KOMUNIKASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK REMAJA AUTISME

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KOMUNIKASI PENDIDIKAN SEKSUAL
UNTUK REMAJA AUTISME
(Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan Murid
Dalam Mengenalkan Pendidikan Seksual di SLA Fredofios Yogyakarta)
Oleh:
Tri Setyo Ariyanti
D0206102
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi
Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
pada Program Studi Ilmu Komunikasi
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commitii to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commitiiito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul :
KOMUNIKASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK REMAJA AUTISME
Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan Murid
Dalam Mengenalkan Pendidikan Seksual di SLA Fredofios Yogyakarta
Adalah karya asli dan bukan plagiat baik secara utuh atau sebagian serta belum
pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di institusi lain. Saya bersedia
menerima akibat dari dicabutnya gelar sarjana apabila ternyata dikemudian hari
terdapat bukti - bukti yang kuat, bahwa karya saya tersebut ternyata bukan karya saya
yang asli atau sebenarnya.
Surakarta, 3 November 2011
Tri Setyo Ariyanti
NIM. D 0206102
commitivto user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN MOTTO
kekuatan terbesar
manusia
adalah ketika berikhtiar karena yakin
akan
kekuasaan Allah
dan bertawakkal karena yakin
akan
kebesaranNya
(penulis)
commitv to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dariku,
Untuk Ibu
Sumber kasih sayang dan kekuatan
You always inspire me
how to be A GREAT MOM someday
Untuk Bapak
Figur paling pemurah dan baik hati
Tak ada hal lain yang lebih membahagiakan
selain menjadi anak KEBANGGAAN Bapak
Untuk Teman - teman spesialku
Alif, Opiq, Todi, Ivan, Jason, Aga, Farel, Claudia, Salsa, Tia, Dian
dan semua penyandang autisme dimana pun mereka berada
commitvito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Berawal dari pertemuan penulis dengan Alif, seorang penyandang autisme,
enam tahun yang lalu, penulis kemudian tertarik untuk mengerjakan skripsi dengan
tema tersebut. Sungguh pengalaman yang luar biasa berharga, penulis bisa mengenal
dan memahami individu spesial ini secara lebih dekat.
Puji syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Karena kasih dan sayang-Nya jualah yang telah mengirimkan orang-orang
terbaik untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama proses
kreatif skripsi. Maka pantas jika penulis mengucapkan untaian tulus rasa terima kasih
pada :
1.
Prof. Dr. Pawito, Dekan FISIP UNS yang telah memberikan ijin kepada
penulis untuk melakukan penelitian.
2.
Ibu Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi
FISIP UNS yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi sekaligus tak
hentinya memberi motivasi dan mengingatkan penulis untuk segera
menyelesaikan skripsinya.
3.
Dra. Sri Urip Haryati, M.Si untuk setiap waktu yang telah diluangkan,
arahan, dan dukungan dalam pengerjaan skripsi ini serta kemurahan hatinya
viito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk berbagi pengalaman dan pelajaran hidup berharga kepada penulis di
sela-sela kegiatan bimbingan.
4.
Ir. Bugi Rustamadji, Msc, Kepala Sekolah SLA Fredofios atas kepercayaan
yang diberikan kepada penulis sehingga bisa melaksanakan penelitian di
SLA Fredofios. Banyak hal yang saya pelajari dari cerita inspiratif Bapak
dan keluarga.
5.
Keluarga besar SLA Fredofios, Pak Somad, Pak Agung, Bu Dewi, Bu
Arum, dan Bu Nuri yang tak pernah berhenti berjuang dan memberikan
kasih sayangnya kepada para murid. Dan tak lupa kepada Pak Sarman yang
selalu membuat sekolah bersih dan nyaman. Terima kasih untuk setiap
kepercayaan, sikap hangat, bantuan, dukungan, informasi, serta pengalaman
luar biasa yang diberikan kepada penulis selama penelitian.
6.
Pak Otji, Bu Desi, Pak Prawoto, Pak Joko, Bu Dikran, dan semua orangtua
murid yang sudah bersedia berbagi cerita dan perjuangan luar biasanya
kepada penulis.
7.
Terima kasih
sudah menjadi orangtua yang begitu luar biasa selama 23 tahun ini. Hal
yang paling menyenangkan menjadi bagian dari keluarga ini adalah karena
Bapak dan Ibu selalu memberikan kesempatan dan kepercayaan dalam
viiito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
setiap keputusan yang aku ambil meskipun aku tahu bahwa Bapak dan Ibu
pasti memil
8.
Mas Sigit, Mbak Tika, dan Toni. Pelengkap kehangatan keluarga.
haha!
9.
My Soulmate, Ifa
dan Sintul. Beruntung sekali menemukan kalian di
kampus ini.
10.
Lia, si
alias muka awet mudanya tak akan pernah sirna,
auwoh! Tak pernah terpikir apa jadinya skripsiku tanpa bantuanmu.
Terimakasih sudah menjadi teman yang begitu baik dan partner super kuat
yang bisa aku ajak muter-muter cari tempat penelitian.
11.
My Sukifamily, Sukilop, Sukimeg, Sukidit, Sukinis, Sukimut, Sukigal,
Sukidar, Sukiji, Sukifred, dan Sukijong. Tak ada rasa galau yang tak teratasi
selama ada kalian di sini, hehehehe...
12.
Seluruh penghuni Kost Tisanda 2,
Cencen, Mamah Dian, Riska, Lulu, Ami, Sari, Ayu. Terima
kasih untuk persahabatan, warna, keceriaan, kebahagiaan, semangat, dan
makanan yang sudah kalian bagi selama ini, aha!
commitixto user
perpustakaan.uns.ac.id
13.
digilib.uns.ac.id
Keluarga besar Komunikasi 2006, khususnya Dian, Ichan, dan Fika serta
skripsi ini. Thanks a lot.
14.
Terakhir, sekaligus menjadi inti dari perjalanan panjang ini, teman-teman
baruku, Opiq, Todi, Claudia, Jason, Aga, Salsa, Ivan, Tia, Dian, dan Farel.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan di masa mendatang.
Surakarta, November 2011
Penulis
commitx to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Persetujuan
ii
Pengesahan
iii
iv
Motto
v
Persembah
vi
Kata Pengantar
vii
Daftar Isi
xi
Daftar Gamb
xv
xvi
xvii
Abstrak
BAB I.
xviii
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
11
C. Tujuan Penelitian
11
D.
12
E.
12
1.
12
2. Pendidikan Sebagai Proses Komunikasi
16
commitxito user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Komunikasi Pendidikan Seksual Melalui Komunikasi
Interpersonal
22
4. Komunikasi Ditinjau Dari Perspektif Teori Johari Window...
25
5. Remaja Autisme Sebagai Sasaran Komunikasi
30
6.
41
7. Hambatan Komunikas
44
F. Definisi Konsep
47
1.
47
2.
48
3.
49
G.
49
1. Jenis Pene
49
2.
50
3.
50
4.
51
5.
52
6.
54
7. Teknik An
54
H.
56
BAB II.
58
A. Sekilas Tentang SLA Fredofios
xiito user
commit
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Sejarah Berdirinya SLA Fredofios
58
2.
60
3.
61
4. Sasaran Program Pendidikan SLA Fredofios
62
5.
64
6.
64
7.
66
8.
69
B. Pengel
72
BAB III.
75
A. Gambaran Autisme
75
1. Masalah Pemaknaan Pada Penyandang Autisme
77
2. Remaja dan Masalah Seksualitas
84
2.1. Perubahan Pada Masa Remaja
84
88
B. Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme
94
1. Sifat Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja
Autisme
96
2. Guru Sebagai Sumber Informasi
98
3. Materi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme
100
xiiito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Waktu Penyampaian Materi Seksualitas Kepada Remaja
Autisme
103
C. Komunikasi Pendidikan Seksual Melalui Strategi Visual
104
1.
107
2. Gambar, foto, teks tertulis
108
3. Penggabungan media verbal dan visual
109
D. Hambatan Komunikasi
110
1.
110
2.
111
3. Ham
112
BAB IV.
113
A.
113
B.
115
118
Lampiran
xivto user
commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1
Model Komunikasi
14
Gambar 1.2
15
Gambar 1.3
26
Gambar 1.4
36
Gambar 1.5
Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Gambar 1.6
Gambar 1.7
44
56
Skema Kerangka Pikir Komunikasi Interpersonal Antara
57
Gambar 2.1
Denah Ruang Sekolah Lanjutan Autis Fredofios
64
Gambar 2.2
Struktur Organisasi SLA Fredofios
72
xvto user
commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Efek Visualisasi dan Kemampuan Mengingat
43
Tabel 2.1
Daftar Siswa SLA Fredofios
63
Tabel 2.2
Daftar Guru SLA Fredofios
73
Tabel 3.1
Materi Pendidikan Seksual SLA Fredofios
101
xvito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman Wawancara Dengan Guru
Lampiran 2
Pedoman Wawancara Dengan Orangtua
Lampiran 3
KBM : Materi Aurat Pada Mata Pelajaran Agama
Lampiran 4
Wawancara Guru
Informan Agung Tri Yulianto : Guru Agama
Informan Dessi Amalia A
Lampiran 5
: Guru IPA
Wawancara Orang Tua
Informan CH
: Orangtua LS
Informan DS dan PR
: Orangtua DT
Informan TJ
: Orangtua VR
Lampiran 6
Sharing Seputar Autisme
Lampiran 7
Sharing Tentang Strategi Visual
xviito user
commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Tri Setyo Ariyanti. D 0206102. KOMUNIKASI PENDIDIKAN SEKSUAL
UNTUK REMAJA AUTISME (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi
Interpersonal Guru dan Murid Dalam Mengenalkan Pendidkan Seksual di SLA
Fredofios Yogyakarta). Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011.
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pervasif pada bidang komunikasi,
interaksi sosial, dan perilaku. Pada saat penyandang autisme menginjak usia remaja,
mereka cenderung menunjukkan perilaku seksual negatif karena ketidakmampuan
mereka memahami norma dan aturan sosial. Oleh karena itu pendidikan seksual perlu
diberikan. Tujuannya tidak untuk menghentikan aktivitas seksual remaja autisme
tetapi untuk membantu mereka mengembangkan perilaku seksual yang sehat dan
bertanggung jawab.
Penelitian ini berupaya mengkaji bagaimana komunikasi interpersonal antara guru
dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual. Mencakup sifat komunikasi,
sikap guru selaku komunikator terhadap masalah seksualitas penyandang autisme
remaja, waktu terjadinya komunikasi, serta informasi apa saja yang biasanya
diberikan oleh guru kepada remaja autisme. Selain itu kegiatan penelitian juga
ditujukan untuk mengetahui media apa saja yang digunakan untuk mendukung
kegiatan komunikasi, serta apa saja hambatannya. Kegiatan penelitian dilakukan di
SLA Fredofios, Yogyakarta karena institusi pendidikan ini memasukkan materi
pendidikan seksual dalam kegiatan mengajarnya.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data
empiris dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka.
Teknik purpossive sampling digunakan untuk memilih para informan yang terdiri dari
3 murid SLA Fredofios yang sudah memasuki usia pubertas, 2 guru, orangtua dari 3
murid yang dijadikan subjek penelitian, serta seorang konsultan pendidikan SLA
Fredofios. Validitas data diuji melalui teknik triangulasi sumber (data) dan analisa
data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru mengenai seksualitas sangat berpengaruh
pada proses komunikasi. Keterbukaan guru mengenai masalah seksual menentukan
jumlah informasi yang diterima remaja autisme. Media yang digunakan untuk
mendukung komunikasi pendidikan seksual terdiri dari media verbal, yaitu bahasa
dan media visual, seperti gambar, foto, tulisan, dan sebagainya. Hambatan selama
proses komunikasi berlangsung bisa berasal dari sumber, media, dan komunikan.
xviii
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Tri Setyo Ariyanti. D 0206102. COMMUNICATION OF SEXUALITY
EDUCATION FOR ADOLESCENT WITH AUTISM (A Descriptive Qualitative
Study of Interpersonal Communication Between Teacher and Student to
Introduce Sexuality Education In SLA Fredofios Yogyakarta). Paper,
Communication Science Majors, Social and Political Science Faculty, Surakarta
Sebelas Maret University (FISIP UNS), 2011.
Autism is a pervasive developmental disorder in the areas of communication, social
interaction, and behavior. At the age of adolescence, adolescents with autism tend to
show negative sexual behaviors because of their inability to understand the social
norms. Therefore they need to be given sexulity education. The aim is not to stop the
sexual activity of adolescents with autism, but to help them develop a healthy and
responsible sexual behavior.
This study tries to examine how Interpersonal Communication Between Teacher and
Student to Introduce Sexuality Education In SLA Fredofios Yogyakarta. Including
the characteristic of communication, attitudes of teachers as communicators about
sexuality issue among adolescent with autism,
is. Moreover, this study tries to examine what media to use, and what the barriers are.
Research activities conducted in SLA Fredofios because of this school include
sexuality education in teaching materials.
This research is a type of descriptive qualitative study. Empirical data collected by indepth interviews, observation, and literature study. Purpossive sampling method is
used to select the informants, consisting of 3 adolescent students, 2 teachers, the
parents of 3 adolescent with autism and an educational consultant of SLA Fredofios.
Data validity is tested through triangulation techniques sources and and analysis of
data using an interactive model of Miles and Huberman.
The results showed that the attitudes teachers about sexuality are very influential in
the communication process. Open communication about sexual issues determine the
amount of information received by adolescents with autism. Media used to support
sexual education communication consists of verbal medium, namely language and
visual media, such as drawings, photographs, writings, etc. Barriers during the
communication process can be derived from these sources, the media, and the
communicant.
xixto user
commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
gurunya untuk waktu yang lama. Lalu Ibu Imah ini memberikan
Ikhsan pilihan jawaban (antara lain, apakah karena ibu Imah
penasaran kembali memberikan beberapa pilihan jawaban untuk
apanya yang menurut Ikhsan
lagi Ibu Imah
memberikan pilihan jawaban dan meminta Ikhsan menjawab
1
Ketertarikan pada lawan jenis merupakan hal yang biasa terjadi dalam
kehidupan manusia. Namun cerita di atas menjadi istimewa karena Ikhsan,
remaja yang mulai menunjukkan minat kepada lawan jenis, adalah seorang
penyandang autisme.
Hidup dan berkomunikasi merupakan dua hal yang tidak terpisahkan.
Terlahir sebagai makhluk sosial, kehidupan manusia menjadi lebih berarti
manakala kita dapat berkomunikasi dengan orang lain, memahami perilaku
mereka, menghadapi benda
benda, situasi, dan orang
1
orang dengan cara yang
Dyah Puspita, Warna Warni Kehidupan : Ketika Anak Autistik Berkembang Remaja (Jakarta :
Yayasan Autisma Indonesia, 2008) hlm. 48
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
kreatif. Dalam ketiga bidang inilah para penyandang autisme menemui kesulitan
terbesar dalam hidup mereka.
Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf
yang dapat mengganggu perkembangan anak. Istilah tersebut baru diperkenalkan
oleh Leo Kanner pada tahun 1943 sekalipun kelainan ini sudah ada sejak
berabad abad yang lampau. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri.
Ini berarti penyandang autisme seakan
akan hidup di dunianya sendiri.2
Mereka cenderung tidak perduli dengan lingkungan sekitar ataupun kejadian
yang melibatkan mereka. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap
kontak sosial, baik pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan
anak sebayanya, dan sebagainya.
Gejala autisme biasanya terlihat sebelum anak mencapai usia tiga tahun.
Pada umumnya mereka mengalami gangguan perkembangan dalam bidang
bahasa, interaksi sosial, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap
yang tidak biasa terhadap benda atau obyek tertentu.
Masalah komunikasi tampak pada sangat sedikitnya penyandang autisme
yang mampu berbahasa verbal dengan baik, beberapa diantaranya justru tidak
berkemampuan
untuk
berbahasa
atau
mempunyai
keterbatasan
dalam
berkomunikasi. Seringkali mereka mengalami kesulitan dalam berbicara ataupun
untuk mengerti pembicaraan orang lain.
2
Y. Handojo, Autisma (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2003 ) hlm. 12
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
Gangguan dalam perkembangan komunikasi, interaksi sosial, dan
imajinasi pada penyandang autisme terjadi karena adanya gangguan kognitif.
Kognisi adalah mengenai pemahaman. Jenis kognitif yang berbeda dari
penyandang autisme disimpulkan oleh Theo Peeters sebagai berikut.
anak dilahirkan dengan kemampuan biologis yang terprogram
untuk menambahkan makna pada persepsi hanya dengan sedikit
stimulasi/rangsangan sosial. Berkat kemampuan ini mereka secara intuitif
lebih menyukai suara manusia dan dengan cara itu mereka menganalisa
dan memahami komunikasi manusia dan pada akhirnya mereka sendiri
yang berkomunikasi. Dengan kemampuan yang sama ini mereka juga
dapat lebih dahulu memahami perilaku manusia dan kemudian, tetap
dengan pemahaman ini, mampu berperilaku yang dapat diterima secara
sosial. Sebenarnya kemampuan biologis bawaan inilah yang terkena
makna makna tertentu yang ditujukan melalui komunikasi, perilaku
sosial dan imajinasi. Kesulitan yang mereka miliki dalam penambahan
3
Situasi menjadi semakin sulit ketika penyandang autisme mulai
memasuki usia remaja. Pada fase ini berbagai masalah baru biasanya muncul
berkaitan dengan perubahan
perubahan yang terjadi selama masa pubertas.
Masalah yang sering dihadapi penyandang autisme remaja antara lain :
a.
Hygiene (kebersihan diri)
b.
Modesty (sopan santun)
c.
Publik vs pribadi
3
Theo Peeters, Autisme: Hubungan Pengetahuan Teoritis dan Intervensi Pendidikan Bagi
Penyandang Autis, penerjemah Oscar H. Simbolon dan Yayasan Suryakanti (Jakarta : PT. Dian
Rakyat, 2004) hlm. 25
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
d.
Keselamatan diri
e.
Batasan dalam berhubungan dengan orang lain (bergaul)
f.
Kebutuhan seksual, dll 4
Masa remaja autisme berawal pada usia yang berbeda
beda pada setiap
individu. Tetapi umumnya, pada individu neurotypical, masa pubertas terjadi
pada usia 10 hingga 16 tahun.5
Sama seperti anak normal lainnya, pada fase ini penyandang autisme pun
mengalami perubahan. Anak laki-laki mulai berubah sekitar usia 11-12 tahun
dan terus berkembang sampai usia 20 tahun. Anak perempuan mulai berubah
sekitar usia 8-9 tahun dan terus berkembang sampai usia 16 tahun.6 Perubahan
fisik yang terjadi misalnya, tumbuhnya rambut di beberapa bagian tubuh,
perubahan suara pria, wanita mulai menstruasi, mimpi basah pada anak laki
laki, dan sebagainya.
Masalahnya, meskipun pertumbuhan fisiknya sama dengan rekan
sebayanya yang nonautisme, tetapi perkembangan emosi dan keterampilan sosial
mereka tertinggal. Mereka yang tidak mengalami gangguan perkembangan ini
bisa mudah mengobrol, mencari informasi, dan mendiskusikan perubahan
4
http://sekolah.cahyaanakku.org/?page_id=105. 24/08/2010/12.45
5
http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/media/seminar/Remaja%20AutistikDra%20Dyah%20Puspita
-6%20Feb%2009.pdf. 22/07/2010/12.55
6
Ibid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
perubahan tubuh mereka. Kondisi ini akan berbeda jika anak tersebut mengalami
autisme.
Penyandang autisme, sama halnya mereka yang tidak memiliki gangguan
perkembangan ini, merupakan makhluk seksual yang memiliki gejolak
seksualitas yang sama dengan orang lain. Beberapa penelitian mengenai
seksualitas dan ASD (Autism Spectrum Disorder) menunjukkan bahwa
penyandang autisme menunjukkan ketertarikan seksual dan perilaku seksual
yang beraneka ragam.
Kebanyakan penyandang autisme, hampir 75% menunjukkan beberapa
jenis perilaku seksual dan paling banyak adalah masturbasi. Mereka juga
mencoba melakukan kontak fisik dengan orang lain. Dalam suatu studi terhadap
81 penyandang autisme di Denmark yang tinggal dalam sebuah asrama, 74%
menunjukkan perilaku seksual, termasuk masturbasi dan orientasi seksual
dengan orang lain. Masturbasi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita,
meskipun penyandang autisme wanita lebih banyak menunjukkan orientasi
seksual dengan orang lain. Sebanyak 10% penyandang autisme juga
menunjukkan keinginan yang kuat untuk menjalin hubungan dekat. Studi
tersebut juga menemukan bahwa 35% penyandang autisme di asrama tersebut
menunjukkan ketertarikan dengan hubungan biseksual dan 9% tertarik dengan
sesama jenis. Studi lainnya juga menunjukkan bahwa 34% penyandang autisme
melakukan kontak fisik dengan orang lain seperti berpegangan tangan, memeluk,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
mencium, menyentuh, bahkan mencoba melakukan hubungan seksual. Perilaku
ini biasanya lebih sering muncul pada penyandang autisme nonverbal.7
Munculnya perilaku seksual sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat
wajar mengingat sebagai makhluk seksual manusia memiliki hasrat biologis
yang setiap waktu bisa muncul. Masalahnya ketika kita hidup dalam suatu
lingkungan sosial, maka kita dihadapkan dengan serangkaian aturan yang
mengatur pergaulan manusia yang mau tidak mau harus dipatuhi agar
keberadaan kita diterima oleh masyarakat. Dalam hal inilah remaja autisme
bermasalah.
Dalam suatu penelitian, sebanyak 10-30% penyandang autisme
dilaporkan mengalami masalah perilaku selama masa remaja, khususnya pada
penyandang autisme dengan retardasi mental.
8
Hasil penelitian Ruble dan
Dalrymple pada tahun 2003 juga menunjukkan hampir 65% penyandang autisme
menyentuh tubuh mereka sendiri di area publik, 23% masturbasi di area publik,
dan 28% menanggalkan pakaian di area publik.9
Hal ini sama seperti yang diceritakan oleh Ira :
anak laki-laki saya waktu berumur 10 tahunan tiba-tiba jadi suka buka
celana di depan banyak orang. Dia seolah tak peduli dengan perilakunya
7
l
Education and Treatment of Children, Vol 31, No. 3 (2008). Hlm
384
8
Ibid. hlm 383
9
Ibid. hlm 386
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
itu. Karuan saja orang-orang kaget, ada yang berteriak, bahkan ada yang
menjerit. Mendapat respons seperti itu, dia malah kelihatan senang
melakukannya. Dia juga pernah kedapatan sedang asyik menggesek10
Perilaku seksual negatif terjadi karena dorongan seksual yang muncul
pada masa puber tidak diimbangi dengan sosialisasi dan pemahaman mengenai
norma sosial yang mengatur perilaku seksual individu. Penyandang autisme
mengalami kesulitan untuk memahami norma sosial karena mereka biasanya
tidak tergabung dalam grup teman sebaya sehingga mereka tidak memiliki
kesempatan untuk mempelajari nilai
nilai yang membentuk perilaku seksual
individu.
Selain perilaku seksual negatif, isu lainnya yang juga muncul pada saat
penyandang autisme memasuki masa remaja adalah kemungkinan terjadinya
pelecehan seksual. Sebanyak 16 hingga 25% penyandang autisme dilaporkan
telah mengalami pelecehan seksual.11
Guru bekerjasama dengan orangtua perlu memberikan pengetahuan
mengenai seksualitas untuk membantu mengarahkan remaja autisme memasuki
dunia dewasa. Ketidaknyamanan pada tubuh yang mereka rasakan dan
ketidakpahaman penyandang autisme dalam menghadapi perubahan tersebut
10
Hilman Hilmansyah
http://www.tabloidnakita.com/Panduan/panduan09473-01.htm. 22/07/ 2010/13.00
11
Education and Treatment of Children, Vol 31, No. 3 (2008). Hlm
385
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
akan menimbulkan perilaku negatif seperti menjadi mudah marah, emosi yang
tidak terkontrol, melawan, bingung, berperilaku yang beresiko, maupun
melakukan aktivitas seksual.
Pendidikan seksual perlu diberikan kepada penyandang autisme untuk
mencegah terjadinya perilaku seksual negatif. Pendidikan seksual tidak selalu
mengenai hubungan pasangan suami istri, tetapi juga mencakup hal-hal lain
seperti pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta
memahami berbagai batasan sosial yang ada di masyarakat. Pendidikan seksual
tidak berarti menghentikan aktivitas seksual remaja autisme. Proses edukasi
lebih ditujukan untuk membantu mereka mengembangkan perilaku seksual yang
sehat dan bertanggung jawab.
Guru terkadang kurang menyadari pentingnya pendidikan seksual karena
menganggap penyandang autisme tidak akan mampu memperlihatkan perilaku
seksual untuk membina suatu hubungan dengan lawan jenis. Selain itu, mereka
enggan membicarakan masalah seksualitas karena merasa sungkan dan takut
pendidikan seksual justru akan memicu tingkah laku seksual negatif. Padahal
dalam beberapa kasus, pendidikan seksual justru merupakan solusi untuk
meredam perilaku negatif remaja autisme. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh
Dyah Puspita :
-baju gurunya di hampir setiap
kesempatan di sekolah. Guru-guru yang hampir semuanya berjilbab tentu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
beberapa kali pembahasan materi pendidikan seksualitas ini, perilakunya
12
Pada kasus lain, salah satu orangtua remaja autisme menjelaskan bahwa
mereda setelah orangtua menunjukkan gambar anatomi alat reproduksi dan
gambar sketsa organ seksual perempuan.13
Upaya guru dalam mengawasi, mendidik dan mengantisipasi kegelisahan
anak menghadapi pubertas perlu dipersiapkan sejak dini. Dalam hal ini,
kreativitas guru dalam berkomunikasi akan sangat membantu anak memahami
informasi tersebut. Penggunaan berbagai media komunikasi sebagai alat bantu
dapat dipertimbangkan untuk membuat berbagai hal menjadi semakin jelas.
Dyah Puspita mencontohkan, sejak dini dia sudah mengajarkan
pendidikan seks kepada putranya yang menyandang autisme. Melalui gambar
manusia sejak bayi, anak-anak hingga dewasa, sang anak diajari beberapa bagian
tubuhnya akan mengalami perubahan, seperti tumbuh rambut di bagian alat vital,
tumbuh kumis, atau jenggot. Pemahaman itu tidak langsung bisa diterima
sehingga harus dilakukan berulang-ulang.14
12
13
Dyah Puspita. Op.Cit. hlm. 48-50
Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 77
14
http://www.kompas.com. 22/07/2010/12.50 wib
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
Dokter Tjin mengungkapkan cara
cara penyampaian ini juga harus
disesuaikan dengan tingkat intelektualitas setiap anak. Pendekatan yang
dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi si remaja.15 Jika anak memiliki
keterampilan bahasa yang cukup, sebuah social story akan sangat membantu.
Social story merupakan cerita pendek dengan beberapa karakter khusus untuk
mendeskripsikan situasi sosial, konsep, atau social skill untuk penyandang
autisme. Wolfe dan Tarnai juga menyarankan penggunaan social story untuk
mengajar penyandang autisme mengenai isu-isu seksualitas.16 Jika anak kurang
kemampuan bahasanya, isyarat visual dan gambar
gambar yang disertai kata-
kata, bahkan boneka dapat digunakan untuk menjelaskan.17
Mengingat pentingnya pendidikan seksual untuk penyandang autisme,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai komunikasi interpersonal
antara guru dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual. Peneliti ingin
mengetahui bagaimana guru memberikan pemahaman seputar pubertas kepada
remaja autisme yang notabene mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan
berinteraksi sosial.
Kegiatan penelitian akan dilakukan di Sekolah Lanjutan Autis (SLA)
Fredofios, Yogyakarta. Peneliti memilih SLA Fredofios sebagai lokasi penelitian
15
http://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/2009/04/20/KSH/mbm.20090420.KSH130077.id.html.
22/07/2010/13.01wib
16
17
Sexuality and Disability, Vol. 26, No. 1 (2008)
Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 61
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
karena institusi pendidikan ini memang diperuntukkan untuk remaja autisme dan
memasukkan materi pendidikan seksual dalam kegiatan mengajarnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.
Bagaimana komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam
mengenalkan pendidikan seksual.
2.
Media komunikasi apa yang digunakan oleh guru dalam memberikan
pemahaman mengenai seksualitas pada remaja autisme.
4.
Hambatan apa saja yang ditemui selama proses komunikasi pendidikan
seksual berlangsung.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1.
Menggambarkan proses komunikasi interpersonal antara guru dan murid
dalam mengenalkan pendidikan seksual.
2.
Mengetahui media komunikasi yang digunakan oleh guru dalam
memberikan pemahaman mengenai seksualitas.
3.
Mengetahui hambatan apa saja yang ditemui selama proses komunikasi
berlangsung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat teoritis
Sebagai wacana tambahan dan bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran
ataupun sebagai dasar untuk melakukan penelitian lain yang serupa. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi bagi pihak
pihak yang tertarik dan perduli dengan autisme.
2.
Manfaat praktis
Memberikan gambaran kepada masyarakat, khususnya bagi orang tua yang
juga memiliki anak dengan kelainan autisme, mengenai kehidupan dan
penanganan remaja autisme. Kebanyakan referensi selama ini hanya
membahas autisme pada masa kanak
kanak. Peneliti juga berharap dengan
semakin banyaknya kajian tentang autisme, masyarakat bisa semakin
menerima keberadaan penyandang autisme dengan segala keunikan mereka.
E. Kajian Pustaka
1.
Proses Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari
kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis
Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jika ada dua orang terlibat dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi
atau berlangsung selama ada kesamaan makna dari bahan yang dipercakapkan.18
Little John dalam bukunya Theories of Human Communication
menyebutkan beberapa komponen konseptual komunikasi. Salah satu komponen
konseptual
komunikasi
tersebut
adalah
understanding,
konseptual
ini
mendefinisikan komunikasi sebagai :
communication is the process by which we understand others and in turn
19
Menurut Karlfried Knapp sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri,
komunikasi merupakan interaksi antarpribadi yang menggunakan sistem simbol
linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata) dan nonverbal. Sistem ini
dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain
(tulisan, oral, dan visual).20
Penjelasan yang hampir sama diungkapkan oleh Berelson dan Steiner
(1949). Seperti yang dikutip oleh B. Aubrey Fisher, mereka memberikan definisi
komunikasi sebagai penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan
18
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
1999) hlm. 9
19
Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication 3th ed (Belmont : Wadsworth Publishing
Company, 1989) hlm. 5.
20
Alo Liliweri, Dasar Dasar Komunikasi Kesehatan (Yogyakart :Pustaka Pelajar, 2007) hlm. 4
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
seterusnya, melalui penggunaan simbol kata, gambar, angka, grafik, dan lain
lain.21
Proses perpindahan arus informasi dari sumber kepada sasaran
komunikasi digambarkan oleh Shanon dan Weaver22 sebagai berikut :
Gambar 1.1
Model Komunikasi Shanon dan Weaver
Source
Transmitter
Receiver
Signal
Received
Signal
Message
Destination
Message
Noise
Pada gambar tersebut, proses komunikasi dimulai dari sumber yang
menciptakan pesan, kemudian ditransmit melalui saluran kawat atau gelombang
udara. Pesan ditangkap oleh pesawat penerima yang merekonstruksi kembali
sinyal itu sampai kepada tujuannya (destination). Tujuan di sini adalah penerima
yang menjadi sasaran pesan. Pada model ini, komunikasi bersifat satu arah dan
terlalu menekankan peranan media.23
21
B. Aubrey Fisher, Teori Teori Komunikasi, penterjemah Soejono Trimo (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 1986) hlm. 10
22
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2005) hlm. 41
23
Ibid. hlm 43
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
Hal terpenting dalam komunikasi adalah bagaimana caranya agar suatu
pesan yang disampaikan komunikator mampu menimbulkan dampak atau efek
tertentu pada komunikan. Komunikasi dikatakan efektif bila rangsangan yang
disampaikan dan yang dimaksudkan oleh sumber berkaitan erat dengan
rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. 24 Ini berarti antara
komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, dan
bahasa. Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss
paling tidak menimbulkan lima hal : pengertian, kesenangan, pengaruh pada
sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.25
Osgood dan Schramm menggambarkan proses komunikasi tersebut
dalam sebuah model komunikasi sirkular :26
Gambar 1.2
Model Sirkular Osgood dan Schramm
Message
Encoder
Encoder
Interpret
Interpret
Decoder
Decoder
Message
24
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication : Prinsip Prinsip Dasar, penerjemah
Deddy Mulyana dan Gembirasari (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 22
25
Penyataan Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss seperti dikutip Jalaluddin Rakhmat dalam Psikologi
Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1994) hlm. 13
26
Hafied Cangara. Op.Cit. hlm. 44
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
2.
Pendidikan Sebagai Proses Komunikasi
Pendidikan adalah komunikasi ditinjau dari prosesnya. Ini berarti bahwa
dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni
pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan.27 Mata pelajaran
di dalam kurikulum disebut pesan. Pesan adalah informasi yang ditransmisikan
atau diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, ajaran, fakta, makna, nilai,
ataupun data.28
Komunikasi dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat penting
kedudukannya dan berperan dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang
bersangkutan. Di sini komunikasi tidak lagi bersifat bebas. Kegiatan komunikasi
merupakan suatu upaya yang direncanakan, setidaknya oleh satu pihak
(pendidik) ke pihak lain (sasaran didik) supaya berperilaku sesuai dengan syarat
syarat tertentu guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.29
Di dalam dunia pendidikan, dikenal istilah komunikasi instruksional.
Bidang instruksional merupakan kegiatan proses belajar
mengajar dan
merupakan bagian utama dari proses pendidikan secara keseluruhan. Bagian ini
didominasi oleh unsur komunikasi, terutama komunikasi pendidikan dan lebih
khusus lagi komunikasi instruksional.
27
Onong Uchjana Effendy. Op.Cit. hlm. 101
Pawit M. Yusup, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 1990) hlm. 20
29
Ibid. hlm. 9
28
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Istilah instruksional berasal dari kata instruction yang berarti pengajaran,
pelajaran, atau bahkan perintah atau instruksi. Menurut
International Dictionary of English Language, instructional berarti memberikan
pengetahuan atau informasi khusus dengan maksud melatih dalam berbagai
bidang khusus, memberikan keahlian atau pengetahuan dalam berbagai bidang
seni atau spesialisasi tertentu.30
Bidang kajian komunikasi instruksional bersifat lebih langsung
menyentuh sasaran-sasaran yang lebih praktis dan lebih ditujukan kepada aspek
aspek operasionalisasi pendidikan, terutama aspek membelajarkan sasaran.
komunikator sengaja dipersiapkan secara khusus untuk mencapai efek perubahan
perilaku pada diri sasaran.31 Perubahan yang diharapkankan meliputi
pengetahuan, sikap, dan keterampilan (kognitif, afektif, psikomotorik).32
Kaitannya dengan objek penelitian, maka komunikasi pendidikan yang
dimaksud oleh peneliti adalah komunikasi pendidikan seksual untuk remaja
autisme.
Pada saat penyandang autisme memasuki masa remaja, orang tua dan
guru perlu mempersiapkan diri untuk memberikan pengetahuan keterampilan
30
Ibid. hlm. 17-18
Ibid. hlm. 3
32
Ibid. hlm. 22
31
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
khususnya mengenai seksualitas untuk membantu mengarahkan mereka
memasuki dunia dewasa.
Seksualitas adalah integrasi dari perasaan, kebutuhan, dan hasrat yang
membentuk kepribadian unik seseorang, mengungkapkan kecenderungan
seseorang untuk menjadi pria atau wanita. Seks, sebaliknya, didefinisikan
sebagai jenis kelamin atau kegiatan/aktifitas dari hubungan fisik seks itu
sendiri.33
Haracopos dan Pedersen (1992) sebagaimana dikutip oleh Bugi
Rustamadji dan Sri Sudaryati, menekankan bahwa setelah disadari seksualitas
mempengaruhi emosi dan perilaku manusia, maka permasalahan ini harus diberi
perhatian yang lebih khusus.34
Pada survey yang dilakukan oleh Ousley dan Mezibov, 21 anak high
functioning autism ditanya mengenai pengetahuan mereka, pengalaman dan
keinginan mereka sehubungan dengan seksualitas. Hasil survey tersebut
menunjukkan bahwa lebih banyak frustasi pada pria autis dewasa karena
perbedaan antara minat terhadap aktivitas seksual dan pengalaman seksual
mereka.35 Rasa frustasi tersebut tentu tidak sehat, apalagi bila anak bingung
dengan berbagai perubahan fisik dan hormon dalam dirinya. Karena itu penting
33
http://puterakembara.org
/seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43
34
Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 58
35
http://puterakembara.org
/seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
sekali memberikan informasi positif mengenai seksualitas sejak usia dini.
Pendidikan seksual yang terus menerus juga akan membantu mengurangi stres
dan perasaan terisolir yang biasanya muncul pada remaja autisme.
Menurut Sarlito, pendidikan seksual sebagaimana pendidikan lain pada
umumnya mengandung pengalihan nilai
nilai dari pendidik ke subjek didik.
Informasi tentang seks tidak diberikan secara gamblang melainkan diberikan
secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma
norma yang berlaku
dalam masyarakat.36
Menurut Adams, seperti dikutip Dyah Puspita tujuan pendidikan seksual
bagi remaja autisme adalah : 37
1.
Sadar dan menghargai ciri seksualitas diri sendiri
2.
Memahami perbedaan mendasar antara anatomi pria dan wanita, serta peran
masing masing gender dalam reproduksi manusia
3.
Mengerti perubahan fisik dan emosi yang akan dialaminya, termasuk
masalah menstruasi, mimpi basah, perasaan yang berubah
ubah,
tumbuhnya bulu di sekitar tubuh, perubahan bau badan, dsb.
4.
Memahami bahwa tidak ada seorangpun berhak melakukan tidakan seksual
atas dirinya tanpa izin.
5.
Memahami tanggung jawab yang terlibat bila kita memiliki keturunan.
36
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004) hlm. 188
http://puterakembara.org
/seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43
37
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
6.
Memahami bahwa cara
cara kontrol kelahiran (metode keluarga
berencana) harus dilakukan, kecuali anak memang dikehendaki dan dapat
dirawat dengan baik serta bertanggung jawab.
7.
Memahami peran dan tanggung jawabnya dalam menjaga kesehatan diri dan
orang lain
8.
Tahu dan dapat mencari bantuan untuk masalah tertentu bilamana
diperlukan.
9.
Memahami makna norma masyarakat mengenai perilaku seksual yang
pantas di lingkungannya.
Pendidikan kesehatan seksual meliputi penggunaan bahasa untuk
memulai dan mempertahankan suatu percakapan, pemahaman terhadap arti kata
kata tersamar/tersembunyi, terutama ungkapan tertentu saat berkenaan dengan
anatomi lelaki dan perempuan. Juga mengajarkan tentang perilaku yang benar
secara sosial etika, seperti menahan diri dari menyesuaikan pakaian dalam atau
meraba sendiri dengan cara yang tidak layak.38
Gaya dalam mengajarkan konsep
konsep keterampilan sosial,
kesehatan, pendidikan seksual dan pendidikan mengenai hubungan antar
38
Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 60
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
individu yang rumit harus melalui strategi dan instruksi yang sudah terbukti
berhasil bagi individu tersebut. Antara lain : 39
1. Penjelasan singkat dan harafiah
2. Contoh contoh konkrit
3. Saat
4. Cerita sosial (social stories)
5. Pengulangan
6. Bermain peran
7. Tugas perlangkah yang dipasangkan dengan alat bantu visual
8. Errorless teaching
9. Latihan memasangkan gambar dengan tulisan, dsb
Schwier dan Hingsburger, sebagaimana dikutip oleh Dyah Puspita,
mengusulkan untuk mengajarkan beberapa hal sesuai usia mental anak : 40
1.
Antara 3-9 tahun
a. Beda laki
laki dan perempuan (anatomi, kebiasaan, emosi, tuntutan
lingkungan, dsb)
b. Beda tempat publik dan pribadi, nama anggota badan
c. Proses kelahiran bayi
39
http://puterakembara.org
/seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43
40
Dya
/seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43
http://puterakembara.org
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
2.
Antara 9-15 tahun
a. Menstruasi
b. Mimpi basah
c. Perubahan fisik lainnya
d.
h orang
lain
e. Proses pembuahan yang menghasilkan bayi
f. Perasaan dan dorongan seksual
g. Masturbasi
3.
Usia 16 tahun dan lebih
a. Proses terjadinya hubungan antar pribadi
b. Proses berkembangnya dorongan seksual dan bagaimana mengatasinya
c. Homoseksualitas (perasaan senang pada teman sejenis)
d. Beda antara cinta kasih dan hubungan seks
e. Hukum dan konsekuensi dari menyentuh orang lain secara seksual
f. Pencegahan kehamilan
g. Penularan penyakit seksual
h. Tanggung jawab perkawinan dan memiliki anak.
3.
Komunikasi Pendidikan Seksual Melalui Komunikasi Interpersonal
Pada umumnya pendidikan berlangsung dalam situasi komunikasi
interpersonal (antarpribadi). Komunikasi interpersonal yang dimaksud di sini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara
tatap muka. Seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (1979) bahwa
.41
Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication
Book mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai proses pengiriman dan
penerimaan pesan
pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil
orang orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.42
Berdasarkan pengertian di atas, komunikasi interpersonal dapat
dibedakan atas dua macam, yakni komunikasi diadik dan komunikasi kelompok
kecil.
Komunikasi diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua
orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut Pace dapat
dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara.
Sementara komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang
berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggotanya
saling berinteraksi satu sama lain.43
41
Hafied Cangara. Op.Cit. hlm. 31
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori & Praktek (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009) hlm. 78
43
Hafied Cangara. Op.Cit. hlm. 32
42
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
Komunikasi interpersonal memiliki efektivitas paling tinggi karena
komunikasinya timbal balik dan terkonsentrasi. Umpan balik bersifat langsung
karena
situsinya
tatap
muka.
Komunikator
mengetahui pasti
apakah
komunikannya itu menanggapi dengan positif atau negatif, berhasil atau tidak.
Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik
sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya ketika ia mengetahui
bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif.44 Komunikasi tatap muka
dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior
change) dari komunikan.45
Pentingnya situasi komunikasi interpersonal adalah karena prosesnya
memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi dialogis adalah bentuk
komunikasi interpersonal yang menunjukkan adanya interaksi. Mereka yang
terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing
masing menjadi
pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis
nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian
bersama (mutual understanding) dan empati. 46
44
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek, cetakan ke-14 (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2001) hlm. 15
45
Ibid. hal 39
46
Ibid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
4.
Proses Komunikasi Ditinjau Dari Perspektif Teori Johari Window
Komunikator merupakan pihak yang mengirim pesan kepada khalayak.
Sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi, komunikator memegang
peranan yang sangat penting dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Dalam
komunikasi pendidikan seksual, yang berperan sebagai komunikator adalah guru.
Untuk mencapai komunikasi efektif, seorang komunikator harus terampil
berkomunikasi dan juga kaya ide serta penuh daya kreativitas. Selain itu salah
satu hal penting yang juga harus diketahui oleh komunikator adalah informasi
mengenai dirinya sendiri. Dia harus mengetahui lebih awal tentang kesiapan
dirinya, pesan yang ingin disampaikan, media yang akan digunakan, hambatan
yang mungkin ditemui, serta khalayak yang akan menerima pesannya.47
Untuk memahami diri sendiri, Joseph Luft dan Harrington Ingham
memperkenalkan sebuah konsep yang dikenal dengan nama Jendela Johari
(Johari Window), sebuah kaca jendela yang terdiri atas empat bagian, yakni :
wilayah terbuka (open area), wilayah buta (blind area), wilayah tersembunyi
(hidden area), dan wilayah tak dikenal (unknown area).48
47
48
Hafied Cangara. Op.Cit. hlm 81-82
Ibid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Gambar 1.3
Empat Kuadran dalam Jendela Johari
Open
area
Blind
area
Hidden
area
Unknown
area
Pada pokoknya model ini menawarkan suatu cara melihat suatu
kesalingbergantungan hubungan intrapersonal dan hubungan interpersonal. Siapa
anda dan bagaimana anda mempersepsikan diri sendiri dan orang lain akan
mempengaruhi komunikasi dan tanggapan anda terhadap komunikasi orang lain.
Ukuran setiap kuadran atau kaca ditentukan oleh semua aspek diri, meliputi
informasi, perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui diri sendiri dan orang
lain.49
Wilayah terbuka (open area), mencerminkan keterbukaan anda pada
dunia secara umum. Ini berarti semua informasi, perilaku, sikap, perasaan,
keinginan, motivasi, gagasan, dan sebagainya diketahui oleh diri sendiri dan
orang lain. Wilayah terbuka ini makin melebar jika kita dapat memahami orang
49
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Op.Cit. hlm. 13
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
lain, begitu pun sebaliknya. Jika wilayah terbuka ini makin mengecil berarti
komunikasi kita cenderung tertutup.
Wilayah buta (blind area), berisikan informasi tentang diri kita yang
diketahui orang lain tetapi kita sendiri tidak mengetahuinya. Sebagian orang
mempunyai daerah buta yang luas dan tampaknya tidak menyadari berbagai
kekeliruan yang dibuatnya. Menurut Joseph Luft dan Harrington, wilayah ini
dapat dikurangi dengan bercermin pada nilai, norma, dan hukum yang diikuti
oleh orang lain.
Wilayah tersembunyi (hidden area), mengandung semua hal yang anda
ketahui tentang diri sendiri dan tentang orang lain tetapi anda simpan hanya
untuk anda sendiri. Ini adalah daerah tempat anda merahasiakan segala sesuatu
tentang diri sendiri dan orang lain. Ada dua konsep yang erat hubungannya
dengan wilayah tersembunyi, yakni over disclose dan under disclose. Over
disclose ialah sikap terlalu banyak mengungkapkan sesuatu, sehingga hal
hal
yang seharusnya disembunyikan juga diutarakan. Sedangkan under disclose ialah
sikap terlalu menyembunyikan sesuatu yang seharusnya dikemukakan.
Wilayah tak dikenal (unknown area), mewakili segala sesuatu tentang
diri anda yang belum pernah ditelusuri, oleh anda atau orang lain. Ini adalah
informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput dari
perhatian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Keempat kuadran Jendela Johari ini saling bergantung : suatu perubahan
dalam sebuah kuadran akan mempengaruhi kuadran lainnya. Makin luas wilayah
terbuka, makin terbuka kita pada orang lain, makin akrab hubungan kita dengan
orang lain. Pengertian yang sama tentang lambang-lambang, persepsi yang
cermat tentang petunjuk
petunjuk verbal dan nonverbal. Pendeknya,
komunikasi interpersonal yang efektif terjadi pada wilayah terbuka (open area).
komunikasi terbuka lebih cocok untuk
50
Hampir sama, menurut Joseph A. Devito, komunikasi interpersonal yang
efektif dimulai dengan lima kualitas umum yang perlu dipertimbangkan, yaitu:51
a.
Keterbukaan
Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi
interpersonal. Pertama, komunikator harus terbuka pada orang yang diajak
berinteraksi. Sebaliknya harus ada kesediaan untuk membuka diri
mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Kedua, mengacu
pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus
yang datang. Aspek ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan hati dan
pikiran. Terbuka dalam arti ini adalah mengakui
bahwa perasaan dan
50
Pawit M. Yusup. Op.Cit. hlm. 16
Joseph A. Devito, Human Communication : The Basic Course 9th Edition
Education, inc., 2003) hlm. 171-176
51
commit to user
(USA : Pearson
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
pikiran yang kita lontarkan adalah milik kita dan kita bertanggung jawab
atasnya.
b.
Empati
Henry Backrack, dalam Devito mendefinisikan empati sebagai kemampuan
seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu
saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain
itu. Pengertian empati akan membuat seseorang lebih menyesuaikan
komunikasinya. Guru sebagai pendidik bisa memposisikan dirinya sebagai
teman yang memahami keterbatasan anak dan menghargai keterbatasan
tersebut.
c.
Sikap mendukung
Adalah pandangan yang mendukung, membantu bersama-sama. Sebuah
bentuk hubungan interpersonal yang efektif adalah sebuah hubungan dimana
terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan
empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung.
d.
Sikap positif
Mengacu pada dua aspek komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi
interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka
sendiri. Orang yang merasa positif mengisyaratkan perasaan ini ke orang
lain dan selanjutnya merefleksikan perasaan positif ini. Kedua, perasaan
positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk
interaksi yang positif. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan ketimbang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak
bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi interaksi.
e.
Kesetaraan
Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang lebih
pandai, lebih kaya, atau lebih cantik. Tidak pernah ada dua orang yang
benar
benar setara dalam segala hal. Komunikasi interpersonal akan lebih
efektif bila suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan diam
diam
bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing
masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
5.
Remaja Autisme Sebagai Sasaran Komunikasi
Autisme merupakan gangguan perkembangan yang ditunjukkan oleh
beberapa gejala berupa masalah perkembangan seperti kurangnya kemampuan
berkomunikasi, berinteraksi sosial, fungsi kognitif, perilaku, serta kemampuan
sensorik. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Menurut
kriteria diagnostik dalam DSM IV52 karakteristik penyandang autisme meliputi :
1.
Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik.
52
Handojo, Op.Cit. hlm. 16-17.
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) merupakan rumusan diagnosis autisme yang dibuat oleh
grup psikiatri Amerika Serikat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
a. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai. Kontak mata
sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang
tertuju.
b. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
c. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
d. Kurangnya hubungan emosional dan sosial yang timbal balik.
2.
Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi.
a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang.
b. Bila bisa bicara, bicara tidak dipakai untuk komunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa aneh yang diulang-ulang
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru
3.
Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat, dan
kegiatan.
a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada
gunanya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
c. Ada gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
d. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda.
Penyandang autisme mengalami gangguan pada fungsi kognisinya. Ini
berarti otak mereka memproses informasi dengan cara berbeda. Mereka
mendengar, melihat, dan merasa tetapi otak mereka memperlakukan informasi
ini dengan cara yang berbeda. Siegel sebagaimana dikutip oleh Dyah Puspita
melaporkan ada beberapa ciri penyandang autisme dalam memproses
informasi:53
a.
Visual thinking
Mereka lebih mudah memahami hal konkrit (dapat dilihat dan dipegang)
daripada hal abstrak. Biasanya ingatan atas berbagai konsep tersimpan dalam
daripada proses berpikir verbal. Individu dengan gaya berpikir seperti juga
lebih menggunakan asosiasi daripada berpikir secara logis menggunakan
logika.
b.
Processing problems
Sebagian penyandang autisme mengalami kesulitan memproses data.
Mereka cenderung terbatas dalam memahami common sense atau
menggunakan akal sehat. Mereka sulit merangkai informasi verbal yang
53
Lokakarya, dan Pelatihan Kerjasama SLA Fredofios Yogyakarta Indonesia dengan Teree Des Hommes
Netherlands, 2006
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
panjang (rangkaian instruksi), sulit diminta mengingat sesuatu sambil
mengerjakan hal lain, dan sulit memahami bahasa lisan.
c.
Sensory sensivities
Perkembangan yang kurang optimal pada sistem neurobiologis berpengaruh
pada perkembangan indra mereka sehingga penyandang autisme sangat
sensitif dengan suara, sentuhan, sulit mempersepsi irama yang tertampil
dalam bentuk lagu, berbicara, jeda, dan saat untuk masuk dalam percakapan.
d.
Communication frustation
Gangguan perkembangan bicara bahasa yang terjadi pada penyandang
autisme sering membuat mereka frustasi karena masalah komunikasi.
Mereka tidak mampu mengungkapkan diri secara efektif sehingga sering
berteriak dan berperilaku negatif untuk mendapatkan apa yang mereka
inginkan.
e.
Social and emotional issue
Ciri lain yang sangat dominan adalah fiksasi atau keterpakuan akan sesuatu
yang membuat penyandang autisme cenderung berpikir kaku. Keterpakuan
akan sesuatu membuat mereka sulit memahami berbagai situasi sosial
seperti tata cara pergaulan dan hukum sosialisasi yang sangat bervariasi
tergantung kondisi dan situasi sesaat.
Hingga saat ini penyebab pasti autisme belum diketahui secara pasti. Ada
beberapa faktor yang diduga menjadi pencetus gejala autisme.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
a.
Gangguan susunan saraf pusat
Ditemukan kelainan anatomi susunan saraf pusat pada beberapa tempat di
dalam otak penyandang autisme. Banyak anak autisme yang mengalami
pengecilan otak kecil, terutama pada lobus VI-VII. Kurangnya jumlah sel
purkinje sebagai penghasil serotonin di lobus ini menyebabkan kacaunya
proses penyaluran informasi antar otak.
b.
Gangguan sistem pencernaan
Adanya gangguan metabolisme pencernaan yang menyebabkan anak
kekurangan enzim sekretin. Dalam sebuah kasus, setelah mendapat suntikan
sekretin, seorang penyandang autisme mengalami kemajuan luar biasa.
c.
Peradangan dinding usus
Terjadinya peradangan usus yang disebabkan oleh virus yang kemungkinan
adalah virus campak. Oleh karena itu, banyak orang tua yang kemudian
menolak imunisasi MMR.
d.
Faktor genetika
Ditemukan 20 gen yang terkait dengan autisme. Namun gejala autisme baru
bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
e.
Keracunan logam berat
Berdasarkan tes laboratorium yang dilakukan pada rambut dan darah
ditemukan kandungan logam berat dan beracun pada penyandang autisme.
Arsenik, antimoni, kadmium, air raksa, dan timbul adalah racun otak yang
sangat kuat. 54
Autisme
merupakan
suatu
gangguan
perkembangan,
gangguan
pemahaman/pervasif dan bukan suatu bentuk penyakit mental. Dalam kasus
gangguan pervasif, pendidikan khusus merupakan prioritas pertama dalam
perawatan. Seseorang yang sakit mental, dulunya pernah normal sehingga
diusahakan untuk membuatnya normal kembali. Dalam kasus autisme, kita harus
menerima kenyataan bahwa gangguan perkembangan bersifat permanen
(tetap).55
Autisme
sesungguhnya
adalah
sekumpulan
gejala
klinis
yang
dilatarbelakangi berbagai faktor yang bervariasi, berkaitan satu sama lain, dan
unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus. Jadi setiap anak dalam
spektrum autisme berbeda. Dari sinilah muncul nama Autism Spectrum Disorder
(ASD). Berikut beberapa spektrum autisme :56
54
Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakara : Puspa Swara, 2003) hlm. 5
Theo Peeters. Op.Cit. hlm. 5-6
56
Kompilasi Hasil Seminar, Lokakarya, dan Pelatihan
Kerjasama SLA Fredofios Yogyakarta Indonesia dengan Teree Des Hommes Netherlands, 2006
55
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Gambar 1.4
Spektrum Autisme
Autisme Infantil/Kanner/Klasik
Sindrom Asperger
PDD - NOS
Sindrom Rett
Gangguan Disintegrasi
Masa Kanak-kanak
Sindrom Asperger sering disebut sebagai High Functioning Autism.
Tidak seperti kebanyakan penyandang autisme, penyandang Asperger biasanya
tidak mengalami masalah bahasa seperti halnya penyandang autisme infantil.
Mereka tidak menunjukkan keterlambatan bicara dan mempunyai kosa kata yang
sangat baik walaupun agak sulit untuk mengerti bahasa humor dan ironi.57
Penyandang asperger kebanyakan mempunyai intelegensi yang cukup
baik bahkan di atas rata-rata. Oleh karena itu secara akademik, biasanya mereka
tidak bermasalah dan mampu mengikuti pelajaran di sekolah umum dengan baik.
Hal ini berbeda dengan autisme infantil. Sebagian besar penyandang autisme
57
Leny Marijani, Bunga Rampai II : Seputar Autisme dan Permasalahannya (Jakarta : Puterakembara
Foundation, 2010) hlm. 76
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
spektrum ini terdiagnosa mempunyai IQ dibawah normal bahkan masuk kategori
moderate mental retardasi. Meskipun demikian, kedua spektrum ini memiliki
kesamaan dalam hal ketidakmampuan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi.
Mereka juga sama-sama menunjukkan beberapa perilaku unik/rutinitas,
walaupun dalam tingkatan yang berbeda (varying degree), bisa dari mild,
moderate, sampai severe.58
Tidak seperti anak autis yang bisa didiagnosa di bawah umur 2-3 tahun,
penyandang asperger biasanya baru bisa terdekteksi pada saat berumur 6-11
tahun. Tantangan terbesar bagi penyandang asperger adalah dalam hal
berinteraksi sosial. Pada umumnya, mereka suka berteman walaupun dengan
gaya bahasa dan mimik yang formal dan terlihat aneh. Mereka sulit memulai
percakapan dan sulit mengerti makna dari interaksi sosial.59
Gangguan autisme tidak bisa disembuhkan tetapi dapat ditanggulangi
dengan terapi dini, terpadu, dan intensif. Gejala
gejala autisme dapat dikurangi
bahkan dihilangkan sehingga anak bisa bergaul secara normal, tumbuh sebagai
orang dewasa yang sehat, berkarya, bahkan berkeluarga. Beberapa terapi yang
tersedia antara lain, terapi medikamentosa (obat), biomedis, wicara, perilaku, dan
okupasi.60
58
Ibid.
Ibid
60
Bonny Danuatmaja. Op.Cit. hlm. 8
59
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
Kekhawatiran yang selalu dialami oleh para orang tua adalah pada saat
anak mereka yang menderita autisme memasuki masa remaja atau dewasa.
Ketakutan apakah anak dapat melewati masa remaja mereka dengan baik dan
hidup secara mandiri selalu menjadi masalah yang tidak terbantahkan.
Masa remaja disebut juga masa penghubung atau masa peralihan antara
masa kanak
kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan
perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi
fungsi rohaniah dan
jasmaniah, terutama fungsi seksual.61
Masa remaja atau masa pubertas dibagi dalam 4 fase, yaitu :
a.
Masa awal pubertas, disebut juga masa pueral atau pra-pubertas (12-14)
b.
Masa Menentang (fase negatif)
c.
Masa Pubertas Sebenarnya (14-17 tahun)
d.
Masa Adolensi 62
Pada masa transisi ini, anak seringkali dibuat bingung dengan perubahan
perubahan yang terjadi pada diri mereka. Perubahan yang terjadi meliputi :
61
Kartini Kartono, Psikologi Anak : Psikologi Perkembangan (Bandung : Mandar Maju, 1990) hlm.
148
62
Ibid. hlm. 149
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
a.
Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis yang bersifat
progresif dan kontinu serta berlangsung dalam periode tertentu. Pertumbuhan
internal meliputi perubahan ukuran alat pencernaan makanan, bertambahnya
besar dan berat jantung dan paru
paru, serta bertambah sempurnanya sistem
kelenjar endoktrin/kelamin dan berbagai jaringan tubuh. Pertumbuhan eksternal
meliputi bertambahnya tinggi badan, bertambahnya lingkar tubuh, perbandingan
ukuran panjang dan lebar tubuh, ukuran besarnya organ seks, dan munculnya
tanda tanda kelamin sekunder. 63
b.
Perkembangan Emosi
Daniel Goleman sebagaimana dikutip oleh M. Ali dan M. Asrori
memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan,
nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap
luap.64 Perkembangan
emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya,
misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku
menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri.65
Perubahan emosional bagi anak dengan kebutuhan khusus (termasuk
autisme) prosesnya cenderung lebih sulit karena minat mereka terhadap lawan
63
M. Ali dan M. Asrori, Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik (Jakarta : PT Bumi Aksara,
2004) hlm. 20
64
Ibid. hlm. 62
65
Ibid. hlm 69
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
jenis sering ditentang oleh lingkungan sehingga tidak ada informasi yang jelas.
Biasanya mereka justru menarik diri sama sekali dari pergaulan karena tidak
mampu menterjemahkan begitu banyak pesan tersirat dan aturan sosial yang
membingungkan.66
c.
Perkembangan Hubungan Sosial
Hubungan sosial individu berkembang karena adanya dorongan rasa
ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada di dunia sekitarnya. Individu dengan
autisme biasanya menjadi lebih mudah bersosialisasi pada saat mereka
bertambah dewasa. Pada umumnya mereka lebih bisa berkomunikasi meskipun
kemajuannya pelan dan terbatas. 67
Seksualitas merupakan topik yang sering dibicarakan pada saat anak
menginjak usia remaja. Gillberg seperti dikutip Bugi Rustamadji dan Sri
Sudaryati, menyebutkan tiga masalah utama yang secara kebetulan dibicarakan
dalam diskusi diskusi tentang seksualitas pada remaja autisme, yaitu :
a.
Mereka cenderung masturbasi di depan umum.
b.
Mereka menunjukkan perilaku seksual yang tidak pantas terhadap orang
lain.
66
Pernyataan Schwier & Hingsburger seperti dikutip oleh Dyah Puspita
/seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43
67
Simon Baron-Cohen & Patrick Bolton, Autism : The Fact (New York : Oxford University Press,
1998) hlm. 79
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
c.
Kebanyakan dari mereka melakukan masturbasi dengan cara menyakiti diri.
Selain itu banyak anak autis memperlihatkan perilaku seksual yang tidak
lazim, hal ini dapat memicu terjadinya reaksi atau tanggapan yang salah dari
masyarakat sehingga masalah itu sendiri menjadi terlalaikan. Dalam
kenyataannya,
problem
seksual
yang
tidak
terpecahkan
dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas hidup.68
6.
Media Komunikasi
Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan
pesan dari komunikator kepada komunikan. Menurut Riswandi, karakteristik
media komunikasi juga turut mempengaruhi keefektifan komunikasi.69 Untuk
mencapai sasaran komunikasi kita dapat memilih salah satu atau gabungan dari
beberapa media, bergantung pada tujuan yang ingin dicapai, pesan yang
disampaikan, dan teknik yang akan dipergunakan. Media komunikasi
diklasifikasikan ke dalam media tulisan atau cetakan, visual, aural, dan audio
visual.
Ada beragam cara yang digunakan seseorang untuk menyampaikan ide
atau gagasan-gagasannya kepada orang lain. Teknik-teknik komunikasi
dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu teknik verbal -seperti yang banyak
dilakukan oleh sebagian besar orang- dan teknik visual.
68
69
Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 59
Riswandi, Ilmu Komunikasi (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009) hlm.129
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
Komunikasi interpersonal pada dasarnya merupakan jalinan hubungan
interaktif antara seorang individu dan individu lain dimana lambang-lambang
pesan secara efektif digunakan, terutama lambang bahasa.70 Jarang sekali orang
menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini menurut Onong71
disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content)-yakni
pikiran atau perasaan- yang dibawanya menjadi totalitas pesan yang tidak dapat
dipisahkan.
Sebagai media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam
komunikasi,
bahasa
memerankan
banyak
fungsi
komunikatif.
Dalam
komunikasi, bahasa merupakan alat untuk menerangkan dan mengungkapkan isi
pesan yang dikomunikasikan. Tanpa penguasaan bahasa, komunikasi tidak akan
lancar sehingga tujuan tidak akan tercapai. Dalam bahasa yang perlu
diperhatikan antara lain pemilihan kata, makna denotatif atau konotatif, serta
intonasi. Intonasi ialah gaya dan irama pengucapan sebuah perkataan atau
kalimat dengan tekanan pada suatu suku kata ata suatu kata.
Pada komunikasi visual, penyampaian ide dan gagasan dilakukan dengan
menggunakan lambang
lambang visual, seperti gambar, lukisan, foto, dan lain
sebagainya.
70
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif ( Yogyakarta : PT LKiS Aksara, 2007) hlm. 2
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2001) hlm. 11
71
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Beberapa penggambaran hasil penelitian di Amerika menunjukkan betapa
lebih efektifnya bentuk komunikasi visual apabila dibandingkan dengan
komunikasi verbal. Dawyer telah membuktikan bahwa metode instruksional
dengan cara visual dan verbal mempunyai hasil yang berbeda. Dan efektivitas
komunikasi yang paling tinggi dicapai dengan menggabungkan kedua lambang
tersebut.
Tabel 1.1
Efek Visualisasi dan Kemampuan Mengingat Setelah Lewat Waktu
Kemampuan mengingat
setelah 3 jam
Kemampuan mengingat
setelah 3 hari
Verbal saja
70%
10%
Visual saja
72%
20%
Paduan verbal dan visual
85%
65%
Metode Instruksional
Contoh lain dari komunikasi visual adalah pengalaman langsung. Dalam
komunikasi pendidikan, pengalaman langsung biasanya digunakan untuk
mengajarkan kemampuan-kemampuan praktis pada sasaran didik. Pengalaman
langsung akan lebih membantu daripada sekedar penjelasan-penjelasan teoritis
yang bersifat abstrak. Edgar Dale 72 menggambarkan model pengalaman ini
sebagai berikut :
72
Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 69
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
Gambar 1.5
Kerucut Pengalaman Edgar Dale
Simbol
verbal
abstrak
Simbol
visual
Gambar diam
dan rekaman radio
Gambar gambar film
Peragaan/pameran/televisi
Karyawisata
Keikutsertaan dalam drama
Pengalaman yang direncanakan
Pengalaman langsung
7.
konkret
Hambatan Komunikasi
Tujuan komunikasi terkadang tidak tercapai karena ada hambatan yang
menghalanginya. Hambatan tersebut bisa berasal dari komponen komunikasi
seperti, komunikator (sumber), komunikan (sasaran didik), dan penggunaan
media yang tidak tepat.
a.
Hambatan pada sumber
Seorang komunikator adalah pemimpin dalam pengelolaan informasi yang
sedang disampaikannya kepada orang lain. Beberapa kemungkinan
kesalahan yang bisa terjadi pada pihak sumber sehingga keefektifan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
komunikasi terganggu meliputi penggunaan bahasa, perbedaan pengalaman,
keahlian, kondisi mental, sikap, dan penampilan fisik.73
b.
Hambatan pada saluran
Hambatan pada saluran terjadi karena adanya ketidakberesan pada saluran
komunikasi atau pada suasana di sekitar berlangsungnya proses komunikasi.
Media yang digunakan harus memperhatikan kesesuaian dengan kegiatan
instruksional yang sedang dijalankan.74
c.
Hambatan pada komunikan
Sasaran adalah manusia dengan segala keunikannya, baik secara fisiologi
maupun secara psikologi. Aspek fisiologi berkaitan dengan masalah
masalah fisik dengan segala kebutuhan biologisnya seperti kondisi indera,
lapar, istirahat, dan haus. Sedangkan aspek psikologi berkaitan dengan :75
a.
Kemampuan dan kapasitas kecerdasan sasaran
Kemampuan berarti kesanggupan untuk melakukan suatu pekerjaan.
Sementara kecerdasan berarti kecepatan berpikir dan memahami sesuatu.
73
Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 51
Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 53
75
Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 55-60
74
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
b. Minat dan bakat
Minat adalah kesenangan atau perhatian terus menerus terhadap sesuatu
objek karena adanya pengharapan akan memperoleh kemanfaatan
daripadanya. Sedangkan bakat adalah potensi yang dimiliki seseorang
dalam suatu bidang.
c. Motivasi dan perhatian
Motivasi
berarti
kondisi
psikologis
dalam
diri
manusia
yang
mendorongnya untuk melakukan suatu tindakan. Perhatian adalah
pemusatan diri dalam mengindera sesuatu dengan mengesampingkan hal
hal lainnya.
d. Sensasi dan persepsi
Ketika indera kita menangkap suatu objek atau benda, peristiwa tersebut
dinamakan sensasi (penginderaan). Sementara persepsi adalah proses
penerimaan informasi dari lingkungan sekitar.
e. Ingatan, retensi, dan lupa
Ingatan adalah suatu sistem yang menyebabkan orang dapat menerima,
menyimpan, mengolah, dan mengeluarkan kembali informasi yang telah
diterimanya. Sedangkan apa
apa yang tertinggal atau tersisa dan
kemudian dapat diingat kembali setelah seseorang melakukan sesuatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
disebut retensi. Lupa adalah proses yang langsung terjadi begitu kita
mengingat sesuatu.
f. Kemampuan mentransfer dan berpikir kognitif
Dalam proses belajar secara otomatis kita mentransfer informasi yang
satu ke dalam informasi lain, kemudian mengembangkannya ke dalam
struktur
kognitif
yang dipunyai. Transfer dalam belajar dapat
ditingkatkan dengan pengulangan, pembiasaan, pemaknaan informasi,
dan runtut dalam penyampaian pesan.
F.
Definisi Konseptual
Definisi konseptual adalah definisi yang dipakai oleh para peneliti untuk
menggambarkan suatu fenomena dan realita secara sosial atau alami.
1.
Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual merupakan upaya memberikan pendidikan dan
pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis dan psikososial sebagai
akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dengan kata lain, pendidikan
seks pada dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan tentang
fungsi organ reproduksi dan menanamkan moral etika, serta komitmen agama
supaya tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Dikaitkan dengan komunikasi, maka komunikasi pendidikan seksual
berarti pengalihan nilai
nilai dari pendidik ke sasaran didik melalui media
verbal dan visual. Di sini komunikasi dirancang secara khusus untuk tujuan
pendidikan, yaitu perubahan perilaku di bidang kognitif, afektif, dan konatif.
Informasi tentang seks tidak diberikan secara gamblang melainkan diberikan
secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma
norma yang berlaku
dalam masyarakat.76
2.
Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal yang dimaksud di sini ialah proses komunikasi
yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka dengan tujuan
untuk mengubah perilaku komunikan.
Komunikasi interpersonal dalam penelitian ini meliputi sifat komunikasi,
sikap guru selaku komunikator terhadap masalah seksualitas penyandang
autisme remaja, waktu terjadinya komunikasi, informasi apa saja yang biasanya
diberikan oleh orangtua dan guru kepada remaja autisme. Aspek lain yang juga
menjadi perhatian peneliti adalah mengenai penggunaan media sebagai
pendukung komunikasi pendidikan seksual serta apa saja yang menjadi
hambatan selama proses komunikasi berlangsung. Media kaitannya dengan
76
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004) hlm. 188
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
pendidikan diartikan sebagai sarana fisik untuk menyampaikan pengajaran (isi
pesan).77
3.
Remaja Autisme
Remaja autisme adalah individu dengan gangguan perkembangan
komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku yang sudah memasuki masa puber
dengan kisaran usia sekitar 12 tahun hingga 18 tahun. Pubertas ditandai dengan
mulai munculnya perilaku seksual, perubahan fisik dan hormonal yang ditandai
dengan haid pertama pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak lakilaki.
G. Metodologi Penelitian
1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Bogdan
menyatakan metode penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang
orang dan perilaku
yang diamati.78
Penelitian komunikasi kualitatif memiliki ciri-ciri diantaranya, lebih
berorientasi pada kasus dan konteks, dimaksudkan untuk memberikan gambaran
atau pemahaman mengenai gejala sosial, justru lebih dimaksudkan untuk
77
78
Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 72
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta : LkiS , 2007) hlm. 84
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
membangun (mengemukakan, membuat) teori komunikasi dan bukan untuk
menguji teori komunikasi.79
Sedangkan penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau
peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji
hipotesis atau membuat prediksi. Metode deskriptif mencari teori, bukan menguji
teori. Ciri lain metode deskriptif ialah titik berat pada observasi dan suasana
alamiah (naturalistis setting). 80
2.
Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Sekolah Lanjutan Autis (SLA) Fredofios,
Jl. Perumnas Gang Indragiri B 11 Condongsari, Sleman, Yogyakarta.
3.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini meliputi :
a.
Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil
wawancara dengan informan yang mengetahui dan berkompeten seputar tema
penelitian ini dan dari hasil observasi yang dilakukan di lapangan.
79
Ibid. hlm. 42 - 44
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, cetakan ke-7 (Bandung : Remaja Rosdakarya,
1999) hlm. 25
80
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
b.
Data Sekunder
Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan atau data sekunder berasal
dari sumber tertulis, seperti mengutip buku, dokumen, arsip, dan catatan lain
yang mendukung. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari buku
buku
atau referensi yang dapat mendukung data primer baik yang diperoleh dari SLA
Fredofios maupun dari perpustakaan dan internet.
4.
Teknik Pengumpulan Data
a.
Wawancara
Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara
mendalam dan tidak berstruktur, artinya bentuk wawancara dilakukan dalam
latar belakang suasana yang akrab dan dengan pertanyaan yang terbuka.
b.
Observasi
Kegiatan observasi dilakukan melalui pengamatan langsung dengan
mengamati secara langsung untuk melihat dengan dekat kegiatan yang
dilakukan oleh objek penelitian.
c.
Studi Pustaka
Untuk mengumpulkan data dan teori dalam penelitian ini, maka peneliti
memanfaatkan berbagai macam data dan teori yang diperoleh melalui buku,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
internet, surat kabar, dan sumber informasi non manusia lainnya yang
menunjang penelitian.
5.
Teknik Sampling
Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling (sampling
bertujuan), dimana peneliti cenderung untuk memilih informan atau narasumber
yang dianggap berkompeten dan mengetahui informasi serta masalahnya secara
mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap.81
Informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang yang terdiri dari 2 (dua)
orang siswa, 1 (satu) orang siswi, 2 (dua) orang guru, 3 (tiga) orangtua dari siswa
yang dipilih sebagai sampel, serta 1 (satu) orang konsultan pendidikan SLA
Fredofios. Berikut data informan selengkapnya :
1.
DT
Merupakan siswa SLA Fredofios berusia 17 tahun dengan spektrum
Syndrom Asperger. Dalam penelitian ini peneliti mengobservasi informan
DT untuk mendapatkan gambaran perilaku seksual remaja autisme dan
mewawancarainya
untuk
mengetahui
apakah
informasi
mengenai
seksualitas yang disampaikan oleh guru sampai pada siswa.
81
H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif (Surakarta : Sebelas Maret University Press, 2002)
hlm. 56
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
2.
VR
Merupakan siswa SLA Fredofios berusia 12 tahun dengan spektrum autisme
infantil. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengobservasi perilaku seksual
informan VR. Proses wawancara sulit dilakukan karena kemampuan
komunikasi informan VR sangat terbatas.
3.
LS
Merupakan siswi SLA Fredofios berusia 18 tahun dengan spektrum autisme
infantil. Sama halnya dengan VR, peneliti juga hanya mengobservasi
perilaku seksual informan LS.
4.
Agung Tri Yulianto
Merupakan guru Pendidikan Agama Islam di SLA Fredofios.
5.
Dessi Amalia Arumsari
Merupakan guru IPA di SLA Fredofios.
6.
DS dan PR
Merupakan ayah dan ibu dari informan DT.
7.
TJ
Merupakan ayah dari informan VR.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
8.
CH
Merupakan ayah dari informan LS.
9.
Fred Vrugteveen
Merupakan konsultan pendidikan SLA Fredofios.
6.
Validitas Data
Validitas
data
penelitian
diperoleh
dengan
teknik
trianggulasi
data/sumber sebagai pemeriksaan keabsahan. Cara ini mengarahkan peneliti agar
di dalam mengumpulkan data, wajib menggunakan beragam sumber data yang
tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya
bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian apa yang
diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bila
dibandingkan dengan data sejenis dari sumber lain yang berbeda. Peneliti bisa
menggunakan informan yang berbeda-beda posisinya dengan sebagai sumber
data.82
7.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
interaktif. Menurut Bodgan dan Biklen, analisis data merupakan upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah
82
Ibid. hlm. 79
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.83
Miles dan Huberman membagi teknis analisis ini menjadi 3 komponen,
yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan serta pengujian kesimpulan.84
a.
Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan catatan tertulis di lapangan.
b.
Penyajian Data
Melibatkan langkah
langkah mengorganisasikan data, yakni menjalin
(kelompok) data yang satu dengan (kelompok) data yang lain sehingga
seluruh data yang dianalisis benar
benar dilibatkan dalam satu kesatuan
untuk memudahkan proses analisis.
83
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007) hlm.
248
84
Pawito, Op.Cit. hlm. 104
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
c.
Penarikan/Pengujian Kesimpulan
Peneliti mengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan
pola-pola data yang ada atau kecenderungan dari penyajian data yang telah
dibuat.
Gambar 1.6
Model Interaksi Miles dan Huberman 85
Pengumpulan
data
Penyajian
data
Penarikan/pengujian
kesimpulan
Reduksi
data
H. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini berusaha menggambarkan bagaimana pola komunikasi
yang terbentuk dari komunikasi pendidikan seksual orangtua, guru kepada
remaja autisme. Berikut adalah skema dari kerangka pemikiran yang dipakai
dalam penelitian ini :
85
Pawito, Op.Cit. hlm. 105
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Gambar 1.7
Skema Kerangka Pikir Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan Murid
Dalam Mengenalkan Pendidikan Seksual
Sifat
komunikasi
Autisme
Masa Remaja
Komunikasi
interpersonal
Antara Guru dan
Murid
Sikap
sumber
Pesan
Perubahan Fisik
Perubahan Hormonal
dan Perilaku Seksual
Waktu
penyampaian
Media
komunikasi
Hambatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
BAB II
DESKRIPSI LOKASI
A. Sekilas Tentang SLA Fredofios
1.
Sejarah Berdirinya SLA Fredofios 86
Sekolah Lanjutan Autis Fredofios didirikan dan telah diresmikan oleh
GKR Hemas pada tanggal 3 April 2003. Nama Fredofios diambil dari nama Mr.
Fred Vrugteveen, seorang konsultan autisme dari Belanda, serta Ofiq dan Osi,
dua siswa pertama di sekolah tersebut.
Ofiq dan Osi merupakan cikal bakal berdirinya SLA Fredofios.
Sebelumnya kedua murid ini sekolah di SLB Autis Fajar Nugraha. Pada saat Osi
berusia 15 tahun, SLB Autis Fajar Nugraha merasa manajemennya tidak mampu
lagi meningkatkan kinerja remaja autis dan membuat kebijaksanaan untuk
mengeluarkan Osi. Pada saat ada surat penghentian untuk tidak masuk ke
sekolah lagi, orangtua Osi meminta agar manajemen sekolah mengizinkan
pemanfaatan tenaga konsultan paling tidak selama satu tahun dan menggunakan
satu guru untuk mengajar Osi. Pak Fred selaku konsultan sekolah Fajar Nugraha
menyambut baik permintaan tersebut dan menyediakan garasi rumahnya sebagai
tempat belajar. Ofiq yang pada waktu itu berusia 14 tahun kemudian bergabung
dengan Osi.
86
Dokumen SLA Fredofios Yogyakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Untuk membentuk suasana sekolah, garasi diberi partisi dengan pintu dan
jendela. Kebutuhan sekolah seperti meja, kursi, papan tulis, komputer, peralatan
memasak pun disediakan. Pada kenyataannya anak
dengan lepas dari anak
anak berkembang pesat
anak lain yang lebih kecil. Guru, konsultan dan
orangtua dapat membahas masalah materi pendidikan setiap saat tanpa perlu
menunggu rapat, meskipun rapat resmi demi kemajuan pendidikan pun sering
kali dilakukan. Selain kegiatan yang bersifat akademis, kegiatan berenang,
melukis, memasak, dan sosialisasi dengan masyarakat pun semakin intensif
dilakukan.
Orangtua menyadari bahwa anak autis dapat hidup mandiri dan digali
potensinya secara maksimal melalui pendidikan yang tepat. Dasar pemikiran
inilah yang kemudian mendorong orangtua Ofiq dan Osi bekerjasama dengan
Pak Fred untuk mendirikan sekolah lanjutan khusus untuk remaja autisme.
Orangtua Ofiq bersedia membuatkan gedung sekolah yang letaknya tidak jauh
dari rumah Ofiq, orang tua Osi (Bapak) bersedia mengelola dan mengembangkan
sekolah, sementara Pak Fred bersedia menjadi konsultan sekolah setelah beliau
pensiun dari SLB Autis Fajar Nugraha.
Adanya sarana dan prasarana didukung dengan individu
individu yang
berkeinginan kuat, menjadikan Fredofios tidak hanya sebagai tempat belajar bagi
remaja autisme, tetapi juga sebagai pusat informasi dan pelatihan bagi masyarkat
luas. Sekolah yang terletak di Jl. Perumnas Gg Indragiri II / 11 B, Sleman,
Yogyakarta ini secara aktif menyelenggarakan berbagai pelatihan bagi guru
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
guru autis, orangtua dan masyarakat. Telah pula dijalin kerjasama yang baik
dengan LSM nasional dan internasional, para professional, universitas, dan
institut sampai ke birokrasi pendidikan. Penyebaran informasi mengenai sekolah
dan autisme juga dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media, seperti koran,
majalah, radio, maupun televisi swasta dan nasional. Banyak pula permintaan
dari luar daerah untuk berbicara tentang pendidikan autis, baik dari Jawa,
Sumatra, dan Kalimantan.
SLA Fredofios terus meningkatan kualitasnya, baik dari segi SDM
maupun hal
hal yang berkaitan dengan pendidikan sekolah. Saat ini jumlah
guru yang mengajar ada 8 orang, terdiri dari 5 guru tetap dan 3 lainnya yang
mengajar pelajaran melukis, seni musik, dan kesenian.
2.
Visi dan Misi87
a. VISI
Mendidik para remaja dan dewasa autis serta anak berkebutuhan khusus
untuk dapat berkarya dan berguna bagi lingkungannya dengan
kemandirian penuh.
b. MISI
Mengembangkan dan mengoptimalkan bakat remaja dan dewasa autis
serta anak berkebutuhan khusus untuk berkarya demi masa depannya.
87
Buku Kurikulum SLA Fredofios Yogyakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
Memberi kesempatan remaja dan dewasa autis serta anak berkebutuhan
khusus
untuk
dididik secara
formal
dengan
kurikulum
yang
komprehensif.
Membuka kesempatan semua pihak untuk memperdalam pendidikan
autis dan anak berkebutuhan khusus.
Menjadi sumber informasi pendidikan autisme dan anak berkebutuhan
khusus.
Menjadi wahana untuk pelatihan pelatihan.
3.
Jaringan SLA Fredofios88
Dalam pendidikan autisme permasalahan yang harus ditangani sangatlah
kompleks. Oleh karena itu penanganannya tidak cukup hanya dengan satu
disiplin ilmu. Diperlukan pemikiran dari berbagai pihak, baik guru, terapis,
psikolog, dokter, psikiatris, maupun dari pihak-pihak lain yang berkaitan dengan
pendidikan autisme. Selain itu diperlukan juga partisipasi dari bidang-bidang non
pendidikan yang dapat mendukung sarana dan prasarana serta pendanaan
pendidikan autisme ini. Untuk bisa melaksanakan fungsi sekolah secara
maksimal, Sekolah Lanjutan Autis Fredofios bekerjasama dengan banyak pihak
untuk pengadaan dan pengembangan pendidikan autisme.
Jaringan kerja SLA Fredofios antara lain :
a. VSO (Voluntary Service Overseas)
88
Ibid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
b. SKN (Stichting kinderpostzegels Nederland )
c. Sekolah autis di Manila Philipina
d. Sekolah - sekolah autis di Yogyakarta
e. PGAY ( Persatuan Guru Autis Yogyakarta )
f. Dinas Pendidikan Yogyakarta
g. P3TKA ( Pusat Pengkajian dan Pengamatan Tumbuh Kembang Anak )
h. Sekolah berkebutuhan khusus Kasih Karunia di Surabaya
i. Kubca Samakta (lembaga pusat pelatihan ketrampilan remaja tuna rungu
di Bandung)
j.
Selain jaringan kerja di atas, ada berberapa jaringan kerjasama untuk
karta, percetakan di Yogyakarta.
Jaringan untuk magang ini dalam proses penambahan dengan waktu yang
tidak terbatas.
Sasaran Program Pendidikan SLA Fredofios89
4.
Sasaran program pendidikan di SLA Fredofios adalah siswa dengan
kriteria :
a.
Anak termasuk dalam spektrum autis, gangguan komunikasi, atau
kesulitan belajar.
89
Wawancara dengan informan Abdu Somad pada 4 April 2011 pukul 13.30 wib di Ruang I SLA
Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
b.
Memiliki surat keterangan hasil diagnosa / rekomendasi dari P3TKA
atau lembaga lain yang berkompeten (psikolog atau psikiater).
c.
Pada waktu mendaftar telah berusia 10 22 tahun.
d.
Memiliki kemampuan kemandirian : toilet training, makan dan minum,
sosialisasi dalam kelompok kecil, serta baca dan tulis dasar.
e.
Tidak memiliki tuna ganda dan mampu didik.
f.
Mengerti bahasa
g.
Dapat mengungkapkan keinginan secara verbal/nonverbal.
Dari kriteria di atas, saat ini Sekolah Lanjutan Autis Fredofios memiliki 8
orang siswa.
Tabel 2.1
Daftar Siswa SLA Fredofios
No
Nama
Usia
Jenis
Kelamin
Jenis Difabel
1
M. Harun Arrofiq Siregar
23 th
Laki - laki
Autis
2
Mutia Diah Listyowati
22 th
Perempuan
Slow Learner
3
Ivan Raditya Utama
13 th
Laki - laki
Autis
4
Dian Kartika Sari
25 th
Perempuan
Slow Learner
5
Darmayu Pratyakso
16 th
Laki - laki
Autis
6
Adyatma Wajendra S.
11 th
Laki - laki
Autis
7
Claudia Anastasia
18 th
Perempuan
Autis
8
Jason Farel Roediyanto
12 th
Laki - laki
Autis
Sumber : Dokumen SLA Fredofios 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
5.
Denah Lokasi
Gambar 2.1
Denah Ruang Sekolah Lanjutan Autis Fredofios
1
Keterangan Gambar :
4
2
3
6
17
5
7
11
10
8
9
16
12
13
21
15
14
20
19
18
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Halaman sekolah
Ruang I (kelas)
Ruang tamu
Kantor guru
Aula sekolah/Hall
Ruang II (kelas)
Ruang III (kelas)
Ruang IV (kelas)
Ruang computer dan fotokopi
Gudang
Dapur
Rak piring
Tempat wudhu
Kamar mandi
Kamar mandi
Ruang music
Parkir
Ruang baca (lantai 2)
Ruang aksesoris (lantai 2)
Dapur (lantai 2)
Kamar mandi (lantai 2)
Biaya Pendidikan90
6.
Biaya pendidikan di SLA Fredofios meliputi :
a.
Biaya pendaftaran sebesar Rp 250.000,- yang dibayarkan pada saat
calon siswa mendaftar di Sekolah Lanjutan Autis Fredofios.
90
Buku Kurikulum SLA Fredofios Yogyakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
b.
Biaya Pendidikan (SPP) sebesar Rp 900.000,-/bulan yang dibayarkan
paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.
c.
Biaya/sumbangan gedung sebesar Rp 7.000.000,- dengan sistem
pembayaran :
Angsuran I sebesar Rp 2.000.000,(Selanjutnya dapat diangsur selama 6 bulan).
Jika dalam satu tahun pengamatan dan observasi berkala siswa
mengalami perubahan perkembangan yang tidak dapat ditangani
sekolah maka siswa akan dikembalikan pada orang tua. Jika siswa
yang dikembalikan pada orang tua dalam masa pendidikan 1 tahun
atau kurang, maka biaya/sumbangan gedung akan dikembalikan
sebesar 50% dari jumlah yang sudah dibayar.
Jika masa belajar selama 1 tahun maka uang gedung akan
dikembalikan 2 juta.
Jika masa belajar selama 2 tahun maka uang gedung akan
dikembalikan 1 juta.
Jika masa belajar selama 2 tahun lebih, maka uang tidak akan
dikembalikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
7.
Kurikulum Pendidikan91
Kurikulum pendidikan untuk remaja autisme dirancang berdasarkan
pengalaman pengalaman di lapangan dan teori
dengan perkembangan intelektual remaja
teori yang sudah disesuaikan
remaja autisme. Isi kurikulum
biasanya terdiri dari semua ketrampilan yang diperlukan anak autis untuk bisa
berperan seoptimal mungkin dalam lingkungan masyarakat.
Karena siswa autisme mengalami kesulitan dalam mengatur informasi
dengan baik dan kurang mengerti lingkungannya, maka pendidikan di SLA
Fredofios menerapkan sistem struktur dan memanfaatkan bantuan visual dan
bantuan konkrit. Tujuan dari penyusunan kurikulum adalah untuk
memudahkan para siswa menghubungkan teori dan praktek sehingga mereka
lebih mengerti situasi di lingkungan mereka.
Fungsi kurikulum adalah :
Memperlihatkan kegiatan di SLA Fredofios.
Menjelaskan cara mengajar di SLA Fredofios.
Menjelaskan visi misi untuk sekarang dan masa depan mengenai anak
autis remaja.
Menjelaskan tanggung jawab orang
organisasi SLA Fredofios.
91
Berbagai sumber
commit to user
orang yang terlibat dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
Fokus pendidikan di Sekolah Lanjutan Autis Fredofios, selain program
akademis juga difokuskan pada
dalam kehidupan sehari
yaitu apa yang diperlukan
hari dalam lingkungan masyarakat secara mandiri
dan sesuai bakat minat siswa.
Program pendidikan yang ditawarkan SLA Fredofios antara lain :
Pendidikan Akademik
Pelajaran akademik berupa pelajaran Matematika, IPA, IPS, Agama,
Bahasa Indonesia, Bahasa inggris, dan Bahasa Jawa. Materi setiap
pelajaran biasanya bersifat praktis dalam kehidupan sehari hari mereka
dan disesuaikan dengan kebutuhan anak. Pada pelajaran matematika
misalnya, guru mengajarkan konsep uang pada anak, karena bagi remaja
autisme, terkadang bingung dengan fungsi uang. Mereka mengetahui
nominalnya, tetapi bingung jika diterapkan dalam jual
beli.
Pendidikan Keterampilan
Pendidikan ketrampilan berupa pembuatan aksesoris, seperti tasbih,
kalung, gelang, dan berbagai hiasan dari kain flannel. Selain itu ada juga
pelajaran daur ulang kertas, fotokopi dan jilid, komputer, melukis,
musik, dan memasak. Tujuan dari pendidikan ketrampilan adalah untuk
membekali anak dengan berbagai keahlian agar anak bisa hidup mandiri
dan diharapkan dapat memiliki keahlian sebagai mata pencaharian
mereka nantinya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani ditujukan untuk melatih motorik mereka. Setiap
minggunya siswa mendapat pelajaran berenang, kebugaran, dan
pelajaran olah raga.
Pendidikan Sosialisasi
Selain pelajaran akademik dan ketrampilan. Setiap hari sabtu sekolah
mengadakan program outing. Misalnya berbelanja di Mall, nonton film,
atau ke tempat
tempat umum lainnya. Tujuannya untuk meningkatkan
kemampuan sosialisasi anak dan agar anak terbiasa dengan tempat
tempat ramai.
Pendidikan Komunikasi
Pendidikan komunikasi penting diberikan karena sebagian besar
penyandang autisme bermasalah dengan komunikasi. Fungsinya adalah
agar mereka dapat menyampaikan keinginannya, baik secara verbal atau
dengan menggunakan media.
Sistem Belajar
Dasar pendidikan adalah program TEACCH
Sesuai dengan tingkat kemampuan anak
Sasarannya pada : minat, bakat anak, dan proses kemandirian
Melibatkan peran aktif dari orang tua
Menggunakan struktur ruang, waktu, dan kegiatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
Menggunakan Strategi Visual : Teks, poster, foto, TV/VCD
Remaja autis, dengan segala keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki
dapat diberdayakan secara optimal dengan proses pendidikan yang tepat.
Untuk mengetahui apakah pendidikan yang diberikan sudah benar, diperlukan
observasi terus menerus pada proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Diperlukan suatu acuan dalam proses KBM ini agar dapat dimonitor dan
dievaluasi tingkat kemajuan dan perkembangan pendidikan pada anak dan
remaja autis. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan anak dan remaja autis
sangat diperlukan sebagai pedoman mengajar dan acuan dasar dalam
mengevaluasi kemajuan dan perkembangan remaja autis.
Sarana dan Prasarana92
8.
Untuk menunjang kelangsungan proses belajar mengajar maka SLA
Fredofios melengkapi sekolahnya dengan berbagai fasilitas, antara lain :
a.
Gedung Sekolah
Gedung sekolah ini milik Yayasan Autisma Nusantara, yaitu yayasan
yang memayungi SLA Fredofios, sehingga dapat dikatakan gedung sekolah
dan tujuan pendidikan autis sehingga anak merasa senang dan nyaman.
Gedung sekolah terdiri dari :
Ruang Kelas
92
Buku Kurikulum SLA Fredofios Yogyakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Digunakan untuk kegiatan belajar mengajar akademik. Ruang kelas di
SLA Fredofios semuanya berjumlah 4 ruangan.
Ruang Komputer
Digunakan untuk praktek komputer sehingga anak
anak terlatih dalam
mengoperasikan komputer.
Ruang Musik
Ruangan ini kedap suara dan digunakan untuk berlatih musik.
Ruang Ketrampilan
Digunakan untuk kegiatan ketrampilan dan melukis.
Dapur
Digunakan untuk memasak
Aula Sekolah/Hall
Digunakan untuk kegiatan yang melibatkan banyak peserta dan kegiatan
yang memerlukan tempat luas. Biasanya Hall juga digunakan sebagai
ruang pertemuan pada saat ada rapat.
Kantor
Digunakan sebagai ruang kepala sekolah serta guru guru.
Lantai 2
Digunakan untuk ruang istirahat serta ruang baca. Selain itu Lantai 2
juga biasanya digunakan pada saat pelajaran aksesoris dan memasak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
b.
Buku buku
Buku
buku yang tersedia digunakan sebagai bahan modifikasi
pelajaran dan bahan bacaan penambah pengetahuan, buku pelajaran SD
kelas V-VI, buku pelajaran SMP kelas I,II,III dan bahan
bahan dari
koran, majalah, ensiklopedi sesuai bakat minat.
c.
Komputer
Sekolah Lanjutan Autis Fredofios memiliki 5 komputer yang digunakan
sebagai alat praktek komputer bagi siswa dan administrasi guru.
d.
Peralatan musik
Drum, organ, angklung, gitar, suling, clarinet, dan sebagainya. Alat
alat musik ini digunakan untuk berlatih musik baik siswa maupun guru.
e.
Peralatan audio-visual
TV, video, kamera, LCD, laptop, radio, handycam, sebagai media audio
visual dalam proses belajar mengajar.
f.
Peralatan masak
Panci, penggorengan, kompor, dan rice cooker
g.
Peralatan ketrampilan
Segala peralatan yang dibutuhkan untuk pelajaran aksesoris, seperti
mote, kain flannel, jarum, benang, lem tembak, dan sebagainya.
h.
Peralatan bina diri
Sulak, sapu, setrika, dan perlengkapan mencuci.
i.
Peralatan daur ulang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
j.
Almari, kulkas, file, cabinet, meja dan kursi.
Semua fasilitas di atas, dimaksudkan untuk mempersiapkan anak
semandiri mungkin.
B. Pengelola Sekolah
Gambar 2.2
Struktur Organisasi SLA Fredofios
Yayasan Autisma Nusantara
Komite Sekolah
Wakasek
Bidang Humas
Kepala Sekolah
Wakasek
Bidang Kurikulum
Network
Konsultan
Wakasek
Bidang Administrasi
Dewan Guru
Sumber : Dokumen SLA Fredofios 2011
SLA Fredofios berada dibawah naungan Yayasan Autisma Nusantara,
dimana kepengurusan adalah sebagai berikut :
Penasehat
: Ir. Dikran Siregar
Ketua
: Ir. Bugi Rustamadji Msc
Sekertaris
: Ir. Sri Sudaryati MS
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Pengawas
: Zubaidah Hasibuan BSc
Konsultan
: Mr. Fred Vrugteveen (konsultan autisma dari Belanda)
Kepala Sekolah :
Ir. Bugi Rustamadji Msc
Wakil kepala sekolah terdiri dari tiga orang yaitu :
Wakasek bidang kerjasama dan pengabdian masyarakat : Abdu Somad, S.pd
Wakasek bidang kurikulum dan kesiswaan : Agung Tri Yulianto, S.pd
Wakasek bidang administrasi dan keuangan : Dewi Retno Pertiwi, S.Psi
Tabel 2.2
Daftar Guru SLA Fredofios
No
1.
Nama
Mata Pelajaran
Abdu Somad, S.pd
Bhs. Inggris
Status
Guru Tetap
Matematika
Komputer
Renang
Pertanian
2.
Agung Tri Yulianto, S.pd
PAI
Guru Tetap
Olahraga
Jilid & Fotokopi
Bhs. Jawa
3.
Dewi Retno Pertiwi, S.Psi
Bhs. Indonesia
IPS
Terapi musik dan
tari Memasak
Pertanian
commit to user
Guru Tetap
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
4.
Dessi Amalia A, S.Psi
IPA
Guru Kontrak
Menjahit
Aksesoris
Komunikasi
5.
Dwi Nuriyanti, S.pd
Menangani siswa
Guru Kontrak
baru, Keterampilan
6.
Antonius Nugraha, S. Pd
Musik
Guru
Tidak Tetap
7.
Catur Wigiatmono, S. Sn
Kreasi seni/tari
Guru
Tidak Tetap
8.
Aji Saputra
Melukis
Guru Tidak
Tetap
Sumber: Dokumen SLA Fredofios 2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
BAB III
PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Autisme
Berdasarkan informasi dari para informan, gejala autisme biasanya
tampak pada saat anak berusia 1,5 hingga 3 tahun. Tidak adanya kontak mata
dan keterlambatan bicara seringkali menjadi tanda awal kecurigaan orang tua.
Namun, minimnya informasi pada waktu itu ditambah dengan perkembangan
anak yang semula tampak normal seringkali membuat orang tua bingung dan
harus melalui tahapan yang cukup panjang sebelum akhirnya sang anak
didiagnosis mengalami autisme. Hal ini seperti yang dialami oleh informan TJ :
perkembangannya juga bagus, umur 1 tahun juga sudah bisa jalan,
semuanya normal. Tapi pada usia 1,5 tahun, tahu tahu drop semua.
Kontak mata tidak ada, terus mulai ngomong susahnya setengah mati.
Waktu itu saya tinggal di Jakarta, sempat saya tanyakan ke dokter, Dok,
ini anak saya kenapa, kok jadi kayak gini? Terus dokter bilang, tunggu
deh 2 tahun lagi, mungkin setelah 2 tahun polanya akan diketahui anak
ini bisa bicara atau tidak. Saat 2 tahun, saya tanya lagi ke dokter, saat itu
93
Pada kasus lain, salah satu orang tua mengaku bahwa mereka sempat
tidak percaya sewaktu DT didiagnosis autisme karena perkembangan sang anak
sangat baik. Pada usia 2 tahun, DT sudah bisa menyusun huruf menjadi kata,
93
Wawancara dengan informan TJ dilakukan pada 28 Mei 2011 pukul 12.22 WIB di kantor informan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
kemudian pada usia 4 tahun sudah bisa menulis, dan kemampuan matematis juga
sangat baik. Remaja autisme yang saat ini berusia 17 tahun ini bahkan sempat
menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar umum sebelum akhirnya pindah
ke sekolah khusus autisme.
kata dia bisa. Wong
perkalian itu saya enggak pernah ngajarin, nulis itu juga saya enggak
ngajarin, tapi dia bisa. Pembagian itu juga begitu, enggak tahu bagaimana
caranya. Ya ala DT. Gurunya aja sampai bingung, DT itu cepet.
Matematika, enggak pernah saya ngajarin, asal jangan soal cerita. Kalau
94
Dengan demikian, tidak mengherankan cukup banyak anak yang
menunjukkan kemampuan di bidangnya, seperti musik, seni, matematika,
komputer, dan menggambar. Sebagian individu autis memiliki kemampuan luar
biasa tanpa melalui proses belajar yang disebut savant. 95 Namum tingkat
integelegensi yang tinggi memang tidak sepenuhnya dapat menjelaskan autisme.
Secara umum mereka yang memiliki IQ tinggi akan lebih baik dalam hal
pemahaman, tetapi kemampuan interaksi sosial biasanya tetap terganggu.
Berikut ini penjelasan yang memperlihatkan hubungan antara intelegensi
dengan autisme :
bisa lebih bagus daripada anak autis yang jenius. Makanya tadi saya
94
Wawancara dengan informan DS dan PR dilakukan pada 16 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di rumah
informan.
95
orang
http://psibkusd.wordpress.com/2010/04/15/
anak-autis-pandanglah-kami-sebagai-orang-normal%E2%80%A6. 06/01/2011/12.35
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
menjelaskan bahwa masalah yang paling utama adalah masalah interaksi
sosial. Jadi kalau tidak ada diagnosa interaksi sosial tidak ada diagnosa
autis. Jadi IQ tidak menjelaskan banyak tentang autis. Mungkin anak
yang IQ nya sedang, dia sangat baik dalam hal praktis, tapi anak autis
yang IQ nya tinggi tidak dapat berbuat banyak dalam hal praktis. Jadi
jangan berpikir bahwa dengan IQ tinggi, seseorang berfungsi lebih bagus
96
1.
Masalah Pemaknaan Pada Penyandang Autisme
Salah satu aspek penting diagnosis autisme adalah adanya gangguan pada
bidang komunikasi. Ini berarti kemampuan penyandang autisme untuk
berkomunikasi secara efektif sangat terbatas.
Proses komunikasi dimulai dari pikiran komunikator yang akan
menyampaikan pesan atau informasi (encoding). Apa yang dipikirkan itu
kemudian dilambangkan dengan bahasa lisan atau tertulis (verbal) maupun
melalui isyarat-isyarat tertentu (non-verbal). Proses selanjutnya, dengan melalui
transmisi berupa media atau channel, maka pesan tiba pada komunikan. Setelah
menerima pesan, komunikan kemudian memberikan makna pada pesan tersebut
(decoding) dan akhirnya memahami isi pesan yang disampaikan komunikator.
Decoding, istilah teknis untuk proses berpikir penerima, melibatkan interpretasi.
Pada proses pemberian makna inilah penyandang autisme mangalami kesulitan.
Komunikasi yang efektif terjadi tidak hanya saat seseorang telah
melekatkan arti tertentu terhadap perilaku orang lain, tetapi juga terhadap
96
Wawancara dengan Informan Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB
di Ruang I SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
persepsinya yang sesuai dengan pemberi pesan. Menurut David K. Berlo, sukses
tidaknya suatu komunikasi sangat bergantung pada bagaimana komunikator dan
komunikan memberi makna tertentu pada isi pesan bukan pada suksesnya
pengiriman dan penerimaan pesan itu sendiri.97 Pemaknaan tersebut sangat
tergantung dengan pengetahuan, minat, pengalaman, lingkungan, budaya, dan
nilai peserta komunikasi.
Kesulitan penyandang autisme untuk memaknai dan memahami sesuatu
disebabkan oleh masalah kognisi yang berbeda. Theo Peeters menjelaskan
bahwa dalam perkembangannya, manusia belajar tentang bahasa dan mulai
belajar bicara. Kemudian anak
anak belajar menambahkan makna pada
persepsi terhadap suara. Hal ini berbeda dengan penyandang autisme. Mereka
mendengar, melihat, dan merasa tetapi otak mereka memproses informasi ini
dengan cara berbeda.98 Jika seorang penyandang autisme memiliki masalah
makna dalam kehidupan sehari
harinya, maka dia terasing dalam dunia dimana
makna secara umum ditemukan melalui komunikasi dan perilaku sosial. Viki
Satkiewicz Gayhardt, seorang penyandang autisme dari Amerika Serikat,
menggambarkan kesulitan dalam berkomunikasi ini sebagai berikut :
kau katakan karena terlalu banyak gangguan disekitarku. Aku harus
berkonsentrasi keras untuk mengerti satu hal. Engkau mungkin merasa
97
Alo Liliweri, Perspektif Teoritis Komunikasi Antar Pribadi:Suatu Pendekatan Ke Arah Psikologi
Sosial Komunikasi (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1994) hlm. 52
98
Theo Peeters. Op.Cit. hlm. 23
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
aku cuek, tapi sebenarnya tidaklah demikian. Aku mendengar semuanya
99
Paradigma tersebut penting kalau dihubungkan dengan pendekatan
interaksi simbolis yang dalam berinteraksi, simbol
simbol yang mewakili isi
pesan manusia. Isi pesan itu bersumber dari kegiatan mind seseorang lalu melihat
dirinya dalam persepsi orang lain. Karena perbedaan mind yang dimiliki oleh
setiap orang maka setiap orang juga berkemungkinan menambahkan makna pada
persepsi secara berbeda. Akibatnya bisa terjadi peristiwa misscommunication
terhadap pesan yang dikirim.100 Tidak sesuainya umpan balik yang diberikan
karena adanya perbedaan makna antara komunikator dan komunikan dapat
terlihat pada saat peneliti mengomentari baju seorang guru dengan salah satu
murid yang kebetulan berwarna sama. Ketika peneliti bilang bahwa mereka
kompak, tiba tiba murid yang lain bernama DT datang dan menjelaskan bahwa
ia sudah potong rambut. Setelah ditelusuri ternyata kompak adalah nama salon
langganannya, dan salon sendiri diidentikkan dengan kegiatan potong rambut. Di
sini terlihat bahwa pengalaman DT dengan kata kompak berpengaruh pada
bagaimana dia memaknai kata tersebut sehingga terjadi misscommunication
karena makna kata kompak menurut komunikator adalah memakai baju dengan
warna yang sama. Kesulitan dalam decoding mungkin juga merupakan alasan
mengapa penyandang autisme menggunakan bahasa yang repetitif (diulang) atau
99
Pernyataan Viki Satkiewicz Gayhardt seperti dikutip oleh Leny Marijani dalam Bunga Rampai,
Seputar Autisme dan Permasalahannya (Jakarta : Puterakembara Foundation, 2003) hlm. 3
100
Alo Liliweri. Loc. Cit.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
stereotip (meniru) sebagai umpan balik. VR misalnya, ketika ditanya nama
serangga yang ada di kartu bergambar, bukannya menjawab dia justru
mengulangi pertanyaan yang diucapkan guru.
Lebih lanjut, masalah pemaknaan ini tentu berpengaruh pada kemampuan
komunikasi seseorang. Gangguan komunikasi yang dialami oleh penyandang
autisme berarti juga bahwa mereka kesulitan menyampaikan pikiran atau
perasaan kepada orang lain. Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini,
dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan,
kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kagairahan, dan
sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Penyandang autisme bukannya sama
sekali tidak bisa berkomunikasi, mereka tetap berkomunikasi, hanya saja bahasa
yang mereka gunakan untuk mengungkapkan sesuatu berbeda dan terkadang
aneh.
ulang.
Hal ini seperti yang diceritakan informan CH, ayah dari LS.
kadang LS juga berbicara sesuatu pada saya, dan kadang
sesuatu itu diulang ulang terus. Beli DVD lah, beli film, dan akhirnya
kita mengerti, kalau dia udah mulai mengulang ulang sesuatu, ini mau
ngamuk nih, jadi ada sesuatu yang enggak dia senang. Tapi kalau dia
101
ketawa
Cara berkomunikasi yang aneh juga terlihat dari komunikasi nonverbal
penyandang autisme ketika menyampaikan ketidaknyamanannya pada sesuatu.
101
Wawancara dengan informan CH dilakukan pada 7 Mei 2011 pukul 13.00 WIB di Kantor Guru
SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
Berdasarkan pengakuan dari penyandang autisme berkemampuan tinggi (High
Functioning Autism), perilaku stereotip merupakan cara mereka berkomunikasi
dengan lingkungan sekitarnya bahwa mereka merasa terganggu dengan
sesuatu.Viki Satkiewicz Gayhardt menjelaskannya seperti berikut :
, bergumam,
menaruh jari-jariku kemuka, mengibas-ibaskan tangan, atau
menggerakkan benda yang berbeda - beda. Aku bukanlah mencoba untuk
mengganggu atau bersikap aneh tapi aku melakukannya agar otak ku
102
dapat beradaptasi dengan duniaPada spektrum autisme yang lebih ringan, penyandang asperger biasanya
tidak bermasalah dengan bahasa verbal. Ada kecenderungan mereka justru aktif
berbicara. Meskipun demikian, pembicaraan mereka seringkali tidak komunikatif
dan terpaku pada topik pembicaraan yang monoton. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan oleh Bapak Fred :
berbicara pintar tapi komunikasi tidak, dalam arti mereka hanya senang
mengekspresikan apa yang ada di pikiran mereka, tapi reaksi orang lain
mereka tidak/sedikit mengerti. Kalau sedikit mengerti, reaksinya juga
103
Masalah pemaknaan dan gangguan komunikasi berpengaruh pada
gangguan autisme lainnya, yaitu interaksi sosial. Autisme adalah suatu kelainan
perkembangan otak yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam
102
Pernyataan Viki Satkiewicz Gayhardt seperti dikutip oleh Leny Marijani dalam Bunga Rampai,
Seputar Autisme dan Permasalahannya (Jakarta : Puterakembara Foundation, 2003) hlm. 5
103
Wawancara dengan Pak Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB di Ruang
I SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
memahami lingkungan di sekitarnya. Ada keterbatasan di dalam otak yang tidak
terlihat yang kemudian melemahkan kemampuan penyandang autisme untuk
beradaptasi dengan keadaan di sekitarnya.
Gangguan dalam interaksi sosial tampak pada kecilnya motivasi
penyandang autisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya, mereka
cenderung asyik dengan aktivitasnya sendiri, seperti menggambar, menonton
video dari HP, atau berperilaku stereotip.
Sikap isolasi sosial ini terjadi karena penyandang autisme mengalami
kesulitan untuk melakukan kontak dengan orang lain secara efektif. Jenis
kognitif yang kaku menyebabkan mereka yang mengalami gangguan
perkembangan ini mengalami kesulitan untuk memahami berbagai aturan sosial
yang bersifat abstrak. Mereka selalu merasa bingung dengan situasi sosial yang
selalu berubah. Theresa Joliffe yang juga seorang penyandang autisme
mengasosiasikan keadaan ini seperti berikut :
dengan makhluk makhluk asing mungkin akan merasa takut serta tidak
akan tahu bagaimana harus menyesuaikan diri dan tentu saja akan
mengalami kesulitan dalam memahami apa yang sedang dipikirkan,
dirasakan, dan dikehendaki oleh makhluk
makhluk asing itu, serta
bagaimana bereaksi terhadap semua itu. Begitulah halnya dengan
autisme....kehidupan sosial sulit karena hal itu tampaknya tidak memiliki
pola tertentu. Ketika saya menyangka bahwa saya baru mulai memahami
suatu pemikiran, tiba tiba tampak tidak mengikuti/memiliki pola yang
sama ketika situasinya agak berubah. Banyak sekali hal yang harus
dipelajari. Penyandang autisme sangat marah karena rasa frustasi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
diakibatkan oleh parahnya ketidakmampuan untuk memahami dunia
104
Masih berhubungan dengan hal abstrak lainnya, penyandang autisme juga
bermasalah dengan pemahaman emosi dan kesulitan dalam membaca ekspresi
wajah. Hal ini menjadi penjelasan mengapa mereka tidak menggunakan gestur
untuk mengkomunikasikan emosi mereka. Mereka memiliki perasaan tetapi tidak
tahu bagaimana cara mengekspresikannya, sama seperti mereka kesulitan untuk
memahami hal yang sama pada diri orang lain. Contohnya LS, remaja berumur
18 tahun ini selalu tertawa saat guru memarahinya. Keterbatasan dalam
memahami emosi manusia ini kemudian berpengaruh pada kemampuan mereka
dalam berhubungan emosional secara timbal balik dengan orang lain. Hal ini
terlihat jelas saat melayat ke rumah salah satu guru yang meninggal, VR justru
asyik makan permen, sementara LS tertawa
tawa sambil sesekali memanggil
VR.
Kemampuan terbatas dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya
serta kesulitan untuk menjalin hubungan dengan orang lain seringkali menjadi
alasan munculnya masalah perilaku pada penyandang autisme. Lebih jauh,
penyandang autisme juga biasanya bermasalah dengan perilaku seksual ketika
mereka menginjak usia remaja. Oleh karena itu, penting bagi orangtua dan guru
104
Pernyataan Therese Joliffe, dkk sebagaimana dikutip oleh Theo Peeters dalam Autisme : Hubungan
Pengetahuan Teoritis dan Intervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autis, penerjemah Oscar H.
Simbolon dan Yayasan Suryakanti (Jakarta : PT. Dian Rakyat, 2004) hlm. 103-104
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
untuk memberikan pengetahuan seputar pubertas dan pemahaman mengenai
etika sosial pada remaja autisme.
2.
Remaja dan Masalah Seksualitas
2.1. Perubahan Pada Masa Remaja
Masa remaja sering diidentikkan sebagai masa yang membingungkan dan
masa penuh gejolak. Bagi sebagian anak, masa transisi ini bukanlah fase yang
mudah. Adaptasi terhadap segala bentuk perubahan, baik fisik maupun
hormonal, tak pelak mempengaruhi kondisi psikologis mereka. Kondisi ini
menjadi semakin sulit manakala si remaja adalah seorang penyandang autisme
yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan
berperilaku.
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang
berarti tumbuh menjadi dewasa. Saat ini istilah adolescence mempunyai arti
yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pada
periode ini terjadi perubahan
kematangan fungsi
perubahan besar dan esensial mengenai
fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual.105
Berdasarkan keterangan orang tua, rata
rata ciri
ciri pubertas mulai
tampak pada saat anak berusia 11 tahun hingga 12 tahun. Memasuki usia
105
Kartini Kartono. Psikologi Anak : Psikologi Perkembangan (Bandung : Mandar Maju, 1990)
hlm. 148
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
85
tersebut, biasanya muncul perilaku
perilaku seksual, seperti memegang organ
seksual, mulai menunjukkan ketertarikan dengan lawan jenis, terjadinya mimpi
basah pada pria, serta keluarnya darah menstruasi pada penyandang autisme
perempuan. Berikut penuturan salah satu orang tua :
ai kelas 6 SD. Waktu itu dia suka sama salah satu temannya, anak
sini juga, karena si cewek ini care sama DT, suka belain DT. Terus
pindah kan anaknya. Dulu suka ditongkrongin di rumahnya situ ya Pa.
106
Terus seperti mimpi basah dan segala macem ya setelah di
Ciri pubertas lainnya juga dijelaskan oleh TJ, ayah dari VR, seperti berikut :
belum. Kalau bentuknya seperti masturbasi, maaf ya saya laki laki jadi
tahu kebiasaan anak laki laki seperti apa, belum sampai sejauh itu.
Batasnya ya paling dikeluarin, dipegang pegang, tapi kalau keliatan
107
Perubahan fisik ditandai dengan pertumbuhan yang pesat dan perubahan
yang mencolok pada proporsi tubuh, perkembangan ciri - ciri seks primer, dan
perkembangan ciri ciri seks sekunder.
Pertumbuhan dan perkembangan ciri
terjadinya mimpi basah pada laki
ciri seks primer ditandai dengan
laki dan keluarnya darah menstruasi pada
perempuan. Informan DS dan PR menceritakan pengalamannya pada saat sang
anak mengalami mimpi basah yang pertama sebagai berikut :
106
Wawancara dengan informan DS dan PR dilakukan pada 16 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di rumah
informan.
107
Wawancara dengan informan TJ dilakukan pada 28 Mei 2011 pukul 12.22 WIB di kantor informan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
nek ono opo sithik, teles
sithik gitu kan ribut. Kapan ya itu? Kira kira dua yang lalu lah. Tiba
tiba pagi itu dia bangun. Saya tanya, kenapa DT? dia jawab, ngompol.
Nek ngompol kan ya, masa anak seusia gitu ngompol. Terus dikasih tahu,
108
Perubahan fisik yang terjadi pada tubuh remaja kemudian berpengaruh
pada perkembangan psikologis mereka. Dalam aspek psikologis, biasanya ketika
penyandang autisme memasuki usia remaja, dimana perkembangan intelegensi
juga turut berperan, mereka mulai membentuk konsep mengenai diri mereka
sendiri. Menurut G.W. Allport ciri
ciri psikologis ini biasanya dimulai sejak
fisik tumbuh tanda tanda seksual sekunder.109
Pada tahap perkembangan ini, muncul ciri
ciri psikologis berupa
pemekaran diri sendiri yang ditandai dengan kemampuan remaja untuk
menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri. Contohnya,
mereka mulai mempunyai figur yang diidolakan. LS sangat suka dengan
penyanyi barat dan korea, seperti Katy Perry, Miley Cirus, The Girls Generation,
Super Junior, dan sebagainya.
Ciri
ciri lainnya adalah kemampuan untuk melihat diri sendiri secara
objektif. Ciri yang kedua ini biasanya terjadi pada penyandang asperger atau
penyandang autisme berkemampuan tinggi. Mereka mulai menyadari bahwa
108
Wawancara dengan informan DS dan PR dilakukan pada 16 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di rumah
informan.
109
Sarlito W. Sarwono. Op.Cit. hlm. 72
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
mereka berbeda dengan teman
temannya yang lain. Kesadaran mengenai siapa
dirinya semakin besar karena pada umumnya lingkungan bersikap negatif
terhadap
keterbatasan
penyandang
autisme.
Penolakan
ini
biasanya
mengakibatkan remaja autisme depresi dan merasa rendah diri. Hal ini seperti
yang dialami oleh DT. DT pernah berkata bahwa dia tidak mau menjadi
penyandang autisme lagi dan ingin memakan semua makanan yang didietkan.
Rasa depresi juga mungkin timbul karena mereka mencoba menyembunyikan
keterbatasannya tapi tidak tahu bagaimana caranya. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Fred :
mulai menyadari bahwa mereka berbeda dibandingkan dengan teman
temannya. Makin lama memang kesadaran lebih kuat bahwa saya beda.
Tetapi walaupun mereka menyadari bahwa dirinya berbeda mereka tetap
mengalami kesulitan untuk mengungkapkan dan mencari solusinya,
bagaimana untuk dapat berinteraksi dengan orang, bagaimana caranya
saya bermain dengan teman, kapan saya ucapkan yang benar sama teman
teman, sebab banyak anak autis memberikan reaksi yang sangat aneh.
Jadi sama sekali tidak sama dengan pikiran teman teman. Jadi untuk
memperbaiki perilaku, untuk memperbaiki kontak sosial tetap ada
masalah. Mereka menyadari mereka berbeda tetapi tidak tahu cara
110
Aspek psikologis lainnya yang juga mencolok pada masa remaja adalah
mulai munculnya minat pada diri sendiri. Dalam bukunya yang berjudul
Psikologi Perkembangan, Hurlock menerangkan bahwa minat pada diri sendiri
muncul karena remaja mulai menyadari bahwa dukungan sosial sangat
110
Wawancara dengan Informan Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB
di Ruang I SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
88
dipengaruhi oleh penampilan diri. Pada remaja autisme, minat pada penampilan
diri ini bisa digambarkan dengan ketertarikan LS pada make up dan aksesoris,
seperti jam tangan dan gelang. Orang tua DT juga bercerita bahwa pada saat DT
memasuki usia pubertas, dia mulai menunjukkan minat pada pakaian.
111
2.2. Perilaku Seksual Remaja Autisme
Perubahan fisik yang terjadi pada seseorang yang menginjak usia remaja
merupakan titik awal munculnya perilaku seksual. Perubahan
perubahan
hormonal berpengaruh langsung pada keadaan perasaan individu dan
meningkatnya
hasrat
seksual
remaja.
Peningkatan
hasrat
seksual
ini
membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.
Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun
dengan sesama jenis. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam
khayalan, atau diri sendiri.112
Penyandang autisme bukannya makhluk aseksual yang tidak mungkin
menunjukkan perilaku seksual. Bentuk perilaku seksual yang paling terlihat
111
Wawancara dengan informan DS dan PR dilakukan pada 16 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di rumah
informan.
112
Sarlito W. Sarwono. Op.Cit. hlm. 140
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
89
adalah munculnya ketertarikan pada lawan jenis. Ketertarikan tersebut
diekspresikan dengan cara
cara yang berbeda. Berikut ini merupakan ekspresi
VR yang menunjukkan ketertarikannya dengan lawan jenis :
perempuan, dia bilang bagus, waktu saya tanya, bagus bajunya atau
bagus itunya? dia hanya tertawa. Ngerti sebetulnya, saya tau dia ngerti,
tapi ya itu masih belum terlalu seperti itu. Paling seneng ya itu tadi,
fotoin artis. Lha foto itu satu HP isinya bisa foto cewek semua. Dan itu
dia umpetin sekali. Dulu juga gambar gambar cewek dipotongin sama
dia, disimpen, dimasukkin ke plastik, diumpetin sama dia. Ntar kalo dia
pengen liat lagi, dia buka. Tapi sekarang sudah tidak lagi. Karena anak
anak seperti itu kan memang kesenangannya ganti ganti terus. Kalau
113
Ekspresi lainnya juga ditunjukkan oleh DT. Ketika DT tertarik dengan
seorang wanita, ekspresinya memang lebih jelas terlihat karena DT tidak
mengalami gangguan bicara. Misalnya saat DT tertarik dengan salah satu
mahasiswa magang, dia sering mengirim sms, menelepon, atau sekedar
menanyakan kabar wanita tersebut kepada guru.
Di luar sampel yang dipilih, ekspresi ketertarikan yang kurang wajar juga
tampak pada perilaku salah satu siswa. PQ selalu tertarik dengan wanita yang
memakai baju hitam. Ekspresi ketertarikannya biasanya ditunjukkan dengan
meletakkan kedua tangannya ke dada sambil senyum-senyum kemudian
mendekati wanita tersebut.
113
Wawancara dengan informan TJ dilakukan pada 28 Mei 2011 pukul 12.22 WIB di kantor informan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
90
Pada saat penyandang autisme beranjak remaja, aktivitas seksual yang
berorientasi pada orang lain juga muncul, tapi biasanya terbatas pada menyentuh,
berpegangan tangan, dan berciuman.114 Aktivitas seksual ini terlihat pada saat
pelajaran musik, VR pernah mencium bibir salah satu murid. Pada kesempatan
yang lain, LS mengelus - elus lengan PQ pada saat pelajaran pramuka. Contoh
lainnya seperti yang diceritakan oleh salah satu guru :
belai rambutnya,
kemudian pundak, dipegang. Apakah ini sedang mencari perhatian atau
115
dengan u
Selain orientasi seksual pada orang, penyandang autisme juga cenderung
mengekspresikan kebutuhan seksualnya dengan memegang organ seksual.
Perilaku seksual lainnya yang melibatkan organ seksual, diceritakan oleh Ibu
Arum sebagai berikut :
atau mungkin karena melihat cewek cewek yang berbaju renang. Kalau
VR seperti itu. Kadang kalau dia mendengarkan lagu yang dia sukai, dia
juga menggesek gesekkan organ seksualnya di lantai. Terus perilaku
ingin mencium, memeluk. Dulu pertama kali aku di sini, dia ingin
memeluk terus mencium. Kalau sama cewek yang baru dikenal biasanya
dia memang berani, tapi kalau sudah tahu itu gurunya dan ditegasi dia
116
e
114
-Functioning Male Adoslescent and Young
260
115
Wawancara dengan Informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB
di Ruang II SLA Fredofios
116
Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 20 Juni 2011 pukul
11.33 WIB di SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
Pada kasus lain, beberapa siswa yang dulu pernah sekolah di SLA
Fredofios juga menunjukkan perilaku seksual yang berbeda - beda. Hal ini
sebagaimana diceritakan oleh Bapak Agung :
onani
lah kalo laki laki. Kemudian cium cium, pegang pegang alat alat
genital. Kalau dalam agama Islam kan pegang aurat. Gejala
gejala
seksual itu mengarah pada organ organ seksualnya. Yang pernah saya
lihat itu KN. KN itu pernah onani. Dia mencari waktu luang biasanya
karena kalau pas pelajaran tidak bisa. Jadi ceritanya dia selalu tidur,
misalnya di ruang 4. Dulu kan ada matras, kemudian tidur-tiduran terus
bermain main, seperti itu. Nanti semua orang yang ada di sini enggak
boleh masuk. Kalau pas dia kebelet biasanya kita di suruh keluar, jadi
117
Kaitanya dengan seksualitas dan keinginan untuk menjalin hubungan
dengan
orang
lain,
penyandang
Asperger
atau
penyandang
autisme
berkemampuan tinggi biasanya lebih berpotensi mengalami frustasi karena
keinginannya untuk menjalin hubungan dengan orang lain tidak didukung
dengan kemampuan sosial untuk mengembangkan hubungan yang tepat.118 Pada
kasus DT, ketertarikannya dengan seorang mahasiswa magang bahkan sudah
sampai pada tahap keinginan untuk menikah. Berikut merupakan percakapan
antara DT dengan observer :
DT
Obs
:
:
Apakah Mbak Ari pernah ketemu X?
Enggak. DT kangen ya?
117
Wawancara dengan Informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB
di Ruang II SLA Fredofios
118
ressing the Sexuality and Sex Education of Individuals
Journal Education and Treatment of Children, No. 3 Vol. 31
(2008) hlm. 385
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
92
DT
Obs
DT
Obs
DT
:
:
:
:
:
Iya, kangen
X cantik ya DT?
Iya, tapi sebentar lagi mau nikah
Siapa yang mau nikah?
DT sama X 119
Sebagai seorang penyandang Asperger, tingkat pemahaman DT memang
cukup bagus. Memasuki masa pubertas, rasa ingin tahu DT tentang pernikahan
dan hal
hal yang mengarah pada hubungan seksual semakin besar. Baik di
sekolah maupun di rumah, DT sering menanyakan hal
arah hubungan suami
hal yang menjurus ke
istri, seperti kegunaan obat kuat, pengertian ejakulasi
dini, dan pertanyaan apakah telanjang diperbolehkan. Menurut penuturan dari
orangtuanya, saat DT berusia 17 tahun, dia meminta supaya diperbolehkan
menonton film dewasa. Hal ini terjadi karena sebelumnya orang tua selalu
melarang DT menonton film dewasa karena film tersebut diperuntukkan untuk
orang yang sudah berusia 17 tahun. Gambaran seperti ini juga terlihat pada saat
mengikuti pelajaran Agama :
DT
MK
DT
:
:
:
Obs
DT
Obs
DT
:
:
:
:
(Berbicara sendiri) Aurat itu artinya boleh dilihat
Enggak DT, enggak boleh
(Berbicara sendiri kemudian bertanya pada observer)
Apa Mbak Ari? Aurat itu kok enggak boleh dilihat ya?
Iya enggak boleh. Kalau yang boleh dilihat apa aja DT?
Baju
Kalau yang enggak boleh dilihat apa ya kira kira?
(Suara pelan)
119
Percakapan antara Observer dan DT dilakukan pada
berenang.
commit to user
tanggal 16 Juni 2011 seusai pelajaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
Obs
DT
Obs
DT
Obs
DT
DN
DT
DN
DT
Obs
DT
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Berarti kalau LS buka buka baju gitu harusnya enggak boleh ya?
Iya
DT suka buka buka perut enggak di depan umum?
Enggak.
Malu ya DT?
DT
:
Obs
DT
Obs
DT
:
:
:
:
Mbak Ari..Mbak Ari..kalau malam, kok enggak pakai baju ya, pakai
selimut kalau tidur malam. Kenapa ya?
karena aurat kan enggak boleh dilihat.
Soalnya panas ya?
Kalau di film, anak anak SMA suka pakai rok yang mini mini.
Bukan, kalau film dewasa sih enggak boleh ditiru ya?
Aku kan enggak apa apa nonton film dewasa, aku kan sudah dewasa.
Ada yang serem, macem macem.
Kalau mbaknya yang buka aurat, DT pernah nonton emangnya?
Iya, sedikit. Mbaknya kan tidur, Mbaknya pelukan, terus laki-lakinya
buka baju perempuan.
120
Selain faktor perkembangan fisik, munculnya perilaku seksual pada
remaja autisme juga dipengaruhi oleh paparan media, seperti televisi, majalah,
koran, dan internet. VR misalnya, senang memandangi gambar wanita cantik
yang ada di cover majalah. Berdasarkan informasi dari orang tua, baru
baru ini
ia juga mulai membuka web web yang berisi wanita seksi di internet.
Memasuki usia remaja, pubertas dan seksualitas memang menjadi topik
yang sering dibicarakan. Apalagi, kebanyakan kasus menunjukkan bahwa
120
Percakapan berlangsung pada saat pembahasan materi aurat pada pelajaran Agama yang
dilaksanakan pada tanggal 26 April 2011 pukul 10.53 WIB di Ruang I SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
penyandang autisme mengembangkan perilaku yang tidak seharusnya karena
ketidakmampuan
mereka
memahami
norma
dan
aturan
sosial
serta
ketidakmampuan mereka berkomunikasi dengan efektif dan membentuk
hubungan timbal balik. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibu Arum :
erkadang meletup
letup,
dorongan seks juga ada. Kalau kita kan bisa menahan ya, sembunyi
sembunyi, tapi anak anak ini kan enggak bisa, mereka lebih vulgar.
Contohnya VR, suka pegang pegang alat kelamin. Saraf sarafnya kan
memang sedang terangsang jadi terasa ya, dia sendiri mungkin tidak
mengerti sebenarnya kenapa, tapi mungkin pada waktu dipegang merasa
enak, gitu kan? Sedangkan dia tidak tahu kalau perbuatan tersebut tidak
121
Konsep malu, nilai
nilai, dan norma sosial merupakan hal yang terlalu
abstrak bagi mereka sehingga sulit untuk dimengerti. Oleh karena itu, orangtua
dan guru, perlu memberikan mereka pemahaman ini melalui pendidikan seksual.
Pendidikan seksual tidak harus terbatas pada hal
hal yang berkaitan dengan
hubungan seksual saja tetapi mencakup pengenalan organ seksual, tentang
kebersihan diri, kesopanan, mana yang boleh dilakukan di tempat umum mana
yang tidak, dan lain sebagainya.
B. Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme
Menurut Karlfried Knapp sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri,
komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem simbol
121
Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 20 Juni 2011 pukul 11.33
WIB di SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata) dan nonverbal. Sistem ini
dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain
(tulisan, oral, dan visual).122
Penjelasan yang hampir sama diungkapkan oleh Berelson dan Steiner
(1949). Seperti yang dikutip oleh B. Aubrey Fisher, mereka memberikan definisi
komunikasi sebagai penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan
seterusnya, melalui penggunaan simbol kata, gambar, angka, grafik, dan lain
lain.123
Sedangkan pendidikan seksual menurut Surtiretna merupakan upaya
memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis
dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Dengan kata lain, pendidikan seksual pada dasarnya merupakan upaya untuk
memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dan menanamkan
moral etika, serta komitmen agama supaya tidak terjadi penyalahgunaan organ
reproduksi tersebut.124
Ditinjau dari aspek komunikasi, pendidikan seksual sebagaimana
pendidikan lain pada umumnya mengandung pengalihan nilai
nilai dari
pendidik ke subjek didik. Informasi tentang seks tidak diberikan secara
122
Alo Liliweri, Dasar Dasar Komunikasi Kesehatan (Yogyakart :Pustaka Pelajar, 2007) hlm. 4
B. Aubrey Fisher, Teori Teori Komunikasi, penterjemah Soejono Trimo (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 1986) hlm. 10
124
Pengertian Pendidikan Seks
http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/12/pengertian-pendidikan-seks.html. 17/01/2011/07.08
123
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
96
gamblang melainkan diberikan secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan
norma norma yang berlaku dalam masyarakat.125
Komunikasi dalam sistem instruksional kedudukannya dikembalikan
kepada fungsinya yang asal, yaitu sebagai alat untuk mengubah perilaku sasaran
edukatif. Ini berarti tindakan komunikasi merupakan suatu aktivitas yang
direncanakan. Bahasa, situasi belajar, pemilihan materi ajar, waktu penyampaian,
serta media komunikasi yang akan dipakai memang dipersiapkan secara khusus
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kaitannya dengan penelitian ini, komunikasi interpersonal antara guru
dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual meliputi sifat komunikasi,
sikap guru selaku komunikator terhadap masalah seksualitas penyandang
autisme remaja, waktu terjadinya komunikasi, informasi apa saja yang biasanya
diberikan oleh guru kepada remaja autisme, media apa yang digunakan sebagai
pendukung komunikasi pendidikan seksual serta apa saja yang menjadi
hambatan selama proses komunikasi berlangsung.
1.
Sifat Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme
Komunikasi pendidikan seksual untuk remaja autisme berpotensi
membentuk komunikasi linear atau pun komunikasi dua arah. Sifat komunikasi
ini sangat ditentukan oleh spektrum autisme.
125
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004) hlm. 188
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
Pada penyandang autisme infantil, komunikasi pendidikan seksual
berlangsung satu arah (linear). Ini berarti tidak terjadi komunikasi timbal balik
antara komunikator dan komunikan karena adanya keterbatasan kemampuan
berkomunikasi pada diri komunikan. Penyandang autisme bukannya tidak
memberikan umpan balik sama sekali, tetapi umpan balik tersebut biasanya
berupa umpan balik nonverbal sehingga kecil kemungkinan terjadinya
pertukaran peran antara peserta komunikasi. Ada dominasi guru selama proses
komunikasi berlangsung. Artinya guru berperan sebagai komunikator tunggal
ketika menyampaikan suatu pesan, dan komunikan berperan hanya sebagai
penerima pesan.
Hal ini berbeda dengan komunikasi interpersonal antara guru dengan
penyandang sindrom asperger. Komunikasi cenderung timbal balik karena pada
umumnya penyandang autisme spektrum ini memiliki kemampuan komunikasi
yang lebih baik dan lebih aktif berbicara. Komunikasi semacam ini sesuai
dengan gambaran model sirkular yang dibuat oleh Osgood dan Schramm,
dimana komunikasi digambarkan sebagai suatu proses yang lebih dinamis. Pada
tahap awal guru berfungsi sebagai encoder dan siswa autisme sebagai decoder.
Pada tahap berikutnya siswa autisme berperan sebagai encoder dan guru sebagai
decoder, dengan kata lain sumber pertama, yaitu guru, akan menjadi penerima
kedua dan penerima pertama, yaitu siswa autisme, akan berfungsi sebagai
sumber kedua, dan seterusnya. Komunikasi dua arah menekankan pada proses
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
komunikasi yang interaktif (saling mempengaruhi) dan saling membagi yang
mengarah pada saling pengertian (mutual understanding).126
2.
Guru Sebagai Sumber Informasi
TEACCH merupakan suatu program pendidikan yang mementingkan
kebutuhan penyandang autisme sebagai seorang individu. Oleh karena itu ketika
membicarakan program pendidikan untuk remaja autisme, pendidikan seksual
seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
Selama melaksanakan penelitian di SLA Fredofios, peneliti melihat
bahwa komunikasi pendidikan seksual di sekolah berlangsung cukup terbuka.
Sikap terbuka dari pihak guru selaku sumber informasi dipengaruhi oleh
kesadaran akan pentingnya pendidikan seksual untuk remaja autisme. Selain itu,
perilaku seksual merupakan bagian dari fase perkembangan anak yang tidak
mungkin dapat dicegah kemunculannya. Oleh karena itu cara terbaik untuk
menyikapi masalah seksualitas ini adalah dengan memberikan informasi
secukupnya kepada remaja autisme dan mengarahkan perilaku mereka agar tidak
mengarah ke perilaku yang negatif.
dalam pelajaran biologi misalnya. Diberikan materi tentang organ
organ tubuhnya agar anak anak ini mengenali tubuhnya sendiri. Terus
kalau misalnya anak anak sudah mulai tanya macam macam, berarti
kan kita tidak hanya memberikan materi dalam bentuk akademik tetapi
juga sambil jalan, perlu kita beritahukan step by step. Pada saat anak
126
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1998) hlm. 47
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
ngomong begini, oh ini berarti perlu diarahkan ke sini. Pada saat dia
127
Meskipun demikian, salah seorang guru mengaku bahwa dirinya sempat
ragu ketika harus menyampaikan materi pendidikan seksual. Sama halnya
dengan alasan orangtua, keraguan ini muncul karena ada ketakutan jika
informasi tersebut justru disalahgunakan oleh remaja autisme. Mengenai hal ini,
guru kemudian memberikan batasan pada materi yang diberikan. Hal
hal yang
menjurus ke arah hubungan seksual tidak diberikan kecuali remaja yang
bersangkutan memang sudah siap menerima informasi tersebut. Selain itu,
sebelum materi pendidikan seksual disampaikan, guru juga memberlakukan
beberapa aturan. Mengenai aturan ini, Ibu Arum menjelaskannya sebagai
berikut:
dan pada saat itu pun kita perlu tanamkan etika, misalkan pada saat kita
membahas masalah penis dan vagina pada pelajaran IPA, boleh
menyebutkan kata kata itu pada saat pelajaran, tetapi ketika di luar
pelajaran tidak diperkenankan untuk menyebutkan. Takutnya nanti
disalahgunakan. Kalau memang perlu ngomong, bisa diganti dengan kata
alat kelamin. Jadi tidak diperkenankan untuk obrolan, kalau ingin tahu
tentang itu, tanyakan pada gurumu. 128
Sayangnya sikap terbuka dari orangtua tidak sepenuhnya didukung oleh
kerjasama orangtua dalam mengenalkan pendidikan seksual untuk remaja
autisme. Mereka pada umumnya cenderung membatasi informasi mengenai
127
Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 21 Juni 2011 pukul 11.21
WIB di SLA Fredofios
128
Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 21 Juni 2011 pukul 11.21
WIB di SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
seksualitas dan menyerahkan masalah pendidikan seksualitas ini kepada sekolah.
Orangtua biasanya hanya sebatas memberikan memberikan teguran ketika anak
memunculkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial, sementara
penjelasan mengenai perubahan yang terjadi pada diri remaja autisme tidak
diberikan.
Sikap guru terhadap masalah seksualitas turut mempengaruhi komunikasi
pendidikan seksual. Sikap komunikator ini bisa dianalisis dengan menggunakan
teori Johari Window. Berdasarkan teori tersebut, komunikasi efektif bisa dicapai
jika open area semakin besar. Ini berarti komunikasi berlangsung terbuka
dimana penyingkapan informasi, dalam hal ini informasi mengenai seksualitas,
semakin banyak dan sering diberikan oleh guru kepada siswa autisme.
Sebaliknya, komunikasi tertutup terjadi jika guru sebagai sumber informasi
membatasi informasi yang seharusnya dikemukakan. Semakin banyak informasi
yang tidak disampaikan semakin besar pula hidden area.
3.
Materi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme
Komunikasi pendidikan seksual di sekolah bisa dilakukan baik melalui
komunikasi antarpribadi maupun dalam kelompok kecil. Komunikasi pendidikan
seksual di sekolah diberikan melalui jalur formal dan non formal. Jalur formal
berarti bahwa materi seksualitas diberikan di dalam kelas dan diintegrasikan ke
dalam beberapa mata pelajaran, seperti IPA, agama, dan bina diri. Materi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
seksualitas yang diberikan biasanya disesuaikan dengan usia dan tingkat
perkembangan siswa, meliputi :
Tabel 3.1
Materi Pendidikan Seksual SLA Fredofios
Mata Pelajaran
Materi
Tujuan
IPA
Pengenalan organ tubuh
Remaja autisme
mengetahui bagian
bagian tubuhnya
Mengetahui perbedaan
laki laki dan
perempuan
Perubahan tubuh
Remaja autisme tidak
bingung dengang
perubahan yang terjadi
Sebagai informasi awal
untuk penjelasan materi
seksualitas level
selanjutnya, seperti
menstruasi, mimpi
basah, pembuahan, dll.
Mengetahui bagian
bagian tubuh yang tidak
boleh dilihat oleh orang
lain
Sebagai informasi dasar
untuk memberikan
pemahaman kepada
remaja autisme bahwa
ada beberapa bagian
tubuh yang tidak boleh
sembarangan dipegang
Agama
Pemahaman aurat
(Pendekatan moral)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
oleh orang lain.
Bina diri
Pernikahan
Mengetahui konsep
sederhana pernikahan
Perkawinan
Mengetahui tentang
proses pembuahan pada
manusia (penyampaian
materi hanya sejauh
bertemunya sel telur
dengan sperma)
Remaja autisme bisa
menjaga kebersihan
badan, khususnya
kebersihan organ
seksual (higienitas)
Salah satu cara yang
dipakai guru untuk
menanamkan konsep
malu pada anak dengan
membiasakan memakai
pakaian celana/baju di
dalam kamar mandi,
penanaman nilai siapa
saja yang boleh melihat
dan yang tidak boleh
melihat, siapa yang
boleh memegang dan
yang tidak boleh
memegang
(pribadi vs publik)
Ketrampilan memakai
Toilet training
Ketrampilan
pembalut dan cara
membersihkannya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
Sementara pada jalur non formal, pendidikan seksual diberikan pada
waktu
waktu di luar jam pelajaran, seperti pada saat berenang, outing, atau
bahkan di waktu
waktu tak terduga dimana secara tiba
tiba siswa
memperlihatkan perilaku seksual tertentu.
Pada jalur non formal, biasanya lebih ditekankan pada penanaman nilai
dengan menggunakan pendekatan sosial. Misalnya, para siswa selalu dibiasakan
untuk mengganti atau melepas pakaian di dalam kamar ganti pada saat berenang.
Pada kasus lain, ketika VR memandangi salah satu guru dan tampak ingin
memeluk, guru juga memberikan pengertian bahwa VR adalah murid, dan
wanita tersebut adalah guru VR. Oleh karena itu VR tidak boleh memeluk guru
yang bersangkutan.
4.
Waktu Penyampaian Materi Seksualitas Kepada Remaja Autisme
Kaitannya dengan dimensi waktu, pendidikan seksual biasanya diberikan
ketika guru merasa materi tersebut memang perlu diberikan. Keputusan tersebut
didasarkan pada tanda
tanda pubertas yang ada pada diri remaja, seperti
perubahan fisik dan munculnya perilaku seksual tertentu. Mengenai pemilihan
waktu ini, berikut penuturan Bapak Agung :
dari pengalaman saya mengajar Agama dan IPA, anak biasanya lebih cepat
mengerti pada saat materi itu kita berikan setelah ada kejadian. Kita
mencontohkannya mudah. Tapi kalau diberikan pada waktu anak tidak
menunjukkan perilaku seksual, kita mencontohkannya lebih sulit karena yang
kita contohkan kan dirinya sendiri. Walaupun ada gambar tetapi akan tetap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
sulit, akan lebih mudah mengerti saat mereka sudah mengalaminya
129
Untuk mencapai tujuan komunikasi, komunikasi pendidikan seksual
harus dilakukan secara terus - menerus untuk membiasakan remaja autisme
berperilaku seperti yang diharapkan.
C. Komunikasi Pendidikan Seksual Melalui Strategi Visual
Pikiran bersama perasaan yang akan disampaikan kepada orang lain oleh
Walter Lippman dinamakan picture in our head, dan oleh Walter Hagemann
disebut Bewustseinsinhalte. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana
caranya a
dapat dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan.130 Di sinilah
media bekerja.
Menurut Suranto, media komunikasi adalah semua sarana yang
dipergunakan untuk memproduksi, mereproduksi, mendistribusikan atau
menyebarkan dan menyampaikan informasi.131 Media komunikasi merupakan
salah satu aspek penting yang mempengaruhi keberhasilan suatu komunikasi.
Dengan adanya media komunikasi baik media lisan dan tulisan, arus informasi
pesan yang diberikan dapat diterima oleh panerima pesan dengan mudah.
129
Wawancara dengan informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 17 Juni 2011 pukul 11.30 WIB
di Ruang II SLA Fredofios
130
Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2003) hlm. 11
131
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22694/4/Chapter%20II.pdf/16/07/2011/12.35 wib
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
Ketika membicarakan pemilihan media, maka komunikator harus
mempertimbangkan kondisi komunikan. Berkaitan dengan hal tersebut, Dance
dan Larson melihat karakteristik komunikan dengan menggunakan pendekatan
pengembangan kognitif.132 Dalam tahap antarpribadi yang terjadi adalah adanya
komunikasi antara dua orang yang mengkonsentrasikan dirinya pada keunikan
orang lain. Ia harus mempunyai rasa tahu terhadap orang lain yang menjadi
peserta komunikasi. Kedua pengarang tersebut juga menekankan pada proses
mental yang terlibat dalam perbedaan jenis komunikasi. Mereka yakin bahwa
jika kita berbicara dengan seseorang yang lain maka kita memerlukan
kemampuan untuk mengenal atau memahami kemampuan kognitif dari orang
lain dalam memproses informasinya. Kemampuan ini berbeda dalam setiap tahap
bagi setiap orang dan juga pengaruhnya kepada orang lain.
Problem komunikasi yang menonjol pada penyandang autisme adalah
dalam menggunakan bahasa ekspresif dan reseptif. Kemampuan bahasa ekspresif
mereka tampak tidak efisien, tidak efektif, ada keanehan, dan echolalia. Ia
cenderung kurang pemahaman pada pesan yang didengar dan lebih memahami
informasi melalui penglihatan.133 Ini berarti, penyandang autisme memproses
informasi yang ia terima secara visual (visual thinking). Mereka lebih mudah
memahami segala sesuatu yang sifatnya konkrit (dapat dilihat dan dipegang)
132
Alo Liliweri. Op.Cit hlm. 68
http://putri.sayanginanda.com/fun/hidayat/meningkatkan-atensi-dan
21/17/07/2011/13.35 wib
133
commit to user
-komunikasi-anak-autistik-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
daripada informasi yang sifatnya abstrak. Bagi sebagian besar penyandang
autisme, komunikasi verbal bersifat terlalu abstrak. Oleh karena itu pada
beberapa murid, guru membantu mereka dengan sistem komunikasi visual
dimana hubungan antara lambang dan makna menjadi lebih terlihat. Jika kata
kata hanya bisa berbicara sedikit sekali kepada mereka, penggunaan media
komunikasi visual mungkin dapat berbicara lebih jelas.
Misalkan di Mall, kita kan bingung ya, supermarket di sebelah mana?
Toilet di sebelah mana? Begitu dibantu dengan tanda tanda panah, arah
ke toilet misalnya, kita kan terbantu. Nah kita bayangkan anak autis itu
masuk ke dunia kita seperti dia masuk Mall yang tanpa tulisan apapun,
bingung kan? Sama seperti kita. Kalau kita masuk Mall tanpa petunjuk
aja bingung, apalagi anak autis yang masuk ke dunia kita yang jauh lebih
kejelasan. Salah satu yang dapat membantu adalah strategi visual.
Walaupun ada beberapa anak yang kemampuan auditorinya lebih
dominan, tetapi rata
rata anak autis visualnya yang jauh lebih
134
Strategi visual merupakan alat bantu dan cara belajar yang bersifat
permanen dan konkret bagi bagi orang berkebutuhan khusus. Dihubungkan
dengan komunikasi pendidikan seksual, strategi visual meliputi penggunaan
media gambar, foto, teks tertulis, modeling, dan benda benda lainnya yang bisa
menunjang proses komunikasi.
Secara umum, media komunikasi yang digunakan untuk mendukung
proses komunikasi pendidikan seksual meliputi :
134
Sharing strategi visual dengan informan Abdu Somad dilakukan pada 19 April 2011 pukul 13.26
WIB di Ruang I SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
1.
Bahasa lisan
Bahasa merupakan media yang paling banyak digunakan dalam
perasaan komunikator kepada komunikan. Pun dalam komunikasi pendidikan
seksual untuk remaja autisme. Guru seringkali menggunakan bahasa untuk
menyampaikan informasi seksualitas kepada siswa autisme yang memasuki masa
puber.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika memilih bahasa verbal
sebagai media penyampai informasi. Penyandang autisme mengalami beberapa
hambatan, seperti sulit mengungkapkan diri, tidak dapat menjalin kontak mata,
dan kemampuan memusatkan perhatian (atensi) terhadap informasi yang
diterima yang temponya singkat. Oleh karena itu, beberapa hal yang menjadi
kunci keberhasilan komunikasi dengan penyandang autisme adalah pemilihan
kata
kata yang sederhana, mudah dimengerti, berupa kalimat pendek, dan tidak
banyak menggunakan kata - kata konotatif. Perkataan dalam pengertian konotatif
adalah yang mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian
tertentu (emotional or evaluative meaning).135 Materi seksualitas yang
menyangkut istilah-istilah organ reproduksi biasanya disampaikan dengan
menggunakan nama sebenarnya. Misalnya organ seksual pada pria secara jelas
disebutkan namanya sebagai penis dan pada wanita dinamakan vagina.
135
Onong Uchaja Effendy. Op.Cit. hlm 12
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
Penggunaan
istilah
konotatif,
seperti
penggunaan
kata burung
untuk
menggantikan kata penis, dihindari agar tidak terjadi miscommunication pada
penyandang autisme.
2.
Gambar, foto, teks tertulis
Gambar dan foto biasanya digunakan oleh guru untuk menjelaskan
berbagai konsep abstrak, seperti pernikahan, organ tubuh, pemahaman tentang
nilai sosial, dll.
Di luar sampel yang dipilih, salah satu guru menggunakan media
komunikasi visual untuk menanamkan nilai sosial pada siswa yang dulu pernah
sekolah di SLA Fredofios. Media visual yang digunakan merupakan benda yang
disukai oleh siswa yang bersangkutan. Berikut penuturan dari Ibu Dewi :
enggak tahu pertamanya dia dapat informasi darimana, tetapi waktu
masuk ke sini, sudah terbentuk perilaku seperti itu. Jadi dia sering bicara,
perilakunya langsung mau menyerang, langsung mau pegang. Terus dia
juga suka buka bajunya orang dan pegang pegang tangan terus dicium.
Di dalam kelas juga seperti itu, dalam setiap pelajaran dengan guru
cewek pasti seperti itu. Kebetulan hanya saya guru ceweknya. Gimana
caranya, kalau seperti itu kan kita enggak bisa konsentrasi belajar. Terus
akhirnya saya membuat visualisasi dengan gambar, jadi gambar tangan
gitu saya silang, kemudian saya tulis juga dilarang pegang tetek. Saya
bikin seperti rambu rambu lalu lintas karena dia kan suka rambu
rambu lalu lintas. Rambu rambu tersebut saya gunakan untuk memberi
tahu tidak boleh pegang tetek. Jadi perilaku negatif itu saya coba
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
hilangkan dengan rambu
harus berulang
3.
rambu itu. Awalnya memang sulit ya, tapi
136
Penggabungan media verbal dan visual
Selain dengan media verbal atau media visual, biasanya lambang -
lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya demi efektivitas komunikasi.
Dengan kata lain, penjelasan mengenai seksualitas tidak hanya cukup dijelaskan
secara lisan tetapi harus disertai dengan gambar - gambar atau pendukung visual
lainnya agar penjelasan tersebut menjadi lebih nyata.
Dalam proses instruksional, penggabungan media komunikasi ini
biasanya digunakan pada kegiatan belajar yang ditujukan untuk mencapai
kemampuan-kemampuan praktis, seperti keterampilan memakai pembalut pada
remaja autisme putri dengan menggunakan teknik modeling.
Visualisasi
melalui teknik
modeling akan
lebih
efektif untuk
mengajarkan hal - hal yang bersifat praktis daripada sekedar penjelasanpenjelasan teoritis yang bersifat abstrak.
Penggabungan media verbal dan visual juga digunakan untuk
menjelaskan materi seksualitas yang lebih kompleks, seperti pemahaman organ
seksual dan fungsi reproduksi. Materi ini biasanya diajarkan dengan
136
Wawancara dengan Informan Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB
di Ruang I SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
menggunakan social story disertai dengan gambar untuk mengkonkretkan hal
hal abstrak yang sulit dipahami. Ibu Arum mencontohkannya sebagai berikut :
ya, karena memang sudah ada di kurikulum di situ ada jenis kelamin.
Jenis kelamin itu ada dua, laki laki dan perempuan. Ada kompetensi
yang harus dicapai, misalkan si anak mengetahui jenis kelamin laki laki
dan perempuan. Jadi kita kasih tahu ciri ciri perempuan dan laki laki.
Setidaknya secara fisik dari luar dulu, misalnya perempuan memiliki
payudara dan berambut panjang, itu kan kelihatan dari luar. Terus kalau
laki
laki apa? Nah baru kemudian lebih dalam lagi. Laki
laki
memiliki alat kelamin namanya penis, perempuan namanya vagina. Ya
kita kasih tahu namanya. Kemudian di kasih gambar, tapi gambarnya
bukan gambar nyata, hanya gambar abstrak seperti yang ada di buku
buku. Kalau gambar yang di buku itu kan transparan ya, jadi sudah ada
bagian dalamnya juga. Di dalam tubuh wanita, wanita memiliki indung
telur, ini gunanya untuk menghasilkan sel telur. Nanti kalau sel telurnya
sudah matang, sel telur turun ke rahim. Ini yang namanya rahim. Lha
nanti kalau sudah dibuahi, ada adek bayinya di sini. Pernah lihat kan
orang hamil? Perutnya besar karena di dalamnya ada adek bayinya. Kalau
adek bayinya sudah keluar itu namanya melahirkan. Tetapi kalau tidak
dibuahi, nanti sel telur akan keluar dalam bentuk darah, namanya
menstruasi. Seperti itu. jadi yang cowok juga tahu kalau wanita
mengalami yang namanya menstruasi. Kalau sedang menstruasi, cewek
tidak boleh sholat misalkan, atau berenang. Dan ini enggak apa apa,
karena darah ini darah kotor jadi memang harus dikeluarkan. Kalau
cowok bagaimana? Cowok juga mengeluarkan zat dari tubuhnya. Saat
mimpi basah, cowok mengeluarkan air mani. Kenapa bisa mimpi basah?
Karena itu tadi, sebenarnya prinsipnya sama, kamu memiliki sel sperma
yang harus dikeluarkan kalau sudah matang. Kalau kamu bangun pagi
137
D. Hambatan Komunikasi
1.
Hambatan Pada Sumber
137
Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 21 Juni 2011 pukul 11.21
WIB di SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
Salah satu penghambat komunikasi pendidikan seksual adalah ketakutan
guru jika anak akan menyalahgunakan informasi seksualitas yang diberikan. Ada
anggapan bahwa pendidikan seksual justru akan memancing rasa ingin tahu anak
tentang seksualitas yang lebih jauh lagi. Ketidakpercayaan pada remaja autisme
pada akhirnya mengecilkan tujuan pendidikan seksual yang sebenarnya.
Mengenai hal ini, Bapak Agung berpendapat :
sisi lain menjaga agar anak tidak menyalahgunakan informasi tersebut.
istri
DT. Saya was-was juga, dulu malah enggak berani sama sekali. Saya
jangan sampai memberi tahu dan memberi contoh yang salah. 138
2.
Hambatan Pada Media
Keterbatasan media juga berpengaruh terhadap kelancaran proses
instruksional di sekolah. hal ini sebagaimana disampaikan oleh Bapak Agung :
alat peraga masih kurang. Dulu saya pernah
mengusulkan sex toys. Walaupun nanti menyimpannya harus benar
benar rapat. Itu kan bisa digunakan untuk mengenalkan organ pada anak,
tapi belum bisa terpenuhi sampai sekarang, jadi nanti memakai manequen
139
138
Wawancara dengan informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB
di Ruang II SLA Fredofios
139
Wawancara dengan informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB
di Ruang II SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
3.
Hambatan Pada Komunikan
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, jenis kognisi yang berbeda
menyebabkan penyandang autisme sulit memahami hal
hal yang abstrak.
Dalam proses komunikasi pendidikan seksual, terkadang siswa tidak paham
karena ada beberapa materi yang memang abstrak. Sebagaimana disebutkan oleh
Bapak Agung :
anak enggak dong. Dalam arti sulit memahaminya.
Kalau sebatas alat alat seksualnya mungkin mereka paham karena bisa
ditunjukkan sendiri, tapi kalau organ yang ada di dalam, seperti sperma
keluarnya darimana? Sel telur seperti apa? Itu kan sulit, karena
140
Hambatan pada pihak komunikan biasanya juga berkaitan dengan
masalah kerangka berpikir. Hambatan kerangka berpikir terjadi karena tidak
benarnya proses decoding terhadap pesan. Dengan kata lain ada perbedaan
persepsi antara komunikator dan komunikan terhadap pesan yang digunakan
dalam berkomunikasi. Misalnya pada saat pelajaran Agama. Saat guru bertanya
pada DT apakah dia pernah mengalami mimpi basah, DT menjawab belum
pernah. Kesalahan decoding terjadi karena selama ini komunikan memahami
mimpi basah sebagai mengompol.
140
Wawancara dengan informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB
di Ruang II SLA Fredofios
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
113
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari serangkaian analisa data yang diperoleh di lapangan terkait
komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam mengenalkan pendidikan
seksual di SLA Fredofios Yogyakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Komunikasi Interpersonal Guru dan Remaja Autisme
a. Komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam mengenalkan
pendidikan seksual berpotensi membentuk komunikasi satu arah (linear)
atau pun komunikasi dua arah. Sifat komunikasi ini sangat ditentukan
oleh spektrum autisme.
b. Komunikasi interpersonal antara guru dan murid berlangsung cukup
terbuka. Pendidikan seksual diberikan melalui jalur formal dan informal.
Melalui jalur formal, materi seksualitas diintegrasikan ke dalam beberapa
mata pelajaran seperti IPA, Agama, dan Bina diri. Materinya meliputi
pengenalan organ tubuh, perubahan tubuh selama pubertas, pemahaman
aurat, pernikahan, perkawinan, toilet training, dan ketrampilan memakai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
pembalut dan cara membersihkannya. Sementara melalui jalur informal,
pendidikan diberikan di luar kegiatan pengajaran di dalam kelas. Materi
pendidikan seksual biasanya lebih ditekankan pada batasan pergaulan dan
penanaman nilai dengan menggunakan pendekatan sosial.
c. Kaitannya dengan dimensi waktu, keputusan guru untuk memberikan
pendidikan seksual biasanya didasarkan pada tanda
tanda pubertas yang
ada pada diri remaja, seperti perubahan fisik dan munculnya perilaku
seksual tertentu.
2.
Media Komunikasi
a. Pemilihan
media
komunikasi
didasarkan
pada
kecenderungan
penyandang untuk memproses informasi secara visual (visual thinking).
b. Komunikasi pendidikan seksual untuk remaja autisme dilakukan dengan
menggunakan media verbal berupa bahasa lisan dan media visual berupa
gambar, foto, dan teks tertulis. Penggabungan bahasa lisan dan media
visual juga dilakukan untuk mencapai komunikasi efektif.
3.
Hambatan Komunikasi
a. Hambatan pada sumber berasal dari ketakutan guru jika siswa
menyalahgunakan informasi mengenai seksualitas tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
115
b. Hambatan pada media berasal dari terbatasnya jumlah media yang
digunakan untuk menunjang kegiatan edukasi.
c. Hambatan pada komunikan biasanya berkaitan dengan masalah kerangka
berpikir dan kesulitan untuk memahami informasi yang sifatnya abstrak
dan tidak dapat divisualisasikan.
B. SARAN
Dari kesimpulan di atas, dapat diberikan saran sebagai berikut :
1.
Kepada Sekolah
a. Penambahan jumlah media komunikasi. Selain dengan gambar, pihak
sekolah bisa mempertimbangkan teknologi audio visual atau
manequen sebagai media komunikasi pendidikan seksual pada remaja
autisme.
b. Intensitas penyampaian materi pendidikan seksual. Selain aspek
kemandirian, aspek seksualitas sebagai salah satu karakteristik remaja
tentunya
perlu
mendapat
perhatian.
Pihak
sekolah
bisa
mempertimbangkan penambahan jam pelajaran atau pengaturan
waktu khusus untuk pendidikan seksual di sekolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
116
2.
Kepada Orangtua
a. Orangtua sebaiknya bersikap terbuka mengenai seksualitas remaja
autisme dan percaya bahwa remaja yang bersangkutan dapat
menggunakan informasi tersebut secara bertanggung jawab jika
penyampaian materi seksualitas disertai dengan penanaman etika.
Bila sikap orang tua masih sama maka jelas anak-anak dan remaja
tidak akan pernah mendapat pemahaman yang memadai tentang seks
dan seksualitas, padahal seks dan seksualitas adalah bagian yang
tidak terpisahkan dari perkembangan fisik dan emosi remaja.
b. Orangtua harus menyadari pentingnya pendidikan seksual untuk
remaja autisme, dan mau mencari informasi sebanyak
banyaknya
mengenai seksualitas, khususnya masalah seksual pada remaja
autisme dan penanganannya, sehingga bisa menjalankan fungsinya
sebagai pendidik utama secara maksimal.
c. Bersikap positif. Kenali remaja autisme lebih dalam, hargai keunikan
mereka, serta percaya bahwa mereka juga mampu berpikir dan
mengembangkan diri, maka kita akan membantu mengembangkan
individualitas dan potensi mereka secara optimal.
3.
Kepada almamater
a. Belum banyaknya penelitian yang fokus kepada pola komunikasi
antar pribadi, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan varian dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
117
memperluas pengetahuan serta menjadi salah satu penelitian yang
diharapkan mampu memperkaya studi komunikasi di FISIP UNS.
b. Karena keterbatasan dari peneliti dalam melakukan penelitian
Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme di SLA
Fredofios, maka peneliti merasa penelitian ini jauh dari sempurna.
Studi
deskriptif kualitatif
yang dipakai
sebagai
metodologi
diharapkan peneliti dapat dikembangkan lebih lanjut dan diperdalam
dalam penelitian yang lain.
commit to user
Download