1 kebiasaan pencucian raskin dan residu zat

advertisement
KEBIASAAN PENCUCIAN RASKIN DAN RESIDU ZAT PEMUTIH (KLORIN) DI
KELURAHAN SIDORAME TIMUR KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN
KOTA MEDAN TAHUN 2013
(The Habit Of Washing Raskin And The Residual Bleach (Chlorine) In The Village Of East
Sidorame In Sub-District Of Medan Perjuangan In The City Of Medan In 2013 )
Adelina Irmayani1, Zulhaida Lubis2, Fitri Ardiani2
1
Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
² Staf Pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
ABSTRACT
The estimated, there are chlorine used in the Raskin which received by people in the village
of East Sidorame because has a white color, not much grain is broken, and it has little sting smell.
The aim of this study is to describe the habit of washing Raskin and the residual chlorine in Raskin
in the village of East Sidorame. This is the descriptive survey study, with Raskin and the poor family
who receive it as a sample. Measurement of chlorine is using argentometry method. The sample is
taken with systematic random sampling for 84 families who getting and consuming the Raskin.
Base on the laboratory test show that the chlorine found in the Raskin. It has 17,70% chlorine
before washing. After the first wash of rice, there was chlorine content decreased to 14,16%, the
second wash decreased to 10,18%, the third wash to 5,75%, and the fourth wash, chlorine content
decreased to 3,98%. Almost the people wash the rice by stirring the rice and draining water at
same time while washing the rice. 38,55% of them washing the rice once. 31,33% of them washing
the rice twice. Almost of them washing rice once or twice, but there is still chlorine in great enough
quantities if compared washing Raskin to four times. Suggested for Bulog to attention to the quality
of rice which distributed to people in terms of food security in rice. Recommended to people to
washing Raskin to fourth wash or more to reduce residual chlorine.
Keyword : Raskin, Chlorin, Washing Raskin
PENDAHULUAN
Beras merupakan bahan makanan
pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia
dan penduduk daerah tropik lainnya. Selain
rakyat di wilayah ini sudah begitu mahir dalam
teknologi bercocok tanam padi, teknik
pengolahan dan pemasakan terhadap beras
juga sangat mudah. Tingkat daya beli,
pengetahuan mengolah dan menyajikan yang
telah dikuasai oleh masyarakat Indonesia
sangat sesuai dengan beras sebagai bahan
makanan pokok (Sediaoetama, 2009).
Beras mengandung nilai gizi yang
cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat
sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan
kandungan mineral seperti kalsium dan zat
besi masing-masing 6 dan 0,8 mg. Vitamin
yang utama pada beras adalah tiamin,
riboflavin, niasin, dan piridoksin (Astawan,
2004).
Di zaman seperti sekarang ini, banyak
berbagai macam makanan di Indonesia yang
sudah mengandung zat kimia tambahan yang
berbahaya bagi kesehatan. Kasus beras
dicampur pemutih ini sudah ada sejak tahun
2006. Balai Pengawasan Obat dan Makanan
Kota Tangerang menemukan pedagang
menjual beras ini dengan bebas. Untuk
membuat beras terlihat lebih putih, biasanya
beras dicampur dengan klorin. Balai
Pengawasan Obat dan Makanan Kota
Tangerang menemukan kadar klorin seberat
0,05 ppm dalam beras curah yang
diperdagangkan
di
pasar
Tradisional,
Tangerang (Lukman, 2010).
Klorin merupakan bahan kimia yang
biasanya digunakan sebagai pemutih pakaian.
Sekarang klorin tidak hanya digunakan
sebagai bahan pemutih pakaian saja, tetapi
juga telah digunakan sebagai bahan
1
pemutih/pengilat beras agar beras yang
berkualitas rendah dapat telihat lebih putih.
Dampak dari beras yang mengandung klorin
tidak terjadi sekarang, melainkan bahaya
kesehatannya akan muncul 15 hingga 20 tahun
mendatang, khususnya jika beras tersebut
dikonsumsi secara terus menerus. Zat klorin
yang ada dalam beras akan menggerus usus
pada lambung (korosit). Akibatnya, lambung
akan rawan terhadap penyakit maag. Dalam
jangka panjang, klorin akan mengakibatkan
penyakit kanker hati dan ginjal.
Menurut Dewan Ketahanan Pangan
(2009), pemerintah telah mengembangkan
program subsidi/bantuan pangan berupa beras
untuk meningkatkan akses pangan rumah
tangga miskin yang berpendapatan di bawah
garis kemiskinan. Mengingat beras adalah
bahan pangan pokok yang paling banyak
dikonsumsi, maka prioritas utama pemerintah
adalah untuk menjamin masyarakat agar dapat
mengakses beras dalam jumlah yang
mencukupi melalui program subsidi pangan
untuk rumah tangga miskin. Beras yang
diterima oleh rumah tangga miskin tersebut
disebut dengan istilah raskin. Melalui program
ini pemerintah mendistribusikan beras dengan
harga bersubsidi sehingga masyarakat miskin
yang daya belinya sangat terbatas bisa
mendapatkan bahan pangan pokok yaitu beras.
Berdasarkan survei pendahuluan, dari
segi fisik raskin yang diterima warga memiliki
tampilan yang bagus, yaitu putih bersih dan
bentuk berasnya masih bagus dan utuh.
Namun, dari segi aroma, raskin tidak memiliki
aroma seperti beras lain. Raskin baunya sedikit
menyengat. Air cucian raskin tidak keruh dan
kotor ketika dicuci sehingga masyarakat
merasa tidak perlu mencuci beras berulang kali
karena airnya tidak kotor. Hal ini berbeda
ketika kita mencuci beras pada umumnya.
Raskin ini pun lebih tahan lama disimpan dan
tidak memiliki kutu beras apabila disimpan
dalam waktu yang lama. Apabila raskin
dimasak dengan jumlah air yang biasa, nasi
yang dihasilkan akan keras. Oleh karena itu,
pada saat pengolahan warga membutuhkan air
yang lebih banyak untuk memasak raskin ini
daripada beras biasa. Setelah dimasak menjadi
nasi, apabila dibiarkan nasinya akan menjadi
keras. Dari segi rasa, raskin ini juga kurang
enak apabila dikonsumsi.
Berdasarkan survei pendahuluan yang
dilakukan, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian untuk melihat apakah terdapat zat
pemutih dalam raskin yang diterima
masyarakat dan residu zat pemutih setelah
dilakukan
pencucian
serta
kebiasaan
masyarakat dalam melakukan pencucian
raskin. Sehingga dapat memberikan informasi
kepada
masyarakat
mengenai
beras
berpemutih
dan
penanganannya
serta
bagaimana pencucian beras yang sebaiknya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran kebiasaan pencucian
raskin dan residu zat pemutih (klorin) di
Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan
Perjuangan Kota Medan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan survei
yang bersifat deskriptif yaitu untuk
mengetahui kebiasaan pencucian raskin di
Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan
Medan Perjuangan Kota Medan. Setelah
dilakukan survei, akan dilanjutkan dengan
melihat kandungan dan residu klorin pada
raskin.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua keluarga yang menerima raskin.
Sampel dalam penelitian ini yaitu raskin dan
keluarga
yang
memperoleh
raskin.
Pengambilan sampel terhadap keluarga
diperoleh dengan teknik systematic random
sampling.
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya
diolah dan dilakukan analisa terhadap data
yang diperoleh yang akan disajikan dalam
bentuk narasi dengan menggunakan analisis
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Distribusi responden beradasarkan
kondisi raskin yang diterima di Kelurahan
Sidorame Timur adalah bahwa seluruh
responden sebanyak 84 orang (100%)
menerima raskin dalam kondisi beras yang
bagus, warnanya putih bersih, butirannya
masih utuh dan tidak banyak yang patah.
Raskin memiliki bau yang sedikit menyengat.
Selain itu, raskin yang diterima juga tidak
berkutu. Dapat terlihat bahwa kondisi fisik
tersebut memiliki ciri-ciri seperti beras yang
mengandung klorin.
2
Beras yang baik adalah beras yang
berwarna putih kecoklatan atau agak
kekuningan. Namun, banyak masyarakat
menganggap bahwa beras yang baik adalah
beras yang berwarna putih bersih. Padahal
beras yang berwarna putih bersih sudah
banyak kehilangan zat gizi akibat proses
penggilingan dan penyosohan. Selain itu, beras
yang berwarna putih bersih mengkilap, perlu
diwaspadai adanya kandungan zat pemutih.
Adapun ciri-ciri beras yang mengandung
pemutih yaitu warnanya putih bersih,
mengkilap, tercium bau bahan kimia, dan jika
beras dicuci, air cuciannya agak putih bersih.
Pendapat keluarga mengenai rasa nasi
dari raskin yang paling banyak adalah
berpendapat bahwa rasanya tidak enak yaitu
sebanyak 72 orang (85,71%) dan yang
berpendapat bahwa rasanya enak ada sebanyak
12 orang (14,29%). Ibu dalam memasak nasi
sehari-hari ada yang memasak untuk sekali
makan langsung habis dan ada juga yang
memasak nasi 2 kali dalam sehari (pagi dan
sore). Ibu yang memasak nasi untuk sekali
makan saja (langsung habis) ada sebanyak 69
orang (82,14%). Sedangkan 15 orang (17,86%)
memasak nasi di saat pagi dan sore hari. Ratarata nasi yang mereka masak hanya dapat
bertahan sekitar 10 jam. Selain itu, ibu juga
mengatakan bahwa jika nasi dibiarkan dalam
waktu yang lama maka nasinya akan menjadi
keras, itulah sebabnya mengapa banyak ibuibu yang hanya memasak nasinya untuk sekali
makan saja (langsung habis).
Responden yang mencampur raskin
dengan bahan lain dalam memasak nasi ada
sebanyak 60 orang (71,43%) responden yang
tidak mencampur raskin dengan bahan
makanan lain saat memasak. Sedangkan
responden yang mencampur raskin dengan
beras lain saat memasak adalah sebanyak 23
orang (95,83%).
Raskin memiliki rasa yang tidak enak
jika dibandingkan dengan beras yang dijual di
pasar. Nasi yang dihasilkan dari raskin, setelah
dimasak akan menghasilkan nasi yang keras.
Masyarakat merasa nasi yang keras ini
menjadikan rasa nasi menjadi tidak enak.
Raskin memiliki tekstur yang keras yang
menjadikan masyarakat ketika memasak raskin
menambahkan air yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan memasak beras yang
dijual di pasar. Dalam memasak raskin,
masyarakat memilih manambahkan bahan
pangan lain ketika memasak raskin untuk
mengurangi rasa raskin yang kurang enak
akibat tekstur yang keras. Bahan yang dapat
ditambahkan sebenarnya cukup beragam
seperti beras ketan, ubi, agar-agar, ataupun
beras lain yang dibeli di pasar. Namun,
masyarakat lebih memilih mencampurkan
beras lain ataupun beras ketan ke dalam raskin
ketika memasak raskin. Dengan perbandingan
raskin lebih banyak dibandingkan bahan yang
dicampurkan.
Masyarakat
juga
banyak
yang
memasak nasi untuk sekali makan saja karena
apabila nasi dibiarkan dalam waktu yang lama,
nasi akan menjadi keras. Sehingga mereka
hanya memasak nasi ketika akan makan saja
agar nasi tidak menjadi keras.
Nasi yang diolah dari beras organik
dapat tahan selama 24 jam tanpa dimasukan ke
dalam pemanas nasi elektrik. Sebaliknya, nasi
non-organik hanya tahan disimpan selama 12
jam. 24 jam adalah batas maksimum lama
penghangatan nasi dengan magic com untuk
menjamin nasi yang dikonsumsi selalu masih
memiliki kandungan gizi yang memadai,
relatif segar, tidak menyebabkan bau tak
sedap, serta tentunya hemat energi listrik
(Parnata, 2010).
Pemeriksaan klorin dilakukan pada beras
miskin. Diperoleh klorin positif dari sampel
beras miskin yang diperiksa. Kemudian
sampel beras miskin juga diperiksa pada
sampel beras yang belum dicuci dan pada
sampel beras yang dicuci. Adapun hasil
pemeriksaan kuantitatif klorin pada beras
dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Klorin
Pada Beras Miskin yang Belum
Dicuci dan Residu Klorin Pada
Pencucian Beras Pertama Sampai
dengan Pencucian Beras Keempat
No.
Sampel
Kadar
Klorin
(%)
1.
Beras yang belum dicuci
17,70
2.
Pencucian beras pertama
14,16
3.
Pencucian beras kedua
10,18
4.
Pencucian beras ketiga
5,75
5.
Pencucian beras keempat
3,98
3
Berdasarkan tabel diatas dapat
diketahui bahwa kandungan klorin pada beras
miskin sebesar 17,70%. Sedangkan pada
proses pencucian pertama pada beras miskin
diperoleh kandungan klorin 14,16%. Pada
proses pencucian kedua pada beras miskin
diperoleh kandungan klorin 10,18%. Pada
proses pencucian yang ketiga pada beras
miskin diperoleh kandungan klorin 5,75%.
Pada proses pencucian yang keempat pada
beras miskin diperoleh kandungan klorin
3,98%. Dapat dilihat bahwa terjadi penurunan
kandungan klorin pada setiap kali proses
pencucian terhadap beras dan kandungan
klorin terendah terdapat pada proses pencucian
yang keempat.
Kandungan
klorin
pada
raskin
mengalami penurunan setelah dilakukan
pencucian terhadap raskin. Hal ini terbukti
semakin banyaknya pencucian yang dilakukan
semakin banyak juga klorin yang terlarut
dengan air pencucian beras. Hal ini sesuai
dengan sifat klorin yang dapat larut dengan
mudah dalam air.
Klorin merupakan bahan pemutih yang
biasa digunakan sebagai pemutih pakaian
ataupun pemutih kertas. Klorin juga digunakan
sebagai desinfektan pada pengolahan air
minum. Klorin yang digunakan adalah gas klor
(Cl2) atau kalsium hipoklorit (Ca(OCl)2).
Klorin ini pun digunakan pada beras untuk
membuat beras terlihat lebih putih dan bersih.
Pada kain, cara kerja bahan pemutih
yaitu bahan pemutih bereaksi (mengoksidasi)
dengan kotoran sehingga kotoran tidak tampak
lagi (kain terlihat lebih bersih). Selain dengan
kotoran, bahan pemutih juga akan bereaksi
dengan zat warna (pada kain berwarna). Bahan
pemutih pakaian umumnya mengandung
senyawa klorin yang dapat merusak serat kain
dan warna pakaian. Selain itu, senyawa klorin
juga dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
Mengingat sifat bahan pemutih di atas,
dituntut kehati-hatian pada penggunaan bahan
pemutih (Dian, 2013).
Klorin
yang
digunakan
untuk
memutihkan pakaian biasanya dapat merusak
pakaian apabila penggunaannya berlebihan.
Apalagi apabila klorin digunakan ke dalam
bahan pangan, tentunya akan sangat
membahayakan kesehatan. Bahaya kesehatan
yang terjadi apabila klorin masuk ke dalam
tubuh manusia memang tidak terjadi dalam
waktu singkat tetapi dalam jangka waktu
panjang.
Dampak dari kandungan klorin pada
beras sangatlah berbahaya bagi kesehatan
tubuh. Dampaknya memang tidak terjadi
sekarang. Bahaya kesehatan akan muncul 15
sampai 20 tahun mendatang, khususnya
apabila beras tersebut dikonsumsi secara terusmenerus. Bahaya yang ditimbulkan antara lain
dapat menyebabkan terganggunya sistem saraf
dan ginjal. Gangguan kesehatan lainnya yang
ditimbulkan akibat mengkonsumsi beras yang
mengandung klorin dalam jangka panjang
adalah gangguan usus, ginjal dan hati.
Klorin merupakan bahan kimia yang
sangat berbahaya bagi kesehatan, ditinjau dari
segi manapun penggunaan zat pemutih apabila
dicampurkan terhadap beras, sangat tidak
dibenarkan karena dampaknya yang begitu
besar bagi kesehatan manusia. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
722/Menkes/Per/IX/88
tentang
Bahan
Tambahan Makanan, menyatakan bahwa
klorin dilarang digunakan pada beras. Klorin
tidak tercatat sebagai Bahan Tambahan
Pangan (BTP) dalam kelompok pemutih dan
pematang tepung.
Berdasarkan cara mencuci raskin,
hampir seluruh responden atau sebanyak 83
responden (98,81%) mencuci raskin dengan
cara mengaduk-aduk beras ketika dicuci
dengan menggunakan wadah panci ataupun
wadah rice cooker. Sedangkan 1 orang
responden (1,19%) mencuci raskin dengan
menggunakan wadah saringan dengan cara
mengalirkan air sambil di aduk-aduk.
Pada umumnya kebiasaan ibu rumah
tangga, beras akan dicuci terlebih dahulu
sebelum dimasak. Cara mencucinya pun
bervariasi. Ada yang mencuci dengan
mengosok-gosok
berasnya,
ada
yang
mengaduk-aduk secara ringan saja, dan ada
pula hanya membiarkan saja sampai kotoran
pada beras naik sendiri. Kebanyakan para ibu
mencuci beras sampai warna airnya bening.
Dari segi gizi, sudah pasti banyak kandungan
gizi yang hilang dengan proses pencucian
beras, terutama vitamin yang larut dalam air.
Beras mengandung nilai gizi yang
cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat
sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan
4
kandungan mineral seperti kalsium dan zat
besi masing-masing 6 dan 0,8 mg. Vitamin
yang utama pada beras adalah tiamin,
riboflavin, niasin, dan piridoksin (Astawan,
2004)
Tiamin (vitamin B1) yang merupakan
vitamin yang utama pada beras merupakan
salah satu kelompok dari vitamin B yang
merupakam salah satu dari vitamin larut air.
Tiamin yang terdapat pada kulit ari beras dapat
juga hilang ketika proses penggilingan dan
proses penyosohan padi. Padahal pada bagian
kulit ari tersebut banyak terdapat tiamin
(vitamin B1).
Proses penyosohan beras pecah kulit
menghasilkan beras giling, dedak dan bekatul.
Sebagian protein, lemak, vitamin dan mineral
akan terbawa dalam dedak, sehingga kadar
komponen-komponen tersebut dalam beras
giling menurun. Beras giling yang diperoleh
berwarna putih karena telah terpisah dari
bagian dedaknya yang berwarna coklat.
Bagian dedak padi sekitar 5-7 persen dari berat
beras pecah kulit. Makin tinggi derajat
penyosohan dilakukan makin putih warna
beras giling yang dihasilkan, namun makin
miskin zat-zat gizi (Sediaoetama, 2009).
Masyarakat seringkali melakukan
penggilingan padi sampai tahap paling
sempurna. Masyarakat menganggap makin
putih beras maka kualitasnya makin baik
(rasanya lebih enak). Padahal beras yang
digiling sampai menjadi putih (giling
sempurna), akan kehilangan vitamin B1
didalamnya (Moehyi, 1992).
Pada beras giling sudah banyak zat-zat
gizi yang hilang akibat proses penggilingan
dan penyosohan. Oleh sebab itu, aktivitas
mencuci beras diharapkan agar tidak semakin
banyak kandungan vitamin B yang hilang
yaitu dengan tidak mengaduk-aduk secara kuat
ketika mencuci beras. Selain itu, tiamin juga
dapat hilang karena proses pencucian beras
sebelum dimasak. Oleh karena itu, cara
pencucian beras perlu diperhatikan agar
kandungan gizi seperti tiamin tidak banyak
hilang.
Berdasarkan hasil penelitian diatas
masyarakat masih mencuci beras dengan cara
mengaduk-aduk beras ketika dicuci. Hal ini
tentu saja membuat semakin banyak vitamin
yang larut dalam air pencucian. Apabila beras
sudah terlihat bersih sebaiknya ketika mencuci
beras, tidak perlu diaduk-aduk kuat. Cukup
diaduk ringan saja atau dibiarkan saja sampai
kotoran pada beras naik ke permukaan air.
Selain itu, banyaknya proses penggantian air
cucian beras juga dapat menghilangkan
kandungan gizi pada beras terutama vitamin
yang larut dalam air.
Berdasarkan
hasil
wawancara,
diperoleh bahwa frekuensi responden dalam
penggantian air cucian raskin dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Distribusi Berdasarkan Frekuensi
Penggantian
Air Cucian di
Kelurahan
Sidorame
Timur
Kecamatan Medan Perjuangan
Kota Medan 2013
No.
Frekuensi
Jumlah
%
1.
1 kali
32
38,55
2.
2 kali
26
31,33
3.
3 kali
15
18,07
4.
4 kali
10
12,05
Jumlah
83
100,00
Berdasarkan frekuensi penggantian air
cucian, diperoleh bahwa sebesar 38,55%
masyarakat mengganti air cucian beras ketika
akan memasak adalah sebanyak 1 kali. Sebesar
31,33% masyarakat mengganti air cucian beras
adalah sebanyak 2 kali. Sebesar 18,07%
masyarakat mengganti air cucian beras adalah
sebanyak 3 kali. Sedangkan 12,05%
masyarakat mengganti air cucian beras ketika
akan memasak adalah sebanyak 4 kali. Jika
dilihat dari segi gizi, proses penggantian air
cucian yang dilakukan masyarakat sudah
cukup baik terlihat dari banyaknya masyarakat
yang mencuci beras hanya dengan mengganti
air cucian sebanyak 1 atau 2 kali saja.
Beras adalah salah satu bahan makanan
pokok yang dapat diolah menjadi nasi yang
mengandung vitamin B1 yang bentuk
murninya adalah tiamin hidroklorida. Faktorfaktor yang mempengaruhi hilangnya tiamin
hidroklorida dalam jumlah besar selama proses
pengolahan diantarannya: pengeringan, larut
dalam pencucian, jumlah air yang digunakan
selama pemasakan, waktu pemasakan,
penyimpanan, adanya alkali, pH, dan suhu
(Nasution, 1991).
Pada waktu membeli beras di pasar
dianjurkan untuk membeli beras yang bersih.
Jika beras itu ternyata kurang bersih juga,
5
cukup mencucinya sekali saja. Itupun dengan
cara menuangkan cukup air lalu menggoyanggoyang wadah beras itu, kemudian ditiriskan
airnya. Sebaiknya jangan mengaduk-aduk
beras dengan kedua tangan, karena hanya akan
membuang segenap zat-zat gizi yang sangat
diperlukan tubuh (Sitorus, 2009).
Dengan pencucian yang berlebihan
(digosok dengan kuat), vitamin B1 pada beras
akan larut dan hilang bersama air pencuci.
Dianjurkan, pencucian beras sebaiknya hanya
untuk menghilangkan benda-benda asing yang
terikut seperti sisa bekatul dan debu, bukan
menggosoknya hingga nutrisi pada lapisan
kulit ari larut dan hilang bersama air pencuci
(Khomsan, 2009).
Mencuci yang baik adalah beras
diletakkan dalam wadah kemudian diberi air
bersih, lalu diaduk dengan ringan saja, agar
kotoran yang lebih ringan dari air akan
terapung dan dapat dibuang bersama air
pencuci itu. Mencuci cukup satu kali saja,
tidak perlu diulang-ulang sampai air
pencucinya menjadi bening (Sediaoetama,
2009).
Namun,
hasil
penelitian
juga
membuktikan bahwa pada beras miskin
terdapat
kandungan
klorin.
Dimana,
kandungan klorin tidak diperbolehkan pada
beras. Klorin memiliki sifat larut dalam air.
Sehingga apabila klorin terdapat pada beras,
maka cara yang terbaik untuk mengurangi
kadar klorin pada beras tersebut adalah dengan
melakukan pencucian yang berulang-ulang
pada beras. Hasil penelitian juga membuktikan
bahwa semakin banyak dicuci, kandungan
klorin juga semakin berkurang. Kebiasaan
masyarakat yang mencuci beras hanya 1 atau 2
kali saja, masih meninggalkan klorin yang
banyak pada beras. Sedangkan pada
masyarakat yang mencuci sampai 4 kali telah
mengurangi banyak klorin dari sebelum beras
dicuci. Tetapi kebiasaan mencuci beras sampai
4 kali juga tidak baik dari segi kandungan
gizinya. Karena sudah pasti banyak juga zat
gizi yang hilang bersama air cucian.
Dengan kebiasaan masyarakat yang
mencuci beras dengan mengganti air cucian 1
atau 2 kali masih menyisakan klorin yang
banyak pada beras. Sedangkan masyarakat
yang mencuci beras sampai 4 kali pun juga
masih menyisakan klorin pada beras meskipun
jumlahnya sudah berkurang. Dengan mencuci
beras sampai 4 kali pun yang sebenarnya tidak
umum untuk dilakukan, masih sangat berisiko
untuk menimbulkan bahaya kesehatan,
mengingat klorin memang tidak diperbolehkan
pada beras.
Klorin yang terdapat pada beras, apabila
dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh secara
terus menerus dapat menyebabkan kerusakan
vitamin B, C dan E dalam tubuh. Hal ini
menyebabkan vitamin B, C, dan E yang masuk
ke dalam tubuh menjadi tidak bermanfaat
karena telah dirusak.
Dalam jangka 20 tahun, klorin dapat
menimbulkan kerusakan pada usus. Apabila
akibat dari klorin tersebut sudah menyebabkan
kerusakan pada usus, maka akan menghambat
penyerapan nutrisi-nutrisi yang masuk ke
dalam tubuh. Zat klorin yang terdapat pada
beras apabila masuk ke tubuh akan menggerus
usus dan lambung (korosit). Akibatnya
lambung akan rawan terhadap penyakit maag.
Apabila terjadi kerusakan pada dinding
lambung dan usus, maka proses pencernaan
makanan juga akan terjadi gangguan. Dengan
tergerusnya dinding usus akibat klorin, maka
akan mengakibatkan dinding usus akan
semakin menipis dan bisa berlubang. Hal ini
tentunya akan menggangu penyerapan nutrisinutrisi makanan yang masuk ke dalam tubuh.
KESIMPULAN
1. Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap
raskin diperoleh bahwa di dalam raskin
terdapat zat pemutih (klorin).
2. Kandungan klorin pada raskin sebelum
pencucian sebesar 17,70%. Kandungan
klorin pada pencucian pertama diperoleh
sebesar 14,16%. Pada pencucian kedua
terjadi penurunan menjadi 10,18%. Pada
pencucian ketiga pun terjadi penurunan
klorin menjadi 5,75%. Begitu pula pada
pencucian keempat, kandungan klorin
menurun menjadi 3,98%. Kandungan
klorin berkurang seiring dengan semakin
banyaknya pencucian. Namun, sampai
pencucian yang keempat kali pun, klorin
masih tetap ada pada beras.
3. Sebagian besar masyarakat mencuci beras
dengan cara mengaduk-aduk beras sambil
mengalirkan air sehingga terjadi banyak
6
4.
zat-zat gizi yang hilang bersama air cucian
terutama vitamin yang larut dalam air.
Berdasarkan frekuensi pencucian raskin,
umumnya masyarakat mencuci beras 1
sampai 2 kali tetapi hal ini masih
meninggalkan klorin yang cukup besar
pada beras jika dibandingkan dengan yang
mencuci raskin sampai 4 kali. Meskipun
mencuci beras sampai 4 kali masih tetap
memiliki risiko akan bahaya kesehatan,
namun setidaknya kandungan klorinnya
sudah
berkurang
banyak
jika
dibandingkan dengan beras sebelum
dicuci.
SARAN
1. Bagi Bulog agar memperhatikan lagi
kualitas beras yang didistribusikan kepada
masyarakat bukan hanya dari segi fisik saja
tetapi kandungan-kandungan lain yang
berbahaya yang terdapat pada beras.
2. Bagi masyarakat sebaiknya mencuci raskin
sebanyak 4 kali atau lebih untuk
mengurangi residu klorin yang terdapat
pada beras, meskipun akan banyak
membuang zat gizinya, terutama zat gizi
yang larut dalam air misalnya vitamin B1.
Namun, vitamin B1 masih bisa diperoleh
dari makanan lain.
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan
Institusi dan Jasa Boga. Penerbit
Bharata. Jakarta.
Nasoetion, A. H dan Karyadi, D. 1991.
Vitamin. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Parnata, A.S. 2010. Meningkatkan Hasil
Panen dengan Pupuk Organik.
Penerbit Agro Media Pustaka. Jakarta.
Sediaoetama, A.D. 2009. Ilmu Gizi untuk
Mahasiswa
dan
Profesi
Jilid
II.Cetakan Keempat. Penerbit Dian
Rakyat. Jakarta.
Sitorus,
R. 2009. Makanan Sehat dan
Bergizi. Penerbit CV Yrama Widya.
Bandung
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, M. 2004. Sehat Bersama Aneka
Serat Pangan Alami. Cetakan I.
Penerbit Tiga Serangkai. Solo.
Dewan Ketahanan Pangan. 2009. Indonesia
Tahan Pangan dan Gizi 2015.
Makalah Workshop II Ketahanan
Pangan di Jawa Timur.
Dian N.F. 2013. Kimia SMP Kelas VII, VIII,
dan IX. Penerbit Cabe Rawit.
Yogyakarta.
Khomsan, A. 2009. Rahasia Sehat dengan
Makanan Berkhasiat. Penerbit PT
Kompas Media Nusantara. Jakarta.
Lukman, A. 2010. Mengenali Beras
Berpemutih. Diakses 11 Agustus
2012;http://www.kompas.com/printne
ws/xml/2010/02/13/12171293/Mengen
ali. Beras.Berpemutih/trackback.
7
Download