1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sindroma metabolik merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan
morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Beberapa tahun terakhir sindroma
metabolik telah mendapat perhatian yang semakin besar. Hal ini berhubungan dengan
berbagai faktor pemicu terutama keterkaitan antara hiperglikemia, status antioksidan,
dan hiperlipidemia yang merupakan faktor resiko dari diabetes mellitus (DM) tipe 2
(Effendi et al., 2013). Keadaan tersebut berkaitan erat dengan suatu kelainan sistemik
yang dikenal sebagai Resistensi insulin (Kumar dan Rahilly, 2004).
Resistensi insulin merupakan gambaran klinis utama dikarenakan ketidak
mampuan insulin dalam metabolisme glukosa yang mengakibatkan tingginya kadar
gula darah atau hiperglikemia. Hiperglikemia menyebabkan terjadinya autooksidasi
glukosa
sehingga
terbentuk
radikal
bebas,
glikosilasi
auto-oksidatif,
dan
meningkatnya jalur poliol yang akan menurunkan status antioksidan tubuh (Effendi et
al., 2013). Menurut Defronzo (2009), bahwa meningkatnya jumlah radikal bebas di
dalam tubuh akan menyerang lipid pada membran sel, gugus protein pada enzim, dan
DNA, sehingga terjadi kerusakan sel akibat stress oksidatif yang memicu akumulasi
ROS (reactive oxygen species) dan mendorong kondisi diabetik melalui disfungsi sel
β dalam menghasilkan insulin.
ROS bersifat mutagenik terhadap gugus perlekatan DNA gen penghasil
insulin pada sel β yang mengalami toksisitas glukosa, di mana sel terpapar glukosa
1
dalam konsentrasi tinggi untuk waktu yang lama. Ketika sel β pankreas mengalami
degradasi, sekresi insulin dan fungsi biologisnya mengalami kerusakan secara
substansial, maka individu tersebut mengalami diabetes (Ruggiero et al., 2011).
Peningkatan aktivitas tersebut memberikan kontribusi dalam pembentukkan energi
melalui simpanan lemak di jaringan yang ditandai dengan kenaikan asam lemak
bebas melalui degradasi trigliserida oleh β-oksidase sehingga terjadinya lipolisis yang
berlebihan di dalam tubuh (Barbour et al., 2007). Menurut Taher et al. (2014)
terjadinya resistensi insulin menyebabkan terjadinya bentukan energi dari asam
lemak yang akan memicu akumulasi lemak dihati, sehingga meningkatkan kembali
pengeluaran trigliserida dari sel hati (over produksi VLDL) yang mengarah pada
pelepasan asam lemak yang berlebihan ke darah (fatty blood), baik In vitro maupun
In vivo pada hewan dan manusia, bentuk dari ketidak mampuan insulin dalam
meningkatkan rangsangan terhadap hormon LPL (lipoprotein lipase).
The Center for Disease Control (CDC) menyebutkan bahwa 70 hingga 97%
individu dengan diabetes mengalami dislipidemia (Fagot et al., 2000). Dislipidemia
pada diabetes ditandai dengan meningkatnya kadar trigliserida dan menurunnya kadar
HDL kolesterol. Kadar LDL kolesterol tidak banyak berbeda dengan yang ditemukan
pada individu non diabetes, namun lebih di dominasi oleh bentuk yang lebih kecil
dan padat (small dense LDL) (Shahab, 2006). Partikel LDL kolesterol yang kecil dan
padat, secara intrinsik lebih bersifat aterogenik dari pada partikel LDL yang lebih
besar (bouyant LDL particles) (Shahab, 2013). Menurut Srisawardi et al. (2011) LDL
yang berukuran lebih kecil dan padat akan mudah masuk ke jaringan sehingga
memicu terjadinya penumpukan plak dan aterosklerosis. Sedangkan menurut Suzukawa
2
et al. (2005) bahwa LDL yang teroksidasi oleh radikal bebas terjadinya modifikasi
ukuran dan kepadatannya sehingga meningkatkan aktivitas macrophages didalam
jaringan pembuluh darah.
The Multiple Risk Factor Intervention Trial (MRFIT) mendapatkan bahwa
meningkatnya dislipidemia dalam kondisi DM karena adanya pengaruh proses
glikosilasi, oksidasi dan tingginya kandungan trigliserida di dalam lipoprotein (Poretsky,
2010). Glikosilasi HDL kolesterol akan lebih banyak membentuk varian HDL tipe 3 yang
kurang bersifat protektif dibanding varian HDL tipe 2 karena lebih banyak mengandung
trigliserida, sehingga kemampuan HDL untuk mengangkut kolesterol dari jaringan
perifer kembali ke hati mengalami penurunan. Istilah dari abnormalitas profil lipid
yang diakibatkan kenaikan glukosa darah dikenal dengan Dislipidemia diabetik
(Shahab, 2013).
Salah satu terapi pencegahan, penanganan, bahkan perbaikan yang aman bagi
individu diabetes dalam memperbaiki kadar glukosa, status antioksidan, dan profil
lipid adalah dengan mengatur pola makan, seperti diet rendah energi (karbohidrat dan
lemak) namun tinggi makanan kaya antioksidan. Salah satu jenis antioksidan yang
telah mengungkapkan sifat antihiperglikemik maupun antilipidemik adalah
Antosianin (Kharismawati et al., 2015). Antosianin terdapat secara alami dalam
sebagian tanaman yang tersebar luas dibuah-buahan, sayuran, dan sereal yang
berpigmen. Berdasarkan intake harian antosianin yang diizinkan dalam diet US
(Amerika Serikat) sebesar 180 hingga 250 mg per hari, lebih besar dibanding intake
harian seperti senyawa flavonoid lainnya (genistein, quercetin, dan apigenin) yang
hanya dibatasi 20 hingga 25 mg per hari (Hwang et al., 2011). Hal ini juga diperkuat
3
oleh penelitian Herawati et al. (2013) dan Kusumawardhani et al. (2014) bahwa
pemberian dosis tinggi 100mg/kg berat badan ekstrak antosianin pada tikus diabetes
mellitus tipe 2 tidak menyebabkan toksisitas khususnya pada organ hati dan pankreas.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa mengkonsumsi makanan yang kaya akan
antosianin dapat menurunkan prevalensi sindrom metabolik, termasuk: pengurangan
kadar glukosa darah, mencegah degradasi asam lemak darah, mencegah produksi
radikal bebas, meningkatkan sensitivitas dan produksi insulin pankreas, serta
menurunkan kerusakan sel β-pankreas (Kusumawardhani et al., 2014 dan Fitriyati et
al., 2015).
Antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterefikasi
dengan satu atau lebih gugus gula (glikon). Kebanyakan antosianin ditemukan dalam
enam bentuk antosianidin, yaitu: pelargonidin, sianidin, peonidin, delfinidin,
petunidin, dan malvidin yang berperan dalam pemberian zat pigmen serta yang
bertanggung jawab atas efek fisiologis dari antioksidan antosianin. Sumber antosianin
dalam penelitian ini dipilih dari bahan pangan lokal yaitu ubi jalar ungu, beras hitam,
dan beras ketan hitam yang mempunyai kandungan zat pigmen yang tinggi dibanding
dengan zat pigmen dari umbi maupun sereal lainnya (Oki et al., 2002 dan Suryono,
2008).
Umbi tanaman ubi jalar khususnya ubi jalar ungu mempunyai kulit dan daging
umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat) yang mengindikasikan tingginya
kandungan pigmen antosianin dibandingkan dengan ubi jalar jenis lainnya. Dalam
penelitian Zhang et al. (2013) menunjukkan bahwa antosianin ubi jalar ungu efektif
meningkatkan toleransi kadar glukosa darah puasa, serta sensitivitas insulin dengan
4
menekan produksi ROS dan dengan mengembalikan komponen glutathione (GSH)
dalam aktivitas enzim antioksidan tikus hiperglikemia. Herawati et al. (2013) juga
melaporkan tentang kemampuan antosianin ubi jalar ungu dalam menurunkan
resistensi insulin melalui peningkatkan status antioksidan tubuh serta memperbaiki
kerusakan organ pankreas. Komponen aktif yang berperan dalam efek fisiologis dari
antosianin ubi jalar ungu adalah delphinidin, peonidin, sianidin, dan malvidin (Choi
et al., 2010 dan Li et al., 2013). Menurut Babu et al. (2013) bahwa pemberian
antosianidin campuran (delphinidin, sianidin, dan pelargonidin 3-0-galactosides)
secara signifikan menurunkan trigliserida hati, meningkatkan kadar insulin plasma
serta memperbaiki jaringan sel β pankreas (pancreatic islet) pada tikus diabetik.
Selain itu antosianidin jenis peonidin dari ubi jalar ungu juga dilaporkan dapat
menghambat oksidasi LDL kolesterol serta menurunkan akumulasi trigliserida di
liver pada tikus yang diberi diet kaya lemak dan kolesterol (Miyazaki et al., 2008).
Sumber antosianin yang lain selain ubi jalar ungu adalah beras hitam (Oryza
sativa L) sebuah kultivar beras khusus yang mengandung antosianin yang kaya di
lapisan aleuronnya, telah dianggap sebagai sumber antosianin yang dapat
memberikan efek positif terhadap kesehatan. Studi terdahulu oleh Ling dan Wang
(2002), menunjukkan bahwa suplementasi pigmen beras hitam secara nyata dapat
mengurangi stres oksidatif dan memperbaiki profil lipid di samping memodulasi lesi
aterosklerotik dalam dua hewan yang berbeda model. Kemudian dalam penelitian
Astuti et al. (2015) bahwa ekstrak antosianin dari beras hitam terbukti memperbaiki
resistensi insulin, hiperglikemia, maupun dislipidemia pada tikus diabetes mellitus.
Menurut Bordiga et al. (2014) dan Chakuton et al. (2012) bahwa salah satu
5
komponen yang paling dominan serta memberikan efek komopreventif pada beras
hitam adalah sianidin dan malvidin. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian Takanori et
al. (2005) bahwa terjadinya peningkatan profil ekspresi gen non-inflamasi dalam
adiposit tikus terisolasi dengan 100 µm sianidin-3-glikosida selama 24 jam secara In
vitro. Studi terbaru juga melaporkan bahwa perlakuan menggunakan sianidin dapat
menurunkan peradangan adiposa dan steatosis hati pada tikus diet tinggi lemak (Guo
et al., 2012) serta hiperglikemia pada tikus diabetes (Nasri et al., 2011).
Selain beras hitam juga ada beberapa jenis beras lokal yang kaya akan
antosianin, salah satunya adalah beras ketan hitam (Oryza sativa V. glutinosa). Beras
ketan hitam biasanya dikonsumsi dalam bentuk olahan, namun beberapa hasil
penelitian telah mengembangkan minuman isotonik yang terbuat dari ekstrak
antosianin (Narwidina, 2009). Efek biologis terhadap tikus diabetes dari antosianin
beras ketan hitam mempunyai dampak yang menguntungkan seperti perlindungan
terhadap penyakit kardiovaskular, dan dislipidemia melalui sifat antiangiogenic
antioxidant dan antikarsinogenik (Bagchi et al., 2004; Kano et al., 2005; serta Wang
dan Stoner, 2009). Komponen utama penyusun antosianin yang terdapat pada beras
ketan hitam adalah sianidin, peonidin dan malvidin (Hu et al., 2003; Abdel-Aal et al.,
2006; dan Zawistowski et al., 2009). Namun dalam penelitian Hyun dan Chung
(2004), bahwa aleron beras ketan hitam varietas Heugjinjubyeo hanya teridentifikasi
dua komponen aktif antosianidin, yaitu siandin dan malvidin. Menurut Park et al.
(2015) sianidin dan malvidin dapat memperbaiki HOMA-IR (indikator resistensi
insulin) dan mampu menurunkan trigliserida hati melalui peningkatan ekspresi gen
CYP 1 (carnitine palmitoyltransferase) dan ppar-γ (peroxisome proliferator-activated
6
receptor) yang terlibat dalam oksidasi asam lemak serta menekan aktivitas ekspresi
gen FAS (fatty acid synthase) dan SREBP-1c (sterol regulatory blinding protein)
yang berhubungan dengan sintesis lemak hati.
Peningkatan sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa antosianin dapat
menekan perkembangan resistensi insulin di model hewan yang mengalami
hiperglikemia (Styskal et al., 2011). Namun, perbandingan efektivitas antosianin dari
jenis sumber antioksidan yang berbeda jarang diteliti sehingga mekanisme yang tepat
mendasari perubahan status profil lipid yang diakibatkan resistensi insulin dan
hubungan antara faktor-faktor yang berkontribusi belum jelas. Kemudian, informasi
tentang efek antosianin pada gejala yang berhubungan dengan sindrom metabolik,
khususnya dislipidemia diabetik sangat kurang dan belum begitu dipahami. Penelitian
ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas ekstrak kaya antioksidan antosianin dari
ubi jalar ungu, beras hitam, dan beras ketan hitam dalam memperbaiki glukosa darah,
status antioksidan, serta profil lipid pada tikus hiperglikemia.
1.2. Perumusan Masalah
1.2.1. Apakah ada perbedaan Jenis dan kadar antosianidin dari ubi jalar ungu, beras
hitam, dan beras ketan hitam ?
1.2.2. Apakah ada pengaruh ekstrak antosianin dari ubi jalar ungu, beras hitam, dan
beras ketan hitam terhadap kadar glukosa, status antioksidan, serta profil lipid
darah pada tikus hiperglikemia ?
7
1.2.3. Bagaimana perbandingan efektivitas ekstrak antosianin dari ubi jalar ungu,
beras hitam, dan beras ketan hitam terhadap perbaikan kadar glukosa, status
antioksidan, serta profil lipid darah pada tikus hiperglikemia ?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan
efektivitas ekstrak antioksidan antosianin dari ubi jalar ungu, beras hitam, dan
beras ketan hitam terhadap perbaikan glukosa darah, status antioksidan, serta
profil lipid pada tikus hiperglikemia.
Tujuan khusus :
1.3.1. Mengetahui perbedaan jenis dan kadar antosianidin dari ubi jalar ungu,
beras hitam, dan beras ketan hitam.
1.3.2. Mengetahui pengaruh ekstrak antosianin dari ubi jalar ungu, beras hitam,
dan beras ketan hitam terhadap kadar glukosa, status antioksidan, serta
profil lipid darah pada tikus hiperglikemia.
1.3.3. Mengetahui perbandingan efektivitas ekstrak antosianin dari ubi jalar
ungu, beras hitam, dan beras ketan hitam terhadap perbaikan kadar
glukosa, status antioksidan, serta profil lipid darah pada tikus
hiperglikemia.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Ilmu Pengetahuan
Penelitian diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan tentang
ekstrak antioksidan antosianin serta komponen struktur penyusunnya dari ubi
jalar ungu, beras hitam, dan beras ketan hitam yang bermanfaat dalam
8
memperbaiki kadar glukosa darah, status antioksidan, serta profil lipid dalam
tubuh, sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber makanan fungsional
untuk orang yang mengalami kondisi hiperglikemia.
1.4.2. Kesehatan Masyarakat
Penelitian ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat, khususnya bagi penderita hiperglikemia maupun dislipidemia
diabetik, karena dapat menyediakan suatu alternatif diet makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan antioksidan eksogen yaitu antosianin dari ubi jalar
ungu, beras hitam, dan beras ketan hitam.
9
Download