judul abstrak lbr pengesahan r_hidup prakata

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan harga berbagai komoditas yang terjadi di pasar dunia dapat terjadi
karena berbagai hal antara lain karena adanya krisis ekonomi maupun krisis politik
dunia. Krisis politik akibat perang Iran dan Irak tahun 1981 menyebabkan harga
minyak meningkat dari US$ 14 pada tahun 1979 menjadi US $ 35 pada tahun 1981.
Selanjutnya, perang teluk yang terjadi pada tahun 2005 menyebabkan harga,
khususnya harga minyak bumi, mengalami peningkatan yang signifikan yaitu dari
sekitar US $ 60 per barrel meningkat menjadi lebih dari US $ 100 per barrel (OPEC,
2009). Sementara penurunan harga di hampir seluruh komoditas yang diperdagangkan
di pasar dunia juga terjadi pada saat krisis yang terjadi pada tahun 2008.
Krisis ekonomi tahun 2008 menyebabkan harga internasional komoditas yang
diperdagangkan di pasar global menunjukkan kecenderungan menurun. Penurunan
harga berbagai komoditas di perdagangan internasional dapat dilihat mulai dari
triwulan I/2008 sampai dengan awal tahun 2009 (lihat Lampiran 1). Laporan Dana
Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dalam Lampiran 1 tersebut
menunjukkan bahwa penurunan harga yang terjadi di hampir seluruh komoditas yang
diperdagangkan secara internasional menyebabkan perekonomian dunia mengalami
perlambatan. Perlambatan perekonomian terjadi baik di negara maju yang secara
langsung terkena dampak krisis ekonomi maupun negara berkembang yang
merupakan penyedia berbagai komoditas bagi negara maju. Indonesia, sebagai salah
satu eksportir beberapa komoditas juga terkena dampak dari perubahan harga
komoditas internasional tersebut yaitu berupa perlambatan perekonomian yang
diakibatkan menurunnya nilai jual komoditas ekspor utama Indonesia di pasar dunia
seperti komoditas pertambangan dan beberapa komoditas industri pengolahan antara
lain minyak nabati dan hewani, pakaian jadi dan sebagainya.
Perubahan harga komoditas internasional merupakan dampak dari adanya
krisis ekonomi global yang terjadi pada awal tahun 2008. Krisis ekonomi yang
mendunia ini bermula dari adanya krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat.
Krisis diawali dari kasus sub-prime mortgage yang terjadi di Amerika Serikat yang
terjadi pada awal tahun 2008 (Mei 2008). Kasus sub-prime mortgage adalah kasus
1
gagal bayar dari industri perumahan di Amerika Serikat. Kasus ini menyebabkan
jatuhnya perusahaan-perusahaan penjaminan keuangan dunia seperti Merill Lynch dan
beberapa perusahaan penjaminan lainnya di Amerika. Selanjutnya, kasus ini juga
menyebabkan jatuhnya beberapa harga saham perusahaan penjaminan multi-nasional.
Kejatuhan perusahaan penjaminan perumahan dan anjloknya saham-saham besar
dunia menyebabkan bangkrutnya lembaga keuangan penjamin kredit perumahan tidak
hanya yang berasal dari Amerika sendiri namun juga yang berasal dari beberapa
negara maju lainnya di Eropa dan Asia antara lain Jepang, Cina dan Korea Selatan.
Dampak dari krisis global 2008, pada akhirnya, menurunkan penerimaan
negara maju sehingga daya beli masyarakatnya juga mengalami penurunan.
Penurunan
penerimaan
negara-negara
maju
dan
menurunnya
daya
beli
masyarakatnya, selanjutnya menyebabkan permintaan terhadap berbagai komoditas
dunia juga menurun. Daya beli yang melemah di negara-negara maju yang merupakan
konsumen utama komoditas negara berkembang akan menurunkan permintaan
terhadap berbagai produk yang diperdagangkan secara global. Penurunan permintaan
akhirnya berujung pada penurunan harga produk-produk perdagangan internasional.
Perkiraan penurunan perekonomian dunia akibat krisis yang terjadi pada tahun
2008 dapat dilihat pada Gambar 1.1. Hasil laporan Bank Dunia, seperti terlihat pada
Gambar 1.1, menunjukkan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi global telah direvisi
lebih rendah untuk tahun 2009. Perekonomian negara-negara maju pada tahun 2009
yang sebelumnya diproyeksikan mengalami pertumbuhan sekitar 1,5 hingga 2,0
persen pada tahun 2009, namun akibat adanya krisis, pertumbuhan ekonomi negaranegara maju diproyeksikan menurun hingga kurang dari 0,25 persen. Sementara
negara-negara berkembang yang sebelumnya diproyeksikan akan tumbuh diatas 6
persen namun karena krisis, maka pertumbuhan pada tahun 2009, diproyeksikan
menjadi kurang dari 5 persen.
Sebagai dampak penurunan perekonomian dunia maka harga komoditas yang
diperdagangkan juga mengalami penurunan. Penurunan harga beberapa komoditas
internasional sampai dengan triwulan II/2009 menunjukkan penurunan harga hingga
lebih dari 40 persen sebagaimana terlihat pada Lampiran 1.
2
Pertumbuhan
(persen)
Negara Berkembang
7
6
5
Negara Maju
4
Proyeksi
Awal
3
2
1
2000
2002
2004
2006
2008
2009
2010
Sumber: Bank Dunia dan BPS, 2009
Gambar 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara Maju (OECD) dan Negara Berkembang
Sebagian besar komoditas yang diperdagangkan secara internasional antara
lain hasil sektor pertanian dan pertambangan dan hasil industri pengolahan. Harga
internasional beberapa hasil produk pertanian seperti rotan, kayu , katun, wol, karet
dan hides sampai dengan triwulan II/2009 masih mengalami rata-rata penurunan
harga hingga minus 26,67 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu
(triwulan II/2008). Komoditas perkebunan (hides dan karet) mengalami kontraksi
harga hingga 52,05 persen dan 45,77 persen.
Komoditas pertambangan terutama produk logam seperti tembaga, aluminium,
bijih besi, nikel, seng dan sebagainya pada triwulan II/2009 mengalami penurunan
harga rata-rata sebesar 38,04 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun yang
lalu. Bahkan pada triwulan I/2009 yang lalu penurunan harga komoditas
pertambangan ini mencapai 45,66 persen. Penurunan harga tertinggi komoditas
pertambangan terutama terjadi pada produk nikel yang mengalami penurunan hingga
49,28 persen pada triwulan II/2009 jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu,
bahkan mencapai 63,57 persen pada triwulan I/2009 jika dibandingkan dengan
triwulan I/2008 yang lalu.
Komoditas lainnya seperti komoditas industri pengolahan antara lain industri
makanan mengalami penurunan harga rata-rata 20,54 persen pada triwulan II/2009.
3
Beras yang merupakan kelompok industri makanan yaitu berupa biji-bijian
mengalami penurunan harga hingga 41,71 persen. Sementara kelompok produk
industri pengolahan berupa tepung menurun sebesar 25,43 persen pada triwulan
II/2009. Produk industri pengolahan yang bersumber dari sektor peternakan seperti
daging mengalami penurunan harga rata-rata sebesar 6,42 persen. Sementara industri
pengolahan
yang
bersumber
dari
produk
perikanan
sudah
menunjukkan
kecenderungan meningkat yaitu sebesar 0,25 persen jika dibandingkan dengan harga
pada triwulan II/2008 yang lalu. Pada triwulan I/2009 kelompok produk industri
pengolahan
yang
bersumber
dari
industri
perikanan
masih
menunjukkan
kecenderungan menurun yaitu sebesar minus 12,68 persen. Secara keseluruhan
penurunan harga internasional dapat dilihat pada Lampiran 1.
JutaUS$
US
Juta
$
Perkembangan Ekspor Impor Indonesia
persen
%
14,000
80%
12,000
60%
10,000
40%
8,000
20%
6,000
0%
4,000
-20%
2,000
-40%
-60%
2007-J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
2008-J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
2009-J
-
Nilai Ekspor
Nilai Impor
Pertm. Ekspor
Pertm. Impor
Sumber: BPS, 2009.
Gambar 1.2 Perkembangan Ekspor dan Impor Bulanan Indonesia, Januari 2007 s/d
Januari 2009.
Dampak penurunan permintaan produk yang diperdagangkan di pasar
internasional dari negara maju juga berimbas pada perekonomian Indonesia. Sejak
pertengahan tahun 2008, ekspor maupun impor Indonesia di pasar global terus
menunjukkan kecenderungan menurun (lihat Gambar 1.2).
Sampai dengan pertengahan tahun 2008 baik ekspor dan impor Indonesia
masih menunjukkan kecenderungan meningkat, namun setelah triwulan II/2008 baik
4
nilai ekspor maupun impor Indonesia sudah mulai menunjukkan kecenderungan
menurun. Penurunan kinerja ekspor dan impor Indonesia pada akhirnya berdampak
pada kinerja perekonomian Indonesia secara keseluruhan berupa perlambatan
pertumbuhan (lihat Tabel 1.1 dan Tabel 1.2).
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan PDB menurut Penggunaan (Persen)
Jenis Penggunaan
Trw I-2009
Terhadap
Trw I-2008
Trw II-2009
Terhadap
Trw II-2008
Sm I-2009
Terhadap
Sm I-2008
(1)
(4)
(5)
(6)
1. Pengeluaran Konsumsi RT
6,0
4,8
5,4
19,2
17,0
18,0
3,4
2,7
3,0
4. Ekspor Barang dan Jasa
-18,7
-15,7
-17,2
5. Dikurangi Impor Barang dan
Jasa
-26,0
-23,9
-24,9
4,4
4,0
4,2
2. Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah
3. Pembentukan Modal Tetap Bruto
PDB
Sumber: BPS 2009
Secara makro, perekonomian Indonesia sampai dengan triwulan II/2009 masih
mengalami perlambatan. Pada triwulan II/2009 pertumbuhan perekonomian Indonesia
menunjukkan pertumbuhan yang melambat jika dibandingkan dengan triwulan
I/2009. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pada triwulan I/2009, perekonomian Indonesia
masih tumbuh sebesar 4,4 persen jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
2008. Namun pada triwulan II/2009, kinerja perekonomian Indonesia mengalami
perlambatan yaitu menjadi 4,0 persen jika dibandingkan dengan triwulan II/2008.
Ekspor dan impor pada triwulan I dan II/2009 masih menunjukkan pertumbuhan yang
negatif. Sampai dengan semester I/2009, pertumbuhan ekspor adalah sebesar minus
17,2 persen sementara impor tumbuh minus 24,9 persen.
Secara sektoral, perlambatan terjadi di sektor pertanian, sektor perdagangan
hotel dan restoran, serta sektor keuangan real estate dan jasa perusahaan seperti
terlihat pada Tabel 1.2. Sektor pertanian yang terdiri dari pertanian tanaman pangan,
perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan melambat dari 5,2 persen pada
triwulan I/2009 menjadi 2,4 persen. Sektor perdagangan hotel dan restoran juga
5
mengalami kontraksi dari tumbuh 0,5 persen pada triwulan I/2009 menjadi minus 0,1
persen pada triwulan II/2009. Selain itu, sektor keuangan, real estate dan jasa
perusahaan yang semula tumbuh sebesar 6,3 persen pada triwulan I/2009 menjadi
tumbuh sebesar 5,3 persen pada triwulan II/2009.
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan PDB menurut Lapangan Usaha (Persen)
Lapangan Usaha
(1)
Trw I-2009
Terhadap
Trw I-2008
Trw II-2009
Terhadap
Trw II-2008
Sm I-2009
Terhadap
Sm I-2008
(4)
5,2
2,4
1,5
11,4
6,3
(5)
2,4
2,4
1,5
15,4
6,4
(6)
3,7
2,4
1,5
13,4
6,3
0,5
-0,1
0,2
17,1
17,5
17,3
6,3
5,3
5,8
6,8
7,4
7,1
PDB
4,4
4,0
4,2
PDB Tanpa Migas
4,8
4,4
4,6
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
7. Pengangkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan
9. Jasa Lainnya
Sumber: BPS 2009
1.2 Perumusan masalah
Gambar 1.3 menunjukkan bagaimana perubahan harga internasional yaitu
berupa penurunan harga akibat adanya krisis global yang terjadi pada tahun 2008.
Perekonomian dunia sampai dengan akhir tahun 2007 masih mengalami booming
harga pada sejumlah komoditas. Kondisi ini menyebabkan beberapa indikator makro
mengalami peningkatan seperti harga ekspor dan selanjutnya mendorong peningkatan
berbagai pasar termasuk pasar finansial. Kondisi tersebut menyebabkan ekonomi
global secara riil juga meningkat dan peningkatan perekonomian berujung pada
peningkatan penerimaan rumah tangga. Peningkatan pendapatan rumah tangga ini,
pada akhirnya mendorong rumah tangga miskin semakin berkurang.
Setelah periode 2007 atau sejak awal triwulan I/2008, krisis global mulai
melanda perekonomian dunia. Krisis ini dimulai dengan adanya krisis finansial yaitu
6
banyaknya perusahan penjamin simpanan akibat gagal bayar kredit perumahan
sehingga permintaan akan komoditas dunia dari negara-negara maju sebagai negara
pengimpor komoditas dunia menurun dan berlanjut kepada negara-negara produsen
sebagai negara pengekspor termasuk Indonesia yang mengalami kelebihan
suplai/penawaran untuk beberapa komodias tertentu seperti komoditas pertambangan
(antara lain batu bara, minyak bumi, biji tembaga) dan komoditas industri pengolahan
( seperti minyak nabati dan hewani, pakaian jadi, logam dasar, gas alam cair).
2007-Q3
2008-Q1
2008-Q3
2009-Q1…
Krisis Finansial Internasional
Krisis Ekonomi Global
Permintaan Dunia (EksporM/impor) melemah
Kenaikan Harga Komoditas
Inflasi
Naik
Harga Ekspor
Naik
Harga Komoditas Dunia Jatuh
Rupiah Melemah
Investasi
Pasar
Finansial
Inflasi rendah
Ekonomi Riil
Meningkat
Kemiskinan
Turun
Saham
Anjlok
Pekerjaan
Pendapatan
Barang
Penurunan kemiskinan
Domestik melambat
Gambar 1.3 Diagram Proses Krisis Ekonomi Global Tahun 2008.
Salah satu jalur bagaimana krisis ekonomi menjadi krisis global adalah
melalui jalur perdagangan internasional. Permintaan dunia (negara-negara maju) yang
melemah sementara produksi dari negara terutama dari negara berkembang termasuk
Indonesia terus bertambah maka selanjutnya akan terjadi kelebihan penawaran (over
supply) termasuk produk-produk ekspor utama Indonesia. Sementara itu, akibat krisis,
penerimaan negara maju terus mengalami menurun. Hal ini, pada akhirnya
menyebabkan harga di pasar internasional mengalami penurunan.
7
Beberapa indikator dampak krisis seperti diperkirakan oleh Bank Dunia
(Global Economic Prospect, Januari 2009) dan IMF (World Economic OutlookUpdate, Januari 2009) dapat dilihat pada Tabel 1.3. dibawah ini, Seperti disampaikan
dalam laporan tentang prospek perekonomian dunia oleh bank dunia dan laporan
perekonomian dunia oleh IMF menunjukkan pertumbuhan PDB dunia pada tahun
2009 menurun menjadi 0,9 persen dibandingkan tahun 2008. Pertumbuhan PDB tahun
2008 sebesar 2,5 persen atau menurun dibandingkan dengan pertumbuhan PDB dunia
pada tahun 2007 (3,7 persen).
Sebagai dampak krisis yang terus berlanjut maka proyeksi yang dilakukan
oleh IMF terhadap perekonomian dunia menyebutkan bahwa pertumbuhan output
dunia sebesar 0,5 persen pada tahun 2009 dan diperkirakan menurun menjadi 0,3
persen pada tahun 2010 (lihat Tabel 1.3).
Tabel 1.3 Beberapa Indikator Ekonomi Dunia, 2007 - 2010.
Indikator
2007
2008
2009
2010
World bank (2009)
• Pertumbuhan PDB riil dunia (%)
• Pertumbuhan volume perdagangan dunia (%)
• Pertumbuhan harga komoditas, non-oil (%)
• Harga minyak dunia (USD per barrel)
3,7
7,5
17,0
71,1
2,5
6,2
22,4
101,2
0,9
-2,1
-23,2
74,5
3,0
6,0
-3,3
75,8
5,2
7,2
9,6
3,4
4,1
5,6
0,5
-2,8
-0,8
3,0
3,2
5,4
5,9
4,5
14,5
3,1
1,5
10,4
-3,7
-3,1
-2,2
2,1
1,9
5,9
IMF (2009)
• Pertumbuhan output dunia (%)
• Pertumbuhan volume perdagangan dunia (%)
• Pertumbuhan ekspor negara berkembang
(emerging dan developing countries), (%)
• Pertumbuhan ekspor negara maju (%)
• Pertumbuhan impor negara maju (%)
• Pertumbuhan impor negara berkembang (%)
Sumber: World bank dan IMF, 2009
Akibat dari permintaan dunia yang menurun, volume perdagangan dunia pada
tahun 2008 telah menunjukkan perlambatan (lihat Tabel 1.3). Volume perdagangan
dunia pada tahun 2007 dan 2008 masing-masing tumbuh sebesar 7,5 persen dan 6,2
persen. Selanjutnya pada tahun 2009 volume perdagangan terkontraksi menjadi minus
2,1 persen. Sementara, IMF memprediksikan volume perdagangan dunia akan
terkontraksi menjadi sebesar minus 2,8 persen. IMF juga memprediksikan
8
perdagangan yang dilakukan oleh negara maju terkontraksi sebesar minus 3,7 persen
untuk ekspor dan minus 3,1 persen untuk impor. Hal yang sama juga terjadi pada
ekspor dan impor negara berkembang, dimana pada tahun 2009 ekspor negara
berkembang diprediksikan oleh IMF terkontraksi sebesar minus 0,8 persen sementara
impor sebesar minus 2,2 persen.
Berdasarkan uraian diatas maka beberapa permasalahan mengenai dampak
perubahan harga ekspor komoditas internasional terhadap perekonomian dan
perdagangan Indonesia serta dampak terhadap pendapatan rumah tangga yang akan
dijawab dalam penelitian ini yaitu:
1. Seberapa besar dampak perubahan harga komoditas internasional yang terjadi
pada triwulan 1/2008 sampai dengan triwulan II/2009 (secara simultan) terhadap
perekonomian Indonesia. Apa pengaruhnya terhadap konsumsi, investasi, ekspor
dan impor serta seberapa besar dampak penurunan harga komoditas internasional
tersebut terhadap penerimaan rumah tangga.
2. Sektor apa yang memberikan dampak terbesar terhadap perekonomian akibat dari
adanya penurunan harga komoditas internasional. Untuk itu perlu diketahui
seberapa besar pengaruh penurunan harga internasional di masing-masing
komoditas ekspor utama (secara parsial) terhadap masing–masing sektor dan
pengaruh penurunan harga internasional di masing-masing komoditas ekspor
utama terhadap perekonomian secara keseluruhan dan apa dampaknya terhadap
pendapatan rumah tangga
3. Selanjutnya, apa dampak terhadap perekonmian apabila terjadi kenaikan harga
komoditas internasional dan apa dampaknya terhadap pendapatan rumah tangga.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak perubahan harga
komoditas yang diperdagangkan secara internasional yang terjadi pada saat krisis
ekonomi pada awal tahun 2008 khususnya komoditas-komoditas yang merupakan
komoditas ekspor utama Indonesia. Seberapa besar dampak perubahan harga
internasional tersebut mempengaruhi perekonomian. Selain itu juga ingin diketahui
seberapa besar dampak perubahan harga internasional terhadap perekonomian akan
mempengaruhi pendapatan berbagai golongan rumah tangga.
9
Dengan diketahuinya dampak perubahan harga komoditas internasional
terutama yang berkaitan dengan komoditas ekspor utama Indonesia terhadap
perekonomian dan pengaruhnya terhadap pendapatan rumah tangga maka diharapkan
besaran dampak secara kuantitatif dapat diprediksi lebih awal dan diestimasi secara
lebih tepat dan dapat digunakan sebagai antisipasi kebijakan pemerintah terhadap
harga produk ekspor yang berfluktuasi di pasar internasional. Dengan demikian
pemerintah dapat melakukan antisipasi terhadap adanya perubahan harga ekspor serta
dapat meminimalisir dampak negatif dengan berbagai alternatif kebijakan dan strategi
tindakan yang diperlukan.
1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan analisis dampak perubahan
harga internasional yang terjadi pada periode krisis yaitu harga pada triwulan I 2008
sampai dengan triwulan II 2009. Untuk menentukan besaran perubahan harga di tiap
komoditas maupun keseluruhan harga komoditas secara agregat digunakan nilai rata
rata yang bersumber dari laporan IMF. Dalam penelitian ini hanya dianalisis
komoditas yang mempunyai peranan ekspor besar dalam perekonomian Indonesia.
Komoditas yang diteliti adalah komoditas yang berpengaruh dalam ekspor Indonesia
yaitu terbatas kepada 10 (sepuluh) komoditas ekspor utama Indonesia. Penentuan 10
(sepuluh) komoditas ekspor utama dilakukan
dengan melihat kontribusi setiap
komoditas ekspor terhadap total ekspor. 10 (sepuluh) komoditas ekspor utama
Indonesia dipilih berdasarkan klasifikasi Tabel I-O Indonesia ukuran 175 x 175.
Komoditas ekspor yang termasuk 10 (sepuluh) besar berdasarkan nilai yang terpilih
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut; 1) Batu bara, 2) Minyak bumi, 3) Biji
tembaga, 4) Minyak hewani dan minyak nabati, 5) Pakaian jadi, 6) Barang
elektronika, 7) Logam dasar bukan besi, 8) Gas alam cair, 9) Kimia dasar dan 10)
Karet remah.
Untuk mengetahui dampak dan keterkaitan perubahan harga komoditas
internasional yang terjadi selama periode triwulan I-2008 sampai dengan triwulan II2009 dengan berbagai neraca (ekspor, impor, institusi, produsen, konsumen dan
sebagainya maka digunakan pendekatan dengan menggunakan kerangka data dalam
bentuk matriks yaitu Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting
Matrix SAM). Karena keterbatasan waktu dan biaya dan tidak mudah untuk
10
menyusun SNSE dalam suatu seri data (Kearney, 2003), maka analisis ini bersifat
statis (comparatif static). Selanjutnya, SNSE Indonesia yang digunakan adalah SNSE
yang mendekati periode analisis yaitu SNSE Indonesia tahun 2005. Dengan demikian
penggunaan SNSE Indonesia tahun 2005 yang merupakan data satu tahun (cross
section data) masih dianggap relevan (Kearney, 2003), meskipun secara statistik
kalibrasi suatu model dengan menggunakan data time series lebih signifikan
dibandingkan penggunaan data satu titik.
Dari koefisien teknologi pada tahun 2005 yang diperoleh dari SNSE Indonesia
2005 dibandingkan dengan koefisien teknologi tahun 2008 yang diperoleh dari Updated Tabel I-I Indonesia tahun 2008 menunjukkan tidak ada perubahan yang berarti.
Mengingat sumber data yang digunakan dalam menyusun Up-dated Tabel I-O
Indonesia belum komplit (full coverage) sehingga beberapa struktur yang berasal dari
Tabel I-O sebelumnya (Tabel I-O Indonesia, 2005) masih digunakan sehingga
koefisien teknologi tidak berubah secara berarti. Perbandingan struktur ekonomi tahun
2005 dengan tahun 2008 yang bersumber dari data PDB (klasifikasi 43 sektor) juga
tidak menunjukkan perubahan yang berarti (BPS, 2009).
Alasan lain digunakan kerangka data SNSE dalam penelitian ini adalah karena
menyangkut analisis yang menghitung dampak perubahan harga internasional dan
kaitannya dengan perekonomian domestik (Indonesia) seperti pasar sektor produksi,
faktor dan institusi dan neraca lain. Untuk itu maka digunakan kerangka data yang
dapat mengkaitkan berbagai neraca (pasar) tersebut. Salah satu kerangka data yang
dapat mengkaitkan berbagai neraca (pasar) tersebut adalah melalui kerangka data
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Indonesia.
Kerangka data SNSE Indonesia 2005 digunakan sebagai dasar analisis dan
menggunakan model keseimbangan umum (CGE) sebagai alat analisis. Untuk itu,
maka dilakukan modifikasi terhadap kerangka data SNSE Indonesia untuk melakukan
pemodelan terhadap kerangka data tersebut yang dapat mengkaitkan berbagai pasar
(tenaga kerja, kapital dan sebagainya) dengan berbagai pelaku ekonomi (konsumen,
produsen, pemerintah, luar negeri) dan hubungannya dengan perubahan harga
komoditas barang dan jasa yang terjadi di pasar internasional.
Model yang dapat mengkaitkan berbagai pasar tersebut salah satunya adalah
dengan
menggunakan
model
keseimbangan
umum
(Computerized
General
11
Equillibrium/CGE) SAM-based CGE. Model keseimbangan umum dapat menghitung
antara lain seberapa besar dampak kenaikan/penurunan harga komoditas ekspor dan
impor suatu komoditas di pasar internasional terhadap berbagai indikator utama
makro ekonomi antara lain PDB, konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
investasi, ekspor dan impor serta dampaknya terhadap penerimaan berbagai kelompok
rumah tangga yang diteliti.
12
Download