ANALISIS BALANCED SCORECARD SEBAGAI ALAT UKUR KINERJA PADA PT SEPATU ASIA Agus Darmawanto Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi – Universitas Gunadarma ABSTRAK Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mohamad Mahsun, 2009: 25). Menurut Robertson dalam buku Mohamad Mahsun (2009: 25), pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Saat ini untuk mengukur kinerja suatu organisasi berdasarkan laporan finansial saja sangat tidak memadai lagi. Menurut Kaplan dan Cooper dalam buku Dermawan Wibisono (2006: 3-4), menyatakan bahwa aspek-aspek kekurangan sistem pengukuran kinerja konvensional yaitu kurang relevan, sistem ukurannya cenderung melaporkan kinerja masa lalu, berorientasi jangka pendek, kurang fleksibel, tidak memicu proses perbaikan, dan sering rancu pada aspek biaya. Balanced Scorecard adalah salah satu alat analisis pengukuran kinerja yang dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1990. Menurut Atkinson, et al dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 8), Balanced Scorecard adalah pengukuran dan sistem manajemen peni laian kinerja dengan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja perusahaan berdasarkan analisis Balanced Scorecard. Objek penelitiannya adalah PT Sepatu Asia. Data yang digunakan adalah neraca dan laporan laba rugi periode 2007-2009 dan hasil pengisian kuesioner. Alat analisis yang digunakan adalah analisis kuantitatif yang dikenal dengan analisa rasio untuk mengukur perspektif keuangan dan analisis statistik deskriptif dengan menggunakan skala Likert untuk mengukur perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Berdasarkan hasil seluruh perhitungan, menunjukan kinerja PT Sepatu Asia baik. Kata Kunci: Balanced Scorecard, PT Sepatu Asia ABSTRACT Performance is a picture of the level of achievement of the implementation of an activity / program / policy in realizing the goals, objectives, mission and vision of the organization as stated in the strategic planning of an organization (Mahsun Mohamad, 2009: 25). According to Robertson in the Mahsun Mohamad book (2009: 25), performance measurement is a process of assessing progress towards goals and targets that had been predetermined. 1 At present to measure the performance of an organization based on financial statements alone is not sufficient anymore. According to Kaplan and Cooper in the book Wibisono Benefactor (2006: 3-4), states that aspects of the lack of conventional performance measurement system that is less relevant, the system size tends to report on the past performance, short-term oriented, less flexible, do not trigger the repair process, and often ambiguous on the aspect of cost. The Balanced Scorecard is one performance measurement analysis tool developed by Robert S. Kaplan and David P. Norton in 1990. According to Atkinson, et al in the book Sony Yuwono, et al (2007: 8), The Balanced Scorecard is a measurement of performance appraisal and management system with four perspectives: financial, customer, internal business processes, and learning and growth. This study aims to measure the performance of the company based on analysis of the Balanced Scorecard. The object of research is PT Sepatu Asia. The data used are the balance sheet and statement of income for the period 2007-2009 and the results of questionnaire. The analysis method is known as quantitative analysis with ratio analysis to measure the financial perspective and descriptive statistical analysis using a Likert scale to measure customer perspective, internal business processes, learning and growth. Based on the results of all calculations, show the good performance of PT Sepatu Asia. Keywords: Balanced Scorecard, PT Sepatu Asia PENDAHULUAN Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mohamad Mahsun, 2009: 25). Menurut Robertson dalam buku Mohamad Mahsun (2009: 25), pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Selama ini yang dipahami oleh orang awam untuk mengukur kinerja suatu perusahaan dilihat dari laporan finansial perusahaan tersebut. Pada praktiknya hanya dengan mengukur kinerja berdasarkan laporan finansial saja sangat tidak memadai lagi karena dalam perusahaan itu sendiri terdapat berbagai perspektif yang penting. Perspektif tersebut akan saling berinteraksi agar semua visi dan misi perusahaan dapat tercapai. Interaksi yang dilakukan senantiasa memerlukan upaya dan pengorbanan dari semua perspektif. Menurut Kaplan dan Cooper dalam buku Dermawan Wibisono (2006: 3-4), menyatakan bahwa aspek-aspek kekurangan sistem pengukuran kinerja konvensional yaitu kurang relevan, 2 sistem ukurannya cenderung melaporkan kinerja masa lalu, berorientasi jangka pendek, kurang fleksibel, tidak memicu proses perbaikan, dan sering rancu pada aspek biaya. Dengan demikian, dibutuhkan suatu sistem pengukuran kinerja yang baru sebagai pelengkap dari sistem pengukuran kinerja konvensional yang hanya berdasarkan pada laporan finansial semata, karena untuk menganalisis kinerja perusahaan yang hanya berdasarkan rasio finansial saja tidak lagi mencukupi pada era globalisasi ekonomi saat ini. Dalam sistem pengendalian manajemen dikenal alat analisis yang bertujuan untuk menunjang proses manajemen yang disebut dengan Balanced Scorecard yang dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton pada tahun 1990 (Thomas Sumarsan, 2010: 219). Menurut Atkinson, et al dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 8), Balanced Scorecard adalah “A measurement and management system that views a business unit’s performance from four perspectives:financial, customer, internal business process, and learning and growth”. LANDASAN TEORI Dengan munculnya berbagai paradigma baru, di mana bisnis harus digerakkan oleh customer-focused, suatu sistem pengukuran kinerja yang efektif harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut (Sony Yuwono, et al, 2007: 29). 1. Didasarkan pada masing-masing aktivitas dan karakteristik organisasi itu sendiri sesuai dengan perspektif pelanggan. 2. Evaluasi atas berbagai aktivitas dengan menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang customer-validated. 3. Sesuai dengan seluruh aspek kinerja aktivitas yang mempengaruhi pelanggan, sehingga menghasilkan penilaian yang komprehensif. 4. Memberikan umpan balik untuk membantu seluruh anggota organisasi mengenali masalah-masalah yang ada kemungkinan perbaikan. Menurut Lynch dan Cross dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 29), manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut. 1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan, sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlihat 3 dalam upaya memberikan kepuasan kepada pelanggan. 2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal. 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste). 4. Membantu suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit, sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi. 5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut. Sejarah Balanced Scorecard Balanced Scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang pertama kali dikemukakan oleh David P. Norton sebagai CEO Nolan Norton dan Robert S. Kaplan sebagai konsultan akademis dalam sebuah proyek penelitian yang berlangsung dalam satu tahun yang melibatkan berbagai perusahaan. Setiap wakil dari perusahaan-perusahaan tersebut mengadakan pertemuan tiap dua bulan sekali pada tahun 1990 dalam upaya mengembangkan suatu model pengukuran kinerja perusahaan yang baru. Penelitian ini dimotivasi oleh suatu keyakinan bahwa berbagai pendekatan pengukuran kinerja perusahaan yang ada saat ini terutama yang didasarkan pada ukuran kinerja keuangan tidak membantu perusahaan untuk menciptakan nilai ekonomis masa depan. Perkembangan Balanced Scorecard Menurut Mulyadi (2009: 4-8), pada tahap awal perkembangannya, Balanced Scorecard ditujukan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Sebelum tahun 1990-an, eksekutif hanya diukur kinerja mereka dari perspektif keuangan. Sebagai akibatnya fokus perhatian hanya dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat kecenderungan untuk mengabaikan kinerja nonkeuangan, seperti kepuasan customers, produktivitas, dan cost effectivitness process yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, keberdayaan dan komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan customers. Hal ini disebabkan ukuran kinerja keuangan mengandalkan informasi yang dihasilkan dari sistem akuntansi berjangka pendek, maka pengukuran kinerja yang berfokus ke keuangan mengakibatkan eksekutif lebih memfokuskan perwujudan kinerjajangka pendek. Pada tahun 1990 Nolan Norton Insitute, bagian riset kantor akuntan publik KMPG di USA yang dipimpin oleh David P. Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja 4 dalam Organisasi Masa Depan”. Studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuangan yang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutiftidak lagi memadai. Definisi dan Konsep Balanced Scorecard Menurut Atkinson, et al dalam buku Sony Yuwono, et al (2007: 8), Balanced Scorecard adalah “A measurement and management system that views a business unit’s performance from four perspectives:financial, customer, internal business process, and learning and growth”, yang berarti pengukuran dan sistem manajemen penilaian kinerja dengan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Menurut Mulyadi (2001: 3), Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu a. Balanced (berimbang) : menunjukan bahwa kinerja eksekutif diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan nonkeuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. b. Scorecard (kartu skor) : kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang dan juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan personel dimasa depan. Menurut Hansen dan Mowen dalam buku Amin Widjaja Tunggal (2009: 2), Balanced Scorecard adalah “A responsibility accounting system objectives and measures for fou r different perspective: the financial perspective, the customer perspective, the process perspective, and the learning and growth (infrastructure) perspective”. Konsep Balanced Scorecard adalah suatu konsep pengukuran kinerja yang memberikan kerangka komprehensif untuk menjabarkan visi ke dalam sasaran-sasaran strategik. Sasaran strategik yang komprehensif itu dapat dirumuskan ke dalam Balanced Scorecard, karena Balanced Scorecard menggunakan empat perspektif yang satu sama lain saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan yang merupakan indikator pengukur kinerja yang saling melengkapi dan saling memiliki hubungan sebab-akibat (Mulyadi, 2001: 7). Balanced Scorecard Sebagai Sistem Manajemen Strategis Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran keuangan dan nonkeuangan harus menjadi bagian dari sistem informasi untuk seluruh karyawan pada semua tingkat organisasi berdasarkan visi dan strategi dari suatu unit usaha. Visi dan strategi itu diterjemahkan ke dalam empat perspektif yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk 5 tujuan yang ingin dicapai organisasi, ukuran dari tujuan, target yang diharapkan pada masa yang akan datang, serta program-program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan strategis. Balanced Scorecard menerjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh, memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis (Kaplan dan Norton, 2000: 9). Jika visi dan strategi dinyatakan dalam bentuk tujuan strategis, ukuran-ukuran dan target yang jelas, kemudian dikomunikasikan kepada setiap anggota organisasi, sehingga diharapkan setiap anggota organisasi dapat mengerti dan melaksanakannya agar visi dan strategi organisasi tercapai. Hubungan Balanced Scorecard dengan visi dan strategi perusahaan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Finansial (Beberapa Return Pemegang Saham) Pelanggan (Kepuasan & Loyalitas) Visi, Misi, Goals, Objektives Proses Bisnis Internal (Bisnis yang Menguntungkan) Pembelajaran & Pertumbuhan (Produktivitas & Loyalitas SDM) Gambar 2.1 Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi dan Misi Perusahaan Sumber : Darsono Prawironegoro dan Ari Purwanti, Akuntansi Manajemen, hlm 324 Gambar 2.2 Hubungan Balanced Scorecard dengan Pemikiran Strategis Menejermahkan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Organ isasi Evaluasi Kinerja, Umpan Balik Untuk Perbaikan Balanced Scorecard Membuat Kebijakan, Budget, Program Kerja, Standar, dan Melaksanakan 6 Mengkomunikasikan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran ke Semua Pekerja Sumber : Darsono Prawironegoro dan Ari Purwanti, Akuntansi Manajemen, hlm 324 Balanced Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran operasional. Perusahaan yang inovatifmenggunakan scorecard sebagai sebuah sistem manajemen strategis untuk mengelola strategi jangka panjang. Perusahaan menggunakan fokus pengukuran scorecard untuk menghasilkan berbagai proses manajemen penting, diantaranya: 1. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi; 2. Mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis; 3. Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis; 4. Meningkatkan pembelajaran strategis. Pada umumnya, sistem manajemen tradisional berfokus pada anggaran (budgets), sehingga pelaksanaan strategi perusahaan sangat tergantung pada anggaran yang tersedia. Sistem manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian (control reporting), sedangkan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard yang berfokus pada proses-proses manajemen strategis, sehingga strategi perusahaan diterjemahkan menjadi tindakan-tindakan yang terarah dan sistem manajemen strategis Balanced Scorecard digunakan sebagai alat strategis (strategis reporting) (Vincent Gaspersz, 2005: 9-1 1). Perbedaan kedua bentuk pelaporan ini ditunjukan dalam tabel 2.1. Tabel 2.1 Perbedaan Pelaporan Pengendalian dan Pelaporan Strategis Pelaporan Pengendalian Pelaporan Strategis No (Manajemen Tradisional) (Manajemen Balanced Scorecard) 1 Pengendalian melalui anggaran Umpan-balik dan pembelajaran 2 Berfokus pada fungsi-fungsi dalam Berfokus pada tim fungsional silang organisasi (cross-functional teams) 3 Mengabaikan pengukuran kinerja Pengukuran kinerja terintegrasi atau pengukuran kinerja dilakukan yang dilakukan berdasarkan secara terpisah hubungan sebab-akibat 4 Informasi fungsional tunggal (hanya Informasi fungsional silang dan untuk keperluan satu fungsi dalam disebarkan ke seluruh fungsi dalam organisasi) organisasi Sumber : Vincent Gaspersz, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi: Balanced Scorecard dengan Six Sigma, untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintahan, hlm 11 Perspektif Balanced Scorecard Balanced Scorecard memungkinkan perusahaan untuk mencatat hasil kerja kinerja keuangan sekaligus membantu kemajuan perusahaan dalam membangun kemampuan dan 7 mendapatkan aktiva tak berwujud yang dibutuhkan untuk pertumbuhan masa depan. Menyajikan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam bentuk sistem ukuran kinerja strategik yang mencakup empat perspektif sebagai berikut (Kaplan dan Norton, 2000: 52). 1. Perspektif Keuangan Perspektif ini tetap digunakan dalam Balanced Scorecard karena ukuran finansial sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran finansial ini memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, dan pelaksanaannya memberikan konstribusi atau tidak bagi peningkatan laba perusahaan. Tujuan dan ukuran finansial harus memainkan peran ganda yaitu menentukan kinerja finansial yang diharapkan dari strategi dan menjadi sasaran akhir dari tujuan dan ukuran perspektif lainnya. Balanced Scorecard membaginya menjadi tiga tahap, yaitu (Sony Yuwono, et al, 2007: 31) 1. Growth (Pertumbuhan) Tahapan awal siklus kehidupan perusahaan, di mana perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Dalam tahap pertumbuhan, perusahaan biasanya beroperasi dengan arus kas yang negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Dengan demikian, tolok ukur kinerja yang cocok dalam tahap ini adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar yang telah ditargetkan. 2. Sustain (Bertahan) Tahapan kedua, di mana perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyratkan tingkat pengembalian terbaik. Dalam tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan mengembangkannya jika mungkin. Sasaran keuangan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. 3. Harvest (Kedewasaan) Tahapan ketiga, di mana perusahaan benar-benar memanen/menuai hasil investasi pada tahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi besar, baik ekspansi maupun pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk pemeliharaan dan perbaikan fasilitas. Sasaran keuangan utama dalam tahap ini, sehingga diambil sebagai tolok ukur adalah memaksimumkan arus kas masuk dan pengurangan modal kerja. 8 2. Perspektif Pelanggan Perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecard mengidentifikasi bagaimana kondisi pelanggan dan segmen pasar yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor. Segmen yang dipilih mencerminkan keberadaan pelanggan sebagai sumber pendapatan. Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek utama, yaitu (Sony Yuwono, et al, 2007: 33) 1. Market Share (Pangsa Pasar) Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit penjualan. 2. Customer Retention (Pertumbuhan/Mempertahankan Pelanggan) Mengukur tingkat di mana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya persentase pertumbuhan bisnis dengan jumlah pelanggan yang saat ini dimiliki perusahaan. 3. Customer Acquisition (Menarik/Perolehan Pelanggan Baru) Mengukur di mana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru. Pengukuran dapat dilakukan melalui persentase jumlah penambahan pelanggan baru dan perbandingan total penjualan baru dengan jumlah pelanggan baru yang ada. 4. Customer Satisfaction (Kepuasan Pelanggan) Mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proposition. Pengukuran dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, seperti survei melalui surat (pos), interview melalui telepon, atau personal interview. 5. Customer Profitabilitas (Keuntungan Pelanggan) Mengukur laba bersih dari seorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut. 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Setiap bisnis memiliki rangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Balanced Scorecard membaginya dalam tiga model dari proses bisnis utama, yaitu (Sony Yuwono, et al, 2007: 37-39) 1. Proses Inovasi Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi 9 dalam perusahaan biasanya dilakukan oleh bagian R dan D, sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersialkan (didasarkan pada kebutuhan pasar). Aktivitas R dan D ini merupakan aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan, terutama untuk jangka panjang. 2. Proses Operasi Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk atau jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinerja terkait dalam proses operasi dikelompokan pada: waktu, kualitas, dan biaya. 3. Layanan Purna Jual Proses ini merupakan jasa pelayanan kepada pelanggan setelah penjualan produk atau jasa dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahap ini, misalnya: penanganan garansi dan perbaikan; penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan; serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Menurut Sony Yuwono, Edy Sukarno, dan Muchammad Ichsan (2007: 39-43), mengemukakan bahwa proses pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari faktor sumber daya manusia, sistem, dan prosedur organisasi. Termasuk dalam perspektif ini adalah pelatihan pegawai dan budaya perusahaan yang berhubungan dengan perbaikan individu dan organisasi. Dalam organisasi knowledge-worker, manusia adalah sumber daya utama. Dalam berbagai kasus, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan fondasi keberhasilan bagi knowledge-worker organization dengan tetap memperhatikan faktor sistem dan organisasi. Hasil dari pengukuran ketiga perspektif sebelumnya biasanya akan menunjukkan kesenjangan yang besar antara kemampuan orang, sistem, dan prosedur yang ada saat ini dengan yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Itulah mengapa, perusahaan harus melakukan investasi di ketiga faktor tersebut untuk mendorong perusahaan menjadi sebuah organisasi pembelajar (learning organization). 10 Menurut Kaplan dan Norton “learning” lebih sekedar “training” karena pembelajaran meliputi pula proses “mentoring dan tutoring”, seperti kemudahan dalam komunikasi disegenap pegawai yang memungkinkan mereka untuk siap membantu jika dibutuhkan. Tolak ukur dalam perspektif ini, yaitu 1. Capabilities Empolyee (Kemampuan Pekerja) Tantangan bagi perusahaan adalah agar para pegawai dapat menyumbangkan segenap kemampuannya untuk organisasi, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, serta meningkatkan kepuasan pelanggan. Perusahaan yang ingin mencapai tingkat kepuasan yang tertinggi perlu dilayani oleh pekerja yang terpuaskan perusahaan. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan, perusahaan perlu melakukan survei secara teratur. Beberapa unsur kepuasan karyawan yaitu keterlibatan dalam pengambilan keputusan, pengakuan/penghargaan (reward and recognition) karena telah melakukan pekerjaan dengan baik, akses memperoleh informasi, dorongan untuk melakukan kreativitas dan inisiatif, serta dukungan dari atasan. Produktivitas pekerja dapat diukur dengan total penjualan bersih dibagi dengan jumlah pekerja atau laba bersih setelah pajak dibagi denganjumlah pekerja (Thomas Sumarsan, 2010: 232). 2. Capabilities Information System (Kemampuan Sistem Informasi) Bagaimanapun juga, meski motivasi dan keahlian pegawai telah mendukung pencapaian tujuan-tujuan perusahaan, masih diperlukan informasi-informasi yang terbaik. Dengan kemampuan sistem informasi yang memadai, kebutuhan seluruh tingkatan manajemen dan pegawai atas informasi yang akurat dan tepat waktu dapat dipenuhi dengan sebaikbaiknya. 3. Motivation, Empowerment, and Aligment (Motivasi, Pemberdayaan, dan Keselarasan) Perspektif ini penting untuk menjamin adanya proses yang berkesinambungan terhadap upaya pemberian motivasi dan inisiatif yang sebesar-besarnya bagi pegawai. Paradigma manajemen terbaru menjelaskan bahwa proses pembelajaran sangat penting bagi pegawai untuk melakukan trial and error, sehingga turbelensi lingkungan sama-sama dicobakenali tidak saja oleh jenjang manajemen strategis, tetapi juga oleh segenap pegawai di dalam organisasi sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Oleh karena itu, upaya tersebut perlu dukungan motivasi yang besar dan pemberdayaan pegawai berupa delegasi wewenang yang memadai untuk mengambil keputusan. Tentunya itu semua harus dibarengi dengan upaya penyesuaian yang terus menerus sejalan dengan tujuan organisasi. 11 Keempat perspektif dalam Balanced Scorecard memberi keseimbangan antara tujuan jangka pendek dengan tujuan jangka panjang, antara hasil yang diinginkan dengan faktor pendorong tercapainya hasil tersebut, dan antara ukuran objektif yang keras dengan ukuran subjektif yang lebih lunak. Sementara keberagaman ukuran pada Balanced Scorecard yang dibuat dengan benar mengandung kesatuan tujuan, karena semua ukuran diarahkan kepada pencapaian strategi yang terpadu. Keunggulan Balanced Scorecard Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik adalah pada kemampuan Balanced Scorecard dalam menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Mulyadi, 2009: 15-19). 1. Komprehensif Balanced Scorecard memperluas perspektif yang dicakup dalam perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan, meluas ketiga perspektif lain: pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik ke perspektif nonkeuangan tersebut menghasilkan manfaat berikut ini: a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipatganda dan berkesinambungan, karena dalam perencanaan, perhatian, dan usaha personel difokuskan ke perspektif nonkeungan – perspektif yang di dalamnya terletak pemacu sesungguhnya kinerja keuangan. b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang kompleks, karena Balanced Scorecard menghasilkan rencana yang mencakup perspektif luas (keuangan, customer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan), sehingga rencana yang dihasilkan mampu dengan kompleks merespon perubahan lingkungan. 2. Koheren Balanced Scorecard mewajibkan personel untuk membangun hubungan sebab-akibat (causal relationship) di antara berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam perencanaan strategik. Setiap sasaran yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan, baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Seimbang Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan yang berkesinambungan. Dengan 12 demikian, nilai keempat perspektif tersebut dalam Balanced Scorecard adalah seimbang, di mana perspektif yang satu tidak melebihi perspektif yang lainnya. 4. Terukur Balanced Scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit untuk diukur. Sasaran strategik pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah diukur. Namun, dalam pendekatan Balanced Scorecard ketiga perspektif nonkeuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan untuk mengukur kinerja perusahaan. Dengan demikian, keterukuran sasaran strategik pada ketiga perspektif tersebut menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik nonkeuangan, sehingga kinerja keuangan dapat berlipatganda dan berkesinambungan. Manfaat Balanced Scorecard Balanced Scorecard mempunyai beberapa manfaat sebagai berikut (Kaplan dan Norton, 2000: 17). 1. Mengklarifikasikan dan menghasilkan konsensus mengenai strategi. 2. Mengkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan. 3. Menyelaraskan tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan. 4. Mengaitkan berbagai tujuan strategis dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan. 5. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategi. 6. Melaksanakan peninjauan ulang strategi secara periodik dan sistematis. 7. Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki strategi. Keuntungan Penggunaan Balanced Scorecard Dalam penggunaan sistem pengukuran kinerja pada model Balanced Scorecard yang dipakai banyak perusahaan, dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu (Moeheriono, 2009: 128-129) 1. Menjelaskan dan Menerjemahkan Visi dan Strategi Organisasi Proses perancangan manajemen kinerja dengan Balanced Scorecard diawali dengan penerjemahan strategi organisasi ke dalam sasaran strategik organisasi yang lebih operasional dan mudah dipahami. 2. Mengkomunikasikan dan Menghubungkan Sasaran 13 Strategik dengan indikator kinerja dikembangkan untuk mengukur pencapaian sasaran strategik organisasi. Hal ini akan menjadi alat komunikasi bagi organisasi dengan cara memberikan indikasi bagaimana kinerja dalam mencapai sasaran strategik tersebut. Kinerja yang tinggi diperlukan pada sasaran apabila organisasi menginginkan tercapai dan terealisasinya misi organisasi. 3. Merencanakan, Menyiapkan Target, dan Menyesuaikan Inisiatif Strategik Tahap awal dari proses manajemen adalah tahapan perencanaan dan penyiapan target kinerja terhadap setiap inisiatif strategik. Pada tahap ini, organisasi mengkuantifikasikan dari hasil yang ingin dicapai, mengidentifikasikan mekanisme dan sumber daya untuk mencapai hasil dari inisiatif strategik yang direncanakan akan dilaksanakan. Indikator kinerja yang tepat dipersiapkan untuk setiap inisiatif strategik. 4. Meningkatkan Umpan Balik Untuk Pengambilan Keputusan Strategik Sistem pengukuran kinerja akan lebih bermanfaat apabila dipakai sebagai umpan balik sumber informasi yang berharga guna pengambilan keputusan strategik yang lebih baik pada masa mendatang. Balanced Scorecard menyediakan fungsi umpan balik karena model penilaian kinerja dirancang dengan mengaitkan indikator kinerja dengan strategi organisasi. Sistem pengukuran kinerja model Balanced Scorecard bermanfaat bagi organisasi sebagai alat penerjemahan strategi dan sebagai alat evaluasi, sehingga menyediakan informasi umpan balik bagi pengambilan keputusan yang lebih baik. Faktor-Faktor Kegagalan Balanced Scorecard Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan implementasi Balanced Scorecard adalah (Thomas Sumarsan, 2010: 240) 1. Tidak didefinisikan secara benar dalam Balanced Scorecard, khususnya perspektif nonkeuangan yang merupakan indikator utama yang memberikan kepuasan bagi stakeholder dimasa yang akan datang. 2. Definisi pengukuran matriks terhadap perspektif nonkeuangan sangat minim, sehingga menyebabkan pengukurannya sulit dilakukan. Pada umumnya matriks finansial lebih mudah didefinisikan karena berhubungan dengan angka, sedangkan untuk nonfinansial tidak ada standar yang baku. 3. Adanya “negosiasi” dalam penentuan sasaran perbaikan dan tidak berdasarkan pada kebutuhan para pihak yang berkepentingan dan kemampuan proses perbaikan. Istilah negosiasi ini dalam praktiknya diistilahkan dengan “penghijauan” angka, artinya agar kelihatan kinerja yang bagus maka sasaran diturunkan. 14 4. Tidak adanya sistem yang terintegrasi dari tingkat manajemen puncak kepada bawahan, sehingga tidak diketahui perbaikan kegiatan yang sebenarnya terjadi. 5. Tidak adanya metode dan sistem perbaikan yang baku dalam penerapan Balanced Scorecard. 6. Kurang mampu membuat hubungan kuantitatif antara perspektif keuangan dengan perspektif nonkeuangan. METODE PENELITIAN Perusahaan yang dijadikan objek penelitian adalah PT Sepatu Asia yang kantor pusatnya terletak di Jalan Pengukiran Raya No. 25B, Jakarta Barat. PT Sepatu Asia merupakan perusahaan keluarga berskala kecil yang memproduksi sepatu, sandal, dan selop dengan merek “ASIA”. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa wawancara langsung dengan bagian personalia PT Sepatu Asia, hasil observasi, hasil kuesioner; dan data sekunder berupa neraca dan laporan laba rugi PT Sepatu Asia periode 2007-2009. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Wawancara : menggunakan wawancara tak berstruktur, di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. 2. Observasi: menggunakan obseravasi partisipasi moderat, di mana peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya. 3. Kuesioner: membuat kuesioner dengan tipe pertanyaan tertutup dan bentuk pertanyaannya berupa kalimat positif. 4. Sampel : bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. a. Alasan menggunakan sampel : biaya lebih rendah, hasil yang lebih akurat, pengumpulan data yang lebih cepat, dan ketersediaan elemen populasi. b. Syarat sampel yang baik: akurasi dan presisi. c. Teknik sampling: menggunakan simple random sampling yang merupakan teknik pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi (Sugiyono, 2009: 118). d. Menentukan ukuran sampel : PT Sepatu Asia di kantor pusatnya memiliki jumlah pelanggan sebanyak 80 pelanggan dan jumlah karyawan sebanyak 100 orang. 15 λ2. N. P. Q s= d 2 (N– 1) + λ 2 .P.Q Keterangan: λ2 dengan dk = 1, tarafkesalahan bisa 1%, 5%, dan 10% P = Q = 0,5 d = 0,05 N = populasi s =jumlah sampel Sampel Pelanggan 0,052. 100. 0,5. 0,5 s = 0,052 (100– 1) + 0,052. 0,5. 0,5 0,052. 80. 0,5. 0,5 s = 0,052 (80– 1) + 0,052. 0,5. 0,5 s = 78 responden s = 65 responden Sampel Karyawan Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kuantitatif yang digunakan untuk mengukur kinerja perspektif keuangan dengan menggunakan analisa rasio (rasio likuiditas, leverage, aktivitas, profitabilitas) dan analisis statistik deskriptif yang digunakan untuk mengukur kinerja perspektif pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan dengan menggunakan kuesioner. Instrumen yang digunakan dalam pembuatan kuesioner, peneliti mengadopsinya dari http://bahankuliah.wordpress.com dan menggunakan hasil penelitian beberapa orang yang sudah dipublikasikan sehingga validitas dan reliabilitas instrumen penelitiannya sudah teruji dan layak digunakan dalam penelitian ini guna memperoleh data yang valid dan reliabel. Berikut adalah tolok ukur yang digunakan untuk masing-masing perspektif nonkeuangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi tolok ukur (variabel penelitian), diantaranya: 1. Perspektifpelanggan : kepuasan pelanggan sebagai tolok ukurnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan : keandalan, ketanggapan, keyakinan, empati, dan berwujud. 2. Perspektifproses bisnis internal : layanan purna jual sebagai tolok ukurnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi layanan purna jual : garansi, pengiriman, penggantian, proses penjualan kredit, dan proses pembayaran. 3. Perspektifpembelajaran dan pertumbuhan : kepuasan pekerja sebagai tolok ukurnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pekerja : pekerjaan itu sendiri, gaji, kesempatan promosi, pengawasan, rekan kerja, dan kondisi kerja. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala Likert untuk skala pengukuran kuesionernya. Alasan peneliti menggunakan skala Likert karena mudah dan cepat membuatnya dibandingkan dengan skala pengukuran sikap lainnya. Rensis Likert telah 16 mengembangkan sebuah skala untuk mengukur sikap masyarakat pada tahun 1932 yang sekarang terkenal dengan nama skala Likert (Moh. Nazir, 2009: 338). Prosedur dalam membuat skala Likert yaitu (Sugiyono, 2009: 132) a. Tentukan topik penelitian yang relevan dengan masalah yang akan diteliti; b. Tentukan dimensi yang menyusun sikap tersebut. Dimensi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap; c. Menyusun pertanyaan atau item yang merupakan alat pengukur dimensi. Pertanyaan ini harus terdiri dari pertanyaan positif (pertanyaan yang mendukung topik) atau pertanyaan negatif (pertanyaan yang melawan topik); d. Setiap item diberikan skor respon yang bersifat tertutup. Banyaknya pilihan respon biasanya 3, 5, 7, 9, dan 11. Dalam praktiknya yang biasa digunakan adalah 5 respon karena respon yang terlalu sedikit akan menyebabkan hasilnya terlalu kasar, tetapi jika terlalu banyak respon sulit untuk membedakannya. Kelima respon tersebut adalah sangat tidak puas, tidak puas, cukup puas, puas, dan sangat puas; e. Setiap pilihan respon yang dipilih responden diberikan skor sesuai dengan kriterianya, yaitu sangat tidak puas = 1, tidak puas =2, cukup puas =3, puas =4, dan sangat puas = 5; f. Total skor tiap pertanyaan, yaitu hasil penjumlahan dari masing-masing jumlah respon yang dipilih responden untuk setiap pertanyaan dikalikan dengan skor yang diberikan pada masing-masing respon tersebut; g. Jumlah total skor, yaitu hasil penjumlahan dari total skor; h. Skor rata-rata, yaitu jumlah total skor dibagi dengan jumlah pertanyaan; i. Interval rentang skala dalam grafik skala Likert, yaitu skor yang diberikan pada masingmasing respon dikalikan dengan jumlah sampel penelitian. PEMBAHASAN 1. Perspektif Keuangan Berdasarkan hasil perhitungan analisa rasio keuangan perusahaan untuk mengukur kinerja perspektif keuangan perusahaan, diperoleh hasil sebagai berikut. Tabel 4.27 Perbandingan Rasio Perusahaan dengan Rasio Industri Sepatu di Indonesia 2007 No 1 Rasio Rasio Likuiditas a. Current Ratio 2008 2009 Rasio Prsh Rasio Industri Rasio Prsh Rasio Industri Rasio Prsh Rasio Industri 164% 153% 152% 155% 160% 156% 17 b. C ash R ati o c. Quick Ratio d. Working Capital to Total Assets Ratio 2 Rasio Leverage a. Total Debt to Equity Ratio b. Total Debt to Total Capital Assets Ratio c. Long Term Debt to Equity Ratio d. Tangible Assets Debt Coverage 3 Rasio Aktivitas a. Total Assets Turnover b. Receivable Turnover c. Average Collection Periode d. Inventory Turnover e. Average Day’s Inventory f. Working Capital Turnover 4 Rasio Profitabilitas a. Gross Profit Margin b. Operating Income Ratio c. Operating Ratio d. Net Profit Margin e. Rate of Return on Total Assets f. Rate of Return on Investment g. Rate of Return for The Owners 18% 87% 23% 21% 77% 26% 16% 80% 21% 18% 74% 23% 17% 88% 22% 20% 85% 24% 105% 100% 107% 98% 104% 94% 45% 22% 685% 58% 20% 185% 49% 20% 648% 65% 17% 148% 44% 22% 692% 61% 19% 192% 0,8x 9,8 x 37 hari 2,9 x 122 hari 4,2 x 3,6x 8,8 x 40 hari 3,8 x 65 hari 3,2 x 0,8x 8,9 x 41 hari 3,1 x 116 hari 3,5 x 4,4x 7,5 x 38 hari 4,5 x 55 hari 3,5 x 29% 17% 83% 16% 18% 14% 30% 29% 19% 43% 19% 23% 18% 29% 0,8x 3,8x x 8 x 40 hari 35 hari 2,4 x 3,3 x 147 hari 53 hari 3,2 x 3,8 x 9 31% 19% 81% 19% 19% 15% 34% 32% 24% 38% 23% 26% 20% 31% 31% 19% 81% 20% 20% 16% 37% 30% 22% 40% 25% 22% 19% 34% Sumber : Hasil Perhitungan PerspektifKeuangan, Bab IV, hlm 60 -80 (Rasio Perusahaan) dan Igb Rai Utama, Analisis Rata-Rata Rasio Industri Sepatu di Indonesia Periode 2007 -2009, http://bahankuliah.wordpress.com (Rasio Industri) Peneliti menggunakan rata-rata rasio industri sepatu di Indonesia periode 2007-2009 yang sejenis dengan perusahaan yang dijadikan objek penelitian ini, sebagai perbandingan untuk menganalisis dan mengetahui kinerja perspektif keuangan perusahaan. Berikut analisisnya, yaitu a. Rasio Likuiditas Pada tahun 2007-2009 hanya cash ratio dan working capital to total assets ratio perusahaan saja yang berada di bawah rata-rata rasio industri. Hal ini disebabkan jumlah kas, efek, dan modal kerja perusahaan dinilai masih terlalu kecil dibandingkan industri sepatu lainnya yang sejenis dengan perusahaan. b. Rasio Leverage Pada tahun 2007-2009 hanya total debt to equity ratio perusahaan saja yang berada di bawah rata-rata rasio industri. Hal ini disebabkan jumlah utang lebih besar daripada modal sendiri perusahaan dibandingkan industri sepatu lainnya yang sejenis dengan perusahaan. Semakin kecil rasio ini, semakin baik (Sofyan Syafri Harahap, 2010: 303). 18 c. Rasio Aktivitas Pada tahun 2007 hanya receivable turnover perusahaan saja yang berada di atas rata-rata rasio industri. Hal ini disebabkan total assets turnover dan average day’s inventory perusahaan jauh berada di bawah rata-rata rasio industri, sehingga mempengaruhi rasiorasio aktivitas perusahaan lainnya. Tahun 2008 total assets turnover, inventory turnover, dan average day’s inventory perusahaan berada di bawah rata-rata rasio industri. Hal ini disebabkan total assets turnover dan average day’s inventory perusahaan masih jauh berada di bawah rata-rata rasio industri. Tahun 2009 hanya receivable turnover perusahaan saja yang berada di atas rata-rata rasio industri. Hal ini disebabkan tidak adanya perubahan yang signifikan dalam rasio aktivitas perusahaan. d. Rasio Profitabilitas Pada tahun 2007-2009 rate of return for the owners perusahaan berada di atas rata-rata rasio industri, sedangkan tahun 2009 gross profit margin perusahaan berada di atas ratarata rasio industri. Hal ini disebabkan operating ratio perusahaan jauh berada di bawah rata-rata rasio industri, sehingga mempengaruhi rasio-rasio profitabilitas perusahaan lainnya. Dengan demikian, secara umum kinerja perusahaan dalam perspektif keuangan dinilai cukup baik. Karena rasio aktivitas dan profitabilitas perusahaan dinilai kurang baik yang disebabkan banyaknya rasio-rasio aktivitas dan profitabilitas perusahaan yang masih berada di bawah rata-rata rasio industri, sedangkan rasio likuiditas dan leverage perusahaan dinilai baik. 2. Perspektif Pelanggan Penyebaran kuesioner dilakukan di counter PT Sepatu Asia yang terletak di ITC Mangga Dua Lantai I Blok A No. 55 Depan Toko Terminal 7, Jakarta Utara dengan jumlah sampel yang dijadikan responden sebanyak 65 orang pelanggan PT Sepatu Asia. Berikut adalah hasil rekapitulasi kuesioner kepuasan pelanggan PT Sepatu Asia. Tabel 4.22 Data Responden Pelanggan PT Sepatu Asia No Keterangan Responden Frekuensi Persentase 1 Pekerjaan: Karyawan 19 29% Pedagang 26 40% Lain-lain 20 31% Jumlah 65 100% 2 Tujuan Pembelian : Dijual Kembali 19 26 40% Konsumsi Lain-lain Jumlah 22 17 65 34% 26% 100% Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pelanggan PT Sepatu Asia, Lampiran 6, hlm 103 Berdasarkan data responden kuesioner kepuasan pelanggan PT Sepatu Asia di atas, menunjukan bahwa sebagian besar responden pelanggan PT Sepatu Asia dalam penelitian ini rata-rata 40% memiliki pekerjaan sebagai pedagang dan rata-rata 40% tujuan pembelian produk PT Sepatu Asia oleh pelanggan adalah untuk dijual kembali. Tabel 4.23 Hasil Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pelanggan PT Sepatu Asia No Pertanyaan 1 2 3 Karyawan selalu siap setiap saat diperlukan pelanggan Ketepatan waktu pelayanan terhadap pelanggan Tidak adanya pembedaan terhadap pelanggan yang satu dengan yang lainnya Ketanggapan karyawan atas keluhan pelanggan Ketanggapan karyawan atas masalah pelanggan Kecepatan dalam melayani pelanggan Keramahan karyawan dalam melayani pelanggan Kesopanan karyawan dalam melayani pelanggan Karyawan memberikan pelayanan secara tuntas kepada pelanggan Karyawan memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada pelanggan Karyawan memberikan penjelasan dengan baik atas produk yang ditawarkan Sikap karyawan dalam melayani pelanggan Perhatian karyawan dalam melayani pelanggan Perusahaan berlaku adil pada setiap pelanggan Karyawan berpenampilan baik dalam memberikan pelayanan secara individu kepada pelanggan Perusahaan menyediakan tempat pelayanan yang nyaman bagi pelanggan Perusahaan menyediakan tempat pelayanan yang memadai bagi pelanggan Perusahaan menggunakan peralatan yang baik Perusahaan menggunakan perlengkapan yang baik Perusahaan memberikan prosedur pelayanan yang sama bagi setiap pelanggan dalam menampilkan fasilitas fisik, peralatan, personel, media komunikasi Jumlah Total Skor Skor Rata-Rata 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 20 Total Skor 211 231 201 209 215 190 213 195 274 284 251 197 238 254 234 240 250 218 230 265 4600 230 Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pelanggan PT Sepatu Asia, Lampiran 6, hlm 103 Interval Rentang Skala Likert = Skor Respon x Jumlah Sampel =STP=1x65= 65 P=4x65=260 TP =2x65=130 SP=5x65=325 CP =3x65= 195 230 TP STP 0 65 CP 130 P 195 SP 260 325 Grafik 4.1 Rentang Skala Likert Kepuasan Pelanggan PT Sepatu Asia Keterangan: STP : Sangat Tidak Puas TP : Tidak Puas CP : Cukup Puas P : Puas SP : Sangat Puas Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner kepuasan pelanggan PT Sepatu Asia di atas, diperoleh skor rata-rata 230 yang menunjukan (grafik 4.1) pelanggan PT Sepatu Asia puas terhadap keandalan (reliability), ketanggapan (responsivenes), keyakinan (assurance), empati (emphaty), dan berwujud (tangible) yang diberikan PT Sepatu Asia. Dengan demikian, kinerja perusahaan dalam perspektif pelanggan dinilai baik karena perusahaan telah mampu memuaskan para pelanggannya. 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Penyebaran kuesioner dilakukan di counter PT Sepatu Asia yang terletak di ITC Mangga Dua Lantai I Blok A No. 55 Depan Toko Terminal 7, Jakarta Utara dengan jumlah sampel yang dijadikan responden sebanyak 65 orang pelanggan PT Sepatu Asia. Berikut adalah hasil rekapitulasi kuesioner layanan purna jual PT Sepatu Asia. Tabel 4.24 Hasil Rekapitulasi Kuesioner Layanan Purna Jual PT Sepatu Asia Total No Pertanyaan Skor 1 Perusahaan memberikan garansi untuk setiap produk yang dijualnya 193 21 2 Perusahaan memberikan garansi berupa fasilitas perbaikan secara gratis 199 3 Ketepatan waktu dalam mengirimkan produk pesanan pelanggan 218 4 Kecepatan dalam mengirimkan produk pesanan pelanggan 218 5 Perusahaan memberikan penggantian produk terhadap produk cacat 201 yang sudah terlanjur dikirim 6 Perusahaan memberikan penggantian produk karena adanya kekeliruan dalam pemesanan produk 213 7 Prosedur penjualan kredit yang mudah 208 8 Persyaratan pembelian secara kredit yang mudah bagi pembeli yang 212 ingin membeli secara kredit 9 Pemberian diskon bagi pelanggan yang membeli secara tunai dalam 174 jumlah banyak 10 Prosedur pembayaran yang mudah bagi pembeli yang membeli 195 secara kredit 11 Proses pembayaran dapat dilakukan secara tunai, menggunakan cek, 212 kartu kredit, maupunjasa perbankan lainnya 12 Perusahaan memberikan souvenir bagi pelanggan yang melunasi 217 utangnya sebelum jatuh tempo 2460 Jumlah Total Skor 205 Skor Rata-Rata Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Layanan Purna Jual PT Sepatu Asia, Lampiran 7, hlm 104 Interval Rentang Skala Likert = Skor Respon x Jumlah Sampel =STP=1x65= 65 P=4x65=260 TP =2x65=130 SP=5x65=325 CP =3x65= 195 205 STP 0 TP 65 P CP 130 195 SP 260 325 Grafik 4.2 Rentang Skala Likert Layanan Purna Jual PT Sepatu Asia Keterangan: STP : Sangat Tidak Puas TP : Tidak Puas CP : Cukup Puas P : Puas SP : Sangat Puas Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner layanan purna jual PT Sepatu Asia di atas, diperoleh skor rata-rata 205 yang menunjukan (grafik 4.2) pelanggan PT Sepatu Asia puas 22 terhadap garansi, pengiriman, penggantian, proses penjualan kredit, dan proses pembayaran yang diberikan PT Sepatu Asia. Dengan demikian, kinerja perusahaan dalam perspektifproses bisnis internal dinilai baik karena pelanggan puas terhadap layanan purna jual yang diberikan perusahaan. 4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Penyebaran kuesioner dilakukan di kantor pusat PT Sepatu Asia yang terletak di Jalan Pengukiran Raya No 25B, Jakarta Barat dengan jumlah sampel yang dijadikan responden sebanyak 78 orang karyawan PT Sepatu Asia. Berikut adalah hasil rekapitulasi kuesioner kepuasan pekerja PT Sepatu Asia. Tabel 4.25 No 1 Data Responden Pekerja PT Sepatu Asia Keterangan Responden Frekuensi Persentase Jabatan: Staf Karyawan 15 19% Karyawan Biasa 40 51% Lain-lain 23 30% Jumlah 78 100% 2 Lama Bekerja: 1-3 tahun 21 27% 3-5tahun 24 31% >5tahun 33 42% Jumlah 78 100% Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pekerja PT Sepatu Asia, Lampiran 8, hlm 105 Berdasarkan data responden kuesioner kepuasan pekerja PT Sepatu Asia di atas, menunjukan bahwa sebagian besar responden pekerja PT Sepatu Asia dalam penelitian ini rata-rata 51% karyawan biasa yang tidak memiliki jabatan dan rata-rata 42% sudah bekerja selama lebih dari 5 tahun pada PT Sepatu Asia. Tabel 4.26 Hasil Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pekerja PT Sepatu Asia No 1 2 3 4 5 Pertanyaan Saya menyukai pekerjaan saya Pekerjaan saya memberikan kesempatan untuk saya belajar Pekerjaan saya memberikan peluang untuk menerima tanggung jawab dari tempat saya bekerja Perusahaan menetapkan gaji yang sesuai dengan tingkat pendidikan karyawan Perusahaan memberikan gaji para karyawan selalu tepat waktu 23 Total Skor 321 288 292 313 297 6 Perusahaan memberikan peluang naik jabatan bagi karyawan yang telah lama bekerja di perusahaan 279 7 Perusahaan memberikan penghargaan bagi karyawan yang berprestasi 268 8 Perusahaan memberikan pengarahan kepada setiap karyawan 302 9 Perusahaan memberikan perhatian kepada setiap karyawan 285 10 Perusahaan memberikan motivasi kepada setiap karyawan 309 11 Perusahaan memberikan sanksi bagi karyawan yang telah melanggar tata tertib perusahaan 299 12 Rekan kerja saya sangat bersahabat 310 13 Rekan kerja saya bisa diajak bekerja sama 314 14 Tingkat solidaritas yang tinggi di antara rekan kerj a saya 316 15 Ruangkerjasayabersih 337 16 Ruang kerja saya menarik 324 17 Lingkungan kerja saya nyaman 338 18 Lingkungan kerja saya tenang 338 5530 Jumlah Total Skor 307 Skor Rata-Rata Sumber : Rekapitulasi Kuesioner Kepuasan Pekerja PT Sepatu Asia, Lampiran 8, hlm 105 Interval Rentang Skala Likert = Skor Respon x Jumlah Sampel =STP=1x78=78 P=4x78=312 TP =2x78=156 SP=5x78=390 CP =3x78=234 307 STP 0 TP 78 CP 156 P 234 SP 312 390 Grafik 4.3 Rentang Skala Likert Kepuasan Pekerja PT Sepatu Asia Keterangan: STP : Sangat Tidak Puas TP : Tidak Puas CP : Cukup Puas P : Puas SP : Sangat Puas Berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner kepuasan pekerja PT Sepatu Asia di atas, diperoleh skor rata-rata 307 yang menunjukan (grafik 4.3) pekerja PT Sepatu Asia puas terhadap pekerjaan itu sendiri (the work itself), gaji (pay), kesempatan promosi (promotion opportunities), pengawasan (supervision), rekan kerja (co-worker), dan kondisi kerja 24 (working condition) yang ada pada PT Sepatu Asia. Dengan demikian, kinerja perusahaan dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dinilai baik karena perusahaan telah mampu memuaskan para pekerjanya, sehingga diharapkan para pekerja tersebut dapat meningkatkan kemampuannya dalam bekerja. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan untuk masing-masing perspektif sebagai berikut. 1. Perspektif Keuangan Dalam perspektif keuangan, secara umum kinerja perusahaan dalam perspektif keuangan dinilai cukup baik. Karena rasio aktivitas dan profitabilitas perusahaan dinilai kurang baik yang disebabkan banyaknya rasio-rasio aktivitas dan profitabilitas perusahaan yang masih berada di bawah rata-rata rasio industri, sedangkan rasio likuiditas dan leverage perusahaan dinilai baik. 2. Perspektif Pelanggan Dalam perspektif pelanggan, kinerja perusahaan dinilai baik. Karena berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner kepuasan pelanggan PT Sepatu Asia diperoleh skor rata-rata 230, di mana nilai skor rata-rata tersebut berada di antara interval 195-260 pada skala Likert yang berarti perusahaan telah mampu memuaskan para pelanggannya. 3. Perspektif Proses Bisnis Internal Dalam perspektif proses bisnis internal, kinerja perusahaan dinilai baik. Karena berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner layanan purna jual PT Sepatu Asia diperoleh skor rata-rata 205, di mana nilai skor rata-rata tersebut berada di antara interval 195-260 pada skala Likert yang berarti pelanggan puas terhadap layanan purna jual yang diberikan perusahaan. 4. PerspektifPembelajaran dan Pertumbuhan Dalam perspektifpembelajaran dan pertumbuhan, kinerja perusahaan dinilai baik. Karena berdasarkan hasil rekapitulasi kuesioner kepuasan pekerja PT Sepatu Asia diperoleh skor rata-rata 307, di mana nilai skor rata-rata tersebut berada di antara interval 234-312 pada skala Likert yang berarti perusahaan telah mampu memuaskan para pekerjanya. 25 Dengan demikian, maka dapat diambil kesimpulan secara keseluruhan bahwa berdasarkan analisis Balanced Scorecard kinerja PT Sepatu Asia baik. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan agar PT Sepatu Asia menerapkan konsep Total Performance Scorecard (TPS) di dalam perusahaan guna mempertahankan dan meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Hubert K. Rampersad dalam bukunya yang telah diterjemahkan (Edy Sukarno dan Vinsensius Djemadu, 2006: 9-10), mengemukakan Total Performance Scorecard meliputi penggabungan dan pengembangan konsep Balanced Scorecard, Total Quality Management, dan Competence Management. DAFTAR PUSTAKA Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler. 2006. Metode Riset Bisnis. Volume 2. Edisi 9. Penerjemah Budijanto dan Didik Djunaedi. Jakarta: PT Media Global Edukasi. Darmawanto, Agus. 2010. “Analisis Balanced Scorecard Sebagai Alat Ukur Kinerja Pada PT Sep atu Asia”. Skripsi. Universitas Gunadarma. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi 4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Gaspersz, Vincent. 2005. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma, untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintahan. Edisi 3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Harahap, Sofyan Syafri. 2010. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Edisi 1. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Kaplan, Robert S. & David P. Norton. 2000. Balanced Scorecard:Menerapkan Strategi Menjadi Aksi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kasmir. 2010. Analisa Laporan Keuangan. Edisi 1. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. Kuncoro, Mudrajad. 2006. Strategi:Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif ? . Yogyakarta: Penerbit Erlangga. Luthans, Fred. 2010. “6 Faktor Penting yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Karyawan”. Dalam http://bahankuliah.wordpress.com. Mahsun, Mohamad. 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE – Yogyakarta. Moeheriono. 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Surabaya: Ghalia Indonesia. 26 Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard:Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan Perusahaan. Edisi 2. Jakarta: PT Salemba Emban Patria. Mulyadi. 2009. Sistem Terpadu Pengelolaan Kinerja Personel Berbasis Balanced Scorecard . Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Munawir, S. 2010. Analisa Laporan Keuangan. Edisi 4. Yogyakarta: Liberty. Nazir, Moh.. 2009. Metode Penelitian. Darussalam: Ghalia Indonesia. Prawironegoro, Darsono dan Ari Purwanti. 2009. Akuntansi Manajemen. Edisi 3. Jakarta: Mitra Wacana Media. Prihadi, Toto. 2009. Deteksi Cepat Kondisi Keuangan: 7 Analisis Rasio Keuangan . Jakarta: Penerbit PPM. Rampersad, Hubert K. 2006. Total Performance Scorecard Konsep Manajemen Baru: Mencapai Kinerja dengan Integritas . Penerjemah Edy Sukarno dan Vinsensius Djemadu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Riyanto, Bambang. 2008. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE – Yogyakarta. Shaharudin, Mohd Rizaimy dkk.. 2009. “Faktor_Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Dalam After Sales Service-of Malaysia Elektronik”. Ilmu Sosial. Volume 5. No 6. Kedah: Universitas Teknologi MARA. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D). Bandung: Alfabeta. Sumarsan, Thomas. 2010. Sistem Pengendalian Manajemen:Konsep, Applikasi, Pengukuran Kinerja. Medan: PT Indeks. Utama, Igb Rai. 2010. “Analisis Rata-Rata Rasio Industri Sepatu di Indonesia Periode 20072009”. Dalam http://bahankuliah.wordpress. com. Wibisono, Dermawan. 2006. Manajemen Kinerja: Konsep, Desain, dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Bandung: Penerbit Erlangga. Widjaja Tunggal, Amin. 2009. Pokok-Pokok Balanced Scorecard. Jakarta: Harvarindo. Yuliarmi, Ni Nyoman dan Putu Riyasa. 2007. “Analisis Faktor_Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan PDAM Kota Denpasar”. Buletin Studi Ekonomi. Volume 12. No 1. Denpasar: Universitas Udayana. Yuwono, Sony, Edy Sukarno, dan Muhammad Ichsan. 2007. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi . Edisi 4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 27