Uploaded by marhani_dwithania

Profil Pemberian Informasi Obat

advertisement
LAPORAN PENELITIAN DOSEN
GAMBARAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT ANTIBIOTIK
DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN
Disusun oleh :
NAMA
: SAFTIA ARYZKI, M.Farm., Apt.
NIDN
: 1120099002
D3 FARMASI
AKADEMI FARMASI ISFI
BANJARMASIN
2017
18
19
ABTRAK
GAMBARAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT ANTIBIOTIK DI
PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN
Saftia Aryzki
Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin
e-mail: [email protected]
Pelayanan informasi obat salah satu kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif,
terkini oleh Apoteker kepada pasien, masyarakat. penyediaan informasi obat yang
benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan
kesehatan yang terbaik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan
kemanfaatan dan ketepatan penggunaan suatu obat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran pemberian informasi obat antibiotic amoksisillin di
Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin.
Metode penelitian ini non eksperimental bersifat deskriptif dengan
melihat gambaran bagaimana pelayanan informasi obat antibiotik amoksisillin
kepada pasien. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling
dimana populassi dari penelitian ini berjumlah 2036 pasien yang mengacu pada
pasien yang menerima obat pada bulan januari – April 2017 dengan dirataratakan untuk satu bulannya dan diperoleh sampel berjumlah 237 sampel.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi, dimana
peneliti melakukan pengamatan langsung pada saat pelayanan informasi obat
antibiotik amoksisillin yang dilakukan langsung oleh Tenaga Kefarmasian kepada
pasien.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas
Alalak Selatan Banjarmasin tentang pemberian informasi obat antibiotik
amoksisilin kepada pasien, dapat disimpulkan bahwa informasi obat antibiotik
yang diberikan meliputi waktu penggunaan obat (100%), cara penggunaan obat
(64,58%), lama penggunaan obat (83,75%), hal-hal yang mungkin timbul dalam
hal ini adalah cara penyimpanan obat (12,08%), efek samping obat (1,66%),
sedangkan hal-hal yang mungkin timbul tekait dengan efek yang ditimbulkan
setelah mengkonsumsi obat, interaksi obat dan kontraindikasi tidak ada
dijelaskan.
Kata Kunci : Pelayanan, Pemberian Informasi Obat (PIO), Amoksisillin
20
I.
PENDAHULUAN
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan informasi obat
didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi
obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh Apoteker kepada pasien,
masyarakat maupun pihak yang memerlukan di Rumah Sakit. Pelayanan
informasi obat meliputi penyediaan, pengolahan, penyajian, dan pengawasan
mutu data/informasi obat dan keputusan profesional. Penyediaan informasi obat
meliputi tujuan, cara penyediaan, pengolahan, dan pengawasan mutu
data/informasi obat (Depkes, 2006)
Obat merupakan komponen yang penting pada pelayanan kesehatan karena
diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan untuk menghilangkan gejala
dari suatu penyakit, mencegah penyakit, serta dapat menyembuhkan penyakit.
Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila
penggunaanya yang tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang
benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan
kesehatan yang terbaik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan
kemanfaatan dan ketepatan penggunaan suatu obat (Zaini, 2015).
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas,
juga memberikan dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.
Pada awalnya resistensi terjadi ditingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga
berkembang dilingkungan masyarakat (Kepmenkes, 2011).
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri
dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang
seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Resistensi terjadi ketika bakteri
berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya
efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk
mencegah atau mengobati infeksi (Utami, 2012).
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Permenkes,
2016). Di Puskesmas Alalak Selatan, Antibiotik merupakan obat terbanyak
ketujuh dengan jumlah pemakaian sebanyak 35.200 pada tahun 2016. Penggunaan
antibiotik sendiri sering kali digunakan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit
yang dikarenakan infeksi.
Berdasarkan dari penelitian pernah dilakukan pada tahun 2015 tentang
gambaran pelayanan informasi obat antibiotik kepada pasien di Puskesmas S.
Parman Banjarmasin menunjukkan bahwa belum lengkap dan merata dalam
menyampaikan informasi obat dengan meliput waktu penggunaan obat (100%),
Cara penggunaan obat (96,18%), lama penggunaan obat (76,43%), Efek yang
timbul setelah penggunaan yang dirasakan/indikasi (21,02%), hal-hal yang
mungkin timbul dalam hal ini adalah cara penyimpanan obat (17,20%), efek
21
samping obat (15,30), sedangkan hal-hal yang mungkin timbul terkait interaksi
obat dan kontrindikasi tidak dijelaskan (Zaini, 2015).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dari
pemberian informasi obat antibiotik di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin.
II.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian non eksperimental
yang bersifat deskriptif dengan menggambarkan bagaimana pelayanan informasi
obat antibiotik kepada pasien di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin (Riyanto
2011). Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin pada
bulan Mei-Juni 2017.
Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke Puskesmas
Alalak Selatan Banjarmasin. Sebagai acuan jumlah pasien yang menerima obat
antibiotik pada bulan Mei-Juni 2017. Sampel pada penelitian adalah pasien yang
datang ke Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin pada bulan Mei-Juni tahun
2017 yang mendapatkan obat amoxicillin. Teknik sampling dalam penelitian ini
yaitu counsecutive sampling.
Prosedur dari penelitian ini, yaitu :
1. Tahap Pendahuluan, yaitu melakukan survei ke Puskesmas Alalak Selatan
Banjarmasin.
2. Tahap Pelaksanaan :
a) Pengumpulan data, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada
saat pelayanan informasi obat diberikan.
b) Analisa Data :
1) Mengelompokkan data hasil pengamatan berdasarkan jenis informasi
yang diberikan sesuai dengan parameter.
2) Melakukan Presentase dari data hasil pengamatan.
3. Tahap Akhir, yaitu penyusunan laporan hasil penelitian.
Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi,
penelitian langsung melakukan pengamatan (observasi) pada saat pelayanan
informasi obat diberikan, dan langsung memberikan tanggapan terhadap
pernyataan yang tertulis di lembar observasi dengan memberikan tanda checklist
(√).
Data yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan kegiatan pemberian
kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori dan
disusun data dalam bentuk tabel.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin selama 1
bulan mulai tanggal 15 Mei sampai 19 Juni 2017. Bertujuan untuk mengetahui
gambaran pemberian informasi obat antibiotik amoksisillin kepada pasien di
Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. Populasi didapat 2651 dengan menggunakan
teknik consecutive sampling.
Jumlah sampel yang didapat dari penelitian ini sebanyak 240, yaitu dengan
mengamati pasien yang diberikan pemberian informasi obat antibiotik amoksisillin
oleh tenaga kefarmasin di Apotek Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. Pada
penelitian ini peneliti melakukan pengamatan langsung pada proses pemberian
informasi obat yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian kepada pasien.
Puskesmas Alalak Selataan Banjarmasin mempunyai Standar Operasional
Pelayanan pemberian infromasi obat, Adapun definisinya adalah memberi informasi
obat kepada pasien pada saat penyerahan obat yang terdiri dari waktu, lama, cara
penggunaan, efek samping obat, interaksi obat, kontra indikasi serta petunjuk
penyimpanan obat di rumah.
Gambaran Pemberian Informasi Obat di Puskesmas Alalak Selatan
Banjarmasin
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pemberian informasi obat
antibiotik amoksisillin di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin dilakukan oleh
tenaga kefarmasian baik apoteker ataupun tenaga teknis kefarmasian. Dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Persentase Pemberian Informasi Obat (n=240)
Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada gambar 1diketahui bahwa
mayoritas yang memberikan informasi obat antibiotik amoxicillin adalah tenaga
teknis kefarmasian sebesar 184 pasien (83,53%), sedangkan Apoteker sebesar 56
pasien (16,47%). Apoteker kurang berperan dalam melakukan pemberian informasi
obat dikarenakan saat pengambilan sampel bertepatan dengan pengambilan cuti
panjang dari Apoteker Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin.
37
38
Gambaran Persentase Jenis Informasi Obat Berdasarkan Jumlah Informasi
Obat Antibiotik yang Diberikan
Menurut Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (2006), informasi obat
yang diperlukan oleh pasien yaitu waktu penggunaan obat, lama penggunaan obat,
cara penggunaan obat, efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang aka
dirasakan, hal-hal lain yang mungkin timbul (efek samping obat, interaksi obat,
kontraindikasi obat), dan cara penyimpanan obat. Berdasarkan hasil penelitian
terhadap 240 pasien yang menerima obat antibiotik di Apotek Puskesmas Alalak
Selatan Banjarmasin dapat diketahui bahwa jumlah dan jenis informasi obat yang
diberikan kepada pasien ternyata berbeda-beda.
1. Waktu penggunaan obat berjumlah 240 pasien (100%), hal ini menunjukkan
bahwa jenis informasi tersebut diberikan kepada seluruh pasien. Untuk
mendapatkan efek yang optimal, obat harus diminum pada waktu yang tepat.
Contohnya berapa kali obat tersebut digunakan dalam sehari 3 x sehari atau tiap
8 jam atau apakah diminum pada waktu (sesudah makan, sebelum makan, atau
pada saat makan). Oleh karena itu perlu diberitahukan kepada pasien mengenai
waktu penggunaan obat yang sesuai dengan resep yang tertulis.
Gambar 2. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan
waktu penggunaan obat
2. Lama penggunaan obat berjumlah 155 pasien (64,58%). Hal ini menunjukkan
bahwa jenis informasi ini tidak sepenuhnya diberikan kepada seluruh pasien.
Contohnya antibiotik harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi
(diminum minimal 3 hari dan maksimal 7 hari). Oleh karena itu perlu
diberitahukan kepada pasien bahwa antibiotic harus dihabiskan, biasanya selama
5 hari.
39
Gambar 3. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan
lama penggunaan obat.
3. Cara penggunaan obat berjumlah 201 pasien (83,75%). Cara penggunaan obat
yang tepat disesuaikan dengan bentuk sediaan yang diberikan. Contohnya
sediaan berbentuk suspensi atau sirup kering, sebelum digunakan kocoklah
terlebih dahulu agar obat tercampur dengan homogeny dan sediaan sirup kering
di berikan penjelasan batas pengisian air yang tepat.Oleh karena itu pasien harus
mendapatkan penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar akan
menunjukkan keberhasilan pengobatan dan menghindari kesalahan-kesalahan
penggunaan suatu obat, karena penderita tidak memahami pemakaian obat yang
benar.
Gambar 4.Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan
cara penggunaan obat.
4. Efek yang timbul dari penggunaan obat yang dirasakan/ indikasi tidak ada
disampaikan (0%). Hal ini menunjukkan bahwa jenis informasi ini kurang
diberikan kepada seluruh pasien. Oleh karena itu pasien harus mendapatkan
40
penjelasan tentang indikasi atau obat apa yang diberikan oleh tenaga kerja
kefarmasian baik Tenaga Teknis Kefarmasian ataupun Apoteker.
Gambar 5. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan
Efek yang ditimbulkan dari penggunaan obat.
5. Hal-hal lain yang mungkin timbul sebagai berikut :
a. Efek samping obat berjumlah 4 pasien (1,66%). Hal ini menunjukkan bahwa
jenis informasi tersebut kurang diberikan kepada seluruh pasien. Setiap obat
antibiotik amoksisillin mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek
samping, seperti efek samping mual, gangguan saluran pencernaan dan
pusing. Oleh karena itu pasien harus mendapatkan penjelasan tentang efek
samping obat yang bias timbul secara jelas. Karena efek samping obat
penting disampingkan agar pasien lebih waspada dalam penggunaan obat.
Gambar 6. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan
efek samping obat.
b. Interaksi obat tidak diberikan kepada pasien (0%). Harus diperhatikan
interkasi obat dapat membahayakan, baik dengan meningkatkan toksisitas
41
obat atau dengan mengurangi khasiatnya. Contoh interaksi obat antibiotik
amoksisilin antara lain : Interkasi obat amoksisin dengan allopurinol, untuk
mencegah terjadinya interkasi obat ini tidak boleh diminum bersamaa-sama,
karena jika amoksisilin diberikan bersama dengan allopurinol dapat
meningkatkan ruam kulit.
Gambar 7. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan
interaksi obat.
c. Kontraindikasi obat tidak diberikan kepada pasien (0%). Kontraindikasi
merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat menggunakan obat
tersebut. Contohnya seseorang yang alergi terhadap antibiotik golongan
penicillin seperti amoksisilin. Kontraindikasi harus disampaikan, karena
menjadi suatu informasi bagi pasien, sehingga pasien lebih tahu obat yang
aman untuk digunakan untuk dirinya.
Gambar 8. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan
kontraindikasi obat.
42
d.
Cara penyimpanan obat berjumlah 29 pasien (12,08%). Hal ini menunjukkan
bahwa jenis cara penyimpanan obat kurang diberikan kepada pasien.
Penyimpanan obat dengan cara yang benar membantu menjaga kondisi obat
tetap dalam keadaan yang baik atau tidak rusak, sehingga dapat
meningkatkan efektifitas khasiat obat, seperti sediaan sirup kering apabila
sudah ditambahkan air harus ditutup rapat dan disimpan dilemari pendinginn
untuk menghindari terjadinya pertumbuhan bakteri.
Gambar 9. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan
cara penyimpanan obat.
Informasi lama penggunaan obat diberikan 155 pasien (64,58%). Hal ini
menunjukkan bahwa jenis informasi ini tidak sepenuhnya diberikan kepada seluruh
pasien. Cara penggunaan obat diberikan kepada 240 pasien (100%). Efek samping
obat diberikan kepada 4 pasien (1,66%). Cara penyimpanan obat diberikan kepada 29
pasien (12,08%). Hal ini menunjukkan bahwa jenis cara penyimpanan obat kurang
diberikan kepada pasien. Efek yang ditimbulkan obat tidak ada diberikan kepada
pasien (0%). Interaksi obat tidak diberikan kepada pasien (0%). Kontraindikasi obat
tidak diberikan kepada 0 pasien (0%). Kontrindikasi merupakan suatu keadaan
dimana seseorang tidak dapat menggunakan obat tersebut.
43
Gambar 10. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin
berdasarkan Jenis Informasi (n=240)
Hal ini menunjukkan bahwa Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian masih
belum memberikan informasi tentang obat antibiotik amoksisilin kepada pasien
sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas, karena informasi yang
diberikan kepada pasien hanya seputar waktu, lama, cara penggunaan obat, efek yang
ditimbulkan, efek samping, dan cara penyimpanan. Adapun
cara
mengatasinya
adalah dengan cara melakukan penyuluhan baik secara mandiri ataupun mengikuti
program lainnya dan untuk menghadapi pasien yang sudah sering bolak balik ke
puskesmas jadi Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian dituntut untuk bisa
membuat pemberian informasi obat semenarik mungkin dan memberikan bahan
informasi obat yang terbaru agar pasien tidak bosan mau mendengarkan pemberian
informasi obat yang di berikan. Apabila dianggap perlu sekali juga bisa di lanjukkan
dengan konseling dimana waktu lebih leluasa dan proses komunikasinya menjadi 2
arah
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 menyebutkan
bahwa Apoteker harus memberikan informasi secara akurat, jelas, dan terkini kepada
Dokter, Apoteker, Perawat, profesi kesehatan lainnya dan Pasien. Informasi obat pada
pasien sekurang-kurangnya meliput : Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari
selama terapi. Hal tersebut memiliki kelemahan yang tidak dapat terhindarkan,
kelemahan yang dimaksud adalah bahwa Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian
telah mempersiapkan diri terlebih dahulu karena akan diamati oleh peneliti. Cara
mengatasi kelemahan tersebut yaitu dengan cara peneliti menghindari kontak
langsung dengan pemberi informasi dengan cara duduk santai sambil mengamati
resep yang datang tanpa mengganggu Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pada awal penelitian memang rasa canggung, pada hari ke 2,3 dan seterusnya
pemberi layanan sudah terbiasa dengan kehadiran peneliti. Diharapkan kekhawatiran
terjadinya kelemahan dapat diminimalisir, hal ini tergambar dari hasil penelitian
44
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomer 69 Tahun 2014 tentang Kewajiban
Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien menjelaskan tenang pentingnya pemberian
informasi obat kepada pasien, karena pemberian informasi obat yang baik dan benar
adalah hak dari pasien yang harus di berikan dari tenaga kerja kefarmasian.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Alalak Selatan
Banjarmasin tentang pemberian informasi obat antibiotik amoksisilin kepada pasien,
dapat disimpulkan bahwa informasi obat antibiotik yang diberikan meliputi waktu
penggunaan obat (100%), cara penggunaan obat (64,58%), lama penggunaan obat
(83,75%), hal-hal yang mungkin timbul dalam hal ini adalah cara penyimpanan obat
(12,08%), efek samping obat (1,66%), sedangkan hal-hal yang mungkin timbul tekait
dengan efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi obat, interaksi obat dan
kontraindikasi tidak ada dijelaskan.
Saran
Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini, yaitu :
a. Hendaknya dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh
terhadapt pemberian informasi obat antibiotik kepada pasien di puskesmas.
b. Hendaknya Tenaga Kefarmasian baik Apoteker ataupun Tenaga Teknis
Kefarmasian lebih sering melakukan pengenalan/penyuluhan terhadap
masyarakat tentang pentingnya mengetahui informasi obat baik melalui media
manapun penyuluhan secara langsung.
c. Hendaknya Tenaga Teknis Kefarmasian/Apoteker lebih meningkatkan tentang
obat-obatan atau lebih mendalami lagi mengenai obat-obatan.
d. Dari sisi Tenaga Teknis Kefarmasian disana hendaknya lebih ditingkatkan
lagi minimal standarnya Diploma
40
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 2009, Undang-undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan, 2009, Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Departemen
Kesehatan,
2011,
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Kurniawan, D.W., dan Cabib, L. 2010, Pelayanan Informasi Obat : Teori dan
Praktek, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Riyanto, 2011, Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika,
Yogyakarta.
Mulyono, Jhon. 2014, Laporan Praktek Kerja Lapangan di Puskesmas Basirih Baru
Banjarmasin, Akademi Farmasi ISFI, Banjarmasin.
Menteri Kesehatan, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan No.30 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Jakarta.
Menteri Kesehatan 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.69
tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien. Jakarta.
Menteri Kesehatan, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan No.74 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007, Obat-Obat Penting, PT.Elex Media
Computindi, Jakarta.
Zaini, A. 2015, ‘Gambaran Pelayanan Informasi Obat Antibiotik Kepada Pasein di
Puskesmas S. Parman Banjarmasin’, Karya Tulis Ilmiah, Akademi Farmasi
ISFI, Banjarmasin.
Download