(8) monitoring online, (9) evaluasi proses dan hasil secara online. MANAJEMEN E-TRAINING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING Kata kunci: manajemen pelatihan, e-learning, e-training, kompetensi guru BK Dra. Yari Dwikurnaningsih, M.Pd. [email protected] Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga A. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan ditentukan oleh banyak hal, seperti kurikulum, sarana prasarana, dukungan orang tua dan masyarakat, maupun political will dari pemerintah. Namun guru sebagai ujung tombak pendidikan merupakan pihak yang dianggap paling menentukan. Guru dianggap sebagai faktor yang paling banyak mempengaruhi mutu pendidikan agar dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, muncul berbagai usaha untuk meningkatkan profesionalitas guru, termasuk di dalamnya Guru Bimbingan dan Konseling. Bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari kegiatan pendidikan dalam setiap satuan pendidikan sehingga kegiatan layanan BK tidak terlepas dari kegiatan unsur atau bidang pendidikan lainnya. Layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan sebagai upaya membantu siswa agar berkembang optimal dan dapat menyesuaikan diri, serta dapat mengaktualisasikan kemampuan-kemampuannya (Prayitno, 1994:241). Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan secara fungsional sangat menentukan. Layanan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian tujuantujuan pendidikan. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling merupakan jantung pelaksanaan pendidikan, karena layanan bimbingan dan konseling merupakan pusat dan nadi berlangsungnya proses pendidikan (Suherman, dkk, 2008:viii). Sasaran layanan bimbingan dan konseling adalah totalitas kehidupan psikologis siswa. Melalui layanan bimbingan dan konseling, Guru BK berupaya membantu siswa untuk meminimalkan hambatan-hambatan psikologis, sehingga ia dapat mengembangkan dirinya se- ABSTRACT Beberapa hasil penelitian menunjukkan, masih banyak guru BK yang kurang profesional dan kualitas kinerja yang kurang memuaskan. Hasil Uji Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling (Guru BK) oleh Kemendikbud tahun 2012, rata-rata skor uji kompetensi guru BK pada aras nasional adalah 45. Salah satu upaya meningkatkan kompetensi guru adalah melalui pelatihan. Pelatihan untuk guru, sebagian besar masih dilaksanakan secara konvensional, yang memiliki banyak kelemahan dan kendala. Makalah ini disusun berdasarkan kajian terhadap beberapa hasil penelitian tingkat internasional dan nasional, serta kajian teori tentang kompetensi guru BK, manajemen pelatihan serta e-learning. Tujuan yang ingin dicapai adalah mendapatkan solusi terhadap kendala pelatihan agar program peningkatan kompetensi guru BK dapat efesien dan efektif. Hasil kajian ini menemukan satu solusi yaitu pelatihan berbasis e-learning atau e-training. E-training merupakan bentuk pelatihan berbasis WEB yang bisa diakses melalui internet sehingga pembelajar dapat belajar secara on-line ditempat mereka masing-masing. E-training memungkinkan guru-guru mengikuti pelatihan tanpa harus secara fisik pergi ke tempat pelatihan, tidak meninggalkan tugas-tugas di sekolahnya, dapat belajar tanpa terikat waktu dan dapat belajar sesuai kecepatan mereka masing-masing serta efesien. Manajemen pelatihan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Desain pelatihan memperhatikan prinsip-prinsip: (1) pembuatan naskah atau storyboard; (2) tampilan; (3) interaksi; (4) kontrol; (5) bentuk; (6) susunan; (7) materi pelatihan; 1 cara optimal. Mengingat pentingnya peran bimbingan dan konseling dalam membantu siswa mencapai tugas-tugas perkembangan-nya, diperlukan Guru BK yang menguasai kompetensi Guru BK sehingga mampu menjalankan tugasnya secara profesional. Pada sisi lain, beberapa penelitian menunjukkan guru BK kurang profesional. Penelitian yang dilakukan oleh Murad (2005), banyak ketidakpuasan pengguna layanan konseling ditujukan pada kinerja guru pembimbing yang tidak profesional. Kurnaningsih (2010) menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa kinerja guru BK di suatu kota di Jawa Tengah, yang diukur dari pelaksanaan tugasnya, 59,6% Guru BK memiliki kinerja sedang, agak rendah dan rendah. Hajati (2010) memaparkan hasil penelitiannya terhadap Guru Bimbingan dan Konseling di wilayah Jakarta Timur bahwa sebagian besar konselor sekolah kurang menguasai kompetensi teoritik pada keseluruhan rumpun kompetensi. Bukti lain yang menunjukkan kurangnya profesionalitas guru BK adalah hasil Uji Kompetensi bagi Guru Bimbingan dan Konseling bersertifikat pendidik, yang diselenggarakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2012, pada aras nasional diperoleh rerata skor 45. Penelitian lain yaitu penelitian yang dilakukan Ekstrom, et al (2004) terhadap 600 konselor sekolah yang tergabung dalam American School Counselor Association (ASCA), menunjukkan bahwa dari 39 macam kegiatan yang berkaitan dengan asesmen, hanya 9 kegiatan yang dilakukan lebih dari 80% responden. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kurangnya kemampuan guru BK dalam melaksanakan tugasnya, tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga guru BK di tingkat internasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi guru BK adalah melalui pelatihan. Kegiatan pelatihan yang selama ini dilaksanakan masih dalam bentuk tatap muka atau konvensional, dimana guru bertemu langsung dengan fasilitator pelatihan. Penelitian yang dilakukan oleh Widodo, et al. (2006) terungkap bahwa pelatihan yang konvensional berhadapan dengan beberapa permasalahan terkait kemampuan pemberi layanan dan kondisi geografis Indonesia. Jumlah guru yang harus mendapatkan layanan peningkatan kompetensi jauh lebih besar dibanding dengan lembaga-lembaga penyelenggara pelatihan. Akibatnya hanya sedikit sekali guru yang mendapatkan kesempatan mengikuti program pelatihan. Bahkan banyak guru yang belum berkesempatan mengikuti kegiatankegiatan dalam rangka peningkatan kompetensinya. Apabila sistem pelatihan dan kegiatan sejenis masih menggunakan model konvensional niscaya peningkatan kompetensi guru akan sulit dicapai secara menyeluruh. Berdasarkan paparan latar belakang masalah tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana mengatasi kendala pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru BK. Adapun tujuannya mendapatkan solusi terhadap kendala pelatihan agar program peningkatan kompetensi guru BK dapat efesien dan efektif. Manfaat yang dapat diperoleh yaitu memberikan sumbangan terhadap upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru BK agar upaya tersebut dapat berhasil guna. B. Metode Metode yang digunakan adalah kajian pustaka, yaitu mengkaji teori-teori dan hasil penelitian yang terkait dengan variabel yang dibahas dalam makalah ini, dengan cara menghimpun pustaka dan hasil penelitian yang relevan, menelaah, menganalisis, mensintesis, menilai dan menemukan ide atau gagasan baru. C. PEMBAHASAN 1. Manajemen Pelatihan Manajemen merupakan suatu sistem dan memiliki komponen. Menurut Terry (1977:4) “Management is a distinc process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling, perfomed to determine and accomplish stated objectives by the use of human 2 beings and other resources.” (Manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaransasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lain). Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upaya terbaiknya melalui tindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu bidang garapan manajemen adalah manajemen sumber daya manusia. Mondy and Noe (2005) memaparkan bahwa pengembangan SDM merupakan salah satu fungsi utama dalam manajemen SDM, antara lain melalui pelatihan. Marwansyah (2010) menjelaskan bahwa terdapat sejumlah fungsi manajemen sumber daya manusia, yakni perencanaan, rekrutmen dan seleksi, pengembangan, kompensasi, keselamatan dan kesehatan kerja, hubungan industrial, dan penelitian sumber daya manusia. Pendapat tersebut sejalan dengan Noe (2010:5) yang menjelaskan bahwa praktik manajemen sumber daya manusia meliputi aktivitas menganalisis dan merancang pekerjaan, menetapkan kebutuhan sumber daya, menarik karyawan yang potensial, memilih karyawan, mengajarkan kepada karyawan tentang cara melaksanakan pekerjaan dan mempersiapkan mereka di masa akan datang, pemberian penghargaan atau kompensasi, mengevaluasi kinerja karyawan, serta menciptakan lingkungan kerja yang positif. Pelatihan Guru BK merupakan upaya yang direncanakan untuk meningkatkan kompetensi Guru BK meliputi kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. Melalui pelatihan tersebut diharapkan Guru BK memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan tugasnya seperti melakukan analisis kebutuhan siswa, menyusun program BK, melaksanakan program, mengadministrasikan kegiatan layanan dan mengevaluasi program yang telah dilaksanakan. Penyusunan program pelatihan perlu disiapkan secara matang oleh tenaga yang berwenang dengan bantuan tenaga ahli dalam bidangnya. Proses perancangan pelatihan perlu mengacu pada pendekatan sistematis untuk mengembangkan program pelatihan. Noe, et al (2010) menyajikan enam langkah proses perancangan pelatihan yaitu: (1) penilaian kebutuhan yang meliputi analisis organisasi, analisis individu dan analisis tugas; (2) memastikan para karyawan untuk pelatihan dengan melihat sikap-sikap dan motivasinya serta keterampilan-keterampilan dasar; (3) menciptakan lingkungan pembelajaran meliputi identifikasi tujuan-tujuan pembelajaran dan hasil-hasil pelatihan, materi, praktik, umpan balik, pengamatan terhadap orang lain dan mengatur serta mengkoordinasikan program; (4) memastikan pergantian pelatihan yaitu strategi manajemen diri dan dukungan dari rekan kerja dan manajer; (5) memilih metode-metode pelatihan dan (6) mengevaluasi program pelatihan yaitu identifikasi hasil-hasil pelatihan dan perancangan evaluasi serta analisis manfaat biaya. Pelatihan akan berhasil dengan baik apabila menggunakan metode yang tepat. Metode yang dapat digunakan dalam pelatihan guru yaitu On-The-Job Training yatitu pelatihan yang dilaksanakan di tempat kerja sesungguhnya dan Off-The-Job Training yaitu pelatihan yang memberikan kepada individu-individu keahlian dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menunaikan pekerjaan pada waktu yang terpisah dari waktu kerja reguler mereka. (Simamora, 2006; Handoko, 2008:110). 2. E-learning dan E-training Metode pelatihan yang sering digunakan dalam meningkatkan profesionalitas guru adalah off-the-job training. Teknik yang selama ini digunakan dalam pelatihan adalah dalam bentuk tatap muka, sehingga model pelatihan ini diperhadapkan pada masalah yaitu guru harus meninggalkan sekolah dan 3 and just-in-time learning; (3) Fast distribution and dissemination of new information to many people; (4) Adaptive learning; (5) Multimedia and interactive learning is motivating and ensures learning success; (6) Not only result but the whole learning process can be supervised and the learner’s performance and progress tracked.” Pendapat Dietinger tersebut dapat dipahami bahwa e-learning memiliki beberapa kelebihan yaitu proses pembelajaran tidak tergantung pada tempat pembelajaran sehingga pembelajaran dapat dilaksakan dimana saja dan di tempat yang berbeda-beda, pendistribusian dan penyebaran informasi baru kepada banyak orang secara cepat karena didistribusikan secara digital yang hanya membutuhkan waktu beberapa detik saja dalam mendistribusikannya, dapat menerapkan pembelajaran adaptif dimana peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatanya masingmasing, sesuai dengan gaya belajarnya dan sesuai dengan waktu yang dimilikinya. Keuntungan lain e-learning adalah dapat menyajikan model pembelajaran berbasis multimedia dan interaktif yang dapat memotivasi peserta didik dalam belajar, supervisi tidak hanya dapat melalui hasil yang dicapai namun selama proses pembelajaran, kemajuan serta performa peserta didik. E-training merupakan proses pelatihan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memediasi kegiatan-kegiatan belajar mengajar baik synchronous maupun yang asynchronous. Pelatihan secara online dapat mengurangi biaya dan sangat efektif karena pelatihan tidak terikat pada waktu dan tempat tertentu. Guru dapat secara fleksibel mengatur waktu mereka sendiri dalam mengikuti pelatihan dan tidak harus pergi ke suatu tempat untuk mengikuti pelatihan tersebut. Pertanyaannya adalah, mungkinkah e-training diterapkan untuk guru-guru BK di Indonesia? Hasil penelitian Kurnaningsih (2012) yang dilaksanakan di SMP, SMA dan SMK di Salatiga menunjukkan bahwa kemam- meninggalkan tugas-tugas mereka, jarak pelatihan yang jauh dari tempat kerja, dan kesempatan yang sangat terbatas bagi guru untuk mengikuti pelatihan. Teknik lain yang dapat digunakan dalam off-the-job training adalah pelatihan melalui internet atau sering juga disebut e-training. E-training dikembangkan berdasarkan konsep dasar Elearning atau online learning yang mengacu pada instruksi atau pengiriman materi pembelajaran oleh komputer melalui internet atau intranet. E-learning atau electronic learning adalah proses pembelajaran yang memanfaatkan segala media elektronik khususnya internet. Naidu (2006:10) menjelaskan bahwa: “E-learning is commonly referred to the intentional use of networked information and communications technology in teaching and learning. A number of other terms are also used to describe this mode of teaching and learning. They include online learning, virtual learning, distributed learning, network and webbased learning. Fundamentally, they all refer to educational processes that utilize information and communications technology to mediate asynchronous as well as synchronous learning and teaching activities.” Pendapat tersebut mengandung arti bahwa e-learning merupakan proses pendidikan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memediasi kegiatankegiatan belajar mengajar baik synchronous maupun yang asynchronous. Model synchronous menunjuk pada pembelajaran berbantuan TIK yang dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan, sedang asynchronous merupakan proses pembelajaran yang dilaksanakan dalam waktu yang tidak harus bersamaan. Penggunaan model asynchronous dalam pelatihan lebih menguntungkan bagi guru karena memungkinkan guru dapat belajar sesuai dengan waktu atau kesempatan yang dimilikinya. Dietinger (2003:23) menjelaskan keuntungan e-learning adalah: “(1) Independence of learning place; (2) Free choice of learning time and speed 4 puan guru BK dalam menggunakan komputer dan internet untuk mengakses informasi berada pada kategori sangat tinggi. Semua sekolah sudah memiliki fasilitas komputer dan internet, serta sebagian besar guru BK memiliki fasilitas komputer atau laptop dan internet di rumahnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada potensi pelaksanaan pelatihan guru melalui internet. Effendi dan Zhuang (2005:4) memaparkan bahwa meningkatnya penggunaan internet sekitar 100% setiap tahun memberikan andil cukup besar dalam kemajuan penggunaan e-learning. Soekartawi (2007:13) memaparkan bahwa e-training menjadi salah satu pilihan untuk meningkatkan karir, baik mereka yang ingin belajar tetapi tidak punya waktu atau mereka yang ingin belajar tetapi lokasi tempat tinggalnya berjauhan dengan sumber belajar. Effendi dan Zuang (2005:2) menjelaskan bahwa praktik pelatihan yang masih konvensional tidak mampu menyediakan pelatihan yang dibutuhkan karyawan secara efektif. Mereka masih berjuang dengan keterbatasan dana, jumlah pelatih, waktu dan fasilitas ruang kelas. Salah satu bagian e-learning adalah materi pelatihan yang akan disajikan sesuai dengan kebutuhan peserta. Dalam hal ini, diperlukan desain instruksional yang baik agar sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam program pelatihan. Desain materi untuk e-learning tentu berbeda dengan desain untuk pembelajaran di kelas. E-learning pada produk akhir berupa naskah atau storyboard yang berisi apapun yang terjadi di layar komputer dan materi yang menawarkan beberapa fungsi berbeda dibandingkan dengan pelatihan di kelas. Effendi dan Zhuang (2005:94) menjelaskan bahwa beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain materi pelatihan e-learning adalah tampilan, interaksi, kontrol, bentuk dan susunan. Tampilan meliputi: (1) Background atau latar belakang yang ditampilkan harus menarik secara visual, tetapi jangan sampai mengganggu konsentrasi pembelajar. Oleh karena itu perlu dipilih gambar yang halus dan warna yang tidak terlalu kuat atau mencolok agar tidak mengganggu tulisan di materi pelatihan. Warna yang kuat akan membuat silau dan melelahkan mata; (2) Apabila dilengkapi dengan grafik, dapat dibuat grafis 2 dimensi atau 3 dimensi. Perlu dibuat berwarna yang menarik dan bila bisa membuat grafik yang 3 dimensi dapat menambah kesan hidup dan dekat dengan peserta. Untuk menambah kesan dekat dengan dunia nyata, dapat ditambahkan foto sehingga peserta akan merasa pelatihan benar-benar dapat diaplikasikan; (3) Kesan mendalam dan natural terhadap materi pelatihan dapat ditimbulkan oleh suara baik musik, suara narator atau original sound. Untuk memberikan hasil terbaik, dapat menggunakan video karena video akan memberikan gambar hidup yang menampilkan kondisi nyata materi yang dipelajari, menmpilkan animasi, suara, musik dan original sound sekaligus. Interaksi atau hubungan timbal balik sangat diperlukan dalam proses pembelajaran atau pelatihan, baik interaksi antara fasilitator dengan peserta maupun peserta dengan peserta. Interaksi akan memudahkan penguasaan terhadap materi yang dipelajari serta memberikan kegiatan yang bervariasi sehingga peserta tidak bosan. Interaksi dalam e-learning dapat dibuat dengan berbagai variasi tampilan dan kegiatan bagi pembelajar sehingga pembelajar dapat melakukan respon, inisiatif, bertanya, bahkan sharing pengalaman dengan peserta lain. Kontrol. Pembelajaran berbasis elearning menuntut kemandirian belajar yang tinggi sehingga pembelajar harus dapat mengontrol kecepatan belajarnya sendiri. Agar peserta pelatihan dapat mengontrol kecepatan belajarnya sendiri dan urutan materi yang harus dipelajari ataupun tugas-tugas yang harus dikerjakan, dapat dilakukan mekanisme: (a) MENU, menyediakan topik-topik atau pokok bahasan yang akan dipelajari peserta beserta urutan-urutan atau alurnya. Peserta dapat memilih topik yang akan dipelajari, mana yang akan diulangi, mana yang akan dilewati karena 5 sudah menguasai topik tersebut; (b) PANEL atau user interface, dalam menyajikan suatu topik atau pokok bahasan, harus ada panel untuk mengontrol maju mundurnya halaman. Materi harus dilengkapi pula dengan tombol panel dimana peserta akan berhenti sementara dan keluar dari pembelajaran kapanpun; (c) HELP, akan menolong peserta apabila tidak mengetahui tombol yang harus ditekan dengan melihat menu help atau pertolongan dengan menekan tombol help atau tanda tanya. Bentuk. Materi e-learning dapat dikembangkan dengan berbagai macam bentuk agar menarik dan tidak membosankan peserta pelatihan. Kemasan materi tersebut dapat berupa bacaan/teks, simulasi, permainan, animasi, video dan kemasan lainnya yang membuat e-learning menjadi mudah dipahami dan menyenangkan. pendidikan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. Kompetensi yang harus dimiliki atau dikuasai oleh seseorang untuk melaksanakan pekerjaan tertentu, dirumuskan dalam suatu standar yang merupakan patokan atau ukuran yang digunakan untuk mengetahui kompetensi seseorang. Standar kompetensi konselor menurut Suparlan (2005:93) adalah suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan seorang konselor agar berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai dengan bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan. National Association for College Admission Counseling (2000) mengemukakan pernyataan tentang kompetensi konselor yang dijabarkan dalam 8 (delapan) rumusan kompetensi. Dalam rumusan tersebut diungkapkan bahwa seorang konselor hendaknya menguasai kompetensi dalam memberikan layanan konseling dan memiliki keterampilan berkomunikasi, membantu pengembangan prestasi siswa, memfasilitasi siswa agar dapat berkembang optimal, memahami dan memberikan layanan berdasarkan perbedaan budaya, menampilkan perilaku etis, profesional dan bertanggung jawab, kemampuan mengembangkan, mengumpulkan, menganalisa dan menginterpretasi data, melakukan advokasi, serta menyusun program bimbingan secara keseluruhan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK), menjelaskan bahwa kompetensi konselor ditata ke dalam 4 (empat) kompetensi pendidikan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 (Depdiknas 2008:7). Oleh karena itu, rumusan kompetensi konselor secara utuh dapat dipetakan dan dirumuskan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Dasar yang menjadi acuan peningkatan kompetensi guru BK adalah rumusan yang ada dalam SKAKK ini, 3. Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling Richard E. Boyatzis, 1982:23; Klemp, 1980 (dalam Sudarmanto, 2009:46) menjelaskan bahwa kompetensi adalah karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan kinerja unggul dan effektif di dalam pekerjaan. Pendapat tersebut mengandung makna bahwa kompetensi berkaitan dengan karakteristik-karakteristik yang dimiliki individu yang menentukan kualitas kinerja seseorang. Semakin baik karakteristik yang dimiliki, semakin baik kinerja seseorang. Menurut Finch & Crunkilton, 1972 (dalam Mulyasa, 2004:38) kompetensi adalah penguasaan terhadap tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan karakteristik pribadi seperti perilaku, motivasi, pola pikir, merasa, bertindak dan karakteristik lainnya yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan yang dapat diukur dengan standar tertentu. Kompetensi bukan kondisi yang dibawa sejak lahir namun dapat ditingkatkan melalui proses 6 sehingga dalam merencanakan program pelatihan, hal yang harus diperhatikan adalah mengetahui penguasaan kompetensi konselor sesuai dengan SKAKK. Analisis kebutuhan pelatihan dapat dilakukan melalui uji kompetensi untuk mengetahui kelemahan-kelemahan penguasaan pada kompetensi tertentu. Berdasarkan kelemahan tersebut, dirancang topik-topik dan materi pelatihan untuk meningkatkan penguasaan kompetensi pada guru. Berdasarkan kajian teori dan hasil penelitian tersebut, salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru BK adalah melalui pelatihan dengan menggunakan internet atau E-training. E-training dapat dilaksanakan mengingat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat tersebar luas dan meningkatnya penggunaan internet yang mencapai 100% setiap tahun. Di samping itu, saat ini sebagian besar guru sudah mampu menggunakan komputer dan mengakses informasi melalui internet, dan sebagian besar sekolah sudah mempunyai fasilitas komputer yang terhubung dengan internet. Pelaksanaan e-training dapat efesien dan efektif apabila dilakukan manajemen yang baik. Manajemen etraining dilakukan dengan optimalisasi fungsi-fungsi manajemen pelatihan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Kegiatan pada perencanaan meliputi: (1) identifikasi kebutuhan pelatihan; (2) merumuskan tujuan pelatihan; (3) mengembangkan silabus dan rencana pelaksanaan pelatihan; (4) mengembangkan WEB pelatihan; (5) mengembangkan panduan dan (6) merencanakan biaya pelatihan. Pada kegiatan pengorganisasian perlu dilakukan pengorganisasian panitia, peserta, fasilitator, administrator WEB pelatihan, dan sarana prasarana. Pelaksanaan e-tranining terdiri dari: (1) kegiatan pra-pelatihan; (2) pelaksanaan; (3) kegiatan pasca pelatihan. Kegiatan monitoring dilaksanakan selama kegiatan pelatihan berlangsung, sedang- kan evaluasi dilakukan untuk proses dan hasil pelatihan. Pengembangan WEB e-training perlu memperhatikan aspek-aspek tampilan, interaksi, kontrol dan bentuk. Tampilan WEB dibuat menarik dengan gambar-gambar, foto, grafik, serta warna yang sesuai. Pada aspek interaksi, meskipun pelatihan dilakukan secara online, perlu memanfaatkan fasilitas yang menyediakan terjadinya interaksi antara fasilitator dengan peserta dan peserta dengan peserta. Bentuk materi yang disajikan dibuat bervariasi agar menarik dan tidak membosankan. D. Kesimpulan Banyak guru BK belum menguasai kompetensi yang dipersyaratkan seperti yang dirumuskan dalam Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Upaya untuk meningkatkan kompetensi guru BK sudah banyak dilakukan, namun masih banyak menemui kendala-kendala, terutama kendala waktu, kesempatan, tempat dan biaya pelatihan. Untuk mengatasi kendala tersebut, ada solusi yang dapat dilakukan yaitu penggunaan internet dalam pelatihan atau e-training atau pelatihan secara online, dimana guru dan fasilitator tidak harus bertemu secara tatap muka, namun menggunakan fasilitas internet. Penggunaan internet dalam pelatihan akan memberikan kesempatan yang lebih luas, belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing, belajar di tempat kerja tanpa meninggalkan tugastugas sekolah dan waktu belajar yang lebih fleksibel. Agar e-training dapat dilaksanakan secara efesien dan efektif, perlu dilakukan manajemen yang baik, dengan menggunakan fungsi-fungsi manajemen pelatihan. Fasilitas yang perlu disiapkan dalam e-training adalah WEB pelatihan yang pengembangannya perlu memperhatikan aspek-aspek tampilan, interaksi, kontrol dan bentuk. Daftar Pustaka Dietinger, Thomas. 2003. Aspects of ELearning Environments. 7 Dissertation for the Award of the Academic Degree Doctor of Technical Sciences at Graz University of Technology. Austria: Institute for Information Processing and Computer Supported New Media (IICM). Kurnaningsih, Yari Dwi. 2012. Kemampuan Guru BK dalam Menggunakan Teknologi Informasi dan komunikasi. Salatiga: Prodi Bimbingan dan Konseling UKSW. Marwansyah. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi kedua. Bandung: Alfabeta. Depdiknas. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Jakarta: Depdiknas. Moeni, Hosein. 2008. “Identifying Needs: A Missing Part in Teacher Training Program.” International Journal of Media, Technology and Lifelong Learning. 4 (1): 1-12. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan 2012. Hasil Uji Kompetensi Guru BK. http.www.Kemendikbud.go.id Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep. Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Effendi, Empy dan Hartono Zhuang. 2005. E-learning, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset. Naidu, Ekstrom, Ruth B, et al. 2004. A Survey of Assessment and Evaluation Activities School Counselors. Professional School counseling, 10962409, Oct2004, Vol. 8, Issue 1. Som. 2006. E-learning. A Guidebook of Principles, Procedures and Practices. New Delhi: Commonwealth Educational Media Center for Asia. NACAC. 2000. Statement on Counselor Competencies. Alexandria: National Association for College Admission Counseling. Hajati, Kartika. 2010. Model Program Peningkatan Kompetensi Konselor Sekolah Menengah Atas Berbasis Standar Kompetensi Konselor Indonesia. Disertasi. Tidak diterbitkan. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Nedler, L. 1982. Designing Training Programs: The Critical Events Model. Philippines: AddisonWesley Publishing Company, Inc. Handoko, Hani. 2008. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UGM. Noe, Raymond. A. et al. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Mencapai Keunggulan Bersaing. Translated by Wijaya, D. 2010. Jakarta: Salemba Empat. Prayitno. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Kurnaningsih, Yari Dwi. 2010. Perbedaan Kinerja Guru BK yang sudah Sertifikasi dengan yang Belum Sertifikasi. Salatiga: Prodi Bimbingan dan Konseling UKSW. 8 Simamora, Henry.2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jogyakarta: Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Sudarmanto. 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM. Teori, Dimensi Pengukuran, dan Implementasi dalam Organisasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soekartawi.2007. Merancang dan Menyelenggarakan E-learning. Yogyakarta: Ardana Media. Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat. Terry dan Leslie. 2009. Dasar-Dasar Manajemen. Translated by G.A. Ticoalu. Jakarta: Bumi Aksara. Usman, Husaini. 2009. Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Widodo, A. (2010). Peningkatan Profesionalisme Guru Biologi: Permasalahan dan Alternatif Solusi. Bandung: FPMIPA UPI. 9