LAPORAN PENELITIAN DOSEN GAMBARAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN Disusun oleh : NAMA : SAFTIA ARYZKI, M.Farm., Apt. NIDN : 1120099002 D3 FARMASI AKADEMI FARMASI ISFI BANJARMASIN 2017 18 19 ABTRAK GAMBARAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT ANTIBIOTIK DI PUSKESMAS ALALAK SELATAN BANJARMASIN Saftia Aryzki Akademi Farmasi ISFI Banjarmasin e-mail: [email protected] Pelayanan informasi obat salah satu kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh Apoteker kepada pasien, masyarakat. penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan ketepatan penggunaan suatu obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemberian informasi obat antibiotic amoksisillin di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. Metode penelitian ini non eksperimental bersifat deskriptif dengan melihat gambaran bagaimana pelayanan informasi obat antibiotik amoksisillin kepada pasien. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dimana populassi dari penelitian ini berjumlah 2036 pasien yang mengacu pada pasien yang menerima obat pada bulan januari – April 2017 dengan dirataratakan untuk satu bulannya dan diperoleh sampel berjumlah 237 sampel. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi, dimana peneliti melakukan pengamatan langsung pada saat pelayanan informasi obat antibiotik amoksisillin yang dilakukan langsung oleh Tenaga Kefarmasian kepada pasien. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin tentang pemberian informasi obat antibiotik amoksisilin kepada pasien, dapat disimpulkan bahwa informasi obat antibiotik yang diberikan meliputi waktu penggunaan obat (100%), cara penggunaan obat (64,58%), lama penggunaan obat (83,75%), hal-hal yang mungkin timbul dalam hal ini adalah cara penyimpanan obat (12,08%), efek samping obat (1,66%), sedangkan hal-hal yang mungkin timbul tekait dengan efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi obat, interaksi obat dan kontraindikasi tidak ada dijelaskan. Kata Kunci : Pelayanan, Pemberian Informasi Obat (PIO), Amoksisillin 20 I. PENDAHULUAN Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, terkini oleh Apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan di Rumah Sakit. Pelayanan informasi obat meliputi penyediaan, pengolahan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi obat dan keputusan profesional. Penyediaan informasi obat meliputi tujuan, cara penyediaan, pengolahan, dan pengawasan mutu data/informasi obat (Depkes, 2006) Obat merupakan komponen yang penting pada pelayanan kesehatan karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan untuk menghilangkan gejala dari suatu penyakit, mencegah penyakit, serta dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaanya yang tidak tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan ketepatan penggunaan suatu obat (Zaini, 2015). Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberikan dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi ditingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang dilingkungan masyarakat (Kepmenkes, 2011). Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Resistensi terjadi ketika bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati infeksi (Utami, 2012). Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Permenkes, 2016). Di Puskesmas Alalak Selatan, Antibiotik merupakan obat terbanyak ketujuh dengan jumlah pemakaian sebanyak 35.200 pada tahun 2016. Penggunaan antibiotik sendiri sering kali digunakan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit yang dikarenakan infeksi. Berdasarkan dari penelitian pernah dilakukan pada tahun 2015 tentang gambaran pelayanan informasi obat antibiotik kepada pasien di Puskesmas S. Parman Banjarmasin menunjukkan bahwa belum lengkap dan merata dalam menyampaikan informasi obat dengan meliput waktu penggunaan obat (100%), Cara penggunaan obat (96,18%), lama penggunaan obat (76,43%), Efek yang timbul setelah penggunaan yang dirasakan/indikasi (21,02%), hal-hal yang mungkin timbul dalam hal ini adalah cara penyimpanan obat (17,20%), efek 21 samping obat (15,30), sedangkan hal-hal yang mungkin timbul terkait interaksi obat dan kontrindikasi tidak dijelaskan (Zaini, 2015). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dari pemberian informasi obat antibiotik di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. II. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian non eksperimental yang bersifat deskriptif dengan menggambarkan bagaimana pelayanan informasi obat antibiotik kepada pasien di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin (Riyanto 2011). Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin pada bulan Mei-Juni 2017. Populasi dari penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. Sebagai acuan jumlah pasien yang menerima obat antibiotik pada bulan Mei-Juni 2017. Sampel pada penelitian adalah pasien yang datang ke Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin pada bulan Mei-Juni tahun 2017 yang mendapatkan obat amoxicillin. Teknik sampling dalam penelitian ini yaitu counsecutive sampling. Prosedur dari penelitian ini, yaitu : 1. Tahap Pendahuluan, yaitu melakukan survei ke Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. 2. Tahap Pelaksanaan : a) Pengumpulan data, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada saat pelayanan informasi obat diberikan. b) Analisa Data : 1) Mengelompokkan data hasil pengamatan berdasarkan jenis informasi yang diberikan sesuai dengan parameter. 2) Melakukan Presentase dari data hasil pengamatan. 3. Tahap Akhir, yaitu penyusunan laporan hasil penelitian. Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi, penelitian langsung melakukan pengamatan (observasi) pada saat pelayanan informasi obat diberikan, dan langsung memberikan tanggapan terhadap pernyataan yang tertulis di lembar observasi dengan memberikan tanda checklist (√). Data yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori dan disusun data dalam bentuk tabel. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin selama 1 bulan mulai tanggal 15 Mei sampai 19 Juni 2017. Bertujuan untuk mengetahui gambaran pemberian informasi obat antibiotik amoksisillin kepada pasien di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. Populasi didapat 2651 dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Jumlah sampel yang didapat dari penelitian ini sebanyak 240, yaitu dengan mengamati pasien yang diberikan pemberian informasi obat antibiotik amoksisillin oleh tenaga kefarmasin di Apotek Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. Pada penelitian ini peneliti melakukan pengamatan langsung pada proses pemberian informasi obat yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian kepada pasien. Puskesmas Alalak Selataan Banjarmasin mempunyai Standar Operasional Pelayanan pemberian infromasi obat, Adapun definisinya adalah memberi informasi obat kepada pasien pada saat penyerahan obat yang terdiri dari waktu, lama, cara penggunaan, efek samping obat, interaksi obat, kontra indikasi serta petunjuk penyimpanan obat di rumah. Gambaran Pemberian Informasi Obat di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pemberian informasi obat antibiotik amoksisillin di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin dilakukan oleh tenaga kefarmasian baik apoteker ataupun tenaga teknis kefarmasian. Dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1. Persentase Pemberian Informasi Obat (n=240) Berdasarkan hasil penelitian yang dapat dilihat pada gambar 1diketahui bahwa mayoritas yang memberikan informasi obat antibiotik amoxicillin adalah tenaga teknis kefarmasian sebesar 184 pasien (83,53%), sedangkan Apoteker sebesar 56 pasien (16,47%). Apoteker kurang berperan dalam melakukan pemberian informasi obat dikarenakan saat pengambilan sampel bertepatan dengan pengambilan cuti panjang dari Apoteker Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin. 37 38 Gambaran Persentase Jenis Informasi Obat Berdasarkan Jumlah Informasi Obat Antibiotik yang Diberikan Menurut Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas (2006), informasi obat yang diperlukan oleh pasien yaitu waktu penggunaan obat, lama penggunaan obat, cara penggunaan obat, efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang aka dirasakan, hal-hal lain yang mungkin timbul (efek samping obat, interaksi obat, kontraindikasi obat), dan cara penyimpanan obat. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 240 pasien yang menerima obat antibiotik di Apotek Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin dapat diketahui bahwa jumlah dan jenis informasi obat yang diberikan kepada pasien ternyata berbeda-beda. 1. Waktu penggunaan obat berjumlah 240 pasien (100%), hal ini menunjukkan bahwa jenis informasi tersebut diberikan kepada seluruh pasien. Untuk mendapatkan efek yang optimal, obat harus diminum pada waktu yang tepat. Contohnya berapa kali obat tersebut digunakan dalam sehari 3 x sehari atau tiap 8 jam atau apakah diminum pada waktu (sesudah makan, sebelum makan, atau pada saat makan). Oleh karena itu perlu diberitahukan kepada pasien mengenai waktu penggunaan obat yang sesuai dengan resep yang tertulis. Gambar 2. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan waktu penggunaan obat 2. Lama penggunaan obat berjumlah 155 pasien (64,58%). Hal ini menunjukkan bahwa jenis informasi ini tidak sepenuhnya diberikan kepada seluruh pasien. Contohnya antibiotik harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi (diminum minimal 3 hari dan maksimal 7 hari). Oleh karena itu perlu diberitahukan kepada pasien bahwa antibiotic harus dihabiskan, biasanya selama 5 hari. 39 Gambar 3. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan lama penggunaan obat. 3. Cara penggunaan obat berjumlah 201 pasien (83,75%). Cara penggunaan obat yang tepat disesuaikan dengan bentuk sediaan yang diberikan. Contohnya sediaan berbentuk suspensi atau sirup kering, sebelum digunakan kocoklah terlebih dahulu agar obat tercampur dengan homogeny dan sediaan sirup kering di berikan penjelasan batas pengisian air yang tepat.Oleh karena itu pasien harus mendapatkan penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar akan menunjukkan keberhasilan pengobatan dan menghindari kesalahan-kesalahan penggunaan suatu obat, karena penderita tidak memahami pemakaian obat yang benar. Gambar 4.Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan cara penggunaan obat. 4. Efek yang timbul dari penggunaan obat yang dirasakan/ indikasi tidak ada disampaikan (0%). Hal ini menunjukkan bahwa jenis informasi ini kurang diberikan kepada seluruh pasien. Oleh karena itu pasien harus mendapatkan 40 penjelasan tentang indikasi atau obat apa yang diberikan oleh tenaga kerja kefarmasian baik Tenaga Teknis Kefarmasian ataupun Apoteker. Gambar 5. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan Efek yang ditimbulkan dari penggunaan obat. 5. Hal-hal lain yang mungkin timbul sebagai berikut : a. Efek samping obat berjumlah 4 pasien (1,66%). Hal ini menunjukkan bahwa jenis informasi tersebut kurang diberikan kepada seluruh pasien. Setiap obat antibiotik amoksisillin mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, seperti efek samping mual, gangguan saluran pencernaan dan pusing. Oleh karena itu pasien harus mendapatkan penjelasan tentang efek samping obat yang bias timbul secara jelas. Karena efek samping obat penting disampingkan agar pasien lebih waspada dalam penggunaan obat. Gambar 6. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan efek samping obat. b. Interaksi obat tidak diberikan kepada pasien (0%). Harus diperhatikan interkasi obat dapat membahayakan, baik dengan meningkatkan toksisitas 41 obat atau dengan mengurangi khasiatnya. Contoh interaksi obat antibiotik amoksisilin antara lain : Interkasi obat amoksisin dengan allopurinol, untuk mencegah terjadinya interkasi obat ini tidak boleh diminum bersamaa-sama, karena jika amoksisilin diberikan bersama dengan allopurinol dapat meningkatkan ruam kulit. Gambar 7. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan interaksi obat. c. Kontraindikasi obat tidak diberikan kepada pasien (0%). Kontraindikasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat menggunakan obat tersebut. Contohnya seseorang yang alergi terhadap antibiotik golongan penicillin seperti amoksisilin. Kontraindikasi harus disampaikan, karena menjadi suatu informasi bagi pasien, sehingga pasien lebih tahu obat yang aman untuk digunakan untuk dirinya. Gambar 8. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan kontraindikasi obat. 42 d. Cara penyimpanan obat berjumlah 29 pasien (12,08%). Hal ini menunjukkan bahwa jenis cara penyimpanan obat kurang diberikan kepada pasien. Penyimpanan obat dengan cara yang benar membantu menjaga kondisi obat tetap dalam keadaan yang baik atau tidak rusak, sehingga dapat meningkatkan efektifitas khasiat obat, seperti sediaan sirup kering apabila sudah ditambahkan air harus ditutup rapat dan disimpan dilemari pendinginn untuk menghindari terjadinya pertumbuhan bakteri. Gambar 9. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan cara penyimpanan obat. Informasi lama penggunaan obat diberikan 155 pasien (64,58%). Hal ini menunjukkan bahwa jenis informasi ini tidak sepenuhnya diberikan kepada seluruh pasien. Cara penggunaan obat diberikan kepada 240 pasien (100%). Efek samping obat diberikan kepada 4 pasien (1,66%). Cara penyimpanan obat diberikan kepada 29 pasien (12,08%). Hal ini menunjukkan bahwa jenis cara penyimpanan obat kurang diberikan kepada pasien. Efek yang ditimbulkan obat tidak ada diberikan kepada pasien (0%). Interaksi obat tidak diberikan kepada pasien (0%). Kontraindikasi obat tidak diberikan kepada 0 pasien (0%). Kontrindikasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat menggunakan obat tersebut. 43 Gambar 10. Persentase Pemberian Informasi Obat Antibiotik Amoksisillin berdasarkan Jenis Informasi (n=240) Hal ini menunjukkan bahwa Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian masih belum memberikan informasi tentang obat antibiotik amoksisilin kepada pasien sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas, karena informasi yang diberikan kepada pasien hanya seputar waktu, lama, cara penggunaan obat, efek yang ditimbulkan, efek samping, dan cara penyimpanan. Adapun cara mengatasinya adalah dengan cara melakukan penyuluhan baik secara mandiri ataupun mengikuti program lainnya dan untuk menghadapi pasien yang sudah sering bolak balik ke puskesmas jadi Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian dituntut untuk bisa membuat pemberian informasi obat semenarik mungkin dan memberikan bahan informasi obat yang terbaru agar pasien tidak bosan mau mendengarkan pemberian informasi obat yang di berikan. Apabila dianggap perlu sekali juga bisa di lanjukkan dengan konseling dimana waktu lebih leluasa dan proses komunikasinya menjadi 2 arah Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 74 tahun 2016 menyebutkan bahwa Apoteker harus memberikan informasi secara akurat, jelas, dan terkini kepada Dokter, Apoteker, Perawat, profesi kesehatan lainnya dan Pasien. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliput : Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Hal tersebut memiliki kelemahan yang tidak dapat terhindarkan, kelemahan yang dimaksud adalah bahwa Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian telah mempersiapkan diri terlebih dahulu karena akan diamati oleh peneliti. Cara mengatasi kelemahan tersebut yaitu dengan cara peneliti menghindari kontak langsung dengan pemberi informasi dengan cara duduk santai sambil mengamati resep yang datang tanpa mengganggu Apoteker atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Pada awal penelitian memang rasa canggung, pada hari ke 2,3 dan seterusnya pemberi layanan sudah terbiasa dengan kehadiran peneliti. Diharapkan kekhawatiran terjadinya kelemahan dapat diminimalisir, hal ini tergambar dari hasil penelitian 44 Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomer 69 Tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien menjelaskan tenang pentingnya pemberian informasi obat kepada pasien, karena pemberian informasi obat yang baik dan benar adalah hak dari pasien yang harus di berikan dari tenaga kerja kefarmasian. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Puskesmas Alalak Selatan Banjarmasin tentang pemberian informasi obat antibiotik amoksisilin kepada pasien, dapat disimpulkan bahwa informasi obat antibiotik yang diberikan meliputi waktu penggunaan obat (100%), cara penggunaan obat (64,58%), lama penggunaan obat (83,75%), hal-hal yang mungkin timbul dalam hal ini adalah cara penyimpanan obat (12,08%), efek samping obat (1,66%), sedangkan hal-hal yang mungkin timbul tekait dengan efek yang ditimbulkan setelah mengkonsumsi obat, interaksi obat dan kontraindikasi tidak ada dijelaskan. Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini, yaitu : a. Hendaknya dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadapt pemberian informasi obat antibiotik kepada pasien di puskesmas. b. Hendaknya Tenaga Kefarmasian baik Apoteker ataupun Tenaga Teknis Kefarmasian lebih sering melakukan pengenalan/penyuluhan terhadap masyarakat tentang pentingnya mengetahui informasi obat baik melalui media manapun penyuluhan secara langsung. c. Hendaknya Tenaga Teknis Kefarmasian/Apoteker lebih meningkatkan tentang obat-obatan atau lebih mendalami lagi mengenai obat-obatan. d. Dari sisi Tenaga Teknis Kefarmasian disana hendaknya lebih ditingkatkan lagi minimal standarnya Diploma 40 DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan, 2006, Pedoman Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Departemen Kesehatan, 2009, Undang-undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Departemen Kesehatan, 2009, Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Departemen Kesehatan, 2011, Peraturan Menteri Kesehatan No.2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Kurniawan, D.W., dan Cabib, L. 2010, Pelayanan Informasi Obat : Teori dan Praktek, Graha Ilmu, Yogyakarta. Riyanto, 2011, Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan, Nuha Medika, Yogyakarta. Mulyono, Jhon. 2014, Laporan Praktek Kerja Lapangan di Puskesmas Basirih Baru Banjarmasin, Akademi Farmasi ISFI, Banjarmasin. Menteri Kesehatan, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan No.30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Jakarta. Menteri Kesehatan 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.69 tahun 2014 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien. Jakarta. Menteri Kesehatan, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan No.74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007, Obat-Obat Penting, PT.Elex Media Computindi, Jakarta. Zaini, A. 2015, ‘Gambaran Pelayanan Informasi Obat Antibiotik Kepada Pasein di Puskesmas S. Parman Banjarmasin’, Karya Tulis Ilmiah, Akademi Farmasi ISFI, Banjarmasin.