula digunakan untuk bertanam padi dengan sistem minapadi. membuat embung atau tandon air di masing-masing lahan sehingga bisa mengurangi genangan di musim hujan dan menjadi sumber air di musim kemarau. Caren biasanya dibuat pada masing-masing lahan petani. Satu unit caren umumnya berkisar antara 0,25 - 0,5 ha. Cara membuat caren sebagai berikut: 1. Bagian pinggir lahan digali selebar ± 4 m membentuk kolam memanjang dan mengelilingi lahan. Saluran tersier Lahan kering/surjan/sawah Batas lahan/tanggul Bagian tanggul ditanami sayuran atau untuk jalan. Bagian tengah ditata untuk sawah, surjan, atau tegalan dan dilengkapi dengan saluran cacing. Daftar Pustaka Danarti, dkk. 1995. Studi Pengembangan Lahan Rawa Lebak. Puslitbangtrans. Jakarta. IPG Widjaja-Adhi, Didi Ardhi, dan Mansyur. 1993. Pengelolaan Lahan dan Air Lahan Pasang Surut, Puslitbangtrans. Jakarta. IPG Widjaja Adhi. 1995. Potensi, Peluang, dan Kendala Perluasan areal Pertanian di Lahan Rawa. Makalah Seminar Pengembangan Lahan pertanian di Kawasan Timur Indonesia, Puspitek, Serpong. Muslihat, L. 2003. Teknik Penyiapan Lahan untuk Budidaya Pertanian di Lahan Gambut dengan Sistem Surjan. Wetlands Internasional Indonesia Programme. Bogor. Muslihat, L. 2003. Ekologi Gambut. Wetlands Internasional - Indonesia Programme. Bogor. Najiyati, Sri., dkk. 1997. Studi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Puslitbangtrans. Jakarta. Tim Produksi: Caren Penyusun : Sri Najiyati Foto : Sri Najiyati Desain/ Tata Letak : Vidya Fitrian +4m Gambar 6. Sketsa caren Head Office: Wetlands International-Indonesia Programme Jl. Ahmad Yani No 53-Bogor 16161 PO. Box 254/BOO-Bogor 16002 Tel:+62-251-312189; Fax: +62-251-325755 [email protected] OR [email protected] Sumatra Office: Jl. A. Thalib No. 28 Kec. Telanaipura - Jambi 36135 Tel: +62-741-60431 [email protected] Kalimantan Office: Jl. Teuku Umar No 45 Palangka Raya 73111 - Kal Teng Tel/Fax: +62-536-38268 [email protected] OR [email protected] Indonesia Programme Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI), merupakan proyek yang berkaitan dengan serapan karbon (carbon sequestration) dan dibiayai melalui Dana Pembangunan dan Perubahan Iklim Kanada. Proyek ini dirancang untuk meningkatkan pengelolaan berkelanjutan pada hutan dan lahan gambut di Indonesia agar kapasitasnya dalam menyimpan dan menyerap karbon meningkat serta mata pencaharian masyarakat di sekitarnya menjadi lebih baik. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam proyek ini, baik di tingkat lokal maupun nasional, dikaitkan dengan usaha-usaha perlindungan dan rehabilitasi hutan dan lahan gambut. Dalam pelaksanaannya di lapangan, proyek ini menerapkan pendekatan-pendekatan yang bersifat kemitraan dengan berbagai pihak terkait (multi stakeholders) dan dengan keterlibatan yang kuat dari masyarakat setempat. The Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia (CCFPI) Project is undertaken with the financial support of the Government of Canada provided through The Canadian International Development Agency (CIDA) Ditjen. PHKA Canadian International Development Agency Http://www.indo-peat.net 6 Agence canadienne de développement international