9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendidikan Seksual a. Pengertian Fenomena yang sekarang banyak terjadi di lingkungan masyarakat yaitu kasus kekerasan seksual yang banyak menimpa perempuan khususnya anak-anak di bawah usia 18 tahun. Anak-anak tersebut seharusnya mendapat perlindungan dari lingkungan terkecil yaitu lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga seperti orang tua kurang memberikan pengetahuan kepada anak mengenai pentingnya menjaga diri dari orang lain agar tidak sembarang orang dapat menyentuh bagian tubuh terutama yang berhubungan dengan organ vital anak. Pentingnya orang tua dalam membekali anak mengenai suatu pengetahuan seperti menjelaskan bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh dipegang oleh orang lain, pentingnya menutup aurat khususnya untuk anak perempuan, dan pengetahuan lain yang bisa diajarkan melalui pendidikan seksual. Pendidikan seksual adalah memberi pengetahuan yang benar kepada anak yang menyiapkannya untuk beradaptasi secara baik dengan sikap-sikap seksual di masa depan kehidupannya dan pemberian pengetahuan ini menyebabkan anak memperoleh 9 Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 10 kecenderungan logis yang benar terhadap masalah-masalah seksual dan reproduksi (Gawshi dalam Madani, 2003:91). Pengetahuan ini bisa diajarkan oleh orang tua kepada anak dalam lingkungan keluarga. Menurut Syekh Abdullah Nashih Ulwan Nasih (Madani, 2003:91) pengajaran, penyadaran, dan penerangan kepada anak sejak ia memikirkan masalah-masalah seksual, hasrat, dan pernikahan sehingga ketika anak itu tumbuh menjadi pemuda, tumbuh dewasa dan memahami urusan-urusan kehidupan, maka ia mengetahui kehalalan dan keharaman. Kesimpulan dari kedua definisi mengenai pendidikan seksual yang sudah dijelaskan di atas yaitu pendidikan seksual menekankan pada pemberian bekal kepada anak mengenai kaidah-kaidah yang mengatur perilaku seksual untuk menghadapi sikap-sikap seksual dan reproduksi yang mungkin menimpa kehidupannya di masa depan. Pendidikan seksual berupaya dapat mendidik anak-anak tentang seks sebagai bentuk persiapan untuk menghadapi fase selanjutnya. Maka penting orang tua dalam memberikan pengetahuan tentang pendidikan seksual. b. Cara Mengajarkan Pendidikan Seksual kepada Anak Pendidikan seks bagi anak merupakan suatu upaya tindakan pencegahan yang dapat dilakukan. Anak-anak usia sekolah dasar biasanya suka meniru perilaku orang lain sebagai wujud keingintahuan dan ingin mencoba sesuatu yang dilihat dari perilaku Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 11 orang lain tapi tidak disertai dengan suatu pemahaman mengenai apa yang dilihatnya. Rasa keingintahuan anak harus dapat dimengerti oleh orang tua dan dapat dimanfaatkan untuk membuat anak merasa tertarik dalam mengetahui tentang kaidah-kaidah pencegahan dalam pendidikan seksual bagi anak. Berikut beberapa pendapat-pendapat mengenai cara mengajarkan pendidikan seksual bagi anak: 1) Menurut Madani (2003:80-132) tersebut meliputi: a) Kesopanan dan telanjang Pendidikan anak pada sopan santun dan menutup aurat, bahkan membatasi aturan untuk melihat tubuh orang dewasa merupakan penekanan dari hukum Islam. Pendidikan tentang sopan santun yang telah ada dalam pendidikan di sekolah masuk ke dalam mata pelajaran Budi Pekerti yang dahulu sempat ada, namun saat ini mata Pelajaran Budi Pekerti masuk dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Nilai kesopanan berarti suatu akhlak yang penting dan sebagai ungkapan dari rasa malu yang dimiliki oleh seorang manusia. Akhir-akhir ini banyak orang yang kurang memiliki rasa malu karena telah memamerkan bentuk tubuhnya bahkan sampai telanjang. b) Mempersiapkan anak perempuan dalam menghadapi siklus haid bagi anak perempuan yang sudah mendekati usia remaja sekitar 11-12 tahun sehingga anak tidak kaget menghadapi Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 12 perubahan psikologi, seks, dan kejiwaannya, serta meminimalisir kekejutannya. c) Mengetahui sarana-sarana kebersihan dan kesucian selama masa haid/menstruasi. d) Bagi anak laki-laki juga diajarkan cara bersuci saat mendekati masa remajanya yang akan mengalami mimpi basah. e) Menutup aurat Islam mengarahkan pandangan kita pada pentingnya menjadikan pakaian sebagai penutup aurat sehingga tidak menimbulkan fitnah pada orang yang memandang dan membangkitkan hasrat Pakaian dimaksud yang seksualnya adalah (Madani, pakaian 2003:132). yang tidak menunjukkan aurat dan keindahan bentuk tubuhnya seperti pakaian yang longgar dan tidak transparan. Menurut aurat di lingkungan sekolah biasanya masuk pada aturan/tata tertib sekolah, misalnya bagi anak laki-laki wajib menggunakan seragam sekolah yang celananya menutupi sampai mata kaki, sedangkan bagi anak perempuan menggunakan seragam lengan panjang dan rok panjang sampai menutupi mata kaki. Ajaranajaran Islam mengenai pakaian tidak hanya ditujukan kepada orang yang sudah dewasa saja, akan tetapi ajaran ini juga perlu diajarkan kepada anak-anak untuk dilatih agar mengenakan pakaian yang longgar agar di masa yang akan datang anak Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 13 menjadi terbiasa dan untuk melindungi dari rangsangan seksual. 2) Menurut Silabus Pembelajaran Mata Pelajaran PJOK Kelas V Kurikulum KTSP 2006 SK 5. Menerapkan budaya hidup sehat Cara mengajarkan anak dalam pendidikan seksual tercantum dalam KD 5.1 Mengenal cara menjaga kebersihan alat reproduksi dan 5.2 Mengenal berbagai bentuk pelecehan seksual, dengan kegiatan pembelajarannya sebagai berikut: a) Mengerti fungsi reproduksi. b) Menjaga alat dan fungsi reproduksi pada pria dan wanita. c) Mengetahui dan mengenal alat reproduksi. d) Mengetahui perubahan-perubahan alat reproduksi. e) Mengetahui alat reproduksi tubuh laki-laki dan perempuan. f) Mengenal, mengerti, dan memahami berbagai bentuk pelecehan seksual. Kesimpulan berdasarkan penjelasan mengenai cara mendidikan anak dalam pendidikan seksual, yaitu: 1) menjaga kaidah kesopanan, 2) menutup auratnya dengan tidak menggunakan pakaian yang ketat dan harus longgar, 3) mengerti fungsi reproduksi, 4) menjaga alat dan fungsi reproduksi pada pria dan wanita, 5) mengetahui dan mengenal alat reproduksi, 6) mengetahui perubahan-perubahan alat reproduksi, 7) mengetahui alat reproduksi tubuh laki-laki dan perempuan, dan 8) mengenal, mengerti, dan memahami berbagai bentuk pelecehan Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 14 seksual. Kaidah-kaidah tersebut sebagai upaya pencegahan dan membekali anak untuk mengenal pendidikan seksual dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Apabila kaidah-kaidah tersebut dapat diterapkan dengan baik, maka diharapkan anak akan terhindar dari perilaku yang tidak baik. 2. Kekerasan Seksual a. Pengertian Kekerasan Seksual Kekerasan adalah suatu bentuk yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk menyengsarakan, melakukan tindakan tidak manusiawi baik dalam bentuk fisik maupun psikis. Kekerasan terhadap anak tidak sekedar pelanggaran norma sosial, tetapi norma agama dan asusila. Kekerasan berupa fisik misalnya adalah kekerasan seksual. Berdasarkan Kamus Hukum (Wahid, A., 2001:31), seksual sendiri berasal dari kata ‘sex dalam bahasa Inggis diartikan dengan jenis kelamin’. Jenis kelamin disini lebih dipahami sebagai persoalan hubungan (persetubuhan) antara laki-laki dengan perempuan. Perempuan yang dianggap lemah oleh laki-laki banyak dijadikan sebagai sasaran korban. Kekerasan seksual berarti segala bentuk tindakan atau ancaman tindakan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa atau teman yang lebih tua dengan cara memaksa anak untuk melakukan aktivitas seksual. Hal ini didukung dengan pernyataan Fransisco, M., dkk (2008) dalam jurnal yang diunduh tanggal 13 Januari 2016 yang Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 15 menyatakan bahwa, “childhood sexual defined as any abuse in which a dominant adult or peer forces or coerces a child into sexual activity.” Pengertian lain juga dikemukakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang diunggah ke internet tanggal 3 Juni 2014 menyatakan bahwa, “kekerasan seksual pada anak mengacu pada kegiatan melibatkan anak dalam kegiatan seksual, sementara anak tidak sepenuhnya memahami atau tidak mampu memberi persetujuan.” Menurut pernyataan mengenai pengertian kekerasan seksual yang telah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kekerasan seksual yaitu segala tindakan atau ancaman yang dilakukan oleh orang dewasa, remaja, atau anak yang lebih tua unuk melibatkan anak di bawah umur ke dalam kegiatan seksual yang tidak dipahami oleh anak tersebut. b. Faktor penyebab kekerasan seksual Kekerasan seksual yang terjadi pasti didasari oleh beberapa faktor penyebab, seperti yang dikemukakan oleh Hertinjung (2009) [Online]) yaitu meliputi: 1) Posisi anak sebagai pihak yang lemah dan tidak berdaya. 2) Moralitas masyarakat khususnya pelaku kekerasan seksual yang rendah. 3) Kontrol dan kesadaran orang tua dalam mengantisipasi tindak kejahatan pada anak. Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 16 4) Kurangnya program edukasi dari pihak pemerintah yang bisa diakses oleh masyarakat. 5) Faktor kegagapan budaya dimana tayangan sadisme, kekerasan, pornografi, dan berbagai jenis tayangan yang merusak moralitas anak-anak yang sering ditontonnya, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan proses penyaringan akan suatu pemahaman yang baik kepada anak-anak (Asrorun dalam Rahayu, 2014). Selain faktor-faktor di atas, ada beberapa faktor penyebab terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual yang dilihat dari sudut pandang pelaku, korban, dan lingkungan menurut UNESCO (2013:1213): 1) Sudut Pandang Pelaku Pelecehan seksual dilihat dari sudut pandang pelaku terjadi karena selama ini di dalam situasi di lingkungan antara laki-laki dan perempuan, misalnya perempuan menempati posisi pekerjaan yang lebih rendah dari pada laki-laki. Selain itu pelecehan yang terjadi pada anak-anak dilihat dari sudut pandang pelaku juga bisa disebabkan oleh adanya suatu ketertarikan untuk berhubungan intim dengan menjadikan anak-anak sebagai korban pemuas seksualnya yang disebut dengan pedofil. 2) Sudut Pandang Korban Tindak pelecehan seksual pada anak-anak dapat terjadi dimana-mana, dan selalu melibatkan interaksi lebih dari satu Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 17 orang. Penyebab pelecehan seksual yang sering terjadi karena adanya daya tarik seksual atau rangsangan yang dialami dua jenis kelamin yang berbeda. Seperti kasus yang dialami oleh AF (15) yang dicabuli oleh ayah kandungnya. AF yang sudah remaja dengan perkembangan fisik meningkat sesuai dengan umurnya menjadi daya tarik tersendiri bagi ayah kandungnya. 3) Faktor Lingkungan a) Eksternal korban Fenomena yang ada pada perilaku pelecehan seksual tersebut disebabkan oleh banyak masalah pelecehan seksual yang dimengerti hanya sebagai masalah perorangan serta kurang informasi pada masyarakat tentang masalah pelecehan seksual. Banyak anak-anak yang dijadikan korban tindak kekerasan dan pelecehan seksual membuat masyarakat menjadi khawatir. Penyebab terjadinya pelecehan seksual pada anak-anak dapat pula dikarenakan adanya struktur sosial dan sosialisasi dalam masyarakat yang mengutamakan dan menomorsatukan kepentingan dan cara pandang pelaku, sekaligus adanya anggapan anak perempuan sebagai jenis kelamin yang lebih rendah dan kurang bernilai dibandingkan dengan laki-laki yang menjadi pelakunya. Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 18 b) Ruangan Situasi ruangan juga menjadi faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual, jika terdapat ruangan agak tertutup dan sepi mempermudah terjadinya tindak pelecehan seksual. Beberapa kasus kekerasan seksual seperti pencabulan dan pemerkosaan terjadi di dalam hotel. Seperti yang diutarakan oleh IPDA tanggal 16 Desember 2015, “tempat kejadian perkara (TKP) dalam kasus kekerasan seksual pada anak dan remaja banyak terjadi di hotel-hotel dan kamar.” c) Interaksi Interaksi pelecehan juga seksual merupakan yang dialami penyebab oleh terjadinya perempuan di lingkungannya, melalui tiga model teoritis, yaitu : (1) Biological Model (model biologis), Pelecehan seksual terjadi karena adanya daya tarik seksual yang alamiah antara dua jenis kelamin yang berbeda. (2) Organization Model (model organisasi), Pelecehan seksual terjadi karena adanya faktor kekuasaan atau hubungan atasan bawahan. (3) The Sosial Culture Model (model sosial budaya), Pelecehan seksual terjadi karena perwujudan dari sistem patrialisme yang lebih luas dimana laki-laki dianggap berkuasa. Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 19 Beberapa uraian dan pendapat mengenai faktor penyebab terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa faktor penyebabnya meliputi kurangnya pengawasan dari orang tua terhadap anak, banyaknya tayangan yang kurang mendidik, kurangnya informasi bagi siswa mengenai pendidikan seksual, dan dilihat dari beberapa aspek seperti aspek lingkungan (pelaku, korban, ruangan, dan interaksi). 3. Penyimpangan Seksual a. Pengertian Penyimpangan Seksual Deviasi atau penyimpangan diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebanyakan/populasi (Kartono, 2011:11). Tingkah laku yang menyimpang/abnormal merupakan tingkah laku yang tidak bisa diterima oleh masyarakat dan tidak sesuai dengan norma sosial yang ada. Orang yang melakukan penyimpangan tersebut biasanya akan dibenci oleh masyarakat di sekitarnya sehingga hidupnya akan mengalami gangguan karena tidak dapat berinteraksi sosial dengan baik di lingkungan masyarakat. Tingkah laku penyimpangan disebut juga abnormal, sedangkan istilah penyimpangan seksual disebut dengan abnormalitas seksual, ketidakwajaran seksual, dan kejahatan seksual. Penyimpangan seksual bisa didefinisikan sebagai dorongan atau kepuasan seksual yang ditunjukkan kepada objek seksual secara tidak wajar (Suparyanto, Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 20 2010). Ketidakwajaran seksual tersebut dapat berupa perilaku seksual yang diarahkan untuk memuaskan seksual pelaku seperti pendapat yang dikemukakan oleh Junaedi (Suparyanto, 2010 [Online]) mengenai penyimpangan seksual yaitu, “penyimpangan seksual kadang disertai dengan ketidakwajaran seksual, yaitu perilaku atau fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi diluar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau dengan pasangan yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum.” Pendapat lain yang juga berpendapat bahwa penyimpangan seksual itu merupakan tindakan yang tidak wajar seperti yang dikemukakan oleh Abdullah (Suparyanto, 2010 [Online]), “penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar.” Kesimpulan yang dapat diperoleh mengenai pengertian penyimpangan seksual yaitu dorongan atau kepuasan seksual yang dilampiaskan kepada suatu objek seksual yang tidak wajar dimana ketidakwajaran seksual tersebut mencakup perilaku-perilaku seksual atau fantasi-fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi di luar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 21 kelamin yang sama, atau dengan pasangan yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum. b. Macam-macam Penyimpangan Seksual Menurut Suparyanto (2010 [Online]) jika dilihat dari tiga kategori, yaitu: 1) Dari cara dorongan seksualnya, meliputi: a) Masochisme, yaitu mendapatkan kegairahan seksual melalui cara dihina, dipukul atau penderitaan lainnya. b) Sadisme, yaitu mencapai kepuasan seksual dengan cara menimbulkan penderitaan psikologik atau fisik (bisa berakhibat cidera ringan sampai kematian) pada pasangan seksnya. c) Eksibitionisme, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain. d) Scoptophilia, yaitu mendapatkan kepuasan seks dari melihat aktivitas seksual. e) Voyeurisme, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan melihat orang telanjang. f) Transvestisme, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian dari lawan jenisnya. g) Sodomi, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan melakukan hubungan seksual melalui anus. Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 22 h) Seksualoralisme, yaitu mendapatkan kepuasan seks dari aplikasi mulut pada genitilia pasangannya. 2) Dari orientasi atau sasaran seksual yang menyimpang a) Pedophilia, yaitu seseorang dewasa mendapat kepuasan seks dari hubungan dengan anak-anak. b) Bestiality, yaitu mendapatkan kepuasan seks dari hubungan dengan binatang c) Zoophilia, yaitu mendapatkan kepuasan dengan melihat aktivitas seksual dari binatang d) Necriphilia, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan melihat mayat, coitus dengan mayat. e) Pornography, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan melihat gambar porno lebih terpenuhi dibandingkan dengan hubungan seksual yang normal. f) Fetishisme, yaitu pemenuhan dorongan seksual melalui pakaian dalam lawan jenis. g) Frottage, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan meraba orang yang disenangi dan biasanya orang tersebut tidak mengetahuinya. h) Incest, yaitu hubungan seksual yang dilakukan antara dua orang yang masih satu darah. i) Mysophilia, coprophilia dan urophilia, yaitu senang pada kotoran, faeces dan urine. Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 23 j) Masturbasi, yaitu mendapatkan kepuasan seks dengan merangsang genitalnya sendiri. 3) Dilihat dari tingkat penyimpangan, keinginan, dan kekuatan dorongan seksual: a) Nymphomania, yaitu seorang wanita yang mempunyai keinginan seks yang luar biasa atau yang harus terpenuhi tanpa harus melihat akibatnya. b) Satriasis, yaitu keinginan seksual yang luar biasa dari seorang lelaki. c) Promiscuity dan prostitusi, yaitu mengadakan hubungan seksual dengan banyak orang. d) Perkosaan, yaitu mendapatkan kepuasan seksual dengan cara paksa. Macam-macam penyimpangan seksual dapat disimpulkan yaitu penyimpangan seksual dapat dilihat dari berbagai sub kelompok. Salah satunya dilihat dari orientasi atau sasaran seksual yang menyimpang yaitu pedophilia. Pedophilia ini menjadikan anak-anak sebagai korban untuk mendapat kepuasan seksualnya. 4. Pendidikan Anti Kekerasan Seksual a. Pengertian Pendidikan anti kekerasan seksual memang tidak banyak dibahas dalam suatu penelitian sehingga mencari arti atau definisinya akan sedikit sulit. Belum adanya standar yang digunakan dalam arti Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 24 belum ditemukan buku atau modul patokan mengenai pendidikan anti kekerasan seksual membuat peneliti tertarik untuk merumuskan pelaksanaan pendidikan anti kekerasan seksual. Pendidikan sendiri adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003). Penjelasan mengenai pendidikan sudah diuraikan sebelumnya sehingga definisi mengenai pendidikan anti kekerasan menurut Setyo, Rahardjo (Kusrahmadi, 2011:7) adalah sebagai berikut: Pendidikan anti kekerasan adalah suatu proses, pendekatan yang digunakan secara komperhensif, pendidikan ini hendaknya dilakukan secara kondusif baik di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat, semua partisan dan komunitas terlibat di dalamnya. Pelatihan pendidikan anti kekerasan perlu diadakan bagi kepala sekolah, guru-guru, murid-murid, orang tua murid, dan komunitas pemimpin yang merupakan esensial utama. Perlu perhatian terhadap latar belakang murid yang terlibat dalam proses kehidupan yang utuh. Perhatian pendidikan anti kekerasan harus berlangsung cukup lama, dan pembelajaran anti kekerasan harus diintegrasikan dalam kurikulum secara praksis di sekolah dan masyarakat. Berdasarkan penjelasan di atas mengenai definisi pendidikan dan pendidikan anti kekerasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan anti kekerasan seksual berarti suatu proses dan pendekatan yang dilakukan secara komprehensif agar tidak terjadi suatu bentuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa, remaja, atau Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 25 anak yang lebih tua kepada anak-anak di bawah usia 18 tahun dengan maksud untuk menyengsarakan, melakukan tindakan tidak manusiawi seperti menyalurkan hasrat seksualnya kepada anak sehingga dapat memberikan dampak negatif kepada anak yang mengalaminya. b. Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual Banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada anak di bawah umur 18 tahun khususnya siswa sekolah dasar membuat semua pihak menjadi perihatin, maka dari itu perlu adanya benteng pertahanan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual kepada anak, yaitu dengan cara: 1) Menurut Andri (Kompas, 13 Oktober 2015) a) Masyarakat bisa ikut campur tangan jika melihat kejadian kekerasan anak di lingkungannya, yaitu dengan cara melaporkan dugaan kasus kekerasan anak tersebut ke kepolisian atau lembaga-lembaga perlindungan anak seperti lembaga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). b) Ikut menyebarkan informasi tentang pencegahan kekerasan terhadap anak. c) Orangtua dan guru bisa ikut memberikan pengetahuan kepada anak untuk: (1) Menghargai diri sendiri dan melindungi tubuh. Cara: tidak berpakaian minim di tempat umum, tidak membiarkan bagian tubuh tertentu terbuka, atau tidak membiarkan Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 26 orang lain menyentuh atau melihat bagian tertentu tubuh kecuali untuk keperluan tertentu (misalnya pemerikasaan oleh dokter, diketahui orangtua). (2) Menghindari terlalu akrab dengan orang yang belum dikenal. (3) Berani berkata tidak jika mendapatkan perlakuan atau katakata yang membuat diri tidak nyaman. (4) Berani meminta pelakunya unuk berhenti, meminta pelaku menjauh, atau diri sendiri segera menjauh dari longkungan tersebut. (5) Berani melakukan perlawanan saat mendapat kekerasan, misalnya dengan cara berteriak, berpura-pura menangis, berusaha melepaskan diri, dan berusaha menarik perhatian orang lain. (6) Bercerita kepada orang yang bisa dipercaya saat mendapatkan perlakuan kekerasan. (7) Membiasakan diri untuk selalu berterus terang kepada orang tua. 2) Menurut paparan Erlinda (2014 [Online]) sebagai Komisioner KPAI tentang Upaya Peningkatan Anak dari Bahaya Kekerasan, Pelecehan, dan Eksploitasi. Upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak, yaitu: a) Secara terisier dengan cara rehabilitasi, persiapan kembali ke komunitasnya. Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 27 b) Secara sekunder dengan cara deteksi dini kasus, konseling keluarga, dan penanganan korban. c) Secara primer dengan cara edukasi dan layanan proteksi sesuai usia anak. d) Membangun “Defend Mechanism” (mekanisme pertahanan) dalam rangka penanaman pengetahuan dan penghargaan bagian tubuh melalui pendidikan seksualitas sejak dini. e) Membangun komunikasi efektif dua arah. f) Menanamkan rasa percaya kepada orang tua. g) Membangun keberanian dan ketangguhan diri. h) Memberikan pengetahuan tentang pendidikan kesehatan dan reproduksi. i) Menanamkan budi pekerti dengan memberi contoh keteladan. j) Membangun hubungan yang berkualitas antara orang tua dan anak. k) Menanamkan rasa kasih seperti membangun kewaspadaan dengan tidak membiasakan berbicara pada orang asing. l) Memberi rasa empati. 3) Menurut Siska Dewi Noya (Kompas, 13 Oktober 2015), aktivis kekerasan seksual dan gender Rutgers WPF Indonesia-Lembaga Nirlabang yang bergelut di bidang kesehatan reproduksi, menuturkan: Kasus kekerasan seksual pada anak semakin marak dan mengkhawatirkan. Kekerasan seksual tidak hanya rentan di kawasan kumuh dan padat penduduk, tetapi juga di kalangan ekonomi menengah ke atas. Oleh karena itu, warga harus didorong untuk memiliki kesadaran tentang kesehatan reproduksi. Edukasi reproduksi sejak dini bisa menjadi upaya preventif menangkal kejahatan seksual terutama pada anak. Sejak kecil, anak-anak sudah harus mengenali bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh dipegang selain orang tua dan dokter. Hal itu seharusnya tidak menjadi tanggung jawab orang tua saja. Kesehatan reproduksi harus masuk ke sekolah melalui kurikulum pendidikan. Pernyataan tersebut merupakan himbauan terhadap pemerintah sebagai upaya pencegahan kasus kekerasan seksual Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 28 yang semakin marak terjadi pada anak dan sudah menjalar ke kalangan ekonomi menengah ke atas. 4) Arist Merdeka Sirait (Kompas, 13 Oktober 2015), Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAI) mengatakan: Upaya pencegahan kekerasan pada anak tidak berhenti pada pembangunan fasilitas publik seperti ruang publik terpadu ramah anak (RPTRA). Masyarakat harus dirangkul dengan metode partisipatif agar bisa melakukan upaya preventif, sekaligus melakukan deteksi dini terhadap kekerasan seksual pada anak. Sosialisasi juga harus dilakukan melalui kegiatan di masyarakat seperti kegiatan PKK, pengajian, karang taruna, dan forum warga lainnya. Mereka juga bisa menegur warga saat mengetahui aktivitas negatif di lingkungan sekitar. Pendampingan ini harus dilakukan secara aktif dan berkelanjutan. Warga harus memiliki keasadaran dan kepedulian terhadap sekelilingnya. Berdasarkan beberapa uraian dan pendapat yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa upaya pencegahan kekerasan seksual pada anak perlu ditingkatkan dan mendapat perhatian dari berbagai pihak seperti orang tua, guru, masyarakat, dan pihak lain yang terkait sehingga upaya pencegahan tersebut dapat dilakukan secara sistematis baik melalui suatu sistem terutama sistem pendidikan formal maupun non formal. B. Hasil Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian terkait dengan kekerasan seksual telah dilakukan diantaranya oleh Paramastri, dkk (2010 [Online]) tentang “Early Prevention Toward Sexual Abuse on Children” yaitu tentang pencegahan dini terhadap kejahatan seksual pada anak. Penelitian tersebut merupakan penelitian dengan Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 29 menggunakan metode penelitian kualitatif dengan lokasi penelitian pada SD di Kota Yogyakarta. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Paramastri, dkk adalah program pencegahan kekerasan seksual pada anak sangat diharapkan untuk dilakukan. Hal tersebut dimaksudkan agar korban kekerasan seksual pada anak tidak terus bertambah. Semua subjek sependapat bahwa upaya pencegahan kekerasan seksual tersebut adalah tanggung jawab semua pihak. Program pencegahan dilakukan dengan model diskusi kelompok (kelompok kecil dengan jenis kelamin yang sama dan usia sebaya), dengan media komik (cerita bergambar). Penggunaan media tidak boleh keliru kepada sasaran, selain itu pogram tersebut perlu diselipkan mengenai UU PA sebagai upaya sosialisasi UU PA. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fransisco, M.A., et al. (2008 [Online]) tentang “The effect of childhood sexual abuse on adolescent pregnancy: an integrative research review”, tentang efek kekerasan seksual pada anak dan kehamilan pada anak remaja: penelitian integratif review. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa “the majority of the studies identified a relationship between childhood sexual abuse and adolescent pregnancy (n=9). Cross-cutting risk factors include female gender, younger age, substance use/abuse family constellation, parent-child colflict, and mother disengagement”, yang artinya mayoritas dari pelajar yang diidentifikasi hubungan antara kekerasan seksual anak dan kehamilan pada anak remaja yaitu berjumlah 9 (n=9). Kemungkinan faktornya meliputi wanita, anak di bawah umur, kumpulan kekerasan dalam keluarga, konflik antara orang tua Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016 30 dengan anak, dan meepaskan ikatan dari ibu. Jadi dalam penelitian tersebut tedapat adanya efek kekerasan pada anak seperti kehamilan. Penelitian di atas dikatakan relevan karena fokus dalam penelitian ini sama-sama membahas terkait kekerasan seksual yang terjadi di sekolah. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang relevan sebelumnya adalah bahwa penelitian sebelumnya membahas terkait program pencegahan kekerasan seksual melalui pendidikan formal, sedangkan penelitian ini mencari tahu berbagai upaya pencegahan dan faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual, dan pelaksanaan pendidikan anti kekerasan seksual di sekolah dasar. Pendidikan Anti Kekerasan..., Rizky Amallia, FKIP, UMP, 2016