BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa terletak pada kemampuan negara untuk menciptakan pendidikan yang bermutu bagi warga negaranya. Pendidikan bermutu dapat terwujud manakala semua fungsi-fungsi yang mempengaruhi pendidikan saling mendukung. Sekolah sebagai pelaksana pendidikan formal yang mengelola berbagai sumber daya yang diperlukan seperti kurikulum (kebijakan), tenaga pendidik, biaya, peralatan, dan sumber daya selebihnya saling bersinergi untuk mencapai kemajuan yang diinginkan. Sekolah adalah sebuah subsistem terkecil dari sistem pendidikan nasional, sebagai subsistem terkecil dari sistem pendidikan nsional maka keberhasilan pendidikan secara nasional tergantung pada keberhasilan pendidikan di sekolah. Sebagai sebuah sistem maka sekolah harus memberdayakan semua komponen yang ada di dalamnya bekerja secara efektif dan efisien. Komponen yang berpengaruh terhadap sekolah adalah komponen internal dan eksternal. Komponen internal meliputi input, proses, output dan outcome yang diharapkan berjalan dengan baik dan saling mendukung sehingga dapat menciptakan iklim sekolah yang kondusif untuk berlangsungnya proses. Komponen eksternal yang ikut berpengaruh terhadap iklim sekolah adalah dukungan pemerintah, masyarakat, kemajuan iptek, tuntutan globalisasi, dan tuntutan pengembangan diri. 1 Komponen input merupakan semua masukan yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Proses yang terjadi di sekolah adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa, pendidik (guru), tenaga kependidikan, visi misi, tujuan, kurikulum, dan sarana prasarana (peralatan, gedung, dan fasilitas penunjang lainnya). Komponen proses dapat berupa manajemen, kepemimpinan, dan kegiatan belajar mengajar. Selain membutuhkan komponen input, komponen proses akan menghasilkan komponen output berupa hasil belajar/ prestasi siswa. Hasil belajar siswa tidak hanya berupa kemampuan kognitif saja yang dicerminkan dengan angka-angka, misalnya nilai ulangan atau pencapaian nilai UN tetapi juga menyangkut kemampuan afektif dan psikomotor siswa. Siswa yang berkarakter baik, sehat jasmani, dan mental merupakan output yang penting selain output berupa angka-angka. Keberhasilan sekolah untuk membekali siswa dengan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor tidak terlepas dari fungsi sekolah sebagai sebuah organisasi. Sebagai sebuah organisasi, maka sekolah merupakan kesatuan sosial dari anggotanya untuk mencapai tujuan bersama. Kesuksesan organisasi tidak terlepas dari perilaku anggotanya untuk mencapai tujuan bersama, diharapakan tujuan individu dalam organisasi selaras dengan tujuan organisasi (goal congruence). Sekolah adalah organisasi terkecil dan khusus dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hal ini seperti yang dikemukan oleh Rafferty, (2003:52): School climate is organizational climate with context specificity. It embraces the milieu of personalities, the principal and teachers, interacting within the sociological and psychological framework present in all schools. 2 Sehingga dapat dikatakan bahwa iklim sekolah adalah iklim organisasi pada kontek yang lebih spesifik. Iklim sekolah mencakup lingkungan pergaulan dari kepribadian kepala sekolah dan guru, yang saling berinteraksi dalam kerangka sosiologi dan psikologi yang ada di sekolah. Mengacu pada pengertian yang disampaikan oleh Rafferty (2003) di atas maka istilah organisasi pada penelitian ini mengacu pada sekolah, sehingga yang dimaksud dengan iklim organisasi adalah iklim organisasi sekolah. Hasil penelitian Moran dan Volkwein (1988) menunjukkan bahwa iklim organisasi yang baik dapat meningkatkan kolaborasi antar anggota organisasi, lebih banyak dukungan terhadap sekolah, lebih kondusif dalam menciptakan lingkungan yang menoleransi risiko (risk taking) dan memunculkan inovasi, memunculkan keterlibatan guru yang semakin besar baik yang terkait dengan pekerjaan maupun dalam pengambilan keputusan kelembagaan dan memunculkan komitmen yang kuat dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Menurut Hoy dan Miskel (2001: 189) iklim organisasi sekolah merupakan serangkaian karakteristik internal yang membedakan antara satu sekolah dengan sekolah lain dan mempengaruhi perilaku para warga sekolah yang secara spesifik iklim organisasi sekolah adalah kualitas lingkungan sekolah yang relatif bertahan yang dialami oleh para warga sekolah, mempengaruhi perilaku dan didasarkan pada persepsi kolektif mereka tentang perilaku di sekolah. Gibson et al. (1994) mengemukakan bahwa organisasi merupakan unit yang terkoordinasi terdiri dari paling sedikit dua orang untuk mencapai tujuan bersama. Sebagai sebuah organisasi maka sekolah juga menghadapi ancaman 3 berupa ketidakpastian dan keterhubungan dengan masyarakat. Perubahan sosial, ekonomi, budaya (teknologi) di suatu masyarakat di daerah/negara lain akan berpengaruh juga terhadap organisasi. Perubahan baik eksternal maupun internal dapat mempengaruhi keefektifan organisasi dalam mencapai tujuannya. Perubahan eksternal tersebut dapat berupa perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan tuntutan masyarakat sedangkan perubahan internal dapat berupa penerapan kebijakan, kurikulum dan peralatan baru. Perubahan-perubahan tersebut membutuhkan proses adaptasi dan sinergi diantara komponen-komponen yang ada di sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, tenaga kependidikan dan manajemen). Perubahan-perubahan yang mempengaruhi sekolah tersebut akan menciptakan iklim dan budaya organisasi. Iklim organisasi relatif bersifat sementara dibandingkan dengan budaya yang lebih permanen. Iklim organisasi sebagai perwujudan dari karakteristik lingkungan organisasi yang dirasakan oleh anggotanya memiliki peran yang sangat penting dalam kesuksesan organisasi. Iklim sekolah yang terbuka akan menciptakan pembelajaran yang efektif sehingga akan menghasilkan output yang baik dibandingkan dengan iklim sekolah yang tertutup. Iklim sekolah yang terbuka ditandai adanya kerjasama, penghargaan, dan keterbukaan sedangkan iklim tertutup ditandai oleh adanya kontrol yang ketat, guru bekerja sesuai tugasnya saja dengan banyak batasanbatasan akan menyebabkan guru menjadi frustasi, apatis dan motivasi rendah. Pada akhirnya akan mempengaruhi komitmen guru, yaitu komitmen yang rendah terhadap tugas dan sekolahnya. 4 Komitmen guru penting untuk dipelajari karena komitmen guru akan mempengaruhi kinerja guru dalam melaksanakan pekerjaannya. Adanya kinerja yang tinggi tentunya akan menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam rangka mencerdaskan bangsa. Komitmen guru adalah perasaan keterikatan seorang guru terhadap sekolah sehingga mendorong guru untuk untuk mau bekerja keras dalam usaha mencapai tujuan sekolah yang telah ditetapkan. Menurut Gibson et al. (1994) komitmen adalah perasaan sama dengan organisasi, loyalitas, dan keterlibatan yang dicerminkan oleh karyawan. Komitmen guru ini dapat dipengaruhi faktor internal dan eksternal guru. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri guru yang dapat berupa kepercayaan diri, motivasi, dan pengendalian diri dari guru sedangkan faktor eksternal adalah faktor lingkungan di sekitar guru yang dapat berupa lingkungan fisik dan sosial. Menurut Lee dan Mowday (1987: 735) komitmen karyawan dipengaruhi oleh faktor harapan, nilai, karakteristik organisasi, kinerja, dan pengalaman kerja. Menurut Zhang dan Liu (2010) iklim organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keefektifan manajemen sumber daya seperti kepuasan kerja (job satisfaction), keluar masuknya karyawan (turnover intention), dan kepercayaan diri dalam bekerja (work efficacy). Lebih lanjut dikatakan oleh Zhang dan Liu (2010) bahwa iklim organisasi adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap keefektifan organisasi seperti komitmen organisasi dan identitas kolektif (staff members’ organization commitment and collective identity). 5 Komitmen guru sekolah menengah pertama di Kecamatan Ponjong pada umumnya masih rendah, hal ini ditandai oleh adanya guru yang masih terlambat ke sekolah, penggunaan model pembelajaran yang monoton dan cenderung teacher center learning, serta keengganan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan knowledge sharing (MGMP/ Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Keadaan ini dimungkinkan oleh adanya iklim organisasi sekolah yang tidak kondusif yang ditandai oleh kepemimpinan yang kongenial, dukungan antar guru yang rendah, dan dukungan dari masyarakat yang rendah pula. Melihat keadaan ini maka penting dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh iklim organisasi sekolah menengah pertama di Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul terhadap komitmen guru. 1.2. Rumusan Masalah Iklim sekolah harus menjadi perhatian bagi kepala sekolah karena iklim sekolah akan mempengaruhi keefektifan sekolah. Sekolah yang efektif ditandai oleh adanya kepemimpinan yang transformasional, harapan kinerja yang tinggi, lingkungan yang aman dan tertib, tugas mendasarkan pada ketrampilan dan kemampuan bukan kedekatan, dan sistem penilaian siswa yang komprehensif (kognitif, afektif, dan psikomotor). Iklim sekolah yang terbuka terutama disebabkan oleh perilaku kepala sekolah, guru, murid, dan tenaga kependidikan. Perilaku supervisi kepala sekolah yang bersifat kolegial, saling menghargai, kepercayaan, keterbukaan, kerjasama, tugas yang memberdayakan berdasarkan kemampuan atau ketrampilan, dan 6 perilaku guru dalam menilai siswa secara komprehensif akan menciptakan iklim sekolah yang sehat/terbuka. Iklim organisasi sekolah menengah pertama di Kecamatan Ponjong pada umumnya masih bersifat tertutup, hal ini dapat dilihat dari beberapa fenomena yang terjadi, yaitu: 1. Perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang cenderung bergaya transaksional yang ditandai dengan penekanan tugas-tugas yang dibebankan kepada guru dan karyawan. Prestasi guru dan karyawan hanya diukur berdasarkan kemampuan mereka dalam menyelesaikan pekerjaan seperti yang digariskan oleh atasan. 2. Manajemen pengambilan keputusan tertutup, hal ini dapat dilihat dari adanya ketakutan dari guru maupun karyawan untuk turut serta dalam pengambilan keputusan. Tidak adanya partisipasi ini akan membuat sekolah cenderung tidak mengalami kemajuan dalam prestasi. Usaha-usaha peningkatan mutu tidak mendapat dukungan dari guru karena kebijakan digariskan hanya mengacu pada pandangan kepala sekolah semata. 3. Komite sekolah sebagai bagian dari masyarakat seharusnya menjadi mitra dalam setiap keputusan sekolah menjadi tidak berdaya. Komite sekolah dibutuhkan oleh sekolah manakala sekolah akan menarik dana dari siswa untuk membiayai suatu program, mereka tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang bersifat akademik demi peningkatan prestasi dan penyempurnaan kurikulum. 7 4. Tidak adanya kemauan yang kuat dari siswa untuk berprestasi dalam bidang akademik maupun nonakademik (olah raga, seni, ketrampilan). Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan sumber-sumber belajar yang masih sedikit. 5. Adanya perselisihan di antara guru-guru pada mata pelajaran yang sama dalam memperebutkan jam mengajar. Perselisihan ini muncul sebagai akibat adanya pemberian tunjangan sertifikasi yang mensyaratkan mengajar 24 jam per minggu. Bagi guru yang tidak memenuhi 24 jam diwajibkan mencari tambahan jam mengajar di sekolah lain. Pada umumnya guru-guru lebih senang untuk mengajar di sekolahnya sendiri tanpa mencari tambahan jam di sekolah lain. Perselisihan akan muncul dalam penentuan siapa yang harus menambah jam di sekolah lain, guru seniorlah yang biasanya dimenangkan sehingga guru yunior harus mencari tambahan di sekolah lain. Keadaan di atas tentunya akan menghambat proses pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya akan membentuk iklim sekolah yang tertutup. Proses pembelajaran di sekolah yang paling utama adalah dipengaruhi oleh faktor guru tanpa menghilangkan peran komponen sekolah yang lain. Mengingat peran yang lebih dominan tersebut maka peningkatan mutu pendidikan harus dititikberatkan pada peningkatan kompetensi guru. Peran dan fungsi guru terhadap pelaksanaan pendidikan adalah sebagai pendidik dan pengajar, sebagai anggota masyarakat, sebagai pemimpin, sebagai administrator, sebagai pengelola pembelajaran (Mulyasa, 2012). Organisasi yang terbuka akan membawa dampak pada motivasi dan komitmen guru yang tinggi sehingga akan membawa pada kepuasan kerja dan 8 kinerja yang tinggi. Hasil penelitian Smith (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan antara komitmen guru dengan iklim sekolah. Komitmen guru yang paling besar dipengaruhi oleh teacher profesionalism sedangkan collegial leadership dan academic press berpengaruh terhadap teacher profesionalism dan Socioeconomic Status (SES) berpengaruh terhadap academic press. Jika proses pembelajaran dilakukan tanpa ada motivasi yang kuat maka akan mengakibatkan kinerja guru yang rendah. Keadaan ini tentunya memerlukan manajemen organisasi yang baik dari kepala sekolah untuk menciptkan iklim sekolah yang terbuka. 1.3. Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat pengaruh iklim organisasi sekolah (kepemimpinan kolegial, profesionalisme guru, tekanan berprestasi, kemudahan terpengaruh) terhadap komitmen guru sekolah menengah pertama di Kecamatan Ponjong? 1.4. Tujuan Penelitian Menguji pengaruh iklim organisasi yang terdiri dari komponen-komponen kolegial, profesionalisme guru, tekanan berprestasi, dan kemudahan terpengaruh baik secara sendiri-sendiri (partial) maupun secara bersama-sama (simultan) terhadap komitmen guru sekolah menengah pertama di Kecamatan Ponjong. 9 1.5. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Bagi pihak pengelola sekolah maka penelitian bermanfaat dalam memberikan acuan untuk melakukan perbaikan iklim organisasi sekolah dan komitmen guru. 2. Hasil dari penelitian ini bermanfaat dalam memperkaya hasil penelitian sebelumnya dan dapat menjadi referensi bagi pengembangan penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis hasil penelitian ini bermanfaat dalam memberikan pemahaman dan pengetahuan baru dalam melakukan analisis tentang iklim sekolah dan komitmen guru. 1.6. Batasan Penelitian Pada penelitian ini yang dimaksud dengan iklim organsasi adalah iklim sekolah yang diukur menggunakan Organizational Climate Index (OCI) yang berjumlah 27 item pertanyaan. Indek pada OCI mempunyai empat dimensi yaitu kepemimpinan kepala sekolah, profesionalisme guru, tekanan akademik, kemudahan terpengaruh. Komitmen organisasi diukur dengan Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) yang berjumlah 15 item pertanyaan. 10