1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu penyakit kronis yang mengalami peningkatan jumlah
penderitanya di kalangan masyarakat saat ini adalah diabetes melitus (DM). Hal
tersebut dapat terlihat dari jumlah penderita diabetes melitus yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun. International Diabetes Federation (IDF) mencatat
bahwa pada tahun 2003 penderita diabetes melitus di dunia telah mencapai sekitar
197 juta jiwa dan pada tahun 2005 diperkirakan akan mengalami peningkatan
hingga mencapai 300 juta penderita, dengan angka kematian sekitar 3,2 juta jiwa
(Permatasari, 2010). Indonesia sendiri memiliki jumlah penderita diabetes melitus
yang tergolong tinggi dan menempati urutan keempat terbesar di dunia dengan
prevalensi 8,6% dari total jumlah penduduk setelah India, Cina, dan Amerika
(Anonim, 2010).
Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah
dalam kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami
pergeseran yang cukup meyakinkan, salah satunya penyakit menahun yang
disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti diabetes melitus meningkat dengan
tajam. Perubahan pola hidup tersebut diduga ada hubungannya dengan cara hidup
yang berubah. Pola makan di kota-kota besar telah bergeser dari pola makan
tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola
1
2
makan yang kebarat-baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu banyak
mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat.
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilakukan di
Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4% sampai 1,6%
diakibatkan oleh peningkatan kemakmuran suatu populasi dan dalam kurun waktu
1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat
dengan drastis. Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO bahwa
Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap
diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibandingkan
tahun 1995 (Anonim, 1994).
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin, atau kedua-duanya. Risiko yang diberikan diabetes melitus berupa
komplikasi penyakit mikrovaskular dan makrovaskular, seperti jantung koroner
dan stroke (Sudoyo, 2009). Melihat dari kasus diabetes melitus yang ada, sekitar
85% merupakan penderita diabetes melitus tipe 2 resisten insulin (Rahmaiah,
2007). Penderita diabetes melitus tipe 2 resisten insulin memiliki kadar kolesterol
total darah yang cenderung meningkat (hiperkolesterolemia).
Kolesterol merupakan suatu zat lemak yang beredar di dalam darah,
diproduksi oleh hati dan sangat diperlukan oleh tubuh, tetapi kolesterol berlebih
akan menimbulkan masalah terutama pada pembuluh darah jantung dan otak.
Darah mengandung 80% kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri dan sekitar
20% berasal dari makanan. Kolesterol yang diproduksi terbagi menjadi dua jenis
3
yaitu kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) dan kolesterol HDL (High
Density Lipoprotein). Kadar kolesterol LDL dapat mengalami kondisi berlebih,
sebagai akibatnya di dalam darah akan diendapkan pada dinding pembuluh darah
dan membentuk bekuan yang dapat menyumbat pembuluh darah, sedangkan
kolesterol HDL mempunyai fungsi membersihkan pembuluh darah dari kolesterol
LDL yang berlebihan. Bentuk kolesterol yang lain yaitu trigliserida yang
terbentuk sebagai hasil dari metabolisme makanan berbentuk lemak dan juga
berbentuk karbohidrat dan protein berlebih yang tidak seluruhnya dibutuhkan
sebagai sumber energi (Siswono, 2002).
Hiperkolesterolemia dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit
jantung, serangan jantung, dan stroke yang merupakan penyakit pembunuh nomor
satu di dunia. Hiperkolesterolemia juga merupakan salah satu faktor risiko dari
dislipidemia. Prevalensi penderita dislipidemia di Indonesia semakin meningkat.
Penelitian MONICA (Monitoring trends and determinants of Cardiovascular
Disease) di Jakarta 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada
wanita adalah 206,6 mg/dL dan pria 199,8 mg/dL, tahun 1993 angkat tersebut
meningkat menjadi 213,0 mg/dL pada wanita dan 204,8 mg/dL pada pria.
Beberapa kota besar juga menunjukkan peningkatan kadar rata-rata kolesterol
total (Anwar, 2004). Menurut Djoko H (2007), dislipidemia adalah salah satu
faktor risiko stroke non hemoragik yang merupakan suatu kelainan lipid ditandai
oleh kelainan (peningkatan maupun penurunan) fraksi lipid dalam plasma.
Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kadar kolesterol yang tinggi, kadar
trigliserida yang tinggi dan kadar kolesterol HDL yang rendah.
4
Penanganan penyakit kolesterol biasanya menggunakan obat-obatan
sintetis dan memiliki risiko yang tinggi karena dilakukan dalam jangka panjang
sehingga dapat menimbulkan efek samping obat yang tidak dapat diabaikan.
Melihat banyaknya risiko efek samping obat yang mungkin ditimbulkan,
penggunaan obat-obat sintetik mulai dibatasi dan sebagai gantinya masyarakat
mulai menggunakan obat-obat dari bahan alam yang dipercaya lebih aman dan
memiliki efek samping yang relatif lebih kecil pada penggunaan jangka panjang
(Pramono dan Katno, 2002).
Bahan alam yang dipercaya mampu menurunkan kadar glukosa darah
sekaligus kolesterol LDL dalam darah diantaranya sambiloto (Andrographis
paniculata (Burm.f) Ness) dan propolis. Rammohan (2009), menyatakan bahwa
ekstrak etanolik herba sambiloto 1000 mg/kg BB diketahui dapat menurunkan
kadar glukosa darah pada tikus resisten insulin. Pemberian ekstrak air herba
sambiloto 100 dan 200 mg/kg BB dapat mencegah peningkatan kadar kolesterol
total, kolesterol LDL, dan trigliserida pada tikus yang diberi diet kolesterol
(Zuraini et al., 2006). Senyawa yang dimungkinkan beraktivitas sebagai agen
hipoglikemia
termasuk
dalam
golongan
senyawa
diterpenoid
seperti
andrografolid, neoandrografolid, dan 14-deoksi-11,12-didehidroandrografolid
(Rahmat et al., 2006). Penggunaan propolis secara empiris selama berabad-abad
dipercaya sebagai obat tradisional antitumor, antioksidan, antimikrobial, antiinflamatori, dan bersifat imunomodulator (Viuda-Martos et al., 2008). Menurut
El-Sayed et al. (2009), ekstrak etanolik propolis (200 mg/kg BB) menjanjikan
nilai terapi dalam pencegahan diabetes dan dislipidemia. Propolis dari Cina dan
5
Brazil (10 mg/ 100 gram BB) disebut dapat meringankan gejala diabetes melitus
pada tikus dan pengaruh ini mungkin berasal dari kemampuan antioksidan
komponen fenolik dan flavonoid yang terkandung dalam propolis (Wei Zhu et al.,
2010).
Kombinasi antara ekstrak sambiloto dan propolis diharapkan dapat
memberikan hasil terhadap penurunan kadar kolesterol LDL dan peningkatan
kadar kolesterol HDL dalam darah. Uji menggunakan kombinasi ekstrak
sambiloto terpurifikasi dan ekstrak propolis terpurifikasi perlu dilakukan untuk
mengetahui kemampuan keduanya dalam satu campuran dosis. Kombinasi kedua
bahan tersebut dalam mengobati penyakit dislipidemia dilakukan dalam rangka
untuk meningkatkan efektivitas pengobatan penyakit tersebut. Hingga saat ini,
belum ada penelitian yang mengacu pada pengaruh kombinasi antara fraksi tak
larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dengan fraksi larut etil asetat
ekstrak etanolik propolis dalam menurunkan kadar kolesterol LDL sekaligus
meningkatkan kadar kolesterol HDL dalam darah pada kondisi resisten insulin.
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan kombinasi
kedua bahan tersebut dalam penurunan kadar kolesterol LDL dan peningkatan
kadar kolesterol HDL dalam darah pada kondisi resisten insulin dibanding bentuk
tunggalnya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
apakah kombinasi fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto
6
dengan fraksi larut etil asetat ekstrak etanolik propolis mampu menurunkan kadar
kolesterol LDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL dalam darah pada tikus
resisten insulin lebih efektif dibanding bentuk tunggalnya?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian
kombinasi fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dengan fraksi
larut etil asetat ekstrak etanolik propolis mampu menurunkan kadar kolesterol
LDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL dalam darah pada tikus resistensi
insulin lebih efektif dibanding bentuk tunggalnya.
D. Manfaat Penelitian
Pengobatan penyakit metabolik sebagian besar membutuhkan waktu yang
cukup lama sehingga hal tersebut menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan
efek samping yang merugikan. Bahan alam yang seyogyanya disediakan oleh
alam tidak luput dari pandangan masyarakat sebagai salah satu alternatif
pengobatan yang dipercaya aman dan memiliki efek samping yang relatif kecil
dalam penggunaan jangka panjang. Penelitian mengenai kombinasi fraksi tak larut
n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dengan fraksi larut etil asetat ekstrak
etanolik propolis diharapkan mampu memberikan efek yang lebih efektif
dibandingkan dengan bentuk tunggalnya. Pengembangan selanjutnya dapat
diarahkan pada optimasi dosis maupun pembuatan sediaan yang tepat untuk
kombinasi keduanya sebagai obat dislipidemia yang potensial.
7
E. Tinjauan Pustaka
1. Sambiloto
Sambiloto yang juga dikenal “King of Bitters” bukanlah tumbuhan asli
Indonesia, tetapi diduga berasal dari India. Menurut data spesimen yang ada di
Herbarium Bogoriense di Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak 1893
(Widyawati, 2007). Di India, sambiloto adalah tumbuhan liar yang digunakan
untuk mengobati penyakit disentri, diare, atau malaria. Hal ini ditemukan
dalam Indian Pharmacopeia dan telah disusun paling sedikit dalam 26 formula
Ayurvedic (Weibo, 1995). Dalam Traditional Chinese Medicine (TCM),
sambiloto diketahui penting sebagai “cold property” dan digunakan sebagai
penurun panas serta membersihkan racun-racun di dalam tubuh (Lukas, 1998).
Tanaman ini kemudian menyebar ke daerah tropis Asia hingga sampai di
Indonesia.
a. Klasifikasi (Anonim, 1991)
Divisi
: Spermathophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Solanales
Suku
: Acanthaceae
Marga
: Andrographis
Spesies
: Andrographis paniculata (Burm.f) Ness.
8
b. Nama daerah dan nama asing
Sambilata (Melayu), sambiloto (Jawa Tengah), ki oray (Sunda),
pepaitan (Maluku), chuan xin lian, yi jian xi, lan he lian (Cina), xuyen tam
lien, cong cong (Vietnam), kirata, mahatitka (India), creat, green chiretta,
halviva, kariyat (Inggris) (Anonim, 1991).
Gambar 1. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Ness.) (Dikutip dari: Anonim, 2011)
c. Morfologi
Morfologi tanaman sambiloto dapat dilihat pada Gambar 1.
Sambiloto tergolong tanaman terna (perdu) yang tumbuh tegak dengan
tinggi 40-90 cm, memiliki batang berkayu dan memiliki banyak cabang
yang terletak berlawanan. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal
daun tajam atau agak tajam. Tepi daun rata, permukaan halus, dan
berwarna hijau. Panjang daun 3-12 cm, lebar 1-3 cm. Panjang tangkai daun
5-25 mm, daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung. Perbungaan
tegak bercabang, panjang gagang bunga 3-7 mm dan panjang kelopak
9
bunga 3-4 mm. Bunga berbibir dan berbentuk tabung dengan panjang 6
mm. Bibir bunga bagian atas berwarna putih dan warna kuning pada
bagian ujung atasnya dengan ukuran 7-8 mm, bibir bunga bawah lebar
berbentuk biji berwarna ungu dengan panjang 6 mm. Tangkai sari agak
sempit dan melebar pada bagian pangkal, memiliki panjang 6 mm. Bentuk
buah jorong dengan ujung tajam, panjang kurang lebih 2 cm, apabila sudah
tua akan pecah terbagi menjadi 4 keping (Anonim, 1979; Yusro et al.,
2005).
d. Kandungan tanaman
Sambiloto mengandung flavonoid dan diterpen lakton. Lakton
adalah ester siklik yang merupakan produk kondensasi dari alkohol-OH
dan asam karboksilat-COOH dalam senyawa yang sama. Ciri khas dari
lakton adalah sebuah cincin yang menutup yang terdiri dari 2 atau lebih
karbon yang memiliki karbonil dan atom oksigen yang bersebelahan.
Komponen utama bentuk lakton adalah andrografolid yang merupakan zat
aktif utama dari tanaman ini.
Gambar 2. Struktur senyawa andrografolid (a) dan 14-deoksi-11, 12
didehidroandrografolid (b) dalam sambiloto (Dikutip dari: Akowuah et al., 2006)
10
Andrografolid
menunjukkan
sudah
berbagai
diisolasi
aktivitas
dalam
farmakologi
bentuk
murni
(Widyawati,
dan
2007).
Widyawati, (2007) menyatakan berdasarkan penelitian lain yang telah
dilakukan, kandungan yang dijumpai pada tanaman sambiloto antara lain
diterpen lakton dan glikosidanya, seperti deoxiandrografolid, 11,12didehidro-14-deoksiandrografolid, dan neoandrografolid. Struktur senyawa
andrografolid dan 11,12-didehidro-14-deoksiandrografolid dapat dilihat
pada Gambar 2. Daun dan cabangnya lebih banyak mengandung lakton,
sedangkan komponen flavonoid dapat diisolasi dari akarnya, yaitu
polimetoksiflavon andrografin, panikulin, dan apigenin-7,4’ dimetileter.
e. Khasiat dan kegunaan
Menurut hasil penelitian, sambiloto ternyata dapat mengobati
diabetes melitus tipe 1 dan dapat menurunkan kadar lemak darah.
Penelitian yang dilakukan oleh Patel et al., (2011) dan Zuraini et al.,
(2006) menyebutkan bahwa ekstrak air sambiloto pada dosis 100 mg dan
200 mg/kg dapat berperan menormalkan kadar kolesterol total plasma,
trigliserida dan LDL pada tikus. Menurut penelitian Zhang dan Tan
(1996), menyatakan bahwa ekstrak air sambiloto juga memberikan efek
antiaterosklerosis yaitu kemampuan ekstrak untuk menurunkan tekanan
darah sistolik pada tikus hipertensi spontan.
11
2. Propolis
Propolis merupakan gabungan berbagai lilin lebah dan resin yang
dikumpulkan oleh lebah (Apis mellifera) dari bunga dan pucuk-pucuk daun
serta digunakan untuk menutup lubang sarang mereka (Krell, 1996). Bahanbahan yang digunakan untuk membangun propolis adalah campuran dari getah
nabati, eksudat resin, pupus dedaunan, kecambah, serbuk sari, lilin lebah, dan
enzim yang ada di dalam air liur lebah yang fungsi utamanya melindungi pintu
masuk sarangnya sekaligus mensterilkannya dari polusi udara yang tidak
diinginkan (Damayanti, 2011).
a. Morfologi
Propolis adalah bagian non polar dari madu, ketika madu dapat
larut dan bercampur dengan air (polar), tidak dengan propolis yang
sifatnya mirip minyak, balsam atau lilin. Propolis tidak larut dalam air dan
hanya menerima zat-zat yang mau larut di dalamnya, namun propolis
dapat bercampur dengan madu karena sifat madu yang kental. Salah satu
sifatnya yang unik yaitu berfungsi sebagai balsam untuk membungkus
bangkai-bangkai binatang yang sudah mati di dalam sarang (semacam
proses pembuatan mumi) (Gunawan, 2010).
Gambar 3. Pasta propolis
12
Gunawan (2010) menyatakan berdasarkan jenis pupus dedaunan
yang terpilih oleh lebah, propolis memiliki berbagai macam warna seperti
hijau, coklat, kuning, dan sebagainya. Propolis berbentuk lembut, lunak,
dan sangat lengket pada suhu 25°-45°C (Gambar 2), menjadi keras dan
rapuh di bawah 15°C atau saat dibekukan dan pada suhu di atas 45°C
kelengketannya akan meningkat. Beberapa jenis propolis dapat mencair
pada suhu 60°-70°C tetapi jenis lainnya memiliki titik leleh di atas 100°C.
b. Kandungan
Propolis telah menjadi bagian pengobatan tradisional dan analisis
kimia menunjukkan paling tidak ada 300 senyawa yang terkandung di
dalamnya (Castro, 2001 cit Viuda-Martos et al., 2008). Kandungan utama
propolis adalah resin (50%), lilin (30%), minyak-minyak esensial (10%),
pollen (5%) dan senyawa organik lainnya (5%) (G'omez-Caravaca et al.,
2006). Diantara senyawa organik ini dapat ditemukan senyawa fenolik dan
ester, flavonoid dalam semua bentuknya (flavonol, flavon, flavonon,
dihidroflavon, dan chalcone), terpen, beta-steroid, aldehid aromatik dan
alkohol, seskuiterpen, dan stilben terpen (Aga et al., 1994; Russo et al.,
2002).
c. Khasiat dan kegunaan
Hasil penelitian Zamami et al. (2007) menyebutkan pemberian
ekstrak propolis Brazil (100 dan 300 mg/kg, p.o) selama 8 minggu
menurunkan level
insulin plasma, HOMA-R, dan berat
badan,
meningkatkan level trigliserida plasma tanpa mempengaruhi level gula
13
darah dan kolestrol total, dan cenderung menurunkan tekanan darah
sistolik. Menurut El-Sayed et al. (2009) ekstrak etanolik propolis
menjanjikan nilai terapi dalam pencegahan diabetes dan dislipidemi. Wei
Zhu et al. (2010) menyebutkan propolis dari Cina dan Brazil dapat
meringankan gejala diabetes mellitus pada tikus dan efek ini mungkin
berasal dari kemampuan antioksidannya.
3. Ekstraksi
Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan
yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Zat aktif yang semula berada di
dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam
cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila
permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin
luas (Anonim, 1986).
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor.
Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria antara lain murah dan
mudah diperoleh, stabil secara fisik dan kimiawi, bereaksi netral, tidak mudah
menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat
yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, diijinkan oleh peraturan
(Anonim, 1986).
Metode dasar penyarian adalah maserasi, perkolasi dan penyarian
berkesinambungan. Pemilihan terhadap ketiga metode tersebut di atas
disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh fraksi yang baik
14
(Harborne, 1987). Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan
mengunakan pelarut diikuti beberapa kali penggojogan atau pengadukan pada
temperatur ruangan. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke
dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena
ada perbedaan konsentrasi larutan zat aktif di dalam dan di luar sel maka
larutan yang terpekat disesak keluar. Peristiwa ini berulang sehinga terjadi
keseimbangan konsentrasi larutan di luar dan dalam sel. Maserasi kinetik
berarti dilakukan pengadukan yang berkesinambungan. Remaserasi berarti
dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama dan seterusnya (Anonim, 1986; Anonim, 2000).
Waktu
maserasi
berbeda-beda,
masing-masing
farmakope
mencantumkan 4-10 hari. Menurut pengalaman kira-kira 5 hari sudah memadai
untuk melakukan maserasi (Voigt, 1984). Keuntungan cara penyarian dengan
maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan
mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang maksimal (Anonim, 1986).
4. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) termasuk jenis kromatografi cair yang
paling sederhana. Keuntungan penggunaan metode ini adalah mudah, murah
dan pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit untuk pemisahan
golongan senyawa. KLT dapat dipakai untuk dua tujuan. Pertama digunakan
untuk mendapatkan hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai
15
untuk menjajaki sistem pelarut dan penyangga yang akan dipakai dalam
kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Gritter, 1991).
Pada hakikatnya KLT melibakan sifat fase diam (sifat lapisan) dan sifat
fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk
halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap (kromatografi cair-padat)
atau sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Empat
penjerap yang paling umum dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina
(aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome) dan selulosa. Fase gerak dapat
berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut (Gritter, 1991).
Sampel senyawa uji diaplikasikan pada fase diam dalam bentuk totolan
kecil atau pita. Fase gerak akan melewati fase diam dengan gaya kapilaritas.
Komponen-komponen suatu senyawa akan bergerak karena adanya fase gerak
dengan jarak tempuh yang berbeda pada fase diam, biasanya disebut
pengembangan kromatogram. Perbedaan jarak tempuh setiap komponen
senyawa disebabkan karena afinitas yang berbeda dari masing-masing
komponen dengan fase diam atau fase gerak. Interaksi yang mungkin terjadi
pada pemisahan senyawa dengan metode kromatografi diantaranya ikatan
hidrogen, transfer muatan atau ikatan Van der Waals (Fried dan Sherma, 1994;
Sherma, 1996).
Evaluasi
dilakukan
dengan
pengamatan
secara
visual
dan
membandingkan jarak bercak dari awal pengembangan senyawa yang
dipisahkan.
Jarak
tersebut
umumnya
dikonversikan
dalam
nilai
Rf
16
(Retardation factor) yang merupakan hasil bagi antara jarak yang ditempuh
senyawa terlarut dengan jarak yang ditempuh pelarut.
Perhitungan nilai Rf seperti rumus seperti di bawah ini:
arak yang ditempuh senya a terlarut
arak yang ditempuh pelarut
Angka Rf berjangka antara 0,00 sampai 1,00 dan ditentukan dalam dua
desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai
berjangka 0 sampai 100 (Sherma, 1996).
Deteksi dari komponen senyawa yang telah dipisahkan akan lebih
mudah bila komponen tersebut secara alami telah berwarna, berpendar atau
mengabsorbsi sinar ultraviolet. Namun, kebanyakan komponen harus diberi
pereaksi penampak bercak dengan cara disemprot atau dicelup supaya dapat
menghasilkan warna atau pendar. Absorbsi sinar ultraviolet bisanya terjadi
pada senyawa aromatik atau yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi
(Sherma, 1996).
5. Diabetes melitus
a. Definisi
American Diabetes Association (ADA) 2004 menyatakan bahwa
diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya, sedangkan menurut Anonim (1980) diabetes
melitus merupakan suatu kumpulan problematika anatomik dan kimiawi
17
yang merupakan akibat dari sejumlah faktor yaitu defisiensi insulin absolut
atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Anonim, 2005). Kekurangan
insulin mutlak terjadi karena pankreas sama sekali tidak menghasilkan
insulin, misal pada kerusakan semua sel-sel beta (β) pankreas. Sedangkan
kekurangan insulin dapat disebabkan karena insulin yang dihasilkan tidak
mencukupi akibat kurangnya sekresi, adanya kerusakan sel-sel beta
langerhans pankreas, jumlah reseptor insulin yang menurun, atau karena
kebutuhan insulin yang semakin meningkat (Asdie, 1988).
Penyakit diabetes secara umum dapat dikenali melalui beberapa
gejala seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), dan
polifagia (banyak makan). Penderita diabetes melitus memiliki jumlah
hormon insulin yang sedikit, dimana fungsinya sangat penting dalam
memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak.
Akibatnya glukosa bertumpuk di dalam darah (hiperglikemia). Kelebihan
glukosa selanjutnya diekskresikan melalui kemih tanpa digunakan
(glycosuria) sehingga produksi kemih sangat meningkat dan penderita
menjadi sering kencing, merasa sangat haus, berat badan mengalami
penurunan, dan sering merasa lelah. Tubuh pada saat yang bersamaan
membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya disertai
pembentukan zat-zat perombakan antara lain aseton, asam hidroksibutirat
dan diasetat yang membuat darah menjadi asam. Keadaan seperti ini
disebut ketoasidosis, sangat berbahaya karena dapat menyebabkan pingsan
18
(coma diabeticum). Napas penderita yang keadaan tubuhnya sudah sangat
kurus seringkali berbau aseton (Tjay, 2002).
b. Klasifikasi
Melihat etiologinya diabetes melitus dapat dibedakan menjadi:
1) Diabetes melitus tipe 1, disebabkan adanya gangguan produksi insulin
akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering juga disebut
dengan Insulin Dependent Diabetes Melitus atau IDDM karena pasien
mutlak membutuhkan insulin. Tubuh sudah tidak mampu lagi
melakukan produksi insulin sehingga dibutuhkan injeksi insulin secara
teratur untuk mengatur kadar glukosa darah.
2) Diabetes melitus tipe 2, diakibatkan oleh resistensi insulin atau
gangguan sekresi insulin. Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan
insulin, kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik oral,
karenanya tipe ini juga disebut dengan Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM). Kebanyakan individu dengan diabetes
melitus tipe 2 menunjukkan obesitas di bagian abdomen yang
menyebabkan kondisi resisten insulin. Dislipidemia (kadar kolesterol
total, trigliserida, atau LDL yang tinggi, atau kadar HDL yang rendah,
atau kombinasi dari kelainan tersebut), serta peningkatan kadar PAI-1
(Plasminogen Activator Inhibitor type 1) juga sering terjadi pada
penderita diabetes melitus tipe 2. Kelainan-kelainan tersebut disebut
sebagai sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik yang
19
memiliki
risiko
lebih
besar
untuk
mengalami
komplikasi
makrovaskular (Rahmaiah, 2007; Dipiro et al., 2008).
3) Jenis lainnya seperti gestasional diabetes melitus, diabetes melitus
akibat penyakit endokrin pankreas atau akibat penggunaan obat
(Suherman, 2009).
c. Diagnosis
Kriteria diagnostik diabetes melitus:
1) Gejala klasik diabetes melitus + glukosa plasma sewaktu = 200 mg/dL
(11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Kadar glukosa
darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis
diabetes melitus disajikan dalam Tabel I.
2) Gejala klasik diabetes melitus + kadar glukosa plasma puasa = 126
mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa dapat diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam (Perkeni, 2005).
Tabel I. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring
dan Diagnosis Diabetes Melitus (mg/dL)
Belum pasti
Bukan DM
DM
DM
< 100
100-199
= 200
Kadar glukosa Plasma vena
darah sewaktu Darah kapiler
< 90
90-199
= 200
Kadar glukosa
darah puasa
Plasma vena
< 100
100-125
= 126
Darah kapiler
< 90
90-99
= 100
Dikutip dari: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta. pp: 1; 4-7
20
d. Metabolisme lemak pada diabetes
Kelainan utama metabolisme lemak pada diabetes adalah adanya
peningkatan katabolisme lipid yang disertai peningkatan pembentukan
benda keton dan penurunan sintesis asam lemak serta gliserida.
Manifestasi kelainan metabolisme lipid tersebut sangat menonjol sehingga
diabetes lebih cenderung merupakan penyakit metabolisme lemak daripada
metabolisme karbohidrat (Ganong, 1983). Gangguan fungsi hormon
insulin pada penderita diabetes melitus juga mengakibatkan gangguan
metabolisme lemak yang ditandai dengan meningkatnya kadar beberapa
zat turunan lemak seperti trigliserida dan kolesterol. Peningkatan
trigliserida dan kolesterol disebabkan oleh penurunan pemecahan lemak
yang terjadi karena adanya penurunan aktivitas enzim-enzim pemecah
lemak yang kerjanya dipengaruhi oleh insulin (Noortiningsih, 2004).
Penderita yang kekurangan insulin dapat mengalami pengurangan
sintesis lemak, mempermudah mobilisasi lemak dari jaringan, dan
meningkatkan penggunaan lemak. Sebaliknya menurut Guyton (1997),
penderita yang kelebihan insulin erat kaitannya dengan resisten insulin,
dapat menambah persediaan glukosa pada sel yang menghambat
penggunaan lemak dan menambah masukan lemak. Insulin juga dapat
langsung menambah masukan asam lemak ke sel lemak sehingga
menambah cadangan lemak, di samping mengurangi penggunaan lemak
untuk energi.
21
6. Insulin
Sejak ditemukannya insulin pada tahun 1921 oleh Banting dan Best,
angka kematian diabetes melitus dapat ditekan. Insulin dihasilkan oleh sel beta
pankreas yang memenuhi 60-80% pulau Langerhans, dan sebagian besar (±
85%) terletak pada korpus dan kauda pankreas. Nasib insulin di dalam
peredaran darah antara lain 50% mempunyai reseptor atau tempat kerja di hati,
sedangkan 50% di sirkulasi umum yaitu 10-20% di ginjal, 30-40% di sel-sel
darah, otot, dan jaringan lemak (Tjokroprawiro, 1996).
Gambar 4. Struktur proinsulin manusia (Dikutip dari: Katzung, B. G. 1998. Farmakologi
Dasar dan Klinik ed VI. Cet I. Jakarta. pp: 664-665)
Insulin merupakan hormon yang tersusun oleh rangkaian asam amino
berjumlah 51 yang terangkai dalam dua rantai (A dan B) serta dihubungkan
oleh jembatan disulfida (Gambar 4). Pembuatan insulin dimulai dengan proses
sintesis bentuk preproinsulin (prekursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta langerhans pankreas. Preproinsulin selanjutnya dipecah
oleh enzim peptidase menjadi proinsulin untuk dihimpun dalam gelembunggelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Proinsulin selanjutnya
22
diurai lagi oleh enzim peptidase menjadi insulin dan peptida C untuk
diekskresikan secara bersamaan melalui membran sel. Proinsulin sendiri sudah
memiliki pengaruh hipoglikemik ringan, namun peptida C belum diketahui
fungsinya secara pasti (Manaf, 2006; Katzung, 1998).
Proses sekresi insulin terjadi dalam beberapa tahapan, setelah adanya
rangsangan oleh molekul glukosa (Gambar 5). Tahap pertama merupakan
proses glukosa melewati membran sel. Transportasi pengangkut glukosa dari
dalam darah melewati membran ke dalam sel yaitu Glucose transporter 2
(GLUT) yang terdapat dalam sel beta. Molekul gula akan mengalami proses
glikolisis dan fosforilasi di dalam sel kemudian membebaskan molekul ATP.
ATP yang terbentuk digunakan untuk proses mengaktifkan penutupan kanal K+
pada membran sel yang berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam
sel sehingga terjadi depolarisasi membran sel dan diikuti oleh tahap
pembukaan kanal Ca2+. Akibatnya kadar ion Ca intrasel meningkat. Suasana ini
diperlukan bagi proses sekresi insulin (Manaf, 2006).
Gambar 5. Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat induksi glukosa (Dikutip dari: Kramer,
W. 1995. The Molecular Interaction of Sulphonylureas. 68-70. DRCP. 28)
23
7. Resistensi insulin
Sensitivitas dan resistensi atau insensitivitas insulin ditentukan oleh tiga
proses yaitu di prereseptor (pankreatik dan ekstra pankreatik), reseptor, dan
pascareseptor. Agar insulin dapat bekerja dengan baik kualitas insulin dari sel
beta harus baik atau normal, selain itu tidak terjadi degradasi insulin maupun
antibodi anti-insulin dalam perjalanannya. Afinitas insulin dengan reseptor
harus baik, hal tersebut juga harus ditunjang dengan kondisi reseptor insulin
yang baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Kerja insulin pada respetor
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Kerja insulin pada reseptor (Dikutip dari: Tjokroprawiro, Askandar. 1996. Diabetes
Melitus: Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi. Jakarta. pp: 66)
Resistensi insulin biasanya disebabkan oleh menurunnya jumlah
reseptor insulin, afinitas reseptor insulin, adanya gangguan berupa antibodi
anti-insulin, antagonis insulin, dan antibodi terhadap reseptor insulin. Kualitas
insulin yang tidak normal, degradasi insulin yang cepat serta kelainan
pascareseptor juga mengakibatkan resistensi insulin. Peningkatan degradasi
insulin di perifer disebabkan oleh adanya enzim proteolitik: insulin proteaseinsulinase. Secara normal sekresi insulin pada orang dewasa per hari antara 20-
24
60 unit. Oleh karena itu, apabila kebutuhan insulin per hari melebihi 60 unit,
maka sedikit banyak sudah mulai ada resistensi insulin (Tjokroprawiro, 1996).
Tabel II. Mekanisme Kelainan Sensitivitas Insulin
Tipe
Prereseptor (Prebinding)
Kelainan/Defek
1. Prohormon abnormal
(kelebihan proinsulin)
2. Insulin abnormal
Gangguan Toleransi Glukosa
Hiperproinsulinemia familier
DM
3. Anti-insulin
4. Peningkatan degradasi
insulin
DM + suntikan insulin
Accelerated Insulin
Degradation
Resistensi insulin + Acanthosis
Defek primer
Nigricans tipe C, DM
lipoatrofi, leprechaunism
Reseptor
Resistensi insulin + Acanthosis
Antibodi anti-reseptor
Nigricans tipe B
DM tipe 2 ringan, obesitas,
Down regulation
hiperinsulinemia absolut
Resistensi insulin + Acanthosis
Nigricans tipe C, DM
lipoatrofi, leprechaunism
Kelebihan hormon kontraPascareseptor
Pascareseptor
(Chusing, feokromositoma,
akromegali, glukagonemia)
DM tipe 2 berat, obesitas
Keterangan: Acanthosis nigricans adalah suatu kondisi di mana kulit menjadi gelap, tebal, dan seperti beludru
pada bagian tubuh yang berkerut dan melipat seperti ketiak, selangkangan, dan leher. Leprechaunism
adalah sindrom pediatrik yang ditandai dengan adanya fitur wajah yang spesifik. Chusing syndrome adalah
sindrom yang disebabkan berbagai hal seperti obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi,
diabetesmelitus dan disfungsi gonadal yang berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon kortisol.
Feokromositoma adalah kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal dari sel-sel (tumor) yang
secaranormal nonkanker pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal. Akromegali adalah suatu kondisi medis
yang ditandai dengan produksi berlebihan dari growth hormone pada kelenjar hipofise, secara umum sebagai
akibat dari pertumbuhan tumor jinak (non-kanker) yang menyebabkan pertumbuhan abnormal pada tubuh.
Glukagonemia merupakan tumor yang menghasilkan hormon glukagon, yang akan menaikkan kadar gula
dalam darah dan menyebabkan ruam kulit yang khas.
Dikutip dari: Tjokroprawiro, Askandar. 1996. Diabetes Melitus: Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi.
Jakarta. pp: 67
Sindrom resistensi insulin yang dihubungkan dengan obesitas dan DM
tipe 2 menyebabkan berbagai abnormalitas dalam metabolisme tubuh (Tabel
II), seperti dislipidemia, hipertensi, aterosklerosis dan pembentukan prokoagulan yang berujung pada faktor risiko penyebab penyakit jantung koroner
(Siswono, 2002).
25
8. Lipid dan lipoprotein
Dalam darah ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserid, dan
fosfolipid. Lipoprotein berbentuk sterik dan mempunyai inti trigliserid dan
kolesterol ester serta dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol bebas
(Gambar 7). Apoprotein ditemukan pada permukaan lipoprotein. Sifat lipid
yang susah larut dalam lemak membuatnya harus diperlakukan agar menjadi
bentuk yang terlarut, untuk itu diperlukan zat pelarut berupa suatu protein yang
dikenal dengan apolipoprotein atau apoprotein. Setiap jenis lipoprotein
mempunyai Apo tersendiri (Tabel III). Sebagai contoh untuk VLDL, IDL, dan
LDL mengandung Apo B100, sedangkan Apo B48 ditemukan pada
kilomikron. Apo A1, Apo A2, dan Apo A3 ditemukan terutama pada
lipoprotein HDL dan kilomikron.
Gambar 7. Bentuk suatu lipoprotein. (Feher MD, Richmond W. 1996. Lipoproteins : structure and
function. In: Lipids and Lipid Disorders 2nd ed. Bayer. p:6-13)
26
Apo AI
Tabel III. Karakteristik Beberapa Apolipoprotein
Massa
Lipoprotein
Fungsi Metabolik
Molekul
28.016
HDL, Kilomikron
Komponen struktural HDL; aktivator LCAT
Apo AII
17.414
HDL, Kilomikron
Apo AIV
46.465
HDL, Kilomikron
Apo B48
264.000
Kilomikron
Apo B100
540.000
VLDL, IDL, LDL
Apo CI
6630
Apo CII
8900
Apolipoprotein
Kilomikron,
VLDL, IDL, LDL
Kilomikron,
VLDL, IDL, HDL
Belum diketahui
Belum diketahui, mungkin sebagai fasilitator transfer
Apo lain antara HDL dan kilomikron
Dibutuhkan for assembly dan sekresi kilomikron dari
usus halus
Dibutuhkan for assembly dan sekresi VLDL dari hati,
struktur protein dari VLDL, IDL, LDL; ligand untuk
reseptor LDL
Dapat menghambat ambilan hati terhadap LDL, IDL,
LDL, kilomikron dan remnant VLDL
Aktivator enzim lipoprotein lipase
Inhibitor enzim lipoprotein lipase, dapat menghambat
ambilan kilomikron, VLDL, IDL, HDL, dan VLDL di
hati
Ligand untuk beberapa lipoprotein dari reseptor LDL,
Kilomikron, LDL,
Apo E
34.145
LRP, dan kemungkinan terhadap Apo E reseptor hati
VLDL, IDL, HDL
lain
Dikutip dari. Ginsberg HN, Goldberg IJ. 1998. Disorders of lipoprotein metabolism. Principles of internal
medicine 14th. International edition. Harrison’s; 2:2138-2152
Apo CIII
8800
Kilomikron, LDL
Setiap partikel LDL mengandung sekitar 1500 molekul kolesterol ester
dalam inti berminyak. Inti ini dikelilingi oleh mantel yang mengandung
kolesterol 500 molekul, 800 molekul fosfolipid, dan satu molekul apoprotein
B100. Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak,
dan komposisi apoprotein. Dengan menggunakan ultrasentrifugasi, pada
manusia dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu high-density lipoprotein
(HDL), low-density lipoprotein (LDL), intermediate-density lipoprotein (IDL),
very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron, dan lipoprotein a kecil
(Lp(a)).
LDL mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga ia akan
mengambang di dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL adalah
Apo-B (apolipoprotein-B). LDL dianggap sebagai lemak yang "jahat" karena
27
dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah.
Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena dalam operasinya
ia membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan
mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL adalah
Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit
dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat. Karakteristik
lipoprotein plasma secara lengkap dapat dilihat pada Tabel IV.
Tabel IV. Karakteristik Lipoprotein Plasma
HDL
1.21-1.063
Kolesterol ester
7.5-10.5
Apolipoprotein menurut
urutan yang terpenting
A-I, A-II, C, E
LDL
1.063-1.019
Kolesterol ester
21.5
B-100
IDL
1.019-1.006
Kolesterol ester, Trigliserid
25-3
B-100, C, dan E
VLDL
< 1.006
Trigliserid
39-100
B-100, C, E
Kilomikron
< 1.006
Trigliserid
60-500
B-48, C, E, A-I, A-II, A-IV
Densitas
Lipid utama
Diameter
Lp (a)
1.04-1.08
Kolesterol ester
21-30
B-100, Lp (a)
Dikutip dari: Malloy MJ, Kane JP. 2004. Disorder of lipoprotein metabolism. Greenspan FS, Gardner DG
(eds). Basic and clinical endocrinology. 7th ed., 766-793
9. Metabolisme lipoprotein
Metabolisme lipoprotein dapat dibagi menjadi tiga jalur yaitu jalur
metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reserve cholesterol
transport. Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolisme kolesterolLDL dan trigliserid, sedang jalur reserve cholesterol transport khusus
mengenai metabolisme kolesterol-HDL.
a. Jalur metabolisme eksogen
Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid dan
kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus juga
28
terdapat kolesterol dari hati yang dieksresi bersama empedu ke usus halus.
Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal
dari hati disebut lemak eksogen. Trigliserid dan kolesterol dalam usus
halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserid akan
diserap sebagai asam lemak bebas sedangkan kolesterol tetap diserap
sebagai kolesterol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah
lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan mengalami esterifikasi
menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama dengan fosfolipid dan
apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal dengan
kilomikron.
Kilomikron ini selanjutnya akan masuk ke saluran limfe dan
akhirnya melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah.
Trigliserid dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim
lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas
(free fatty acid (FFA)) = non-esterified fatty acid (NEFA). Asam lemak
bebas dapat disimpan sebagai trigliserid kembali di jaringan lemak
(adiposa), tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan
diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukkan trigliserid hati.
Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi
kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke
hati. Proses jalur metabolisme eksogen secara lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 9 berikut:
29
Gambar 9. Jalur metabolisme eksogen. (Dikutip dari: Shepherd J. Eur Heart J Supplements
2001;3(Suppl E):E2-E5)
b. Jalur metabolisme endogen
Jalur metabolisme endogen (Gambar 10) dimulai dengan trigliserid
dan kolesterol yang disintesis di hati selanjutnya disekresi ke dalam
sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung
dalam VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserid di
VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL), dan
VLDL berubah menjadi IDL yang juga akan mengalami hidrolisis dan
berubah menjadi LDL. Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan
mengangkut kolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang
paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL
akan dibawa ke hati dan jaringan streidogenik lainnya seperti kelenjar
adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk kolesterol
LDL. Sebagian lagi dari kolesterol LDL dalam plasma darah akan
30
mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di
makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Makin banyak kadar
kolesterol LDL dalam plasma makin banyak yang akan mengalami
oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan
teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung di LDL.
Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti:
1) Meningkatnya jumlah LDL kecil padat (small dense LDL) seperti
pada sindrom metabolik dan diabetes melitus.
2) Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadar kolesterol-HDL akan
bersifat protektif terhadap oksidasi LDL.
Gambar 10. Jalur metabolisme endogen. (Dikutip dari: Kwiterovich PO, Jr. Am J Cardiol
2000; 86; 5L-10L)
c. Jalur reverse cholesterol transport
Proses metabolisme lipoprotein melalui jalur reverse cholesterol
transport (Gambar 11) dimulai dengan HDL dilepaskan sebagai partikel
kecil miskin kolesterol yang mengandung apolipoprotein (Apo) A, C, dan
31
E; dan disebut HDL nascent. HDL nascent berasal dari usus halus dan
hati, mempunyai bentuk gepeng dan mengandung apolipoprotein A1. HDL
nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang
tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol yang tersimpan di
makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk
bulat. Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol (kolesterol bebas)
di bagian dalam dari makrofag harus dibawa ke permukaan membran sel
makrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosine triphosphatebinding cassette transporter-1 atau disingkat ABC-1.
Kolesterol bebas yang sudah diambil dari sel makrofag selanjutnya
akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lethicin cholesterol
acyltransferase (LCAT). Sebagian kolesterol ester dibawa oleh HDL dan
akan mengambil dua jalur. Jalur pertama menuju ke hati dan ditangkap
oleh scavenger receptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua
adalah kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid
dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein
(CETP). Fungsi HDL sebagai “penyerap” kolesterol dari makrofag dapat
disimpulkan mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak
langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke
hati.
32
Gambar 11. Jalur reverse cholesterol transport. (Dikutip dari: Kwiterovich PO, Jr. Am J
Cardiol 2000; 86: 5L-10L)
10. Dislipidemia
Klasifikasi dislipidemia dapat berdasarkan atas primer yang tidak jelas
sebabnya dan sekunder yang mempunyai penyakit dasar seperti pada sindroma
nefrotik, diabetes melitus, hipotiroidisme. Selain itu dislipidemia dapat juga
dibagi berdasarkan profil lipid yang menonjol, seperti hiperkolesterolemi,
hipertrigliseridemi, isolated low HDL-cholesterol, dan dislipidemia campuran.
Bentuk terakhir ini yang paling banyak ditemukan. Kapan disebut lipid normal,
sebenarnya sulit dipatok pada satu angka, oleh karena normal untuk seseorang
belum tentu normal untuk orang lain yang disertai faktor risiko koroner
multiple. National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEPATP III) telah membuat satu batasan yang dapat dipakai secara umum tanpa
melihat faktor risiko koroner seseorang (Tabel V).
33
Tabel V. Kadar Lipid Serum Normal pada Manusia
Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan
trigliserid menurut NCEP ATP III 2001 mg/dL
Kolesterol total
< 200
Optimal
200-239
Diinginkan
≥ 240
Tinggi
Kolesterol LDL
< 100
Optimal
100-129
Mendekati optimal
130-159
Diinginkan
160-189
Tinggi
≥ 190
Sangat tinggi
Kolesterol HDL
< 40
Rendah
≥ 60
Tinggi
Trigliserid
< 150
Optimal
150-199
Diinginkan
200-499
Tinggi
≥ 500
Sangat tinggi
Dikutip dari: Executive summary of the third report of the National
Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection,
Evaluation, and Treatment of High blood Cholesterol in Adults (Adult
Treatment Panel III). JAMA 2001; 285: 2486-2497
Risiko yang diberikan dislipidemia adalah meningkatkan munculnya
penyakit kardiovaskular. Dislipidemia merupakan suatu kelainan metabolisme
lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam
plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida serta penurunan kadar kolesterol
HDL. Kerusakan kerja insulin dan keadaan hiperglikemia akan menyebabkan
perubahan lipoprotein plasma pada pasien dengan diabetes. Pada diabetes tipe
2, obesitas atau kekacauan metabolisme yang resisten terhadap insulin dapat
menjadi penyebab dislipidemia, selain hiperglikemia itu sendiri.
34
Dislipidemia pada diabetes ditandai dengan meningkatnya kadar
trigliserida dan menurunnya kadar HDL kolesterol. Kadar HDL kolesterol
tidak banyak berbeda dengan yang ditemukan pada individu non diabetes,
namun lebih didominasi oleh bentuk yang lebih kecil dan padat (small dense
LDL). Partikel-partikel LDL kecil padat ini secara intrinsik lebih bersifat
aterogenik daripada partikel-partikel LDL yang lebih besar (buoyant LDL
particles). Ukuran partikel yang kecil membuat kandungan di dalam plasma
lebih besar jumlahnya, sehingga lebih meningkatkan resiko aterogenik. Trias
dari abnormalitas profil lipid ini dikenal dengan istilah “dislipidemia diabetik”.
Diabetes melitus dan sindroma metabolik mempunyai kelainan dasar
yang sama yaitu adanya resistensi insulin. Pada mereka ini, metabolisme
lipoprotein sedikit berbeda dengan mereka yang bukan resistensi insulin
(Gambar 12). Dalam keadaan normal tubuh menggunakan glukosa sebagai
sumber energi. Pada keadaan resistensi insulin, hormone sensitive lipase di
jaringan adipose akan menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserid di jaringan
adiposa semakin meningkat. Keadaan ini akan menghasilkan asam lemak bebas
(=FFA=NEFA) yang berlebihan. Asam lemak bebas akan memasuki aliran
darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi dan sebagian akan
dibawa ke hati sebagai bahan baku pembentukan trigliserid. Di hati asam
lemak bebas akan menjadi trigliserid kembali dan menjadi bagian dari VLDL.
VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan menjadi trigliserid
kembali dan menjadi bagian dari VLDL. Oleh karena itu VLDL yang
dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan sangat kaya akan trigliserid,
35
disebut VLDL kaya trigliserid atau VLDL besar (enriched triglyceride VLDL
= large VLDL).
Gambar 12. Metabolisme lipoprotein pada resistensi insulin. (Kwiterovich PO, Jr. 2000. The
metabolic pathways of high-density lipoprotein, low-density lipoprotein, and triglycerides: A
current review. Am J Cardiol; 86: 5L-10L)
Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan
kolesterol ester dari dari kolesterol LDL. Hal mana akan menghasilkan LDL
yang kaya akan trigliserid tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester
depleted LDL). Trigliserid yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh
enzim hepatic lipase (yang biasanya meningkat pada resistensi insulin)
sehingga menghasilkan LDL yang kecil tapi padat, yang dikenal dengan LDL
kecil padat (small dense-LDL). Partikel LDL kecil padat ini sifatnya mudah
teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik. Trigliserid VLDL besar juga
dipertukarkan dengan kolesterol ester dari HDL dan menghasilkan HDL
miskin kolesterol ester tetapi kaya trigliserid. Kolesterol HDL bentuk demikian
lebih mudah dikatabolisme oleh ginjal sehingga sejumlah HDL serum
menurun. Oleh karena itu pada retensi insulin terjadi kelainan profil lipid
36
serum yang khas yaitu kadar trigliserid yang tinggi, kolesterol HDL rendah dan
meningkatnya subfraksi LDL kecil padat, dikenal dengan nama fenotipe
lipoprotein aterogenik atau lipid triad.
Penatalaksanaan bagi penderita dislipidemia pada diabetes melitus tipe
2 terdiri dari penatalaksanaan non-farmakologis dan penggunaan obat penurun
lipid. Semua pasien diabetes melitus kadar kolesterol LDL harus < 100 mg/dL.
Penelitian Heart Protection Study dan Collaborative Atorvastatin Diabetes
Study (CARDS) telah membuktikan bahwa dengan menurunkan kadar
kolesterol LDL sampai mencapai 70 mg/dL akan lebih bermanfaat. Pencegahan
penyakit kardiovaskular pada pasien diabetes melitus ada kecenderungan untuk
mencapai sasaran kadar kolesterol LDL sampai 70 mg/dL.
11. Metformin
Metformin adalah satu-satunya golongan biguanida yang masih
digunakan sebagai obat antidiabetes oral. Pemberian metformin bentuk tablet,
dosis awal dimulai dari 2 kali sehari @ 250-500 mg sehari saat makan malam,
sedangkan untuk tablet lepas lambat 500 mg per hari diberikan satu kali sehari
saat makan malam. Metformin dalam bentuk tablet dosis yang dianjurkan 250500 mg tiap 8 jam atau 850 mg tiap 12 jam bersama/sesaat sesudah makan.
Dosis maksimal yang dianjurkan untuk anak-anak 2000 mg perhari, untuk
orang dewasa 2550 mg per hari sampai maksimal 3000 mg per hari (Anonim,
2010). Metformin terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam usus dan hati,
37
tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal (Sudoyo,
2009).
Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin tingkat selular, distal reseptor insulin dan
menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian
glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan diduga
menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan. Metformin dapat
menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan hipoglikemia
sehingga tidak dianggap obat hipoglikemik tetapi obat anti hiperglikemik
(Sudoyo, 2009). Metformin juga meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh
terhadap insulin dengan jalan memperbaiki transport dan meningkatkan
penggunaan glukosa sel-sel otot dan ekstrahepatik lainnya. Metformin tidak
merangsang sekresi insulin sehingga hanya berpengaruh bila terdapat insulin
endogen. Keuntungan tipe ini adalah hampir tidak pernah menyebabkan
hipoglikemia (Anonim, 2010).
F. Landasan Teori
Terdapat hubungan antara peningkatan kadar lemak darah dengan
terjadinya penurunan sensitivitas reseptor insulin dan peningkatan kadar glukosa
dalam darah. Lambat laun, hal tersebut akan menyebabkan terjadinya diabetes
melitus tipe 2 resisten insulin. Herba sambiloto dan propolis telah banyak
digunakan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif dalam pengobatan
38
penyakit metabolik. Kandungan utama dalam tanaman sambiloto adalah senyawa
andrografolid, sedangkan pada propolis terkandung flavonoid.
Hewan uji dibuat menjadi DM tipe 2 resisten insulin dan hiperlipidemi
dengan memberikan asupan fruktosa (Gerald, 2009) dan makanan kaya lemak
(Kennedy et al., 2009). Terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dan
dislipidemia pada tikus dapat menyebabkan terbentuknya plak-plak lemak pada
arteri tikus (Wu dan Huan, 2007). Menurut hasil penelitian, sambiloto ternyata
dapat mengobati diabetes melitus tipe 1 dan dapat menurunkan kadar lemak
darah. Penelitian yang dilakukan oleh Patel et al., (2011) dan Zuraini et al., (2006)
menyebutkan bahwa ekstrak air sambiloto pada dosis 100 mg dan 200 mg/kg
dapat berperan menormalkan kadar kolesterol total plasma, trigliserida dan LDL
pada tikus. Menurut penelitian Zhang dan Tan (1996), menyatakan bahwa ekstrak
air sambiloto juga memberikan efek antiaterosklerosis yaitu kemampuan ekstrak
untuk menurunkan tekanan darah sistolik pada tikus hipertensi spontan.
Menurut El-Sayed et al., (2009) ekstrak etanolik propolis (200mg/kgBB)
menjanjikan nilai terapi dalam pencegahan diabetes dan dislipidemi. Wei Zhu et
al., (2010) menyebutkan propolis dari Cina dan Brazil (10mg/100gBB tikus)
dapat meringankan gejala DM pada tikus dan pengaruh ini mungkin berasal dari
kemampuan antioksidannya. Aktivitas antioksidan ini terutama berasal dari
komponen fenolik dan flavonoid yang terkandung dalam propolis.
Penelitian-penelitian sebelumnya telah membuktikan aktivitas ekstrak
sambiloto dan propolis dalam menurunkan kadar kolesterol LDL serum darah dan
meningkatkan kadar kolesterol LDL serum darah, namun belum ada penelitian
39
yang menggunakan kombinasi keduanya. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh kombinasi fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba
sambiloto dengan fraksi larut etil asetat ekstrak etanolik propolis terhadap
penurunan kadar kolesterol LDL serum darah dan peningkatan kadar kolesterol
HDL serum darah pada tikus resisten insulin.
G. Hipotesis
Kombinasi fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto
dengan fraksi larut etil asetat esktrak etanolik propolis mampu memberikan efek
penurunan kadar kolesterol LDL serta meningkatkan kadar kolesterol HDL pada
tikus resisten insulin dibandingkan dengan pemberian bentuk tunggalnya.
Download