BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Glukosa merupakan karbohidrat dari golongan monosakarida yang berperan penting dalam metabolisme sel sebagai sumber energi. Keberadaan glukosa dalam tubuh harus dijaga dalam kisaran normal. Apabila kadar glukosa terlalu rendah atau terlalu tinggi, maka akan menyebabkan gangguan metabolime karbohidrat dan akan berimbas kepada gangguan metabolisme makromolekul lain seperti lipid dan protein. Jika kadar glukosa darah tinggi, akan mengakibatkan hiperglikemia dan apabila kondisi ini berkepanjangan, maka akan menyebabkan penyakit degeneratif, diabetes mellitus (DM). DM dapat dikategorikan menjadi DM tipe I apabila disebabkan karena sangat sedikit insulin yang diproduksi oleh sel β pankreas sebagai konsekuensi proses autoimun dan DM tipe II apabila disebabkan karena resistensi insulin. Sebanyak 90% dari total populasi penderita diabetes, merupakan penderita DM tipe II (Yuriska, 2006). Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh sel β kelenjar pankreas yang berperan dalam meregulasi kadar glukosa darah dengan cara menginduksi perubahan glukosa menjadi bentuk simpanan glikogen dalam sel hati dan sel otot melalui reaksi glikogenesis. Kondisi diabetik eksperimental dapat diinduksi dengan menginjeksikan Streptozotocin (STZ) dan nikotinamid (NA). Menurut penelitian Masiello et al. (1998), kombinasi STZ yang mampu merusak sel β pankreas dan NA yang dapat melindungi sel β pankreas dari kerusakan, terbukti mampu menginduksi hewan model untuk mengalami kondisi DM tipe II. Adanya hiperglikemia yang diikuti oleh kondisi DM tipe II memicu stress oksidatif yang berakibat pada percepatan pembentukan oksigen reaktif (ROS) yang tidak dapat dikendalikan oleh sistem pertahanan antioksidan tubuh. ROS terdiri dari radikal bebas seperti superoxide (O2•-) dan hydroxyl (OH); dan non-radikal bebas seperti hydrogen peroxide (H2O2•) (Halliwell and Gutteridge, 2007). Target utama ROS adalah protein, asam lemak tidak jenuh, lipoprotein, karbohidrat dan DNA (Ling et al., 2002). Kondisi 1 tersebut dapat berakibat pada kerusakan sel hati sebagai konsekuensi tingginya kadar glukosa darah yang tidak dapat disimpan menjadi glikogen dalam hati akibat resistensi insulin. Kerusakan tersebut akan menyebabkan sel lisis dan membebaskan isi sel ke peredaran darah. Enzim SGPT (Serum Glutamate Pyruvate Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamate Oxaloacetate Transaminase) merupakan dua contoh enzim yang berperan dalam metabolisme asam amino dalam hati. Sementara bilirubin merupakan salah satu produk katabolisme hemoglobin dalam hati. Apabila terjadi kerusakan sel hati, maka enzim SGPT, SGOT dan bilirubin akan keluar sel dan masuk dalam aliran darah sehingga saat dilakukan pengukuran kadar enzim SGPT, SGOT dan bilirubin akan terukur dengan kadar yang lebih tinggi dari kisaran normal. Dengan demikian enzim SGPT, SGOT dan bilirubin dapat dijadikan salah satu parameter indikator gangguan fungsi hati (Thapa and Walia, 2007). Pengendalian kadar glukosa darah pada penderita DM tipe II dapat dilakukan dengan menggunakan obat seperti Glipizide, Metformin dan Pliogitazone. Namun penggunaan obat tersebut memunculkan efek samping seperti diare dan mual. Alternatif lain yang dapat digunakan untuk terapi pengobatan DM II adalah dengan menggunakan obat herbal alami atau dengan mengkonsumsi pangan fungsional. Pangan fungsional merupakan pangan yang secara alami atau melalui proses tertentu mengandung satu atau lebih senyawa yang memiliki fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan (Anonim1, 2006). Beras merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Asia, terutama Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menjadikan nasi sebagai sumber utama karbohidrat dalam diet makanan sehari-hari. Nasi merupakan salah satu hasil olahan Padi (Oryza sativa L.) yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Berdasarkan warnanya, di Indonesia dikenal beberapa kultivar padi, diantaranya adalah beras hitam, beras merah dan beras putih. Perbedaan warna tersebut ditentukan oleh ada tidaknya pigmen antosianin dan tinggi rendahnya kadar antosianin tersebut. Beras hitam dan beras merah dikenal memiliki banyak senyawa bioaktif yang baik untuk kesehatan. Berdasarkan penelitian Anggraeni (2011) diketahui bahwa padi kultivar ‘Cempo Ireng’ atu beras hitam dan kultivar ‘Cempo Abang’ atau beras merah memiliki aktivitas antioksidan dengan adanya fenol, antosianin 2 serta vitamin E. Konsumsi antosianin dalam diet terbukti mampu memberikan efek perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular (Oki et al., 2002; Wang and Stoner, 2009), diabetes mellitus (Matsui et al., 2002), antiinflammasi (Kano et al., 2005), dan antikanker (Bagchi et al., 2004). Namun, penelitian mengenai potensi beras hitam dan beras merah sebagai pangan fungsional dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus hiperglikemia masih belum banyak dilakukan. Untuk mengetahui manfaat beras dari padi ‘Cempo Abang’ dan ‘Cempo Ireng’ terhadap kadar glukosa darah, maka perlu dilakuan penelitian mengenai pengaruh induksi STZ terhadap kerusakan sel hati dan pengaruh pakan pelet nasi putih, pelet nasi merah dan pelet nasi hitam terhadap kadar SGPT, SGOT dan bilirubin tikus hiperglikemia. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, muncul permasalahan yaitu: 1. Bagaimana pengaruh induksi Streptozotocin terhadap gangguan fungsi hati ditinjau dari perubahan kadar SGPT, SGOT dan bilirubin pada pada tikus dengan kondisi hiperglikemia? 2. Bagaimana kadar SGPT, SGOT dan bilirubin tikus yang mengalami hiperglikemia yang diberi perlakuan pakan pelet nasi putih, pelet nasi merah, pelet nasi hitam? C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui pengaruh induksi Steptozotocin terhadap gangguan fungsi hati terhadap perubahan kadar SGPT, SGOT dan bilirubin pada pada tikus dengan kondisi hiperglikemia. 2. Mempelajari pengaruh pemberian pakan pelet nasi putih, pelet nasi merah, pelet nasi hitam terhadap kadar SGPT, SGOT dan bilirubin tikus yang mengalami hiperglikemia. 3 D. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberi informasi mengenai potensi beras merah dan beras hitam sebagai pangan fungsional dalam memperbaiki fungsi organ hati yang meliputi kadar SGPT, SGOT dan bilirubin pada penderita hiperglikemia. Selain itu juga diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai motivasi untuk masyarakat dalam melakukan inovasi dibidang pangan. 4