PEMBUATAN BIOETANOL DARI AMPAS UMBI DAHLIA DENGAN HIDROLISA ENZIMATIK M. Imam Arifin(1), Kurniawati(2), Munas Martynis(3), Elmi Sundari(4) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Jl. Gajah Mada, Gunung Pangilun, telp. (0751) 54257 Padang E-mail : [email protected] ABSTRACT Needs fuel oil which is inversely related to increasing oil production. Minister of Energy and Mineral Resources in the regulations contained passages that lead to the provision and use of biofuels to maintain Indonesia's energy security. One of the alternative energy sources such as biofuels are bioethanol. The production of bioethanol requires biomass feedstocks that contain carbohydrates such as glucose, starch, cellulose and lignocellulose. One example source lignocellulosic feedstock for bioethanol are the dregs of dahlia tubers. During this time dahlia tuber starch is used as flour for food and raw materials for inulin while the dregs which amounted to about 25% by weight untapped. In this study, the method is performed enzymatic hydrolysis using cellulase enzymes and fermented with yeast saccharomyses cerevisiae. Bioethanol fermented solution is separated from the residue, and then the ethanol is separated from the solution by distillation. The results showed that the levels of ethanol produced higher up time certain fermentation (optimum time) and after time elapsed optimum levels of ethanol produced decreases. The highest levels of bioethanol produced by 0.743% on the addition of the enzyme as much as 9 ml. Keyword : Bioetanol, Fermentation, enzimatik hidrolisis, dahlia tuber ABSTRAK Kebutuhan bahan bakar minyak yang semakin meningkat berbanding terbalik dengan produksi minyak. Dalam peraturan menteri ESDM terdapat pasal-pasal yang mengarah pada penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati untuk menjaga ketahanan energi Indonesia. Salah satu sumber energi alternatif yang berupa bahan bakar nabati adalah bioetanol. Produksi bioetanol membutuhkan bahan baku biomassa yang memiliki kandungan karbohidrat seperti glukosa, pati, selulosa dan lignoselulosa. Salah satu contoh sumber lignoselulosa untuk bahan baku bioetanol tersebut adalah ampas umbi dahlia. Selama ini umbi dahlia yang digunakan adalah patinya sebagai tepung untuk makanan dan bahan baku untuk inulin sedangkan ampasnya yang berjumlah sekitar 25% berat belum dimanfaatkan. Pada penelitian ini, metode yang dilakukan adalah hidrolisis enzimatik menggunakan enzim selulase dan difermentasi dengan yeast saccharomyses cerevisiae. Larutan bioetanol hasil fermentasi dipisahkan dari residu, kemudian etanol dipisahkan dari larutan dengan distilasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar etanol yang dihasilkan semakin tinggi sampai waktu fermentasi tertentu (waktu optimum) dan setelah waktu optimum terlewati kadar etanol yang dihasilkan menurun. Kadar bioetanol tertinggi yang dihasilkan sebesar 0,743 % pada penambahan enzim sebanyak 9 ml. Kata kunci: Bioetanol, Fermentasi, Hidrolisis Enzimatik, Umbi Dahlia 1. PENDAHULUAN Kebutuhan bahan bakar minyak yang semakin meningkat berbanding terbalik dengan produksi minyak. Cadangan minyak Indonesia semakin menipis sehingga pemerintah melalui peraturan menteri ESDM terdapat pasal-pasal yang mengarah pada penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati untuk menjaga ketahanan energi Indonesia. Salah satu sumber energi alternatif yang berupa bahan bakar nabati adalah bioetanol. Produksi bioetanol membutuhkan bahan baku biomassa yang memiliki kandungan karbohidrat seperti glukosa, pati, selulosa dan lignoselulosa. Salah satu contoh sumber lignoselulosa untuk bahan baku bioetanol tersebut adalah ampas umbi dahlia. Selama ini umbi dahlia yang digunakan adalah patinya sebagai tepung untuk makanan dan bahan baku untuk inulin sedangkan ampasnya yang berjumlah sekitar 25 % berat belum dimanfaatkan. Beberapa penelitian tentang bioetanol telah dilakukan, diantaranya pembuatan bioetanol dari kulit pisang, ampas tebu, dan lain-lain. Produksi bioetanol dari kulit pisang dengan menggunakan metode hidrolisis enzimatik dari kapang trichoderma viride telah dilakukan oleh Deky Seftian, dkk (2012). Dari penelitian ini kadar etanol yang dihasilkan 13% dengan waktu fermentasi 5 hari, jumlah enzim 9 ml dan ragi yang digunakan adalah Saccaromyces cerevisiae. Penelitian ini akan mengkaji potensi ampas umbi dahlia untuk memproduksi bioetanol dengan hidrolisis enzim selulase menggunakan Tricoderma viride dan fermentasi dengan media kultur Saccaromyces cerevisiae serta mengkaji bagaimana pengaruh penambahan jumlah enzim pada saat hidrolisis terhadap bioetanol yang dihasilkan sehingga didapatkan hasil bioetanol yang tinggi. Bioetanol Etanol diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan baku hayati. Etanol atau Etil Alcohol (lebih dikenal dengan alkohol, dengan rumus kimia C2H5OH) adalah cairan tak berwarna dengan karakteristik antara lain mudah menguap, mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik dan jika terjadi pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan. Proses hidrolisis pati secara enzimatik terdiri dari dua tahap yaitu liquifikasi dengan α-amilase dan sakarifikasi menggunakan amiloglukosidase. Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol secara sederhana dibagi menjadi dua tahap yaitu : 1. Pemecahan komponen polisakarida menjadi komponen monosakarida (pemecahan sempurna) dan komponen oligosakarida yang dapat dilakukan secara enzimatis maupun secara kimiawi. Proses pemecahan tahap pertama ditunjukkan pada persamaan reaksi 1. H2O + (C6H10O5)n ----- n C6H12O6 + n H2O Polisakarida Glukosa 2. Pengubahan komponen monomer glukosa menjadi etanol yang dilakukan dengan bantuan agen mikrob. Mikrob pengubah monomer glukosa menjadi etanol yang paling efektif adalah jenis khamir spesies Saccaromyces cerevisiae. Proses konversi monomer glukosa menjadi senyawa etanol ditunjukkan pada persamaan reaksi 2. (C6H12O6)n ------ 2 C2H5OH + 2 CO2 Glukosa Etanol Umbi Dahlia Dahlia adalah tanaman perdu berumbi yang sifatnya tahunan berbunga di musim panas sampai musim gugur.Dahlia adalah bunga nasional negara Meksiko yang juga merupakan negara asal bunga ini. Namun tanaman ini telah dapat di budidayakan di Indonesia. Umbi dahlia merupakan salah satu tanaman penghasil bioetanol dilihat dari kemiripannya dengan dengan tanaman umbi-umbian yang lain, seperti ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji jagung, biji sorgum, gandum, kentang, ganyong, garut. Komposisi dari Umbi dahlia secara lengkap disajikan pada table 2.2 Tabel 2. Komposisi Umbi Bunga Dahlia Komposisi Karbohidrat Inulin Gula reduksi Serat lemak Protein abu Kadar % / % berat kering 76,8-82,80 69,26-75,48 4,4-6,6 3,3-5,4 0,5-1,0 3,9-5,7 0,2-0,4 Sumber : Sanyono, et.all, 1998 Saccaromyces Cerevisiae Saccaromyces cerevisiae merupakan suatu khamir sel tunggal (unicellular) yang berukuran 5 – 10 μm, berbentuk bulat, silindris, atau oval. Saccaromyces cerevisiae digunakan untuk produksi etanol pada kondisi anaerob dan untuk pembuatan roti pada kondisi aerob. Fermentasi etanol merupakan aktivitas penguraian gula (karbohidrat) menjadi senyawa etanol dengan mengeluarkan gas CO2, fermentasi ini dilakukan dalam kondisi anaerob. Produksi bioetanol paling banyak menggunakan mikroba Saccharomyces cerevisiae yang bersifat anaerob (Ismuyanto, et al., 2013). Mikroba ini dapat digunakan untuk konversi gula menjadi etanol dengan kemampuan konversi yang baik (Nyoman et al., 2011). Selain itu, Saccharomyces cerevisiae juga tahan terhadap etanol kadar tinggi, tahan terhadap pH rendah, dan tahan terhadap temperatur tinggi (Suyandra, 2007). Pretreatment Lignoselulosa Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Tujuan dari pretreatment adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polymer polisakarida menjadi monomer gula. Kalau tidak dipretreatment terlebih dahulu, lignoselulosa sulit untuk dihidrolisis karena lignin sangat kuat melindungi selulosa sehingga sangat sulit melakukan hidrolisis sebelum memecah pelindung lignin. Pretreatment kimia untuk ampas umbi dahlia menggunakan bahan kimia yang berbeda seperti asam, alkali dan pengoksidasian yaitu peroksida dan ozon. Diantara metode ini, pretreatment asam encer menggunakan H2SO4 adalah metode yang paling banyak digunakan. Tergantung pada jenis bahan kimia yang digunakan, pretreatment bisa memiliki dampak yang berbeda pada komponen struktural lignoselulosa. Alkaline pretreatment, ozonolysis, peroksida dan oksidasi pretreatments lebih bisa efektif dalam penghapusan lignin sedangkan pretreatment asam encer lebih efisien dalam solubilisasi hemiselulosa (Sun dan Cheng, 2002). Hidrolisis Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Pada hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik. Aplikasi hidrolisis menggunakan enzim secara sederhana dilakukan dengan mengganti tahap hidrolisis asam dengan tahap hidrolisis enzim selulosa. Hidrolisis enzimatik memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara lain: tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih rendah (suhu rendah), berpotensi memberikan hasil yang tinggi dan biaya pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif. Dalam mini riset ini Trichoderma viride digunakan sebagai penghasil enzim selolusa untuk proses hidrolisis pati yang terdapat pada ampas umbi dahlia. Seperti yang diketahui pada limbah lignoselulosa, selulosa terikat dengan lignin sehingga sulit sekali dilakukan hidrolisis selulosa tanpa memecah pelindung lignin ini terlebih dahulu. Untuk memecah pelindung lignin perlu dilakukan perlakuan pendahuluan terhadap bahan baku yaitu dengan proses delignifikasi (Gunam et al., 2011). Trichoderma viride dapat berperan penghasil enzim selulosa dalam hidrolisis selulosa. Fungi jenis Trichoderma viride dapat menghasilkan endo-ß-,4-glukanase dan eksoß-1,4-glukanase sampai dengan 80% tetapi ßglukosidasenya rendah (Kodri et al., 2013). Menurut Gautam et al. (2011) yang mendapatkan aktivitas enzim tertinggi pada kisaran suhu 40 – 50 oC untuk produksi enzim selulase dari Trichoderma viride. 2. METODOLOGI PENELITIAN Bahan yang digunakan Bahan – Bahan yang digunakan yaitu Ampas Umbi Dahlia, Enzim Selulase berasal dari fungi Trichoderma Viride, Yeast Saccromyces Cerevisiae, Aquadest, dll. Parameter yang digunakan Massa bahan baku : 50 gram pH :5 Waktu hidrolisis : 24 jam Volume Enzim : 7 ml,9 ml dan 11 ml. Waktu fermentasi : 5 hari Penyiapan Inokulum Trichoderma viride di streak ke dalam medium PDA dengan steril. Kemudiani diinkubasikan dalam suhu kamar selama 5 hari. Spora Trichoderma viride disuspensikan dengan diberi aquades steril 9 ml Lalu di voertex sampai homogen Produksi Enzim selulase dalam media cair padat Ampas umbi dahlia dikeringkan kemudian dihaluskan. Menimbang 20 gram Ampas umbi dahlia dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml dan menambahkan nutrisi urea 0,03 gr, MgSO4.7H2O, 0,005 gr, KH2PO4 0,0023 gr. 80 ml aquadest ditambahkan dalam media tersebut pH diatur hingga pH 5 dengan menambahkan HCl pekat lalu media disterilkan di dalam autoclave pada suhu 121 ºC selama 15 menit. Media yang telah disterilkan kemudian didinginkan. Suspensi spora enzim selulosa ditambahkan sebanyak 10 ml pada media tersebut. Media diinkubasi pada suhu ±30 0C dengan waktu fermentasi 96 jam. Pengambilan Enzim Hasil fermentasi diekstrak dengan aquadest sebanyak 100 ml lalu di letakkan pada rotari shaker 150 rpm selama 1 jam Cairan hasil fermentasi dipisahkan dengan menggunakan kertas saring. Enzim yang diperoleh kemudian disimpan di lemari pendingin dan siap digunakan. Perlakuan awal ampas umbi dahlia Ampas umbi dahlia dikeringkan kemudian dihaluskan. Menimbang 50 gram ampas umbi dahlia, kemudian memasukkan kedalam erlemeyer 500 ml. Menambahkan 100 ml H2SO4 1 % dan menutup rapat erlenmeyer dengan gabus kemudian dipanaskan dalam autoclave pada suhu 121 oC selama 30 menit. Memisahkan fase airnya sehingga tersisa fase seluligninnya Menambahkan 100 ml NaOH 4 % dan menutup rapatnya lalu dipanasi kembali pada suhu 121 oC selama 30 menit. Mencuci fase solidnya dengan air beberapa kali. Proses Hidrolisis Enzimatik Hasil perlakuan awal ampas umbi dahlia dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml lalu ditambahkan 100 ml aquadest dan mengatur pH 5 dengan menambahkan HCl pekat. Kemudian dipanaskan dalam autoclave pada suhu 100 oC selama 30 menit. Bubur Ampas umbi dahlia dibiarkan menjadi dingin. Menambahkan enzim selulase sebanyak 7, 9, dan 11 ml (sesuai perlakuan) kedalam bubur Ampas umbi dahlia tersebut lalu menutup rapat erlenmeyer dengan gabus. Kemudian diletakkan pada rotary shaker 160 rpm selama 24 jam. Proses Fermentasi Bubur Ampas umbi dahlia yang telah dihidrolisis ditambahkan dengan 4 gr Saccaromyces Cerevisiae dan diaduk pada 150 rpm sampai homogen. Setelah itu menghubungkan erlemeyer 500 ml yang berisi bubur Ampas umbi dahlia tersebut dengan selang karet dan ujung selang dimasukkan kedalam air agar tidak terjadi kontak langsung dengan udara. Selanjutnya larutan difermentasikan selama 5 hari. Selanjutnya memisahkan larutan dengan bubur ampas umbi dahlia sehingga diperoleh cairan alkohol + air. Destilasi (Pemurnian etanol) Merangkai dan menyalakan peralatan destilasi dengan benar. Cairan hasil fermentasi lalu dimasukkan kedalam labu destilasi. Temperatur pemanas dijaga pada suhu 80 oC. Proses destilasi dilakukan selama 1,5 – 2 jam sampai etanol tidak menetes lagi. Mengukur destilat (etanol) yang didapat. Penentuan kadar Etanol Untuk menganalisa kadar alkohol (etanol) yang didapat digunakan analisa density. Analisa density ini dilakukan dengan menggunakan alat piknometer, piknometer yang digunakan adalah piknometer 5 ml pada suhu kamar. Alat pengukur kadar bioetanol GC Kadar Bioetanol ( % ) 3. Hasil dan Pembahasan Pengaruh Penambahan Jumlah Enzim Selulase Terhadap Kadar Bioetanol 1 0.662 0.743 0.509 0 7 Jumlah enzim (ml ) 9 11 Gambar 1. Grafik Hubungan Penambahan Jumlah Enzim Selulase Terhadap Kadar Bioetanol Berdasarkan Gambar 1 menunjukkan bahwa jumlah enzim mempengaruhi kadar bioetanol yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin banyak enzim selulase yang ditambahkan maka kadar bioetanol yang dihasilkan semakin tinggi, karena hidrolisa dinding selulosa oleh enzim selulase telah meningkatkan jumlah glukosa, sehingga Saccharomyces cerevisiae akan memfermentasi glukosa dengan jumlah yang lebih besar dan menghasilkan kadar bioetanol yang lebih tinggi sebagai hasil fermentasinya (Anonim, 2005). Pada pembuatan bioetanol etanol dari ampas umbi dahlia dengan proses hidrolisis enzimatik Trichoderma viride ini belum mendapatkan hasil yang optimum. Kadar etanol tertinggi dihasilkan pada penelitian ini adalah pada penambahan enzim 9 ml dengan kadar 0,743%,, sedangkan menurut teori proses p pembuatan bioetanol dengan fermentasi dari sumber bahan nabati dapat menghasilkan alkohol dengan kadarr maksimal 7 – 9%. Hal ini dikarenakan beberapa faktor fa seperti : 1. Jumlah substrat Ketika kadar selulosa lebih sedikit dari banyaknya enzim yang diberikan, maka glukosa yang dihasilkan juga lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa dengan substrat yang lebih sedikit maka glukosa yang terkonversi oleh enzim selulase menurun serta pertumbuhan mikroba saat fermentasi akan tidak optimal karena kebutuhan nutrisinya tidak terpenuhi,, sehingga yang terkonversi menjadi bioetanol juga semakin sedikit. (Yolanda Amalia, 2012). 2012) Selain itu juga pada penelitian ini kemungkinan glukosa yang dimanfaatkan sangat rendah karena tidak ada pengecekan kadar glukosa terlebih dahulu. 2. pH pH yang digunakan pada fermentasi ini berada pada pH 5, sedangkan menurut teori bahwa pH yang paling optimal untuk Saccaromyces cerevisiae memproduksi etanol berada pada pH 4,5 (Elevri Putra, 2006). Saccaromyces accaromyces cerevisiae memerlukan suhu 30 oC dan pH berkisar 4 hingga 4,5 agar dapat tumbuh dengan baik (Sassner 2008). 3. Penurunan aktifitas enzim selulase Adanya penurunan aktivitas enzim disebabkan karena tidak optimumnya suhu saat fermentasi hidrolisis berlangsung, suhu yang digunakan pada saat hidrolisis adalah suhu 30 oC. Sedangkan menurut teori enzim selulase dari Tricoderma viride akan mengalami penurunan akibat tidak tahan pada suhu yang terlalu panas dan tidak optimal pada suhu yang terlalu rendah. Aktivitas enzim yang optimum berada pada kisaran suhu 40-50 oC (Gautam eta al, 2011). 4. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu : Kadar etanol tertinggi yang dihasilkan pada penambahan enzim sebaanyak 9 ml dengan kadar 0,743 %. pH dan temperatur yang digunakan untuk proses fermentasi pun tidak dalam kondisi yang optimal sehingga etanol yang dihasilkan sangat sedikit. 5. REFERENSI Seftian, deky dan ferdinand antonius., (2012). pembuatan etanol dari kulit pisang menggunakan metode hidrolisis enzimatik dan fermentasi. palembang : universitas sriwijaya. Sun, y., dan cheng, j., 2002. hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production:: a review. Bioresource Technology 83, 1 – 11. Ismuyanto, B., Miranti, N., dan Sutrisno. (2013). Pembuatan Bioetanol Bioe dengan Bantuan Saccharomyces cerevisiae dari Glukosa Hasil Hidrolisis Biji Durian (Durio Durio zhibetinus zhibetinus). Kimia Student Journal. Malang: Universitas Brawijaya. 1, (1), 36-42. Gautam, S.P., Bundela, P. S., Pandey A.K., dan Khan, M.K. J. (2011). Optimization for the Production of Cellulase Enzyme from Municipital Solid Waste Residu by Two Novel Celluloly Fungi. Biotechnology Research International. Volume 2011. Rani Durgavati University: India. Gunam, I. B. W. et al. (2011). Produksi Selulase Kasar dari Kapang Trichoderma Viride dengan Perlakuan Konsentrasi Substrat Ampas Tebu dan Lama Fermentasi. Jurnal Biologi. 15, (2), 2933. Arnata, I W. (2009). Teknologi Bioproses Pembuatan Bioetanol dari Ubi Kayu Menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Thesis Master. Bogor: IPB. Nyoman W. P., I Gusti B. W., dan I Nyoman, S. W. (2011). Proses Treatment dengan Menggunakan NaOCl dan H2SO4 untuk Mempercepat Pembuatan Etanol dari Limbah Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Jurnal Ilmiah. (3), 64-68. Kodri, Argo, B. D. dan Yulianingsih, R. (2013). Pemanfaatan Enzim Selulase dari Trichoderma Reseei dan Aspergillus Niger sebagai Katalisator Hidrolisis Enzimatik Jerami Padi dengan Pretreatment Microwave. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 1, (1), 36-43. Suyandra D. I. (2007). Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon, sp) sebagai Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor: IPB. Isroi. 2008. Potensi Biomassa Lignoselulosa di Indonesia Sebagai Bahan Baku Bioetanol: Tandan Kosong Kelapa Sawit. Online di http://isro.wordpress.com. Diakses 10 Mei 2015. Anonim,2005. Enzim Selulase. Online di http://community.um.ac.id/showthread .php. Diakses 10 Mei 2015 Khairani, Rini. 2007. Tanaman Jagung Sebagai Bahan Bio-fuel http://www.Macklintmip unpad. net/ Biofuel/ Jagung/ Pati.pdf. diakses tanggal 10 Mei 2015 UKM, B. 2009. Bahan Bakar Nabati (Bioetanol).Khalifah Niaga Lantabura: Yogyakarta.