intisari hubungan pemberian informasi obat dengan kepatuhan

advertisement
INTISARI
HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN
MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI
PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA
Nurul Ainah1, Aditya Maulana PP, M.Sc., Apt2, Nadya Sari, S.Farm., Apt3
Kepatuhan dalam mengkonsumsi obat antibiotik sangat diperlukan untuk
mencegah terjadinya resistensi. Pemberian informasi obat oleh tenaga
kefarmasian diharapkan dapat membuat pasien patuh dalam minum obat
antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian
informasi obat dengan kepatuhan minum obat antibiotik dan faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat antibiotik.
Penelitian ini menggunakan metode cohort pada 91 pasien yang
mendapat obat antibiotik di Puskesmas Remaja Samarinda. Responden dipilih
secara concecutive sampling dan terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok
pertama diberi informasi obat lengkap yaitu jenis obat beserta kegunaan obat,
aturan pakai obat beserta interval waktu dan lama penggunaan obat beserta alasan.
Sedangkan kelompok kedua diberi informasi standar yaitu jenis obat, aturan pakai
obat dan lama penggunaan obat. Data kepatuhan diperoleh melalui pengamatan
langsung dengan menghitung sisa obat yang telah diterima pasien. Analisa data
dilakukan menggunakan uji chi-square.
Hasil penelitian menunjukkan responden yang mendapat informasi obat
lengkap sebanyak 40,43% patuh dan 59,57% tidak patuh. Sedangkan responden
yang mendapat informasi obat standar sebanyak 40,91% patuh dan 59,09% tidak
patuh. Hasil penelitian secara statistik bahwa tidak ada hubungan antara
pemberian informasi obat dengan kepatuhan minum obat dengan nilai p = 0,963 >
0,05. Pemberian informasi obat oleh tenaga kefarmasian bukanlah satu-satunya
faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi ketidakpatuhan minum obat antibiotik antara lain keyakinan, sikap
dan kepribadian pasien, pemahaman instruksi dan kualitas interaksi antara pasien
dengan tenaga kesehatan.
Kata kunci : informasi obat, antibiotik, kepatuhan.
1,2
Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin
3
Puskesmas Remaja Samarinda
ABSTRACT
CORRELATION PROVISION OF DRUG INFORMATION WITH
ANTIBIOTIC MEDICATION ADHERENCE BY OUTPATIENTS IN
PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA
Nurul Ainah1, Aditya Maulana PP, M.Sc., Apt2, Nadya Sari, S.Farm., Apt3
Adherence in taking antibiotics is necessary to prevent resistance.
Provision of drug information by pharmacy personnel are expected to make
patient adherence in taking antibiotics. This study aimed to determine correlation
between provision of drug information with antibiotic medication adherence and
the factors affecting nonadherence taking antibiotics.
This study used a cohort method on 91 patients who received antibiotics
in Puskesmas Remaja Samarinda. Respondents were selected concecutive
sampling and divided into two groups. The first group was given a complete drug
information is types of drug with the usefulness of drug, rules of use of drug with
time interval and long drug use and the reasons. The second group was given a
standard drug information is type of drug, rules of use of drug and long drug use.
Compliance data obtained through direct observation by counting the remaining
drugs that have received patients. The data were analyzed using chi-square test.
The results showed respondents who received complete drug information
as much 40,43 % adherent and non-adherent 59,57 %. While respondents who
received standard drug information as much 40,91 % adherent and non-adherent
59,09 %. The results of the study are statistically that there is no correlation
between provision of drug information with medication adherence with p value =
0,963 > 0,05. Provision of drug information by pharmacy personnel are not the
only factors that affect adherence. Factors that affect nonadherence taking
antibiotics among other beliefs, attitudes and personality of the patient,
understanding instructions and quality of interaction between patients with health
professionals.
Keywords : drug information, antibiotics, adherence.
1,2
Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin
3
Puskesmas Remaja Samarinda
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Obat mempunyai peranan penting dalam pelayanan kesehatan. Obat
digunakan untuk penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan dan
peningkatan kesehatan manusia. Obat terdiri dari beberapa jenis, ada yang
menyembuhkan dengan cara menghilangkan penyebabnya, ada yang untuk
mengurangi gejala dan ada juga yang digunakan untuk mengganti zat yang
biasanya dihasilkan oleh organ tubuh yang sakit. Antibiotik adalah salah satu
dari obat yang digunakan untuk menyembuhkan dengan cara menghilangkan
penyebabnya (Tjay dan Raharja, 2007).
Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan dalam
pengobatan. Khususnya digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang
disebabkan virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri. Penggunaan
antibiotik harus memperhatikan dosis, frekuensi dan lama pemberian sesuai
regimen terapi dan kondisi pasien (Kemenkes, 2011).
Antibiotik harus di konsumsi atau di minum secara teratur sesuai cara
penggunaannya. Jika pasien menggunakan antibiotik tidak tepat seperti tidak
patuh pada regimen pengobatan dan aturan minum obat maka akan memicu
terjadinya resisitensi. Dampak jika bakteri telah resistensi terhadap
antibiotik adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas dan meningkatnya
biaya kesehatan (Kemenkes, 2011).
Resistensi dapat dicegah jika pasien minum antibiotik secara patuh.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan pasien dalam
mengkonsumsi obat. Beberapa diantaranya kualitas interaksi antara profesional
dengan pasien dan sikap atau keyakinan dari pasien itu sendiri untuk sembuh.
Dukungan keluarga dan dukungan profesional kesehatan dapat membantu
mengatasi ketidakpatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat (Niven, 2012).
Pada saat ini pelayanan kefarmasian telah berubah yang dulunya
berorientasi pada obat sekarang berorientasi kepada pasien yang mengacu kepada
asuhan kefarmasian atau biasa disebut dengan istilah pharmaceutical care.
Pasien adalah prioritas utama dalam pelayanan kefarmasian sehingga kualitas
hidup pasien menjadi meningkat. Pharmaceutical care dilaksanaan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan tidak terkecuali di fasilitas pelayanan tingkat
pertama yaitu puskesmas. Pelayanan kefarmasian di puskesmas dilaksanakan
oleh Apoteker dan dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian/asisten apoteker.
Pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian adalah bentuk dukungan dari profesional kesehatan dalam
meningkatkan kepatuhan minum obat (Depkes, 2006).
Untuk mendukung terlaksananya pharmaceutical care tenaga kefarmasian
yaitu Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar interaksi
tenaga kefarmasian dengan pasien berkualitas. Pemberian informasi obat
kepada pasien adalah salah satu bentuk interaksi tenaga kesehatan dengan
pasien. Informasi obat yang disampaikan kepada pasien harus benar, jelas,
mudah dimengerti, akurat dan tidak bias. Informasi obat tersebut diharapkan
dapat membantu pasien dalam mengkonsumsi obat secara teratur sehingga
kesembuhan pasien dapat diperoleh (Kemenkes, 2004b).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti selama Praktek
Kerja Lapangan (PKL) yang dilaksanakan tanggal 7 Juli sampai 16 Agustus
2014 di Puskesmas Remaja diperoleh data yaitu jumlah rata-rata penggunaan
obat antibiotik dalam 1 bulannya mencapai angka kurang lebih 43% dari
kunjungan resep dan khusus untuk antibiotik Amoksisilin 500 mg termasuk
dalam 10 jenis obat dengan pemakaian obat terbanyak pada tahun 2013. Untuk
pemberian informasi obat, khususnya obat antibiotik pasien hanya menerima
informasi tentang jenis obat, aturan pakai tapi tanpa disertai interval waktu, dan
lama penggunaan obat. Efek samping dan cara penyimpanan tidak pernah
disampaikan kepada pasien.
Menurut penelitian Julaiha (2014) yaitu pemberian informasi obat yang
disampaikan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian meliputi waktu
penggunaan sebanyak 100%, lama penggunaan sebanyak
98,10% cara
penggunaan obat sebanyak 99,37%, efek yang dirasakan sebanyak 94,30% dan
efek samping sebanyak 1,27%.
Sedangkan dari penelitian Asih (2011) menyatakan
komunikasi petugas
pelayanan informasi obat mempunyai pengaruh signifikan tehadap kepatuhan
minum obat Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang hubungan pemberian informasi obat dengan
kepatuhan minum obat antibiotik pada pasien rawat jalan di Puskesmas Remaja
Samarinda.”
Download