BAB III KEDUDUKAN MUTUAL RECOGNITION ARRANGEMENTS

advertisement
BAB III
KEDUDUKAN MUTUAL RECOGNITION ARRANGEMENTS DALAM
PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
A. MRAs dalam Kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN
1. Pengertian dan Tujuan MRAs
Integrasi adalah salah satu elemen paling penting dalam membangun dan
merealisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seperti yang dinyatakan oleh
para pemimpin Negara-negara anggota ASEAN di Deklarasi Bali Kedua. Usaha
integrasi di bidang jasa telah sejak lama dibentuk. Usaha integrasi dimulai sejak
pembentukan AFAS pada tanggal 15 Desember 1995. AFAS adalah persetujuan
dan kerjasama dalam rangka liberalisasi perdagangan dibidang jasa dalam forum
ASEAN. Pada dasarnya pembuatan AFAS 1995 dibuat berdasarkan GATS
(General Agreement on Trade in Services), perjanjian multilateral pertama
dibidang jasa yang dibuat di rapat perdagangan multilateral Uruguay di tahun
1994, dimana GATS ini dikenal sebagai perjanjian multilateral pertama yang
mengatur mengenai perdagangan lintas batas dibidang jasa.
Dibandingkan dengan GATS (General Agreement on Trade in Services),
ASEAN melakukan liberalisasi perdagangan jasa secara lebih mendalam dan luas.
Dasar dari dibentuknya AFAS berasal dari kesepakatan pemimpin di rapat umum
kepala Negara di Bangkok (Bangkok Summit) pada tahun 1995 yang membuahkan
hasil berupa Deklarasi Bangkok Summit 1995. Pada saat rapat umum ini jugalah
ditandatangani perjanjian AFAS. Hal ini dapat dilihat dari tanggal pembuatan
perjanjian AFAS yang sama dengan tanggal Deklarasi Bangkok Summit 1995.
Universitas Sumatera Utara
Didalam Dokumen AFAS (ASEAN Framework Arrangement on Services) ini,
dinyatakan beberapa hal menyangkut Trade in Services (Perdagangan dibidang
Jasa), yaitu: 60
1. Kesepakatan untuk melakukan integrasi ekonomi.
2. ASEAN akan terus bergerak meningkatkan kerjasama perdagangan jasa yang
lebih terbuka melalui pelaksanaan The ASEAN Framework Agreement on
Services.
3. Anggota ASEAN akan melakukan negosiasi specific commitment on market
access, national treatment, dan additional commitments yang mencakup
seluruh modes of supply sektor jasa.
4. Liberalisasi sektor jasa dilakukan secara bertahap sampai tercapai tingkat
liberalisasi yang lebih tinggi.
5. Negara Anggota ASEAN diberikan fleksibilitas dalam melakukan offer
(penawaran).
Dalam perjanjian AFAS sendiri, telah ditentukan juga beberapa tujuan
penting pembentukan AFAS, yang dapat ditemukan dalam bagian Objectives
(tujuan) di Pasal 1 perjanjian AFAS, yaitu:
1. Meningkatkan kerjasama antara Negara anggota dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan daya saing, serta diversifikasi kapasitas produksi dan suplai
maupun distribusi jasa supplier baik didalam dan keluar kawasan ASEAN.
2. Menghapus hambatan-hambatan dalam perdagangan jasa antara sesama
anggota ASEAN.
60
ASEAN, ASEAN Framework Agreement on Services, 1995, diakses pada tnggal 18 Juni
2017.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperkuat tingkat serta
cakupan liberalisasi yang dilakukan Negara anggota dibawah kesepakatan
GATS dengan tujuan untuk mewujudkan sebuah area perdagangan bebas
dibidang jasa.
Dalam Pasal 3 perjanjian AFAS juga dinyatakan proses liberalisasi
perdagangan jasa, yaitu bahwa Negara anggota meliberalisasikan perdagangan
jasa dalam jumlah yang substansial dan dalam kerangka waktu yang
pantas/reasonable dengan:
1. Menghapuskan secara substansial semua perlakuan yang berbeda/yang
diskriminatif diantara Negara anggota, dan
2. Melarang diskriminasi dan pembatasan tertentu dari Negara-negara anggota.
Untuk memenuhi tujuan dari AFAS, diperlukan forum/fora perundingan tertentu.
Forum perundingan dibawah AFAS antara lain: 61
1. ASEAN Economic Ministers (AEM).
2. Senior Economic Official Meeting (SEOM).
3. Coordinating Committee on Services(CCS).
4. Sectoral Group/Forum.
5. ASEAN-X Forum.
6. Caucus serta perundingan-perundingan lanjutan dari forum-forum tersebut
diatas.
Pasal lainnya yang penting untuk dibahas adalah Pasal 5 dari perjanjian
AFAS ini, dimana dinyatakan bahwa setiap Negara anggota dapat mengakui
61
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pendidikan atau pengalaman yang didapat, kualifikasi yang dipenuhi, atau lisensi
atau sertifikasi yang didapat dari Negara anggota lainnya, dengan tujuan untuk
melisensi atau mesertifikasi pemasok layanan. Pengakuan seperti ini dapat
didasarkan melalui persetujuan (Agreement) maupun pengaturan (Arrangement)
dengan Negara anggota yang bersangkutan atau dapat diberlakukan secara
mandiri.62
Realisasi dari Pasal 5 Perjanjian AFAS ini diwujudkan melalui dibuatnya
program Mutual Recognition Arrangements pada tahun 1996. Mutual Recognition
Arrangements ASEAN memiliki dua cabang, yaitu Mutual Recognition
Arrangements di bidang Barang (Mutual Recognition Arrangements in trade of
Goods) dan Mutual Recognition Arrangements di bidang Jasa (Mutual
Recognition Arrangements in Trade of Services). Kemudian pada tahun 1998,
dibuat ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangements,
perjanjian yang mengatur mengenai basis-basis umum dan cara pengaplikasian
Mutual Recognition Arrangements yang telah dibuat pada tahun 1996. dimana
pada dasarnya tujuan pembentukan perjanjian ini adalah untuk menciptakan
lembaga yang bertugas untuk melakukan Conformity Assessment Body dan
Regulatory Authority, dimana Conformity Assessment Body adalah lembaga
tersebut bertugas untuk menilai apakah suatu barang atau jasa telah memenuhi
kriteria minimal yang dibutuhkan agar dapat diimpor/ekspor atau menjadi tenaga
kerja MRA, sedangkan Regulatory Authority adalah lembaga yang bertugas untuk
memiliki hak untuk mengontrol impor barang maupun jasa dalam yurisdiksi suatu
Negara dan dapat melakukan tindakan tertentu untuk memastikan produk yang
62
ASEAN Framework Agreement On Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 18 Juni
2017.
Universitas Sumatera Utara
masuk kedalam Negaranya sesuai dengan ketentuan legalitas Negara tersebut. 63
MRAs di bidang Barang pun diatur di perjanjian ini.
Di dokumen ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition
Arrangements ini, dinyatakan di Pasal 3 nya, bahwa MRAs di bidang barang
berfokus kepada, namun tidak terbatas pada 20 grup produk prioritas, yaitu air
conditioner, kulkas, monitor, dan keyboard, mesin dan alat pembangkit tenaga
listrik, Induktor, Loudspeaker, Alat Video, Telepon, Radio, televisi, bagian TV
dan Radio, Kapasitor, Resistor, Sirkuit Tercetak, Saklar, Tabung sinar katoda,
dioda, kristal piezoelektrik yang dipasang, kondom karet, dan sarung tangan karet
medis.64
Perkembangan dari MRAs di bidang barang juga harus mencangkup
didalam 12 sektor prioritas integrasi, yaitu produk kesehatan, otomotif, produk
karet, produk kayu, tekstil, produk pertanian, perikanan, produk elektronik dan
elektrik, kesehatan, penerbangan udara, wisata, dan logistik.65
Sedangkan Asal Usul pembentukan Mutual Recognition Arrangement di
bidang jasa setelah dibuatnya ASEAN Framework Agreements on Mutual
Recognition Arrangements pada tahun 1998 dimulai secara spesifik pada tanggal
5 November 2001 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Para saat itu,
para kepala Negara anggota ASEAN mengadakan ASEAN Summit ketujuh, dan
di rapat ASEAN ketujuh ini, dimulai negosiasi mengenai Mutual Recognition
Arrangements (MRAs) untuk memfasilitasi arus tenaga professional dibawah
63
ASEAN, ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangements, 1998.
ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality, Guidelines for the
development of Mutual Recognition Arrangements,Asean Secretariat, Jakarta, 2014.
65
Ibid.
64
Universitas Sumatera Utara
AFAS. Komite ASEAN yang bernama ASEAN Coordinating Committee on
Services (CCS) membuat grup ahli yang sifatnya ad-hoc dalam program MRAs
dibawah sektor pekerja dibidang jasa bisnisnya pada bulan Juli 2003 untuk
memulai negosiasi mengenai Mutual Recognition Arrangements (MRAs)
dibidang jasa. Disaat yang sama, komite CCS ASEAN juga membuat sektor
pekerja dibidang Kesehatan pada bulan Maret 2004 yang pada akhirnya
melakukan negosiasi di MRA sektor kesehatan yang dimasukkan dalam agenda
umumnya. 66
MRAs ASEAN adalah perjanjian kerjasama yang diciptakan untuk
mendukung kebebasan dan memfasilitasi pertukaran dibidang barang maupun jasa
diantara Negara-negara anggota ASEAN. MRAs merupakan bagian dari
banyaknya perjanjian yang telah disetujui oleh kesemua Negara anggota ASEAN
yang dibuat dalam rangka untuk mempercepat pencapaian AFAS (ASEAN
Framework Agreement on Services) sebagai salah satu tonggak pemenuhan tujuan
dari ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA sendiri pada dasarnya juga dibuat
untuk mencapai tujuan ekonomi ASEAN secara keseluruhan di bidang ekonomi,
yaitu menciptakan pasar dan basis produksi tunggal, yang ditandai dengan adanya
aliran bebas dari barang, jasa, dan investasi seperti yang telah diuraikan di
Perjanjian Bali/Bali Concord II. Menurut Soedjono Dirdjosisworo, pembentukan
ASEAN Free Trade Area (AFTA)
memberikan kontribusi penting bagi
perdagangan dunia, karena tujuan liberalisasi perdagangan regional ASEAN
66
The ASEAN Secretariat, ASEAN Integration in Services, Jakarta, 2009.
Universitas Sumatera Utara
sejalan dengan tujuan GATT / WTO yang berdasarkan outward oriented dan akan
menunjang percepatan liberalisasi perdagangan dunia. 67
Ada dua pendapat mengenai tujuan MRAs di bidang jasa, yaitu pendapat
mengenai tujuan ASEAN yang berasal dari buku ASEAN Integration in Services,
dan Tujuan MRAs yang berasal dari website Invest in ASEAN, Tujuan MRAs
menurut buku ASEAN Integration in Services:
“The Goal of the MRAs is to facilitate the flow of foreign professionals
taking into account relevant domestic regulations and market demand
conditions”68
Sedangkan Tujuan MRAs dibidang jasa menurut Website Invest in ASEAN
adalah:
“MRAs aim to facilitate mobility of professionals/skilled labor in ASEAN.
Through Exchange of Information, MRAs also work towards the adoption
of best practices on standard and qualifications.”69
Apabila kita terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka didapatkan
tujuan MRAs menurut buku ASEAN Integration in Services :
“Tujuan MRAs adalah untuk memfasilitasi alur dari tenaga professional
asing dengan mempertimbangkan aturan dalam negeri yang relevan dan
kondisi permintaan pasar.”
Sedangkan tujuan MRAs menurut Website Invest in ASEAN adalah:
“MRAs bertujuan untuk memfasilitasi ruang gerak para pekerja
professional/pekerja ahli dilingkup ASEAN. Melalui pertukaran informasi
satu sama lain, MRAs juga bekerja menuju penerapan praktik terbaik dalam
kualifikasi dan standar.”
67
Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Hukum Dagang Internasional, PT Refika
Aditama, Bandung, 2006, hal 246.
68
Ibid.
69
Invest ASEAN, ASEAN Free Trade Area Agreements, Diambil dari website
http://investasean.asean.org/index.php/page/view/asean-free-trade-areaagreements/view/757/newsid/868/mutual-recognition-arrangements, html diakses pada tanggal 6
April 2017 pada jam 16:37.
Universitas Sumatera Utara
Kesemua tujuan yang dinyatakan dalam sumber-sumber ini memiliki sedikit
perbedaan, yaitu tujuan MRAs menurut buku ASEAN Integration in Services
adalah berfokuskan kepada adaptasi terhadap aturan dalam negeri, sedangkan
tujuan MRAs menurut website Invest in ASEAN adalah untuk bekerja menuju
penerapan praktik terbaik dalam segi kualifikasi dan standar. Namun hal yang
sudah pasti tertera di kedua pengertian diatas adalah bahwa MRAs bertujuan
untuk memfasilitasi alur/ruang gerak dari tenaga professional.
Lebih lanjut bahwa MRAs memungkinkan pemasok layanan professional
yang bersertifikat atau terdaftar oleh pihak berwenang yang relevan di Negara
asalnya untuk dapat saling diakui oleh Negara anggota lainnya yang
menandatangani MRAs ini70. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa Mutual
Recognition Arrangements adalah program yang bertujuan untuk:
1. Mempermudah/memfasilitasi ruang gerak dari tenaga professional
2. Menyamaratakan skill/kemampuan dari tenaga professional Negara-negara
anggota.
Mutual Recognition Arrrangements memiliki beberapa keuntungan dan
kerugian. Di satu sisi, Mutual Recognition Arrangements dapat meningkatkan
daya saing/kompetitif dari bidang-bidang layanan professional yang diaturnya,
MRAs juga dapat meningkatkan kemampuan/skill dari layanan professional
disuatu Negara Karena adanya pertukaran dibidang jasa tersebut sehingga
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di suat Negara secara cepat. Mutual
Recognition Arrangements juga dapat meningkatkan hubungan diplomatik
70
ASEAN Integration In Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 6 April 2017.
Universitas Sumatera Utara
antarsesama Negara ASEAN Karena adanya pembauran Kultur/budaya diantara
Negara-negara ASEAN yang memberlakukan program ini.
Namun disisi lain, ada juga kerugian yang juga dapat terjadi apabila
diberlakukan Mutual Recognition Arrangements, yaitu Negara tertentu yang
tidak/belum bisa bersaing dengan tenaga professional di Negara lain sehingga
cenderung kalah/terbelakang dibandingkan dengan tenaga professional dari
Negara anggota lain. Bisa juga terjadi Culture Shock (Kejutan budaya).
2. Ruang Lingkup MRAs dibidang jasa yang telah disepakati dalam
rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Dalam perkembangan MRAs ASEAN, telah ditentukan bahwa Pada
dasarnya, Mutual Recognition Arrangement mengatur mengenai pemfasilitasi di 8
Profesi, yaitu:
1. Engineering Services (Jasa Insinyur/Engineering)
Mutual Recognition Arrangement yang mengatur mengenai profesi Insinyur
ini dibuat pada tanggal 9 Desember 2005 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Pembuatan MRA ini bertujuan untuk: 71
a)
Memfasilitasi mobilitas para ahli profesi engineering (Insinyur); dan
b)
Saling menukar informasi mengenai penerapan praktik terbaik dibidang
standard dan kualifikasi.
71
ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Engineering Services, 2005,
diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
2. Nursing Services (Jasa Keperawatan)
Mutual Recognition Arrangement mengenai profesi Perawat dibentuk pada
tanggal 8 Desember 2006 di Cebu, Filipina. Tujuan pembuatan MRA ini
adalah: 72
a) Memfasilitasi mobilitas para ahli keperawatan didalam ASEAN
b) Saling menukar informasi dan keahlian dibidang standar an kualifikasi
c) Memajukan
penerapan
praktik
terbaik
di
jasa
keperawatan
professional;dan
d) Menyediakan kesempatan untuk pengembangan kapasitas dan pelatihan
para perawat.
3. Architectural Services (Jasa Arsitektur)
Mutual Recognition Arrangement mengenai profesi Arsitek dibuat pada
tanggal 19 November 2007 di Kota Singapura, Singapura. Pembuatan MRA
Arsitektur ini bertujuan untuk: 73
a) Memfasilitasi mobilitas para Arsitek;
b) Saling menukar informasi dalam rangka memajukan standar dari edukasi
dibidang arsitektur, praktik dan kualifikasi profesional.
c) Untuk menyesuaikan jiwa kooperasi ASEAN berdasarkan distribusi
sumber daya dan keuntungan yang adil melalui riset-riset kolaboratif;dan
72
ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Nursing Services, 2006, diakses
pada tanggal 19 Juni 2017.
73
ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Architectural Services, 2007,
diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
d) Untuk mendukung, memfasilitasi, dan membuat Pengakuan bersama
(Mutual Recognition) di profesi Arsitek dan mempersiapkan standar dan
komitmen mengenai transfer teknologi diantara Negara anggota ASEAN.
4. Surveying Qualifications (Jasa Ahli Survey)
Mutual Recognition Arrangements mengenai jasa Ahli Survey belum dibuat,
namun sudah ada framework mengenai MRA ini. Framework ini dibuat pada
tanggal 19 November 2007 di Kota Singapura, Singapura. Pembuatan
framework MRA mengenai Jasa Ahli Survey ini bertujuan untuk: 74
a) Mengidentifikasi kerjasama dan menciptakan basis untuk pihak yang
berwenang untuk memantau saat bernegosiasi MRA diantara satu sama lain
untuk memfasilitasi Pengakuan bersama/Mutual Recognition dan mobilitas
para ahli survey seperti yang diakui bahwa para Negara anggota ASEAN
mungkin memiliki nomenklatur/system pemberian istilah dan persyaratanpersyaratan tertentu.
b) Untuk bertukar informasi demi memajukan kepercayaan dan mengadopsi
praktek terbaik dalam standar dan kualifikasi survey.
5. Accountancy Services (Jasa Akuntan)
Mutual Recognition Arrangements mengenai Jasa Akuntansi dibuat pada
tanggal 13 November 2014 di Cha-am,Thailand..Pembuatan MRA mengenai
Jasa Akuntansi ini bertujuan untuk: 75
a) Memfasilitasi mobilitas jasa akuntan Negara anggota ASEAN
74
ASEAN, ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying
Qualifications, 2007, diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
75
ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Accountancy Services, 2014,
diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
b) Meningkatkan rezim ketentuan di jasa akuntansi Negara anggota ASEAN
c) Untuk saling bertukar informasi Untuk mempromosikan penerapan praktik
terbaik dalam standar dan kualifikasi;
6. Medical Practitioners (Jasa Tenaga Dokter)
Mutual Recognition Arrangements mengenai tenaga Dokter dibuat pada
tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. Pembuatan MRA mengenai
tenaga Dokter ini bertujuan untuk: 76
a) Memfasilitasi mobilitas para Praktisi dokter;
b) Saling menukar informasi dalam rangka memajukan standar dari edukasi
dibidang kedokteran, praktik dan kualifikasi profesional.
c) Untuk menyesuaikan jiwa kooperasi ASEAN berdasarkan distribusi
sumber daya dan keuntungan yang adil melalui riset-riset kolaboratif; dan
d) Untuk mendukung, memfasilitasi, dan membuat Pengakuan bersama
(Mutual Recognition) di profesi kedokteran dan mempersiapkan standar
dan komitmen mengenai transfer teknologi diantara Negara anggota
ASEAN.
7. Dental Practitioners (Jasa Tenaga Dokter Gigi)
Mutual Recognition Arrangement mengenai profesi Jasa Tenaga Dokter gigi
dibuat pada tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. Pembuatan MRA
ini bertujuan untuk: 77
a) Memfasilitasi mobilitas para Praktisi dokter gigi;
76
ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Medical Practitioners, 2009,
diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
77
ASEAN,ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners, 2009,
diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
b) Saling menukar informasi dalam rangka memajukan standar dari edukasi
dibidang kedokteran gigi.
c) Untuk mempromosikan penerapan praktik terbaik dalam standar dan
kualifikasi; dan
d) Untuk menyediakan kesempatan untuk pembangunan kapasitas dan
pelatihan praktek kedokteran gigi.
8. Tourism Professionals (Jasa Tenaga Pariwisata)
Mutual Recognition Arrangement mengenai jasa Tenaga Pariwisata dibuat
pada tanggal 9 November 2012 di Bangkok, Thailand. Tujuan pembuatan
MRA ini adalah: 78
a) Memfasilitasi mobilitas para tenaga pariwisata; dan
b) Untuk saling bertukar informasi mengenai praktik terbaik di Pendidikan
berbasis kompetensi dan pelatihan untuk tenaga pariwisata dan untuk
menciptakan kesempatan kooperasi dan pembangunan kapasitas diantara
Negara anggota ASEAN.
Pemfasilitasi MRAs di kedelapan Profesi pada dasarnya memiliki tujuan
yang sama, yaitu untuk meningkatkan mobilitas para pekerja profesional, saling
bertukar informasi diantara para pekerja profesional, dan mendorong penerapan
praktik terbaik (Best Practices) diantara para pekerja profesional.
Hasil akhir yang diharapkan dari adanya Mutual Recognition Arrangement
adalah semakin meningkatnya standar kemampuan tenaga profesional dari
Negara-negara ASEAN, semakin dekatnya hubungan antar Negara karena adanya
78
ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professional, 2012,
diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
pembauran budaya, dan meningkatkan efektivitas dari praktik kedelapan
pekerjaan tersebut.
B. Kedudukan MRAs Dalam Perspektif Hukum Internasional.
1. MRAs Sebagai Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional pada hakikatnya merupakan spesies dari genus
yang berupa perjanjian pada umumnya. Kata “Perjanjian” menggambarkan
adanya kesepakatan antara anggota masyarakat tentang suatu keadaan yang
mereka inginkan, mencerminkan hasrat mereka, dan memuat tekad mereka untuk
bertindak sesuai dengan keinginan dan hasrat mereka. Kata “Perjanjian” yang
diikuti kata sifat “Internasional”, yang merujuk pada perjanjian yang dibuat oleh
para aktor yang bertindak selaku subjek hukum internasional. Juga kata
“Internasional” disini untuk menggambarkan bahwa perjanjian yang dimaksud
bersifat lintas-batas suatu Negara. Para pihak masing-masing bertindak dari
lingkungan hukum nasional yang berbeda. Dengan demikian, perjanjian
internasional merupakan semua kesepakatan yang dibuat oleh Negara sebagai
salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan
berisi ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum.79
Selain pengertian dari Terminologi hukum internasional, ada juga
pengertian dari para ahli di Indonesia, seperti pendapat Mochtar Kusumaatmadja
yang menyatakan bahwa:
“Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat
hukum tertentu.”80
79
80
Wagiman, Op Cit, hal 356.
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, PT.Alumni, Bandung,
2015.
Universitas Sumatera Utara
Selain Mochtar Kusumaatmadja, Boer Mauna juga memaparkan pengertian
perjanjian internasional. Pendapat Boer Mauna menkombinasikan dari Konvensi
Wina 1969 dan dari Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang nomor 37 tahun 1999
mengenai hubungan luar negeri, yaitu:
“Perjanjian Internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh Negara
sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum
internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat
hukum.”81
Jan Klabbers, melalui bukunya International Law juga membabarkan
konsep dari perjanjian internasional sendiri,dan ia juga mengkaitkannya dengna
Konvensi Wina. Jan mengatakan:
“Bahwa Konvensi Wina mengakui dan menjabarkan sebuah Perjanjian
Internasional sebagai perjanjian dalam bentuk yang tertulis, dibuat oleh
Negara,dan diperintah oleh hukum internasional, apapun jenis instrumen
yang terkait didalamnya, maupun proses penunjukan mereka, Karena
itulah perjanjian dapat terbentuk dari berbagai bentuk, dari perjanjian yang
benar-benar serius atau kekuatan mengikatnya sangat kuat (seperti Piagam
dan Kovenan), perjanjian yang kekuatan mengikatnya adalah rata-rata
(seperti Perjanjian, Konvensi, Pakta, Protokol), maupun perjanjian yang
tidak terlalu mengikat (seperti Agreed Minutes, Pertukaran Nota,
Memorandum of Agreement or Understanding). ”82
Terdapat dua aturan internasional yang digunakan utuk mengatur
pembuatan perjanjian internasional, yaitu Vienna Convention on the Law of
Treaties 1969 dan Vienna Convention on the Law of Treaties between States and
International Organizations or between International Organizations 1986.
Perbedaan diantara kedua konvensi ini hanya terletak pada subjek pembuat
perjanjian internasional sehingga beberapa asas atau prinsip umum pembuatan
perjanjian internasional adalah kurang lebih sama.
81
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan,dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, PT Alumni, Bandung, 2013, hal 85.
82
Jan Klabbers, International Law, Kerajaan Inggris, Cambridge University Press, 2013,
hal 43.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian internasional menurut Konvensi Wina 1969 dan Konvensi Wina
1986 adalah:
Pasal 2 Konvensi Wina 1969 mengatur pengertian dari “Treaty” yaitu:
“Treaty means an international agreement concluded between states in
written form and governed by international law, whether embodied in a
single instrument or in two or more related instruments and whatever its
particular designation;”83
Pasal 2 dari Konvensi Wina 1986 juga mengatur pengertian dari “Treaty”:
“Treaty means an international agreement governed by international law and
concluded in written form:
(i) Between one or more States and one or more International Organizations;
or
(ii)Between International Organizations”84
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kedua pengertian dari perjanjian
internasional
sangat
mirip,
perbedaannya
hanya
di
subjek
perjanjian
internasionalnya, dimana di Vienna Convention 1969 subjek perjanjian
internasionalnya hanyalah Negara sedangkan di Vienna Convention 1986
Organisasi Internasional juga termaksud didalam subjek perjanjian internasional.
ASEAN adalah organisasi Regional, maka ASEAN berisi Negara-negara
anggota yang terikat satu kesamaan, yaitu Wilayah. perjanjian internasional yang
dibuat oleh ASEAN sebagian besar berlaku hanya di Negara-negara anggota
ASEAN saja, seperti TAC(Treaty of Amity and Cooperation) dan lain lain. Oleh
Karena itu, sebagian unsur dari perjanjian internasional didalam tubuh ASEAN
lebih tepat dimasukkan ke dalam pengertian Treaty yang dipaparkan di Vienna
Convention 1969. Namun ASEAN juga ada melakukan rapat dan membuat
83
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vienna Convention on the Law of Treaties, 1969, diakses
pada tanggal 19 Juni 2017.
84
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vienna Convention on the Law of Treaties Between States
and International Organizations or between International Organizations, 1986, diakses pada
tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian dengan organisasi Regional maupun Internasional lainnya, seperti
Dengan PBB dan European Union (Uni Eropa) maupun dengan Negara anggota
sendiri seperti Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia
and the ASEAN relating to the Privileges and Immunities of the ASEAN
Secretariat, Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and
the ASEAN Inter Parliamentary Organization relating to the Privileges and
Immunities of the AIPO Permanent Secretariat in Jakarta, dan masih banyak lagi
sehingga tidak salah juga apabila ASEAN diartikan dengan menggunakan Vienna
Convention 1986, Karena ada juga perjanjian antara Negara dengan ASEAN dan
antara ASEAN dengan PBB dan Uni Eropa.
Mutual Recognition Arrangements/MRAs ASEAN adalah salah satu
program/perjanjian internasional yang dibuat dan dijalankan oleh Negara-negara
anggota ASEAN sendiri. Dengan kata lain, MRAs lebih tepat apabila digolongkan
sebagai jenis perjanjian internasional yang diatur di Konvensi Wina 1969.
MRAs dibidang jasa juga merupakan program ASEAN yang bergerak
dibawah AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) dimana menurut
Boer Mauna, Pengertian Agreement adalah:
“Agreement di Indonesia lebih dikenal dengan nama Persetujuan. Menurut
pengertian ini, persetujuan umumnya mengatur materi yang cakupannya
lebih kecil daripada materi yang diatur pada traktat. Saat ini ada
kecenderungan untuk mempergunakan kata persetujuan dalam perjanjian
bilateral dan secara terbatas pada perjanjian multilateral. Terminologi
Persetujuan juga umumnya mengatur mengenai materi kerjasama di bidang
ekonomi, kebudayaan, teknik, dan ilmu pengetahuan. Persetujuan juga
digunakan pada perjanjian yang menyangkut masalah pencegahan pajak
berganda, perlindungan investasi/penanaman modal, atau bantuan
keuangan”85
85
Mauna, Op.Cit, hal 91-92.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan AFAS sendiri adalah salah satu program AFTA yang bergerak di
bidang jasa.
Apabila dilihat dari teori Integrasi Ekonomi (Economic Integration), maka
ada enam (6) tahapan kerja sama perdagangan untuk menuju integrasi ekonomi,
yaitu:
A. Preferential Trading Area (PTA)
Merupakan kelompok perdagangan yang memberikan keringanan terhadap jenis
produk tertentu kepada Negara anggotanya, dilaksanakan dengan cara mengurangi
tarif namun tidak menghapus tarif sampai menjadi nol (0). PTA dapat muncul
melalui perjanjian/kesepakatan dagang.
B. Free Trade Area (FTA)
Tujuan dari FTA adalah untuk menurunkan hambatan perdagangan sehingga
volume perdagangan meningkat Karena spesialisasi, pembagian kerja, dan yang
terpenting melalui teori keuntungan komparatif.
C. Custom Union
Custom union adalah suatu perjanjian dagang dimana sejumlah Negara
memberlakukan perdagangan bebas diantara mereka dan menerapkan serangkaian
tarif bersama terhadap barang dari Negara lain. Negara anggota menerapkan
kebijaksanaan perdagangan luar negeri bersama, tetapi dalam kasus tertentu
mereka menerapkan kuota impor yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
D. Single Integrated Market (Common Market)
Satu pasar tunggal bersama adalah blok dagang yang merupakan penambahan dari
Custom Union dengan kebijakan bersama terhadap produk, dan pergerakan yang
bebas atau faktor produksi (modal dan tenaga kerja) dan wirausaha. Tujuannya
agara terjadi pergerakan bebas dari modal, tenaga kerja, barang, dan jasa diantara
Negara-negara anggota dan mempermudah efisiensi ekonomi.
E. Economic and Monetary Union
Merupakan blok dagang seperti pasar tunggal dengan kesatuan moneter untuk
semua Negara anggota.
F. Complete Economic Integration
Pada tahap ini, tidak lagi dibutuhkan kebijakan pengawasan ekonomi kepada unitunit yang bergabung, mereka telah menjadi satu kesatuan moneter dan fiskal
secara penuh.
Apabila kita lihat teori ini dengan kondisi ASEAN sendiri, sekarang
ASEAN masih berada diposisi transisi antara Free Trade Area dengan Custom
Union, hal ini disebabkan ASEAN belum mempunyai mata uang bersama dan
sedang mengusahakan tarif bersama dan pasar tunggal untuk mencapai integrase
ekonomi yang lebih baik lagi dan sedang berusaha untuk menghilangkan
hambatan perdagangan, baik secara tarif maupun non-tarif.
Kesejahteraan ASEAN sendiri sebagai sebuah Free Trade Area akan
semakin meningkat apabila terjadi hubungan dagang yang insentif dikawasan
ASEAN sendiri. Apabila di ASEAN sendiri tidak terjadi hubungan dagang yang
Universitas Sumatera Utara
intensif, namun Negara anggota ASEAN lebih banyak berdagang dengan Negara
diluar FTA, akan terjadi penurunan volume perdagangan sehingga akan
menurunkan kesejahteraan masyarakat Negara anggota dalam ASEAN sendiri.
Untuk meningkatkan integrasi ekonomi ketingkat yang lebih tinggi lagi,
ASEAN memerlukan :
A. Tarif bersama dan Pasar Tunggal.
B. Mata Uang bersama.
C. Harmonisasi kebijakan Makroekonomi Nasional diantara Negara anggota.
Untuk memenuhi keperluan pertama yaitu Pasar Tunggal lah diciptakan
AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan ASEAN Economic Community. AFAS, yang
dibuat untuk memenuhi Pasar Tunggal dibidang Jasa/Services, dan MRAs yang
dibuat sebagai praktek/tindak lanjut dari AFAS dan mendukung salah satu pilar
utama pencapaian tujuan MEA sendiri yaitu Pasar Tunggal dan Basis Produksi
(Single Market and Production Base) yaitu Aliran bebas Tenaga Terampil (Free
Flow of Skilled Labor).
MEA sendiri memiliki empat(4) Pilar utama, yaitu: 86
A. Pasar tunggal dan Basis Produksi (A Single Market and Production Base).
B. Wilayah Ekonomi yang Kompetitif (A Competitive Economic Region).
C. Perkembangan Ekonomi yang adil (Equitable Economic Development).
D. Integrasi dengan Ekonomi Global (Integration with the Global Economy).
86
Economy Watch, Four Pillars of the AEC and the looming Implementation Deadline,
diakses dari website http://www.economywatch.com/features/Four-Pillars-of-the-AEC-and-thelooming-Implementation-Deadline.12-25-14.html, diakses pada tanggal 1 Mei 2017.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan untuk merealisasikan pilar pertama dari MEA sendiri, yaitu Pasar
Tunggal dan Basis Produksi, ada 5 lagi elemen inti yang harus dipenuhi, yaitu: 87
1. Aliran bebas Barang (Free Flow of Goods).
2. Aliran bebas Jasa (Free Flow of Services).
3. Aliran bebas Investasi (Free Flow of Investments).
4. Aliran bebas Tenaga Terampil (Free Flow of Skilled Labor).
5. Aliran bebas Modal (Free Flow of Capital).
Oleh Karena itu posisi MRAs yang bergerak di bidang jasa sebagai perjanjian
internasional ASEAN Sangatlah penting, Karena MRAs adalah realisasi dari
AFAS dan pendukung salah satu pilar MEA, yaitu Aliran Bebas Tenaga
Terampil/Free Flow of Skilled Labor.
Sebagai perjanjian internasional, tentu MRAs harus memenuhi unsur-unsur
yang harus dimiliki oleh sebuah perjanjian internasional, yaitu:
3. Mukadimah
Biasanya mukadimah suatu perjanjian mulai dengan menyebutkan Negara-negara
perserta. Perjanjian-perjanjian yang dibuat dalam kerangka ASEAN pada
umumnya dimulai dengan:
“The Government of Brunei Darussalam, the Kingdom of Cambodia, the
Republic of Indonesia, The Lao People’s Democratic Republic, Malaysia,
the Union of Myanmar, the Republic of the Philippines, the Republic of
Singapore, the Kingdom of Thailand, and the Socialist Republic of
Vietnam.”
Kadang-kadang mukadimah itu juga dimulai dengan jabatan dari wakil-wakil
yang ikut dalam perundingan. Mukadimah dari the ASEAN Declaration (Deklarasi
87
Ricardo Simanjuntak, Op.Cit, hal 8.
Universitas Sumatera Utara
ASEAN/Deklarasi Bangkok) tanggal 8 Agustus 1967, Perjanjian yang mendirikan
ASEAN, dimulai dengan kata:
“The Presidium Minister for Political Affairs/Minister for Foreign Affairs of
Indonesia, the Deputy Prime Minister of Malaysia, the Secretary of Foreign
Affairs of the Philippines, The Minister for Foreign Affairs of Singapore
and the Minister of Foreign Affairs of Thailand”
Namun seiring dengan perkembangan waktu, sekarang tidak lagi disebutkan para
pihak satu persatu tetapi sebagai contoh:
“We, the Foreign Ministers of the member countries of the Association of
Southeast Asian Nations”.
Selanjutnya, di Mukadimah juga berisi penjelasan-penjelasan spirit perjanjian. Di
dalamnya juga tercantum pernyataan-pernyataan umum yang kadang-kadang
merupakan program politik dari Negara-negara peserta. Namun dalam segi
hukum, mukadimah tidak mempunyai kekuatan mengikat seperti isi perjanjian itu
sendiri sebagaimana yang dinyatakan oleh Mahkamah Internasional tahun 1984
dalam kasus kegiatan militer dan paramiliter Amerika Serikat di Nicaragua.
Mukadimah merupakan dasar moral dan politik dari ketentuan-ketentuan hukum
yang terdapat dalam batang tubuh suatu perjanjian.
Menurut hukum internasional, Mukadimah tidak memiliki kekuatan mengikat
walaupun mukadimah tersebut merupakan suatu unsur interpretatif dari
perjanjian. Namun, mukadimah tetap merupakan dasar moral dan politik dari
ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam batang tubuh seperti halnya
Piagam PBB.88
88
Boer Mauna, Op.Cit, hal 105.
Universitas Sumatera Utara
2. Batang Tubuh
Batang tubuh suatu perjanjian berarti isi perjanjian itu sendiri. Batang tubuh ini
terdiri dari Pasal-pasal yang kadang-kadang jumlahnya cukup banyak. Sebagai
contoh:
A. Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 berisikan 85 Pasal.
B. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) berisikan
320 Pasal.
C. Masyarakat Ekonomi Eropa 1957 terdiri dari 248 Pasal.
D. Perjanjian Versailles 1919 terdiri dari 440 Pasal.89
3. Klausula-klausula Penutup
Klausula-klausula penutup juga merupakan bagian dari batang tubuh. Klausulaklausula tersebut bukan lagi mengenai isi pokok perjanjian tetapi mengenai
beberapa mekanisme pengaturan seperti mulai berlakunya, syarat-syarat
berlakunya, lama berlakunya perjanjian, amandemen, revisi, aksesi, dan lainlain.90
4. Annex
Batang tubuh suatu perjanjian juga dapat ditambah dan dilengkapi dengan
menggunakan Annexes. Annex berisi ketentuan-ketentuan teknik atau tambahan
mengenai satu Pasal atau keseluruhan perjanjian dan terpisah dari perjanjian.
Walau terpisah tetapi merupakan satu kesatuan
89
90
dengan perjanjian dan
Ibid, hal 106.
Ibid, hal 107.
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Pasal-pasal perjanjian. Biasanya
Annex disusun oleh para ahli dan bila dipisahkan dari perjanjian, itu semata-mata
untuk menghindarkan supaya perjanjian-perjanjian jangan terlalu tebal. Annex
bisa juga lebih dari satu, contohnya persetujuan Marakesh di Maroko, yang
membentuk Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) 15 April 1994 yang
memiliki 6 Annex yang terdiri dari berbagai Kesepakatan dan Memorandum di
samping Final Act yang berisikan 23 Keputusan dan pernyataan ditambah 1
Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding / MoU),
apabila kesemua memorandum ini disatukan dengan batang tubuh pastinya akan
terlalu tebal dan tidak praktis untuk dibaca.91
Keempat unsur ini harus ada di dalam setiap perjanjian internasional, tidak
terkecuali dalam MRAs (Mutual Recognition Arrangements) sebagai sebuah
perjanjian internasional.
Berikut uraian mengenai keempat Unsur ini di Mutual Recognition
Arrangement:
A. Mukadimah
Mukadimah ada di setiap Mutual Recognition Arrangements, dan sistematikanya
selalu dimulai dengan penyebutan para Negara anggota, seperti “The Republic of
Indonesia, Lao people’s Democratic Republic, dan lain lain.” Kemudian disusul
dengan pernyataan khusus mengenai dasar pembuatan Mutual Recognition
Arrangement ini.
91
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
B. Batang Tubuh
Batang tubuh di setiap perjanjian Mutual Recognition Arrangements terdiri dari
delapan (8) hingga sepuluh (10) Pasal, dimana dipasal terakhir ditentukan
mengenai Final Provisions yang merupakan Klausula Penutup.
C. Klausula Penutup.
Klausula penutup berada di Pasal terakhir di setiap Mutual Recognition
Arrangements, berisi berlakunya sebuah MRA, kriteria penghapusan sebuah
MRA, penyimpanan dokumen MRA, tanggal pembuatan, dan tandatangan para
pihak yang membuat.
D. Annex
Annex di Mutual Recognition Arrangements (MRAs) ditulis dengan nama
“Appendix” yang berisi otoritas yang berwenang dalam beroperasi di MRAs yang
terkait, dan teknis-teknis lainnya. Annex di MRAs memiliki lebih banyak isi
daripada batang tubuh MRAs itu sendiri.
Pembuatan perjanjian internasional apabila dilihat dari praktik beberapa
Negara pada dasarnya dibagi menjadi dua golongan, pada golongan pertama
terdapat perjanjian internasional yang dibuat dengan memenuhi tiga tahap
pembentukan, yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi dan pada
golongan kedua pembuatan perjanjian internasional hanya melewati dua tahap
yaitu perundingan dan penandatanganan. Biasanya golongan pertama ditujukan
untuk perjanjian yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari
Universitas Sumatera Utara
badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power),
sedangkan perjanjian golongan kedua yang lebih sederhana sifatnya diadakan
untuk perjanjian yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang
cepat seperti misalnya perjanjian perdagangan yang berjangka pendek. 92
Untuk dapat menandatangani suatu perjanjian, diperlukan pihak yang
memiliki kekuatan Full Powers. Menurut Konvensi Wina Full Powers adalah
suatu dokumen yang menunjuk satu atau beberapa utusan untuk mewakili
Negaranya dalam berunding, menerima atau membuktikan keaslian naskah suatu
perjanjian, menyatakan persetujuan Negara untuk diikat suatu perjanjian atau
melaksanakan perbuatan lainnya sehubugan dengan suatu perjanjian.
Sedangkan menurut Pasal 7 Ayat 2 Konvensi Wina, Kepala-kepala
Negara, kepala-kepala Pemerintahan, dan Menteri-menteri Luar Negeri tidak
memerlukan Full Powers untuk semua tahap pembuatan Perjanjian termaksud
penandatanganan. Sebaliknya, Kepala-kepala Perwakilan Diplomatik dan Wakilwakil tetap pada Organisasi Internasional membutuhkan Full Powers untuk
menandatangani suatu perjanjian kecuali dalam penerimaan atau pengesahan
naskah suatu perjanjian baik dalam kerangka Bilateral maupun Multilateral.93
Perjanjian internasional di Indonesia diatur di Undang-undang nomor 20
tahun 2004 mengenai Perjanjian Internasional dan Undang-undang no 37 tahun
1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
Secara umum Mutual Recognition Arrangements (MRAs) adalah sebuah
kesepakatan internasional dimana dua atau lebih Negara setuju untuk mengakui
penilaian kesesuaian (conformity assessment) antara satu dengan yang lain. MRAs
92
93
Mochtar kusumaatmadja, Op.Cit, hal 119.
Boer Mauna, Op.Cit, hal 109.
Universitas Sumatera Utara
telah menjadi semakin umum sejak pembuatan World Trade Organization
(WTO). World Trade Organization, yang pada saat itu dinamakan Multilateral
Trade Organization (MTO). Multilateral Trade Organizations dibentuk pada saat
dilakukan putaran Uruguay pada tahun 1986-1994, dimana hasil dari putaran ini,
yang dinamakan dengan perjanjian Marrakesh, dirumuskan rancangan untuk
mendirikan Multilateral Trade Organizations.94 MRAs telah disempurnakan
praktiknya baik didalam maupun diantara berbagai blok-blok perdagangan,
termaksud di APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) maupun Uni Eropa
(European Union).
Pada awalnya Mutual Recognition Arrangements, yang diterapkan pada
bulan November 1998 masih berfokuskan kepada produk barang, seperti saat
ditandatanganinya ASEAN Sectoral MRA on Electrical and Electronic Equipment
(ASEAN EE MRA) pada tanggal 5 April 2002 dan rancangan MRA tentang
produk kosmetik.95 Namun sekarang, Mutual Recognition Arrangements telah
mencangkup sampai dengan sektor jasa, sebagai realisasi dari AFAS, dan untuk
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Lingkup berlakunya program Mutual Recognition Arrangement ini tidaklah
sama diantara blok-blok perdagangan. Hal ini Karena setiap blok-blok
perdagangan pastinya memiliki lingkup kerja sendiri. Biasanya lingkup
berlakunya Mutual Recognition Arrangements hanyalah berlaku di dalam
keanggotaan blok-blok perdagangan tersebut saja. Substansi yang diatur didalam
Mutual Recognition Arrangement juga berbeda, Karena setiap blok-blok
94
Sutiarnoto, Hukum Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional, Medan, USU
Press, 2016.
95
Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit, hal 253
Universitas Sumatera Utara
perdagangan pastilah membuat perjanjian ini sesuai dengan kebutuhannya sendirisendiri. Layaknya Blok perdagangan lainnya, ASEAN memiliki juga program
kerjasama ini. Program kerjasama ASEAN ini diciptakan sebagai tindak lanjut
dari AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services).
2. Kekuatan Mengikat MRAs
Mutual Recognition Arrangements (MRAs) adalah sebuah perjanjian
regional. Sebagai sebuah perjanjian regional, MRAs tunduk akan hukum
internasional. Begitu juga dengan Negara-negara yang berpartisipasi didalam
MRAs ini. Pada dasarnya sebuah Perjanjian Internasional dan regional berlaku
setelah ditandatangani oleh pihak yang memiliki Full Powers. Hak dan kewajiban
dari pemegang Full Powers juga termaksud dengan kekebalan imunitasnya, orang
yang
menandatangani
mempertimbangkan
sebuah
kondisi-kondisi
perjanjian
apakah
internasional
perjanjian
juga
harus
tersebut
dapat
dilaksanakan atau tidak.96
Apabila kita melihat dari perjanjian internasional lainnya yang dengan
khusus mengatur mengenai hubungan antara Negara dengan organisasi
internasional, yaitu Vienna Convention On The Law of Treaties between States
and International Organizations or between International Organizations 1986,
maka dapat dilihat dari Pasal keempatnya yang menyatakan bahwa Konvensi
Wina ini bersifat non-retroaktif, dengan kata lain Konvensi Wina hanya dapat
96
Y.A Korovin, dkk., International Law, Foreign Languare Publishing House, Moscow,
hal 263.
Universitas Sumatera Utara
berlaku terhadap perjanjian internasional yang dibuat setelah Konvensi Wina ini
berlaku.97
Dengan kata lain, Mutual Recognition Arrangements ASEAN merupakan subjek
dari Konvensi Wina 1986.
Pasal 5 dari Konvensi wina ini menyatakan bahwa Konvensi ini berlaku
secara umum, tanpa melihat kekhususan dari perjanjian internasional yang dibuat.
Kemudian Pasal 9 dari Konvensi ini menyatakan dengan tegas bahwa agar
perjanjian internasional dapat berlaku, harus ada persetujuan dari seluruh pihak,
baik Negara maupun organisasi internasional. Apabila kita kaitkan dengan MRAs,
pada dasarnya semua Negara setuju akan diberlakukannya MRAs, namun tidak
semua Negara menjalankannya, sebab dalam perjanjian MRAs tersebut,dengan
jelas ditetapkan bahwa hanya Negara yang ingin mengikuti program MRAs
sajalah yang terikat akan MRAs ini. Oleh karena itu MRAs berlaku sesuai dengan
Konvensi Wina 1986, namun tidak dipaksakan oleh semua Negara anggota. 98
Pasal 14 dari Konvensi Wina menyatakan bahwa sebuah persetujuan suatu
Negara terhadap perjanjian internasional harus dinyatakan dalam ratifikasi. Bicara
tentang Pasal ini, Indonesia telah meratifikasi MRAs melalui Keputusan Presiden
nomor 82 tahun 2002 tentang Pengesahan ASEAN Framework on Mutual
Recognition Arrangements (Perjanjian kerangka ASEAN tentang Pengaturan
Saling Pengakuan). 99
Pasal 61 dari Konvensi wina menyatakan bahwa, apabila suatu Negara
merasa tidak sanggup untuk menjalankan perjanjian internasional tersebut, Negara
97
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vienna Convention on the law of Treaties between States
and International Organizations or between International Organizations,Op.Cit.
98
Ibid.
99
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat mengundurkan diri dari perjanjian internasional tersebut. Dalam
MRAs, Pasal 61 ini adalah tidak terlalu dibutuhkan, sebab telah dinyatakan
bahwa semua Negara anggota ASEAN berhak untuk mengikuti MRAs apabila
Negara tersebut merasa cukup mampu, dengan kata lain, Negara yang tidak
mampu menjalankannya tidak dipaksakan untuk mengikutinya. Pasal 62 Konvensi
Wina menyatakan bahwa perubahan kondisi tertentu yang tidak diprediksi tidak
dapat menjadi dasar penolakan dari perjanjian internasional, kecuali apabila
kondisi itu menjadi dasar persetujuan pihak tersebut,dan akibat dari perubahan
tersebut merubah kewajiban yang harus dilakukan pihak tersebut.100
Pasal 63 menyatakan bahwa penarikan duta ataupun konsul dari suatu
Negara tidak menjadi dasar akan hilangnya kewajiban suatu pihak dalam
memenuhi perjanjian internasional tersebut.101
Pada dasarnya, semua Pasal di Konvensi Wina 1986 haruslah dipatuhi
oleh Negara anggota ASEAN dan ASEAN sendiri, namun diatas telah diuraikan
beberapa Pasal penting yang merupakan dasar penting dalam kekuatan mengikat
perjanjian internasional, termaksud MRAs.
Selain Konvensi Wina,Kekuatan mengikat MRAs juga diatur di Perjanjian
MRAs sediri,yang pada intinya menyatakan bahwa MRAs hanya mengikat pada
Negara yang sanggup dan mau berpartisipasi didalamnya.
100
101
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
C. Akibat Hukum MRAs Bagi Negara Anggota ASEAN
1.Perbandingan MRAs ASEAN dengan program serupa lainnya.
Mutual Recognition Agreements (MRA) secara umum telah dikenal jauh
sebelum MRAs ASEAN Terbentuk. Sejak tahun 1973, melalui perundingan WTO
di tokyo, unsur-unsur MRA sendiri telah terbentuk. Terminologi ini dikenalkan
oleh WTO (World Trade Organization). Di badan WTO sendiri, dengan nama
yang berbeda kala itu. MRA kala itu dibuat dengan nama “The Plurilateral
Agreement on Technical Barriers to Trade” atau lebih dikenal dengan nama
“Standard Code”. Standard code ini berisi peraturan yang mengatur mengenai
teknis, persesuaian standar-standar yang diakui oleh Negara-negara anggota WTO
sendiri.
Kemudian, pada tahun 1986 hingga tahun 1994, dibuat perundingan
GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) kedelapan yang dihadiri oleh
123 Negara sebagai “Pihak-pihak yang berkepentingan”. Uruguay round ini
bertujuan untuk:
1. Menurunkan subsidi dibidang pertanian.
2. Mengangkat hambatan dibidang investasi luar negeri.
3. Memulai proses untuk membuka perdagangan di bidang jasa.
4. Memasukkan perlindungan hak milik intelektual.
Dalam Putaran perundingan Uruguay ini juga dibentuk salah satu dari
Persetujuan Perundingan Uruguay (Uruguay Round Agreement) yang dinamakan
Universitas Sumatera Utara
dengan Agreement on Technical Barriers to Trade, yang pada dasarnya dibuat
untuk: 102
1. Semakin memperluas objektif GATT 1994.
2. Mendorong perkembangan dari standar internasional dan sistem Conformity
Assessment.
3. Memastikan aturan dan standar teknis, termaksud persyaratan di Packaging,
Marking, dan Labeling, dan prosedur untuk Conformity Assessment dengan
aturan teknis dan standar tidak akan memberi hambatan yang tidak diperlukan
dalam perdagangan internasional.
Tujuan kedua dan ketiga dari WTO inilah yang sekarang sering diikuti dan
dipakai oleh berbagai Organisasi Internasional lainnya untuk membuat sebuah
kualifikasi/standar bagi pemenuhan standar liberalisasi perdagangan internasional
di organisasi yang bersangkutan, termaksud ASEAN.
Sampai sekarang, sudah ada beberapa program dengan tujuan yang sama
namun nama yang berbeda dengan MRA, yang dibuat oleh berbagai organisasi
internasional, seperti:
a. Uni Eropa (European Union)
Dikenal dengan nama Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk
hubungan keluar,dan Mutual Recognition (MR) untuk hubungan internal.
102
World Trade Organizations, Marrakesh Agreement diambil dari website
https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/17-tbt_e.htm, diakses pada tanggal 24 April 2017.
Universitas Sumatera Utara
MRA di Uni Eropa digunakan hanya untuk memajukan perdagangan
barang diantara Uni Eropa dengan Negara-negara partner. seperti yang dinyatakan
di website Europa sendiri:
“MRA in European Union is used to promote trade in goods between EU
and third countries and facilitate market access,they are bilateral
agreements,and aim to benefit industry by providing easier access to
conformity assessment.”103
Namun, Uni Eropa memiliki perjanjian bersama yang dinamakan Mutual
Recognition.Mutual recognition adalah salah satu dari tiga cara untuk
merealisasikan pergerakan bebas barang di pasar internal uni eropa, yaitu
liberalisasi, approximation, dan Mutual Recognition.104
Apabila membandingkan MRA (Mutual Recognition Agreement) Uni
Eropa dengan MRAs (Mutual Recognition Arrangements) ASEAN, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa perbedaan diantara keduanya adalah bahwa MRA di
Uni Eropa dikhususkan antara Uni Eropa dengan Negara ketiga, sedangkan
MRAs di ASEAN ditujukan untuk anggota internal ASEAN.
Namun
apabila
kita
bandingkan
MRAs
(Mutual
Recognition
Arrangements) ASEAN dengan MR (Mutual Recognition) Uni Eropa, ditemukan
persamaan, yaitu:
1. Baik MRAs ASEAN maupun MR Uni eropa sama-sama dikhususkan untuk
anggota internal organisasi.
103
Europa, Mutual Recognition Agreements – European Commission, diambil dari
website https://ec.europa.eu/growth/single-market/goods/international-aspect/mutual-recognitionagreements_en, diakses pada tanggal 23 April 2017.
104
Jacques Pelkmans, Mutual Recognition in Goods and Services:An Economic
Perspective, European Network of Economic Policy Research Institutes, Working Paper
No.16/March 2003, hal 2.
Universitas Sumatera Utara
2. Baik MRAs ASEAN maupun MR Uni eropa sama-sama mengatur mengenai
pengakuan bersama dibidang barang dan jasa .
Selain persamaan diatas, MRAs ASEAN dengan Mutual Recognition Uni
eropa juga memiliki beberapa perbedaan, yaitu:
1. MR di Uni eropa direalisasikan dengan cara menetapkan prinsip perjanjian
yang benar-benar memaksa dibidang pergerakan bebas, prinsip yang tidak
ditemui di aturan dagang internasional mengenai integrasi ekonomi lainnya,
termaksud ASEAN.105
2. di Uni Eropa, Negara anggota wajib memasukkan dalam aturan nasional
mereka, Pasal mengenai mutual recognition, agar produk dari Negara lain
dapat masuk dan sesuai dengan aturan nasional di Negara anggota lainnya 106,
sedangkan di ASEAN hal ini tidak harus dikenakan kepada semua Negara
anggota, hanya dikenakan kepada Negara anggota yang sanggup/mampu
menjalankan MRAs tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan di buku
guidelines for the development of mutual recognition arrangements, dimana
3. MR di Uni Eropa adalah sejajar untuk semua Negara, sedangkan MRAs di
ASEAN memiliki beberapa perbedaan, sesuai dengan kondisi Negara anggota,
seperti Negara dengan pertimbangan khusus (Laos, Myanmar, Kamboja,
Vietnam).107 Contohnya perdagangan bebas total ASEAN ditargetkan akan
terbentuk pada tahun 2010 bagi ASEAN-6 dan tahun 2015 bagi ASEAN-4
(Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam).108
105
Ibid, hal 3.
Ibid, hal 5.
107
ASEAN, Guidelines for the Development of Mutual Recognition Arrangements, Op.
Cit, hal 17.
108
Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit, hal 255.
106
Universitas Sumatera Utara
4. Di MR Uni Eropa dengan MRAs ASEAN di sektor barang, Menurut laporan
Atkins untuk review pasar tunggal (Atkins, 1998), diperkirakan bahwa hampir
50% barang dagang didalam Uni Eropa adalah subjek dari Mutual Recognition
dan sisanya adalah subjek dari integrasi ekonomi lainnya. dari 50% yang
menjadi subjek MR, 20% adalah barang yang tidak diatur, seperti sendok teh,
dan 30% lainnya adalah yang diatur secara resmi, seperti Bir, sedangkan di
1998 ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangements
dinyatakan bahwa sektor pengembangan MRAs salah satunya adalah jumlah
volume dagang intra-ASEAN dan 20 grup produk prioritas, dan didalam
perkembangan MRAs sendiri harus ada dua belas sektor integrasi prioritas
sedangkan di Uni Eropa, sudah 50% barang dagang didalam uni eropa yang
menjadi subjek dari Mutual Recognition/MR, sedangkan di ASEAN,
dinyatakan bahwa kesemua volume dagang intra-ASEAN yang merupakan
bagian dari dua belas sektor prioritas integrasi adalah bagian dari MRAs
ASEAN.
5. Perbedaan MR Uni Eropa dengan MRAs ASEAN di sektor jasa, adalah bahwa
MR di Uni Eropa Jasa dibagi menjadi Jasa yang dapat ditukar (Tradeable) dan
yang tidak dapat ditukar (Non-tradeable), jasa yang tidak dapat ditukar adalah
jasa pemerintahan, jasa lokal, semua pendidikan jarak dekat, dan sebagian
besar jasa kesehatan. sisanya dapat ditukar, sedangkan MRAs ASEAN di
bidang jasa, hanya mencangkup 8 profesi saja.
b. Komunitas Afrika Timur (East African Community)
Kerjasama dibidang jasa juga dikenakan di Komunitas Afrika Timur,
dengan nama Mutual Recognition Agreements.
Universitas Sumatera Utara
Antara Mutual Recognition Agreements dari East African Community
dengan Mutual Recognition Arrangements ASEAN terdapat beberapa persamaan
dan perbedaan, yaitu:
Persamaan:
1. MRAs ASEAN dan MRA EAC sama-sama mempermudah arus masuk barang
dan jasa diantara Negara-negara anggota
2. ASEAN dan EAC sama-sama mengatur Perjanjian mengenai profesi Insinyur
Perbedaan diantara keduanya adalah bahwa MRAs ASEAN baik di bidang
barang maupun jasa lebih luas dari MRA EAC, dimana MRAs ASEAN di bidang
barang mengatur mengenai perdagangan intra-ASEAN dan 20 grup produk
prioritas, sedangkan MRA EAC hanya mengatur mengenai produk kedokteran
hewan imunologis, dan MRAs ASEAN di bidang jasa mengatur mengenai
peningkatan kooperasi di 8 profesi utama ASEAN, sedangkan MRA EAC
mengatur kooperasi hanya di 3 profesi, yaitu Insinyur, Ahli kedokteran hewan,
dan Pengacara.
c. Mercado Comum del sur (Mercosur),atau Southern Common
Market
Mercosur adalah blok sub-regional yang berisi Negara-negara anggota dari
Amerika Selatan. Dengan lima (5) Negara anggota penuh (full members) yaitu
Argentina, Brazil, Paraguay, Uruguay, dan Venezuela, dengan Bahasa resmi
spanyol, portugis, dan guarani.
Mercosur dibuat pada tahun 1991 dengan penandatanganan Treaty of
Asuncion, dengan anggota Argentina, Brazil, Paraguay, dan Uruguay, dan pada
Universitas Sumatera Utara
tahun 1994 dibuat Protocol of Ouro Preto yang berisi struktur institusional
Mercosur.
Mercosur membuat perjanjian kerjasama dibidang Jasa dengan nama
“Protocol of Montevideo on Trade in Services.” Pada tanggal 15 Desember 1997,
dengan 4 anggota terkait, yaitu Argentina, Brazil, Paraguay dan Uruguay.
Sama seperti AFAS, Protokol Montevideo ini juga mengikuti contoh
GATS. Protokol ini memiliki sebelas (11) sektor grup yang dibentuk di Services
Sectoral Classification List (SSCL), yang akan difokuskan realisasinya diantara
kesemua Negara anggota Mercosur.
Pada tahun 2002, Mercosur juga membuat sebuah daerah yang bernama
“Free Residence Area”, daerah dimana warga dari salah satu Negara anggota
Mercosur dapat tinggal di Negara lainnya dan bekerja tanpa perlu menggunakan
visa, Negara anggota Mercosur juga membawa lencana Mercosur disertai passport
Negaranya.
Komitmen pembuatan Free Residence Area ini dikuatkan dengan
pembuatan kesepakatan Mercosur Residence Agreement. Namun Mercosur
Residence Agreement berbeda dengan Mutual Recognition Arrangements
ASEAN. Dalam Mercosur Residence Agreement, para pencari kerja disediakan
tempat tinggal sementara selama dua tahun kemudian diganti menjadi tempat
tinggal permanen, namun pencari kerja tersebut harus mencari kerja sendiri.
Sedangkan dalam MRAs, ASEAN langsung memberikan pekerjaan kepada warga
Negara yang berkualifikasi untuk mengikuti MRAs dan telah mendaftar, namun
tempat tinggalnya tidak bersifat permanen.
Universitas Sumatera Utara
Apabila dibandingkan dengan ASEAN, Mercosur memiliki jumlah lingkup
Jasa yang lebih banyak daripada ruang lingkup jasa di ASEAN. Ada Delapan(8)
sektor jasa yang diliberalisasikan di ASEAN, sedangkan di Mercosur, ada sebelas
sektor grup.
2. Akibat Hukum MRAs bagi Negara Anggota ASEAN.
Dalam Realisasi dari MRAs ini sebagai perjanjian internasional, perlu
dilihat asas-asas berikut:
1. Asas Kepentingan Umum
Menurut asas ini, demi melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan
masyarakat, setiap Negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan
peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum
2. Pacta Sunt Servanda
Asas ini menyatakan bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat wajib ditaati oleh
pihak-pihak yang membuatnya.
3. Equality rights
Asas ini menyatakan bahwa setiap Negara yang mengadakan hubungan kerjasama
berkedudukan sama.
4. Asas Resiprositas (Reciprocity Principle)
Asas ini menyatakan bahwa tindakan suatu Negara terhadap Negara lainnya dapat
dibalas dengan setimpal, baik tindakan negatif, maupun positif. Asas ini biasanya
dikenal dengan nama Asas Timbal Balik.
5. Asas Courtesy
Menurut asas ini, masing-masing Negara harus saling menghormati dan menjaga
kehormatan satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
6. Asas Rebus Sic Stantibus
Asas ini menyatakan bahwa perjanjian dapat diputuskan secara sepihak apabila
terdapat perubahan yang mendasar/fundamental dalam keadaan yang bertalian
dengan perjanjian internasional yang telah disepakati.
7. Asas Teritorial
Asas territorial didasarkan pada kekuasaan Negara atas wilayahnya, dimana asas
ini menyatakan bahwa Negara memiliki kewenangan untuk melaksanakan hukum
bagi setiap perbuatan melanggat hukum diwilayahnya.
Dan berikut diuraikan penjelasan mengenai ketujuh Asas-asas yang perlu
diperhatikan dalam MRAs ini:
1. Asas Kepentingan Umum
Demi kelanjutan kepentingan umum, bisa saja suatu Negara menyesuaikan diri
dengan perubahan/reservasi beberapa peraturan, termaksud peraturan yang
terdapat pada suatu perjanjian internasional (MRAs). Asas ini penting demi
kelanjutan hidup suatu Negara sebab perjanjian internasional (apalagi MRAs yang
tujuan pembuatannya untuk pembauran masyarakat antarnegara anggota) bisa saja
menimbulkan Culture Shock dan/atau bentrokan kepentingan. Apabila yang
timbul adalah Culture Shock, maka masih mudah untuk diatasi, namun apabila
benturan kepentingan yang terjadi, bisa saja mengacaukan situasi politik maupun
ekonomi di suatu Negara.
2. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini dipakai bukan hanya di hukum internasional saja, namun juga di Hukum
Perdata, bedanya, Asas Pacta Sunt Servanda di perdata mengatur kewajiban
Universitas Sumatera Utara
seseorang, sedangkan Asas Pacta Sunt Servanda di hukum internasional mengatur
kewajiban suatu Negara. Asas ini menyatakan bahwa setiap perjanjian
internasional harus dipatuhi/ditaati oleh pihak yang membuatnya, dengan kata
lain, aturan MRAs harus ditaati dan dipatuhi oleh Negara-negara anggota ASEAN
yang mengikutinya. Perlu diketahui bahwa MRAs diakui oleh semua Negara
anggota ASEAN, namun hanya ditaati apabila Negara anggota ASEAN
berpartisipasi /mengikuti program MRAs itu sendiri, oleh karena itu, anggota
ASEAN yang belum siap/belum berpartisipasi di MRAs tidak perlu mematuhi
aturan di MRAs. Dengan kata lain, walau suatu Negara merupakan Negara
anggota ASEAN, belum tentu berarti bahwa ia berpartisipasi di MRAs.
C. Asas Kesamaan (Equality Rights)
Asas Kesamaan (Equality Rights) menyatakan bahwa setiap Negara yang
membuat sebuah perjanjian internasional, dianggap mempunyai kedudukan yang
sama, oleh Karena itu, di setiap perjanjian internasional yang dibuat di ASEAN
(Termaksud MRAs), para anggotanya berkedudukan sama, tidak dilihat dari
“siapa pendirinya, siapa yang masuk lebih dahulu” dan sebagainya.
4. Asas Resiprositas
Asas ini juga dikenal secara umum bukan hanya di hukum internasional, maupun
dikenal juga di Hukum Pidana. Pengertiannya pada hukum Pidana adalah bahwa
dapat dilihat apa hasil dari perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang,
apakah benar dari tindakan pidana seseorang membuahkan hasil tersebut.
Sedangkan dalam Hukum Interasional, pengertian Asas Resiprositas adalah sama
sekali tidak sama/berbeda. Di hukum internasional, Asas Resiprositas menyatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa apapun tindakan yang diterima oleh suatu Negara, dapat dibalas kembali
oleh Negara yang menerima tindakan tersebut, dengan kata lain, Negara dapat
membalas apapun yang diterima dari Negara lain. Asas ini tidak harus selamanya
dilihat dari sisi yang negatif (seperti agresi militer), namun dalam hal positif,
seperti misalnya dalam MRAs, suatu Negara yang mengirimkan tenaga
professionalnya dapat mendapat tenaga professional dari Negara lain.
5. Asas Kesopanan/Courtesy
Dalam pelaksanaan MRAs, setiap Negara anggota yang melaksanakan MRAs
harus saling menghormati satu sama lain dan menjaga kehormatan Negara
anggota lainnya. Asas ini adalah asas yang paling umum dan paling dasar bagi
hubungan suatu Negara dengan Negara lainnya. Tanpa adanya asas ini, tidak akan
terjadi hubungan Negara yang menguntungkan, sehat dan berjangka panjang.
6. Asas Rebus sic Stantibus
Asas ini menyatakan bahwa apabila ada isi dari MRAs yang diubah oleh salah
satu Negara anggota/pihak, tanpa persetujuan oleh Negara anggota lainnya, maka
Negara anggota lainnya dapat memutuskan kerjasama dalam MRAs itu sendiri.
Namun di Pasal bagian Amandments di MRAs ini sendiri dinyatakan bahwa
modifikasi/perubahan melalui amandemen hanya dapat dilakukan bersama,
sehingga kedudukan asas ini menjadi lebih kuat.
Universitas Sumatera Utara
7. Asas Teritorial
Asas ini menyatakan bahwa Negara memiliki kewenangan untuk memproses
segala perbuatan melawan hukum yang terjadi di Negaranya (Termaksud
perbuatan melawan hukum yang dibuat oleh Tenaga Profesional Asing) Untuk
Asas ini telah dengan lengkap dijelaskan dan diuraikan di MRAs, dimana di
dokumen MRAs, dinyatakan bahwa seorang tenaga professional harus “Be Bound
by prevailing laws and regulations of the Host Country” atau “Terikat pada
hukum dan regulasi di Negara penerima”.
Selain asas umum ini, di Pasal terakhir/bagian klausula penutup
dinyatakan bahwa setiap Negara anggota ASEAN yang ingin mengikuti program
ini harus berkoordinasi dengan sekretaris jendral ASEAN, yang menyatakan
bahwa kekuatan mengikat MRAs hanya berlaku bagi Negara-negara yang
berpartisipasi didalamnya. Hal ini mendukung penjelasan di Asas Pacta Sunt
Servanda diatas.
Pernyataan di bagian klausula penutup ini sangat penting, sebab tidak
semua Negara anggota ASEAN memiliki kapasitas yang sama untuk menjalankan
Mutual Recognition Arrangements (MRAs) ASEAN ini. Seperti di empat Negara
dengan pertimbangan khusus (Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam).
Konvensi Wina 1986 juga menyatakan beberapa peraturan yang harus
dipatuhi oleh ASEAN beserta Negara anggotanya dalam menjalankan perjanjian
internasional, seperti Pasal 19-23 yang merupakan dasar hukum dari reservasi,
Pasal 26 yang mengatur tentang asas Pacta Sunt Servanda, Pasal 31 yang
menitikberatkan kepada
good faith diantara
anggota-anggota
perjanjian
Universitas Sumatera Utara
internasional, Pasal 44 yang menyatakan bahwa pengakhiran perjanjian
internasional hanya dapat dilakukan bersama, Pasal 53 yang menyatakan bahwa
perjanjian internasional menjadi tidak valid apabila bertentangan dengan hukum
internasional umum, dan Pasal lainnya yang juga penting untuk dinyatakan (Pasal
40, Pasal 27, Pasal 33,Pasal 49 dan 50, dan lain-lain.)109
109
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vienna Convention on the Law of Treaties between
States and International Organizations or between International Organizations, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PENGARUH MRAS TERHADAP PENGATURAN PROFESI TERKAIT
DALAM HUKUM NASIONAL
A.
Manfaat MRAs ASEAN bagi kepentingan Indonesia.
Integrasi ekonomi adalah salah satu cara bagi suatu Negara untuk
memajukan ekonomi suatu Negara dan telah dipraktekkan oleh banyak Negara.
Integrasi ekonomi dapat diwujudkan melalui pembuatan perjanjian internasional,
maupun membuat organisasi internasional yang bergerak di bidang ekonomi dan
kemudian menyetujui perjanjian internasional diantara Negara anggota organisasi
internasional tersebut. Integrasi ekonomi bisa saja dilakukan tanpa melalui
organisasi internasional, namun ruang lingkup perjanjiannya tidak akan luas dan
dampaknya tidak terlalu signifikan, kekuatan mengikatnya juga tidak terlalu kuat
apabila dibandingkan dengan perjanjian internasional yang dibuat dibawah
organisasi internasional sebab Negara akan cenderung lebih mematuhi perjanjian
internasional kepada organisasi internasional daripada Negara lainnya.
Organisasi internasional yang berbasis regional sudah mulai berkembang
dengan pesat sejak diatas tahun 1980an. Organisasi regional pertama yang
berbasis ekonomi adalah Uni Eropa(European Union) yang dibentuk pada tahun
1952 dengan beranggotakan 6 Negara yaitu Belgia, Prancis, Jerman, Itali,
Luxembourg, dan Belanda. Sampai saat ini EU sudah beranggotakan 27 Negara
eropa.
Organisasi regional selanjutnya yang berdiri adalah ASEAN (Association
of South East Asia Nations) yang berdiri pada tahun 1967 dengan 5 Negara
Universitas Sumatera Utara
pelopor, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Keanggotaan ASEAN sekarang sudah berisi 10 Negara ASEAN dengan 6 Negara
yang memiliki keanggotaan asosiasi, yaitu Jepang, Korea Selatan, China, India,
Selandia Baru, dan Australia.
Kemudian muncullah organisasi regional lainnya seperti Mercosur/USAN,
NAFTA, TPP, EEU, dan organisasi internasional lainnya yang sebagian besar
dibentuk diatas tahun 1990an, dengan kata lain, tren Organisasi Internasional
mulai terjadi sejak tahun 1990an.
Uni Eropa telah memulai program EEC (European Economic Community)
atau Masyarakat Ekonomi Eropanya sejak tahun 1957, sedangkan ASEAN baru
memulainya pada tahun 2016, namun kerangkanya telah dibuat sejak tahun 1997
lalu. Oleh Karena itulah integrasi di Uni Eropa cenderung lebih maju daripada
integrasi di ASEAN sendiri.
Untuk mencapai tujuan dari MEA jugalah dibuat program Mutual
Recognition Arrangements (MRAs), perjanjian regional yang berlaku kepada
seluruh Negara anggota ASEAN yang mampu dan yang dibentuk untuk
memfasilitasi pergerakan tenaga kerja professional di seluruh Negara ASEAN,
termaksud di Indonesia sebagai salah satu pendiri dari ASEAN.
Perjanjian internasional pada dasarnya tidak memiliki bentuk yang pasti.
Ada perjanjian internasional yang dibuat secara tertulis (seperti perjanjian
persekutuan antar Peter I dengan Augustus II pada tahun 1698, Treaty of Amity
and Cooperation ASEAN, dan lain-lain). Ada juga secara lisan, seperti perjanjian
Universitas Sumatera Utara
antara Rusia dengan Republik Mongolia, pada thun 1936.110 Pada dasarnya,
MRAs adalah perjanjian regional (regional treaties) yang dibuat oleh
suatu
negara dengan bentuk tertulis, dan dibuat dengan tujuan untuk mendorong
pemenuhan
Suatu Negara pastinya memiliki kepentingan-kepentingan tertentu, dan
apabila suatu Negara menyetujui dan meratifikasi sebuah perjanjian internasional,
tindakan itu sebagian besar didasarkan atas dasar keuntungan. Negara tersebut
ingin meratifikasi perjanjian internasional Karena perjanjian internasional tersebut
membawa keuntungan bagi Negara tersebut. Hal ini juga berlaku kepada
Indonesia sebagai sebuah Negara.
Indonesia sendiri tentunya menyetujui dan meratifikasi program Mutual
Recognition Arrangements (MRAs) dengan tujuan untuk mendapat keuntungan
dan kegunaan dari perjanjian internasional tersebut. Persetujuan Indonesia
terhadap MRA (Mutual Recognition Arrangements) ASEAN juga tentunya
memberikan dampak positif bagi perkembangan Indonesia, antara lain:
1. Meningkatkan kualitas tenaga professional di Negara Indonesia.
Apabila Mutual Recognition Arrangements diberlakukan di Indonesia, akan ada
pembauran dari tenaga professional asing lain yang berasal dari Negara ASEAN
dengan tenaga professional dari Indonesia. Kolaborasi dari kedua pihak akan
menyebabkan semakin baiknya kualitas dari tenaga professional di kedua Negara
Negara tersebut, sebab mereka berdua dapat saling melengkapi kekurangan
masing-masing dan saling membagi ilmu dan pengalaman terkait dengan bidang
110
Y.A Korovin, dkk, Op.Cit, hal 262.
Universitas Sumatera Utara
yang dikerjakan dan berdampak pada peningkatan kualitas tenaga professional
Indonesia.
2. Meningkatkan hubungan diplomatik diantara Negara.
Apabila Mutual Recognition Arrangements diberlakukan di Indonesia, secara
otomatis hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Negara partner MRA
akan bertambah kuat, hal ini Karena terjadi hubungan timbal balik dan saling
menguntungkan diantara kedua Negara tersebut sehingga kedua Negara akan terus
menjaga hubungan diplomasinya satu dengan yang lain untuk kemajuan bersama.
3. Meningkatkan pengetahuan budaya warga Negara Indonesia dengan Negara
partner MRA.
Dengan pemberlakuan Mutual Recognition Arrangements di Indonesia, masingmasing warga Negara partner MRA akan mengetahui dengan lebih baik budaya
dari Negara partnernya masing masing dan meningkatkan kepekaaan masyarakat
umum Indonesia terhadap budaya dari Negara lain tanpa harus pergi ke Negara
tersebut.
4. Meningkatkan kemampuan berbahasa inggris warga Negara Indonesia.
Dengan diberlakukannya MRA, otomatis akan banyak tenaga professional
Indonesia yang bekerja diluar negeri, dan banyak pula tenaga kerja asing yang
bekerja di Indonesia. Baik tenaga professional asing di Negara Indonesia maupun
tenaga professional Indonesia di Negara asing akan memakai Bahasa inggris
sebagai Bahasa internasional yang diakui di dunia, termaksud di ASEAN sendiri,
oleh Karena itu pertukaran tenaga professional ini akan meningkatkan English
Proficiency (kelancaran berbahasa inggris) antar tenaga professional Indonesia
Universitas Sumatera Utara
dan Warga Negara Indonesia pada umumnya (tenaga professional Indonesia sebab
mereka bekerja di luar negeri sehingga harus berbahasa inggris secara terus
menerus dan Warga Negara Indonesia karena dengan adanya tenaga kerja asing
yang berbahasa inggris, warga Negara Indonesia dapat mempraktekkan Bahasa
inggrisnya langsung kepada tenaga kerja asing tersebut tanpa harus keluar negeri
lagi.
5. Meningkatkan Perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Pada dasarnya perekonomian suatu Negara akan semakin baik apabila perputaran
uang di Negara tersebut semakin cepat. Dengan adanya Mutual Recognition
Arrangements, tenaga asing yang bekerja di Indonesia akan membeli produk
Indonesia dan berkontribusi terhadap perputaran uang di Indonesia sendiri,
sehingga perputaran uang di Indonesia akan semakin cepat dan memberi dampak
semakin baiknya perekonomian Indonesia. Tenaga Professional Indonesia juga
akan mengirimkan gaji/uangnya ke keluarganya di Indonesia sehingga
memperkuat dan mempercepat perputaran uang di Indonesia. Perekonomian
Indonesia juga akan semakin baik Karena semakin banyak investasi yang masuk
ke Indonesia yang disebabkan oleh baiknya hubungan diplomatik antara Negara
anggota ASEAN lainnya.
6. Memajukan Perkembangan Teknologi Indonesia.
Beberapa MRAs ASEAN, seperti MRA dibidang Arsitek, menyatakan di
Pasalnya:
“To set up standards and commitment of technological transfer among
ASEAN Member Countries”.
Dengan adanya Mutual Recognition Arrangements, kemajuan dibidang teknologi
akan terus terdorong sebab adanya peningkatan standar teknologi serta transfer
Universitas Sumatera Utara
teknologi diantara Negara-negara ASEAN yang akan meningkatkan standar
teknologi di Indonesia.
Mutual Recognition Arrangements adalah bagian dari AFAS, perjanjian
perdagangan ASEAN di bidang jasa yang apabila dipenuhi akan memenuhi salah
satu dari elemen utama dari realisasi Pasar tunggal dan Basis Produksi, yaitu Free
Flow of Skilled Labor/Aliran Bebas Tenaga Terampil. Dengan kata lain, dengan
dipenuhinya Mutual Recognition Arrangements, maka akan melengkapi salah satu
Pilar utama dari pembentukan MEA sendiri (Pasar Tunggal dan Basis Produksi)
dan berdampak kepada semakin dekatnya integrasi ekonomi diantara Negaranegara ASEAN.
Keuntungan dari Integrasi Ekonomi ASEAN (Melalui program integrasi
ekonominya yaitu MEA):
1. Semakin bervariasinya jenis barang yang beredar.
Dengan adanya AFTA ASEAN, maka jenis produk yang beredar di suatu Negara
akan semakin bervariasi,harganyapun akan semakin murah Karena tidak adanya
hambatan perdagangan disebabkan oleh integrasi ekonomi di bidang Barang.
2. Semakin berkembangnya kualitas jasa di Negara ASEAN.
Dengan adanya AFAS ASEAN, terlebih MRA, akan meningkatkan kualitas Jasa
secara keseluruhan, baik dari pihak penerima maupun pengirim.
Universitas Sumatera Utara
3. Semakin mudahnya membuat suatu perjanjian.
Biasanya Negara anggota yang terikat dalam suatu integrasi ekonomi akan lebih
mudah untuk mencapai suatu kesepakatan bilateral yang saling menguntungkan
dan untuk waktu yang lama.
4. Memperkuat kerjasama politik.
Negara yang mengikuti Kelompok Integrasi ekonomi biasanya memiliki tujuan
politik yang sama/mirip, salah satunya adalah keuntungan. Dengan adanya MEA,
kerjasama politik akan semakin ditingkatkan dan tujuan politik antar Negara akan
semakin cepat terealisasi.
5. Menguntungkan pasar modal.
Integrasi Ekonomi sangat bermanfaat bagi pasar modal Karena ia mempermudah
Karena Integrasi Ekonomi akan membantu perusahaan untuk membeli modal
dengan bunga rendah.
6. Membuka peluang kerja.
Dengan adanya integrasi ekonomi akan meningkatkan peluang mendapatkan
pekerjaan sebab adanya perluasan pasar diantara Negara-negara ASEAN. Warga
Negara Indonesia dapat mencari pekerjaan bukan hanya di Indonesia saja namun
juga bisa di Negara-negara ASEAN lainnya.
7. Meningkatkan FDI (Foreign Direct Investment) atau Investasi asing langsung
Dengan adanya Integrasi ekonomi, investasi asing akan semakin meningkat,
sehingga apabila suatu perusahaan membuka Investasi Asing, perusahaan itu
Universitas Sumatera Utara
menjadi perusahaan internasional. Banyaknya investasi asing juga akan
meningkatkan perekonomian suatu Negara.111
Namun apabila ingin mengikuti MRAs(baik di bidang barang maupun
jasa) suatu Negara harus mematuhi segala aturan yang telah disetujui bersama
mengenai MRAs dan mengaturnya didalam hukum nasional Negara tersebut. Hal
ini sama dengan memberikan sedikit dari kedaulatan nasionalnya. Walau dalam
ASEAN sudah dinyatakan dengan jelas prinsipnya adalah “Tidak mencampuri
urusan dalam negeri satu sama lain Negara anggota” namun, adalah fenomena
yang sudah tidak bisa dihindari bahwa apabila suatu Negara sudah menyatakan
akan mengikuti suatu program yang dibuat oleh sebuah organisasi internasional,
maka ia harus mengikuti aturan yang telah dibuat oleh suatu organisasi
internasional tersebut. Namun, ASEAN pada dasarnya adalah Intergovernmental
Organizations (IGO) sehingga tidak ada keharusan bagi suatu Negara untuk
mengikuti program MRAs ini.
Banyak sekali keuntungan yang bisa didapat dari sebuah Integrasi
Ekonomi, seperti MRA dan MEA. Namun, sebuah Integrasi Ekonomi hanya akan
menguntungkan Negara yang telah siap untuk menerimanya, Karena apabila suatu
Negara belum siap untuk menerimanya, maka yang terjadi adalah ketimpangan.
Negara tersebut bisa kalah dalam kompetisi di wilayah tersebut Karena kurangnya
skill atau faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, untuk dapat menikmati Integrasi
Ekonomi, Indonesia harus dapat terus meningkatkan kapasitas dan kualitas
sumber daya manusianya sehingga bisa mendapatkan keuntungan darinya.
111
Benefits of, Benefits of Economic Integration, diambil dari website
http://benefitof.net/benefits-of-economic-integration/, diakses pada tanggal 1 mei 2017 11:45.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penetapan kebijakan dan pelaksanaannya, ASEAN selalu berusaha
untuk menghindari ketimpangan tersebut, tercermin dari tujuan Pilar ketiga dari
MEA,
yaitu
Perkembangan Ekonomi
yang Adil
(Equitable
Economic
Development), realisasinya seperti adanya keringanan bagi empat Negara dengan
pertimbangan khusus (Laos, Kamboja, Viernam, Myanmar). Oleh Karena itu
adanya Integrasi Ekonomi (Termaksud MRA sebagai bagian darinya) adalah
perjanjian yang menguntungkan semua Negara anggota, baik Negara maju
(seperti singapura) maupun Negara berkembang, termaksud Indonesia.
Oleh karena itu Indonesia sebagai Negara anggota ASEAN dan Negara
yang berpartisipasi di MEA sendiri haruslah meningkatkan kualifikasinya agar
dapat bersaing dan mendapatkan keuntungan yang maksimal didalam program
Mutual Recognition Arrangements (MRAs) ini.
B.
Bidang Profesi Terkait dalam MRAs
Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dalam setiap bidang jasa
memiliki banyak persamaan, salah satunya adalah setiap tenaga kerja yang bekerja
melalui MRA harus mendaftar melalui PRA (Professional Regulatory Authority)
dan dalam beberapa MRA, tenaga kerja juga harus tunduk juga terhadap badan
nasional yang mengatur mengenai profesi tersebut, seperti di MRA akuntansi
dinyatakan bahwa PRA harus bekerjasama dengan NAB (National Accountancy
Body) yang berada di Negara tersebut. Kesemua MRAs juga menyatakan bahwa
warga ASEAN yang bekerja di Negara asing dalam rangka MRA harus mematuhi
segala aturan nasional yang berlaku di Negara tempatnya bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Juga dalam MRAs dinyatakan dengan jelas bahwa harus dibuat MC
(Monitoring Commitee) dengan tujuan untuk “to develop, process and maintain
ASEAN workers in the country of origin”. Dengan kata lain pembuatan MC
adalah untuk mengembangkan dan menjaga pekerja-pekerja ASEAN di suatu
Negara.
Perlu diketahui juga bahwa di bagian Amendments bahwa:
“Any ASEAN Member State may request in writing any amendment to all
or any part of this Arrangement”
dengan kata lain bahwa setiap Negara berhak untuk mengusulkan
perubahan/amandemen
terhadap
MRAs.
Namun,
MRAs
hanya
dapat
diamandemen melalui persetujuan bersama dari Negara anggota ASEAN dan
harus disampaikan secara tertulis.
Dan apabila terdapat masalah/konflik, maka aturan yang digunakan adalah
ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism, yang dibuat di
Vientiane, Republik Demokrasi Laos, Pada tanggal 29 November 2004.
Setiap MRAs dibuat dengan format yang mirip, salah satu yang
membedakan tiap-tiap MRAs adalah Profesi yang diatur dan apakah ada Appendix
lainnya yang diberlakukan di MRAs tersebut, seperti MRAs mengenai Jasa
Akuntansi memiliki Appendix, yang berisi Guideline (Buku Panduan) mengenai
kriteria dan prosedur dalam profesi Akuntan, serta Daftar NAB (National
Accountancy Body), dan pengaturan teknis lainnya. Sedangkan ada MRAs yang
belum/tidak memiliki Appendix.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pelaksanaan Mutual Recognition Arrangements, terdapat delapan
(8) Profesi yang dipermudah dan difasilitasi pergerakannya,yaitu:
1. Profesi Keinsinyuran
Mutual Recognition Arrangement (MRA) pertama yang ditandatangani
dan disahkan adalah MRA mengenai jasa keteknikan/Engineering. MRA ini
ditandatangani pada tanggal 9 Desember 2005, di Kuala Lumpur, Malaysia. MRA
ini seperti namanya memfasilitasi kebebasan pergerakan tenaga professional di
bidang keteknikan. Apabila seorang tenaga professional di bidang Teknik
memenuhi syarat dan bergabung kedalam MRA ini, maka ia akan bekerja sebagai
seorang ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE). Ada beberapa
kriteria/syarat penilaian agar seseorang dapat diterima sebagai seorang ACPE,
yaitu:
1. Menyelesaikan gelar keteknikan yang diakui oleh badan akreditasi
keteknikan profesional baik yang berada di Negara asal maupun yang
berada di Negara tujuan, atau dinilai dan diakui memiliki gelar/bukti lain
yang setara dengannya.
2. Memiliki sertifikat registrasi dan lisensi yang valid untuk berpraktek
keteknikan di Negara asal yang dikeluarkan oleh Professional Regulatory
Authority (PRA) dari Megara anggota ASEAN dan sesuai dengan
kebijakan pendaftaran dalam praktek keteknikan yang ditetapkan oleh
Monitoring Committee.
Universitas Sumatera Utara
3. Memperoleh pengalaman praktik sekurang kurangnya tujuh (7) tahun
setelah kelulusan, paling tidak dua (2) tahun dimana pendaftar memiliki
kewajiban berpraktek dengan rutin.
4. Tunduk dengan kebijakan Continuing Professional Development (CPD) di
Negara asal dengan nilai yang memuaskan.
5. Memperoleh sertifikat dari Professional Regulatory Authority di Negara
asal akan tidak adanya sejarah pelanggaran kode etik, teknikal, maupun
professional dalam praktek keteknikan.
Apabila seorang Insinyur professional memenuhi kualifikasi diatas dan
ingin mengikuti program untuk menjadi seorang ACPE, maka pekerja itu harus
membayar pembayaran kepada ASEAN Chartered Professional Engineers
Register (ACPER) setelah penerimaan agar dapat menjadi seorang ACPE secara
resmi. Seorang ACPE harus berpraktek hanya di bidang tertentu yang dibebankan
kepadanya sesuai dengan perjanjian.
Seorang tenaga professional yang berstatus ACPE, dapat mendaftarkan
dirinya secara bebas di Negara ASEAN manapun yang diinginkan untuk dapat
didaftarkan sebagai seorang Registered Foreign Professional Engineer (RFPE),
namun seorang ACPE yang bekerja di Negara ASEAN lainnya sebagai RFPE
wajib: 112
1. Terikat dengan kode etik lokal maupun internasional sesuai dengan
kebijakan yang diterapkan di Negara asal.
2. Terikat dengan hukum dan kebijakan di Negara tujuan.
112
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Engineering Services, Op.Cit, diakses
pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
3. Bekerja berkolaborasi dengan insinyur lokal di Negara tujuan.
Ada tiga (3) lembaga yang bergerak di MRA bidang ini, yaitu Professional
Regulatory Authority (PRA), Monitoring Committee (MC), dan ASEAN Chartered
Professional Engineer Coordinating Committee (ACPECC), Tugas ketiganya
akan diurai dibawah ini: 113
Tugas Professional Regulatory Authority (PRA):
1. Menilai pendaftaran dan memberi pengakuan terhadap ACPEs (ASEAN
Chartered Professional Engineers) untuk bekerja sebagai seorang RFPEs
(Registered Foreign Professional Engineers), tidak secara independen,
namun berkolaborasi dengan insinyur lokal di Negara tujuan.
2. Mengawasi dan menilai praktek professional dari para RFPEs.
3. Melapor ke badan lokal maupun internasional mengenai implementasi dari
perjanjian ini.
4. Menjaga standar yang tinggi dalam praktek professional maupun etik di
bidang keinsinyuran/keteknikan.
5. Mengabarkan sekretariat ASEAN Chartered Professional Engineer
Coordinating Commitee (ACPECC) apabila ada RFPE yang melanggar
perjanjian ini, ataupun RFPE yang sudah tidak layak untuk bekerja,
maupun RFPE yang tidak memenuhi syarat Continuing Professional
Development (CPD).
113
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
6. Mempersiapkan aturan dan regulasi untuk mengimplementasikan isi dari
perjanjian ini, dan
7. Saling bertukar informasi mengenai hukum, praktek, dan perkembangan
praktek di bidang keteknikan dalam suatu wilayah dengan tujuan
harmonisasi sesuai dengan standar regional maupun internasional.
Tugas Monitoring Committee (MC):
1. Lembaga MC akan dibentuk untuk mengembangkan, memproses, dan
menjaga ASEAN Chartered Professional Engineers Register (ACPER) di
Negara asal.
2. Lembaga ini akan diakui sebagai pihak yang berwenang dalam
pendaftaran dan lisensi dari insinyur professional di Negara tersebut.
3. MC juga akan diakui sebagai sebuah badan yang dapat mensertifikasi
kualifikasi dan pengalaman dari insinyur professional secara langsung,
maupun melalui referensi dari badan-badan kompeten lainnya.
4. MC juga harus memastikan semua ACPEs yang telah terdaftar oleh
secretariat ACPECC memenuhi kriteria yang diatur di perjanjian MRA ini,
dan bahwa mayoritas dari ACPEs ini telah mempraktekkan pemenuhanya
melalui prosedur dan kriteria tertentu.
5. Memastikan bahwa praktisi yang mendaftarkan diri untuk registasi sebagai
seorang ACPEs, diperlukan untuk menunjukkan bukti bahwa mereka telah
memenuhi kriteria CPD di Negara asal.
6. Memastikan bahwa praktisi yang terdaftar di ACPECC sebagai seorang
ACPE selalu memperbaharui pendaftarannya.
Universitas Sumatera Utara
7. Memastikan implementasi dan eksekusi dari perubahan yang disetujui oleh
ACPECC, apabila ada.
8. Mengeluarkan seorang ACPE dari ASEAN Chartered Professional
Engineers Register (ACPER).
Tugas ASEAN Chartered Professional Engineer Coordinating Committee
(ACPECC):
1. ACPECC bertugas untuk memberi maupun mencabut gelar ACPE dari
seorang tenaga kerja profesional. Kewenangan ini dapat diwakilkan
kepada MC apabila ACPECC menginginkannya. Anggota ACPECC
adalah anggota perwakilan masing-masing Negara ASEAN yang ditunjuk.
2. Memfasilitasi perkembangan dari forum pendaftaran ASEAN dibidang
keteknikan (ASEAN Chartered Professional Engineers Register).
3. Menerima seorang pendaftar yang memenuhi syarat untuk menjadi
seorang ACPE.
4. Mengembangkan, mengawasi, menjaga, dan memajukan standar dan
kriteria untuk memfasilitasi praktek oleh ACPE melalui partisipasi dari
Negara anggota ASEAN.
5. Memperluas pengertian dari perkembangan strategi untuk membantu
pemerintah dan otoritas lainnya dalam mengurangi hambatan dan
memanajemen proses secara efektif.
6. Mendukung pemerintah untuk mengadopsi dan mengimplementasikan
prosedur untuk memberi hak praktek bagi ACPE.
Universitas Sumatera Utara
7. Mengindentifikasi dan mendorong implementasi praktek terbaik untuk
persiapan dan penilaian dari para insinyur yang ingin berpraktek di level
professional.
8. Melanjutkan pengawasan bersama dan pertukaran informasi dalam bentuk
apapun yang dianggap pantas.
2. Profesi Keperawatan
Mutual Recognition Arrangement ASEAN mengenai profesi Keperawatan
(Nursing Services) resmi ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006. MRA
ASEAN ini bergerak untuk memfasilitasi pergerakan di bidang keperawatan,
Sama seperti MRAs lainnya, apabila seorang ahli di bidang keperawatan
mengikuti program ini, maka akan ada nama tertentu yang dilekatkan kepadanya.
Apabila seorang perawat mendaftarkan diri didalam MRA ini, maka ia menjadi
seorang Foreign Nurse. Lembaga yang bergerak di MRA bidang ini adalah
Nursing Regulatory Authority (NRA) dan ASEAN Joint Coordinating Committee
on Nursing. Ada pula ketentuan tertentu yang harus dipenuhi agar seorang warga
Negara ASEAN berkualifikasi untuk menjadi seorang Foreign Nurse, yaitu: 114
1. Mendapatkan kualifikasi keperawatan.
2. Memiliki registrasi dan lisensi yang valid, lisensi praktik, dan
dokumen/sertifikat lainnya yang terkait dari Negara asal.
3. Memiliki pengalaman berpraktek sekurang-kurangnya sebanyak tiga(3)
tahun secara terus menerus sebelum pendaftaran.
114
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Nursing Services, Op.Cit, diakses pada
tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
4. Memenuhi level memuaskan dari kebijakan Continuing Professional
Development dibidang keperawatan sesuai dengan NRA Negara asal.
5. Memiliki sertifikat dari NRA Negara asal mengenai tidak adanya
pelanggaran kode etik, profesional, maupun standar-standar tertentu dalam
praktik keperawatannya.
6. Memenuhi kebutuhan lainnya, seperti keharusan untuk mengikuti tes
kesehatan, program pengenalan, atau penilaian kompetensi sesuai apabila
dipandang perlu oleh NRA atau otoritas lainnya yang berwenang dan
pemerintah dari Negara penerima.
Seorang Foreign Nurse, dalam berpraktek diluar negeri harus patuh terhadap: 115
1. Kode lokal mengenai teknis pelaksanaan profesional sesuai dengan
kebijakan pelaksanaan praktek keperawatan di Negara tujuan.
2. Hukum domestik dari Negara tujuan.
3. Menghormati dan menghargai budaya dan agama di Negara tujuan.
Dalam mendaftar dan melaksanakan tugasnya, seorang Foreign Nurse
diawasi dan dipantau oleh dua lembaga, yaitu Nursing Regulatory Authority
(NRA) dan ASEAN Joint Coordinating Committee on Nursing.Tugas masingmasing lembaga adalah: 116
1. Nursing Regulatory Authority:
a) Mengevaluasi kualifikasi dan pengalaman dari seorang Perawat Asing
(Foreign Nurse).
115
116
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
b) Melisensi dan mendaftarkan seorang Perawat asing sehingga
memperbolehkan mereka untuk berpraktek keperawatan di Negara
tujuan.
c) Memastikan bahwa Perawat Asing tersebut mempertahankan standar
yang tinggi sesuai dengan peraturan di Negara tujuan.
2. ASEAN Joint Coordinating Committee on Nursing:
a) Memfasilitasi implementasi dari MRA Keperawatan.
b) Mencari tahu mengenai kebijakan yang telah ada, prosedur dan
praktek,
untuk mengembangkan dan memajukan strategi untuk
mengatur implementasi dari MRA keperawatan ini.
c) Mendukung adopsi dan harmonisasi dari standar dan prosedur dalam
implementasi MRA melalui mekanisme yang ada.
d) Memperbarui berbagai perubahan dalam sistem hukum di Negara
tujuan.
e) Melanjutkan pengawasan bersama dan pertukaran informasi.
f) Bertindak sebagai wadah untuk menyelesaikan segala sengketa atau
isu yang timbul dari implementasi MRA ini, yang diserahkan dari
NRA setiap Negara anggota yang berpartisipasi.
g) Mendiskusikan kemajuan dari program perkembangan kapasitas.
h) Mendiskusikan kepentingan lain menyangkut MRA ini.
i) Membuat mekanisme untuk merealisasikan mandatnya.
3. Profesi Arsitek
MRA ASEAN mengenai profesi Arsitektur ditandatangani pada tanggal 19
November 2007, bersamaan dengan MRA ASEAN mengenai Kualifikasi Ahli
Universitas Sumatera Utara
Survey. MRA ini menyatakan bahwa Arsitek dari Negara anggota ASEAN dapat
mendaftar sebagai seorang ASEAN Architect yang kemudian dapat kembali
mendaftarkan kembali di Negara anggota ASEAN lainnya sebagai seorang
“Registered Foreign Architect” atau Arsitek Asing Terdaftar. Seorang Arsitek
ASEAN harus: 117
1. Memiliki gelar dibidang arsitektur yang diakui oleh badan akreditasi
arsitektur professional atau dinilai memiliki kemampuan atau gelar lain
yang sama dengan gelar tersebut.
2. Memiliki tanda bukti pendaftaran dan praktek arsitektur yang dikeluarkan
oleh PRA (Professional Regulatory Authority).
3. Telah memiliki pengalaman berpraktik atau bekerja sekurang-kurangnya
10 tahun berturut-turut dengan pembagian 5 tahun setelah registrasi dan 2
tahun bertanggung jawab terhadap pekerjaan arsitektur yang banyak.
4. Tunduk kepada kebijakan Continuing Professional Development (CPD) di
Negara asal dalam tingkat yang memuaskan.
5. Memiliki sertifikasi dari Professional Regulatory Authority (PRA) di
Negara asal yang menyatakan bahwa tidak pernah ada pelanggaran kode
etik lokal maupun internasional serta kode teknis dalam bidang praktik
arsitektur.
6. Bersedia untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang disetujui oeh ASEAN
Architect Council (AAC).
117
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Architectural Services, Op.Cit, diakses
pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
Seorang Arsitek ASEAN dalam berpraktek di Negara tujuan harus: 118
1. Terdaftar sebagai Registered Foreign Architect (RFA) di negara tujuan.
2. Terikat kepada kode etik lokal maupun internasional menyangkut praktik
arsitektur.
3. Terikat dengan Hukum di Negara penerima.
4. Bekerja, baik secara independen maupun berkolaborasi dengan Arsitek
lokal lainnya yang berlisensi.
Adapun tugas PRA (Professional Regulatory Authority), badan yang pada
dasarnya mengawasi kinerja Arsitek ASEAN,yaitu: 119
A. Mengevaluasi dan memutuskan pendaftaran dan kualitas dari seorang
Arsitek ASEAN.
B. Memantau dan mengawasi praktik professional dari Arsitektur Asing
Terdaftar (Registered Foreign Architect / RFA) baik secara independen
maupun secara berkolaborasi dengan lembaga nasional.
C. Memantau perkembangan lembaga lokal maupun internasional berkaitan
dengan perkembangan MRA ini.
D. Menjaga standar yang tinggi di bidang praktek Arsitektur.
E. Memberi tahu kepada ASEAN Architect Council (AAC) apabila seorang
Registered Foreign Architect (RFA) sudah tidak lagi berkualifikasi untuk
berpraktek Arsitektur di Negara asal, tidak memenuhi Continuing
Professional Development (CPD) di level yang memuaskan, dan melanggar
kode etik maupun hukum dari Negara tujuan.
118
119
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
F. Mempersiapkan seperangkat Aturan untuk mengimplementasikan MRA ini.
G. Saling bertukar informasi mengenai hukum, praktik, dan perekembangan
dibidang arsitektur di wilayah sesuai dengan standar regional maupun
internasional.
Dalam MRA ini terdapat dua lagi lembaga yang dibentuk untuk
pengawasan Arsitek ASEAN, yaitu MC (Monitoring Committee) dan AAC
(ASEAN Architect Council).
Pada Dasarnya, Ruang lingkup MC (Monitoring Committee) adalah untuk
memantau proses registrasi dan lisensi Arsitek ASEAN, seperti: 120
A. Memastikan bahwa semua Arsitek ASEAN yang terdaftar oleh ASEAN
Architect Council memenuhi persyaratan dan kualifikasi yang diperlukan.
B. Memastikan bahwa seorang Arsitek ASEAN telah memenuhi Continuing
Professional Developmentnya.
C. Memastikan bahwa seorang Arsitek terus memperbarui pendaftarannya,
memastikan implementasi dan eksekusi dari amandemen (apabila ada).
D. Mengeluarkan sertifikat yang menyatakan bahwa seorang Arsitek adalah
Arsitek ASEAN.
E. Memberi tahu ASEAN Architect Council (AAC) dan Monitoring Commitee
(MC) Negara asal apabila ada seorang Arsitek non ASEAN yang
berpraktek di Negara penerima.
Sedangkan Tugas dari lembaga ASEAN Architect Council adalah untuk: 121
A. Memfasilitasi perkembangan pendaftaran seorang Arsitek ASEAN.
120
121
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
B. Memajukan pengakuan terhadap seorang Arsitek ASEAN di setiap Negara
anggota ASEAN agar memiliki kemampuan dan kompetensi yang sama
dengan lisensi tenaga Arsitektur Profesional di Negara asal.
C. Mengembangkan, mengawasi dan memajukan standar praktik dari Arsitek
ASEAN melalui partisipasi dari Negara anggota ASEAN.
D. Mendukung pemerintah untuk mengadopsi dan mengimplementasi
prosedur untuk memberi hak berpraktek kepada seorang Arsitek ASEAN,
melalui mekanisme yang terdapat di ASEAN dan mendukung praktik
terbaik/best practices.
E. Melanjutkan pengawasan bersama dan pertukaran informasi yang dianggap
paling diperlukan.
F. ASEAN Architect Council (AAC) juga berhak untuk mengundang Negara
anggota ASEAN yang tidak berpartisipasi dalam MRA ini untuk menjadi
pengamat / observer di meeting AAC.
D. Profesi Ahli Survey
MRA mengenai kualifikasi ahli survey MRAnya belum terbit, namun
sudah ada ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of
Surveying Qualifications, Framework ini berisi tentang bagaimana prinsip-prinsip
umum dalam pengakuan Bersama di bidang kualifikasi ahli survey, seperti adanya
Penilaian dan Evaluasi, Otoritas yang Kompeten, Standard an Kriteria, adanya
home dan host country, dan lain lain. Walau MRA mengenai ahli survey belum
terbit, namun dapat diperkirakan bahwa isi dari MRA ini tidaklah jauh berbeda
dari isi MRAs lainnya, seperti adanya PRA, MC, kualifikasi yang harus dipenuhi
Universitas Sumatera Utara
agar dapat menjadi ahli survey ASEAN, adanya hak pengecualian Bersama, dan
amandemen, seperti MRAs yang mengatur bidang-bidang lainnya.
E. Profesi Dokter
MRA ASEAN Mengenai profesi dokter telah ditandatangani sejak
diselenggarakannya ASEAN Sumit ke-14 di Thailand pada tanggal 26 Februari
2009. MRA ini menyatakan bahwa dokter-dokter umum maupun spesialis dari
Negara anggota ASEAN dapat mendaftar di Negara tujuan agar dapat berpraktek
di Negara tujuan tersebut. Hal ini dinyatakan di Pasal 2:defenisi bagian 3 yang
menyatakan bahwa:
“Praktisi dokter asing merujuk kepada seorang praktisi medis termaksud
spesialis yang memegang kewarganegaraan anggota ASEAN, terdaftar
untuk mempraktekkan kedokteran di Negara asal dan dapat diaplikasikan
untuk mempraktekkan kedokteran di Negara tujuan”.122
Namun “Medical Practitioner/Praktisi Dokter” disini juga memiliki
kualifikasi tertentu,kualifikasi tersebut adalah: 123
A. Memiliki kualifikasi dibidang kedokteran yang diakui di Professional
Medical Regulatory Authority (PMRA) di Negara tujuan.
B. Memiliki tanda bukti pendaftaran dan praktek yang dikeluarkan oleh
PMRA.
C. Telah aktif berpraktik sekurang-kurangnya 5 tahun berturut-turut.
D. Tidak tersandung kasus hukum di Negara asal dan tidak melanggar kode
etik kedokteran lokal maupun internasional.
122
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Medical Practitioners, Op.Cit, diakses
pada tanggal 19 Juni 2017
123
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Dokter berkewarganegaraan ASEAN yang memenuhi kualifikasi ini dapat
mendaftar registrasi kepada Negara ASEAN lainnya dimana ia tertarik untuk
berpraktek, dan kemudian dinyatakan sebagai salah satu dari “Foreign Medical
Practitioners” atau Praktisi Medis Asing.
Seorang Praktisi medis asing harus tunduk kepada hukum, kode etik dan
professional Negara penerima, memenuhi kriteria khusus yang dikenakan di
Negara penerima,serta menghormati budaya dan praktek religius di Negara
penerima.
Badan yang bertanggung jawab atas pertukaran di MRA praktisi medis
disebut “PMRA(Professional Medical Regulatory Authority)”, yang menurut
MRA ini adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pihak yang berwenang dari tiap
Negara anggota ASEAN untuk mengatur dan mengontrol praktisi dokter ASEAN
dan praktek kedokterannya. PMRA di Indonesia dipegang oleh Konsil Kedokteran
Indonesia dan Kementerian Kesehatan Indonesia.
Tugas dari PMRA Negara tujuan adalah: 124
1. Mengevaluasi kualifikasi, pelatihan, dan pengalaman dari praktisi medis
asing
2. Memaksakan kebutuhan atau penilaian untuk pendaftaran.
3. Memberi pengakuan dan mendaftarkan Praktisi Medis Asing untuk
berpraktek di Negara tujuan.
4. Memantau dan menilai kinerja dari Praktisi Medis Asing sesuai dengan
kode etik dan standar praktik medis di Negara tujuan atau tidak.
124
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
5. Melakukan tindakan tertentu apabila Praktisi Medis Asing melanggar kode
etik atau standar praktik medis tersebut.
F. Profesi Dokter Gigi.
MRA ASEAN mengenai profesi dokter gigi ditandatangani pada tanggal
26 Februari 2009, pada ASEAN Summit ke-14 di Thailand. MRA ini
menfasilitasi kebebasan pergerakan di bidang praktisi dokter gigi. MRA ini dibuat
disaat yang sama dengan pembuatan MRA di bidang kedokteran, dan juga seperti
MRAs lainnya, untuk berpraktek ke luar negeri dalam rangka MRA dan menjadi
Praktisi Kedokteran Gigi Asing (Foreign Dental Practitioners), ada persyaratan
yang harus dipenuhi,yaitu: 125
A. Memiliki kualifikasi dokter gigi yang diakui oleh PDRA (Professional
Dental Regulatory Authority) Negara asal dan Negara penerima.
B. Memiliki sertifikat pendaftaran resmi dan sertifikat praktik yang
dikeluarkan oleh PDRA Negara asal.
C. Aktif berpraktek sebagai praktisi dokter gigi atau spesialis, sekurang
kurangnya lima tahun secara terus menerus di Negara asal.
D. Terikat dengan CPD (Continuous Professional Development) di Negara
asal.
E. Telah disertifikasi oleh PDRA Negara asal mengenai tidak adanya
pelanggaran kode etik atau professional dan tidak terjerat kasus hukum.
125
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners, Op.Cit, diakses
pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
F. Bersedia untuk memenuhi penilaian atau kebutuhan lainnya yang
dibutuhkan dan dianggap pantas oleh PDRA atau lembaga berwenang
lainnya di Negara penerima.
Seorang praktisi dokter gigi yang memenuhi kondisi diatas harus diakui
sebagai berkualifikasi untuk berpraktik di Negara tujuan, dan harus: 126
A. Terikat dengan kode professional dan etik serta standar praktisi dokter gigi
yang diterapkan di PDRA Negara asal.
B. Terikat dengan hukum nasional di Negara asal dan menghormati praktik
budaya dan agama di Negara tujuan.
MRA mengenai Praktik kedokteran gigi juga memiliki lembaga khusus
yang bertugas untuk menilai dan mengawasi pelaksanaan dari seorang Praktisi
Kedokteran Gigi Asing (Foreign Dental Practitioners), yang bernama
Professional Dental Regulatory Authority (disingkat PDRA). PDRA memiliki
kewajiban untuk:127
1. Mengevaluasi kualifikasi, pelatihan dan pengalaman dari seorang Praktisi
dokter Gigi Asing.
2. Memaksakan kebutuhan atau penilaian dalam pendaftaran kepada
pendaftar.
3. Memberi pengakuan dan mendaftarkan seorang Praktisi dokter gigi asing
untuk berpraktek di Negara tujuan.
4. Mengawasi dan menilai praktik dari praktisi dokter gigi asing tersebut
sesuai dengan kode etik professional dan standar praktik di Negara tujuan.
126
127
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
5. Mengambil segala tindakan apabila praktisi dokter gigi asing gagal
berpraktik sesuai dengan kode etik, standar, dan kode professional di
Negara tujuan.
Pengaturan mengenai kewajiban dari pendaftar dan kualifikasi diatur di
Pasal 3 dan pengaturan mengenai PDRA diatur di Pasal 4. Kemudian di Pasal 6
dinyatakan bahwa adanya pembuatan lembaga lain yang bernama ASEAN Joint
Coordinating Commitee on Dental Practitioners, atau disingkat dengan
AJCCD.lembaga ini berisi paling banyak dua (2) representatif yang ditunjuk dari
PDRA setiap Negara anggota, oleh karena itu apabila kesemua Negara mengikuti
program MRA ini, maka anggota AJCCD adalah 20 orang. AJCCD dibuat untuk:
128
1. Memfasilitasi implementasi dari MRA ini melalui pengertian yang lebih
baik tentang aturan domestik yang dapat diaplikasikan disetiap Negara
anggota ASEAN dan dalam perkembangan strategi dan implementasi dari
MRA ini.
2. Untuk mendorong Negara anggota ASEAN untuk mengadopsi dan
menstandarisasi mekanisme dan prosedur dalam implementasi MRA.
3. Memastikan
pertukaran
informasi
mengenai
Hukum,praktik
dan
perkembangan kedokteran gigi di wilayah demi harmonisasi sesuai dengan
standar regional maupun internasional.
4. Untuk
mengembangkan
mekanisme
pertukaran
informasi
apabila
diperlukan.
128
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
5. Untuk melakukan review terhadap MRA setiap lima (5) tahun atau
sebelum 5 tahun,apabila diperlukan.
6. Untuk melakukan kegiatan lain yang berhubungan dengan MRA ini.
G. Profesi Akuntan
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Accountancy Services adalah
perjanjian kerjasama pertukaran tenaga kerja di bidang akuntansi. MRA ini
ditandatangani pada tanggal 26 Februari 2009 (MRA Framework on Accountancy
Services) dan 13 November 2014 (MRA on Accountancy Services). MRA On
Accountancy Services yang ditandatangani pada tahun 2014 adalah petunjuk
teknis dan formal dari MRA Framework on Accountancy Services yang dibuat
pada tahun 2009. MRA Framework on Accountancy Services mengatur mengenai
prinsip prinsip dan framework negosiasi dibidang akuntansi diantara Negara
anggota ASEAN, sedangkan MRA on Accountancy Services mengatur mengenai
teknis pelaksanaan nya secara langsung, dari lembaga yang berwenang, hak dan
kewajiban, dan lain lain.MRA on Accountancy Services dibuat untuk: 129
1. Memfasilitasi mobilitas dari jasa ahli akuntansi diantara Negara-negara
anggota ASEAN.
2. Meningkatkan kerjasama di bidang jasa akuntansi diantara Negara-negara
anggota ASEAN.
3. Saling bertukar informasi demi memajukan praktik terbaik dalam standar
dan kualifikasi.
129
ASEAN Mutual Recognition on Accountancy Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 19
Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
Seorang ahli akuntansi dapat mendaftar menjadi serang ASEAN Chartered
Professional Accountant (ACPA) dengan cara mendaftarkan diri ke lembaga
Monitoring Committee (MC) dalam program ASEAN Chartered Professional
Accountant Register (ACPAR), namun untuk dapat diterima, diperlukan beberapa
ketentuan-ketentuan,seperti: 130
1. Telah menyelesaikan gelar akuntansi atau program ujian akuntansi
professional oleh Badan Akuntansi Nasional (National Accountancy
Body/NAB) dan/atau Professional Regulatory Authority (PRA) di Negara
asal ataupun di Negara tujuan, atau telah diakui oleh badan akuntansi
nasional
ataupun
PRA
yang
bersangkutan
dalam
memiliki
kemampuan/gelar yang setara dengannya.
2. Memiliki sertifikat pendaftaran resmi di Negara asal yang dikeluarkan oleh
badan akuntansi nasional atau PRA di Negara asal sesuai dengan kebijakan
pendaftaran, lisensi, dan/atau sertifikasi dalam bidang praktek akuntansi.
3. Mendapatkan pengalaman praktek akuntansi sekurang-kurangnya 3(tiga)
tahun berturut-turut dalam lima tahun sebelum kualifikasi.
4. Tunduk terhadap kebijakan Continuing Professional Development (CPD)
di Negara asal; dan.
5. Telah mendapatkan sertifikasi dari Badan Akuntasi Nasional ataupun PRA
di Negara asal bahwa pendaftar tidak mempunyai sejarah melanggar kode
etik maupun professional dan standar-standar dalam praktik akuntansi.
130
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Setelah seorang ahli akuntansi menjadi ASEAN Chartered Professional
Accountant, untuk dapat berpraktek di luar negeri, ia harus bersumpah agar: 131
1. Terikat dengan kode etik professional yang diberlakukan sesuai dengan
kebijakan yang berlaku di Negara asal.
2. Terikat dengan aturan aturan yang ada di Negara tujuan
3. Bekerja Bersama dengan ahli akuntansi domestik Negara tujuan.
Dalam melaksanakan tugasnya atau dalam mendaftar, seorang ahli
akuntansi dinilai dan diawasi oleh Badan Akuntasi Nasional dan Professional
Regulatory Authority. Tugas dari Badan Akuntansi Nasional dan PRA salah
satunya adalah menilai ahli akuntansi yang mendaftar untuk menjadi seorang
ASEAN Chartered Professional Accountants (ACPA) dan mengawasi kinerja Ahli
Akuntansi Asing yang terdaftar (Registered Foreign Professional Accountants,
sebutan kepada ACPA yang sedang berpraktek di Negara tujuan) di Negara
tujuan, juga mempertahankan standar-standar praktek ACPA/RFPAs) di Negara
tersebut.
Ada juga Lembaga lain yang bernama Monitoring Committee, Lembaga
ini bertugas lebih di bidang pengawasan,seperti pemastian dari para ACPAs untuk
menyediakan bukti bahwa mereka telah tunduk dan menjalankan kebijakan
Continuing Professional Development (CPD) di Negara asal, memastikan
pembaruan pendaftaran kepada para ACPA, serta menarik seorang ACPA dari
pendaftaran ACPAR, dengan kata lain, mengeluarkan seorang ahli akuntan dari
MRA ini.
131
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Lembaga lainnya yang harus diketahui adalah ASEAN Chartered
Professional Accountant Coordinating Committee
(ACPACC). ACPACC
bertugas untuk: 132
1. Menjaga dan memfasilitasi perkembangan ASEAN Chartered Professional
Accountant Register (ACPAR).
2. Memastikan bahwa kebijakan penerimaan ACPA di setiap Negara sesuai
dengan kompetensi ASEAN secara keseluruhan.
3. Mengatur dan mengembangkan ACPAR, standar tertentu yang harus
dipenuhi agar dapat menjadi ACPA.
4. Saling bertukar Informasi mengenai daftar ACPA, Prosedur Penilaian,
Kriteria, Sistem, dll.
5. Mendorong Pemerintah untuk mengadopsi dan mengimplementasi
prosedur dalam memberikan hak praktek di ACPA (Asean Chartered
Professional Accountants (ACPAs))melalui mekanisme yang tersedia
didalam ASEAN.
6. ACPACC juga berhak untuk mengundang Negara ASEAN yang tidak
berpartisipasi dalam MRA ini untuk menghadiri rapat-rapatnya.
H. Profesi Ahli Pariwisata
MRA ASEAN yang terakhir ditandatangani adalah dibidang pariwisata
(tourism), yang ditandatangani pada tanggal 9 November 2012. Mutual
Recognition Arrangement ini bertujuan untuk memfasilitasi pergerakan dibidang
ahli pariwisata. Seseorang juga harus memiliki/memenuhi kriteria tertentu agar
dapat menjadi seorang Ahli Pariwisata/Tourism Professional di MRA ini, bedanya
132
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dengan MRA lainnya adalah persyaratan yang dikenakan di MRA ini tidak
memfokuskan kriterianya di Pasal recognitionnya, seperti MRA lainnya,
melainkan menjelaskannya dengan sangat rinci di bagian Appendix MRA
tersebut.
Negara anggota ASEAN dalam menyusun persyaratan yang diperlukan
telah menyepakati untuk mengakui bahwa kompetensi akan didasarkan oleh
kualifikasi, Pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman sebagai tonggak
utama/elemen utama yang akan dipertimbangkan dalam memberi pengakuan Ahli
Pariwisata, untuk merealisasikannya, para Negara anggota ASEAN membuat
ASEAN Common Competency Standards for Tourism Professionals (ACCSTP)
dan Common ASEAN Tourism Curriculum (CATC) sebagai kriteria dan standar
yang harus dipenuhi agar dapat menjadi Ahli Pariwisata dan menjalankannya.
Dalam MRA ini, dikenal 3 Lembaga yang dibentuk ASEAN untuk
menjalankan dan mengawasi jalannya MRA ini, yaitu National Tourism
Professional Board (NTPB), The Tourism Professional Certification Board
(TPCB), dan ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee (ATPMC),
dimana masing-masing lembaga memiliki tugasnya masing-masing, yaitu: 133
Tugas dari National Tourism Professional Board (NTPB) adalah:
1. Menciptakan kesadaran dan menyebarkan informasi mengenai perjanjian
ini.
2. Memajukan, mempertahankan, dan mengawasi ACCSTP dan CATC.
133
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professionals, Op.Cit, diakses
pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
3. Memfasilitasi pertukaran informasi mengenai prosedur penilaian, kriteria,
sistem, dan publikasi mengenai perjanjian ini.
4. Melaporkan perkembangan pekerjaan ke ASEAN National Tourism
Organizations (ASEAN NTOs).
5. Menyusun dan memperbaharui mekanisme yang diperlukan untuk dapat
mengimplementasi Perjanjian ini.
6. Memfasilitasi pertukaran praktik terbaik dan perkembangan di bidang
kepariwisataan
dengan
tujuan
untuk
mengharmonisasikan
dan
mengembangkan kompetensi pariwisata di tingkat lokal maupun global.
7. Kewajiban atau fungsi lain yang mungkin akan dibebankan oleh NTOs di
masa depan.
Tugas dari The Tourism Professional Certification Board (TPCB):
1. Menilai kualifikasi dan/atau kompetensi dari ahli pariwisata sesuai dengan
ACCSTP
2. Mengeluarkan sertifikat Ahli Pariwisata.
3. Mengembangkan, dan mempertahankan para ahli pariwisata yang
bersertifikat dan kesempatan kerja.
4. Memberitahu National Tourism Professional Board (NTPB) apabila
seorang ahli pariwisata tidak lagi berkualifikasi untuk bekerja, atau
melanggar kode etik maupun professional.
Tugas dari ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee (ATPMC):
1. Menciptakan kesadaran tentang perjanjian ini terhadap para ahli pariwisata
di ASEAN.
Universitas Sumatera Utara
2. Memajukan, mempertahankan, dan mengawasi ACCSTP dan CATC.
3. Memberitahukan lembaga TPCB akan balasan dari NTPBs, apabila ada
ahli pariwisata yang tidak lagi diakui oleh Negara tujuan.
4. Memfasilitasi pertukaran informasi mengenai prosedur penilaian, kriteria,
sistem, dan publikasi mengenai perjanjian ini.
5. Melaporkan perkembangan kerjanya pada ASEAN NTOs.
6. Menyusun dan memperbaharui mekanisme yang diperlukan untuk dapat
mengimplementasi Perjanjian ini.
7. Kewajiban atau fungsi lain yang mungkin akan dibebankan oleh NTOs di
masa depan.
Ketujuh MRAs ini (MRAs Survey Qualifications belum keluar) memiliki
banyak persamaan substansi, dan format Pasalnya mirip satu sama lain, seperti:
1. Objektif=Mengatur tentang tujuan dibuatnya MRAs. Diatur di Pasal 1 oleh
kesemua MRAs.
2. Pengertian=Mengatur mengenai arti dari istilah-istilah yang terdapat
didalam isi MRAs, diatur di Pasal 2 oleh kesemua MRAs.
3. Recognition/Pengakuan=Mengatur tentang kualifikasi apa yang harus
dipenuhi seseorang agar dapat diakui menjadi tenaga kerja ASEAN dalam
rangka MRA. Untuk MRA Akuntansi, berada di Pasal 4, untuk MRA
Pariwisata, berada di Pasal 3 dan 4, sedangkan di MRA lainnya, berada di
Pasal 3.
4. Professional Regulation Authority=Adalah Lembaga yang berada di
hamper semua MRA terkecuali MRA Pariwisata.
Untuk MRA
Kedokteran, Kedokteran gigi, Akuntan diatur di Pasal 4, sedangkan untuk
Universitas Sumatera Utara
MRA Arsitek dan keperawatan diatur di Pasal 3, untuk MRA
Keteknikan/Engineering, PRA diatur di Pasal 5.
5. Mutual Exemption / Pengecualian Bersama =Pasal ini menyatakan bahwa
penilaian seseorang untuk menjadi anggota MRA dapat diberi keringanan
dengan persetujuan bersama dari para anggota Negara ASEAN terkait.
Mutual Exemption diatur di semua MRAs kecuali MRA Pariwisata,
dimana untuk MRA Arsitektur, Keperawatan, dan keteknikan, Mutual
Exemption diatur di Pasal 5, di MRA Kedokteran dan Kedokteran gigi,
Mutual Exemption diatur di Pasal 7, untuk MRA Akuntansi, diatur di pasal
8.
6. Dispute Settlement=Bagian yang menyatakan akan menggunakan teknis
penyelesaian sengketa berdasarkan Protokol ASEAN dalam penyelesaian
sengketa yang dibuat di Laos. Untuk MRA Keperawatan, diatur di Pasal 6,
untuk MRA Arsitektur, Keteknikan, dan Pariwisata, hal ini diatur di Pasal
7, untuk MRA Akuntansi, diatur di Pasal 10, sedangkan untuk MRA
Kedokteran dan Kedokteran Gigi, hal ini diatur di Pasal 8.
7. Amandment=Bagian yang menyatakan bahwa Negara dapat mengusulkan
amandemen
terhadap
isi
MRA
dan
kemudian
usulnya
akan
dipertimbangkan. Untuk MRA Arsitektur dan Keteknikan, Amandemen
diatur di Pasal 6, untuk MRA Keperawatan dan Pariwisata, amandemen
diatur di Pasal 8, dan untuk MRA Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan
Akuntansi, amandemen diatur di Pasal 9.
Universitas Sumatera Utara
Penandatanganan
keseluruh
MRAs
ini,
dilakukan
oleh
Menteri
Perdagangan masing-masing Negara ASEAN, termaksud Indonesia sebagai salah
satu anggota dan participant dari program Mutual Recognition Arrangements ini.
C.
Pengaruh MRAs terhadap pengaturan Profesi Terkait dalam Hukum
Nasional.
Seperti yang telah ditulis sebelumnya, dalam Mutual Recognition
Arrangements (MRAs) diatur mengenai kewajiban seorang pekerja professional
asing di Negara tujuannya. Aturan ini diatur di Pasal “pengakuan” atau
recognition yang pada dasarnya diatur di Pasal 3 dan 4 dari semua MRAs yang
ada.Perlu digarisbawahi salah satu kewajiban yang diatur di kesemua MRAs ini
adalah :
“Be Bound by Prevailing laws and regulations of the Host Country”
Yang berarti “Terikat dengan aturan dan hukum di Negara tujuan”. Oleh
karena itu kesemua pekerja asing yang bekerja di suatu Negara tujuan wajib
mematuhi aturan dan undang-undang yang berlaku di Negara tujuan.
Dalam Pengaplikasian sebuah perjanjian internasional, dikenal teori
Monisme dan Dualisme, atau teori Adopsi dan Transformasi dalam praktiknya.
Teori Monisme menyatakan bahwa hukum internasional mengikat suatu Negara,
oleh karena itu ia akan secara langsung mengikat di Negara tersebut, dan tidak
perlu diratifikasi atau diterjemahkan lagi kedalam peraturan perundang-undangan.
Menurut Teori ini, hanya ada satu jenis aturan, dimana semua cabang aturan
Universitas Sumatera Utara
lainnya ada dan berjalan secara harmonis satu sama lain134, Kelsen sebagai penulis
monistis menyatakan bahwa tidak mungkin menyangkal bahwa kedua sistem
hukum tersebut merupakan bagian dari kesatuan yang sama dengan kesatuan ilmu
pengetahuan hukum, dengan kata lain, penulis monistis tidak akan berpendapat
lain selain menyatakan bahwa kedua sistem tersebut (nasional dan internasional)
karena keduanya merupakan sistem kaidah hukum, merupakan bagian-bagian
yang saling berkaitan di dalam suatu struktur hukum.135 Sedangkan menurut teori
Dualisme, hukum internasional mengikat suatu Negara, namun tidak di suatu
Negara, untuk dapat berlakunya hukum internasional di suatu Negara, diperlukan
terjemahan dari hukum itu kedalam hukum nasional, yang dilakukan melalui
ratifikasi, menurut teori ini, hukum internasional dan hukum nasional adalah dua
aturan yang berbeda dan independen,136 Triepel, penulis dualisme menyatakan
bahwa alasan kenapa kedua hukum tersebut berbeda adalah karena perbedaan
subjek dan sumber hukum keduanya. Menurut Triepel, Subjek hukum
Internasional adalah negara-negara sedangkan subjek hukum nasional adalah
individu,
dan
sumber
hukum
(gemeinwille) dari negara-negara,
internasional
adalah
kehendak
bersama
sedangkan sumber hukum nasional adalah
kehendak negara itu sendiri137. kedua teori terus diperdebatkan oleh sarjana dan
ahli hukum internasional lainnya.
134
Ius Damos Dumoli Agusman, Treaties Under Indonesian Law, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 2014, hal 66.
135
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, cetakan
kesepuluh, hal 98.
136
Ius Damos Dumoli Agusman, Op.Cit, hal 57.
137
J.G. Starke, Op.Cit, hal 96.
Universitas Sumatera Utara
Seiring perkembangan zaman, kedua teori dianggap tidak berlaku dalam
hal praktek138, oleh karena itulah dalam hal praktek, dikenal kembali istilah
Adopsi dan Transformasi, dan kedua teori dianggap sebagai kelanjutan
kontroversi antara monisme dan dualisme dibidang praktek 139 dimana teori adopsi
adalah kelanjutan dari teori Monisme, dan teori transformasi adalah kelanjutan
dari teori dualisme. Perubahan terjadi lagi seiring berjalannya waktu, dimana
sekarang, baik Negara ataupun sarjana pendukung monisme dan dualisme samasama membutuhkan persetujuan dari organ legislatif, bedanya adalah menurut
kelsen, pendukung teori monisme bahwa persetujuan dari organ legislatif di teori
monisme/adopsi tidak bisa disamakan dengan teori dualisme/transformasi, karena
persetujuan atau ratifikasi tersebut semata-mata hanyalah bukti formalitas atas
kesediaan suatu Negara dalam partisipasi di perjanjian internasional tersebut,
sehingga perjanjian tersebut walau telah “diratifikasi” tetaplah tunduk didalam
hukum internasional.140 Sedangkan dalam teori transformasi menyatakan bahwa
apabila suatu perjanjian internasional diratifikasi, maka perjanjian tersebut akan
kehilangan ikatan internasionalnya, dan kemudian menjadi bagian dari hukum
nasional dan harus tunduk kepada hukum nasional.141
Indonesia, menurut Mochtar Kusumaatmadja, cenderung menganut teori
Monime berprimat hukum internasional, hal ini dikarenakan sistem hukum kita
lebih condong kepada sistem hukum eropa, dimana kita menganggap diri kita
terikat dalam kewajiban melaksanakan dan menaati semua ketentuan perjanjian
138
Ius Damos Dumoli Agusman, Op.Cit, hal 75.
Ibid, hal 83.
140
Ibid, hal 89.
141
Ibid, hal 91.
139
Universitas Sumatera Utara
dan konvensi yang telah disahkan perlu tanpa lagi dibuat Implementing
Legislation atau perundang-undangan pelaksanaan142
Dasar dari pemberlakuan sebuah perjanjian internasional di Negara
Indonesia diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945
yang menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. 143
Undang-undang nomor 24 tahun 2000 mengenai Perjanjian Internasional juga
mengatur mengenai sahnya suatu perjanjian internasional. Dalam Pasal 3
dinyatakan bahwa Pemerintah mengikatkan diri pada perjanjian internasional
dengan 4 cara, yaitu penandatanganan, pengesahan, pertukaran dokumen
perjanjian/nota diplomatik, dan cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak
dalam perjanjian internasional.144
Selanjutnya Pasal 4 dari Undang-undang ini menyatakan bahwa,
Pemerintah Republik Indonesia dalam membuat perjanjian dengan Negara atau
organisasi internasional, maupun subjek hukum lainnya harus melakukannya
dengan itikad baik, hal ini sejalan dengan Pasal 31 Konvensi Wina 1986. 145
Pasal 9 ayat 2 menyatakan bahwa pengesahan perjanjian internasional
dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden, dimana dipasal 10 nya
menyatakan bahwa ada kriteria yang menggolongkan suatu perjanjian
142
143
Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit, hal 92.
Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, 1945, diakses pada tanggal 19
Juni 2017.
144
Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional, 2000, diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
145
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
internasional agar dapat disahkan dengan undang-undang, terutama apabila
perjanjian itu berkaitan dengan:
a. Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan Negara.
b. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah Negara Republik Indonesia;.
c. Kedaulatan atau hak berdaulat Negara;
d. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
e. Pembentukan kaidah hukum baru;
f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
Sedangkan Pasal 11 menyatakan bahwa perjanjian internasional yang materinya
diluar Pasal 10 diatur dengan keputusan presiden, dengan kata lain MRA, yang
merupakan perjanjian internasional yang bersifat integrasi ekonomi diatur dengan
Keputusan Presiden. Mutual Recognition Arrangements pada akhirnya memang
diatur dalam Keputusan Presiden, yaitu Keputusan Presiden Nomor 82 tahun 2002
tentang Pengesahan ASEAN Framework on Mutual Recognition Arrangements
(Perjanjian Kerangka ASEAN tentang Pengaturan Saling Pengakuan).146
Pasal 16 menyatakan bahwa dalam merubah suatu perjanjian internasional,
diperlukan kesepakatan para pihak dalam perjanjian tersebut, sesuai dengan Pasal
39 Konvensi Wina 1986, oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi suatu
Negara untuk berdiskusi mengenai amandemen suatu perjanjian internasional.147
Dapat disimpulkan bahwa pengesahan suatu perjanjian internasional, baik
secara teoritis (dualisme maupun monisme), maupun dasar hukumnya di
Indonesia ( Undang-undang nomor 24 tahun 2000) adalah hal yang harus
146
147
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan demi mempraktekkan perjanjian internasional di lingkup hukum
domestik. Namun menurut Eddy Pratomo, penetapan perjanjian internasional di
Indonesia masih belum konsisten, sebab apabila dilihat dari rujukan langsung
kepada suatu perjanjian internasional mengindikasikan bahwa Indonesia
menganut monism, namun, praktik umum pemberian bentuk hukum kepada suatu
perjanjian interasional dalam rangka mengintegrasikan perjanjian internasional
kedalam hukum nasional kiranya merefleksikan pelaksanaan teori transformasi
dan dualism.148
Adapun undang-undang yang mengatur mengenai profesi yang merupakan
bagian dari MRAs, seperti:
1. MRA Profesi Keinsinyuran
Undang-undang yang terkait dengan MRA ini adalah undang-undang
nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Dalam Pasal 18 UU ini, diatur
mengenai syarat praktik insinyur asing, dimana dalam ayat pertama dan keduanya
menyatakan:
Ayat pertama:
“Insinyur Asing hanya dapat melakukan Praktik Keinsinyuran di Indonesia
sesuai dengan kebutuhan sumber daya manusia ilmu pengetahuan dan
teknologi pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.”149
148
Eddy Pratomo, Hukum Perjanjian Internasional, Pengertian, Status Hukum, dan
Ratifikasi, PT. Alumni, Bandung, 2011, hal 257.
149
Undang-undang Republik Republik Indonesia nomor 11 tahun 2014 tentang
Keinsinyuran, 2014, diakses pada tanggal 10 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
Ayat Kedua:
“Insinyur Asing yang melakukan Praktik Keinsinyuran di Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki surat izin kerja
tenaga
kerja
asing
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
150
perundangundangan.”
Dengan kata lain apabila seorang insinyur ASEAN ingin bekerja di
Indonesia, maka ia harus memiliki surat izin kerja tenaga kerja asing. Kemudian
dalam ayat ketiganya dinyatakan lebih lanjut bahwa:
“Untuk mendapat surat izin kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Insinyur Asing harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur dari PII
berdasarkan surat tanda registrasi atau sertifikat kompetensi Insinyur
menurut hukum Negaranya”151
Dengan kata lain untuk dapat bekerja di Indonesia, Insinyur Asing yang
bersangkutan harus membuat Surat Tanda Registrasi Insinyur dari Persatuan
Insinyur Indonesia (PII), dimana pada dasarnya Surat ini juga diwajibkan untuk
dibuat oleh insinyur lokal.
Kemudian pada Pasal 19, diharuskan kepada Insinyur Asing untuk
melakukan Alih Teknologi, dan pelaksanaan alih teknologi ini
diawasi oleh
Dewan Insinyur Indonesia.
Insinyur yang tidak mematuhi aturan dari Pasal 18 dan 19 dari Undangundang ini, akan diberi Sanksi Administratif, hal ini dinyatakan didalam Pasal 21
Ayat 1, dan jenis Sanksi Administratif yang dimaksud diatur di ayat 2nya, yaitu:
152
150
Ibid.
Ibid.
152
Ibid.
151
Universitas Sumatera Utara
A. Peringatan Tertulis
B. Penghentian Sementara dari kegiatan keinsinyuran
C. Pembekuan Izin Kerja
D. Pencabutan Izin Kerja, dan/atau
E. Sanksi Administratif Lainnya seperti yang diatur dalam Undang-undang.
Dalam ayat ketiganya juga dinyatakan bahwa apabila seorang Insinyur,
dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia menimbulkan kerugian materiil, maka
dapat dikenakan sanksi Administratif berupa Denda.
Pasal 22 dari UU ini menyatakan bahwa ketentuan mengenai Insinyur
Asing termaksud sanksi Administrasinya diatur secara lebih detil di Peraturan
Pemerintah, walau sampai sekarang PPnya masih belum dibuat.
2. MRA Profesi Keperawatan
Dalam MRA Profesi Keperawatan, Undang-undang yang terkait adalah
Undang-undang nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Dalam Undangundang ini juga dinyatakan aturan yang mengatur mengenai Perawat Asing, yang
diatur dalam Pasal 24, yang menyatakan bahwa Perawat Asing yang ingin
berpraktek di Indonesia harus mengikuti Evaluasi Kompetensi, yang berupa
Penilaian Kelengkapan Administratif dan Penilaian Kemampuan Untuk
Melakukan Praktik153.
Dalam penilaian pertama, yaitu Penilaian Kelengkapan Administratif,yang
dinilai adalah:
153
Undang-undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan,
2014, diakses pada tanggal 10 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
A. Penilaian keabsahan ijazah oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Pendidikan.
B. Surat kelengkapan sehat fisik dan mental.
C. Surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.
Sedangkan penilaian kedua, yaitu Penilaian kemampuan untuk melakukan
praktik, dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program evaluasi
kompetensi dan Sertifikat Kompetensi. 154
Dalam ayat 5 Pasal 24 juga dinyatakan, selain memenuhi syarat evaluasi
kompetensi, seorang Perawat Warga Negara Asing juga harus memenuhi
persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.155
Pasal 25 menyatakan bahwa perawat yang telah memenuhi proses evaluasi
kompetensi dan akan melaksanakan praktik di Indonesia harus memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR) Sementara yang diberi oleh Konsil Keperawatan tahun
dan Surat Izin Praktek Perawat yang diberi oleh Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, dimana kedua Surat Izin tersebut hanya berlaku selama 1 (satu)
tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya. 156
Pasal 26 menyatakan bahwa Pendayagunaan dan Praktik Perawat Warga
Negara Asing diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), walau Peraturan
Pemerintahnya masih belum dibuat.
154
Ibid.
Ibid.
156
Ibid
155
Universitas Sumatera Utara
3. MRA Profesi Arsitektur
Sejauh ini belum ada Undang-undang yang dibuat khusus untuk profesi
Arsitektur, namun sudah ada Rancangan Undang-undangnya, dimana pada Pasal
19 dari rancangan undang-undang ini, dinyatakan bahwa Arsitek Asing hanya
dapat melakukan praktik Arsitek di Indonesia sesuai dengan kebutuhan sumber
daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi pembangunan nasional yang
ditetapkan oleh pemerintah. Arsitek tersebut juga harus memiliki surat izin kerja
tenaga asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan, untuk mendapatkan
surat izin kerja, Arsitek asing juga harus memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek
dari Dewan Arsitek Indonesia, yang diberikan dengan dasar surat tanda registrasi
atau sertifikat kompetensi Arsitek menurut hukum Negara asalnya.
Lebih lanjut, menurut Pasal 20 Rancangan undang-undang ini, Arsitek
asing wajib melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pengawasan
terhadap kegiatan alih ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dilakukan oleh
pemerintah.
Pasal 21 menyatakan bahwa Arsitek Asing yang melakukan Praktik
Arsitek di Indonesia harus bekerjasama dengan Arsitek dari Indonesia, dan arsitek
dari Indonesia inilah yang menjadi penanggungjawab penyelenggaraan Praktik
Arsitek. Hal ini sejalan dengan Pasal 3 ayat 3 bagian 3b yang menyatakan bahwa
Arsitek ASEAN harus bekerja, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan
arsitek lokal yang berlisensi di Negara tujuan.157
157
ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Architectural Services, Op.Cit, diakses
pada tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
Sanksi Administratif dinyatakan di Pasal 22, yang menyatakan bahwa
Arsitek Asing yang melakukan Praktik Arsitek di Indonesia yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, 20, dan 21, dikenai sanksi
administrative berupa peringatan tertulis, penghentian sementara Praktik Arsitek,
pembekuan izin kerja, pencabutan izin kerja, dan / atau tindakan administrative
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Juga apabila
Arsitek Asing tersebut menimbulkan kerugian, dimungkinkan untuk dikenakan
sanksi denda.
4. MRA Profesi Ahli Survey
Peraturan Menteri Perdagangan nomor 14/M-DAG/PER/3/2006 tentang
ketentuan dan tata cara penerbitan surat izin usaha jasa survey adalah peraturan
yang ada mengatur tentang tenaga survey asing, walaupun hanya diatur di dua
bagian Pasal saja, yaitu di Pasal 7 ayat 2 dan 3. Di Pasal 2 dinyatakan bahwa suatu
perusahaan dapat mempekerjakan surveyor warga Negara asing pendatang
sebagai penasehat teknis (technical advisor). Selanjutnya di Pasal 3 dinyatakan
bahwa surveyor warga Negara asing pendatang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2), dapat dipekerjakan setelah memiliki izin kerja dari Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi.158 Adanya ketentuan ini membuka peluang dilaksanakannya
MRA mengenai Profesi Ahli Survey, walau hanya sebagai penasehat teknis
(technical advisor).
158
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 14/M-DAG/PER/3/2006
tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat izin usaha jasa survey, 2006, diakses pada
tanggal 19 Juni 2017.
Universitas Sumatera Utara
5. MRA Profesi Dokter dan Dokter Gigi
Dalam Profesi Dokter dan Dokter gigi, Undang-undang nasional yang
berlaku adalah undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,
dimana dalam Undang-undang ini sebenarnya diatur secara khusus dipasal 30,
yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan surat tanda registrasi dokter atau
dokter gigi, dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan
praktik kedokteran di Indonesia harus: 159
1. Dilakukan Evaluasi terhadapnya.
2. Melengkapi Surat Izin Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
Pada Pasal 31, diatur juga Surat Tanda Registrasi Sementara yang
diberikan kepada dokter dan dokter gigi Warga Negara Asing yang melakukan
kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di
bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia,
dimana Surat Tanda Registrasi Sementara ini berlaku selama 1 (satu) tahun dan
dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.160
Lebih lanjut, dalam Pasal 32, untuk Dokter dan Dokter Gigi Asing yang
akan mengikuti program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis,
akan diberikan surat tanda registrasi bersyarat, hal ini dikecualikan pada dokter
159
Undang-undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, 2004, diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
160
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
atau dokter gigi yang memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih
ilmu pengetahuan dan teknologi.161
Dalam Pasal 50 juga dinyatakan hak dan kewajiban dokter atau dokter
gigi, dimana dalam Pasal ini dinyatakan bahwa Hak Dokter atau Dokter Gigi:
1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional;
3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya;
dan
4. Menerima imbalan jasa.
Sedangkan kewajiban Dokter atau Dokter gigi adalah: 162
1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar
prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan;
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia;
4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
161
162
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
atau kedokteran gigi.
6. MRA Profesi Akuntan
Dalam Profesi Akuntan, Undang-undang yang berlaku adalah Undangundang nomor 5 tahun 2011 mengenai Akuntan Publik. Pengaturan mengenai Izin
praktik terhadap Akuntan Publik Asing terdapat di Pasal 7 yang menyatakan
bahwa akuntan publik asing dapat mengajukan permohonan izin akuntan publik
kepada menteri apabila telah ada pengakuan bersama antara pemerintah indonesia
dan pemerintah Negara asal akuntan publik tersebut.163
Kemudian di ayat keduanya dinyatakan bahwa untuk mendapat surat izin
tersebut, akuntan asing harus: 164
A. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
C. Tidak pernah terkena sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagai
akuntan public di Negara asalnya.
D. Tidak pernah dipidana.
E. Tidak berada dalam pengampuan.
F. Mampu berbahasa Indonesia.
G. Memiliki pengetahuan dibidang perpajakan dan hukum dagang Indonesia
H. Berpengalaman praktik dalam bidang penugasan asurans yang dinyatakan
dalam suatu hasil penilaian oleh asosiasi profesi akuntan publik.
I. Sehat jasmani dan rohani, yang dinyatakan oleh dokter di indonesia.
163
Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik,
2011, diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
164
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
J. Ketentuan lain sesuai dengan perjanjian pengakuan bersama antara pemerintah
Indonesia dengan pemerintah Negara dari Akuntan Publik Asing.
Ayat ketiga dari Pasal ini menyatakan bahwa apabila seorang Akuntan
Publik Asing telah memiliki izin Akuntan Publik, maka ia akan tunduk terhadap
isi Undang-Undang ini.165
Kemudian Ayat keempatnya menyatakan bahwa detail dari Persyaratan
dan tata cara permohonan izin Akuntan Publik Asing untuk menjadi seorang
Akuntan Publik diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.166
Apabila kita bandingkan kriteria yang diterapkan dari MRA dengan
kriteria yang diterapkan oleh UU ini, didapat beberapa persamaan, seperti samasama tidak boleh dipidana dan berpengalaman praktek,juga dalam Pasal 7 ayat 2
huruf J Undang-Undang ini dinyatakan dengan jelas bahwa ketentuan lain dapat
menjadi syarat dalam mendapat izin Akuntan Publik,dengan kata lain, untuk
mendapat izin Akuntan Publik, seorang Akuntan Asing juga harus memenuhi
syarat yang dimuat dalam MRA Akuntansi.
7. MRA Profesi Ahli Pariwisata.
Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah
undang-undang yang mengatur mengenai sektor pariwisata di Indonesia, di
undang-undang ini diatur tujuan pariwisata, wisatawan, kualifikasi, usaha
pariwisata, tenaga kerja, dan lain lain. Ada juga Pasal tertentu yang mengatur
mengenai Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing yang dimuat di Pasal 56. Di
ayat 1 Pasal ini dinyatakan bahwa:
165
166
Ibid.
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
“Pengusaha Pariwisata dapat memperkerjakan tenaga kerja ahli warga
Negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”167
Ayat keduanya menyatakan:
“Tenaga kerja ahli warga Negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari organisasi asosiasi pekerja
profesional kepariwisataan”168
Untuk Pasal yang mengatur tentang Ahli Pariwisata Asing hanyalah diatur
di Pasal 56. Namun dalam Pasal 53 Undang-undang ini dinyatakan bahwa ada
standar kompetensi bagi tenaga kerja dibidang kepariwisataan yang dilakukan
melalui sertifikasi kompetensi dan dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang
telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.169
167
Undang-undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
2009, diakses pada tanggal 19 Juni 2017.
168
Ibid.
169
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. ASEAN (Association of South East Asia Nations) adalah organisasi
regional yang memiliki sejarah panjang, dimulai dari adanya persamaan
budaya dan sejarah diantara Negara-negara di Asia Tenggara, ASEAN
dibuat dengan pembentukan Deklarasi ASEAN pada tahun 1967.
Pembuatan ASEAN pada saat itu ditujukan untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya, mempromosikan kedamaian,
dan saling membantu mengurangi pengaruh komunis diantara Negaranegara ASEAN. Seiring dengan berjalannya waktu, Keanggotaan maupun
perjanjian yang telah dihasilkan ASEAN semakin berkembang, dalam hal
keanggotaan, ASEAN telah memiliki 5 Negara tambahan diluar kelima
Negara pencetus ASEAN, yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam
(1995), Laos dan Myanmar (1997), dan Kamboja (1998). Sedangkan
dalam hal Perjanjian,telah banyak perjanjian yang dihasilkan, seperti Visi
dan Piagam ASEAN, Deklarasi Kuala Lumpur, Treaty of Amity and
Cooperation (TAC), Perjanjian Bali I,II,dan III, ASEAN Declaration for
Mutual Assistance on Natural Disaster dan ASEAN Declaration of
Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drugs, ASEAN Regional
Forum, ASEAN+ 3, dan banyak lagi perjanjian lainnya. Ada pula dibuat
ASEAN Community dan ASEAN Economic Community sebagai salah satu
pilarnya, yang diatur dengan rinci di Perjanjian Bali ke II.
Universitas Sumatera Utara
2. Mutual Recognition Arrangements (MRAs) adalah perjanjian saling
pengakuan antara Negara anggota ASEAN yang bergerak baik di bidang
Barang maupun Jasa. MRAs dalam bidang barang dilakukan dibawah ASEAN
Free Trade Area (AFTA),dan MRAs dibidang jasa dibuat sebagai tindak
lanjut dari ASEAN Framework Arrangement on Services (AFAS), dan juga
dibuat demi mendukung pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN
Economic Community). Di bidang Barang, MRAs menyangkut kepada 20
Grup Prioritas,dan harus mencangkup 12 sektor prioritas integrasi, sedangkan
dalam bidang Jasa, MRAs menyangkut mobilitas jasa di 8 profesi, yaitu
Profesi Keinsinyuran, Keperawatan, Arsitektur, Ahli Survey, Dokter, Dokter
Gigi, Akuntan, dan Ahli Pariwisata. Perbandingan MRAs ASEAN dengan
Program serupa lainnya, seperti Mutual Recogntion (MR) di Uni Eropa
adalah MR Uni Eropa lebih memaksa, integrasi barang yang lebih besar yaitu
50% dari barang dagang, dan integrasi dibidang jasa yang lebih luas daripada
MRAs ASEAN. Apabila dibandingkan dengan Komunitas Afrika Timur,
MRAs ASEAN memiliki lingkup yang lebih luas, sebab MRA EAC hanya
mengatur mengenai produk kedokteran hewan dan imunologis,dan dalam
bidang jasa hanya mengenai Insinyur, Ahli Kedokteran Hewan, dan
Pengacara. Apabila dibandingkan dengan Program Mutual Recognition
Agreement (MRA) Mercosur, Dibidang jasa MRAs ASEAN masih kalah,
karena MRAs ASEAN hanya mengatur tentang mobilitas delapan profesi,
sedangkan MRA Mercosur mengatur tentang sebelas sektor grup profesi.
3. Mutual Recognition Arrangements tentunya memberikan banyak dampak
positif Indonesia, seperti meningkatkan kualitas tenaga profesional di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, meningkatkan hubugan diplomatik antar Negara, meningkatkan
kemampuan berbahasa inggris warga Negara Indonesia, memajukan
perkembangan teknologi Indonesia, namun ada juga kerugiannya, karena
sebuah Integrasi Ekonomi hanya akan memberi keuntungan maksimal pada
Negara yang siap menghadapinya, apabila sebuah Negara belum siap untuk
menghadapi integrasi ekonomi, yang terjadi adalah ketimpangan, Negara
tersebut dapat kalah dalam kompetisi di wilayah tersebut karena kurangnya
skill atau faktor lainnya. Dalam Profesi terkait MRAs, Pada dasarnya Hukum
Domestik Indonesia sudah mengatur mengenai pekerja Asing dari Negara
lain, oleh karena itu, dalam segi Legalitas, Indonesia sudah terbilang cukup
siap untuk menghadapi Mutual Recognition Arrangements , seperti Pasal 18
sampai dengan pasal 22 dalam Undang-undang Keinsinyuran untuk MRA
Profesi Insinyur, pasal 24, 25, dan 26 Undang-undang nomor 38 tahun 2014
tentang Keperawatan untuk MRA dibidang Keperawatan, Pasal 19,20,21 dan
22 Rancangan Undang-Undang Arsitek untuk MRA dibidang Arsitek, pasal 7
ayat 2 dan 3 dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 14/MDAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat izin usaha
jasa survey untuk MRA dibidang Ahli Survey, Pasal 30, 31, 32, dan 50
Undang-undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran untuk
MRA dibidang Dokter dan Dokter gigi, Pasal 7 ayat 1 sampai 4 Undangundang nomor 5 tahun 2011 mengenai Akuntan Publik untuk MRAs dibidang
Akuntansi, dan pasal 53 dan 56 undang undang nomor 10 tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan untuk MRA profesi Ahli Pariwisata. Perlu juga disinggung
bahwa di semua Mutual Recognition Arrangements ASEAN dinyatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa semua tenaga kerja MRA ASEAN tunduk kepada hukum di Negara
tujuan, Oleh karena itu, semakin kuatlah kekuatan hukum Undang-undang
diatas untuk diaplikasikan dalam tenaga kerja MRAs.
B. Saran
1. Bahwa ASEAN sebagai organisasi regional harus memperkuat hubungan
baik antar anggota-anggotanya dan menyelesaikan segala sengketa diantara
Negara-negara anggota ASEAN dengan damai dan bersifat saling
menguntungkan. ASEAN juga harus menjaga kelangsungan dari perjanjian
bersama yang telah disetujui oleh Negara-negara anggotanya agar dapat terus
berlaku dan membuahkan hasil berupa peningkatan ekonomi bersama
Negara-negara anggotanya. Negara anggota ASEAN juga harus bersiap
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya agar dapat bersaing dengan
efektif di era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015-2025 sehingga dapat
mencapai peningkatan ekonomi yang maksimal diantara Negara-negara
anggota ASEAN.
2. Bahwa Mutual Recognition Arrangements (MRAs) adalah program ASEAN
yang sangat efektif untuk menyamaratakan dan meningkatkan kualitas
Sumber
Daya
Arrangements
Manusia
juga
dilingkup
berperan
penting
ASEAN,
Mutual
bagi
peningkatan
Recognition
hubungan
persahabatan dan kerjasama antara Negara-negara anggota ASEAN sebab
dengan adanya Mutual Recognition Arrangements seluruh Warga Negara
anggota ASEAN dapat melakukan peleburan Budaya dan pertukaran
Informasi, sehingga Mutual Recognition Arrangements, baik di bidang
Universitas Sumatera Utara
barang maupun jasa, haruslah dipertahankan sebagai salah satu program
pendorong realisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dan dengan
terlaksananya MEA akan mendekatkan ASEAN kepada realisasi ASEAN
Framework Agreement on Services (AFAS), yang juga mendorong realisasi
ASEAN Free Trade Area (AFTA), dan dengan realisasi AFAS dan AFTA,
akan memenuhi salah satu tujuan ekonomi ASEAN sebagaimana dimaksud
di bagian deklarasi kedua dari Deklarasi Bangkok.
3. Bahwa
Mutual
Recognition
Arrangements
(MRAs)
akan
sangat
menguntungkan bagi Indonesia, namun Indonesia harus siap untuk
menghadapinya, baik dalam sisi kualitas sumber daya manusia, maupun
dalam segi legalitas, Dimana dalam segi legalitas Indonesia diharapkan agar
terus memantau perkembangan Mutual Recognition Arrangements dan terus
menunjukkan Kepastian Hukum dengan cara melakukan ratifikasi terhadap
Perjanjian yang telah disetujui oleh Indonesia sendiri, Indonesia juga sudah
harus membuat Undang-undang tentang profesi Arsitek, sebab peraturan
mengenai profesi arsitek masih dalam bentuk Rancangan Undang-undang.
Dalam segi Sumber Daya Manusia juga Indonesia harus bisa bersaing dengan
cara meningkatkan kualitas di bidang Pendidikan, terutama keahlian
dibidangnya dan kemampuan berbahasa Inggris.
Universitas Sumatera Utara
Download