PATI RESISTEN BISKUIT GANDUM UTUH (Triticum aestivum L) VARIETAS DWR-162 Anik Tri Haryani*, Silvia Andini, Sri Hartini Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jln. Diponegoro no. 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia [email protected]* ABSTRAK Pati resisten, yang adalah bagian pati yang tidak dapat dicerna dalam usus halus, akan tetapi difermentasi dalam usus besar, merupakan salah satu komponen serat pangan. Salah satu bahan pangan yang mengandung kadar serat tinggi adalah gandum utuh. Gandum utuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah gandum utuh varietas DWR-162, yang merupakan gandum utuh lokal. Penelitian ini bertujuan menentukan pati resisten biskuit gandum utuh varietas DWR-162 dengan kadar substitusi 10-50%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pati resisten biskuit meningkat hingga kadar substitusi 50% dari 17,8% menjadi 30,19%. Dengan demikian gandum utuh varietas DWR162 memiliki potensi menjadi alternatif bahan pangan dengan nilai indeks glikemiks rendah, karena mampu meningkatkan pati resisten produk pangan. Kata kunci : gandum utuh var. DWR-162, pati resisten, biskuit PENDAHULUAN Pati resisten (Resistant Starch, RS) adalah bagian pati yang tidak dapat dicerna dalam usus halus, akan tetapi difermentasi dalam usus besar. Oleh karena itu RS merupakan salah satu komponen serat pangan [1]. RS tidak mempengaruhi kenampakan, rasa maupun tekstur dari suatu pangan [2]. Menurut penelitian Sajilata dkk [3], RS mampu menurunkan kadar gula darah setelah makan, berperan sebagai prebiotik, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral. Terdapat berbagai macam bahan pangan yang merupakan sumber RS. Semua jenis biji-bijian utuh mengandung RS cukup tinggi, kemudian diikuti tepung biji-bijian tersebut dan produk pangan berbahan dasar biji-bijian [2]. Salah satu bahan pangan tersebut adalah biji gandum. Dalam penelitian ini, tepung gandum utuh lokal varietas DWR-162 digunakan sebagai bahan dasar pembuatan produk pangan. Produk pangan yang dipilih adalah biskuit, karena budaya masyarakat Indonesia yang menyukai produk tersebut. Berdasarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian [4], masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan mengkonsumsi produk makanan dari bahan dasar terigu, seperti mie, roti, dan biskuit. Dengan menggunakan tepung gandum utuh lokal ini, diharapkan produk pangan biskuit tersebut memiliki nilai indeks glikemiks rendah. Hal tersebut berhubungan dengan daya cerna pati, karena semakin tinggi RS, semakin rendah daya cerna pati sehingga memperlambat pencernaan karbohidrat di dalam tubuh [1]. Dengan demikian penelitian ini bertujuan menentukan kadar pati resisten biskuit gandum utuh varietas DWR-162 dengan kadar substitusi 10-50%. BAHAN DAN METODE Bahan Bahan dasar berupa tepung gandum utuh mesh 40 diperoleh dari Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Bahan kimia yang digunakan antara lain H2SO4, anthrone, HCl, NaOH, etanol, standar glukosa, KOH, buffer asetat 0,4 M pH 4,75, buffer fosfat 0,08 M pH 7. Bahan – bahan yang telah disebutkan merupakan bahan kimia PA, yang dibeli dari E-Merck, Jerman, serta enzim termamyl (α–amilase) (Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Indonesia), enzim amiloglukosidase (Sigma, Amerika Serikat), dan enzim protease (Fakultas Teknologi Pertanian, UGM, Indonesia). Pembuatan biskuit Biskuit dibuat dari campuran tepung terigu dan/atau tepung gandum utuh varietas DWR-162, gula halus, pati jagung, dan margarin. Biskuit dipanggang pada suhu 160oC selama 25 menit. Substitusi tepung gandum utuh yang digunakan adalah 0-50%. Penentuan kadar air Kadar air ditentukan dengan menggunakan moisture analyzer (Ohaus MB25, Amerika Serikat) Penentuan kadar pati resisten [1] Sebanyak 0,5 g sampel dilarutkan dengan 25 mL buffer fosfat 0,08 M pH 6,0 dalam gelas piala 250 mL, lalu ditutup dengan aluminium foil. Kemudian ditambahkan 0,2 mL enzim termamyl (α–amylase) dan campuran diinkubasi dalam penangas air suhu 95oC selama 30 menit dengan diaduk lembut setiap 5 menit sekali. Larutan didinginkan, serta pH larutan diatur hingga 4,5 dengan larutan HCl 0,275 M dan ditambahkan 30 μl enzim amiloglukosidase (10 mg/mL buffer fosfat 0,08 M pH 6,0), lalu diinkubasi dengan penangas air bergoyang dengan suhu 60oC selama 30 menit. Larutan didinginkan, serta pH campuran diatur menjadi 7,5 dengan larutan NaOH 0,325 M, ditambahkan 50 μl enzim protease (0,9 mg/mL buffer fosfat 0,08M pH 6,0) dan campuran diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60oC selama 30 menit. Setelah inkubasi selesai, larutan disentrifugasi (3000 rpm) selama 10 menit. Kemudian bagian pellet dipisahkan dan dicuci dua kali dengan etanol 80% dan akuades. Supernatan dibuang lalu ditambah 1 mL akuades. Kemudian dimasukkan ke dalam penangas air suhu 100oC selama 20 menit sambil dikocok halus. Larutan ditambah 1 mL KOH 4 M kemudian diaduk selama 30 menit pada suhu ruang. Kemudian ditambah 1 mL buffer asetat 0,4 M pH 4,75, lalu ditambah 1,5 mL HCl 2 M. Larutan ditambahkan 60 μl amiloglukosidase (10 mg/mL buffer asetat 0,4 M pH 4,75). Lalu diinkubasi dalam penangas air bergoyang suhu 60oC selama 30 menit dan disentrifugasi (3500 rpm) selama 30 menit. Kemudian supernatan diambil dan ditepatkan menjadi 10 mL (larutan stok). Larutan stok diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan ditepatkan dengan aquades sampai tanda tera. Larutan pereaksi Anthrone 0,1% disiapkan. Larutan dibuat sesaat sebelum digunakan. Larutan stok sampel yang telah diencerkan sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup, lalu ditambahkan dengan 5 mL pereaksi Anthrone. Sementara itu untuk pembuatan kurva standar, sampel diganti dengan larutan glukosa murni 0,2 mg/mL sebanyak 0,0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mL yang masing-masing kemudian ditepatkan menjadi 1 mL dengan air destilata. Tabung ditutup dan diinkubasi dalam penangas air pada suhu 100oC selama 12 menit. Larutan segera didinginkan dengan air mengalir. Kemudian absorbansi larutan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Kadar gula pereduksi sampel ditentukan berdasarkan kurva standar glukosa yang diperoleh dari plot kadar glukosa dan absorbansi larutan glukosa murni. Analisis Data [5] Data yang diperoleh dianalisis dengan Rancangan Acak Kelompok 6 perlakuan dan 4 ulangan. Sebagai perlakuan adalah biskuit gandum utuh 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Sebagai kelompok adalah waktu analisis. Untuk menentukan beda antar perlakuan, dilakukan analisis uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%. HASIL DAN DISKUSI RS biskuit dapat dicermati dalam Tabel 1 dimana RS biskuit meningkat secara signifikan dari 17,80% menjadi 30,19% seiring dengan penambahan tepung gandum utuh dalam biskuit. Hal tersebut didukung dengan data penelitian tentang RS tepung gandum utuh dan tepung terigu yang digunakan. RS tepung gandum utuh dan tepung terigu berdasarkan berat kering adalah masing – masing 29,88% dan 25,48%. Tabel 1. Kadar air dan RS biskuit gandum utuh Biskuit Gandum Utuh RS (%) 0% (Kontrol) 10% 20% 30% 40% 50% w 17,80±3,85a 20,04±2,69a 21,23±3,01a 22,65±2,28ab 25,46±1,88b 30,19±1,97c 4,10 1 Angka yang ditampilkan merupakan rata-rata ± SE dari 4 ulangan. Angka pada kolom yang sama diikuti dengan huruf kecil yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada uji BNJ 5%. Angka yang ditampilkan berdasarkan perhitungan dengan berat kering. Selain itu, RS dapat dikelompokkan menjadi empat tipe utama. Tipe pertama (terperangkap) (RS I), secara fisik merupakan pati yang terperangkap di antara matriks, protein atau dinding sel tanaman [8], ditemukan pada serealia dan biji-bijian. Tipe kedua (terkristalisasi) (RS II), merupakan granula pati yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan, dapat ditemukan pada kentang mentah, pisang mentah, dan pati jagung. Tipe ketiga (teretrogradasi) (RS III), yaitu pati yang diubah konformasinya dengan panas atau dingin. Pemanasan pati tersebut dilakukan dengan penambahan air sehingga terjadi distorsi rantai polisakarida yang membentuk konformasi acak, proses ini disebut gelatinisasi. Ketika didinginkan, proses pengkristalan dimulai yang disebut retrogradasi. RS III tersebut dapat ditemukan pada roti, biskuit, sereal, dan kentang yang direbus kemudian didinginkan. Tipe keempat (termodifikasi secara kimia) (RS IV), salah satu contohnya adalah RS pada bumbu yang diproduksi oleh industri [9 dalam 1]. Dari ke-empat macam RS tersebut dapat dicermati secara teoritis, bahwa RS dalam penelitian ini, selain RS I dan RS II, RS yang terukur juga adalah RS III, karena pembuatan biskuit melalui proses pemanggangan. Oleh karena itu, selain tingginya RS tepung gandum utuh, proses pemanggangan juga merupakan faktor yang menyebabkan RS biskuit meningkat seiring dengan penambahan tepung gandum utuh. Selain itu, Sajilata [3] dalam artikelnya tentang pati resisten menyebutkan bahwa penambahan pati jagung mampu meningkatkan RS dalam suatu pangan. RS banyak dikonsumsi karena nilai fungsionalnya. Hidrolisis RS oleh enzim pencernaan umumnya memerlukan waktu yang lebih lambat [8], sehingga mengkonsumsi RS dapat menurunkan kandungan gula darah. Hal tersebut disebabkan oleh RS yang menghasilkan energi dengan proses yang cukup lambat, sehingga tidak segera diserap dalam bentuk glukosa [8]. Selain itu leberadaan RS juga meningkatkan keberadaan GLP-1 (glucacon like peptide 1), dimana GLP-1 ini menstimulasi pembentukan insulin [10]. Di samping itu, RS tidak terlepas dari nilai daya cerna pati dan kadar amilosa dari produk. Dari penelitian sebelumnya tentang pengaruh substitusi gandum utuh terhadap daya cerna pati biskuit oleh Haryani dkk [11], daya cerna pati biskuit cenderung mengalami penurunan seiring dengan penambahan tepung gandum utuh. Sebaliknya, kadar amilosa biskuit cenderung mengalami peningkatan seiring dengan penambahan tepung gandum utuh [11]. Sedangkan berdasarkan penelitian Gustiar [1] tentang sifat fisiko-kimia dan indeks glikemik produk dari pati garut, suatu produk pangan yang memiliki daya cerna pati rendah dapat memperlambat pencernaan karbohidrat dalam tubuh, sehingga nilai indeks glikemiknya rendah. Selain keunggulan RS yang mampu menurunkan kandungan gula darah, RS juga mempengaruhi mikroba yang terdapat dalam saluran pencernaan, terutama yang berhubungan dengan proses fermentasi dalam tubuh. Salah satu hasil metabolisme mikroba tersebut adalah butirat yang mempunyai efek antiinflamasi dan antikarsinogenik [12 dalam 8]. Di samping itu, penelitian ini juga menemukan bahwa RS dari salah satu biskuit yang dipasarkan di Indonesia tidak lebih besar atau bahkan lebih kecil dari biskuit gandum utuh varietas DWR-162, yaitu 22,95% berdasarkan berat kering (Tabel 1). Dengan demikian gandum utuh varietas DWR-162 berpotensi menjadi bahan pangan alternatif dengan yang kaya akan RS sehingga diharapkan memiliki indeks glikemiks rendah, yang membuka peluang untuk penelitian selanjutnya. KESIMPULAN Pati resisten biskuit gandum utuh varietas DWR-162 meningkat seiring peningkatan substitusi, dari 17,80% menjadi 30,19%. Dengan demikian gandum utuh varietas DWR-162 berpotensi menjadi bahan pangan alternatif dengan indeks glikemik rendah. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir. Djoko Murdono, MP, selaku penyandang dana. DAFTAR PUSTAKA [1] Gustiar H. 2009. Sifat Fisiko-Kimia dan Indeks Glikemik Produk Cookies Berbahan Baku Pati Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi. Bogor : IPB. [2] Wheat Council. 2007. Grains of Truth about Resistant Starch. www.wheatfoods.org. [3] Sajilata MG, Singhal RS, Kulkarni PR. 2006. Resistant Starch – a Review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food safty. Vol. 5, hal 5-17. [4] Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. 2003. Trend Konsumsi Pangan Produk Gandum di Indonesia. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia , 25, hal. 11-12. [5] Steel RGD dan JH Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Ketiga. Terjemahan: Bambang Sumantri. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka. [6] Widowati S, Santosa S, Astawan M, akhyar. 2009. Penurunan Indeks Glikemik Berbagai Varietas Beras Melalui Proses Pratanak. Jurnal Pascapanen 6 (1): 1-9. [7] deMan JM. 1997. Kimia Makanan. Ed. ke-2. Diterjemahkan oleh: Kosasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB. [8] Herawati H. 2010. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna Sebagai Pangan Fungsional. Ungaran : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. [9] Álvarez EE dan Sánchez PG. 2006. Dietary Fibre. J. Nutr. Hosp. 21 (Supl. 2) 60-71. [10] Hegsted M. 2014. The Rediscovery of Resistant Starch. LA:LSU School of Human Ecology. [11] Haryani AT, Andini S, Hartini S. 2014. Pengaruh Substitusi Gandum Utuh (Triticum aestivum L) varietas DWR-162 terhadap Daya Cerna Pati Biskuit. Prosiding Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA BKS-PTN Barat. Bogor:IPB. [12] Toscani A, Soprano DR, dan Soprano KJ. 1988. Molecular Analysis of Sodium Butyrateinduced Growth Arrest. Oncogene Res. 3(3):223238.