tek pokok-pokok apbn-p 2015 - Kementerian Koordinator Bidang

advertisement
Tinjauan Ekonomi & Keuangan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian - Republik Indonesia
Volume V | Nomor 3 | Edisi Maret 2015 | www.ekon.go.id
POKOK-POKOK
APBN-P 2015
volume V | Nomor 3 | Edisi Maret 201 5 | www.ekon.go.id
03 Editorial
Koordinasi Kebijakan Ekonomi
04 Enam Kebijakan Ekonomi
Menjaga Stabilitas Rupiah
Ekonomi Internasional
07 Pelemahan Rupiah, Baik
atau Buruk?
Pembina :
Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian
Pengarah :
Sekretaris Kementerian
Koordinator
Bidang Perekonomian
Deputi Fiskal & Moneter
Koordinator :
Bobby Hamzar Rafinus
Editor :
Edi Prio Pambudi
Puji Gunawan
Ratih Purbasari Kania
Analis :
Sri Purwanti, Trias Melia,
Bronson Marpaung, Ratih
Nokowati, Fatkhu Ridho,
Ekonomi Domestik
08 Skema Pembiayaan
Infrastruktur Melalui
Kerjasama Pemeritah dan
Badan Usaha
Ekonomi Daerah
11 (Dana) Desaku
Laporan Utama
14
Optimalisasi Penerimaan
Negara
16
Realokasi Belanja APBN-P
2015
18
APBN-P 2015 : Tekan Defisit
Anggaran Sebesar 1.9
Persen
19
Perubahan Dasar Asumsi
Makro dalam APBNP 2015
Kontributor :
INDEF, MM FEUI,
02
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
DAFTAR ISI
Resensi Buku
21 Agility: Bukan Singa yang
Mengembik
Tokoh
22 Pendalaman Sektor
Keuangan yang Mendukung
Pembangunan Indonesia
Ketenagakerjaan
25 Kebijakan Malaysia
Menghadapi Lesunya
Perekonomian Dunia
Kegiatan Menko
28 Mengembalikan Blok
Mahakam Kepangkuan Ibu
Pertiwi
BUMN
29 Kebijakan PMN BUMN
Editorial
P
roses transisi pemerintahan
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono kepada Presiden Joko
Widodo dapat dikatakan tuntas
setelah APBNP 2015 selesai dibahas
dan disahkan oleh DPR pada
tanggal 13 Februari 2015. Struktur
kegiatan dan anggaran APBNP 2015
telah disesuaikan dengan
perubahan asumsi ekonomi makro
serta kebijakan dan program
prioritas Kabinet Kerja, antara lain
langkah reformasi kebijakan subsidi
BBM pada akhir tahun 2014.
Kebijakan ini telah mengurangi
anggaran subsidi BBM sebesar Rp.
211,3 T pada APBN 2015, yang
selanjutnya dialihkan untuk
tambahan anggaran pembangunan
infrastruktur, Dana Alokasi Khusus,
dan Dana Desa pada
APBNP2015.
APBNP 2015 dengan
besaran anggaran
pendapatan Rp. 1.762
triliun dan anggaran
belanja Rp. 1.984 triliun
menghadapi beberapa
tantangan besar dalam
pelaksanaannya.
Tantangan pertama
adalah perkembangan
ekonomi global yang
dinamis dan cenderung
menurun (downward risk) sepanjang
tahun 2015 seperti tercermin dari
indikasi perlambatan pertumbuhan
ekonomi, volatilitas nilai tukar, dan
kenaikan harga minyak dunia.
Gejolak ekonomi global akan
mempengaruhi APBNP 2015
terutama melalui sisi anggaran
pendapatan.
Tekanan pada sisi pendapatan
tersebut menjadi signifikan terkait
dengan tantangan kedua yaitu
peningkatan target penerimaan
pajak sebesar Rp.
Bobby Hamzar Rafinus
233 T dibanding
realisasi tahun
2014. Perluasan
basis pajak
sasaran tersebut apabila
nampak menjadi keharusan karena
pencairannya merata pada
kondisi keuangan perusahaan
beberapa triwulan, bukan
pertambangan dan perkebunan
menumpuk pada triwulan IV. Proses
yang menjadi tumpuan penerimaan
penyerapan anggaran yang cepat
pajak selama ini belum membaik
dengan tata kelola yang baik,
sejalan dengan masih merosotnya
seperti proses pengadaan barang
harga komoditas sumber daya alam
dan jasa melalui elektronik, kiranya
di pasar internasional. Selain itu
perlu terus dikembangkan.
kegiatan ekspor dan impor yang
melemah mengurangi penerimaan
Selain penyebaran waktu anggaran
kepabeanan. Dengan demikian
belanja, penyebaran anggaran
perlu penguatan konsumsi
transfer daerah dari APBN dan
pemerintah dan investasi agar
peruntukannya juga akan
perluasan basis pajak tidak
mempengaruhi efektivitasnya.
berdampak negatif pada
Anggaran transfer ke daerah yang
semakin besar, yang akan
Indonesia Snapshot
melebihi anggaran kepada
Kementerian/ Lembaga,
seyogyanya diikuti dengan
perubahan komposisi
anggaran belanja daerah,
dari dominasi belanja
pegawai kepada dominasi
belanja modal dan belanja
barang. Jika perubahan
tersebut tidak terjadi, maka
alih-alih tercapai sasaran
pembangunan nasional,
bahkan mungkin timbul
pemburukan pelayanan
pertumbuhan ekonomi.
kepada masyarakat dan tingkat
Tantangan ketiga adalah
kesejahteraannya. Kebijakan
peningkatan efektivitas belanja
peningkatan dana transfer ke
negara. Langkah besar reformasi
tingkat Kabupaten dan Kota
subsidi BBM yang diikuti dengan
merupakan pilihan yang
kenaikan alokasi belanja modal,
memberikan tanggung jawab besar
perlu dilanjutkan dengan
kepada Pemerintah Daerah untuk
implementasi yang efektif terhadap
tercapainya sasaran pembangunan
pencapaian sasaran pembangunan
nasional. Pergeseran ini menuntut
nasional yaitu kenaikan
berlangsungnya pemerintahan
pertumbuhan ekonomi dan
dengan tata kelola yang baik serta
peningkatan kesejahteraan
kepemimpinan yang berorientasi
masyarakat. Belanja pemerintah
pada kesejahteraan masyarakat
akan besar kontribusinya mencapai
hingga tingkat desa. Semoga.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
03
Koordinasi Kebijakan
Enam Paket Kebijakan Ekonomi
Menjaga Stabilitas Rupiah
Bronson Marpaung
N
ilai tukar Rupiah
terhadap Dollar terus
mengalami pelemahan.
Sejak awal tahun 2015, nilai tukar
Rupiah telah melemah sekitar 4
persen. Bahkan, pada April 2015,
nilai tukar Rupiah sudah menyentuh
level psikologis Rp 13.000/USD.
Perlu diketahui, nilai tukar Rupiah
ini tercatat sebagai yang terendah
dalam periode 17 tahun terakhir
(pasca Krismon 1998).
Pada dasarnya, ada beberapa faktor
yang menyebabkan penurunan nilai
tukar Rupiah. Pertama ,
perekonomian Amerika Serikat saat
ini didapati mulai membaik. Kondisi
ini biasanya akan diikuti oleh
kenaikan tingkat suku bunga oleh
The Fed yang berakibat
menguatnya Dollar AS terhadap
Rupiah. Kedua , kebijakan
pelonggaran moneter oleh Bank
Sentral Eropa dan Bank Sentral
Jepang membuat nilai mata uang
mereka melemah terhadap Dollar
AS. Ketiga , defisit transaksi berjalan
Indonesia mencapai kisaran 3
persen dari Produk Domestik Bruto.
Untuk tahun 2015, penurunan harga
minyak dunia dinilai tidak signifikan
menekan defisit. Oleh karena itu,
Bank Indonesia memproyeksikan
jika defisit transaksi berjalan akan
tetap tinggi di tahun ini.
Faktanya, penurunan nilai Rupiah
tidak serta-merta dapat
meningkatkan ekspor Indonesia.
Elastisitas kurs terhadap ekspor
04
Foto:mediawarga.info
didapati rendah. Ini terbukti dari
catatan neraca perdagangan
Indonesia yang senantiasa
membukukan hasil negatif dari
periode 2012-2014. Tidak
bekerjanya kontrol mekanisme
pasar dalam sistem kurs ini
disebabkan oleh kondisi struktur
ekspor Indonesia yang masih
bertumpu pada komoditas. Padahal,
harga komoditas di pasar dunia
tengah anjlok karena adanya
penurunan permintaan dari China.
Kondisi ini menyebabkan sektor
ekspor Indonesia menjadi sulit.
Nilai tukar Rupiah yang terus
menurun ini juga berimbas negatif
terhadap sektor produksi Indonesia.
Hampir seluruh industri di tanah air
terkena imbasnya. Mengingat
cukup besarnya komponen impor
dalam kegiatan produksi, baik
sebagai bahan baku maupun
barang modal, pelemahan Rupiah
membuat industri menurunkan
skala outputnya. Penurunan output
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
ini terefleksikan dari perlambatan
pertumbuhan ekonomi Indonesia
sejak tahun 2012. Pada 2012,
tingkat pertumbuhan ekonomi
Indonesia adalah 6.23 persen. Akan
tetapi pada 2013, pertumbuhannya
menurun menjadi 5.78 persen.
Angkanya terus menurun menjadi
hanya 5.1 persen pada 2014.
Menanggapi tren nilai tukar Rupiah
yang terus mengalami penurunan
terhadap Dollar karena tekanan
domestik dan eksternal ini,
pemerintah pun merumuskan paket
kebijakan yang diharapkan dapat
mereduksi gejolak nilai tukar
Rupiah. Paket kebijakan yang telah
dirumuskan pemerintah meliputi 6
(enam) kebijakan.
Paket kebijakan yang pertama ,
yakni kebijakan pengurangan PPh
atau tax allowance, diberikan
kepada investor yang ingin
berinvestasi di Indonesia dengan
keringanan pajak penghasilan (PPh)
yakni dengan membebaskan visa
kunjungan ini, perlu diperkuat
dengan kebijakan lain yang lebih
struktural, seperti upaya
pendiversifikasian wisata Indonesia,
sehingga tidak hanya
mengedepankan wisata alam, tetapi
juga mulai mengembangkan
industri pariwisata di bidang MICE
(meeting, incentive, conventions,
exhibition ). Fokus pengembangan
Volatilitas beberapa mata uang
sumber : Bloomberg
badan maksimal sebesar 30 persen.
Insentif ini diharapkan dapat
memacu pertumbuhan investasi di
indonesia yang realisasinya
ditargetkan mencapai Rp 519 triliun.
Selain itu, kebijakan pengurangan
PPh juga termasuk akselerasi
amortisasi, depresiasi dan
kompensasi kerugian yang menjadi
10 tahun.
Lebih lanjut, kebijakan pengurangan
PPh diupayakan agar dapat
mencegah terjadinya repatriasi
dividen perusahaan asing di
Indonesia. Kebijakan ini dianggap
fungsional dalam mengatasi gejolak
defisit transaksi berjalan Indonesia
pada kuartal II-2015. Namun,
efektifitas jangka pendek dari
kebijakan ini kian diragukan karena
kebijakan pengurangan pajak PPh
baru akan resmi dijalankan, sesuai
dengan hasil revisi PP No 52 tahun
2011, pada 1 Mei 2015.
Paket kebijakan yang kedua adalah
menetapkan bea masuk anti
dumping. Dumping berarti
kebijakan suatu negara untuk
menjual barang /jasa dengan harga
lebih murah di negara lain
dibandingkan di negaranya sendiri.
Isu dumping sendiri, terutama yang
dilakukan oleh China, sebenarnya
sudah lama beredar, dan menjadi
salah satu faktor yang
menyebabkan defisit neraca
perdagangan kita. Oleh karena itu,
kebijakan anti dumping berarti
menetapkan bea masuk impor pada
produk tertentu yang dimaksudkan
untuk melindungi industri dalam
negeri. Dalam jangka panjang,
kebijakan ini dinilai baik mengingat
PDB Indonesia masih didorong oleh
sektor konsumsi. Selain itu,
pelaksanaan kebijakan ini
diharapkan dapat mereduksi defisit
neraca perdagangan Indonesia
karena kondisi neraca perdagangan
yang surplus akan bermuara pada
stabilitas perekonomian.
Paket kebijakan yang ketiga adalah
bebas visa bagi wisatawan asing.
Pelonggaran administrasi wisatawan
ini ditujukan untuk 45 negara,
jumlahnya bertambah signifikan
dari yang sebelumnya hanya 15
negara. Tambahan 30 negara yang
mendapatkan bebas visa tersebut
meliputi Amerika Serikat dan
hampir keseluruhan negara Eropa.
Hal itu dilakukan untuk menarik
wisatawan mancanegara lebih
banyak lagi. Dengan adanya paket
kebijakan ini, Kementerian
Pariwisata menargetkan jumlah
wisatawan asing yang berkunjung
ke Indonesia menjadi 10 juta orang.
Untuk dapat lebih memaksimalkan
potensi sektor pariwisata,
kemudahan dari sisi administrasi,
MICE akan memiliki makna yang
strategis oleh karena uang yang
dibelanjakan wisatawan MICE ratarata lebih besar 3 kali lipat dari
wisatawan biasa.
Paket kebijakan yang keempat
adalah kewajiban pencampuran
Bahan Bakar Nabati (BBN) sebesar
15 persen pada solar. Ditingkatkan
dari sebelumnya yang hanya 10
persen. Kebijakan ini dimaksudkan
sebagai upaya untuk menekan
impor solar. Dengan adanya
kebijakan ini diperkirakan akan
terjadi penghematan impor solar
sebesar 2 juta KL, atau setara devisa
USD 1.3 miliar – USD 2 miliar. Selain
itu, kebijakan ini dianggap dapat
mendorong harga CPO yang sejak
tahun lalu terus menurun, sehingga
memukul industri perkebunan sawit.
Dengan dilaksanakannya kebijakan
Biodiesel 15 persen ini, harga akan
meningkat karena kenaikan
permintaan.
Paket kebijakan kelima adalah
kewajiban penggunaan Letter of
Credit atau L/C lokal untuk kegiatan
ekspor. Penerapan L/C dari bank
dalam negeri akan memudahkan
pemerintah dalam memperoleh
angka devisa dan harga komoditas
ekspor secara akurat, khususnya
untuk komoditas sumberdaya alam
strategis. Kebijakan ini dilaksanakan
untuk mencegah perbedaan
pendataan nilai ekspor yang masih
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
05
sering terjadi. Perbedaan pendataan
nilai ekspor ini tercermin dari kasus
nilai ekspor light petroleum ke
Singapura pada tahun 2013, pada
saat itu yang tercatat oleh
pemerintah hanya sebesar USD 79.7
juta, padahal data yang dirilis
pemerintah Singapura
menunjukkan nilai impor light
petroleum dari Indonesia mencapai
USD 487.8 juta, atau terdapat selisih
nilai yang sangat besar yakni USD
408.1. Selain sektor migas, pada
tahun yang sama juga terjadi
perbedaan pencatatan nilai ekspor
komoditas batubara dan CPO ke
India. Pemerintah Indonesia
mencatat nilai ekspor Batubara dan
CPO ke India masing-masing
sebesar USD 3.5 miliar dan USD 2.3
miliar. Di sisi lain, untuk komoditas
yang sama, pemerintah India
mencatat nilai impor dari Indonesia
sebesar USD 6.8 miliar untuk
Batubara dan USD 4.9 miliar untuk
CPO. Oleh karena itu, kewajiban
penggunaan L/C lokal ini
diharapkan dapat mendorong
optimalisasi dan akurasi pencatatan
perolehan devisa hasil ekspor. Lebih
lanjut, eksportir, sebagaimana
diakui oleh Mendag, akan segera
diaudit kontrak-kontraknya.
Perusahaan yang terbukti tidak
transparan (berbuat curang) akan
segera dicabut izinnya dan akan
diberi sanksi pidana.
Paket kebijakan yang terakhir
adalah pembentukan perusahaan
reasuransi domestik. Kebijakan ini
sesungguhya merupakan wacana
lama yang baru terealisasi pada
tahun 2015 ini. Perusahaan
reasuransi sendiri adalah
perusahaan asuransi bagi
perusahaan-perusahaan asuransi.
Keberadaan perusahaan reasuransi
domestik dengan kapasitas yang
baik diharapkan dapat menahan
aliran premi ke luar negeri,
sehingga akan menurukan nilai
defisit pada neraca pembayaran
Indonesia. Berdasarkan catatan OJK,
pada tahun 2013, premi reasuransi
yang ditempatkan di luar negeri
mencapai Rp 19.95 triliun.
Sementara itu, penerimaan komisi
atas penempatan premi adalah Rp
2.7 triliun. Dan, nilai pemulihan
klaim yang diterima perusahaan
asuransi adalah Rp 6.39 triliun. Jadi
secara keseluruhan, Indonesia
mengalami defisit dalam neraca
transaksi reasuransi ke luar negeri
yang nilainya mencapai Rp 10.8
triliun. Mengalir keluarnya premi
asuransi ini disebabkan oleh kondisi
belum baiknya kapasitas
perusahaan reasuransi domestik
Foto:setkab.go.id
06
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
dalam menanggung ulang
penutupan risiko asuransi. Melalui
paket kebijakan ini diharapkan
kapasitas perusahaan asuransi
domestik dapat diperkuat agar
devisa negara tidak tergerus karena
besarnya premi reasuransi yang
mengalir luar negeri.
Inilah paket-paket kebijakan yang
telah diformulasikan oleh
Pemerintah. Sejauhmana efektifitas
dari paket kebijakan di atas pada
dasarnya belum dapat dinilai,
karena paket kebijakan belum lama
dilaksanakan. Paling tidak,
pelaksanaan paket kebijakan
memiliki modalitas awal yang cukup
baik, yaitu kondisi fundamental
ekonomi domestik yang mulai
membaik. Inflasi terus turun, bahkan
diperkirakan berada di bawah 4
persen sampai akhir tahun. Defisit
fiskal dapat diturunkan dibawah 2
persen. Defisit transaksi berjalan
pun berhasil diturunkan sekitar 3
persen dengan kualitas defisit yang
membaik (lebih disebabkan
kegiatan investasi). Bahkan, awal
tahun 2015 ini dibuka dengan
catatan yang baik dalam bentuk
surplus neraca perdagangan selama
kuartal I-2015 dengan total surplus
mencapai USD 2.43 miliar. Surplus
perdagangan bulan Maret pada
Ekonomi Internasional
tahun ini, yakni USD 1.13 miliar,
bahkan tercatat sebagai yang
tertinggi sejak tahun 2011. Sejalan
dengan capaian positif ini, nilai
defisit transaksi berjalan kuartal I2015 diperkirakan juga akan ikut
membaik. Selain modalitas
fundamental ekonomi, pelaksanaan
paket kebijakan ini juga memiliki
modalitas politik yang lebih kuat
dengan mulai membaiknya
hubungan kelembagaan negara.
Sebelumnya, seperti diketahui
lembaga legislatif sempat terbelah
ke dalam dua kelompok besar, yang
sedikit banyaknya, berpengaruh
terhadap kinerja pemerintahan.
Sebab keduanya merupakan mitra,
yang apabila satu pihak bermasalah,
maka akan menganggu pihak yang
lain. Oleh karena itu, dengan
semakin membaiknya hubungan
antarlembaga dan intralembaga
diharapkan koordinasi dalam
pelaksanaan program pemerintah,
termasuk paket kebijakan ekonomi
2015, dapat berjalan dengan lebih
optimal.
Pelemahan Rupiah,
Baik atau Buruk?
Fatkhu Ridho
Foto:bisnis.liputan6.com
K
etika pelemahan mata uang
rupiah terhadap dollar AS terjadi
selalu ada pejabat negara yang
berkomentar bahwa pelemahan ini
baik bagi perekonomian Indonesia.
Setiap pelemahan nilai tukar rupiah,
katanya, justru akan memberikan
surplus terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Sebenarnya jika kita meneliti lebih
jauh lagi, pelemahan rupiah
terhadap dollar AS akhir-akhir ini
memiliki dampak baik dan buruk.
Hingga akhir Maret 2015 tercatat
nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS pernah mencapai level
tertingginya dalam 15 tahun
terakhir yaitu Rp 13.300/USD.
Menguatnya nilai dollar ini
disebabkan oleh data
perekonomian AS yang
menunjukkan perbaikan sehingga
ada istilah bahwa “Dollar pulang
kampung” dan juga melemahnya
perekonomian China sehingga
negara yang memiliki hubungan
dengan China mengalami
depresiasi mata uang.
Idealnya, pelemahan rupiah akan
memicu ekspor karena harga
barang Indonesia menjadi lebih
murah jika dihargai dalam dollar
dan lebih kompetitif dalam
perdagangan dunia. Kemudian
peningkatan ekspor yang terjadi
diharapkan akan memacu
pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan masyarakat. Tetapi
kenyataan sering kali dijumpai
bahwa pelemahan rupiah justru
dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi Indonesia dan
memangkas pendapatan
masyarakat secara riil.
BPS mencatat pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada 2014 jika
dilihat dari dimensi pengeluaran
menunjukkan bahwa ekspor neto
(ekspor barang dan jasa dikurangi
impor) hanya
menyumbang
sebesar 10,61%
terhadap
perekonomian
Indonesia.
Kontribusi
konsumsi rumah
tangga 55,04%,
konsumsi
pemerintah 7,56%,
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
07
dan investasi 24,72% terhadap
pembentukan PDB Indonesia.
Data tersebut menunjukkan
bahwa ekspor masih memiliki
peranan yang kecil dalam
pembentukan perekonomian
Indonesia. Sehingga apabila
pelemahan rupiah diharapkan
meningkatkan ekspor, maka
efeknya akan kecil terhadap
pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
Konsep Virtuous Circle
Melalui Perbaikan Confidence dan Stabilisasi Ekonomi
Sebaliknya, melemahnya
rupiah akan berdampak
negatif terhadap konsumsi
dan investasi karena akan
meningkatkan inflasi dan harga
barang impor. Terlebih lagi setelah
kenaikan harga bahan bakar minyak
pada bulan Maret 2015 yang sudah
pasti akan memukul daya beli dan
konsumsi masyarakat. Efek dari
kenaikan inflasi secara tajam juga
akan membuat BI menaikkan BI rate
(suku bunga acuan) secara tajam
sehingga akan melemahkan
konsumsi masyarakat dan kegiatan
investasi. Dampak negatif terhadap
konsumsi dan investasi inilah yang
dapat menghambat pertumbuhan
ekonomi secara keseluruhan
Ekonomi Domestik
Kedepannya pemerintah dapat
memodifikasi kebijakan
stabilisasi ekonomi dan nilai
tukar rupiah yang diterapkan
oleh Boediono ketika tahun
2005 menggunakan konsep
virtuous cycle melalui
perbaikan kepercayaan pasar.
Krisis kepercayaan ini
kenyataannya mengakibatkan
penarikan dana yang berakibat
serangan terhadap pelemahan
rupiah. Situasi ekonomi dan
politik saat ini compangcamping memang sangat
rawan mempengaruhi kondisi
perekonomian Indonesia,
bukan hanya menyangkut masalah
pembiayaan, tetapi juga
menyangkut kepercayaan pasar.
Skema Pembiayaan Infrastruktur
Melalui Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha
Trias Melia
08
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
D
Di dalam APBN-P 2015,
salah satu isu yang
diprioritaskan oleh
Pemerintah adalah pembangunan
infrastruktur, terutama
pembangunan infrastruktur di
sektor energi, pangan, dan
kemaritiman. RPJMN 2015 – 2019
dan RKP 2015 pun masih
mengangkat tema infrastruktur
sebagai salah satu menu utama
pembangunan kedepan. Hal ini
tercermin dari adanya realokasi
anggaran dalam APBN-P 2015
dimana Pemerintah mengurangi
belanja-belanja yang tidak produktif
seperti subsidi BBM, belanja
perjalanan dinas, dalam rangka
meningkatkan fiscal space yang
salah satunya dipergunakan untuk
menambah belanja infrastruktur
baik kepada Kementerian teknis
secara langsung, lewat BUMN,
maupun lewat transfer ke daerah.
Selain itu, keseriusan Pemerintah
juga ditunjukkan dengan
disempurnakannya Peraturan
Perundangan yang terkait dengan
Tax Allowance dan Tax Holiday
dalam rangka menarik pembiayaan
yang berasal dari luar Pemerintah.
Untuk merealisasikan rencana
pembangunan infrastruktur yang
membutuhkan biaya besar ini,
Pemerintah juga menggunakan
beberapa skema disamping
pembiayaan melalui APBN, yaitu
melalui BUMN dan skema Public
Private Partnership (PPP).
PPP atau yang lebih dikenal sebagai
Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha (KPBU) berdasarkan
Peraturan Presiden No. 38 Tahun
2015 dapat didefinisikan sebagai
kerjasama antara pemerintah dan
Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur untuk kepentingan
umum dengan mengacu kepada
spesifikasi yang telah ditetapkan
sebelumnya oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala
Daerah/BUMN/BUMD, yang
sebagian atau seluruhnya
menggunakan sumber daya Badan
Usaha dengan memperhatikan
pembagian risiko antara para pihak.
Skema ini sudah diluncurkan sejak
tahun 2005 dengan diterbitkannya
Peraturan Presiden no. 67 Tahun
2005 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur.
Penggunaan skemaini bertujuan
untuk (i) Mencukupi kebutuhan
pendanaan penyediaan infrastruktur
secara berkelanjutan melalui
pengerahan dana swasta, (ii)
Penyediaan Infrastruktur yang
berkualitas, efektif, efisien, tepat
sasaran dan tepat waktu, (iii)
Menciptakan iklim investasi yang
mendorong partisipasi Badan Usaha
dalam penyediaan infrastruktur, (iv)
Mendorong prinsip pakai-bayar
oleh pengguna, atau dalam hal
tertentu mempertimbangkan
kemampuan membayar pengguna,
dan (v) Memberikan kepastian
pengembalian investasi Badan
Usaha melalui pembayaran secara
berkala oleh pemerintah kepada
Badan Usaha.
Sejak diluncurkan, realisasi
pembangunan infrastruktur melalui
skema KPBU banyak menemui
kendala yang berdampak pada
minimnya realisasi. Beberapa
permasalahan utama yang dapat
diinventarisasi meliputi proses
tender proyek yang pembiayaannya
berasal dari APBN, masalah
pembebasan lahan, dan cakupan
sektor yang relatif sempit untuk
skema PPP.
Melihat kendala-kendala di atas,
tentunya Pemerintah terus
merumuskan kebijakan untuk
mengatasinya. Seperti contoh,
untuk mengatasi kendala
pembebasan lahan, Pemerintah
telah mengeluarkan Perpres No. 30
Tahun 2015 tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
Khusus untuk mengatasi minimnya
realisasi proyek infrastruktur melalui
skema KPBU, Pemerintah telah
mengeluarkan Peraturan Presiden
No. 38 Tahun 2015 tentang
Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha yang menggantikan
Perpres No. 67 Tahun 2005.
Ada beberapa hal baru yang diatur
dalam Perpres ini meliputi: pertama,
Penanggung Jawab Proyek
Kerjasama (PJPK) adalah
Pemerintah. Proyek KPBU dapat
dilakukan dengan menggabungkan
lebih dari 1 jenis infrastruktur dan
Pemerintah (Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah) bertindak
sebagai PJPK secara bersama-sama
melalui penandatanganan nota
kesepahaman dan menunjuk
koordinator PJPK. BUMN atau
BUMD dapat menjadi PJPK dan
pelakasanaannya diatur oleh
peraturan perundang-undangan
sektor.
Jenis Infrastruktur yang
tercakup dalam aturan ini adalah
transportasi, jalan, sumber daya air
dan irigasi, air minum, sistem
pengelolaan air limbah terpusat,
sistem pengelolaan air limbah
setempat, sistem pengelolaan
persampahan, telekomunikasi dan
informatika, ketenagalistrikkan,
minyak dan gas bumi dan energi
terbarukan, konservasi energi,
perkotaan, pendidikan, sarana dan
Kedua,
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
09
prasarana olahraga serta kesenian,
kawasan, pariwisata, lembaga
pemasyarakatan, kesehatan,
perumahan rakyat
Ketiga, Hybrid Financing yang
dilakukan oleh PJPK dan Badan
Usaha dimana pelaksanaan
sebagian proyek KPBU yang
dibiayai oleh PJPK dilakukan oleh
badan usaha pelaksana pemenang
pengadaan usaha sebagaimana
diatur dalam Perpres . Keempat,
Proyek KPBU prakarsa Badan
Usaha dapat mendapatkan Jaminan
Pemerintah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kriteria yang harus dipenuhi adalah
terintegrasi secara teknis dengan
rencana induk pada sektor yang
bersangkutan, layak secara ekonomi
dan financial, dan Badan Usaha
yang mengajukan prakarsa memiliki
kemampuan keuangan yang
memadai untuk membiayai
pelaksanaan Penyediaan
Infrastruktur.
Kelima, Penganggaran Penyiapan
Proyek dilakukan oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah/BUMN/BUMD sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan. Keenam , success Fee
Mechanism dimana biaya
penyiapan dapat dibebankan
kepada pemenang lelang baik
sebagian atau seluruhnya. Ketujuh,
Pengadaan Tanah yang
pendanaannya bersumber dari
APBN dan APBD. Apabila PJPK
adalah BUMN, pendanaan
pengadaan tanah bersumber dari
anggaran BUMN atau dari Badan
Usaha melalui kerjasama dengan
BUMN yang bersangkutan. Apabila
KPBU layak secara finansial, Badan
Usaha Pelaksana dapat membayar
kembali sebagian / seluruh biaya
pengadaan tanah. Pengadaan
10
Badan Usaha dalam rangka KPBU
dilaksanakan setelah diperolehnya
penetapan lokasi atas tanah yang
diperlukan untuk pelaksanaan
KPBU.
Kedelapan , Dukungan Pemerintah
dari Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah yang
sesuai dengan lingkup kegiatan
KPBU. Menteri Keuangan dapat
menyetujui pemberian Dukungan
Pemerintah dalam bentuk
Dukungan Kelayakan dan/atau
insentif perpajakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
berdasarkan usulan PJPK.
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah dapat memberikan
Dukungan Pemerintah dalam
bentuk lainnya sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kesembilan , Pengadaan Badan
Usaha melalui mekanisme
pelelangan atau penunjukkan
langsung. Mekanisme pelelangan
dilakukan melalui prakualifikasi,
sedangkan penunjukkan langsung
dilakukan dengan syarat (i)
pengembangan atas infrastruktur
yang telah dibangun dan/atau
dioperasikan sebelumnya oleh
Badan Usaha Pelaksana yang sama;
(ii)Pekerjaan yang hanya dapat
dilaksanakan dengan penggunaan
teknologi baru dan penyedia jasa
yang mampu mengaplikasikannya
hanya satu-satunya; atau (iii) Badan
Usaha telah menguasai sebagian
besar atau seluruh lahan yang
diperlukan untuk melaksanakan
KPBU.
Kesepuluh , Financial Close
(perolehan pembiayaan) dilakukan
paling lama dalam 12 bulan dan
dapat diperpanjang dari waktu ke
waktu dalam hal kegagalan bukan
karena kelalaian badan usaha
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
pelaksanan. Perolehan pembiayaan
dapat dilakukan secara bertahap
sesuai dengan tahapan proyek.
Setiap perpanjangan waktu
perolehan pembiayaan diberikan
paling lama 6 (enam) bulan .
Kesebelas, Bentuk Pengembalian
Investasi dilakukan melalui
pembayaran oleh pengguna (user
charge) ; dan/atau Pembayaran oleh
PJPK melalui skema pembayaran
ketersediaan layanan (availability
payment). Terakhir, Simpul KPBU
yang ditunjuk oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah kepada
unit kerja di lingkungan K/L/D.
Simpul KPBU berfungsi sebagai unit
yang akan melaksanakan tugas
berkaitan dengan KPBU dalam
Kementerian/Lembaga/Daerah
tersebut. Simpul KPBU bertugas
Menyiapkan perumusan kebijakan,
sinkronisasi, koordinasi,
pengawasan, dan evaluasi
pembangunan KPBU
Beberapa contoh proyek
infrastruktur yang dirancang
dengan menggunakan skema KPBU
adalah pembangunan kilang
minyak baru, pembangunan jalan
tol Panimbang – Serang,
pembangunan PLTU Batang,
pembangunan 4 ruas jalan tol di
Sumatera, dan pembangunan jalur
kereta api Makassar – Pare Pare.
Untuk tahun 2015, terdapat 4
proyek yang sudah siap tender,
yaitu kereta ekspress Bandara
Soekarno Hatta, SPAM Semarang
Barat, jalan tol Balikpapan –
Samarinda, dan Jalan tol Manado –
Bitung.
Referensi:
Pengembangan Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha.
Bappena s
Ekonomi Daerah
(DANA) DESAKU
Puji Gunawan
...Desaku yang kucinta, pujaan hatiku...Selalu kurindukan, desa ku yang permai...
­ L. Manik
S
ebagian dari kita mungkin
sangat familiar dengan
penggalan lagu diatas.
Untuk sebagian orang, Lagu
“Desaku” tersebut dapat membawa
kembali ke ingatan kenangan masa
kecil nan bahagia. Penulis meyakini
bahwa semangat, kerinduan serta
pesan yang ingin disampaikan L.
Manik yang dituangkan di lagu itu
bisa jadi didasari oleh semangat
yang sama yang melandasi lahirnya
undang-undang tentang desa, yaitu
semangat untuk mewujudkan suatu
Desa dengan tatanan masyarakat
dan lingkungan yang sejahtera dan
permai.
Selama kurun waktu beberapa
tahun, Indonesia sempat
mengalami kesenjangan
pembangunan daerah sebagai buah
pembangunan yang sentralistik.
Semangat untuk membangun dari
pinggiran yang dicanangkan
Presiden saat ini dijadikan landasan
utama pemerintahan baru untuk
menaruh perhatian besar pada
penguatan Desa. Dalam konteks ini,
maka idealnya sumber-sumber
pertumbuhan ekonomi harus
digerakkan ke pedesaan sehingga
desa menjadi tempat yang menarik
sebagai tempat tinggal dan mencari
penghidupan. Infrastruktur desa,
seperti irigasi, sarana dan prasarana
transportasi, listrik, pendidikan,
kesehatan dan sarana lain yang
dibutuhkan, harus bisa disediakan
sehingga memungkinkan desa maju
dan berkembang. Selain itu, UU No
6 Tahun 2014 Tentang Desa
maupun RPJMN 2015-2019 juga
telah sejalan dengan telah
dimuatnya tujuan dan sasaran
spesifik terkait pembangunan dan
pengembangan desa, yaitu
perogram penguatan desa dan
masyarakat desa, pengembangan
pusat-pusat pertumbuhan di
perdesaan untuk mendorong
keterkaitan desa-kota dan
perdesaan berkelanjutan.
Salah satu konsep nyata yang
diusung oleh Pemerintah untuk
mewujudkan hal diatas adalah
penggunaan Dana Desa. Dana Desa
ini digunakan untuk membiayai
pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat Desa sesuai dengan
prioritas penggunaan yang
ditetapkan oleh Kementerian Desa
dan Daerah Tertinggal. Kegiatan
yang tidak termasuk prioritas dapat
dilakukan sepanjang kebutuhan
untuk pemenuhan kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat telah terpenuhi.
Sesuai dengan UU No 6/2014,
Pemerintah Pusat memiliki
kewajiban untuk menyiapkan
peraturan pelaksanaan berupa PP
dan Peraturan Menteri terkait dalam
mendukung program dana desa.
Dalam perjalanannya, secara umum
seluruh peraturan perundangan
yang dibutuhkan sudah lengkap
namun membutuhkan pebaikan
minor. Seperti contoh, masih
diperlukannya Revisi atas PP
60/2014 tentang Dana Desa untuk
dana desa yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Hal ini dikarenakan
PP tersebut belum memuat
persentase antara bagian dana desa
yang dibagi rata dan bagian alokasi
yang didistribusikan berdasarkan
jumlah penduduk, luas wilayah,
angka kemiskinan, dan tingkat
kesulitan geografis. Selain itu,
dibutuhkan pula beberapa
peraturan pelaksana berupa
Peraturan Menteri yang terkait
dengan pengaturan : Dana Desa
yang bersumber Dari APBN,
penyusunan pedoman umum
perencanaan dan pengelolaan
keuangan desa, realokasi belanja
K/L untuk program berbasis desa ke
dana desa, pelatihan kepada aparat
Pemda dan aparat desa, dan
pendampingan kepada desa. Hal
lain yang perlu dilakukan
Pemerintah Pusat adalah melakukan
pemantauan dan evaluasi dana desa
secara periodik.
Bagi Pemerintah Daerah, dana desa
akan berimplikasi pada penyiapan
Perda APBD yang menampung
penerimaan Dana Desa dan alokasi
Dana Desa dari APBN, bagian hasil
Pajak dan Retribusi Daerah,
penyiapan peraturan
Bupati/Walikota tentang
pembagiannya dari APBN ke
masing-masing Desa, penyiapan
pelatihan kepada aparat desa,
pelaksanaan pemantauan dan
evaluasi dana desa serta
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
11
penyampaian laporan pelaksanaan
Dana Desa. Selain itu, untuk
Pengawasan dana desa, Gubernur
diharuskan melakukan pemantauan
dan evaluasi atas penerbitan
peraturan bupati/walikota
mengenai tata cara pembagian dan
penetapan besaran Dana Desa,
penyaluran Dana Desa dari RKUD ke
rekening kas Desa, penyampaian
laporan realisasi, SiLPA Dana Desa,
penghitungan pembagian besaran
Dana Desa setiap Desa oleh
kabupaten/kota dan realisasi
penggunaan Dana Desa.
Peran Pemerintah Daerah akan
ditingkatkan dalam pengawasan
penggunaan dana transfer daerah,
yaitu DAK dan Dana Desa. UU No.
23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah
mengamanatkan agar belanja
daerah diprioritaskan untuk
mendanai urusan wajib yang terkait
pelayanan dasar. DAK tidak hanya
dapat digunakan untuk kegiatan
fisik, tetapi juga kegiatan non-fisik
yang mendukung pelayanan dasar.
Dana Desa memiliki beberapa
manfaat dalam pembangunan
ekonomi daerah. Jika dikaitkan
dengan upaya Perluasan
kesempatan Kerja maka dana desa
secara teoritis juga dapat
memberikan keleluasaan lebih
melaksanakan pembangunan
daerahnya, terutama dalam rangka
memanfaatkan potensi alam dan
tenaga kerja yang tersedia di
daerahnya masing-masing. Dengan
semakin baiknya prasarana dan
saran ekonomi yang terdapat di
daerah-daerah berarti semakin
leluasa pula masyarakat
melaksanakan kegiatan-kegiatan
ekonominya.
Terkait Resiko fiskal, maka
12
Peningkatan resiko bagi Pemerintah
tersebut ditimbulkan adanya alokasi
dana desa yang diproyeksikan akan
meningkat secara bertahap
sepanjang 2015-2019. Beberapa hal
yang diperhatikan dan dipahami
bersama bahwa kesiapan
Pemerintah, dalam hal ini kapasitas
fiskal APBN, menjadi alasan dana
desa belum mencapai rata-rata 1
miliar per tahun seperti yang
selama ini dipahami oleh
masyarakat luas. Sebagai gambaran,
untuk tahap pertama, dana desa
yang sebenarnya membutuhkan
sekitar Rp. 64 Triliun, baru
dianggarkan dalam APBN anggaran
2015 sebesar Rp. 9,01 triliun dan
kemudian membaik Pada RAPBNP
2015 menjadi sebesar Rp 20,766
Triliun. Dengan jumlah ini, maka
jika di rata-rata masing – masing
desa akan mendapatkan sebesar
285 Juta. Anggaran lain yang terkait
dana desa dalam APBN-P 2015
adalah : Dana Pendampingan (Rp2,1
Triliun) dan Dana Pelatihan Capacity
Building bagi aparat Desa (Rp1,4
Triliun).
Berkaca pada program sejenis
seperti Program Pengembangan
Kecamatan (PPK) dan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri (PNPM), maka terdapat
beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam implementasi
program dana desa. Pertama ,
Program pengembangan desa tidak
boleh mengeneralisasi masalah
kemiskinan di tiap-tiap daerah di
Indonesia sehingga berpotensi
menghilangkan ke’khas’an
masyarakat. Di samping itu,
suksesnya program ini sangat
tergantung pula pada dukungan
dari pemerintah daerah. Hal ini
disebabkan dalam program
terdahulu, (yaitu PNPM) dianggap
tidak tidak terlalu efektif karena
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
tidak berhasil menjangkau
kelompok masyarakat Desa karena
terdapat banyak tokoh lokal
seringkali masih mendominasi
pengambilan keputusan.
Kedua , terkait cost effectiveness.
Walaupun sudah terdapat batasan
penggunaan dan besaran yang
jelas, dana desa masih sangat
berpotensi memberikan peluang
untuk korupsi. Untuk menghidari
hal ini, maka proses pengadaan
barang/jasa yang dibiayai oleh dana
desa hendaknya dilaksanakan
secara transparan dan mengikuti
proses pengadaan barang/jasa
pemerintah sesuai dengan
peraturan perundangan yang
berlaku serta mekanisme perangkat
pendukung (RPP, RPJD, dll)
Yang terakhir, dalam upaya
intervensi pembanguan pedesaan,
maka segenap pihak yang terlibat
perlu memperhatikan secara
mendalam tentang anatomi desa
sehingga tidak kontraproduktif
dalam membangun desa. Anatomi
tersebut mencakup struktur
demografi masyarakat, karakteristik
sosial budaya, karakterisktik
fisik/geografis, pola kegiatan usaha
pertanian, pola keterkaitan ekonomi
desa-kota, sektor kelembagaan
desa, dan karakteristik kawasan
pemukiman. Dengan kata lain,
pembangunan pedesaan harus
berlandaskan pada kearifan lokal.
foto:tribune.com.pk
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
13
Laporan Utama
foto:dailysocial.net
Optimalisasi
Penerimaan Negara
Puji Gunawan
T
ahun 2015 juga merupakan
momentum yang sangat penting
bagi Pemerintah untuk melakukan
langkah-langkah terobosan dalam
kebijakan fiskal guna menciptakan
APBN yang lebih sehat, berkualitas
dan membangun ruang fiskal yang
cukup untuk Percepatan
Pertumbuhan Ekonomi yang
Berkelanjutan dan Berkeadilan.
Penerimaan negara sendiri terdiri
atas Penerimaan Pajak, penerimaan
Bea dan Cukai, penerimaan PNBP
dan Penerimaan Hibah.
Di tahun 2015 ini, Pemerintah
berupaya untuk mengoptimalkan
Penerimaan negara dalam rangka
menyesuaikan dengan beberapa
kondisi. Beberapa kondisi tersebut
misalnya penurunan PPh Migas
yang disebabkan turunnya lifting
dan perubahan asumsi (ICP dan
14
kurs) yang akan mempengaruhi
Penerimaan dari Sektor pajak.
Contoh lainnya adalah Penerimaan
PNBP yang dipengaruhi oleh
adanya penurunan Pendapatan SDA
Migas disebabkan turunnya ICP dan
lifting minyak dan Pendapatan
Bagian Laba BUMN yang
mengalami penurunan dalam
rangka mendukung agenda-agenda
Prioritas.
Sebagaimana kita pahami bersama
bahwa Pemerintah menjadikan
penerimaan Pajak sebagai sumber
pendanaan yang utama. Dalam
APBN-P 2015, penerimaan
perpajakan meningkat 29,9% dari
realisasi 2014 dan 7,92% (menjadi
Rp. 1.489,30 Triliun) jika
dibandingkan dengan APBN tahun
2015. Jumlah yang sangat fantastis
ini tentunya memerlukan upaya-
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
upaya ekstra dari Pemerintah,
khususnya Direktorat Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan.
Beberapa langkah-langkah
perbaikan akan dilakukan. Secara
internal, upaya yang dilakukan
antara lain melalui penggunaan
anggaran dan Pengeloaan SDM
serta Perbaikan administrasi
perpajakan (memalui penerapan etax invoice dan pencegahan transfer
pricing). Dari sisi regulasi,
kedepannya Ditjen Pajak akan
melakukan intensifikasi (via
perbaikan regulasi PPh, PPN dan
PPnBM) dan Ekstensifikasi WP baru
(sektoral). Tidak hanya hal-hal yang
bersifat teknis, Kementerian
keuangan juga akan berkoordinasi
dengan Intansi terkait untuk
menjaga stabilitas ekonomi nasional
dengan melakukan penyesuaian
" Dalam APBN­P 2015, penerimaan perpajakan meningkat 29,9% dari
realisasi 2014 dan 7,92% (menjadi Rp. 1.489,30 Triliun) jika dibandingkan
dengan APBN tahun 2015."
kebijakan di bidang PPh nonmigas,
bea masuk, dan bea keluar serta
melakukan koordinasi peningkatan
daya saing dan nilai tambah melalui
pemberian insentif.
Beralih ke Penerimaan sektor
Kepabeanan dan Cukai, dalam
APBN-P 2015sektor ini ditargetkan
mencapai Rp. 195 Triliun.
Penerimaan sektor Kepabeanan dan
Cukai terdiri atas penerimaan cukai
(hasil tembakau, etil alkohol, dan
minuman mengandung etil
alkohol), bea masuk, dan bea
keluar. Beberapa langkah
Optimalisasi yang akan dilakukan
meliputi perbaikan mekanisme
fasilitas penundaan pembayaran
cukai, pebaikan kebijakan di bidang
PPh nonmigas, bea masuk, dan bea
keluar, Pengendalian konsumsi
barang kena cukai melalui
penyesuaian tarif cukai serta melalui
Peningkatan upaya pemberantasan
cukai ilegal dan penyelundupan.
Perubahan target penerimaan dari
PNBP dalam APBN 2015
dipengaruhi oleh Pendapatan SDA
Migas yang turun Rp142,9 Triliun
akibat turunnya ICP dan lifting
minyak, Pendapatan pertambangan
minerba yang ditargetkan naik
Rp7,1 Triliun. Serta Pendapatan
Bagian Laba BUMN yang
mengalami penurunan sebesar
Rp7,0 Triliun, dalam rangka
peningkatan peran BUMN yang
mendukung Agenda Prioritas.
peningkatan juga dilakukan
memalui Penyesuaian tarif PNBP,
Peningkatan kinerja
BUMN.Peningkatan pengawasan
dan pelaporan PNBP. Perbaikan
regulasi, administrasi dan sistem
PNBP. Selama ini, terdapat 5
Kementerian Negara/ Lembaga
penyumbang PNBP terbesar yaitu
Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Kepolisian,
Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
Kementerian Hukum dan HAM serta
Kementerian Perhubungan.
Beberapa upaya yang akan
dilakukan untuk mencapai target
tersebut diantaranya melalui
realisasi produksi sumur minyak
baru, menahan penurunan alamiah
lifting migas, dan pengendalian cost
recovery. Selain itu, upaya juga
foto:skalanews.com
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
15
Realokasi
Belanja APBN­P
2015
Bhima Yudhistira
Peneliti INDEF
foto:tribune.com.pk
Penurunan PMN
(Penyertaan Modal Negara)
Terdapat perubahan yang cukup
signifikan terkait Penyertaan Modal
Negara (PMN) untuk BUMN di
dalam APBN-P 2015 dibandingkan
baseline APBN 2015. Salah satu
poin penting di dalam keputusan
pengurangan PMN dari Rp.48 triliun
menjadi Rp.37,27 triliun terkait
dengan kebijakan Kementerian
BUMN untuk menunda pemberian
suntikan modal terhadap beberapa
perusahaan BUMN. Temuan BPK
terhadap 14 BUMN yang masih
ditelusuri hanya sebagian kecil dari
faktor lain
seperti
ketidakjelasa
n programprogram
yang
ditawarkan
masingmasing
16
BUMN, masalah restrukturisasi
utang serta rendahnya kepatuhan
terhadap good governance.
Namun disatu sisi, rendahnya PMN
di APBNP 2015 dapat menjadi
sinyalemen negatif terhadap
dorongan Pemerintah untuk
menggerakan sektor BUMN.
Pemerintah melalui BUMN
seharusnya dapat meningkatkan
penyertaan modal ini. Hal ini dinilai
sebagai bentuk stimulus fiskal yang
dapat dilakukan Pemerintah saat
ekonomi sedang mengalami
kontraksi.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
Perubahan Payout ratio
BUMN
Payout ratio atau jumlah bagian
laba yang diberikan BUMN kepada
Pemerintah dalam APBN-P 2015
turun sebesar Rp.7,1 triliun.
Kebijakan anggaran ini dinilai tepat
untuk mendorong programprogram unggulan Pemerintah
melalui BUMN, terutama di sektor
maritim dan infrastruktur. Namun,
yang menjadi catatan dari
pengurangan bagian laba tersebut
adalah kurangnya singkronisasi
kebijakan dengan PMN. Jika
Pemerintah tidak menekan BUMN
untuk
memberikan laba
yang besar,
seharusnya dari
segi PMN pun
diberikan insentif,
setidaknya sama
dengan nominal
tahun
Keuangan
" Salah satu titik krusial dari APBN­P 2015 adalah bagaimana cara
mengalokasikan anggaran belanja untuk menggerakan roda perekonomian
nasional yang tengah melambat."
sebelumnya. Sebagai gambaran,
PMN dalam APBN-P 2015 tercatat
turun sebesar Rp.10,73 triliun,
sedangkan bagian laba ke
Pemerintah juga turun Rp.7,1 triliun.
Maka rasio antara PMN dengan
bagian laba tetap tidak sebanding
jika Pemerintah memang berniat
ingin mendorong BUMN lebih
berkembang di tahun ini.
Meningkatkan Kualitas
Belanja Pemerintah
Salah satu titik krusial dari APBN-P
2015 adalah bagaimana cara
mengalokasikan anggaran belanja
untuk menggerakan roda
perekonomian nasional yang
tengah melambat. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi volume
belanja Pemerintah. Pertama,
perubahan indikator ekonomi
makro seperti harga minyak dan
nilai tukar rupiah. Kedua, kenaikan
gaji pegawai dan peningkatan
jumlah PNS. Melihat tren selama
tahun 2009-2014, sebagian besar
postur belanja APBN dihabiskan
untuk belanja pegawai hingga
mencapai 35 persen dari total
anggaran. Hal ini cukup berbanding
terbalik dengan proporsi belanja
modal yang rata-rata hanya
mencapai 15 persen dari total
anggaran belanja. Padahal indikator
keberhasilan insentif fiskal suatu
negara terletak pada besarnya
belanja modal yang dialokasikan
oleh Pemerintah.
Dengan Rp. 230 triliun
penghematan negara dari subsidi
energi, Pemerintah memiliki ruang
fiskal untuk melakukan terobosan
dari sisi alokasi belanja di APBN-P
2015. Sektor yang perlu mendapat
perhatian lebih adalah infrastruktur.
Salah satu apresiasi terhadap postur
belanja APBN-P 2015 yang patut
ditingkatkan di pembahasan
anggaran berikutnya adalah
kenaikan Rp.99 triliun dana
infrastruktur atau sebesar Rp.290,3
triliun dari yang sebelumnya hanya
Rp.191,3 triliun.
Kementerian yang paling banyak
mendapatkan jatah belanja
infrastruktur tersebut adalah
Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PU-Pera)
sebesar Rp105 triliun, Kementerian
Perhubungan Rp52,5 triliun, serta
Kementerian ESDM sebesar Rp5,9
triliun. Belum termasuk dana-dana
non Kementerian/Lembaga seperti
DAK dan dana otonomi khusus
Papua total senilai Rp.33,5 triliun.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
realokasi belanja APBN-P 2015
memang mengalami perubahan
yang cukup signifikan dari baseline
APBN 2015. Namun perubahan itu
perlu didukung oleh langkah nyata
di setiap lini Pemerintahan untuk
menggunakan anggaran yang ada
sebagai basis penguatan ekonomi
nasional.
Referensi:
- Budget in Brief APBN-P 2015.
- Nota Keuangan dan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan Tahun
2015.
- Penyerapan Anggaran Pemerintah
Pusat 2009-2014.
- Kajian Tengah Tahun. INDEF 2014.
Namun yang menjadi catatan dari
APBN-P 2015 ini adalah penyerapan
anggaran infrastruktur dan belanja
modal yang masih terbilang rendah
di triwulan I 2015 kendati banyak
perubahan postur anggaran yang
cukup progresif. Target 10 persen
dari realisasi kedua pos belanja
tersebut harusnya dapat tercapai
setidaknya hingga akhir April 2015,
namun beberapa persoalan seperti
perubahan nomenklatur
Kementerian menghambat
terserapnya pos belanja penting
tersebut.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
17
APBN­P 2015 :
Tekan Defisit Anggaran sebesar 1.9 persen
Sri Purwanti
nggaran
A
Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan
(APBN-P) telah disahkan
oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR),
pemerintah
menargetkan dapat
menekan defisit
anggaran hingga 1,9
persen dari Produk
Domestik Bruto (PDB),
atau sebesar Rp222,5
triliun. Angka tersebut mengalami
penurunan sebesar Rp23,4 triliun
jika dibandingkan target defisit
anggaran dalam APBN 2015 yang
sebesar Rp245,9 triliun, atau 2,21
persen dari PDB. Tentunya dengan
penurunan tersebut, diharapkan
dapat memberikan efek positif bagi
perekonomian Indonesia.
Kebijakan desifit anggaran
diarahkan untuk memperkuat
stimulus fiskal dalam rangka
percepatan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan dan berkeadilan
dengan tetap mengendalikan resiko
dan menjaga kesinambungan fiskal.
Penguatan kapasitas fiskal negara
merupakan salah satu dari 16
program aksi dari penurunan
Trisakti yaitu Berdikari Dalam
Bidang Ekonomi.
Pembiayaan anggaran APBNP 2015
sebesar Rp222,5 triliun bersumber
dari utang dan non utang dengan
proporsi utang sebesar Rp279,4
triliun dan non utang sebesar
Rp56,9 triliun. Pembiayaan yang
bersumber dari utang berasal dari
18
penerbitan SBN netto sebesar
Rp297,7 triliun, pinjaman dalam
negeri netto Rp1,6 triliun dan
pinjaman luar negeri neto -Rp20
triliun. Sedangkan pembiyaan yang
berasal dari non utang berasal dari
perbankan sebedar Rp4,8 triliun dan
non perbankan sebesar -Rp61,7
triliun. Angka negatif pada
pinjaman luar negeri neto,
nonutang, dan nonperbankan
menunjukkan bahwa nilai
komponen pengeluaran didalamnya
lebih besar dari komponen
penerimanya.
Kebijakan pembiayaan utang dalam
APBNP 2015 mengutamakan
pembiayaan yang bersumber dari
dalam negeri dengan
mengoptimalkan peran serta
masyarakat (financial inclusion ) dan
melakukan pendalaman pasar Surat
Berharga Negara (SBN) domestik.
SBN meliputi surat utang negara
(SUN) dan surat berharga syariah
negara (SBSN). Pemanfaatan utang
diperuntukkan bagi kegiatan
produktif antara lain melalui
penerbitan sukuk yang berbasis
proyek.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
Kebijakan pembiayaan
non-utang lebih
difokuskan untuk
mendukung agenda
prioritas nasional yang
tertuang dalam
Nawacita, antara lain
meningkatkan
produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar
internasional termasuk
meningkatkan peran
BUMN melalui
penambahan PMN bagi BUMN.
Penambahan PMN kepada BUMN
diharapkan mampu mendukung
program ketahanan pangan,
kemandirian ekonomi nasional,
program pembangunan maritim,
dengan masing-masing nilai PMN
sebesar Rp8,2 T, Rp6,8 T, dan Rp5,2
T. Selain penambahan PMN,
kebijakan pembiayaan nonutang
dialokasikan untuk mendukung
kebijakan penyelesaian
permasalahan program
kesejahteraan rakyat antara lain
melalui alokasi dana antisipasi
untuk PT Lapindo Brantas Inc untuk
menjamin pelunasan pembelian
atas tanah dan bangunan kepada
para korban, serta cadangan
pembiyaan kepada BPJS Kesehatan
demi keberlanjutan program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Referensi:
Budget in Brief APBNP-2015
Perubahan Asumsi Dasar
Ekonomi Makro
Dalam APBNP 2015
K
Ratih P. Kania
Dari penyesuaian-penyesuaian
baru diperlukan penyesuaian dalam
ondisi perekonomian
program nasional yang ada serta
asumsi dasar ekonomi makro pada
global pada tahun 2015
Kondisi perekonomian global yang
RAPBNP 2015.
diperkirakan masih mengalami
mempengaruhi kondisi
perlambatan yang diakibatkan oleh
perekonomian Indonesia,
Pada tahun ini pula, telah dilakukan
melambatnya perekonomian
diperlukan penyesuaian dalam
terobosan-terobosan dalam
berbagai negara terutama Tingkok.
penganggaran negara melalui
kebijakan fiskal dalam rangka
Tiongkok juga merupakan salah
Anggaran Pendapatan dan Belanja
peningkatan kapasitas fiskal bagi
satu negara yang memverikan
Negara (APBN) tahun 2015
program-program yang lebih
pengaruh pada perekonomian
terutama dalam perubahan asumsi
produktif. Selain itu, kerentanan
Indonesia, hal ini karena Tingkok
dasar ekonomi makro dalam APBNP
fiskal yang diakibatkan oleh
merupakan negara yang
2015 (tabel 1) .
fluktuasi harga minyak dunia dan
mempunyai hubungan dagang
yang cukup besar
Tabel 1: Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro
Pertumbuhan ekonomi
dengan Indonesia,
dalam APBNP 2015
menjadi 5,7 persen
terutama untuk
lebih rendah sebesar
ekspor bahan
0,1 persen bila
mentah dari
dibandingkan dengan
Indonesia.
asumsi pertumbuhan
Permasalahan
ekonomi dalam APBN
lainnya adalah
2015 yang sebesar 5,8
menurunnya harga
persen. Tingkat inflasi
komoditas global
pada APBNP 2015
serta adanya
Sumber: Budget in Brief, APBNP 2015, Direktorat jendreal Anggaran RI
diperkirakan mencapai
rencana kenaikan
5 persen atau lebih
suku bunga The
tinggi dari asumsi APBN 2015 yang
nilai tukar dapat diantisipasi.
Fed di Amerika Serikat.
diperkirakan sebesar 4,4 persen, hal
Pengurangan perjalanan dinas dan
ini didorong oleh dampak lanjutan
paket meeting oleh pemerintah
Kondisi ekonomi global berdampak
kebijakan penyesuaian harga BBM
juga merupakan salah satu upaya
pada kondisi perekonomian
bersubsidi pada bulan November
penghematan untuk dialihkan
domestik yaitu melambatnya
2014.
kepada kegiatan prioritas nasional
pertumbuhan ekspor dan investasi.
Dari sisi internal lainnya, tahun 2015 yang lebih produktif pada masingAsumsi nilai tukar rupiah terhadap
masing K/L. meliputi dukungan
merupakan tahun pertama dalam
dolar Amerika Serikat juga
sektor pendorong pertumbuhan
pemerintahan baru, dimana
diperkirakan melamah menjadi Rp.
(pangan, energi, maritim, parwisata,
tertuang program, sasaran dan
dan industri), pemenuhan kewajiban 12.500 per dolar AS. Pada APBN
prioritas pembangunan dalam
2015 sebelumnya asumsi nilai tukar
dasar (pendidikan, kesehatan dan
konsep Nawacita dan Trisakti.
rupiah disepakati sebasar Rp. 11.900
perumahan), pengurangan
Nawacita adalah agenda prioritas
per dolar AS. Penurunan asumsi
kesenjangan antar kelas
dalam mewujudkan visi Presiden,
nilai tukar rupiah terhadap dolar
pendapatan dan antar wilayah, dan
sedangkan Trisakti merupakan visi
Amerika serikat ini didorong oleh
pembangunan infrastruktur
Presiden. Oleh karena itu, untuk
kondisi perekonomian global saat
konektivitas.
mengakomodir program-program
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
19
sehingga permasalahan
distribusi yang terhambat
dapat diatasi. Selain itu
dengan meningkatnya
pembangunan infrastruktur
pertanian juga berdampak
pada peningkatan hasil
produksi pertanian sehingga
pasokan pangan dapat
teratasi.
foto:jurnaljakarta.com
ini serta adanya rencana kenaikan
suku bunga The Fed di Amerika
Serikat.
Harga minyak mentah Indonesia
atau lebih dikenal dengan istilah ICP
(Indonesia Crude Price) diperkirakan
mengalami penurunan menjadi 60
dolar Amerika serikat per barel,
dimana pada APBN 2015 CPI ini
diasumsikan bergerak pada 900
dolar AS per barel. Penurunan
asumsi CPI ini terdorong oleh
menurunnya harga minyak mentah
dunia yang terjadi sejak
pertengahan tahun 2014, sampai
saat ini, harga minyak dunia masih
cenderung berada dibawah 60 dolar
AS perbarel. Penurunan harga
minyak mentah dunia ini
diakibatkan oleh berlebihnya
pasokan pasokan minyak dunia baik
dinegara-negara OPEC maupun di
daratan Amerika saat. Selain itu,
negara-negara OPEC juga tidak
mengurangi produksi minyaknya
kendati harga minyak dunia
cenderung terus menurun.
Asumsi lifting gas juga mengalami
penurunandari 1,24 juta barel
perhari menjadi 1,22 juta barel per
hari. Sementara itu, asumsi tingkat
suku bunga Surat Perbendaharaan
Negara (SPN) 3 bulan masingmasing disepakati menjadi 6,2
20
persen dari 6 persen pada RPBN
2015.
Dalam jangka menengah, asumsi
dasar ekonomi makro dalam APBN
2015 juga dilakukan penyesuaian
dengan memperhatikan pada
dinamika ekonomi global dan
ekonomi domestik yang turut
mempengaruhi perkembangan
ekonomi nasional dalam lima tahun
kedepan. Selain itu, dengan
dimulainya pemerintahan baru, hal
ini akan turut mempengaruhi
target-target dan asumsi dasar
ekonomi makro dalam waktu lima
tahun kedepan.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan
mengalami peningkatan dalam
kurun waktu 2016-2018 yakni
sebesar 6,3-7,8 persen dengan
kecenderungan yang terus
meningkat tiap tahunnya. Faktorfaktor eksternal dan domestik yang
kondusif menjadikan pendorong
utama dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional
dalam jangka menengah.
Tingkat inflasi diperkirakan
mengalami penurunan menjadi 3,5
± 1 persen pada periode 2018 dari
3,5 ± 1 pada periode 2016-2017, hal
ini terdorong oleh meningkatnya
pembangunan infrastruktur jalan
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
Nilai tukar rupiah diperkirakan
sebesar RP. 11.650 per dolar
AS dengan kecenderungan
menguat bertahap, hal ini
diakibatkan oleh meningkatnya
neraca perdagangan Indonesia
karena aliran masuk modal baik
Foreign Direct Investment (FDI)
maupun portofolio. Sementara itu,
sumber-sumber pembiayaan dalam
negeri mengalami perbaikan
dengan digiatkannya sektor
financial deepening pada semua
sumber-sumber pembiayaan.
ICP diperkirakan mengalami
peningkatan pada kisaran 65 dolar
AS per barel hingga 100 dolar AS
perbarel didorong oleh
membaiknya pertumbuhan
ekonomi global sehingga
memdorong permintaan minyak
dan gas yang tinggi untuk
penggerak sektor-sektor industri
dan rumah tangga. Sementara itu,
lifting minyak diperkirakan
mengalami penurunan, dengan
kecenderungan yang terus menurun
setiap tahunnya. Penurunan ini
terutama diperkirakan oleh usia
sumur-sumur minyak yang semakin
tua serta belum adanya kepastian
beroperasinya sumur-sumur baru.
Referensi:
Budget in Brief dan NK APBN 2015
Resensi Buku
“Agility, bukan singa yang mengembik”,
Pengarang : Rhenald Kasali,
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2015
Tebal : 261 halaman
“I am more afraid of an army of 100 sheep led by a lion, than an army of 100
lions led by a sheep“
-, Maurice de Talleyrand
seorang Filusuf
U ngkapan
Prancis di atas yang dikutip
oleh buku ini nampaknya
sangat relevan untuk
menggambarkan kebutuhan
institusi, baik itu perusahaan,
daerah bahkan sebuah negara yang
sedang berada pada area “ the edge
of chaos”, yaitu daerah antara
sebuah dunia baru yang dituju :
suatu daerah yang terteram, tertib,
nyaman sejahtera dimana kita
mendapatkan kesempurnaan yang
stabil atau the state of puctuated
equilibrium , dengan daerah dimana
kita mendapatkan ketidakteraturan
yang sempurna, jalan yang
menanjak, berlubang dan berliku,
kebebasan bicara yang sempurna
yang tidak diikuti kreativitas yang
tinggi, kekacauan dan mungkin
korupsi dimana-dimana.
Kenapa kita membutuhkan ‘singa’
untuk mencapai dunia baru yang
kita tuju tersebut? Jawabannya
adalah karena Kita mebutuhkan
sifat utama seekor singa : Agility !
sifat ini menggambarkan
ketangkasan, fokus, kecepatan
gerak, dan agresif. Seekor singa
akan gigih dan fokus mengejar satu
mangsa yang telah ia putuskan
untuk dikejar diantara kerumunan
mangsa-mangsa lainnya, namun
akan sportif untuk berhenti dan
tidak mengalihkan ke buruan yang
lain, pada saat sang singa
menghadapi kondisi yang tidak
memungkinkan untuk mendapatkan
buruannya.
Jika diterapkan kedalam konsep
manajemen, Agility hendaknya
dimaknai secara luas. Agility
merupakan kapabilitas yang
dibangun secara terus menerus
melalui pengetahuan dan
pengalaman agar organisasi
mampu mengendus dan merespon
perubahan dengan tangkas, efektif,
tepat waktu dan berkelanjutan.
Agility juga bukan sebuah Software
yang mudah dibeli dan secara
instan dibangun, karena didalamnya
terkandung unsur manusia dengan
mentalitas pemenang.
Terkait konsep ini, Lebih lanjut
Donald Sull (2009) dalam bukunya
“ Competing Through Organizational
Agility” membagi Agility menjadi 3
kategori, Strategic, Portofolio dan
Operational. Strategic Agility
menekankan kepada kemampuan
mengambil keputusan apakah suatu
organisasi akan terus bertahan pada
sektor yang sama dari tahun ke
tahun atau mengambil langkah
besar untuk berubah haluan.
Portofolio Agility terkait pada
ketangkasan menggeser sumber
daya yang dimiliki organisasi. Yang
terakhir, Operational Agility lebih
kepada kemampuan merespon
kejadian yang sifatnya rutin dan
membutuhkan respons yang sangat
cepat. Dalam perkembangannnya,
konsep agility dalam kemudian
dikembangkan menjadi lebih
spesifik, seperti : Leadership Agility,
Strategy Agility, Finance Agility,
Innovation Agility, dan System
Agility
Hasil agility tampak sekali dari yang
menjalankannya. individu seperti
Pemimpin dunia, pengusaha dan
bahkan seorang artis ataupun
organisasi bisa menjadi besar dan
mencapai posisi puncak bukan
hanya mengandalkan bakat dan
kerja keras semata. Kemampuan
membaca peluang dan latihan yang
mereka lakukan untuk menembus
batas-batasan yang ada, telah
menciptakan batasan baru diluar
batasan yang pada umumnya dan
pada akhirnya menjadikan mereka
sulit ditanding kompetitor.
Buku ini menjadi menarik karena
disertai beberapa contoh
‘penampakan’ Agility baik itu secara
Individu, Organisasi (BUMN),
maupun di level negara.
Oleh : Puji Gunawan
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
21
Tokoh
Pendalaman Sektor
Keuangan Yang Mendukung
Pembangunan Indonesia
Wawancara dengan Bapak Isa Rachmatarwata
Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Kementerian Keuangan
Wawancara dan Penulis oleh : Puji Gunawan
Sebagaimana Bapak paham,
pasar keuangan yang dalam,
berkembang, dan efisien adalah
faktor penting yang menunjang
ketersediaan dana pembangunan
serta menyediakan sarana
manajemen risiko dan likuiditas
bagi pelaku ekonomi. Bagaimana
jika hal tersebut dikaitkan
dengan upaya pencapaian tujuan
kebijakan fiskal Pemerintah?
Kita semua mengharapkan ekonomi
akan terus tumbuh dan yang
disertai dengan stabilitas. Stabilitas
dan pertumbuhan seringkali
didikotomikan dan seolah-olah
salah satunya harus menjadi
prioritas dan yang lainnya
diabaikan. Bagi Pemerintah,
keduanya harus terlihat secara
seimbang dan bersama. Hal itu
penting untuk menciptakan
aktivitas pembiayaan, aktivitas
pengelolaan keuangan yang
dinamis, bergairah dan
menggerakkan aktivitas-aktivitas
ekonomi. Jika kita hanya memiliki
ragam aktivitas keuangan yang
terbatas, maka kita akan melihat
sektor keuangan itu menjadi cepat
panas. Jika uang yang diputar dan
instrumen yang diperjualbelikan
sedikit variasinya, maka pergerakan
akan makin cepat , semakin
menggelembung dan pada akhirnya
akan pecah. Apa yang terjadi dalam
krisis tahun 2008 salah satunya
adalah karena ini. Untuk itu, kita
memerlukan instrumen dan
mekanisme yang lebih bervariasi
22
dan memerlukan issuers yang
makin banyak. Esensi pendalaman
pasar keuangan adalah
menciptakan industri jasa keuangan
yang memiliki banyak varian
produk, memiliki penerbit-penerbit
produk yang cukup untuk mensupply kebutuhan instrumen itu.
Pada dasarnya semua yang
berkaitan dengan penciptaan
instrumen yang kemudian
diperdagangkan harus diperhatikan
secara keseluruhan, bukan hanya
pasar modal. Kalau kita memperluas
lagi, maka hal yang harus
ditekankan adalah bukan hanya
instrumen yang diperdagangkan di
pasar, tapi juga termasuk instrumen
yang diperdagangkan secara
bilateral seperti produk asuransi,
produk simpanan di bank, produk
lain yang sifatnya tailor-made. Kalau
kita punya industri asuransi yang
hanya punya traditional product,
orang juga akan jenuh, punya
ekspektasi lain, dan pertumbuhan di
industri asuransi akan berhenti.
Esensi pendalaman pasar keuangan
kita perlukan karena kita
membutuhkan dinamisme atau
aktivitas yang sehat di sektor
keuangan untuk mendorong
pertumbuhan dan menjaga
stabilitas.
Sebagaimana Bapak paham,
pasar keuangan terdiri dari
berbagai pasar dan lembaga yang
diatur dan diawasi otoritas
maupun Pemerintah. Lalu,
bagaimana bentuk koordinasi
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
yang ideal antar lembaga/otoritas
ini?
Kalau untuk pasar uang, pasar
berjangka komoditi dan pasar
modal memang ada BI, OJK dan
Bappepti. Memang akan lebih baik
kalau kita melihat satu gerakan
yang harmonis mengenai
pendalaman pasar keuangan atau
pengembangan varian produk.
Untuk itu otoritas harus duduk
bersama membicarakan bagaimana
cara mendorong, dorongan mana
yang akan dikuatkan dan lain
sebagainya. Inisiatif untuk memulai
ataupun me-lead tidak perlu
dipermasalahkan . Setelah adanya
inisiasi, yang menjadi langkah
penting berikutnya adalah
memastikan Instansi yang lain-lain
menghargai inisiatif tersebut dan
bersedia untuk duduk bersama dan
membahas bagaimana melakukan
upaya mendorong pendalaman
pasar keuangan. Tidak perlu
menetapkan target ataupun
keharusan menghasilkan langkah
strategis untuk dieksekusi pada
pertemuan pertama. Itu bukan
approach yang ideal. Hal awal yang
penting untuk dilakukan adalah
bagaimana setiap institusi yang
terlibat merasakan kepemilikan
terhadap aktvitas tersebut dan
untuk selanjutnya kita mulai
menyusun strategi. Pemikiran saya,
setelah duduk dan berdialog,
aktivitas selanjutnya bisa dimulai
dengan mentabelkan persoalanpersoalan yang dianggap penting
untuk dibicarakan dalam isu
pendalaman pasar keuangan. Isu
tersebut dibahas untuk ditentukan
prioritas jika semuanya tidak
mungkin dilakukan dalam jangka
waktu tertentu ini. Kemudian
setelah disepakati, ayo dikerjakan
sama-sama, apa yang dibutuhkan
oleh institusi A dan dibutuhkan oleh
institusi kita. Setelah disetujui,
aktivitas itu hendaknya bukan
menjadi aktivitas kegiatan institusi
A tapi bersama.
Roadmap idealnya memang disusun
sebelum penyempurnaan peraturan
perudangan yang terkait, namun hal
ini sulit untuk direalisasikan dan
contoh nyatanya UU perasuransian
sudah ditetapkan. Kita tidak bisa
mengatakan akan kita ubah lagi dan
kita juga harus mengakomodasi
situasi-situasi dimana UU
persuransian masih tidak sempurna,
kita taruh di dalam kerangka atau
roadmap tersebut kemudian kita
mengantisipasi dengan cara-cara
lain. Seandainya bisa dilakukan
tanpa mengubah UU ya kita lakukan
hal itu. Jika harus diubah, jadwalkan
rencana perubahan yang realistis,
artinya tidak 1 tahun waktunya.
J ika dihubungkan dengan
dinamika yang terjadi saat ini,
beberapa daerah di Indonesia
berencana mencari sumber
pendanaan melalui instrumen
obligasi daerah. Di sisi yang lain,
banyak pelaku sektor rill
(swasta/BUMN) termasuk yang di
daerah yang mencari sumber
pendanaan di luar negeri
dibanding sumber-sumber di
dalam negeri yang ditandai
dengan kecenderungan utang
swasta yang meningkat. Peran
apakah yang bisa diambil
Pemerintah Daerah rangka
pendalaman pasar keuangan
nasional?
Menurut saya peranannya signifikan
kalau kita bisa segera mencarikan
jalan bagi beberapa daerah, yang
tentunya kita harus selektif karena
tidak semua daerah memiliki
kapasitas, baik secara finansial,
governance, teknis. ada beberapa
daerah yang menuju ke arah
pemilikan kapasitas yang baik.
Daerah sebagai suatu emiten,
harusnya memiliki suatu kredibilitas
yang bagus. Aktivitas yang riil,
seperti pembangunan infrastruktur
di daerah itu, hasilnya kelihatan
untuk masyarakat. Ini sangat bagus
untuk pendalaman pasar.
Kesulitannya memang masih ada
audit BPK. Kalau swasta, agak
menarik karena kadang dia
memang mencari jalan yang
menurut mereka lebih sederhana.
Misalnya swasta kadang masih
punya masalah dalam transparansi,
akuntabilitas dsb. Kalau mereka deal
dengan bank, termasuk bank dari
LN, itu kan sifatnya bilateral,
informasi yang diberikan hanya
untuk bank itu saja. Sementara
kalau dia masuk ke pasar modal
atau mau jual obligasi, dia kan
harus memenuhi asas keterbukaan,
dia akan harus buka perusahaannya
kepada publik. Bagi beberapa pihak
swasta, hal itu masih menjadi isu
signifikan. Problemnya ada disitu.
Secara rata-rata, NIM perbankan
Di satu sisi, karena ada spread yang
besar, orang jadi tertarik masuk ke
sini, artinya membuat perbankan
memiliki daya tarik dan akan
berusaha mencari instrumeninstrumen baru untuk mengejar
spread yang masih tinggi, tapi
isunya kan ada sisi yang lain, yaitu
kalau spread ini sedemikian besar,
yang menjadi menarik hanya
industri perbankan saja, sementara
yang lain yang membutuhkan
bantuan modal dari bank jadi
diberatkan, sedangkan kalau dia
simpan saja bunganya rendah, jadi
itu sesuatu yang dilematis. Tapi
rasanya kalau kita terus berdialog
dan mencari cara membuat orang
menyetujui bahwa spread itu
sesuatu yang membuat bank punya
keuntungan, tetapi anda juga harus
bersedia melihat usaha-usaha lain
mendapatkan keuntungan. Kalau
kita bisa melakukan komunikasi
dialog dan menciptakan instrumeninstrumen yang membuat para
pemilik bank dan pengelola mau
sharing, saya pikir akan ada
perubahan itu. Spread akan menuju
ke arah atau level yang lebih
rasional.
Salah satu hal yang disampaikan
Presiden Joko Widodo dalam visi
misnya adalah terkait pengaturan
lebih ketat untuk menghindarkan
konglomerasi tumpang tindih
antara sektor keuangan dan
sektor riil dalam hal kepemilikan
asing. Disisi lain, perbankan
Indonesia membutuhkan modal
besar untuk pendalaman dan
penguatan sektor keuangan.
Tanggapan Bapak?
nasional cukup tinggi dan jumlah
kredit yang disalurkan juga masih
rendah dibanding dengan
perbankan di kawasan. Banyak
pihak berbendapat bahwa
Otoritas dan Pemerintah harus
turun tangan karena hal ini
mengakibatkan mahalnya cost of
capital dan menciptakan morale
Pertama mengenai modal, industri
hazard perbankan nasional.
di sektor keuangan semuanya
Apakah tingginya spread
adalah industri padat modal jadi
mengindikasikan terjadinya
memang kalau mau besar harus
ketidakefisienan di sektor
ditambah modal dulu. Ini yang
perbankan nasional ?
harus dipahami Tidak bisa besar
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
23
dulu, baru nanti tambah modal. itu
sangat tidak prudent. Terkait
dengan permodalan ini, kalau kita
mau punya bank yang besar, kita
harus memikirkan cara untuk
meng inject modal lebih besar ke
dalam beberapa bank. Pemikiran
saya sama dengan yang di
perasuransian. Kita lebih baik
memiliki punya beberapa bank
yang bermodal besar dan kuat
dibandingkan kita punya banyak
tapi kecil skalanya. Jadi kita harus
menentukan pilihan:apakah kita
mau terus membuka kesempatan
siapa saja membuka usaha dibidang
perbankan tapi kemudian
menghadapi kenyataan bahwa
industri perbankan kita segitu-gitu
saja atau kita mau industri
perbankan kita besar dan mampu
melayani masyarakat kita dari ujung
timur sampai ujung barat, tapi ya
harus melihat kenyataan tidak
semua pemilik bank yang ada
sekarang mau dan mampu
menambah modal. Artinya mereka
harus mau berkonsolidasi,
bergabung.
Kalau mengenai modal ini, menurut
saya kalau kita memang ingin
membesarkan kita harus
memperbesar modal,
pertanyaannya adalah, apakah kita
pernah menghambat orang-orang
indonesia untuk menambah modal
ataupun ikut berpartisipasi modal
dalam industri perbankan? rasanya
tidak. Tidak ada pemikiran kita
untuk menghambat. Yang terjadi
adalah mereka sendiri yang berfikir
‘ apa ya yang bisa saya dapatkan’
atau 'seberapa cepat saya
mendapatkan keuntungan
menanamkan modal di perbankan ?’
dan lebih banyak orang kita
langsung berhitung ‘kalau saya
lakukan sekarang, tahun depan saya
dapat berapa?’. Perlu disadari
24
bahwa Industri keuangan bukan
industri yang cepat balik modal
juga. diperlukan kesabaran dan
keteguhan hati untuk menaruh
modal disitu. Industri asuransi
misalnya, jangan berfikir dalam 5-7
tahun langsung bisa meraup
keuntungan. Di perbankan pun juga
memerlukan kesabaran. Jadi
otoritas tidak pernah menghambat
hanya memang harus dipahami
orang indonesia sendiri yang tidak
banyak yang bersedia untuk sabar
menempatkan uangnya di
perbankan atau perasuransian
untuk memperoleh keuntungan 5-7
tahun dari sekarang.
mau memiliki industri perbankan
yang benar-benar mau dimilik oleh
orang lokal atau mau memiliki
industri perbankan yang lebih besar
yang mampu melayani kebutuhan
masyarakat indonesia yang pasti
akan meningkat. Konsekuensinya
banyak. Orang-orang yang punya
uang banyak memang mau
menaruh uang di perbankan yang
kecil saja? Ya tidak mau. Jika semua
perbankan indonesia seperti itu,
pilihan mereka adalah ke luar
negeri.
Jadi isunya sebenarnya masuknya
modal asing apa? Pertama karena
industri kita mau kita besarkan,
kedua tidak banyak orang indonesia
sendiri yang mau masuk. Saya
waktu di DPR waktu membantu pak
menteri dalam UU asuransi, karena
saya pernah menjadi pengawas
asuransi beberapa tahun. Setiap ada
perusahaan indonsia yang dimasuki
asing, atau perusahaan joint venture
yang kemudian pemilik asingnya
ingin memperbesar kepemilikan
asingnya, saya panggil orang
indonesianya dan saya tanyakan
kenapa tidak mau memperbesar
modal. Jawabannya selalu susah
atau tidak ada lagi padahal mereka
punya dana yang lain, tapi mereka
bahkan berani membuat surat
pernyataan bahwa mereka tidak
mampu menambah kepemilikan
disitu. Artinya bukan kita yang
memberikan kesulitan, kita sudah
dorong tapi mereka memilih untuk
tidak melakukannya. Saya yakin hal
serupa terjadi di perbankan,
didorong untuk menjadi besar tapi
enggan menambah modal disitu,
mau diambil asing ke pihak-pihak
lain berkeluh kesah mengatakan ini
diambil alih oleh asing. Sekarang
tinggal pilihan kita, dan seharusnya
keputusan bersama apakah kita
kenapa di beberapa negara malah
mendorong tidak ada penguasaan
dominan dalam bank, karena
diyakini penguasaan dominan ini
mempengaruhi governance dari
bank. Jadi yang lebih banyak di
sepahami adalah tidak ada pihak
yang dominan dalam pengelolaan
satu entitas keuangan. Idealnya ini
tidak hanya untuk perbankan, Cuma
faktanya itu menimbulkan kesulitan
pada saat bank dituntut untuk
memenuhi kewajiban-kewajiban
permodalan yang lebih besar.
Karena semakin banyak pemegang
saham, semakin sulit untk menjaga
komitmen bersama. Tapi di amerika,
capital market berjalan dengan
bagus, jadi memang ga
membutuhkantanggung jawab dari
orang perseorangan. Rule dari
management, kalau dia butuh
modal dia akan issue, misalnya right
issue atau saham baru melalui pasar
modal. Di indonesia, problemnya
banyak. Bank yang sekarang private
tidak mau ke pasar saham, pasar
modalnya sendiri juga masih belum
dianggap reliable sebagai tempat
untuk mencari modal dsb.
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
Kepemilikan asing itu isu yang
prudential, yang saya pahami,
Financial deepening seharusnya
tidak dilihat semata-mata
menyangkut soal “kedalaman”
tetapi sebenarnya yang lebih
penting adalah mengenai
“kualitas” pendalamannya.
Menurut Bapak, hal apa yang
tidak boleh dilupakan oleh
Pemerintah maupun otoritas
dalam rangka pendalaman pasar
keuangan?
Yang pertama, jangan sampai
pendalaman ini berat pada derivatif
dalam artian yang luas. Artinya
underlying real activitynya semakin
lama semakin jauh, jangan sampai
seperti itu. Yang paling baik adalah
besar dan kuat pada penciptaan
instrumen yang berkaitan dengan
real sector. Contohnya di pasar
modal, di bursa, pendalaman ini
bukan dengan terus menerus
menciptakan indeks baru kemudian
instrumen baru yang bisa
diperdagangkan, yang harus
diupayakan adalah menambah
emiten. Jangan sampai kita sibuk
menciptakan isntrumen keuangan
yang sekarang makin banyak
variannya, tapi underlying activity
tidak bertambah. Artinya, kalau kita
ke bursa, kalau kita bicara
pendalaman, kita harus pastikan
memang jumlah emitennya yang
bertambah, bukan sekedar jumlah
instrumennya yang bertambah.
Semakin kita memiliki banyak
perusahaan yang mau
mendapatkan modal lewat bursa,
akan membuat pendalaman bursa
yang lebih kokoh. Di perasuransian
misalnya, kalau mau didalamkan
bukan sekedar menciptakan produk
yang dibeli oleh orang-orang itu
saja. Tapi perbanyak juga jumlah
konsumen asuransi itu. Dengan
produk yang trradisional sekalipun,
tapi kalau jumlahnya bertambah,
tentu kita akan melihat industri
asuransi incomenya menjadi lebih
berbasis pada populasi yang lebih
besar, dan tentu dengan sendirinya
dia akan melayani perlindungan
kepada lebih banyak orang. Ini
menurut saya jangan dilupakan,
jangan kita sibuk dengan
penciptaan instrumen, tapi harus
basis yang lebih fundamental. Yang
harus kita perbanyak adalah
instrumen dasar yang related pada
real activity. Kalau asuransi real
personnya, bukan jenis asuransinya.
Karena kalau Cuma instrumen yang
kita ciptakan, masih berputar-putar
disitu saja.
Selama ini banyak pelaku di
Indonesia melakukan Reasuransi
pada perusahaan di Luar Negeri.
Seberapa besar potensi dana dari
Reasuransi ini? Apakah industri
perasuransian kita siap ?
Besar sekali potensinya. Kita melihat
begitu banyak nanti risiko yang
harus dihadapi indonesia sebagai
satu ekonomi karena indonesia
masih akan tumbuh di berbagai
bidang dengan kecepatan yang
juga cukup tinggi. Jadi bisa
dibayangkan kalau dari sisi properti
saja Indonesia memiliki lebih
banyak properti baik itu properti
berupa tanah bangunan atau
bangunan sampai properti yang
sehari-hari dimiliki masyarakat kita
seperti mobil, alat elektronik dsb.
Bisa dibayangkan dari sisi itu saja
yang sederhana yaitu properti akan
ada pertumbuhan jumlah dan
kecanggihan, yang membutuhkan
proteksi-proteksi seperti asuransi.
Seiring dengan tumbuhnya
kebutuhan proteksi ini pasti juga
akan ada peningkatan kebutuhan
untuk reasuransi. Nah yang ingin
saya jelaskan bahwa reasuransi itu
suatu mekanisme yang keniscayaan.
Reasuransi itu adalah sesuatu yang
inherent dalam bisnis asuransi.
Seorang pengusaha asuransi
apabila tidak mereasuransikan risiko
yang dia terima, artinya dia tidak
paham akan pengelolaan risiko
karena reasuransi pada dasarnya
asuransi untuk perusahaan asuransi,
jadi dia mengambil risiko orang lain
kok dia menutup sendiri risiko di
dirinya sendiri. Itu bukan suatu
kebijakan pengelolaan risiko yang
baik, jadi reasuransi adalah suatu
keniscayaan. Dengan kata lain,
mengalihkan risiko kepada orang
lain itu juga adalah suatu yang
keniscayaan itu juga.
Kalau kita melihat indonesia sebagai
suatu ekonomi, maka suatu
keniscayaan Indonesia juga harus
mereasuransi keluar. Jadi
mengatakan reasuransi akan kita
tekan defisitnya dan sebagainya itu
caranya bukan berarti kita
mengurangi reasuransi ke luar
negeri saja, betul ada suatu
komponen yaitu reasuransi kita ke
luar negeri, jadi perusahaan
asuransi indonesia belanja asuransi
ke luar negeri. Itu tidak bisa
dihilangkan sama sekali, karena
sebagai salah satu entitas, indonesia
perlu menyebarkan risiko dia keluar,
jadi pasti ada defisit disitu. Yang
harus kita lihat apakah kita mampu
memilah kualitas risiko yang mau
kita buang ke luar. Yang ideal,
adalah membuang risiko yang
besar, tapi bisa menahan risikorisiko yang sederhana.dengan
demikian kita bisa berhemat. Untuk
sesuatu yang bisa kita tahan sendiri,
kita bisa atasi sendiri ya kenapa kita
harus jual ke orang dan orang lain
mendapat keuntungan? Itu suatu
hal. Juga penting adalah
kemampuan kita untuk bisa menjual
jasa reasuransi. Kalau tadi kita
membeli reasuransi ke luar, nah
yang juga penting adalah
bagaimana kita menjual jasa
reasuransi ke luar. Kita ke luar
adalah suatu keniscayaan karena
kita harus membagi risiko tersebut
ke orang lain karena kalau kita
simpan sendiri, sama saja dengan
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
25
Ketenagakerjaan
bunuh diri. Hanya waktu kita keluar
kita harus selektif, risiko yang tidak
tertanggungkanharus kita bagi.
Risiko yang bisa kita tanggung
sendiri untuk apa kita beli
asuransinya. Bagian yang lain
adalah bagaimana kita menjadi
lebih besar dan mampu menjual
jasa reasuransi ke luar. Ini income
yang kalau digabungkan, net yang
masih defisit itu karena waktu kita
keluar kita tidak selektif dan kita
tidak ada yang masuk sehingga
defisit besar. Kalau kita bisa mulai
menjual jasa reasuransi keluar, kita
bisa mengurangi defisit. bahkan
kalau reasuransi kita dinilai baik,
maka keseimbangan itu akan mulai
mendekati balance.
Kita belum punya kapasitas untuk
menjual ke luar. Perusahaan
reasuransi kita modalnya kecil. Itu
isunya. Banyak orang memilih untuk
memiliki perusahaan asuransi atau
reasuransi yang banyak, masingmasing dengan modal yang kecil.
Saya tidak sependapat dengan itu.
Lebih baik indonesia itu memiliki
beberapa, jauh lebih kecil dari
jumlah yang ada sekarang, tapi
individual punya modal yang besar,
karena jasa keuangan itu padat
modal bukan padat karya. Harus
kita bedakan dengan perusahaan
manufaktur.
Selain itu, pihak luar masih tetap
lebih jeli melihat kesempatan itu
daripada pihak indonesia. Pihak luar
punya, karena modal mereka besar,
jadi kalau mereka memberi suatu
yang kecil di Indonesia, kemudian
default, bagi mereka itu bukan apaapa. Sedangkan bagi Indonesia
yang modalnya segitu2 saja, bagi
mereka sangat berdampak.
.
26
foto:g20.org
Kesepakatan Penataan
Ketenagakerjaan di
G20
ertemuan G20 Working
P
dipimpin secara bersama-sama (
Group On Employment
cochair) oleh tiga pimpinan negera
troika yaitu Australia, Turki, dan
Tiongkok serta dihadiri oleh wakilwakil dari negara anggota G20,
negara-negara observer (Singapura,
Azerbaijan, dan Polandia),
enggagement groups (B20, L20, dan
T20), Organisasi Internasional (ILO,
World Bank, OECD, dan IMF).
Presidensi Turki 2015 dalam konsep
TOR EWG telah memprioritaskan
kebijakan tenaga kerja dilakukan
melalui tiga kerangka. Kerangka ini
kemudian dibahas dan telah
mendapat tanggapan negaranegara anggota G20 dan pada
akhirnya berhasil disepakati dan
diadopsi dalam forum. Ketiga
kerangka tersebut meliputi :
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
a. Employment and growth in
interaction , yang terdiri dari
penguatan kebijakan tenaga
kerja dan pertumbuhan,
peningkatan koherensi langkah
dan strategi pertumbuhan
dengan Employment Plan yang
disepakati, pengendalian
dampak fluktuasi pendapatan
tenaga kerja dan pertumbuhan,
dan peningkatan kontribusi
mobilitas tenaga kerja terhadap
pertumbuhan.
b. Skils and quality employment,
yang mencakup penguatan
pendidikan dan pelatihan terkait
dengan dukungan bagi
kebijakan tenaga kerja
c. Monitoring terhadap
implementasi komitmen
Employment Plan , program
Kesehatan dan Keselamatan
Kerja, partisipasi perempuan,
serta G20 Database
Atas kerangka tersebut, Delegasi
Indonesia menyampaikan
pandangannya bahwa pendidikan
dan kualitas tenaga kerja
merupakan salah satu faktor utama
yang dapat digunaan untuk
mengatasi kesenjangan (inequality) .
Salah satunya dengan dengan
mengupayakan pengakuan standar
kompetensi tenaga kerja yang
setara antara domestik dengan
kondisi internasional. Sebagai
langkah konkritnya, Indonesia
merekomendasikan agar G20 dapat
mempertimbangkan untuk
membahas standar pengakuan
kompetensi internasional yang jelas
bagi para tenaga kerja anggota G20
baik yang dihasilkan dari
pendidikan formal maupun dari
pendidikan non formal.
bahwa keterlibatan social partners
penting untuk mendukung
masyarakat inklusif dalam struktur
ekonomi yang memiliki diversifikasi
aktivitas ekonomi yang memiliki
dampak signifikan terhadap
penciptaan lapangan kerja dan
distribusi pendapatan. Namun
demikian, Indonesia tidak secara
langsung memberikan dukungan
terhadap pembentukan Women-20.
Hal yang mendasari adalah
semangat G20 berupa penegasan
penyederhanaan unit kerja yang
fokus kepada penyelesaian
komitmen dan kesepakatan yang
dihasilkan dari tahun-tahun
sebelumnya dengan membatasi
munculnya komitmen baru yang
bukan merupakan prioritas
bersama.
Di sisi yang lain, Keterlibatan social
partners dan engagement group
(Business-20; Labour-20; Think-20)
ditanggapi positif oleh sebagian
besar negara G20. Turki telah
menyampaikan dukungannya
terhadap keterlibatan social
partners termasuk inisiasi
pembentukan engagement group
yang baru di dalam forum G20,
yaitu Women-20. Indonesia pada
pertemuan juga telah menjelaskan
Pembahasan koherensi kebijakan
tenaga kerja dan strategi
pertumbuhan merangkum
beberapa isu mengenai prinsip top
downapproach yang digunakan
sebagai pendekatan utama bagi
pencapaian strategi pertumbuhan.
Strategi ini dilakukan melalui
instrumen kebijakan moneter, fiskal
dan reformasi struktural yang
diarahkan peda sektor rill yang
mendukung sektor ketenagakerjaan
secara inklusif. OECD menyatakan
target penambahan pertumbuhan
sebesar 2,1 persen pada tahun 2018
nanti, sehingga diharapkan dapat
terjadi penciptaan 10-15 juta
lapangan kerja baru. OECD
mengusulkan upaya mapping
koherensi kebijakan tenaga kerja
dan strategi pertumbuhan melalui
dua tahapan, yaitu: simple mapping
dan dilanjutkan dengan upgraded
mapping yang memungkinkan
untuk menginvetarisasi komitmen
individu melalui template kuesioner
baru, time frame dan ruang lingkup
sumber daya yang ada. Terkait
dengan usulan tersebut, negarangara anggota G20 belum banyak
memberikan respon karena hal ini
terkait dengan mekanisme
monitoring Employment Plan yang
akan dibahas pada pertemuan
selanjutnya.
Indonesia menyampaikan
pandangannya bahwa dalam
menyusun strategi pertumbuhan
dengan orientasi stabilisasi, tingkat
partisipasi ketenagakerjaan perlu
dilakukan secara hati-hati agar tidak
menambah angka pengangguran
tetapi mendorong peningkatan
kualitas tenaga kerja (job security &
job mobility). Indonesia mendukung
foto:g20.org
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
27
kegiatan monitoring berdasarkan
karakteristik individu negara untuk
memastikan efektivitas pendekatan
yang direkomendasikan melalui G20
secara umum serta konsisten
dengan indikator dalam
Employment Plan yang telah
disepakati. Penggunaan satu model
pendekatan tidak memadai untuk
menilai efektivitas korensi
perencanaan ketenagakerjaan
dengan pertumbuhan.
Indikator dalam Employment
Plan yang akan digunakan sebagai
dasar penilaian kinerja masingmasing negara anggota G20
maupun Forum G20 secara institusi
meliputi:
a. Employment and Labour Market
Outlook menilai kondisi
perekonomian nasional dan
pasar tenaga kerja;
b. Employment Challenges menilai
kontribusi partisipasi tenaga
kerja pada pencapaian
pertumbuhan yang kuat,
berkelanjutan dan seimbang;
c. Current policy setting and new
commitment menilai kebijakan
yang digunakan untuk
pendukung penciptaan lapangan
kerja dan koherensinya dengan
pertumbuhan melalui kebijakan
makroekonomi, regulasi
keuangan, insentif, investasi dan
keberpihakan pada
kewirausahaan
(enterpreneurship) ;
d. Labour Market and social
protection menilai regulasi
setiap negara atas komitmen di
area terkait, termasuk
diantaranya penerapan upah
minimum dan social insurance;
e. Education and Training menilai
implementasi kebijakan dan
program kewirausahaan dalam
area kurikulum sekolah dan
28
universitas, apprenticeships, dan
vocational training;
f. Monitoring of commitments
fokus kepada strategi
peningkatan lapangan kerja
yang berkualitas bagi kaum
muda. Bagian ini akan dibahas
lebih rinci pada pertemuan
kedua EWG tanggal 7-9 May
2015 di Istanbul, Turki.
Isu lain yang mengemuka dalam
pertemuan ini adalah dukungan
terhadap pembahasan tenaga kerja
kaum muda sebagaimana yang
telah disepakati dalam pertemuan
Menteri Tenaga Kerja tahun 2014.
OECD menjabarkan tiga kerangka
dasar (platform ) yang dapat
digunakan untuk memudahkan
pencapaian target kesepakatan
tersebut yaitu: 1) Peningkatan
kesempatan pendidikan untuk
mengatasi keterbatasan
kemampuan (lack skills), penentuan
kualifikasi dasar pagi pekerja
dengan keahlian tertentu; 2)
Penentuan indikator share of
employed youth in total youth
population sebagai upaya
monitoring yang lebih baik; 3)
Kesempatan lapangan kerja yang
lebih berkualitas dengan sasaran
kepada pengurangan pekerjaan
temporer, informal dan pekerjaan
yang rentan dengan pemutusan
hubungan kerja.
Selama pembahasan, sebagian
besar negara-negara anggota G20
telah menjabarkan prioritasnya
secara lebih rinci melalui
kesempatan presentasi. Kesempatan
presentasi ini digunakan selain
untuk memberikan kontribusi bagi
kerangka kerja EWG-G20 ke depan
juga menyamakan hubungan
prioritas antar negara yang dapat
dimanfaatkan secara bilateral.
Indonesia mempunyai kesempatan
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
menjelaskan prioritas program yang
dapat dikontribusikan pada
kerangka kerja EWG G20. Terkait hal
ini dan dalam rangka
mengintegrasikan isu lapangan
kerja G20 dengan isu framework,
maka perlu adanya koordinasi yang
efektif antar Kementerian/Lembaga
untuksinergi persepsi dan prioritas
yang akan diusulkan sebagai
deliverable policy. Di samping itu,
dipandang juga menelusuri
komitmen-komitmen yang harus
dijaga, khususnya pada waktu
penyusunan konsep strategi
pertumbuhan yang komprehensif
(comprehensive growth strategy)
karena setiap negara G20 akan
melaporkan hasil pelaksanaan
komitmen dan selanjutnya
dilakukan peer review. Hasil reviu
yang akan menentukan seberapa
besar kesungguhan negara dalam
melaksanakan komitmen yang
disepakati.
Referensi:
Laporan Delegasi RI dalam
pertemuan G20 Employment
Working Group Meeting I
Kegiatan Menko
Mengembalikan Blok
Mahakam Kepangkuan
Ibu Pertiwi
emerintah melalui Menko
PPerekonomian
menilai PT
Pertamina mampu dan memiliki
pengalaman untuk mengambil alih
pengelolaan Blok Mahakam.
Pertamina berhasil meyakinkan
pemerintah untuk menjadi
pengelola selanjutnya dari Blok
Mahakam. Dalam Rapat koordnasi
yang diselenggarakan di kantor
Kementerian BUMN dan dihadiri
pula oleh Menko Kemaritiman,
Indroyono Soesilo; Menteri BUMN,
Rini Soewandi; dan Menteri ESDM,
Sudirman, Pertamina mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan
dari para Menteri pada rapat
koordinasi dengan baik dan jelas.
Pada akhirnya Pemerintah
menetapkan PT Pertamina menjadi
pengelola selanjutnya dari Blok
Mahakam. Meskipun masa kelola
Total E&P Indonesia (TEPI) Blok
Mahakam berakhir pada 2017,
proses transisi pengelolaan
Sri Purwanti
lapangan migas Blok Mahakam di
Kalimantan Timur bisa segera
dimulai oleh PT Pertamina (Persero).
Proses transisi ini diharapkan dapat
berjalan lancar agar produksi Blok
Mahakam tidak mengalami
penurunan.
Ada lima aspek yang dicermati
pemerintah dalam presentasi
Pertamina. Kelima aspek tersebut
adalah pemahaman Pertamina
tentang potensi dan cadangan Blok
Mahakam; rencana pembangunan
untuk jangka pendek, menengah,
serta panjang; rencana investasi
USD 25 miliar dalam 20 tahun;
rencana peningkatan penggunaan
teknologi, serta transfer sumber
daya manusia. Dalam mengelola
Blok Mahakam, Pertamina diberi
kebebasan untuk meneruskan kerja
sama dengan operator yang sudah
ada atau mencari mitra lain.
Pemerintah memberikan tiga syarat
kepada perusahaan plat merah itu
dalam mengelola Blok Mahakam.
Pertama, pemerintah minta
Pertamina memberi jaminan bahwa
produksi gas di Blok Mahakam tidak
turun setelah diambil alih. Kedua,
pemerintah meminta proses
pengalihan pengelolaan ini tak
mempengaruhi pendapatan negara.
Ketiga meminta Pertamina
menemui Total E&P untuk
membahas masalah transfer
teknologi selama masa transisi
peralihan.
Pemerintah akan mengirimkan surat
ke Total yang menyatakan tidak
memperpanjang kontrak Mahakam.
Hal tersebut sesuai Pasal 28
Peraturan Pemerintah Nomor 35
Tahun 2004 tentang Kegiatan Hulu
Minyak dan Gas Bumi, yang
memiliki dua opsi untuk blok yang
masa kontraknya habis, yaitu
diperpanjang atau
Pertamina bisa
mengajukan untuk
mengelolanya. Namun,
mengenai besaran saham
yang akan dimiliki
Pertamina, Menko
Perekonomian
menyatakan belum
mengetahui besarannya.
Tetapi Pertamina akan
menjadi pemegang
mayoritas.
foto:ekon.go.id
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
29
BUMN
Kebijakan PMN BUMN
Ratih Nokowati
“Cabang-cabang
“Bumi dan
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara”
(Pasal 33 ayat (2) UUD 1945)
air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
(Pasal 33 ayat (3) UUD 1945)
B
erpedoman kepada kedua
pasal tersebut nyatalah
bahwa Negara secara hukum
memiliki cabang-cabang produksi
penting, dalam hal ini dilaksanakan
oleh Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Keberadaan BUMN cukup
kuat menjadi tulang punggung
perekonomian nasional. Oleh
karena itu suntikan modal ke BUMN
melalui Penyertaan Modal Negara
(PMN) merupakan strategi
pemerintah menguasai bidangbidang vital dan menyiasati
keterbatasan dana pembangunan
infrastruktur di Indonesia.
Infrastruktur tidak hanya dipandang
sebagai public goods namun juga
economic goods. Semakin
meningkatnya modal maka Debt to
Equity Ratio (DER) akan menurun
sehingga perusahaan menjadi lebih
kuat dalam membiayai proyekproyek melalui skema pinjaman.
Upaya memprioritaskan BUMN
adalah untuk pencapaian tujuan
kesejahteraan rakyat. Artinya
bantuan modal sebagai prioritas
utama karena merupakan sifat
Ketahanan Ekonomi Nasional yang
menjadi landasan kokoh Ketahanan
Nasional dan menunjang stabilitas
Negara dalam wadah NKRI.
Alokasi PMN dalam RAPBN-P tahun
2015 merupakan strategi
Pemerintah dalam mengoptimalkan
peran BUMN dalam pengendalian
perekonomian nasional. Jumlah
alokasi rencana Pemerintah dalam
Nota Keuangan RAPBN-P 2015
sebesar Rp 72,9 trilun, meningkat
Rp 67,8 triliun atau 1,328 persen jika
dibandingkan dengan alokasinya
dalam APBN tahun 2015 sebesar Rp
5,1 triliun. Peningkatan ini
digunakan untuk agenda prioritas
nasional, antara lain:
(1) meningkatkan kedaulatan
pangan,
(2) pembangunan infrastruktur dan
maritim,
(3) mendukung industri
kedirgantaraan,
(4) membangun industri pertahanan
nasional, dan lainnya
PMN kepada BUMN untuk
mendukung program kedaulatan
pangan, ditujukan antara lain untuk
mendukung program swasembada
pangan, pengadaan benih serta
peningkatan produksi ikan
nasional. PMN kepada BUMN untuk
mendukung program
pembangunan infrastruktur dan
maritim antara lain ditujukan untuk
pengembangan bandara dan
pelabuhan, pengadaan kapal, dan
30
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 2 edisi Februari 2015
penyelesaian pembangunan jalan
tol trans Sumatera. PMN untuk
mendukung program industri
kedirgantaraan ditujukan untuk
mengembangkan industri strategis
di bidang kedirgantaraan,
khususnya dalam hal
pengembangan industri pesawat
terbang. PMN untuk mendukung
program industri pertahanan
nasional ditujukan antara lain untuk
mendukung penguatan industri
pertahanan dan keamanan dalam
negri dan meningkatkan daya saing
produksi industri pertahanan dan
keamanan di pasar internasional.
Serta PMN untuk mendukung
program Pemerintah lainnya
ditujukan untuk menindaklanjuti
rekomendasi BPK, restrukturisasi
utang perusahaan dan revitalisasi
dan restrukturisasi BUMN.
Hasil Keputusan Rapat Kerja antara
Banggar dan Pemerintah tanggal 13
Februari 2015 mengenai Penyertaan
Modal Negara (PMN) menyetujui
total kucuran dana PMN sebesar Rp
64,8 triliun. Total PMN di bawah
Sumber: NK RAPBNP 2015 (Diolah)
Kementerian BUMN sebesar Rp
39,92 triliun (35 BUMN) dan PMN di
bawah Kementerian Keuangan
sebesar Rp 24,96 triliun (5 BUMN).
Alokasi PMN untuk pembangunan
infrastruktur dan maritim
mendapatkan alokasi yang paling
besar agar mampu mendukung
program Nawa Cita Pemerintah.
Melalui PMN diharapkan ada
perbaikan infrastruktur sehingga
mendorong investasi dalam negeri,
berkurangnya pengangguran,
meningkatkan perdagangan
sehingga melancarkan sektor riil
dari stagnasi. Penyediaan
infrastruktur merupakan tanggung
jawab pemerintah bagi warga
negaranya sementara pengawasan
penggunaan PMN akan diawasi
oleh Kementerian BUMN serta audit
BPK yang disampaikan dalam
ikhtisar laporan sehingga diketahui
apakah dana PMN dipergunakan
sesuai fungsi dan tujuannya.
Besarnya Penyertaan Modal Negara
kepada BUMN ini diharapkan
beriringan dengan pelayanan publik
yang lebih baik, meningkatkan
penerimaan Negara, dan
bertambahnya lapangan kerja.
foto:beritaterbaru.com
foto:tempo.com
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
volume V nomor 3 edisi Maret 2015
31
Untuk informasi lebih lanjut hubungi :
Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4
Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 1 071 0
Telepon. 021 -3521 843, Fax. 021 -3521 836
Email : [email protected]
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada
website www.ekon.go.id
Download