MANAJEMEN E-TRAINING UNTUK MENINGKATKAN

advertisement
(8) monitoring online, (9) evaluasi proses
dan hasil secara online.
MANAJEMEN E-TRAINING UNTUK
MENINGKATKAN KOMPETENSI
GURU BIMBINGAN DAN KONSELING
Kata kunci: manajemen pelatihan,
e-learning, e-training, kompetensi guru
BK
Dra. Yari Dwikurnaningsih, M.Pd.
[email protected]
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan ditentukan oleh
banyak hal, seperti kurikulum, sarana
prasarana, dukungan orang tua dan
masyarakat, maupun political will dari
pemerintah. Namun guru sebagai ujung
tombak pendidikan merupakan pihak
yang dianggap paling menentukan. Guru
dianggap sebagai faktor yang paling
banyak mempengaruhi mutu pendidikan
agar dapat menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Oleh karena
itu, muncul berbagai usaha untuk meningkatkan profesionalitas guru, termasuk di dalamnya Guru Bimbingan dan
Konseling. Bimbingan dan konseling
sebagai bagian integral dari kegiatan
pendidikan dalam setiap satuan pendidikan sehingga kegiatan layanan BK
tidak terlepas dari kegiatan unsur atau
bidang pendidikan lainnya. Layanan
bimbingan dan konseling dilaksanakan
sebagai upaya membantu siswa agar
berkembang optimal dan dapat menyesuaikan diri, serta dapat mengaktualisasikan kemampuan-kemampuannya
(Prayitno, 1994:241). Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam
proses pendidikan secara fungsional
sangat menentukan. Layanan bimbingan
dan konseling yang dilaksanakan dengan
baik akan memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap pencapaian tujuantujuan pendidikan. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling merupakan jantung
pelaksanaan pendidikan, karena layanan
bimbingan dan konseling merupakan
pusat dan nadi berlangsungnya proses
pendidikan (Suherman, dkk, 2008:viii).
Sasaran layanan bimbingan dan
konseling adalah totalitas kehidupan
psikologis siswa. Melalui layanan bimbingan dan konseling, Guru BK berupaya
membantu siswa untuk meminimalkan
hambatan-hambatan psikologis, sehingga ia dapat mengembangkan dirinya se-
ABSTRACT
Beberapa hasil penelitian menunjukkan,
masih banyak guru BK yang kurang
profesional dan kualitas kinerja yang
kurang memuaskan. Hasil Uji Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling
(Guru BK) oleh Kemendikbud tahun
2012, rata-rata skor uji kompetensi guru
BK pada aras nasional adalah 45. Salah
satu upaya meningkatkan kompetensi
guru adalah melalui pelatihan. Pelatihan
untuk guru, sebagian besar masih
dilaksanakan secara konvensional, yang
memiliki banyak kelemahan dan kendala.
Makalah ini disusun berdasarkan kajian
terhadap beberapa hasil penelitian
tingkat internasional dan nasional, serta
kajian teori tentang kompetensi guru BK,
manajemen pelatihan serta e-learning.
Tujuan yang ingin dicapai adalah
mendapatkan solusi terhadap kendala
pelatihan agar program peningkatan
kompetensi guru BK dapat efesien dan
efektif. Hasil kajian ini menemukan satu
solusi yaitu pelatihan berbasis e-learning
atau e-training. E-training merupakan
bentuk pelatihan berbasis WEB yang
bisa diakses melalui internet sehingga
pembelajar dapat belajar secara on-line
ditempat
mereka
masing-masing.
E-training memungkinkan guru-guru
mengikuti pelatihan tanpa harus secara
fisik pergi ke tempat pelatihan, tidak
meninggalkan tugas-tugas di sekolahnya, dapat belajar tanpa terikat waktu
dan dapat belajar sesuai kecepatan
mereka masing-masing serta efesien.
Manajemen pelatihan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi. Desain pelatihan memperhatikan prinsip-prinsip: (1)
pembuatan naskah atau storyboard; (2)
tampilan; (3) interaksi; (4) kontrol; (5)
bentuk; (6) susunan; (7) materi pelatihan;
1
cara optimal. Mengingat pentingnya peran bimbingan dan konseling dalam
membantu siswa mencapai tugas-tugas
perkembangan-nya, diperlukan Guru BK
yang menguasai kompetensi Guru BK
sehingga mampu menjalankan tugasnya
secara profesional.
Pada sisi lain, beberapa penelitian
menunjukkan guru BK kurang profesional. Penelitian yang dilakukan oleh
Murad (2005), banyak ketidakpuasan
pengguna layanan konseling ditujukan
pada kinerja guru pembimbing yang tidak
profesional. Kurnaningsih (2010) menyimpulkan dari hasil penelitiannya
bahwa kinerja guru BK di suatu kota di
Jawa Tengah, yang diukur dari pelaksanaan tugasnya, 59,6% Guru BK
memiliki kinerja sedang, agak rendah
dan rendah. Hajati (2010) memaparkan
hasil penelitiannya terhadap Guru Bimbingan dan Konseling di wilayah Jakarta
Timur bahwa sebagian besar konselor
sekolah kurang menguasai kompetensi
teoritik pada keseluruhan rumpun
kompetensi.
Bukti lain yang menunjukkan
kurangnya profesionalitas guru BK
adalah hasil Uji Kompetensi bagi Guru
Bimbingan dan Konseling bersertifikat
pendidik, yang diselenggarakan oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
pada tahun 2012, pada aras nasional
diperoleh rerata skor 45. Penelitian lain
yaitu penelitian yang dilakukan Ekstrom,
et al (2004) terhadap 600 konselor
sekolah yang tergabung dalam American
School Counselor Association (ASCA),
menunjukkan bahwa dari 39 macam
kegiatan yang berkaitan dengan asesmen, hanya 9 kegiatan yang dilakukan
lebih dari 80% responden. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
kurangnya kemampuan guru BK dalam
melaksanakan tugasnya, tidak hanya
terjadi di Indonesia tetapi juga guru BK di
tingkat internasional.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi guru BK adalah melalui
pelatihan. Kegiatan pelatihan yang selama ini dilaksanakan masih dalam bentuk
tatap muka atau konvensional, dimana
guru bertemu langsung dengan fasilitator
pelatihan. Penelitian yang dilakukan oleh
Widodo, et al. (2006) terungkap bahwa
pelatihan yang konvensional berhadapan
dengan beberapa permasalahan terkait
kemampuan pemberi layanan dan
kondisi geografis Indonesia. Jumlah guru
yang harus mendapatkan layanan
peningkatan kompetensi jauh lebih besar
dibanding dengan lembaga-lembaga penyelenggara pelatihan. Akibatnya hanya
sedikit sekali guru yang mendapatkan
kesempatan mengikuti program pelatihan. Bahkan banyak guru yang belum
berkesempatan
mengikuti
kegiatankegiatan dalam rangka peningkatan
kompetensinya. Apabila sistem pelatihan
dan kegiatan sejenis masih menggunakan model konvensional niscaya
peningkatan kompetensi guru akan sulit
dicapai secara menyeluruh.
Berdasarkan
paparan
latar
belakang masalah tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini adalah bagaimana mengatasi kendala pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru BK. Adapun
tujuannya mendapatkan solusi terhadap
kendala pelatihan agar program peningkatan kompetensi guru BK dapat efesien
dan efektif. Manfaat yang dapat diperoleh yaitu memberikan sumbangan terhadap
upaya-upaya
yang
dapat
dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru BK agar upaya tersebut
dapat berhasil guna.
B. Metode
Metode yang digunakan adalah kajian
pustaka, yaitu mengkaji teori-teori dan
hasil penelitian yang terkait dengan
variabel yang dibahas dalam makalah ini,
dengan cara menghimpun pustaka dan
hasil penelitian yang relevan, menelaah,
menganalisis, mensintesis, menilai dan
menemukan ide atau gagasan baru.
C. PEMBAHASAN
1. Manajemen Pelatihan
Manajemen
merupakan
suatu
sistem dan memiliki komponen. Menurut
Terry (1977:4) “Management is a distinc
process
consisting
of
planning,
organizing, actuating, and controlling,
perfomed to determine and accomplish
stated objectives by the use of human
2
beings
and
other
resources.”
(Manajemen merupakan sebuah proses
yang khas, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan, yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaransasaran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber-sumber lain). Manajemen mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan,
dilakukan oleh individu-individu yang
menyumbangkan upaya terbaiknya melalui
tindakan-tindakan
yang
telah
ditetapkan sebelumnya.
Salah
satu
bidang
garapan
manajemen adalah manajemen sumber
daya manusia. Mondy and Noe (2005)
memaparkan bahwa pengembangan
SDM merupakan salah satu fungsi utama
dalam manajemen SDM, antara lain
melalui pelatihan. Marwansyah (2010)
menjelaskan bahwa terdapat sejumlah
fungsi manajemen sumber daya manusia, yakni perencanaan, rekrutmen dan
seleksi, pengembangan, kompensasi,
keselamatan dan kesehatan kerja,
hubungan industrial, dan penelitian sumber daya manusia. Pendapat tersebut
sejalan dengan Noe (2010:5) yang menjelaskan bahwa praktik manajemen
sumber daya manusia meliputi aktivitas
menganalisis dan merancang pekerjaan,
menetapkan kebutuhan sumber daya,
menarik karyawan yang potensial, memilih karyawan, mengajarkan kepada
karyawan tentang cara melaksanakan
pekerjaan dan mempersiapkan mereka
di masa akan datang, pemberian penghargaan atau kompensasi, mengevaluasi
kinerja karyawan, serta menciptakan
lingkungan kerja yang positif.
Pelatihan Guru BK
merupakan
upaya yang direncanakan untuk meningkatkan kompetensi Guru BK meliputi
kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial. Melalui pelatihan
tersebut diharapkan Guru BK memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan
tugasnya seperti melakukan analisis
kebutuhan siswa, menyusun program
BK, melaksanakan program, mengadministrasikan kegiatan layanan dan
mengevaluasi program yang telah
dilaksanakan.
Penyusunan
program pelatihan
perlu disiapkan secara matang oleh tenaga yang berwenang dengan bantuan
tenaga ahli dalam bidangnya. Proses
perancangan pelatihan perlu mengacu
pada pendekatan sistematis untuk
mengembangkan program pelatihan.
Noe, et al (2010) menyajikan enam
langkah proses perancangan pelatihan
yaitu: (1) penilaian kebutuhan yang
meliputi analisis organisasi, analisis individu dan analisis tugas; (2) memastikan
para karyawan untuk pelatihan dengan
melihat sikap-sikap dan motivasinya
serta keterampilan-keterampilan dasar;
(3) menciptakan lingkungan pembelajaran meliputi identifikasi tujuan-tujuan
pembelajaran dan hasil-hasil pelatihan,
materi, praktik, umpan balik, pengamatan
terhadap orang lain dan mengatur serta
mengkoordinasikan
program;
(4)
memastikan pergantian pelatihan yaitu
strategi manajemen diri dan dukungan
dari rekan kerja dan manajer; (5) memilih
metode-metode pelatihan dan (6)
mengevaluasi program pelatihan yaitu
identifikasi hasil-hasil pelatihan dan perancangan evaluasi serta analisis manfaat biaya. Pelatihan akan berhasil
dengan baik apabila menggunakan
metode yang tepat. Metode yang dapat
digunakan dalam pelatihan guru yaitu
On-The-Job Training yatitu pelatihan
yang dilaksanakan di tempat kerja
sesungguhnya dan Off-The-Job Training
yaitu pelatihan yang memberikan kepada
individu-individu
keahlian
dan
pengetahuan yang mereka butuhkan
untuk menunaikan pekerjaan pada waktu
yang terpisah dari waktu kerja reguler
mereka. (Simamora, 2006; Handoko,
2008:110).
2. E-learning dan E-training
Metode pelatihan yang sering
digunakan dalam meningkatkan profesionalitas guru adalah off-the-job training.
Teknik yang selama ini digunakan dalam
pelatihan adalah dalam bentuk tatap
muka, sehingga model pelatihan ini
diperhadapkan pada masalah yaitu guru
harus meninggalkan sekolah
dan
3
and just-in-time learning; (3) Fast
distribution and dissemination of new
information to many people; (4) Adaptive
learning; (5) Multimedia and interactive
learning is motivating and ensures
learning success; (6) Not only result but
the whole learning process can be
supervised
and
the
learner’s
performance and progress tracked.”
Pendapat Dietinger tersebut dapat
dipahami bahwa e-learning memiliki
beberapa
kelebihan
yaitu
proses
pembelajaran tidak tergantung pada
tempat pembelajaran sehingga pembelajaran dapat dilaksakan dimana saja dan
di tempat yang berbeda-beda, pendistribusian dan penyebaran informasi baru
kepada banyak orang secara cepat
karena didistribusikan secara digital yang
hanya membutuhkan waktu beberapa
detik saja dalam mendistribusikannya,
dapat menerapkan pembelajaran adaptif
dimana peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatanya masingmasing, sesuai dengan gaya belajarnya
dan sesuai dengan waktu yang dimilikinya. Keuntungan lain e-learning
adalah dapat menyajikan model pembelajaran berbasis multimedia dan interaktif
yang dapat memotivasi peserta didik
dalam belajar, supervisi tidak hanya
dapat melalui hasil yang dicapai namun
selama proses pembelajaran, kemajuan
serta performa peserta didik.
E-training
merupakan
proses
pelatihan yang menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) untuk
memediasi kegiatan-kegiatan belajar
mengajar baik synchronous maupun
yang asynchronous. Pelatihan secara
online dapat mengurangi biaya dan
sangat efektif karena pelatihan tidak
terikat pada waktu dan tempat tertentu.
Guru dapat secara fleksibel mengatur
waktu mereka sendiri dalam mengikuti
pelatihan dan tidak harus pergi ke suatu
tempat untuk mengikuti pelatihan tersebut.
Pertanyaannya
adalah,
mungkinkah e-training diterapkan untuk
guru-guru BK di Indonesia? Hasil
penelitian Kurnaningsih (2012) yang
dilaksanakan di SMP, SMA dan SMK di
Salatiga menunjukkan bahwa kemam-
meninggalkan tugas-tugas mereka, jarak
pelatihan yang jauh dari tempat kerja,
dan kesempatan yang sangat terbatas
bagi guru untuk mengikuti pelatihan.
Teknik lain yang dapat digunakan
dalam off-the-job training adalah pelatihan melalui internet atau sering juga
disebut e-training. E-training dikembangkan berdasarkan konsep dasar Elearning atau online learning yang mengacu pada instruksi atau pengiriman
materi pembelajaran oleh komputer
melalui internet atau intranet.
E-learning atau electronic learning
adalah proses pembelajaran yang
memanfaatkan segala media elektronik
khususnya internet. Naidu (2006:10)
menjelaskan bahwa: “E-learning is
commonly referred to the intentional use
of
networked
information
and
communications technology in teaching
and learning. A number of other terms
are also used to describe this mode of
teaching and learning. They include
online
learning,
virtual
learning,
distributed
learning,
network
and
webbased learning. Fundamentally, they
all refer to educational processes that
utilize information and communications
technology to mediate asynchronous as
well as synchronous learning and
teaching activities.” Pendapat tersebut
mengandung arti bahwa e-learning merupakan proses pendidikan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memediasi kegiatankegiatan
belajar
mengajar
baik
synchronous
maupun
yang
asynchronous. Model synchronous menunjuk pada pembelajaran berbantuan
TIK yang dilaksanakan dalam waktu
yang bersamaan, sedang asynchronous
merupakan proses pembelajaran yang
dilaksanakan dalam waktu yang tidak
harus bersamaan. Penggunaan model
asynchronous dalam pelatihan lebih menguntungkan bagi guru karena memungkinkan guru dapat belajar sesuai
dengan waktu atau kesempatan yang
dimilikinya.
Dietinger (2003:23) menjelaskan
keuntungan
e-learning
adalah:
“(1) Independence of learning place; (2)
Free choice of learning time and speed
4
puan guru BK dalam menggunakan
komputer dan internet untuk mengakses
informasi berada pada kategori sangat
tinggi. Semua sekolah sudah memiliki
fasilitas komputer dan internet, serta
sebagian besar guru BK memiliki fasilitas
komputer atau laptop dan internet di
rumahnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada potensi pelaksanaan pelatihan guru melalui internet.
Effendi dan Zhuang (2005:4) memaparkan bahwa meningkatnya penggunaan internet sekitar 100% setiap tahun
memberikan andil cukup besar dalam
kemajuan
penggunaan
e-learning.
Soekartawi
(2007:13)
memaparkan
bahwa e-training menjadi salah satu
pilihan untuk meningkatkan karir, baik
mereka yang ingin belajar tetapi tidak
punya waktu atau mereka yang ingin
belajar tetapi lokasi tempat tinggalnya
berjauhan dengan sumber belajar.
Effendi dan Zuang (2005:2) menjelaskan
bahwa praktik pelatihan yang masih
konvensional tidak mampu menyediakan
pelatihan yang dibutuhkan karyawan
secara efektif. Mereka masih berjuang
dengan keterbatasan dana, jumlah
pelatih, waktu dan fasilitas ruang kelas.
Salah satu bagian e-learning
adalah materi pelatihan yang akan
disajikan sesuai dengan kebutuhan peserta. Dalam hal ini, diperlukan desain
instruksional yang baik agar sesuai
dengan tujuan yang akan dicapai dalam
program pelatihan. Desain materi untuk
e-learning tentu berbeda dengan desain
untuk pembelajaran di kelas. E-learning
pada produk akhir berupa naskah atau
storyboard yang berisi apapun yang
terjadi di layar komputer dan materi yang
menawarkan beberapa fungsi berbeda
dibandingkan dengan pelatihan di kelas.
Effendi
dan
Zhuang
(2005:94)
menjelaskan bahwa beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam mendesain
materi pelatihan e-learning adalah
tampilan, interaksi, kontrol, bentuk dan
susunan.
Tampilan meliputi: (1) Background
atau latar belakang yang ditampilkan
harus menarik secara visual, tetapi
jangan sampai mengganggu konsentrasi
pembelajar. Oleh karena itu perlu dipilih
gambar yang halus dan warna yang tidak
terlalu kuat atau mencolok agar tidak
mengganggu tulisan di materi pelatihan.
Warna yang kuat akan membuat silau
dan melelahkan mata; (2) Apabila
dilengkapi dengan grafik, dapat dibuat
grafis 2 dimensi atau 3 dimensi. Perlu
dibuat berwarna yang menarik dan bila
bisa membuat grafik yang 3 dimensi
dapat menambah kesan hidup dan dekat
dengan peserta. Untuk menambah kesan
dekat dengan dunia nyata, dapat ditambahkan foto sehingga peserta akan merasa pelatihan benar-benar dapat
diaplikasikan; (3) Kesan mendalam dan
natural terhadap materi pelatihan dapat
ditimbulkan oleh suara baik musik, suara
narator atau original sound. Untuk memberikan hasil terbaik, dapat menggunakan video karena video akan memberikan gambar hidup yang menampilkan
kondisi nyata materi yang dipelajari,
menmpilkan animasi, suara, musik dan
original sound sekaligus.
Interaksi atau hubungan timbal
balik sangat diperlukan dalam proses
pembelajaran atau pelatihan, baik
interaksi antara fasilitator dengan peserta
maupun peserta dengan peserta. Interaksi akan memudahkan penguasaan
terhadap materi yang dipelajari serta
memberikan kegiatan yang bervariasi
sehingga peserta tidak bosan. Interaksi
dalam e-learning dapat dibuat dengan
berbagai variasi tampilan dan kegiatan
bagi pembelajar sehingga pembelajar
dapat melakukan respon, inisiatif,
bertanya, bahkan sharing pengalaman
dengan peserta lain.
Kontrol. Pembelajaran berbasis elearning menuntut kemandirian belajar
yang tinggi sehingga pembelajar harus
dapat mengontrol kecepatan belajarnya
sendiri. Agar peserta pelatihan dapat
mengontrol kecepatan belajarnya sendiri
dan urutan materi yang harus dipelajari
ataupun
tugas-tugas
yang
harus
dikerjakan, dapat dilakukan mekanisme:
(a) MENU, menyediakan topik-topik atau
pokok bahasan yang akan dipelajari
peserta beserta urutan-urutan atau
alurnya. Peserta dapat memilih topik
yang akan dipelajari, mana yang akan
diulangi, mana yang akan dilewati karena
5
sudah menguasai topik tersebut; (b)
PANEL atau user interface, dalam menyajikan suatu topik atau pokok bahasan,
harus ada panel untuk mengontrol maju
mundurnya halaman. Materi harus
dilengkapi pula dengan tombol panel
dimana peserta akan berhenti sementara
dan keluar dari pembelajaran kapanpun;
(c) HELP, akan menolong peserta
apabila tidak mengetahui tombol yang
harus ditekan dengan melihat menu help
atau pertolongan dengan menekan tombol help atau tanda tanya.
Bentuk. Materi e-learning dapat
dikembangkan dengan berbagai macam
bentuk
agar menarik
dan tidak
membosankan
peserta
pelatihan.
Kemasan materi tersebut dapat berupa
bacaan/teks,
simulasi,
permainan,
animasi, video dan kemasan lainnya
yang membuat e-learning menjadi
mudah dipahami dan menyenangkan.
pendidikan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia.
Kompetensi yang harus dimiliki
atau dikuasai oleh seseorang untuk
melaksanakan pekerjaan tertentu, dirumuskan dalam suatu standar yang
merupakan patokan atau ukuran yang
digunakan untuk mengetahui kompetensi
seseorang. Standar kompetensi konselor
menurut Suparlan (2005:93) adalah
suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan
pengetahuan dan perbuatan seorang
konselor agar berkelayakan untuk
menduduki jabatan fungsional sesuai
dengan bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan.
National Association for College
Admission Counseling (2000) mengemukakan pernyataan tentang kompetensi
konselor yang dijabarkan dalam
8
(delapan) rumusan kompetensi. Dalam
rumusan tersebut diungkapkan bahwa
seorang konselor hendaknya menguasai
kompetensi dalam memberikan layanan
konseling dan memiliki keterampilan
berkomunikasi, membantu pengembangan prestasi siswa, memfasilitasi
siswa agar dapat berkembang optimal,
memahami dan memberikan layanan
berdasarkan perbedaan budaya, menampilkan perilaku etis, profesional dan
bertanggung jawab, kemampuan mengembangkan, mengumpulkan, menganalisa dan menginterpretasi data,
melakukan advokasi, serta menyusun
program bimbingan secara keseluruhan.
Peraturan
Menteri
Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor
(SKAKK), menjelaskan bahwa kompetensi konselor ditata ke dalam 4 (empat)
kompetensi pendidikan sebagaimana
tertuang dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19/2005 (Depdiknas 2008:7).
Oleh karena itu, rumusan kompetensi
konselor secara utuh dapat dipetakan
dan dirumuskan ke dalam kompetensi
pedagogik, kepribadian, sosial dan
profesional.
Dasar yang menjadi acuan peningkatan kompetensi guru BK adalah
rumusan yang ada dalam SKAKK ini,
3. Kompetensi Guru Bimbingan dan
Konseling
Richard E. Boyatzis, 1982:23;
Klemp, 1980 (dalam Sudarmanto,
2009:46) menjelaskan bahwa kompetensi adalah karakteristik-karakteristik
yang berhubungan dengan kinerja
unggul dan effektif di dalam pekerjaan.
Pendapat tersebut mengandung makna
bahwa kompetensi berkaitan dengan
karakteristik-karakteristik yang dimiliki
individu yang menentukan kualitas
kinerja seseorang. Semakin baik karakteristik yang dimiliki, semakin baik kinerja
seseorang. Menurut Finch & Crunkilton,
1972 (dalam Mulyasa, 2004:38) kompetensi adalah penguasaan terhadap
tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi
yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan. Berdasarkan beberapa
pendapat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kompetensi adalah pengetahuan,
keterampilan, sikap dan karakteristik
pribadi seperti perilaku, motivasi, pola
pikir, merasa, bertindak dan karakteristik
lainnya yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan yang dapat diukur
dengan standar tertentu. Kompetensi
bukan kondisi yang dibawa sejak lahir
namun dapat ditingkatkan melalui proses
6
sehingga dalam merencanakan program
pelatihan, hal yang harus diperhatikan
adalah mengetahui penguasaan kompetensi konselor sesuai dengan SKAKK.
Analisis kebutuhan pelatihan dapat
dilakukan melalui uji kompetensi untuk
mengetahui
kelemahan-kelemahan
penguasaan pada kompetensi tertentu.
Berdasarkan kelemahan tersebut, dirancang topik-topik dan materi pelatihan
untuk meningkatkan penguasaan kompetensi pada guru.
Berdasarkan kajian teori dan hasil
penelitian tersebut, salah satu solusi
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru BK adalah
melalui pelatihan dengan menggunakan
internet atau E-training. E-training dapat
dilaksanakan mengingat perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang
sangat cepat tersebar luas dan meningkatnya penggunaan internet yang
mencapai 100% setiap tahun. Di
samping itu, saat ini sebagian besar guru
sudah mampu menggunakan komputer
dan mengakses informasi melalui
internet, dan sebagian besar sekolah
sudah mempunyai fasilitas komputer
yang terhubung dengan internet.
Pelaksanaan
e-training
dapat
efesien dan efektif apabila dilakukan
manajemen yang baik. Manajemen etraining dilakukan dengan optimalisasi
fungsi-fungsi manajemen pelatihan yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
Kegiatan pada perencanaan meliputi:
(1) identifikasi kebutuhan pelatihan;
(2) merumuskan tujuan pelatihan;
(3)
mengembangkan
silabus
dan
rencana
pelaksanaan
pelatihan;
(4) mengembangkan WEB pelatihan;
(5) mengembangkan panduan dan
(6) merencanakan biaya pelatihan. Pada
kegiatan
pengorganisasian
perlu
dilakukan
pengorganisasian panitia,
peserta, fasilitator, administrator WEB
pelatihan, dan
sarana
prasarana.
Pelaksanaan e-tranining terdiri dari:
(1) kegiatan pra-pelatihan; (2) pelaksanaan; (3) kegiatan pasca pelatihan. Kegiatan monitoring dilaksanakan selama
kegiatan pelatihan berlangsung, sedang-
kan evaluasi dilakukan untuk proses dan
hasil pelatihan.
Pengembangan WEB e-training
perlu
memperhatikan
aspek-aspek
tampilan, interaksi, kontrol dan bentuk.
Tampilan WEB dibuat menarik dengan
gambar-gambar, foto, grafik, serta warna
yang sesuai. Pada aspek interaksi,
meskipun pelatihan dilakukan secara
online, perlu memanfaatkan fasilitas
yang menyediakan terjadinya interaksi
antara fasilitator dengan peserta dan
peserta dengan peserta. Bentuk materi
yang disajikan dibuat bervariasi agar
menarik dan tidak membosankan.
D. Kesimpulan
Banyak guru BK belum menguasai
kompetensi yang dipersyaratkan seperti
yang
dirumuskan
dalam
Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor. Upaya untuk meningkatkan
kompetensi guru BK sudah banyak dilakukan, namun masih banyak menemui
kendala-kendala,
terutama
kendala
waktu, kesempatan, tempat dan biaya
pelatihan. Untuk mengatasi kendala
tersebut, ada solusi yang dapat dilakukan yaitu penggunaan internet dalam
pelatihan atau e-training atau pelatihan
secara online, dimana guru dan fasilitator
tidak harus bertemu secara tatap muka,
namun menggunakan fasilitas internet.
Penggunaan internet dalam pelatihan
akan memberikan kesempatan yang
lebih luas, belajar sesuai dengan
kecepatan masing-masing, belajar di
tempat kerja tanpa meninggalkan tugastugas sekolah dan waktu belajar yang
lebih fleksibel. Agar e-training dapat dilaksanakan secara efesien dan efektif,
perlu dilakukan manajemen yang baik,
dengan menggunakan fungsi-fungsi manajemen pelatihan. Fasilitas yang perlu
disiapkan dalam e-training adalah WEB
pelatihan yang pengembangannya perlu
memperhatikan aspek-aspek tampilan,
interaksi, kontrol dan bentuk.
Daftar Pustaka
Dietinger, Thomas. 2003. Aspects of ELearning
Environments.
7
Dissertation for the Award of the
Academic Degree Doctor of
Technical Sciences at Graz
University of Technology. Austria:
Institute
for
Information
Processing
and
Computer
Supported New Media (IICM).
Kurnaningsih,
Yari
Dwi.
2012.
Kemampuan Guru BK dalam
Menggunakan
Teknologi
Informasi
dan
komunikasi.
Salatiga: Prodi Bimbingan dan
Konseling UKSW.
Marwansyah. 2010. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Edisi kedua.
Bandung: Alfabeta.
Depdiknas. 2008. Peraturan Pemerintah
Nomor 27 tahun 2008 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan
Kompetensi Konselor. Jakarta:
Depdiknas.
Moeni, Hosein. 2008. “Identifying
Needs: A Missing Part in Teacher
Training Program.” International
Journal of Media, Technology and
Lifelong Learning. 4 (1): 1-12.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
2012. Hasil Uji Kompetensi Guru
BK. http.www.Kemendikbud.go.id
Mulyasa, E. 2002. Kurikulum Berbasis
Kompetensi.
Konsep.
Karakteristik, dan Implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Effendi, Empy dan Hartono Zhuang.
2005. E-learning, Konsep dan
Aplikasi.
Yogyakarta:
Andi
Offset.
Naidu,
Ekstrom, Ruth B, et al. 2004. A Survey of
Assessment
and
Evaluation
Activities School Counselors.
Professional School counseling,
10962409, Oct2004, Vol. 8, Issue
1.
Som. 2006. E-learning. A
Guidebook
of
Principles,
Procedures and Practices. New
Delhi:
Commonwealth
Educational Media Center for
Asia.
NACAC. 2000. Statement on Counselor
Competencies.
Alexandria:
National Association for College
Admission Counseling.
Hajati, Kartika. 2010. Model Program
Peningkatan Kompetensi Konselor
Sekolah Menengah Atas Berbasis
Standar Kompetensi Konselor
Indonesia.
Disertasi.
Tidak
diterbitkan. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Nedler, L. 1982. Designing Training
Programs: The Critical Events
Model. Philippines: AddisonWesley Publishing Company, Inc.
Handoko, Hani. 2008. Manajemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia. Yogyakarta: Fakultas
Ekonomi UGM.
Noe,
Raymond. A. et al. 2008.
Manajemen
Sumber
Daya
Manusia Mencapai Keunggulan
Bersaing. Translated by Wijaya,
D. 2010. Jakarta: Salemba Empat.
Prayitno. 1994. Dasar-dasar Bimbingan
dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Kurnaningsih,
Yari
Dwi.
2010.
Perbedaan Kinerja Guru BK yang
sudah Sertifikasi dengan yang
Belum Sertifikasi. Salatiga: Prodi
Bimbingan dan Konseling UKSW.
8
Simamora, Henry.2006. Manajemen
Sumber
Daya
Manusia.
Jogyakarta: Bagian Penerbitan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
YKPN.
Sudarmanto.
2009.
Kinerja
dan
Pengembangan Kompetensi SDM.
Teori, Dimensi Pengukuran, dan
Implementasi dalam Organisasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soekartawi.2007.
Merancang
dan
Menyelenggarakan
E-learning.
Yogyakarta: Ardana Media.
Suparlan. 2005. Menjadi Guru Efektif.
Yogyakarta: Hikayat.
Terry dan Leslie. 2009. Dasar-Dasar
Manajemen. Translated by G.A.
Ticoalu. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Husaini. 2009. Manajemen
Teori, Praktik, dan Riset
Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Widodo, A. (2010). Peningkatan
Profesionalisme Guru Biologi:
Permasalahan dan Alternatif
Solusi. Bandung: FPMIPA UPI.
9
Download