PADI ORGANIK VERSUS NON ORGANIK

advertisement
ISSN 1411 – 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 9, No. 2, 2007, Hlm. 130 - 138
130
PADI ORGANIK VERSUS NON ORGANIK: STUDI FISIOLOGI
BENIH PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR LOKAL ROJOLELE
ORGANIC VERSUS NON-ORGANIC RICE: A CASE STUDY OF SEED
PHYSIOLOGY OF RICE (Oryza sativa L.) LOCAL CULTIVAR ROJOLELE
Dody Priadi, Tatang Kuswara dan Usep Soetisna
Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI Jl. Raya Bogor Km.46 Cibinong 16911
[email protected]
ABSTRACT
Study of the effect of organic and non-organic farming practice of rice (Oryza sativa L.) cv. Rojolele on seed
physiology was carried out in Cipanas, West Java (on-farm) and in the laboratory of BSJ3 and greenhouse of RC
for Biotechnology (off-farm). Parameters were recorded particularly on seed germination percentage, water
content, dormancy behavior and morphology. On-farm study results showed that germination percentage of
organic seeds was higher (88.3% at water content of 13.4%) than those non-organic seeds (20.0% at water
content of 10.2%). Results of off-farm study showed that the plant height of those organic seeds was higher
than those non-organic seeds. On-farm practice the harvest after 150 days showed that the non-organic seeds
produced more yellow grains (44.8%) than those of organic seeds (39.6%). A total grain per plant produced by
the non-organic seeds was higher than those organic seeds, however, total percentage of the filled out organic
seeds was higher (57.8%) than those non-organic seeds (40.1%). Organic seeds seem to be more dormant than
those non-organic seeds after storage for 12 months. Grain weight of both non-organic and organic was 17-19 g
per 1000 seeds. Germination of off-farm non-organic seeds was 98.0%, whereas those organic seeds were 95.0%
at water content of 10.8% respectively. In view of seed physiology, organic rice quality better than those nonorganic because they contain more filled out seeds, even though the organic rice harvesting time longer than
those non-organic. Although off-farm study represented seed physiology of either organic or non-organic
seeds, on-farm study needs to be further done on all aspects of seed physiology.
Key words: rice, Oryza sativa L., Rojolele, organic farming, seeds
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sistem pertanian organik dan non-organik secara on-farm
(sawah) dan off-farm (laboratorium dan rumah kaca) terhadap aspek fisiologi benih padi (Oryza sativa L.) kv.
Lokal Rojolele. Penelitian secara on-farm dilakukan di Cipanas, Jawa Barat, sedangkan penelitian secara off-farm
dilakukan di laboratorium BSJ 3 Puslit Bioteknologi. Parameter yang diamati adalah, daya perkecambahan, kadar
air, perilaku dormansi dan morfologinya. Hasil penelitian on-farm menunjukkan bahwa daya perkecambahan padi
organik lebih tinggi (88.3% pada kadar air 13.4%) dari pada non-organik (20.0% pada kadar air 10.2%). Hasil
penelitian off-farm menunjukkan bahwa perawakan tanaman padi organik lebih tinggi daripada non-organik,
padahal pada waktu ditanam secara on-farm tingginya tidak berbeda. Hasil panen off-farm padi non-organik
pada umur 150 hari menghasilkan biji yang berwarna kuning lebih banyak (44.8% ) dari pada organik (39.6%).
Jumlah butir per tanaman yang dihasilkan oleh tanaman non-organik lebih banyak daripada yang organik, tetapi
persentase jumlah biji bernas tanaman organik setiap rumpun lebih banyak (57.8%) daripada non-organik (40.1%).
Setelah disimpan selama 12 bulan, benih organik menjadi dorman, sedangkan padi non-organik langsung
berkecambah. Berat padi non-organik maupun organik berkisar antara 17-19 g per 1000 butir. Daya perkecambahan
off-farm padi non-organik adalah 98% sedangkan organik adalah 95% masing-masing pada kadar air 10.8%.
Ditinjau dari aspek fisiologis benih kualitas padi organik lebih baik daripada non-organik karena mengandung
jumlah biji bernas yang lebih banyak, walaupun hari panen menjadi lebih panjang. Meskipun hasil percobaan
off-farm dapat menggambarkan perbedaan aspek fisiologis antara benih organik dan non-organik, penelitian
secara on-farm harus dilakukan untuk mengkaji aspek fisiologis benih yang lebih luas.
Kata kunci : padi, Oryza sativa L., Rojolele, pertanian organik, benih
Priadi D., et al
PENDAHULUAN
Pertanian organik merupakan jawaban atas
dampak revolusi hijau yang digalakkan pada era
tahun 60-an yang telah menyebabkan kesuburan
tanah menjadi berkurang dan kerusakan
lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida
kimiawi yang tidak terkendali. Menurut Utami dan
Handayani (2003), sistem pertanian yang berbasis
bahan high input energy (bahan fosil) seperti
pupuk kimia dan pestisida dapat merusak sifatsifat tanah dan akhirnya menurunkan produktivitas
tanah untuk waktu yang akan datang. Di sisi lain
konsep pertanian organik menitikberatkan pada
keterpaduan antara sektor pertanian dan
peternakan dalam menjamin daur hara yang
optimum (Johannsen et al, 2005)
Pada pertanian organik pupuk dan pestisida
yang digunakan bersumber dari bahan organik dan
pupuk kandang yang berasal dari limbah tumbuhan
atau hewan atau produk sampingan seperti
kompos jerami padi atau sisa-sisa tanaman lainnya
(Balasubramanian and Bell, 2003), sedangkan
untuk pencegahan dan pemberantasan hama dan
penyakit, digunakan biopestisida yang berasal dari
ekstrak bahan-bahan aktif tumbuhan.
Hingga saat ini praktek pertanian organik
masih diperdebatkan. Pihak yang kontra
menyangsikan bahwa cara ini tidak akan
mengimbangi penyediaan kebutuhan pangan
seiring dengan laju pertambahan jumlah penduduk,
tapi pihak yang pro seperti The Soil Association
and Sustain (2001) berpendapat bahwa sebenarnya
persediaan pangan dunia sudah cukup. Menurut
lembaga ini terjadinya kelaparan disebabkan oleh
adanya kemiskinan bukan karena tidak
terpenuhinya pangan di dunia.
Pertanian yang intensif dapat merusak
kesuburan tanah dan tidak berkesinambungan
sebaliknya praktek pertanian organik dapat
menghasilkan pangan secara berkesinambungan
sehingga membantu masyarakat untuk
menghasilkan bahan pangan murah dan juga
mengandung hanya sedikit bahan pencemar
sehingga mengurangi risiko keracunan makanan.
Di samping itu sistem pertanian organik lebih
mengutamakan
pencegahan
daripada
JIPI
131
pemberantasan hama dan penyakit, sehingga dapat
mengurangi penggunaan pestisida yang dapat
merusak lingkungan, biaya produksinya lebih
murah, tidak merusak kesuburan tanah dan
kesinambungan ketersediaan bahan organik, serta
tidak merugikan makhluk hidup lain. Sistem
pertanian organik juga dapat memperbaiki sifat
kimia tanah dengan peningkatan P tersedia, N
total, K tersedia, kandungan karbon, asam humat,
asam fulfat dan menjaga kestabilan pH tanah
(Utami dan Handayani, 2003). Menurut Wiguna
et al. (2005), praktek pertanian organik di
Indonesia telah lama diterapkan oleh masyarakat
Bali melalui sistem subak, yaitu praktek pertanian
yang menggunakan konsep keserasian antara
Tuhan, manusia dan lingkungan.
Di dunia terdapat kurang lebih 22 jenis padipadian (Oryza). Jenis O. sativa dan O.
glaberrima adalah jenis yang dibudidayakan,
sedangkan sisanya adalah jenis-jenis liar. O. sativa
adalah jenis yang paling tersebar ke seluruh dunia.
Rojolele merupakan salah satu varietas unggul lokal
yang dikembangkan di Indonesia. Varietas ini telah
ditetapkan sebagai varietas unggul karena
disenangi petani dan konsumen, rasa nasi lebih
enak/pulen, di samping itu harga berasnya tinggi
hampir dua kali lipat dari harga IR 64. (Keputusan
Menteri Pertanian Nomor: 126/Kpts/TP.240/2/
2003).
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat
sistem pertanian organik dan non-organik terhadap
aspek fisiologi padi varietas Rojolele yang ditanam
secara on- dan off-farm. Disebut off-farm karena
memakai bahan padi yang berasal dari pertanian
organik dan non organik tetapi dilakukan di
laboratorium dan rumah kaca.
METODE PENELITIAN
On-farm
Sumber benih dan pupuk
Benih padi yang digunakan pada penelitian
di sawah percobaan (on-farm) adalah varietas
Rojolele lokal Cianjur hasil pembibitan secara
organik. Sawah percobaan berlokasi di daerah
Cipanas, Cianjur, Jawa Barat pada ketinggian 950
m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-
Padi organik versus non organik
rata pertahun 3000 mm. Sebagai kontrol digunakan
varietas Rojolele yang ditanam secara nonorganik.
Pupuk organik yang digunakan terdiri atas
campuran pupuk kandang dengan kotoran ayam,
sedangkan biopestisida yang digunakan adalah
campuran ekstrak 1 kg daun mimba (Azadirachta
indica A. Juss) dengan ekstrak 1 kg daun nangka
belanda (Annona murricata Linn.) yang
dilarutkan dalam 10 L air. Sebelum digunakan,
biopestisida tersebut disimpan selama 24 jam.
Rincian perlakuan penanaman padi Rojolele
secara non-organik dan organik dapat dilihat pada
Tabel 1.
Pengukuran kadar air
Kadar air benih diukur berdasarkan prosedur
dari ISTA (1996). Benih padi organik maupun nonorganik masing-masing sebanyak 100 biji
dikeringkan di dalam oven (Heraeus T20P,
Jerman) pada suhu 130 °C selama 2 jam.
Pengukuran kadar air tersebut dilakukan dalam 3
ulangan.
Prosedur perkecambahan
Benih padi organik dan non-organik
dipecahkan dormansinya dengan cara direndam
dengan air panas pada suhu 50 °C selama 2 jam
dan selanjutnya direndam kembali dengan air
selama 24 jam (ISTA, 1996). Perkecambahan
dilakukan dalam 3 ulangan, setiap ulangan terdiri
atas 25 benih padi yang diletakkan di atas kertas
tisu komersial yang sudah dilembabkan dengan
akuades. Benih padi dikecambahkan dengan
JIPI
132
metode UKDdp (Uji Kertas Digulung dengan
plastik) (Sadjad, 1993), kemudian dimasukkan ke
dalam germinator (Seedburo, USA) yang diatur
pada suhu 28 ± 1°C.
Off-farm
Sumber benih
Percobaan di laboratorium dan rumah kaca
(off-farm) menggunakan benih hasil dari
percobaan di sawah percobaan.
Prosedur perkecambahan dan penanaman
Perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif
adalah tahap awal dari proses pertumbuhan dan
perkembangan padi. Tahap selanjutnya adalah
perkembangan bagian reproduktif dan proses
pematangan butiran biji (Hartmann et al., 1990).
Untuk melihat pengaruh dormansi benih pada hasil
pertanian organik maupun non-organik, maka
benih dikecambahkan tanpa perlakuan pematahan
dormansi terlebih dahulu. Dormansi adalah sifat
yang dapat diwariskan tetapi dipengaruhi juga oleh
keadaan lingkungan selama proses pematangan
biji.
Benih padi dikecambahkan dengan metode
UKDdp kemudian ditanam di dalam “sawah
buatan” yaitu bak plastik berukuran 35 x 30 x 13
cm berisi substrat tanah yang diairi secukupnya.
Setiap perlakuan terdiri dari 2 ulangan, setiap
ulangan terdiri dari 10 benih. Tanaman padi selalu
terendam dengan air kran dan tidak diberi pupuk
sampai waktu dipanen. Setelah mulai berbunga,
tanaman ditutup menggunakan kasa plastik untuk
menghindari serangan hama serangga.
Tabel 1. Rincian data penanaman padi Rojolele di sawah percobaan
Priadi D., et al
HASIL DAN PEMBAHASAN
On-farm
Produksi
Padi non-organik dan organik yang ditanam
di sawah percobaan dengan perlakuan seperti pada
Tabel 1 menghasilkan masing-masing 0.6 ton
gabah kering per 1000m². Hal ini menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk organik sama
efektifnya dengan pupuk kimiawi sehingga
menghasilkan jumlah yang sama, meskipun masih
harus dilakukan pengujian mutu berasnya.
Penelitian Arafah dan Sirappa (2003) yang
menggunakan pupuk organik yang bersumber dari
jerami membuktikan bahwa pertumbuhan dan hasil
tanaman yang menggunakan pupuk organik lebih
tinggi dibanding tanpa pupuk organik baik secara
tunggal maupun interaksinya dengan pupuk N, P,
dan K. Produksi gabah yang sama dengan sistem
non-organik tersebut tidak terlepas dari peranan
penggunaan campuran ekstrak daun mimba dan
nangka belanda sebagai biopestisida. Ekstrak biji
mimba juga sebelumnya terbukti efektif untuk
mengendalikan kutu jenis Megalurothrips
sjostedti pada tanaman kacang panjang (Vigna
unguiculata) (Saxena and Kidiavai, 1997). Jenis
tanaman lain yang efektif untuk mengendalikan
serangga hama Spodoptera litoralis adalah
Aglaia spectabilis yang bahan aktifnya berasal
dari ekstrak kulit mimba (Schneider et al, 2000).
Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
produksi seperti sifat-sifat tanah diasumsikan sama
karena penelitian on-farm ini dilakukan di lokasi
yang sama.
Meskipun produksi padi organik sama dengan
non-organik, secara ekonomi beras organik lebih
menguntungkan karena harga beras organik di
pasaran lebih tinggi, apalagi ditunjang dengan
semakin banyaknya orang yang peduli akan
kebutuhan pangan yang terbebas dari pestisida
kimiawi. Pertanian organik semakin berkembang
sejalan dengan timbulnya kesadaran akan
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan
kebutuhan akan bahan makanan yang relatif sehat
(Rahmawati, 2005).
JIPI
133
Tabel 2. Hasil pengukuran kadar air benih padi yang
dihasilkan secara on-farm
Tabel 3. Daya perkecambahan (%) padi organik dan
non-organik varietas Rojolele dari sawah
percobaan di Cipanas
Kadar air
Hasil pengukuran kadar air benih
menunjukkan bahwa ketika sampai di laboratorium
kadar air rataan padi organik adalah 13.4%
sedangkan non-organik adalah lebih rendah yaitu
10.2% (Tabel 2). Kadar air yang sudah cukup
berkurang tersebut akibat dari tertahannya hasil
panen di lapang atau karena proses pengeringan
sebelum dilakukan pengujian kadar air. Padi
umumnya dipanen pada waktu kadar airnya 2226% untuk selanjutnya dikeringkan menjadi sekitar
14% seperti berlaku di pasaran gabah komersial
Daya perkecambahan
Hasil uji daya perkecambahan (Tabel 3)
menunjukkan bahwa secara umum daya
perkecambahan padi hasil pertanian organik lebih
tinggi empat kali lebih dari non-organik, yaitu
88.3% pada minggu ketiga. Percobaan Pirdashti
et al. (2003) pada beberapa genotip padi
menunjukkan bahwa persentase perkecambahan
dan pertumbuhan kecambah akan berkurang
dengan bertambahnya cekaman air. Menurut
Hartmann et al. (1990), air diserap oleh biji kering
sehingga kadar airnya meningkat dengan cepat
sampai pada tingkat tertentu. Air dapat
melunakkan lapisan biji dan menyebabkan hidrasi
pada protoplasma. Perlakuan pemanasan pada
Padi organik versus non organik
suhu 50 °C dan perendaman dengan air selama
48 jam pada percobaan ini bertujuan untuk
menghilangkan pengaruh dormansi yang biasa
terdapat pada jenis padi-padian.
Setelah disimpan selama 12 bulan benih padi
organik maupun non-organik diuji kembali daya
perkecambahannya dengan atau tanpa pematahan
dormansi di dalam air selama 48 jam untuk
mematahkan dormansinya (Gambar 1). Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa benih padi nonorganik sudah mulai berkecambah padi hari
pertama proses pengecambahan. Daya
perkecambahannya meningkat terus seiring
dengan waktu sampai pada hari ke 5 (89%).
Selanjutnya daya perkecambahan tidak berubah
lagi sampai akhir pengamatan. Benih padi nonorganik tidak menjadi dorman setelah penyimpanan
JIPI
134
selama 12 bulan, sebaliknya benih padi organik
menjadi dorman dan sama sekali tidak
berkecambah sampai akhir pengamatan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa
perendaman di dalam air selama 48 jam tanpa
direndam terlebih dahulu pada air yang bersuhu
50 °C tidak cukup kuat untuk mematahkan
dormansi biji padi organik. Penelitian Miyoshi and
Sato (1997) pada padi indica dan japonica
menunjukkan bahwa penggunaan ethanol dalam
keadaan aerob merupakan prosedur yang efektif
untuk untuk mengupas kulit biji dalam rangka
pematahan dormansi benih padi karena
berdasarkan penelitian sebelumnya terbukti bahwa
pengupasan biji segera setelah panen dapat
merangsang perkecambahan pada padi indica
tetapi tidak pada padi japonica.
Gambar 1. Daya perkecambahan benih padi non-organik dan organik A. Tanpa perlakuan
pematahan dormansi, B. Direndam dengan air kran selama 48 jam. Data
diambil dari 3 ulangan, masing-masing ulangan terdiri atas 100 benih.
Priadi D., et al
JIPI
135
Gambar 2. Perawakan tanaman padi yang sedang berbuah A. Nonorganik, B. Organik pada petak sawah buatan
Gambar 3. Klasifikasi biji yang dihasilkan secara off-farm
Off-farm
Perawakan tanaman
Meskipun padi ditanam secara off-farm pada
bak plastik, penampilan morfologi tanaman padi
varietas Rojolele umumnya tidak menunjukkan
perubahan secara nyata, yaitu sesuai dengan
pertelaan yang tercantum pada SK Menteri
Pertanian Nomor: 126/Kpts/TP.240/2/2003, yakni:
Bentuk tanaman tegak; Tinggi tanaman 146-155
cm; Warna kaki ungu; Warna daun hijau; Muka
daun kasar; Bentuk gabah gemuk; Warna gabah
kuning.
Padi organik versus non organik
JIPI
136
Gambar 4. Klasifikasi biji yang dihasilkan dari penanaman secara off-farm
Gambar 7. Daya perkecambahan benih padi non-organik dan organik.
Benih direndam dengan air panas (50 °C) kemudian
direndam selama 48 jam sebelum dikecambahkan. Data
diambil dari 4 ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari
25 benih.
Hasil pengamatan pada daun tanaman padi
yang sedang berbuah menunjukkan bahwa warna
daun padi organik lebih hijau daripada non-organik
(Gambar 2). Setelah berumur 2 bulan tanaman
mulai berbunga dan pada umur 150 hari tanaman
telah matang fisiologis dan cukup umur untuk
dipanen.
Pengamatan pasca panen
Hasil panen menunjukkan bahwa jumlah biji
yang dihasilkan setiap tanaman non-organik
ukurannya lebih besar daripada organik, tetapi
persentase jumlah biji bernas tanaman organik
(57.8%) lebih tinggi daripada non-organik (40.1%),
sedangkan berat rataan baik biji non-organik
Priadi D., et al
maupun organik berkisar antara 17-19 g per 1000
butir (Gambar 4).
Tabel 4. Hasil pengukuran kadar air benih padi yang
dihasilkan secara off-farm
JIPI
137
KESIMPULAN
Ditinjau dari aspek fisiologis benih, secara offfarm, kualitas padi organik lebih baik daripada nonorganik karena mengandung jumlah biji bernas
yang lebih banyak, walaupun hari panen menjadi
lebih panjang.Untuk mengkaji secara lebih luas
harus dilakukan percobaan penanaman di sawah
percobaan (on-farm) agar dapat diperoleh data
yang lebih akurat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Meskipun jumlah biji yang dihasilkan padi nonorganik lebih banyak, persentase biji yang
berwarna kuning (39.6%) lebih rendah dari pada
padi organik (44.8%), tetapi pada umur masak
fisiologis, padi organik masih mengandung biji
berwarna kuning hijau lebih banyak (17.6%) dari
pada biji non-organik (15.2%) (Gambar 4). Hal ini
berarti bahwa pada padi organik masih
dimungkinkan diperoleh tambahan hasil panen dari
gabah yang masih hijau menjadi gabah berwarna
kuning siap panen. Pada akhirnya terbukti bahwa
pertanian organik memberikan panen yang relatif
lebih tinggi, walaupun umur panen yang lebih lama.
Kadar air
Hasil pengukuran kadar air hasil panen di
petak percobaan menunjukkan bahwa baik padi
organik maupun non-organik mengandung kadar
air yang tidak jauh berbeda yaitu sekitar 10.6-10.9
% (Tabel 4). Kadar air padi organik maupun nonorganik pada petak percobaan relatif homogen
karena lingkungannya lebih terkontrol bila
dibandingkan dengan yang ditanam secara onfarm.
Daya Perkecambahan
Hasil uji perkecambahan sebelumnya
menunjukkan bahwa padi organik menjadi dorman
setelah disimpan selama 12 bulan. Setelah
dipatahkan dormansinya dengan air panas pada
suhu 50 °C dan diikuti dengan perendaman dalam
air (suhu 27-28 °C) selama 48 jam, padi organik
tersebut dapat tumbuh mencapai 95%, sedangkan
padi non-organik 98% setelah dikecambahkan
selama 10 hari (Gambar 5).
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sdr.
Yadi sebagai Teknisi yang telah memelihara dan
merawat tanaman percobaan di laboratorium
maupun rumah kaca selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Arafah dan M. P. Sirappa. 2003. Kajian
Penggunaan Jerami dan Pupuk N, P, dan K
pada Lahan Sawah Irigasi. Jurnal Ilmu Tanah
dan Lingkungan 4 (1): 15-24.
Balasubramanian, V and M.Bell. 2003. Organic
Materials and Manures. Rice Science for
Better World. International Rice Research
Institute (IRRI). http://www. knowledge
bank.irri.org/troprice. December 04, 2003.
Hartmann, H.T., D.E. Kester and F.T. Davies.
1990. Plant Propagation: Principles and
Practices. Prentice-Hall International Inc.
,New Jersey
International Seed Testing Association (ISTA).
1996. International Rules for Seed Testing
1996. Seed Science and Technology 21
(Suppl.): 1B288.
Johannsen, J., A. Mertineit, B. Wilhelm, R.
Buntzel-Cano, F. Schöne, and M.
Fleckenstein. 2005. Organic farming, A
contribution to sustainable poverty alleviation
in developing countries? German NGO
Forum Environment & Development.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 126/Kpts/
TP.240/2/2003 Tentang Pelepasan Galur Padi
Sawah Lokal Rojolele Sebagai Varietas
Unggul Dengan Nama Rojolele.
Padi organik versus non organik
Miyoshi, K. and T. Sato. 1997. The Effects of
Ethanol on the Germination of Seeds of
Japonica and Indica Rice (Oryza sativa L.)
under Anaerobic and Aerobic Condition.
Annals of Botany 79: 391-395.
Pirdashti, H., Z.T. Sarvestani, G.H. Nematzadeh
and A. Ismail. 2003. Effect of Water Stress
on Seed Germination and Seedling Growth
of Rice (Oryza sativa L.) Genotypes.
Pakistan Journal of Agronomy 2 (4): 217-222,
Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer
pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara.
Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih.
Grasindo, Jakarta.
Saxena, R.C. and E.L. Kidiavai1. 1997. Neem
Seed Extract Spray Applications as LowCost Inputsfor Management of the Flower
Thrips in the Cowpea Crop. Phytoparasitica
25(2):99-110
Schneider, C., F.I. Bohnenstengel, B.W. Nugroho,
V. Wray, L. Witte, P.D. Hung, L.C. Kiet and
JIPI
138
P. Proksch. 2000. Insecticidal Rocaglamide
Derivatives from Aglaia spectabilis.
Phytochemistry 54: 731-736
Soejadi dan Udin S. Nugraha. 2001. Studi Efikasi
Metode Pematahan Dormansi Benih Padi.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20(1):
72-80.
The Soil Association and Sustain: the alliance for
better food and farming. 2001. Myth and
Reality, Organik vs Non-Organik: The Facts.
http://www.soilassociation.org. August 11,
2006.
Utami, S.N.H. dan S. Handayani. 2003. Sifat
Kimia Entisol Pada Sistem Pertanian Organik.
Ilmu Pertanian 10(2): 63-69.
Wiguna, I.W.A.A, R.P. Lorenzen and S.
Lorenzen. 2005. Past, Present and Future –
Perspectives of Balinese Rice Farming. http:/
/www.rspas.anu.edu.au/ rmap/projects/
_docs/ Lorenzen_ farming.pdf. August 11,
2006
Download