BAB 2 KAJIAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA, HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka Pada bab ini akan dijelaskan berbagai macam teori-teori serta penelitian terdahulu yang pernah dilakukan berkaitan dengan variabel-variabel dalam penelitian ini, seperti teori mengenai komunikasi, gaya kepemimpinan, dan komitmen karyawan yang dibahas secara jelas. 2.1.1 Komunikasi Komunikasi tidak lepas dari penyampaian dan pemahaman suatu maksud. Hal yang harus di ingat adalah komunikasi sering diartikan sebagai persetujuan terhadap pesan bukannya memahami dengan jelas pesan tersebut. Beberapa penelitian telah menulis defisini mengenai komunikasi, diantaranya komunikasi merupakan penekanan dan penyampaian maksut menutut Robbins dan Coulter (2012) “Communications is the transfer and understanding of meaning. Note the emphasis on the transfer of meaning: if information or ideas have not been conveyed, communication hasn’t taken place. The speaker who isn’t heard or the writer whose materials aren’t read hasn’t communicated.” Komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman suatu maksut. Hal pertama yang harus diperhatikan tentang definisi itu adalah penekanan pada penyampaian maksud. Itu artinya bahwa jika tidak ada informasi atau ide yang disampaikan, komunikasi tidak terjadi. Namun dalam penelitian ini definisi mengenai komunikasi menurut Deddy Mulyana (2009) Komunikasi didefinisikan secara luas sebagai “berbagai pengalaman. ”Sampai batas tertentu, setiap makhluk dapat dikatan melakukan komunikasi dalam pengertian berbagai pengalaman. Dalam buku ini yang dimaksud dengan komunikasi adalah komunikasi manusia yang dalam bahasa Inggrisnya adalah human communication. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman suatu maksud. Hal pertama yang harus diperhatikan tentang definisi itu adalah penekanan pada penyampaian maksud. Itu artinya bahwa jika tidak ada informasi atau ide yang disampaikan, komunikasi tidak terjadi. Hal yang harus diingat adalah komunikasi yang baik sering kali diartikan 7 8 secara keliru oleh komunikator sebagai persetujuan terhadap pesan bukannya memahami dengan jelas pesan tersebut. Komunikasi adalah suatu penyampaian informasi kepada orang lain, yang diharapkan dapat dimengerti dan dipahami apa yang diharapkan oleh si penyampai informasi. Dengan adanya komunikasi dapat memudahkan seseorang dalam mengerjakan sesuatu karena mendapat informasi dan arahan yang sudah diterima dengan salah satunya melalui komunikasi. Komunikasi dilakukan oleh manusia, hewan maupun tumbuhan tetapi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah komunikasi yang terjadi antara sesama karyawan maupun terhadap atasan. 2.1.2 Dimensi Komunikasi yang Efektif Dimensi komunikasi yang efektif dapat dilihat Menurut Robbins dan Coulter (2012) Terdapat 4 fungsi utama, yaitu: 1. Kontrol (control) "Komunikasi bertindak untuk perilaku karyawan contro dalam beberapa cara. Misalnya, ketika karyawan diminta untuk dikomunikasikan setiap pekerjaan berkaitan keluhan kepada manajer langsung mereka, untuk mengikuti deskripsi pekerjaan mereka, atau untuk mematuhi kebijakan perusahaan, komunikasi yang digunakan untuk mengontrol. Komunikasi informal juga mengendalikan perilaku. Ketika kelompok kerja menggoda anggota siapa yang mengabaikan norma-norma dengan bekerja terlalu keras, mereka memberikan informasi untuk mengendalikan perilaku anggota ini.” 2. Motivasi (motivation) "Komunikasi bertindak untuk memotivasi dengan menjelaskan kepada karyawan apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka lakukan, dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan komitmen jika itu tidak sampai par. Sebagai karyawan menetapkan tujuan yang spesifik, bekerja menuju tujuan tersebut, dan menerima umpan balik mengenai kemajuan tujuan towars, komunikasi diperlukan. "Komunikasi mendorong motivasi dengan menjelaskan pada karyawan apa yang harus diselesaikan, seberapa baik mereka melakukannya, dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan komitmen jika tidak sederajat. Ketika karyawan menetapkan tujuan tertentu, 9 bekerja untuk tujuan itu, dan menerima umpan balik dari perkembangan tujuan itu, maka komunikasi diperlukan. 3. Ekspresi Emosional (emotional expression) “Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka merupakan sumber utama interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi dalam kelompok adalah mekanisme mendasar dimana anggota berbagi frustrasi dan perasaan kepuasan. Komunikasi, oleh karena itu, menyediakan rilis untuk ekspresi emotionl perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial.” Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka adalah sumber utama dari interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok adalah mekanisme fundamental di mana anggotanya berbagi rasa frustasi dan perasaan puas. 4. Informasi (information) “Akhirnya, individu dan kelompok memerlukan informasi untuk menyelesaikan sesuatu dalam organisasi. Komunikasi memberikan informasi tersebut." Individu dan kelompok memerlukan informasi untuk menyelesaikan sesuatu dalam organisasi. Oleh karena itu, komunikasi menyediakan informasi tersebut. Dalam komunikasi terdapat 4 fungsi yaitu: Kontrol (control), Motivasi (motivation), Ekspresi Emosional (emotional expression), Informasi (information). Dengan adanya keempat fungsi tersebut diharapkan dalam komunikasi dapat membawa keuntungan dan sisi positif bagi diri sendiri, orang lain, maupun organisasi atau perusahaan dimana karyawan berkerja. 2.1.3 Hambatan Komunikasi yang Efektif Hambatan dalam komunikasih yang efektif dijelaskan Menurut Robbins (2012:437-438) Terdapat beberapa hambatan-hambatan yang lebih termuka terhadap komunikasi yang efektif, yaitu sebagai berikut: 1. Penyaringan (filtering) Penyaringan adalah manipulasi yang disengaja untuk membuatnya tampak, lebih menguntungkan bagi penerima. Mengacu pada pengirim yang memanipulasi informasi sedemikian rupa sehingga akan tampak lebih menguntungkan di mata si penerima. 10 2. Emosi (emotion) Bagaimana penerima merasa ketika pesan diterima mempengaruhi bagaimana dia atau dia menafsirkannya. Emosi ekstrem yang paling mungkin untuk menghambat komunikasi efektifitas. Dalam hal demikian, kita sering mengabaikan proses-proses berpikir rasional dan obyektif dan pengganti penilaian emosional. 3. Kelebihan Informasi (information overload) Informasi yang berlebihan, yang ketika informasi melebihi kapasitas pengolahan kami. Suatu kondisi ketika informasi mengalir masuk melebihi kemampuan pengolahan seorang individu. Individu-individu memiliki suatu kapasitas terbatas untuk mengolah data. 4. Defensif (defensiveness) Ketika orang merasa mereka sedang threated, mereka cenderung bereaksi dengan cara yang menghambat komunikasi yang efektif dan redunce kemampuan mereka untuk mencapai saling pengertian. Mereka menjadi defensif-verbal menyerang lainnya, membuat komentar sinis, menjadi terlalu menghakimi, atau mempertanyakan motif orang lain. Bila orang merasa terancam, mereka cenderung bereaksi dengan cara yang mengurangi kemampuan mereka untuk mencapai pemahaman timbal balik. 5. Bahasa (language) Dalam sebuah organisasi, karyawan berasal dari latar belakang yang beragam dan memiliki pola yang berbeda dari pidato. Bahkan karyawan yang bekerja untuk organisasi yang sama tetapi dalam departemen yang berbeda sering memiliki bahasa istilah atau jargon teknis-khusus yang berbeda bahwa anggota penggunaan kelompok untuk berkomunikasi di antara mereka. 6. Budaya Nasional (national culture) Dalam sebuah negara individualistis seperti Amerika Serikat, komunikasi adalah lebih formal dan jelas dibilang. Manajer sangat bergantung pada laporan, memo, dan bentuk formal lainnya komunikasi. Dalam komunikasi tidak selalu berjalan dengan mulus, pasti ada hambatan di awal atau tengah atau akhir dari proses sebuah komunikasi. Dengan adanya hambatan tersebut dapat mengakibatkan komunikasi tidak 11 berjalan dengan efektif, sehingga pada hasil akhirnya yang dapat berupa komitmen atau output tidak sesuai dengan harapan karyawan tersebut atau tujuan pencapaian perusahaan. Hambatan-habatan tersebut yang sudah dijelaskan secara singkat di atas berupa: Penyaringan (filtering), Emosi (emotion), Kelebihan Informasi (information overload), Defensif (defensiveness), Bahasa (language), dan Budaya Nasional (national culture). 2.2 Kepemimpinan (Leadership) Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh seorang pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan. Beberapa peneliti telah menulis definisi mengenai gaya kepemimpinan, diantaranya kepemimpinan merupakan kemampuan dari seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya, kepemimpinan merupakan suatu proses yang mempengaruhi aktivitas suatu kelompok dalam mencapai sasaran, dan kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mendorong sejumlah orang agar dapat bekerjasama mencapai suatu tujuan (Mulyanto, 2012; Gary, 2010; Djumino, 2012). Namun dalam penelitian ini kami menggunakan pengertian kepemimpinan menurut Gary (2010) kepemimpinan adalah suatu proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi aktivitas dan hubungan di dalam kelompok atau organisasi. Kami memilih pengertian kepemimpinan menurut Gary (2010) karena menurut kami kepemimpinan merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seorang pemimpin agar mampu membangun hubungan yang baik dengan bawahan nya. Dari beberapa definisi menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain atau aktifitas suatu kelompok yang terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan. 2.2.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Gaya kepemmpinan setiap pemimpin tentu berbeda, tergantung dari masing-masing pemimpinnya. Seorang pemimpin laki-laki biasanya cenderung tegas, sedangkan seorang pemimpin perempuan biasanya lebih afiliasi. Beberapa peneliti telah menulis definisi mengenai gaya kepemimpinan, diantaranya gaya kepemimpinan merupakan cara yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi orang lain, gaya kepemimpinan 12 merupakan perwujudan dari tingkah laku seorang pemimpin, dan gaya kepemimpinan merupakan cara yang digunakan dalam proses kepemimpinan yang diimplementasikan dalam perilaku kepemimpinan seseorang (Ali,2013; Kristianti,2012 ; Rachmawati,2010). menurut Thoha (2007) adalah cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan agar hendak melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.Namun dalam penelitian ini gaya kepemimpinan menurut Thoha (2007) yang penulis gunakan. Gaya kepemimpinan merupakan pola prilaku para pemimpin yang dilakukan pemimpin selama melaksanakan suatu pekerjaan dengan dan melalui orang lain. Penulis mengambil pengertian dari salah satu para ahli ini karena menurut penulis gaya kepemimpinan merupakan sebuah prilaku dari seorang pemimpin dalam melaksanakan suatu pekerjaan guna mempengaruhi orang lain. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang dipergunakan seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahan nya. 2.2.2 Dimensi Gaya Kepemimpinan Dimensi Gaya kepemimpinan Menurut Kreitner (2007) dalam Ismail Solihin (2009) menyimpulkan ada tiga dimensi gaya kepemimpinan antara lain: 1) Demokratik Pemimpin mendelegasikan sebagian besar wewenang dan tetap mempertahankan tanggung jawab utama, pekerjaan dibagi berdasarkan partisipasi seseorang dalam pengambilan keputusan dan kepemimpinan demokratik menunjukkan komunikasi dua arah secara aktif dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. 2) Otoriter Pemimpin menahan seluruh kewenangan dan tanggung jawab serta pemimpin menugaskan seseorang melaksanakan tugas tertentu dan kepemimpin otoriter lebih menunjukkan komunikasi lebih banyak dari atas kebawah. 13 3) Laissez-faire Pemimpin menyerahkan tanggung jawab dan wewenang kepada kelompok, para kelompok diminta untuk mengacukan pekerjaan sesuai dengan kehendak mereka sesuai dengan kemampuan mereka dan kepemimpinan laissez-faire menunjukkan Komunikasi lebih banyak mengalir secara horizontal diantara para rekan kerja. 2.2.3 Jenis-jenis Kepemimpinan Adapun jenis-jenis kepemimpinan menurut Kartono kartini (2010) terbagi menjadi 2 jenis kepemimpinan, yaitu: • Pemimpin Formal Seseorang yang dipilih oleh organisasi / lembaga tertentu ditunjukan sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan promosi secara resmi untuk memangku suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan dengannya, untuk mencapai tujuan organisasi. • Pemimpin Informal Seseorang yang tidak mendapatkan pengakuan formal sebagai pemimpin namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, ia mencapai kedudukan sebagai seseorang yang mampu memengaruhi kondisi psikis dan perilaku suatu kelompok atau masyarakat. 2.3 Komitmen Karyawan Komitmen karyawan merupakan prilaku yang dimiliki oleh seorang karyawan terhadap suatu pekerjaan yang dikerjakannya, dan karyawan tersebut mampu meluangkan waktu lebih banyak yang dimilikinya untuk mengembanggkan keahlian mereka. Beberapa peneliti telah menulis definisi mengenai komitmen karyawan, di antaranya komitmnen karyawan merupakan suatu loyalitas individu kepada organisasi. Individu dengan komitmen organisasi yang tinggi teridentifikasi kuat dengan organisasi dan secara bangga mempertimbangkan diri mereka sebagai anggota organisasi (Schermerhorn et al. 2012). Namun dalam penelitian ini menurut Jaw dan Liu (Olouwakemi Ayodeji Owoyemi, 2011) komitmen karyawan tidak hanya konsep hubungan manusia tetapi juga melibatkan menghasilkan energi manusia dan mengarahkan pikiran manusia menjadi aktif. Tanpa komitmen, pelaksanaan ide-ide baru dan inisiatif akan dimusyawarahkan. Sistem sumber daya 14 manusia dapat memfasilitasi pengembangan atau kompetensi organisasi melalui memunculkan komitmen karyawan terhadap perusahaan. Sedangkan Walton (Olouwakemi Ayodeji Owoyemi, 2011) berpendapat komitmen sebagai strategi khusus untuk sumber daya manusia yang efek positif akan dirasakan. Tingginya komitmen karyawan adalah sebuah pendekatan untuk mengelola karyawan, yang menekankan pada kebutuhan untuk mengembangkan komitmen organisasi antara karyawan didasarkan pada asumsi bahwa hal itu akan mengarah pada hasil positif seperti rendahnya absensi, motivasi yang lebih baik dan menghasilkan kinerja yang unggul. Selain itu, studi terbaru menunjukkan bahwa komitmen karyawan yang tinggi dapat bekerja dengan baik secara sinergis dan mencerminkan strategi komitmen umum. 2.3.1 Dimensi Komitmen Karyawan Dimensi komitmen karyawan menurut Kaswara dan Santoso (2008) mengemukakan tiga indikator komitmen yang digunakan dalam pendekatan untuk menentukan komitmen karyawan kepada organisasi, yaitu : • Komitmen Berkelanjutan (Continuance Commitment) Kecenderungan individu untuk tetap menjaga komitmen karyawan pada organisasi karena tidak ada hal lain yang dapat dikerjakan di luar itu. Individu dengan Continuance Commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Individu dengan Continuance Commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah. • Komitmen Afektif ( Affective Commitment) Komitmen dimana individu memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bekerja pada organisasi karna ada kesamaan atau kesepakatan antara nilainilai personal individu dan organisasi. Komitmen afektif didasarkan pada Goal Congruence Orientation, dimana didalamnya terdapat suatu keterikatan secara psikologis antara individu dan organisasinya sehingga mempengaruhi perilaku individu terhadap tugas yang diterimanya. Individu dengan Affective Commitment yang tinggi memiliki emosional yang erat terhadap organisasi, yang berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan 15 untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan Affective Commitment yang lebih rendah. • Komitmen Normatif ( Normative Commitment) Komitmen normatif adalah komitmen yang menunjukkan perasaan individu yang berkewajiban untuk tetap bekerja pada organisasinya, dan juga menunjukan adanya kewajiban dan tanggung jawab yang harus dipikul. Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Perasaan seperti itu akan memotivasi individu untuk bertingkah laku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi oraganisasi. Perusahaan mengharapkan dengan adanya normative commitment, karyawan memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti hasil kinerja, tingkat kehadiran kerja, dan organization citizenship. Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi karena sudah punya komitmen maka dia harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya. Di sisi lain komitmen berarti adanya ketaatasasan seseorang dalam bertindak sejalan dengan janji-janjinya. Semakin tinggi derajat komitmen karyawan semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya. Suatu ketika komitmen diwujudkan dalam bentuk kesetiaan pengabdian pada organisasi. Namun dalam prakteknya tidak semua karyawan melaksanakan komitmen seutuhnya. Ada komitmen yang sangat tinggi dan ada yang sangat rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat komitmen adalah faktor intrinsik dan ekstrinsik karyawan bersangkutan. Faktor-faktor intrinsik karyawan dapat meliputi aspek-aspek kondisi sosial ekonomi keluarga karyawan, usia, pendidikan, pengalaman kerja, kestabilan kepribadian, dan gender. Sementara faktor ekstrinsik yang dapat mendorong terjadinya derajat komitmen tertentu antara lain adalah keteladanan pihak manajemen khususnya manajemen puncak dalam berkomitmen di berbagai aspek organisasi. 16 2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Karyawan Adapun faktor yang mempengaruhi komitmen karyawa menurut David (dalam Minner, 1997) yang dikutip oleh Sopiah (2008), mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada perusahaan, yaitu : 1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kepribadian, dll. 2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan, dll. 3. Karakteristik struktur, misalnya besar atau kecilnya perusahaan, kehadiran serikat pekerja, dll. 4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada perusahaan. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam perusahaan tentu memilki tingkat komitmen yang berlainan. 2.4 State of the Art Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap ilmu. Namun pada penelitian “Analisi Pengaruh komunikasi dan gaya kepemimpinan terhadap komitmen karyawan” berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, dilihat dari variabel gaya kepemimpinan sebagai variabel bebas dan metode yang digunakan dimana penelitian ini menggunakan metode analisis regresi sederhada dan berganda untuk mengukur pengaruh antar masing-masing variabel. Beberapa penelitian terdahulu lainnya yang dijadikan bahan literatur dan dasar dari penelitian ini disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penelitian terdahulu No 1. Penulis Judul Hasil Penelitian Shabnam Hamdi Effect of Supervisor- Hasil penelitian ini pada tahun (2012) Subordinate menujukan bahwa tidak Comunnication and ada kontribusi dari Leadership Style on komunikasi Supervisor- Organizational Subordinate pada Commitment of komitmen berkelanjutan 17 Nurses in Health mengacu pada dua tipe Care setting. kepemimpinan. Kesimpulannya tingkat komitmen afektif berbeda antara staf perawat dan bergantung pada kualitas dari pemimpin dan anggota komunikasi dan pertimbangan pemimpin. 2. Achmad Sudiro “Pengaruh (2005) Hasil penelitian ini Komunikasi yang menunjukan bahwa Efektif dalam komunikasi yang efektif Organisasi terhadap berpengaruh secara Kepuasan Kerja signifikan terhadap Karyawan pada kepuasan kerja Bagian Produksi karyawan. Komunikasi (Studi Pada PT Tirta yang efektif sangatlah Investama Pandaan)” penting bagi perusahaan, mengingat sumber daya manusia memiliki peranan yang sangat berarti bagi perusahaan. Demi menjaga itu semua, maka perusahaan harus dapat secara terusmenerus untuk mengevaluasi dan memperbaiki komunikasinya. 3. Muhadi (2007) “Analisis pengaruh Hasil penelitian ini Suraya: Program kepuasan kerja menunjukan bahwa Studi Magister terhadap komitmen kepuasan kerja 18 Manajemen. organisasi dalam berpengaruh posistif mempengaruhi signifikan terhadap kinerja karyawan” komitmen organisasi, hal ini mengandung pengertian bahwa komitmen organisasi dapat ditingkatkan apabila kepuasan kerja karyawan merasa terpenuhi dengan baik. Variabel kepuasan kerja merupakan variabel yang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap komitmen organisasional karena semakin tinggi komitmen organisasi seorang karyawan maka secara otomatis kinerja semakin baik pula 19 2.5 Kerangka Penelitian Berdasarkan tinjauan pustaka dan identifikasi permasalahan diatas, maka penelitian ini dapat ditunjukkan oleh model gambar sebagai berikut : Komunikasi -Kontrol -Motivasi -Ekspresi Emosional -Informasi (Menurut Robbins dan Coulter,2012) Komitmen Karyawan -Berkelanjutan -Afektif -Normatif (Kaswara dan Santoso,2008) Gaya Kepemimpinan -Otoriter -Demokratis -Laissez-faire (Kreitner,2007) Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Sumber: Hasil Data Penelitian, 2014 Keterangan : Menggambarkan pengaruh secara Parsial Menggambarkan pengaruh secara Simultan 20 2.6 Hipotesis Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang perlu di uji kebenarannya oleh karena itu hipotesis berfungsi untuk menguji kebenaran suatu teori. Hipotesis Menurut sugiyono (2007) merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dengan menguji hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%, sehingga tingkat presisi atau batas ketidakakuratan sebesar = 5% = 0,05. Sedangkan hipotesis dalam penelitian ini adalah: Untuk T-1: Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Komunikasi (X1) dengan Komitmen Karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Komunikasi (X1) dengan Komitmen Karyawan (Y). Untuk T-2: Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan (X2) dengan Komitmen Karyawan (Y) Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan (X2) dengan Komitmen Karyawan (Y). Untuk T-3: Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Komunikasi (X1) dan Gaya Kepemimpinan (X2) dengan Komitmen Karyawan (Y). Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Komunikasi (X1) dan Gaya Kepemimpinan (X2) dengan Komitmen Karyawan (Y).