Sistem Pengukur Pergeseran Cermin pada Interferometer

advertisement
Sistem Pengukur Pergeseran Cermin pada Interferometer
Michelson Berbasis Mikrokontroler
M. Yusuf Fakhri, Prawito, dan Lingga Hermanto
Departemen Fisika, FMIPA UI, Kampus UI Depok1642
[email protected]
Abstrak
Interferometer Michelson merupakan alat optik yang biasa digunakan untuk mengukur panjang gelombang cahaya dan
indeks bias medium. Dalam pengukurannya, kita biasa menjumpai kesulitan dalam menggeser cermin serta mengamati
perubahan pola terang gelap. Untuk mengatasinya, dibuatlah suatu sistem penggeser cermin yang dikendalikan mikrokontroler.
Pergeseran dengan mikrometer sekrup, yang dikendalikan dengan motor DC, masih menunjukkan pergeseran dengan ketelitian
1µm. Untuk mengatasinya, sistem pergeseran memanfaatkan pemuaian logam untuk menggeser cermin. Penelitian ini
menunjukkan dua sistem pergeseran cermin, yaitu model motor DC dan model pemuaian logam, masing-masing model ini akan
dibandingkan. Untuk mengamati perubahan pola terang dan gelap digunakan sensor cahaya fotodioda. Model motor DC unggul
pada kecepatan pengambilan data, sehingga sistem ini mampu mendeteksi perubahan terang gelap (sebagai jumlah cacahan)
sebanyak 10564 dalam satu detik. Model pemuaian logam menggunakan sensor temperatur (LM35) untuk mengukur temperatur
logam yang dipanaskan dan menghitung pemuainnya sebagai pergeseran cermin. Model ini dapat menggeserkan cermin dengan
ketelitian alat ukur mencapai 0,085 µm, dimana resolusi ini berasal dari temperatur yang dideteksi LM35.
Kata kunci : Interferometer, mikrokontroler, sistem, dan resolusi
Abstract
Michelson interferometer is an optical instrument that used to measure wavelengths of light and index of refraction. In the
moment of measurement, we always encounter difficulties to move the moveable mirror and observe the changing of the center
dark-light patterns. So, the system to move mirror that controlled by microcontroller is created. Moving the mirror with micrometer
screw, which is controlled by a DC motor, still shows a shift with 1µm of resolution. The movement system is utilizing the metal
expansion to move the mirror. This experiment demonstrate two of the movement system, the DC motor model and metal
expansion model, each of these models will be compared. To observe the changing patterns of light and dark, photodiode sensor is
used. DC motor model excel at the speed of data retrieval, so the system is capable of detecting changes dark-light patterns (as
counter) as much as 10564 data in one second. Metal expansion model is using a temperature sensor (LM35) for measuring the
temperatur of heated metal and calculate the expansion as the movement of mirror. This model can move the mirror with
instrument resolution reached 0.085 µm, where the resolution is derived from the detected temperature of the LM35.
Keyword : Interferometer, microcontroller, system, and resolution
I. PENDAHULUAN.
Pola interferensi dari suatu gelombang muncul
karena adanya pertemuan dua gelombang yang
akhirnya termodulasi. Hasil modulasi ini menunjukkan
amplitudo gelombang yang maksimum dan minimum.
Karena cahaya memiliki sifat gelombang, pola
interferensi dapat terbentuk dari cahaya. Pola
interferensi pada interferometer Michelson disebabkan
karena perbedaan lintasan optik cahaya.
Interferometer Michelson memanfaatkan dua
cermin dalam menunjukan pola interferensi cahaya,
untuk mengabungkan cahayanya digunakan pemecah
sinar (Beam Splitter). Umumnya percobaan ini hanya
menggunakan dua buah cermin, pemecah sinar dan
sumber cahaya. Sumber cahaya yang digunakan biasa
menggunakan laser. Laser memiliki lintasan yang lurus
dan terfokus pada satu titik, sehingga dalam
percobaanya perlu menggunakan lensa untuk
memperbesar hasil interferensinya. Cahaya yang bersal
dari sumber akan terbagi dua oleh pemecah sinar,
setengah diteruskan dan setengah dilewatkan. Cahaya
tersebut akan dipantulkan cermin dan bertemu kembali
ke pemecah sinar. Cahaya yang saling bertemu akan
menunjukkan pola interferensi jika jarak masingmasing cermin ke pemecah sinar berbeda.
Interferometer konvensional terkendala dalam
kondisi tertentu seperti getaran, atau sentuhan yang
mempengaruhi pergerakkan cermin. Hal ini akan
membuat pola interferensi yang tergambar tidak jelas.
Kesulitan pada interferometer michelson terletak pada
saat melakukan pengukuran dengan mengamati
pembentukkan pola terang gelap pusat. Jika mikrometer
sekrup diputar terlalu cepat, akan terjadi kesulitan
dalam membaca pergerakkan pola terang gelap pusat
tersebut. Selain itu, percobaan interferometer yang
dilakukan pada ruang gelap akan terkendala dalam
mengamati pengukurannya.
Untuk mengatasi hal tersebut, sensor cahaya dan
mikrokontroller dapat dimanfaatkan. Motor DC dapat
dimanfaatkan untuk mengendalikan putaran mikrometer
sekrup. Tetapi, hal ini masih terkendala dalam besar
pergeserannya. Untuk menghasilkan pergeseran yang
sangat rendah dapat dimanfaatkan pemuaian logam
yang dapat menghasilkan sebuah dorongan terhadap
cermin.
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
II. METODE PENELITIAN
Terdapat dua syarat untuk menampilkan cincin
interferensi, pertama cahaya harus diperbesar untuk
memperjelas cincin. Jika sumber yang digunakan
merupakan sumber titik, seperti laser, atau sumber
dengan slit, cahaya yang tergambar pada detektor tidak
memperlihatkan cincin interferensi. Kedua, sumber
cahaya yang digunakan harus monokromatik atau
mendekatinya.
Pada gambar 1, bagian yang terpenting dalam
susunan interferometer adalah dua buah cermin datar
M1 dan M2 dan sebuah cermin setengah perak O (halfsilvered mirror), atau disebut sebagai beam splitter.
Cahaya yang bergerak munuju beam splitter O akan
dipantulkan ke M2 dan ditansmisikan ke M1.Cermin
M1 dan M2 akan memantulkan cahaya yang terpisah
tersebut menuju ke beam splitter kemudian ke detektor.
Cermin M1 disebut sebagai cermin gerak sedangkan
M2 sebagai cermin tetap. Jarak antara M2 dengan O
adalah tetap, sedangakan M1 dapat berubah. Untuk
memperbesar cincin interferensi dapat digunakan lensa
divergen D.
Gbr 2. Formasi pembentukan cincin interferensi pada
interferometer Michelson
Gbr 3. Pola interferensi pada eksperimen
interferometer Michelson.
Saat M1 digerakkan secara perlahan
mendekati beam splitter, radius cincin terang pusat akan
semakin mengecil. Jika diteruskan, cincin terang pusat
akan menghilang. Kehilangan cincin terang pusat
kemudian muncul kembali menunjukkan cos ! = 1,
sehingga persamaan menjadi
2! = !"
m merupakan banyaknya pola terang yang muncul
akibat pergeseran cermin sebesar d.
Gbr 1. Susunan Interferometer Michelson.
Formasi penyusunan cermin tersebut dapat
digambarkan seperti gambar 2. Formasi ini
menggambarkan sumber cahaya P bergerak menuju
bayangan cermin M2’ kemudian dipentulkan ke
detektor yang digambarkan sebagai mata. Cahaya juga
ditansmisikan ke M1 dan dipantulkan kembali ke mata.
Mata akan menerima cahaya yang seakan-akan berasal
dari sumber P’ dan P’’.
Pola interferensi yang terbentuk menggambarkan
sebuah lingkaran terang dibagian tengah dari cincincincin interferensi yang diperlihatkan pada gambar 3.
Keadaan dari terang pusat ini disebut sebagai maxima,
dan pembentukkannya tergantung θ yang dapat
ditunjukkan pada persamaan
2! cos ! = !"
Gbr 4. Sketsa susunan komponen interferometer
michelson yang dirancang pada penelitian.
Gambar 4 memperlihatkan susunan interferometer
penelitian ini. Susunan interferometer michelson pada
penelitian ini menempatkan cermin dan laser
mengelilingi beam splitter. Beam splitter yang
digunakan berbentuk dua prisma yang saling menempel
dibagian alasnya. Dari bentuk beam splitter tersebut,
susunan cermin tetap (fixed mirror) berhadapan dengan
detektor, kemudian cermin gerak (movable mirror)
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
akan berhadapan dengan lensa. Lintasan laser dari
sumber ke cermin gerak saling tegak lurus dengan
cermin tetap dan detektor.
Mekanisme
pergerakkan
cermin
hanya
difungsikan untuk maju dan mundur, walaupun
komponen mekanik cermin yang terpasang dapat diatur
kemiringannya. Pada umumnya, cermin bergerak ini
didesain seperti cermin tetap yang mampu diatur
kemiringannya. Cermin tersebut ditancapkan dengan
sebuah alat pendorong yang halus, seperti mikrometer
sekrup.
Pergerakkan maju dan mundur ini tidaklah
sembarangan, karena pergerakkan tersebut haruslah
halus dan menunjukkan batas pergeseran skala
mikrometer. Oleh karena itu, mekanik cermin gerak
memanfaatkan mikrometer sekrup dan pemuaian
logam.
menghasilkan dorongan atau pergeseran cermin yang
sangat kecil. Bagian tengah logam akan dibungkus oleh
kotak pemanas (chamber), kemudian salah satu
ujungnya dikunci hingga besarnya dorongan sebanding
dengan besarnya pemuaian logam. Ujung dari logam
ditempelkan dengan bahan isolator agar panas logam
tidak menyebar.
a. Mekanik Cermin Gerak
Sketsa mekanik cermin gerak yeng memanfaatkan
motor DC dapat dilihat pada gambar 5. Pada mekanik
ini, maju dan mundurnya cermin akan dikendalikan
dengan motor DC. Untuk menghasilkan pergeseran
yang sangat kecil, putaran motor DC dihubungkan
dengan putaran sekrup dari mikrometer. Penghubungan
ini dapat dilakukan dengan menggunakan belt atau
karet roda.
Gbr 6. Sketsa alat pergeseran cermin dengan pemuaian
logam.
Potensiometer yang terpasang berfungsi untuk
mengkalibrasi pemuaian logam. Pada saat pengujian
dengan susunan interferometer michelson, beban
potensiometer akan dilepas. Beban yang terpasang pada
potensiometer dapat menimbulkan getaran, sehingga
pengujian percobaan tidak dapat maksimal. Sketsa
bagian heater mekanik ini dapat dilihat pada gambar 7.
Logam yang digunakan memiliki panjang sebesar 15
cm. Di bagian dalam pemanas terdapat filamen yang
meliliti logam. Filamen tersebut dapat memanaskan
logam dengan diberikan tegangan DC sebesar 12V.
Gbr 5. Sketsa alat pergeseran cermin dengan motor.
Cermin ditempelkan pada mikrometer yang telah
dirancang untuk menghasilkan sistem dorongan linier
dari putaran ujung batang mikrometer. Dorongan linier
ini sangat halus karena berada dalam skala pergeseran
mkrometer. Bagian sekrup mikrometer dihubungkan
dengan belt, berbahan karet, yang terhubung dengan
motor untuk membuat putaran sekrup terkendali dengan
mikrometer.
Mekanik yang memanfaatkan pemuaian logam
kuningan dan besi dapat dilihat pada gambar 6. untuk
Gbr 7. Bagian dalam kotak pemanas yang dibuat.
Selain filemen, sensor suhu, seperti LM35 juga
ditancapkan. Filamen dan sensor dibungkusi dengan
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
batu api (fire brick) yang dapat bertahan hingga
mencapai temperatur diatas 600oC. Batas pemanasan
filamen dibawah 100oC untuk menghindari kerusakan
LM35. Batu api mudah sekali hancur, sehingga untuk
menghindari kehancurannya dapat dibungkusi dengan
lapisan yang ringan dan kuat seperti alumunium foil.
Alumunium foil tidak menyentuh logam, kabel LM35
dan filamen.
b. Sensor yang Digunakan
Fotodioda berfungsi untuk membaca pola terang
gelap interferensi yang telah ditampilkan. Fotodioda
digunakan untuk mengukur intensitas cahaya dari pola
terang dan gelap interferensi, tujuanya adalah untuk
membedakan pola tersebut. Rangkaian fotodioda untuk
menjalani fungsi tersebut dapat dilihat pada gambar 8.
Intensitas cahaya yang mengenai fotodioda akan
menyebabkan
peningkatan arus balik. Dengan
dipasangnya R1, sinyal keluaran dari rangkaian adalah
tegangan yang bergantung terhadap arus balik tersebut.
Gbr 8. Rangkaian fotodioda.
Untuk meningkatkan sensitifitas fotodioda dalam
menanggapi perbedaan pola terang dan gelap
interferensi, rangkaian dapat ditambahkan transistor
seperti rangkaian gambar 9. Transistor akan
menguatkan arus fotodioda yang mengalir akibat
cahaya yang mengenainya. Rangkaian transistor yang
digunakan merupakan rangkaian commen-collector,
dimana rangkaian ini akan menghasilkan respon
kenaikan tegangan output yang sesuai dengan kenaikan
intensitas cahaya.
Gbr 9. Rangkaian fotodioda dengan commen-collector.
Gbr 10. Skematik LM35.
LM35 merupakan sensor temperatur yang
memiliki kemampuan pembacaan suhu yang presisi.
Skematik LM35 dapat dilihat pada gambar 10. LM35
dapat menghasilkan keluaran tegangan yang stabil dan
linier dengan kenaikan temperatur dalam satuan derajat
celcius. Sensor ini memiliki nilai sensitifitas yang
stabil. Dalam pemakaiannya tidak perlu menggunakan
pengkondisi sinyal seperti filter, jika sensor hanya
digunakan untuk mengukur temperatur biasa. LM35
memiliki kelemahan pada pengukuran temperatur yang
tinggi, sehingga LM35 hanya digunakan pada
temperatur dibawah 100oC.
Potensiometer dapat berguna untuk mengukur
posisi, baik posisi angular ataupun linier. Frictionless
potensiometer memiliki keunggulan dalam mengukur
pergeseran yang sangat kecil. Potensiometer ini
memiliki resolusi yang lebih baik dibandingkan dengan
potensiometer yang lainnya. Selain itu, perubahan
resistansi potensiometer linier dengan putarannya.
AD620 merupakan instrumentasi amplifier yang
dikemas dalam bentuk IC. AD620 difungsikan untuk
memperkuat tegangan keluaran dari potensiometer.
Potensiometer yang diperkuat dengan AD620 dapat
memiliki sensitifitas yang tinggi dalam mendeteksi
pergeseran.
Gambar 11 menunjukkan rangkaian AD620
dengan input merupakan output dari potensiometer.
Perubahan tegangan output potensiometer dalam
mengukur pergeseran dibawah 1mm sangat kecil sekali.
Dengan AD620 yang dapat menghasilkan gain diatas
10, tegangan tersebut dapat diperbesar. Pergeseran kecil
pada potensiometer akan lebih mudah untuk dideteksi.
Gambar 11. Skematik rangkaian potensiometer dengan
AD620.
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
c. Aplikasi Mikrokontrol dan Programnya
Blok diagram elektrik dari mikrokontrol pada
mekanik motor DC dapat dilihat pada gambar 12.
Pengendalian posisi cermin motor hanya membutuhkan
sensor optical encoder. Data sensor yang akan dikirim
ke mikrokontrol hanyalah sinyal optical encoder dan
fotodioda. Pergerakkan motor akan dikendalikan
dengan IC L298. IC ini dapat berfungsi sebagai saklar
tegangan suplai motor DC serta untuk menguatkan
tegangan mikrokontrol yang sangat kecil. Untuk optical
encoder, port interrupt dapat dimanfaatkan. Port ADC
akan dihubungkan dengan fotodioda. LCD terpasang
pada port C dan akan digunakan untuk menampilkan
informasi dari pergeseran cermin serta cacahan optical
encoder.
munculnya pola tersebut sebagai cacahan fotodioda.
Program cacahan ini dibuat untuk menghitung
banyaknya pola terang yang telah melewati fotodioda.
Tiap
pola
terang
yang
melewatinya
akan
mengakibatkan
perubahan
tegangan
fotodioda.
Perubahan ini akan dimanfaatkan sebagai informasi
penambahan cacahan / counter sebesar satu. Kelemahan
dari program ini adalah tidak dapat mendeteksi
perubahan intensitas pusat jika cermin bergerak maju
dan kemudian bergerak mundur saat pengukuran,
sehingga cacahan tetap terus bertambah.
Pada flow chart tersebut, program dibuat untuk
mendeteksi satu cincin pola terang. Untuk dapat
mendeteksi satu terang yang melewati fotodioda,
interrupt mikrokontrol dimanfaatkan untuk mendeteksi
falling edge atau penurunan tegangan output fotodioda
akibat perubahan intensitas maksimum ke minimum.
Pencacahan akan selesai sampai pergeseran yang
diinginkan.
Gbr 12. Blok diagram sistem elektrik dengan
mikrokontroller untuk pengukuran dengan motor DC.
Program desain ini akan mengukur banyaknya
pola terang yang melewati fotodioda dari pergeseran
cermin tertentu. program ini akan menggerakkan
cermin menjauhi beam splitter dengan kecepatan yang
divariasikan. Program hanya akan menampilkan
cacahan fotodioa dari pergeseran yang ditetapkan. Cara
kerja program ini digambarkan dengan flow chart yang
dapat dilihat pada gambar 13.
Gbr 14. Blok diagram sistem elektrik dengan
mikrokontroller untuk pengukuran dengan temperatur.
Gambar 14 menunjukkan blok diagram elektrik
dari mikrkokontroller yang diaplikasikan untuk
mekanik dengan pemuaian logam. Pada rangkaian
mikrokontroller ini terdapat tiga port ADC yang
dibutuhkan untuk membaca nilai analog sensor. Nilai
analog ini berasal dari fotodioda, LM35, dan
potensiometer.
Potensiometer
digunakan
untuk
kalibrasi pemuaian logam. Aktuator pada percobaan ini
merupakan pemanas yang dikendalikan dengan IC
L298. LCD dipasang pada port C dan digunakan untuk
menunjukkan nilai pemuaian dan temperatur.
Gambar 15 menunjukkan flow chart yang
menggambarkan cara kerja dari program ini. Skrip dari
program ini dapat dilihat lampuran B yaitu mengenai
program pengukuran interferometer Michelson dengan
pemanasan logam. Program ini hanya akan mengukur
besarnya pergeseran cermin yang dipanaskan tiap
cacahan fotodioda yang muncul. Besarnya pemuaian
logam dapat diketahui dari temperatur logam yang
dipanaskan. Program akan mencatat nilai temperatur
tiap cacahan fotodioda. Setalah mencapai cacahan yang
diinginkan, program akan menampilkan nilai
pergeseran ditiap cacahan.
Gbr 13. Flow chart pengukuran interferometer
Michelson dengan motor DC.
Pada flow chart tersebut terdapat program untuk
mengamati pola terang gelap pusat dan mencatat
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
Tabel 2. Lima data tegangan output fotodioda dalam
menanggapi pola gelap interferensi laser merah
dengan rangkaian yang menggunakan transistor
III. HASIL EKSPERIMEN
a. Kerja Fotodioda terhadap Pola Interferensi
Sensor fotodioda memiliki tanggapan terhadap
pola interferensi laser yang intensitasnya sangat kecil.
Fotodioda ditempatkan pada bidang yang dipancarkan
pola interferensi. Untuk mengukur pola terang,
fotodioda ditempelkan pada bagian terang pola
interferensi. Untuk mengukur pola gelap, cukup
menggeserkan cermin hingga pola gelap bergeser ke
fotodioda. Pengukuran dilakukan di ruang gelap
laboratorium fisika lanjutan. Saat pola terang menganai
fotodioda, nilai tegangan fotodioda serta ADC-nya
langsung dicatat. Cara ini juga sama dilakukan pada
pengambilan data untuk pola gelap. Data masingmasing pola diambil sebanyak lima kali.Tabel 1 dan 2
merupakan data tegangan output fotodioda yang
diperoleh untuk tiap pola yang berbeda.
Tabel 1. Lima data tegangan output fotodioda
dalam menanggapi pola terang interferensi laser merah
dengan rangankaian yang menggunakan transistor
ADC Digit (Decimal)
Tegangan Fotodioda (Volt)
604
2,908
589
2,834
594
2,858
601
2,893
602
2,898
Tegangan Fotodioda (Volt)
258
1,199
267
1,243
260
1,209
263
1,224
261
1,214
b. Kalibrasi LM35 dan Uji Coba Alat Pemanas
LM35 memiliki nilai keluaran yang presisi dalam
membaca temperatur. Kemampuan presisinya dapat
dilihat pada pengukuran keluarannya dengan
menggunakan multimeter dan ADC mikrokontroller.
Kalibrasi LM35 ini bertujuan untuk mengetahui nilai
keluaran LM35 terhadap perubahan suhu pemanas.
Nilai temperatur LM35 yang digunakan akan
dibandingkan dengan termokopel digital untuk
mendeteksi temperatur logam yang dipanaskan. LM35
dan termokopel dipasang pada titik yang berdekatan
dibagian logam tersebut. Saat heater dihubungkan
dengan tegangan DC, temperatur logam meningkat
secara perlahan. Peningkatan ini ditunjukkan dengan
perubahan nilai temperatur pada layar digital
termokopel dan perubahan nilai ADC LM35
ADC Digit LM35 (Decimal) Gbr 15. Flow chart pengukuran interferometer
Michelson dengan pemuaian logam.
ADC Digit (Decimal)
250 200 150 y = 2.0307x + 2.0702 100 50 0 0 50 100 150 Suhu (Celcius) Gbr 16. Grafik hubungan ADC LM35 terhadap suhu
logam yang mengenainya.
c. Pengukuran Pergeseran Kecil dengan
Potensiometer
Potensiometer yang digunakan untuk kalibrasi
pemuaian harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi
potensiometer ini dapat memanfaatkan mikrometer
sekrup untuk mengamati perubahannya. Gambar 17
memperlihatkan
cara
untuk
mengkalibrasi
potensiometer tersebut. Ujung dari mikrometer sekrup
akan mendorong balok. Balok ini akan dihubungkan
dengan tali yang dililitkan dengan potensiometer.
Ujung dari tali ini diberikan beban sekitar 100 gram
agar tali dapat tegang.
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
Tegangan Keluaran
AD620 (V)
Gbr 17. Sketsa kalibrasi potensiometer.
6
4
y = 0.4826x + 0.2671
2
0
0
5
10
15
Putaran ke-
Gbr 18. Grafik hubungan tegangan potensiometer
terhadap variasi putaran.
Hasil pengukuran potensiometer tanpa AD620
masih belum pantas digunakan dalam pengukuran
pergeseran yang sangat kecil, yaitu mengukur
perubahan pergeseran hingga mencapai 100 µm.
Potensiometer yang diukur tanpa AD620 masih
menunjukkan output yang kurang sensitif terhadap
pergeseran kecil. Oleh karena itu, potensiometer ini
akan dihubungkan dengan AD620 (sebagai amplifier)
untuk meningkatkan sensitifitas potensiometer dalam
mengukur pergeseran yang kecil tersebut. Gambar 19
merupakan data hasil kalibrasi potensiometer yang
diperkuat dengan AD620.
d. Kemampuan Alat dalam Menggeserkan Cermin
dengan Motor DC
Motor DC dapat dimanfaatkan untuk memutarkan
sekrup mikrometer dan akhrinya cermin dapat bergeser.
Kecepatan dari motor DC harus diperhatikan, jika
motor DC terlalu cepat dapat mengakibatkan posisi
cermin jauh bergeser. Selain itu motor yang dapat
bergerak terlalu cepat dapat menghasilkan getaran yang
mengganggu pola interferensi. Untuk mengatasi hal ini,
kecepatan
motor
akan
dikendalikan
dengan
menggunakan PWM mikrokontroller. Selain itu, nilai
PWM yang paling baik akan dicari tahu untuk
memperoleh keunggulan dan kelamahan dari sistem ini.
y = 1.451x + 0.329
0
1
2
3
4
Pergeseran (mm)
Gbr 19. Grafik hubungan tegangan potensiometer yang
dikuatkan dengan AD620 terhadap pergeseran
mikrometer sekrup.
Putaran sekrup mikrometer yang dihubungkan
dengan motor dapat beresiko terjadinya slip. Oleh
karena itu, permukaan motor dan mikrometer haruslah
kasar. Untuk mendapatkan kondisi tersebut diberikan
perekat untuk menghindari terjadinya slip.
Untuk mengetahui error yang disebabkan oleh slip
ini, motor diputar pada PWM tertentu sejauh jarak
tertentu. Jarak pergeseran yang ditentukan adalah
sebesar 5,64 mm, sementara rasio PWM-nya
divariasikan. PWM yang dapat mengendalikan
kecepatan motor akan menunjukkan hasil yang berbeda
pada kemampuan alat dalam menggeserkan cermin,
sehingga perlu adanya variasi PWM. Setelah mencapai
nilai 2000 pulsa encoder atau 5,64, nilai pergeseran
dicatat dari pembacaan mikrometer sekrup yang
berubah. Sehingga data yang diperoleh akan mencatat
nilai pergeseran dari mikrometer sekrup.
20.00
Error (%)
Tegangan
Potensiometer (Volt)
Pengujian potensiometer ini masih terbilang kasar,
karena untuk menentukan potensio telah berputar
sejauh 360o tidak menggunakan busur. Pengukuran satu
putaran ini hanya menggunakan jarum penunjuk yang
diletakkan pada ujung potensiometer, sehingga putaran
potensio dapat ketahuan jika telah mencapai satu
putaran. Gambar 18 merupakan data hasil kalibrasi
potensiometer yang digunakan.
6.000
5.000
4.000
3.000
2.000
1.000
0.000
15.00
10.00
5.00
0.00
80.00 85.00 90.00 95.00 100.00 105.00
Rasio PWM (%)
Gbr 20. Grafik hubungan persentase error pergeseran
terhadap rasio PWM saat cermin maju.
Gambar 20 dan 21 merupakan dati hasil
pengukuran persentase error. Data ini menunjukkan
keadaan penyimpangan pergeseran dari sistem putaran
motor saat memajukan cermin dan memundurkannya
dengan rasio PWM atau kecepatan yang berbeda.
Besarnya pergeseran ditentukan dari banyaknya pulsa
encoder. Pulsa encoder yang diberikan adalah 2000
atau sebanding dengan 5,64 mm. Sehingga cermin akan
bergeser sejauh 5,64 mm.
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
Error (%)
0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
45.00 50.00 55.00 60.00 65.00 70.00
Rasio PWM (%)
Gbr 21. Grafik hubungan persentase error pergeseran
terhadap rasio PWM saat cermin mundur.
Keadaan cermin untuk maju menunjukkan error
yang cukup besar saat diberikan PWM dibawah 90%.
Motor sudah tidak mampu untuk mendorong cermin
saat diberikan rasio PWM dibawah 80%. PWM yang
digunakan memiliki skala frekuensi seperempat dari
frekuensi kristal mikrokontrol yaitu 10Mhz. Rasio yang
dimaksud adalah perbandingan antara waktu pulsa
tertinggi dengan periode PWM. Mode PWM yang
digunakan pada penelitian ini adalah fast PWM.
Saat memundurkan cermin, pergeseran yang
terjadi sangat halus dan cepat. Semakin kecil PWM-nya
semakin sulit bagi motor untuk menggeser. Dari
kejadian ini tercatat, motor dapat menggerakkan cermin
pada rasio diatas 48%. Penyimpangan yang ditampilkan
untuk pergeseran mundur ini sangat kecil, sehingga
rasio PWM yang dimanfaatkan adalah pada rentang 4870%.
Rasio PWM
(%)
e. Kemampuan Alat Dalam Mencacah Pola Terang
Interferensi
Arah pergerakkan cermin yang terbaik untuk
mengambil data adalah mundur, jika sistem cermin ini
dipasang pada percobaan interferometer michelson.
Error akibat slip dari variasi PWM juga sangat kecil
yaitu 0,1 hingga 0,5 % pada pergeseran sejauh 5,64
mm, sehingga pada percobaan interferometer
michelsonnya dapat digunakan variasi PWM tersebut.
Motor akan digeserkan sejauh jarak tertentu dengan
variasi rasio PWM tertentu, kemudian mikrokontroller
akan mencatat hasil cacahan perubahan pola terang
gelap yang dideteksi fotodioda. Data yang diperoleh
merupakan hasil cacahan yang hitung mikrokontroller
dan ditampilkan pada LCD. Pengambilan data
dilakukan lebih dari lima kali, tetapi data yang
ditampilkan pada tabel 3 hingga 8 merupakan lima data
terbaik dari data tersebut.
Tabel 3. Hasil cacahan fotodioda dari pergeseran cermin sejauh 0,05 mm
Cacahan pada Pengukuran keCacahan
Rata-rata
teori
1
2
3
4
5
Kecepatan
(mm/s)
Error
(%)
48,92
3,35
136
135
133
131
121
131,20
160
18,00
54,79
4,04
113
121
111
101
95
108,20
160
32,38
60,67
9,47
76
85
103
99
84
89,40
160
44,13
66,54
12,57
86
90
89
77
76
83,60
160
47,75
Rasio PWM
(%)
Tabel 4. Hasil cacahan fotodioda dari pergeseran cermin sejauh 0,1 mm
Cacahan pada Pengukuran keKecepatan
Cacahan
Rata-rata
(mm/s)
teori
1
2
3
4
5
Error
(%)
48,92
3,35
277
256
248
235
231
249,40
320
22,06
54,79
4,04
102
150
161
201
124
147,60
320
53,88
60,67
9,47
123
119
119
114
105
116,00
320
63,75
66,54
12,57
115
102
101
99
95
102,40
320
68,00
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
Rasio PWM
(%)
Tabel 5. Hasil cacahan fotodioda dari pergeseran cermin sejauh 0,15 mm
Cacahan pada Pengukuran keKecepatan
Cacahan
Rata-rata
(mm/s)
teori
1
2
3
4
5
Error
(%)
48,92
3,35
470
456
433
431
429
443,80
481
7,66
54,79
4,04
321
304
303
275
266
293,80
481
38,87
60,67
9,47
231
221
210
208
205
215,00
481
55,26
66,54
12,57
201
167
158
144
123
158,60
481
67,00
Rasio PWM
(%)
Tabel 6. Hasil cacahan fotodioda dari pergeseran cermin sejauh 0,2 mm
Cacahan pada Pengukuran keKecepatan
Cacahan
Rata-rata
(mm/s)
teoritis
1
2
3
4
5
Error
(%)
48,92
3,35
475
471
468
465
444
464,60
641
27,50
54,79
4,04
408
375
372
356
344
371,00
641
42,10
60,67
9,47
327
321
321
304
300
314,60
641
50,91
66,54
12,57
305
277
260
246
242
266,00
641
58,49
Rasio PWM
(%)
Tabel 7. Hasil cacahan fotodioda dari pergeseran cermin sejauh 0,25 mm
Cacahan pada Pengukuran keKecepatan
Cacahan
Rata-rata
(mm/s)
teori
1
2
3
4
5
Error
(%)
48,92
3,35
778
753
631
612
579
670,60
801
16,28
54,79
4,04
521
503
469
445
437
475,00
801
40,70
60,67
9,47
420
415
407
388
387
403,40
801
49,64
66,54
12,57
402
375
365
355
351
369,60
801
53,86
Rasio PWM
(%)
Tabel 8. Hasil cacahan fotodioda dari pergeseran cermin sejauh 0,3 mm
Cacahan pada Pengukuran keKecepatan
Cacahan
Rata-rata
(mm/s)
teori
1
2
3
4
5
Error
(%)
48,92
3,35
937
894
870
760
736
839,40
961
12,67
54,79
4,04
713
705
641
629
601
657,80
961
31,56
60,67
9,47
502
472
469
443
443
465,80
961
51,54
66,54
12,57
451
406
397
393
370
403,40
961
58,03
f. Pengukuran Pergerseran Cermin dengan
Menggunakan Pemanasan Logam
Pemuaian
logam
akibat
kenaikan
temperaturnya memang sangat kecil sekali dan sulit
dilihat oleh mata. Pemuaian logam ini akan
dimanfaatkan untuk menghasilkan pergeseran yang
kecil
tersebut.
Sebelum
menunjukkan
hasil
pergeserannya pada interferometer michelson, nilai
pergeseran cermin tiap perubahan temperatur logam
dihitung terlebih dahulu. Setelah itu, mencaritahu
hubungan pergeseran sistem dengan temperatur.
Sehingga, nilai pergeseran cermin pada interferometer
michelson didteksi dari temperatur logamnya.
g. Pengukuran Pemuaian Logam dengan
Potensiometer
Setelah
memperoleh
data
potensiometer,
selanjutnya menggunakan data potensiometer tersebut
untuk mengukur pemuaian logam. Pemuaian logam
yang digunakan tidak pasti sesuai dengan eksperimen,
sehingga pemuaian yang sebenarnya masih perlu
diketahui. Potensiometer akan mengalami perubahan
tegangan saat pemuaian tertentu. Disaat mengalami
perubahan tegangan, temperatur logam langsung
dicatat. Setelah memperoleh nilai tegangan dari
masing-masing temperatur, Nilai pergeseran cermin
ditentukan dengan mengetahui perubahan tegangan tiap
perubahan temperatur tertentu.
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
Tabel 9. Hasil pergeseran per derajat celcius pada pemanasan kuningan dari 5 kali pengukuran
Pengukuran ke -
Pergeseran tiap 1 C (µm)
Suhu yang dibutuhkan untuk 1 cacahan (C)
1
1,33
0,24
2
1,21
0,26
3
1,27
0,25
4
1,42
0,22
5
1,40
0,23
Rata-rata
1,33
0,24
Deviasi standar
0,087
Tabel 10. Hasil pergeseran per derajat celcius pada pemanasan kuningan dari 5 kali pengukuran
Pengukuran ke -
Pergeseran tiap 1 C (µm)
Suhu yang dibutuhkan untuk 1 cacahan (C)
1
0,17
1,83
2
0,16
1,99
3
0,20
1,58
4
0,16
1,98
5
0,16
1,96
Rata-rata
0,17
1,85
Deviasi standar
0,017
Masing-masing perubahan ini dapat diperoleh
dengan mencari selisih antara tegangan yang belum
berubah dengan tegangan yang telah berubah. Setelah
memperoleh informasi mengenai nilai tegangan
potensiometer tiap temperatur tertentu, pengolahan data
dilakukan untuk mengetahui pemuaian logam dalam 1
o
C. Yang dibutuhkan dalam pengolahan data tersebut
adalah perubahan tegangan potensiometer tiap
perubahan temperatur. Pemuaian logam dapat diketahui
dengan menggunakan fungsi transfer dari hasil kalibrasi
potensiometer.
∆! = ∆!/(!"#$%&' !"#$%&"'$ !"#$%&'"($#$))
Hasil dari pengukuran ini dapat dilihat pada tabel 9 dan
10.
h. Kemampuan Alat dalam Mendeteksi Pergeseran
Tiap Cacahan
Perubahan Pola terang pusat yang dideteteksi
fotodioda disebabkan karena pemuaian logam yang
dipanaskan. Mikrokontroller akan mencatat temperatur
dan perubahan panjang logam saat fotodioda
mendeteksi perubahan tersebut. Perubahan pola terang
ke gelap kemudian ke terang kembali sebanding dengan
satu cacahan. Tiap cacahan, mikrokontroller akan
menyimpan data temperatur serta data pergeserannya.
Setelah 10 kali cacahan, pemanasan akan berhenti dan
nilai temperatur dan pergeseran akan ditampilkan pada
LCD. Nilai tersebut akan dicatat sebagai data
pengukuran ini. Pengukuran dilakukan dengan logam
yang berbeda dan temperatur yang berbeda-beda.
Tabel 11. Hasil cacahan fotodioda yang terukur dari
pemanasan kuningan, pada rentang temperatur 54
sampai 57 celcius
Cacahan ke-
Temperatur
(Celcius)
Pergeseran
(µm)
0
54,2
0
1
54,2
0
2
54,7
0,66
3
54,7
0
4
55,1
0,65
5
55,1
0
6
55,6
0,65
7
55,6
0
8
56,1
0,65
9
56,1
0
10
56,6
0,66
Total
3,28
Error (%)
3,63
Tabel 11 merupakan hasil pengukuran temperatur
tiap pendeteksian cacahan fotodioda dengan
memanfaatkan pemuaian kuningan. Hasil pengukuran
dengan kuningan menunjukkan cara pengukuran yang
kasar. Resolusi pergeseran yang dapat terdeteksi dari
logam kuningan ini adalah 0,664 µm. Nilai ini sebesar
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
dua kali lipat dari nilai setengah panjang gelombang.
Error yang diperoleh memang tidak terlalu besar. Error
ini merupakan error secara keseluruhan. Jika error
diperlihatkan dari tiap cacahan, maka akan tampak jelas
resolusi pengukuran sangat kasar.
Tabel 12 merupakan hasil pengukuran temperatur
tiap pendeteksian cacahan fotodioda dengan
memanfaatkan pemuaian kuningan. Hasil pengukuran
dengan besi menunjukkan resolusi yang lebih baik
dibandingkan dengan kuningan. Resolusi pergeseran
yang dapat terdeteksi adalah 0,086 µm. Resolusi yang
kecil ini dapat memeprkecil resolusi nilai error
pengukuran. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran
dengan besi mendapatkan error yang rendah.
Tabel 12. Hasil cacahan fotodioda yang terukur dari
pemanasan besi, pada rentang temperatur 40 sampai
60 celcius
Cacahan ke-
Temperatur
(Celcius)
Pergeseran (µm)
0
41,8
0
1
43,8
0,34
2
45,8
0,34
3
48,2
0,42
4
50,2
0,34
5
52,2
0,34
6
54,2
0,34
7
56,1
0,34
8
58,1
0,34
9
59,1
0,17
10
60,1
0,17
Total
3,12
Error (%)
1,50
IV. KESIMPULAN
Sistem pengukuran pergeseran cermin pada
interferometer michelson ini menampilkan dua model
dengan performa yang berbeda-beda. Performa dari
masing-masing model tersebut dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Model Motor DC
kecepatan motor yang rendah (3,3 mm/s) dapat
mengakibatkan penyimpangan 0,6%. Kemungkinan
peyimpangan ini disebabkan karena terjadinya slip pada
belt dan roda motor. Pada percobaan interferometer
michelson, kecepatan motor DC dapat mempengaruhi
pembacaan fotodioda, hal ini dapat disebabkan karena
sistem hanya mampu menanggapi cacahan kurang dari
10591 dalam satu detik, sehingga error yang dihasilkan
untuk motor yang berkecepatan tinggi dapat mencapai
66%. Error pengukuran cacahan pola terang gelap pusat
interferensi masih berada pada rentang 7 - 22%, pada
rasio PWM 48%.
2. Model Pemanasan Logam
Pada pemanasan logam dalam rentang perubahan
satu derajat celcius, diperoleh nilai pergeseran cermin
pada alat akibat pemuaian logam sekitar 0,171µm. Nilai
ini merupakan rata-rata dari pergeseran sistem dan
masih belum dipastikan sebagai nilai pemuaian logam
secara keseluruhan. Dalam satu cacahan, error yang
dihasilkan dapat mencapai 9%, tetapi dalam 10 kali
cacahan error tersebut dapat mencapai 1,5%. Hasil ini
menunjukkan resolusi satu cacahan menghasilkan error
yang lebih besar dibandingkan dengan resolusi 10
cacahan. Resolusi ADC mikrokontroller dalam
menampilkan temperatur LM35 adalah 0,5oC, sehingga
ketelitian pergeseran yang dapat ditampilkan LCD
adalah 0,085µm. Pada pengoperasian alat di rentang
temperatur logam 40 oC hingga 60oC diperoleh error
1,5% hingga 9%, sementara rentang operasi 50 oC
hingga 68 oC diperoleh error 9% hingga 14%.
Pengoperasian 40 oC hingga 60oC menghasilkan error
yang lebih kecil dibandingkan 50 oC hingga 68 oC.
DAFTAR ACUAN
[1] Pain, H. J. (2005). The Physics of
Vibrations and Waves (6th ed.). United
Kingdom: John Wiley & Sons.
[2] Hecht, Eugen. (2002). Optics (4th ed.).
San Fransisco: Addison Wesley.
[3] Jenkis, Francis and White, Harvey. (2001).
Fundamentals of Optics ( 4th ed.). New
York: Mc-Graw Hill.
[4] Tipler, Paul A. (1998). Fisika (Jilid 1, Lea
Prasetio, Rahmad W. Adi, Penerjemah).
Jakarta: Erlangga.
[5] Wagner, E., Dandliker, R. and Spenner, K.
(1989). Optical Sensors: Sensors a
Comprehensive survey (Volume 6).
Weinhem: VCH.
[6] Fraden, Jacob. (2004). Handbook of
Modern Sensor (3rd ed.). New York :
Spinger-Verlag.
[7] Derenzo, Stephen E. (2003). Practical
Interfacing in the Laboratory Using a PC
for Instrumentation, Data Analysis, and
Control. New York: Cambridge
University Press.
[8] Texas Instrument. Precision Centrigade
Temperatur Sensor: LM35 Datasheet.
[9] Gadre, Dhananjay V. (2001).
Programming and Costumizing the AVR
Microcontroller. United State: Mc-Graw
Hill.
Sistem pengukur pergeseran..., M Yusuf fakhri, FMIPA UI, 2013
Download