perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KOMUNIKASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK REMAJA AUTISME (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan Murid Dalam Mengenalkan Pendidikan Seksual di SLA Fredofios Yogyakarta) Oleh: Tri Setyo Ariyanti D0206102 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Program Studi Ilmu Komunikasi JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commitii to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commitiiito user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul : KOMUNIKASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK REMAJA AUTISME Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan Murid Dalam Mengenalkan Pendidikan Seksual di SLA Fredofios Yogyakarta Adalah karya asli dan bukan plagiat baik secara utuh atau sebagian serta belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di institusi lain. Saya bersedia menerima akibat dari dicabutnya gelar sarjana apabila ternyata dikemudian hari terdapat bukti - bukti yang kuat, bahwa karya saya tersebut ternyata bukan karya saya yang asli atau sebenarnya. Surakarta, 3 November 2011 Tri Setyo Ariyanti NIM. D 0206102 commitivto user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN MOTTO kekuatan terbesar manusia adalah ketika berikhtiar karena yakin akan kekuasaan Allah dan bertawakkal karena yakin akan kebesaranNya (penulis) commitv to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id HALAMAN PERSEMBAHAN Dariku, Untuk Ibu Sumber kasih sayang dan kekuatan You always inspire me how to be A GREAT MOM someday Untuk Bapak Figur paling pemurah dan baik hati Tak ada hal lain yang lebih membahagiakan selain menjadi anak KEBANGGAAN Bapak Untuk Teman - teman spesialku Alif, Opiq, Todi, Ivan, Jason, Aga, Farel, Claudia, Salsa, Tia, Dian dan semua penyandang autisme dimana pun mereka berada commitvito user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Berawal dari pertemuan penulis dengan Alif, seorang penyandang autisme, enam tahun yang lalu, penulis kemudian tertarik untuk mengerjakan skripsi dengan tema tersebut. Sungguh pengalaman yang luar biasa berharga, penulis bisa mengenal dan memahami individu spesial ini secara lebih dekat. Puji syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Karena kasih dan sayang-Nya jualah yang telah mengirimkan orang-orang terbaik untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis selama proses kreatif skripsi. Maka pantas jika penulis mengucapkan untaian tulus rasa terima kasih pada : 1. Prof. Dr. Pawito, Dekan FISIP UNS yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 2. Ibu Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D, Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNS yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi sekaligus tak hentinya memberi motivasi dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsinya. 3. Dra. Sri Urip Haryati, M.Si untuk setiap waktu yang telah diluangkan, arahan, dan dukungan dalam pengerjaan skripsi ini serta kemurahan hatinya viito user commit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id untuk berbagi pengalaman dan pelajaran hidup berharga kepada penulis di sela-sela kegiatan bimbingan. 4. Ir. Bugi Rustamadji, Msc, Kepala Sekolah SLA Fredofios atas kepercayaan yang diberikan kepada penulis sehingga bisa melaksanakan penelitian di SLA Fredofios. Banyak hal yang saya pelajari dari cerita inspiratif Bapak dan keluarga. 5. Keluarga besar SLA Fredofios, Pak Somad, Pak Agung, Bu Dewi, Bu Arum, dan Bu Nuri yang tak pernah berhenti berjuang dan memberikan kasih sayangnya kepada para murid. Dan tak lupa kepada Pak Sarman yang selalu membuat sekolah bersih dan nyaman. Terima kasih untuk setiap kepercayaan, sikap hangat, bantuan, dukungan, informasi, serta pengalaman luar biasa yang diberikan kepada penulis selama penelitian. 6. Pak Otji, Bu Desi, Pak Prawoto, Pak Joko, Bu Dikran, dan semua orangtua murid yang sudah bersedia berbagi cerita dan perjuangan luar biasanya kepada penulis. 7. Terima kasih sudah menjadi orangtua yang begitu luar biasa selama 23 tahun ini. Hal yang paling menyenangkan menjadi bagian dari keluarga ini adalah karena Bapak dan Ibu selalu memberikan kesempatan dan kepercayaan dalam viiito user commit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id setiap keputusan yang aku ambil meskipun aku tahu bahwa Bapak dan Ibu pasti memil 8. Mas Sigit, Mbak Tika, dan Toni. Pelengkap kehangatan keluarga. haha! 9. My Soulmate, Ifa dan Sintul. Beruntung sekali menemukan kalian di kampus ini. 10. Lia, si alias muka awet mudanya tak akan pernah sirna, auwoh! Tak pernah terpikir apa jadinya skripsiku tanpa bantuanmu. Terimakasih sudah menjadi teman yang begitu baik dan partner super kuat yang bisa aku ajak muter-muter cari tempat penelitian. 11. My Sukifamily, Sukilop, Sukimeg, Sukidit, Sukinis, Sukimut, Sukigal, Sukidar, Sukiji, Sukifred, dan Sukijong. Tak ada rasa galau yang tak teratasi selama ada kalian di sini, hehehehe... 12. Seluruh penghuni Kost Tisanda 2, Cencen, Mamah Dian, Riska, Lulu, Ami, Sari, Ayu. Terima kasih untuk persahabatan, warna, keceriaan, kebahagiaan, semangat, dan makanan yang sudah kalian bagi selama ini, aha! commitixto user perpustakaan.uns.ac.id 13. digilib.uns.ac.id Keluarga besar Komunikasi 2006, khususnya Dian, Ichan, dan Fika serta skripsi ini. Thanks a lot. 14. Terakhir, sekaligus menjadi inti dari perjalanan panjang ini, teman-teman baruku, Opiq, Todi, Claudia, Jason, Aga, Salsa, Ivan, Tia, Dian, dan Farel. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kemajuan di masa mendatang. Surakarta, November 2011 Penulis commitx to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Persetujuan ii Pengesahan iii iv Motto v Persembah vi Kata Pengantar vii Daftar Isi xi Daftar Gamb xv xvi xvii Abstrak BAB I. xviii PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 11 C. Tujuan Penelitian 11 D. 12 E. 12 1. 12 2. Pendidikan Sebagai Proses Komunikasi 16 commitxito user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3. Komunikasi Pendidikan Seksual Melalui Komunikasi Interpersonal 22 4. Komunikasi Ditinjau Dari Perspektif Teori Johari Window... 25 5. Remaja Autisme Sebagai Sasaran Komunikasi 30 6. 41 7. Hambatan Komunikas 44 F. Definisi Konsep 47 1. 47 2. 48 3. 49 G. 49 1. Jenis Pene 49 2. 50 3. 50 4. 51 5. 52 6. 54 7. Teknik An 54 H. 56 BAB II. 58 A. Sekilas Tentang SLA Fredofios xiito user commit 58 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1. Sejarah Berdirinya SLA Fredofios 58 2. 60 3. 61 4. Sasaran Program Pendidikan SLA Fredofios 62 5. 64 6. 64 7. 66 8. 69 B. Pengel 72 BAB III. 75 A. Gambaran Autisme 75 1. Masalah Pemaknaan Pada Penyandang Autisme 77 2. Remaja dan Masalah Seksualitas 84 2.1. Perubahan Pada Masa Remaja 84 88 B. Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme 94 1. Sifat Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme 96 2. Guru Sebagai Sumber Informasi 98 3. Materi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme 100 xiiito user commit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4. Waktu Penyampaian Materi Seksualitas Kepada Remaja Autisme 103 C. Komunikasi Pendidikan Seksual Melalui Strategi Visual 104 1. 107 2. Gambar, foto, teks tertulis 108 3. Penggabungan media verbal dan visual 109 D. Hambatan Komunikasi 110 1. 110 2. 111 3. Ham 112 BAB IV. 113 A. 113 B. 115 118 Lampiran xivto user commit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Model Komunikasi 14 Gambar 1.2 15 Gambar 1.3 26 Gambar 1.4 36 Gambar 1.5 Kerucut Pengalaman Edgar Dale Gambar 1.6 Gambar 1.7 44 56 Skema Kerangka Pikir Komunikasi Interpersonal Antara 57 Gambar 2.1 Denah Ruang Sekolah Lanjutan Autis Fredofios 64 Gambar 2.2 Struktur Organisasi SLA Fredofios 72 xvto user commit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Efek Visualisasi dan Kemampuan Mengingat 43 Tabel 2.1 Daftar Siswa SLA Fredofios 63 Tabel 2.2 Daftar Guru SLA Fredofios 73 Tabel 3.1 Materi Pendidikan Seksual SLA Fredofios 101 xvito user commit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pedoman Wawancara Dengan Guru Lampiran 2 Pedoman Wawancara Dengan Orangtua Lampiran 3 KBM : Materi Aurat Pada Mata Pelajaran Agama Lampiran 4 Wawancara Guru Informan Agung Tri Yulianto : Guru Agama Informan Dessi Amalia A Lampiran 5 : Guru IPA Wawancara Orang Tua Informan CH : Orangtua LS Informan DS dan PR : Orangtua DT Informan TJ : Orangtua VR Lampiran 6 Sharing Seputar Autisme Lampiran 7 Sharing Tentang Strategi Visual xviito user commit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRAK Tri Setyo Ariyanti. D 0206102. KOMUNIKASI PENDIDIKAN SEKSUAL UNTUK REMAJA AUTISME (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Interpersonal Guru dan Murid Dalam Mengenalkan Pendidkan Seksual di SLA Fredofios Yogyakarta). Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011. Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pervasif pada bidang komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Pada saat penyandang autisme menginjak usia remaja, mereka cenderung menunjukkan perilaku seksual negatif karena ketidakmampuan mereka memahami norma dan aturan sosial. Oleh karena itu pendidikan seksual perlu diberikan. Tujuannya tidak untuk menghentikan aktivitas seksual remaja autisme tetapi untuk membantu mereka mengembangkan perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab. Penelitian ini berupaya mengkaji bagaimana komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual. Mencakup sifat komunikasi, sikap guru selaku komunikator terhadap masalah seksualitas penyandang autisme remaja, waktu terjadinya komunikasi, serta informasi apa saja yang biasanya diberikan oleh guru kepada remaja autisme. Selain itu kegiatan penelitian juga ditujukan untuk mengetahui media apa saja yang digunakan untuk mendukung kegiatan komunikasi, serta apa saja hambatannya. Kegiatan penelitian dilakukan di SLA Fredofios, Yogyakarta karena institusi pendidikan ini memasukkan materi pendidikan seksual dalam kegiatan mengajarnya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data empiris dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Teknik purpossive sampling digunakan untuk memilih para informan yang terdiri dari 3 murid SLA Fredofios yang sudah memasuki usia pubertas, 2 guru, orangtua dari 3 murid yang dijadikan subjek penelitian, serta seorang konsultan pendidikan SLA Fredofios. Validitas data diuji melalui teknik triangulasi sumber (data) dan analisa data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru mengenai seksualitas sangat berpengaruh pada proses komunikasi. Keterbukaan guru mengenai masalah seksual menentukan jumlah informasi yang diterima remaja autisme. Media yang digunakan untuk mendukung komunikasi pendidikan seksual terdiri dari media verbal, yaitu bahasa dan media visual, seperti gambar, foto, tulisan, dan sebagainya. Hambatan selama proses komunikasi berlangsung bisa berasal dari sumber, media, dan komunikan. xviii commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ABSTRACT Tri Setyo Ariyanti. D 0206102. COMMUNICATION OF SEXUALITY EDUCATION FOR ADOLESCENT WITH AUTISM (A Descriptive Qualitative Study of Interpersonal Communication Between Teacher and Student to Introduce Sexuality Education In SLA Fredofios Yogyakarta). Paper, Communication Science Majors, Social and Political Science Faculty, Surakarta Sebelas Maret University (FISIP UNS), 2011. Autism is a pervasive developmental disorder in the areas of communication, social interaction, and behavior. At the age of adolescence, adolescents with autism tend to show negative sexual behaviors because of their inability to understand the social norms. Therefore they need to be given sexulity education. The aim is not to stop the sexual activity of adolescents with autism, but to help them develop a healthy and responsible sexual behavior. This study tries to examine how Interpersonal Communication Between Teacher and Student to Introduce Sexuality Education In SLA Fredofios Yogyakarta. Including the characteristic of communication, attitudes of teachers as communicators about sexuality issue among adolescent with autism, is. Moreover, this study tries to examine what media to use, and what the barriers are. Research activities conducted in SLA Fredofios because of this school include sexuality education in teaching materials. This research is a type of descriptive qualitative study. Empirical data collected by indepth interviews, observation, and literature study. Purpossive sampling method is used to select the informants, consisting of 3 adolescent students, 2 teachers, the parents of 3 adolescent with autism and an educational consultant of SLA Fredofios. Data validity is tested through triangulation techniques sources and and analysis of data using an interactive model of Miles and Huberman. The results showed that the attitudes teachers about sexuality are very influential in the communication process. Open communication about sexual issues determine the amount of information received by adolescents with autism. Media used to support sexual education communication consists of verbal medium, namely language and visual media, such as drawings, photographs, writings, etc. Barriers during the communication process can be derived from these sources, the media, and the communicant. xixto user commit perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang gurunya untuk waktu yang lama. Lalu Ibu Imah ini memberikan Ikhsan pilihan jawaban (antara lain, apakah karena ibu Imah penasaran kembali memberikan beberapa pilihan jawaban untuk apanya yang menurut Ikhsan lagi Ibu Imah memberikan pilihan jawaban dan meminta Ikhsan menjawab 1 Ketertarikan pada lawan jenis merupakan hal yang biasa terjadi dalam kehidupan manusia. Namun cerita di atas menjadi istimewa karena Ikhsan, remaja yang mulai menunjukkan minat kepada lawan jenis, adalah seorang penyandang autisme. Hidup dan berkomunikasi merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Terlahir sebagai makhluk sosial, kehidupan manusia menjadi lebih berarti manakala kita dapat berkomunikasi dengan orang lain, memahami perilaku mereka, menghadapi benda benda, situasi, dan orang 1 orang dengan cara yang Dyah Puspita, Warna Warni Kehidupan : Ketika Anak Autistik Berkembang Remaja (Jakarta : Yayasan Autisma Indonesia, 2008) hlm. 48 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 kreatif. Dalam ketiga bidang inilah para penyandang autisme menemui kesulitan terbesar dalam hidup mereka. Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf yang dapat mengganggu perkembangan anak. Istilah tersebut baru diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad abad yang lampau. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Ini berarti penyandang autisme seakan akan hidup di dunianya sendiri.2 Mereka cenderung tidak perduli dengan lingkungan sekitar ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial, baik pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak sebayanya, dan sebagainya. Gejala autisme biasanya terlihat sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Pada umumnya mereka mengalami gangguan perkembangan dalam bidang bahasa, interaksi sosial, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap yang tidak biasa terhadap benda atau obyek tertentu. Masalah komunikasi tampak pada sangat sedikitnya penyandang autisme yang mampu berbahasa verbal dengan baik, beberapa diantaranya justru tidak berkemampuan untuk berbahasa atau mempunyai keterbatasan dalam berkomunikasi. Seringkali mereka mengalami kesulitan dalam berbicara ataupun untuk mengerti pembicaraan orang lain. 2 Y. Handojo, Autisma (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2003 ) hlm. 12 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 Gangguan dalam perkembangan komunikasi, interaksi sosial, dan imajinasi pada penyandang autisme terjadi karena adanya gangguan kognitif. Kognisi adalah mengenai pemahaman. Jenis kognitif yang berbeda dari penyandang autisme disimpulkan oleh Theo Peeters sebagai berikut. anak dilahirkan dengan kemampuan biologis yang terprogram untuk menambahkan makna pada persepsi hanya dengan sedikit stimulasi/rangsangan sosial. Berkat kemampuan ini mereka secara intuitif lebih menyukai suara manusia dan dengan cara itu mereka menganalisa dan memahami komunikasi manusia dan pada akhirnya mereka sendiri yang berkomunikasi. Dengan kemampuan yang sama ini mereka juga dapat lebih dahulu memahami perilaku manusia dan kemudian, tetap dengan pemahaman ini, mampu berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Sebenarnya kemampuan biologis bawaan inilah yang terkena makna makna tertentu yang ditujukan melalui komunikasi, perilaku sosial dan imajinasi. Kesulitan yang mereka miliki dalam penambahan 3 Situasi menjadi semakin sulit ketika penyandang autisme mulai memasuki usia remaja. Pada fase ini berbagai masalah baru biasanya muncul berkaitan dengan perubahan perubahan yang terjadi selama masa pubertas. Masalah yang sering dihadapi penyandang autisme remaja antara lain : a. Hygiene (kebersihan diri) b. Modesty (sopan santun) c. Publik vs pribadi 3 Theo Peeters, Autisme: Hubungan Pengetahuan Teoritis dan Intervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autis, penerjemah Oscar H. Simbolon dan Yayasan Suryakanti (Jakarta : PT. Dian Rakyat, 2004) hlm. 25 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 d. Keselamatan diri e. Batasan dalam berhubungan dengan orang lain (bergaul) f. Kebutuhan seksual, dll 4 Masa remaja autisme berawal pada usia yang berbeda beda pada setiap individu. Tetapi umumnya, pada individu neurotypical, masa pubertas terjadi pada usia 10 hingga 16 tahun.5 Sama seperti anak normal lainnya, pada fase ini penyandang autisme pun mengalami perubahan. Anak laki-laki mulai berubah sekitar usia 11-12 tahun dan terus berkembang sampai usia 20 tahun. Anak perempuan mulai berubah sekitar usia 8-9 tahun dan terus berkembang sampai usia 16 tahun.6 Perubahan fisik yang terjadi misalnya, tumbuhnya rambut di beberapa bagian tubuh, perubahan suara pria, wanita mulai menstruasi, mimpi basah pada anak laki laki, dan sebagainya. Masalahnya, meskipun pertumbuhan fisiknya sama dengan rekan sebayanya yang nonautisme, tetapi perkembangan emosi dan keterampilan sosial mereka tertinggal. Mereka yang tidak mengalami gangguan perkembangan ini bisa mudah mengobrol, mencari informasi, dan mendiskusikan perubahan 4 http://sekolah.cahyaanakku.org/?page_id=105. 24/08/2010/12.45 5 http://www.lspr.edu/csr/autismawareness/media/seminar/Remaja%20AutistikDra%20Dyah%20Puspita -6%20Feb%2009.pdf. 22/07/2010/12.55 6 Ibid. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 perubahan tubuh mereka. Kondisi ini akan berbeda jika anak tersebut mengalami autisme. Penyandang autisme, sama halnya mereka yang tidak memiliki gangguan perkembangan ini, merupakan makhluk seksual yang memiliki gejolak seksualitas yang sama dengan orang lain. Beberapa penelitian mengenai seksualitas dan ASD (Autism Spectrum Disorder) menunjukkan bahwa penyandang autisme menunjukkan ketertarikan seksual dan perilaku seksual yang beraneka ragam. Kebanyakan penyandang autisme, hampir 75% menunjukkan beberapa jenis perilaku seksual dan paling banyak adalah masturbasi. Mereka juga mencoba melakukan kontak fisik dengan orang lain. Dalam suatu studi terhadap 81 penyandang autisme di Denmark yang tinggal dalam sebuah asrama, 74% menunjukkan perilaku seksual, termasuk masturbasi dan orientasi seksual dengan orang lain. Masturbasi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita, meskipun penyandang autisme wanita lebih banyak menunjukkan orientasi seksual dengan orang lain. Sebanyak 10% penyandang autisme juga menunjukkan keinginan yang kuat untuk menjalin hubungan dekat. Studi tersebut juga menemukan bahwa 35% penyandang autisme di asrama tersebut menunjukkan ketertarikan dengan hubungan biseksual dan 9% tertarik dengan sesama jenis. Studi lainnya juga menunjukkan bahwa 34% penyandang autisme melakukan kontak fisik dengan orang lain seperti berpegangan tangan, memeluk, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 mencium, menyentuh, bahkan mencoba melakukan hubungan seksual. Perilaku ini biasanya lebih sering muncul pada penyandang autisme nonverbal.7 Munculnya perilaku seksual sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat wajar mengingat sebagai makhluk seksual manusia memiliki hasrat biologis yang setiap waktu bisa muncul. Masalahnya ketika kita hidup dalam suatu lingkungan sosial, maka kita dihadapkan dengan serangkaian aturan yang mengatur pergaulan manusia yang mau tidak mau harus dipatuhi agar keberadaan kita diterima oleh masyarakat. Dalam hal inilah remaja autisme bermasalah. Dalam suatu penelitian, sebanyak 10-30% penyandang autisme dilaporkan mengalami masalah perilaku selama masa remaja, khususnya pada penyandang autisme dengan retardasi mental. 8 Hasil penelitian Ruble dan Dalrymple pada tahun 2003 juga menunjukkan hampir 65% penyandang autisme menyentuh tubuh mereka sendiri di area publik, 23% masturbasi di area publik, dan 28% menanggalkan pakaian di area publik.9 Hal ini sama seperti yang diceritakan oleh Ira : anak laki-laki saya waktu berumur 10 tahunan tiba-tiba jadi suka buka celana di depan banyak orang. Dia seolah tak peduli dengan perilakunya 7 l Education and Treatment of Children, Vol 31, No. 3 (2008). Hlm 384 8 Ibid. hlm 383 9 Ibid. hlm 386 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 itu. Karuan saja orang-orang kaget, ada yang berteriak, bahkan ada yang menjerit. Mendapat respons seperti itu, dia malah kelihatan senang melakukannya. Dia juga pernah kedapatan sedang asyik menggesek10 Perilaku seksual negatif terjadi karena dorongan seksual yang muncul pada masa puber tidak diimbangi dengan sosialisasi dan pemahaman mengenai norma sosial yang mengatur perilaku seksual individu. Penyandang autisme mengalami kesulitan untuk memahami norma sosial karena mereka biasanya tidak tergabung dalam grup teman sebaya sehingga mereka tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari nilai nilai yang membentuk perilaku seksual individu. Selain perilaku seksual negatif, isu lainnya yang juga muncul pada saat penyandang autisme memasuki masa remaja adalah kemungkinan terjadinya pelecehan seksual. Sebanyak 16 hingga 25% penyandang autisme dilaporkan telah mengalami pelecehan seksual.11 Guru bekerjasama dengan orangtua perlu memberikan pengetahuan mengenai seksualitas untuk membantu mengarahkan remaja autisme memasuki dunia dewasa. Ketidaknyamanan pada tubuh yang mereka rasakan dan ketidakpahaman penyandang autisme dalam menghadapi perubahan tersebut 10 Hilman Hilmansyah http://www.tabloidnakita.com/Panduan/panduan09473-01.htm. 22/07/ 2010/13.00 11 Education and Treatment of Children, Vol 31, No. 3 (2008). Hlm 385 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 8 akan menimbulkan perilaku negatif seperti menjadi mudah marah, emosi yang tidak terkontrol, melawan, bingung, berperilaku yang beresiko, maupun melakukan aktivitas seksual. Pendidikan seksual perlu diberikan kepada penyandang autisme untuk mencegah terjadinya perilaku seksual negatif. Pendidikan seksual tidak selalu mengenai hubungan pasangan suami istri, tetapi juga mencakup hal-hal lain seperti pemahaman tentang perkembangan fisik dan hormonal seorang anak serta memahami berbagai batasan sosial yang ada di masyarakat. Pendidikan seksual tidak berarti menghentikan aktivitas seksual remaja autisme. Proses edukasi lebih ditujukan untuk membantu mereka mengembangkan perilaku seksual yang sehat dan bertanggung jawab. Guru terkadang kurang menyadari pentingnya pendidikan seksual karena menganggap penyandang autisme tidak akan mampu memperlihatkan perilaku seksual untuk membina suatu hubungan dengan lawan jenis. Selain itu, mereka enggan membicarakan masalah seksualitas karena merasa sungkan dan takut pendidikan seksual justru akan memicu tingkah laku seksual negatif. Padahal dalam beberapa kasus, pendidikan seksual justru merupakan solusi untuk meredam perilaku negatif remaja autisme. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Dyah Puspita : -baju gurunya di hampir setiap kesempatan di sekolah. Guru-guru yang hampir semuanya berjilbab tentu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9 beberapa kali pembahasan materi pendidikan seksualitas ini, perilakunya 12 Pada kasus lain, salah satu orangtua remaja autisme menjelaskan bahwa mereda setelah orangtua menunjukkan gambar anatomi alat reproduksi dan gambar sketsa organ seksual perempuan.13 Upaya guru dalam mengawasi, mendidik dan mengantisipasi kegelisahan anak menghadapi pubertas perlu dipersiapkan sejak dini. Dalam hal ini, kreativitas guru dalam berkomunikasi akan sangat membantu anak memahami informasi tersebut. Penggunaan berbagai media komunikasi sebagai alat bantu dapat dipertimbangkan untuk membuat berbagai hal menjadi semakin jelas. Dyah Puspita mencontohkan, sejak dini dia sudah mengajarkan pendidikan seks kepada putranya yang menyandang autisme. Melalui gambar manusia sejak bayi, anak-anak hingga dewasa, sang anak diajari beberapa bagian tubuhnya akan mengalami perubahan, seperti tumbuh rambut di bagian alat vital, tumbuh kumis, atau jenggot. Pemahaman itu tidak langsung bisa diterima sehingga harus dilakukan berulang-ulang.14 12 13 Dyah Puspita. Op.Cit. hlm. 48-50 Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 77 14 http://www.kompas.com. 22/07/2010/12.50 wib commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 10 Dokter Tjin mengungkapkan cara cara penyampaian ini juga harus disesuaikan dengan tingkat intelektualitas setiap anak. Pendekatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi si remaja.15 Jika anak memiliki keterampilan bahasa yang cukup, sebuah social story akan sangat membantu. Social story merupakan cerita pendek dengan beberapa karakter khusus untuk mendeskripsikan situasi sosial, konsep, atau social skill untuk penyandang autisme. Wolfe dan Tarnai juga menyarankan penggunaan social story untuk mengajar penyandang autisme mengenai isu-isu seksualitas.16 Jika anak kurang kemampuan bahasanya, isyarat visual dan gambar gambar yang disertai kata- kata, bahkan boneka dapat digunakan untuk menjelaskan.17 Mengingat pentingnya pendidikan seksual untuk penyandang autisme, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual. Peneliti ingin mengetahui bagaimana guru memberikan pemahaman seputar pubertas kepada remaja autisme yang notabene mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Kegiatan penelitian akan dilakukan di Sekolah Lanjutan Autis (SLA) Fredofios, Yogyakarta. Peneliti memilih SLA Fredofios sebagai lokasi penelitian 15 http://ip52-214.cbn.net.id/id/arsip/2009/04/20/KSH/mbm.20090420.KSH130077.id.html. 22/07/2010/13.01wib 16 17 Sexuality and Disability, Vol. 26, No. 1 (2008) Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 61 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 11 karena institusi pendidikan ini memang diperuntukkan untuk remaja autisme dan memasukkan materi pendidikan seksual dalam kegiatan mengajarnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual. 2. Media komunikasi apa yang digunakan oleh guru dalam memberikan pemahaman mengenai seksualitas pada remaja autisme. 4. Hambatan apa saja yang ditemui selama proses komunikasi pendidikan seksual berlangsung. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1. Menggambarkan proses komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual. 2. Mengetahui media komunikasi yang digunakan oleh guru dalam memberikan pemahaman mengenai seksualitas. 3. Mengetahui hambatan apa saja yang ditemui selama proses komunikasi berlangsung. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Sebagai wacana tambahan dan bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran ataupun sebagai dasar untuk melakukan penelitian lain yang serupa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi bagi pihak pihak yang tertarik dan perduli dengan autisme. 2. Manfaat praktis Memberikan gambaran kepada masyarakat, khususnya bagi orang tua yang juga memiliki anak dengan kelainan autisme, mengenai kehidupan dan penanganan remaja autisme. Kebanyakan referensi selama ini hanya membahas autisme pada masa kanak kanak. Peneliti juga berharap dengan semakin banyaknya kajian tentang autisme, masyarakat bisa semakin menerima keberadaan penyandang autisme dengan segala keunikan mereka. E. Kajian Pustaka 1. Proses Komunikasi Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jika ada dua orang terlibat dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna dari bahan yang dipercakapkan.18 Little John dalam bukunya Theories of Human Communication menyebutkan beberapa komponen konseptual komunikasi. Salah satu komponen konseptual komunikasi tersebut adalah understanding, konseptual ini mendefinisikan komunikasi sebagai : communication is the process by which we understand others and in turn 19 Menurut Karlfried Knapp sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri, komunikasi merupakan interaksi antarpribadi yang menggunakan sistem simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata) dan nonverbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral, dan visual).20 Penjelasan yang hampir sama diungkapkan oleh Berelson dan Steiner (1949). Seperti yang dikutip oleh B. Aubrey Fisher, mereka memberikan definisi komunikasi sebagai penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan 18 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1999) hlm. 9 19 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication 3th ed (Belmont : Wadsworth Publishing Company, 1989) hlm. 5. 20 Alo Liliweri, Dasar Dasar Komunikasi Kesehatan (Yogyakart :Pustaka Pelajar, 2007) hlm. 4 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 seterusnya, melalui penggunaan simbol kata, gambar, angka, grafik, dan lain lain.21 Proses perpindahan arus informasi dari sumber kepada sasaran komunikasi digambarkan oleh Shanon dan Weaver22 sebagai berikut : Gambar 1.1 Model Komunikasi Shanon dan Weaver Source Transmitter Receiver Signal Received Signal Message Destination Message Noise Pada gambar tersebut, proses komunikasi dimulai dari sumber yang menciptakan pesan, kemudian ditransmit melalui saluran kawat atau gelombang udara. Pesan ditangkap oleh pesawat penerima yang merekonstruksi kembali sinyal itu sampai kepada tujuannya (destination). Tujuan di sini adalah penerima yang menjadi sasaran pesan. Pada model ini, komunikasi bersifat satu arah dan terlalu menekankan peranan media.23 21 B. Aubrey Fisher, Teori Teori Komunikasi, penterjemah Soejono Trimo (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1986) hlm. 10 22 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2005) hlm. 41 23 Ibid. hlm 43 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 Hal terpenting dalam komunikasi adalah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator mampu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Komunikasi dikatakan efektif bila rangsangan yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh sumber berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. 24 Ini berarti antara komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, dan bahasa. Komunikasi yang efektif menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss paling tidak menimbulkan lima hal : pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.25 Osgood dan Schramm menggambarkan proses komunikasi tersebut dalam sebuah model komunikasi sirkular :26 Gambar 1.2 Model Sirkular Osgood dan Schramm Message Encoder Encoder Interpret Interpret Decoder Decoder Message 24 Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication : Prinsip Prinsip Dasar, penerjemah Deddy Mulyana dan Gembirasari (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 22 25 Penyataan Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss seperti dikutip Jalaluddin Rakhmat dalam Psikologi Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1994) hlm. 13 26 Hafied Cangara. Op.Cit. hlm. 44 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 16 2. Pendidikan Sebagai Proses Komunikasi Pendidikan adalah komunikasi ditinjau dari prosesnya. Ini berarti bahwa dalam proses tersebut terlibat dua komponen yang terdiri atas manusia, yakni pengajar sebagai komunikator dan pelajar sebagai komunikan.27 Mata pelajaran di dalam kurikulum disebut pesan. Pesan adalah informasi yang ditransmisikan atau diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide, ajaran, fakta, makna, nilai, ataupun data.28 Komunikasi dalam pendidikan merupakan unsur yang sangat penting kedudukannya dan berperan dalam menentukan keberhasilan pendidikan yang bersangkutan. Di sini komunikasi tidak lagi bersifat bebas. Kegiatan komunikasi merupakan suatu upaya yang direncanakan, setidaknya oleh satu pihak (pendidik) ke pihak lain (sasaran didik) supaya berperilaku sesuai dengan syarat syarat tertentu guna mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.29 Di dalam dunia pendidikan, dikenal istilah komunikasi instruksional. Bidang instruksional merupakan kegiatan proses belajar mengajar dan merupakan bagian utama dari proses pendidikan secara keseluruhan. Bagian ini didominasi oleh unsur komunikasi, terutama komunikasi pendidikan dan lebih khusus lagi komunikasi instruksional. 27 Onong Uchjana Effendy. Op.Cit. hlm. 101 Pawit M. Yusup, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1990) hlm. 20 29 Ibid. hlm. 9 28 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 Istilah instruksional berasal dari kata instruction yang berarti pengajaran, pelajaran, atau bahkan perintah atau instruksi. Menurut International Dictionary of English Language, instructional berarti memberikan pengetahuan atau informasi khusus dengan maksud melatih dalam berbagai bidang khusus, memberikan keahlian atau pengetahuan dalam berbagai bidang seni atau spesialisasi tertentu.30 Bidang kajian komunikasi instruksional bersifat lebih langsung menyentuh sasaran-sasaran yang lebih praktis dan lebih ditujukan kepada aspek aspek operasionalisasi pendidikan, terutama aspek membelajarkan sasaran. komunikator sengaja dipersiapkan secara khusus untuk mencapai efek perubahan perilaku pada diri sasaran.31 Perubahan yang diharapkankan meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan (kognitif, afektif, psikomotorik).32 Kaitannya dengan objek penelitian, maka komunikasi pendidikan yang dimaksud oleh peneliti adalah komunikasi pendidikan seksual untuk remaja autisme. Pada saat penyandang autisme memasuki masa remaja, orang tua dan guru perlu mempersiapkan diri untuk memberikan pengetahuan keterampilan 30 Ibid. hlm. 17-18 Ibid. hlm. 3 32 Ibid. hlm. 22 31 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 khususnya mengenai seksualitas untuk membantu mengarahkan mereka memasuki dunia dewasa. Seksualitas adalah integrasi dari perasaan, kebutuhan, dan hasrat yang membentuk kepribadian unik seseorang, mengungkapkan kecenderungan seseorang untuk menjadi pria atau wanita. Seks, sebaliknya, didefinisikan sebagai jenis kelamin atau kegiatan/aktifitas dari hubungan fisik seks itu sendiri.33 Haracopos dan Pedersen (1992) sebagaimana dikutip oleh Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati, menekankan bahwa setelah disadari seksualitas mempengaruhi emosi dan perilaku manusia, maka permasalahan ini harus diberi perhatian yang lebih khusus.34 Pada survey yang dilakukan oleh Ousley dan Mezibov, 21 anak high functioning autism ditanya mengenai pengetahuan mereka, pengalaman dan keinginan mereka sehubungan dengan seksualitas. Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak frustasi pada pria autis dewasa karena perbedaan antara minat terhadap aktivitas seksual dan pengalaman seksual mereka.35 Rasa frustasi tersebut tentu tidak sehat, apalagi bila anak bingung dengan berbagai perubahan fisik dan hormon dalam dirinya. Karena itu penting 33 http://puterakembara.org /seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43 34 Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 58 35 http://puterakembara.org /seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 sekali memberikan informasi positif mengenai seksualitas sejak usia dini. Pendidikan seksual yang terus menerus juga akan membantu mengurangi stres dan perasaan terisolir yang biasanya muncul pada remaja autisme. Menurut Sarlito, pendidikan seksual sebagaimana pendidikan lain pada umumnya mengandung pengalihan nilai nilai dari pendidik ke subjek didik. Informasi tentang seks tidak diberikan secara gamblang melainkan diberikan secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma norma yang berlaku dalam masyarakat.36 Menurut Adams, seperti dikutip Dyah Puspita tujuan pendidikan seksual bagi remaja autisme adalah : 37 1. Sadar dan menghargai ciri seksualitas diri sendiri 2. Memahami perbedaan mendasar antara anatomi pria dan wanita, serta peran masing masing gender dalam reproduksi manusia 3. Mengerti perubahan fisik dan emosi yang akan dialaminya, termasuk masalah menstruasi, mimpi basah, perasaan yang berubah ubah, tumbuhnya bulu di sekitar tubuh, perubahan bau badan, dsb. 4. Memahami bahwa tidak ada seorangpun berhak melakukan tidakan seksual atas dirinya tanpa izin. 5. Memahami tanggung jawab yang terlibat bila kita memiliki keturunan. 36 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004) hlm. 188 http://puterakembara.org /seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43 37 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 6. Memahami bahwa cara cara kontrol kelahiran (metode keluarga berencana) harus dilakukan, kecuali anak memang dikehendaki dan dapat dirawat dengan baik serta bertanggung jawab. 7. Memahami peran dan tanggung jawabnya dalam menjaga kesehatan diri dan orang lain 8. Tahu dan dapat mencari bantuan untuk masalah tertentu bilamana diperlukan. 9. Memahami makna norma masyarakat mengenai perilaku seksual yang pantas di lingkungannya. Pendidikan kesehatan seksual meliputi penggunaan bahasa untuk memulai dan mempertahankan suatu percakapan, pemahaman terhadap arti kata kata tersamar/tersembunyi, terutama ungkapan tertentu saat berkenaan dengan anatomi lelaki dan perempuan. Juga mengajarkan tentang perilaku yang benar secara sosial etika, seperti menahan diri dari menyesuaikan pakaian dalam atau meraba sendiri dengan cara yang tidak layak.38 Gaya dalam mengajarkan konsep konsep keterampilan sosial, kesehatan, pendidikan seksual dan pendidikan mengenai hubungan antar 38 Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 60 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 individu yang rumit harus melalui strategi dan instruksi yang sudah terbukti berhasil bagi individu tersebut. Antara lain : 39 1. Penjelasan singkat dan harafiah 2. Contoh contoh konkrit 3. Saat 4. Cerita sosial (social stories) 5. Pengulangan 6. Bermain peran 7. Tugas perlangkah yang dipasangkan dengan alat bantu visual 8. Errorless teaching 9. Latihan memasangkan gambar dengan tulisan, dsb Schwier dan Hingsburger, sebagaimana dikutip oleh Dyah Puspita, mengusulkan untuk mengajarkan beberapa hal sesuai usia mental anak : 40 1. Antara 3-9 tahun a. Beda laki laki dan perempuan (anatomi, kebiasaan, emosi, tuntutan lingkungan, dsb) b. Beda tempat publik dan pribadi, nama anggota badan c. Proses kelahiran bayi 39 http://puterakembara.org /seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43 40 Dya /seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43 http://puterakembara.org commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 2. Antara 9-15 tahun a. Menstruasi b. Mimpi basah c. Perubahan fisik lainnya d. h orang lain e. Proses pembuahan yang menghasilkan bayi f. Perasaan dan dorongan seksual g. Masturbasi 3. Usia 16 tahun dan lebih a. Proses terjadinya hubungan antar pribadi b. Proses berkembangnya dorongan seksual dan bagaimana mengatasinya c. Homoseksualitas (perasaan senang pada teman sejenis) d. Beda antara cinta kasih dan hubungan seks e. Hukum dan konsekuensi dari menyentuh orang lain secara seksual f. Pencegahan kehamilan g. Penularan penyakit seksual h. Tanggung jawab perkawinan dan memiliki anak. 3. Komunikasi Pendidikan Seksual Melalui Komunikasi Interpersonal Pada umumnya pendidikan berlangsung dalam situasi komunikasi interpersonal (antarpribadi). Komunikasi interpersonal yang dimaksud di sini commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka. Seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (1979) bahwa .41 Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book mendefinisikan komunikasi interpersonal sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.42 Berdasarkan pengertian di atas, komunikasi interpersonal dapat dibedakan atas dua macam, yakni komunikasi diadik dan komunikasi kelompok kecil. Komunikasi diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Komunikasi diadik menurut Pace dapat dilakukan dalam tiga bentuk, yakni percakapan, dialog, dan wawancara. Sementara komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggotanya saling berinteraksi satu sama lain.43 41 Hafied Cangara. Op.Cit. hlm. 31 Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi : Teori & Praktek (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009) hlm. 78 43 Hafied Cangara. Op.Cit. hlm. 32 42 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 Komunikasi interpersonal memiliki efektivitas paling tinggi karena komunikasinya timbal balik dan terkonsentrasi. Umpan balik bersifat langsung karena situsinya tatap muka. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikannya itu menanggapi dengan positif atau negatif, berhasil atau tidak. Komunikator yang baik adalah orang yang selalu memperhatikan umpan balik sehingga ia dapat segera mengubah gaya komunikasinya ketika ia mengetahui bahwa umpan balik dari komunikan bersifat negatif.44 Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari komunikan.45 Pentingnya situasi komunikasi interpersonal adalah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi dialogis adalah bentuk komunikasi interpersonal yang menunjukkan adanya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati. 46 44 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi:Teori dan Praktek, cetakan ke-14 (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001) hlm. 15 45 Ibid. hal 39 46 Ibid. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 4. Proses Komunikasi Ditinjau Dari Perspektif Teori Johari Window Komunikator merupakan pihak yang mengirim pesan kepada khalayak. Sebagai pelaku utama dalam proses komunikasi, komunikator memegang peranan yang sangat penting dalam mengendalikan jalannya komunikasi. Dalam komunikasi pendidikan seksual, yang berperan sebagai komunikator adalah guru. Untuk mencapai komunikasi efektif, seorang komunikator harus terampil berkomunikasi dan juga kaya ide serta penuh daya kreativitas. Selain itu salah satu hal penting yang juga harus diketahui oleh komunikator adalah informasi mengenai dirinya sendiri. Dia harus mengetahui lebih awal tentang kesiapan dirinya, pesan yang ingin disampaikan, media yang akan digunakan, hambatan yang mungkin ditemui, serta khalayak yang akan menerima pesannya.47 Untuk memahami diri sendiri, Joseph Luft dan Harrington Ingham memperkenalkan sebuah konsep yang dikenal dengan nama Jendela Johari (Johari Window), sebuah kaca jendela yang terdiri atas empat bagian, yakni : wilayah terbuka (open area), wilayah buta (blind area), wilayah tersembunyi (hidden area), dan wilayah tak dikenal (unknown area).48 47 48 Hafied Cangara. Op.Cit. hlm 81-82 Ibid. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 26 Gambar 1.3 Empat Kuadran dalam Jendela Johari Open area Blind area Hidden area Unknown area Pada pokoknya model ini menawarkan suatu cara melihat suatu kesalingbergantungan hubungan intrapersonal dan hubungan interpersonal. Siapa anda dan bagaimana anda mempersepsikan diri sendiri dan orang lain akan mempengaruhi komunikasi dan tanggapan anda terhadap komunikasi orang lain. Ukuran setiap kuadran atau kaca ditentukan oleh semua aspek diri, meliputi informasi, perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui diri sendiri dan orang lain.49 Wilayah terbuka (open area), mencerminkan keterbukaan anda pada dunia secara umum. Ini berarti semua informasi, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan, dan sebagainya diketahui oleh diri sendiri dan orang lain. Wilayah terbuka ini makin melebar jika kita dapat memahami orang 49 Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. Op.Cit. hlm. 13 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 lain, begitu pun sebaliknya. Jika wilayah terbuka ini makin mengecil berarti komunikasi kita cenderung tertutup. Wilayah buta (blind area), berisikan informasi tentang diri kita yang diketahui orang lain tetapi kita sendiri tidak mengetahuinya. Sebagian orang mempunyai daerah buta yang luas dan tampaknya tidak menyadari berbagai kekeliruan yang dibuatnya. Menurut Joseph Luft dan Harrington, wilayah ini dapat dikurangi dengan bercermin pada nilai, norma, dan hukum yang diikuti oleh orang lain. Wilayah tersembunyi (hidden area), mengandung semua hal yang anda ketahui tentang diri sendiri dan tentang orang lain tetapi anda simpan hanya untuk anda sendiri. Ini adalah daerah tempat anda merahasiakan segala sesuatu tentang diri sendiri dan orang lain. Ada dua konsep yang erat hubungannya dengan wilayah tersembunyi, yakni over disclose dan under disclose. Over disclose ialah sikap terlalu banyak mengungkapkan sesuatu, sehingga hal hal yang seharusnya disembunyikan juga diutarakan. Sedangkan under disclose ialah sikap terlalu menyembunyikan sesuatu yang seharusnya dikemukakan. Wilayah tak dikenal (unknown area), mewakili segala sesuatu tentang diri anda yang belum pernah ditelusuri, oleh anda atau orang lain. Ini adalah informasi yang tenggelam di alam bawah sadar atau sesuatu yang luput dari perhatian. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 Keempat kuadran Jendela Johari ini saling bergantung : suatu perubahan dalam sebuah kuadran akan mempengaruhi kuadran lainnya. Makin luas wilayah terbuka, makin terbuka kita pada orang lain, makin akrab hubungan kita dengan orang lain. Pengertian yang sama tentang lambang-lambang, persepsi yang cermat tentang petunjuk petunjuk verbal dan nonverbal. Pendeknya, komunikasi interpersonal yang efektif terjadi pada wilayah terbuka (open area). komunikasi terbuka lebih cocok untuk 50 Hampir sama, menurut Joseph A. Devito, komunikasi interpersonal yang efektif dimulai dengan lima kualitas umum yang perlu dipertimbangkan, yaitu:51 a. Keterbukaan Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator harus terbuka pada orang yang diajak berinteraksi. Sebaliknya harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan hati dan pikiran. Terbuka dalam arti ini adalah mengakui bahwa perasaan dan 50 Pawit M. Yusup. Op.Cit. hlm. 16 Joseph A. Devito, Human Communication : The Basic Course 9th Edition Education, inc., 2003) hlm. 171-176 51 commit to user (USA : Pearson perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 pikiran yang kita lontarkan adalah milik kita dan kita bertanggung jawab atasnya. b. Empati Henry Backrack, dalam Devito mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Pengertian empati akan membuat seseorang lebih menyesuaikan komunikasinya. Guru sebagai pendidik bisa memposisikan dirinya sebagai teman yang memahami keterbatasan anak dan menghargai keterbatasan tersebut. c. Sikap mendukung Adalah pandangan yang mendukung, membantu bersama-sama. Sebuah bentuk hubungan interpersonal yang efektif adalah sebuah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. d. Sikap positif Mengacu pada dua aspek komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa positif mengisyaratkan perasaan ini ke orang lain dan selanjutnya merefleksikan perasaan positif ini. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang positif. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan ketimbang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi interaksi. e. Kesetaraan Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang lebih pandai, lebih kaya, atau lebih cantik. Tidak pernah ada dua orang yang benar benar setara dalam segala hal. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya harus ada pengakuan diam diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. 5. Remaja Autisme Sebagai Sasaran Komunikasi Autisme merupakan gangguan perkembangan yang ditunjukkan oleh beberapa gejala berupa masalah perkembangan seperti kurangnya kemampuan berkomunikasi, berinteraksi sosial, fungsi kognitif, perilaku, serta kemampuan sensorik. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Menurut kriteria diagnostik dalam DSM IV52 karakteristik penyandang autisme meliputi : 1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. 52 Handojo, Op.Cit. hlm. 16-17. DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual) merupakan rumusan diagnosis autisme yang dibuat oleh grup psikiatri Amerika Serikat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 31 a. Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai. Kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang tertuju. b. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya. c. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. d. Kurangnya hubungan emosional dan sosial yang timbal balik. 2. Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang. b. Bila bisa bicara, bicara tidak dipakai untuk komunikasi. c. Sering menggunakan bahasa aneh yang diulang-ulang d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru 3. Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat, dan kegiatan. a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan. b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 c. Ada gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang. d. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda. Penyandang autisme mengalami gangguan pada fungsi kognisinya. Ini berarti otak mereka memproses informasi dengan cara berbeda. Mereka mendengar, melihat, dan merasa tetapi otak mereka memperlakukan informasi ini dengan cara yang berbeda. Siegel sebagaimana dikutip oleh Dyah Puspita melaporkan ada beberapa ciri penyandang autisme dalam memproses informasi:53 a. Visual thinking Mereka lebih mudah memahami hal konkrit (dapat dilihat dan dipegang) daripada hal abstrak. Biasanya ingatan atas berbagai konsep tersimpan dalam daripada proses berpikir verbal. Individu dengan gaya berpikir seperti juga lebih menggunakan asosiasi daripada berpikir secara logis menggunakan logika. b. Processing problems Sebagian penyandang autisme mengalami kesulitan memproses data. Mereka cenderung terbatas dalam memahami common sense atau menggunakan akal sehat. Mereka sulit merangkai informasi verbal yang 53 Lokakarya, dan Pelatihan Kerjasama SLA Fredofios Yogyakarta Indonesia dengan Teree Des Hommes Netherlands, 2006 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 panjang (rangkaian instruksi), sulit diminta mengingat sesuatu sambil mengerjakan hal lain, dan sulit memahami bahasa lisan. c. Sensory sensivities Perkembangan yang kurang optimal pada sistem neurobiologis berpengaruh pada perkembangan indra mereka sehingga penyandang autisme sangat sensitif dengan suara, sentuhan, sulit mempersepsi irama yang tertampil dalam bentuk lagu, berbicara, jeda, dan saat untuk masuk dalam percakapan. d. Communication frustation Gangguan perkembangan bicara bahasa yang terjadi pada penyandang autisme sering membuat mereka frustasi karena masalah komunikasi. Mereka tidak mampu mengungkapkan diri secara efektif sehingga sering berteriak dan berperilaku negatif untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. e. Social and emotional issue Ciri lain yang sangat dominan adalah fiksasi atau keterpakuan akan sesuatu yang membuat penyandang autisme cenderung berpikir kaku. Keterpakuan akan sesuatu membuat mereka sulit memahami berbagai situasi sosial seperti tata cara pergaulan dan hukum sosialisasi yang sangat bervariasi tergantung kondisi dan situasi sesaat. Hingga saat ini penyebab pasti autisme belum diketahui secara pasti. Ada beberapa faktor yang diduga menjadi pencetus gejala autisme. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 a. Gangguan susunan saraf pusat Ditemukan kelainan anatomi susunan saraf pusat pada beberapa tempat di dalam otak penyandang autisme. Banyak anak autisme yang mengalami pengecilan otak kecil, terutama pada lobus VI-VII. Kurangnya jumlah sel purkinje sebagai penghasil serotonin di lobus ini menyebabkan kacaunya proses penyaluran informasi antar otak. b. Gangguan sistem pencernaan Adanya gangguan metabolisme pencernaan yang menyebabkan anak kekurangan enzim sekretin. Dalam sebuah kasus, setelah mendapat suntikan sekretin, seorang penyandang autisme mengalami kemajuan luar biasa. c. Peradangan dinding usus Terjadinya peradangan usus yang disebabkan oleh virus yang kemungkinan adalah virus campak. Oleh karena itu, banyak orang tua yang kemudian menolak imunisasi MMR. d. Faktor genetika Ditemukan 20 gen yang terkait dengan autisme. Namun gejala autisme baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 e. Keracunan logam berat Berdasarkan tes laboratorium yang dilakukan pada rambut dan darah ditemukan kandungan logam berat dan beracun pada penyandang autisme. Arsenik, antimoni, kadmium, air raksa, dan timbul adalah racun otak yang sangat kuat. 54 Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman/pervasif dan bukan suatu bentuk penyakit mental. Dalam kasus gangguan pervasif, pendidikan khusus merupakan prioritas pertama dalam perawatan. Seseorang yang sakit mental, dulunya pernah normal sehingga diusahakan untuk membuatnya normal kembali. Dalam kasus autisme, kita harus menerima kenyataan bahwa gangguan perkembangan bersifat permanen (tetap).55 Autisme sesungguhnya adalah sekumpulan gejala klinis yang dilatarbelakangi berbagai faktor yang bervariasi, berkaitan satu sama lain, dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus. Jadi setiap anak dalam spektrum autisme berbeda. Dari sinilah muncul nama Autism Spectrum Disorder (ASD). Berikut beberapa spektrum autisme :56 54 Bonny Danuatmaja, Terapi Anak Autis di Rumah (Jakara : Puspa Swara, 2003) hlm. 5 Theo Peeters. Op.Cit. hlm. 5-6 56 Kompilasi Hasil Seminar, Lokakarya, dan Pelatihan Kerjasama SLA Fredofios Yogyakarta Indonesia dengan Teree Des Hommes Netherlands, 2006 55 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 36 Gambar 1.4 Spektrum Autisme Autisme Infantil/Kanner/Klasik Sindrom Asperger PDD - NOS Sindrom Rett Gangguan Disintegrasi Masa Kanak-kanak Sindrom Asperger sering disebut sebagai High Functioning Autism. Tidak seperti kebanyakan penyandang autisme, penyandang Asperger biasanya tidak mengalami masalah bahasa seperti halnya penyandang autisme infantil. Mereka tidak menunjukkan keterlambatan bicara dan mempunyai kosa kata yang sangat baik walaupun agak sulit untuk mengerti bahasa humor dan ironi.57 Penyandang asperger kebanyakan mempunyai intelegensi yang cukup baik bahkan di atas rata-rata. Oleh karena itu secara akademik, biasanya mereka tidak bermasalah dan mampu mengikuti pelajaran di sekolah umum dengan baik. Hal ini berbeda dengan autisme infantil. Sebagian besar penyandang autisme 57 Leny Marijani, Bunga Rampai II : Seputar Autisme dan Permasalahannya (Jakarta : Puterakembara Foundation, 2010) hlm. 76 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 spektrum ini terdiagnosa mempunyai IQ dibawah normal bahkan masuk kategori moderate mental retardasi. Meskipun demikian, kedua spektrum ini memiliki kesamaan dalam hal ketidakmampuan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi. Mereka juga sama-sama menunjukkan beberapa perilaku unik/rutinitas, walaupun dalam tingkatan yang berbeda (varying degree), bisa dari mild, moderate, sampai severe.58 Tidak seperti anak autis yang bisa didiagnosa di bawah umur 2-3 tahun, penyandang asperger biasanya baru bisa terdekteksi pada saat berumur 6-11 tahun. Tantangan terbesar bagi penyandang asperger adalah dalam hal berinteraksi sosial. Pada umumnya, mereka suka berteman walaupun dengan gaya bahasa dan mimik yang formal dan terlihat aneh. Mereka sulit memulai percakapan dan sulit mengerti makna dari interaksi sosial.59 Gangguan autisme tidak bisa disembuhkan tetapi dapat ditanggulangi dengan terapi dini, terpadu, dan intensif. Gejala gejala autisme dapat dikurangi bahkan dihilangkan sehingga anak bisa bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya, bahkan berkeluarga. Beberapa terapi yang tersedia antara lain, terapi medikamentosa (obat), biomedis, wicara, perilaku, dan okupasi.60 58 Ibid. Ibid 60 Bonny Danuatmaja. Op.Cit. hlm. 8 59 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 38 Kekhawatiran yang selalu dialami oleh para orang tua adalah pada saat anak mereka yang menderita autisme memasuki masa remaja atau dewasa. Ketakutan apakah anak dapat melewati masa remaja mereka dengan baik dan hidup secara mandiri selalu menjadi masalah yang tidak terbantahkan. Masa remaja disebut juga masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak kanak dengan masa dewasa. Pada periode ini terjadi perubahan perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual.61 Masa remaja atau masa pubertas dibagi dalam 4 fase, yaitu : a. Masa awal pubertas, disebut juga masa pueral atau pra-pubertas (12-14) b. Masa Menentang (fase negatif) c. Masa Pubertas Sebenarnya (14-17 tahun) d. Masa Adolensi 62 Pada masa transisi ini, anak seringkali dibuat bingung dengan perubahan perubahan yang terjadi pada diri mereka. Perubahan yang terjadi meliputi : 61 Kartini Kartono, Psikologi Anak : Psikologi Perkembangan (Bandung : Mandar Maju, 1990) hlm. 148 62 Ibid. hlm. 149 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 a. Pertumbuhan Fisik Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis yang bersifat progresif dan kontinu serta berlangsung dalam periode tertentu. Pertumbuhan internal meliputi perubahan ukuran alat pencernaan makanan, bertambahnya besar dan berat jantung dan paru paru, serta bertambah sempurnanya sistem kelenjar endoktrin/kelamin dan berbagai jaringan tubuh. Pertumbuhan eksternal meliputi bertambahnya tinggi badan, bertambahnya lingkar tubuh, perbandingan ukuran panjang dan lebar tubuh, ukuran besarnya organ seks, dan munculnya tanda tanda kelamin sekunder. 63 b. Perkembangan Emosi Daniel Goleman sebagaimana dikutip oleh M. Ali dan M. Asrori memaknai emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap luap.64 Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya, misalnya agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah laku menyakiti diri, seperti melukai diri sendiri.65 Perubahan emosional bagi anak dengan kebutuhan khusus (termasuk autisme) prosesnya cenderung lebih sulit karena minat mereka terhadap lawan 63 M. Ali dan M. Asrori, Psikologi Remaja : Perkembangan Peserta Didik (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2004) hlm. 20 64 Ibid. hlm. 62 65 Ibid. hlm 69 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 jenis sering ditentang oleh lingkungan sehingga tidak ada informasi yang jelas. Biasanya mereka justru menarik diri sama sekali dari pergaulan karena tidak mampu menterjemahkan begitu banyak pesan tersirat dan aturan sosial yang membingungkan.66 c. Perkembangan Hubungan Sosial Hubungan sosial individu berkembang karena adanya dorongan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada di dunia sekitarnya. Individu dengan autisme biasanya menjadi lebih mudah bersosialisasi pada saat mereka bertambah dewasa. Pada umumnya mereka lebih bisa berkomunikasi meskipun kemajuannya pelan dan terbatas. 67 Seksualitas merupakan topik yang sering dibicarakan pada saat anak menginjak usia remaja. Gillberg seperti dikutip Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati, menyebutkan tiga masalah utama yang secara kebetulan dibicarakan dalam diskusi diskusi tentang seksualitas pada remaja autisme, yaitu : a. Mereka cenderung masturbasi di depan umum. b. Mereka menunjukkan perilaku seksual yang tidak pantas terhadap orang lain. 66 Pernyataan Schwier & Hingsburger seperti dikutip oleh Dyah Puspita /seksualitas.shtml. 22/07/2010/12.43 67 Simon Baron-Cohen & Patrick Bolton, Autism : The Fact (New York : Oxford University Press, 1998) hlm. 79 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 c. Kebanyakan dari mereka melakukan masturbasi dengan cara menyakiti diri. Selain itu banyak anak autis memperlihatkan perilaku seksual yang tidak lazim, hal ini dapat memicu terjadinya reaksi atau tanggapan yang salah dari masyarakat sehingga masalah itu sendiri menjadi terlalaikan. Dalam kenyataannya, problem seksual yang tidak terpecahkan dapat mengakibatkan menurunnya kualitas hidup.68 6. Media Komunikasi Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada komunikan. Menurut Riswandi, karakteristik media komunikasi juga turut mempengaruhi keefektifan komunikasi.69 Untuk mencapai sasaran komunikasi kita dapat memilih salah satu atau gabungan dari beberapa media, bergantung pada tujuan yang ingin dicapai, pesan yang disampaikan, dan teknik yang akan dipergunakan. Media komunikasi diklasifikasikan ke dalam media tulisan atau cetakan, visual, aural, dan audio visual. Ada beragam cara yang digunakan seseorang untuk menyampaikan ide atau gagasan-gagasannya kepada orang lain. Teknik-teknik komunikasi dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu teknik verbal -seperti yang banyak dilakukan oleh sebagian besar orang- dan teknik visual. 68 69 Bugi Rustamadji dan Sri Sudaryati. Op.Cit. hlm. 59 Riswandi, Ilmu Komunikasi (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009) hlm.129 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 Komunikasi interpersonal pada dasarnya merupakan jalinan hubungan interaktif antara seorang individu dan individu lain dimana lambang-lambang pesan secara efektif digunakan, terutama lambang bahasa.70 Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini menurut Onong71 disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content)-yakni pikiran atau perasaan- yang dibawanya menjadi totalitas pesan yang tidak dapat dipisahkan. Sebagai media primer atau lambang yang paling banyak digunakan dalam komunikasi, bahasa memerankan banyak fungsi komunikatif. Dalam komunikasi, bahasa merupakan alat untuk menerangkan dan mengungkapkan isi pesan yang dikomunikasikan. Tanpa penguasaan bahasa, komunikasi tidak akan lancar sehingga tujuan tidak akan tercapai. Dalam bahasa yang perlu diperhatikan antara lain pemilihan kata, makna denotatif atau konotatif, serta intonasi. Intonasi ialah gaya dan irama pengucapan sebuah perkataan atau kalimat dengan tekanan pada suatu suku kata ata suatu kata. Pada komunikasi visual, penyampaian ide dan gagasan dilakukan dengan menggunakan lambang lambang visual, seperti gambar, lukisan, foto, dan lain sebagainya. 70 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif ( Yogyakarta : PT LKiS Aksara, 2007) hlm. 2 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001) hlm. 11 71 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 Beberapa penggambaran hasil penelitian di Amerika menunjukkan betapa lebih efektifnya bentuk komunikasi visual apabila dibandingkan dengan komunikasi verbal. Dawyer telah membuktikan bahwa metode instruksional dengan cara visual dan verbal mempunyai hasil yang berbeda. Dan efektivitas komunikasi yang paling tinggi dicapai dengan menggabungkan kedua lambang tersebut. Tabel 1.1 Efek Visualisasi dan Kemampuan Mengingat Setelah Lewat Waktu Kemampuan mengingat setelah 3 jam Kemampuan mengingat setelah 3 hari Verbal saja 70% 10% Visual saja 72% 20% Paduan verbal dan visual 85% 65% Metode Instruksional Contoh lain dari komunikasi visual adalah pengalaman langsung. Dalam komunikasi pendidikan, pengalaman langsung biasanya digunakan untuk mengajarkan kemampuan-kemampuan praktis pada sasaran didik. Pengalaman langsung akan lebih membantu daripada sekedar penjelasan-penjelasan teoritis yang bersifat abstrak. Edgar Dale 72 menggambarkan model pengalaman ini sebagai berikut : 72 Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 69 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 Gambar 1.5 Kerucut Pengalaman Edgar Dale Simbol verbal abstrak Simbol visual Gambar diam dan rekaman radio Gambar gambar film Peragaan/pameran/televisi Karyawisata Keikutsertaan dalam drama Pengalaman yang direncanakan Pengalaman langsung 7. konkret Hambatan Komunikasi Tujuan komunikasi terkadang tidak tercapai karena ada hambatan yang menghalanginya. Hambatan tersebut bisa berasal dari komponen komunikasi seperti, komunikator (sumber), komunikan (sasaran didik), dan penggunaan media yang tidak tepat. a. Hambatan pada sumber Seorang komunikator adalah pemimpin dalam pengelolaan informasi yang sedang disampaikannya kepada orang lain. Beberapa kemungkinan kesalahan yang bisa terjadi pada pihak sumber sehingga keefektifan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 45 komunikasi terganggu meliputi penggunaan bahasa, perbedaan pengalaman, keahlian, kondisi mental, sikap, dan penampilan fisik.73 b. Hambatan pada saluran Hambatan pada saluran terjadi karena adanya ketidakberesan pada saluran komunikasi atau pada suasana di sekitar berlangsungnya proses komunikasi. Media yang digunakan harus memperhatikan kesesuaian dengan kegiatan instruksional yang sedang dijalankan.74 c. Hambatan pada komunikan Sasaran adalah manusia dengan segala keunikannya, baik secara fisiologi maupun secara psikologi. Aspek fisiologi berkaitan dengan masalah masalah fisik dengan segala kebutuhan biologisnya seperti kondisi indera, lapar, istirahat, dan haus. Sedangkan aspek psikologi berkaitan dengan :75 a. Kemampuan dan kapasitas kecerdasan sasaran Kemampuan berarti kesanggupan untuk melakukan suatu pekerjaan. Sementara kecerdasan berarti kecepatan berpikir dan memahami sesuatu. 73 Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 51 Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 53 75 Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 55-60 74 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 b. Minat dan bakat Minat adalah kesenangan atau perhatian terus menerus terhadap sesuatu objek karena adanya pengharapan akan memperoleh kemanfaatan daripadanya. Sedangkan bakat adalah potensi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang. c. Motivasi dan perhatian Motivasi berarti kondisi psikologis dalam diri manusia yang mendorongnya untuk melakukan suatu tindakan. Perhatian adalah pemusatan diri dalam mengindera sesuatu dengan mengesampingkan hal hal lainnya. d. Sensasi dan persepsi Ketika indera kita menangkap suatu objek atau benda, peristiwa tersebut dinamakan sensasi (penginderaan). Sementara persepsi adalah proses penerimaan informasi dari lingkungan sekitar. e. Ingatan, retensi, dan lupa Ingatan adalah suatu sistem yang menyebabkan orang dapat menerima, menyimpan, mengolah, dan mengeluarkan kembali informasi yang telah diterimanya. Sedangkan apa apa yang tertinggal atau tersisa dan kemudian dapat diingat kembali setelah seseorang melakukan sesuatu commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 disebut retensi. Lupa adalah proses yang langsung terjadi begitu kita mengingat sesuatu. f. Kemampuan mentransfer dan berpikir kognitif Dalam proses belajar secara otomatis kita mentransfer informasi yang satu ke dalam informasi lain, kemudian mengembangkannya ke dalam struktur kognitif yang dipunyai. Transfer dalam belajar dapat ditingkatkan dengan pengulangan, pembiasaan, pemaknaan informasi, dan runtut dalam penyampaian pesan. F. Definisi Konseptual Definisi konseptual adalah definisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan suatu fenomena dan realita secara sosial atau alami. 1. Pendidikan Seksual Pendidikan seksual merupakan upaya memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dengan kata lain, pendidikan seks pada dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dan menanamkan moral etika, serta komitmen agama supaya tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 Dikaitkan dengan komunikasi, maka komunikasi pendidikan seksual berarti pengalihan nilai nilai dari pendidik ke sasaran didik melalui media verbal dan visual. Di sini komunikasi dirancang secara khusus untuk tujuan pendidikan, yaitu perubahan perilaku di bidang kognitif, afektif, dan konatif. Informasi tentang seks tidak diberikan secara gamblang melainkan diberikan secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma norma yang berlaku dalam masyarakat.76 2. Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal yang dimaksud di sini ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka dengan tujuan untuk mengubah perilaku komunikan. Komunikasi interpersonal dalam penelitian ini meliputi sifat komunikasi, sikap guru selaku komunikator terhadap masalah seksualitas penyandang autisme remaja, waktu terjadinya komunikasi, informasi apa saja yang biasanya diberikan oleh orangtua dan guru kepada remaja autisme. Aspek lain yang juga menjadi perhatian peneliti adalah mengenai penggunaan media sebagai pendukung komunikasi pendidikan seksual serta apa saja yang menjadi hambatan selama proses komunikasi berlangsung. Media kaitannya dengan 76 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004) hlm. 188 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 pendidikan diartikan sebagai sarana fisik untuk menyampaikan pengajaran (isi pesan).77 3. Remaja Autisme Remaja autisme adalah individu dengan gangguan perkembangan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku yang sudah memasuki masa puber dengan kisaran usia sekitar 12 tahun hingga 18 tahun. Pubertas ditandai dengan mulai munculnya perilaku seksual, perubahan fisik dan hormonal yang ditandai dengan haid pertama pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak lakilaki. G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Bogdan menyatakan metode penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang orang dan perilaku yang diamati.78 Penelitian komunikasi kualitatif memiliki ciri-ciri diantaranya, lebih berorientasi pada kasus dan konteks, dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau pemahaman mengenai gejala sosial, justru lebih dimaksudkan untuk 77 78 Pawit M. Yusuf. Op.Cit. hlm. 72 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta : LkiS , 2007) hlm. 84 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 50 membangun (mengemukakan, membuat) teori komunikasi dan bukan untuk menguji teori komunikasi.79 Sedangkan penelitian deskriptif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Metode deskriptif mencari teori, bukan menguji teori. Ciri lain metode deskriptif ialah titik berat pada observasi dan suasana alamiah (naturalistis setting). 80 2. Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan di Sekolah Lanjutan Autis (SLA) Fredofios, Jl. Perumnas Gang Indragiri B 11 Condongsari, Sleman, Yogyakarta. 3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini meliputi : a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara dengan informan yang mengetahui dan berkompeten seputar tema penelitian ini dan dari hasil observasi yang dilakukan di lapangan. 79 Ibid. hlm. 42 - 44 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, cetakan ke-7 (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999) hlm. 25 80 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 b. Data Sekunder Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan atau data sekunder berasal dari sumber tertulis, seperti mengutip buku, dokumen, arsip, dan catatan lain yang mendukung. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari buku buku atau referensi yang dapat mendukung data primer baik yang diperoleh dari SLA Fredofios maupun dari perpustakaan dan internet. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Wawancara Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam dan tidak berstruktur, artinya bentuk wawancara dilakukan dalam latar belakang suasana yang akrab dan dengan pertanyaan yang terbuka. b. Observasi Kegiatan observasi dilakukan melalui pengamatan langsung dengan mengamati secara langsung untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitian. c. Studi Pustaka Untuk mengumpulkan data dan teori dalam penelitian ini, maka peneliti memanfaatkan berbagai macam data dan teori yang diperoleh melalui buku, commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 internet, surat kabar, dan sumber informasi non manusia lainnya yang menunjang penelitian. 5. Teknik Sampling Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling (sampling bertujuan), dimana peneliti cenderung untuk memilih informan atau narasumber yang dianggap berkompeten dan mengetahui informasi serta masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap.81 Informan dalam penelitian ini berjumlah 9 orang yang terdiri dari 2 (dua) orang siswa, 1 (satu) orang siswi, 2 (dua) orang guru, 3 (tiga) orangtua dari siswa yang dipilih sebagai sampel, serta 1 (satu) orang konsultan pendidikan SLA Fredofios. Berikut data informan selengkapnya : 1. DT Merupakan siswa SLA Fredofios berusia 17 tahun dengan spektrum Syndrom Asperger. Dalam penelitian ini peneliti mengobservasi informan DT untuk mendapatkan gambaran perilaku seksual remaja autisme dan mewawancarainya untuk mengetahui apakah informasi mengenai seksualitas yang disampaikan oleh guru sampai pada siswa. 81 H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif (Surakarta : Sebelas Maret University Press, 2002) hlm. 56 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 2. VR Merupakan siswa SLA Fredofios berusia 12 tahun dengan spektrum autisme infantil. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengobservasi perilaku seksual informan VR. Proses wawancara sulit dilakukan karena kemampuan komunikasi informan VR sangat terbatas. 3. LS Merupakan siswi SLA Fredofios berusia 18 tahun dengan spektrum autisme infantil. Sama halnya dengan VR, peneliti juga hanya mengobservasi perilaku seksual informan LS. 4. Agung Tri Yulianto Merupakan guru Pendidikan Agama Islam di SLA Fredofios. 5. Dessi Amalia Arumsari Merupakan guru IPA di SLA Fredofios. 6. DS dan PR Merupakan ayah dan ibu dari informan DT. 7. TJ Merupakan ayah dari informan VR. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 8. CH Merupakan ayah dari informan LS. 9. Fred Vrugteveen Merupakan konsultan pendidikan SLA Fredofios. 6. Validitas Data Validitas data penelitian diperoleh dengan teknik trianggulasi data/sumber sebagai pemeriksaan keabsahan. Cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya, data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber data yang berbeda. Dengan demikian apa yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bila dibandingkan dengan data sejenis dari sumber lain yang berbeda. Peneliti bisa menggunakan informan yang berbeda-beda posisinya dengan sebagai sumber data.82 7. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif. Menurut Bodgan dan Biklen, analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah 82 Ibid. hlm. 79 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55 milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan pada orang lain.83 Miles dan Huberman membagi teknis analisis ini menjadi 3 komponen, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan serta pengujian kesimpulan.84 a. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan catatan tertulis di lapangan. b. Penyajian Data Melibatkan langkah langkah mengorganisasikan data, yakni menjalin (kelompok) data yang satu dengan (kelompok) data yang lain sehingga seluruh data yang dianalisis benar benar dilibatkan dalam satu kesatuan untuk memudahkan proses analisis. 83 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007) hlm. 248 84 Pawito, Op.Cit. hlm. 104 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56 c. Penarikan/Pengujian Kesimpulan Peneliti mengimplementasikan prinsip induktif dengan mempertimbangkan pola-pola data yang ada atau kecenderungan dari penyajian data yang telah dibuat. Gambar 1.6 Model Interaksi Miles dan Huberman 85 Pengumpulan data Penyajian data Penarikan/pengujian kesimpulan Reduksi data H. Kerangka Pemikiran Penelitian ini berusaha menggambarkan bagaimana pola komunikasi yang terbentuk dari komunikasi pendidikan seksual orangtua, guru kepada remaja autisme. Berikut adalah skema dari kerangka pemikiran yang dipakai dalam penelitian ini : 85 Pawito, Op.Cit. hlm. 105 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57 Gambar 1.7 Skema Kerangka Pikir Komunikasi Interpersonal Antara Guru dan Murid Dalam Mengenalkan Pendidikan Seksual Sifat komunikasi Autisme Masa Remaja Komunikasi interpersonal Antara Guru dan Murid Sikap sumber Pesan Perubahan Fisik Perubahan Hormonal dan Perilaku Seksual Waktu penyampaian Media komunikasi Hambatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58 BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Sekilas Tentang SLA Fredofios 1. Sejarah Berdirinya SLA Fredofios 86 Sekolah Lanjutan Autis Fredofios didirikan dan telah diresmikan oleh GKR Hemas pada tanggal 3 April 2003. Nama Fredofios diambil dari nama Mr. Fred Vrugteveen, seorang konsultan autisme dari Belanda, serta Ofiq dan Osi, dua siswa pertama di sekolah tersebut. Ofiq dan Osi merupakan cikal bakal berdirinya SLA Fredofios. Sebelumnya kedua murid ini sekolah di SLB Autis Fajar Nugraha. Pada saat Osi berusia 15 tahun, SLB Autis Fajar Nugraha merasa manajemennya tidak mampu lagi meningkatkan kinerja remaja autis dan membuat kebijaksanaan untuk mengeluarkan Osi. Pada saat ada surat penghentian untuk tidak masuk ke sekolah lagi, orangtua Osi meminta agar manajemen sekolah mengizinkan pemanfaatan tenaga konsultan paling tidak selama satu tahun dan menggunakan satu guru untuk mengajar Osi. Pak Fred selaku konsultan sekolah Fajar Nugraha menyambut baik permintaan tersebut dan menyediakan garasi rumahnya sebagai tempat belajar. Ofiq yang pada waktu itu berusia 14 tahun kemudian bergabung dengan Osi. 86 Dokumen SLA Fredofios Yogyakarta commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59 Untuk membentuk suasana sekolah, garasi diberi partisi dengan pintu dan jendela. Kebutuhan sekolah seperti meja, kursi, papan tulis, komputer, peralatan memasak pun disediakan. Pada kenyataannya anak dengan lepas dari anak anak berkembang pesat anak lain yang lebih kecil. Guru, konsultan dan orangtua dapat membahas masalah materi pendidikan setiap saat tanpa perlu menunggu rapat, meskipun rapat resmi demi kemajuan pendidikan pun sering kali dilakukan. Selain kegiatan yang bersifat akademis, kegiatan berenang, melukis, memasak, dan sosialisasi dengan masyarakat pun semakin intensif dilakukan. Orangtua menyadari bahwa anak autis dapat hidup mandiri dan digali potensinya secara maksimal melalui pendidikan yang tepat. Dasar pemikiran inilah yang kemudian mendorong orangtua Ofiq dan Osi bekerjasama dengan Pak Fred untuk mendirikan sekolah lanjutan khusus untuk remaja autisme. Orangtua Ofiq bersedia membuatkan gedung sekolah yang letaknya tidak jauh dari rumah Ofiq, orang tua Osi (Bapak) bersedia mengelola dan mengembangkan sekolah, sementara Pak Fred bersedia menjadi konsultan sekolah setelah beliau pensiun dari SLB Autis Fajar Nugraha. Adanya sarana dan prasarana didukung dengan individu individu yang berkeinginan kuat, menjadikan Fredofios tidak hanya sebagai tempat belajar bagi remaja autisme, tetapi juga sebagai pusat informasi dan pelatihan bagi masyarkat luas. Sekolah yang terletak di Jl. Perumnas Gg Indragiri II / 11 B, Sleman, Yogyakarta ini secara aktif menyelenggarakan berbagai pelatihan bagi guru commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60 guru autis, orangtua dan masyarakat. Telah pula dijalin kerjasama yang baik dengan LSM nasional dan internasional, para professional, universitas, dan institut sampai ke birokrasi pendidikan. Penyebaran informasi mengenai sekolah dan autisme juga dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media, seperti koran, majalah, radio, maupun televisi swasta dan nasional. Banyak pula permintaan dari luar daerah untuk berbicara tentang pendidikan autis, baik dari Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. SLA Fredofios terus meningkatan kualitasnya, baik dari segi SDM maupun hal hal yang berkaitan dengan pendidikan sekolah. Saat ini jumlah guru yang mengajar ada 8 orang, terdiri dari 5 guru tetap dan 3 lainnya yang mengajar pelajaran melukis, seni musik, dan kesenian. 2. Visi dan Misi87 a. VISI Mendidik para remaja dan dewasa autis serta anak berkebutuhan khusus untuk dapat berkarya dan berguna bagi lingkungannya dengan kemandirian penuh. b. MISI Mengembangkan dan mengoptimalkan bakat remaja dan dewasa autis serta anak berkebutuhan khusus untuk berkarya demi masa depannya. 87 Buku Kurikulum SLA Fredofios Yogyakarta commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61 Memberi kesempatan remaja dan dewasa autis serta anak berkebutuhan khusus untuk dididik secara formal dengan kurikulum yang komprehensif. Membuka kesempatan semua pihak untuk memperdalam pendidikan autis dan anak berkebutuhan khusus. Menjadi sumber informasi pendidikan autisme dan anak berkebutuhan khusus. Menjadi wahana untuk pelatihan pelatihan. 3. Jaringan SLA Fredofios88 Dalam pendidikan autisme permasalahan yang harus ditangani sangatlah kompleks. Oleh karena itu penanganannya tidak cukup hanya dengan satu disiplin ilmu. Diperlukan pemikiran dari berbagai pihak, baik guru, terapis, psikolog, dokter, psikiatris, maupun dari pihak-pihak lain yang berkaitan dengan pendidikan autisme. Selain itu diperlukan juga partisipasi dari bidang-bidang non pendidikan yang dapat mendukung sarana dan prasarana serta pendanaan pendidikan autisme ini. Untuk bisa melaksanakan fungsi sekolah secara maksimal, Sekolah Lanjutan Autis Fredofios bekerjasama dengan banyak pihak untuk pengadaan dan pengembangan pendidikan autisme. Jaringan kerja SLA Fredofios antara lain : a. VSO (Voluntary Service Overseas) 88 Ibid commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62 b. SKN (Stichting kinderpostzegels Nederland ) c. Sekolah autis di Manila Philipina d. Sekolah - sekolah autis di Yogyakarta e. PGAY ( Persatuan Guru Autis Yogyakarta ) f. Dinas Pendidikan Yogyakarta g. P3TKA ( Pusat Pengkajian dan Pengamatan Tumbuh Kembang Anak ) h. Sekolah berkebutuhan khusus Kasih Karunia di Surabaya i. Kubca Samakta (lembaga pusat pelatihan ketrampilan remaja tuna rungu di Bandung) j. Selain jaringan kerja di atas, ada berberapa jaringan kerjasama untuk karta, percetakan di Yogyakarta. Jaringan untuk magang ini dalam proses penambahan dengan waktu yang tidak terbatas. Sasaran Program Pendidikan SLA Fredofios89 4. Sasaran program pendidikan di SLA Fredofios adalah siswa dengan kriteria : a. Anak termasuk dalam spektrum autis, gangguan komunikasi, atau kesulitan belajar. 89 Wawancara dengan informan Abdu Somad pada 4 April 2011 pukul 13.30 wib di Ruang I SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63 b. Memiliki surat keterangan hasil diagnosa / rekomendasi dari P3TKA atau lembaga lain yang berkompeten (psikolog atau psikiater). c. Pada waktu mendaftar telah berusia 10 22 tahun. d. Memiliki kemampuan kemandirian : toilet training, makan dan minum, sosialisasi dalam kelompok kecil, serta baca dan tulis dasar. e. Tidak memiliki tuna ganda dan mampu didik. f. Mengerti bahasa g. Dapat mengungkapkan keinginan secara verbal/nonverbal. Dari kriteria di atas, saat ini Sekolah Lanjutan Autis Fredofios memiliki 8 orang siswa. Tabel 2.1 Daftar Siswa SLA Fredofios No Nama Usia Jenis Kelamin Jenis Difabel 1 M. Harun Arrofiq Siregar 23 th Laki - laki Autis 2 Mutia Diah Listyowati 22 th Perempuan Slow Learner 3 Ivan Raditya Utama 13 th Laki - laki Autis 4 Dian Kartika Sari 25 th Perempuan Slow Learner 5 Darmayu Pratyakso 16 th Laki - laki Autis 6 Adyatma Wajendra S. 11 th Laki - laki Autis 7 Claudia Anastasia 18 th Perempuan Autis 8 Jason Farel Roediyanto 12 th Laki - laki Autis Sumber : Dokumen SLA Fredofios 2011 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64 5. Denah Lokasi Gambar 2.1 Denah Ruang Sekolah Lanjutan Autis Fredofios 1 Keterangan Gambar : 4 2 3 6 17 5 7 11 10 8 9 16 12 13 21 15 14 20 19 18 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Halaman sekolah Ruang I (kelas) Ruang tamu Kantor guru Aula sekolah/Hall Ruang II (kelas) Ruang III (kelas) Ruang IV (kelas) Ruang computer dan fotokopi Gudang Dapur Rak piring Tempat wudhu Kamar mandi Kamar mandi Ruang music Parkir Ruang baca (lantai 2) Ruang aksesoris (lantai 2) Dapur (lantai 2) Kamar mandi (lantai 2) Biaya Pendidikan90 6. Biaya pendidikan di SLA Fredofios meliputi : a. Biaya pendaftaran sebesar Rp 250.000,- yang dibayarkan pada saat calon siswa mendaftar di Sekolah Lanjutan Autis Fredofios. 90 Buku Kurikulum SLA Fredofios Yogyakarta commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65 b. Biaya Pendidikan (SPP) sebesar Rp 900.000,-/bulan yang dibayarkan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. c. Biaya/sumbangan gedung sebesar Rp 7.000.000,- dengan sistem pembayaran : Angsuran I sebesar Rp 2.000.000,(Selanjutnya dapat diangsur selama 6 bulan). Jika dalam satu tahun pengamatan dan observasi berkala siswa mengalami perubahan perkembangan yang tidak dapat ditangani sekolah maka siswa akan dikembalikan pada orang tua. Jika siswa yang dikembalikan pada orang tua dalam masa pendidikan 1 tahun atau kurang, maka biaya/sumbangan gedung akan dikembalikan sebesar 50% dari jumlah yang sudah dibayar. Jika masa belajar selama 1 tahun maka uang gedung akan dikembalikan 2 juta. Jika masa belajar selama 2 tahun maka uang gedung akan dikembalikan 1 juta. Jika masa belajar selama 2 tahun lebih, maka uang tidak akan dikembalikan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 66 7. Kurikulum Pendidikan91 Kurikulum pendidikan untuk remaja autisme dirancang berdasarkan pengalaman pengalaman di lapangan dan teori dengan perkembangan intelektual remaja teori yang sudah disesuaikan remaja autisme. Isi kurikulum biasanya terdiri dari semua ketrampilan yang diperlukan anak autis untuk bisa berperan seoptimal mungkin dalam lingkungan masyarakat. Karena siswa autisme mengalami kesulitan dalam mengatur informasi dengan baik dan kurang mengerti lingkungannya, maka pendidikan di SLA Fredofios menerapkan sistem struktur dan memanfaatkan bantuan visual dan bantuan konkrit. Tujuan dari penyusunan kurikulum adalah untuk memudahkan para siswa menghubungkan teori dan praktek sehingga mereka lebih mengerti situasi di lingkungan mereka. Fungsi kurikulum adalah : Memperlihatkan kegiatan di SLA Fredofios. Menjelaskan cara mengajar di SLA Fredofios. Menjelaskan visi misi untuk sekarang dan masa depan mengenai anak autis remaja. Menjelaskan tanggung jawab orang organisasi SLA Fredofios. 91 Berbagai sumber commit to user orang yang terlibat dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 67 Fokus pendidikan di Sekolah Lanjutan Autis Fredofios, selain program akademis juga difokuskan pada dalam kehidupan sehari yaitu apa yang diperlukan hari dalam lingkungan masyarakat secara mandiri dan sesuai bakat minat siswa. Program pendidikan yang ditawarkan SLA Fredofios antara lain : Pendidikan Akademik Pelajaran akademik berupa pelajaran Matematika, IPA, IPS, Agama, Bahasa Indonesia, Bahasa inggris, dan Bahasa Jawa. Materi setiap pelajaran biasanya bersifat praktis dalam kehidupan sehari hari mereka dan disesuaikan dengan kebutuhan anak. Pada pelajaran matematika misalnya, guru mengajarkan konsep uang pada anak, karena bagi remaja autisme, terkadang bingung dengan fungsi uang. Mereka mengetahui nominalnya, tetapi bingung jika diterapkan dalam jual beli. Pendidikan Keterampilan Pendidikan ketrampilan berupa pembuatan aksesoris, seperti tasbih, kalung, gelang, dan berbagai hiasan dari kain flannel. Selain itu ada juga pelajaran daur ulang kertas, fotokopi dan jilid, komputer, melukis, musik, dan memasak. Tujuan dari pendidikan ketrampilan adalah untuk membekali anak dengan berbagai keahlian agar anak bisa hidup mandiri dan diharapkan dapat memiliki keahlian sebagai mata pencaharian mereka nantinya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 68 Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani ditujukan untuk melatih motorik mereka. Setiap minggunya siswa mendapat pelajaran berenang, kebugaran, dan pelajaran olah raga. Pendidikan Sosialisasi Selain pelajaran akademik dan ketrampilan. Setiap hari sabtu sekolah mengadakan program outing. Misalnya berbelanja di Mall, nonton film, atau ke tempat tempat umum lainnya. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi anak dan agar anak terbiasa dengan tempat tempat ramai. Pendidikan Komunikasi Pendidikan komunikasi penting diberikan karena sebagian besar penyandang autisme bermasalah dengan komunikasi. Fungsinya adalah agar mereka dapat menyampaikan keinginannya, baik secara verbal atau dengan menggunakan media. Sistem Belajar Dasar pendidikan adalah program TEACCH Sesuai dengan tingkat kemampuan anak Sasarannya pada : minat, bakat anak, dan proses kemandirian Melibatkan peran aktif dari orang tua Menggunakan struktur ruang, waktu, dan kegiatan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 69 Menggunakan Strategi Visual : Teks, poster, foto, TV/VCD Remaja autis, dengan segala keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki dapat diberdayakan secara optimal dengan proses pendidikan yang tepat. Untuk mengetahui apakah pendidikan yang diberikan sudah benar, diperlukan observasi terus menerus pada proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Diperlukan suatu acuan dalam proses KBM ini agar dapat dimonitor dan dievaluasi tingkat kemajuan dan perkembangan pendidikan pada anak dan remaja autis. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan anak dan remaja autis sangat diperlukan sebagai pedoman mengajar dan acuan dasar dalam mengevaluasi kemajuan dan perkembangan remaja autis. Sarana dan Prasarana92 8. Untuk menunjang kelangsungan proses belajar mengajar maka SLA Fredofios melengkapi sekolahnya dengan berbagai fasilitas, antara lain : a. Gedung Sekolah Gedung sekolah ini milik Yayasan Autisma Nusantara, yaitu yayasan yang memayungi SLA Fredofios, sehingga dapat dikatakan gedung sekolah dan tujuan pendidikan autis sehingga anak merasa senang dan nyaman. Gedung sekolah terdiri dari : Ruang Kelas 92 Buku Kurikulum SLA Fredofios Yogyakarta commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 70 Digunakan untuk kegiatan belajar mengajar akademik. Ruang kelas di SLA Fredofios semuanya berjumlah 4 ruangan. Ruang Komputer Digunakan untuk praktek komputer sehingga anak anak terlatih dalam mengoperasikan komputer. Ruang Musik Ruangan ini kedap suara dan digunakan untuk berlatih musik. Ruang Ketrampilan Digunakan untuk kegiatan ketrampilan dan melukis. Dapur Digunakan untuk memasak Aula Sekolah/Hall Digunakan untuk kegiatan yang melibatkan banyak peserta dan kegiatan yang memerlukan tempat luas. Biasanya Hall juga digunakan sebagai ruang pertemuan pada saat ada rapat. Kantor Digunakan sebagai ruang kepala sekolah serta guru guru. Lantai 2 Digunakan untuk ruang istirahat serta ruang baca. Selain itu Lantai 2 juga biasanya digunakan pada saat pelajaran aksesoris dan memasak. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 71 b. Buku buku Buku buku yang tersedia digunakan sebagai bahan modifikasi pelajaran dan bahan bacaan penambah pengetahuan, buku pelajaran SD kelas V-VI, buku pelajaran SMP kelas I,II,III dan bahan bahan dari koran, majalah, ensiklopedi sesuai bakat minat. c. Komputer Sekolah Lanjutan Autis Fredofios memiliki 5 komputer yang digunakan sebagai alat praktek komputer bagi siswa dan administrasi guru. d. Peralatan musik Drum, organ, angklung, gitar, suling, clarinet, dan sebagainya. Alat alat musik ini digunakan untuk berlatih musik baik siswa maupun guru. e. Peralatan audio-visual TV, video, kamera, LCD, laptop, radio, handycam, sebagai media audio visual dalam proses belajar mengajar. f. Peralatan masak Panci, penggorengan, kompor, dan rice cooker g. Peralatan ketrampilan Segala peralatan yang dibutuhkan untuk pelajaran aksesoris, seperti mote, kain flannel, jarum, benang, lem tembak, dan sebagainya. h. Peralatan bina diri Sulak, sapu, setrika, dan perlengkapan mencuci. i. Peralatan daur ulang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 72 j. Almari, kulkas, file, cabinet, meja dan kursi. Semua fasilitas di atas, dimaksudkan untuk mempersiapkan anak semandiri mungkin. B. Pengelola Sekolah Gambar 2.2 Struktur Organisasi SLA Fredofios Yayasan Autisma Nusantara Komite Sekolah Wakasek Bidang Humas Kepala Sekolah Wakasek Bidang Kurikulum Network Konsultan Wakasek Bidang Administrasi Dewan Guru Sumber : Dokumen SLA Fredofios 2011 SLA Fredofios berada dibawah naungan Yayasan Autisma Nusantara, dimana kepengurusan adalah sebagai berikut : Penasehat : Ir. Dikran Siregar Ketua : Ir. Bugi Rustamadji Msc Sekertaris : Ir. Sri Sudaryati MS commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 73 Pengawas : Zubaidah Hasibuan BSc Konsultan : Mr. Fred Vrugteveen (konsultan autisma dari Belanda) Kepala Sekolah : Ir. Bugi Rustamadji Msc Wakil kepala sekolah terdiri dari tiga orang yaitu : Wakasek bidang kerjasama dan pengabdian masyarakat : Abdu Somad, S.pd Wakasek bidang kurikulum dan kesiswaan : Agung Tri Yulianto, S.pd Wakasek bidang administrasi dan keuangan : Dewi Retno Pertiwi, S.Psi Tabel 2.2 Daftar Guru SLA Fredofios No 1. Nama Mata Pelajaran Abdu Somad, S.pd Bhs. Inggris Status Guru Tetap Matematika Komputer Renang Pertanian 2. Agung Tri Yulianto, S.pd PAI Guru Tetap Olahraga Jilid & Fotokopi Bhs. Jawa 3. Dewi Retno Pertiwi, S.Psi Bhs. Indonesia IPS Terapi musik dan tari Memasak Pertanian commit to user Guru Tetap perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 74 4. Dessi Amalia A, S.Psi IPA Guru Kontrak Menjahit Aksesoris Komunikasi 5. Dwi Nuriyanti, S.pd Menangani siswa Guru Kontrak baru, Keterampilan 6. Antonius Nugraha, S. Pd Musik Guru Tidak Tetap 7. Catur Wigiatmono, S. Sn Kreasi seni/tari Guru Tidak Tetap 8. Aji Saputra Melukis Guru Tidak Tetap Sumber: Dokumen SLA Fredofios 2011 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 75 BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Gambaran Autisme Berdasarkan informasi dari para informan, gejala autisme biasanya tampak pada saat anak berusia 1,5 hingga 3 tahun. Tidak adanya kontak mata dan keterlambatan bicara seringkali menjadi tanda awal kecurigaan orang tua. Namun, minimnya informasi pada waktu itu ditambah dengan perkembangan anak yang semula tampak normal seringkali membuat orang tua bingung dan harus melalui tahapan yang cukup panjang sebelum akhirnya sang anak didiagnosis mengalami autisme. Hal ini seperti yang dialami oleh informan TJ : perkembangannya juga bagus, umur 1 tahun juga sudah bisa jalan, semuanya normal. Tapi pada usia 1,5 tahun, tahu tahu drop semua. Kontak mata tidak ada, terus mulai ngomong susahnya setengah mati. Waktu itu saya tinggal di Jakarta, sempat saya tanyakan ke dokter, Dok, ini anak saya kenapa, kok jadi kayak gini? Terus dokter bilang, tunggu deh 2 tahun lagi, mungkin setelah 2 tahun polanya akan diketahui anak ini bisa bicara atau tidak. Saat 2 tahun, saya tanya lagi ke dokter, saat itu 93 Pada kasus lain, salah satu orang tua mengaku bahwa mereka sempat tidak percaya sewaktu DT didiagnosis autisme karena perkembangan sang anak sangat baik. Pada usia 2 tahun, DT sudah bisa menyusun huruf menjadi kata, 93 Wawancara dengan informan TJ dilakukan pada 28 Mei 2011 pukul 12.22 WIB di kantor informan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 76 kemudian pada usia 4 tahun sudah bisa menulis, dan kemampuan matematis juga sangat baik. Remaja autisme yang saat ini berusia 17 tahun ini bahkan sempat menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar umum sebelum akhirnya pindah ke sekolah khusus autisme. kata dia bisa. Wong perkalian itu saya enggak pernah ngajarin, nulis itu juga saya enggak ngajarin, tapi dia bisa. Pembagian itu juga begitu, enggak tahu bagaimana caranya. Ya ala DT. Gurunya aja sampai bingung, DT itu cepet. Matematika, enggak pernah saya ngajarin, asal jangan soal cerita. Kalau 94 Dengan demikian, tidak mengherankan cukup banyak anak yang menunjukkan kemampuan di bidangnya, seperti musik, seni, matematika, komputer, dan menggambar. Sebagian individu autis memiliki kemampuan luar biasa tanpa melalui proses belajar yang disebut savant. 95 Namum tingkat integelegensi yang tinggi memang tidak sepenuhnya dapat menjelaskan autisme. Secara umum mereka yang memiliki IQ tinggi akan lebih baik dalam hal pemahaman, tetapi kemampuan interaksi sosial biasanya tetap terganggu. Berikut ini penjelasan yang memperlihatkan hubungan antara intelegensi dengan autisme : bisa lebih bagus daripada anak autis yang jenius. Makanya tadi saya 94 Wawancara dengan informan DS dan PR dilakukan pada 16 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di rumah informan. 95 orang http://psibkusd.wordpress.com/2010/04/15/ anak-autis-pandanglah-kami-sebagai-orang-normal%E2%80%A6. 06/01/2011/12.35 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 77 menjelaskan bahwa masalah yang paling utama adalah masalah interaksi sosial. Jadi kalau tidak ada diagnosa interaksi sosial tidak ada diagnosa autis. Jadi IQ tidak menjelaskan banyak tentang autis. Mungkin anak yang IQ nya sedang, dia sangat baik dalam hal praktis, tapi anak autis yang IQ nya tinggi tidak dapat berbuat banyak dalam hal praktis. Jadi jangan berpikir bahwa dengan IQ tinggi, seseorang berfungsi lebih bagus 96 1. Masalah Pemaknaan Pada Penyandang Autisme Salah satu aspek penting diagnosis autisme adalah adanya gangguan pada bidang komunikasi. Ini berarti kemampuan penyandang autisme untuk berkomunikasi secara efektif sangat terbatas. Proses komunikasi dimulai dari pikiran komunikator yang akan menyampaikan pesan atau informasi (encoding). Apa yang dipikirkan itu kemudian dilambangkan dengan bahasa lisan atau tertulis (verbal) maupun melalui isyarat-isyarat tertentu (non-verbal). Proses selanjutnya, dengan melalui transmisi berupa media atau channel, maka pesan tiba pada komunikan. Setelah menerima pesan, komunikan kemudian memberikan makna pada pesan tersebut (decoding) dan akhirnya memahami isi pesan yang disampaikan komunikator. Decoding, istilah teknis untuk proses berpikir penerima, melibatkan interpretasi. Pada proses pemberian makna inilah penyandang autisme mangalami kesulitan. Komunikasi yang efektif terjadi tidak hanya saat seseorang telah melekatkan arti tertentu terhadap perilaku orang lain, tetapi juga terhadap 96 Wawancara dengan Informan Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB di Ruang I SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 78 persepsinya yang sesuai dengan pemberi pesan. Menurut David K. Berlo, sukses tidaknya suatu komunikasi sangat bergantung pada bagaimana komunikator dan komunikan memberi makna tertentu pada isi pesan bukan pada suksesnya pengiriman dan penerimaan pesan itu sendiri.97 Pemaknaan tersebut sangat tergantung dengan pengetahuan, minat, pengalaman, lingkungan, budaya, dan nilai peserta komunikasi. Kesulitan penyandang autisme untuk memaknai dan memahami sesuatu disebabkan oleh masalah kognisi yang berbeda. Theo Peeters menjelaskan bahwa dalam perkembangannya, manusia belajar tentang bahasa dan mulai belajar bicara. Kemudian anak anak belajar menambahkan makna pada persepsi terhadap suara. Hal ini berbeda dengan penyandang autisme. Mereka mendengar, melihat, dan merasa tetapi otak mereka memproses informasi ini dengan cara berbeda.98 Jika seorang penyandang autisme memiliki masalah makna dalam kehidupan sehari harinya, maka dia terasing dalam dunia dimana makna secara umum ditemukan melalui komunikasi dan perilaku sosial. Viki Satkiewicz Gayhardt, seorang penyandang autisme dari Amerika Serikat, menggambarkan kesulitan dalam berkomunikasi ini sebagai berikut : kau katakan karena terlalu banyak gangguan disekitarku. Aku harus berkonsentrasi keras untuk mengerti satu hal. Engkau mungkin merasa 97 Alo Liliweri, Perspektif Teoritis Komunikasi Antar Pribadi:Suatu Pendekatan Ke Arah Psikologi Sosial Komunikasi (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1994) hlm. 52 98 Theo Peeters. Op.Cit. hlm. 23 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 79 aku cuek, tapi sebenarnya tidaklah demikian. Aku mendengar semuanya 99 Paradigma tersebut penting kalau dihubungkan dengan pendekatan interaksi simbolis yang dalam berinteraksi, simbol simbol yang mewakili isi pesan manusia. Isi pesan itu bersumber dari kegiatan mind seseorang lalu melihat dirinya dalam persepsi orang lain. Karena perbedaan mind yang dimiliki oleh setiap orang maka setiap orang juga berkemungkinan menambahkan makna pada persepsi secara berbeda. Akibatnya bisa terjadi peristiwa misscommunication terhadap pesan yang dikirim.100 Tidak sesuainya umpan balik yang diberikan karena adanya perbedaan makna antara komunikator dan komunikan dapat terlihat pada saat peneliti mengomentari baju seorang guru dengan salah satu murid yang kebetulan berwarna sama. Ketika peneliti bilang bahwa mereka kompak, tiba tiba murid yang lain bernama DT datang dan menjelaskan bahwa ia sudah potong rambut. Setelah ditelusuri ternyata kompak adalah nama salon langganannya, dan salon sendiri diidentikkan dengan kegiatan potong rambut. Di sini terlihat bahwa pengalaman DT dengan kata kompak berpengaruh pada bagaimana dia memaknai kata tersebut sehingga terjadi misscommunication karena makna kata kompak menurut komunikator adalah memakai baju dengan warna yang sama. Kesulitan dalam decoding mungkin juga merupakan alasan mengapa penyandang autisme menggunakan bahasa yang repetitif (diulang) atau 99 Pernyataan Viki Satkiewicz Gayhardt seperti dikutip oleh Leny Marijani dalam Bunga Rampai, Seputar Autisme dan Permasalahannya (Jakarta : Puterakembara Foundation, 2003) hlm. 3 100 Alo Liliweri. Loc. Cit. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 80 stereotip (meniru) sebagai umpan balik. VR misalnya, ketika ditanya nama serangga yang ada di kartu bergambar, bukannya menjawab dia justru mengulangi pertanyaan yang diucapkan guru. Lebih lanjut, masalah pemaknaan ini tentu berpengaruh pada kemampuan komunikasi seseorang. Gangguan komunikasi yang dialami oleh penyandang autisme berarti juga bahwa mereka kesulitan menyampaikan pikiran atau perasaan kepada orang lain. Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kagairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Penyandang autisme bukannya sama sekali tidak bisa berkomunikasi, mereka tetap berkomunikasi, hanya saja bahasa yang mereka gunakan untuk mengungkapkan sesuatu berbeda dan terkadang aneh. ulang. Hal ini seperti yang diceritakan informan CH, ayah dari LS. kadang LS juga berbicara sesuatu pada saya, dan kadang sesuatu itu diulang ulang terus. Beli DVD lah, beli film, dan akhirnya kita mengerti, kalau dia udah mulai mengulang ulang sesuatu, ini mau ngamuk nih, jadi ada sesuatu yang enggak dia senang. Tapi kalau dia 101 ketawa Cara berkomunikasi yang aneh juga terlihat dari komunikasi nonverbal penyandang autisme ketika menyampaikan ketidaknyamanannya pada sesuatu. 101 Wawancara dengan informan CH dilakukan pada 7 Mei 2011 pukul 13.00 WIB di Kantor Guru SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 81 Berdasarkan pengakuan dari penyandang autisme berkemampuan tinggi (High Functioning Autism), perilaku stereotip merupakan cara mereka berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya bahwa mereka merasa terganggu dengan sesuatu.Viki Satkiewicz Gayhardt menjelaskannya seperti berikut : , bergumam, menaruh jari-jariku kemuka, mengibas-ibaskan tangan, atau menggerakkan benda yang berbeda - beda. Aku bukanlah mencoba untuk mengganggu atau bersikap aneh tapi aku melakukannya agar otak ku 102 dapat beradaptasi dengan duniaPada spektrum autisme yang lebih ringan, penyandang asperger biasanya tidak bermasalah dengan bahasa verbal. Ada kecenderungan mereka justru aktif berbicara. Meskipun demikian, pembicaraan mereka seringkali tidak komunikatif dan terpaku pada topik pembicaraan yang monoton. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Fred : berbicara pintar tapi komunikasi tidak, dalam arti mereka hanya senang mengekspresikan apa yang ada di pikiran mereka, tapi reaksi orang lain mereka tidak/sedikit mengerti. Kalau sedikit mengerti, reaksinya juga 103 Masalah pemaknaan dan gangguan komunikasi berpengaruh pada gangguan autisme lainnya, yaitu interaksi sosial. Autisme adalah suatu kelainan perkembangan otak yang menyebabkan seseorang mengalami kesulitan dalam 102 Pernyataan Viki Satkiewicz Gayhardt seperti dikutip oleh Leny Marijani dalam Bunga Rampai, Seputar Autisme dan Permasalahannya (Jakarta : Puterakembara Foundation, 2003) hlm. 5 103 Wawancara dengan Pak Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB di Ruang I SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 82 memahami lingkungan di sekitarnya. Ada keterbatasan di dalam otak yang tidak terlihat yang kemudian melemahkan kemampuan penyandang autisme untuk beradaptasi dengan keadaan di sekitarnya. Gangguan dalam interaksi sosial tampak pada kecilnya motivasi penyandang autisme untuk berinteraksi dengan lingkungannya, mereka cenderung asyik dengan aktivitasnya sendiri, seperti menggambar, menonton video dari HP, atau berperilaku stereotip. Sikap isolasi sosial ini terjadi karena penyandang autisme mengalami kesulitan untuk melakukan kontak dengan orang lain secara efektif. Jenis kognitif yang kaku menyebabkan mereka yang mengalami gangguan perkembangan ini mengalami kesulitan untuk memahami berbagai aturan sosial yang bersifat abstrak. Mereka selalu merasa bingung dengan situasi sosial yang selalu berubah. Theresa Joliffe yang juga seorang penyandang autisme mengasosiasikan keadaan ini seperti berikut : dengan makhluk makhluk asing mungkin akan merasa takut serta tidak akan tahu bagaimana harus menyesuaikan diri dan tentu saja akan mengalami kesulitan dalam memahami apa yang sedang dipikirkan, dirasakan, dan dikehendaki oleh makhluk makhluk asing itu, serta bagaimana bereaksi terhadap semua itu. Begitulah halnya dengan autisme....kehidupan sosial sulit karena hal itu tampaknya tidak memiliki pola tertentu. Ketika saya menyangka bahwa saya baru mulai memahami suatu pemikiran, tiba tiba tampak tidak mengikuti/memiliki pola yang sama ketika situasinya agak berubah. Banyak sekali hal yang harus dipelajari. Penyandang autisme sangat marah karena rasa frustasi yang commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 83 diakibatkan oleh parahnya ketidakmampuan untuk memahami dunia 104 Masih berhubungan dengan hal abstrak lainnya, penyandang autisme juga bermasalah dengan pemahaman emosi dan kesulitan dalam membaca ekspresi wajah. Hal ini menjadi penjelasan mengapa mereka tidak menggunakan gestur untuk mengkomunikasikan emosi mereka. Mereka memiliki perasaan tetapi tidak tahu bagaimana cara mengekspresikannya, sama seperti mereka kesulitan untuk memahami hal yang sama pada diri orang lain. Contohnya LS, remaja berumur 18 tahun ini selalu tertawa saat guru memarahinya. Keterbatasan dalam memahami emosi manusia ini kemudian berpengaruh pada kemampuan mereka dalam berhubungan emosional secara timbal balik dengan orang lain. Hal ini terlihat jelas saat melayat ke rumah salah satu guru yang meninggal, VR justru asyik makan permen, sementara LS tertawa tawa sambil sesekali memanggil VR. Kemampuan terbatas dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya serta kesulitan untuk menjalin hubungan dengan orang lain seringkali menjadi alasan munculnya masalah perilaku pada penyandang autisme. Lebih jauh, penyandang autisme juga biasanya bermasalah dengan perilaku seksual ketika mereka menginjak usia remaja. Oleh karena itu, penting bagi orangtua dan guru 104 Pernyataan Therese Joliffe, dkk sebagaimana dikutip oleh Theo Peeters dalam Autisme : Hubungan Pengetahuan Teoritis dan Intervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autis, penerjemah Oscar H. Simbolon dan Yayasan Suryakanti (Jakarta : PT. Dian Rakyat, 2004) hlm. 103-104 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 84 untuk memberikan pengetahuan seputar pubertas dan pemahaman mengenai etika sosial pada remaja autisme. 2. Remaja dan Masalah Seksualitas 2.1. Perubahan Pada Masa Remaja Masa remaja sering diidentikkan sebagai masa yang membingungkan dan masa penuh gejolak. Bagi sebagian anak, masa transisi ini bukanlah fase yang mudah. Adaptasi terhadap segala bentuk perubahan, baik fisik maupun hormonal, tak pelak mempengaruhi kondisi psikologis mereka. Kondisi ini menjadi semakin sulit manakala si remaja adalah seorang penyandang autisme yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi, berinteraksi sosial, dan berperilaku. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Saat ini istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pada periode ini terjadi perubahan kematangan fungsi perubahan besar dan esensial mengenai fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual.105 Berdasarkan keterangan orang tua, rata rata ciri ciri pubertas mulai tampak pada saat anak berusia 11 tahun hingga 12 tahun. Memasuki usia 105 Kartini Kartono. Psikologi Anak : Psikologi Perkembangan (Bandung : Mandar Maju, 1990) hlm. 148 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 85 tersebut, biasanya muncul perilaku perilaku seksual, seperti memegang organ seksual, mulai menunjukkan ketertarikan dengan lawan jenis, terjadinya mimpi basah pada pria, serta keluarnya darah menstruasi pada penyandang autisme perempuan. Berikut penuturan salah satu orang tua : ai kelas 6 SD. Waktu itu dia suka sama salah satu temannya, anak sini juga, karena si cewek ini care sama DT, suka belain DT. Terus pindah kan anaknya. Dulu suka ditongkrongin di rumahnya situ ya Pa. 106 Terus seperti mimpi basah dan segala macem ya setelah di Ciri pubertas lainnya juga dijelaskan oleh TJ, ayah dari VR, seperti berikut : belum. Kalau bentuknya seperti masturbasi, maaf ya saya laki laki jadi tahu kebiasaan anak laki laki seperti apa, belum sampai sejauh itu. Batasnya ya paling dikeluarin, dipegang pegang, tapi kalau keliatan 107 Perubahan fisik ditandai dengan pertumbuhan yang pesat dan perubahan yang mencolok pada proporsi tubuh, perkembangan ciri - ciri seks primer, dan perkembangan ciri ciri seks sekunder. Pertumbuhan dan perkembangan ciri terjadinya mimpi basah pada laki ciri seks primer ditandai dengan laki dan keluarnya darah menstruasi pada perempuan. Informan DS dan PR menceritakan pengalamannya pada saat sang anak mengalami mimpi basah yang pertama sebagai berikut : 106 Wawancara dengan informan DS dan PR dilakukan pada 16 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di rumah informan. 107 Wawancara dengan informan TJ dilakukan pada 28 Mei 2011 pukul 12.22 WIB di kantor informan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 86 nek ono opo sithik, teles sithik gitu kan ribut. Kapan ya itu? Kira kira dua yang lalu lah. Tiba tiba pagi itu dia bangun. Saya tanya, kenapa DT? dia jawab, ngompol. Nek ngompol kan ya, masa anak seusia gitu ngompol. Terus dikasih tahu, 108 Perubahan fisik yang terjadi pada tubuh remaja kemudian berpengaruh pada perkembangan psikologis mereka. Dalam aspek psikologis, biasanya ketika penyandang autisme memasuki usia remaja, dimana perkembangan intelegensi juga turut berperan, mereka mulai membentuk konsep mengenai diri mereka sendiri. Menurut G.W. Allport ciri ciri psikologis ini biasanya dimulai sejak fisik tumbuh tanda tanda seksual sekunder.109 Pada tahap perkembangan ini, muncul ciri ciri psikologis berupa pemekaran diri sendiri yang ditandai dengan kemampuan remaja untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri. Contohnya, mereka mulai mempunyai figur yang diidolakan. LS sangat suka dengan penyanyi barat dan korea, seperti Katy Perry, Miley Cirus, The Girls Generation, Super Junior, dan sebagainya. Ciri ciri lainnya adalah kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif. Ciri yang kedua ini biasanya terjadi pada penyandang asperger atau penyandang autisme berkemampuan tinggi. Mereka mulai menyadari bahwa 108 Wawancara dengan informan DS dan PR dilakukan pada 16 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di rumah informan. 109 Sarlito W. Sarwono. Op.Cit. hlm. 72 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 87 mereka berbeda dengan teman temannya yang lain. Kesadaran mengenai siapa dirinya semakin besar karena pada umumnya lingkungan bersikap negatif terhadap keterbatasan penyandang autisme. Penolakan ini biasanya mengakibatkan remaja autisme depresi dan merasa rendah diri. Hal ini seperti yang dialami oleh DT. DT pernah berkata bahwa dia tidak mau menjadi penyandang autisme lagi dan ingin memakan semua makanan yang didietkan. Rasa depresi juga mungkin timbul karena mereka mencoba menyembunyikan keterbatasannya tapi tidak tahu bagaimana caranya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Fred : mulai menyadari bahwa mereka berbeda dibandingkan dengan teman temannya. Makin lama memang kesadaran lebih kuat bahwa saya beda. Tetapi walaupun mereka menyadari bahwa dirinya berbeda mereka tetap mengalami kesulitan untuk mengungkapkan dan mencari solusinya, bagaimana untuk dapat berinteraksi dengan orang, bagaimana caranya saya bermain dengan teman, kapan saya ucapkan yang benar sama teman teman, sebab banyak anak autis memberikan reaksi yang sangat aneh. Jadi sama sekali tidak sama dengan pikiran teman teman. Jadi untuk memperbaiki perilaku, untuk memperbaiki kontak sosial tetap ada masalah. Mereka menyadari mereka berbeda tetapi tidak tahu cara 110 Aspek psikologis lainnya yang juga mencolok pada masa remaja adalah mulai munculnya minat pada diri sendiri. Dalam bukunya yang berjudul Psikologi Perkembangan, Hurlock menerangkan bahwa minat pada diri sendiri muncul karena remaja mulai menyadari bahwa dukungan sosial sangat 110 Wawancara dengan Informan Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB di Ruang I SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 88 dipengaruhi oleh penampilan diri. Pada remaja autisme, minat pada penampilan diri ini bisa digambarkan dengan ketertarikan LS pada make up dan aksesoris, seperti jam tangan dan gelang. Orang tua DT juga bercerita bahwa pada saat DT memasuki usia pubertas, dia mulai menunjukkan minat pada pakaian. 111 2.2. Perilaku Seksual Remaja Autisme Perubahan fisik yang terjadi pada seseorang yang menginjak usia remaja merupakan titik awal munculnya perilaku seksual. Perubahan perubahan hormonal berpengaruh langsung pada keadaan perasaan individu dan meningkatnya hasrat seksual remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu. Adapun yang dimaksud dengan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri.112 Penyandang autisme bukannya makhluk aseksual yang tidak mungkin menunjukkan perilaku seksual. Bentuk perilaku seksual yang paling terlihat 111 Wawancara dengan informan DS dan PR dilakukan pada 16 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di rumah informan. 112 Sarlito W. Sarwono. Op.Cit. hlm. 140 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 89 adalah munculnya ketertarikan pada lawan jenis. Ketertarikan tersebut diekspresikan dengan cara cara yang berbeda. Berikut ini merupakan ekspresi VR yang menunjukkan ketertarikannya dengan lawan jenis : perempuan, dia bilang bagus, waktu saya tanya, bagus bajunya atau bagus itunya? dia hanya tertawa. Ngerti sebetulnya, saya tau dia ngerti, tapi ya itu masih belum terlalu seperti itu. Paling seneng ya itu tadi, fotoin artis. Lha foto itu satu HP isinya bisa foto cewek semua. Dan itu dia umpetin sekali. Dulu juga gambar gambar cewek dipotongin sama dia, disimpen, dimasukkin ke plastik, diumpetin sama dia. Ntar kalo dia pengen liat lagi, dia buka. Tapi sekarang sudah tidak lagi. Karena anak anak seperti itu kan memang kesenangannya ganti ganti terus. Kalau 113 Ekspresi lainnya juga ditunjukkan oleh DT. Ketika DT tertarik dengan seorang wanita, ekspresinya memang lebih jelas terlihat karena DT tidak mengalami gangguan bicara. Misalnya saat DT tertarik dengan salah satu mahasiswa magang, dia sering mengirim sms, menelepon, atau sekedar menanyakan kabar wanita tersebut kepada guru. Di luar sampel yang dipilih, ekspresi ketertarikan yang kurang wajar juga tampak pada perilaku salah satu siswa. PQ selalu tertarik dengan wanita yang memakai baju hitam. Ekspresi ketertarikannya biasanya ditunjukkan dengan meletakkan kedua tangannya ke dada sambil senyum-senyum kemudian mendekati wanita tersebut. 113 Wawancara dengan informan TJ dilakukan pada 28 Mei 2011 pukul 12.22 WIB di kantor informan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 90 Pada saat penyandang autisme beranjak remaja, aktivitas seksual yang berorientasi pada orang lain juga muncul, tapi biasanya terbatas pada menyentuh, berpegangan tangan, dan berciuman.114 Aktivitas seksual ini terlihat pada saat pelajaran musik, VR pernah mencium bibir salah satu murid. Pada kesempatan yang lain, LS mengelus - elus lengan PQ pada saat pelajaran pramuka. Contoh lainnya seperti yang diceritakan oleh salah satu guru : belai rambutnya, kemudian pundak, dipegang. Apakah ini sedang mencari perhatian atau 115 dengan u Selain orientasi seksual pada orang, penyandang autisme juga cenderung mengekspresikan kebutuhan seksualnya dengan memegang organ seksual. Perilaku seksual lainnya yang melibatkan organ seksual, diceritakan oleh Ibu Arum sebagai berikut : atau mungkin karena melihat cewek cewek yang berbaju renang. Kalau VR seperti itu. Kadang kalau dia mendengarkan lagu yang dia sukai, dia juga menggesek gesekkan organ seksualnya di lantai. Terus perilaku ingin mencium, memeluk. Dulu pertama kali aku di sini, dia ingin memeluk terus mencium. Kalau sama cewek yang baru dikenal biasanya dia memang berani, tapi kalau sudah tahu itu gurunya dan ditegasi dia 116 e 114 -Functioning Male Adoslescent and Young 260 115 Wawancara dengan Informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB di Ruang II SLA Fredofios 116 Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 20 Juni 2011 pukul 11.33 WIB di SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 91 Pada kasus lain, beberapa siswa yang dulu pernah sekolah di SLA Fredofios juga menunjukkan perilaku seksual yang berbeda - beda. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Bapak Agung : onani lah kalo laki laki. Kemudian cium cium, pegang pegang alat alat genital. Kalau dalam agama Islam kan pegang aurat. Gejala gejala seksual itu mengarah pada organ organ seksualnya. Yang pernah saya lihat itu KN. KN itu pernah onani. Dia mencari waktu luang biasanya karena kalau pas pelajaran tidak bisa. Jadi ceritanya dia selalu tidur, misalnya di ruang 4. Dulu kan ada matras, kemudian tidur-tiduran terus bermain main, seperti itu. Nanti semua orang yang ada di sini enggak boleh masuk. Kalau pas dia kebelet biasanya kita di suruh keluar, jadi 117 Kaitanya dengan seksualitas dan keinginan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, penyandang Asperger atau penyandang autisme berkemampuan tinggi biasanya lebih berpotensi mengalami frustasi karena keinginannya untuk menjalin hubungan dengan orang lain tidak didukung dengan kemampuan sosial untuk mengembangkan hubungan yang tepat.118 Pada kasus DT, ketertarikannya dengan seorang mahasiswa magang bahkan sudah sampai pada tahap keinginan untuk menikah. Berikut merupakan percakapan antara DT dengan observer : DT Obs : : Apakah Mbak Ari pernah ketemu X? Enggak. DT kangen ya? 117 Wawancara dengan Informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB di Ruang II SLA Fredofios 118 ressing the Sexuality and Sex Education of Individuals Journal Education and Treatment of Children, No. 3 Vol. 31 (2008) hlm. 385 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 92 DT Obs DT Obs DT : : : : : Iya, kangen X cantik ya DT? Iya, tapi sebentar lagi mau nikah Siapa yang mau nikah? DT sama X 119 Sebagai seorang penyandang Asperger, tingkat pemahaman DT memang cukup bagus. Memasuki masa pubertas, rasa ingin tahu DT tentang pernikahan dan hal hal yang mengarah pada hubungan seksual semakin besar. Baik di sekolah maupun di rumah, DT sering menanyakan hal arah hubungan suami hal yang menjurus ke istri, seperti kegunaan obat kuat, pengertian ejakulasi dini, dan pertanyaan apakah telanjang diperbolehkan. Menurut penuturan dari orangtuanya, saat DT berusia 17 tahun, dia meminta supaya diperbolehkan menonton film dewasa. Hal ini terjadi karena sebelumnya orang tua selalu melarang DT menonton film dewasa karena film tersebut diperuntukkan untuk orang yang sudah berusia 17 tahun. Gambaran seperti ini juga terlihat pada saat mengikuti pelajaran Agama : DT MK DT : : : Obs DT Obs DT : : : : (Berbicara sendiri) Aurat itu artinya boleh dilihat Enggak DT, enggak boleh (Berbicara sendiri kemudian bertanya pada observer) Apa Mbak Ari? Aurat itu kok enggak boleh dilihat ya? Iya enggak boleh. Kalau yang boleh dilihat apa aja DT? Baju Kalau yang enggak boleh dilihat apa ya kira kira? (Suara pelan) 119 Percakapan antara Observer dan DT dilakukan pada berenang. commit to user tanggal 16 Juni 2011 seusai pelajaran perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 93 Obs DT Obs DT Obs DT DN DT DN DT Obs DT : : : : : : : : : : : : Berarti kalau LS buka buka baju gitu harusnya enggak boleh ya? Iya DT suka buka buka perut enggak di depan umum? Enggak. Malu ya DT? DT : Obs DT Obs DT : : : : Mbak Ari..Mbak Ari..kalau malam, kok enggak pakai baju ya, pakai selimut kalau tidur malam. Kenapa ya? karena aurat kan enggak boleh dilihat. Soalnya panas ya? Kalau di film, anak anak SMA suka pakai rok yang mini mini. Bukan, kalau film dewasa sih enggak boleh ditiru ya? Aku kan enggak apa apa nonton film dewasa, aku kan sudah dewasa. Ada yang serem, macem macem. Kalau mbaknya yang buka aurat, DT pernah nonton emangnya? Iya, sedikit. Mbaknya kan tidur, Mbaknya pelukan, terus laki-lakinya buka baju perempuan. 120 Selain faktor perkembangan fisik, munculnya perilaku seksual pada remaja autisme juga dipengaruhi oleh paparan media, seperti televisi, majalah, koran, dan internet. VR misalnya, senang memandangi gambar wanita cantik yang ada di cover majalah. Berdasarkan informasi dari orang tua, baru baru ini ia juga mulai membuka web web yang berisi wanita seksi di internet. Memasuki usia remaja, pubertas dan seksualitas memang menjadi topik yang sering dibicarakan. Apalagi, kebanyakan kasus menunjukkan bahwa 120 Percakapan berlangsung pada saat pembahasan materi aurat pada pelajaran Agama yang dilaksanakan pada tanggal 26 April 2011 pukul 10.53 WIB di Ruang I SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 94 penyandang autisme mengembangkan perilaku yang tidak seharusnya karena ketidakmampuan mereka memahami norma dan aturan sosial serta ketidakmampuan mereka berkomunikasi dengan efektif dan membentuk hubungan timbal balik. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibu Arum : erkadang meletup letup, dorongan seks juga ada. Kalau kita kan bisa menahan ya, sembunyi sembunyi, tapi anak anak ini kan enggak bisa, mereka lebih vulgar. Contohnya VR, suka pegang pegang alat kelamin. Saraf sarafnya kan memang sedang terangsang jadi terasa ya, dia sendiri mungkin tidak mengerti sebenarnya kenapa, tapi mungkin pada waktu dipegang merasa enak, gitu kan? Sedangkan dia tidak tahu kalau perbuatan tersebut tidak 121 Konsep malu, nilai nilai, dan norma sosial merupakan hal yang terlalu abstrak bagi mereka sehingga sulit untuk dimengerti. Oleh karena itu, orangtua dan guru, perlu memberikan mereka pemahaman ini melalui pendidikan seksual. Pendidikan seksual tidak harus terbatas pada hal hal yang berkaitan dengan hubungan seksual saja tetapi mencakup pengenalan organ seksual, tentang kebersihan diri, kesopanan, mana yang boleh dilakukan di tempat umum mana yang tidak, dan lain sebagainya. B. Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme Menurut Karlfried Knapp sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri, komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan sistem simbol 121 Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 20 Juni 2011 pukul 11.33 WIB di SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 95 linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata) dan nonverbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral, dan visual).122 Penjelasan yang hampir sama diungkapkan oleh Berelson dan Steiner (1949). Seperti yang dikutip oleh B. Aubrey Fisher, mereka memberikan definisi komunikasi sebagai penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan seterusnya, melalui penggunaan simbol kata, gambar, angka, grafik, dan lain lain.123 Sedangkan pendidikan seksual menurut Surtiretna merupakan upaya memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang perubahan biologis, psikologis dan psikososial sebagai akibat pertumbuhan dan perkembangan manusia. Dengan kata lain, pendidikan seksual pada dasarnya merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dan menanamkan moral etika, serta komitmen agama supaya tidak terjadi penyalahgunaan organ reproduksi tersebut.124 Ditinjau dari aspek komunikasi, pendidikan seksual sebagaimana pendidikan lain pada umumnya mengandung pengalihan nilai nilai dari pendidik ke subjek didik. Informasi tentang seks tidak diberikan secara 122 Alo Liliweri, Dasar Dasar Komunikasi Kesehatan (Yogyakart :Pustaka Pelajar, 2007) hlm. 4 B. Aubrey Fisher, Teori Teori Komunikasi, penterjemah Soejono Trimo (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1986) hlm. 10 124 Pengertian Pendidikan Seks http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/12/pengertian-pendidikan-seks.html. 17/01/2011/07.08 123 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 96 gamblang melainkan diberikan secara kontekstual, yaitu dalam kaitannya dengan norma norma yang berlaku dalam masyarakat.125 Komunikasi dalam sistem instruksional kedudukannya dikembalikan kepada fungsinya yang asal, yaitu sebagai alat untuk mengubah perilaku sasaran edukatif. Ini berarti tindakan komunikasi merupakan suatu aktivitas yang direncanakan. Bahasa, situasi belajar, pemilihan materi ajar, waktu penyampaian, serta media komunikasi yang akan dipakai memang dipersiapkan secara khusus untuk mencapai tujuan pendidikan. Kaitannya dengan penelitian ini, komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual meliputi sifat komunikasi, sikap guru selaku komunikator terhadap masalah seksualitas penyandang autisme remaja, waktu terjadinya komunikasi, informasi apa saja yang biasanya diberikan oleh guru kepada remaja autisme, media apa yang digunakan sebagai pendukung komunikasi pendidikan seksual serta apa saja yang menjadi hambatan selama proses komunikasi berlangsung. 1. Sifat Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme Komunikasi pendidikan seksual untuk remaja autisme berpotensi membentuk komunikasi linear atau pun komunikasi dua arah. Sifat komunikasi ini sangat ditentukan oleh spektrum autisme. 125 Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004) hlm. 188 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 97 Pada penyandang autisme infantil, komunikasi pendidikan seksual berlangsung satu arah (linear). Ini berarti tidak terjadi komunikasi timbal balik antara komunikator dan komunikan karena adanya keterbatasan kemampuan berkomunikasi pada diri komunikan. Penyandang autisme bukannya tidak memberikan umpan balik sama sekali, tetapi umpan balik tersebut biasanya berupa umpan balik nonverbal sehingga kecil kemungkinan terjadinya pertukaran peran antara peserta komunikasi. Ada dominasi guru selama proses komunikasi berlangsung. Artinya guru berperan sebagai komunikator tunggal ketika menyampaikan suatu pesan, dan komunikan berperan hanya sebagai penerima pesan. Hal ini berbeda dengan komunikasi interpersonal antara guru dengan penyandang sindrom asperger. Komunikasi cenderung timbal balik karena pada umumnya penyandang autisme spektrum ini memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik dan lebih aktif berbicara. Komunikasi semacam ini sesuai dengan gambaran model sirkular yang dibuat oleh Osgood dan Schramm, dimana komunikasi digambarkan sebagai suatu proses yang lebih dinamis. Pada tahap awal guru berfungsi sebagai encoder dan siswa autisme sebagai decoder. Pada tahap berikutnya siswa autisme berperan sebagai encoder dan guru sebagai decoder, dengan kata lain sumber pertama, yaitu guru, akan menjadi penerima kedua dan penerima pertama, yaitu siswa autisme, akan berfungsi sebagai sumber kedua, dan seterusnya. Komunikasi dua arah menekankan pada proses commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 98 komunikasi yang interaktif (saling mempengaruhi) dan saling membagi yang mengarah pada saling pengertian (mutual understanding).126 2. Guru Sebagai Sumber Informasi TEACCH merupakan suatu program pendidikan yang mementingkan kebutuhan penyandang autisme sebagai seorang individu. Oleh karena itu ketika membicarakan program pendidikan untuk remaja autisme, pendidikan seksual seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Selama melaksanakan penelitian di SLA Fredofios, peneliti melihat bahwa komunikasi pendidikan seksual di sekolah berlangsung cukup terbuka. Sikap terbuka dari pihak guru selaku sumber informasi dipengaruhi oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan seksual untuk remaja autisme. Selain itu, perilaku seksual merupakan bagian dari fase perkembangan anak yang tidak mungkin dapat dicegah kemunculannya. Oleh karena itu cara terbaik untuk menyikapi masalah seksualitas ini adalah dengan memberikan informasi secukupnya kepada remaja autisme dan mengarahkan perilaku mereka agar tidak mengarah ke perilaku yang negatif. dalam pelajaran biologi misalnya. Diberikan materi tentang organ organ tubuhnya agar anak anak ini mengenali tubuhnya sendiri. Terus kalau misalnya anak anak sudah mulai tanya macam macam, berarti kan kita tidak hanya memberikan materi dalam bentuk akademik tetapi juga sambil jalan, perlu kita beritahukan step by step. Pada saat anak 126 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1998) hlm. 47 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 99 ngomong begini, oh ini berarti perlu diarahkan ke sini. Pada saat dia 127 Meskipun demikian, salah seorang guru mengaku bahwa dirinya sempat ragu ketika harus menyampaikan materi pendidikan seksual. Sama halnya dengan alasan orangtua, keraguan ini muncul karena ada ketakutan jika informasi tersebut justru disalahgunakan oleh remaja autisme. Mengenai hal ini, guru kemudian memberikan batasan pada materi yang diberikan. Hal hal yang menjurus ke arah hubungan seksual tidak diberikan kecuali remaja yang bersangkutan memang sudah siap menerima informasi tersebut. Selain itu, sebelum materi pendidikan seksual disampaikan, guru juga memberlakukan beberapa aturan. Mengenai aturan ini, Ibu Arum menjelaskannya sebagai berikut: dan pada saat itu pun kita perlu tanamkan etika, misalkan pada saat kita membahas masalah penis dan vagina pada pelajaran IPA, boleh menyebutkan kata kata itu pada saat pelajaran, tetapi ketika di luar pelajaran tidak diperkenankan untuk menyebutkan. Takutnya nanti disalahgunakan. Kalau memang perlu ngomong, bisa diganti dengan kata alat kelamin. Jadi tidak diperkenankan untuk obrolan, kalau ingin tahu tentang itu, tanyakan pada gurumu. 128 Sayangnya sikap terbuka dari orangtua tidak sepenuhnya didukung oleh kerjasama orangtua dalam mengenalkan pendidikan seksual untuk remaja autisme. Mereka pada umumnya cenderung membatasi informasi mengenai 127 Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 21 Juni 2011 pukul 11.21 WIB di SLA Fredofios 128 Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 21 Juni 2011 pukul 11.21 WIB di SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 100 seksualitas dan menyerahkan masalah pendidikan seksualitas ini kepada sekolah. Orangtua biasanya hanya sebatas memberikan memberikan teguran ketika anak memunculkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial, sementara penjelasan mengenai perubahan yang terjadi pada diri remaja autisme tidak diberikan. Sikap guru terhadap masalah seksualitas turut mempengaruhi komunikasi pendidikan seksual. Sikap komunikator ini bisa dianalisis dengan menggunakan teori Johari Window. Berdasarkan teori tersebut, komunikasi efektif bisa dicapai jika open area semakin besar. Ini berarti komunikasi berlangsung terbuka dimana penyingkapan informasi, dalam hal ini informasi mengenai seksualitas, semakin banyak dan sering diberikan oleh guru kepada siswa autisme. Sebaliknya, komunikasi tertutup terjadi jika guru sebagai sumber informasi membatasi informasi yang seharusnya dikemukakan. Semakin banyak informasi yang tidak disampaikan semakin besar pula hidden area. 3. Materi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme Komunikasi pendidikan seksual di sekolah bisa dilakukan baik melalui komunikasi antarpribadi maupun dalam kelompok kecil. Komunikasi pendidikan seksual di sekolah diberikan melalui jalur formal dan non formal. Jalur formal berarti bahwa materi seksualitas diberikan di dalam kelas dan diintegrasikan ke dalam beberapa mata pelajaran, seperti IPA, agama, dan bina diri. Materi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 101 seksualitas yang diberikan biasanya disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan siswa, meliputi : Tabel 3.1 Materi Pendidikan Seksual SLA Fredofios Mata Pelajaran Materi Tujuan IPA Pengenalan organ tubuh Remaja autisme mengetahui bagian bagian tubuhnya Mengetahui perbedaan laki laki dan perempuan Perubahan tubuh Remaja autisme tidak bingung dengang perubahan yang terjadi Sebagai informasi awal untuk penjelasan materi seksualitas level selanjutnya, seperti menstruasi, mimpi basah, pembuahan, dll. Mengetahui bagian bagian tubuh yang tidak boleh dilihat oleh orang lain Sebagai informasi dasar untuk memberikan pemahaman kepada remaja autisme bahwa ada beberapa bagian tubuh yang tidak boleh sembarangan dipegang Agama Pemahaman aurat (Pendekatan moral) commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 102 oleh orang lain. Bina diri Pernikahan Mengetahui konsep sederhana pernikahan Perkawinan Mengetahui tentang proses pembuahan pada manusia (penyampaian materi hanya sejauh bertemunya sel telur dengan sperma) Remaja autisme bisa menjaga kebersihan badan, khususnya kebersihan organ seksual (higienitas) Salah satu cara yang dipakai guru untuk menanamkan konsep malu pada anak dengan membiasakan memakai pakaian celana/baju di dalam kamar mandi, penanaman nilai siapa saja yang boleh melihat dan yang tidak boleh melihat, siapa yang boleh memegang dan yang tidak boleh memegang (pribadi vs publik) Ketrampilan memakai Toilet training Ketrampilan pembalut dan cara membersihkannya commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 103 Sementara pada jalur non formal, pendidikan seksual diberikan pada waktu waktu di luar jam pelajaran, seperti pada saat berenang, outing, atau bahkan di waktu waktu tak terduga dimana secara tiba tiba siswa memperlihatkan perilaku seksual tertentu. Pada jalur non formal, biasanya lebih ditekankan pada penanaman nilai dengan menggunakan pendekatan sosial. Misalnya, para siswa selalu dibiasakan untuk mengganti atau melepas pakaian di dalam kamar ganti pada saat berenang. Pada kasus lain, ketika VR memandangi salah satu guru dan tampak ingin memeluk, guru juga memberikan pengertian bahwa VR adalah murid, dan wanita tersebut adalah guru VR. Oleh karena itu VR tidak boleh memeluk guru yang bersangkutan. 4. Waktu Penyampaian Materi Seksualitas Kepada Remaja Autisme Kaitannya dengan dimensi waktu, pendidikan seksual biasanya diberikan ketika guru merasa materi tersebut memang perlu diberikan. Keputusan tersebut didasarkan pada tanda tanda pubertas yang ada pada diri remaja, seperti perubahan fisik dan munculnya perilaku seksual tertentu. Mengenai pemilihan waktu ini, berikut penuturan Bapak Agung : dari pengalaman saya mengajar Agama dan IPA, anak biasanya lebih cepat mengerti pada saat materi itu kita berikan setelah ada kejadian. Kita mencontohkannya mudah. Tapi kalau diberikan pada waktu anak tidak menunjukkan perilaku seksual, kita mencontohkannya lebih sulit karena yang kita contohkan kan dirinya sendiri. Walaupun ada gambar tetapi akan tetap commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 104 sulit, akan lebih mudah mengerti saat mereka sudah mengalaminya 129 Untuk mencapai tujuan komunikasi, komunikasi pendidikan seksual harus dilakukan secara terus - menerus untuk membiasakan remaja autisme berperilaku seperti yang diharapkan. C. Komunikasi Pendidikan Seksual Melalui Strategi Visual Pikiran bersama perasaan yang akan disampaikan kepada orang lain oleh Walter Lippman dinamakan picture in our head, dan oleh Walter Hagemann disebut Bewustseinsinhalte. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana caranya a dapat dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan.130 Di sinilah media bekerja. Menurut Suranto, media komunikasi adalah semua sarana yang dipergunakan untuk memproduksi, mereproduksi, mendistribusikan atau menyebarkan dan menyampaikan informasi.131 Media komunikasi merupakan salah satu aspek penting yang mempengaruhi keberhasilan suatu komunikasi. Dengan adanya media komunikasi baik media lisan dan tulisan, arus informasi pesan yang diberikan dapat diterima oleh panerima pesan dengan mudah. 129 Wawancara dengan informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 17 Juni 2011 pukul 11.30 WIB di Ruang II SLA Fredofios 130 Onong Uchaja Effendy, Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2003) hlm. 11 131 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22694/4/Chapter%20II.pdf/16/07/2011/12.35 wib commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 105 Ketika membicarakan pemilihan media, maka komunikator harus mempertimbangkan kondisi komunikan. Berkaitan dengan hal tersebut, Dance dan Larson melihat karakteristik komunikan dengan menggunakan pendekatan pengembangan kognitif.132 Dalam tahap antarpribadi yang terjadi adalah adanya komunikasi antara dua orang yang mengkonsentrasikan dirinya pada keunikan orang lain. Ia harus mempunyai rasa tahu terhadap orang lain yang menjadi peserta komunikasi. Kedua pengarang tersebut juga menekankan pada proses mental yang terlibat dalam perbedaan jenis komunikasi. Mereka yakin bahwa jika kita berbicara dengan seseorang yang lain maka kita memerlukan kemampuan untuk mengenal atau memahami kemampuan kognitif dari orang lain dalam memproses informasinya. Kemampuan ini berbeda dalam setiap tahap bagi setiap orang dan juga pengaruhnya kepada orang lain. Problem komunikasi yang menonjol pada penyandang autisme adalah dalam menggunakan bahasa ekspresif dan reseptif. Kemampuan bahasa ekspresif mereka tampak tidak efisien, tidak efektif, ada keanehan, dan echolalia. Ia cenderung kurang pemahaman pada pesan yang didengar dan lebih memahami informasi melalui penglihatan.133 Ini berarti, penyandang autisme memproses informasi yang ia terima secara visual (visual thinking). Mereka lebih mudah memahami segala sesuatu yang sifatnya konkrit (dapat dilihat dan dipegang) 132 Alo Liliweri. Op.Cit hlm. 68 http://putri.sayanginanda.com/fun/hidayat/meningkatkan-atensi-dan 21/17/07/2011/13.35 wib 133 commit to user -komunikasi-anak-autistik- perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 106 daripada informasi yang sifatnya abstrak. Bagi sebagian besar penyandang autisme, komunikasi verbal bersifat terlalu abstrak. Oleh karena itu pada beberapa murid, guru membantu mereka dengan sistem komunikasi visual dimana hubungan antara lambang dan makna menjadi lebih terlihat. Jika kata kata hanya bisa berbicara sedikit sekali kepada mereka, penggunaan media komunikasi visual mungkin dapat berbicara lebih jelas. Misalkan di Mall, kita kan bingung ya, supermarket di sebelah mana? Toilet di sebelah mana? Begitu dibantu dengan tanda tanda panah, arah ke toilet misalnya, kita kan terbantu. Nah kita bayangkan anak autis itu masuk ke dunia kita seperti dia masuk Mall yang tanpa tulisan apapun, bingung kan? Sama seperti kita. Kalau kita masuk Mall tanpa petunjuk aja bingung, apalagi anak autis yang masuk ke dunia kita yang jauh lebih kejelasan. Salah satu yang dapat membantu adalah strategi visual. Walaupun ada beberapa anak yang kemampuan auditorinya lebih dominan, tetapi rata rata anak autis visualnya yang jauh lebih 134 Strategi visual merupakan alat bantu dan cara belajar yang bersifat permanen dan konkret bagi bagi orang berkebutuhan khusus. Dihubungkan dengan komunikasi pendidikan seksual, strategi visual meliputi penggunaan media gambar, foto, teks tertulis, modeling, dan benda benda lainnya yang bisa menunjang proses komunikasi. Secara umum, media komunikasi yang digunakan untuk mendukung proses komunikasi pendidikan seksual meliputi : 134 Sharing strategi visual dengan informan Abdu Somad dilakukan pada 19 April 2011 pukul 13.26 WIB di Ruang I SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 107 1. Bahasa lisan Bahasa merupakan media yang paling banyak digunakan dalam perasaan komunikator kepada komunikan. Pun dalam komunikasi pendidikan seksual untuk remaja autisme. Guru seringkali menggunakan bahasa untuk menyampaikan informasi seksualitas kepada siswa autisme yang memasuki masa puber. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika memilih bahasa verbal sebagai media penyampai informasi. Penyandang autisme mengalami beberapa hambatan, seperti sulit mengungkapkan diri, tidak dapat menjalin kontak mata, dan kemampuan memusatkan perhatian (atensi) terhadap informasi yang diterima yang temponya singkat. Oleh karena itu, beberapa hal yang menjadi kunci keberhasilan komunikasi dengan penyandang autisme adalah pemilihan kata kata yang sederhana, mudah dimengerti, berupa kalimat pendek, dan tidak banyak menggunakan kata - kata konotatif. Perkataan dalam pengertian konotatif adalah yang mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu (emotional or evaluative meaning).135 Materi seksualitas yang menyangkut istilah-istilah organ reproduksi biasanya disampaikan dengan menggunakan nama sebenarnya. Misalnya organ seksual pada pria secara jelas disebutkan namanya sebagai penis dan pada wanita dinamakan vagina. 135 Onong Uchaja Effendy. Op.Cit. hlm 12 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 108 Penggunaan istilah konotatif, seperti penggunaan kata burung untuk menggantikan kata penis, dihindari agar tidak terjadi miscommunication pada penyandang autisme. 2. Gambar, foto, teks tertulis Gambar dan foto biasanya digunakan oleh guru untuk menjelaskan berbagai konsep abstrak, seperti pernikahan, organ tubuh, pemahaman tentang nilai sosial, dll. Di luar sampel yang dipilih, salah satu guru menggunakan media komunikasi visual untuk menanamkan nilai sosial pada siswa yang dulu pernah sekolah di SLA Fredofios. Media visual yang digunakan merupakan benda yang disukai oleh siswa yang bersangkutan. Berikut penuturan dari Ibu Dewi : enggak tahu pertamanya dia dapat informasi darimana, tetapi waktu masuk ke sini, sudah terbentuk perilaku seperti itu. Jadi dia sering bicara, perilakunya langsung mau menyerang, langsung mau pegang. Terus dia juga suka buka bajunya orang dan pegang pegang tangan terus dicium. Di dalam kelas juga seperti itu, dalam setiap pelajaran dengan guru cewek pasti seperti itu. Kebetulan hanya saya guru ceweknya. Gimana caranya, kalau seperti itu kan kita enggak bisa konsentrasi belajar. Terus akhirnya saya membuat visualisasi dengan gambar, jadi gambar tangan gitu saya silang, kemudian saya tulis juga dilarang pegang tetek. Saya bikin seperti rambu rambu lalu lintas karena dia kan suka rambu rambu lalu lintas. Rambu rambu tersebut saya gunakan untuk memberi tahu tidak boleh pegang tetek. Jadi perilaku negatif itu saya coba commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 109 hilangkan dengan rambu harus berulang 3. rambu itu. Awalnya memang sulit ya, tapi 136 Penggabungan media verbal dan visual Selain dengan media verbal atau media visual, biasanya lambang - lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya demi efektivitas komunikasi. Dengan kata lain, penjelasan mengenai seksualitas tidak hanya cukup dijelaskan secara lisan tetapi harus disertai dengan gambar - gambar atau pendukung visual lainnya agar penjelasan tersebut menjadi lebih nyata. Dalam proses instruksional, penggabungan media komunikasi ini biasanya digunakan pada kegiatan belajar yang ditujukan untuk mencapai kemampuan-kemampuan praktis, seperti keterampilan memakai pembalut pada remaja autisme putri dengan menggunakan teknik modeling. Visualisasi melalui teknik modeling akan lebih efektif untuk mengajarkan hal - hal yang bersifat praktis daripada sekedar penjelasanpenjelasan teoritis yang bersifat abstrak. Penggabungan media verbal dan visual juga digunakan untuk menjelaskan materi seksualitas yang lebih kompleks, seperti pemahaman organ seksual dan fungsi reproduksi. Materi ini biasanya diajarkan dengan 136 Wawancara dengan Informan Fred Vrugteveen dilakukan pada 5 April 2011 pukul 11.00 WIB di Ruang I SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 menggunakan social story disertai dengan gambar untuk mengkonkretkan hal hal abstrak yang sulit dipahami. Ibu Arum mencontohkannya sebagai berikut : ya, karena memang sudah ada di kurikulum di situ ada jenis kelamin. Jenis kelamin itu ada dua, laki laki dan perempuan. Ada kompetensi yang harus dicapai, misalkan si anak mengetahui jenis kelamin laki laki dan perempuan. Jadi kita kasih tahu ciri ciri perempuan dan laki laki. Setidaknya secara fisik dari luar dulu, misalnya perempuan memiliki payudara dan berambut panjang, itu kan kelihatan dari luar. Terus kalau laki laki apa? Nah baru kemudian lebih dalam lagi. Laki laki memiliki alat kelamin namanya penis, perempuan namanya vagina. Ya kita kasih tahu namanya. Kemudian di kasih gambar, tapi gambarnya bukan gambar nyata, hanya gambar abstrak seperti yang ada di buku buku. Kalau gambar yang di buku itu kan transparan ya, jadi sudah ada bagian dalamnya juga. Di dalam tubuh wanita, wanita memiliki indung telur, ini gunanya untuk menghasilkan sel telur. Nanti kalau sel telurnya sudah matang, sel telur turun ke rahim. Ini yang namanya rahim. Lha nanti kalau sudah dibuahi, ada adek bayinya di sini. Pernah lihat kan orang hamil? Perutnya besar karena di dalamnya ada adek bayinya. Kalau adek bayinya sudah keluar itu namanya melahirkan. Tetapi kalau tidak dibuahi, nanti sel telur akan keluar dalam bentuk darah, namanya menstruasi. Seperti itu. jadi yang cowok juga tahu kalau wanita mengalami yang namanya menstruasi. Kalau sedang menstruasi, cewek tidak boleh sholat misalkan, atau berenang. Dan ini enggak apa apa, karena darah ini darah kotor jadi memang harus dikeluarkan. Kalau cowok bagaimana? Cowok juga mengeluarkan zat dari tubuhnya. Saat mimpi basah, cowok mengeluarkan air mani. Kenapa bisa mimpi basah? Karena itu tadi, sebenarnya prinsipnya sama, kamu memiliki sel sperma yang harus dikeluarkan kalau sudah matang. Kalau kamu bangun pagi 137 D. Hambatan Komunikasi 1. Hambatan Pada Sumber 137 Wawancara dengan Informan Dessi Amalia Arumsari dilakukan pada 21 Juni 2011 pukul 11.21 WIB di SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 111 Salah satu penghambat komunikasi pendidikan seksual adalah ketakutan guru jika anak akan menyalahgunakan informasi seksualitas yang diberikan. Ada anggapan bahwa pendidikan seksual justru akan memancing rasa ingin tahu anak tentang seksualitas yang lebih jauh lagi. Ketidakpercayaan pada remaja autisme pada akhirnya mengecilkan tujuan pendidikan seksual yang sebenarnya. Mengenai hal ini, Bapak Agung berpendapat : sisi lain menjaga agar anak tidak menyalahgunakan informasi tersebut. istri DT. Saya was-was juga, dulu malah enggak berani sama sekali. Saya jangan sampai memberi tahu dan memberi contoh yang salah. 138 2. Hambatan Pada Media Keterbatasan media juga berpengaruh terhadap kelancaran proses instruksional di sekolah. hal ini sebagaimana disampaikan oleh Bapak Agung : alat peraga masih kurang. Dulu saya pernah mengusulkan sex toys. Walaupun nanti menyimpannya harus benar benar rapat. Itu kan bisa digunakan untuk mengenalkan organ pada anak, tapi belum bisa terpenuhi sampai sekarang, jadi nanti memakai manequen 139 138 Wawancara dengan informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB di Ruang II SLA Fredofios 139 Wawancara dengan informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB di Ruang II SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 112 3. Hambatan Pada Komunikan Seperti telah dijelaskan sebelumnya, jenis kognisi yang berbeda menyebabkan penyandang autisme sulit memahami hal hal yang abstrak. Dalam proses komunikasi pendidikan seksual, terkadang siswa tidak paham karena ada beberapa materi yang memang abstrak. Sebagaimana disebutkan oleh Bapak Agung : anak enggak dong. Dalam arti sulit memahaminya. Kalau sebatas alat alat seksualnya mungkin mereka paham karena bisa ditunjukkan sendiri, tapi kalau organ yang ada di dalam, seperti sperma keluarnya darimana? Sel telur seperti apa? Itu kan sulit, karena 140 Hambatan pada pihak komunikan biasanya juga berkaitan dengan masalah kerangka berpikir. Hambatan kerangka berpikir terjadi karena tidak benarnya proses decoding terhadap pesan. Dengan kata lain ada perbedaan persepsi antara komunikator dan komunikan terhadap pesan yang digunakan dalam berkomunikasi. Misalnya pada saat pelajaran Agama. Saat guru bertanya pada DT apakah dia pernah mengalami mimpi basah, DT menjawab belum pernah. Kesalahan decoding terjadi karena selama ini komunikan memahami mimpi basah sebagai mengompol. 140 Wawancara dengan informan Agung Tri Yulianto dilakukan pada 11 April 2011 pukul 12.53 WIB di Ruang II SLA Fredofios commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 113 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari serangkaian analisa data yang diperoleh di lapangan terkait komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual di SLA Fredofios Yogyakarta, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Komunikasi Interpersonal Guru dan Remaja Autisme a. Komunikasi interpersonal antara guru dan murid dalam mengenalkan pendidikan seksual berpotensi membentuk komunikasi satu arah (linear) atau pun komunikasi dua arah. Sifat komunikasi ini sangat ditentukan oleh spektrum autisme. b. Komunikasi interpersonal antara guru dan murid berlangsung cukup terbuka. Pendidikan seksual diberikan melalui jalur formal dan informal. Melalui jalur formal, materi seksualitas diintegrasikan ke dalam beberapa mata pelajaran seperti IPA, Agama, dan Bina diri. Materinya meliputi pengenalan organ tubuh, perubahan tubuh selama pubertas, pemahaman aurat, pernikahan, perkawinan, toilet training, dan ketrampilan memakai commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 114 pembalut dan cara membersihkannya. Sementara melalui jalur informal, pendidikan diberikan di luar kegiatan pengajaran di dalam kelas. Materi pendidikan seksual biasanya lebih ditekankan pada batasan pergaulan dan penanaman nilai dengan menggunakan pendekatan sosial. c. Kaitannya dengan dimensi waktu, keputusan guru untuk memberikan pendidikan seksual biasanya didasarkan pada tanda tanda pubertas yang ada pada diri remaja, seperti perubahan fisik dan munculnya perilaku seksual tertentu. 2. Media Komunikasi a. Pemilihan media komunikasi didasarkan pada kecenderungan penyandang untuk memproses informasi secara visual (visual thinking). b. Komunikasi pendidikan seksual untuk remaja autisme dilakukan dengan menggunakan media verbal berupa bahasa lisan dan media visual berupa gambar, foto, dan teks tertulis. Penggabungan bahasa lisan dan media visual juga dilakukan untuk mencapai komunikasi efektif. 3. Hambatan Komunikasi a. Hambatan pada sumber berasal dari ketakutan guru jika siswa menyalahgunakan informasi mengenai seksualitas tersebut. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 115 b. Hambatan pada media berasal dari terbatasnya jumlah media yang digunakan untuk menunjang kegiatan edukasi. c. Hambatan pada komunikan biasanya berkaitan dengan masalah kerangka berpikir dan kesulitan untuk memahami informasi yang sifatnya abstrak dan tidak dapat divisualisasikan. B. SARAN Dari kesimpulan di atas, dapat diberikan saran sebagai berikut : 1. Kepada Sekolah a. Penambahan jumlah media komunikasi. Selain dengan gambar, pihak sekolah bisa mempertimbangkan teknologi audio visual atau manequen sebagai media komunikasi pendidikan seksual pada remaja autisme. b. Intensitas penyampaian materi pendidikan seksual. Selain aspek kemandirian, aspek seksualitas sebagai salah satu karakteristik remaja tentunya perlu mendapat perhatian. Pihak sekolah bisa mempertimbangkan penambahan jam pelajaran atau pengaturan waktu khusus untuk pendidikan seksual di sekolah. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 116 2. Kepada Orangtua a. Orangtua sebaiknya bersikap terbuka mengenai seksualitas remaja autisme dan percaya bahwa remaja yang bersangkutan dapat menggunakan informasi tersebut secara bertanggung jawab jika penyampaian materi seksualitas disertai dengan penanaman etika. Bila sikap orang tua masih sama maka jelas anak-anak dan remaja tidak akan pernah mendapat pemahaman yang memadai tentang seks dan seksualitas, padahal seks dan seksualitas adalah bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan fisik dan emosi remaja. b. Orangtua harus menyadari pentingnya pendidikan seksual untuk remaja autisme, dan mau mencari informasi sebanyak banyaknya mengenai seksualitas, khususnya masalah seksual pada remaja autisme dan penanganannya, sehingga bisa menjalankan fungsinya sebagai pendidik utama secara maksimal. c. Bersikap positif. Kenali remaja autisme lebih dalam, hargai keunikan mereka, serta percaya bahwa mereka juga mampu berpikir dan mengembangkan diri, maka kita akan membantu mengembangkan individualitas dan potensi mereka secara optimal. 3. Kepada almamater a. Belum banyaknya penelitian yang fokus kepada pola komunikasi antar pribadi, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan varian dalam commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 117 memperluas pengetahuan serta menjadi salah satu penelitian yang diharapkan mampu memperkaya studi komunikasi di FISIP UNS. b. Karena keterbatasan dari peneliti dalam melakukan penelitian Komunikasi Pendidikan Seksual Untuk Remaja Autisme di SLA Fredofios, maka peneliti merasa penelitian ini jauh dari sempurna. Studi deskriptif kualitatif yang dipakai sebagai metodologi diharapkan peneliti dapat dikembangkan lebih lanjut dan diperdalam dalam penelitian yang lain. commit to user