Hubungan Kepercayaan Diri dengan Penyesuaian Sosial pada

advertisement
6
Pendahuluan
Masa remaja atau yang disebut adolescence, seperti yang
dipergunakan saat ini mempunya arti yang lebih luas, mencangkup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Menurut Piaget
(dalam Hurlock, 1980), masa remaja adalah usia dimana individu
berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi
merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan
berada dalam tingkatan yang sama. Sedangkan menurut Hurlock
(1980),
mengatakan
masuknya
remaja
ke
masa
transisi
menyebabkan mereka harus beradaptasi dan berinteraksi dengan
lingkungan dan keadaan baru.
Salah satu lingkungan dan keadaan yang baru harus dialami
remaja ketika memasuki ke jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi.
Ketika remaja masuk kedalam perguruan tinggi mereka juga mulai
masuk kedalam lingkungan baru yang tentunya berbeda dengan
lingkungan tempat ia berasal. Dalam lingkungan baru tersebut
terdapat berbagai macam mahasiswa yang berasal dari berbagai
daerah dan dengan perbedaan dalam bahasa, kebiasaan, dan norma
yang berlaku. Mereka juga harus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan kost dimana mereka tinggal. Kost adalah rumah yang
penggunaannya
sebagian
atau
seluruhnya
dijadikan
sumber
pendapatan oleh pemiliknya dengan jalan menerima penghuni
minimal
satu
bulan
dengan
menarik
biaya
sewa
kamar
(http://www.google.co.id/search?hl=id&q=pengertian+kost&btn).
Biasanya dalam suatu kost terdapat berbagai mahasiswa yang
berasal dari berbagai daerah dengan kebisaan dan bahasa yang
7
berbeda pula. Mereka juga harus dapat mengatur pengeluarannya
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Dari hal itulah
mahasiswa baru dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan keadaan yang baru tersebut.
Sejak Universitas Kristen Satya Wacana berdiri, telah
menyandang predikat Indonesia mini. Dimana terdapat berbagai
mahasiwa yang berasal dari berbagai macam etnis (Gultom, dalam
UKSW 1956-2006) banyak mahasiswa yang menjalin hubungan
persahabatan antar jenis dengan antar etnis. Baik etnis Manado
dengan etnis Ambon, etnis Tionghoa dengan etnis Jawa, etnis Papua
dengan etnis Batak, dll. Hal ini menggambarkan bahwa keberadaan
Universitas Kristen Satya Wacana telah mempertemukan berbagai
suku bangsa dalam satu hubungan personal yang lebih erat.
Semenjak pertama kali masuk kedalam lingkungan Universitas
Kristen Satya Wacana, mahasiswa baru yang berasal dari luar pulau
Jawa seringkali merasa aneh dengan logat mahasiswa yang berasal
dari Jawa. Begitu pula sebaliknya, mahasiswa yang berasal dari
Pulau Jawa terkadang merasa aneh dengan logat mahasiswa yang
berasal dari luar Pulau Jawa.
Saat berada pertama kali di dalam dunia perkuliahan seseorang
akan menemukan sebuah lingkungan serta metode belajar yang
berbeda dengan pada saat mereka duduk dibangku sekolah dan hal
ini merupakan sesuatu yang tidak mudah bagi sebagian mahasiswa
yang usianya masih dalam kategori remaja. Ini dikarenakan masa
remaja masa penyempurnaan dalam pengembangan dirinya yang
mungkin belum diselesaikan pada masa kanak-kanak dan salah
8
satunya dalah penyesuaian diri dengan lingkungan masyarakat,
dimana remaja memiliki kebutuhan akan penyesuaian diri agar dapat
diterima sekaligus menjalani kehidupannya dengan baik di dalam
lingkungan masyarakat khususnya lingkungan perkuliahan ( Panut
dan Ida, 1999).
Hurlock
(1993)
berpendapat
bahwa
salah
satu
tugas
perkembangan pada masa remaja yang tersulit adalah berhubungan
dengan penyesuain sosial. Dalam masa perkembangan ini sering
muncul berbagai masalah kehidupan yang menuntut adanya
penyesuaian baru yang terkadang sulit dihadapi oleh remaja tersebut.
Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan baik biasanya akan
mampu melewati masa remaja dengan lancar dan diharapkan adanya
perkembangan kearah kedewasaan yang optimal serta dapat diterima
oleh lingkungannya (Prihartanti dalam Listyawati, 2002).
Manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial. Sejak dilahirkan,
manusia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Dalam bergaul, seseorang
harus melakukan kontak sosial dengan orang lain. Ia mulai mengerti
bahwa dalam kelompok sepermainannya terdapat peraturanperaturan tertentu, norma-norma soisal yang seharusnya ia patuhi
dengan rela guna dapat melanjutkan hubungannya dengan kelompok
tersebut secara lancar. Ia juga turut membentuk norma-norma
pergaulan tertentu yang sesuai dengan interaksi kelompok.
Penyesuaian sosial remaja dalam lingkungan tidak terlepas dari
adanya interaksi yang merupakan kunci dari semua kehidupan
sosial, dimana usia remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan
9
diharapkan akan mendapatkan suatu perkembangan yang baik dalam
pola berpikirnya menuju kedewasaan. Proses belajar menuju
penyesuaian sosial dalam lingkungan dan proses dalam menemukan
identitas diri, tidak bisa secara individu, sebab manusia adalah
makhluk sosial yang hidup berkelompok. Apabila remaja mampu
menyesuaikan diri dengan baik, maka remaja akan cenderung mudah
bergaul lebih hangat, terbuka dan menghadapi orang lain dalam
situasi apapun (Mappiare,1992).
Hurlock
(1997)
menyatakan
bahwa
penyesuaian
sosial
dimaksudkan sebagai keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan
diri dengan orang lain pada umumnya dan dengan kelompok dimana
individu mengidentifikasikan diri pada khususnya. Dengan demikian
seseorang yang berhasil dalam menyesuaikan diri di lingkungan
adalah orang yang bisa menempatkan diri dan bisa membawa
dirinya untuk melakukan proses interaksi sosial. Penyesuaian sosial
adalah sejauh mana individu berinteraksi secara sehat dan efektif
terhadap hubungan, situasi dan kenyataan sosial yang membutuhkan
kehidupan sosial (Schneider, dalam Surjawati, 1999).
Menurut Siska, dkk (2003) ada remaja yang mengalami
kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, baik dalam proses
belajar dikelas maupun dalam suasana informal. Hal ini didukung
oleh Heider (dalam Siska,2003) bahwa kemampuan seseorang
termasuk kemampuan komunikasi, tidak hanya ditentukan oleh
masalah fisik dan ketrampilan saja. Tetapi juga dipengaruhi oleh
kepercayaan diri. Bunker dkk (1978) menyatakan orang yang
kepercayaan dirinya tinggi umumnya lebih mudah terlibat secara
10
pribadi dengan orang lain dan lebih berhasil dalam hubungan
interpersonal.
Dalam penelitian-penelitian yang di lakukan para ahli dalam
buku Effective Study (Francis P.Robinson, 1941) disimpulkan bahwa
setiap orang harus dapat menyesuaiakan diri dengan berbagai jenis
kelompok, masalah penyesuaian diri yang paling banyak dirasakan
oleh mahasiswa ketika pertama kali memasuki perkuliahan adalah
membuat dirinya diterima oleh sesama teman kuliahnya. Kesulitan
yang dialami mahasiswa baru tersebut diantaranya adalah menjadi
anggota dari kelompok tertentu, memiliki beberapa teman terdekat,
dan membuatnya disukai oleh teman lawan jenisnya. Pada tahap ini
beberapa
mahasiswa
juga
tengah
menjalani
tahap
terakhir
emansipasi atau proses menjadi mandiri dari ketergantungannya
terhadap keluarga. Jika mahasiswa merasa aman dengan hubungan
sosial yang dijalaninya, maka dia dapat bebas menggunakan
sebagian besar usahanya untuk belajar. Jika tidak, akan muncul
kemungkinan terganggunya kosentrasi belajar mahasiswa tersebut.
Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki
seseorang
bahwa
dirinya
mampu
berperilaku
seperti
yang
diharapkan (Bandura, 1997). Lauster (dalam Siska dkk,2003)
mengungkapkan ciri-ciri orang percaya diri adalah mandiri, tidak
mementingkan diri sendiri, cukup toleran, ambisius, optimis, tidak
pemalu, yakin dengan pendapatnya sendiri dan tidak berlebihan.
Rasa percaya diri bukan merupakan sifat yang diturunkan melainkan
diperoleh dari pergaulan hidup, serta dapat diajarkan dan
ditanamkan melalui pendidikan. Sehingga upaya-upaya tertentu
11
dapat dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa percaya
diri, dengan demikian kepercayaan diri terbentuk dan berkembang
melalui
proses
belajar
dalam
interaksi
seseorang
dengan
lingkungannya.
Dalam hal ini terlihat bahwa rasa percaya diri pada individu
membuat seseorang memiliki keyakinan untuk tetap mampu
menghadapi setiap permasalahan dalam diri dan kehidupannya.
Tanpa adanya kepercayaan diri kemungkinan timbul berbagai
hambatan dalam hidup menjadi sesuatu yang tidak dapat di pungkiri
lagi karena dari tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang
dapat diprediksikan tentang kesuksesan dan keberhasilan hidup
seseorang (Rohmiati & Idrus, 2008). Individu yang percaya diri
biasanya selalu bersikap optimis dan yakin akan kemampuannya
dalam melakukan sesuatu. Namun sebaliknya, seseorang yang rasa
percaya dirinya rendah akan mengalami hambatan-hambatan dalam
hidupnya, baik dalam berinteraksi dengan individu lain maupun
dalam pekerjaan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Lie (2003)
bahwa seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau
pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik,
merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk
meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan,
serta membuat keputusan sendiri.
Orang yang percaya diri akan mampu menghargai orang lain
karena ia percaya bahwa orang lain juga mempunyai kemampuan
seperti dirinya sendiri. Selain itu individu tersebut tidak akan mudah
menyalahkan orang lain karena ia percaya bahwa setiap orang
12
mempunyai nilai yang positif yang dapat dikembangkan. Dengan
demikian individu akan lebih mudah membina hubungan dengan
orang lain serta selalu percaya bahwa orang lain pun akan dapat di
ajak untuk mengembangkan dirinya (dalam Adi,2002). Hal ini
didukung oleh Goodstadt dan Kipnir dalam Bunker, dkk (1978)
yang
mengungkapkan
bahwa
meskipun
kepercayaan
diri
diindentikan dengan kemandirian, orang yang percaya diri akan
lebih mudah terlibat secara pribadi dengan orang lain dan berhasil
dalam hubungan interpersonal.
Penelitian Harter (1989), penampilan fisik secara konsisten
berkorealasi paling kuat dengan rasa percaya diri secara umum, yang
kemudian diikuti oleh penerimaan teman sosial atau sebaya.
Pemahaman tentang hakikat kepercayaan diria akan lebih jelas jika
seseorang melihat secara langsung berbagai peristiwa yang dialami
oleh orang lain atau diri sendiri.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat teoritis :
Secara teoritis penelitian ini dapat bermanfaat bagi penelitian
lebih lanjut mengenai penyesuaian sosial ditinjau dari
kepercayaan diri. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan dan informasi bagi bidang psikologi,
khususnya Psikologi Kepribadian, Psikologi Perkembangan, dan
Psikologi Sosial.
13
2.
Manfaat praktis :
Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan dan
menambah pengetahuan masyarakat luas mengenai hubungan
kepercayaan diri terhadap penyesuaian sosial pada mahasiswa.
TINJAUAN PUSTAKA
Kepercayaan Diri
Lauster (2008) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai
suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri
sehingga seorang tidak terpengaruh oleh orang lain. Menurutnya,
kepercayaan diri adalah bagian dari sifat kepribadian seseorang yang
sangat penting, karena hal ini berpusat dari pengalaman serta
kejadian masa lalu yang telah dialami oleh individu itu sendiri
sehingga baik atau buruknya rasa percaya diri pada seseorang
didasari oleh pengalaman yang sudah ia dapatkan
Selanjutnya, Davies (dalam Rohmiati & Idrus, 2008)
mengungkapkan bahwa rasa percaya diri merupakan keyakinan pada
kemampuan yang dimiliki, keyakinan pada suatu maksud atau tujuan
dalam kehidupan dan percaya bahwa dengan akal budi bisa
melaksanakan apa yang diinginkan, direncanakan dan diharapkan.
Sama halnya dengan kedua pendapat diatas, Brennecke &
Amich (dalam Yusni, 2002) mengungkapkan bahwa kepercayaan
diri (self confidence) adalah suatu perasaan atau sikap tidak perlu
membandingkan diri dengan orang lain, karena telah merasa cukup
aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam hidup ini. Menurut Lie
(2003), orang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau
14
pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangannya dengan
baik atau setidaknya memiliki kemampuan untuk belajar cara-cara
menyelesaikan tugas tersebut.
Berdasarkan
uraian
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan
kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh
orang lain dan menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang
sangat penting karena hal ini berpusat dari pengalaman serta
kejadian masa lalu yang telah dialami oleh individu itu sendiri.
Sehingga baik atau buruknya rasa percaya diri pada seseorang
didasari oleh pengalaman yang sudah ia dapatkan (Lauster, 2008).
Aspek Kepercayaan Diri :
Dalam kepercayaan diri terdapat lima konsep dapat
digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya kepercayaan diri
individu. Kelima konsep tersebut adalah:
a.
Keberhati-hatian yaitu kemampuan seseorang dalam
menghadapi tekanan tanpa harus membesar-besarkan
tekanan yang dihadapi. Individu yang memiliki sikap
hati-hati antara lain, berani mengambil resiko, sanggup
mengatasi permasalahannya dengan pikiran yang positif,
menghadapi kegagalan dengan rasa humor (tidak terlarut
dalam kesedihan ataupun penyesalan), matang dalam
mengambil keputusan.
15
b.
Ketidaktergantungan yaitu terbebasnya seseorang dari
pandangan dan pendapat orang lain yang mungkin dapat
menjatuhkannya. Ketidaktergantungan pada individu
dapat dilihat dari sikap yang santai dalam menghadapi
persoalan hidup, tidak menjadikan kekurangan fisik
sebagai sarana untuk mendapatkan belas kasih dari orang
lain, berani mengambil pendapat yang berbeda dari
orang lain, berani bertindak sesuai dengan keinginan diri
sendiri bukan keinginan orang lain.
c.
Egoisitas yaitui sesuatu yang mengukur tinggi rendahnya
tingkat dari suatu sikap untuk tidak mementingkan
kebutuhan pribadi akan tetapi selalu peduli pada orang
lain. Contoh dari individu yang tidak mementingkan diri
sendiri misalnya tidak memiliki rasa iri dan cemburu
pada keberhasilan orang lain, memiliki kepekaan yang
kuat pada sesama (tidak hanya peka terhadap apa yang
terjadi diri sendiri melainkan juga pada orang lain), tidak
hanya melihat keuntungan diri pribadi melainkan
melihat keuntungan bersama, dan memiliki kerendahan
hati yang tidak direkayasa.
d.
Toleransi adalah sikap yang mengukur tinggi rendahnya
seseorang untuk mau menerima pendapat dan tindakan
orang lain yang berbeda dengan apa yang dirinya
pikirkan, rasakan dan lakukan. Orang yang memiliki
sikap toleran yang baik antara lain tidak bertahan
pendapat pribadi, membebaskan diri dari prasangka
16
(mudah bersosialisasi dengan siapa saja), tidak membuat
patokan sendiri sebagai alat untuk menjatuhkan orang
lain,dan dalam perbedaan pendapat seseorang yang
memiliki sikap toleran cenderung menunjukkan emosi
stabil dan tidak mudah meledak.
e.
Ambisiusitas yaitu sesuatu dorongan atau yang diukur
untuk melihat pencapaian hasil yang maksimal dari
individu seta diperlihatkan dan dihargai oleh orang lain.
Orang yang percaya diri cenderung memiliki sikap
ambisi yang tinggi. Mereka selalu berpikiran positif dan
berkeyakinan bahwa mereka mampu melakukan sesuatu
dengan baik untuk tercapainya hasil yang baik pula,
mereka juga memiliki tujuan yang tepat dalam
menentukan kesuksesan yang ingin dicapai serta
memiliki
usaha
yang
besar
dalam
mencapai
keberhasilan.
Penyesuaian Sosial
Menurut
Kartono
(1996)
penyesuaian
sosial
adalah
kemampuan individu untuk memberikan reaksi secara efektif dan
harmonis terhadap kenyataan realitas sosial dan situasi sosial untuk
dapat mengadakan reaksi sosial yang ketat, untuk dapat menghargai
pribadi orang lain dan menghargai hak-hak sendiri dari masyarakat.
Individu dapat bergaul dengan orang lain dengan membina
persahabatan yang kekal, sehingga rasa permusuhan, persaingan, iri
hati, dengki dan emosi negatif yang lain dapat terkikis.
17
Sedangkan
Schneiders
(1964)
menjelaskan
bahwa
penyesuaian sosial didefinisikan sebagai cara yang dilakukan
individu dalam usaha menyelaraskan kebutuhan internal dengan
kebutuhan eksternal yang tercermin dalam kemampuan untuk
menjalin relasi dengan orang lain, berpartisipasi dalam pergaulan,
menunjukkan minat serta menunjukkan kepuasan dalam beraktifitas.
Eysenk dkk (dalam Ari, 2007) menyatakan bahwa penyesuaian
sosial adalah kemampuan individu untuk hidup dan bergaul secara
wajar dengan lingkungannya, sehingga individu tersebut akan
merasa puas dengan dirinya sendiri maupun lingkungannya.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
penyesuaian sosial adalah kemampuan individu yang bersifat
dinamis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang
sesuai dengan norma yang ada secara sehat dan efisien tanpa
menimbulkan konflik bagi diri sendiri maupun lingkungan.
Aspek Penyesuaian Sosial
Hurlcok (1978) mengemukakan aspek-aspek penyesuain sosial
sebagai berikut :
1.
Penampilan nyata
Penampilan yang dipilih remaja sesuai dengan norma
yang berlaku untuk dirinya maupun untuk kelompoknya,
berarti remaja dapat memenuhi harapan kelompok dan
dia diterima menjadi anggota kelompok tersebut.
18
2.
Penyesuaian diri terhadap kelompok
Bahwa remaja mampu menyesuaikan diri secara baik
dengan setiap kelompok yang dimasukinya, baik teman
sebaya maupun orang dewasa.
3.
Sikap sosial
Remaja mampu menunjukkan sikap yang menyenangkan
terhadap orang lain, ikut berpartisipasi dan menjalankan
perannya dengan baik dalam kegiatan sosial.
4.
Kepuasan pribadi
Ditandai adanya rasa puas dan perasaan bahagia karena
dapat ikut ambil dalam aktifitas kelompoknya dan
mampu menemukan diri sendiri apa adanya dalam
situasi sosial.
Mahasiswa Baru
Mahasiswa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,(2005)
adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Pada umumnya,
seorang mahasiswa strata satu (S1) berada pada masa remaja akhir.
Monks (2002) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa
peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai
dengan perkembangan fisik, seperti pertumbuhan organ-organ
tubuh, perkembangan seksual yang ditandai dengan munculnya
tanda-tanda kelamin primer dan sekunder, perkembangan sosial
yang ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungkan
kepada orang lain. Secara lebih spesifik Haditono (dalam Monks &
19
Knoers, 1982), mengatakan bahwa masa remaja akhir berumur 18
tahun – 21 tahun.
Menurut Havigurst (dalam Hurlock, 1986), seorang remaja
menghadapi
tugas-tugas
perkembangan
(development
task)
sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik dan peran sosial
yang sedang terjadi pada dirinya. Tugas-tugas perkembangan itu
antara lain adalah menerima kondisi fisiknya yang berubah dan
memanfaatkan dengan teman sebata dari jenis kelamin manapun.
Menerima peranan seksual masing-masing dan mempersiapkan
perkawinan dan kehidupan berkeluarga, Jensen (dalam Sarwono,
2003). Hal ini didukung oleh Hurlock 1980, yaitu pembentukan
hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, bersifat
romantis
dan
disertai
dengan
keinginan
yang kuat
untuk
memperoleh dukungan dari lingkungan.
Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Sosial
Pada Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana
Masuknya remaja ke masa transisi menyebabkan mereka harus
beradaptasi dan berinteraksi terhadap keadaan yang baru. Begitu
pula dengan halnya remaja yang baru memasuki perguruan tinggi
harus
berusaha
untuk
mampu
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya yang baru tersebut. Setelah memasuki Perguruan
Tinggi mereka akan menemukan beberapa mahasiswa lain yang
berasal dari berbagai daerah dengan perbedaan adat istiadat. Salah
20
satu yang mempengaruhi kemampuan untuk penyesuaian sosial
yaitu kepercayaan diri (Hambly, 1995).
Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki
seseorang
bahwa
dirinya
mampu
berperilaku
seperti
yang
dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang diharapkan (Bandura,
1977). Sementara itu Taylor (dalam Sudardjo dan Purnamaningsih,
2003) mengatakan bahwa orang yang percaya diri memiliki sikap
yang positif terhadap diri sendiri. Meskipun kepercayaan diri
diidentikan dengan kemandirian, orang yang kepercayaan dirinya
tinggi umumnya lebih mudah terlibat secara pribadi dengan orang
lain dalam hubungan interpersonal (Bunker dalam Sudardjo dan
Purnamaningsih,(2003). Lauster (1978) mengatakan bahwa rasa
percaya diri bukan merupakan sifat yang diturunkan atau bawaan
melainkan diperoleh dari pengalaman hidup, serta dapat diajarkan
dan ditanamkan melalui pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu
dapat dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa percaya
diri. Dengan demikian untuk menghadapi lingkungan baru ini
remaja
membutuhkan
kepercayaan
dan
keyakinan
tentang
kemampuan diri sendiri untuk dapat menyesuaikan diri di
lingkungan perguruan tinggi.
Hurlock
(1990)
menyatakan
bahwa
penyesuaian
sosial
merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri
terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada
khususnya. Menurut Jourard (dalam Hurlock, 1990) salah satu
indikasi penyesuaian sosial yang berhasil adalah kemampuan untul
menetapkan hubungan yang dekat dengan seseorang. Dikatakan oleh
21
Schneirders (dalam Hurlock, 1990) penyesuaian sosial merupakan
proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk
menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri
sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa penyesuaian sosial merupakan tingkah
laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan
orang lain dan kelompok sesuai dengan keinginan dari dalam dan
tuntutan lingkungan.
Mahasiswa yang percaya diri biasanya tidak mengalami
kesulitan dalam menghadapi lingkungan baru, sedangkan remaja
yang kurang percaya diri akan merasa sulit dalam menghadapi
lingkungan yang baru tersebut.
Hipotesa
H0 = Tidak adanya hubungan yang signifikan antara kepercayaan
diri dengan penyesuaian sosial pada mahasiswa baru fakultas
psikologi angkatan 2011 UKSW.
H1 = Adanya perbedaan yang signifikan antara kepercayaan diri
dengan penyesuaian sosial pada mahasiswa baru fakultas psikologi
angkatan 2011 UKSW.
22
METODE PENELITIAN
Definisi Operasional
1. Kepercayaan Diri (variabel bebas)
Kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin akan
kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh
oleh orang lain. Kepercayaan diri dari seseorang diungkap
menggunakan skala kepercayaan diri berdasarkan lima konsep :
keberhati-hatian, ketidaktergantungan, egoisitas, toleransi, dan
ambisiusitas (Lauster, 2008). Semakin tinggi skor yang diperoleh
dari skala kepercayaan diri, maka semakin tinggi tingkat
kepercayaan diri pada individu, sebaliknya semakin rendah skor
kepercayaan
diri
yang
diperoleh
maka
semakin
rendah
kepercayaan diri pada individu.
2. Penyesuaian Sosial (variabel terikat)
Penyesuaian sosial merupakan tingkah laku yang mendorong
seseorang untuk menyesuailan diri dengan orang lain dan
kelompok sesuai dengan keinginan dari dalam dan tuntutan
lingkungan. Penyesuian sosial diungkap menggunakan aspekaspek dari Hurlock (1978). Antara lain, penampilan nyata,
penyesuain diri terhadap kelompok, sikap sosial dan kepuasan
pribadi.
23
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah 100 mahasiswa baru
Fakultas Psikologi angkatan 2011 Universitas Kristen Satya
Wacana.
Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampling
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakterisitik yang
dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2009). Sampel dalam penelitian
ini adalah mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga yang berjumlah 100 orang.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik
Accidental Sampling. Accidental Sampling menurut (Sugiyono
2009), adalah teknik penetuan sampel berdasarkan faktor spontanitas
atau kebetulan, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel dan juga yang
kebetulan ditemui itu cocok sebagai data, dimana sampel yang
dipakai adalah mahasiwa baru Fakultas Psikologi angkatan 2011.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yaitu metode
yang menekankan dengan angka yang datanya berwujud bilangan,
yang dianalisis menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan
atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik, dan untuk
melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu memengeruhi
variabel yang lain Creswell (dalam Ardianto, 2007). Menggunakan
24
analisis product moment dari Karl Person dengan bantuan program
SPSS versi 16.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Orientasi Kancah dan Pembahasan
Adapun alasan dipilihnya Fakultas Psikologi UKSW sebagai
tempat penelitian adalah adanya sejumlah subjek yang dapat
digunakan sebagai sampel penelitian, dimana pada fakultas
Psikologi UKSW ini terdapat banyak mahasiswa baru. Pada saat
dikampus mereka menunjukkan perilaku yang berbeda, ada yang
sangat percaya diri sehingga mudah dalam mencari teman dan
menyesuaikan diri dengan situasi yang ada dan juga ada yang
pendiam dalam pergaulan mereka.
Tahap Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai,
yaitu subyek yang digunakan untuk try out sekaligus digunakan
untuk penelitian. Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2012
sampai 12 Maret 2012 dengan cara menyebarkan angket kepada 100
mahasiswa baru Fakultas Psikologi, sedangkan angket yang kembali
sejumlah 82 angket dan 18 angket tidak kembali.
Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Kepercayaan Diri
Data disebut valid apabila memiliki koefisien korelasi item
total ≥ 0,3 (Azwar, 2010). Berdasarkan uji validitas yang telah
25
dilakukan dari 37 item terdapat 5 item yang tidak valid yaitu item
nomor 2 (r = 0,260), 5 (r = 0,258), 7 (r = 0,096), 9 (r = 0,087),
dan 10 (r = 0,267). Selanjutnya item-item yang tidak valid
dikeluarkan dari analisis, dan dilakukan uji validitas kembali.
Pada pengujian kedua sebanyak 32 butir item seluruhnya
memiliki nilai rxy diatas 0,3. Nilai rxy paling rendah pada item
nomor 23 sebesar 0.320 dan nilai rxy paling tinggi pada item
nomor 6 sebesar 0,823.
Setelah diuji validitasnya kemudian item-item dari Angket
Kepercayaan Diri diuji reliabilitas (keandalannya). Perhitungan
reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
Alpha Cronbach. Dari perhitungan diperoleh hasil reliabilitas
Kepercayaan Diri sebesar 0,744. Menurut Azwar (2010), nilai
koefisien alpha lebih besar dari 0,7-0,8 tergolong cukup reliabel.
Dengan demikian Kepercayaan Diri dinyatakan valid dan cukup
reliabel.
2. Penyesuaian Sosial
Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan pada angket
Penyesuaian Sosial dari 35 item diperoleh 4 butir tidak valid,
yaitu butir nomor 1 (r = 0,279), 17 (r = 0.198), 25 (r = -0,220),
dan 32 (r = -0.002). Selanjutnya item-item yang tidak valid
dikeluarkan dari analisis, dan dilakukan uji validitas kembali.
Pada pengujian kedua sebanyak 31 butir item seluruhnya
memiliki nilai rxy diatas 0,3. Nilai rxy paling rendah pada item
26
nomor 33 sebesar 0,324 dan nilai rxy paling tinggi pada item
nomor 4 sebesar 0,839.
Uji Normalitas dan Linieritas
Dari hasil perhitungan diperoleh hasil skor Penyesuaian
Sosial berdistribusi normal, yang dapat dilihat dari besarnya
koefisien kolmogorove sebesar 1.327 dengan sig. 0,059 (p > 0,05),
demikian juga data Kepercayaan Diri juga berdistribusi normal,
yang dapat dilihat dari besarnya koefisien kolmogorove sebesar
1.138 dengan sig.0,150 ( p > 0,05). Dengan demikian uji normalitas
terpenuhi.
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien
korelasi antara Kepercayaan Diri dan Penyesuaian Sosial sebesar
0.057dengan sig. 0,613 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan
antara keprcayaan diri dengan penyesuaian sosial.
Hasil Uji Hipotesa
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik
korelasi Pearson dikarenakan distribusi data kedua variable normal.
Untuk perhitungan dilakukan dengan bantuan program SPSS
Versi.16. Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh
koefisien korelasi antara Kepercayaan Diri dan Penyesuaian Sosial
sebesar 0.057dengan sig. 0,613 (p > 0,05) yang berarti tidak ada
hubungan antara kepercayaan diri dengan penyesuaian sosial.
27
Pembahasan
Hasil uji hipotesis menunjukkan koefisien korelasi sebesar
0,057 (p>0,05), artinya tidak adanya hubungan antara kepercaayan
diri dengan penyesuaian sosial.
Untuk menumbuhkan sikap percaya diri memerlukan waktu
yang relatif lama bagi mereka, sedangkan penyesuaian sosial harus
dilakukan secepat mungkin karena lingkungan mereka yang baru
mengharuskan mereka untuk cepat beradaptasi. Sehingga dalam
beradaptasi mereka dapat menggunakan faktor lainnya, selain
kepercayaan diri, misalnya kemampuan komunikasi, tidak hanya
ditentukan oleh masalah fisik dan ketrampilan saja (Heider, dalam
Siska, 2003).
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Tidak terdapat hubungan antara dukungan Kepercayaan Diri
dengan Penyesuaian Sosial yang ditunjukkan oleh koefisen
korelasi sebesar 0.057 (p > 0,05).
2. Hal ini menunjukkan bahawa ada variabel lain yang lebih
berpengaruh terhadap kepercayaan diri mahasiswa selain
penyesuaian sosial. Ada beberapa kemungkinan diluar
penyesuaian sosial, misal keadaan fisik, konsep diri, dan
jenis kelamin (Suryabrata, 1984).
28
Saran
1. Bagi Mahasiswa Baru
Kepercayaan
Diri
tidak
Penyesuaian Sosial, maka
terbukti
berdampak
pada
kepada mahasiswa disarankan
untuk terus membangun komunikasi dengan teman mereka
baik yang berasal dari luar daerah maupun yang berasal dari
daerah mereka, sehingga dapat meningkatkan wawasan,
dengan demikian dapat meningkatkan kepercayaan diri.
Komunikasi dapat dilakukan dengan bertukar pikiran dengan
teman teman baru, mengikuti forum komunikasi atau
kegiata-kegiatan yang dilakukan oleh pihak fakultas maupun
universitas.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan
penelitian
ini
diharapkan
agar
menggunakan
atau
menambahkan metode penelitian kualitatif untuk dapat
menggali lebih dalam mengenai kepercayaan diri ditinjau
dari
penyesuaian
sosial.
Peneliti
selanjutnya
dapat
melakukan penelitian ke universitas lain selain Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga, untuk mendapatkan data
yang dapat melengkapi penelitian ini.
29
DAFTAR PUSTAKA
Ari. K. (2007). Penyesuaian Pada Eks Tapol PKI. Skripsi (tidak
diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Ubiversitas Kristen
Satya Wacana Salatiga
Azwar, S. (1997). Reliabilitas Dan Validitas. Yogyakarta: Sigma
Alpha
---------
(2000). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar
--------(2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta:
Pustaka Belajar
Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Englewood Cliffs.
New Jersey: Pertice-Hill
Chaplin, C.P. (2000). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT.
Grafindo
Fahmi, M. (1982). Penyesuaian Diri. Ahli Bahasa: Drajad, Jakarta:
Bulan Bintang
Frida, K. (2005). Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan
Kompetensi Interpersonal Pada Mahasiswa Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Skripsi (tidak
diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana Salatiga
Gerungan, W.A. (1996). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco
Hadi, S. (2000). Statistik Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset.
Hakim, T. (2002). Mengatasi Rasa TIdak Percaya Diri. Jakarta:
Puspa Swara
Hambly, K. (1992). Bagaimana Meningkatkan Rasa Percaya Diri
(terjemahan). Jakarta: Arcan
Http://www.google.co.id/search?hl=id&q=pengertian+kost&btn.
Diunduh tanggal 1 Maret 2012
Http://www.scribd.com/doc/89772437/Hubungan-AntaraKepercayaan-diri. Diunduh tanggal 1 Juni 2012
30
Hurlock, E.B. (1978). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
------------------ (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
------------------ (1991). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga
-------------------(1993). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Ke-5. Jakarta: Erlangga
-------------------(1997). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. Ahli Bahasa: Istiwidayanti.
Jakarta: Erlangga
Indriyati. (2007). Hubungan Antara Komunikasi Orang Tua Dan
Anak Dengan Rasa Percaya Diri Remaja Putri Awal. Naskah
Publikasi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Semarang.
Lie, A. (2003). Seribu Satu Cara Menumbuhkan Percaya Diri Anak.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Lauster, P. (2008). Tes Kepribadian. Alih Bahasa D.H Bulo. Jakarta:
Bumi Aksara
Loekmono, L. (1983). Rasa Percaya Diri Sendiri. Salatiga: Pusat
Bimbingan, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Mappiare, A.(1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional
Monks, F.J, Knoers, A.M.P., & Haditono, R.S. (1994). Psikologi
Perkembangan ( Pengantar dalam beberapa bagiannya). Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
Monks, F.J, dkk, (1999). Psikologi Perkembangan (Pengantar dalam
beberapa bagiannya). Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Panut, P & Ida, U. (1999). Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara
Wacana
Patricia, E.V. (2011). Perbedaan Tingkat Kepercayaan Diri Pada
Mahasiswa Baru Di Universitas Kristen Satya Wacana
Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua. Skripsi (tidak diterbitkan).
Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
31
Rohmiati, A & Idrus, M. (2008). Tingkat Kepercayaan Diri Remaja
Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua Dalam Etnis Jawa. Naskah
Publikasi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Santrock, J.W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja).
Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga
Sarwono, W.S. (2010). Psikologi Remaja (edisi revisi). Jakarta: Raja
Grasindo Persada
Schneiders, AA. (1964). Personal Adjusment And Mental Health.
New York: Holt, Reindhart and Winston Inc
Sudarjo & Purnamaningsih. (2003). Kepercayaan diri dan
kecemasan komunikasi interpersonal pada mahasiswa. (Jurnal
Psikologi). Vol.12 No.2. Desember 2003
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit
Alfa Beta.
Suryabrata, S. (1984). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali
----------------- (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Suryaningrum, K. (2010). Hubungan Antara Penerimaan Diri
Terhadap Perkembangan Seksual Sekunder Remaja Putri
Dengan Penyesuaian Sosial. Skripsi (tidak diterbitkan).
Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana
Witria, M.O. (2007). Hubungan Antara Fungsionalitas Keluarga
Dengan Penyesuaian Sosial Remaja. Skripsi (tidak
diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen
Satya Wacana.
Yusni, M. (2002). Hubungan Kepercayaan Diri Pada Prestasi Kerja
Pada Perawat. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia.
Download