9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kehamilan 2.1.1 Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kehamilan
2.1.1 Pengertian Kehamilan dan primigravida
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana seorang wanita berhenti
menstruasi karena terjadi konsepsi atau pertemuan sel telur dengan sperma dan
berakhir sampai permulaan persalinan (Saifuddin, 2006). Wibisono (2009),
mengatakan bahwa kehamilan dapat terjadi karena ada pertemuan sperma dan sel
telur didalam tuba falopi yang kemudian tertanam di dalam uterus. Istilah medis
untuk seorang wanita yang hamil adalah gravida, untuk kehamilan sendiri disebut
graviditas sedangkan seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut
primigravida (bobak, lowdermil, & jensen, 2005).
Saifuddin (2009) mengatakan bahwa kehamilan normal adalah masa
kehamilan di mulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal
adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) di hitung dari hari pertama haid
terakhir. Kehamilan dibagi dalam triwulan yaitu triwulan pertama mulai dari
konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 bulan,
triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan.
Berdasarkan
beberapa
pengertian
kehamilan
di
atas,
peneliti
menyimpulkan bahwa seorang wanita yang hamil untuk pertama kalinya disebut
primigravida. Kehamilan normal adalah selama 280 hari (40 minggu atau 9 bulan
7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan terjadi terjadi bila sel
9
10
telur dan sel sperma bertemu didalam tuba falopi yang kemudian tertanam di
dalam uterus.
2.2 Kecemasan
2.2.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan (ansietas) adalah keadaan ketika seseorang mengalami
perasaan gelisah yang tidak jelas tentang keprihatinan dan khawatir karena adanya
ancaman pada nilai atau pola keamanan seseorang (Carpenito, 2006). Potter
(2005) mengatakan bahwa kecemasan merupakan perasaan tidak menentu yang
dihasilkan dari antisipasi adanya suatu keadaan bahaya. Seseorang akan merasa
cemas apabila dihadapkan pada perubahan dan kebutuhan untuk melakukan
tindakan yang berbeda. Menurut Hawari (2008), kecemasan sebagai gangguan
alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan yang mendalam,
berkelanjutan, dan dengan perilaku yang mungkin terganggu namun masih dalam
batasan normal. Stuart mendefinisikan kecemasan sebagai kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar, serta berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti.
Keadaan emosi ini pada dasarnya tidak memiliki objek yang spesifik, dialami
secara subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal (Stuart, 2006). Jadi
dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami perasaan yang tidak jelas tanpa objek yang spesifik dan terjadi karena
adanya
ancaman
pada
nilai
keamanan.
dikomunikasikan secara interpersonal.
Dialami
secara
subjektif
dan
11
2.2.2 Klasifikasi kecemasan
Terdapat empat tingkat kecemasan menurut Stuart yaitu ringan, sedang,
berat dan panik.
a.
Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari.kecemasan pada tingkat ini dapat menyebabkan seseorang menjadi
waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Mampu menghadapi situasi yang
bermasalah, dapat mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan yang
akan datang. Perasaan relatif nyaman dan aman. Tanda-tanda vital normal,
ketegangan otot minimal dan pupil normal atau kontriksi. Kecemasan ini dapat
memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas (Stuart, 2006).
b.
Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal
yang penting dan mengesampingkan hal yang lainnya, namun dapat melakukan
sesuatu yang lebih terarah. Kesulitan dalam berkonsentrasi, membutuhkan usaha
yang lebih dalam belajar. Pada kondisi ini terdapat kesulitan dalam beradaptasi
dan menganalisa. Tanda-tanda vital normal atau sedikit meningkat, dan tremor.
Kecemasan ini mempersempit lapang persepsi individu (Stuart, 2006).
c.
Kecemasan berat
Kondisi kecemasan berat sangat mengganggu lapang persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik
serta tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk
mengurangi ketegangan. Pembelajaran sangat terganggu dan tidak mampu
12
berkonsentrasi. Hampir tidak mampu mengerti situasi yang dihadapi saat ini.
Tanda-tanda vital meningkat, diaphoresis, nafsu makan menurun, sensasi nyeri
meningkat, otot-otot tegang, pandangan menurun dan terjadi peningkatan haluaran
urin (Stuart, 2006).
d.
Panik
Kecemasan pada tingkat ini berhubungan dengan ketakutan dan teror.
Karena mengalami kehilangan kendali, individu yangpanik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi
kepribadian dan terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan tidak sejalan dengan kehidupan, jika
berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat terjadi kelelahan bahkan
kematian (Stuart, 2006).
2.2.3 Kecemasan pada primigravida
Terdapat beberapa kecemasan yang dialami ibu primigravida menjelang
persalinan pertamanya. Kecemasan tersebut dapat berupa kecemasan akan bayi
lahir prematur, cemas terhadap perkembangan janin dalam rahim, dan cemas akan
bayinya lahir cacat. Selain itu proses persalinan, kemungkinan komplikasi saat
persalinan, dan nyeri saat persalinan juga dapat mengakibatkan kecemasan pada
ibu hamil (Wita, 2008 ; Keswamas, 2008).
Kondisi psikologis yang dialami ibu selama hamil, kemudian akan kembali
mempengaruhi aktivitas fisiologis. Kecemasan dapat mempengaruhi detak
jantung, tekanan darah, produksi adrenalin, aktivitas kelenjar keringat, sekresi
13
asam lambung, dan lain-lain. Tekanan psikologis juga dapat memunculkan gejala
fisik seperti letih, lesu, mudah marah, gelisah, pusing, susah tidur, mual atau
merasa malas (Erlina, 2007).
Berbagai keluhan dapat ditimbulkan oleh kecemasan. Keluhan tersebut
dapat berupa firasat buruk, mudah tersinggung, merasa tegang, takut sendirian,
takut pada keramaian dan banyak orang serta gangguan konsentrasi. Selain itu,
keluhan-keluhan somatik juga dapat timbul pada seseorang yang mengalami
kecemasan. Misalnya rasa sakit pada otot, tulang, pendengaran berdenging, dada
berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, dan
lain-lain (Hawari, 2004).
Kecemasan yang berlebihan juga dapat memberi dampak pada perilaku
ibu. Mencoba untuk menghilangkan kecemasan dengan merokok atau dengan
mengkonsumsi obat-obatan penenang akan dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan janin, menimbulkan perasaan takut melahirkan, dan juga
depresi (Sujiono&Nurani, 2008). Kecenderungan makan berlebihan untuk
mengatasi cemas dapat berdampak terhadap pertambahan berat badan yang
nantinya dapat menyulitkan persalinan. Namun sebaliknya, ibu hamil yang tidak
berselera makan dan tidak peduli pada janin akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan bayi dan kondisi mental bayi (Keswamas, 2008).
Suasana psikologis ibu yang tidak mendukung akan mempersulit proses
persalinan. Cemas yang berlebihan, khawatir dan takut tanpa sebab pada ibu
hamil, dapat memicu kondisi yang berujung pada stres. Kondisi stres inilah yang
mengakibatkan otot tubuh menegang, terutama otot-otot yang berada dijalan lahir
14
ikut menjadi kaku dan keras sehingga sulit mengembang. Emosi yang tidak stabil
juga akan membuat ibu merasakan sakit yang semakin hebat (Amalia, 2009). Ibu
hamil yang mengalami kecemasan selama kehamilan akan meningkatkan resiko
ketidak seimbangan emosional ibu setelah melahirkan. Cemas selama kehamilan
juga meningkatkan resiko keterlambatan perkembangan motorik dan mental janin,
serta dapat menyebabkan colic pada bayi baru lahir (Bakshi, 2008).
2.2.4 Faktor – faktor yang mempengaruhi kecemasan pada ibu hamil
Terdapat berbagai faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan
seseorang. Mapierre (1985) mengemukakan bahwa kecemasan berhubungan
dengan usia, tingkat pendidikan, dan dukungan keluarga termasuk dukungan
suami. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan usia hamil resiko tinggi karena dapat terjadi kelainan atau gangguan
pada janin, sehingga dapat menimbulkan kecemasan pada ibu hamil tersebut
(Soelaeman, 2006). Beberapa faktor yang berhubungan dengan kecemasan ibu
hamil pertama (primigravida) antara lain :
a.
Faktor internal, yaitu
1)
Status Kesehatan Ibu dan Bayi
Kondisi atau perkambangan janin sangat dipengaruhi oleh kesehatan
ibunya. Sementara itu, perubahan hormonal diawal kehamilan menyebabkan ibu
hamil mual, muntah, kelelahan dan merasa kurang sehat (Pusdiknakes, 2003).
Kondisi tersebut membuat ibu merasa cemas akan kondisi bayi dalam
kandungannya. Mual dan kelelahan yang disertai peningkatan kecemasan akan
semakin memperburuk kondisi ibu dan janin yang dikandungnya.
15
2)
Faktor Pendidikan
Hasil riset yang dilakukan oleh Stuart&Sundeen pada tahun 1995
menyatakan bahwa responden yang berpendidikan tinggi lebih mampu
menggunakan pemahaman mereka dalam merespon berbagai perubahan kondisi
kesahatan secara adaptif dibandingkan kelompok responden yang berpendidikan
rendah. Kondisi ini menunjukkan respon kecemasan berat cenderung dapat
ditemukan pada responden yang berpendidikan rendah karena rendahnya
pemahaman mereka terhadap kondisi kesehatan.
3)
Faktor Umur
Umur Ibu hamil dispesifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu: kurang dari
20 tahun (tergolong muda), 20-30 tahun (tergolong menengah), dan lebih dari 30
tahun (tergolong tua). Umur yang lebih muda, lebih mudah mengalami stress
dibandingkan dengan umur yang lebih tua (Prawirohardjo, 2008).
b.
Faktor eksternal
1)
Dukungan
Semakin baik dukungan yang diberikan maka kecemasan akan semakin
ringan. Keluarga maupun tenaga kesehatan dapat memberikan dukungan kepada
ibu sejak hamil sampai melahirkan. Hal tersebut akan memotivasi dan
menumbuhkan rasa percaya diri ibu untuk mengurangi kecemasan (bobak,
lowdermil, & jensen, 2005). Menurut Carpenito (2006) dukungan suami akan
meningkatkan
kesejahtraan
psikologis
(psychologocal
well
being)
dan
kemampuan penyesuian diri melalui perasaan memiliki, peningkatan harga diri
dan pencegahan psikologis.
16
2)
Lingkungan
Lingkungan menjadi faktor penentu kecemasan ibu hamil. Lingkungan
yang dimaksud adalah budaya yang mendukung kehamilan akan memberikan
pengaruh positif terhadap kecemasan (bobak, lowdermil, & jensen, 2005).
3)
Pendidikan kesehatan
Menurut Steward (2006) pendidikan kesehatan atau edukasi adalah
unsur program kesehatan dan kedokteran yang di dalamnya terkandung rencana
untuk mengubah perilaku perseorangan dan masyarakat. Pada sasaran individu
dan keluarga, perawat dapat menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan
demonstrasi. Sedangkan pada sasaran kelompok dan masyarakat, perawat
dapat juga menggunakan metode ceramah, diskusi kelompok, demonstrasi, role
play ,film, dan interview (Achjar, 2009).
Pendidikan kesehatan juga identik dengan penyuluhan kesehatan. Tujuan
penyuluhan kesehatan adalah menghilangkan ketakutan maupun kekhawatiran
klien dan keluarga dengan cara memberi informasi yang adekuat mengenai
kondisi kesehatan saat ini (Narendra, 2005). Pasien dan keluarga yang kurang
pengetahuan membutuhkan penyuluhan kesehatan yang difokuskan pada area
yang dibutuhkan. Pasien dan keluarga yang memiliki koping tidak efektif terkait
dengan ketakutan akan kondisinya membutuhkan penyuluhan sebagai metode
intervensi keperawatan (Potter&Perry, 2005). Penyuluhan mendorong keluarga
untuk memutuskan pilihan mana yang tepat untuk kondisi kesehatan saat ini.
Ketika klien dan keluarga mampu memilih pilihan yang tepat, mereka mampu
17
mengembangkan rasa kontrol dan mampu menangani stres dengan lebih baik
(Perry&Potter, 2005)
2.2.5 Penyebab kecemasan pada ibu primigravida trimester ketiga
a.
Perubahan – perubahan fisik selama tiga trimester
Kehamilan dapat dibagi menjadi tiga trimester yaitu trimester pertama,
trimester kedua, dan trimester ketiga. Pada tiap trimester tersebut wanita hamil
akan mengalami perubahan – perubahan fisik. Perubahan fisik tersebut dapat
menimbulkan kecemasan pada tiap trimester (Aisyah, 2009).
b.
Pengalaman emosional ibu
Kecemasan dapat timbul ketika individu menghadapi pengalaman –
pengalaman baru. Wanita hamil yang pertama kali hamil akan merasa lebih cemas
dibandingkan dengan wanita hamil yang sudah pernah melahirkan. Wanita hamil
akan belajar dari pengalaman – pengalaman emosionalnya selama menjalani
kehamilan. Namun tiap individu mempunyai pengalaman – pengalaman yang
berbeda sehingga antara individu yang satu dengan individu yang lainnya tidak
sama dalam menyikapi kecemasannya (Stuart & Sundeen, 2002)
Pada trimester ketiga kecemasan akan kembali muncul ketika akan
mendekati proses persalinan. Ibu hamil akan ditakuti oleh kesakitan yang luar
biasa ketika akan melahirkan bahkan resiko kematian. Jika wanita hamil lemah,
maka akan mempersulit proses melahirkan nanti (Aisyah, 2009).
18
2.2.6 Gejala kecemasan pada Ibu Hamil
Menurut Blackburn (2000), gejala-gejala kecemasan pada ibu hamil
meliputi tiga aspek, yaitu:
a.
Gejala fisik
Meliputi telapak tangan basah, tekanan darah meninggi, badan gemetar,
denyut jantung meningkat dan keluarnya keringat dingin. Perubahan fisik yag
terjadi pada ibu hamil contohnya muncul jerawat, varises, noda juga dapat
menimbulkan kecemasan. Perubahan lainnya yang terjadi ketika hamil adalah
mudah lelah, badan terasa tidak nyaman, tidak bisa tidur nyenyak, sering sulit
bernafas, dan lain-lain. Perubahan – perubahan tersebut berbeda – beda
intensitasnya pada masing – masing ibu hamil (Blackburn, 2000).
b.
Gejala psikologis
Kecemasan merupakan reaksi psikologis yang wajar pada ibu hamil, jika
ibu hamil dapat mengatasi kecemasannya maka ia akan dapat menikmati tahapan
kehamilannya dengan lebih nyaman dan tenang. Secara psikologis, kecemasan
dapat meningkatkan kerja dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon
tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, muncullah perangsangan pada organ
– organ, seperti lambung, jantung, pembuluh darah maupun fisiologis tubuh
lainnya. Kecemasan yang ditimbulkan secara psikologis juga dikarenakan
ketidakmampuan individu dalam mengidentifikasi ancaman yang datang sehingga
muncul gelaja – gejala seperti marah – marah, takut, perasaan tidak tentu, serta
ketidakmampuan mengendalikan pikiran buruk. Ada dua hal yang menyebabkan
kecemasan pada ibu hamil yaitu perasaan takut dan penolakan ibu terhadap
19
kehamilannya. Perasaan takut yang dirasakan oleh ibu hamil lebih didasarkan
pada perubahan besar yang terjadi pada tubuhnya. Penolakan ibu terhadap
kehamilannya lebih didasarkan pada calon ibu tersebut tidak menikah atau karena
kesulitan ekonomi sehingga dengan hadirnya anak dapat memberatkan ekonomi
keluarga (Sastrawinata, 2003)
c.
Gejala Sosial
Kecemasan dalam ruang lingkup sosial dapat dilihat dari situasi, kondisi
dan obyek tertentu misalnya individu cemas ketika memperlihatkan diri di depan
umum. Keadaan ini terutama terjadi pada individu yang pemalu, penakut, merasa
tidak tentram, dan cemas bila berkumpul dengan orang-orang yang masih asing
dengannya. Pada ibu hamil biasanya kepercayaan tradisional yang dianut dalam
suatu daerah akan berpengaruh terhadap pola pikirnya sehingga akan
menimbulkan kecemasan tersendiri. Sikap yang kurang menyenangkan di pihak
orang-orang yang berarti, sikap yang kurang menyenangkan dari lingkungan juga
menimbulkan efek yang mendalam bagi kondisi mental ibu hamil. Misalnya orang
tua
yang tidak menghendaki kelahiran karena takut mengganggu program
pendidikan dan pekerjaan (Blackburn, 2000).
Hasil studi tentang psikologi kehamilan membuktikan bahwa fenomena
kecemasan yang berhubungan dengan kehamilan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang merupakan beban ekstra yang dapat berasal dari dalam tubuh sendiri
maupun dari kejadian diluar tubuh. (Notosoedirjo, 1996) mengatakan bahwa
apabila ibu hamil tidak mampu beradaptasi dengan beban ekstra tersebut, akan
mengalami kecemasan.
20
2.3
Audiovisual Antenatal Care Education
2.3.1
Pengertian Media Audiovisual
Audiovisual dapat didefinisikan sebagai media instruksional modern yang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi meliputi media
yang dapat dilihat dan didengar misalnya rekaman video, film, slide suara, dan
lain sebagainya. Pada dasarnya media ini terdiri atas audiovisual diam, yaitu
media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara
(sound slide) dan film rangkai suara sehingga kemampuan media ini dianggap
lebih baik dan menarik. (Rohani, dkk. 1997; Sanjaya, 2010)
Peter Salim memaknai audiovisual sebagai sesuatu yang berkenaan dengan
penerimaan dan pemancaran gambar. Tidak jauh berbeda dengan definisi tersebut,
Smaldino (2008) mengartikannya dengan “The storage of visuals and their
display on television-type screen” (penyimpanan/perekaman gambar dan
penanyangannya pada layar televisi). Arsyad (2007) menyatakan bahwa dalam
pengaplikasiannya, audiovisual bertujuan untuk hiburan, dokumentasi, dan
pendidikan.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
audiovisual merupakan sebuah media instruksional modern yang berkenaan
dengan apa yang dapat dilihat, utamanya adalah gambar hidup/bergerak dan dapat
didengar. Audiovisual dapat menyajikan informasi, sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan dalam penggunaannya bertujuan untuk
hiburan, dokumentasi, serta pendidikan.
21
2.3.2 Manfaat Penggunaan Media Audiovisual
Penggambaran suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara
alamiah atau suara yang sesuai merupakan salah satu kegunaan media
audiovisual. Kemampuan film dan audiovisual melukiskan gambar hidup dan
suara memberinya daya tarik sendiri. Kedua jenis media ini pada umumnya
digunakan untuk tujuan-tujuan hiburan, dokumentasi, dan pendidikan. Mereka
dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep
yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu
dan mempengaruhi sikap (Arsyad, 2007).
Manfaat dan karakteristik lain dari media audiovisual atau film dalam
meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses penyampaian informasi kesehatan,
di antaranya adalah (Munadi, 2008; Smaldino, 2008):
a. Penyampaian informasi kesehatan tidak terbataskan jarak dan waktu
b. Pemberian tayangan audiovisual mampu menggambarkan peristiwa yang
sudah maupun yang akan dialami secara realistis dalam waktu yang singkat
c. Dapat diulang-ulang bila perlu untuk menambah kejelasan akan informasi
yang dibutuhkan.
d. Pesan yang disampaikannya cepat dan mudah diingat.
e. Memperjelas hal-hal yang tidak dapat dipahami hanya melalui penjelasan
secara lisan dan memberikan penjelasan yang lebih realistis
f. Mampu berperan sebagai media utama untuk mendokumentasikan realitas
kondisi kesehatan yang dialami.
22
g. Mampu berperan sebagai storyteller yang dapat menumbuhkan imajinasi
dalam penerimaan informasi dan memotivasi dalam penerapan informasi yang
diperoleh
2.3.3 Pengaruh pemberian Audiovisual Antenatal Care Education terhadap
tingkat kecemasan
Berdasarkan sebuah penelitian, manusia hanya mampu menerima
informasi sebanyak 20% dari apa yang mereka lihat, dan 30% dari apa yang
mereka dengar. Mereka mampu mengingat informasi sebanyak 50% dari apa yang
mereka lihat dan dengar. Sebanyak 80% informasi mampu mereka ingat jika
mereka melihat, mendengar, dan melakukan informasi tersebut secara bersamasama (Rachmayanti, 2009). Penggunaan media audiovisual akan membantu
memperjelas informasi yang disampaikan, karena dapat lebih menarik, lebih
interaktif, dapat mengatasi batasan ruang, waktu dan indera manusia. Agar
informasi yang disampaikan bisa lebih jelas dan mudah dipahami sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai, maka informasi tersebut perlu dikemas sesuai dengan
karakteristik dari setiap media yang digunakan (Zakaria, 2002).
23
Berikut ini merupakan bagan mekanisme pemaparan audiovisual terhadap
kecemasan:
Audiovisual Antenatal
Care Education
Penyampaian informasi melalui
2 indera yang dikemas lebih
menarik dan interaktif
50% presentasi
penyerapan informasi
melalui media audiovisual
Peningkatan pemahaman ibu hamil akan proses
kehamilan dan perilaku yang harus dilakukan
selama hamil
Koping individu menjadi lebih
positif
Penurunan tingkat kecemasan
Gambar 1. Mekanisme Pemaparan Audiovisual Terhadap Kecemasan
(Sumber: Rachmayanti, 2009; Zakaria, 2002; Rohani, 1997; Wina Sanjaya, 2010)
Download