14 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pelapisan Sosial Pelapisan sosial

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pelapisan Sosial
Pelapisan sosial di sini dianggap sebagai kedudukan yang berbeda-beda, mengenai
pribadi-pribadi manusia yang merangkaikan suatu sistem sosial yang ada dan perlakuannya
sebagai hubungan orang atasan (Superior) dan orang bawahan (inferior) satu sama lain dalam
hal-hal tertentu yang oleh masyarakat dianggap penting. Kedudukan yang bermacam-macam
seperti itu dianggap suatu fenomena sistem-sistem sosial yang benar-benar mendasar dan apa
yang merupakan hal-hal di mana kedudukan adalah penting. Kedudukan merupakan salah satu di
antara banyak dasar yang memungkinkan di dalam pribadi-pribadi dapat dibeda-bedakan. Hal itu
hanya dalam perbedaan-perbedaan yang sepanjang diberlakukan sebagai keterlibatan atau
hubungan dengan jenis-jenis tertentu superioritas atau inferioritas sosial yang relevan dengan
teori pelapisan (Talcot : 1985 :70 )
Stratifikasi sosial (social Stratification) merupakan suatu sistem di mana manusia terbagi
dalam lapisan-lapisan sesuai dengan kekuasaan, kepemilikan, dan prestise relatif mereka.
Stratifikasi sosial merupakan cara untuk menggolongkan sejumlah besar kelompok manusia ke
dalam suatu hirarki sesuai dengan hak-hak istimewa relatif mereka. (Henslin 2007:178)
Stratifikasi dapat terjadi dengan sendirinya sebagai bagian dari proses pertumbuhan
masyarakat, juga dapat dibentuk untuk mencapai tujuan bersama. Faktor yang menyebabkan
stratifikasi sosial dapat tumbuh dengan sendirinya adalah kepandaian, usia, sistem kekerabatan
dan harta dalam batasan-batasan tertentu. Stratifikasi sosial memiliki dua sifat yaitu stratifikasi
terbuka dan stratifikasi tertutup.
14
Universitas Sumatera Utara
15
Pada startifikasi terbuka kemungkinan terjadinya mobilitas sosial cukup besar, sedangkan
pada stratifikasi tertutup kemungkinan terjadinya mobilitas sosial sangat kecil.Menurut Davis
dan Moore bahwa posisi yang tinggi di dalam stratifikasi sosial dianggap sebagai posisi yang
kurang menyenangkan tetapi sangat penting untuk menjaga keberlangsungan hidup masyarakat
dan membutuhkan bakat dan kemampuan yang besar. Oleh karena itu masyarakat menambahkan
di dalam posisi itu ganjaran-ganjaran atau reward sehingga orang-orang yang bekerja di dalam
posisi itu dapat melakukan pekerjaannya dengan rajin. Sebaliknya, posisi yang lebih rendah lebih
menyenangkan tetapi kurang penting dan tidak membutuhkan bakat dan kemampuan khusus
untuk melaksanakannya. Masyarakat juga tidak terlalu menganggap penting bahwa orang-orang
menduduki posisi-posisi itu harus melaksanakan tugasnya (Bernard 2007: 51)
Secara umum, status seseorang dalam masyarakat terdidiri dari tiga bentuk, yaitu
1. Ascribed Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan. Kedudukan tersebut dapat diperoleh
karena kelahiran, misalnya kedudukan seorang anak bangsawan adalah bangsawan
juga.
2. Achieved Status, yaitu kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha
yang disengaja, kedudukan tersebut tidak diperoleh atas dasar kelahiran, tetapi
bersifat terbuka bagi siapa saja, tergantung dari kemampuannya masing-masing
dalam mengejar serta mencapai tujuan, misalnya setiap orang dapat menjadi hakim
asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu.
3. Assigned Status, yaitu kedudukan yang diberikan berhubungan dengan achieved
status, misalnya sekelompok atau segolongan orang yang memberikan kedudukan
Universitas Sumatera Utara
16
yang lebih tinggi kepada seseorang yang berprestasi di dalam instansi pemerintahan
akan dinaikkan pangkatnya.
Menurut Soerdjono Soekanto :
“Status sosial diartikan sebagai suatu kedudukan yang diatur secara sosial dan
menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat, yang
disertai pula dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi pula oleh si
pembawa status”.
Bentuk–bentuk penghargaan masyarakat yang mempengaruhi tingkat status sosial
seseorang adalah pekerjaan yang dimilikinya, pendapatan, pendidikan, keturunan, kepangkatan,
kekayaan, bentuk rumah dan lokasi rumah.Inilah yang menyebabkan terjadinya lapisan-lapisan
ataupun stratifikasi di dalam masyarakat dalam arti sosial. Menurut Soerjono Soekanto :
“Ada beberapa ukuran-ukuran yang dapat diperlukan untuk menggolong-golongkan masyarakat,
anggota-anggotanya ke dalam lapisan-lapisan” ,yaitu :
a. Ukuran Kekayaan (materil)
b. Ukuran kekuasaan
c. Ukuran kehormatan
d. Ukuran ilmu pengetahuan.
Untuk lebih jelasnya maka berikut ini akan diuraikan yang mempengaruhi pembentukan
tingkatan sosial.
Universitas Sumatera Utara
17
1.
Pendidikan
Salah satu ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolong-golongankan
masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial atau status sosial ialah ukuran ilmu pengetahuan.Ilmu
pengetahuan diperoleh dengan pendidikan formal yang diperoleh di sekolah-sekolah. Bila
anggota masyarakat memandang pendidikan sebagai suatu yang berharga yang dapat
meningkatkan status sosial, maka secara sadar akan berusaha agar hal tersebut dapat dicapai.
Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia, baik melalui lembagalembaga pendidikan atau sekolah-sekolah maupun di luar sekolah. Melalui pendidikan yang
diperoleh seseorang secara tidak langsung akan mengembangkan kepribadiannya dan
kemampuannya untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi. Berbeda dengan orangorang yang belum pernah mengecap pendidikan. Dengan demikian tingkat pendidikan yang
dialami, mempengaruhi kemampuan seseorang untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi
dengan seseorang yang berpendidikan rendah, menegah atau yang sama sekali tidak
berpendidikan.
Demikian juga halnya dengan status sosial, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
maka semakin tinggi pula penghargaan masyarakat kepadanya. Seseorang yang berpendidikan
tinggi misalnya sarjana, maka penghargaan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya akan
berbeda dengan seorang yang hanya berpendidikan SMA.
Pendidikan berlangsung seumur hidup serta dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah
dan juga masyarakat.Pendidikan dalam keluarga memberikan dasar-dasar bagi pendidikan
selanjutnya.Pendidikan di sekolah dengan segala peraturannya, merupakan pendidikan yang
bersifat formal atau resmi, sedangkan pendidikan di dalam masyarakat merupakan pendidikan
Universitas Sumatera Utara
18
non formal.Dari defenisi diatas dapat diketahui bahwa pendidikan itu tidak hanya terletak pada
satu pusat saja, tetapi adanya kerjasama antara ketiga unsur keluarga, sekolah dan masyarakat.
2.
Pekerjaan
Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang sangat menentukan status sosial dalam
masyarakat.Artinya dengan melihat jenis pekerjaan seseorang, dapat dilihat tingkat status sosial
di dalam masyarakat. Berdasarkan jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang akan dapat
mempengaruhi penghargaan masyarakat kepadanya. Semakin tinggi status sosial seseorang
berdasarkan jenis pekerjaan yang dimilikinya, maka semakin besar penghargaan masyarakat
kepadanya, demikian juga sebaliknya.
Tujuan dari pekerjaan yang dilakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
sesuai dengan nilai sosial yang berlaku. Maksudnya adalah jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan
haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan norma hukum yang ada dalam masyarakat.
Pekerjaan tersebut haruslah menurut aturan-aturan yang berlaku, bukan pekerjaan yang
merugikan orang lain, namun haruslah mengandung nilai keuntungan baik bagi diri pribadi,
organisasi tempat bekerja maupun bagi masyarakat.
Dalam pemilihan pekerjaan pun perlu diperhatikan bahwa pekerjaan bukan hanya sebagai
sarana saja, melainkan juga sangat berguna. Bukan sebagai kewajiban melainkan sebagai hak
setiap manusia, seperti yang dirumuskan berikut ini:
1. Pekerjaan sebagai sarana memproduksi barang dan jasa bagi masyarakat dan
perorangan.
2. Pekerjaan sebagai sarana pendapatan bagi masyarakat dan perorangan sebagai
imbalan atas jasa pengorbanan energinya.
Universitas Sumatera Utara
19
3. Pekerjaan sebagai sumber memperoleh status sosial, harga diri dan
penghargaan masyarakat sebagai imbalan atas prestasinya.
4. Pekerjaan yang mempunyai sumber penghasilan yang layak dan sumber
martabatnya, sebagai kewajiban dan haknya. Tingkatan pekerjaan memang
terdapat pada suatu masyarakat. Tingkatan jenis pekerjaan tersebut
dipengaruhi oleh prestise dari anggota masyarakat tersebut.
Dari penjelasan-penjelasan mengenai status di atas maka dapat dikatakan bahwa status
seseorang dalam masyarakat ditentukan oleh faktor-faktor aspek kehidupan yang ada dalam
masyarakat (achieved status) dalam masyarakat yang dinyatakan dengan status sosial
ekonomi.Utuk melihat apakah seseorang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi, sedang dan
rendah di dalam suatu masyarakat didasarkan pada banyak tidaknya bentuk penghargaan
masyarakat padanya. Artinya semakin tinggi tingkat status sosial ekonomi seseorang maka
semakin banyak bentuk penghargaan masyarakat yang diterimanya dan sebaliknya semakin
rendah tingkat status ekonomi seseorang maka semakin sedikit bentuk penghargaan masyarakat
yang diterimanya.(Jhon 1994:147)
Bentuk-bentuk penghargaan masyarakat yang mempengaruhi tingkat status sosial
seseorang adalah pekerjaan yang dimilikinya, pendapatan, pendidikan, keturunan, kepangkatan,
kekayaan, bentuk rumah dan lokasi rumah.Faktor-faktor inilah yang menyebabkan terjadinya
lapisan-lapisan ataupun stratifikasi di dalam masyakat dalam arti sosial maupun ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
20
2.2
Manusia dan Kebudayaan
Antara manusia dan kebudayaan terjalin hubungan yang sangat erat, manusia menjadi
manusia
merupakan
kebudayaan.Hampir
semua
tindakan
manusia
itu
merupakan
kebudayaan.Hanya tindakan yang sifatnya naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan,
tetapi tindakan demikian presentasinya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebuayaan tersebut
dibiasakan dengan cara belajar (Jacobus,2006:20)
Selanjutnya hubungan antara manusia dengan kebudayaan juga dapat dilihat dari
kedudukan manusia tersebut terhadap kebudayaan.Manusia mempunyai empat kedudukan
terhadap kebudayaan yaitu sebagai 1) penganut kebudayaan, 2) pembawa kebudayaan, 3)
manipulator kebudayaan, 4) pencipta kebudayaan.Pembentukan kebudayaan dikarenakan
manusia diharapkan pada persoalan yang diminta pemecahan dan penyelesaian.Kebudayaan
yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalah-masalahnya bias kita sebut sebagai way
of life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam bertingkah laku.Berarti kebudayaan
adalah segala sesuatu yang telah ada, telah diterima, dilaksanakan oleh semua orang dalam
waktu yang cukup lama dan sudah menjadi kebiasaan. Berarti Adat adalah segala sesuatu yang
telah ada , diterima, dilaksanakan oleh semua orang dalam waktu yang cukup lama dan sudah
menjadi kebiasaan (Bambang,2000:44)
Demikian halnya dengan masyarakat Batak Toba, juga tidak pernah berhasil dijelaskan
siapa peletak dasar adat Batak Toba. Menurut silsila ( tarombo) Batak, bahwa manusia pertama
di bumi ini (tanah Batak tentunya) adalah si Raja Batak yang diciptakan oleh debata mulajadina
bolon bersama dengan seorang perempuan di puncak Pusuk Buhit, kemudian si Raja Batak
memiliki keturunan yang masih dapat ditelusuri yaitu Guru Tetabulan dan Raja Isombaon. Dari
Universitas Sumatera Utara
21
mereka inilah kemudian berkembang dan terbentuklah komunitas masyarakat Batak Toba yang
pertama. Dari komunitas Batak yang pertama inilah mulai diletakkan dasar budaya Batak
(Vergouwen 1986:7)
Pembentukan kebudayaan dikarenakan manusia dihadapkan pada persoalan yang
meminta pemecahan dan penyelesaian. Manusia harus mampu memenuhi apa yang menjadi
kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai cara. Hal yang dilakukan oleh manusia
inilah kebudayaan.Kebudayaan yang digunakan manusia dalam menyelesaikan masalahmasalahnya bias kita sebut sebagai way of life, yang digunakan individu sebagai pedoman dalam
bertingkah laku.
2.3
Perubahan dan Kebudayaan
Perubahan sosial merupakan ciri khas semua masyarakat dan semua kebudayaan, baik
masyarakat tradisonal maupun masyarakat modern.Dalam masyarakat modern perubahan itu
sangat cepat, sedang dalam masyarakat tradisional sangat lambat.Perubahan sosial dapat
menimbulkan problem sosial. Problem sosial dapat saja identik secara materil dalam masa dan
kebudayaan yang berbeda , tetapi problem itu selalu erat bergantung pada kenyataan sosio-kultural yang khusus.
Dengan kata lain ada relasi kecenderungan-kecenderungan dan dinamisme sosio kultural
dengan problem sosial masyarakat modern. Problem sosial erat hubungannya dengan kondisi
sosial, sebab problem sosial ditimbulkan oleh interaksi dan interelasi dua manusia atau lebih.
(Simandjuntak 1980:7)
Suatu masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkannya, tidak mungkin berhenti
berproses, kecuali apabila masyarakat dan kebudayaan tersebut telah mati.Setiap masyarakat dan
Universitas Sumatera Utara
22
kebudayaan, pasti mengalami perubahan.Mungkin saja perubahan yang terjadi tidak begitu
tampak, karena manusia kurang menyadarinya atau merasa dirinya kurang terlibat. Di Indonesia
sering dikatakan, bahwa masyarakat desa sama sekali tidak berubah, atau suku-suku bangsa yang
terasing, sama sekali masih murni.
Ini sama sekali tidak benar; mungkin pandangan
tersebut didasarkan pada sudut
pandangan yang sangat sempit. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat
pesat, hampir-hampir tidak memungkinkan manusia dan kelompoknya untuk menutupi diri
terhadap pengaruh dari luar. Memang perlu diakui, di satu pihak pengaruh tersebut mungkin
masuk dengan mudah, namun di pihak lain, ada pula pengaruh yang lebih sukar masuknya
(Soekanto 1988:73)
Pada dasarnya perubahan sosial dan kebudayaan tidak dapat berdiri sendiri, keduanya
saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan berbeda.
Dalam perubahan sosial terjadi perubahan struktur sosial dan pola-pola hubungan sosial, antara
lain sistem status, hubungan-hubungan di dalam keluarga, sistem politik dan kekuasaan, serta
persebaran penduduk. Sedangkan yang dimaksud dengan perubahan kebudayaan ialah perubahan
yang terjadi dalam sistem ide yang dimilki bersama oleh warga atau sejumlah warga masyarakat
yang bersangkutan , antara lain aturan-aturan, norma-norma yang digunakan sebagai pegangan
dalam kehidupan, juga teknologi, selera, rasa keindahan (kesenian) dan bahasa.Walaupun
perubahan sosial dan perubahan sosial dan perubahan kebudayaan itu berbeda, pembahasan
kedua perubahan itu tak akan mencapai suatu pengertian yang benar tanpa mengaitkan keduanya.
Dengan munculnya pola-pola baru berarti lenyaplah pola-pola lama.Lenyapnya pola-pola
kelakuan tradisional dan munculnya pola-pola baru menimbulkan ketegangan-ketegangan.Ada
Universitas Sumatera Utara
23
kemungkinan pola-pola lama secara lambat menghilang dan pola-pola baru muncul secara
lambat, proses desintegrasi lambat. Perubahan adalah proses yang berkesinambungan dan
memilki arah yang jelas yang dapat terjadi melalui adaptasi, penyesuaian, akomodasi, asimilasi,
dan lain-lain, sehingga terjadi proses perubahan antara dua atau lebih objek dan sistem sosial
budaya. (Piotr, 2008:34).
Perubahan tata cara perkawinan ini bukan hanya terjadi pada masyarakat Batak Toba
saja, karena dengan berjalannya waktu upacara perkawinan adat sekarang ini juga mengalami
perubahan yang mana pelaksanaannya upacara perkawinannya sudah tidak bertele-tele lagi dan
tidak mengeluarkan banyak biaya lagi karena sudah lebih praktis. Perubahan ini juga karena
adanya teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin canggih yang mempermudah terjadinya
tukar menukar kebudayaan baik antara suku bangsa maupun dengan kubudayaan asing.
2.4
Masyarakat Batak Toba
1. Masyarakat
Menurut Koentjoroningrat dalam Muhammad Basrowi dan Soenyono (2004:46), istilah
masyarakat berasal dari bahasa Arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi, atau
“musyaraka” berarti “ saling bergaul”. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah “society” yang
sebelumnya berasal dari kata latin “socious”, berarti “kawan”. Pendapat sejenis juga terdapat
dalam buku karangan Abdul Syani, dijelaskan bahwa perkataan masyarakat berasal dari kata
musyarak (arab), yang artinya bersama-sama, kemudian berubah menjadi masyarakat, yang
artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling
mempengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
24
Sementara itu menurut John Lewis Gillin dan John Philip Gillin mengatakan bahwa
masyarakat itu adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi,
sikap dan perasaan persatuan yang sama. Masyarakat itu meliputi pengelompokanpengelompokan yang lebih kecil.Pengertian yang dikemukakan tersebut menunjukkan bahwa
masyarakat itu meliputi kelompok manusia yang kecil sampai dengan kelompok manusia dalam
suatu masyarakat yang sangat besar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia
yang terdiri dari kelompok yang kecil sampai kelompok yang besar yang berkumpul bersama,
hidup bersama dengan saling bergaul dan saling mempengaruhi. Kelompok manusia tersebut
mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama.
2. Masyarakat Batak
Ada beberapa dugaan tentang asal orang Batak Toba. Harahap dalam Bungaran Antonius
(2006:25) yang menyatakan ada dua asal orang Batak, yaitu 1) dari Utara (tidak dijelaskan yang
mana), dari sana pindah ke Filipina, dari Filipina pindah ke Selatan, yaitu Sulawesi bagian
selatan, menurunkan orang Bugis dan Makassar. Kemudian bersama angin timur berlayar ke
barat bagian Lampung, lalu melalui pantai barat Sumatera bagian di Barus. Dari sana naik ke
pulau Samosir di Danau Toba. 2) berasal dari India (Hindia muka) turun ke Burma, kemudian
turun ke tanah genting kera di utara Malaysia, terus berlayar ke barat tiba di Sumatera.
Kemudian melalui Tanjung Balai atau Batu Bara atau Pangkalan Berandan, Kuala Simpang naik
ke Danau Toba.
Untuk sementara Harahap mereservasi dugaan di atas sebagai pegangan.Namun tetap
bersikap bahwa faktanya orang Batak sudah ada di tanah Batak dan mereka juga beratus tahun
Universitas Sumatera Utara
25
tinggal di wilayah itu. Tentang dari mana asal, bagaimana sampai di sana, dianggap suatu
spekulasi yang mungkin besar, tapi mungkin juga salah.
Menurut
Antonius (2006:18) suku Batak terbagi dalam berbagai sub suku yang
didasarkan atas pemakaian bahasa Batak yang mempunyai perbedaan di antara masing-masing
sub suku, yaitu 1) Batak Karo di bagian utara Danau Toba di tanah Batak pusat dan di utara
Padang Lawas, 4) Batak Simalungun di timur Danau Toba, 5) Batak Angkola/ Mandailing di
Angkola, Sipirok, Padang Lawas Tengah dan Sibolangit bagian selatan.
Sianipar (1991) menyatakan bahwa masyarakat Batak Toba adalah masyarakat marga,
sehingga dalam kegiatannnya tidak dapat meninggalkan keterlibatan marga. Dalam masyarakat
Batak norm umum dipakai untuk keperluan umum, namun keperluan adat masyarakat Batak
menggunakan norma dan adat istiadat orang Batak. Dalam masyarakat Batak terdapat marga
yang diikuti susunan silsilah orang Batak yang disebut tarombo (silsilah).Hubungan sosial
kemasyarakatan orang Batak tidak dapat berjalan tanpa marga dan tarombo (silsilah).Marga dan
tarombo(silsilah) memudahkan hubungan sosial antara orang Batak dimanapun berada.
3. Masyarakat Batak Toba
Masyarakat Batak Toba sebagai salah satu suku bangsa di bumi Indonesia memiliki
tatanan sosial kemasyarakatan yang disebut dalihan na tolu. Pengaruh dan cengkeramannya
sudah sedemikian mendalam sehingga tidak salah menyebutkan orang Batak sebagai masyarakat
dalihan na tolu. dalihan na tolu sudah menjadi warisan orang Batak.
Dalihan Na Tolu artinya tungku berkaki tiga, ketiga kaki tungku melambangkan
pengakuan atas adanya pembagian masyarakat Batak dalam tiga kelompok utama.Pembagian
inilah yang menjadi struktur kemasyarakatan bagi orang-orang Batak Toba.Ketiga kelompok
Universitas Sumatera Utara
26
tersebut terdiri dari dongan sabutuha, yaitu orang-orang yang berasal dari satu marga. Misalnya
Situmeang, Lumban Tobing, Sinaga, Situmorang, Simamora, dan sebagainya. Karena pernikahan
diantara sesama marga dilarang dan dianggap tabu (incest), maka pernikahan antar marga
merupakan perilaku yang diterima atau kelaziman.Sebagai akibat pernikahan tersebut, maka
timbullah secara bersamaan kelompok hula-hula, yaitu marga asal istri dan borumarga asal
suami.
Tanpa pernikahan antar marga maka hula-hula dan boru tidak akan timbul. Dengan
timbulnya kelompok tersebut, terciptalah struktur sosial masyarakat yang baku, dimana ketiga
kelompok tersebut bergerak, berhubungan selaras, seimbang dan teguh dalam suatu tatanan
masyarakat. Dengan kata lain ketiga kelompok tersebut selalu berinteraksi antar kelompok yang
satu dengan kelompok yang lain. Antara pribadi dari kelompok yang satu dengan kelompok
lainnya dan juga diantara pribadi dengan pribadi di dalam kelompok sendiri.Selain struktur
sosial, pengelompokan tersebut juga menetapkan fungsi sosial dari setiap kelompok. Dengan
demikian akan ditemukan tiga fungsi sosial, yaitu fungsi sosial sebagai boru. Ketiga fungsi
tersebut terus berinter relasi dan berinteraksi kedalam dan keluar kelompok sehingga dalihan na
tolu tersebut dikategorikan sebagai sistem yang sempurna.(Rajamarpodan, 1992:127)
Dalihan Na Tolu tidak hanya sekedar menetapkan struktur sosial dan fungsi sosial
masyarakat Batak tetapi juga menetapkan sikap dan perilaku yang patut ditampilkan oleh setiap
kelompok.Manat atau berhati-hati merupakan sikap terhadap dongan sabutuha.Somba atau
hormat merupakan sikap yang patut ditampilkan terhadap hula-hula dan elek atau lemah lembut
merupakan sikap yang patut ditampilkan terhadap boru.Penjabaran dan pelaksanaan ketiga sikap
tersebut telah dituangkan partuturan atau sistem kekerabatan orang Batak.
Universitas Sumatera Utara
27
Partuturan telah menggariskan identifikasi seseorang berdasarkan fungsinya serta
menetapkan kata panggilan kekerabatan yang akan dipakai. Kemudian sistem kekerabatan
tersebut juga menetapkan jenjang dan tata sopan santun didalam kekerabatan dalam masyarakat
Batak. Demikianlah garis besar asal mula timbulnya inspirasi pembentukan tatanan sosial
masyarakat Batak Toba yang bertumbu diatas tiga kelompok dalihan na tolu. Tua-tua generasi
pendahulu telah menjadikan dalihan na tolu.Tersebut sebagai kerangka dasar acuan dan pijakan
tetanan sosial bagi keturunannya.Mereka telah berhasil melakukan sebuah tatanan sosial yang
diterima dan dipedomani dengan sadar oleh masyarakat Batak Toba dari generasi ke generasi
hingga sekarang. Hal itu membuktikan bahwa tatanan sosial dalihan na tolu masih tetap
dianggap layak dan berguna untuk diberlakukan atau relevan sebagai panduan dan pedoman
pergaulan hidup Masyarakat Batak. Adat untuk perkawinan, kelahiran dan kematian
4. Masyarakat Batak di Perantauan
Masyarakat Batak pada zaman penjajahan yang paling banyak pergi merantau di
kalangan orang Batak ke daerah-daerah lain di Indonesia adalah Batak Mandailing.Hal ini dapat
dimengerti karena pendidikan sekolah membuka yang membuka mata penduduk lebih dulu
tertanam di Tapanuli Selatan daripada di Tapanuli Utara.Sesudah zaman penjajahan mulailah
mengalir para petani Batak Toba ke daerah perkebunan di dataran rendah Sumatera Utara.
Mereka bekerja sama dengan orang Jawa bekas buruh perkebunan dan membuka areal pertanian.
Para petani asal Toba terdapat juga di Aceh Tenggara. Selain sebagai pegawai, banyak juga
pengusaha kecil dan buruh swasta, seperti supir angutan kota, pedagang kaki lima (parenggerengge) ikut merantau ke kota-kota Sumatera dan Jawa (Siahaan, 1982:41-44)
Pada umumnya masyarakat Batak Toba di perantauan selalu mendirikan perhimpunan
marga, khususnya untuk keperluan adat. Urgensi dari perhimpunan marga ini adalah memelihara
Universitas Sumatera Utara
28
nilai-nilai yang terkandung dalam nalihan na tolu (tungku nan tiga). Karena urusan marga yang
terpenting ialah upacara perkawinan.Marga di sini seolah-olah masih turunan satu ayah karena
sebagai turunan satu leluhur tidak boleh mengawini. Sesuai dengan prinsip itulah, apabila timbul
keretakan di dalam rumah tangga, yang diresmikan perkawinannya menurut adat nalihan na tolu
(tungku nan tiga), maka patut dicampuri oleh para pengetua adat dalam marga itu untuk
mencegah sedapat mungkin perceraian.
Upacara perkawinan yang diadakan oleh masyarakat Batak Toba di perantauan adalah
berdasarkan prinsip dalihan na tolu (tungku nan tiga), sama seperti di bona pasogit (kampung
halaman), yaitu seluruh masyarakat Batak Toba adalah bagaikan keluarga besar, ada dongantubu
(teman satu marga), ada boru (penerima gadis) dan ada hula-hula (pemberi gadis). Dalam
pelaksanaan upacara perkawinan tersebut ada perbedaan-perbedaan kecil timbul di berbagai
tempat di tanah Batak, sedemikian pula di perantauan, akan tetapi prinsipnya tetap sama.
2.5
Uraian Adat Dalam Masyarakat Batak Toba
Orang Batak secara Umum dibagi berdasarkan 6 bagian sub suku, yaitu Karo,
Simalungun, Toba, Pakpak Dairi dan Mandailing (Koentjaraningrat, 1982: 94-95). Keenam
subsuku ini mendiami area antara perbatasan Sumatera Utara – Aceh, Sumatera Utara – Riau dan
Sumatera Utara – Sumatera Barat. Perbatasan antara Tanah Deli, Langkat, Labuhan Batu dan
Asahan.Pembagian ke enam subsuku ini, dan saya hanya membahas pada subsuku Batak Toba
saja.
Pembagian subsuku Batak Toba menurut Koentjaraningrat sebetulnya bisa dibagi
menjadi bagian – bagian yang lebih spesifik. Pada masyarakat Batak Toba masih ada pembagian
yang sering disebut dengan “ Orang Samosir” yang berasal dari pulau Samosir, ‘Orang Batak’
Universitas Sumatera Utara
29
yang mendiami perbatasan Parapat – Simalungun sampai perbatasan Balige – Siborong –
borong, kemudian dikenal lagi dengan”Orang Humbang” yang mendiami wilayah Siborong –
borong – Dolok Sanggul, lalu yang terakhir “Orang Silindung” yang mendiami wilayah lembah
Rura Silindung mencakup Kecamatan Tarutung dan sekitarnya sampai perbatasan Pahae, dari
sini muncul lagi yang disebut dengan ‘ Orang Pahae’ yang mendiami sekitar wilayah Luat Pahae.
Masing – masing dari pembagian Orang Batak Toba tersebut diatas memiliki perbedaan dari segi
gaya bahasa, sifat dan karakter dan bahkan sedikit perbedaan adat secara umum.
Pembagian tersebut dapat ditinjau dari marga – marga yang berasal dari pembagian
daerah – daerah diatas. ‘Orang Toba’ dikenal dengan marga Sirait, Silalahi, Simangunsong,
Pardede, dan lain – lain.Marga seperti Sihombing dan ‘anak – anaknya’ berasal dari
Humbang.Dari Samosir umumnya marga – marga yang tergabung dalam induknya Parna yang
terdiri dari 57 marga. Dari Silindung kita dapat tinjau
Marga – marga seperti Tobing,
Hutabarat, Panggabean dan Hutagalung. Marga – marga ini banyak menyebar sampai ke daerah
Luat Pahae ditambah marga seperti Sitompul dan sebagian marga Siregar yang berasal dari
Sipirok.
Orang hanya mengenal Sisingamagaraja yang istananya terdapat di Bakkara – Samosir
sebagai ‘Si Raja Batak’. Hal ini belum tentu benar sebab masing – masing marga Orang Batak
memiliki rajanya sendiri, dan mustahil Raja Sisingamangaraja menguasai seluruh wilayah raja –
raja yang disebutkan diatas. Karena hal itu akan mengundang perlawanan dari raja – raja Batak
yang lain, terutama mengenai pemerintahan, luas areal kekuasaan dan lain – lain. Namun, sampai
saat ini memang belum ada referensi resmi yang dapat digunakan sebagai bahan acuan.
Universitas Sumatera Utara
30
Inti yang utama dalam tatanan kehidupan masyarakat Batak Toba ini adalah marga sesuai
dengan garis keturunan ayah (patrilienal), selain itu juga status perkawinan.Marga ini tidak
hanya sekedar berfungsi dalam adat, tapi lebih daripada itu, marga berkembang sebagai alat
pemersatu terutama bagi orang Batak yang berada di perantauan.
Dalam diri orang Batak, adat diberlakukan terhadap dirinya melalui fase – fase, yakni
mulai ia lahir, menikah dan meninggal dunia. Ini adalah prosesi adat yang paling mudah ditandai
pada masyarakat Batak Toba.Dalam masyarakat Batak Toba umumnya berlaku sekitar sistem
kekerabatan dan sistem religi, dan kedua sistem ini berpengaruh kepada sistem mata
pencaharian, kesenian dan sistem teknologi :
1. Sistem Kekerabatan Dalam Masyarakat Batak Toba
Pertama sekali yang dilakukan Orang Batak Toba dalam menentukan sistem Kekerabatan
dan peraturannya adalah dengan berdasarkan alur asal – usul marga. Hal ini mencakup induk
marga dan pada posisi marga ke berapa dari anak – anak margaia berasal, hal ini adalah letak
dasar tutur orang yang bersangkutan terhadap orang yang dijumpainya.
Asal – usul marga ini tidak bisa berpisah dari asal – usul orang Batak. Orang Batak
dahulu (sebelum masuknya Kristen) percaya bahwa nenek moyang mereka berasal atau lahir
sebagai keturunan langsung dari Debata Raja Mulajadi Na Bolon yaitu Si Raja Batak dengan
istrinya Si Boru Deak Parujar yang konon mereka diserahi tugas untuk menciptakan bumi
dengan segala isinya. Setelah selesai, kemudian mereka menuju satu desa bernama
Sianjurmulamula yang terletak di lereng gunung Pusuk Bukit.Dari tempat inilah Orang Batak
menyakini bermulanya seluruh marga Orang Batak dari keenam subsuku Batak yang telah
disebutkan diatas.Walaupun pada saat ini kita mengenal keanekaragaman marga dalam seluruh
Universitas Sumatera Utara
31
subsuku
Batak,
namun
tetapi
diyakini
bahwa
mereka
semua
berawal
dari
satu
keturunan.Memang ada versi – versi yang beredar, namun semua versi – versi ini belum dapat
dipastikan kebenarannya, sebab memang ada marga Orang Batak Toba yang juga ditemui
sebagai marga pada masyarakat Batak Karo, seperti marga Pasaribu di Batak Toba, dikenal juga
marga Kacaribu di Tanah Karo.
Marga memiliki fungsi yang penting dalam menapaki tali – temali kekerabatan. Dengan
mengetahui margaakan dapat ditelusuri hubungan si pembicara dengan lawan bicaranya.
Kebiasaan seperti ini di dalam masyarakat Batak martarombo atau martutur (Tagor, 2006:30).
Pentingnya marga-marga dalam menapaki tali – temali kekerabatan ini dapat dilihat lewat
ungkapan berikut ini :
Tiniptip sanggar bahen huru-huran
Jolo sinungkun marga asa binoto partuturan
(dikerat batang pimping untuk membuat sangkar. Terlebih dahulu ditanyakan marga
Agar diketahui hubungan kekerabatan)
Dengan bekal marga ini seseorang bisa menelusuri hubungan kekerabatannya, baik lewat
penapakan hubungan darah maupun perkawinan atau lewat perkawinan pada generasi lampau
atau sekarang. Bagi Orang Batak berlaku ungkapan yang berbunyi :sada tumatok hite, luhut
marhitehonsa, artinya satu orang yang membuat jembatan, tapi semua orang bisa
menggunakannya. Maksudnya adalah seorang menjalin tali persaudaraan dengan ikatan
perkawinan, maka seluruh famili dari orang pertama menjadi kerabat demikian sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
32
Sistem kekerabatan yang diterapkan dalam sistem sosial masyarakat Batak Toba juga
dilakukan dengan menggunakan marga ibu namun setelah menggunakan marga ayah. Bagi
seorang Batak Toba , bila menjumpai atau berkenalan dengan seorang Batak Toba yang lain
yang marganya sama dengan marga ibunya, maka spontan ia akan memanggil dengan sebutan
tulang atau paman.
Sistem kekerabatan seperti ini masih tetap berlangsung sampai saat ini. Penerapannya
kemungkinan besar tidak mungkin akan berubah, sebab dalam dasarnya setiap kehidupan orang
Batak Toba sepertinya tidak dapat dipisahkan dari adat-istiadat yang dimilikinya.
2. Hubungan Dalam Sistem Kekerabatan
Hubungan dalam sistem kekerabatan Orang Batak mengenal konsep Dalihan NaTolu, hal
ini sebenarnya dibagi dalam dua bagian yang besar yaitu hubungan internal dan hubungan
eksternal.Internal yaitu pihak dongan sabutuha, sedangkan eksternal yaitu pihak boru dan hula –
hula. Dalam masyarakat Batak juga dijunjung tinggi cita – cita luhur yaitu hamoraon
(kekayaan), hagabeon (banyak keturunan, panjang umur dan sukses) dan hasangapon
(kehormatan dan martabat yang tinggi).
Dalam masyarakat Batak Toba seluruh cita – cita ini harus lengkap dicapai.Misalnya
orang yang kaya raya tapi tidak memiliki keturunan terutama laki –laki belumlah dapat dikatakan
berhasil dalam hidupnya.Demikian juga bagi orang yang banyak anak namun tidak memiliki
harta kekayaan sedikitpun, masih juga belum dikatakan berhasil dalam hidupnya. Untuk
pencapaian ketiga cita – cita ini, hubungan internal antara ketiga kelompok dalihan na tolu ini
harus tetap dijaga keseimbangan yang dirumuskan dalam ungkapan yang popular pada
masyarakat Batak yaitu :
Universitas Sumatera Utara
33
‘ Manat mardongan tubu’ (bersikap hati-hati, saling menjaga terhadap saudara
Semarga)
‘ Somba marhula-hula’(hormat kepada hula-hula)
‘Elek marboru’(membujuk kepada pihak boru) (Richard, 2007:25)
Sistem kekerabatan ini akan diterangkan satu persatu seperti berikut:
a. Manat mardongan tubu
Hubungan dalam intern kelompok ini sering diungkapkan seperti ungkapan di bawah ini:
“molo naeng sangap ho, manat ma ho mardongan tubu”. Artinya – jika kamu ingin terhormat,
hati-hati dan cermatlah kau dalam bergaul dengan pihak keluarga semarga.
Rambu-rambu yang diungkapkan dalam “ manat mardongan tubu” menuntut suatu Sikap
yang senantiasa cermat dan waspada dalam menelusuri kedudukan dalam hirarki pertuturan dan
selanjutnya berperan pula sesuai dengan hak-hak dan kewajiban yang melekat pada istilah
kekerabatan yang digunakan. Pentingnya saudara semarga dalam seluruh struktur kehidupan
orang Batak yang diatur oleh sistem patrilineal, dinyatakan oleh Vergouwen bahwa “sejak zaman
purba”, lingkungan kekerabatan agnate (istilah lain untuk menyebutkan consanguini – kerabat
satu keturunan darah) ditetapkan sebagai sisada sipanganon (makan bersama dalam satu piring),
sisada sinamot (satu dalam kemakmuran), sisada hasangapon (satu dalam kemuliaan) dan sisada
hailaon (satu dalam kenistaan)” (Vergouwen, 1986:50)
Pentingnya kebersamaan ini tidak hanya berlaku di lingkungan kerabat agnate di tempat
asal mereka. Bagi mereka yang merantau jauh ke seberang lautan kekerabatan itu tetap dituntut,
seperti tertulis dalam ungkapan berikut:
Universitas Sumatera Utara
34
“ tali paput, tali pangongan”
“taripar laut tinanda rupa ni dongan”
Artinya, sekalipun di seberang lautan, kita harus saling mengenal saudara.
Bagi kalangan perantau, terutama yang jauh dari tempat asal, seseorang dituntut agar
peka mengenal dongan sabutuhanya (saudara semarga). Rasa persaudaraan dengan teman satu
marga di perantauan harus lebih kuat lagi dari pada di dareah asalnya (Depdikbud. 1978:34)
b. Somba Marhula – hula
Seorang boru harus bersikap menyembah terhadap hula-hulanya.Hula-hula di tanggapi
sebagai saluran berkat, mampu memantulkan kesemarakan dan kemuliaan bariborunya.
Vergouwen mengungkapkan seperti di bawah ini :
“hula-hula adalah sumber adikodrati, daya hidup bagi masing-masing borunya. Boru
memandang anggota hula-hulanya sebagai orang yang dikaruniai dengan sahala, yaitu
kekuasaan istimewa yang dianggap sebagai suatu daya yang dahsyat, melebihi kekuatan
terpendam biasa yang ada pada tondi (roh).Sahala ini dapat memancarkan pengaruh yang faedah
dan menyelamatkan bagi boru, tetap dalam pada itu, kekuasaannya menciptakan rasa takut dan
hikmat kepadanya. Ini berarti boru harus menghindar dari perbuatan yang dapat merugikan atau
menyinggung hula – hula, dan boru tidak pernah lalai menunjukkan rasa syukur terhadap
kebaikan yang diperolehnya dari hula – hulannya (Vergouwen, 1986:62)
Masyarakat Batak yang memandang berketurunan adalah tujuan utama menjalin tali
pernikahan, maka akan sangat mengerikanlah apabila sepasang suami istri tidak memiliki
keturunan, maka sangat ditekankanlah untuk menghormati hula – hula agar hagabeon (memiliki
banyak keturunan) dapat tercapai. Doa dari hula – hula sangat diharapkan oleh borunya dan
Universitas Sumatera Utara
35
keyakinan sangat berkuasa untuk mengetuk pintu hati Debata Mulajadi Na Bolon.
(Jhon.2002:25)
Berkat dari hula – hula ini bukan saja hanya dalam hal keturunan saja, tetapi mencakup
pula perlindungan dari mara bahaya seperti ungkapan :
“Obuk do jambulan na nidandan bahen samara,
Pasu – pasu ni hula –hula pitu sundut so ada marga”
Artinya rambut di dandan menjadi busana, berkat dari hula – hula melindungi selama
tujuh keturunan tanpa mara bahaya.
Oleh karena anggapan – anggapan inilah maka dalam masyarakat Batak wajib untuk
senantiasa menjaga nama baik dan menghormati hula – hulanya, ini biasanya dibuktikan dengan
membawa makanan berupa ikan mas na ni arsik.
c. Elek Marboru
Dalam tatanan Dalihan Na Tolu yang menganut azas totalitas yakni merupakan
keseimbangan mutlak antara unsur – unsurnya.Penghormatan mutlak kepada hula – hula ini juga
harus diimbangi dengan kewajiban untuk menyayangi pihak boru.Seseorang yang berkedudukan
sebagai hula – hula jika memiliki permintaan terhadap borunya, haruslah berlaku
bijaksana.Dalam arti tidak boleh memerintah atau memaksa, sebaliknya harus bersikap
membujuk (mangelek), diplomatis tanpa meninggalkan bekas sakit hati bagi borunya. Ini
membuktikan dengan ungkapan “ molo naeng mamora ho, elek ma marboru”, artinya kalau kau
ingin kaya, sayangilah borumu.
Universitas Sumatera Utara
36
Kaya dalam arti kata di atas bukan hanya terhadap kebendaan, tetapi juga kaya dalam
artian perasaan yang kaya karena merasa senang. Bila pihak boru yang telah memperoleh
perlakuan yang lemah lembut dari hula – hulanya, maka dengan senang hati akan memberikan
bantuan kepada hula – hulanya baik berupa moril maupun materil dalam keadaan suka maupun
duka.
2.6
Konsep Perkawinan Dalam Masyarakat Batak Toba
Perkawinan dalam masyarakat Batak Toba tidak dapat dipisahkan dari berlakunya dasar
adat yaitu Dalihan Na Tolu.Konsep ini menentukan segalanya termasuk tutur (partuturan).
Dalam Dalihan Na Tolu dikenal konsep tiga komponen utama yaitu :
1. Dongan tubu
: Mereka adalah saudara laki-laki dari seorang laki-laki
yang memiliki atau melaksanakan adat
2. Boru
: Pihak yang mengawini anak perempuan sebuah
keluarga
3. Hula-hula
: Mereka adalah pihak yang memberikan anak gadisnya
Dikawini oleh keluarga lain.
Perkawinan dalam masyarakat Batak dipandang suatu alat untuk mempersatukan dua
buah keluarga atau dua buah marga yang berbeda.Demikian juga dengan pemberian mahar
(tuhor) yang dipandang sebagai suatu alat magis yang tidak dapat dipisahkan dari
animisme.Pemberian mahar ini adalah suatu merupakan alat magis yang bertujuan untuk
melepaskan ikatan seorang gadis dari klan ayahnya untuk bergabung dengan klan suaminya
dengan maksud agar tidak terjadi gangguan dalam kesinambungan kosmo.
Universitas Sumatera Utara
37
Sebelumnya telah disebutkan diatas bahwa perkawinan dalam pandangan Batak Toba
menentukan peraturan, namun buka saja itu.Perkawinan juga turut menentukan posisi seorang
dalam pelaksanaan pesta adat.Ada kalanya pada suatu waktu seseorang itu berkedudukan sebagai
dongan tubu, boru, atau hula-hula.Dalam kedudukan sebagai boru ini, menuntut seorang untuk
berperan aktif bekerja dalam pelaksanaan seluruh kegiatan dalam pesta. Tapi pada kesempatan
lain, dapat saja ia mendapat kedudukan terhormat dalam pesta tersebut yang mengharuskannya
mendapatkan pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
Download