BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu penyakit kronis yang mengalami peningkatan jumlah penderitanya di kalangan masyarakat saat ini adalah diabetes melitus (DM). Hal tersebut dapat terlihat dari jumlah penderita diabetes melitus yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. International Diabetes Federation (IDF) mencatat bahwa pada tahun 2003 penderita diabetes melitus di dunia telah mencapai sekitar 197 juta jiwa dan pada tahun 2005 diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga mencapai 300 juta penderita, dengan angka kematian sekitar 3,2 juta jiwa (Permatasari, 2010). Indonesia sendiri memiliki jumlah penderita diabetes melitus yang tergolong tinggi dan menempati urutan keempat terbesar di dunia dengan prevalensi 8,6% dari total jumlah penduduk setelah India, Cina, dan Amerika (Anonim, 2010). Sebagai dampak positif pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam kurun waktu 60 tahun merdeka, pola penyakit di Indonesia mengalami pergeseran yang cukup meyakinkan, salah satunya penyakit menahun yang disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti diabetes melitus meningkat dengan tajam. Perubahan pola hidup tersebut diduga ada hubungannya dengan cara hidup yang berubah. Pola makan di kota-kota besar telah bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola 1 2 makan yang kebarat-baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat. Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilakukan di Indonesia, kekerapan diabetes di Indonesia berkisar antara 1,4% sampai 1,6% diakibatkan oleh peningkatan kemakmuran suatu populasi dan dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan meningkat dengan drastis. Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan oleh WHO bahwa Indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibandingkan tahun 1995 (Anonim, 1994). Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Risiko yang diberikan diabetes melitus berupa komplikasi penyakit mikrovaskular dan makrovaskular, seperti jantung koroner dan stroke (Sudoyo, 2009). Melihat dari kasus diabetes melitus yang ada, sekitar 85% merupakan penderita diabetes melitus tipe 2 resisten insulin (Rahmaiah, 2007). Penderita diabetes melitus tipe 2 resisten insulin memiliki kadar kolesterol total darah yang cenderung meningkat (hiperkolesterolemia). Kolesterol merupakan suatu zat lemak yang beredar di dalam darah, diproduksi oleh hati dan sangat diperlukan oleh tubuh, tetapi kolesterol berlebih akan menimbulkan masalah terutama pada pembuluh darah jantung dan otak. Darah mengandung 80% kolesterol yang diproduksi oleh tubuh sendiri dan sekitar 20% berasal dari makanan. Kolesterol yang diproduksi terbagi menjadi dua jenis 3 yaitu kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) dan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein). Kadar kolesterol LDL dapat mengalami kondisi berlebih, sebagai akibatnya di dalam darah akan diendapkan pada dinding pembuluh darah dan membentuk bekuan yang dapat menyumbat pembuluh darah, sedangkan kolesterol HDL mempunyai fungsi membersihkan pembuluh darah dari kolesterol LDL yang berlebihan. Bentuk kolesterol yang lain yaitu trigliserida yang terbentuk sebagai hasil dari metabolisme makanan berbentuk lemak dan juga berbentuk karbohidrat dan protein berlebih yang tidak seluruhnya dibutuhkan sebagai sumber energi (Siswono, 2002). Hiperkolesterolemia dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit jantung, serangan jantung, dan stroke yang merupakan penyakit pembunuh nomor satu di dunia. Hiperkolesterolemia juga merupakan salah satu faktor risiko dari dislipidemia. Prevalensi penderita dislipidemia di Indonesia semakin meningkat. Penelitian MONICA (Monitoring trends and determinants of Cardiovascular Disease) di Jakarta 1988 menunjukkan bahwa kadar rata-rata kolesterol total pada wanita adalah 206,6 mg/dL dan pria 199,8 mg/dL, tahun 1993 angkat tersebut meningkat menjadi 213,0 mg/dL pada wanita dan 204,8 mg/dL pada pria. Beberapa kota besar juga menunjukkan peningkatan kadar rata-rata kolesterol total (Anwar, 2004). Menurut Djoko H (2007), dislipidemia adalah salah satu faktor risiko stroke non hemoragik yang merupakan suatu kelainan lipid ditandai oleh kelainan (peningkatan maupun penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kadar kolesterol yang tinggi, kadar trigliserida yang tinggi dan kadar kolesterol HDL yang rendah. 4 Penanganan penyakit kolesterol biasanya menggunakan obat-obatan sintetis dan memiliki risiko yang tinggi karena dilakukan dalam jangka panjang sehingga dapat menimbulkan efek samping obat yang tidak dapat diabaikan. Melihat banyaknya risiko efek samping obat yang mungkin ditimbulkan, penggunaan obat-obat sintetik mulai dibatasi dan sebagai gantinya masyarakat mulai menggunakan obat-obat dari bahan alam yang dipercaya lebih aman dan memiliki efek samping yang relatif lebih kecil pada penggunaan jangka panjang (Pramono dan Katno, 2002). Bahan alam yang dipercaya mampu menurunkan kadar glukosa darah sekaligus kolesterol LDL dalam darah diantaranya sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Ness) dan propolis. Rammohan (2009), menyatakan bahwa ekstrak etanolik herba sambiloto 1000 mg/kg BB diketahui dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus resisten insulin. Pemberian ekstrak air herba sambiloto 100 dan 200 mg/kg BB dapat mencegah peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, dan trigliserida pada tikus yang diberi diet kolesterol (Zuraini et al., 2006). Senyawa yang dimungkinkan beraktivitas sebagai agen hipoglikemia termasuk dalam golongan senyawa diterpenoid seperti andrografolid, neoandrografolid, dan 14-deoksi-11,12-didehidroandrografolid (Rahmat et al., 2006). Penggunaan propolis secara empiris selama berabad-abad dipercaya sebagai obat tradisional antitumor, antioksidan, antimikrobial, antiinflamatori, dan bersifat imunomodulator (Viuda-Martos et al., 2008). Menurut El-Sayed et al. (2009), ekstrak etanolik propolis (200 mg/kg BB) menjanjikan nilai terapi dalam pencegahan diabetes dan dislipidemia. Propolis dari Cina dan 5 Brazil (10 mg/ 100 gram BB) disebut dapat meringankan gejala diabetes melitus pada tikus dan pengaruh ini mungkin berasal dari kemampuan antioksidan komponen fenolik dan flavonoid yang terkandung dalam propolis (Wei Zhu et al., 2010). Kombinasi antara ekstrak sambiloto dan propolis diharapkan dapat memberikan hasil terhadap penurunan kadar kolesterol LDL dan peningkatan kadar kolesterol HDL dalam darah. Uji menggunakan kombinasi ekstrak sambiloto terpurifikasi dan ekstrak propolis terpurifikasi perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan keduanya dalam satu campuran dosis. Kombinasi kedua bahan tersebut dalam mengobati penyakit dislipidemia dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas pengobatan penyakit tersebut. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang mengacu pada pengaruh kombinasi antara fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dengan fraksi larut etil asetat ekstrak etanolik propolis dalam menurunkan kadar kolesterol LDL sekaligus meningkatkan kadar kolesterol HDL dalam darah pada kondisi resisten insulin. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui keberhasilan kombinasi kedua bahan tersebut dalam penurunan kadar kolesterol LDL dan peningkatan kadar kolesterol HDL dalam darah pada kondisi resisten insulin dibanding bentuk tunggalnya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan apakah kombinasi fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto 6 dengan fraksi larut etil asetat ekstrak etanolik propolis mampu menurunkan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL dalam darah pada tikus resisten insulin lebih efektif dibanding bentuk tunggalnya? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian kombinasi fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dengan fraksi larut etil asetat ekstrak etanolik propolis mampu menurunkan kadar kolesterol LDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL dalam darah pada tikus resistensi insulin lebih efektif dibanding bentuk tunggalnya. D. Manfaat Penelitian Pengobatan penyakit metabolik sebagian besar membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga hal tersebut menimbulkan kekhawatiran masyarakat akan efek samping yang merugikan. Bahan alam yang seyogyanya disediakan oleh alam tidak luput dari pandangan masyarakat sebagai salah satu alternatif pengobatan yang dipercaya aman dan memiliki efek samping yang relatif kecil dalam penggunaan jangka panjang. Penelitian mengenai kombinasi fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dengan fraksi larut etil asetat ekstrak etanolik propolis diharapkan mampu memberikan efek yang lebih efektif dibandingkan dengan bentuk tunggalnya. Pengembangan selanjutnya dapat diarahkan pada optimasi dosis maupun pembuatan sediaan yang tepat untuk kombinasi keduanya sebagai obat dislipidemia yang potensial. 7 E. Tinjauan Pustaka 1. Sambiloto Sambiloto yang juga dikenal “King of Bitters” bukanlah tumbuhan asli Indonesia, tetapi diduga berasal dari India. Menurut data spesimen yang ada di Herbarium Bogoriense di Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak 1893 (Widyawati, 2007). Di India, sambiloto adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk mengobati penyakit disentri, diare, atau malaria. Hal ini ditemukan dalam Indian Pharmacopeia dan telah disusun paling sedikit dalam 26 formula Ayurvedic (Weibo, 1995). Dalam Traditional Chinese Medicine (TCM), sambiloto diketahui penting sebagai “cold property” dan digunakan sebagai penurun panas serta membersihkan racun-racun di dalam tubuh (Lukas, 1998). Tanaman ini kemudian menyebar ke daerah tropis Asia hingga sampai di Indonesia. a. Klasifikasi (Anonim, 1991) Divisi : Spermathophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Solanales Suku : Acanthaceae Marga : Andrographis Spesies : Andrographis paniculata (Burm.f) Ness. 8 b. Nama daerah dan nama asing Sambilata (Melayu), sambiloto (Jawa Tengah), ki oray (Sunda), pepaitan (Maluku), chuan xin lian, yi jian xi, lan he lian (Cina), xuyen tam lien, cong cong (Vietnam), kirata, mahatitka (India), creat, green chiretta, halviva, kariyat (Inggris) (Anonim, 1991). Gambar 1. Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f) Ness.) (Dikutip dari: Anonim, 2011) c. Morfologi Morfologi tanaman sambiloto dapat dilihat pada Gambar 1. Sambiloto tergolong tanaman terna (perdu) yang tumbuh tegak dengan tinggi 40-90 cm, memiliki batang berkayu dan memiliki banyak cabang yang terletak berlawanan. Bentuk daun lanset, ujung daun dan pangkal daun tajam atau agak tajam. Tepi daun rata, permukaan halus, dan berwarna hijau. Panjang daun 3-12 cm, lebar 1-3 cm. Panjang tangkai daun 5-25 mm, daun bagian atas bentuknya seperti daun pelindung. Perbungaan tegak bercabang, panjang gagang bunga 3-7 mm dan panjang kelopak 9 bunga 3-4 mm. Bunga berbibir dan berbentuk tabung dengan panjang 6 mm. Bibir bunga bagian atas berwarna putih dan warna kuning pada bagian ujung atasnya dengan ukuran 7-8 mm, bibir bunga bawah lebar berbentuk biji berwarna ungu dengan panjang 6 mm. Tangkai sari agak sempit dan melebar pada bagian pangkal, memiliki panjang 6 mm. Bentuk buah jorong dengan ujung tajam, panjang kurang lebih 2 cm, apabila sudah tua akan pecah terbagi menjadi 4 keping (Anonim, 1979; Yusro et al., 2005). d. Kandungan tanaman Sambiloto mengandung flavonoid dan diterpen lakton. Lakton adalah ester siklik yang merupakan produk kondensasi dari alkohol-OH dan asam karboksilat-COOH dalam senyawa yang sama. Ciri khas dari lakton adalah sebuah cincin yang menutup yang terdiri dari 2 atau lebih karbon yang memiliki karbonil dan atom oksigen yang bersebelahan. Komponen utama bentuk lakton adalah andrografolid yang merupakan zat aktif utama dari tanaman ini. Gambar 2. Struktur senyawa andrografolid (a) dan 14-deoksi-11, 12 didehidroandrografolid (b) dalam sambiloto (Dikutip dari: Akowuah et al., 2006) 10 Andrografolid menunjukkan sudah berbagai diisolasi aktivitas dalam farmakologi bentuk murni (Widyawati, dan 2007). Widyawati, (2007) menyatakan berdasarkan penelitian lain yang telah dilakukan, kandungan yang dijumpai pada tanaman sambiloto antara lain diterpen lakton dan glikosidanya, seperti deoxiandrografolid, 11,12didehidro-14-deoksiandrografolid, dan neoandrografolid. Struktur senyawa andrografolid dan 11,12-didehidro-14-deoksiandrografolid dapat dilihat pada Gambar 2. Daun dan cabangnya lebih banyak mengandung lakton, sedangkan komponen flavonoid dapat diisolasi dari akarnya, yaitu polimetoksiflavon andrografin, panikulin, dan apigenin-7,4’ dimetileter. e. Khasiat dan kegunaan Menurut hasil penelitian, sambiloto ternyata dapat mengobati diabetes melitus tipe 1 dan dapat menurunkan kadar lemak darah. Penelitian yang dilakukan oleh Patel et al., (2011) dan Zuraini et al., (2006) menyebutkan bahwa ekstrak air sambiloto pada dosis 100 mg dan 200 mg/kg dapat berperan menormalkan kadar kolesterol total plasma, trigliserida dan LDL pada tikus. Menurut penelitian Zhang dan Tan (1996), menyatakan bahwa ekstrak air sambiloto juga memberikan efek antiaterosklerosis yaitu kemampuan ekstrak untuk menurunkan tekanan darah sistolik pada tikus hipertensi spontan. 11 2. Propolis Propolis merupakan gabungan berbagai lilin lebah dan resin yang dikumpulkan oleh lebah (Apis mellifera) dari bunga dan pucuk-pucuk daun serta digunakan untuk menutup lubang sarang mereka (Krell, 1996). Bahanbahan yang digunakan untuk membangun propolis adalah campuran dari getah nabati, eksudat resin, pupus dedaunan, kecambah, serbuk sari, lilin lebah, dan enzim yang ada di dalam air liur lebah yang fungsi utamanya melindungi pintu masuk sarangnya sekaligus mensterilkannya dari polusi udara yang tidak diinginkan (Damayanti, 2011). a. Morfologi Propolis adalah bagian non polar dari madu, ketika madu dapat larut dan bercampur dengan air (polar), tidak dengan propolis yang sifatnya mirip minyak, balsam atau lilin. Propolis tidak larut dalam air dan hanya menerima zat-zat yang mau larut di dalamnya, namun propolis dapat bercampur dengan madu karena sifat madu yang kental. Salah satu sifatnya yang unik yaitu berfungsi sebagai balsam untuk membungkus bangkai-bangkai binatang yang sudah mati di dalam sarang (semacam proses pembuatan mumi) (Gunawan, 2010). Gambar 3. Pasta propolis 12 Gunawan (2010) menyatakan berdasarkan jenis pupus dedaunan yang terpilih oleh lebah, propolis memiliki berbagai macam warna seperti hijau, coklat, kuning, dan sebagainya. Propolis berbentuk lembut, lunak, dan sangat lengket pada suhu 25°-45°C (Gambar 2), menjadi keras dan rapuh di bawah 15°C atau saat dibekukan dan pada suhu di atas 45°C kelengketannya akan meningkat. Beberapa jenis propolis dapat mencair pada suhu 60°-70°C tetapi jenis lainnya memiliki titik leleh di atas 100°C. b. Kandungan Propolis telah menjadi bagian pengobatan tradisional dan analisis kimia menunjukkan paling tidak ada 300 senyawa yang terkandung di dalamnya (Castro, 2001 cit Viuda-Martos et al., 2008). Kandungan utama propolis adalah resin (50%), lilin (30%), minyak-minyak esensial (10%), pollen (5%) dan senyawa organik lainnya (5%) (G'omez-Caravaca et al., 2006). Diantara senyawa organik ini dapat ditemukan senyawa fenolik dan ester, flavonoid dalam semua bentuknya (flavonol, flavon, flavonon, dihidroflavon, dan chalcone), terpen, beta-steroid, aldehid aromatik dan alkohol, seskuiterpen, dan stilben terpen (Aga et al., 1994; Russo et al., 2002). c. Khasiat dan kegunaan Hasil penelitian Zamami et al. (2007) menyebutkan pemberian ekstrak propolis Brazil (100 dan 300 mg/kg, p.o) selama 8 minggu menurunkan level insulin plasma, HOMA-R, dan berat badan, meningkatkan level trigliserida plasma tanpa mempengaruhi level gula 13 darah dan kolestrol total, dan cenderung menurunkan tekanan darah sistolik. Menurut El-Sayed et al. (2009) ekstrak etanolik propolis menjanjikan nilai terapi dalam pencegahan diabetes dan dislipidemi. Wei Zhu et al. (2010) menyebutkan propolis dari Cina dan Brazil dapat meringankan gejala diabetes mellitus pada tikus dan efek ini mungkin berasal dari kemampuan antioksidannya. 3. Ekstraksi Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Zat aktif yang semula berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga terjadi larutan zat aktif dalam cairan penyari tersebut. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas (Anonim, 1986). Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisik dan kimiawi, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, diijinkan oleh peraturan (Anonim, 1986). Metode dasar penyarian adalah maserasi, perkolasi dan penyarian berkesinambungan. Pemilihan terhadap ketiga metode tersebut di atas disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh fraksi yang baik 14 (Harborne, 1987). Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan mengunakan pelarut diikuti beberapa kali penggojogan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dan karena ada perbedaan konsentrasi larutan zat aktif di dalam dan di luar sel maka larutan yang terpekat disesak keluar. Peristiwa ini berulang sehinga terjadi keseimbangan konsentrasi larutan di luar dan dalam sel. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang berkesinambungan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Anonim, 1986; Anonim, 2000). Waktu maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Menurut pengalaman kira-kira 5 hari sudah memadai untuk melakukan maserasi (Voigt, 1984). Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang maksimal (Anonim, 1986). 4. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis (KLT) termasuk jenis kromatografi cair yang paling sederhana. Keuntungan penggunaan metode ini adalah mudah, murah dan pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit untuk pemisahan golongan senyawa. KLT dapat dipakai untuk dua tujuan. Pertama digunakan untuk mendapatkan hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai 15 untuk menjajaki sistem pelarut dan penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi (Gritter, 1991). Pada hakikatnya KLT melibakan sifat fase diam (sifat lapisan) dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap (kromatografi cair-padat) atau sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Empat penjerap yang paling umum dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatome) dan selulosa. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut (Gritter, 1991). Sampel senyawa uji diaplikasikan pada fase diam dalam bentuk totolan kecil atau pita. Fase gerak akan melewati fase diam dengan gaya kapilaritas. Komponen-komponen suatu senyawa akan bergerak karena adanya fase gerak dengan jarak tempuh yang berbeda pada fase diam, biasanya disebut pengembangan kromatogram. Perbedaan jarak tempuh setiap komponen senyawa disebabkan karena afinitas yang berbeda dari masing-masing komponen dengan fase diam atau fase gerak. Interaksi yang mungkin terjadi pada pemisahan senyawa dengan metode kromatografi diantaranya ikatan hidrogen, transfer muatan atau ikatan Van der Waals (Fried dan Sherma, 1994; Sherma, 1996). Evaluasi dilakukan dengan pengamatan secara visual dan membandingkan jarak bercak dari awal pengembangan senyawa yang dipisahkan. Jarak tersebut umumnya dikonversikan dalam nilai Rf 16 (Retardation factor) yang merupakan hasil bagi antara jarak yang ditempuh senyawa terlarut dengan jarak yang ditempuh pelarut. Perhitungan nilai Rf seperti rumus seperti di bawah ini: arak yang ditempuh senya a terlarut arak yang ditempuh pelarut Angka Rf berjangka antara 0,00 sampai 1,00 dan ditentukan dalam dua desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai berjangka 0 sampai 100 (Sherma, 1996). Deteksi dari komponen senyawa yang telah dipisahkan akan lebih mudah bila komponen tersebut secara alami telah berwarna, berpendar atau mengabsorbsi sinar ultraviolet. Namun, kebanyakan komponen harus diberi pereaksi penampak bercak dengan cara disemprot atau dicelup supaya dapat menghasilkan warna atau pendar. Absorbsi sinar ultraviolet bisanya terjadi pada senyawa aromatik atau yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi (Sherma, 1996). 5. Diabetes melitus a. Definisi American Diabetes Association (ADA) 2004 menyatakan bahwa diabetes merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya, sedangkan menurut Anonim (1980) diabetes melitus merupakan suatu kumpulan problematika anatomik dan kimiawi 17 yang merupakan akibat dari sejumlah faktor yaitu defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Anonim, 2005). Kekurangan insulin mutlak terjadi karena pankreas sama sekali tidak menghasilkan insulin, misal pada kerusakan semua sel-sel beta (β) pankreas. Sedangkan kekurangan insulin dapat disebabkan karena insulin yang dihasilkan tidak mencukupi akibat kurangnya sekresi, adanya kerusakan sel-sel beta langerhans pankreas, jumlah reseptor insulin yang menurun, atau karena kebutuhan insulin yang semakin meningkat (Asdie, 1988). Penyakit diabetes secara umum dapat dikenali melalui beberapa gejala seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan). Penderita diabetes melitus memiliki jumlah hormon insulin yang sedikit, dimana fungsinya sangat penting dalam memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. Akibatnya glukosa bertumpuk di dalam darah (hiperglikemia). Kelebihan glukosa selanjutnya diekskresikan melalui kemih tanpa digunakan (glycosuria) sehingga produksi kemih sangat meningkat dan penderita menjadi sering kencing, merasa sangat haus, berat badan mengalami penurunan, dan sering merasa lelah. Tubuh pada saat yang bersamaan membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya disertai pembentukan zat-zat perombakan antara lain aseton, asam hidroksibutirat dan diasetat yang membuat darah menjadi asam. Keadaan seperti ini disebut ketoasidosis, sangat berbahaya karena dapat menyebabkan pingsan 18 (coma diabeticum). Napas penderita yang keadaan tubuhnya sudah sangat kurus seringkali berbau aseton (Tjay, 2002). b. Klasifikasi Melihat etiologinya diabetes melitus dapat dibedakan menjadi: 1) Diabetes melitus tipe 1, disebabkan adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering juga disebut dengan Insulin Dependent Diabetes Melitus atau IDDM karena pasien mutlak membutuhkan insulin. Tubuh sudah tidak mampu lagi melakukan produksi insulin sehingga dibutuhkan injeksi insulin secara teratur untuk mengatur kadar glukosa darah. 2) Diabetes melitus tipe 2, diakibatkan oleh resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Pada tipe 2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang-kadang cukup dengan diet dan antidiabetik oral, karenanya tipe ini juga disebut dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Kebanyakan individu dengan diabetes melitus tipe 2 menunjukkan obesitas di bagian abdomen yang menyebabkan kondisi resisten insulin. Dislipidemia (kadar kolesterol total, trigliserida, atau LDL yang tinggi, atau kadar HDL yang rendah, atau kombinasi dari kelainan tersebut), serta peningkatan kadar PAI-1 (Plasminogen Activator Inhibitor type 1) juga sering terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2. Kelainan-kelainan tersebut disebut sebagai sindrom resistensi insulin atau sindrom metabolik yang 19 memiliki risiko lebih besar untuk mengalami komplikasi makrovaskular (Rahmaiah, 2007; Dipiro et al., 2008). 3) Jenis lainnya seperti gestasional diabetes melitus, diabetes melitus akibat penyakit endokrin pankreas atau akibat penggunaan obat (Suherman, 2009). c. Diagnosis Kriteria diagnostik diabetes melitus: 1) Gejala klasik diabetes melitus + glukosa plasma sewaktu = 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis diabetes melitus disajikan dalam Tabel I. 2) Gejala klasik diabetes melitus + kadar glukosa plasma puasa = 126 mg/dL (7,0 mmol/L) Puasa dapat diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam (Perkeni, 2005). Tabel I. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Melitus (mg/dL) Belum pasti Bukan DM DM DM < 100 100-199 = 200 Kadar glukosa Plasma vena darah sewaktu Darah kapiler < 90 90-199 = 200 Kadar glukosa darah puasa Plasma vena < 100 100-125 = 126 Darah kapiler < 90 90-99 = 100 Dikutip dari: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta. pp: 1; 4-7 20 d. Metabolisme lemak pada diabetes Kelainan utama metabolisme lemak pada diabetes adalah adanya peningkatan katabolisme lipid yang disertai peningkatan pembentukan benda keton dan penurunan sintesis asam lemak serta gliserida. Manifestasi kelainan metabolisme lipid tersebut sangat menonjol sehingga diabetes lebih cenderung merupakan penyakit metabolisme lemak daripada metabolisme karbohidrat (Ganong, 1983). Gangguan fungsi hormon insulin pada penderita diabetes melitus juga mengakibatkan gangguan metabolisme lemak yang ditandai dengan meningkatnya kadar beberapa zat turunan lemak seperti trigliserida dan kolesterol. Peningkatan trigliserida dan kolesterol disebabkan oleh penurunan pemecahan lemak yang terjadi karena adanya penurunan aktivitas enzim-enzim pemecah lemak yang kerjanya dipengaruhi oleh insulin (Noortiningsih, 2004). Penderita yang kekurangan insulin dapat mengalami pengurangan sintesis lemak, mempermudah mobilisasi lemak dari jaringan, dan meningkatkan penggunaan lemak. Sebaliknya menurut Guyton (1997), penderita yang kelebihan insulin erat kaitannya dengan resisten insulin, dapat menambah persediaan glukosa pada sel yang menghambat penggunaan lemak dan menambah masukan lemak. Insulin juga dapat langsung menambah masukan asam lemak ke sel lemak sehingga menambah cadangan lemak, di samping mengurangi penggunaan lemak untuk energi. 21 6. Insulin Sejak ditemukannya insulin pada tahun 1921 oleh Banting dan Best, angka kematian diabetes melitus dapat ditekan. Insulin dihasilkan oleh sel beta pankreas yang memenuhi 60-80% pulau Langerhans, dan sebagian besar (± 85%) terletak pada korpus dan kauda pankreas. Nasib insulin di dalam peredaran darah antara lain 50% mempunyai reseptor atau tempat kerja di hati, sedangkan 50% di sirkulasi umum yaitu 10-20% di ginjal, 30-40% di sel-sel darah, otot, dan jaringan lemak (Tjokroprawiro, 1996). Gambar 4. Struktur proinsulin manusia (Dikutip dari: Katzung, B. G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik ed VI. Cet I. Jakarta. pp: 664-665) Insulin merupakan hormon yang tersusun oleh rangkaian asam amino berjumlah 51 yang terangkai dalam dua rantai (A dan B) serta dihubungkan oleh jembatan disulfida (Gambar 4). Pembuatan insulin dimulai dengan proses sintesis bentuk preproinsulin (prekursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta langerhans pankreas. Preproinsulin selanjutnya dipecah oleh enzim peptidase menjadi proinsulin untuk dihimpun dalam gelembunggelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Proinsulin selanjutnya 22 diurai lagi oleh enzim peptidase menjadi insulin dan peptida C untuk diekskresikan secara bersamaan melalui membran sel. Proinsulin sendiri sudah memiliki pengaruh hipoglikemik ringan, namun peptida C belum diketahui fungsinya secara pasti (Manaf, 2006; Katzung, 1998). Proses sekresi insulin terjadi dalam beberapa tahapan, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa (Gambar 5). Tahap pertama merupakan proses glukosa melewati membran sel. Transportasi pengangkut glukosa dari dalam darah melewati membran ke dalam sel yaitu Glucose transporter 2 (GLUT) yang terdapat dalam sel beta. Molekul gula akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi di dalam sel kemudian membebaskan molekul ATP. ATP yang terbentuk digunakan untuk proses mengaktifkan penutupan kanal K+ pada membran sel yang berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel sehingga terjadi depolarisasi membran sel dan diikuti oleh tahap pembukaan kanal Ca2+. Akibatnya kadar ion Ca intrasel meningkat. Suasana ini diperlukan bagi proses sekresi insulin (Manaf, 2006). Gambar 5. Mekanisme sekresi insulin pada sel beta akibat induksi glukosa (Dikutip dari: Kramer, W. 1995. The Molecular Interaction of Sulphonylureas. 68-70. DRCP. 28) 23 7. Resistensi insulin Sensitivitas dan resistensi atau insensitivitas insulin ditentukan oleh tiga proses yaitu di prereseptor (pankreatik dan ekstra pankreatik), reseptor, dan pascareseptor. Agar insulin dapat bekerja dengan baik kualitas insulin dari sel beta harus baik atau normal, selain itu tidak terjadi degradasi insulin maupun antibodi anti-insulin dalam perjalanannya. Afinitas insulin dengan reseptor harus baik, hal tersebut juga harus ditunjang dengan kondisi reseptor insulin yang baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Kerja insulin pada respetor dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Kerja insulin pada reseptor (Dikutip dari: Tjokroprawiro, Askandar. 1996. Diabetes Melitus: Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi. Jakarta. pp: 66) Resistensi insulin biasanya disebabkan oleh menurunnya jumlah reseptor insulin, afinitas reseptor insulin, adanya gangguan berupa antibodi anti-insulin, antagonis insulin, dan antibodi terhadap reseptor insulin. Kualitas insulin yang tidak normal, degradasi insulin yang cepat serta kelainan pascareseptor juga mengakibatkan resistensi insulin. Peningkatan degradasi insulin di perifer disebabkan oleh adanya enzim proteolitik: insulin proteaseinsulinase. Secara normal sekresi insulin pada orang dewasa per hari antara 20- 24 60 unit. Oleh karena itu, apabila kebutuhan insulin per hari melebihi 60 unit, maka sedikit banyak sudah mulai ada resistensi insulin (Tjokroprawiro, 1996). Tabel II. Mekanisme Kelainan Sensitivitas Insulin Tipe Prereseptor (Prebinding) Kelainan/Defek 1. Prohormon abnormal (kelebihan proinsulin) 2. Insulin abnormal Gangguan Toleransi Glukosa Hiperproinsulinemia familier DM 3. Anti-insulin 4. Peningkatan degradasi insulin DM + suntikan insulin Accelerated Insulin Degradation Resistensi insulin + Acanthosis Defek primer Nigricans tipe C, DM lipoatrofi, leprechaunism Reseptor Resistensi insulin + Acanthosis Antibodi anti-reseptor Nigricans tipe B DM tipe 2 ringan, obesitas, Down regulation hiperinsulinemia absolut Resistensi insulin + Acanthosis Nigricans tipe C, DM lipoatrofi, leprechaunism Kelebihan hormon kontraPascareseptor Pascareseptor (Chusing, feokromositoma, akromegali, glukagonemia) DM tipe 2 berat, obesitas Keterangan: Acanthosis nigricans adalah suatu kondisi di mana kulit menjadi gelap, tebal, dan seperti beludru pada bagian tubuh yang berkerut dan melipat seperti ketiak, selangkangan, dan leher. Leprechaunism adalah sindrom pediatrik yang ditandai dengan adanya fitur wajah yang spesifik. Chusing syndrome adalah sindrom yang disebabkan berbagai hal seperti obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetesmelitus dan disfungsi gonadal yang berakibat pada berlebihnya rasio serum hormon kortisol. Feokromositoma adalah kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan abnormal dari sel-sel (tumor) yang secaranormal nonkanker pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal. Akromegali adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan produksi berlebihan dari growth hormone pada kelenjar hipofise, secara umum sebagai akibat dari pertumbuhan tumor jinak (non-kanker) yang menyebabkan pertumbuhan abnormal pada tubuh. Glukagonemia merupakan tumor yang menghasilkan hormon glukagon, yang akan menaikkan kadar gula dalam darah dan menyebabkan ruam kulit yang khas. Dikutip dari: Tjokroprawiro, Askandar. 1996. Diabetes Melitus: Klasifikasi, Diagnosis, dan Terapi. Jakarta. pp: 67 Sindrom resistensi insulin yang dihubungkan dengan obesitas dan DM tipe 2 menyebabkan berbagai abnormalitas dalam metabolisme tubuh (Tabel II), seperti dislipidemia, hipertensi, aterosklerosis dan pembentukan prokoagulan yang berujung pada faktor risiko penyebab penyakit jantung koroner (Siswono, 2002). 25 8. Lipid dan lipoprotein Dalam darah ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserid, dan fosfolipid. Lipoprotein berbentuk sterik dan mempunyai inti trigliserid dan kolesterol ester serta dikelilingi oleh fosfolipid dan sedikit kolesterol bebas (Gambar 7). Apoprotein ditemukan pada permukaan lipoprotein. Sifat lipid yang susah larut dalam lemak membuatnya harus diperlakukan agar menjadi bentuk yang terlarut, untuk itu diperlukan zat pelarut berupa suatu protein yang dikenal dengan apolipoprotein atau apoprotein. Setiap jenis lipoprotein mempunyai Apo tersendiri (Tabel III). Sebagai contoh untuk VLDL, IDL, dan LDL mengandung Apo B100, sedangkan Apo B48 ditemukan pada kilomikron. Apo A1, Apo A2, dan Apo A3 ditemukan terutama pada lipoprotein HDL dan kilomikron. Gambar 7. Bentuk suatu lipoprotein. (Feher MD, Richmond W. 1996. Lipoproteins : structure and function. In: Lipids and Lipid Disorders 2nd ed. Bayer. p:6-13) 26 Apo AI Tabel III. Karakteristik Beberapa Apolipoprotein Massa Lipoprotein Fungsi Metabolik Molekul 28.016 HDL, Kilomikron Komponen struktural HDL; aktivator LCAT Apo AII 17.414 HDL, Kilomikron Apo AIV 46.465 HDL, Kilomikron Apo B48 264.000 Kilomikron Apo B100 540.000 VLDL, IDL, LDL Apo CI 6630 Apo CII 8900 Apolipoprotein Kilomikron, VLDL, IDL, LDL Kilomikron, VLDL, IDL, HDL Belum diketahui Belum diketahui, mungkin sebagai fasilitator transfer Apo lain antara HDL dan kilomikron Dibutuhkan for assembly dan sekresi kilomikron dari usus halus Dibutuhkan for assembly dan sekresi VLDL dari hati, struktur protein dari VLDL, IDL, LDL; ligand untuk reseptor LDL Dapat menghambat ambilan hati terhadap LDL, IDL, LDL, kilomikron dan remnant VLDL Aktivator enzim lipoprotein lipase Inhibitor enzim lipoprotein lipase, dapat menghambat ambilan kilomikron, VLDL, IDL, HDL, dan VLDL di hati Ligand untuk beberapa lipoprotein dari reseptor LDL, Kilomikron, LDL, Apo E 34.145 LRP, dan kemungkinan terhadap Apo E reseptor hati VLDL, IDL, HDL lain Dikutip dari. Ginsberg HN, Goldberg IJ. 1998. Disorders of lipoprotein metabolism. Principles of internal medicine 14th. International edition. Harrison’s; 2:2138-2152 Apo CIII 8800 Kilomikron, LDL Setiap partikel LDL mengandung sekitar 1500 molekul kolesterol ester dalam inti berminyak. Inti ini dikelilingi oleh mantel yang mengandung kolesterol 500 molekul, 800 molekul fosfolipid, dan satu molekul apoprotein B100. Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak, dan komposisi apoprotein. Dengan menggunakan ultrasentrifugasi, pada manusia dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu high-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), intermediate-density lipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron, dan lipoprotein a kecil (Lp(a)). LDL mengandung lebih banyak lemak daripada HDL sehingga ia akan mengambang di dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL adalah Apo-B (apolipoprotein-B). LDL dianggap sebagai lemak yang "jahat" karena 27 dapat menyebabkan penempelan kolesterol di dinding pembuluh darah. Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang "baik" karena dalam operasinya ia membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL adalah Apo-A (apolipoprotein). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih berat. Karakteristik lipoprotein plasma secara lengkap dapat dilihat pada Tabel IV. Tabel IV. Karakteristik Lipoprotein Plasma HDL 1.21-1.063 Kolesterol ester 7.5-10.5 Apolipoprotein menurut urutan yang terpenting A-I, A-II, C, E LDL 1.063-1.019 Kolesterol ester 21.5 B-100 IDL 1.019-1.006 Kolesterol ester, Trigliserid 25-3 B-100, C, dan E VLDL < 1.006 Trigliserid 39-100 B-100, C, E Kilomikron < 1.006 Trigliserid 60-500 B-48, C, E, A-I, A-II, A-IV Densitas Lipid utama Diameter Lp (a) 1.04-1.08 Kolesterol ester 21-30 B-100, Lp (a) Dikutip dari: Malloy MJ, Kane JP. 2004. Disorder of lipoprotein metabolism. Greenspan FS, Gardner DG (eds). Basic and clinical endocrinology. 7th ed., 766-793 9. Metabolisme lipoprotein Metabolisme lipoprotein dapat dibagi menjadi tiga jalur yaitu jalur metabolisme eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reserve cholesterol transport. Kedua jalur pertama berhubungan dengan metabolisme kolesterolLDL dan trigliserid, sedang jalur reserve cholesterol transport khusus mengenai metabolisme kolesterol-HDL. a. Jalur metabolisme eksogen Makanan berlemak yang kita makan terdiri atas trigliserid dan kolesterol. Selain kolesterol yang berasal dari makanan, dalam usus juga 28 terdapat kolesterol dari hati yang dieksresi bersama empedu ke usus halus. Baik lemak di usus halus yang berasal dari makanan maupun yang berasal dari hati disebut lemak eksogen. Trigliserid dan kolesterol dalam usus halus akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus. Trigliserid akan diserap sebagai asam lemak bebas sedangkan kolesterol tetap diserap sebagai kolesterol. Di dalam usus halus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama dengan fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal dengan kilomikron. Kilomikron ini selanjutnya akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas (free fatty acid (FFA)) = non-esterified fatty acid (NEFA). Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserid kembali di jaringan lemak (adiposa), tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukkan trigliserid hati. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati. Proses jalur metabolisme eksogen secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 9 berikut: 29 Gambar 9. Jalur metabolisme eksogen. (Dikutip dari: Shepherd J. Eur Heart J Supplements 2001;3(Suppl E):E2-E5) b. Jalur metabolisme endogen Jalur metabolisme endogen (Gambar 10) dimulai dengan trigliserid dan kolesterol yang disintesis di hati selanjutnya disekresi ke dalam sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung dalam VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserid di VLDL akan mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL), dan VLDL berubah menjadi IDL yang juga akan mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL. Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati. LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan streidogenik lainnya seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk kolesterol LDL. Sebagian lagi dari kolesterol LDL dalam plasma darah akan 30 mengalami oksidasi dan ditangkap oleh reseptor scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel busa (foam cell). Makin banyak kadar kolesterol LDL dalam plasma makin banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti: 1) Meningkatnya jumlah LDL kecil padat (small dense LDL) seperti pada sindrom metabolik dan diabetes melitus. 2) Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadar kolesterol-HDL akan bersifat protektif terhadap oksidasi LDL. Gambar 10. Jalur metabolisme endogen. (Dikutip dari: Kwiterovich PO, Jr. Am J Cardiol 2000; 86; 5L-10L) c. Jalur reverse cholesterol transport Proses metabolisme lipoprotein melalui jalur reverse cholesterol transport (Gambar 11) dimulai dengan HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang mengandung apolipoprotein (Apo) A, C, dan 31 E; dan disebut HDL nascent. HDL nascent berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk gepeng dan mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat. Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol (kolesterol bebas) di bagian dalam dari makrofag harus dibawa ke permukaan membran sel makrofag oleh suatu transporter yang disebut adenosine triphosphatebinding cassette transporter-1 atau disingkat ABC-1. Kolesterol bebas yang sudah diambil dari sel makrofag selanjutnya akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lethicin cholesterol acyltransferase (LCAT). Sebagian kolesterol ester dibawa oleh HDL dan akan mengambil dua jalur. Jalur pertama menuju ke hati dan ditangkap oleh scavenger receptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua adalah kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Fungsi HDL sebagai “penyerap” kolesterol dari makrofag dapat disimpulkan mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke hati. 32 Gambar 11. Jalur reverse cholesterol transport. (Dikutip dari: Kwiterovich PO, Jr. Am J Cardiol 2000; 86: 5L-10L) 10. Dislipidemia Klasifikasi dislipidemia dapat berdasarkan atas primer yang tidak jelas sebabnya dan sekunder yang mempunyai penyakit dasar seperti pada sindroma nefrotik, diabetes melitus, hipotiroidisme. Selain itu dislipidemia dapat juga dibagi berdasarkan profil lipid yang menonjol, seperti hiperkolesterolemi, hipertrigliseridemi, isolated low HDL-cholesterol, dan dislipidemia campuran. Bentuk terakhir ini yang paling banyak ditemukan. Kapan disebut lipid normal, sebenarnya sulit dipatok pada satu angka, oleh karena normal untuk seseorang belum tentu normal untuk orang lain yang disertai faktor risiko koroner multiple. National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEPATP III) telah membuat satu batasan yang dapat dipakai secara umum tanpa melihat faktor risiko koroner seseorang (Tabel V). 33 Tabel V. Kadar Lipid Serum Normal pada Manusia Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut NCEP ATP III 2001 mg/dL Kolesterol total < 200 Optimal 200-239 Diinginkan ≥ 240 Tinggi Kolesterol LDL < 100 Optimal 100-129 Mendekati optimal 130-159 Diinginkan 160-189 Tinggi ≥ 190 Sangat tinggi Kolesterol HDL < 40 Rendah ≥ 60 Tinggi Trigliserid < 150 Optimal 150-199 Diinginkan 200-499 Tinggi ≥ 500 Sangat tinggi Dikutip dari: Executive summary of the third report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III). JAMA 2001; 285: 2486-2497 Risiko yang diberikan dislipidemia adalah meningkatkan munculnya penyakit kardiovaskular. Dislipidemia merupakan suatu kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida serta penurunan kadar kolesterol HDL. Kerusakan kerja insulin dan keadaan hiperglikemia akan menyebabkan perubahan lipoprotein plasma pada pasien dengan diabetes. Pada diabetes tipe 2, obesitas atau kekacauan metabolisme yang resisten terhadap insulin dapat menjadi penyebab dislipidemia, selain hiperglikemia itu sendiri. 34 Dislipidemia pada diabetes ditandai dengan meningkatnya kadar trigliserida dan menurunnya kadar HDL kolesterol. Kadar HDL kolesterol tidak banyak berbeda dengan yang ditemukan pada individu non diabetes, namun lebih didominasi oleh bentuk yang lebih kecil dan padat (small dense LDL). Partikel-partikel LDL kecil padat ini secara intrinsik lebih bersifat aterogenik daripada partikel-partikel LDL yang lebih besar (buoyant LDL particles). Ukuran partikel yang kecil membuat kandungan di dalam plasma lebih besar jumlahnya, sehingga lebih meningkatkan resiko aterogenik. Trias dari abnormalitas profil lipid ini dikenal dengan istilah “dislipidemia diabetik”. Diabetes melitus dan sindroma metabolik mempunyai kelainan dasar yang sama yaitu adanya resistensi insulin. Pada mereka ini, metabolisme lipoprotein sedikit berbeda dengan mereka yang bukan resistensi insulin (Gambar 12). Dalam keadaan normal tubuh menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Pada keadaan resistensi insulin, hormone sensitive lipase di jaringan adipose akan menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserid di jaringan adiposa semakin meningkat. Keadaan ini akan menghasilkan asam lemak bebas (=FFA=NEFA) yang berlebihan. Asam lemak bebas akan memasuki aliran darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi dan sebagian akan dibawa ke hati sebagai bahan baku pembentukan trigliserid. Di hati asam lemak bebas akan menjadi trigliserid kembali dan menjadi bagian dari VLDL. VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan menjadi trigliserid kembali dan menjadi bagian dari VLDL. Oleh karena itu VLDL yang dihasilkan pada keadaan resistensi insulin akan sangat kaya akan trigliserid, 35 disebut VLDL kaya trigliserid atau VLDL besar (enriched triglyceride VLDL = large VLDL). Gambar 12. Metabolisme lipoprotein pada resistensi insulin. (Kwiterovich PO, Jr. 2000. The metabolic pathways of high-density lipoprotein, low-density lipoprotein, and triglycerides: A current review. Am J Cardiol; 86: 5L-10L) Dalam sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol ester dari dari kolesterol LDL. Hal mana akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL). Trigliserid yang dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim hepatic lipase (yang biasanya meningkat pada resistensi insulin) sehingga menghasilkan LDL yang kecil tapi padat, yang dikenal dengan LDL kecil padat (small dense-LDL). Partikel LDL kecil padat ini sifatnya mudah teroksidasi, oleh karena itu sangat aterogenik. Trigliserid VLDL besar juga dipertukarkan dengan kolesterol ester dari HDL dan menghasilkan HDL miskin kolesterol ester tetapi kaya trigliserid. Kolesterol HDL bentuk demikian lebih mudah dikatabolisme oleh ginjal sehingga sejumlah HDL serum menurun. Oleh karena itu pada retensi insulin terjadi kelainan profil lipid 36 serum yang khas yaitu kadar trigliserid yang tinggi, kolesterol HDL rendah dan meningkatnya subfraksi LDL kecil padat, dikenal dengan nama fenotipe lipoprotein aterogenik atau lipid triad. Penatalaksanaan bagi penderita dislipidemia pada diabetes melitus tipe 2 terdiri dari penatalaksanaan non-farmakologis dan penggunaan obat penurun lipid. Semua pasien diabetes melitus kadar kolesterol LDL harus < 100 mg/dL. Penelitian Heart Protection Study dan Collaborative Atorvastatin Diabetes Study (CARDS) telah membuktikan bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol LDL sampai mencapai 70 mg/dL akan lebih bermanfaat. Pencegahan penyakit kardiovaskular pada pasien diabetes melitus ada kecenderungan untuk mencapai sasaran kadar kolesterol LDL sampai 70 mg/dL. 11. Metformin Metformin adalah satu-satunya golongan biguanida yang masih digunakan sebagai obat antidiabetes oral. Pemberian metformin bentuk tablet, dosis awal dimulai dari 2 kali sehari @ 250-500 mg sehari saat makan malam, sedangkan untuk tablet lepas lambat 500 mg per hari diberikan satu kali sehari saat makan malam. Metformin dalam bentuk tablet dosis yang dianjurkan 250500 mg tiap 8 jam atau 850 mg tiap 12 jam bersama/sesaat sesudah makan. Dosis maksimal yang dianjurkan untuk anak-anak 2000 mg perhari, untuk orang dewasa 2550 mg per hari sampai maksimal 3000 mg per hari (Anonim, 2010). Metformin terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam usus dan hati, 37 tidak dimetabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal (Sudoyo, 2009). Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makan. Metformin dapat menurunkan glukosa darah tetapi tidak akan menyebabkan hipoglikemia sehingga tidak dianggap obat hipoglikemik tetapi obat anti hiperglikemik (Sudoyo, 2009). Metformin juga meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin dengan jalan memperbaiki transport dan meningkatkan penggunaan glukosa sel-sel otot dan ekstrahepatik lainnya. Metformin tidak merangsang sekresi insulin sehingga hanya berpengaruh bila terdapat insulin endogen. Keuntungan tipe ini adalah hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia (Anonim, 2010). F. Landasan Teori Terdapat hubungan antara peningkatan kadar lemak darah dengan terjadinya penurunan sensitivitas reseptor insulin dan peningkatan kadar glukosa dalam darah. Lambat laun, hal tersebut akan menyebabkan terjadinya diabetes melitus tipe 2 resisten insulin. Herba sambiloto dan propolis telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif dalam pengobatan 38 penyakit metabolik. Kandungan utama dalam tanaman sambiloto adalah senyawa andrografolid, sedangkan pada propolis terkandung flavonoid. Hewan uji dibuat menjadi DM tipe 2 resisten insulin dan hiperlipidemi dengan memberikan asupan fruktosa (Gerald, 2009) dan makanan kaya lemak (Kennedy et al., 2009). Terjadinya peningkatan kadar glukosa darah dan dislipidemia pada tikus dapat menyebabkan terbentuknya plak-plak lemak pada arteri tikus (Wu dan Huan, 2007). Menurut hasil penelitian, sambiloto ternyata dapat mengobati diabetes melitus tipe 1 dan dapat menurunkan kadar lemak darah. Penelitian yang dilakukan oleh Patel et al., (2011) dan Zuraini et al., (2006) menyebutkan bahwa ekstrak air sambiloto pada dosis 100 mg dan 200 mg/kg dapat berperan menormalkan kadar kolesterol total plasma, trigliserida dan LDL pada tikus. Menurut penelitian Zhang dan Tan (1996), menyatakan bahwa ekstrak air sambiloto juga memberikan efek antiaterosklerosis yaitu kemampuan ekstrak untuk menurunkan tekanan darah sistolik pada tikus hipertensi spontan. Menurut El-Sayed et al., (2009) ekstrak etanolik propolis (200mg/kgBB) menjanjikan nilai terapi dalam pencegahan diabetes dan dislipidemi. Wei Zhu et al., (2010) menyebutkan propolis dari Cina dan Brazil (10mg/100gBB tikus) dapat meringankan gejala DM pada tikus dan pengaruh ini mungkin berasal dari kemampuan antioksidannya. Aktivitas antioksidan ini terutama berasal dari komponen fenolik dan flavonoid yang terkandung dalam propolis. Penelitian-penelitian sebelumnya telah membuktikan aktivitas ekstrak sambiloto dan propolis dalam menurunkan kadar kolesterol LDL serum darah dan meningkatkan kadar kolesterol LDL serum darah, namun belum ada penelitian 39 yang menggunakan kombinasi keduanya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dengan fraksi larut etil asetat ekstrak etanolik propolis terhadap penurunan kadar kolesterol LDL serum darah dan peningkatan kadar kolesterol HDL serum darah pada tikus resisten insulin. G. Hipotesis Kombinasi fraksi tak larut n-heksan ekstrak etanolik herba sambiloto dengan fraksi larut etil asetat esktrak etanolik propolis mampu memberikan efek penurunan kadar kolesterol LDL serta meningkatkan kadar kolesterol HDL pada tikus resisten insulin dibandingkan dengan pemberian bentuk tunggalnya.