perbedaan cinta berdasarkan teori segitiga cinta sternberg antara

advertisement
PERBEDAAN CINTA BERDASARKAN TEORI SEGITIGA CINTA
STERNBERG ANTARA WANITA DENGAN PRIA MASA DEWASA AWAL
Rismawati Marasabessy
Dosen Pembimbing: Ni Made Taganing K., S.Psi., M.Psi.
ABSTRAKSI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris ada tidaknya
perbedaan cinta dan komponen-komponen cinta antara wanita dengan pria masa dewasa
awal berdasarkan teori segitiga cinta Sternberg. Menurut Sternberg (1988), suatu
hubungan cinta yang ideal akan terwujud apabila dalam hubungan tersebut terdapat
keseimbangan dari ketiga komponen cinta yaitu komponen intimacy, passion, dan
commitment. Apabila hanya salah satu dari ketiga komponen tersebut saja yang
mendominasi dalam suatu hubungan, maka dapat dikatakan bahwa hubungan tersebut
akan mengalami ketimpangan.
Penelitian dilaksanakan di Universitas Gunadarma, Depok dengan responden
(subjek penelitian ) adalah mahasiswa/i Gunadarma sebanyak 60 orang, pria (30 orang)
dan wanita (30 orang). Dalam penelitian ini, cinta diukur menggunakan Skala Segitiga
Cinta Sternberg (The Sternberg Triangular Love Scale (STLS)) yang dikembangkan
berdasarkan komponen-komponen cinta dari Sternberg, dan yang telah diadaptasikan
oleh Suriawinata (1997). Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik
Independent Sample T-test.
Berdasarkan analisis T-test diketahui nilai t = -1,439 dengan signifikansi sebesar
0,155 (p>0,05) untuk cinta secara keseluruhan, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
ada perbedaan cinta antara pria dengan wanita dalam penelitian ini ditolak yang berarti
tidak ada perbedaan cinta secara keseluruhan antara pria dengan wanita. Untuk
komponen intimacy didapat nilai t = 0,077 dengan signifikansi sebesar 0,939 (p>0,05).
Hal ini menunjukan bahwa hipotesis ada perbedaan intimacy antara pria dengan wanita
dalam penelitian ini ditolak yang berarti tidak ada perbedaan intimacy yang signifikan
antara pria dengan wanita. Untuk komponen passion didapat nilai t = -2,955 dengan
signifikansi sebesar 0,005 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ada
perbedaan passion antara pria dengan wanita dalam penelitian ini diterima yang berarti
ada perbedaan passion yang signifikan antara pria dengan wanita. Untuk komponen
commitment didapat nilai t = -2.128 dengan signifikansi sebesar 0,038 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis ada perbedaan commitment antara pria dengan wanita
dalam penelitian ini diterima yang berarti ada perbedaan commitment yang signifikan
antara pria dengan wanita.
Kata kunci: Cinta, Komponen Cinta antara Wanita dan Pria Masa Dewasa Awal.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak kecil, manusia sudah
diajarkan mengenai cinta, baik cinta
terhadap orang tua, teman, diri sendiri,
Tuhan, dan sebagainya. Namun seiring
perkembangan
dan
pertumbuhan
manusia, baik pria maupun wanita akan
mengimplementasikan cinta dengan cara
yang berbeda-beda.
Sebenarnya apakah yang dimaksud
dengan cinta? Banyak ahli memberikan
definisi cinta yang berbeda-beda. Meski
ada beragam definisi cinta, tampaknya
belum ada satu definisi yang sempurna
atau utuh yang dapat mencakup
keseluruhan makna cinta itu sendiri.
Menurut Sternberg (dalam Sternberg &
Barnes, 1988), cinta bukanlah suatu
kesatuan tunggal, melainkan gabungan
dari berbagai perasaan, hasrat, dan
pikiran yang terjadi secara bersamaan
sehingga menghasilkan perasaan global
yang dinamakan cinta.
Sternberg (1988) memiliki teori
tentang cinta yang dikenal sebagai teori
segitiga cinta (The Triangular Theory of
Love). Dalam teori segitiga cintanya
tersebut, Sternberg mencirikan cinta
terdiri dari tiga komponen, yaitu
keakraban atau keintiman (intimacy),
gairah (passion), keputusan atau
komitmen (decision/commitment).
Keakraban atau keintiman adalah
perasaan dalam suatu hubungan yang
meningkatkan kedekatan, keterikatan,
dan keterkaitan (atau dengan kata lain
bahwa intimacy mengandung pengertian
sebagai elemen afeksi yang mendorong
individu untuk selalu melakukan
kedekatan emosional dengan orang yang
dicintainya). Pasangan yang memiliki
intimacy yang tinggi akan sangat
memperhatikan
kesejahteraan
dan
kebahagiaan pihak lain, menghormati
dan menghargai satu sama lain, dan
memiliki kesalingpengertian. Mereka
juga saling berbagi dan merasa saling
memiliki, saling memberi dan menerima
dukungan emosional dan berkomunikasi
secara intim. Sebuah hubungan akan
mencapai
keintiman
emosional
manakala kedua pihak saling mengerti,
terbuka, saling mendukung, dan merasa
bisa berbicara mengenai apa pun juga
tanpa merasa takut ditolak. Mereka juga
akan berusaha menyelaraskan nilai dan
keyakinan tentang hidup, meskipun tentu
saja ada perbedaan pendapat dalam
beberapa hal. Mereka mampu untuk
saling memaafkan dan menerima,
khususnya
ketika
mereka
tidak
sependapat atau berbuat kesalahan.
Gairah meliputi rasa kerinduan
yang dalam untuk bersatu dengan orang
yang dicintai yang merupakan ekspresi
hasrat dan kebutuhan seksual (atau
dengan kata lain bahwa passion
merupakan elemen fisiologis yang
menyebabkan seseorang merasa ingin
dekat secara fisik, menikmati atau
merasakan sentuhan fisik, ataupun
melakukan hubungan seksual dengan
pasangan hidupnya).
Keputusan atau komitmen adalah
suatu ketetapan seseorang untuk
bertahan bersama sesuatu atau seseorang
sampai akhir. Dengan kata lain,
komitmen sering diartikan sebagai
keputusan untuk tetap bersama seorang
pasangan dalam hidupnya. Komitmen
lebih kompleks dari sekedar menyetujui
untuk tetap bersama pasangan dalam
menghadapi
kesulitan-kesulitan.
Komitmen berarti pula mencurahkan
perhatian, melakukan sesuatu untuk
menjaga suatu hubungan agar tetap
langgeng, dan melindungi hubungan itu
dari bahaya, dan memperbaikinya bila
hubungan itu dalam keadaan kritis.
Kedua pihak saling memperhatikan
kebutuhan yang lain dan harus
meletakkan kebutuhan pasangan sebagai
prioritas utama, termasuk kerelaan untuk
berkorban
secara
pribadi
demi
terciptanya hubungan yang baik. Bila
memutuskan
untuk
berkomitmen,
seseorang
harus
pula
menerima
pasangan tanpa syarat, memikirkan
pasangan
sepanjang
waktu,
dan
melakukan sesuatu demi pasangan
(Achmanto, 2005).
Menurut Sternberg, kondisi cinta
yang ideal akan tercipta apabila ketiga
komponen cinta tersebut seimbang
sehingga membentuk segitiga sama sisi
(yang menandakan bentuk cinta yang
ideal sesuai dengan teori segitiga
cintanya yaitu The Triangular Theory of
Love). Akan tetapi pada kenyataannya di
lapangan sering timbul masalah dalam
hubungan percintaan antar pasangan
yang sedang berpacaran maupun yang
sudah menikah sehingga membentuk
ketimpangan (dalam artian di dalam
hubungan tersebut hanya salah satu dari
ketiga komponen tersebut yang berperan
sehingga tidak membentuk segitiga sama
sisi yang berarti tidak membentuk cinta
yang ideal).
Pengimplementasian cinta pada
setiap individu akan berbeda. Perbedaan
ini kemungkinan terjadi diantara wanita
dan pria. Perbedaan jenis kelamin
kemungkinan
ikut
menentukan
perbedaan cinta, karena jenis kelamin
merupakan perbedaan yang paling
fundamental, baik secara fisik maupun
psikologis.
Jenis kelamin ternyata merupakan
salah satu kategori dasar dalam
kehidupan sosial. Waktu bertemu
dengan orang baru, pasti individu akan
berusaha mengidentifikasikan individu
sebagai pria dan wanita. Kategori jenis
kelamin biasanya terjadi secara otomatis,
tanpa perlu banyak dipikir.
Jenis kelamin adalah perbedaan
yang khas antara pria dan wanita atau
antara organisme yang memproduksi sel
telur dan sel sperma (Chaplin, 1995).
Selain itu, ditambahkan juga bahwa seks
atau jenis kelamin adalah sebuah
perbedaan yang penting atau berarti
antara pria dan wanita pada sifat-sifat
jasmaniah dan rohaniah (mentalnya).
Menurut Baron dan Byrne (2000),
jenis kelamin didefinisikan sebagai
istilah biologis yang secara genetik
menentukan perbedaan antara pria dan
wanita secara anatomi dan fisiologis.
Baron dan Byrne juga menjelaskan
bahwa jenis kelamin berkaitan dengan
peran, tingkah laku, kesukaan, dan
atribut-atribut lain yang mendefinisikan
pengertian pria dan wanita dalam suatu
kebudayaan.
Perbedaan antara pria dan wanita
dapat dilihat dari ciri-ciri fisik maupun
psikis yang dimilikinya. Ciri-ciri fisik
pria diantaranya mempunyai lebaran
bahu lebih besar dari panggul, payudara
tidak berkembang seperti pada wanita,
suara keras atau berat, glutea (pantat)
sedikit berisi atau tidak sama sekali.
Ciri-ciri fisik wanita diantaranya
mempunyai lebaran bahu lebih kecil dari
panggul, payudara yang berkembang
mulai dari masa pubertas hingga dewasa,
suara halus atau lembut atau merdu,
glutea (pantat) yang lebih berisi (Aidil,
2005).
Selain ciri-ciri fisik di atas,
terdapat juga ciri-ciri psikis (psikologis)
yang membedakan antara pria dan
wanita, dimana ciri-ciri tersebut antara
lain menunjukkan bahwa pria memiliki
sifat yang agresif, tidak emosional,
objektif, logis, dominan, ambisius.
Wanita memiliki sifat yang lemah
lembut, cerewet, bijaksana, peka
terhadap perasaan orang lain, tertarik
pada penampilan diri, mengungkapkan
perasaan yang lemah lembut, mudah
menangis, kebutuhan akan rasa aman
yang besar (Rosenkrantz, dkk. dalam
Sears, dkk., 1992).
Menurut Dagun (1992), pria
memiliki sifat yang berbeda dengan
wanita, diantaranya sangat bebas, hampir
memendamkan emosi, dapat membuat
keputusan, mudah memisahkan pikiran
dan perasaan, tidak pernah suka
penampilan, bebas membicarakan seks
dengan teman pria. Wanita memiliki
sifat
yang
tidak
bebas,
tidak
memendamkan emosi, sangat mudah
terpengaruh, sangat ketergantungan,
segan membicarakan seks dengan teman
pria.
Semua ciri-ciri fisik dan psikis
yang
telah
disebutkan
tersebut
menunjukkan kedewasaan individu,
terutama apabila dilihat dari ciri-ciri
fisiknya. Secara umum, individu yang
tergolong
dewasa
awal
(young
adulthood) adalah individu yang berusia
20-40
tahun.
Ketika
seseorang
memasuki usia atau masa dewasa awal,
maka periode dewasa secara umum
adalah umur-umur pemantapan diri
terhadap pola hidup baru (berkeluarga).
Masa dewasa awal adalah masa
pencarian kemantapan dan masa
reproduktif, yaitu suatu masa yang
penuh dengan masalah dan ketegangan
emosional, periode isolasi sosial, periode
komitmen dan masa ketergantungan,
perubahan nilai-nilai, kreatifitas, dan
penyesuaian diri pada pola hidup yang
baru (Dariyo, 2003).
Hura-hura pada masa remaja sudah
lewat, individu harus memikirkan halhal penting lain dalam hidupnya. Mereka
mulai serius belajar demi karir di masa
yang akan datang, mulai memilih-milih
pasangan yang lebih serius. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Havighurst
(dalam Dariyo, 2003) mengenai tugastugas perkembangan masa dewasa awal
dimana
salah
satu
tugas
perkembangannya adalah mencari dan
menemukan calon pasangan hidup.
Mencari dan menemukan calon
pasangan hidup biasanya dimulai dengan
suatu interaksi yang terjadi antar dua
individu dewasa muda yang lambat laun
akan menimbulkan suatu kedekatan
secara emosional, sehingga puncak
pengalaman psikososial tampaknya
tercapai pada masa dewasa awal. Pada
masa ini, individu mulai mengkristalisasi
hubungan dengan seorang individu yang
paling dicintai, dipercayai atau dibina
sebelumnya yang dikenal dengan istilah
pacaran.
Hubungan
pacaran
biasanya
diawali dengan adanya daya tarik
tertentu. Kemudian lama-kelamaan
pacaran memungkinkan berkembangnya
rasa cinta, perhatian, kehangatan, serta
interaksi yang berarti antara pria dan
wanita. Pacaran terdiri dari elemen yang
mencakup
adanya
aktivitas atau
peristiwa tertentu yang dialami dan
dinikmati bersama oleh sepasang
individu yang berbeda jenis (Duvall &
Miller, dalam Anindya, 2007).
Namun, di dalam menjalin suatu
hubungan pacaran tidak selamanya akan
berjalan lancar, ada saja masalah yang
sering timbul yang biasanya berkaitan
dengan salah satu dari ketiga komponen
cinta di atas.
Masalah yang sering timbul
biasanya berkaitan dengan salah satu
dari ketiga komponen cinta tersebut.
Misalnya dalam hubungan pacaran,
masalah yang sering timbul adalah
wanita selalu memberikan sekaligus
mengharapkan perhatian, pengertian,
dukungan
emosional,
menghargai
pasangannya dimana hal ini berkaitan
dengan komponen intimacy, akan tetapi
pria kurang menunjukkan hal-hal
tersebut. Pria lebih mendominasi suatu
hubungan dengan komponen passion
misalnya
dengan
mengekspresikan
makna cinta dengan cara melakukan
tingkah laku seksual mulai dari
berpegangan tangan, berciuman, bahkan
sampai melakukan hubungan intim.
Bahkan survey yang dilakukan oleh
Men’s Health Indonesia (dalam Femina,
2007) menunjukkan bahwa 49% pria
Indonesia mengatakan bahwa seks di
luar nikah bukanlah hal yang salah.
Artinya bahwa pria cenderung lebih
mengutamakan
komponen
passion
daripada komponen-komponen yang
lainnya dalam mengeksperikan cintanya.
Banyak juga timbul masalah yang
berkaitan
dengan
komponen
commitment, seperti hubungan sepasang
kekasih yang sudah lama berpacaran,
namun pada saat ditanya komitmennya
untuk melangkah ke jenjang yang lebih
serius, pria akan ‘maju mundur’
mengenai hal teresebut. Menurut buku
Why Men Marry Bitches yang ditulis
oleh Sherry Argov (dalam Femina,
2007) dikatakan bahwa ide untuk
menikah memang menakutkan untuk
pria dibandingkan untuk wanita. Hal ini
terjadi karena beberapa faktor. Pertama,
pria takut terjebak dalam wanita yang
salah dan membuat ia tidak bahagia
seumur hidupnya. Kedua, pria takut, jika
dia kurang berhasil dalam karirnya,
istrinya akan berkhianat dengan pria lain
yang lebih sukses. Ketiga, pria lebih
takut bercerai daripada wanita.
Masih ada beberapa contoh kasus
atau fenomena yang berkaitan dengan
hal tersebut yang dikutip dalam majalah
Femina (2007), diantaranya seperti
sepasang kekasih yang sudah berpacaran
selama 2,5 tahun dan rencananya akan
menikah, namun pria memutuskan
hubungan tersebut dengan alasan belum
siap menikah dan butuh waktu
menyendiri, dan masih banyak masalahmasalah lainnya.
Berbedanya perwujudan tingkah
laku antara pria dengan wanita terhadap
ketiga komponen cinta tersebut dapat
menyebabkan
ketidakseimbangan
pemenuhan tingkah laku dari komponenkomponen cinta. Hal ini apabila tidak
ditindaklanjuti oleh kedua pasangan dan
tidak dikomunikasikan dengan baik,
maka hubungan tersebut dapat berakhir.
Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa
semakin sering munculnya perbedaan
dalam perwujudan tingkah laku dari
komponen-komponen cinta tersebut,
maka semakin besar peluang untuk
berakhirnya suatu hubungan (dalam hal
ini adalah hubungan pacaran).
Berdasarkan uraian di atas, maka
peneliti ingin melihat adakah perbedaan
cinta secara keseluruhan dan perbedaan
komponen-komponen cinta dalam teori
segitiga cinta Sternberg antara wanita
dengan pria masa dewasa awal?
B. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah ingin
menguji secara empiris perbedaan cinta
secara keseluruhan dan perbedaan
komponen-komponen cinta dalam teori
segitiga cinta Sternberg antara wanita
dengan pria masa dewasa awal (young
adulthood).
C. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan dua manfaat, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini dari segi
teoritis,
diharapkan
dapat
menyumbang bagi referensi teoritis
dalam bidang studi Psikologi Sosial.
Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi acuan bagi
penelitian selanjutnya, khususnya
mengenai perbedaan cinta secara
keseluruhan dan perbedaan komponenkomponen cinta dalam teori segitiga
cinta Sternberg antara wanita dengan
pria masa dewasa awal.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini,
diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat secara umum dan individu
dewasa muda secara khusus. Penelitian
ini juga diharapkan dapat memperkaya
pemahaman
tentang
cinta
dan
komponen-komponennya
terutama
untuk dapat dimanfaatkan bagi pihakpihak lain yang terkait dalam
penanganan masalah-masalah dalam
rubrik-rubrik konsultasi psikologis,
proses konseling individu dewasa,
terutama dewasa awal, atau hubungan
interpersonal lainnya yang berkaitan
dengan bidang tersebut.
BAB II
Pengertian Cinta
cinta adalah suatu perasaan emosi
yang kuat penuh kasih sayang terhadap
seseorang yang bersifat positif serta
memiliki pengaruh positif (apabila
individu mengimplementasikan cinta
sesuai makna yang sebenarnya) bagi
individu yang merupakan gabungan
dari berbagai perasaan, hasrat, dan
pikiran yang terjadi secara bersamaan.
Pengertian Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan
biologis antara pria dan wanita yang
berhubungan dengan organ reproduksi
dan sangat berkaitan dengan peran,
tingkah laku, kesukaan, dan atributatribut lain yang mendefinisikan
pengertian pria dan wanita dalam suatu
kebudayaan.
Teori Segitiga Cinta (The Triangular
Theory of Love) Sternberg
Sternberg (dalam Sternberg dan
Barnes, 1988) mengemukakan teori
segitiga cinta adalah bahwa cinta
memiliki tiga bentuk utama (tiga
komponen),
yaitu:
keintiman
(intimacy), gairah (passion), dan
keputusan
atau
komitmen
(decision/commitment).
Berikut ini akan dijelaskan mengenai
komponen cinta menurut Sternberg
(dalam Sternberg dan Barnes, 1988):
a.
Keakraban
atau
keintiman
(intimacy)
Adalah perasaan dalam suatu
hubungan
yang
meningkatkan
kedekatan,
keterikatan,
dan
keterkaitan. Dengan kata lain bahwa
intimacy mengandung pengertian
sebagai
elemen
afeksi
yang
mendorong individu untuk selalu
melakukan kedekatan emosional
dengan orang yang dicintainya. Hasil
penelitian Sternberg dan Grajeg
(dalam Sternberg dan Barnes, 1988)
menunjukkan keakraban mencakup
sekurang-kurangnya sepuluh elemen,
yaitu :
1).
Keinginan
meningkatkan
kesejahteraan dari yang dicintai
2). Mengalami kebahagiaan bersama
yang dicintai
3).
Menghargai
orang
yang
dicintainya setinggi-tingginya
4). Dapat mengandalkan orang yang
dicintai
dalam
waktu
yang
dibutuhkan
5). Memiliki saling pengertian
dengan orang yang dicintai
6). Membagi dirinya dan miliknya
dengan orang yang dicintai
7). Menerima dukungan emosional
dari orang yang dicintai
8). Memberi dukungan emosional
kepada orang yang dicintai
9). Berkomunikasi secara akrab
dengan orang yang dicintai
10). Menganggap penting orang
yang dicintai dalam hidupnya.
b. Gairah (passion)
Meliputi rasa kerinduan yang dalam
untuk bersatu dengan orang yang
dicintai yang merupakan ekspresi
hasrat dan kebutuhan seksual. Atau
dengan kata lain bahwa passion
merupakan elemen fisiologis yang
menyebabkan seseorang merasa
ingin dekat secara fisik, menikmati
atau merasakan sentuhan fisik,
ataupun
melakukan
hubungan
seksual dengan pasangan hidupnya.
Komponen passion juga mengacu
pada dorongan yang mengarah pada
romance,
ketertarikan
fisik,
konsumsi seksual dan perasaan suka
dalam suatu hubungan percintaan.
Dalam
suatu
hubungan
(relationship), intimacy bisa jadi
merupakan suatu fungsi dari
seberapa besarnya hubungan itu
memenuhi kebutuhan seseorang
terhadap
passion.
Sebaliknya,
passion juga dapat ditimbulkan
karena intimacy. Dalam beberapa
hubungan dekat antara orang-orang
yang berlainan jenis, passion
berkembang
cepat
sedangkan
intimacy lambat. Passion bisa
mendorong seseorang membina
hubungan dengan orang lain,
sedangkan
initmacylah
yang
mempertahankan kedekatan dengan
orang
tersebut.
Dalam
jenis
hubungan akrab yang lain, passion
yang bersifat ketertarikan fisik
(physical attraction) berkembang
setelah ada intimacy. Dua orang
sahabat karib lain jenis bisa tertarik
satu sama lain secara fisik kalau
sudah sampai tingkat keintiman
tertentu. Terkadang intimacy dan
passion berkembang berlawanan,
misalnya dalam hubungan dengan
wanita
tuna
susila,
passion
meningkat dan intimacy rendah.
Namun bisa juga sejalan, misalnya
kalau untuk mencapai kedekatan
emosional, intimacy dan passion
bercampur dan passion menjadi
keintiman secara emosional. Pada
intinya, walaupun interaksi intimacy
dan passion berbeda, namun kedua
komponen ini selalu berinteraksi satu
dengan yang lainnya di dalam suatu
hubungan yang akrab.
c. Keputusan atau Komitmen
(decision/commitment)
Komponen
keputusan
atau
komitmen dari cinta mengandung
dua aspek, yang pertama adalah
aspek jangka pendek dan yang kedua
adalah aspek jangka panjang. Aspek
jangka pendek adalah keputusan
untuk
mencintai
seseorang.
Sedangkan aspek jangka panjang
adalah komitmen untuk menjaga
cinta itu. Atau dengan kata lain
bahwa komitmen adalah suatu
ketetapan seseorang untuk bertahan
bersama sesuatu atau seseorang
sampai akhir. Kedua aspek tersebut
tidak harus terjadi secara bersamaan,
dan bukan berarti bila kita
memutuskan
untuk
mencintai
seseorang juga berarti kita bersedia
untuk
memelihara
hubungan
tersebut, misalnya pada pasangan
yang
hidup
bersama.
Atau
sebaliknya, bisa saja kita bersedia
untuk terikat (komit) namun tidak
mencintai seseorang.
Komponen ini sangat diperlukan
untuk melewati masa-masa sulit.
Commitment berinteraksi dengan
intimacy dan passion. Untuk
sebagian orang, commitment ini
adalah merupakan kombinasi dari
intimacy dan timbulnya passion.
Bisa saja intimacy dan passion
timbul setelah adanya komitmen,
misalnya perkawinan yang diatur
(perjodohan).
Keintiman
dan
komitmen
nampak relatif stabil dalam hubungan
dekat, sementara gairah atau nafsu
cenderung relatif tidak stabil dan dapat
berfluktuasi tanpa dapat diterka.
Dalam hubungan romantis jangka
pendek, nafsu cenderung lebih
berperan. Sebaliknya, dalam hubungan
romantis jangka panjang, keintiman
dan komitmen harus memainkan
peranan yang lebih besar (Sternberg,
dalam Strernberg & Barnes, 1988).
Ketiga komponen yang telah
disebutkan di atas haruslah seimbang
untuk dapat menghasilkan hubungan
cinta yang memuaskan dan bertahan
lama.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel-Variabel
Penelitian
Dalam penelitian ini beberapa variabel
yang akan dikaji adalah:
1. Variabel Dependen
: Cinta (Y)
2. Variabel Independen
:
Jenis
kelamin (X)
B. Definisi Operasional Variabel
Penelitian
Secara operasional, variabel dalam
penelitian
ini
masing-masing
didefinisikan sebagai berikut:
1. Cinta adalah suatu perasaan emosi
yang kuat penuh kasih sayang
terhadap seseorang yang bersifat
positif serta memiliki pengaruh
positif
bagi
individu
yang
merupakan gabungan dari berbagai
perasaan, hasrat, dan pikiran yang
terjadi secara bersamaan. Dalam
penelitian ini, cinta diukur dengan
menggunakan
The
Sternberg
Triangular Loving Scale (STLS)
yang dikembangkan berdasarkan
komponen-komponen cinta dari
Sternberg, yaitu komponen intimacy
(keintiman atau keakraban), passion
(hasrat atau gairah atau nafsu), dan
commitment
(komitmen
atau
keputusan)
dan
yang
telah
diadaptasikan oleh Suriawinata
(1997).
2. Jenis kelamin adalah perbedaan
biologis antara pria dan wanita yang
berhubungan
dengan
organ
reproduksi dan sangat berkaitan
dengan
peran,
tingkah
laku,
kesukaan, dan atribut-atribut lain
yang mendefinisikan pengertian pria
dan wanita dalam suatu kebudayaan.
C. Subjek Penelitian
Karakterisitik
subjek
dalam
penelitian ini adalah mahasiswa/i,
berjenis kelamin pria dan wanita yang
termasuk dalam masa dewasa awal (usia
20-30 tahun) yang sedang menjalani
proses berpacaran minimal selama 1
tahun, karena dalam kurun waktu 1
tahun tersebut, masing-masing individu
sudah saling mengenal satu sama lain.
Penentuan usia dilakukan berdasarkan
literatur yang menunjukkan bahwa
rentang usia 20-30 tahun termasuk masa
dewasa awal (Turner & Helms, 1987).
Menurut Erickson (dalam Papalia,
1998), salah satu tugas perkembangan
individu pada masa ini adalah
membangun hubungan yang intim
dengan orang lain. Hubungan pacaran
termasuk dalam salah satu jenis
hubungan
yang
intim
tersebut.
Sementara itu, tingkat pendidikan subjek
dalam penelitian ini adalah mahasiswa
karena mahasiswa dianggap telah
memiliki tingkat intelektual yang tinggi
dan pola pikir yang matang, dimana
kedua hal tersebut dapat membantu
dalam pengisian kuesioner.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam
penelitian ini digunakan alat berbentuk
kuesioner. Kuesioner adalah suatu daftar
yang
berisikan
suatu
rangkaian
pertanyaan atau pernyataan mengenai
sesuatu hal atau dalam sesuatu bidang
(Koentjaraningrat, 1993) dan dijawab
dengan menulis atau membuat tanda
pada jawaban yang tepat dari jawabanjawaban yang telah disediakan (Craig &
Metze, dalam Suriawinata, 1997).
Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berupa pernyataanpernyataan yang diperoleh melalui The
Sternberg Triangular Love Scale
(STLS).
Berikut ini adalah uraian singkat
mengenai The Sternberg Triangular
Love Scale (Skala Segitiga Cinta
Sternberg) :
Triangular teori tentang cinta
setidaknya memiliki dua aplikasi praktis,
yaitu diagnostik dan terapeutik. Dengan
diagnostik berarti dapat diketahui
bagaimana bentuk segitiga cinta
seseorang, apakah seimbang atau tidak
seimbang dari suatu hubungan cinta
sehingga dapat membantu memahami
pasangannya.
Sedangkan
dengan
terapeutik adalah membantu seseorang
apabila diperlukan perubahan dari
bentuk segitiganya apabila diperlukan
dan menyarankan beberapa tingkah laku
yang dapat menyebabkan perubahan
tersebut. Pada akhirnya pasangan
tersebut dapat dekat lagi atau setidaknya
dapat memahami dan menghargai
perbedaan yang dimiliki pasangannya.
Kedua aplikasi tersebut tergantung pada
skala untuk mengukur komponenkomponen dari cinta.
Skala segitiga cinta memiliki 45
aitem, dimana 15 aitem mengukur
intimacy, 15 aitem untuk mengukur
passion dan 15 aitem terakhir untuk
mengukur decision. Rating skala mulai
dari 1 yang berarti tidak sama sekali
sampai dengan 9 yang berarti sangat
sesuai, setuju, penting, bahagia dan
sebagainya terhadap aitem tersebut.
Dalam melakukan penelitian untuk
sampai pada alat tersebut, Sternberg
menggunakan prosedur sebagaimana
disebutkan berikut ini. Sampel yang
digunakan adalah sebanyak 101 orang
dewasa terdiri dari 50 pria dan 51
wanita. Sampel tersebut didapat dengan
cara memasang iklan di surat kabar,
sehingga sampel yang akhirnya didapat
memang secara sukarela bersedia
mengikuti penelitian ini. Kriteria
sampelnya adalah usia minimal 18
tahun, heteroseksual, sudah menikah
atau pada saat itu mempunyai hubungan
dekat dengan seseorang dan belum
pernah mengikuti eksperimen yang
serupa. Dari keseluruhan sampel tersebut
didapat bahwa usianya bervariasi
diantara 18-71 tahun, sehingga usia ratarata 31 tahun. Lamanya hubungan 1-42
tahun dengan rata-rata 6.3 tahun.
Seluruh sampel diminta untuk mengisi
data diagnostik tentang diri mereka
setelah itu mengisi kuesioner satisfaction
yang berisi bagaimana kepuasan,
kebahagiaan, keuntungan, kedekatan,
kepentingan, kebaikan, pendorong, intim
secara emosional, kegairahan dan
keterikatan hubungan yang dijalaninya.
Kuesioner tersebut mempunyai skala 19, dimana 1 = tidak sama sekali dan 9 =
sangat. Seluruh partisipan mengisi dua
kuesioner, yaitu milik Sternberg dan
milik Rubin. Partisipan mengisi setiap
aitem sebanyak dua kali yang
menggambarkan:
(a) karakteristik hubungan yang sedang
mereka jalani (hubungan yang nyata)
(b) bagaimana sebaiknya menurut
pikiran mereka hubungan itu
seharusnya (hubungan yang ideal).
Hasil yang diperoleh menunjukkan
skor rata-rata penilaian terhadap
hubungan nyata, 7.39 untuk intimacy,
6.51 untuk passion dan 7.20 untuk
commitment. Dimana skor yang tertinggi
8.6 untuk intimacy, 8.2 untuk passion,
dan 8.7 untuk commitment. Skor yang
terendah masing-masing 6.2, 4.9, dan 5.7
untuk setiap komponen. Cara Sternberg
mengukur rata-rata adalah dengan
melihat 15 % skor teratas dan 15 % skor
terbawah. Rendahnya skor rata-rata
untuk passion dibandingkan dengan
intimacy dan commitment mungkin
disebabkan oleh pengaruh rata-rata
lamanya hubungan yaitu 6.3 tahun.
Passion adalah komponen yang paling
sulit untuk dipertahankan.
Walaupun usia rata-rata wanita
lebih tinggi daripada pria (32 dan 30
tahun) dan hubungannya lebih lama (6.8
dan 5.7 tahun). Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam perbedaan gender
(7.2 : 6.8), namun demikian terlihat
wanita cenderung lebih puas dalam
membina hubungan. Wanita cenderung
menilai hubungan yang nyata lebih
tinggi daripada pria. Sedangkan pria,
penilaian terhadap hubungan ideallah
yang lebih tinggi. Hal lain yang menarik
adalah
kenyataan
bahwa
secara
keseluruhan perbedaan yang besar antara
nyata (real) dan ideal ditemukan pada
komponen intimacy (untuk kedua jenis
kelamin)
kemudian
diikuti
oleh
commitment (hanya untuk pria).
Sternberg menggunakan teknik
statistik analisa faktor untuk menentukan
apakah
struktur
yang
mendasari
kuesioner sesuai dengan apa yang
diharapkan. Dengan kata lain, walaupun
teori mengindikasikan intimacy, passion,
dan commitment sebagai komponen
utama dari cinta, tidak berarti penilaian
yang diberikan orang sewaktu mengisi
kuesioner sesuai dengan struktur yang
diberikan teori. Hasil yang didapat
menunjukkan bahwa memang ternyata
pernyataan-pernyataan
membentuk
ketiga
komponen
seperti
yang
disebutkan di atas.
Hubungan antara skala Sternberg
dan skala Rubin serta sejauh mana
hubungan kedua skala ini dengan
satisfaction akan dijelaskan sebagai
berikut.
Intimacy,
passion,
dan
commitment
secara
keseluruhan
berhubungan atau berkorelasi baik
dengan skala Rubin, dimana hubungan
dengan skala Loving lebih tinggi
daripada dengan skala Liking. Dalam
meramalkan kepuasan dalam hubungan
dekat (close relationship), skor intimacy
dan passion berkorelasi baik, diikuti oleh
commitment kemudian baru skala Liking
dan Loving (Rubin). Intimacy secara
khusus meramalkan kepuasan dengan
baik sehubungan dengan kebahagiaan,
kedekatan, keuntungan, dan kebaikan
dari suatu hubungan secara umum dapat
dikatakan bahwa skala segitiga cinta
meramalkan kepuasan lebih baik
daripada skala Rubin.
Kuesioner ini disusun oleh
Sternberg pada tahun 1986. Namun
dalam
penelitian
ini,
peneliti
menggunakan kuesioner yang telah
diadaptasikan oleh Suriawinata (1997)
karena kuesionernya sudah disesuaikan
dengan budaya timur (budaya Indonesia)
dalam hal tata bahasa di dalam
pernyataannya
dan
peneliti
juga
menambahkan beberapa aitem yang
bersifat unfavorable.
Dalam kuesioner ini terdiri dari
lembar identitas yang harus diisi oleh
subjek penelitian. Selanjutnya adalah
berupa Skala Segitiga Cinta Sternberg
yang telah diadaptasikan yang mengacu
pada skala Likert, yaitu teknik skala
yang menggunakan distribusi respon
sebagai dasar penentu nilai skalanya
(Azwar, 2004). Metode penskalaan ini
terdiri dari sejumlah pernyataan sikap
yang
ditulis
berdasarkan
kaidah
penulisan item dan didasarkan pada
rancangan skala yang telah ditetapkan.
Kuesioner ini disusun berdasarkan
komponen-komponen cinta menurut
Sternberg (1986), yaitu:
1. Komponen Intimacy
Adalah
perasaan
dalam
suatu
hubungan
yang
meningkatkan
kedekatan,
keterikatan,
dan
keterkaitan. Dengan kata lain bahwa
intimacy mengandung pengertian
sebagai
elemen
afeksi
yang
mendorong individu untuk selalu
melakukan
kedekatan
emosional
dengan orang yang dicintainya.
Sepuluh elemen dalam komponen ini
adalah:
1).
Keinginan
meningkatkan
kesejahteraan orang yang dicintai
2). Mengalami kebahagiaan bersama
yang dicintai
3). Menghargai orang yang dicintainya
setinggi-tingginya
4). Dapat mengandalkan orang yang
dicintai dalam waktu yang dibutuhkan
5). Memiliki saling pengertian dengan
orang yang dicintai
6). Membagi dirinya dan miliknya
dengan orang yang dicintai
7). Menerima dukungan emosional
dari orang yang dicintai
8). Memberi dukungan emosional
kepada yang dicintai
9). Berkomunikasi secara akrab
dengan orang yang dicintai
10). Menganggap penting orang yang
dicintai dalam hidupnya.
2. Komponen Passion
Meliputi rasa kerinduan yang dalam
untuk bersatu dengan orang yang
dicintai yang merupakan ekspresi
hasrat dan kebutuhan seksual. Atau
dengan kata lain bahwa passion
merupakan elemen fisiologis yang
menyebabkan seseorang merasa ingin
dekat secara fisik, menikmati atau
merasakan sentuhan fisik, ataupun
melakukan hubungan seksual dengan
pasangan
hidupnya.
Komponen
passion juga mengacu pada dorongan
yang mengarah pada romance,
ketertarikan fisik, konsumsi seksual
dan perasaan suka dalam suatu
hubungan percintaan.
3. Komponen Decision/Commitment
Komponen keputusan atau komitmen
dari cinta mengandung dua aspek,
yang pertama adalah aspek jangka
pendek dan yang kedua adalah aspek
jangka panjang. Aspek jangka pendek
adalah keputusan untuk mencintai
seseorang. Sedangkan aspek jangka
panjang adalah komitmen untuk
menjaga cinta itu. Atau dengan kata
lain bahwa komitmen adalah suatu
ketetapan seseorang untuk bertahan
bersama seseorang sampai akhir.
Item-item dalam kuesioner terdiri
atas pernyataan yang bersifat favorable
dan unfavorable. Item disebut berarah
favorable bila isinya mendukung,
memihak atau menunjukkan ciri adanya
atribut yang diukur. Sedangkan item
yang isinya tidak mendukung atau tidak
menggambarkan ciri atribut yang diukur
disebut item unfavorable (Azwar, 2006).
Item-item
tersebut
menggunakan
kategori respon tingkat kesesuaian, yang
mempunyai variasi jawaban, yaitu
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak
Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju
(STS). Adapun penilaian skala yang
digunakan dapat dilihat pada tabel 4 di
bawah ini:
E. Validitas dan Reliabilitas Alat
Pengumpul Data
Berhasil tidaknya skala sebagai
alat pengumpul data yang akurat,
haruslah memiliki dua syarat ilmiah
yaitu validitas dan reliabilitas.
1. Uji Validitas
Menurut Azwar (1996), alat ukur
memiliki validitas yang tinggi apabila
alat ukur tersebut menjalankan fungsi
ukurnya atau memberi hasil ukur yang
sesuai dengan maksud dilakukan
pengukuran.
Sedangkan
menurut
Anastasi dan Urbina (1997), validitas
sebuah tes menyangkut apa yang
diukur tes dan seberapa baik tes itu
bisa mengukur. Validitas alat ukur
merupakan indeks dari ketelitian, yaitu
sejauhmana ketepatan dan kecermatan
alat ukur mengungkap segala yang
hendak diukur. Untuk menguji
validitas alat ukur yang digunakan
dalam penelitian ini, maka digunakan
validitas isi (content validity), yaitu
pengujian terhadap isi tes dengan
analisa
rasional
atau
melalui
professional judgement untuk melihat
sejauhmana item-item yang mewakili
komponen-komponen
dalam
keseluruhan kawasan isi objek yang
hendak diukur (aspek relevansi)
(Azwar, 2004). Validitas setiap item
dilakukan dengan menghitung korelasi
(r) skor setiap item dengan skor total
jawaban. Jika korelasinya cukup
tinggi, berarti item tersebut valid.
Teknik korelasi yang digunakan adalah
uji korelasi Pearson Product Moment
dengan menggunakan program SPSS
for Windows versi 12.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks
yang menunjukkan sejauhmana suatu
alat ukur dapat dipercaya atau dapat
diandalkan (Azwar, 1996). Hasil
pengukuran memiliki reliabilitas yang
tinggi apabila skor tampak tes itu
berkorelasi tinggi dengan skor
murninya. Uji reliabilitas dilakukan
untuk melihat apakah skala tersebut
cukup konsisten dalam mengukur apa
yang ingin diukur. Teknik uji
reliabilitas yang akan digunakan
adalah Alpha Cronbach pada program
SPSS for Windows versi 12.
F. Teknik Analisis Data
Pengujian hipotesis pada penelitian ini
menggunakan Independent Sample TTest (Uji-T), yaitu untuk menganalisa
adanya perbedaan cinta (Y) sebagai
variabel terikat dengan jenis kelamin
(X) sebagai variabel bebas. Karena
dalam penelitian ini peneliti ingin
melihat perbedaan cinta secara
keseluruhan dan perbedaan masingmasing komponen cinta antara wanita
dengan pria, maka teknik analisis
datanya dilakukan sebanyak empat
kali, yaitu T-Test yang pertama
dilakukan untuk melihat perbedaan
cinta secara keseluruhan antara wanita
dengan pria, T-test yang kedua untuk
melihat intimacy antara wanita dengan
pria, T-Test yang ketiga dilakukan
untuk melihat perbedaan passion
antara wanita dengan pria, sedangkan
T-Test yang keempat dilakukan untuk
melihat perbedaan commitment antara
wanita dengan pria. Analisis data
dilakukan
dengan
menggunakan
program SPSS for Windows versi 12 .
BAB IV
Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Skala Segitiga Cinta
a. Uji Validitas
Menurut Azwar (2005), koefisien
validitas dapat dianggap memuaskan
apabila melebihi 0,30. Dari hasil uji
coba pada Skala Segitiga Cinta
diperoleh hasil bahwa dari 102 item
yang diujicobakan terdapat 78 item
yang dinyatakan valid dan 24 item
yang dinyatakan gugur. Dari 78 item
yang valid tersebut memiliki korelasi
total item antara 0,306 sampai dengan
0,675. Pada tabel di bawah ini dapat
dilihat perincian item yang gugur dan
yang valid pada Skala Segitiga Cinta
yang digunakan dalam penelitian ini.
Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui konsistensi alat
ukur, maka dilakukan uji reliabilitas.
Teknik
yang
digunakan
untuk
mendapatkan nilai konsistensi dari alat
ukur ini adalah dengan teknik Alpha
Cronbach. Dari hasil uji reliabilitas
alat ukur tersebut diperoleh nilai
reliabilitas sebesar 0,944. Hal ini
berarti alat ukur yang berupa Skala
Segitiga Cinta, reliabel.
Hasil
Uji
Normalitas
dan
Homogenitas Skala Cinta (per
Komponen)
Dari hasil uji normalitas (per
komponen) dengan menggunakan
Kolmogorov-Smirnov, pada komponen
intimacy diperoleh nilai signifikansi
untuk wanita sebesar 0,082 (p>0,05),
dan untuk pria sebesar 0,200 (p>0,05).
Pada komponen passion diperoleh
nilai signifikansi yang sama baik untuk
wanita maupun pria yaitu sebesar
0,200 (p>0,05). Pada komponen yang
terakhir, yaitu komponen commitment
diperoleh nilai signifikansi untuk
wanita sebesar 0,100 (p>0,05), dan
untuk pria sebesar 0,200 (p>0,05).
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa distribusi skor skala cinta untuk
masing-masing
komponen
pada
sampel yang telah diambil adalah
normal.
Sedangkan untuk uji homogenitas (per
komponen) diperoleh nilai signifikansi
sebesar
0,758
(p>0,05)
untuk
komponen intimacy; 0,231 (p>0,05)
untuk komponen passion; dan 0,250
(p>0,05)
untuk
komponen
commitment. Hal ini menunjukkan
bahwa kedua kelompok yang diukur
mempunyai varians yang sama
(homogen).
Hasil Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini, peneliti
ingin melihat apakah ada perbedaan
cinta antara wanita dengan pria disertai
dengan
perbedaan
komponenkomponen cinta (intimacy, passion,
commitment) antara wanita dengan
pria, sehingga peneliti melakukan
empat kali teknik analisis Independent
T-Test. T-Test yang pertama untuk
perbedaan cinta secara keseluruhan
(ketiga komponen digabung), T-Test
yang kedua untuk komponen intimacy,
T-Test yang ketiga untuk komponen
passion, dan T-Test yang keempat
untuk komponen commitment.
Berdasarkan analisis data yang telah
dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis Independent T-Test, untuk
komponen cinta secara keseluruhan
didapat nilai t = -1,439 dengan
signifikansi sebesar 0,155 (p>0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
ada perbedaan cinta antara pria dengan
wanita dalam penelitian ini ditolak
yang berarti tidak ada perbedaan cinta
secara keseluruhan antara pria dengan
wanita. Hasil T-test yang diperoleh
untuk cinta secara keseluruhan
menunjukkan bahwa pria memiliki
mean yang lebih tinggi, yaitu 256,53
daripada wanita yaitu 247,83.
Untuk komponen intimacy didapat
nilai t = 0,077 dengan signifikansi
sebesar 0,939 (p>0,05). Hal ini
menunjukan bahwa hipotesis ada
perbedaan intimacy antara pria dengan
wanita dalam penelitian ini ditolak
yang berarti tidak ada perbedaan
intimacy yang signifikan antara pria
dengan wanita. Hasil T-test yang
diperoleh untuk komponen intimacy
menunjukkan bahwa wanita memiliki
mean yang lebih tinggi, yaitu 150,67
daripada pria yaitu 150,40.
Untuk komponen passion didapat
nilai t = -2,955 dengan signifikansi
sebesar 0,005 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis ada
perbedaan passion antara pria dengan
wanita dalam penelitian ini diterima
yang berarti ada perbedaan passion
yang signifikan antara pria dengan
wanita. Hasil T-test yang diperoleh
untuk
komponen
passion
menunjukkan bahwa pria memiliki
mean yang lebih tinggi, yaitu 57,37
daripada wanita yaitu 52,33.
Untuk komponen commitment didapat
nilai t = -2.128 dengan signifikansi
sebesar 0,038 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis ada
perbedaan commitment antara pria
dengan wanita dalam penelitian ini
diterima yang berarti ada perbedaan
commitment yang signifikan antara
pria dengan wanita. Hasil T-test yang
diperoleh
untuk
komponen
commitment menunjukkan bahwa pria
memiliki mean yang lebih tinggi, yaitu
48,77 daripada wanita yaitu 44,83.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengumpulan
data dan analisis yang telah dilakukan,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Tidak ada perbedaan cinta (total)
secara signifikan antara wanita dengan
pria masa dewasa awal.
2. Tidak ada perbedaan intimacy secara
signifikan antara wanita dengan pria
masa dewasa awal.
3. Ada perbedaan passion secara
signifikan antara wanita dengan pria
masa dewasa awal.
4. Ada perbedaan commitment secara
signifikan antara wanita dengan pria
masa dewasa awal.
Apabila dilihat dari mean
empirik yang diperoleh dari penelitian
ini baik untuk wanita maupun pria
kesemuanya berada pada kategori atau
interval yang sama-sama tinggi untuk
cinta secara keseluruhan maupun untuk
masing-masing
komponen,
yaitu
intimacy, passion, dan commitment.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ratarata hubungan pacaran dalam penelitian
ini tidak mengalami ketimpangan
walaupun untuk komponen passion dan
commitment terdapat perbedaan yang
signifikan antara wanita dengan pria,
yaitu pria memiliki mean empirik yang
lebih tinggi dibandingkan wanita untuk
kedua komponen yang terakhir ini.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan, maka saran-saran
yang dapat diberikan adalah sebagai
berikut:
1. Saran untuk Subjek
Disarankan
agar
masing-masing
subjek dapat mempertahankan cinta
yang sudah ada karena dari hasil yang
diperoleh menunjukkan bahwa baik
wanita maupun pria sama-sama
mendapatkan skor yang berada pada
level/interval yang tinggi baik untuk
cinta secara keseluruhan maupun
untuk
masing-masing
komponen
cintanya.
2.Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Penulis menyarankan untuk peneliti
selanjutnya agar dapat mencari atau
menggunakan variabel lain yang
berhubungan dengan cinta, seperti
pacaran jarak jauh, Internet Romance
(menjalin
suatu
hubungan
interpersonal melalui media internet),
sehingga dapat dilihat bagaimana
ketiga komponen ini dapat tercipta dan
terjalin melalui hubungan seperti itu.
Peneliti juga menyarankan untuk
melakukan penelitian pada subjek
yang berbeda, seperti suami-istri.
DAFTAR PUSTAKA
Achmanto. (2005). Mengerti cinta (dari
dasar hingga relung-relung).
Yogyakarta: Pustaka Belajar
Aidil, E. I. M. (2005). Diktat psikologi
faal 2. Depok: Universitas Gunadarma.
Anastasi, A., & Urbina,S. (2003). Tes
psikologi. Alih Bahasa: Robertus
H. Imam. Jakarta: PT. Indeks
Gramedia Grup.
Anindya, E. P. (2007). Dinamika
segitiga cinta dalam hubungan
pacaran dewasa
muda (yang
berakhir dan tidak berakhir dengan
pernikahan).
Skripsi
(tidak
diterbitkan). Depok: Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Anonim, (2007). Menanti kepastian.
Jakarta: Femina, No. 33/XXXV,
hlmn: 123.
-----. (2007). Pria maju mundur saat
akan menginjak pelaminan?.
Jakarta: Femina, No. 23/XXXV,
hlmn: 24.
Azwar, S. (1996). Tes prestasi: fungsi
dan pengembangan pengukuran
prestasi belajar. Edisi kedua.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
-----. (2004). Sikap manusia (teori dan
pengukurannya). Edisi ke 2.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
-----. (2005). Dasar-dasar psikometri.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
-----.
(2006).
Penyusunan
skala
psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Baron, R. A. & Byrne, D. (2000). Social
psychology. Massachusetts: Allyn
& Bacon.
Basow, S. A. (1992). Gender stereotype
and roles. California: Brooks/Cole
Publ, Co.
Calhoun, J. F. (1990). Psikologi tentang
penyesuaian
dan
hubungan
kemanusiaan. Edisi Ketiga. Alih
Bahasa: M. Sutanto. Semarang:
IKIP Press.
Chaplin, J. P. (1995). Kamus lengkap
psikologi. Alih Bahasa: Kartini
Kartono. Jakarta: Rajawali Pers.
Dagun, S. M. (1992). Maskulin dan
feminim: perbedaan pria dan
wanita dalam fisiologi, psikologi,
seksual, karir dan masa depan
Dariyo,
A.
(2003).
Psikologi
pengembangan dewasa muda.
Jakarta: PT. Grasindo Widia
Sarana Indonesia (Grasindo).
Haven & London: Yale University
Press.
Deaux, K., Dane, F. C. & Wrigthsman,
L. S. (1993). Social psychology in
the 90’s. Pacific Grove, California:
Brooks/Cole Publishing Company.
Sternberg, R. J. (1986). A triangular
theory of love. Psychological
Review. Vol. 93, No. 2, 119-135.
Fromm, E. (2002). The art of love. Alih
Bahasa: Syafi’ Alielha. Jakarta:
Fresh Book.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi
perkembangan: suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan.
Edisi Kelima. Alih Bahasa:
Istiwidayanti
&
Soedjarwo.
Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat.
(1997).
Metodemetode penelitian masyarakat.
Edisi
Ketiga.
Jakarta:
PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Miller, P. H. (1983). Theories of
developmental psychology. 3rd ed.
New York: W. H. Freeman &
Company.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman,
R. D. (2004). Human development.
9th ed. New York: McGraw-Hill.
Schultz,
D.
(1991).
Psikologi
pertumbuhan:
Metode-metode
kepribadian sehat. Alih Bahasa:
Yustinus. Yogyakarta: Kanisius.
Sears, D. O., Freedman, J. L., & Peplau,
L. A. (1992). Psikologi sosial jilid
II. Edisi Kelima. Alih Bahasa:
Michael
Adryanto.
Jakarta:
Erlangga.
Sternberg, R. J., & Barnes, M. L. (1988).
The psychology of love. New
Sternberg, R., J. (1987). The triangle of
love:
intimacy,
passion,
commitment. New York: Basic
Books, Inc.
Suriawinata. (1997). Cinta pada
pasangan suami-isteri berdasarkan
usia perkawinan. Skripsi (tidak
diterbitkan). Depok: Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Surey Men’s Health Indonesia 2004.
(2007). 49 % Pria Indonesia
mengatakan bahwa seks di luar
nikah bukanlah hal yang salah.
Jakarta: Femina, No. 28/XXXV,
hlmn: 20.
Download