Tinjauan Ekonomi & Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian - Republik Indonesia Volume V | Nomor 3 | Edisi Maret 2015 | www.ekon.go.id POKOK-POKOK APBN-P 2015 volume V | Nomor 3 | Edisi Maret 201 5 | www.ekon.go.id 03 Editorial Koordinasi Kebijakan Ekonomi 04 Enam Kebijakan Ekonomi Menjaga Stabilitas Rupiah Ekonomi Internasional 07 Pelemahan Rupiah, Baik atau Buruk? Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Fiskal & Moneter Koordinator : Bobby Hamzar Rafinus Editor : Edi Prio Pambudi Puji Gunawan Ratih Purbasari Kania Analis : Sri Purwanti, Trias Melia, Bronson Marpaung, Ratih Nokowati, Fatkhu Ridho, Ekonomi Domestik 08 Skema Pembiayaan Infrastruktur Melalui Kerjasama Pemeritah dan Badan Usaha Ekonomi Daerah 11 (Dana) Desaku Laporan Utama 14 Optimalisasi Penerimaan Negara 16 Realokasi Belanja APBN-P 2015 18 APBN-P 2015 : Tekan Defisit Anggaran Sebesar 1.9 Persen 19 Perubahan Dasar Asumsi Makro dalam APBNP 2015 Kontributor : INDEF, MM FEUI, 02 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 DAFTAR ISI Resensi Buku 21 Agility: Bukan Singa yang Mengembik Tokoh 22 Pendalaman Sektor Keuangan yang Mendukung Pembangunan Indonesia Ketenagakerjaan 25 Kebijakan Malaysia Menghadapi Lesunya Perekonomian Dunia Kegiatan Menko 28 Mengembalikan Blok Mahakam Kepangkuan Ibu Pertiwi BUMN 29 Kebijakan PMN BUMN Editorial P roses transisi pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada Presiden Joko Widodo dapat dikatakan tuntas setelah APBNP 2015 selesai dibahas dan disahkan oleh DPR pada tanggal 13 Februari 2015. Struktur kegiatan dan anggaran APBNP 2015 telah disesuaikan dengan perubahan asumsi ekonomi makro serta kebijakan dan program prioritas Kabinet Kerja, antara lain langkah reformasi kebijakan subsidi BBM pada akhir tahun 2014. Kebijakan ini telah mengurangi anggaran subsidi BBM sebesar Rp. 211,3 T pada APBN 2015, yang selanjutnya dialihkan untuk tambahan anggaran pembangunan infrastruktur, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Desa pada APBNP2015. APBNP 2015 dengan besaran anggaran pendapatan Rp. 1.762 triliun dan anggaran belanja Rp. 1.984 triliun menghadapi beberapa tantangan besar dalam pelaksanaannya. Tantangan pertama adalah perkembangan ekonomi global yang dinamis dan cenderung menurun (downward risk) sepanjang tahun 2015 seperti tercermin dari indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi, volatilitas nilai tukar, dan kenaikan harga minyak dunia. Gejolak ekonomi global akan mempengaruhi APBNP 2015 terutama melalui sisi anggaran pendapatan. Tekanan pada sisi pendapatan tersebut menjadi signifikan terkait dengan tantangan kedua yaitu peningkatan target penerimaan pajak sebesar Rp. Bobby Hamzar Rafinus 233 T dibanding realisasi tahun 2014. Perluasan basis pajak sasaran tersebut apabila nampak menjadi keharusan karena pencairannya merata pada kondisi keuangan perusahaan beberapa triwulan, bukan pertambangan dan perkebunan menumpuk pada triwulan IV. Proses yang menjadi tumpuan penerimaan penyerapan anggaran yang cepat pajak selama ini belum membaik dengan tata kelola yang baik, sejalan dengan masih merosotnya seperti proses pengadaan barang harga komoditas sumber daya alam dan jasa melalui elektronik, kiranya di pasar internasional. Selain itu perlu terus dikembangkan. kegiatan ekspor dan impor yang melemah mengurangi penerimaan Selain penyebaran waktu anggaran kepabeanan. Dengan demikian belanja, penyebaran anggaran perlu penguatan konsumsi transfer daerah dari APBN dan pemerintah dan investasi agar peruntukannya juga akan perluasan basis pajak tidak mempengaruhi efektivitasnya. berdampak negatif pada Anggaran transfer ke daerah yang semakin besar, yang akan Indonesia Snapshot melebihi anggaran kepada Kementerian/ Lembaga, seyogyanya diikuti dengan perubahan komposisi anggaran belanja daerah, dari dominasi belanja pegawai kepada dominasi belanja modal dan belanja barang. Jika perubahan tersebut tidak terjadi, maka alih-alih tercapai sasaran pembangunan nasional, bahkan mungkin timbul pemburukan pelayanan pertumbuhan ekonomi. kepada masyarakat dan tingkat Tantangan ketiga adalah kesejahteraannya. Kebijakan peningkatan efektivitas belanja peningkatan dana transfer ke negara. Langkah besar reformasi tingkat Kabupaten dan Kota subsidi BBM yang diikuti dengan merupakan pilihan yang kenaikan alokasi belanja modal, memberikan tanggung jawab besar perlu dilanjutkan dengan kepada Pemerintah Daerah untuk implementasi yang efektif terhadap tercapainya sasaran pembangunan pencapaian sasaran pembangunan nasional. Pergeseran ini menuntut nasional yaitu kenaikan berlangsungnya pemerintahan pertumbuhan ekonomi dan dengan tata kelola yang baik serta peningkatan kesejahteraan kepemimpinan yang berorientasi masyarakat. Belanja pemerintah pada kesejahteraan masyarakat akan besar kontribusinya mencapai hingga tingkat desa. Semoga. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 03 Koordinasi Kebijakan Enam Paket Kebijakan Ekonomi Menjaga Stabilitas Rupiah Bronson Marpaung N ilai tukar Rupiah terhadap Dollar terus mengalami pelemahan. Sejak awal tahun 2015, nilai tukar Rupiah telah melemah sekitar 4 persen. Bahkan, pada April 2015, nilai tukar Rupiah sudah menyentuh level psikologis Rp 13.000/USD. Perlu diketahui, nilai tukar Rupiah ini tercatat sebagai yang terendah dalam periode 17 tahun terakhir (pasca Krismon 1998). Pada dasarnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan penurunan nilai tukar Rupiah. Pertama , perekonomian Amerika Serikat saat ini didapati mulai membaik. Kondisi ini biasanya akan diikuti oleh kenaikan tingkat suku bunga oleh The Fed yang berakibat menguatnya Dollar AS terhadap Rupiah. Kedua , kebijakan pelonggaran moneter oleh Bank Sentral Eropa dan Bank Sentral Jepang membuat nilai mata uang mereka melemah terhadap Dollar AS. Ketiga , defisit transaksi berjalan Indonesia mencapai kisaran 3 persen dari Produk Domestik Bruto. Untuk tahun 2015, penurunan harga minyak dunia dinilai tidak signifikan menekan defisit. Oleh karena itu, Bank Indonesia memproyeksikan jika defisit transaksi berjalan akan tetap tinggi di tahun ini. Faktanya, penurunan nilai Rupiah tidak serta-merta dapat meningkatkan ekspor Indonesia. Elastisitas kurs terhadap ekspor 04 Foto:mediawarga.info didapati rendah. Ini terbukti dari catatan neraca perdagangan Indonesia yang senantiasa membukukan hasil negatif dari periode 2012-2014. Tidak bekerjanya kontrol mekanisme pasar dalam sistem kurs ini disebabkan oleh kondisi struktur ekspor Indonesia yang masih bertumpu pada komoditas. Padahal, harga komoditas di pasar dunia tengah anjlok karena adanya penurunan permintaan dari China. Kondisi ini menyebabkan sektor ekspor Indonesia menjadi sulit. Nilai tukar Rupiah yang terus menurun ini juga berimbas negatif terhadap sektor produksi Indonesia. Hampir seluruh industri di tanah air terkena imbasnya. Mengingat cukup besarnya komponen impor dalam kegiatan produksi, baik sebagai bahan baku maupun barang modal, pelemahan Rupiah membuat industri menurunkan skala outputnya. Penurunan output TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 ini terefleksikan dari perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 2012. Pada 2012, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 6.23 persen. Akan tetapi pada 2013, pertumbuhannya menurun menjadi 5.78 persen. Angkanya terus menurun menjadi hanya 5.1 persen pada 2014. Menanggapi tren nilai tukar Rupiah yang terus mengalami penurunan terhadap Dollar karena tekanan domestik dan eksternal ini, pemerintah pun merumuskan paket kebijakan yang diharapkan dapat mereduksi gejolak nilai tukar Rupiah. Paket kebijakan yang telah dirumuskan pemerintah meliputi 6 (enam) kebijakan. Paket kebijakan yang pertama , yakni kebijakan pengurangan PPh atau tax allowance, diberikan kepada investor yang ingin berinvestasi di Indonesia dengan keringanan pajak penghasilan (PPh) yakni dengan membebaskan visa kunjungan ini, perlu diperkuat dengan kebijakan lain yang lebih struktural, seperti upaya pendiversifikasian wisata Indonesia, sehingga tidak hanya mengedepankan wisata alam, tetapi juga mulai mengembangkan industri pariwisata di bidang MICE (meeting, incentive, conventions, exhibition ). Fokus pengembangan Volatilitas beberapa mata uang sumber : Bloomberg badan maksimal sebesar 30 persen. Insentif ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan investasi di indonesia yang realisasinya ditargetkan mencapai Rp 519 triliun. Selain itu, kebijakan pengurangan PPh juga termasuk akselerasi amortisasi, depresiasi dan kompensasi kerugian yang menjadi 10 tahun. Lebih lanjut, kebijakan pengurangan PPh diupayakan agar dapat mencegah terjadinya repatriasi dividen perusahaan asing di Indonesia. Kebijakan ini dianggap fungsional dalam mengatasi gejolak defisit transaksi berjalan Indonesia pada kuartal II-2015. Namun, efektifitas jangka pendek dari kebijakan ini kian diragukan karena kebijakan pengurangan pajak PPh baru akan resmi dijalankan, sesuai dengan hasil revisi PP No 52 tahun 2011, pada 1 Mei 2015. Paket kebijakan yang kedua adalah menetapkan bea masuk anti dumping. Dumping berarti kebijakan suatu negara untuk menjual barang /jasa dengan harga lebih murah di negara lain dibandingkan di negaranya sendiri. Isu dumping sendiri, terutama yang dilakukan oleh China, sebenarnya sudah lama beredar, dan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan defisit neraca perdagangan kita. Oleh karena itu, kebijakan anti dumping berarti menetapkan bea masuk impor pada produk tertentu yang dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri. Dalam jangka panjang, kebijakan ini dinilai baik mengingat PDB Indonesia masih didorong oleh sektor konsumsi. Selain itu, pelaksanaan kebijakan ini diharapkan dapat mereduksi defisit neraca perdagangan Indonesia karena kondisi neraca perdagangan yang surplus akan bermuara pada stabilitas perekonomian. Paket kebijakan yang ketiga adalah bebas visa bagi wisatawan asing. Pelonggaran administrasi wisatawan ini ditujukan untuk 45 negara, jumlahnya bertambah signifikan dari yang sebelumnya hanya 15 negara. Tambahan 30 negara yang mendapatkan bebas visa tersebut meliputi Amerika Serikat dan hampir keseluruhan negara Eropa. Hal itu dilakukan untuk menarik wisatawan mancanegara lebih banyak lagi. Dengan adanya paket kebijakan ini, Kementerian Pariwisata menargetkan jumlah wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia menjadi 10 juta orang. Untuk dapat lebih memaksimalkan potensi sektor pariwisata, kemudahan dari sisi administrasi, MICE akan memiliki makna yang strategis oleh karena uang yang dibelanjakan wisatawan MICE ratarata lebih besar 3 kali lipat dari wisatawan biasa. Paket kebijakan yang keempat adalah kewajiban pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) sebesar 15 persen pada solar. Ditingkatkan dari sebelumnya yang hanya 10 persen. Kebijakan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menekan impor solar. Dengan adanya kebijakan ini diperkirakan akan terjadi penghematan impor solar sebesar 2 juta KL, atau setara devisa USD 1.3 miliar – USD 2 miliar. Selain itu, kebijakan ini dianggap dapat mendorong harga CPO yang sejak tahun lalu terus menurun, sehingga memukul industri perkebunan sawit. Dengan dilaksanakannya kebijakan Biodiesel 15 persen ini, harga akan meningkat karena kenaikan permintaan. Paket kebijakan kelima adalah kewajiban penggunaan Letter of Credit atau L/C lokal untuk kegiatan ekspor. Penerapan L/C dari bank dalam negeri akan memudahkan pemerintah dalam memperoleh angka devisa dan harga komoditas ekspor secara akurat, khususnya untuk komoditas sumberdaya alam strategis. Kebijakan ini dilaksanakan untuk mencegah perbedaan pendataan nilai ekspor yang masih TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 05 sering terjadi. Perbedaan pendataan nilai ekspor ini tercermin dari kasus nilai ekspor light petroleum ke Singapura pada tahun 2013, pada saat itu yang tercatat oleh pemerintah hanya sebesar USD 79.7 juta, padahal data yang dirilis pemerintah Singapura menunjukkan nilai impor light petroleum dari Indonesia mencapai USD 487.8 juta, atau terdapat selisih nilai yang sangat besar yakni USD 408.1. Selain sektor migas, pada tahun yang sama juga terjadi perbedaan pencatatan nilai ekspor komoditas batubara dan CPO ke India. Pemerintah Indonesia mencatat nilai ekspor Batubara dan CPO ke India masing-masing sebesar USD 3.5 miliar dan USD 2.3 miliar. Di sisi lain, untuk komoditas yang sama, pemerintah India mencatat nilai impor dari Indonesia sebesar USD 6.8 miliar untuk Batubara dan USD 4.9 miliar untuk CPO. Oleh karena itu, kewajiban penggunaan L/C lokal ini diharapkan dapat mendorong optimalisasi dan akurasi pencatatan perolehan devisa hasil ekspor. Lebih lanjut, eksportir, sebagaimana diakui oleh Mendag, akan segera diaudit kontrak-kontraknya. Perusahaan yang terbukti tidak transparan (berbuat curang) akan segera dicabut izinnya dan akan diberi sanksi pidana. Paket kebijakan yang terakhir adalah pembentukan perusahaan reasuransi domestik. Kebijakan ini sesungguhya merupakan wacana lama yang baru terealisasi pada tahun 2015 ini. Perusahaan reasuransi sendiri adalah perusahaan asuransi bagi perusahaan-perusahaan asuransi. Keberadaan perusahaan reasuransi domestik dengan kapasitas yang baik diharapkan dapat menahan aliran premi ke luar negeri, sehingga akan menurukan nilai defisit pada neraca pembayaran Indonesia. Berdasarkan catatan OJK, pada tahun 2013, premi reasuransi yang ditempatkan di luar negeri mencapai Rp 19.95 triliun. Sementara itu, penerimaan komisi atas penempatan premi adalah Rp 2.7 triliun. Dan, nilai pemulihan klaim yang diterima perusahaan asuransi adalah Rp 6.39 triliun. Jadi secara keseluruhan, Indonesia mengalami defisit dalam neraca transaksi reasuransi ke luar negeri yang nilainya mencapai Rp 10.8 triliun. Mengalir keluarnya premi asuransi ini disebabkan oleh kondisi belum baiknya kapasitas perusahaan reasuransi domestik Foto:setkab.go.id 06 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 dalam menanggung ulang penutupan risiko asuransi. Melalui paket kebijakan ini diharapkan kapasitas perusahaan asuransi domestik dapat diperkuat agar devisa negara tidak tergerus karena besarnya premi reasuransi yang mengalir luar negeri. Inilah paket-paket kebijakan yang telah diformulasikan oleh Pemerintah. Sejauhmana efektifitas dari paket kebijakan di atas pada dasarnya belum dapat dinilai, karena paket kebijakan belum lama dilaksanakan. Paling tidak, pelaksanaan paket kebijakan memiliki modalitas awal yang cukup baik, yaitu kondisi fundamental ekonomi domestik yang mulai membaik. Inflasi terus turun, bahkan diperkirakan berada di bawah 4 persen sampai akhir tahun. Defisit fiskal dapat diturunkan dibawah 2 persen. Defisit transaksi berjalan pun berhasil diturunkan sekitar 3 persen dengan kualitas defisit yang membaik (lebih disebabkan kegiatan investasi). Bahkan, awal tahun 2015 ini dibuka dengan catatan yang baik dalam bentuk surplus neraca perdagangan selama kuartal I-2015 dengan total surplus mencapai USD 2.43 miliar. Surplus perdagangan bulan Maret pada Ekonomi Internasional tahun ini, yakni USD 1.13 miliar, bahkan tercatat sebagai yang tertinggi sejak tahun 2011. Sejalan dengan capaian positif ini, nilai defisit transaksi berjalan kuartal I2015 diperkirakan juga akan ikut membaik. Selain modalitas fundamental ekonomi, pelaksanaan paket kebijakan ini juga memiliki modalitas politik yang lebih kuat dengan mulai membaiknya hubungan kelembagaan negara. Sebelumnya, seperti diketahui lembaga legislatif sempat terbelah ke dalam dua kelompok besar, yang sedikit banyaknya, berpengaruh terhadap kinerja pemerintahan. Sebab keduanya merupakan mitra, yang apabila satu pihak bermasalah, maka akan menganggu pihak yang lain. Oleh karena itu, dengan semakin membaiknya hubungan antarlembaga dan intralembaga diharapkan koordinasi dalam pelaksanaan program pemerintah, termasuk paket kebijakan ekonomi 2015, dapat berjalan dengan lebih optimal. Pelemahan Rupiah, Baik atau Buruk? Fatkhu Ridho Foto:bisnis.liputan6.com K etika pelemahan mata uang rupiah terhadap dollar AS terjadi selalu ada pejabat negara yang berkomentar bahwa pelemahan ini baik bagi perekonomian Indonesia. Setiap pelemahan nilai tukar rupiah, katanya, justru akan memberikan surplus terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Sebenarnya jika kita meneliti lebih jauh lagi, pelemahan rupiah terhadap dollar AS akhir-akhir ini memiliki dampak baik dan buruk. Hingga akhir Maret 2015 tercatat nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pernah mencapai level tertingginya dalam 15 tahun terakhir yaitu Rp 13.300/USD. Menguatnya nilai dollar ini disebabkan oleh data perekonomian AS yang menunjukkan perbaikan sehingga ada istilah bahwa “Dollar pulang kampung” dan juga melemahnya perekonomian China sehingga negara yang memiliki hubungan dengan China mengalami depresiasi mata uang. Idealnya, pelemahan rupiah akan memicu ekspor karena harga barang Indonesia menjadi lebih murah jika dihargai dalam dollar dan lebih kompetitif dalam perdagangan dunia. Kemudian peningkatan ekspor yang terjadi diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Tetapi kenyataan sering kali dijumpai bahwa pelemahan rupiah justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan memangkas pendapatan masyarakat secara riil. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 jika dilihat dari dimensi pengeluaran menunjukkan bahwa ekspor neto (ekspor barang dan jasa dikurangi impor) hanya menyumbang sebesar 10,61% terhadap perekonomian Indonesia. Kontribusi konsumsi rumah tangga 55,04%, konsumsi pemerintah 7,56%, TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 07 dan investasi 24,72% terhadap pembentukan PDB Indonesia. Data tersebut menunjukkan bahwa ekspor masih memiliki peranan yang kecil dalam pembentukan perekonomian Indonesia. Sehingga apabila pelemahan rupiah diharapkan meningkatkan ekspor, maka efeknya akan kecil terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Konsep Virtuous Circle Melalui Perbaikan Confidence dan Stabilisasi Ekonomi Sebaliknya, melemahnya rupiah akan berdampak negatif terhadap konsumsi dan investasi karena akan meningkatkan inflasi dan harga barang impor. Terlebih lagi setelah kenaikan harga bahan bakar minyak pada bulan Maret 2015 yang sudah pasti akan memukul daya beli dan konsumsi masyarakat. Efek dari kenaikan inflasi secara tajam juga akan membuat BI menaikkan BI rate (suku bunga acuan) secara tajam sehingga akan melemahkan konsumsi masyarakat dan kegiatan investasi. Dampak negatif terhadap konsumsi dan investasi inilah yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan Ekonomi Domestik Kedepannya pemerintah dapat memodifikasi kebijakan stabilisasi ekonomi dan nilai tukar rupiah yang diterapkan oleh Boediono ketika tahun 2005 menggunakan konsep virtuous cycle melalui perbaikan kepercayaan pasar. Krisis kepercayaan ini kenyataannya mengakibatkan penarikan dana yang berakibat serangan terhadap pelemahan rupiah. Situasi ekonomi dan politik saat ini compangcamping memang sangat rawan mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia, bukan hanya menyangkut masalah pembiayaan, tetapi juga menyangkut kepercayaan pasar. Skema Pembiayaan Infrastruktur Melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Trias Melia 08 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 D Di dalam APBN-P 2015, salah satu isu yang diprioritaskan oleh Pemerintah adalah pembangunan infrastruktur, terutama pembangunan infrastruktur di sektor energi, pangan, dan kemaritiman. RPJMN 2015 – 2019 dan RKP 2015 pun masih mengangkat tema infrastruktur sebagai salah satu menu utama pembangunan kedepan. Hal ini tercermin dari adanya realokasi anggaran dalam APBN-P 2015 dimana Pemerintah mengurangi belanja-belanja yang tidak produktif seperti subsidi BBM, belanja perjalanan dinas, dalam rangka meningkatkan fiscal space yang salah satunya dipergunakan untuk menambah belanja infrastruktur baik kepada Kementerian teknis secara langsung, lewat BUMN, maupun lewat transfer ke daerah. Selain itu, keseriusan Pemerintah juga ditunjukkan dengan disempurnakannya Peraturan Perundangan yang terkait dengan Tax Allowance dan Tax Holiday dalam rangka menarik pembiayaan yang berasal dari luar Pemerintah. Untuk merealisasikan rencana pembangunan infrastruktur yang membutuhkan biaya besar ini, Pemerintah juga menggunakan beberapa skema disamping pembiayaan melalui APBN, yaitu melalui BUMN dan skema Public Private Partnership (PPP). PPP atau yang lebih dikenal sebagai Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) berdasarkan Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 dapat didefinisikan sebagai kerjasama antara pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu kepada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko antara para pihak. Skema ini sudah diluncurkan sejak tahun 2005 dengan diterbitkannya Peraturan Presiden no. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Penggunaan skemaini bertujuan untuk (i) Mencukupi kebutuhan pendanaan penyediaan infrastruktur secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta, (ii) Penyediaan Infrastruktur yang berkualitas, efektif, efisien, tepat sasaran dan tepat waktu, (iii) Menciptakan iklim investasi yang mendorong partisipasi Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur, (iv) Mendorong prinsip pakai-bayar oleh pengguna, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna, dan (v) Memberikan kepastian pengembalian investasi Badan Usaha melalui pembayaran secara berkala oleh pemerintah kepada Badan Usaha. Sejak diluncurkan, realisasi pembangunan infrastruktur melalui skema KPBU banyak menemui kendala yang berdampak pada minimnya realisasi. Beberapa permasalahan utama yang dapat diinventarisasi meliputi proses tender proyek yang pembiayaannya berasal dari APBN, masalah pembebasan lahan, dan cakupan sektor yang relatif sempit untuk skema PPP. Melihat kendala-kendala di atas, tentunya Pemerintah terus merumuskan kebijakan untuk mengatasinya. Seperti contoh, untuk mengatasi kendala pembebasan lahan, Pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 30 Tahun 2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Khusus untuk mengatasi minimnya realisasi proyek infrastruktur melalui skema KPBU, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang menggantikan Perpres No. 67 Tahun 2005. Ada beberapa hal baru yang diatur dalam Perpres ini meliputi: pertama, Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) adalah Pemerintah. Proyek KPBU dapat dilakukan dengan menggabungkan lebih dari 1 jenis infrastruktur dan Pemerintah (Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah) bertindak sebagai PJPK secara bersama-sama melalui penandatanganan nota kesepahaman dan menunjuk koordinator PJPK. BUMN atau BUMD dapat menjadi PJPK dan pelakasanaannya diatur oleh peraturan perundang-undangan sektor. Jenis Infrastruktur yang tercakup dalam aturan ini adalah transportasi, jalan, sumber daya air dan irigasi, air minum, sistem pengelolaan air limbah terpusat, sistem pengelolaan air limbah setempat, sistem pengelolaan persampahan, telekomunikasi dan informatika, ketenagalistrikkan, minyak dan gas bumi dan energi terbarukan, konservasi energi, perkotaan, pendidikan, sarana dan Kedua, TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 09 prasarana olahraga serta kesenian, kawasan, pariwisata, lembaga pemasyarakatan, kesehatan, perumahan rakyat Ketiga, Hybrid Financing yang dilakukan oleh PJPK dan Badan Usaha dimana pelaksanaan sebagian proyek KPBU yang dibiayai oleh PJPK dilakukan oleh badan usaha pelaksana pemenang pengadaan usaha sebagaimana diatur dalam Perpres . Keempat, Proyek KPBU prakarsa Badan Usaha dapat mendapatkan Jaminan Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kriteria yang harus dipenuhi adalah terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan, layak secara ekonomi dan financial, dan Badan Usaha yang mengajukan prakarsa memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. Kelima, Penganggaran Penyiapan Proyek dilakukan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/BUMN/BUMD sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Keenam , success Fee Mechanism dimana biaya penyiapan dapat dibebankan kepada pemenang lelang baik sebagian atau seluruhnya. Ketujuh, Pengadaan Tanah yang pendanaannya bersumber dari APBN dan APBD. Apabila PJPK adalah BUMN, pendanaan pengadaan tanah bersumber dari anggaran BUMN atau dari Badan Usaha melalui kerjasama dengan BUMN yang bersangkutan. Apabila KPBU layak secara finansial, Badan Usaha Pelaksana dapat membayar kembali sebagian / seluruh biaya pengadaan tanah. Pengadaan 10 Badan Usaha dalam rangka KPBU dilaksanakan setelah diperolehnya penetapan lokasi atas tanah yang diperlukan untuk pelaksanaan KPBU. Kedelapan , Dukungan Pemerintah dari Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang sesuai dengan lingkup kegiatan KPBU. Menteri Keuangan dapat menyetujui pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk Dukungan Kelayakan dan/atau insentif perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan usulan PJPK. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat memberikan Dukungan Pemerintah dalam bentuk lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kesembilan , Pengadaan Badan Usaha melalui mekanisme pelelangan atau penunjukkan langsung. Mekanisme pelelangan dilakukan melalui prakualifikasi, sedangkan penunjukkan langsung dilakukan dengan syarat (i) pengembangan atas infrastruktur yang telah dibangun dan/atau dioperasikan sebelumnya oleh Badan Usaha Pelaksana yang sama; (ii)Pekerjaan yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi baru dan penyedia jasa yang mampu mengaplikasikannya hanya satu-satunya; atau (iii) Badan Usaha telah menguasai sebagian besar atau seluruh lahan yang diperlukan untuk melaksanakan KPBU. Kesepuluh , Financial Close (perolehan pembiayaan) dilakukan paling lama dalam 12 bulan dan dapat diperpanjang dari waktu ke waktu dalam hal kegagalan bukan karena kelalaian badan usaha TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 pelaksanan. Perolehan pembiayaan dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan tahapan proyek. Setiap perpanjangan waktu perolehan pembiayaan diberikan paling lama 6 (enam) bulan . Kesebelas, Bentuk Pengembalian Investasi dilakukan melalui pembayaran oleh pengguna (user charge) ; dan/atau Pembayaran oleh PJPK melalui skema pembayaran ketersediaan layanan (availability payment). Terakhir, Simpul KPBU yang ditunjuk oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada unit kerja di lingkungan K/L/D. Simpul KPBU berfungsi sebagai unit yang akan melaksanakan tugas berkaitan dengan KPBU dalam Kementerian/Lembaga/Daerah tersebut. Simpul KPBU bertugas Menyiapkan perumusan kebijakan, sinkronisasi, koordinasi, pengawasan, dan evaluasi pembangunan KPBU Beberapa contoh proyek infrastruktur yang dirancang dengan menggunakan skema KPBU adalah pembangunan kilang minyak baru, pembangunan jalan tol Panimbang – Serang, pembangunan PLTU Batang, pembangunan 4 ruas jalan tol di Sumatera, dan pembangunan jalur kereta api Makassar – Pare Pare. Untuk tahun 2015, terdapat 4 proyek yang sudah siap tender, yaitu kereta ekspress Bandara Soekarno Hatta, SPAM Semarang Barat, jalan tol Balikpapan – Samarinda, dan Jalan tol Manado – Bitung. Referensi: Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha. Bappena s Ekonomi Daerah (DANA) DESAKU Puji Gunawan ...Desaku yang kucinta, pujaan hatiku...Selalu kurindukan, desa ku yang permai... ­ L. Manik S ebagian dari kita mungkin sangat familiar dengan penggalan lagu diatas. Untuk sebagian orang, Lagu “Desaku” tersebut dapat membawa kembali ke ingatan kenangan masa kecil nan bahagia. Penulis meyakini bahwa semangat, kerinduan serta pesan yang ingin disampaikan L. Manik yang dituangkan di lagu itu bisa jadi didasari oleh semangat yang sama yang melandasi lahirnya undang-undang tentang desa, yaitu semangat untuk mewujudkan suatu Desa dengan tatanan masyarakat dan lingkungan yang sejahtera dan permai. Selama kurun waktu beberapa tahun, Indonesia sempat mengalami kesenjangan pembangunan daerah sebagai buah pembangunan yang sentralistik. Semangat untuk membangun dari pinggiran yang dicanangkan Presiden saat ini dijadikan landasan utama pemerintahan baru untuk menaruh perhatian besar pada penguatan Desa. Dalam konteks ini, maka idealnya sumber-sumber pertumbuhan ekonomi harus digerakkan ke pedesaan sehingga desa menjadi tempat yang menarik sebagai tempat tinggal dan mencari penghidupan. Infrastruktur desa, seperti irigasi, sarana dan prasarana transportasi, listrik, pendidikan, kesehatan dan sarana lain yang dibutuhkan, harus bisa disediakan sehingga memungkinkan desa maju dan berkembang. Selain itu, UU No 6 Tahun 2014 Tentang Desa maupun RPJMN 2015-2019 juga telah sejalan dengan telah dimuatnya tujuan dan sasaran spesifik terkait pembangunan dan pengembangan desa, yaitu perogram penguatan desa dan masyarakat desa, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di perdesaan untuk mendorong keterkaitan desa-kota dan perdesaan berkelanjutan. Salah satu konsep nyata yang diusung oleh Pemerintah untuk mewujudkan hal diatas adalah penggunaan Dana Desa. Dana Desa ini digunakan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa sesuai dengan prioritas penggunaan yang ditetapkan oleh Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal. Kegiatan yang tidak termasuk prioritas dapat dilakukan sepanjang kebutuhan untuk pemenuhan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi. Sesuai dengan UU No 6/2014, Pemerintah Pusat memiliki kewajiban untuk menyiapkan peraturan pelaksanaan berupa PP dan Peraturan Menteri terkait dalam mendukung program dana desa. Dalam perjalanannya, secara umum seluruh peraturan perundangan yang dibutuhkan sudah lengkap namun membutuhkan pebaikan minor. Seperti contoh, masih diperlukannya Revisi atas PP 60/2014 tentang Dana Desa untuk dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini dikarenakan PP tersebut belum memuat persentase antara bagian dana desa yang dibagi rata dan bagian alokasi yang didistribusikan berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, dan tingkat kesulitan geografis. Selain itu, dibutuhkan pula beberapa peraturan pelaksana berupa Peraturan Menteri yang terkait dengan pengaturan : Dana Desa yang bersumber Dari APBN, penyusunan pedoman umum perencanaan dan pengelolaan keuangan desa, realokasi belanja K/L untuk program berbasis desa ke dana desa, pelatihan kepada aparat Pemda dan aparat desa, dan pendampingan kepada desa. Hal lain yang perlu dilakukan Pemerintah Pusat adalah melakukan pemantauan dan evaluasi dana desa secara periodik. Bagi Pemerintah Daerah, dana desa akan berimplikasi pada penyiapan Perda APBD yang menampung penerimaan Dana Desa dan alokasi Dana Desa dari APBN, bagian hasil Pajak dan Retribusi Daerah, penyiapan peraturan Bupati/Walikota tentang pembagiannya dari APBN ke masing-masing Desa, penyiapan pelatihan kepada aparat desa, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dana desa serta TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 11 penyampaian laporan pelaksanaan Dana Desa. Selain itu, untuk Pengawasan dana desa, Gubernur diharuskan melakukan pemantauan dan evaluasi atas penerbitan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa, penyaluran Dana Desa dari RKUD ke rekening kas Desa, penyampaian laporan realisasi, SiLPA Dana Desa, penghitungan pembagian besaran Dana Desa setiap Desa oleh kabupaten/kota dan realisasi penggunaan Dana Desa. Peran Pemerintah Daerah akan ditingkatkan dalam pengawasan penggunaan dana transfer daerah, yaitu DAK dan Dana Desa. UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan agar belanja daerah diprioritaskan untuk mendanai urusan wajib yang terkait pelayanan dasar. DAK tidak hanya dapat digunakan untuk kegiatan fisik, tetapi juga kegiatan non-fisik yang mendukung pelayanan dasar. Dana Desa memiliki beberapa manfaat dalam pembangunan ekonomi daerah. Jika dikaitkan dengan upaya Perluasan kesempatan Kerja maka dana desa secara teoritis juga dapat memberikan keleluasaan lebih melaksanakan pembangunan daerahnya, terutama dalam rangka memanfaatkan potensi alam dan tenaga kerja yang tersedia di daerahnya masing-masing. Dengan semakin baiknya prasarana dan saran ekonomi yang terdapat di daerah-daerah berarti semakin leluasa pula masyarakat melaksanakan kegiatan-kegiatan ekonominya. Terkait Resiko fiskal, maka 12 Peningkatan resiko bagi Pemerintah tersebut ditimbulkan adanya alokasi dana desa yang diproyeksikan akan meningkat secara bertahap sepanjang 2015-2019. Beberapa hal yang diperhatikan dan dipahami bersama bahwa kesiapan Pemerintah, dalam hal ini kapasitas fiskal APBN, menjadi alasan dana desa belum mencapai rata-rata 1 miliar per tahun seperti yang selama ini dipahami oleh masyarakat luas. Sebagai gambaran, untuk tahap pertama, dana desa yang sebenarnya membutuhkan sekitar Rp. 64 Triliun, baru dianggarkan dalam APBN anggaran 2015 sebesar Rp. 9,01 triliun dan kemudian membaik Pada RAPBNP 2015 menjadi sebesar Rp 20,766 Triliun. Dengan jumlah ini, maka jika di rata-rata masing – masing desa akan mendapatkan sebesar 285 Juta. Anggaran lain yang terkait dana desa dalam APBN-P 2015 adalah : Dana Pendampingan (Rp2,1 Triliun) dan Dana Pelatihan Capacity Building bagi aparat Desa (Rp1,4 Triliun). Berkaca pada program sejenis seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM), maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam implementasi program dana desa. Pertama , Program pengembangan desa tidak boleh mengeneralisasi masalah kemiskinan di tiap-tiap daerah di Indonesia sehingga berpotensi menghilangkan ke’khas’an masyarakat. Di samping itu, suksesnya program ini sangat tergantung pula pada dukungan dari pemerintah daerah. Hal ini disebabkan dalam program terdahulu, (yaitu PNPM) dianggap tidak tidak terlalu efektif karena TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 tidak berhasil menjangkau kelompok masyarakat Desa karena terdapat banyak tokoh lokal seringkali masih mendominasi pengambilan keputusan. Kedua , terkait cost effectiveness. Walaupun sudah terdapat batasan penggunaan dan besaran yang jelas, dana desa masih sangat berpotensi memberikan peluang untuk korupsi. Untuk menghidari hal ini, maka proses pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh dana desa hendaknya dilaksanakan secara transparan dan mengikuti proses pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku serta mekanisme perangkat pendukung (RPP, RPJD, dll) Yang terakhir, dalam upaya intervensi pembanguan pedesaan, maka segenap pihak yang terlibat perlu memperhatikan secara mendalam tentang anatomi desa sehingga tidak kontraproduktif dalam membangun desa. Anatomi tersebut mencakup struktur demografi masyarakat, karakteristik sosial budaya, karakterisktik fisik/geografis, pola kegiatan usaha pertanian, pola keterkaitan ekonomi desa-kota, sektor kelembagaan desa, dan karakteristik kawasan pemukiman. Dengan kata lain, pembangunan pedesaan harus berlandaskan pada kearifan lokal. foto:tribune.com.pk TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 13 Laporan Utama foto:dailysocial.net Optimalisasi Penerimaan Negara Puji Gunawan T ahun 2015 juga merupakan momentum yang sangat penting bagi Pemerintah untuk melakukan langkah-langkah terobosan dalam kebijakan fiskal guna menciptakan APBN yang lebih sehat, berkualitas dan membangun ruang fiskal yang cukup untuk Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan Berkeadilan. Penerimaan negara sendiri terdiri atas Penerimaan Pajak, penerimaan Bea dan Cukai, penerimaan PNBP dan Penerimaan Hibah. Di tahun 2015 ini, Pemerintah berupaya untuk mengoptimalkan Penerimaan negara dalam rangka menyesuaikan dengan beberapa kondisi. Beberapa kondisi tersebut misalnya penurunan PPh Migas yang disebabkan turunnya lifting dan perubahan asumsi (ICP dan 14 kurs) yang akan mempengaruhi Penerimaan dari Sektor pajak. Contoh lainnya adalah Penerimaan PNBP yang dipengaruhi oleh adanya penurunan Pendapatan SDA Migas disebabkan turunnya ICP dan lifting minyak dan Pendapatan Bagian Laba BUMN yang mengalami penurunan dalam rangka mendukung agenda-agenda Prioritas. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa Pemerintah menjadikan penerimaan Pajak sebagai sumber pendanaan yang utama. Dalam APBN-P 2015, penerimaan perpajakan meningkat 29,9% dari realisasi 2014 dan 7,92% (menjadi Rp. 1.489,30 Triliun) jika dibandingkan dengan APBN tahun 2015. Jumlah yang sangat fantastis ini tentunya memerlukan upaya- TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 upaya ekstra dari Pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Beberapa langkah-langkah perbaikan akan dilakukan. Secara internal, upaya yang dilakukan antara lain melalui penggunaan anggaran dan Pengeloaan SDM serta Perbaikan administrasi perpajakan (memalui penerapan etax invoice dan pencegahan transfer pricing). Dari sisi regulasi, kedepannya Ditjen Pajak akan melakukan intensifikasi (via perbaikan regulasi PPh, PPN dan PPnBM) dan Ekstensifikasi WP baru (sektoral). Tidak hanya hal-hal yang bersifat teknis, Kementerian keuangan juga akan berkoordinasi dengan Intansi terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan melakukan penyesuaian " Dalam APBN­P 2015, penerimaan perpajakan meningkat 29,9% dari realisasi 2014 dan 7,92% (menjadi Rp. 1.489,30 Triliun) jika dibandingkan dengan APBN tahun 2015." kebijakan di bidang PPh nonmigas, bea masuk, dan bea keluar serta melakukan koordinasi peningkatan daya saing dan nilai tambah melalui pemberian insentif. Beralih ke Penerimaan sektor Kepabeanan dan Cukai, dalam APBN-P 2015sektor ini ditargetkan mencapai Rp. 195 Triliun. Penerimaan sektor Kepabeanan dan Cukai terdiri atas penerimaan cukai (hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol), bea masuk, dan bea keluar. Beberapa langkah Optimalisasi yang akan dilakukan meliputi perbaikan mekanisme fasilitas penundaan pembayaran cukai, pebaikan kebijakan di bidang PPh nonmigas, bea masuk, dan bea keluar, Pengendalian konsumsi barang kena cukai melalui penyesuaian tarif cukai serta melalui Peningkatan upaya pemberantasan cukai ilegal dan penyelundupan. Perubahan target penerimaan dari PNBP dalam APBN 2015 dipengaruhi oleh Pendapatan SDA Migas yang turun Rp142,9 Triliun akibat turunnya ICP dan lifting minyak, Pendapatan pertambangan minerba yang ditargetkan naik Rp7,1 Triliun. Serta Pendapatan Bagian Laba BUMN yang mengalami penurunan sebesar Rp7,0 Triliun, dalam rangka peningkatan peran BUMN yang mendukung Agenda Prioritas. peningkatan juga dilakukan memalui Penyesuaian tarif PNBP, Peningkatan kinerja BUMN.Peningkatan pengawasan dan pelaporan PNBP. Perbaikan regulasi, administrasi dan sistem PNBP. Selama ini, terdapat 5 Kementerian Negara/ Lembaga penyumbang PNBP terbesar yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kepolisian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Perhubungan. Beberapa upaya yang akan dilakukan untuk mencapai target tersebut diantaranya melalui realisasi produksi sumur minyak baru, menahan penurunan alamiah lifting migas, dan pengendalian cost recovery. Selain itu, upaya juga foto:skalanews.com TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 15 Realokasi Belanja APBN­P 2015 Bhima Yudhistira Peneliti INDEF foto:tribune.com.pk Penurunan PMN (Penyertaan Modal Negara) Terdapat perubahan yang cukup signifikan terkait Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk BUMN di dalam APBN-P 2015 dibandingkan baseline APBN 2015. Salah satu poin penting di dalam keputusan pengurangan PMN dari Rp.48 triliun menjadi Rp.37,27 triliun terkait dengan kebijakan Kementerian BUMN untuk menunda pemberian suntikan modal terhadap beberapa perusahaan BUMN. Temuan BPK terhadap 14 BUMN yang masih ditelusuri hanya sebagian kecil dari faktor lain seperti ketidakjelasa n programprogram yang ditawarkan masingmasing 16 BUMN, masalah restrukturisasi utang serta rendahnya kepatuhan terhadap good governance. Namun disatu sisi, rendahnya PMN di APBNP 2015 dapat menjadi sinyalemen negatif terhadap dorongan Pemerintah untuk menggerakan sektor BUMN. Pemerintah melalui BUMN seharusnya dapat meningkatkan penyertaan modal ini. Hal ini dinilai sebagai bentuk stimulus fiskal yang dapat dilakukan Pemerintah saat ekonomi sedang mengalami kontraksi. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 Perubahan Payout ratio BUMN Payout ratio atau jumlah bagian laba yang diberikan BUMN kepada Pemerintah dalam APBN-P 2015 turun sebesar Rp.7,1 triliun. Kebijakan anggaran ini dinilai tepat untuk mendorong programprogram unggulan Pemerintah melalui BUMN, terutama di sektor maritim dan infrastruktur. Namun, yang menjadi catatan dari pengurangan bagian laba tersebut adalah kurangnya singkronisasi kebijakan dengan PMN. Jika Pemerintah tidak menekan BUMN untuk memberikan laba yang besar, seharusnya dari segi PMN pun diberikan insentif, setidaknya sama dengan nominal tahun Keuangan " Salah satu titik krusial dari APBN­P 2015 adalah bagaimana cara mengalokasikan anggaran belanja untuk menggerakan roda perekonomian nasional yang tengah melambat." sebelumnya. Sebagai gambaran, PMN dalam APBN-P 2015 tercatat turun sebesar Rp.10,73 triliun, sedangkan bagian laba ke Pemerintah juga turun Rp.7,1 triliun. Maka rasio antara PMN dengan bagian laba tetap tidak sebanding jika Pemerintah memang berniat ingin mendorong BUMN lebih berkembang di tahun ini. Meningkatkan Kualitas Belanja Pemerintah Salah satu titik krusial dari APBN-P 2015 adalah bagaimana cara mengalokasikan anggaran belanja untuk menggerakan roda perekonomian nasional yang tengah melambat. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi volume belanja Pemerintah. Pertama, perubahan indikator ekonomi makro seperti harga minyak dan nilai tukar rupiah. Kedua, kenaikan gaji pegawai dan peningkatan jumlah PNS. Melihat tren selama tahun 2009-2014, sebagian besar postur belanja APBN dihabiskan untuk belanja pegawai hingga mencapai 35 persen dari total anggaran. Hal ini cukup berbanding terbalik dengan proporsi belanja modal yang rata-rata hanya mencapai 15 persen dari total anggaran belanja. Padahal indikator keberhasilan insentif fiskal suatu negara terletak pada besarnya belanja modal yang dialokasikan oleh Pemerintah. Dengan Rp. 230 triliun penghematan negara dari subsidi energi, Pemerintah memiliki ruang fiskal untuk melakukan terobosan dari sisi alokasi belanja di APBN-P 2015. Sektor yang perlu mendapat perhatian lebih adalah infrastruktur. Salah satu apresiasi terhadap postur belanja APBN-P 2015 yang patut ditingkatkan di pembahasan anggaran berikutnya adalah kenaikan Rp.99 triliun dana infrastruktur atau sebesar Rp.290,3 triliun dari yang sebelumnya hanya Rp.191,3 triliun. Kementerian yang paling banyak mendapatkan jatah belanja infrastruktur tersebut adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) sebesar Rp105 triliun, Kementerian Perhubungan Rp52,5 triliun, serta Kementerian ESDM sebesar Rp5,9 triliun. Belum termasuk dana-dana non Kementerian/Lembaga seperti DAK dan dana otonomi khusus Papua total senilai Rp.33,5 triliun. Jadi dapat disimpulkan bahwa realokasi belanja APBN-P 2015 memang mengalami perubahan yang cukup signifikan dari baseline APBN 2015. Namun perubahan itu perlu didukung oleh langkah nyata di setiap lini Pemerintahan untuk menggunakan anggaran yang ada sebagai basis penguatan ekonomi nasional. Referensi: - Budget in Brief APBN-P 2015. - Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2015. - Penyerapan Anggaran Pemerintah Pusat 2009-2014. - Kajian Tengah Tahun. INDEF 2014. Namun yang menjadi catatan dari APBN-P 2015 ini adalah penyerapan anggaran infrastruktur dan belanja modal yang masih terbilang rendah di triwulan I 2015 kendati banyak perubahan postur anggaran yang cukup progresif. Target 10 persen dari realisasi kedua pos belanja tersebut harusnya dapat tercapai setidaknya hingga akhir April 2015, namun beberapa persoalan seperti perubahan nomenklatur Kementerian menghambat terserapnya pos belanja penting tersebut. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 17 APBN­P 2015 : Tekan Defisit Anggaran sebesar 1.9 persen Sri Purwanti nggaran A Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintah menargetkan dapat menekan defisit anggaran hingga 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sebesar Rp222,5 triliun. Angka tersebut mengalami penurunan sebesar Rp23,4 triliun jika dibandingkan target defisit anggaran dalam APBN 2015 yang sebesar Rp245,9 triliun, atau 2,21 persen dari PDB. Tentunya dengan penurunan tersebut, diharapkan dapat memberikan efek positif bagi perekonomian Indonesia. Kebijakan desifit anggaran diarahkan untuk memperkuat stimulus fiskal dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan dengan tetap mengendalikan resiko dan menjaga kesinambungan fiskal. Penguatan kapasitas fiskal negara merupakan salah satu dari 16 program aksi dari penurunan Trisakti yaitu Berdikari Dalam Bidang Ekonomi. Pembiayaan anggaran APBNP 2015 sebesar Rp222,5 triliun bersumber dari utang dan non utang dengan proporsi utang sebesar Rp279,4 triliun dan non utang sebesar Rp56,9 triliun. Pembiayaan yang bersumber dari utang berasal dari 18 penerbitan SBN netto sebesar Rp297,7 triliun, pinjaman dalam negeri netto Rp1,6 triliun dan pinjaman luar negeri neto -Rp20 triliun. Sedangkan pembiyaan yang berasal dari non utang berasal dari perbankan sebedar Rp4,8 triliun dan non perbankan sebesar -Rp61,7 triliun. Angka negatif pada pinjaman luar negeri neto, nonutang, dan nonperbankan menunjukkan bahwa nilai komponen pengeluaran didalamnya lebih besar dari komponen penerimanya. Kebijakan pembiayaan utang dalam APBNP 2015 mengutamakan pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri dengan mengoptimalkan peran serta masyarakat (financial inclusion ) dan melakukan pendalaman pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik. SBN meliputi surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN). Pemanfaatan utang diperuntukkan bagi kegiatan produktif antara lain melalui penerbitan sukuk yang berbasis proyek. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 Kebijakan pembiayaan non-utang lebih difokuskan untuk mendukung agenda prioritas nasional yang tertuang dalam Nawacita, antara lain meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional termasuk meningkatkan peran BUMN melalui penambahan PMN bagi BUMN. Penambahan PMN kepada BUMN diharapkan mampu mendukung program ketahanan pangan, kemandirian ekonomi nasional, program pembangunan maritim, dengan masing-masing nilai PMN sebesar Rp8,2 T, Rp6,8 T, dan Rp5,2 T. Selain penambahan PMN, kebijakan pembiayaan nonutang dialokasikan untuk mendukung kebijakan penyelesaian permasalahan program kesejahteraan rakyat antara lain melalui alokasi dana antisipasi untuk PT Lapindo Brantas Inc untuk menjamin pelunasan pembelian atas tanah dan bangunan kepada para korban, serta cadangan pembiyaan kepada BPJS Kesehatan demi keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Referensi: Budget in Brief APBNP-2015 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Dalam APBNP 2015 K Ratih P. Kania Dari penyesuaian-penyesuaian baru diperlukan penyesuaian dalam ondisi perekonomian program nasional yang ada serta asumsi dasar ekonomi makro pada global pada tahun 2015 Kondisi perekonomian global yang RAPBNP 2015. diperkirakan masih mengalami mempengaruhi kondisi perlambatan yang diakibatkan oleh perekonomian Indonesia, Pada tahun ini pula, telah dilakukan melambatnya perekonomian diperlukan penyesuaian dalam terobosan-terobosan dalam berbagai negara terutama Tingkok. penganggaran negara melalui kebijakan fiskal dalam rangka Tiongkok juga merupakan salah Anggaran Pendapatan dan Belanja peningkatan kapasitas fiskal bagi satu negara yang memverikan Negara (APBN) tahun 2015 program-program yang lebih pengaruh pada perekonomian terutama dalam perubahan asumsi produktif. Selain itu, kerentanan Indonesia, hal ini karena Tingkok dasar ekonomi makro dalam APBNP fiskal yang diakibatkan oleh merupakan negara yang 2015 (tabel 1) . fluktuasi harga minyak dunia dan mempunyai hubungan dagang yang cukup besar Tabel 1: Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Pertumbuhan ekonomi dengan Indonesia, dalam APBNP 2015 menjadi 5,7 persen terutama untuk lebih rendah sebesar ekspor bahan 0,1 persen bila mentah dari dibandingkan dengan Indonesia. asumsi pertumbuhan Permasalahan ekonomi dalam APBN lainnya adalah 2015 yang sebesar 5,8 menurunnya harga persen. Tingkat inflasi komoditas global pada APBNP 2015 serta adanya Sumber: Budget in Brief, APBNP 2015, Direktorat jendreal Anggaran RI diperkirakan mencapai rencana kenaikan 5 persen atau lebih suku bunga The tinggi dari asumsi APBN 2015 yang nilai tukar dapat diantisipasi. Fed di Amerika Serikat. diperkirakan sebesar 4,4 persen, hal Pengurangan perjalanan dinas dan ini didorong oleh dampak lanjutan paket meeting oleh pemerintah Kondisi ekonomi global berdampak kebijakan penyesuaian harga BBM juga merupakan salah satu upaya pada kondisi perekonomian bersubsidi pada bulan November penghematan untuk dialihkan domestik yaitu melambatnya 2014. kepada kegiatan prioritas nasional pertumbuhan ekspor dan investasi. Dari sisi internal lainnya, tahun 2015 yang lebih produktif pada masingAsumsi nilai tukar rupiah terhadap masing K/L. meliputi dukungan merupakan tahun pertama dalam dolar Amerika Serikat juga sektor pendorong pertumbuhan pemerintahan baru, dimana diperkirakan melamah menjadi Rp. (pangan, energi, maritim, parwisata, tertuang program, sasaran dan dan industri), pemenuhan kewajiban 12.500 per dolar AS. Pada APBN prioritas pembangunan dalam 2015 sebelumnya asumsi nilai tukar dasar (pendidikan, kesehatan dan konsep Nawacita dan Trisakti. rupiah disepakati sebasar Rp. 11.900 perumahan), pengurangan Nawacita adalah agenda prioritas per dolar AS. Penurunan asumsi kesenjangan antar kelas dalam mewujudkan visi Presiden, nilai tukar rupiah terhadap dolar pendapatan dan antar wilayah, dan sedangkan Trisakti merupakan visi Amerika serikat ini didorong oleh pembangunan infrastruktur Presiden. Oleh karena itu, untuk kondisi perekonomian global saat konektivitas. mengakomodir program-program TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 19 sehingga permasalahan distribusi yang terhambat dapat diatasi. Selain itu dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur pertanian juga berdampak pada peningkatan hasil produksi pertanian sehingga pasokan pangan dapat teratasi. foto:jurnaljakarta.com ini serta adanya rencana kenaikan suku bunga The Fed di Amerika Serikat. Harga minyak mentah Indonesia atau lebih dikenal dengan istilah ICP (Indonesia Crude Price) diperkirakan mengalami penurunan menjadi 60 dolar Amerika serikat per barel, dimana pada APBN 2015 CPI ini diasumsikan bergerak pada 900 dolar AS per barel. Penurunan asumsi CPI ini terdorong oleh menurunnya harga minyak mentah dunia yang terjadi sejak pertengahan tahun 2014, sampai saat ini, harga minyak dunia masih cenderung berada dibawah 60 dolar AS perbarel. Penurunan harga minyak mentah dunia ini diakibatkan oleh berlebihnya pasokan pasokan minyak dunia baik dinegara-negara OPEC maupun di daratan Amerika saat. Selain itu, negara-negara OPEC juga tidak mengurangi produksi minyaknya kendati harga minyak dunia cenderung terus menurun. Asumsi lifting gas juga mengalami penurunandari 1,24 juta barel perhari menjadi 1,22 juta barel per hari. Sementara itu, asumsi tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan masingmasing disepakati menjadi 6,2 20 persen dari 6 persen pada RPBN 2015. Dalam jangka menengah, asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2015 juga dilakukan penyesuaian dengan memperhatikan pada dinamika ekonomi global dan ekonomi domestik yang turut mempengaruhi perkembangan ekonomi nasional dalam lima tahun kedepan. Selain itu, dengan dimulainya pemerintahan baru, hal ini akan turut mempengaruhi target-target dan asumsi dasar ekonomi makro dalam waktu lima tahun kedepan. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2016-2018 yakni sebesar 6,3-7,8 persen dengan kecenderungan yang terus meningkat tiap tahunnya. Faktorfaktor eksternal dan domestik yang kondusif menjadikan pendorong utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dalam jangka menengah. Tingkat inflasi diperkirakan mengalami penurunan menjadi 3,5 ± 1 persen pada periode 2018 dari 3,5 ± 1 pada periode 2016-2017, hal ini terdorong oleh meningkatnya pembangunan infrastruktur jalan TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 Nilai tukar rupiah diperkirakan sebesar RP. 11.650 per dolar AS dengan kecenderungan menguat bertahap, hal ini diakibatkan oleh meningkatnya neraca perdagangan Indonesia karena aliran masuk modal baik Foreign Direct Investment (FDI) maupun portofolio. Sementara itu, sumber-sumber pembiayaan dalam negeri mengalami perbaikan dengan digiatkannya sektor financial deepening pada semua sumber-sumber pembiayaan. ICP diperkirakan mengalami peningkatan pada kisaran 65 dolar AS per barel hingga 100 dolar AS perbarel didorong oleh membaiknya pertumbuhan ekonomi global sehingga memdorong permintaan minyak dan gas yang tinggi untuk penggerak sektor-sektor industri dan rumah tangga. Sementara itu, lifting minyak diperkirakan mengalami penurunan, dengan kecenderungan yang terus menurun setiap tahunnya. Penurunan ini terutama diperkirakan oleh usia sumur-sumur minyak yang semakin tua serta belum adanya kepastian beroperasinya sumur-sumur baru. Referensi: Budget in Brief dan NK APBN 2015 Resensi Buku “Agility, bukan singa yang mengembik”, Pengarang : Rhenald Kasali, Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2015 Tebal : 261 halaman “I am more afraid of an army of 100 sheep led by a lion, than an army of 100 lions led by a sheep“ -, Maurice de Talleyrand seorang Filusuf U ngkapan Prancis di atas yang dikutip oleh buku ini nampaknya sangat relevan untuk menggambarkan kebutuhan institusi, baik itu perusahaan, daerah bahkan sebuah negara yang sedang berada pada area “ the edge of chaos”, yaitu daerah antara sebuah dunia baru yang dituju : suatu daerah yang terteram, tertib, nyaman sejahtera dimana kita mendapatkan kesempurnaan yang stabil atau the state of puctuated equilibrium , dengan daerah dimana kita mendapatkan ketidakteraturan yang sempurna, jalan yang menanjak, berlubang dan berliku, kebebasan bicara yang sempurna yang tidak diikuti kreativitas yang tinggi, kekacauan dan mungkin korupsi dimana-dimana. Kenapa kita membutuhkan ‘singa’ untuk mencapai dunia baru yang kita tuju tersebut? Jawabannya adalah karena Kita mebutuhkan sifat utama seekor singa : Agility ! sifat ini menggambarkan ketangkasan, fokus, kecepatan gerak, dan agresif. Seekor singa akan gigih dan fokus mengejar satu mangsa yang telah ia putuskan untuk dikejar diantara kerumunan mangsa-mangsa lainnya, namun akan sportif untuk berhenti dan tidak mengalihkan ke buruan yang lain, pada saat sang singa menghadapi kondisi yang tidak memungkinkan untuk mendapatkan buruannya. Jika diterapkan kedalam konsep manajemen, Agility hendaknya dimaknai secara luas. Agility merupakan kapabilitas yang dibangun secara terus menerus melalui pengetahuan dan pengalaman agar organisasi mampu mengendus dan merespon perubahan dengan tangkas, efektif, tepat waktu dan berkelanjutan. Agility juga bukan sebuah Software yang mudah dibeli dan secara instan dibangun, karena didalamnya terkandung unsur manusia dengan mentalitas pemenang. Terkait konsep ini, Lebih lanjut Donald Sull (2009) dalam bukunya “ Competing Through Organizational Agility” membagi Agility menjadi 3 kategori, Strategic, Portofolio dan Operational. Strategic Agility menekankan kepada kemampuan mengambil keputusan apakah suatu organisasi akan terus bertahan pada sektor yang sama dari tahun ke tahun atau mengambil langkah besar untuk berubah haluan. Portofolio Agility terkait pada ketangkasan menggeser sumber daya yang dimiliki organisasi. Yang terakhir, Operational Agility lebih kepada kemampuan merespon kejadian yang sifatnya rutin dan membutuhkan respons yang sangat cepat. Dalam perkembangannnya, konsep agility dalam kemudian dikembangkan menjadi lebih spesifik, seperti : Leadership Agility, Strategy Agility, Finance Agility, Innovation Agility, dan System Agility Hasil agility tampak sekali dari yang menjalankannya. individu seperti Pemimpin dunia, pengusaha dan bahkan seorang artis ataupun organisasi bisa menjadi besar dan mencapai posisi puncak bukan hanya mengandalkan bakat dan kerja keras semata. Kemampuan membaca peluang dan latihan yang mereka lakukan untuk menembus batas-batasan yang ada, telah menciptakan batasan baru diluar batasan yang pada umumnya dan pada akhirnya menjadikan mereka sulit ditanding kompetitor. Buku ini menjadi menarik karena disertai beberapa contoh ‘penampakan’ Agility baik itu secara Individu, Organisasi (BUMN), maupun di level negara. Oleh : Puji Gunawan TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 21 Tokoh Pendalaman Sektor Keuangan Yang Mendukung Pembangunan Indonesia Wawancara dengan Bapak Isa Rachmatarwata Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal, Kementerian Keuangan Wawancara dan Penulis oleh : Puji Gunawan Sebagaimana Bapak paham, pasar keuangan yang dalam, berkembang, dan efisien adalah faktor penting yang menunjang ketersediaan dana pembangunan serta menyediakan sarana manajemen risiko dan likuiditas bagi pelaku ekonomi. Bagaimana jika hal tersebut dikaitkan dengan upaya pencapaian tujuan kebijakan fiskal Pemerintah? Kita semua mengharapkan ekonomi akan terus tumbuh dan yang disertai dengan stabilitas. Stabilitas dan pertumbuhan seringkali didikotomikan dan seolah-olah salah satunya harus menjadi prioritas dan yang lainnya diabaikan. Bagi Pemerintah, keduanya harus terlihat secara seimbang dan bersama. Hal itu penting untuk menciptakan aktivitas pembiayaan, aktivitas pengelolaan keuangan yang dinamis, bergairah dan menggerakkan aktivitas-aktivitas ekonomi. Jika kita hanya memiliki ragam aktivitas keuangan yang terbatas, maka kita akan melihat sektor keuangan itu menjadi cepat panas. Jika uang yang diputar dan instrumen yang diperjualbelikan sedikit variasinya, maka pergerakan akan makin cepat , semakin menggelembung dan pada akhirnya akan pecah. Apa yang terjadi dalam krisis tahun 2008 salah satunya adalah karena ini. Untuk itu, kita memerlukan instrumen dan mekanisme yang lebih bervariasi 22 dan memerlukan issuers yang makin banyak. Esensi pendalaman pasar keuangan adalah menciptakan industri jasa keuangan yang memiliki banyak varian produk, memiliki penerbit-penerbit produk yang cukup untuk mensupply kebutuhan instrumen itu. Pada dasarnya semua yang berkaitan dengan penciptaan instrumen yang kemudian diperdagangkan harus diperhatikan secara keseluruhan, bukan hanya pasar modal. Kalau kita memperluas lagi, maka hal yang harus ditekankan adalah bukan hanya instrumen yang diperdagangkan di pasar, tapi juga termasuk instrumen yang diperdagangkan secara bilateral seperti produk asuransi, produk simpanan di bank, produk lain yang sifatnya tailor-made. Kalau kita punya industri asuransi yang hanya punya traditional product, orang juga akan jenuh, punya ekspektasi lain, dan pertumbuhan di industri asuransi akan berhenti. Esensi pendalaman pasar keuangan kita perlukan karena kita membutuhkan dinamisme atau aktivitas yang sehat di sektor keuangan untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga stabilitas. Sebagaimana Bapak paham, pasar keuangan terdiri dari berbagai pasar dan lembaga yang diatur dan diawasi otoritas maupun Pemerintah. Lalu, bagaimana bentuk koordinasi TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 yang ideal antar lembaga/otoritas ini? Kalau untuk pasar uang, pasar berjangka komoditi dan pasar modal memang ada BI, OJK dan Bappepti. Memang akan lebih baik kalau kita melihat satu gerakan yang harmonis mengenai pendalaman pasar keuangan atau pengembangan varian produk. Untuk itu otoritas harus duduk bersama membicarakan bagaimana cara mendorong, dorongan mana yang akan dikuatkan dan lain sebagainya. Inisiatif untuk memulai ataupun me-lead tidak perlu dipermasalahkan . Setelah adanya inisiasi, yang menjadi langkah penting berikutnya adalah memastikan Instansi yang lain-lain menghargai inisiatif tersebut dan bersedia untuk duduk bersama dan membahas bagaimana melakukan upaya mendorong pendalaman pasar keuangan. Tidak perlu menetapkan target ataupun keharusan menghasilkan langkah strategis untuk dieksekusi pada pertemuan pertama. Itu bukan approach yang ideal. Hal awal yang penting untuk dilakukan adalah bagaimana setiap institusi yang terlibat merasakan kepemilikan terhadap aktvitas tersebut dan untuk selanjutnya kita mulai menyusun strategi. Pemikiran saya, setelah duduk dan berdialog, aktivitas selanjutnya bisa dimulai dengan mentabelkan persoalanpersoalan yang dianggap penting untuk dibicarakan dalam isu pendalaman pasar keuangan. Isu tersebut dibahas untuk ditentukan prioritas jika semuanya tidak mungkin dilakukan dalam jangka waktu tertentu ini. Kemudian setelah disepakati, ayo dikerjakan sama-sama, apa yang dibutuhkan oleh institusi A dan dibutuhkan oleh institusi kita. Setelah disetujui, aktivitas itu hendaknya bukan menjadi aktivitas kegiatan institusi A tapi bersama. Roadmap idealnya memang disusun sebelum penyempurnaan peraturan perudangan yang terkait, namun hal ini sulit untuk direalisasikan dan contoh nyatanya UU perasuransian sudah ditetapkan. Kita tidak bisa mengatakan akan kita ubah lagi dan kita juga harus mengakomodasi situasi-situasi dimana UU persuransian masih tidak sempurna, kita taruh di dalam kerangka atau roadmap tersebut kemudian kita mengantisipasi dengan cara-cara lain. Seandainya bisa dilakukan tanpa mengubah UU ya kita lakukan hal itu. Jika harus diubah, jadwalkan rencana perubahan yang realistis, artinya tidak 1 tahun waktunya. J ika dihubungkan dengan dinamika yang terjadi saat ini, beberapa daerah di Indonesia berencana mencari sumber pendanaan melalui instrumen obligasi daerah. Di sisi yang lain, banyak pelaku sektor rill (swasta/BUMN) termasuk yang di daerah yang mencari sumber pendanaan di luar negeri dibanding sumber-sumber di dalam negeri yang ditandai dengan kecenderungan utang swasta yang meningkat. Peran apakah yang bisa diambil Pemerintah Daerah rangka pendalaman pasar keuangan nasional? Menurut saya peranannya signifikan kalau kita bisa segera mencarikan jalan bagi beberapa daerah, yang tentunya kita harus selektif karena tidak semua daerah memiliki kapasitas, baik secara finansial, governance, teknis. ada beberapa daerah yang menuju ke arah pemilikan kapasitas yang baik. Daerah sebagai suatu emiten, harusnya memiliki suatu kredibilitas yang bagus. Aktivitas yang riil, seperti pembangunan infrastruktur di daerah itu, hasilnya kelihatan untuk masyarakat. Ini sangat bagus untuk pendalaman pasar. Kesulitannya memang masih ada audit BPK. Kalau swasta, agak menarik karena kadang dia memang mencari jalan yang menurut mereka lebih sederhana. Misalnya swasta kadang masih punya masalah dalam transparansi, akuntabilitas dsb. Kalau mereka deal dengan bank, termasuk bank dari LN, itu kan sifatnya bilateral, informasi yang diberikan hanya untuk bank itu saja. Sementara kalau dia masuk ke pasar modal atau mau jual obligasi, dia kan harus memenuhi asas keterbukaan, dia akan harus buka perusahaannya kepada publik. Bagi beberapa pihak swasta, hal itu masih menjadi isu signifikan. Problemnya ada disitu. Secara rata-rata, NIM perbankan Di satu sisi, karena ada spread yang besar, orang jadi tertarik masuk ke sini, artinya membuat perbankan memiliki daya tarik dan akan berusaha mencari instrumeninstrumen baru untuk mengejar spread yang masih tinggi, tapi isunya kan ada sisi yang lain, yaitu kalau spread ini sedemikian besar, yang menjadi menarik hanya industri perbankan saja, sementara yang lain yang membutuhkan bantuan modal dari bank jadi diberatkan, sedangkan kalau dia simpan saja bunganya rendah, jadi itu sesuatu yang dilematis. Tapi rasanya kalau kita terus berdialog dan mencari cara membuat orang menyetujui bahwa spread itu sesuatu yang membuat bank punya keuntungan, tetapi anda juga harus bersedia melihat usaha-usaha lain mendapatkan keuntungan. Kalau kita bisa melakukan komunikasi dialog dan menciptakan instrumeninstrumen yang membuat para pemilik bank dan pengelola mau sharing, saya pikir akan ada perubahan itu. Spread akan menuju ke arah atau level yang lebih rasional. Salah satu hal yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam visi misnya adalah terkait pengaturan lebih ketat untuk menghindarkan konglomerasi tumpang tindih antara sektor keuangan dan sektor riil dalam hal kepemilikan asing. Disisi lain, perbankan Indonesia membutuhkan modal besar untuk pendalaman dan penguatan sektor keuangan. Tanggapan Bapak? nasional cukup tinggi dan jumlah kredit yang disalurkan juga masih rendah dibanding dengan perbankan di kawasan. Banyak pihak berbendapat bahwa Otoritas dan Pemerintah harus turun tangan karena hal ini mengakibatkan mahalnya cost of capital dan menciptakan morale Pertama mengenai modal, industri hazard perbankan nasional. di sektor keuangan semuanya Apakah tingginya spread adalah industri padat modal jadi mengindikasikan terjadinya memang kalau mau besar harus ketidakefisienan di sektor ditambah modal dulu. Ini yang perbankan nasional ? harus dipahami Tidak bisa besar TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 23 dulu, baru nanti tambah modal. itu sangat tidak prudent. Terkait dengan permodalan ini, kalau kita mau punya bank yang besar, kita harus memikirkan cara untuk meng inject modal lebih besar ke dalam beberapa bank. Pemikiran saya sama dengan yang di perasuransian. Kita lebih baik memiliki punya beberapa bank yang bermodal besar dan kuat dibandingkan kita punya banyak tapi kecil skalanya. Jadi kita harus menentukan pilihan:apakah kita mau terus membuka kesempatan siapa saja membuka usaha dibidang perbankan tapi kemudian menghadapi kenyataan bahwa industri perbankan kita segitu-gitu saja atau kita mau industri perbankan kita besar dan mampu melayani masyarakat kita dari ujung timur sampai ujung barat, tapi ya harus melihat kenyataan tidak semua pemilik bank yang ada sekarang mau dan mampu menambah modal. Artinya mereka harus mau berkonsolidasi, bergabung. Kalau mengenai modal ini, menurut saya kalau kita memang ingin membesarkan kita harus memperbesar modal, pertanyaannya adalah, apakah kita pernah menghambat orang-orang indonesia untuk menambah modal ataupun ikut berpartisipasi modal dalam industri perbankan? rasanya tidak. Tidak ada pemikiran kita untuk menghambat. Yang terjadi adalah mereka sendiri yang berfikir ‘ apa ya yang bisa saya dapatkan’ atau 'seberapa cepat saya mendapatkan keuntungan menanamkan modal di perbankan ?’ dan lebih banyak orang kita langsung berhitung ‘kalau saya lakukan sekarang, tahun depan saya dapat berapa?’. Perlu disadari 24 bahwa Industri keuangan bukan industri yang cepat balik modal juga. diperlukan kesabaran dan keteguhan hati untuk menaruh modal disitu. Industri asuransi misalnya, jangan berfikir dalam 5-7 tahun langsung bisa meraup keuntungan. Di perbankan pun juga memerlukan kesabaran. Jadi otoritas tidak pernah menghambat hanya memang harus dipahami orang indonesia sendiri yang tidak banyak yang bersedia untuk sabar menempatkan uangnya di perbankan atau perasuransian untuk memperoleh keuntungan 5-7 tahun dari sekarang. mau memiliki industri perbankan yang benar-benar mau dimilik oleh orang lokal atau mau memiliki industri perbankan yang lebih besar yang mampu melayani kebutuhan masyarakat indonesia yang pasti akan meningkat. Konsekuensinya banyak. Orang-orang yang punya uang banyak memang mau menaruh uang di perbankan yang kecil saja? Ya tidak mau. Jika semua perbankan indonesia seperti itu, pilihan mereka adalah ke luar negeri. Jadi isunya sebenarnya masuknya modal asing apa? Pertama karena industri kita mau kita besarkan, kedua tidak banyak orang indonesia sendiri yang mau masuk. Saya waktu di DPR waktu membantu pak menteri dalam UU asuransi, karena saya pernah menjadi pengawas asuransi beberapa tahun. Setiap ada perusahaan indonsia yang dimasuki asing, atau perusahaan joint venture yang kemudian pemilik asingnya ingin memperbesar kepemilikan asingnya, saya panggil orang indonesianya dan saya tanyakan kenapa tidak mau memperbesar modal. Jawabannya selalu susah atau tidak ada lagi padahal mereka punya dana yang lain, tapi mereka bahkan berani membuat surat pernyataan bahwa mereka tidak mampu menambah kepemilikan disitu. Artinya bukan kita yang memberikan kesulitan, kita sudah dorong tapi mereka memilih untuk tidak melakukannya. Saya yakin hal serupa terjadi di perbankan, didorong untuk menjadi besar tapi enggan menambah modal disitu, mau diambil asing ke pihak-pihak lain berkeluh kesah mengatakan ini diambil alih oleh asing. Sekarang tinggal pilihan kita, dan seharusnya keputusan bersama apakah kita kenapa di beberapa negara malah mendorong tidak ada penguasaan dominan dalam bank, karena diyakini penguasaan dominan ini mempengaruhi governance dari bank. Jadi yang lebih banyak di sepahami adalah tidak ada pihak yang dominan dalam pengelolaan satu entitas keuangan. Idealnya ini tidak hanya untuk perbankan, Cuma faktanya itu menimbulkan kesulitan pada saat bank dituntut untuk memenuhi kewajiban-kewajiban permodalan yang lebih besar. Karena semakin banyak pemegang saham, semakin sulit untk menjaga komitmen bersama. Tapi di amerika, capital market berjalan dengan bagus, jadi memang ga membutuhkantanggung jawab dari orang perseorangan. Rule dari management, kalau dia butuh modal dia akan issue, misalnya right issue atau saham baru melalui pasar modal. Di indonesia, problemnya banyak. Bank yang sekarang private tidak mau ke pasar saham, pasar modalnya sendiri juga masih belum dianggap reliable sebagai tempat untuk mencari modal dsb. TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 Kepemilikan asing itu isu yang prudential, yang saya pahami, Financial deepening seharusnya tidak dilihat semata-mata menyangkut soal “kedalaman” tetapi sebenarnya yang lebih penting adalah mengenai “kualitas” pendalamannya. Menurut Bapak, hal apa yang tidak boleh dilupakan oleh Pemerintah maupun otoritas dalam rangka pendalaman pasar keuangan? Yang pertama, jangan sampai pendalaman ini berat pada derivatif dalam artian yang luas. Artinya underlying real activitynya semakin lama semakin jauh, jangan sampai seperti itu. Yang paling baik adalah besar dan kuat pada penciptaan instrumen yang berkaitan dengan real sector. Contohnya di pasar modal, di bursa, pendalaman ini bukan dengan terus menerus menciptakan indeks baru kemudian instrumen baru yang bisa diperdagangkan, yang harus diupayakan adalah menambah emiten. Jangan sampai kita sibuk menciptakan isntrumen keuangan yang sekarang makin banyak variannya, tapi underlying activity tidak bertambah. Artinya, kalau kita ke bursa, kalau kita bicara pendalaman, kita harus pastikan memang jumlah emitennya yang bertambah, bukan sekedar jumlah instrumennya yang bertambah. Semakin kita memiliki banyak perusahaan yang mau mendapatkan modal lewat bursa, akan membuat pendalaman bursa yang lebih kokoh. Di perasuransian misalnya, kalau mau didalamkan bukan sekedar menciptakan produk yang dibeli oleh orang-orang itu saja. Tapi perbanyak juga jumlah konsumen asuransi itu. Dengan produk yang trradisional sekalipun, tapi kalau jumlahnya bertambah, tentu kita akan melihat industri asuransi incomenya menjadi lebih berbasis pada populasi yang lebih besar, dan tentu dengan sendirinya dia akan melayani perlindungan kepada lebih banyak orang. Ini menurut saya jangan dilupakan, jangan kita sibuk dengan penciptaan instrumen, tapi harus basis yang lebih fundamental. Yang harus kita perbanyak adalah instrumen dasar yang related pada real activity. Kalau asuransi real personnya, bukan jenis asuransinya. Karena kalau Cuma instrumen yang kita ciptakan, masih berputar-putar disitu saja. Selama ini banyak pelaku di Indonesia melakukan Reasuransi pada perusahaan di Luar Negeri. Seberapa besar potensi dana dari Reasuransi ini? Apakah industri perasuransian kita siap ? Besar sekali potensinya. Kita melihat begitu banyak nanti risiko yang harus dihadapi indonesia sebagai satu ekonomi karena indonesia masih akan tumbuh di berbagai bidang dengan kecepatan yang juga cukup tinggi. Jadi bisa dibayangkan kalau dari sisi properti saja Indonesia memiliki lebih banyak properti baik itu properti berupa tanah bangunan atau bangunan sampai properti yang sehari-hari dimiliki masyarakat kita seperti mobil, alat elektronik dsb. Bisa dibayangkan dari sisi itu saja yang sederhana yaitu properti akan ada pertumbuhan jumlah dan kecanggihan, yang membutuhkan proteksi-proteksi seperti asuransi. Seiring dengan tumbuhnya kebutuhan proteksi ini pasti juga akan ada peningkatan kebutuhan untuk reasuransi. Nah yang ingin saya jelaskan bahwa reasuransi itu suatu mekanisme yang keniscayaan. Reasuransi itu adalah sesuatu yang inherent dalam bisnis asuransi. Seorang pengusaha asuransi apabila tidak mereasuransikan risiko yang dia terima, artinya dia tidak paham akan pengelolaan risiko karena reasuransi pada dasarnya asuransi untuk perusahaan asuransi, jadi dia mengambil risiko orang lain kok dia menutup sendiri risiko di dirinya sendiri. Itu bukan suatu kebijakan pengelolaan risiko yang baik, jadi reasuransi adalah suatu keniscayaan. Dengan kata lain, mengalihkan risiko kepada orang lain itu juga adalah suatu yang keniscayaan itu juga. Kalau kita melihat indonesia sebagai suatu ekonomi, maka suatu keniscayaan Indonesia juga harus mereasuransi keluar. Jadi mengatakan reasuransi akan kita tekan defisitnya dan sebagainya itu caranya bukan berarti kita mengurangi reasuransi ke luar negeri saja, betul ada suatu komponen yaitu reasuransi kita ke luar negeri, jadi perusahaan asuransi indonesia belanja asuransi ke luar negeri. Itu tidak bisa dihilangkan sama sekali, karena sebagai salah satu entitas, indonesia perlu menyebarkan risiko dia keluar, jadi pasti ada defisit disitu. Yang harus kita lihat apakah kita mampu memilah kualitas risiko yang mau kita buang ke luar. Yang ideal, adalah membuang risiko yang besar, tapi bisa menahan risikorisiko yang sederhana.dengan demikian kita bisa berhemat. Untuk sesuatu yang bisa kita tahan sendiri, kita bisa atasi sendiri ya kenapa kita harus jual ke orang dan orang lain mendapat keuntungan? Itu suatu hal. Juga penting adalah kemampuan kita untuk bisa menjual jasa reasuransi. Kalau tadi kita membeli reasuransi ke luar, nah yang juga penting adalah bagaimana kita menjual jasa reasuransi ke luar. Kita ke luar adalah suatu keniscayaan karena kita harus membagi risiko tersebut ke orang lain karena kalau kita simpan sendiri, sama saja dengan TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 25 Ketenagakerjaan bunuh diri. Hanya waktu kita keluar kita harus selektif, risiko yang tidak tertanggungkanharus kita bagi. Risiko yang bisa kita tanggung sendiri untuk apa kita beli asuransinya. Bagian yang lain adalah bagaimana kita menjadi lebih besar dan mampu menjual jasa reasuransi ke luar. Ini income yang kalau digabungkan, net yang masih defisit itu karena waktu kita keluar kita tidak selektif dan kita tidak ada yang masuk sehingga defisit besar. Kalau kita bisa mulai menjual jasa reasuransi keluar, kita bisa mengurangi defisit. bahkan kalau reasuransi kita dinilai baik, maka keseimbangan itu akan mulai mendekati balance. Kita belum punya kapasitas untuk menjual ke luar. Perusahaan reasuransi kita modalnya kecil. Itu isunya. Banyak orang memilih untuk memiliki perusahaan asuransi atau reasuransi yang banyak, masingmasing dengan modal yang kecil. Saya tidak sependapat dengan itu. Lebih baik indonesia itu memiliki beberapa, jauh lebih kecil dari jumlah yang ada sekarang, tapi individual punya modal yang besar, karena jasa keuangan itu padat modal bukan padat karya. Harus kita bedakan dengan perusahaan manufaktur. Selain itu, pihak luar masih tetap lebih jeli melihat kesempatan itu daripada pihak indonesia. Pihak luar punya, karena modal mereka besar, jadi kalau mereka memberi suatu yang kecil di Indonesia, kemudian default, bagi mereka itu bukan apaapa. Sedangkan bagi Indonesia yang modalnya segitu2 saja, bagi mereka sangat berdampak. . 26 foto:g20.org Kesepakatan Penataan Ketenagakerjaan di G20 ertemuan G20 Working P dipimpin secara bersama-sama ( Group On Employment cochair) oleh tiga pimpinan negera troika yaitu Australia, Turki, dan Tiongkok serta dihadiri oleh wakilwakil dari negara anggota G20, negara-negara observer (Singapura, Azerbaijan, dan Polandia), enggagement groups (B20, L20, dan T20), Organisasi Internasional (ILO, World Bank, OECD, dan IMF). Presidensi Turki 2015 dalam konsep TOR EWG telah memprioritaskan kebijakan tenaga kerja dilakukan melalui tiga kerangka. Kerangka ini kemudian dibahas dan telah mendapat tanggapan negaranegara anggota G20 dan pada akhirnya berhasil disepakati dan diadopsi dalam forum. Ketiga kerangka tersebut meliputi : TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 a. Employment and growth in interaction , yang terdiri dari penguatan kebijakan tenaga kerja dan pertumbuhan, peningkatan koherensi langkah dan strategi pertumbuhan dengan Employment Plan yang disepakati, pengendalian dampak fluktuasi pendapatan tenaga kerja dan pertumbuhan, dan peningkatan kontribusi mobilitas tenaga kerja terhadap pertumbuhan. b. Skils and quality employment, yang mencakup penguatan pendidikan dan pelatihan terkait dengan dukungan bagi kebijakan tenaga kerja c. Monitoring terhadap implementasi komitmen Employment Plan , program Kesehatan dan Keselamatan Kerja, partisipasi perempuan, serta G20 Database Atas kerangka tersebut, Delegasi Indonesia menyampaikan pandangannya bahwa pendidikan dan kualitas tenaga kerja merupakan salah satu faktor utama yang dapat digunaan untuk mengatasi kesenjangan (inequality) . Salah satunya dengan dengan mengupayakan pengakuan standar kompetensi tenaga kerja yang setara antara domestik dengan kondisi internasional. Sebagai langkah konkritnya, Indonesia merekomendasikan agar G20 dapat mempertimbangkan untuk membahas standar pengakuan kompetensi internasional yang jelas bagi para tenaga kerja anggota G20 baik yang dihasilkan dari pendidikan formal maupun dari pendidikan non formal. bahwa keterlibatan social partners penting untuk mendukung masyarakat inklusif dalam struktur ekonomi yang memiliki diversifikasi aktivitas ekonomi yang memiliki dampak signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan. Namun demikian, Indonesia tidak secara langsung memberikan dukungan terhadap pembentukan Women-20. Hal yang mendasari adalah semangat G20 berupa penegasan penyederhanaan unit kerja yang fokus kepada penyelesaian komitmen dan kesepakatan yang dihasilkan dari tahun-tahun sebelumnya dengan membatasi munculnya komitmen baru yang bukan merupakan prioritas bersama. Di sisi yang lain, Keterlibatan social partners dan engagement group (Business-20; Labour-20; Think-20) ditanggapi positif oleh sebagian besar negara G20. Turki telah menyampaikan dukungannya terhadap keterlibatan social partners termasuk inisiasi pembentukan engagement group yang baru di dalam forum G20, yaitu Women-20. Indonesia pada pertemuan juga telah menjelaskan Pembahasan koherensi kebijakan tenaga kerja dan strategi pertumbuhan merangkum beberapa isu mengenai prinsip top downapproach yang digunakan sebagai pendekatan utama bagi pencapaian strategi pertumbuhan. Strategi ini dilakukan melalui instrumen kebijakan moneter, fiskal dan reformasi struktural yang diarahkan peda sektor rill yang mendukung sektor ketenagakerjaan secara inklusif. OECD menyatakan target penambahan pertumbuhan sebesar 2,1 persen pada tahun 2018 nanti, sehingga diharapkan dapat terjadi penciptaan 10-15 juta lapangan kerja baru. OECD mengusulkan upaya mapping koherensi kebijakan tenaga kerja dan strategi pertumbuhan melalui dua tahapan, yaitu: simple mapping dan dilanjutkan dengan upgraded mapping yang memungkinkan untuk menginvetarisasi komitmen individu melalui template kuesioner baru, time frame dan ruang lingkup sumber daya yang ada. Terkait dengan usulan tersebut, negarangara anggota G20 belum banyak memberikan respon karena hal ini terkait dengan mekanisme monitoring Employment Plan yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Indonesia menyampaikan pandangannya bahwa dalam menyusun strategi pertumbuhan dengan orientasi stabilisasi, tingkat partisipasi ketenagakerjaan perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak menambah angka pengangguran tetapi mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja (job security & job mobility). Indonesia mendukung foto:g20.org TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 27 kegiatan monitoring berdasarkan karakteristik individu negara untuk memastikan efektivitas pendekatan yang direkomendasikan melalui G20 secara umum serta konsisten dengan indikator dalam Employment Plan yang telah disepakati. Penggunaan satu model pendekatan tidak memadai untuk menilai efektivitas korensi perencanaan ketenagakerjaan dengan pertumbuhan. Indikator dalam Employment Plan yang akan digunakan sebagai dasar penilaian kinerja masingmasing negara anggota G20 maupun Forum G20 secara institusi meliputi: a. Employment and Labour Market Outlook menilai kondisi perekonomian nasional dan pasar tenaga kerja; b. Employment Challenges menilai kontribusi partisipasi tenaga kerja pada pencapaian pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan seimbang; c. Current policy setting and new commitment menilai kebijakan yang digunakan untuk pendukung penciptaan lapangan kerja dan koherensinya dengan pertumbuhan melalui kebijakan makroekonomi, regulasi keuangan, insentif, investasi dan keberpihakan pada kewirausahaan (enterpreneurship) ; d. Labour Market and social protection menilai regulasi setiap negara atas komitmen di area terkait, termasuk diantaranya penerapan upah minimum dan social insurance; e. Education and Training menilai implementasi kebijakan dan program kewirausahaan dalam area kurikulum sekolah dan 28 universitas, apprenticeships, dan vocational training; f. Monitoring of commitments fokus kepada strategi peningkatan lapangan kerja yang berkualitas bagi kaum muda. Bagian ini akan dibahas lebih rinci pada pertemuan kedua EWG tanggal 7-9 May 2015 di Istanbul, Turki. Isu lain yang mengemuka dalam pertemuan ini adalah dukungan terhadap pembahasan tenaga kerja kaum muda sebagaimana yang telah disepakati dalam pertemuan Menteri Tenaga Kerja tahun 2014. OECD menjabarkan tiga kerangka dasar (platform ) yang dapat digunakan untuk memudahkan pencapaian target kesepakatan tersebut yaitu: 1) Peningkatan kesempatan pendidikan untuk mengatasi keterbatasan kemampuan (lack skills), penentuan kualifikasi dasar pagi pekerja dengan keahlian tertentu; 2) Penentuan indikator share of employed youth in total youth population sebagai upaya monitoring yang lebih baik; 3) Kesempatan lapangan kerja yang lebih berkualitas dengan sasaran kepada pengurangan pekerjaan temporer, informal dan pekerjaan yang rentan dengan pemutusan hubungan kerja. Selama pembahasan, sebagian besar negara-negara anggota G20 telah menjabarkan prioritasnya secara lebih rinci melalui kesempatan presentasi. Kesempatan presentasi ini digunakan selain untuk memberikan kontribusi bagi kerangka kerja EWG-G20 ke depan juga menyamakan hubungan prioritas antar negara yang dapat dimanfaatkan secara bilateral. Indonesia mempunyai kesempatan TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 menjelaskan prioritas program yang dapat dikontribusikan pada kerangka kerja EWG G20. Terkait hal ini dan dalam rangka mengintegrasikan isu lapangan kerja G20 dengan isu framework, maka perlu adanya koordinasi yang efektif antar Kementerian/Lembaga untuksinergi persepsi dan prioritas yang akan diusulkan sebagai deliverable policy. Di samping itu, dipandang juga menelusuri komitmen-komitmen yang harus dijaga, khususnya pada waktu penyusunan konsep strategi pertumbuhan yang komprehensif (comprehensive growth strategy) karena setiap negara G20 akan melaporkan hasil pelaksanaan komitmen dan selanjutnya dilakukan peer review. Hasil reviu yang akan menentukan seberapa besar kesungguhan negara dalam melaksanakan komitmen yang disepakati. Referensi: Laporan Delegasi RI dalam pertemuan G20 Employment Working Group Meeting I Kegiatan Menko Mengembalikan Blok Mahakam Kepangkuan Ibu Pertiwi emerintah melalui Menko PPerekonomian menilai PT Pertamina mampu dan memiliki pengalaman untuk mengambil alih pengelolaan Blok Mahakam. Pertamina berhasil meyakinkan pemerintah untuk menjadi pengelola selanjutnya dari Blok Mahakam. Dalam Rapat koordnasi yang diselenggarakan di kantor Kementerian BUMN dan dihadiri pula oleh Menko Kemaritiman, Indroyono Soesilo; Menteri BUMN, Rini Soewandi; dan Menteri ESDM, Sudirman, Pertamina mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari para Menteri pada rapat koordinasi dengan baik dan jelas. Pada akhirnya Pemerintah menetapkan PT Pertamina menjadi pengelola selanjutnya dari Blok Mahakam. Meskipun masa kelola Total E&P Indonesia (TEPI) Blok Mahakam berakhir pada 2017, proses transisi pengelolaan Sri Purwanti lapangan migas Blok Mahakam di Kalimantan Timur bisa segera dimulai oleh PT Pertamina (Persero). Proses transisi ini diharapkan dapat berjalan lancar agar produksi Blok Mahakam tidak mengalami penurunan. Ada lima aspek yang dicermati pemerintah dalam presentasi Pertamina. Kelima aspek tersebut adalah pemahaman Pertamina tentang potensi dan cadangan Blok Mahakam; rencana pembangunan untuk jangka pendek, menengah, serta panjang; rencana investasi USD 25 miliar dalam 20 tahun; rencana peningkatan penggunaan teknologi, serta transfer sumber daya manusia. Dalam mengelola Blok Mahakam, Pertamina diberi kebebasan untuk meneruskan kerja sama dengan operator yang sudah ada atau mencari mitra lain. Pemerintah memberikan tiga syarat kepada perusahaan plat merah itu dalam mengelola Blok Mahakam. Pertama, pemerintah minta Pertamina memberi jaminan bahwa produksi gas di Blok Mahakam tidak turun setelah diambil alih. Kedua, pemerintah meminta proses pengalihan pengelolaan ini tak mempengaruhi pendapatan negara. Ketiga meminta Pertamina menemui Total E&P untuk membahas masalah transfer teknologi selama masa transisi peralihan. Pemerintah akan mengirimkan surat ke Total yang menyatakan tidak memperpanjang kontrak Mahakam. Hal tersebut sesuai Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang memiliki dua opsi untuk blok yang masa kontraknya habis, yaitu diperpanjang atau Pertamina bisa mengajukan untuk mengelolanya. Namun, mengenai besaran saham yang akan dimiliki Pertamina, Menko Perekonomian menyatakan belum mengetahui besarannya. Tetapi Pertamina akan menjadi pemegang mayoritas. foto:ekon.go.id TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 29 BUMN Kebijakan PMN BUMN Ratih Nokowati “Cabang-cabang “Bumi dan produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” (Pasal 33 ayat (2) UUD 1945) air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945) B erpedoman kepada kedua pasal tersebut nyatalah bahwa Negara secara hukum memiliki cabang-cabang produksi penting, dalam hal ini dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Keberadaan BUMN cukup kuat menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Oleh karena itu suntikan modal ke BUMN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) merupakan strategi pemerintah menguasai bidangbidang vital dan menyiasati keterbatasan dana pembangunan infrastruktur di Indonesia. Infrastruktur tidak hanya dipandang sebagai public goods namun juga economic goods. Semakin meningkatnya modal maka Debt to Equity Ratio (DER) akan menurun sehingga perusahaan menjadi lebih kuat dalam membiayai proyekproyek melalui skema pinjaman. Upaya memprioritaskan BUMN adalah untuk pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat. Artinya bantuan modal sebagai prioritas utama karena merupakan sifat Ketahanan Ekonomi Nasional yang menjadi landasan kokoh Ketahanan Nasional dan menunjang stabilitas Negara dalam wadah NKRI. Alokasi PMN dalam RAPBN-P tahun 2015 merupakan strategi Pemerintah dalam mengoptimalkan peran BUMN dalam pengendalian perekonomian nasional. Jumlah alokasi rencana Pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN-P 2015 sebesar Rp 72,9 trilun, meningkat Rp 67,8 triliun atau 1,328 persen jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN tahun 2015 sebesar Rp 5,1 triliun. Peningkatan ini digunakan untuk agenda prioritas nasional, antara lain: (1) meningkatkan kedaulatan pangan, (2) pembangunan infrastruktur dan maritim, (3) mendukung industri kedirgantaraan, (4) membangun industri pertahanan nasional, dan lainnya PMN kepada BUMN untuk mendukung program kedaulatan pangan, ditujukan antara lain untuk mendukung program swasembada pangan, pengadaan benih serta peningkatan produksi ikan nasional. PMN kepada BUMN untuk mendukung program pembangunan infrastruktur dan maritim antara lain ditujukan untuk pengembangan bandara dan pelabuhan, pengadaan kapal, dan 30 TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 2 edisi Februari 2015 penyelesaian pembangunan jalan tol trans Sumatera. PMN untuk mendukung program industri kedirgantaraan ditujukan untuk mengembangkan industri strategis di bidang kedirgantaraan, khususnya dalam hal pengembangan industri pesawat terbang. PMN untuk mendukung program industri pertahanan nasional ditujukan antara lain untuk mendukung penguatan industri pertahanan dan keamanan dalam negri dan meningkatkan daya saing produksi industri pertahanan dan keamanan di pasar internasional. Serta PMN untuk mendukung program Pemerintah lainnya ditujukan untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK, restrukturisasi utang perusahaan dan revitalisasi dan restrukturisasi BUMN. Hasil Keputusan Rapat Kerja antara Banggar dan Pemerintah tanggal 13 Februari 2015 mengenai Penyertaan Modal Negara (PMN) menyetujui total kucuran dana PMN sebesar Rp 64,8 triliun. Total PMN di bawah Sumber: NK RAPBNP 2015 (Diolah) Kementerian BUMN sebesar Rp 39,92 triliun (35 BUMN) dan PMN di bawah Kementerian Keuangan sebesar Rp 24,96 triliun (5 BUMN). Alokasi PMN untuk pembangunan infrastruktur dan maritim mendapatkan alokasi yang paling besar agar mampu mendukung program Nawa Cita Pemerintah. Melalui PMN diharapkan ada perbaikan infrastruktur sehingga mendorong investasi dalam negeri, berkurangnya pengangguran, meningkatkan perdagangan sehingga melancarkan sektor riil dari stagnasi. Penyediaan infrastruktur merupakan tanggung jawab pemerintah bagi warga negaranya sementara pengawasan penggunaan PMN akan diawasi oleh Kementerian BUMN serta audit BPK yang disampaikan dalam ikhtisar laporan sehingga diketahui apakah dana PMN dipergunakan sesuai fungsi dan tujuannya. Besarnya Penyertaan Modal Negara kepada BUMN ini diharapkan beriringan dengan pelayanan publik yang lebih baik, meningkatkan penerimaan Negara, dan bertambahnya lapangan kerja. foto:beritaterbaru.com foto:tempo.com TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN volume V nomor 3 edisi Maret 2015 31 Untuk informasi lebih lanjut hubungi : Redaksi Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 1 071 0 Telepon. 021 -3521 843, Fax. 021 -3521 836 Email : [email protected] Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada website www.ekon.go.id