BAB III KEDUDUKAN MUTUAL RECOGNITION ARRANGEMENTS DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL A. MRAs dalam Kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN 1. Pengertian dan Tujuan MRAs Integrasi adalah salah satu elemen paling penting dalam membangun dan merealisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) seperti yang dinyatakan oleh para pemimpin Negara-negara anggota ASEAN di Deklarasi Bali Kedua. Usaha integrasi di bidang jasa telah sejak lama dibentuk. Usaha integrasi dimulai sejak pembentukan AFAS pada tanggal 15 Desember 1995. AFAS adalah persetujuan dan kerjasama dalam rangka liberalisasi perdagangan dibidang jasa dalam forum ASEAN. Pada dasarnya pembuatan AFAS 1995 dibuat berdasarkan GATS (General Agreement on Trade in Services), perjanjian multilateral pertama dibidang jasa yang dibuat di rapat perdagangan multilateral Uruguay di tahun 1994, dimana GATS ini dikenal sebagai perjanjian multilateral pertama yang mengatur mengenai perdagangan lintas batas dibidang jasa. Dibandingkan dengan GATS (General Agreement on Trade in Services), ASEAN melakukan liberalisasi perdagangan jasa secara lebih mendalam dan luas. Dasar dari dibentuknya AFAS berasal dari kesepakatan pemimpin di rapat umum kepala Negara di Bangkok (Bangkok Summit) pada tahun 1995 yang membuahkan hasil berupa Deklarasi Bangkok Summit 1995. Pada saat rapat umum ini jugalah ditandatangani perjanjian AFAS. Hal ini dapat dilihat dari tanggal pembuatan perjanjian AFAS yang sama dengan tanggal Deklarasi Bangkok Summit 1995. Universitas Sumatera Utara Didalam Dokumen AFAS (ASEAN Framework Arrangement on Services) ini, dinyatakan beberapa hal menyangkut Trade in Services (Perdagangan dibidang Jasa), yaitu: 60 1. Kesepakatan untuk melakukan integrasi ekonomi. 2. ASEAN akan terus bergerak meningkatkan kerjasama perdagangan jasa yang lebih terbuka melalui pelaksanaan The ASEAN Framework Agreement on Services. 3. Anggota ASEAN akan melakukan negosiasi specific commitment on market access, national treatment, dan additional commitments yang mencakup seluruh modes of supply sektor jasa. 4. Liberalisasi sektor jasa dilakukan secara bertahap sampai tercapai tingkat liberalisasi yang lebih tinggi. 5. Negara Anggota ASEAN diberikan fleksibilitas dalam melakukan offer (penawaran). Dalam perjanjian AFAS sendiri, telah ditentukan juga beberapa tujuan penting pembentukan AFAS, yang dapat ditemukan dalam bagian Objectives (tujuan) di Pasal 1 perjanjian AFAS, yaitu: 1. Meningkatkan kerjasama antara Negara anggota dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing, serta diversifikasi kapasitas produksi dan suplai maupun distribusi jasa supplier baik didalam dan keluar kawasan ASEAN. 2. Menghapus hambatan-hambatan dalam perdagangan jasa antara sesama anggota ASEAN. 60 ASEAN, ASEAN Framework Agreement on Services, 1995, diakses pada tnggal 18 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara 3. Untuk meliberalisasikan perdagangan jasa dengan memperkuat tingkat serta cakupan liberalisasi yang dilakukan Negara anggota dibawah kesepakatan GATS dengan tujuan untuk mewujudkan sebuah area perdagangan bebas dibidang jasa. Dalam Pasal 3 perjanjian AFAS juga dinyatakan proses liberalisasi perdagangan jasa, yaitu bahwa Negara anggota meliberalisasikan perdagangan jasa dalam jumlah yang substansial dan dalam kerangka waktu yang pantas/reasonable dengan: 1. Menghapuskan secara substansial semua perlakuan yang berbeda/yang diskriminatif diantara Negara anggota, dan 2. Melarang diskriminasi dan pembatasan tertentu dari Negara-negara anggota. Untuk memenuhi tujuan dari AFAS, diperlukan forum/fora perundingan tertentu. Forum perundingan dibawah AFAS antara lain: 61 1. ASEAN Economic Ministers (AEM). 2. Senior Economic Official Meeting (SEOM). 3. Coordinating Committee on Services(CCS). 4. Sectoral Group/Forum. 5. ASEAN-X Forum. 6. Caucus serta perundingan-perundingan lanjutan dari forum-forum tersebut diatas. Pasal lainnya yang penting untuk dibahas adalah Pasal 5 dari perjanjian AFAS ini, dimana dinyatakan bahwa setiap Negara anggota dapat mengakui 61 Ibid. Universitas Sumatera Utara pendidikan atau pengalaman yang didapat, kualifikasi yang dipenuhi, atau lisensi atau sertifikasi yang didapat dari Negara anggota lainnya, dengan tujuan untuk melisensi atau mesertifikasi pemasok layanan. Pengakuan seperti ini dapat didasarkan melalui persetujuan (Agreement) maupun pengaturan (Arrangement) dengan Negara anggota yang bersangkutan atau dapat diberlakukan secara mandiri.62 Realisasi dari Pasal 5 Perjanjian AFAS ini diwujudkan melalui dibuatnya program Mutual Recognition Arrangements pada tahun 1996. Mutual Recognition Arrangements ASEAN memiliki dua cabang, yaitu Mutual Recognition Arrangements di bidang Barang (Mutual Recognition Arrangements in trade of Goods) dan Mutual Recognition Arrangements di bidang Jasa (Mutual Recognition Arrangements in Trade of Services). Kemudian pada tahun 1998, dibuat ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangements, perjanjian yang mengatur mengenai basis-basis umum dan cara pengaplikasian Mutual Recognition Arrangements yang telah dibuat pada tahun 1996. dimana pada dasarnya tujuan pembentukan perjanjian ini adalah untuk menciptakan lembaga yang bertugas untuk melakukan Conformity Assessment Body dan Regulatory Authority, dimana Conformity Assessment Body adalah lembaga tersebut bertugas untuk menilai apakah suatu barang atau jasa telah memenuhi kriteria minimal yang dibutuhkan agar dapat diimpor/ekspor atau menjadi tenaga kerja MRA, sedangkan Regulatory Authority adalah lembaga yang bertugas untuk memiliki hak untuk mengontrol impor barang maupun jasa dalam yurisdiksi suatu Negara dan dapat melakukan tindakan tertentu untuk memastikan produk yang 62 ASEAN Framework Agreement On Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 18 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara masuk kedalam Negaranya sesuai dengan ketentuan legalitas Negara tersebut. 63 MRAs di bidang Barang pun diatur di perjanjian ini. Di dokumen ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangements ini, dinyatakan di Pasal 3 nya, bahwa MRAs di bidang barang berfokus kepada, namun tidak terbatas pada 20 grup produk prioritas, yaitu air conditioner, kulkas, monitor, dan keyboard, mesin dan alat pembangkit tenaga listrik, Induktor, Loudspeaker, Alat Video, Telepon, Radio, televisi, bagian TV dan Radio, Kapasitor, Resistor, Sirkuit Tercetak, Saklar, Tabung sinar katoda, dioda, kristal piezoelektrik yang dipasang, kondom karet, dan sarung tangan karet medis.64 Perkembangan dari MRAs di bidang barang juga harus mencangkup didalam 12 sektor prioritas integrasi, yaitu produk kesehatan, otomotif, produk karet, produk kayu, tekstil, produk pertanian, perikanan, produk elektronik dan elektrik, kesehatan, penerbangan udara, wisata, dan logistik.65 Sedangkan Asal Usul pembentukan Mutual Recognition Arrangement di bidang jasa setelah dibuatnya ASEAN Framework Agreements on Mutual Recognition Arrangements pada tahun 1998 dimulai secara spesifik pada tanggal 5 November 2001 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Para saat itu, para kepala Negara anggota ASEAN mengadakan ASEAN Summit ketujuh, dan di rapat ASEAN ketujuh ini, dimulai negosiasi mengenai Mutual Recognition Arrangements (MRAs) untuk memfasilitasi arus tenaga professional dibawah 63 ASEAN, ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangements, 1998. ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality, Guidelines for the development of Mutual Recognition Arrangements,Asean Secretariat, Jakarta, 2014. 65 Ibid. 64 Universitas Sumatera Utara AFAS. Komite ASEAN yang bernama ASEAN Coordinating Committee on Services (CCS) membuat grup ahli yang sifatnya ad-hoc dalam program MRAs dibawah sektor pekerja dibidang jasa bisnisnya pada bulan Juli 2003 untuk memulai negosiasi mengenai Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dibidang jasa. Disaat yang sama, komite CCS ASEAN juga membuat sektor pekerja dibidang Kesehatan pada bulan Maret 2004 yang pada akhirnya melakukan negosiasi di MRA sektor kesehatan yang dimasukkan dalam agenda umumnya. 66 MRAs ASEAN adalah perjanjian kerjasama yang diciptakan untuk mendukung kebebasan dan memfasilitasi pertukaran dibidang barang maupun jasa diantara Negara-negara anggota ASEAN. MRAs merupakan bagian dari banyaknya perjanjian yang telah disetujui oleh kesemua Negara anggota ASEAN yang dibuat dalam rangka untuk mempercepat pencapaian AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) sebagai salah satu tonggak pemenuhan tujuan dari ASEAN Free Trade Area (AFTA). AFTA sendiri pada dasarnya juga dibuat untuk mencapai tujuan ekonomi ASEAN secara keseluruhan di bidang ekonomi, yaitu menciptakan pasar dan basis produksi tunggal, yang ditandai dengan adanya aliran bebas dari barang, jasa, dan investasi seperti yang telah diuraikan di Perjanjian Bali/Bali Concord II. Menurut Soedjono Dirdjosisworo, pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) memberikan kontribusi penting bagi perdagangan dunia, karena tujuan liberalisasi perdagangan regional ASEAN 66 The ASEAN Secretariat, ASEAN Integration in Services, Jakarta, 2009. Universitas Sumatera Utara sejalan dengan tujuan GATT / WTO yang berdasarkan outward oriented dan akan menunjang percepatan liberalisasi perdagangan dunia. 67 Ada dua pendapat mengenai tujuan MRAs di bidang jasa, yaitu pendapat mengenai tujuan ASEAN yang berasal dari buku ASEAN Integration in Services, dan Tujuan MRAs yang berasal dari website Invest in ASEAN, Tujuan MRAs menurut buku ASEAN Integration in Services: “The Goal of the MRAs is to facilitate the flow of foreign professionals taking into account relevant domestic regulations and market demand conditions”68 Sedangkan Tujuan MRAs dibidang jasa menurut Website Invest in ASEAN adalah: “MRAs aim to facilitate mobility of professionals/skilled labor in ASEAN. Through Exchange of Information, MRAs also work towards the adoption of best practices on standard and qualifications.”69 Apabila kita terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka didapatkan tujuan MRAs menurut buku ASEAN Integration in Services : “Tujuan MRAs adalah untuk memfasilitasi alur dari tenaga professional asing dengan mempertimbangkan aturan dalam negeri yang relevan dan kondisi permintaan pasar.” Sedangkan tujuan MRAs menurut Website Invest in ASEAN adalah: “MRAs bertujuan untuk memfasilitasi ruang gerak para pekerja professional/pekerja ahli dilingkup ASEAN. Melalui pertukaran informasi satu sama lain, MRAs juga bekerja menuju penerapan praktik terbaik dalam kualifikasi dan standar.” 67 Soedjono Dirdjosisworo, Pengantar Hukum Dagang Internasional, PT Refika Aditama, Bandung, 2006, hal 246. 68 Ibid. 69 Invest ASEAN, ASEAN Free Trade Area Agreements, Diambil dari website http://investasean.asean.org/index.php/page/view/asean-free-trade-areaagreements/view/757/newsid/868/mutual-recognition-arrangements, html diakses pada tanggal 6 April 2017 pada jam 16:37. Universitas Sumatera Utara Kesemua tujuan yang dinyatakan dalam sumber-sumber ini memiliki sedikit perbedaan, yaitu tujuan MRAs menurut buku ASEAN Integration in Services adalah berfokuskan kepada adaptasi terhadap aturan dalam negeri, sedangkan tujuan MRAs menurut website Invest in ASEAN adalah untuk bekerja menuju penerapan praktik terbaik dalam segi kualifikasi dan standar. Namun hal yang sudah pasti tertera di kedua pengertian diatas adalah bahwa MRAs bertujuan untuk memfasilitasi alur/ruang gerak dari tenaga professional. Lebih lanjut bahwa MRAs memungkinkan pemasok layanan professional yang bersertifikat atau terdaftar oleh pihak berwenang yang relevan di Negara asalnya untuk dapat saling diakui oleh Negara anggota lainnya yang menandatangani MRAs ini70. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa Mutual Recognition Arrangements adalah program yang bertujuan untuk: 1. Mempermudah/memfasilitasi ruang gerak dari tenaga professional 2. Menyamaratakan skill/kemampuan dari tenaga professional Negara-negara anggota. Mutual Recognition Arrrangements memiliki beberapa keuntungan dan kerugian. Di satu sisi, Mutual Recognition Arrangements dapat meningkatkan daya saing/kompetitif dari bidang-bidang layanan professional yang diaturnya, MRAs juga dapat meningkatkan kemampuan/skill dari layanan professional disuatu Negara Karena adanya pertukaran dibidang jasa tersebut sehingga meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia di suat Negara secara cepat. Mutual Recognition Arrangements juga dapat meningkatkan hubungan diplomatik 70 ASEAN Integration In Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 6 April 2017. Universitas Sumatera Utara antarsesama Negara ASEAN Karena adanya pembauran Kultur/budaya diantara Negara-negara ASEAN yang memberlakukan program ini. Namun disisi lain, ada juga kerugian yang juga dapat terjadi apabila diberlakukan Mutual Recognition Arrangements, yaitu Negara tertentu yang tidak/belum bisa bersaing dengan tenaga professional di Negara lain sehingga cenderung kalah/terbelakang dibandingkan dengan tenaga professional dari Negara anggota lain. Bisa juga terjadi Culture Shock (Kejutan budaya). 2. Ruang Lingkup MRAs dibidang jasa yang telah disepakati dalam rangka Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam perkembangan MRAs ASEAN, telah ditentukan bahwa Pada dasarnya, Mutual Recognition Arrangement mengatur mengenai pemfasilitasi di 8 Profesi, yaitu: 1. Engineering Services (Jasa Insinyur/Engineering) Mutual Recognition Arrangement yang mengatur mengenai profesi Insinyur ini dibuat pada tanggal 9 Desember 2005 di Kuala Lumpur, Malaysia. Pembuatan MRA ini bertujuan untuk: 71 a) Memfasilitasi mobilitas para ahli profesi engineering (Insinyur); dan b) Saling menukar informasi mengenai penerapan praktik terbaik dibidang standard dan kualifikasi. 71 ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Engineering Services, 2005, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara 2. Nursing Services (Jasa Keperawatan) Mutual Recognition Arrangement mengenai profesi Perawat dibentuk pada tanggal 8 Desember 2006 di Cebu, Filipina. Tujuan pembuatan MRA ini adalah: 72 a) Memfasilitasi mobilitas para ahli keperawatan didalam ASEAN b) Saling menukar informasi dan keahlian dibidang standar an kualifikasi c) Memajukan penerapan praktik terbaik di jasa keperawatan professional;dan d) Menyediakan kesempatan untuk pengembangan kapasitas dan pelatihan para perawat. 3. Architectural Services (Jasa Arsitektur) Mutual Recognition Arrangement mengenai profesi Arsitek dibuat pada tanggal 19 November 2007 di Kota Singapura, Singapura. Pembuatan MRA Arsitektur ini bertujuan untuk: 73 a) Memfasilitasi mobilitas para Arsitek; b) Saling menukar informasi dalam rangka memajukan standar dari edukasi dibidang arsitektur, praktik dan kualifikasi profesional. c) Untuk menyesuaikan jiwa kooperasi ASEAN berdasarkan distribusi sumber daya dan keuntungan yang adil melalui riset-riset kolaboratif;dan 72 ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Nursing Services, 2006, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. 73 ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Architectural Services, 2007, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara d) Untuk mendukung, memfasilitasi, dan membuat Pengakuan bersama (Mutual Recognition) di profesi Arsitek dan mempersiapkan standar dan komitmen mengenai transfer teknologi diantara Negara anggota ASEAN. 4. Surveying Qualifications (Jasa Ahli Survey) Mutual Recognition Arrangements mengenai jasa Ahli Survey belum dibuat, namun sudah ada framework mengenai MRA ini. Framework ini dibuat pada tanggal 19 November 2007 di Kota Singapura, Singapura. Pembuatan framework MRA mengenai Jasa Ahli Survey ini bertujuan untuk: 74 a) Mengidentifikasi kerjasama dan menciptakan basis untuk pihak yang berwenang untuk memantau saat bernegosiasi MRA diantara satu sama lain untuk memfasilitasi Pengakuan bersama/Mutual Recognition dan mobilitas para ahli survey seperti yang diakui bahwa para Negara anggota ASEAN mungkin memiliki nomenklatur/system pemberian istilah dan persyaratanpersyaratan tertentu. b) Untuk bertukar informasi demi memajukan kepercayaan dan mengadopsi praktek terbaik dalam standar dan kualifikasi survey. 5. Accountancy Services (Jasa Akuntan) Mutual Recognition Arrangements mengenai Jasa Akuntansi dibuat pada tanggal 13 November 2014 di Cha-am,Thailand..Pembuatan MRA mengenai Jasa Akuntansi ini bertujuan untuk: 75 a) Memfasilitasi mobilitas jasa akuntan Negara anggota ASEAN 74 ASEAN, ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying Qualifications, 2007, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. 75 ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Accountancy Services, 2014, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara b) Meningkatkan rezim ketentuan di jasa akuntansi Negara anggota ASEAN c) Untuk saling bertukar informasi Untuk mempromosikan penerapan praktik terbaik dalam standar dan kualifikasi; 6. Medical Practitioners (Jasa Tenaga Dokter) Mutual Recognition Arrangements mengenai tenaga Dokter dibuat pada tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. Pembuatan MRA mengenai tenaga Dokter ini bertujuan untuk: 76 a) Memfasilitasi mobilitas para Praktisi dokter; b) Saling menukar informasi dalam rangka memajukan standar dari edukasi dibidang kedokteran, praktik dan kualifikasi profesional. c) Untuk menyesuaikan jiwa kooperasi ASEAN berdasarkan distribusi sumber daya dan keuntungan yang adil melalui riset-riset kolaboratif; dan d) Untuk mendukung, memfasilitasi, dan membuat Pengakuan bersama (Mutual Recognition) di profesi kedokteran dan mempersiapkan standar dan komitmen mengenai transfer teknologi diantara Negara anggota ASEAN. 7. Dental Practitioners (Jasa Tenaga Dokter Gigi) Mutual Recognition Arrangement mengenai profesi Jasa Tenaga Dokter gigi dibuat pada tanggal 26 Februari 2009 di Cha-am, Thailand. Pembuatan MRA ini bertujuan untuk: 77 a) Memfasilitasi mobilitas para Praktisi dokter gigi; 76 ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Medical Practitioners, 2009, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. 77 ASEAN,ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners, 2009, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara b) Saling menukar informasi dalam rangka memajukan standar dari edukasi dibidang kedokteran gigi. c) Untuk mempromosikan penerapan praktik terbaik dalam standar dan kualifikasi; dan d) Untuk menyediakan kesempatan untuk pembangunan kapasitas dan pelatihan praktek kedokteran gigi. 8. Tourism Professionals (Jasa Tenaga Pariwisata) Mutual Recognition Arrangement mengenai jasa Tenaga Pariwisata dibuat pada tanggal 9 November 2012 di Bangkok, Thailand. Tujuan pembuatan MRA ini adalah: 78 a) Memfasilitasi mobilitas para tenaga pariwisata; dan b) Untuk saling bertukar informasi mengenai praktik terbaik di Pendidikan berbasis kompetensi dan pelatihan untuk tenaga pariwisata dan untuk menciptakan kesempatan kooperasi dan pembangunan kapasitas diantara Negara anggota ASEAN. Pemfasilitasi MRAs di kedelapan Profesi pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk meningkatkan mobilitas para pekerja profesional, saling bertukar informasi diantara para pekerja profesional, dan mendorong penerapan praktik terbaik (Best Practices) diantara para pekerja profesional. Hasil akhir yang diharapkan dari adanya Mutual Recognition Arrangement adalah semakin meningkatnya standar kemampuan tenaga profesional dari Negara-negara ASEAN, semakin dekatnya hubungan antar Negara karena adanya 78 ASEAN, ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professional, 2012, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara pembauran budaya, dan meningkatkan efektivitas dari praktik kedelapan pekerjaan tersebut. B. Kedudukan MRAs Dalam Perspektif Hukum Internasional. 1. MRAs Sebagai Perjanjian Internasional Perjanjian internasional pada hakikatnya merupakan spesies dari genus yang berupa perjanjian pada umumnya. Kata “Perjanjian” menggambarkan adanya kesepakatan antara anggota masyarakat tentang suatu keadaan yang mereka inginkan, mencerminkan hasrat mereka, dan memuat tekad mereka untuk bertindak sesuai dengan keinginan dan hasrat mereka. Kata “Perjanjian” yang diikuti kata sifat “Internasional”, yang merujuk pada perjanjian yang dibuat oleh para aktor yang bertindak selaku subjek hukum internasional. Juga kata “Internasional” disini untuk menggambarkan bahwa perjanjian yang dimaksud bersifat lintas-batas suatu Negara. Para pihak masing-masing bertindak dari lingkungan hukum nasional yang berbeda. Dengan demikian, perjanjian internasional merupakan semua kesepakatan yang dibuat oleh Negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisi ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum.79 Selain pengertian dari Terminologi hukum internasional, ada juga pengertian dari para ahli di Indonesia, seperti pendapat Mochtar Kusumaatmadja yang menyatakan bahwa: “Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.”80 79 80 Wagiman, Op Cit, hal 356. Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, PT.Alumni, Bandung, 2015. Universitas Sumatera Utara Selain Mochtar Kusumaatmadja, Boer Mauna juga memaparkan pengertian perjanjian internasional. Pendapat Boer Mauna menkombinasikan dari Konvensi Wina 1969 dan dari Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang nomor 37 tahun 1999 mengenai hubungan luar negeri, yaitu: “Perjanjian Internasional adalah semua perjanjian yang dibuat oleh Negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, yang diatur oleh hukum internasional dan berisikan ikatan-ikatan yang mempunyai akibat-akibat hukum.”81 Jan Klabbers, melalui bukunya International Law juga membabarkan konsep dari perjanjian internasional sendiri,dan ia juga mengkaitkannya dengna Konvensi Wina. Jan mengatakan: “Bahwa Konvensi Wina mengakui dan menjabarkan sebuah Perjanjian Internasional sebagai perjanjian dalam bentuk yang tertulis, dibuat oleh Negara,dan diperintah oleh hukum internasional, apapun jenis instrumen yang terkait didalamnya, maupun proses penunjukan mereka, Karena itulah perjanjian dapat terbentuk dari berbagai bentuk, dari perjanjian yang benar-benar serius atau kekuatan mengikatnya sangat kuat (seperti Piagam dan Kovenan), perjanjian yang kekuatan mengikatnya adalah rata-rata (seperti Perjanjian, Konvensi, Pakta, Protokol), maupun perjanjian yang tidak terlalu mengikat (seperti Agreed Minutes, Pertukaran Nota, Memorandum of Agreement or Understanding). ”82 Terdapat dua aturan internasional yang digunakan utuk mengatur pembuatan perjanjian internasional, yaitu Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 dan Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations 1986. Perbedaan diantara kedua konvensi ini hanya terletak pada subjek pembuat perjanjian internasional sehingga beberapa asas atau prinsip umum pembuatan perjanjian internasional adalah kurang lebih sama. 81 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan,dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, PT Alumni, Bandung, 2013, hal 85. 82 Jan Klabbers, International Law, Kerajaan Inggris, Cambridge University Press, 2013, hal 43. Universitas Sumatera Utara Perjanjian internasional menurut Konvensi Wina 1969 dan Konvensi Wina 1986 adalah: Pasal 2 Konvensi Wina 1969 mengatur pengertian dari “Treaty” yaitu: “Treaty means an international agreement concluded between states in written form and governed by international law, whether embodied in a single instrument or in two or more related instruments and whatever its particular designation;”83 Pasal 2 dari Konvensi Wina 1986 juga mengatur pengertian dari “Treaty”: “Treaty means an international agreement governed by international law and concluded in written form: (i) Between one or more States and one or more International Organizations; or (ii)Between International Organizations”84 Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa kedua pengertian dari perjanjian internasional sangat mirip, perbedaannya hanya di subjek perjanjian internasionalnya, dimana di Vienna Convention 1969 subjek perjanjian internasionalnya hanyalah Negara sedangkan di Vienna Convention 1986 Organisasi Internasional juga termaksud didalam subjek perjanjian internasional. ASEAN adalah organisasi Regional, maka ASEAN berisi Negara-negara anggota yang terikat satu kesamaan, yaitu Wilayah. perjanjian internasional yang dibuat oleh ASEAN sebagian besar berlaku hanya di Negara-negara anggota ASEAN saja, seperti TAC(Treaty of Amity and Cooperation) dan lain lain. Oleh Karena itu, sebagian unsur dari perjanjian internasional didalam tubuh ASEAN lebih tepat dimasukkan ke dalam pengertian Treaty yang dipaparkan di Vienna Convention 1969. Namun ASEAN juga ada melakukan rapat dan membuat 83 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vienna Convention on the Law of Treaties, 1969, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. 84 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vienna Convention on the Law of Treaties Between States and International Organizations or between International Organizations, 1986, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara perjanjian dengan organisasi Regional maupun Internasional lainnya, seperti Dengan PBB dan European Union (Uni Eropa) maupun dengan Negara anggota sendiri seperti Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the ASEAN relating to the Privileges and Immunities of the ASEAN Secretariat, Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the ASEAN Inter Parliamentary Organization relating to the Privileges and Immunities of the AIPO Permanent Secretariat in Jakarta, dan masih banyak lagi sehingga tidak salah juga apabila ASEAN diartikan dengan menggunakan Vienna Convention 1986, Karena ada juga perjanjian antara Negara dengan ASEAN dan antara ASEAN dengan PBB dan Uni Eropa. Mutual Recognition Arrangements/MRAs ASEAN adalah salah satu program/perjanjian internasional yang dibuat dan dijalankan oleh Negara-negara anggota ASEAN sendiri. Dengan kata lain, MRAs lebih tepat apabila digolongkan sebagai jenis perjanjian internasional yang diatur di Konvensi Wina 1969. MRAs dibidang jasa juga merupakan program ASEAN yang bergerak dibawah AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services) dimana menurut Boer Mauna, Pengertian Agreement adalah: “Agreement di Indonesia lebih dikenal dengan nama Persetujuan. Menurut pengertian ini, persetujuan umumnya mengatur materi yang cakupannya lebih kecil daripada materi yang diatur pada traktat. Saat ini ada kecenderungan untuk mempergunakan kata persetujuan dalam perjanjian bilateral dan secara terbatas pada perjanjian multilateral. Terminologi Persetujuan juga umumnya mengatur mengenai materi kerjasama di bidang ekonomi, kebudayaan, teknik, dan ilmu pengetahuan. Persetujuan juga digunakan pada perjanjian yang menyangkut masalah pencegahan pajak berganda, perlindungan investasi/penanaman modal, atau bantuan keuangan”85 85 Mauna, Op.Cit, hal 91-92. Universitas Sumatera Utara Sedangkan AFAS sendiri adalah salah satu program AFTA yang bergerak di bidang jasa. Apabila dilihat dari teori Integrasi Ekonomi (Economic Integration), maka ada enam (6) tahapan kerja sama perdagangan untuk menuju integrasi ekonomi, yaitu: A. Preferential Trading Area (PTA) Merupakan kelompok perdagangan yang memberikan keringanan terhadap jenis produk tertentu kepada Negara anggotanya, dilaksanakan dengan cara mengurangi tarif namun tidak menghapus tarif sampai menjadi nol (0). PTA dapat muncul melalui perjanjian/kesepakatan dagang. B. Free Trade Area (FTA) Tujuan dari FTA adalah untuk menurunkan hambatan perdagangan sehingga volume perdagangan meningkat Karena spesialisasi, pembagian kerja, dan yang terpenting melalui teori keuntungan komparatif. C. Custom Union Custom union adalah suatu perjanjian dagang dimana sejumlah Negara memberlakukan perdagangan bebas diantara mereka dan menerapkan serangkaian tarif bersama terhadap barang dari Negara lain. Negara anggota menerapkan kebijaksanaan perdagangan luar negeri bersama, tetapi dalam kasus tertentu mereka menerapkan kuota impor yang berbeda. Universitas Sumatera Utara D. Single Integrated Market (Common Market) Satu pasar tunggal bersama adalah blok dagang yang merupakan penambahan dari Custom Union dengan kebijakan bersama terhadap produk, dan pergerakan yang bebas atau faktor produksi (modal dan tenaga kerja) dan wirausaha. Tujuannya agara terjadi pergerakan bebas dari modal, tenaga kerja, barang, dan jasa diantara Negara-negara anggota dan mempermudah efisiensi ekonomi. E. Economic and Monetary Union Merupakan blok dagang seperti pasar tunggal dengan kesatuan moneter untuk semua Negara anggota. F. Complete Economic Integration Pada tahap ini, tidak lagi dibutuhkan kebijakan pengawasan ekonomi kepada unitunit yang bergabung, mereka telah menjadi satu kesatuan moneter dan fiskal secara penuh. Apabila kita lihat teori ini dengan kondisi ASEAN sendiri, sekarang ASEAN masih berada diposisi transisi antara Free Trade Area dengan Custom Union, hal ini disebabkan ASEAN belum mempunyai mata uang bersama dan sedang mengusahakan tarif bersama dan pasar tunggal untuk mencapai integrase ekonomi yang lebih baik lagi dan sedang berusaha untuk menghilangkan hambatan perdagangan, baik secara tarif maupun non-tarif. Kesejahteraan ASEAN sendiri sebagai sebuah Free Trade Area akan semakin meningkat apabila terjadi hubungan dagang yang insentif dikawasan ASEAN sendiri. Apabila di ASEAN sendiri tidak terjadi hubungan dagang yang Universitas Sumatera Utara intensif, namun Negara anggota ASEAN lebih banyak berdagang dengan Negara diluar FTA, akan terjadi penurunan volume perdagangan sehingga akan menurunkan kesejahteraan masyarakat Negara anggota dalam ASEAN sendiri. Untuk meningkatkan integrasi ekonomi ketingkat yang lebih tinggi lagi, ASEAN memerlukan : A. Tarif bersama dan Pasar Tunggal. B. Mata Uang bersama. C. Harmonisasi kebijakan Makroekonomi Nasional diantara Negara anggota. Untuk memenuhi keperluan pertama yaitu Pasar Tunggal lah diciptakan AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan ASEAN Economic Community. AFAS, yang dibuat untuk memenuhi Pasar Tunggal dibidang Jasa/Services, dan MRAs yang dibuat sebagai praktek/tindak lanjut dari AFAS dan mendukung salah satu pilar utama pencapaian tujuan MEA sendiri yaitu Pasar Tunggal dan Basis Produksi (Single Market and Production Base) yaitu Aliran bebas Tenaga Terampil (Free Flow of Skilled Labor). MEA sendiri memiliki empat(4) Pilar utama, yaitu: 86 A. Pasar tunggal dan Basis Produksi (A Single Market and Production Base). B. Wilayah Ekonomi yang Kompetitif (A Competitive Economic Region). C. Perkembangan Ekonomi yang adil (Equitable Economic Development). D. Integrasi dengan Ekonomi Global (Integration with the Global Economy). 86 Economy Watch, Four Pillars of the AEC and the looming Implementation Deadline, diakses dari website http://www.economywatch.com/features/Four-Pillars-of-the-AEC-and-thelooming-Implementation-Deadline.12-25-14.html, diakses pada tanggal 1 Mei 2017. Universitas Sumatera Utara Sedangkan untuk merealisasikan pilar pertama dari MEA sendiri, yaitu Pasar Tunggal dan Basis Produksi, ada 5 lagi elemen inti yang harus dipenuhi, yaitu: 87 1. Aliran bebas Barang (Free Flow of Goods). 2. Aliran bebas Jasa (Free Flow of Services). 3. Aliran bebas Investasi (Free Flow of Investments). 4. Aliran bebas Tenaga Terampil (Free Flow of Skilled Labor). 5. Aliran bebas Modal (Free Flow of Capital). Oleh Karena itu posisi MRAs yang bergerak di bidang jasa sebagai perjanjian internasional ASEAN Sangatlah penting, Karena MRAs adalah realisasi dari AFAS dan pendukung salah satu pilar MEA, yaitu Aliran Bebas Tenaga Terampil/Free Flow of Skilled Labor. Sebagai perjanjian internasional, tentu MRAs harus memenuhi unsur-unsur yang harus dimiliki oleh sebuah perjanjian internasional, yaitu: 3. Mukadimah Biasanya mukadimah suatu perjanjian mulai dengan menyebutkan Negara-negara perserta. Perjanjian-perjanjian yang dibuat dalam kerangka ASEAN pada umumnya dimulai dengan: “The Government of Brunei Darussalam, the Kingdom of Cambodia, the Republic of Indonesia, The Lao People’s Democratic Republic, Malaysia, the Union of Myanmar, the Republic of the Philippines, the Republic of Singapore, the Kingdom of Thailand, and the Socialist Republic of Vietnam.” Kadang-kadang mukadimah itu juga dimulai dengan jabatan dari wakil-wakil yang ikut dalam perundingan. Mukadimah dari the ASEAN Declaration (Deklarasi 87 Ricardo Simanjuntak, Op.Cit, hal 8. Universitas Sumatera Utara ASEAN/Deklarasi Bangkok) tanggal 8 Agustus 1967, Perjanjian yang mendirikan ASEAN, dimulai dengan kata: “The Presidium Minister for Political Affairs/Minister for Foreign Affairs of Indonesia, the Deputy Prime Minister of Malaysia, the Secretary of Foreign Affairs of the Philippines, The Minister for Foreign Affairs of Singapore and the Minister of Foreign Affairs of Thailand” Namun seiring dengan perkembangan waktu, sekarang tidak lagi disebutkan para pihak satu persatu tetapi sebagai contoh: “We, the Foreign Ministers of the member countries of the Association of Southeast Asian Nations”. Selanjutnya, di Mukadimah juga berisi penjelasan-penjelasan spirit perjanjian. Di dalamnya juga tercantum pernyataan-pernyataan umum yang kadang-kadang merupakan program politik dari Negara-negara peserta. Namun dalam segi hukum, mukadimah tidak mempunyai kekuatan mengikat seperti isi perjanjian itu sendiri sebagaimana yang dinyatakan oleh Mahkamah Internasional tahun 1984 dalam kasus kegiatan militer dan paramiliter Amerika Serikat di Nicaragua. Mukadimah merupakan dasar moral dan politik dari ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam batang tubuh suatu perjanjian. Menurut hukum internasional, Mukadimah tidak memiliki kekuatan mengikat walaupun mukadimah tersebut merupakan suatu unsur interpretatif dari perjanjian. Namun, mukadimah tetap merupakan dasar moral dan politik dari ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat dalam batang tubuh seperti halnya Piagam PBB.88 88 Boer Mauna, Op.Cit, hal 105. Universitas Sumatera Utara 2. Batang Tubuh Batang tubuh suatu perjanjian berarti isi perjanjian itu sendiri. Batang tubuh ini terdiri dari Pasal-pasal yang kadang-kadang jumlahnya cukup banyak. Sebagai contoh: A. Vienna Convention on the Law of Treaties 1969 berisikan 85 Pasal. B. United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) berisikan 320 Pasal. C. Masyarakat Ekonomi Eropa 1957 terdiri dari 248 Pasal. D. Perjanjian Versailles 1919 terdiri dari 440 Pasal.89 3. Klausula-klausula Penutup Klausula-klausula penutup juga merupakan bagian dari batang tubuh. Klausulaklausula tersebut bukan lagi mengenai isi pokok perjanjian tetapi mengenai beberapa mekanisme pengaturan seperti mulai berlakunya, syarat-syarat berlakunya, lama berlakunya perjanjian, amandemen, revisi, aksesi, dan lainlain.90 4. Annex Batang tubuh suatu perjanjian juga dapat ditambah dan dilengkapi dengan menggunakan Annexes. Annex berisi ketentuan-ketentuan teknik atau tambahan mengenai satu Pasal atau keseluruhan perjanjian dan terpisah dari perjanjian. Walau terpisah tetapi merupakan satu kesatuan 89 90 dengan perjanjian dan Ibid, hal 106. Ibid, hal 107. Universitas Sumatera Utara mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Pasal-pasal perjanjian. Biasanya Annex disusun oleh para ahli dan bila dipisahkan dari perjanjian, itu semata-mata untuk menghindarkan supaya perjanjian-perjanjian jangan terlalu tebal. Annex bisa juga lebih dari satu, contohnya persetujuan Marakesh di Maroko, yang membentuk Organisasi Perdagangan Internasional (WTO) 15 April 1994 yang memiliki 6 Annex yang terdiri dari berbagai Kesepakatan dan Memorandum di samping Final Act yang berisikan 23 Keputusan dan pernyataan ditambah 1 Memorandum Saling Pengertian (Memorandum of Understanding / MoU), apabila kesemua memorandum ini disatukan dengan batang tubuh pastinya akan terlalu tebal dan tidak praktis untuk dibaca.91 Keempat unsur ini harus ada di dalam setiap perjanjian internasional, tidak terkecuali dalam MRAs (Mutual Recognition Arrangements) sebagai sebuah perjanjian internasional. Berikut uraian mengenai keempat Unsur ini di Mutual Recognition Arrangement: A. Mukadimah Mukadimah ada di setiap Mutual Recognition Arrangements, dan sistematikanya selalu dimulai dengan penyebutan para Negara anggota, seperti “The Republic of Indonesia, Lao people’s Democratic Republic, dan lain lain.” Kemudian disusul dengan pernyataan khusus mengenai dasar pembuatan Mutual Recognition Arrangement ini. 91 Ibid. Universitas Sumatera Utara B. Batang Tubuh Batang tubuh di setiap perjanjian Mutual Recognition Arrangements terdiri dari delapan (8) hingga sepuluh (10) Pasal, dimana dipasal terakhir ditentukan mengenai Final Provisions yang merupakan Klausula Penutup. C. Klausula Penutup. Klausula penutup berada di Pasal terakhir di setiap Mutual Recognition Arrangements, berisi berlakunya sebuah MRA, kriteria penghapusan sebuah MRA, penyimpanan dokumen MRA, tanggal pembuatan, dan tandatangan para pihak yang membuat. D. Annex Annex di Mutual Recognition Arrangements (MRAs) ditulis dengan nama “Appendix” yang berisi otoritas yang berwenang dalam beroperasi di MRAs yang terkait, dan teknis-teknis lainnya. Annex di MRAs memiliki lebih banyak isi daripada batang tubuh MRAs itu sendiri. Pembuatan perjanjian internasional apabila dilihat dari praktik beberapa Negara pada dasarnya dibagi menjadi dua golongan, pada golongan pertama terdapat perjanjian internasional yang dibuat dengan memenuhi tiga tahap pembentukan, yaitu perundingan, penandatanganan, dan ratifikasi dan pada golongan kedua pembuatan perjanjian internasional hanya melewati dua tahap yaitu perundingan dan penandatanganan. Biasanya golongan pertama ditujukan untuk perjanjian yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari Universitas Sumatera Utara badan yang memiliki hak untuk mengadakan perjanjian (treaty making power), sedangkan perjanjian golongan kedua yang lebih sederhana sifatnya diadakan untuk perjanjian yang tidak begitu penting dan memerlukan penyelesaian yang cepat seperti misalnya perjanjian perdagangan yang berjangka pendek. 92 Untuk dapat menandatangani suatu perjanjian, diperlukan pihak yang memiliki kekuatan Full Powers. Menurut Konvensi Wina Full Powers adalah suatu dokumen yang menunjuk satu atau beberapa utusan untuk mewakili Negaranya dalam berunding, menerima atau membuktikan keaslian naskah suatu perjanjian, menyatakan persetujuan Negara untuk diikat suatu perjanjian atau melaksanakan perbuatan lainnya sehubugan dengan suatu perjanjian. Sedangkan menurut Pasal 7 Ayat 2 Konvensi Wina, Kepala-kepala Negara, kepala-kepala Pemerintahan, dan Menteri-menteri Luar Negeri tidak memerlukan Full Powers untuk semua tahap pembuatan Perjanjian termaksud penandatanganan. Sebaliknya, Kepala-kepala Perwakilan Diplomatik dan Wakilwakil tetap pada Organisasi Internasional membutuhkan Full Powers untuk menandatangani suatu perjanjian kecuali dalam penerimaan atau pengesahan naskah suatu perjanjian baik dalam kerangka Bilateral maupun Multilateral.93 Perjanjian internasional di Indonesia diatur di Undang-undang nomor 20 tahun 2004 mengenai Perjanjian Internasional dan Undang-undang no 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Secara umum Mutual Recognition Arrangements (MRAs) adalah sebuah kesepakatan internasional dimana dua atau lebih Negara setuju untuk mengakui penilaian kesesuaian (conformity assessment) antara satu dengan yang lain. MRAs 92 93 Mochtar kusumaatmadja, Op.Cit, hal 119. Boer Mauna, Op.Cit, hal 109. Universitas Sumatera Utara telah menjadi semakin umum sejak pembuatan World Trade Organization (WTO). World Trade Organization, yang pada saat itu dinamakan Multilateral Trade Organization (MTO). Multilateral Trade Organizations dibentuk pada saat dilakukan putaran Uruguay pada tahun 1986-1994, dimana hasil dari putaran ini, yang dinamakan dengan perjanjian Marrakesh, dirumuskan rancangan untuk mendirikan Multilateral Trade Organizations.94 MRAs telah disempurnakan praktiknya baik didalam maupun diantara berbagai blok-blok perdagangan, termaksud di APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) maupun Uni Eropa (European Union). Pada awalnya Mutual Recognition Arrangements, yang diterapkan pada bulan November 1998 masih berfokuskan kepada produk barang, seperti saat ditandatanganinya ASEAN Sectoral MRA on Electrical and Electronic Equipment (ASEAN EE MRA) pada tanggal 5 April 2002 dan rancangan MRA tentang produk kosmetik.95 Namun sekarang, Mutual Recognition Arrangements telah mencangkup sampai dengan sektor jasa, sebagai realisasi dari AFAS, dan untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN. Lingkup berlakunya program Mutual Recognition Arrangement ini tidaklah sama diantara blok-blok perdagangan. Hal ini Karena setiap blok-blok perdagangan pastinya memiliki lingkup kerja sendiri. Biasanya lingkup berlakunya Mutual Recognition Arrangements hanyalah berlaku di dalam keanggotaan blok-blok perdagangan tersebut saja. Substansi yang diatur didalam Mutual Recognition Arrangement juga berbeda, Karena setiap blok-blok 94 Sutiarnoto, Hukum Penyelesaian Sengketa Perdagangan Internasional, Medan, USU Press, 2016. 95 Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit, hal 253 Universitas Sumatera Utara perdagangan pastilah membuat perjanjian ini sesuai dengan kebutuhannya sendirisendiri. Layaknya Blok perdagangan lainnya, ASEAN memiliki juga program kerjasama ini. Program kerjasama ASEAN ini diciptakan sebagai tindak lanjut dari AFAS (ASEAN Framework Agreement on Services). 2. Kekuatan Mengikat MRAs Mutual Recognition Arrangements (MRAs) adalah sebuah perjanjian regional. Sebagai sebuah perjanjian regional, MRAs tunduk akan hukum internasional. Begitu juga dengan Negara-negara yang berpartisipasi didalam MRAs ini. Pada dasarnya sebuah Perjanjian Internasional dan regional berlaku setelah ditandatangani oleh pihak yang memiliki Full Powers. Hak dan kewajiban dari pemegang Full Powers juga termaksud dengan kekebalan imunitasnya, orang yang menandatangani mempertimbangkan sebuah kondisi-kondisi perjanjian apakah internasional perjanjian juga harus tersebut dapat dilaksanakan atau tidak.96 Apabila kita melihat dari perjanjian internasional lainnya yang dengan khusus mengatur mengenai hubungan antara Negara dengan organisasi internasional, yaitu Vienna Convention On The Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations 1986, maka dapat dilihat dari Pasal keempatnya yang menyatakan bahwa Konvensi Wina ini bersifat non-retroaktif, dengan kata lain Konvensi Wina hanya dapat 96 Y.A Korovin, dkk., International Law, Foreign Languare Publishing House, Moscow, hal 263. Universitas Sumatera Utara berlaku terhadap perjanjian internasional yang dibuat setelah Konvensi Wina ini berlaku.97 Dengan kata lain, Mutual Recognition Arrangements ASEAN merupakan subjek dari Konvensi Wina 1986. Pasal 5 dari Konvensi wina ini menyatakan bahwa Konvensi ini berlaku secara umum, tanpa melihat kekhususan dari perjanjian internasional yang dibuat. Kemudian Pasal 9 dari Konvensi ini menyatakan dengan tegas bahwa agar perjanjian internasional dapat berlaku, harus ada persetujuan dari seluruh pihak, baik Negara maupun organisasi internasional. Apabila kita kaitkan dengan MRAs, pada dasarnya semua Negara setuju akan diberlakukannya MRAs, namun tidak semua Negara menjalankannya, sebab dalam perjanjian MRAs tersebut,dengan jelas ditetapkan bahwa hanya Negara yang ingin mengikuti program MRAs sajalah yang terikat akan MRAs ini. Oleh karena itu MRAs berlaku sesuai dengan Konvensi Wina 1986, namun tidak dipaksakan oleh semua Negara anggota. 98 Pasal 14 dari Konvensi Wina menyatakan bahwa sebuah persetujuan suatu Negara terhadap perjanjian internasional harus dinyatakan dalam ratifikasi. Bicara tentang Pasal ini, Indonesia telah meratifikasi MRAs melalui Keputusan Presiden nomor 82 tahun 2002 tentang Pengesahan ASEAN Framework on Mutual Recognition Arrangements (Perjanjian kerangka ASEAN tentang Pengaturan Saling Pengakuan). 99 Pasal 61 dari Konvensi wina menyatakan bahwa, apabila suatu Negara merasa tidak sanggup untuk menjalankan perjanjian internasional tersebut, Negara 97 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vienna Convention on the law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations,Op.Cit. 98 Ibid. 99 Ibid. Universitas Sumatera Utara tersebut dapat mengundurkan diri dari perjanjian internasional tersebut. Dalam MRAs, Pasal 61 ini adalah tidak terlalu dibutuhkan, sebab telah dinyatakan bahwa semua Negara anggota ASEAN berhak untuk mengikuti MRAs apabila Negara tersebut merasa cukup mampu, dengan kata lain, Negara yang tidak mampu menjalankannya tidak dipaksakan untuk mengikutinya. Pasal 62 Konvensi Wina menyatakan bahwa perubahan kondisi tertentu yang tidak diprediksi tidak dapat menjadi dasar penolakan dari perjanjian internasional, kecuali apabila kondisi itu menjadi dasar persetujuan pihak tersebut,dan akibat dari perubahan tersebut merubah kewajiban yang harus dilakukan pihak tersebut.100 Pasal 63 menyatakan bahwa penarikan duta ataupun konsul dari suatu Negara tidak menjadi dasar akan hilangnya kewajiban suatu pihak dalam memenuhi perjanjian internasional tersebut.101 Pada dasarnya, semua Pasal di Konvensi Wina 1986 haruslah dipatuhi oleh Negara anggota ASEAN dan ASEAN sendiri, namun diatas telah diuraikan beberapa Pasal penting yang merupakan dasar penting dalam kekuatan mengikat perjanjian internasional, termaksud MRAs. Selain Konvensi Wina,Kekuatan mengikat MRAs juga diatur di Perjanjian MRAs sediri,yang pada intinya menyatakan bahwa MRAs hanya mengikat pada Negara yang sanggup dan mau berpartisipasi didalamnya. 100 101 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara C. Akibat Hukum MRAs Bagi Negara Anggota ASEAN 1.Perbandingan MRAs ASEAN dengan program serupa lainnya. Mutual Recognition Agreements (MRA) secara umum telah dikenal jauh sebelum MRAs ASEAN Terbentuk. Sejak tahun 1973, melalui perundingan WTO di tokyo, unsur-unsur MRA sendiri telah terbentuk. Terminologi ini dikenalkan oleh WTO (World Trade Organization). Di badan WTO sendiri, dengan nama yang berbeda kala itu. MRA kala itu dibuat dengan nama “The Plurilateral Agreement on Technical Barriers to Trade” atau lebih dikenal dengan nama “Standard Code”. Standard code ini berisi peraturan yang mengatur mengenai teknis, persesuaian standar-standar yang diakui oleh Negara-negara anggota WTO sendiri. Kemudian, pada tahun 1986 hingga tahun 1994, dibuat perundingan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) kedelapan yang dihadiri oleh 123 Negara sebagai “Pihak-pihak yang berkepentingan”. Uruguay round ini bertujuan untuk: 1. Menurunkan subsidi dibidang pertanian. 2. Mengangkat hambatan dibidang investasi luar negeri. 3. Memulai proses untuk membuka perdagangan di bidang jasa. 4. Memasukkan perlindungan hak milik intelektual. Dalam Putaran perundingan Uruguay ini juga dibentuk salah satu dari Persetujuan Perundingan Uruguay (Uruguay Round Agreement) yang dinamakan Universitas Sumatera Utara dengan Agreement on Technical Barriers to Trade, yang pada dasarnya dibuat untuk: 102 1. Semakin memperluas objektif GATT 1994. 2. Mendorong perkembangan dari standar internasional dan sistem Conformity Assessment. 3. Memastikan aturan dan standar teknis, termaksud persyaratan di Packaging, Marking, dan Labeling, dan prosedur untuk Conformity Assessment dengan aturan teknis dan standar tidak akan memberi hambatan yang tidak diperlukan dalam perdagangan internasional. Tujuan kedua dan ketiga dari WTO inilah yang sekarang sering diikuti dan dipakai oleh berbagai Organisasi Internasional lainnya untuk membuat sebuah kualifikasi/standar bagi pemenuhan standar liberalisasi perdagangan internasional di organisasi yang bersangkutan, termaksud ASEAN. Sampai sekarang, sudah ada beberapa program dengan tujuan yang sama namun nama yang berbeda dengan MRA, yang dibuat oleh berbagai organisasi internasional, seperti: a. Uni Eropa (European Union) Dikenal dengan nama Mutual Recognition Agreement (MRA) untuk hubungan keluar,dan Mutual Recognition (MR) untuk hubungan internal. 102 World Trade Organizations, Marrakesh Agreement diambil dari website https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/17-tbt_e.htm, diakses pada tanggal 24 April 2017. Universitas Sumatera Utara MRA di Uni Eropa digunakan hanya untuk memajukan perdagangan barang diantara Uni Eropa dengan Negara-negara partner. seperti yang dinyatakan di website Europa sendiri: “MRA in European Union is used to promote trade in goods between EU and third countries and facilitate market access,they are bilateral agreements,and aim to benefit industry by providing easier access to conformity assessment.”103 Namun, Uni Eropa memiliki perjanjian bersama yang dinamakan Mutual Recognition.Mutual recognition adalah salah satu dari tiga cara untuk merealisasikan pergerakan bebas barang di pasar internal uni eropa, yaitu liberalisasi, approximation, dan Mutual Recognition.104 Apabila membandingkan MRA (Mutual Recognition Agreement) Uni Eropa dengan MRAs (Mutual Recognition Arrangements) ASEAN, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan diantara keduanya adalah bahwa MRA di Uni Eropa dikhususkan antara Uni Eropa dengan Negara ketiga, sedangkan MRAs di ASEAN ditujukan untuk anggota internal ASEAN. Namun apabila kita bandingkan MRAs (Mutual Recognition Arrangements) ASEAN dengan MR (Mutual Recognition) Uni Eropa, ditemukan persamaan, yaitu: 1. Baik MRAs ASEAN maupun MR Uni eropa sama-sama dikhususkan untuk anggota internal organisasi. 103 Europa, Mutual Recognition Agreements – European Commission, diambil dari website https://ec.europa.eu/growth/single-market/goods/international-aspect/mutual-recognitionagreements_en, diakses pada tanggal 23 April 2017. 104 Jacques Pelkmans, Mutual Recognition in Goods and Services:An Economic Perspective, European Network of Economic Policy Research Institutes, Working Paper No.16/March 2003, hal 2. Universitas Sumatera Utara 2. Baik MRAs ASEAN maupun MR Uni eropa sama-sama mengatur mengenai pengakuan bersama dibidang barang dan jasa . Selain persamaan diatas, MRAs ASEAN dengan Mutual Recognition Uni eropa juga memiliki beberapa perbedaan, yaitu: 1. MR di Uni eropa direalisasikan dengan cara menetapkan prinsip perjanjian yang benar-benar memaksa dibidang pergerakan bebas, prinsip yang tidak ditemui di aturan dagang internasional mengenai integrasi ekonomi lainnya, termaksud ASEAN.105 2. di Uni Eropa, Negara anggota wajib memasukkan dalam aturan nasional mereka, Pasal mengenai mutual recognition, agar produk dari Negara lain dapat masuk dan sesuai dengan aturan nasional di Negara anggota lainnya 106, sedangkan di ASEAN hal ini tidak harus dikenakan kepada semua Negara anggota, hanya dikenakan kepada Negara anggota yang sanggup/mampu menjalankan MRAs tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan di buku guidelines for the development of mutual recognition arrangements, dimana 3. MR di Uni Eropa adalah sejajar untuk semua Negara, sedangkan MRAs di ASEAN memiliki beberapa perbedaan, sesuai dengan kondisi Negara anggota, seperti Negara dengan pertimbangan khusus (Laos, Myanmar, Kamboja, Vietnam).107 Contohnya perdagangan bebas total ASEAN ditargetkan akan terbentuk pada tahun 2010 bagi ASEAN-6 dan tahun 2015 bagi ASEAN-4 (Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam).108 105 Ibid, hal 3. Ibid, hal 5. 107 ASEAN, Guidelines for the Development of Mutual Recognition Arrangements, Op. Cit, hal 17. 108 Soedjono Dirdjosisworo, Op.Cit, hal 255. 106 Universitas Sumatera Utara 4. Di MR Uni Eropa dengan MRAs ASEAN di sektor barang, Menurut laporan Atkins untuk review pasar tunggal (Atkins, 1998), diperkirakan bahwa hampir 50% barang dagang didalam Uni Eropa adalah subjek dari Mutual Recognition dan sisanya adalah subjek dari integrasi ekonomi lainnya. dari 50% yang menjadi subjek MR, 20% adalah barang yang tidak diatur, seperti sendok teh, dan 30% lainnya adalah yang diatur secara resmi, seperti Bir, sedangkan di 1998 ASEAN Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangements dinyatakan bahwa sektor pengembangan MRAs salah satunya adalah jumlah volume dagang intra-ASEAN dan 20 grup produk prioritas, dan didalam perkembangan MRAs sendiri harus ada dua belas sektor integrasi prioritas sedangkan di Uni Eropa, sudah 50% barang dagang didalam uni eropa yang menjadi subjek dari Mutual Recognition/MR, sedangkan di ASEAN, dinyatakan bahwa kesemua volume dagang intra-ASEAN yang merupakan bagian dari dua belas sektor prioritas integrasi adalah bagian dari MRAs ASEAN. 5. Perbedaan MR Uni Eropa dengan MRAs ASEAN di sektor jasa, adalah bahwa MR di Uni Eropa Jasa dibagi menjadi Jasa yang dapat ditukar (Tradeable) dan yang tidak dapat ditukar (Non-tradeable), jasa yang tidak dapat ditukar adalah jasa pemerintahan, jasa lokal, semua pendidikan jarak dekat, dan sebagian besar jasa kesehatan. sisanya dapat ditukar, sedangkan MRAs ASEAN di bidang jasa, hanya mencangkup 8 profesi saja. b. Komunitas Afrika Timur (East African Community) Kerjasama dibidang jasa juga dikenakan di Komunitas Afrika Timur, dengan nama Mutual Recognition Agreements. Universitas Sumatera Utara Antara Mutual Recognition Agreements dari East African Community dengan Mutual Recognition Arrangements ASEAN terdapat beberapa persamaan dan perbedaan, yaitu: Persamaan: 1. MRAs ASEAN dan MRA EAC sama-sama mempermudah arus masuk barang dan jasa diantara Negara-negara anggota 2. ASEAN dan EAC sama-sama mengatur Perjanjian mengenai profesi Insinyur Perbedaan diantara keduanya adalah bahwa MRAs ASEAN baik di bidang barang maupun jasa lebih luas dari MRA EAC, dimana MRAs ASEAN di bidang barang mengatur mengenai perdagangan intra-ASEAN dan 20 grup produk prioritas, sedangkan MRA EAC hanya mengatur mengenai produk kedokteran hewan imunologis, dan MRAs ASEAN di bidang jasa mengatur mengenai peningkatan kooperasi di 8 profesi utama ASEAN, sedangkan MRA EAC mengatur kooperasi hanya di 3 profesi, yaitu Insinyur, Ahli kedokteran hewan, dan Pengacara. c. Mercado Comum del sur (Mercosur),atau Southern Common Market Mercosur adalah blok sub-regional yang berisi Negara-negara anggota dari Amerika Selatan. Dengan lima (5) Negara anggota penuh (full members) yaitu Argentina, Brazil, Paraguay, Uruguay, dan Venezuela, dengan Bahasa resmi spanyol, portugis, dan guarani. Mercosur dibuat pada tahun 1991 dengan penandatanganan Treaty of Asuncion, dengan anggota Argentina, Brazil, Paraguay, dan Uruguay, dan pada Universitas Sumatera Utara tahun 1994 dibuat Protocol of Ouro Preto yang berisi struktur institusional Mercosur. Mercosur membuat perjanjian kerjasama dibidang Jasa dengan nama “Protocol of Montevideo on Trade in Services.” Pada tanggal 15 Desember 1997, dengan 4 anggota terkait, yaitu Argentina, Brazil, Paraguay dan Uruguay. Sama seperti AFAS, Protokol Montevideo ini juga mengikuti contoh GATS. Protokol ini memiliki sebelas (11) sektor grup yang dibentuk di Services Sectoral Classification List (SSCL), yang akan difokuskan realisasinya diantara kesemua Negara anggota Mercosur. Pada tahun 2002, Mercosur juga membuat sebuah daerah yang bernama “Free Residence Area”, daerah dimana warga dari salah satu Negara anggota Mercosur dapat tinggal di Negara lainnya dan bekerja tanpa perlu menggunakan visa, Negara anggota Mercosur juga membawa lencana Mercosur disertai passport Negaranya. Komitmen pembuatan Free Residence Area ini dikuatkan dengan pembuatan kesepakatan Mercosur Residence Agreement. Namun Mercosur Residence Agreement berbeda dengan Mutual Recognition Arrangements ASEAN. Dalam Mercosur Residence Agreement, para pencari kerja disediakan tempat tinggal sementara selama dua tahun kemudian diganti menjadi tempat tinggal permanen, namun pencari kerja tersebut harus mencari kerja sendiri. Sedangkan dalam MRAs, ASEAN langsung memberikan pekerjaan kepada warga Negara yang berkualifikasi untuk mengikuti MRAs dan telah mendaftar, namun tempat tinggalnya tidak bersifat permanen. Universitas Sumatera Utara Apabila dibandingkan dengan ASEAN, Mercosur memiliki jumlah lingkup Jasa yang lebih banyak daripada ruang lingkup jasa di ASEAN. Ada Delapan(8) sektor jasa yang diliberalisasikan di ASEAN, sedangkan di Mercosur, ada sebelas sektor grup. 2. Akibat Hukum MRAs bagi Negara Anggota ASEAN. Dalam Realisasi dari MRAs ini sebagai perjanjian internasional, perlu dilihat asas-asas berikut: 1. Asas Kepentingan Umum Menurut asas ini, demi melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan masyarakat, setiap Negara dapat menyesuaikan diri dengan semua keadaan dan peristiwa yang berkaitan dengan kepentingan umum 2. Pacta Sunt Servanda Asas ini menyatakan bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat wajib ditaati oleh pihak-pihak yang membuatnya. 3. Equality rights Asas ini menyatakan bahwa setiap Negara yang mengadakan hubungan kerjasama berkedudukan sama. 4. Asas Resiprositas (Reciprocity Principle) Asas ini menyatakan bahwa tindakan suatu Negara terhadap Negara lainnya dapat dibalas dengan setimpal, baik tindakan negatif, maupun positif. Asas ini biasanya dikenal dengan nama Asas Timbal Balik. 5. Asas Courtesy Menurut asas ini, masing-masing Negara harus saling menghormati dan menjaga kehormatan satu sama lain. Universitas Sumatera Utara 6. Asas Rebus Sic Stantibus Asas ini menyatakan bahwa perjanjian dapat diputuskan secara sepihak apabila terdapat perubahan yang mendasar/fundamental dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian internasional yang telah disepakati. 7. Asas Teritorial Asas territorial didasarkan pada kekuasaan Negara atas wilayahnya, dimana asas ini menyatakan bahwa Negara memiliki kewenangan untuk melaksanakan hukum bagi setiap perbuatan melanggat hukum diwilayahnya. Dan berikut diuraikan penjelasan mengenai ketujuh Asas-asas yang perlu diperhatikan dalam MRAs ini: 1. Asas Kepentingan Umum Demi kelanjutan kepentingan umum, bisa saja suatu Negara menyesuaikan diri dengan perubahan/reservasi beberapa peraturan, termaksud peraturan yang terdapat pada suatu perjanjian internasional (MRAs). Asas ini penting demi kelanjutan hidup suatu Negara sebab perjanjian internasional (apalagi MRAs yang tujuan pembuatannya untuk pembauran masyarakat antarnegara anggota) bisa saja menimbulkan Culture Shock dan/atau bentrokan kepentingan. Apabila yang timbul adalah Culture Shock, maka masih mudah untuk diatasi, namun apabila benturan kepentingan yang terjadi, bisa saja mengacaukan situasi politik maupun ekonomi di suatu Negara. 2. Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini dipakai bukan hanya di hukum internasional saja, namun juga di Hukum Perdata, bedanya, Asas Pacta Sunt Servanda di perdata mengatur kewajiban Universitas Sumatera Utara seseorang, sedangkan Asas Pacta Sunt Servanda di hukum internasional mengatur kewajiban suatu Negara. Asas ini menyatakan bahwa setiap perjanjian internasional harus dipatuhi/ditaati oleh pihak yang membuatnya, dengan kata lain, aturan MRAs harus ditaati dan dipatuhi oleh Negara-negara anggota ASEAN yang mengikutinya. Perlu diketahui bahwa MRAs diakui oleh semua Negara anggota ASEAN, namun hanya ditaati apabila Negara anggota ASEAN berpartisipasi /mengikuti program MRAs itu sendiri, oleh karena itu, anggota ASEAN yang belum siap/belum berpartisipasi di MRAs tidak perlu mematuhi aturan di MRAs. Dengan kata lain, walau suatu Negara merupakan Negara anggota ASEAN, belum tentu berarti bahwa ia berpartisipasi di MRAs. C. Asas Kesamaan (Equality Rights) Asas Kesamaan (Equality Rights) menyatakan bahwa setiap Negara yang membuat sebuah perjanjian internasional, dianggap mempunyai kedudukan yang sama, oleh Karena itu, di setiap perjanjian internasional yang dibuat di ASEAN (Termaksud MRAs), para anggotanya berkedudukan sama, tidak dilihat dari “siapa pendirinya, siapa yang masuk lebih dahulu” dan sebagainya. 4. Asas Resiprositas Asas ini juga dikenal secara umum bukan hanya di hukum internasional, maupun dikenal juga di Hukum Pidana. Pengertiannya pada hukum Pidana adalah bahwa dapat dilihat apa hasil dari perbuatan pidana yang dilakukan oleh seseorang, apakah benar dari tindakan pidana seseorang membuahkan hasil tersebut. Sedangkan dalam Hukum Interasional, pengertian Asas Resiprositas adalah sama sekali tidak sama/berbeda. Di hukum internasional, Asas Resiprositas menyatakan Universitas Sumatera Utara bahwa apapun tindakan yang diterima oleh suatu Negara, dapat dibalas kembali oleh Negara yang menerima tindakan tersebut, dengan kata lain, Negara dapat membalas apapun yang diterima dari Negara lain. Asas ini tidak harus selamanya dilihat dari sisi yang negatif (seperti agresi militer), namun dalam hal positif, seperti misalnya dalam MRAs, suatu Negara yang mengirimkan tenaga professionalnya dapat mendapat tenaga professional dari Negara lain. 5. Asas Kesopanan/Courtesy Dalam pelaksanaan MRAs, setiap Negara anggota yang melaksanakan MRAs harus saling menghormati satu sama lain dan menjaga kehormatan Negara anggota lainnya. Asas ini adalah asas yang paling umum dan paling dasar bagi hubungan suatu Negara dengan Negara lainnya. Tanpa adanya asas ini, tidak akan terjadi hubungan Negara yang menguntungkan, sehat dan berjangka panjang. 6. Asas Rebus sic Stantibus Asas ini menyatakan bahwa apabila ada isi dari MRAs yang diubah oleh salah satu Negara anggota/pihak, tanpa persetujuan oleh Negara anggota lainnya, maka Negara anggota lainnya dapat memutuskan kerjasama dalam MRAs itu sendiri. Namun di Pasal bagian Amandments di MRAs ini sendiri dinyatakan bahwa modifikasi/perubahan melalui amandemen hanya dapat dilakukan bersama, sehingga kedudukan asas ini menjadi lebih kuat. Universitas Sumatera Utara 7. Asas Teritorial Asas ini menyatakan bahwa Negara memiliki kewenangan untuk memproses segala perbuatan melawan hukum yang terjadi di Negaranya (Termaksud perbuatan melawan hukum yang dibuat oleh Tenaga Profesional Asing) Untuk Asas ini telah dengan lengkap dijelaskan dan diuraikan di MRAs, dimana di dokumen MRAs, dinyatakan bahwa seorang tenaga professional harus “Be Bound by prevailing laws and regulations of the Host Country” atau “Terikat pada hukum dan regulasi di Negara penerima”. Selain asas umum ini, di Pasal terakhir/bagian klausula penutup dinyatakan bahwa setiap Negara anggota ASEAN yang ingin mengikuti program ini harus berkoordinasi dengan sekretaris jendral ASEAN, yang menyatakan bahwa kekuatan mengikat MRAs hanya berlaku bagi Negara-negara yang berpartisipasi didalamnya. Hal ini mendukung penjelasan di Asas Pacta Sunt Servanda diatas. Pernyataan di bagian klausula penutup ini sangat penting, sebab tidak semua Negara anggota ASEAN memiliki kapasitas yang sama untuk menjalankan Mutual Recognition Arrangements (MRAs) ASEAN ini. Seperti di empat Negara dengan pertimbangan khusus (Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam). Konvensi Wina 1986 juga menyatakan beberapa peraturan yang harus dipatuhi oleh ASEAN beserta Negara anggotanya dalam menjalankan perjanjian internasional, seperti Pasal 19-23 yang merupakan dasar hukum dari reservasi, Pasal 26 yang mengatur tentang asas Pacta Sunt Servanda, Pasal 31 yang menitikberatkan kepada good faith diantara anggota-anggota perjanjian Universitas Sumatera Utara internasional, Pasal 44 yang menyatakan bahwa pengakhiran perjanjian internasional hanya dapat dilakukan bersama, Pasal 53 yang menyatakan bahwa perjanjian internasional menjadi tidak valid apabila bertentangan dengan hukum internasional umum, dan Pasal lainnya yang juga penting untuk dinyatakan (Pasal 40, Pasal 27, Pasal 33,Pasal 49 dan 50, dan lain-lain.)109 109 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Vienna Convention on the Law of Treaties between States and International Organizations or between International Organizations, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara BAB IV PENGARUH MRAS TERHADAP PENGATURAN PROFESI TERKAIT DALAM HUKUM NASIONAL A. Manfaat MRAs ASEAN bagi kepentingan Indonesia. Integrasi ekonomi adalah salah satu cara bagi suatu Negara untuk memajukan ekonomi suatu Negara dan telah dipraktekkan oleh banyak Negara. Integrasi ekonomi dapat diwujudkan melalui pembuatan perjanjian internasional, maupun membuat organisasi internasional yang bergerak di bidang ekonomi dan kemudian menyetujui perjanjian internasional diantara Negara anggota organisasi internasional tersebut. Integrasi ekonomi bisa saja dilakukan tanpa melalui organisasi internasional, namun ruang lingkup perjanjiannya tidak akan luas dan dampaknya tidak terlalu signifikan, kekuatan mengikatnya juga tidak terlalu kuat apabila dibandingkan dengan perjanjian internasional yang dibuat dibawah organisasi internasional sebab Negara akan cenderung lebih mematuhi perjanjian internasional kepada organisasi internasional daripada Negara lainnya. Organisasi internasional yang berbasis regional sudah mulai berkembang dengan pesat sejak diatas tahun 1980an. Organisasi regional pertama yang berbasis ekonomi adalah Uni Eropa(European Union) yang dibentuk pada tahun 1952 dengan beranggotakan 6 Negara yaitu Belgia, Prancis, Jerman, Itali, Luxembourg, dan Belanda. Sampai saat ini EU sudah beranggotakan 27 Negara eropa. Organisasi regional selanjutnya yang berdiri adalah ASEAN (Association of South East Asia Nations) yang berdiri pada tahun 1967 dengan 5 Negara Universitas Sumatera Utara pelopor, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Keanggotaan ASEAN sekarang sudah berisi 10 Negara ASEAN dengan 6 Negara yang memiliki keanggotaan asosiasi, yaitu Jepang, Korea Selatan, China, India, Selandia Baru, dan Australia. Kemudian muncullah organisasi regional lainnya seperti Mercosur/USAN, NAFTA, TPP, EEU, dan organisasi internasional lainnya yang sebagian besar dibentuk diatas tahun 1990an, dengan kata lain, tren Organisasi Internasional mulai terjadi sejak tahun 1990an. Uni Eropa telah memulai program EEC (European Economic Community) atau Masyarakat Ekonomi Eropanya sejak tahun 1957, sedangkan ASEAN baru memulainya pada tahun 2016, namun kerangkanya telah dibuat sejak tahun 1997 lalu. Oleh Karena itulah integrasi di Uni Eropa cenderung lebih maju daripada integrasi di ASEAN sendiri. Untuk mencapai tujuan dari MEA jugalah dibuat program Mutual Recognition Arrangements (MRAs), perjanjian regional yang berlaku kepada seluruh Negara anggota ASEAN yang mampu dan yang dibentuk untuk memfasilitasi pergerakan tenaga kerja professional di seluruh Negara ASEAN, termaksud di Indonesia sebagai salah satu pendiri dari ASEAN. Perjanjian internasional pada dasarnya tidak memiliki bentuk yang pasti. Ada perjanjian internasional yang dibuat secara tertulis (seperti perjanjian persekutuan antar Peter I dengan Augustus II pada tahun 1698, Treaty of Amity and Cooperation ASEAN, dan lain-lain). Ada juga secara lisan, seperti perjanjian Universitas Sumatera Utara antara Rusia dengan Republik Mongolia, pada thun 1936.110 Pada dasarnya, MRAs adalah perjanjian regional (regional treaties) yang dibuat oleh suatu negara dengan bentuk tertulis, dan dibuat dengan tujuan untuk mendorong pemenuhan Suatu Negara pastinya memiliki kepentingan-kepentingan tertentu, dan apabila suatu Negara menyetujui dan meratifikasi sebuah perjanjian internasional, tindakan itu sebagian besar didasarkan atas dasar keuntungan. Negara tersebut ingin meratifikasi perjanjian internasional Karena perjanjian internasional tersebut membawa keuntungan bagi Negara tersebut. Hal ini juga berlaku kepada Indonesia sebagai sebuah Negara. Indonesia sendiri tentunya menyetujui dan meratifikasi program Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dengan tujuan untuk mendapat keuntungan dan kegunaan dari perjanjian internasional tersebut. Persetujuan Indonesia terhadap MRA (Mutual Recognition Arrangements) ASEAN juga tentunya memberikan dampak positif bagi perkembangan Indonesia, antara lain: 1. Meningkatkan kualitas tenaga professional di Negara Indonesia. Apabila Mutual Recognition Arrangements diberlakukan di Indonesia, akan ada pembauran dari tenaga professional asing lain yang berasal dari Negara ASEAN dengan tenaga professional dari Indonesia. Kolaborasi dari kedua pihak akan menyebabkan semakin baiknya kualitas dari tenaga professional di kedua Negara Negara tersebut, sebab mereka berdua dapat saling melengkapi kekurangan masing-masing dan saling membagi ilmu dan pengalaman terkait dengan bidang 110 Y.A Korovin, dkk, Op.Cit, hal 262. Universitas Sumatera Utara yang dikerjakan dan berdampak pada peningkatan kualitas tenaga professional Indonesia. 2. Meningkatkan hubungan diplomatik diantara Negara. Apabila Mutual Recognition Arrangements diberlakukan di Indonesia, secara otomatis hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Negara partner MRA akan bertambah kuat, hal ini Karena terjadi hubungan timbal balik dan saling menguntungkan diantara kedua Negara tersebut sehingga kedua Negara akan terus menjaga hubungan diplomasinya satu dengan yang lain untuk kemajuan bersama. 3. Meningkatkan pengetahuan budaya warga Negara Indonesia dengan Negara partner MRA. Dengan pemberlakuan Mutual Recognition Arrangements di Indonesia, masingmasing warga Negara partner MRA akan mengetahui dengan lebih baik budaya dari Negara partnernya masing masing dan meningkatkan kepekaaan masyarakat umum Indonesia terhadap budaya dari Negara lain tanpa harus pergi ke Negara tersebut. 4. Meningkatkan kemampuan berbahasa inggris warga Negara Indonesia. Dengan diberlakukannya MRA, otomatis akan banyak tenaga professional Indonesia yang bekerja diluar negeri, dan banyak pula tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia. Baik tenaga professional asing di Negara Indonesia maupun tenaga professional Indonesia di Negara asing akan memakai Bahasa inggris sebagai Bahasa internasional yang diakui di dunia, termaksud di ASEAN sendiri, oleh Karena itu pertukaran tenaga professional ini akan meningkatkan English Proficiency (kelancaran berbahasa inggris) antar tenaga professional Indonesia Universitas Sumatera Utara dan Warga Negara Indonesia pada umumnya (tenaga professional Indonesia sebab mereka bekerja di luar negeri sehingga harus berbahasa inggris secara terus menerus dan Warga Negara Indonesia karena dengan adanya tenaga kerja asing yang berbahasa inggris, warga Negara Indonesia dapat mempraktekkan Bahasa inggrisnya langsung kepada tenaga kerja asing tersebut tanpa harus keluar negeri lagi. 5. Meningkatkan Perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Pada dasarnya perekonomian suatu Negara akan semakin baik apabila perputaran uang di Negara tersebut semakin cepat. Dengan adanya Mutual Recognition Arrangements, tenaga asing yang bekerja di Indonesia akan membeli produk Indonesia dan berkontribusi terhadap perputaran uang di Indonesia sendiri, sehingga perputaran uang di Indonesia akan semakin cepat dan memberi dampak semakin baiknya perekonomian Indonesia. Tenaga Professional Indonesia juga akan mengirimkan gaji/uangnya ke keluarganya di Indonesia sehingga memperkuat dan mempercepat perputaran uang di Indonesia. Perekonomian Indonesia juga akan semakin baik Karena semakin banyak investasi yang masuk ke Indonesia yang disebabkan oleh baiknya hubungan diplomatik antara Negara anggota ASEAN lainnya. 6. Memajukan Perkembangan Teknologi Indonesia. Beberapa MRAs ASEAN, seperti MRA dibidang Arsitek, menyatakan di Pasalnya: “To set up standards and commitment of technological transfer among ASEAN Member Countries”. Dengan adanya Mutual Recognition Arrangements, kemajuan dibidang teknologi akan terus terdorong sebab adanya peningkatan standar teknologi serta transfer Universitas Sumatera Utara teknologi diantara Negara-negara ASEAN yang akan meningkatkan standar teknologi di Indonesia. Mutual Recognition Arrangements adalah bagian dari AFAS, perjanjian perdagangan ASEAN di bidang jasa yang apabila dipenuhi akan memenuhi salah satu dari elemen utama dari realisasi Pasar tunggal dan Basis Produksi, yaitu Free Flow of Skilled Labor/Aliran Bebas Tenaga Terampil. Dengan kata lain, dengan dipenuhinya Mutual Recognition Arrangements, maka akan melengkapi salah satu Pilar utama dari pembentukan MEA sendiri (Pasar Tunggal dan Basis Produksi) dan berdampak kepada semakin dekatnya integrasi ekonomi diantara Negaranegara ASEAN. Keuntungan dari Integrasi Ekonomi ASEAN (Melalui program integrasi ekonominya yaitu MEA): 1. Semakin bervariasinya jenis barang yang beredar. Dengan adanya AFTA ASEAN, maka jenis produk yang beredar di suatu Negara akan semakin bervariasi,harganyapun akan semakin murah Karena tidak adanya hambatan perdagangan disebabkan oleh integrasi ekonomi di bidang Barang. 2. Semakin berkembangnya kualitas jasa di Negara ASEAN. Dengan adanya AFAS ASEAN, terlebih MRA, akan meningkatkan kualitas Jasa secara keseluruhan, baik dari pihak penerima maupun pengirim. Universitas Sumatera Utara 3. Semakin mudahnya membuat suatu perjanjian. Biasanya Negara anggota yang terikat dalam suatu integrasi ekonomi akan lebih mudah untuk mencapai suatu kesepakatan bilateral yang saling menguntungkan dan untuk waktu yang lama. 4. Memperkuat kerjasama politik. Negara yang mengikuti Kelompok Integrasi ekonomi biasanya memiliki tujuan politik yang sama/mirip, salah satunya adalah keuntungan. Dengan adanya MEA, kerjasama politik akan semakin ditingkatkan dan tujuan politik antar Negara akan semakin cepat terealisasi. 5. Menguntungkan pasar modal. Integrasi Ekonomi sangat bermanfaat bagi pasar modal Karena ia mempermudah Karena Integrasi Ekonomi akan membantu perusahaan untuk membeli modal dengan bunga rendah. 6. Membuka peluang kerja. Dengan adanya integrasi ekonomi akan meningkatkan peluang mendapatkan pekerjaan sebab adanya perluasan pasar diantara Negara-negara ASEAN. Warga Negara Indonesia dapat mencari pekerjaan bukan hanya di Indonesia saja namun juga bisa di Negara-negara ASEAN lainnya. 7. Meningkatkan FDI (Foreign Direct Investment) atau Investasi asing langsung Dengan adanya Integrasi ekonomi, investasi asing akan semakin meningkat, sehingga apabila suatu perusahaan membuka Investasi Asing, perusahaan itu Universitas Sumatera Utara menjadi perusahaan internasional. Banyaknya investasi asing juga akan meningkatkan perekonomian suatu Negara.111 Namun apabila ingin mengikuti MRAs(baik di bidang barang maupun jasa) suatu Negara harus mematuhi segala aturan yang telah disetujui bersama mengenai MRAs dan mengaturnya didalam hukum nasional Negara tersebut. Hal ini sama dengan memberikan sedikit dari kedaulatan nasionalnya. Walau dalam ASEAN sudah dinyatakan dengan jelas prinsipnya adalah “Tidak mencampuri urusan dalam negeri satu sama lain Negara anggota” namun, adalah fenomena yang sudah tidak bisa dihindari bahwa apabila suatu Negara sudah menyatakan akan mengikuti suatu program yang dibuat oleh sebuah organisasi internasional, maka ia harus mengikuti aturan yang telah dibuat oleh suatu organisasi internasional tersebut. Namun, ASEAN pada dasarnya adalah Intergovernmental Organizations (IGO) sehingga tidak ada keharusan bagi suatu Negara untuk mengikuti program MRAs ini. Banyak sekali keuntungan yang bisa didapat dari sebuah Integrasi Ekonomi, seperti MRA dan MEA. Namun, sebuah Integrasi Ekonomi hanya akan menguntungkan Negara yang telah siap untuk menerimanya, Karena apabila suatu Negara belum siap untuk menerimanya, maka yang terjadi adalah ketimpangan. Negara tersebut bisa kalah dalam kompetisi di wilayah tersebut Karena kurangnya skill atau faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, untuk dapat menikmati Integrasi Ekonomi, Indonesia harus dapat terus meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusianya sehingga bisa mendapatkan keuntungan darinya. 111 Benefits of, Benefits of Economic Integration, diambil dari website http://benefitof.net/benefits-of-economic-integration/, diakses pada tanggal 1 mei 2017 11:45. Universitas Sumatera Utara Dalam penetapan kebijakan dan pelaksanaannya, ASEAN selalu berusaha untuk menghindari ketimpangan tersebut, tercermin dari tujuan Pilar ketiga dari MEA, yaitu Perkembangan Ekonomi yang Adil (Equitable Economic Development), realisasinya seperti adanya keringanan bagi empat Negara dengan pertimbangan khusus (Laos, Kamboja, Viernam, Myanmar). Oleh Karena itu adanya Integrasi Ekonomi (Termaksud MRA sebagai bagian darinya) adalah perjanjian yang menguntungkan semua Negara anggota, baik Negara maju (seperti singapura) maupun Negara berkembang, termaksud Indonesia. Oleh karena itu Indonesia sebagai Negara anggota ASEAN dan Negara yang berpartisipasi di MEA sendiri haruslah meningkatkan kualifikasinya agar dapat bersaing dan mendapatkan keuntungan yang maksimal didalam program Mutual Recognition Arrangements (MRAs) ini. B. Bidang Profesi Terkait dalam MRAs Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dalam setiap bidang jasa memiliki banyak persamaan, salah satunya adalah setiap tenaga kerja yang bekerja melalui MRA harus mendaftar melalui PRA (Professional Regulatory Authority) dan dalam beberapa MRA, tenaga kerja juga harus tunduk juga terhadap badan nasional yang mengatur mengenai profesi tersebut, seperti di MRA akuntansi dinyatakan bahwa PRA harus bekerjasama dengan NAB (National Accountancy Body) yang berada di Negara tersebut. Kesemua MRAs juga menyatakan bahwa warga ASEAN yang bekerja di Negara asing dalam rangka MRA harus mematuhi segala aturan nasional yang berlaku di Negara tempatnya bekerja. Universitas Sumatera Utara Juga dalam MRAs dinyatakan dengan jelas bahwa harus dibuat MC (Monitoring Commitee) dengan tujuan untuk “to develop, process and maintain ASEAN workers in the country of origin”. Dengan kata lain pembuatan MC adalah untuk mengembangkan dan menjaga pekerja-pekerja ASEAN di suatu Negara. Perlu diketahui juga bahwa di bagian Amendments bahwa: “Any ASEAN Member State may request in writing any amendment to all or any part of this Arrangement” dengan kata lain bahwa setiap Negara berhak untuk mengusulkan perubahan/amandemen terhadap MRAs. Namun, MRAs hanya dapat diamandemen melalui persetujuan bersama dari Negara anggota ASEAN dan harus disampaikan secara tertulis. Dan apabila terdapat masalah/konflik, maka aturan yang digunakan adalah ASEAN Protocol on Enhanced Dispute Settlement Mechanism, yang dibuat di Vientiane, Republik Demokrasi Laos, Pada tanggal 29 November 2004. Setiap MRAs dibuat dengan format yang mirip, salah satu yang membedakan tiap-tiap MRAs adalah Profesi yang diatur dan apakah ada Appendix lainnya yang diberlakukan di MRAs tersebut, seperti MRAs mengenai Jasa Akuntansi memiliki Appendix, yang berisi Guideline (Buku Panduan) mengenai kriteria dan prosedur dalam profesi Akuntan, serta Daftar NAB (National Accountancy Body), dan pengaturan teknis lainnya. Sedangkan ada MRAs yang belum/tidak memiliki Appendix. Universitas Sumatera Utara Dalam pelaksanaan Mutual Recognition Arrangements, terdapat delapan (8) Profesi yang dipermudah dan difasilitasi pergerakannya,yaitu: 1. Profesi Keinsinyuran Mutual Recognition Arrangement (MRA) pertama yang ditandatangani dan disahkan adalah MRA mengenai jasa keteknikan/Engineering. MRA ini ditandatangani pada tanggal 9 Desember 2005, di Kuala Lumpur, Malaysia. MRA ini seperti namanya memfasilitasi kebebasan pergerakan tenaga professional di bidang keteknikan. Apabila seorang tenaga professional di bidang Teknik memenuhi syarat dan bergabung kedalam MRA ini, maka ia akan bekerja sebagai seorang ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE). Ada beberapa kriteria/syarat penilaian agar seseorang dapat diterima sebagai seorang ACPE, yaitu: 1. Menyelesaikan gelar keteknikan yang diakui oleh badan akreditasi keteknikan profesional baik yang berada di Negara asal maupun yang berada di Negara tujuan, atau dinilai dan diakui memiliki gelar/bukti lain yang setara dengannya. 2. Memiliki sertifikat registrasi dan lisensi yang valid untuk berpraktek keteknikan di Negara asal yang dikeluarkan oleh Professional Regulatory Authority (PRA) dari Megara anggota ASEAN dan sesuai dengan kebijakan pendaftaran dalam praktek keteknikan yang ditetapkan oleh Monitoring Committee. Universitas Sumatera Utara 3. Memperoleh pengalaman praktik sekurang kurangnya tujuh (7) tahun setelah kelulusan, paling tidak dua (2) tahun dimana pendaftar memiliki kewajiban berpraktek dengan rutin. 4. Tunduk dengan kebijakan Continuing Professional Development (CPD) di Negara asal dengan nilai yang memuaskan. 5. Memperoleh sertifikat dari Professional Regulatory Authority di Negara asal akan tidak adanya sejarah pelanggaran kode etik, teknikal, maupun professional dalam praktek keteknikan. Apabila seorang Insinyur professional memenuhi kualifikasi diatas dan ingin mengikuti program untuk menjadi seorang ACPE, maka pekerja itu harus membayar pembayaran kepada ASEAN Chartered Professional Engineers Register (ACPER) setelah penerimaan agar dapat menjadi seorang ACPE secara resmi. Seorang ACPE harus berpraktek hanya di bidang tertentu yang dibebankan kepadanya sesuai dengan perjanjian. Seorang tenaga professional yang berstatus ACPE, dapat mendaftarkan dirinya secara bebas di Negara ASEAN manapun yang diinginkan untuk dapat didaftarkan sebagai seorang Registered Foreign Professional Engineer (RFPE), namun seorang ACPE yang bekerja di Negara ASEAN lainnya sebagai RFPE wajib: 112 1. Terikat dengan kode etik lokal maupun internasional sesuai dengan kebijakan yang diterapkan di Negara asal. 2. Terikat dengan hukum dan kebijakan di Negara tujuan. 112 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Engineering Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara 3. Bekerja berkolaborasi dengan insinyur lokal di Negara tujuan. Ada tiga (3) lembaga yang bergerak di MRA bidang ini, yaitu Professional Regulatory Authority (PRA), Monitoring Committee (MC), dan ASEAN Chartered Professional Engineer Coordinating Committee (ACPECC), Tugas ketiganya akan diurai dibawah ini: 113 Tugas Professional Regulatory Authority (PRA): 1. Menilai pendaftaran dan memberi pengakuan terhadap ACPEs (ASEAN Chartered Professional Engineers) untuk bekerja sebagai seorang RFPEs (Registered Foreign Professional Engineers), tidak secara independen, namun berkolaborasi dengan insinyur lokal di Negara tujuan. 2. Mengawasi dan menilai praktek professional dari para RFPEs. 3. Melapor ke badan lokal maupun internasional mengenai implementasi dari perjanjian ini. 4. Menjaga standar yang tinggi dalam praktek professional maupun etik di bidang keinsinyuran/keteknikan. 5. Mengabarkan sekretariat ASEAN Chartered Professional Engineer Coordinating Commitee (ACPECC) apabila ada RFPE yang melanggar perjanjian ini, ataupun RFPE yang sudah tidak layak untuk bekerja, maupun RFPE yang tidak memenuhi syarat Continuing Professional Development (CPD). 113 Ibid. Universitas Sumatera Utara 6. Mempersiapkan aturan dan regulasi untuk mengimplementasikan isi dari perjanjian ini, dan 7. Saling bertukar informasi mengenai hukum, praktek, dan perkembangan praktek di bidang keteknikan dalam suatu wilayah dengan tujuan harmonisasi sesuai dengan standar regional maupun internasional. Tugas Monitoring Committee (MC): 1. Lembaga MC akan dibentuk untuk mengembangkan, memproses, dan menjaga ASEAN Chartered Professional Engineers Register (ACPER) di Negara asal. 2. Lembaga ini akan diakui sebagai pihak yang berwenang dalam pendaftaran dan lisensi dari insinyur professional di Negara tersebut. 3. MC juga akan diakui sebagai sebuah badan yang dapat mensertifikasi kualifikasi dan pengalaman dari insinyur professional secara langsung, maupun melalui referensi dari badan-badan kompeten lainnya. 4. MC juga harus memastikan semua ACPEs yang telah terdaftar oleh secretariat ACPECC memenuhi kriteria yang diatur di perjanjian MRA ini, dan bahwa mayoritas dari ACPEs ini telah mempraktekkan pemenuhanya melalui prosedur dan kriteria tertentu. 5. Memastikan bahwa praktisi yang mendaftarkan diri untuk registasi sebagai seorang ACPEs, diperlukan untuk menunjukkan bukti bahwa mereka telah memenuhi kriteria CPD di Negara asal. 6. Memastikan bahwa praktisi yang terdaftar di ACPECC sebagai seorang ACPE selalu memperbaharui pendaftarannya. Universitas Sumatera Utara 7. Memastikan implementasi dan eksekusi dari perubahan yang disetujui oleh ACPECC, apabila ada. 8. Mengeluarkan seorang ACPE dari ASEAN Chartered Professional Engineers Register (ACPER). Tugas ASEAN Chartered Professional Engineer Coordinating Committee (ACPECC): 1. ACPECC bertugas untuk memberi maupun mencabut gelar ACPE dari seorang tenaga kerja profesional. Kewenangan ini dapat diwakilkan kepada MC apabila ACPECC menginginkannya. Anggota ACPECC adalah anggota perwakilan masing-masing Negara ASEAN yang ditunjuk. 2. Memfasilitasi perkembangan dari forum pendaftaran ASEAN dibidang keteknikan (ASEAN Chartered Professional Engineers Register). 3. Menerima seorang pendaftar yang memenuhi syarat untuk menjadi seorang ACPE. 4. Mengembangkan, mengawasi, menjaga, dan memajukan standar dan kriteria untuk memfasilitasi praktek oleh ACPE melalui partisipasi dari Negara anggota ASEAN. 5. Memperluas pengertian dari perkembangan strategi untuk membantu pemerintah dan otoritas lainnya dalam mengurangi hambatan dan memanajemen proses secara efektif. 6. Mendukung pemerintah untuk mengadopsi dan mengimplementasikan prosedur untuk memberi hak praktek bagi ACPE. Universitas Sumatera Utara 7. Mengindentifikasi dan mendorong implementasi praktek terbaik untuk persiapan dan penilaian dari para insinyur yang ingin berpraktek di level professional. 8. Melanjutkan pengawasan bersama dan pertukaran informasi dalam bentuk apapun yang dianggap pantas. 2. Profesi Keperawatan Mutual Recognition Arrangement ASEAN mengenai profesi Keperawatan (Nursing Services) resmi ditandatangani pada tanggal 8 Desember 2006. MRA ASEAN ini bergerak untuk memfasilitasi pergerakan di bidang keperawatan, Sama seperti MRAs lainnya, apabila seorang ahli di bidang keperawatan mengikuti program ini, maka akan ada nama tertentu yang dilekatkan kepadanya. Apabila seorang perawat mendaftarkan diri didalam MRA ini, maka ia menjadi seorang Foreign Nurse. Lembaga yang bergerak di MRA bidang ini adalah Nursing Regulatory Authority (NRA) dan ASEAN Joint Coordinating Committee on Nursing. Ada pula ketentuan tertentu yang harus dipenuhi agar seorang warga Negara ASEAN berkualifikasi untuk menjadi seorang Foreign Nurse, yaitu: 114 1. Mendapatkan kualifikasi keperawatan. 2. Memiliki registrasi dan lisensi yang valid, lisensi praktik, dan dokumen/sertifikat lainnya yang terkait dari Negara asal. 3. Memiliki pengalaman berpraktek sekurang-kurangnya sebanyak tiga(3) tahun secara terus menerus sebelum pendaftaran. 114 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Nursing Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara 4. Memenuhi level memuaskan dari kebijakan Continuing Professional Development dibidang keperawatan sesuai dengan NRA Negara asal. 5. Memiliki sertifikat dari NRA Negara asal mengenai tidak adanya pelanggaran kode etik, profesional, maupun standar-standar tertentu dalam praktik keperawatannya. 6. Memenuhi kebutuhan lainnya, seperti keharusan untuk mengikuti tes kesehatan, program pengenalan, atau penilaian kompetensi sesuai apabila dipandang perlu oleh NRA atau otoritas lainnya yang berwenang dan pemerintah dari Negara penerima. Seorang Foreign Nurse, dalam berpraktek diluar negeri harus patuh terhadap: 115 1. Kode lokal mengenai teknis pelaksanaan profesional sesuai dengan kebijakan pelaksanaan praktek keperawatan di Negara tujuan. 2. Hukum domestik dari Negara tujuan. 3. Menghormati dan menghargai budaya dan agama di Negara tujuan. Dalam mendaftar dan melaksanakan tugasnya, seorang Foreign Nurse diawasi dan dipantau oleh dua lembaga, yaitu Nursing Regulatory Authority (NRA) dan ASEAN Joint Coordinating Committee on Nursing.Tugas masingmasing lembaga adalah: 116 1. Nursing Regulatory Authority: a) Mengevaluasi kualifikasi dan pengalaman dari seorang Perawat Asing (Foreign Nurse). 115 116 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara b) Melisensi dan mendaftarkan seorang Perawat asing sehingga memperbolehkan mereka untuk berpraktek keperawatan di Negara tujuan. c) Memastikan bahwa Perawat Asing tersebut mempertahankan standar yang tinggi sesuai dengan peraturan di Negara tujuan. 2. ASEAN Joint Coordinating Committee on Nursing: a) Memfasilitasi implementasi dari MRA Keperawatan. b) Mencari tahu mengenai kebijakan yang telah ada, prosedur dan praktek, untuk mengembangkan dan memajukan strategi untuk mengatur implementasi dari MRA keperawatan ini. c) Mendukung adopsi dan harmonisasi dari standar dan prosedur dalam implementasi MRA melalui mekanisme yang ada. d) Memperbarui berbagai perubahan dalam sistem hukum di Negara tujuan. e) Melanjutkan pengawasan bersama dan pertukaran informasi. f) Bertindak sebagai wadah untuk menyelesaikan segala sengketa atau isu yang timbul dari implementasi MRA ini, yang diserahkan dari NRA setiap Negara anggota yang berpartisipasi. g) Mendiskusikan kemajuan dari program perkembangan kapasitas. h) Mendiskusikan kepentingan lain menyangkut MRA ini. i) Membuat mekanisme untuk merealisasikan mandatnya. 3. Profesi Arsitek MRA ASEAN mengenai profesi Arsitektur ditandatangani pada tanggal 19 November 2007, bersamaan dengan MRA ASEAN mengenai Kualifikasi Ahli Universitas Sumatera Utara Survey. MRA ini menyatakan bahwa Arsitek dari Negara anggota ASEAN dapat mendaftar sebagai seorang ASEAN Architect yang kemudian dapat kembali mendaftarkan kembali di Negara anggota ASEAN lainnya sebagai seorang “Registered Foreign Architect” atau Arsitek Asing Terdaftar. Seorang Arsitek ASEAN harus: 117 1. Memiliki gelar dibidang arsitektur yang diakui oleh badan akreditasi arsitektur professional atau dinilai memiliki kemampuan atau gelar lain yang sama dengan gelar tersebut. 2. Memiliki tanda bukti pendaftaran dan praktek arsitektur yang dikeluarkan oleh PRA (Professional Regulatory Authority). 3. Telah memiliki pengalaman berpraktik atau bekerja sekurang-kurangnya 10 tahun berturut-turut dengan pembagian 5 tahun setelah registrasi dan 2 tahun bertanggung jawab terhadap pekerjaan arsitektur yang banyak. 4. Tunduk kepada kebijakan Continuing Professional Development (CPD) di Negara asal dalam tingkat yang memuaskan. 5. Memiliki sertifikasi dari Professional Regulatory Authority (PRA) di Negara asal yang menyatakan bahwa tidak pernah ada pelanggaran kode etik lokal maupun internasional serta kode teknis dalam bidang praktik arsitektur. 6. Bersedia untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang disetujui oeh ASEAN Architect Council (AAC). 117 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Architectural Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara Seorang Arsitek ASEAN dalam berpraktek di Negara tujuan harus: 118 1. Terdaftar sebagai Registered Foreign Architect (RFA) di negara tujuan. 2. Terikat kepada kode etik lokal maupun internasional menyangkut praktik arsitektur. 3. Terikat dengan Hukum di Negara penerima. 4. Bekerja, baik secara independen maupun berkolaborasi dengan Arsitek lokal lainnya yang berlisensi. Adapun tugas PRA (Professional Regulatory Authority), badan yang pada dasarnya mengawasi kinerja Arsitek ASEAN,yaitu: 119 A. Mengevaluasi dan memutuskan pendaftaran dan kualitas dari seorang Arsitek ASEAN. B. Memantau dan mengawasi praktik professional dari Arsitektur Asing Terdaftar (Registered Foreign Architect / RFA) baik secara independen maupun secara berkolaborasi dengan lembaga nasional. C. Memantau perkembangan lembaga lokal maupun internasional berkaitan dengan perkembangan MRA ini. D. Menjaga standar yang tinggi di bidang praktek Arsitektur. E. Memberi tahu kepada ASEAN Architect Council (AAC) apabila seorang Registered Foreign Architect (RFA) sudah tidak lagi berkualifikasi untuk berpraktek Arsitektur di Negara asal, tidak memenuhi Continuing Professional Development (CPD) di level yang memuaskan, dan melanggar kode etik maupun hukum dari Negara tujuan. 118 119 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara F. Mempersiapkan seperangkat Aturan untuk mengimplementasikan MRA ini. G. Saling bertukar informasi mengenai hukum, praktik, dan perekembangan dibidang arsitektur di wilayah sesuai dengan standar regional maupun internasional. Dalam MRA ini terdapat dua lagi lembaga yang dibentuk untuk pengawasan Arsitek ASEAN, yaitu MC (Monitoring Committee) dan AAC (ASEAN Architect Council). Pada Dasarnya, Ruang lingkup MC (Monitoring Committee) adalah untuk memantau proses registrasi dan lisensi Arsitek ASEAN, seperti: 120 A. Memastikan bahwa semua Arsitek ASEAN yang terdaftar oleh ASEAN Architect Council memenuhi persyaratan dan kualifikasi yang diperlukan. B. Memastikan bahwa seorang Arsitek ASEAN telah memenuhi Continuing Professional Developmentnya. C. Memastikan bahwa seorang Arsitek terus memperbarui pendaftarannya, memastikan implementasi dan eksekusi dari amandemen (apabila ada). D. Mengeluarkan sertifikat yang menyatakan bahwa seorang Arsitek adalah Arsitek ASEAN. E. Memberi tahu ASEAN Architect Council (AAC) dan Monitoring Commitee (MC) Negara asal apabila ada seorang Arsitek non ASEAN yang berpraktek di Negara penerima. Sedangkan Tugas dari lembaga ASEAN Architect Council adalah untuk: 121 A. Memfasilitasi perkembangan pendaftaran seorang Arsitek ASEAN. 120 121 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara B. Memajukan pengakuan terhadap seorang Arsitek ASEAN di setiap Negara anggota ASEAN agar memiliki kemampuan dan kompetensi yang sama dengan lisensi tenaga Arsitektur Profesional di Negara asal. C. Mengembangkan, mengawasi dan memajukan standar praktik dari Arsitek ASEAN melalui partisipasi dari Negara anggota ASEAN. D. Mendukung pemerintah untuk mengadopsi dan mengimplementasi prosedur untuk memberi hak berpraktek kepada seorang Arsitek ASEAN, melalui mekanisme yang terdapat di ASEAN dan mendukung praktik terbaik/best practices. E. Melanjutkan pengawasan bersama dan pertukaran informasi yang dianggap paling diperlukan. F. ASEAN Architect Council (AAC) juga berhak untuk mengundang Negara anggota ASEAN yang tidak berpartisipasi dalam MRA ini untuk menjadi pengamat / observer di meeting AAC. D. Profesi Ahli Survey MRA mengenai kualifikasi ahli survey MRAnya belum terbit, namun sudah ada ASEAN Framework Arrangement for the Mutual Recognition of Surveying Qualifications, Framework ini berisi tentang bagaimana prinsip-prinsip umum dalam pengakuan Bersama di bidang kualifikasi ahli survey, seperti adanya Penilaian dan Evaluasi, Otoritas yang Kompeten, Standard an Kriteria, adanya home dan host country, dan lain lain. Walau MRA mengenai ahli survey belum terbit, namun dapat diperkirakan bahwa isi dari MRA ini tidaklah jauh berbeda dari isi MRAs lainnya, seperti adanya PRA, MC, kualifikasi yang harus dipenuhi Universitas Sumatera Utara agar dapat menjadi ahli survey ASEAN, adanya hak pengecualian Bersama, dan amandemen, seperti MRAs yang mengatur bidang-bidang lainnya. E. Profesi Dokter MRA ASEAN Mengenai profesi dokter telah ditandatangani sejak diselenggarakannya ASEAN Sumit ke-14 di Thailand pada tanggal 26 Februari 2009. MRA ini menyatakan bahwa dokter-dokter umum maupun spesialis dari Negara anggota ASEAN dapat mendaftar di Negara tujuan agar dapat berpraktek di Negara tujuan tersebut. Hal ini dinyatakan di Pasal 2:defenisi bagian 3 yang menyatakan bahwa: “Praktisi dokter asing merujuk kepada seorang praktisi medis termaksud spesialis yang memegang kewarganegaraan anggota ASEAN, terdaftar untuk mempraktekkan kedokteran di Negara asal dan dapat diaplikasikan untuk mempraktekkan kedokteran di Negara tujuan”.122 Namun “Medical Practitioner/Praktisi Dokter” disini juga memiliki kualifikasi tertentu,kualifikasi tersebut adalah: 123 A. Memiliki kualifikasi dibidang kedokteran yang diakui di Professional Medical Regulatory Authority (PMRA) di Negara tujuan. B. Memiliki tanda bukti pendaftaran dan praktek yang dikeluarkan oleh PMRA. C. Telah aktif berpraktik sekurang-kurangnya 5 tahun berturut-turut. D. Tidak tersandung kasus hukum di Negara asal dan tidak melanggar kode etik kedokteran lokal maupun internasional. 122 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Medical Practitioners, Op.Cit, diakses pada tanggal 19 Juni 2017 123 Ibid. Universitas Sumatera Utara Dokter berkewarganegaraan ASEAN yang memenuhi kualifikasi ini dapat mendaftar registrasi kepada Negara ASEAN lainnya dimana ia tertarik untuk berpraktek, dan kemudian dinyatakan sebagai salah satu dari “Foreign Medical Practitioners” atau Praktisi Medis Asing. Seorang Praktisi medis asing harus tunduk kepada hukum, kode etik dan professional Negara penerima, memenuhi kriteria khusus yang dikenakan di Negara penerima,serta menghormati budaya dan praktek religius di Negara penerima. Badan yang bertanggung jawab atas pertukaran di MRA praktisi medis disebut “PMRA(Professional Medical Regulatory Authority)”, yang menurut MRA ini adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pihak yang berwenang dari tiap Negara anggota ASEAN untuk mengatur dan mengontrol praktisi dokter ASEAN dan praktek kedokterannya. PMRA di Indonesia dipegang oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan Kementerian Kesehatan Indonesia. Tugas dari PMRA Negara tujuan adalah: 124 1. Mengevaluasi kualifikasi, pelatihan, dan pengalaman dari praktisi medis asing 2. Memaksakan kebutuhan atau penilaian untuk pendaftaran. 3. Memberi pengakuan dan mendaftarkan Praktisi Medis Asing untuk berpraktek di Negara tujuan. 4. Memantau dan menilai kinerja dari Praktisi Medis Asing sesuai dengan kode etik dan standar praktik medis di Negara tujuan atau tidak. 124 Ibid. Universitas Sumatera Utara 5. Melakukan tindakan tertentu apabila Praktisi Medis Asing melanggar kode etik atau standar praktik medis tersebut. F. Profesi Dokter Gigi. MRA ASEAN mengenai profesi dokter gigi ditandatangani pada tanggal 26 Februari 2009, pada ASEAN Summit ke-14 di Thailand. MRA ini menfasilitasi kebebasan pergerakan di bidang praktisi dokter gigi. MRA ini dibuat disaat yang sama dengan pembuatan MRA di bidang kedokteran, dan juga seperti MRAs lainnya, untuk berpraktek ke luar negeri dalam rangka MRA dan menjadi Praktisi Kedokteran Gigi Asing (Foreign Dental Practitioners), ada persyaratan yang harus dipenuhi,yaitu: 125 A. Memiliki kualifikasi dokter gigi yang diakui oleh PDRA (Professional Dental Regulatory Authority) Negara asal dan Negara penerima. B. Memiliki sertifikat pendaftaran resmi dan sertifikat praktik yang dikeluarkan oleh PDRA Negara asal. C. Aktif berpraktek sebagai praktisi dokter gigi atau spesialis, sekurang kurangnya lima tahun secara terus menerus di Negara asal. D. Terikat dengan CPD (Continuous Professional Development) di Negara asal. E. Telah disertifikasi oleh PDRA Negara asal mengenai tidak adanya pelanggaran kode etik atau professional dan tidak terjerat kasus hukum. 125 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Dental Practitioners, Op.Cit, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara F. Bersedia untuk memenuhi penilaian atau kebutuhan lainnya yang dibutuhkan dan dianggap pantas oleh PDRA atau lembaga berwenang lainnya di Negara penerima. Seorang praktisi dokter gigi yang memenuhi kondisi diatas harus diakui sebagai berkualifikasi untuk berpraktik di Negara tujuan, dan harus: 126 A. Terikat dengan kode professional dan etik serta standar praktisi dokter gigi yang diterapkan di PDRA Negara asal. B. Terikat dengan hukum nasional di Negara asal dan menghormati praktik budaya dan agama di Negara tujuan. MRA mengenai Praktik kedokteran gigi juga memiliki lembaga khusus yang bertugas untuk menilai dan mengawasi pelaksanaan dari seorang Praktisi Kedokteran Gigi Asing (Foreign Dental Practitioners), yang bernama Professional Dental Regulatory Authority (disingkat PDRA). PDRA memiliki kewajiban untuk:127 1. Mengevaluasi kualifikasi, pelatihan dan pengalaman dari seorang Praktisi dokter Gigi Asing. 2. Memaksakan kebutuhan atau penilaian dalam pendaftaran kepada pendaftar. 3. Memberi pengakuan dan mendaftarkan seorang Praktisi dokter gigi asing untuk berpraktek di Negara tujuan. 4. Mengawasi dan menilai praktik dari praktisi dokter gigi asing tersebut sesuai dengan kode etik professional dan standar praktik di Negara tujuan. 126 127 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara 5. Mengambil segala tindakan apabila praktisi dokter gigi asing gagal berpraktik sesuai dengan kode etik, standar, dan kode professional di Negara tujuan. Pengaturan mengenai kewajiban dari pendaftar dan kualifikasi diatur di Pasal 3 dan pengaturan mengenai PDRA diatur di Pasal 4. Kemudian di Pasal 6 dinyatakan bahwa adanya pembuatan lembaga lain yang bernama ASEAN Joint Coordinating Commitee on Dental Practitioners, atau disingkat dengan AJCCD.lembaga ini berisi paling banyak dua (2) representatif yang ditunjuk dari PDRA setiap Negara anggota, oleh karena itu apabila kesemua Negara mengikuti program MRA ini, maka anggota AJCCD adalah 20 orang. AJCCD dibuat untuk: 128 1. Memfasilitasi implementasi dari MRA ini melalui pengertian yang lebih baik tentang aturan domestik yang dapat diaplikasikan disetiap Negara anggota ASEAN dan dalam perkembangan strategi dan implementasi dari MRA ini. 2. Untuk mendorong Negara anggota ASEAN untuk mengadopsi dan menstandarisasi mekanisme dan prosedur dalam implementasi MRA. 3. Memastikan pertukaran informasi mengenai Hukum,praktik dan perkembangan kedokteran gigi di wilayah demi harmonisasi sesuai dengan standar regional maupun internasional. 4. Untuk mengembangkan mekanisme pertukaran informasi apabila diperlukan. 128 Ibid. Universitas Sumatera Utara 5. Untuk melakukan review terhadap MRA setiap lima (5) tahun atau sebelum 5 tahun,apabila diperlukan. 6. Untuk melakukan kegiatan lain yang berhubungan dengan MRA ini. G. Profesi Akuntan ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Accountancy Services adalah perjanjian kerjasama pertukaran tenaga kerja di bidang akuntansi. MRA ini ditandatangani pada tanggal 26 Februari 2009 (MRA Framework on Accountancy Services) dan 13 November 2014 (MRA on Accountancy Services). MRA On Accountancy Services yang ditandatangani pada tahun 2014 adalah petunjuk teknis dan formal dari MRA Framework on Accountancy Services yang dibuat pada tahun 2009. MRA Framework on Accountancy Services mengatur mengenai prinsip prinsip dan framework negosiasi dibidang akuntansi diantara Negara anggota ASEAN, sedangkan MRA on Accountancy Services mengatur mengenai teknis pelaksanaan nya secara langsung, dari lembaga yang berwenang, hak dan kewajiban, dan lain lain.MRA on Accountancy Services dibuat untuk: 129 1. Memfasilitasi mobilitas dari jasa ahli akuntansi diantara Negara-negara anggota ASEAN. 2. Meningkatkan kerjasama di bidang jasa akuntansi diantara Negara-negara anggota ASEAN. 3. Saling bertukar informasi demi memajukan praktik terbaik dalam standar dan kualifikasi. 129 ASEAN Mutual Recognition on Accountancy Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara Seorang ahli akuntansi dapat mendaftar menjadi serang ASEAN Chartered Professional Accountant (ACPA) dengan cara mendaftarkan diri ke lembaga Monitoring Committee (MC) dalam program ASEAN Chartered Professional Accountant Register (ACPAR), namun untuk dapat diterima, diperlukan beberapa ketentuan-ketentuan,seperti: 130 1. Telah menyelesaikan gelar akuntansi atau program ujian akuntansi professional oleh Badan Akuntansi Nasional (National Accountancy Body/NAB) dan/atau Professional Regulatory Authority (PRA) di Negara asal ataupun di Negara tujuan, atau telah diakui oleh badan akuntansi nasional ataupun PRA yang bersangkutan dalam memiliki kemampuan/gelar yang setara dengannya. 2. Memiliki sertifikat pendaftaran resmi di Negara asal yang dikeluarkan oleh badan akuntansi nasional atau PRA di Negara asal sesuai dengan kebijakan pendaftaran, lisensi, dan/atau sertifikasi dalam bidang praktek akuntansi. 3. Mendapatkan pengalaman praktek akuntansi sekurang-kurangnya 3(tiga) tahun berturut-turut dalam lima tahun sebelum kualifikasi. 4. Tunduk terhadap kebijakan Continuing Professional Development (CPD) di Negara asal; dan. 5. Telah mendapatkan sertifikasi dari Badan Akuntasi Nasional ataupun PRA di Negara asal bahwa pendaftar tidak mempunyai sejarah melanggar kode etik maupun professional dan standar-standar dalam praktik akuntansi. 130 Ibid. Universitas Sumatera Utara Setelah seorang ahli akuntansi menjadi ASEAN Chartered Professional Accountant, untuk dapat berpraktek di luar negeri, ia harus bersumpah agar: 131 1. Terikat dengan kode etik professional yang diberlakukan sesuai dengan kebijakan yang berlaku di Negara asal. 2. Terikat dengan aturan aturan yang ada di Negara tujuan 3. Bekerja Bersama dengan ahli akuntansi domestik Negara tujuan. Dalam melaksanakan tugasnya atau dalam mendaftar, seorang ahli akuntansi dinilai dan diawasi oleh Badan Akuntasi Nasional dan Professional Regulatory Authority. Tugas dari Badan Akuntansi Nasional dan PRA salah satunya adalah menilai ahli akuntansi yang mendaftar untuk menjadi seorang ASEAN Chartered Professional Accountants (ACPA) dan mengawasi kinerja Ahli Akuntansi Asing yang terdaftar (Registered Foreign Professional Accountants, sebutan kepada ACPA yang sedang berpraktek di Negara tujuan) di Negara tujuan, juga mempertahankan standar-standar praktek ACPA/RFPAs) di Negara tersebut. Ada juga Lembaga lain yang bernama Monitoring Committee, Lembaga ini bertugas lebih di bidang pengawasan,seperti pemastian dari para ACPAs untuk menyediakan bukti bahwa mereka telah tunduk dan menjalankan kebijakan Continuing Professional Development (CPD) di Negara asal, memastikan pembaruan pendaftaran kepada para ACPA, serta menarik seorang ACPA dari pendaftaran ACPAR, dengan kata lain, mengeluarkan seorang ahli akuntan dari MRA ini. 131 Ibid. Universitas Sumatera Utara Lembaga lainnya yang harus diketahui adalah ASEAN Chartered Professional Accountant Coordinating Committee (ACPACC). ACPACC bertugas untuk: 132 1. Menjaga dan memfasilitasi perkembangan ASEAN Chartered Professional Accountant Register (ACPAR). 2. Memastikan bahwa kebijakan penerimaan ACPA di setiap Negara sesuai dengan kompetensi ASEAN secara keseluruhan. 3. Mengatur dan mengembangkan ACPAR, standar tertentu yang harus dipenuhi agar dapat menjadi ACPA. 4. Saling bertukar Informasi mengenai daftar ACPA, Prosedur Penilaian, Kriteria, Sistem, dll. 5. Mendorong Pemerintah untuk mengadopsi dan mengimplementasi prosedur dalam memberikan hak praktek di ACPA (Asean Chartered Professional Accountants (ACPAs))melalui mekanisme yang tersedia didalam ASEAN. 6. ACPACC juga berhak untuk mengundang Negara ASEAN yang tidak berpartisipasi dalam MRA ini untuk menghadiri rapat-rapatnya. H. Profesi Ahli Pariwisata MRA ASEAN yang terakhir ditandatangani adalah dibidang pariwisata (tourism), yang ditandatangani pada tanggal 9 November 2012. Mutual Recognition Arrangement ini bertujuan untuk memfasilitasi pergerakan dibidang ahli pariwisata. Seseorang juga harus memiliki/memenuhi kriteria tertentu agar dapat menjadi seorang Ahli Pariwisata/Tourism Professional di MRA ini, bedanya 132 Ibid. Universitas Sumatera Utara dengan MRA lainnya adalah persyaratan yang dikenakan di MRA ini tidak memfokuskan kriterianya di Pasal recognitionnya, seperti MRA lainnya, melainkan menjelaskannya dengan sangat rinci di bagian Appendix MRA tersebut. Negara anggota ASEAN dalam menyusun persyaratan yang diperlukan telah menyepakati untuk mengakui bahwa kompetensi akan didasarkan oleh kualifikasi, Pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman sebagai tonggak utama/elemen utama yang akan dipertimbangkan dalam memberi pengakuan Ahli Pariwisata, untuk merealisasikannya, para Negara anggota ASEAN membuat ASEAN Common Competency Standards for Tourism Professionals (ACCSTP) dan Common ASEAN Tourism Curriculum (CATC) sebagai kriteria dan standar yang harus dipenuhi agar dapat menjadi Ahli Pariwisata dan menjalankannya. Dalam MRA ini, dikenal 3 Lembaga yang dibentuk ASEAN untuk menjalankan dan mengawasi jalannya MRA ini, yaitu National Tourism Professional Board (NTPB), The Tourism Professional Certification Board (TPCB), dan ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee (ATPMC), dimana masing-masing lembaga memiliki tugasnya masing-masing, yaitu: 133 Tugas dari National Tourism Professional Board (NTPB) adalah: 1. Menciptakan kesadaran dan menyebarkan informasi mengenai perjanjian ini. 2. Memajukan, mempertahankan, dan mengawasi ACCSTP dan CATC. 133 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Tourism Professionals, Op.Cit, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara 3. Memfasilitasi pertukaran informasi mengenai prosedur penilaian, kriteria, sistem, dan publikasi mengenai perjanjian ini. 4. Melaporkan perkembangan pekerjaan ke ASEAN National Tourism Organizations (ASEAN NTOs). 5. Menyusun dan memperbaharui mekanisme yang diperlukan untuk dapat mengimplementasi Perjanjian ini. 6. Memfasilitasi pertukaran praktik terbaik dan perkembangan di bidang kepariwisataan dengan tujuan untuk mengharmonisasikan dan mengembangkan kompetensi pariwisata di tingkat lokal maupun global. 7. Kewajiban atau fungsi lain yang mungkin akan dibebankan oleh NTOs di masa depan. Tugas dari The Tourism Professional Certification Board (TPCB): 1. Menilai kualifikasi dan/atau kompetensi dari ahli pariwisata sesuai dengan ACCSTP 2. Mengeluarkan sertifikat Ahli Pariwisata. 3. Mengembangkan, dan mempertahankan para ahli pariwisata yang bersertifikat dan kesempatan kerja. 4. Memberitahu National Tourism Professional Board (NTPB) apabila seorang ahli pariwisata tidak lagi berkualifikasi untuk bekerja, atau melanggar kode etik maupun professional. Tugas dari ASEAN Tourism Professional Monitoring Committee (ATPMC): 1. Menciptakan kesadaran tentang perjanjian ini terhadap para ahli pariwisata di ASEAN. Universitas Sumatera Utara 2. Memajukan, mempertahankan, dan mengawasi ACCSTP dan CATC. 3. Memberitahukan lembaga TPCB akan balasan dari NTPBs, apabila ada ahli pariwisata yang tidak lagi diakui oleh Negara tujuan. 4. Memfasilitasi pertukaran informasi mengenai prosedur penilaian, kriteria, sistem, dan publikasi mengenai perjanjian ini. 5. Melaporkan perkembangan kerjanya pada ASEAN NTOs. 6. Menyusun dan memperbaharui mekanisme yang diperlukan untuk dapat mengimplementasi Perjanjian ini. 7. Kewajiban atau fungsi lain yang mungkin akan dibebankan oleh NTOs di masa depan. Ketujuh MRAs ini (MRAs Survey Qualifications belum keluar) memiliki banyak persamaan substansi, dan format Pasalnya mirip satu sama lain, seperti: 1. Objektif=Mengatur tentang tujuan dibuatnya MRAs. Diatur di Pasal 1 oleh kesemua MRAs. 2. Pengertian=Mengatur mengenai arti dari istilah-istilah yang terdapat didalam isi MRAs, diatur di Pasal 2 oleh kesemua MRAs. 3. Recognition/Pengakuan=Mengatur tentang kualifikasi apa yang harus dipenuhi seseorang agar dapat diakui menjadi tenaga kerja ASEAN dalam rangka MRA. Untuk MRA Akuntansi, berada di Pasal 4, untuk MRA Pariwisata, berada di Pasal 3 dan 4, sedangkan di MRA lainnya, berada di Pasal 3. 4. Professional Regulation Authority=Adalah Lembaga yang berada di hamper semua MRA terkecuali MRA Pariwisata. Untuk MRA Kedokteran, Kedokteran gigi, Akuntan diatur di Pasal 4, sedangkan untuk Universitas Sumatera Utara MRA Arsitek dan keperawatan diatur di Pasal 3, untuk MRA Keteknikan/Engineering, PRA diatur di Pasal 5. 5. Mutual Exemption / Pengecualian Bersama =Pasal ini menyatakan bahwa penilaian seseorang untuk menjadi anggota MRA dapat diberi keringanan dengan persetujuan bersama dari para anggota Negara ASEAN terkait. Mutual Exemption diatur di semua MRAs kecuali MRA Pariwisata, dimana untuk MRA Arsitektur, Keperawatan, dan keteknikan, Mutual Exemption diatur di Pasal 5, di MRA Kedokteran dan Kedokteran gigi, Mutual Exemption diatur di Pasal 7, untuk MRA Akuntansi, diatur di pasal 8. 6. Dispute Settlement=Bagian yang menyatakan akan menggunakan teknis penyelesaian sengketa berdasarkan Protokol ASEAN dalam penyelesaian sengketa yang dibuat di Laos. Untuk MRA Keperawatan, diatur di Pasal 6, untuk MRA Arsitektur, Keteknikan, dan Pariwisata, hal ini diatur di Pasal 7, untuk MRA Akuntansi, diatur di Pasal 10, sedangkan untuk MRA Kedokteran dan Kedokteran Gigi, hal ini diatur di Pasal 8. 7. Amandment=Bagian yang menyatakan bahwa Negara dapat mengusulkan amandemen terhadap isi MRA dan kemudian usulnya akan dipertimbangkan. Untuk MRA Arsitektur dan Keteknikan, Amandemen diatur di Pasal 6, untuk MRA Keperawatan dan Pariwisata, amandemen diatur di Pasal 8, dan untuk MRA Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan Akuntansi, amandemen diatur di Pasal 9. Universitas Sumatera Utara Penandatanganan keseluruh MRAs ini, dilakukan oleh Menteri Perdagangan masing-masing Negara ASEAN, termaksud Indonesia sebagai salah satu anggota dan participant dari program Mutual Recognition Arrangements ini. C. Pengaruh MRAs terhadap pengaturan Profesi Terkait dalam Hukum Nasional. Seperti yang telah ditulis sebelumnya, dalam Mutual Recognition Arrangements (MRAs) diatur mengenai kewajiban seorang pekerja professional asing di Negara tujuannya. Aturan ini diatur di Pasal “pengakuan” atau recognition yang pada dasarnya diatur di Pasal 3 dan 4 dari semua MRAs yang ada.Perlu digarisbawahi salah satu kewajiban yang diatur di kesemua MRAs ini adalah : “Be Bound by Prevailing laws and regulations of the Host Country” Yang berarti “Terikat dengan aturan dan hukum di Negara tujuan”. Oleh karena itu kesemua pekerja asing yang bekerja di suatu Negara tujuan wajib mematuhi aturan dan undang-undang yang berlaku di Negara tujuan. Dalam Pengaplikasian sebuah perjanjian internasional, dikenal teori Monisme dan Dualisme, atau teori Adopsi dan Transformasi dalam praktiknya. Teori Monisme menyatakan bahwa hukum internasional mengikat suatu Negara, oleh karena itu ia akan secara langsung mengikat di Negara tersebut, dan tidak perlu diratifikasi atau diterjemahkan lagi kedalam peraturan perundang-undangan. Menurut Teori ini, hanya ada satu jenis aturan, dimana semua cabang aturan Universitas Sumatera Utara lainnya ada dan berjalan secara harmonis satu sama lain134, Kelsen sebagai penulis monistis menyatakan bahwa tidak mungkin menyangkal bahwa kedua sistem hukum tersebut merupakan bagian dari kesatuan yang sama dengan kesatuan ilmu pengetahuan hukum, dengan kata lain, penulis monistis tidak akan berpendapat lain selain menyatakan bahwa kedua sistem tersebut (nasional dan internasional) karena keduanya merupakan sistem kaidah hukum, merupakan bagian-bagian yang saling berkaitan di dalam suatu struktur hukum.135 Sedangkan menurut teori Dualisme, hukum internasional mengikat suatu Negara, namun tidak di suatu Negara, untuk dapat berlakunya hukum internasional di suatu Negara, diperlukan terjemahan dari hukum itu kedalam hukum nasional, yang dilakukan melalui ratifikasi, menurut teori ini, hukum internasional dan hukum nasional adalah dua aturan yang berbeda dan independen,136 Triepel, penulis dualisme menyatakan bahwa alasan kenapa kedua hukum tersebut berbeda adalah karena perbedaan subjek dan sumber hukum keduanya. Menurut Triepel, Subjek hukum Internasional adalah negara-negara sedangkan subjek hukum nasional adalah individu, dan sumber hukum (gemeinwille) dari negara-negara, internasional adalah kehendak bersama sedangkan sumber hukum nasional adalah kehendak negara itu sendiri137. kedua teori terus diperdebatkan oleh sarjana dan ahli hukum internasional lainnya. 134 Ius Damos Dumoli Agusman, Treaties Under Indonesian Law, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2014, hal 66. 135 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, cetakan kesepuluh, hal 98. 136 Ius Damos Dumoli Agusman, Op.Cit, hal 57. 137 J.G. Starke, Op.Cit, hal 96. Universitas Sumatera Utara Seiring perkembangan zaman, kedua teori dianggap tidak berlaku dalam hal praktek138, oleh karena itulah dalam hal praktek, dikenal kembali istilah Adopsi dan Transformasi, dan kedua teori dianggap sebagai kelanjutan kontroversi antara monisme dan dualisme dibidang praktek 139 dimana teori adopsi adalah kelanjutan dari teori Monisme, dan teori transformasi adalah kelanjutan dari teori dualisme. Perubahan terjadi lagi seiring berjalannya waktu, dimana sekarang, baik Negara ataupun sarjana pendukung monisme dan dualisme samasama membutuhkan persetujuan dari organ legislatif, bedanya adalah menurut kelsen, pendukung teori monisme bahwa persetujuan dari organ legislatif di teori monisme/adopsi tidak bisa disamakan dengan teori dualisme/transformasi, karena persetujuan atau ratifikasi tersebut semata-mata hanyalah bukti formalitas atas kesediaan suatu Negara dalam partisipasi di perjanjian internasional tersebut, sehingga perjanjian tersebut walau telah “diratifikasi” tetaplah tunduk didalam hukum internasional.140 Sedangkan dalam teori transformasi menyatakan bahwa apabila suatu perjanjian internasional diratifikasi, maka perjanjian tersebut akan kehilangan ikatan internasionalnya, dan kemudian menjadi bagian dari hukum nasional dan harus tunduk kepada hukum nasional.141 Indonesia, menurut Mochtar Kusumaatmadja, cenderung menganut teori Monime berprimat hukum internasional, hal ini dikarenakan sistem hukum kita lebih condong kepada sistem hukum eropa, dimana kita menganggap diri kita terikat dalam kewajiban melaksanakan dan menaati semua ketentuan perjanjian 138 Ius Damos Dumoli Agusman, Op.Cit, hal 75. Ibid, hal 83. 140 Ibid, hal 89. 141 Ibid, hal 91. 139 Universitas Sumatera Utara dan konvensi yang telah disahkan perlu tanpa lagi dibuat Implementing Legislation atau perundang-undangan pelaksanaan142 Dasar dari pemberlakuan sebuah perjanjian internasional di Negara Indonesia diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. 143 Undang-undang nomor 24 tahun 2000 mengenai Perjanjian Internasional juga mengatur mengenai sahnya suatu perjanjian internasional. Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa Pemerintah mengikatkan diri pada perjanjian internasional dengan 4 cara, yaitu penandatanganan, pengesahan, pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, dan cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.144 Selanjutnya Pasal 4 dari Undang-undang ini menyatakan bahwa, Pemerintah Republik Indonesia dalam membuat perjanjian dengan Negara atau organisasi internasional, maupun subjek hukum lainnya harus melakukannya dengan itikad baik, hal ini sejalan dengan Pasal 31 Konvensi Wina 1986. 145 Pasal 9 ayat 2 menyatakan bahwa pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan undang-undang atau keputusan presiden, dimana dipasal 10 nya menyatakan bahwa ada kriteria yang menggolongkan suatu perjanjian 142 143 Mochtar Kusumaatmadja, Op.Cit, hal 92. Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, 1945, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. 144 Undang-undang Republik Indonesia nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, 2000, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. 145 Ibid. Universitas Sumatera Utara internasional agar dapat disahkan dengan undang-undang, terutama apabila perjanjian itu berkaitan dengan: a. Masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan Negara. b. Perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah Negara Republik Indonesia;. c. Kedaulatan atau hak berdaulat Negara; d. Hak asasi manusia dan lingkungan hidup; e. Pembentukan kaidah hukum baru; f. Pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Sedangkan Pasal 11 menyatakan bahwa perjanjian internasional yang materinya diluar Pasal 10 diatur dengan keputusan presiden, dengan kata lain MRA, yang merupakan perjanjian internasional yang bersifat integrasi ekonomi diatur dengan Keputusan Presiden. Mutual Recognition Arrangements pada akhirnya memang diatur dalam Keputusan Presiden, yaitu Keputusan Presiden Nomor 82 tahun 2002 tentang Pengesahan ASEAN Framework on Mutual Recognition Arrangements (Perjanjian Kerangka ASEAN tentang Pengaturan Saling Pengakuan).146 Pasal 16 menyatakan bahwa dalam merubah suatu perjanjian internasional, diperlukan kesepakatan para pihak dalam perjanjian tersebut, sesuai dengan Pasal 39 Konvensi Wina 1986, oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi suatu Negara untuk berdiskusi mengenai amandemen suatu perjanjian internasional.147 Dapat disimpulkan bahwa pengesahan suatu perjanjian internasional, baik secara teoritis (dualisme maupun monisme), maupun dasar hukumnya di Indonesia ( Undang-undang nomor 24 tahun 2000) adalah hal yang harus 146 147 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara dilakukan demi mempraktekkan perjanjian internasional di lingkup hukum domestik. Namun menurut Eddy Pratomo, penetapan perjanjian internasional di Indonesia masih belum konsisten, sebab apabila dilihat dari rujukan langsung kepada suatu perjanjian internasional mengindikasikan bahwa Indonesia menganut monism, namun, praktik umum pemberian bentuk hukum kepada suatu perjanjian interasional dalam rangka mengintegrasikan perjanjian internasional kedalam hukum nasional kiranya merefleksikan pelaksanaan teori transformasi dan dualism.148 Adapun undang-undang yang mengatur mengenai profesi yang merupakan bagian dari MRAs, seperti: 1. MRA Profesi Keinsinyuran Undang-undang yang terkait dengan MRA ini adalah undang-undang nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran. Dalam Pasal 18 UU ini, diatur mengenai syarat praktik insinyur asing, dimana dalam ayat pertama dan keduanya menyatakan: Ayat pertama: “Insinyur Asing hanya dapat melakukan Praktik Keinsinyuran di Indonesia sesuai dengan kebutuhan sumber daya manusia ilmu pengetahuan dan teknologi pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.”149 148 Eddy Pratomo, Hukum Perjanjian Internasional, Pengertian, Status Hukum, dan Ratifikasi, PT. Alumni, Bandung, 2011, hal 257. 149 Undang-undang Republik Republik Indonesia nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran, 2014, diakses pada tanggal 10 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara Ayat Kedua: “Insinyur Asing yang melakukan Praktik Keinsinyuran di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki surat izin kerja tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan peraturan 150 perundangundangan.” Dengan kata lain apabila seorang insinyur ASEAN ingin bekerja di Indonesia, maka ia harus memiliki surat izin kerja tenaga kerja asing. Kemudian dalam ayat ketiganya dinyatakan lebih lanjut bahwa: “Untuk mendapat surat izin kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Insinyur Asing harus memiliki Surat Tanda Registrasi Insinyur dari PII berdasarkan surat tanda registrasi atau sertifikat kompetensi Insinyur menurut hukum Negaranya”151 Dengan kata lain untuk dapat bekerja di Indonesia, Insinyur Asing yang bersangkutan harus membuat Surat Tanda Registrasi Insinyur dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII), dimana pada dasarnya Surat ini juga diwajibkan untuk dibuat oleh insinyur lokal. Kemudian pada Pasal 19, diharuskan kepada Insinyur Asing untuk melakukan Alih Teknologi, dan pelaksanaan alih teknologi ini diawasi oleh Dewan Insinyur Indonesia. Insinyur yang tidak mematuhi aturan dari Pasal 18 dan 19 dari Undangundang ini, akan diberi Sanksi Administratif, hal ini dinyatakan didalam Pasal 21 Ayat 1, dan jenis Sanksi Administratif yang dimaksud diatur di ayat 2nya, yaitu: 152 150 Ibid. Ibid. 152 Ibid. 151 Universitas Sumatera Utara A. Peringatan Tertulis B. Penghentian Sementara dari kegiatan keinsinyuran C. Pembekuan Izin Kerja D. Pencabutan Izin Kerja, dan/atau E. Sanksi Administratif Lainnya seperti yang diatur dalam Undang-undang. Dalam ayat ketiganya juga dinyatakan bahwa apabila seorang Insinyur, dalam melaksanakan tugasnya di Indonesia menimbulkan kerugian materiil, maka dapat dikenakan sanksi Administratif berupa Denda. Pasal 22 dari UU ini menyatakan bahwa ketentuan mengenai Insinyur Asing termaksud sanksi Administrasinya diatur secara lebih detil di Peraturan Pemerintah, walau sampai sekarang PPnya masih belum dibuat. 2. MRA Profesi Keperawatan Dalam MRA Profesi Keperawatan, Undang-undang yang terkait adalah Undang-undang nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Dalam Undangundang ini juga dinyatakan aturan yang mengatur mengenai Perawat Asing, yang diatur dalam Pasal 24, yang menyatakan bahwa Perawat Asing yang ingin berpraktek di Indonesia harus mengikuti Evaluasi Kompetensi, yang berupa Penilaian Kelengkapan Administratif dan Penilaian Kemampuan Untuk Melakukan Praktik153. Dalam penilaian pertama, yaitu Penilaian Kelengkapan Administratif,yang dinilai adalah: 153 Undang-undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, 2014, diakses pada tanggal 10 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara A. Penilaian keabsahan ijazah oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pendidikan. B. Surat kelengkapan sehat fisik dan mental. C. Surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Sedangkan penilaian kedua, yaitu Penilaian kemampuan untuk melakukan praktik, dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program evaluasi kompetensi dan Sertifikat Kompetensi. 154 Dalam ayat 5 Pasal 24 juga dinyatakan, selain memenuhi syarat evaluasi kompetensi, seorang Perawat Warga Negara Asing juga harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.155 Pasal 25 menyatakan bahwa perawat yang telah memenuhi proses evaluasi kompetensi dan akan melaksanakan praktik di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) Sementara yang diberi oleh Konsil Keperawatan tahun dan Surat Izin Praktek Perawat yang diberi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dimana kedua Surat Izin tersebut hanya berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya. 156 Pasal 26 menyatakan bahwa Pendayagunaan dan Praktik Perawat Warga Negara Asing diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), walau Peraturan Pemerintahnya masih belum dibuat. 154 Ibid. Ibid. 156 Ibid 155 Universitas Sumatera Utara 3. MRA Profesi Arsitektur Sejauh ini belum ada Undang-undang yang dibuat khusus untuk profesi Arsitektur, namun sudah ada Rancangan Undang-undangnya, dimana pada Pasal 19 dari rancangan undang-undang ini, dinyatakan bahwa Arsitek Asing hanya dapat melakukan praktik Arsitek di Indonesia sesuai dengan kebutuhan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi pembangunan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah. Arsitek tersebut juga harus memiliki surat izin kerja tenaga asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan, untuk mendapatkan surat izin kerja, Arsitek asing juga harus memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek dari Dewan Arsitek Indonesia, yang diberikan dengan dasar surat tanda registrasi atau sertifikat kompetensi Arsitek menurut hukum Negara asalnya. Lebih lanjut, menurut Pasal 20 Rancangan undang-undang ini, Arsitek asing wajib melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi, dan pengawasan terhadap kegiatan alih ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dilakukan oleh pemerintah. Pasal 21 menyatakan bahwa Arsitek Asing yang melakukan Praktik Arsitek di Indonesia harus bekerjasama dengan Arsitek dari Indonesia, dan arsitek dari Indonesia inilah yang menjadi penanggungjawab penyelenggaraan Praktik Arsitek. Hal ini sejalan dengan Pasal 3 ayat 3 bagian 3b yang menyatakan bahwa Arsitek ASEAN harus bekerja, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan arsitek lokal yang berlisensi di Negara tujuan.157 157 ASEAN Mutual Recognition Arrangement on Architectural Services, Op.Cit, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara Sanksi Administratif dinyatakan di Pasal 22, yang menyatakan bahwa Arsitek Asing yang melakukan Praktik Arsitek di Indonesia yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, 20, dan 21, dikenai sanksi administrative berupa peringatan tertulis, penghentian sementara Praktik Arsitek, pembekuan izin kerja, pencabutan izin kerja, dan / atau tindakan administrative lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Juga apabila Arsitek Asing tersebut menimbulkan kerugian, dimungkinkan untuk dikenakan sanksi denda. 4. MRA Profesi Ahli Survey Peraturan Menteri Perdagangan nomor 14/M-DAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat izin usaha jasa survey adalah peraturan yang ada mengatur tentang tenaga survey asing, walaupun hanya diatur di dua bagian Pasal saja, yaitu di Pasal 7 ayat 2 dan 3. Di Pasal 2 dinyatakan bahwa suatu perusahaan dapat mempekerjakan surveyor warga Negara asing pendatang sebagai penasehat teknis (technical advisor). Selanjutnya di Pasal 3 dinyatakan bahwa surveyor warga Negara asing pendatang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat dipekerjakan setelah memiliki izin kerja dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.158 Adanya ketentuan ini membuka peluang dilaksanakannya MRA mengenai Profesi Ahli Survey, walau hanya sebagai penasehat teknis (technical advisor). 158 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia nomor 14/M-DAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat izin usaha jasa survey, 2006, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. Universitas Sumatera Utara 5. MRA Profesi Dokter dan Dokter Gigi Dalam Profesi Dokter dan Dokter gigi, Undang-undang nasional yang berlaku adalah undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dimana dalam Undang-undang ini sebenarnya diatur secara khusus dipasal 30, yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan surat tanda registrasi dokter atau dokter gigi, dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan praktik kedokteran di Indonesia harus: 159 1. Dilakukan Evaluasi terhadapnya. 2. Melengkapi Surat Izin Kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan kemampuan berbahasa Indonesia. Pada Pasal 31, diatur juga Surat Tanda Registrasi Sementara yang diberikan kepada dokter dan dokter gigi Warga Negara Asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di Indonesia, dimana Surat Tanda Registrasi Sementara ini berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.160 Lebih lanjut, dalam Pasal 32, untuk Dokter dan Dokter Gigi Asing yang akan mengikuti program pendidikan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis, akan diberikan surat tanda registrasi bersyarat, hal ini dikecualikan pada dokter 159 Undang-undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, 2004, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. 160 Ibid. Universitas Sumatera Utara atau dokter gigi yang memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi.161 Dalam Pasal 50 juga dinyatakan hak dan kewajiban dokter atau dokter gigi, dimana dalam Pasal ini dinyatakan bahwa Hak Dokter atau Dokter Gigi: 1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; 2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional; 3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan 4. Menerima imbalan jasa. Sedangkan kewajiban Dokter atau Dokter gigi adalah: 162 1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; 2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; 3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; 4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan 161 162 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara 5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. 6. MRA Profesi Akuntan Dalam Profesi Akuntan, Undang-undang yang berlaku adalah Undangundang nomor 5 tahun 2011 mengenai Akuntan Publik. Pengaturan mengenai Izin praktik terhadap Akuntan Publik Asing terdapat di Pasal 7 yang menyatakan bahwa akuntan publik asing dapat mengajukan permohonan izin akuntan publik kepada menteri apabila telah ada pengakuan bersama antara pemerintah indonesia dan pemerintah Negara asal akuntan publik tersebut.163 Kemudian di ayat keduanya dinyatakan bahwa untuk mendapat surat izin tersebut, akuntan asing harus: 164 A. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. B. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). C. Tidak pernah terkena sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagai akuntan public di Negara asalnya. D. Tidak pernah dipidana. E. Tidak berada dalam pengampuan. F. Mampu berbahasa Indonesia. G. Memiliki pengetahuan dibidang perpajakan dan hukum dagang Indonesia H. Berpengalaman praktik dalam bidang penugasan asurans yang dinyatakan dalam suatu hasil penilaian oleh asosiasi profesi akuntan publik. I. Sehat jasmani dan rohani, yang dinyatakan oleh dokter di indonesia. 163 Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik, 2011, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. 164 Ibid. Universitas Sumatera Utara J. Ketentuan lain sesuai dengan perjanjian pengakuan bersama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Negara dari Akuntan Publik Asing. Ayat ketiga dari Pasal ini menyatakan bahwa apabila seorang Akuntan Publik Asing telah memiliki izin Akuntan Publik, maka ia akan tunduk terhadap isi Undang-Undang ini.165 Kemudian Ayat keempatnya menyatakan bahwa detail dari Persyaratan dan tata cara permohonan izin Akuntan Publik Asing untuk menjadi seorang Akuntan Publik diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri.166 Apabila kita bandingkan kriteria yang diterapkan dari MRA dengan kriteria yang diterapkan oleh UU ini, didapat beberapa persamaan, seperti samasama tidak boleh dipidana dan berpengalaman praktek,juga dalam Pasal 7 ayat 2 huruf J Undang-Undang ini dinyatakan dengan jelas bahwa ketentuan lain dapat menjadi syarat dalam mendapat izin Akuntan Publik,dengan kata lain, untuk mendapat izin Akuntan Publik, seorang Akuntan Asing juga harus memenuhi syarat yang dimuat dalam MRA Akuntansi. 7. MRA Profesi Ahli Pariwisata. Undang-undang nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah undang-undang yang mengatur mengenai sektor pariwisata di Indonesia, di undang-undang ini diatur tujuan pariwisata, wisatawan, kualifikasi, usaha pariwisata, tenaga kerja, dan lain lain. Ada juga Pasal tertentu yang mengatur mengenai Tenaga Kerja Ahli Warga Negara Asing yang dimuat di Pasal 56. Di ayat 1 Pasal ini dinyatakan bahwa: 165 166 Ibid. Ibid. Universitas Sumatera Utara “Pengusaha Pariwisata dapat memperkerjakan tenaga kerja ahli warga Negara asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”167 Ayat keduanya menyatakan: “Tenaga kerja ahli warga Negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari organisasi asosiasi pekerja profesional kepariwisataan”168 Untuk Pasal yang mengatur tentang Ahli Pariwisata Asing hanyalah diatur di Pasal 56. Namun dalam Pasal 53 Undang-undang ini dinyatakan bahwa ada standar kompetensi bagi tenaga kerja dibidang kepariwisataan yang dilakukan melalui sertifikasi kompetensi dan dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah mendapat lisensi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.169 167 Undang-undang Republik Indonesia nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, 2009, diakses pada tanggal 19 Juni 2017. 168 Ibid. 169 Ibid. Universitas Sumatera Utara BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. ASEAN (Association of South East Asia Nations) adalah organisasi regional yang memiliki sejarah panjang, dimulai dari adanya persamaan budaya dan sejarah diantara Negara-negara di Asia Tenggara, ASEAN dibuat dengan pembentukan Deklarasi ASEAN pada tahun 1967. Pembuatan ASEAN pada saat itu ditujukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan budaya, mempromosikan kedamaian, dan saling membantu mengurangi pengaruh komunis diantara Negaranegara ASEAN. Seiring dengan berjalannya waktu, Keanggotaan maupun perjanjian yang telah dihasilkan ASEAN semakin berkembang, dalam hal keanggotaan, ASEAN telah memiliki 5 Negara tambahan diluar kelima Negara pencetus ASEAN, yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997), dan Kamboja (1998). Sedangkan dalam hal Perjanjian,telah banyak perjanjian yang dihasilkan, seperti Visi dan Piagam ASEAN, Deklarasi Kuala Lumpur, Treaty of Amity and Cooperation (TAC), Perjanjian Bali I,II,dan III, ASEAN Declaration for Mutual Assistance on Natural Disaster dan ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotic Drugs, ASEAN Regional Forum, ASEAN+ 3, dan banyak lagi perjanjian lainnya. Ada pula dibuat ASEAN Community dan ASEAN Economic Community sebagai salah satu pilarnya, yang diatur dengan rinci di Perjanjian Bali ke II. Universitas Sumatera Utara 2. Mutual Recognition Arrangements (MRAs) adalah perjanjian saling pengakuan antara Negara anggota ASEAN yang bergerak baik di bidang Barang maupun Jasa. MRAs dalam bidang barang dilakukan dibawah ASEAN Free Trade Area (AFTA),dan MRAs dibidang jasa dibuat sebagai tindak lanjut dari ASEAN Framework Arrangement on Services (AFAS), dan juga dibuat demi mendukung pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community). Di bidang Barang, MRAs menyangkut kepada 20 Grup Prioritas,dan harus mencangkup 12 sektor prioritas integrasi, sedangkan dalam bidang Jasa, MRAs menyangkut mobilitas jasa di 8 profesi, yaitu Profesi Keinsinyuran, Keperawatan, Arsitektur, Ahli Survey, Dokter, Dokter Gigi, Akuntan, dan Ahli Pariwisata. Perbandingan MRAs ASEAN dengan Program serupa lainnya, seperti Mutual Recogntion (MR) di Uni Eropa adalah MR Uni Eropa lebih memaksa, integrasi barang yang lebih besar yaitu 50% dari barang dagang, dan integrasi dibidang jasa yang lebih luas daripada MRAs ASEAN. Apabila dibandingkan dengan Komunitas Afrika Timur, MRAs ASEAN memiliki lingkup yang lebih luas, sebab MRA EAC hanya mengatur mengenai produk kedokteran hewan dan imunologis,dan dalam bidang jasa hanya mengenai Insinyur, Ahli Kedokteran Hewan, dan Pengacara. Apabila dibandingkan dengan Program Mutual Recognition Agreement (MRA) Mercosur, Dibidang jasa MRAs ASEAN masih kalah, karena MRAs ASEAN hanya mengatur tentang mobilitas delapan profesi, sedangkan MRA Mercosur mengatur tentang sebelas sektor grup profesi. 3. Mutual Recognition Arrangements tentunya memberikan banyak dampak positif Indonesia, seperti meningkatkan kualitas tenaga profesional di Universitas Sumatera Utara Indonesia, meningkatkan hubugan diplomatik antar Negara, meningkatkan kemampuan berbahasa inggris warga Negara Indonesia, memajukan perkembangan teknologi Indonesia, namun ada juga kerugiannya, karena sebuah Integrasi Ekonomi hanya akan memberi keuntungan maksimal pada Negara yang siap menghadapinya, apabila sebuah Negara belum siap untuk menghadapi integrasi ekonomi, yang terjadi adalah ketimpangan, Negara tersebut dapat kalah dalam kompetisi di wilayah tersebut karena kurangnya skill atau faktor lainnya. Dalam Profesi terkait MRAs, Pada dasarnya Hukum Domestik Indonesia sudah mengatur mengenai pekerja Asing dari Negara lain, oleh karena itu, dalam segi Legalitas, Indonesia sudah terbilang cukup siap untuk menghadapi Mutual Recognition Arrangements , seperti Pasal 18 sampai dengan pasal 22 dalam Undang-undang Keinsinyuran untuk MRA Profesi Insinyur, pasal 24, 25, dan 26 Undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan untuk MRA dibidang Keperawatan, Pasal 19,20,21 dan 22 Rancangan Undang-Undang Arsitek untuk MRA dibidang Arsitek, pasal 7 ayat 2 dan 3 dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 14/MDAG/PER/3/2006 tentang ketentuan dan tata cara penerbitan surat izin usaha jasa survey untuk MRA dibidang Ahli Survey, Pasal 30, 31, 32, dan 50 Undang-undang nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran untuk MRA dibidang Dokter dan Dokter gigi, Pasal 7 ayat 1 sampai 4 Undangundang nomor 5 tahun 2011 mengenai Akuntan Publik untuk MRAs dibidang Akuntansi, dan pasal 53 dan 56 undang undang nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan untuk MRA profesi Ahli Pariwisata. Perlu juga disinggung bahwa di semua Mutual Recognition Arrangements ASEAN dinyatakan Universitas Sumatera Utara bahwa semua tenaga kerja MRA ASEAN tunduk kepada hukum di Negara tujuan, Oleh karena itu, semakin kuatlah kekuatan hukum Undang-undang diatas untuk diaplikasikan dalam tenaga kerja MRAs. B. Saran 1. Bahwa ASEAN sebagai organisasi regional harus memperkuat hubungan baik antar anggota-anggotanya dan menyelesaikan segala sengketa diantara Negara-negara anggota ASEAN dengan damai dan bersifat saling menguntungkan. ASEAN juga harus menjaga kelangsungan dari perjanjian bersama yang telah disetujui oleh Negara-negara anggotanya agar dapat terus berlaku dan membuahkan hasil berupa peningkatan ekonomi bersama Negara-negara anggotanya. Negara anggota ASEAN juga harus bersiap meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusianya agar dapat bersaing dengan efektif di era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015-2025 sehingga dapat mencapai peningkatan ekonomi yang maksimal diantara Negara-negara anggota ASEAN. 2. Bahwa Mutual Recognition Arrangements (MRAs) adalah program ASEAN yang sangat efektif untuk menyamaratakan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Arrangements Manusia juga dilingkup berperan penting ASEAN, Mutual bagi peningkatan Recognition hubungan persahabatan dan kerjasama antara Negara-negara anggota ASEAN sebab dengan adanya Mutual Recognition Arrangements seluruh Warga Negara anggota ASEAN dapat melakukan peleburan Budaya dan pertukaran Informasi, sehingga Mutual Recognition Arrangements, baik di bidang Universitas Sumatera Utara barang maupun jasa, haruslah dipertahankan sebagai salah satu program pendorong realisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dan dengan terlaksananya MEA akan mendekatkan ASEAN kepada realisasi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS), yang juga mendorong realisasi ASEAN Free Trade Area (AFTA), dan dengan realisasi AFAS dan AFTA, akan memenuhi salah satu tujuan ekonomi ASEAN sebagaimana dimaksud di bagian deklarasi kedua dari Deklarasi Bangkok. 3. Bahwa Mutual Recognition Arrangements (MRAs) akan sangat menguntungkan bagi Indonesia, namun Indonesia harus siap untuk menghadapinya, baik dalam sisi kualitas sumber daya manusia, maupun dalam segi legalitas, Dimana dalam segi legalitas Indonesia diharapkan agar terus memantau perkembangan Mutual Recognition Arrangements dan terus menunjukkan Kepastian Hukum dengan cara melakukan ratifikasi terhadap Perjanjian yang telah disetujui oleh Indonesia sendiri, Indonesia juga sudah harus membuat Undang-undang tentang profesi Arsitek, sebab peraturan mengenai profesi arsitek masih dalam bentuk Rancangan Undang-undang. Dalam segi Sumber Daya Manusia juga Indonesia harus bisa bersaing dengan cara meningkatkan kualitas di bidang Pendidikan, terutama keahlian dibidangnya dan kemampuan berbahasa Inggris. Universitas Sumatera Utara