respon masyarakat terhadap pencantuman

advertisement
RESPON MASYARAKAT TERHADAP PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL
SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EKUITAS MEREK PRODUK PANGAN
(Studi Kasus Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor)
HANDRISYA GHIFFARI PRADITYO
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
ABSTRACT
Handrisya Ghiffari Pradityo. The Community Respons of Halal Certificate as Endorse
to Build The Brand Equity of Food Products (Case Study Kelurahan Balumbang Jaya,
Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Supervised by Yatri Indah Kusumastuti.
The Halal certificate is definitely very important for Indonesia citizens especially for
moslem. Their foods should be Halal, clean, fresh, and healthy. But the peoples is just
have a little or maybe don’t know anything about halal certificate, so LP POM MUI have
an obligation to examine and provide halal certificate. The halal certificate should put on
the label so that people can ensure wether a product is halal or not. The goal of this
research were to analyse the relations between individual factors with the level of
knowledge, the level of awareness, and the level of brand equity and to analyse the
relations between the level of knowledge, the level of awareness, and the level of brand
equity. This research was held in Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat,
Provinsi Jawa Barat. The number of respondents were 100. The conclusion of this
research was, the level of education had a significant relationship with the level of
knowledge about halal certificate. Besides that, there is also another relationship
between the level awareness of halal certficate with the degree of brand equity.
Keywords: halal certificate, brand equity, food products
RINGKASAN
Handrisya Ghiffari Pradityo. RESPON MASYARAKAT TERHADAP PENCANTUMAN
SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EKUITAS MEREK PRODUK
PANGAN (Studi Kasus Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat,
Kabupaten Bogor). (Di bawah bimbingan Yatri Indah Kusumastuti)
Permasalahan sertifikasi halal bagi produk pangan sejatinya bukan masalah baru,
tetapi menjadi penting mengingat masyarakat Indonesia yang sebagian besar memeluk
Agama Islam sensitif terhadap jaminan kehalalan suatu produk pagan. Menarik untuk
diteliti bagaimana sertifikasi halal ini bercampur dengan komunikasi pemasaran yang
dilakukan oleh produsen dengan harapan dapat meningkatkan ekuitas merek dari
produknya tersebut. Sosialisasi sertifikasi halal atau dapat disebut dengan komunikasi
pemasaran sertifikasi halal menjadi penting untuk dilakukan, mengingat konsumen perlu
diberi pengetahuan akan sertifikasi halal secara lengkap dengan baik dan benar.
Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor apa
yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi halal.
Pertanyaannya mencakup hal umum akan sertifikasi halal. Kedua, tingkat kepedulian
responden akan peran sertifikasi halal. Hal ini mencakup bagaimana responden
memberi tanggapan terhadap pernyataan yang berkaitan dengan peran sertifikasi halal
dalam produk pangan. Ketiga, tingkat ekuitas merek. Tingkat ekuitas merek akan
mengukur sejauh mana responden memberikan nilai tambah terhadap prdouk pangan
yang bersertifikasi halal. Tujuan kedua dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan tingkat ekuitas merek.
Hal ini akan menginformasikan apakah ketiga aspek tersebut terkait satu sama lain.
Populasi dari penelitian ini adalah warga yang bertempat tinggal di dalam cakupan
Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Jumlah
responden yang diambil berjumlah 100 orang. Responden sejumlah 100 orang ini
diambil dengan Rumus Slovin dan diambil dengan teknik pusposive sampling dengan
pertimbangan peneliti menginginkan adanya keberagaman karakteristik responden
dalam penelitian ini. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan sekunder. Data primer dan sekunder diperoleh secara langsung di lapangan dari
hasil kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dan Kelurahan Balumbang
Jaya. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Micrososft Excel 2007 dan uji
korelasi Cross tab chi square dan Rank Spearman.
Hasil penelitian ini, menunjukkan tidak adanya hubungan antara karakteristik
responden dengan ketiga aspek (tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan tingkat
ekuitas merek). Kecuali karakteristik agama, yang memiliki hubungan dengan tingkat
kepedulian, hal ini dapat dimengerti karena responden yang beragama muslim
merupakan mayoritas dan memiliki kebutuhan yang cukup tinggi akan pangan halal.
Selain itu terdapat pula hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
pengetahuan, meskipun hubungan ini cukup lemah. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat
pengetahuan seseorang akan sertifikasi halal.. Hubungan lainnya ialah antara tingkat
kepedulian dengan tingkat ekuitas merek. Hal ini berhubungan secara signifikan dan
menunjukkan apabila seseorang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi akan peran
sertifikasi halal, maka orang tersebut juga akan memberikan nilai tambah yang tinggi
terhadap produk pangan yang bersertifikasi halal.
ABSTRACT
Handrisya Ghiffari Pradityo. The Community Respons of Halal Certificate as
Endorse to Build The Brand Equity of Food Products (Case Study Kelurahan
Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Supervised by
Yatri Indah Kusumastuti.
The Halal certificate is definitely very important for Indonesia citizens
especially for moslem. Their foods should be Halal, clean, fresh, and healthy. But
the peoples is just have a little or maybe don’t know anything about halal
certificate, so LP POM MUI have an obligation to examine and provide halal
certificate. The halal certificate should put on the label so that people can ensure
wether a product is halal or not. The goal of this research were to analyse the
relations between individual factors with the level of knowledge, the level of
awareness, and the level of brand equity and to analyse the relations between
the level of knowledge, the level of awareness, and the level of brand equity. This
research was held in Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat,
Provinsi Jawa Barat. The number of respondents were 100. The conclusion of
this research was, the level of education had a significant relationship with the
level of knowledge about halal certificate. Besides that, there is also another
relationship between the level awareness of halal certficate with the degree of
brand equity.
Keywords: halal certificate, brand equity, food products
RESPON MASYARAKAT TERHADAP PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL
SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EKUITAS MEREK PRODUK PANGAN
(Studi Kasus Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor)
HANDRISYA GHIFFARI PRADITYO
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Handrisya Ghiffari Pradityo
No. Pokok
: I34063437
Program Studi
: Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul Skripsi
: RESPON
MASYARAKAT
TERHADAP
PENCANTUMAN
SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN
EKUITAS MEREK PRODUK PANGAN (Studi Kasus Kelurahan
Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor).
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui
Dosen Pembimbing,
Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si
NIP. 19660714 199103 2 002
Mengetahui
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “RESPON
MASYARAKAT TERHADAP PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI
UPAYA MENINGKATKAN EKUITAS MEREK PRODUK PANGAN (STUDI KASUS
KELURAHAN BALUMBANG JAYA, KECAMATAN BOGOR BARAT, KABUPATEN
BOGOR)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU
LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK
TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR
HASIL KARYA SAYA SENDIRI.
Bogor, Agustus 2010
Handrisya Ghiffari Pradityo
I34063437
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta, 22 Mei1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara
pasangan Bapak Dicky Shadiq Hidayat dan Ibu Indriati. Penulis menyelesaikan sekolah
menengah atas pada SMA Negeri 5 Denpasar pada tahun 2006. Pada tahun 2006
penulis
diterima
sebagai
mahasiswa,
Departemen
Sains
Komunikasi
dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan,
disamping kegiatan asistensi. Penulis menjadi Asisten M.K. Komunikasi Bisnis selama 2
semester. Penulis menjadi anggota di
Himpunan Mahasiswa Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) periode 2008-2009 sebagai kepala divisi
Pengembangan Masyarakat. Penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan Communication
dan Development Expo (COMMNEX 2008), Indonesian Ecology Expo 2009 (INDEX
2009).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk
memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih
dalam skripsi ini adalah Pencantuman Sertifikasi Halal dan Kaitannya dengan Ekuitas
Merek Produk Pangan.
Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan mata kuliah KPM 499. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis bagaimana sertifikasi halal yang tercantum dalam
suatu produk pangan dapat meningkatkan ekuitas merek dari produk tersebut. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, serta
pihak-pihak yang membantu penulis, baik langsung maupun tidak langsung dalam
pelaksanaan penulisan usulan penelitian. Demikian skripsi ini penulis sampaikan
semoga bermanfaat.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari
berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut telah membantu penulis dengan menyumbang
pemikiran, memberikan masukan, dan mendukung penulis baik secara moril maupun
materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si sebagai dosen pembimbing studi pustaka dan
skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta kesabarannya selama
ini.
2. Keluarga tercinta, Ayah, Bunda, dan Adik yang selalu memberikan dukungan, doa,
kasih sayang dan motivasi.
3. Teman-teman kontrakan, Fajar, Adha, Azis, Cecep, Oghie, Untung, Rauf dan Irwan
sebagai tempat berbagi dan bantuannya selama penulis menyusun skripsi.
4. Teman-teman dari Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 43,
5. Teman-teman dari Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 42, Rifky
dan Idham sebagai tempat sharing jika mengalami hambatan dalam penulisan.
6. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan
kerjasamanya selama ini sehingga memberikan warna dalam hidup penulis.
Bogor, Agustus 2010
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................
1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................
3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................
3
BAB II TINJAUAN TEORITIS ...................................................................................
4
2.1 Tinjauan Pustaka ..............................................................................................
4
2.1.1 Produk....................................................................................................... 4
2.1.2 Pengertian Komunikasi Pemasaran ......................................................... 8
2.1.3 Merek........................................................................................................
15
2.1.4 Ekuitas Merek...........................................................................................
17
2.1.5 Sertifikasi Halal………………………………………………........................
22
2.2 Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 31
2.2.1 Hipotesis Penelitian................................................................................... 32
2.2.2 Definisi Operasional .................................................................................. 32
2.2.3 Definisi Konseptual ................................................................................... 33
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN …………………………...…………………….... 34
3.1 Metode Penelitian..............................................................................................
34
3.2 Lokasi dan Waktu …………............................................................................... 34
3.3 Teknik Pengumpulan Data………………………………….................................. 34
3.4 Teknik Analisis Data..........................................................................................
35
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN LP POM MUI …............
36
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya.................................................
36
4.2 Gambaran Umum LP POM MUI…..................................................................... 39
4.2.1 Sejarah LP POM MUI ................................................................................ 39
4.2.2 Program LP POM MUI................................................................................ 40
BAB V KARAKTERISTIK, TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN, DAN
EKUITAS MEREK RESPONDEN …............................................................ 44
5.1 Karakteristik Responden ................................................................................... 44
xi
Halaman
5.2 Tingkat Pengetahuan Responden.....................................................................
46
5.3 Tingkat Kepedulian Responden......................................................................... 47
5.4 Tingkat Ekuitas Merek Responden.................................................................... 48
BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN TINGKAT
PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN, DAN TINGKAT EKUITAS
MEREK RESPONDEN …............................................................................
49
6.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Kepedulian, dan Tingkat Ekuitas Merek ............................................................ 49
6.1.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan............... 49
6.1.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepedulian..................
50
6.1.3 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Ekuitas Merek.............
50
6.2 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan
Tingkat Ekuitas Merek ....................................................................................... 51
6.2.1 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan.............................. 51
6.2.2 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Kepedulian.................................
52
6.2.3 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Ekuitas Merek............................. 53
6.3 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan
Tingkat Ekuitas Merek ....................................................................................... 54
6.3.1 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan.......................... 54
6.3.2 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Kepedulian.............................
55
6.3.3 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Ekuitas Merek........................
56
6.4 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Kepedulian, dan Tingkat Ekuitas Merek ............................................................ 56
6.4.1 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan....... 56
6.4.2 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepedulian.......... 57
6.4.3 Hubungan antaraTingkat Pendidikan dengan Tingkat Ekuitas Merek......
58
6.5 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Kepedulian, dan Tingkat Ekuitas Merek ...........................................................
59
6.5.1 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan..... 59
6.5.2 Hubungan antaraTingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepedulian.........
59
6.5.3 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Ekuitas Merek...
60
xii
Halaman
BAB VII HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN TINGKAT
KEPEDULIAN, DAN TINGKAT EKUITAS MEREK RESPONDEN …........
61
7.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kepedulian ..............
61
7.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Ekuitas Merek .........
61
7.3 Hubungan antara Tingkat Kepedulian dengan Tingkat Ekuitas Merek ............. 62
BAB VIII KESIMPULAN …........................................................................................
64
BAB IX SARAN ….....................................................................................................
65
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 66
LAMPIRAN ………....................................................................................................
68
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
Tabel 1. Batas Wilayah Kelurahan Balumbang Jaya………....................................... 36
Tabel 2. Penggunaan Lahan…..................……………..........…….............................. 36
Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Kategori Usia.............................................. 37
Tabel 4. Jumlah Penganut Agama.............................................................................
37
Tabel 5. Mata Pencaharian Pokok Warga Kelurahan Balumbang Jaya..................... 38
Tabel 6. Sarana Penunjang Pendidikan.....................................................................
38
Tabel 7. Fasilitas Kesehatan………...........................................................................
39
Tabel 8. Media yang digunakan LP POM MUI………………..........……..................... 41
Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin................ 44
Tabel 10. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Usia.............................
45
Tabel 11. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Agama......................... 45
Tabel 12. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...... 45
Tabel 13. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan....
46
Tabel 14. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan..
46
Tabel 15. Jumlah dan Presentase Media Komunikasi ............................................... 47
Tabel 16. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepedulian...... 47
Tabel 17. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Ekuitas Merek. 48
Tabel 18. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan................. 49
Tabel 19. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepedulian.................... 50
Tabel 20. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Ekuitas Merek...............
51
Tabel 21. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan................................ 52
Tabel 22. Hubungan antara Usia Tingkat Kepedulian................................................
53
Tabel 23. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Ekuitas Merek..............................
53
Tabel 24. Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan...........................
54
Tabel 25. Hubungan antara Agama dengan Tingkat Kepedulian............................... 55
Tabel 26. Hubungan antara Agama dengan Tingkta Ekuitas Merek..........................
56
Tabel 27. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan........
57
Tabel 28. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepedulian............ 57
Tabel 29. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Ekuitas Merek....... 58
Tabel 30. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan....... 59
xiv
Halaman
Tabel 31. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepedulian..........
60
Tabel 32. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Ekuitas Merek.....
60
Tabel 33. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kepedulian........
61
Tabel 34. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Ekuitas Merek...
62
Tabel 35. Hubungan antara Tingkat Kepedulian dengan Tingkat Ekuitas Merek....... 63
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
Gambar 1. Hirarki Produk………………………………………..................................
4
Gambar 2. Tahapan Pencapaian Tujuan Komunikasi…………………....................
10
Gambar 3. Bagian-bagian Business Intelligence ....................................................
14
Gambar 4. Unsur-unsur dalam Ekuitas Merek serta Pengaruhnya.........................
20
Gambar 5. Kerangka Pemikiran ..............................................................................
31
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini beragam produk ditawarkan kepada konsumen. Baik produk konsumsi
maupun jasa, produk-produk tersebut tentunya memperebutkan pangsa pasar yang
semakin sempit seiring berjalannya waktu dan ketatnya persaingan. Salah satu yang
berjuang untuk memperebutkan pangsa pasar ialah produk pertanian, perikanan,
maupun peternakan yang sebagian besarnya berupa produk pangan, dewasa ini
beragam produk baru dalam bidang pangan muncul untuk merebut pangsa pasar yang
tersisa. Persaingan antar produsen pangan tidak terelakkan, segala cara dikerahkan
untuk mencuri perhatian pasar. Salah satunya melalui konsep pemasaran, yang berupa
proses dari perencanaan pemasaran dari sebuah konsep, pemberian harga, promosi,
dan pendistribusian bahan baku produk serta pelayanan untuk menciptakan kepuasan
konsumen individual dan mencapai tujuan organisasi (Aaker, 2004).
Selain itu
perusahaan juga perlu melakukan komunikasi pemasaran, yang didefinisikan sebagai
usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik, terutama konsumen sasaran,
mengenai keberadaan suatu produk di pasar, Kotler (2000) dalam Kusumastuti (2009).
Persaingan di pasar akan menentukan produk mana yang akan bertahan, dan produk
mana yang akan tersingkir dari pasar.
Salah satu upaya dalam meraih dan mempertahankan pasar ialah melalui merek,
yang didefinisikan sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi
dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa pesaing
(Kotler, 2007). Merek memegang peranan penting dalam pemasaran produk, mereklah
yang menjadi ujung tombak dari produsen untuk masuk ke dalam pasar. Salah satu
upaya dalam memperkuat merek di pasar ialah dengan memberikan nilai tambah yang
diberikan pada produk dan jasa, yang didefinisikan sebagai ekuitas merek (Kottler,
2007).
Ekuitas merek terdiri dari loyalitas merek, kepedulian terhadap merek,
kepedulian akan kualitas, asosiasi yang dapat memberi nilai tambah terhadap kualitas
suatu produk, serta aset-aset yang lain, seperti aspek legal, trademark, relasi, dll (Aaker,
2004).
Salah
satu
cara
untuk
meningkatkan ekuitas merek.
meningkatkan
profit
perusahaan
ialah
dengan
Salah satu cara meningkatkan ekuitas merek ialah
dengan mencantumkan label halal pada
produk tersebut, dimana hal ini tercantum
dalam salah satu faktor ekuitas merek yaitu asosiasi lain yang memberi nilai tambah.
2
Mayoritas penduduk Indonesia ialah beragama Islam, maka persoalan produk halal
menjadi bagian penting dalam mengukur sejauhmana kualitas kemusliman orang
Indonesia, karena persoalan makanan, minuman dan obat-obatan halal merupakan
bagian dari agama itu sendiri.
Masyarakat kita sejak lama sudah sering tidak tahu menahu apabila ia
mengonsumsi produk makanan, minuman dan obat-obatan yang tidak sesuai syariah.
Kasus yang paling besar terjadi sekitar tahun 1980, yaitu dengan ditemukannya
kandungan lemak babi dalam beberapa jenis makanan.
Sekitar 34 item produk
makanan yang terbukti secara ilmiah memiliki kandungan lemak babi.
Dalam
perkembangannya, daftar produk berkandung lemak babi itu meluas menjadi ratusan
item. Bahkan melebar pada produk-produk yang sebenarnya tidak mengandung lemak
babi seperti sabun, pasta gigi, sabun cuci dan lain-lain sebagainya1.
Salah satu upaya dalam mencegah hal tersebut ialah dengan mencantumkan
jaminan kehalalan dan kepastian akan kehalalan produk pangan berupa sertifikasi halal
yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI.
Tidak serta merta masyarakat langsung dapat
mengetahui manfaat dari sertifikasi tersebut, oleh karena itu diperlukan usaha sosialisasi
yang berupa komunikasi pemasaran untuk mengenalkan sertifikasi halal tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka disusunlah beberapa perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, tingkat
kepedulian, serta tingkat ekuitas merek?
2. Sejauhmanakah hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan
tingkat ekuitas merek?
1
Rachmad, Edy. 2010. Pro Kontra RUU Sertifikasi Halal.
Http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4191:pro-kontra-ruusertifikat-halal&catid=41:opini (diakses pada 15 April 2010, 19.30)
3
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, tingkat
kepedulian, serta tingkat ekuitas merek sehubungan dengan sertifikasi halal.
2. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan tingkat
ekuitas merek sehubungan dengan sertifikasi halal.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi perguruan tinggi
Program ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan Tinggi yang
diharapkan dapat meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang konsumen. Hal ini dapat memacu intelektualitas di kalangan mahasiswa dan
secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi.
2. Bagi LPPOM MUI
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi serta memberikan masukan
bagi LPPOM MUI untuk meningkatkan komunikasi pemasaran label sertifikasi halal.
3. Bagi perusahaan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dalam strategi komunikasi
pemasaran perusahaan terkait dengan kebijakan mereka akan sertifikasi halal.
4. Bagi dunia bisnis
Bagi dunia bisnis produk pangan dapat lebih mengetahui peran label sertifikasi halal
dalam meningkatkan ekuitas merek di mata masyarakat.
5. Bagi masyarakat
Masyarakat dapat lebih mengetahui peran label sertifikasi halal dalam menjamin
kualitas suatu produk pangan.
6. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat mengasah kemampuan peneliti dalam mengadakan
penelitian.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Produk
Aaker (2004) mengatakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang
dapat ditawarkan kepada pasaran untuk diperhatikan, dibeli, digunakan atau
dikonsumsikan.
Istilah produk mencakup benda-benda fisik, jasa-jasa,
kepribadian, tempat-tempat, organisasi dan ide-ide.
Nama lain untuk produk
adalah barang penawaran, penawaran, bingkisan nilai, dan berkas manfaat.
Istilah produk ada tiga, pada tingkat dasarnya dapat kita sebutkan “produk inti”.
Produk inti merupakan jawaban atas pertanyaan: “apakah pada hakekatnya yang
dibeli oleh seorang pembeli?” produk itu hanyalah merupakan pengemasan
suatu jasa yang memecahkan persoalan.
Produk yang
disempurnakan
Produk Inti
Instalasi
Garansi
Penyerahan bebas biaya
Sistem jasa pemeliharaan
Pengemasan
Merek
Ciri khas
Mutu
Corak
Jasa inti
Produk Formal
Gambar 1. Hirarki Produk
Sumber: Aaker (2004)
Aaker (2004) mengatakan bahwa produk formal adalah merupakan
“pengemasan dari produk intinya”.
Itulah yang dikenal oleh pembeli sebagai
“tawaran yang nyata”. Jika produk formal merupakan benda fisik, maka oleh
kaum calon pembeli ia dapat dikenal sebagai mempunyai lima macam ciri khas:
yaitu taraf mutu, keistimewaan (features), ragam, nama merek dan kemasan
(packaging).
Jika ia merupakan jasa, ia mungkin mempunyai beberapa atau
seluruh ciri khas itu dalam bentuk kiasan.
Akhirnya terdapat produk yang
5
disempurnakan (augmented product), yang mencakupi keseluruhan manfaat
yang diterima atau dinikmati oleh pihak pembeli produk yang formal tadi. Dapat
disimpulkan bahwa produk ialah segala sesuatu yang diprouksi oleh perusahaan
untuk dikonsumsi oleh konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhannya.
Hirarki produk. Setiap jenis produk berhubungan secara hirarkis dengan
suatu kelompok produk-produk lain, adanya suatu hirarki produk yang merentang
mulai dari kebutuhan pokok sampai aneka barang khas tertentu yang dapat
memenuhi kebutuhan dasar itu.
Tujuh tingkat dalam tata-tangga atau hirarki
produk itu (Aaker, 2004), yaitu:
1. Golongan kebutuhan.
Kebutuhan inti yang menimbulkan golongan
produknya.
2. Golongan produk.
Seluruh kelompok produk yang dapat memenuhi
kebutuhan lebih kurang secara mantap.
3. Kelompok produk. Sekelompok produk dalam lingkungan golongan produk
itu yang diketahui
4. Jajaran produk (product line).
Sekumpulan produk yang termasuk dalam
suatu kelompok produk yang berkaitan erat satu dengan yang lain, karena
berfungsi secara serupa, dijual kepada kelompok pelanggan yang sama,
dipasarkan melalui saluran pemasaran yang serupa, atau yang termasuk
dalam rentang harga yang sama.
5. Jenis produk.
Sekumpulan barang yang termasuk dalam jajaran produk
dengan bentuk khas di antara berbagai bentuk produk itu
6. Merek. Nama yang terikat pada satu atau beberapa barang dalam jajaran
produk itu yang dimaksudkan untuk mengenali sumber atau ciri khas dari
barang bersangkutan.
7. Barang.
Suatu satuan khas dalam lingkungan suatu merek atau suatu
jajaran produk yang dapat diperbedakan karena ukuran, harga, rupa, atau
atribut khas lainnya.
Cateora
(2004),
mengatakan
bahwa
bagian
produk,
terdiri
atas
komponen inti terdiri atas produk fisik semacam program yang berisi teknologi
yang diperlukan dan seluruh desain fitur dan fitur fungsionalnya. Pada program
inilah variasi produk dapat ditambahkan atau dihapus untuk memuaskan
perbedaan lokal.
Penyesuaian besar pada program dapat mempengaruhi
proses produk sehingga membutuhkan investasi modal tambahan. Komponen
pengemasan meliputi fitur gaya, pengemasan, pencantuman label, merek
6
dagang, merek jual, kualitas, harga, dan seluruh aspek lain kemasan sebuah
produk.
Komponen layanan pendukung meliputi perbaikan dan perawatan,
instruksi, pemasangan, jaminan, pengiriman, dan ketersediaan suku cadang.
Banyak program pemasaran yang semestinya berhasil namun menemui
kegagalan karena hanya sedikit perhatian yang diberikan pada komponen ini.
Hal ini berlaku untuk setiap produk, salah satunya jalah produk pangan yang
dibutuhkan setiap orang.
Hadiwigeno dalam Widyakarya Pangan dan Gizi (1989) menyebutkan
bahwa pangan ialah hasil dari suatu sistem yang kompleks dengan petani dan
usahatani sebagai pelaku utama. Dapat disimpulkan bahwa pangan ialah segala
hasil pertanian yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia.
Hal ini juga mencakup wilayah pertanian secara luas seperti, perkebunan,
tambak, tanaman pokok, peternakan, perikanan dll. Sedangkan yang dimaksud
dengan industri pangan ialah merupakan industri pengolahan hasil pertanian
yang dapat digolongkan sebagai salah satu subsistem dalam sistem industri
pertanian.
Saefudin et al dalam Widyakarya Pangan dan Gizi (1989)
mengkategorikan pangan menjadi dua bagian yaitu:
1. Pangan nabati
2. Pangan hewani
Pangan nabati mencakup bahan pangan seperti padi, jagung, kedele, ubi,
kayu, dan gula. Sedangkan pangan hewani mencakup daging, telur, susu, dan
ikan. Dari beragam produk pangan tersebut, baik yang mentah maupun yang
telah diolah sebaiknya dibuat bauran produk dari sumber daya yang ada. Dapat
disimpulkan bahwa pangan ialah segala sesuatu yang berasal dari sektor
pertanian, perikanan, dan peternakan yang dapat dikonsumsi oleh manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keputusan bauran produk
Sumarwan (2002) mengatakan bahwa bauran produk dari suatu
perusahaan dapat digambarkan mempunyai ukuran lebar, kedalaman, dan
konsistensi tertentu.
Ukuran lebar dari suatu bauran produk menunjukkan
beberapa macam jajaran produk yang terdapat dalam perusahaan itu.
Kedalaman suatu bauran produk menunjuk kepada jumlah aneka jenis barang
yang disediakan dalam setiap jajaran produk.
Sedangkan yang disebut
konsistensi dari suatu bauran produk ialah kaitan erat antara aneka jajaran
7
produk itu berkenaan dengan pemakaian terakhir, syarat-syarat produksinya dan
saluran distribusi atau aneka hal lainnya.
Pengetahuan Produk
Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi
mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi
produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai
produk. Pengetahuan ini meliputi kelas produk, bentuk produk, merek, model/
fitur. Kelas produk adalah tingkat pengetahuan yang paling luas yang meliputi
beberapa bentuk, merek dan model (Sumarwan, 2002).
Pengetahuan atribut produk
Seorang konsumen akan melihat suatu produk berdasarkan kepada
karakteristik atau ciri atau atribut dari produk tersebut. Bagi seorang konsumen,
maka mobil memiliki atribut warna, model, tahun pembuatan, kapasitas mesin,
merek, manual atau otomatis, dan sebagainya. Atribut suatu produk dibedakan
ke dalam atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri
fisik dari suatu produk, misalnya ukuran produk tersebut.
Sedangkan atribut
abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan
persepsi konsumen (Sumarwan, 2002).
Pengetahuan manfaat produk
Jenis pengetahuan produk yang kedua adalah pengetahuan tentang
manfaat produk. Konsumen mengkonsumsi suatu produk atau jasa karena ia
tahu betul manfaat produk tersebut bagi dirinya. Konsumen seringkali berpikir
mengenai manfaat yang ia rasakan jika mengkonsumsi atau membeli suatu
produk, bukan mengenai atributnya.
Konsumen mungkin tidak tertarik untuk
mengetahui berbagai macam kandungan (atribut) dari buah mengkudu tetapi
karena ia mengetahui manfaatnya maka ia mengkonsumsi buah itu (Sumarwan,
2002).
Pengetahuan pembelian
Arti dan jenis pengetahuan, pengetahuan meliputi berbagai informasi
yang diproses oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk. Pengetahuan
produk terdiri atas pengetahuan tentang di mana membeli produk dan kapan
membeli produk. Ketika konsumen memutuskan akan membeli suatu produk,
maka ia akan menentukan dimana ia membeli produk tersebut dan kapan akan
membelinya. Ketika konsumen memutuskan akan membeli suatu produk maka
8
ia akan menentukan di mana ia membeli produk tersebut dan kapan akan
membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk akan
sangat ditentukan oleh pengetahuannya.
Implikasi penting bagi strategi
pemasaran adalah memberikan informasi kepada konsumen dimana konsumen
bisa membeli produk tersebut (Sumarwan, 2002).
Pengetahuan pemakaian
Suatu produk akan memberikan manfaat kepada konsumen jika produk
tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Agar produk tersebut
bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi kepada
konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi
produk tersebut dengan benar. Kesalahan yang dilakukan oleh konsumen dalam
menggunakan produk akan menyebabkan produk tidak berfungsi dengan baik.
Ini akan menyebabkan konsumen kecewa, padahal kesalahan terletak pada diri
konsumen (Sumarwan, 2002).
2.1.2 Pengertian Komunikasi Pemasaran
Kotler (2000) dalam Kusumastuti (2009) mendefinisikan komunikasi
pemasaran sebagai usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik, terutama
konsumen sasaran, mengenai keberadaan suatu produk di pasar. Komunikasi
pemasaran dengan kata lain menggunakan teori komunikasi antar pribadi yaitu
action assembly theory yang dijelaskan John Greene dalam Littlejohn (1999)
sebagai bagaimana kita mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan
yang kita miliki dalam berkomunikasi.
Lazarevic (2007) mengatakan bahwa
komunikasi pemasaran yang memiliki banyak variasi dalam mengorganisasikan
pesan serta menyampaikannya untuk membangun hubungan dengan konsumen.
Komunikasi pemasaran berkontribusi kepada efisiensi dari perusahaan dengan
cara membangun sinergi dan integrasi informasi kepada konsumen. Komunikasi
pemasaran yang digunakan sebaiknya unik dan memiliki ciri tersendiri.
Kotler (2000) dalam Kusumastuti (2009) mengatakan bahwa, konsep
yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut dikenal dengan
bauran promosi yang terdiri atas lima teknik yaitu:
1. Periklanan, dalam hal ini mencakup periklanan di media cetak dan elektronik.
Gambar bergerak, brosur, booklet. Leaflet, audio visual, dan videotape.
9
2. Promosi penjualan, dapat berupa kontes permainan, undian berhadiah,
pameran, kupon, dll.
3. Hubungan masyarakat dan publisitas, yang meliputi kegiatan pidato.
Seminar, laporan tahunan, donasi, amal, sponsorship, majalah perusahaan.
4. Penjualan tatap muka, seperti presentasi penjualan, pertemuan penjualan,
program insentif, dan pameran perdagangan.
5. Pemasaran langsung, seperti katalog, surat, tv shopping, fax mail, e-mail, dll.
Inti dari pemasaran ialah pertukaran, sedikitnya dilakukan oleh dua belah
pihak untuk memperoleh kepuasan.
Komunikasi pemasaran adalah aplikasi
komunikasi yang bertujuan untuk membantu kegiatan pemasaran sebuah
perusahaan. Aplikasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai bentuk media yang
digunakan,
daya
tarik
pesan,
dan
frekuensi
penyajian
Kennedy
dan
Soemanegara (2006) dalam Kusumastuti (2009).
Proses pertukaran komunikasi pemasaran memiliki beberapa peran,
diantaranya
sebagai
berikut
(Kennedy
dan
Soemanegara,
2006
dalam
Kusumastuti, 2009):
1. Memberi informasi dan membuat konsumen menyadari keberadaan produk
yang ditawarkan.
Melalui komunikasi pemasaran konsumen potensial
dibujuk agar berhasrat masuk kedalam hubungan pertukaran.
2. Mengingatkan konsumen, hal ini memiliki arti bahwa komunikasi pemasaran
mengingatkan konsumen tentang keberadaan produk.
Dapat dikatakan
bahwa konsumen diingatkan dengan produk yang sejak dulu telah dikenal
masih tetap ada dan hingga saat ini tetap ada di pasaran. Hal ini sangat
penting bagi kelangsungan perusahaan karena sebuah perusahaan akan
bertahan karena adanya konsumen.
3. Membujuk konsumen dan pelanggan potensial untuk melakukan pembelian,
dalam hal ini pesan-pesan persuasif sangat dibutuhkan.
4. Menunjukkan perbedaan, komunikasi pemasaran dapat membedakan produk
yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya.
Diferensiasi produk terkait dengan product positioning. Dalam diferensiasi
produk, produk yang ditawarkan oleh satu perusahaan memang betul-betul
berbeda secara fisik dan komposisi kandungan produk dengan produk
lainnya.
10
5. Menghantarkan nilai-nilai sosial pada masyarakat.
Berdasarkan konsep
periklanan, suatu iklan akan menarik apabila menampilkan daya tarik
tertentu, sesuai batas-batas nilai moral yang berkembang di masyarakat.
Strategi komunikasi pemasaran bertujuan untuk mencapai tiga tahap
perubahan yang ditujukan bagi konsumen, yang digambarkan oleh Gambar 2:
Tahapan Pencapaian
Tujuan Komunikasi
Awareness Stage
Interest Stage
Loyalty Stage
Gambar 2. Tahapan Pencapaian Tujuan Komunikasi
Sumber: Kusumastuti (2009)
Tahap pertama adalah tahap perubahan pengetahuan. Dalam hal ini,
konsumen mengetahui keberadaan suatu produk, untuk apa diciptakan, dan
ditujukan kepada siapa. Tahap kedua adalah tahap perubahan sikap, dan yang
terakhir adalah tahap perubahan perilaku yang dimaksudkan agar konsumen
tidak berpaling kepada produk lain.
Pesan yang disampaikan akan lebih baik apabila terdapat formula AIDA,
yang dijabarkan sebagai berikut: Attention, pada tahap ini dikatakan sesuatu
yang cukup menarik dan bermanfaat pada khalayak. Pada tahap ini pemberi
pesan mencoba menceritakan sesuatu kepada khalayak tanpa dibesar-besarkan,
atau mengancam. Pada tahap interest, pemberi pesan menjelaskan bagaimana
keterkaitan antara pesan yang kita sampaikan dengan khalayak.
Hal ini
bertujuan agar penerima pesan mengatakan, “ini ide hebat, mungkin inilah yang
saya perlukan”.
Selanjutnya pada tahap desire, pemberi pesan mencoba
meningkatkan keinginan penerima pesan agar bertindak sesuai dengan anjuran.
Tujuannya agar penerima pesan berpikir bahwa ia benar-benar membutuhkan
11
hal yang kita tawarkan. Pada tahap action, menegaskan kepada khalayak cara
melakukan tindakan yang dianjurkan.
Komunikasi Antar Pribadi
Sendjaja (1999) mengatakan bahwa komunikasi antar pribadi dapat
diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antar orang-orang yang saling
berkomunikasi.
Proses dalam hal ini berarti mengacu pada perubahan dan
tindakan yang berlangsung secara terus-menerus.
Komunikasi ini juga
merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan pesan dan
menerima pesan secara timbal balik.
Dipertukarkan dalam komunikasi adalah
makna yang berupa kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang
berkomunikasi
terhadap
pesan-pesan
yang
digunakan
dalam
proses
berkomunikasi.
Pearson dalam Sendjaja (1999) menyebutkan ada enam karakteristik
komunikasi antar pribadi, yaitu:
1. Komunikasi antar pribadi dengan diri sendiri.
Berbagai pengamatan dan
pemahaman berangkat dari diri kita, yang berarti dibatasi oleh siapa diri kita
dan pengalaman kita.
2. Komunikasi antar pribadi yang bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu
kepada
tindakan
pihak-pihak
yang
berkomunikasi
secara
serempak
menyampaikan dan menerima pesan.
3. Komunikasi antar pribadi mencakup aspek-aspek dan isi pesan yang
berhubungan antar pribadi. Komunikasi antar pribadi tidak hanya berkenaan
dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga mencakup siapa partner
komunikasi dan bagaimana hubungan kita dengan partner tersebut.
4. Komunikasi antar pribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihakpihak yang berkomunikasi.
5. Komunikasi antar pribadi melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu
dengan lainnya dalam proses komunikasi.
6. Komunikasi antar pribadi tidak dapat diubah maupun diulang.
Jika kita
melakukan kesalahan maka kesalahan tersebut tidak akan dapat diulang
maupun dihapus.
Memahami komunikasi dan hubungan antar pribadi dari sudut pandang
individu adalah menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses
psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan
12
makna pribadi terhadap semua hubungan dimana ia terlibat. Aspek psikologis
dalam komunikasi antar pribadi menempatkan makna hubungan sosial kedalam
individu, yaitu dalam diri partisipan komunikasi. Hal ini akan terlihat jelas apabila
kita menyertakan rasa memiliki bahwa orang lain atau apapun yang
diasosiasikan dengan kita merupakan milik kita, contoh: istri saya, produk saya,
sesuatu yang diasosiasikan menjadi milik saya. Dapat disimpulkan bahwa kita
mengartikan dan bahkan orang lain dalam pengertian yang berpusat pada diri
kita sendiri, yaitu bagaimana segala sesuatunya berhubungan atau berkaitan
dengan diri kita (Sendjaja,1999).
Howard Gilles dalam Littlejohn (1999) mengungkapkan teori akomodasi,
apabila kita perhatikan dengan seksama diantara dua orang yang sedang
berbicara maka akan tampak salah satunya atau mungkin keduanya akan saling
menyesuaikan.
Baik dalam kecepatan berbicara, intonasi, bahasa tubuh dll.
Menurut penelitian teori ini sangat penting dalam komunikasi, teori ini akan
membawa kita kepada identifikasi sosial. Dapat pula sebagai acuan kita diterima
di suatu grup, karena kebanyakan grup cenderung memiliki banyak kesamaan
diantara orang-orang yang terlibat didalamnya.
Dapat disimpulkan bahwa
komunikasi antar pribadi merupakan proses pertukaran makna diantara orangorang yang berkomunikasi dalam proses yang berkelanjutan. Teori-teori tentang
komunikasi pemasaran dan komunikasi antar pribadi ini kemudian diaplikasikan
dalam proses pemasaran.
Pemasaran menurut Aaker (2004) adalah proses dari perencanaan dan
pemasaran dari sebuah konsep, pemberian harga, promosi, dan pendistribusian
bahan baku, produk serta pelayanan untuk menciptakan kepuasan konsumen
individual dan mencapai tujuan organisasi.
Konsep pemasaran memerlukan
kepuasan pelanggan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kepuasan konsumen
memerlukan kesigapan perusahaan untuk mencari informasi tentang kebutuhan
pelanggan.
Kecerdasan pemasaran adalah strategi didalam penelitian pemasaran,
yang dapat dicapai dengan melakukan hal-hal sebagai berikut (Aaker, 2004):
1. Fokus terhadap informasi dan menggunakan informasi tersebut sebagai
sumber dari strategi berikutnya.
2. Tujuan dalam pemasaran tidak hanya untuk mendapatkan data, tetapi
mendapatkan data untuk membantu membuat keputusan yang tepat.
13
3. Kecerdasan pemasaran memiliki kapasitas untuk menjadi yang utama dalam
berkontribusi terhadap pengembangan bisnis melalui strategi penelitian,
analisis hukum dan resiko, dll.
Aaker (2004), berikut adalah beberapa hal yang mendasari akan
kebutuhan kecerdasan pemasaran:
1. Produsen hanya sedikit melakukan kontak langsung dengan pelanggan.
2. Distributor
hanya
memiliki
sedikit
pengetahuan
tentang
kebutuhan,
kebiasaan, serta perubahan selera pelanggan.
3. Kita harus mengerti dunia kompetisi, tanpa memata-matai secara ilegal.
4. Tujuan utama perusahaan adalah memenuhi target penjualan dan meraih
market share yang telah ditentukan.
5. Manajer perusahaan biasanya meminta rencana untuk memasuki pasar baru
dan menambah kategori produk yang belum banyak dikenal konsumen.
6. Masa depan tidak dapat ditebak, dunia bisnis memerlukan antisipasi
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dunia bisnis minimal lima
sampai sepuluh tahun kedepan.
Keuntungan menerapkan kecerdasan pemasaran (Aaker, 2004):
1. Keputusan Produk, kecerdasan pemasaran membantu dalam mengambil
keputusan dalam produk yang baru dan juga mengoptimalisasi pemasaran
produk sesuai dengan segmen konsumen yang dituju.
2. Segmentasi konsumen, kecerdasan konsumen memberikan kesempatan
bagi perusahaan untuk mempelajari iklan. Dampak sebelum beriklan dan
setelah beriklan.
Didasarkan kepada penelitian, kecerdasan pemasaran
memberikan perusahaan fleksibilitas untuk memilih media periklanan.
Kecerdasan pemasaran juga memberikan perusahaan informasi yang cukup
untuk menyeleksi target konsumen.
3. Harga dan Merek, kecerdasan pemasaran membantu perusahaan dalam
mengambil keputusan terkait dengan pembangunan ekuitas merek, selain itu
kecerdasan pemasaran juga membantu dalam menangkap tren yang sedang
booming saat ini, dan arah perubahan trend tersebut.
4. Stakeholder,
kecerdasan pemasaran membantu semua pihak yaitu
konsumen, distributor dan supplier puas.
5. Estimasi pasar, persaingan kompetitif, dan distribusi. Kecerdasan marketing
juga membantu dalam analisis kuantitatif pasar, analisis kebutuhan pasar,dan
memperkirakan kebutuhan pasar dimasa yang akan datang.
14
Bussiness Intelligence Finance & Accounting Intelligence Marketing Intelligence HR Intelligence Operations Intelligence Marketing Research De8ine Problem & info. needs Look for Existing Data Design Study Collect & Analyze Data Use & Report Data for Decision Making Back-­end Analysis Gambar 3. Bagian – bagian dari Business Intelligence
Sumber: Aaker (2004)
Sehingga pemasaran ialah segala suatu proses dari awal pembentukan
image hingga akhirnya produk tersebut dikenal konsumen dengan image yang
telah dibuat di awal. Sedangkan kecerdasan pemasaran ialah salah satu kiat
untuk memasarkan produk serta memperkenalkannya kepada khalayak. Tetapi
bagaimana apabila yang ingin dikomunikasikan ialah sebuah ide/ gagasan?
Dapatkah kecerdasan pemasaran melakukannya? Untuk itu selanjutnya akan
dibahas mengenai kampanye komunikasi publik.
Kampanye Komunikasi Publik
Rice, Ronald E.
dan William J.
Paisley (1983) mengatakan bahwa
kampanye komunikasi digunakan untuk menginformasikan gagasan seseorang/
kelompok sehingga dapat mempengaruhi khalayak.
Banyak dari kita melihat
15
poster-poster, majalah, iklan televisi atau iklan di bus yang menginformasikan
kampanye-kampanye seperti keluarga berencana, hemat energi, menyelamatkan
hutan kita, mengurangi konsumsi minuman yang mengandung alkohol dan rokok,
dll. Kampanye komunikasi publik bertujuan untuk merepresentasikan tujuan
seseorang untuk mempengaruhi kebiasaan atau pemahaman seseorang melalui
jalur komunikasi.
Rosady (2005) mengatakan bahwa, kampanye merupakan kegiatan
komunikasi yang terencana untuk mencapai tujuan tertentu dan berupaya
mempengaruhi khalayak sebagai target sasarannya. Konsep kampanye ialah
melakukan kegiatan komunikasi secara terencana yang lebih moderat, terbuka,
toleran, dan program yang jelas, persuasive serta dapat diidentifikasikan secara
jelas nara sumbernya (komunikator) dan selalu berkonotasi posiif.
Dapat
disimpulkan bahwa kampanye komunikasi publik ialah usaha untuk merubah
mindset seseorang tentang sebuah ide melalui jalur komunikasi.
Aktivitas komunikasi dalam berkampanye biasanya berkaitan dengan
suatu kepentingan dan tujuan. Charles U. Larson (1992) dalam Rosady (2005)
telah membagi jenis-jenis kampanye kegiatan berdasarkan orientasi tujuannya.
a. Product – Oriented Campaigns
Kegiatan dalam kampanye berorientasi pada produk, dan biasanya dilakukan
dalam kegiatan komersial kampanye promosi pemasaran suatu peluncuran
produk yang baru. Seperti peluncuran provider dan produk.
b. Candidate – Oriented Campaigns
Ekegiatan
kampanye
yang
berorientasi
bagi
calon
kandidat
untuk
kepentingan kampanye politik, seperti kampanye pemilu dalam era reformasi.
c. Idelogical or Cause – Oriented Campaigns
Jenis kampanye ini berorientasi kepada perubahan pandangan sosial, seprti
kegiatan kampanye program Keluarga Berencana Nasional (KBN), sadar
bayar pajak, pelestarian lingkungan alam, dll.
2.1.3 Merek
Asosiasi pemasaran Amerika mendefinisikan merek (brand) dalam Kotler
(2007) sebagai “nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi
dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa
pesaing.
Dapat dikatakan bahwa merek adalah produk atau jasa penambah
dimensi yang dengan cara tertentu mendeferensiasikannya dari produk atau jasa
16
lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama.
Kotler (2007)
mengatakan bahwa merek dapat mengidentifikasi sumber atau pembuat produk
dan memungkinkan konsumen (individual atau organisasi) untuk menetapkan
tanggung jawab pada pembuat atau distributor tertentu. Konsumen menemukan
merek yang mana memuaskan kebutuhan mereka dan mana yang tidak. Ketika
kehidupan konsumen menjadi lebih rumit, sibuk, dan kekurangan waktu,
kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan
mengurangi resiko menjadi tak ternilai.
Cateora (2007) mengatakan bahwa merek global sebagai penggunaan
sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain diseluruh dunia, atau kombinasinya
yang ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang dihasilkan satu
penjual dan untuk membedakan mereka dan kompetitornya. Salah satu dimensi
mutu yang utama adalah bagaimana sebuah produk memenuhi kebutuhan
tertentu dari pembeli dengan baik.
Saat sebuah produk gagal memenuhi
ekspektasi kerja, mutunya yang buruk akan terlihat dengan jelas.
Sebuah
produk yang desainnya melebihi keinginan kegunaan yang diharapkan pembeli
umumnya
ekstranya.
memiliki harga
lebih
tinggi, yang
menggambarkan
kapasitas
Mutu untuk banyak produk dinilai berdasarkan pada pemenuhan
ekspektasi tertentu.
Kotler (2007) strategi merek merupakan segi terpenting dari strategi
produk.
Setiap tokoh pemasaran harus memutuskan barang-barang yang
manakah perlu diberi merek, bagaimana mengatur pemberian merek itu dan cara
bagaimana harus mengelola aneka mereknya.
Kotler (2007) menyebutkan
bahwa merek adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang atau kombinasi dari
dua atau lebih unsur tersebut yang dimaksudkan untuk menandakan barang atau
jasa dari pihak penjual tunggal atau pihak kelompok penjual dan untuk
membedakannya dari barang yang berasal dari pihak pesaingnya.
Kotler (2007) merek juga menunjukkan fungsi-fungsi yang bernilai bagi
perusahaan. Pertama, merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran
produk.
Merek membantu untuk mengorganisasikan catatan inventori dan
catatan akunting. Sebuah merek juga menawarkan perlindungan hukum yang
kuat untuk fitur atau aspek produk yang unik.
Nama merek dapat dilindungi
melalui paten, pengemasan dapat dilindungi melalui hak cipta dan rancangan.
Hak properti intelektual ini memastikan bahwa perusahaan dapat melakukan
investasi secara aman dalam merek dan memperoleh keuntungan dari aset yang
17
bernilai. Merek dapat menandakan satu tingkat mutu tertentu, sehingga pembeli
yang puas dapat lebih mudah memilih produk. Kesetiaan merek memberikan
kemampuan untuk diramal dan keamanan perminataan bagi perusahaan
sekaligus menjadi hambatan bagi perusahaan lain yang ingin memasuki pasar.
Dapat disimpulkan bahwa merek ialah suatu “ciri khas” yang dapat berupa
simbol/ nama dari suatu produk yang dapat membedakan produk tersebut
dengan produk lainnya.
Merek-merek terkuat dunia memiliki 10 atribut yang sama, yaitu (Kotler, 2007):
1. Merek itu unggul dalam menyerahkan manfaat yang benar-benar diinginkan
konsumen.
2. Merek itu selalu relevan
3. Strategi penetapan harga didasarkan pada persepsi konsumen tentang nilai
4. Merek itu diposisikan secara tepat
5. Merek itu konsisten
6. Hirarki dan portofolio merek itu masuk akal
7. Merek itu memanfaatkan dan mengkoordinasikan daftar lengkap kegiatankegiatan pemasaran untuk membangun ekuitas
8. Manajer merek memahami arti merek bagi konsumen
9. Merek itu mendapat dukungan yang kuat dan memadai
10. Perusahaan memantau sumber ekuitas merek
2.1.4 Ekuitas Merek
Kotler (2007) mendefinisikan ekuitas merek sebagai nilai tambah yang
diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen
berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan
profitabilitas yang dimiliki perusahaan.
Ekuitas merek merupakan aset tak
berwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi produk
Ekuitas merek berbasis pelanggan dapat didefinisikan perbedaan dampak dari
pengetahuan merek pada tanggapan konsumen terhadap pemasaran merek itu.
Merek tertentu dikatakan memiliki ekuitas merek berbasis pelanggan yang positif
bila konsumen bereaksi lebih menyenangkan terhadap produk tertentu, dan cara
produk tersebut dipasarkan dan diidentifikasi, dibandingkan dengan ketika merek
itu belum diidentifikasi. Sedangkan Aaker (2004) mendefinisikan ekuitas merek
sebagai kesatuan aset dan keunggulan yang terkait dengan suatu merek yang
dapat memberikan nilai tambah dari suatu produk ataupun terhadap pelayanan
18
yang diberikan suatu perusahaan.
sendirinya,
perusahaan
perlu
Ekuitas merek tidak datang dengan
melakukan
usaha-usaha
tertentu
untuk
membangun ekuitas merek yang kuat. Disimpulkan bahwa ekuitas merek adalah
segala sesuatu yang dapat memberikan nilai tambah bagi produk tersebut
sehingga produk tersebut dapat terlihat lebih unggul dari kompetitornya.
Membangun Ekuitas Merek
Membangun ekuitas merek diperlukan tiga perangkat utama pendorong
ekuitas merek (Kotler, 2007), yaitu: pilihan awal atas unsur-unsur merek atau
identitas membentuk merek, produk dan layanan serta semua aktivitas
pemasaran yang menyertai program pemasaran yang mendukung, dan asosiasi
lain yang secara tidak langsung dialihkan ke merek dengan menautkannya
dengan beberapa entitas lain. Unsur-unsur merek dapat memainkan sejumlah
peran untuk membangun merek. Jika konsumen tidak menguji banyak informasi
dalam mengambil keputusan produk, unsur-unsur merek seharusnya mudah
dikenal dan diingat serta secara inheren bersifat deskriptif dan persuasif. Unsurunsur merek yang mudah diingat akan mengurangi beban komunikasi
pemasaran untuk membangun kesadaran dan menghubungkan asosiasi merek.
Pilihan unsur merek yang cermat dan asosiasi sekunder dapat
memberikan sumbangan penting untuk membangun ekuitas merek, input utama
muncul dari produk atau jasa dalam mendukung kegiatan pemasaran. Merek
tidak hanya dibangun oleh iklan. Pelanggan akhirnya mengenal sebuah merek
melalui kisaran kontak dan titik-titik singgung melalui observasi dan penggunaan
pribadi, omongan mulut, interaksi dengan personel perusahaan, pengalaman
online atau telepon, dan transaksi pembayaran.
Kontak merek dapat
didefinisikan sebagai pengalaman yang membawa informasi apapun yang
dimiliki
pelanggan
terhadap
merek,
kategori
produk,
atau
pasar
yang
berhubungan dengan produk atau jasa pemasar. Pemasar menciptakan kontak
merek dan membangun ekuitas merek melalui banyak jalan, seperti klub dan
komunitas konsumen, pameran dagang, event, sponsor, kunjungan pabrik,
hubungan masyarakat dan siaran pers, serta pemasaran bertujuan sosial.
Blackston (2000) dalam Lazarevic (2007) mengatakan bahwa, hal yang
penting menyangkut ekuitas merek ialah membangun hubungan diantara
konsumen dan merek.
Hal ini memerlukan ikatan mental yang kuat.
Menggunakan selebriti sebagai endorser dapat memfasilitasi hal ini karena
19
endroser dapat mengadirkan kesamaan diantara mereka dengan merek. Tentu
saja selebriti yang dipakai sebagai endorser harus dapat mencerminkan merek
tersebut. Lazarevic (2007) juga mengatakan bahwa dalam membangun ekuitas
merek akan efektif melalui segmentasi produk. Segmentasi penting karena ia
menjelaskan mengapa pasar harus dibagi-bagi berdasarkan klasifikasi tertentu.
Segementasi memberi jalan untuk mengetahui konsumen
mana yang akan
menjadi target mereka. Apabila perusahaan memasuki semua segmen yang ada
untuk meningkatkan ekuitas merek mereka maka akan diperlukan biaya yang
sangat besar.
Oleh karena itu diperlukan segementasi untuk merangkul
konsumen yang tepat.
Kotler (2007) cara terakhir dalam mengangkat ekuitas merek ialah
dengan cara “meminjam”.
Asosiasi merek sendiri bisa dihubungkan dengan
entitas yang dimiliki asosiasi mereka sendiri dan menciptakan asosiasi merek
“sekunder.”
Dengan
kata
lain,
ekuitas
merek
bisa
diciptakan
dengan
menghubungkan merek dan informasi lain dalam memori yang mengandung arti
bagi konsumen. Merek bisa dihubungkan dengan faktor sumber tertentu, seperti
perusahaan, Negara atau wilayah geografis lain, saluran distribusi, dan juga
kepada merek lain, tokoh, pemberian lisensi, juru bicara, acara-acara khusus,
dan melalui pihak ketiga.
Unsur-unsur dalam Ekuitas Merek
Aaker (2004) mengatakan bahwa aset dan keunggulan dalam setiap
ekuitas merek akan berbeda dari suatu konteks ke konteks yang lain, yang dapat
dimasukkan menjadi lima kategori, yaitu:
1. Loyalitas merek (brand loyalty);
2. Kepedulian terhadap merek (brand awareness);
3. Kepedulian akan kualitas (perceived quality);
4. Asosiasi merek (brand association); dan
5. Aset-aset yang lain (other proprietary brand asset)
Merek menarik minat konsumen, merupakan alasan utama dibalik
hubungan yang terjalin antara konsumen dan merek.
Untuk membangun
hubungan ini, conscious effort telah dibentuk untuk menggerakkan produk dari
sekedar dilihat menjadi digunakan, dengan pengalaman positif yang konsisten
dari konsumen loyal menjadi hasil akhirnya.
20
Nilai-Nilai yang diperoleh
konsumen:
•
Interpretasi dan informasi •
Kepercayaan diri dalam membeli •
Kepuasan pemakaian Branf loyalty
Brand
awareness
Ekuitas
Merek
Nama
Simbol
Perceived
quality
NIlai-nilai yang diperoleh
produsen:
•
Efisiensi dan efektivitas pemasaran •
Loyalitas merek •
harga •
perluasan Merek •
Nilai tukar •
Pasar Kompetitif Brand
associations
Other brand
asset
Gambar 4. Unsur-unsur dalam Ekuitas Merek serta Pengaruhnya
Sumber: Aaker (2004)
1.
Brand awareness (kesadaran merek)
Aaker (2004) kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon
konsumen untuk mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari
kategori produk tertentu.
Kesadaran merek ini bukan hanya sekedar
menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek, namun berkaitan pula
dengan mengaitkan dengan asosiasi tertentu yang ada di dalam benak
konsumen. Kesadaran merek dapat dilihat dari puncak pikiran (top of mind),
pengingatan kembali merek (brand recall), pengenalan merek (brand recognition)
dan tidak menyadari merek (brand unaware). Merek yang memiliki top of mind
tinggi akan memiliki nilai merek yang tinggi pula. Jika suatu merek tersimpan
dengan baik dalam benak konsumen, akan mempengaruhi responden dalam
mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut. Tong and Hawley (2009)
mengatakan bahwa brand awareness merupakan komponen penting dari ekuitas
merek.
Hal ini mencerminkan konsumen potensial untuk mengingat kembali
merek tersebut.
Hal ini dapat diraih dengan meningkatkan kualitas dan
21
komitmen, serta membiarkan konsumen menjadi familiar dengan merek kita
serta membantu mereka dalam pembelian.
2. Brand association (asosiasi merek)
Aaker (2004) asosiasi merek ialah segala hal yang berkaitan dengan
ingatan mengenai merek, hal ini menyangkut terhadap kesan-kesan yang
ditimbulkan oleh merek tersebut di benak konsumen.
Kesan-kesan tersebut
akan semakin meningkat dengan semakin seringnya penampakan merek
tersebut dalam bauran produknya. Suatu merek yang kuat akan memiliki posisi
yang menonjol dalam persaingan apabila didukung oleh berbagai asosiasi yang
kuat.
Berbagai asosiasi tersebut maka akan menampilkan image yang kuat
terhadap produk tersebut.
3. Perceived quality (persepsi kualitas merek)
Aaker (2004) persepsi kualitas merek adalah persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan
dengan maksud yang diharapkan. Persepsi kualitas ini tidak dapat ditentukan
secara objektif karena merupakan persepsi dari pelanggan individu. Persepsi
pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap
pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau
jasa.
Perceived quality merupakan inti dalam pembentukan ekuitas merek
berbasis konsumen.
Zeithaml, (1988) dalam Tong and Hawley (2009)
mengatakan bahwa perceived quality ini bukan merupakan kualitas yang
sebenarnya tetapi hal ini merupakan persepsi konsumen secara keseluruhan dari
produk maupun pelayanan yang diberikan.
Kualitas yang baik memberikan
alasan yang baik kepada konsumen untuk membeli merek tersebut dan
memberikan jalan bagi merek tersebut untuk membedakan diri mereka dengan
para kompetitor, memberikan harga yang tinggi, dan memiliki basis yang kuat
untuk perluasan merek.
4. Brand loyalty (loyalitas merek)
Aaker (2004) loyalitas merek merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen
terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek yang
menjadi gagasan sentral dalam pemasaran karena hal ini merupakan suatu
ukuran keterikatan pelanggan terhadap suatu merek. Seorang pelanggan yang
sangat loyal terhadap suatu merek tertentu tidak akan mudah memindahkan
22
pembeliannya ke merek lain.
Sehingga merek tersebut akan terhindar dari
merek produk pesaing apabila telah memiliki pelanggan yang loyal. Tong and
Hawley (2009) mengatakan bahwa brand loyalty merupakan inti dari ekuitas
merek, yang merupakan komponen utama. Konsumen yang loyal akan jarang
untuk mengganti produk merek walaupun harga yang ditawarkan kompetitor
lebih murah. Mereka juga akan selalu membeli lebih daripada konsumen yang
tidak loyal.
5. Other brand asset (aset merek lainnya)
Aaker (2004) aset-aset merek lainnya akan sangat bernilai jika aset-aset
itu menghalangi dan mencegah para kompetitor menggerogoti loyalitas
konsumen. Aset-aset merek lainnya meliputi, paten, sertifikasi, cap dagang, dan
hubungan dengan lembaga lain.
2.1.5 Sertifikasi Halal
Anton Apriantono, Joko Hermanto, dan Nur Wahid dalam buku mereka
yang berjudul “Pedoman Produksi Pangan Halal” (2007) mengatakan bahwa
perusahaan perlu memiliki sebuah komitmen yang kuat untuk menghasilkan
produk halal.
Komitmen perusahaan ini perlu dijabarkan dalam bentuk
kebijaksanaan umum perusahaan.
Memang tidak ada keharusan bagi
perusahaan, baik di dalam negeri (Indonesia) maupun di luar Indonesia untuk
menghasilkan produk-produk yang halal saja.
Negara Indonesia yang
penduduknya heterogen dari segi keyakinan agama ini, keberadaan pangan non
halal untuk kalangan non-muslim tetap dihormati dan diakui keberadaannya.
Namun apabila komitmen perusahaan sudah menghendaki untuk memproduksi
makanan halal, maka ia terikat dengan ketentuan dan peraturan mengenai
kehalalan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Islam. Dapat disimpulkan
bahwa sertifikasi halal ialah sertifikasi yang dapat memberikan jaminan kepada
konsumen bahwa produk yang telah mencantumkan sertifikasi halal pada
kemasannya merupakan produk yang terjamin kehalalannya.
Anton Apriantono et al (2007) kebijakan perusahaan untuk memproduksi
pangan halal menuntut konsekuensi-konsekuensi yang harus dipenuhi. Selain
itu keputusan tersebut juga mengandung sanksi-sanksi yang akan diterima jika
ditemukan adanya penyimpangan dari aturan main yang telah ditentukan,
sebagaimana telah diatur dalam hukum positif di Indonesia. Dalam kebijakan
23
perusahaan inipun masih diberikan kebebasan kepada manajemen perusahaan
untuk memilih apakah komitmen kehalalan itu menyangkut seluruh produk yang
dihasilkan atau hanya sebagian produk saja yang akan diproduksi secara halal.
Kebijakan untuk Hanya Berproduksi Halal
Anton Apriantono et al (2007) sebenarnya kebijakan inilah yang lebih
dikehendaki, karena akan lebih aman bagi konsumen dan lebih sederhana
penanganannya bagi produsen. Dalam kebijakan tersebut berarti perusahaan
hanya akan memproduksi pangan halal saja. Oleh karena itu seluruh bahan
baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang digunakan adalah halal. Oleh
karena itu tidak perlu ada lagi pemisahan bahan baku, pemisahan lini produksi,
pemisahan gudang, pemisahan distribusi dan pemisahan administrasi.
Sistem Jaminan Halal
Anton Apriantono et al (2007) pada dasarnya suatu sistem manajemen
yang diterapkan dalam menjamin sesuatu, apakah itu mutu atau halal, secara
prinsip sama.
Namun, berbeda dengan mutu yang merupakan konsensus
manusia dalam mendefinisikan mutu suatu produk, dalam masalah halal
ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa lalu melalui para ulama dan ilmuwan
ketentuan itu diterjemahkan kedalam kehidupan sehari-hari.
Anton Apriantono et al (2007) dalam menghasilkan produk yang terjamin
kehalalannya, harus ditetapkan Three Zero’s Concept
yaitu zero limit, zero
defect dan zero risk. Hal ini berarti bahan haram tidak boleh terdapat didalam
bahan mentah (zero limit), bahan tambahan dan produk pada semua rangkaian
produksi, termasuk juga tidak boleh ada bahan najis semacam tikus, atau
kotoran
tikus
mengkontaminasi
menghasilkan produk halal.
bahan-bahan
yang
diperlukan
untuk
Dengan demikian, tidak boleh ada sama sekali
produk yang haram yang dihasilkan (zero detect) mengingat resiko besar yang
ditanggung perusahaan apabila ada klaim produknya haram dan ternyata benar.
Jika kedua hal ini diterapkan maka tidak ada resiko (zero risk) buruk yang akan
ditanggung oleh perusahaan.
Sistem jaminan halal terdiri dari lima komponen (Anton Apriantono et al
,2007), yaitu:
1. Standar manajemen halal;
2. Standar audit sistem halal;
3. Haram analysis critical control point;
24
4. Pedoman halal; dan
5. Database halal
Anton Apriantono et al (2007) manajemen halal adalah “usaha-usaha
mengelola semua fungsi dan aktivitas yang diperlukan untuk menentukan dan
mencapai produk halal”. Sistem halal didefinisikan sebagai “struktur organisasi,
tanggung jawab, prosedur, aktivitas kemampuan dan sumberdaya yang secara
keseluruhannya dapat memastikan bahwa produk, proses dan pelayanan yang
dihasilkan dapat memuaskan tujuan yang diinginkan yaitu dihasilkan produk
yang terjamin kehalalannya. Disamping itu, keterlibatan top management juga
ada dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan halal, yang juga
penitng adalah komunikasi anatara koordinator halal dengan lembaga sertifikasi
halal harus lancar.
Standar audit sistem halal paling tidak mencakup kegiatan (Anton
Apriantono et al, 2007):
1. Menentukan kesesuaian unsur-unsur sistem halal dengan kebutuhan yang
telah ditentukan;
2. Menentukan efektivitas implementasi sistem halal dalam memenuhi tujuan
yang ingin dicapai; dan
3. Memverifikasi ketidaksesuaian yang ditemukan pada audit pada periode
sebelumnya telah dilakukan perbaikan sesuai dengan yang telah disepakati.
Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP) pada prinsipnya
mengikuti prinsip pada Harzard Analysis Critical Control Point. Tapi dalam hal
ini, ditujukan pada usaha-usaha pencegahan masuknya bahan haram dan najis
kedalam sistem produksi sedini mungkin. Bahan haram dan najis tidak boleh
kontak dengan produk halal pada seluruh tangkaian produksi dan pada kadar
berapapun.
Anton Apriantono et al (2007) HrACCP dapat didefinisikan titik kritis
dimana bahan haram dapat mengkontaminasi bahan halal yang akan diproduksi.
Ada enam kegiatan dalam penerapan HrACCP yaitu:
a) Mengidentifikasi dan menilai seluruh bahan haram dan najis yang mungkin
ada dalam rangkaian produksi.
b) Menentukan titik kendali kritis (critical control point).
c) Memantapkan prosedur monitoring.
d) Memantapkan tindakan perbaikan.
25
e) Memantapkan sistem pencatatan rekaman.
f)
Memantapkan prosedur verifikasi.
Anton Apriantono et al (2007) pedoman halal sangat diperlukan industri
untuk mengetahui apa saja yang diharamkan, baik secara umum maupun
khusus. Disamping itu diperlukan pula standar bagaimana memproduksi pangan
halal.
Ada beberapa pedoman yang bisa dijadikan acuan seperti yang
dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Codex, dan My Own Meal Inc.
Anton Apriantono et al (2007) disamping itu setiap industri perlu membuat
pedoman halal yang rinci dan spesifik bagi industri tersebut mengingat bahan
baku yang dibutuhkan setiap industri berbeda. Sebagai contoh, industri flabor
akan memerlukan bahan yang sangat banyak sekali dan lebih spesifik
dibandingkan industri kecap, dengan demikian perlu adanya pedoman yang
bukan hanya umum tapi khusus mengenai bahan-bahan yang tidak boleh dan
boleh digunakan dalam industri tersebut. Pedoman sistem jaminan halal disusun
oleh tim pengembangan sistem akreditasi lembaga srtifikasi halal yang dibentuk
oleh badan standardisasi nasional pada tahun 2001.
Anton Apriantono et al (2007) jaminan kehalalan suatu produk pangan
dapat diwujudkan diantaranya dalam bentuk sertifikat halal yang menyertai suatu
produk pangan, yang dengan sertifikat tersebut produsen dapat mencamtumkan
logo halal pada kemasannya.
Sebagai upaya untuk memberikan kepastian
mengenai kehalalan produk pangan maka pada perjalanannya Lembaga
pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI)
mulai melakukan kegiatan sertifikasi halal bagi produk pangan pada tahun 1994.
Ternyata hal ini menemui beberapa kendala seperti pihak pemerintah melalui
(Departemen Kesehatan) Depkes dan Departemen Agama (Depag) merasa
berwenang dalam pengawasan pengaturan produk pangan dan kaitannya
dengan halal sekalipun, merasa pula berhak dalam menentukan kehalalan suatu
produk.
Melalui berbagai pertemuan dan pembahasan maka tercapailah titik
temu dimana masalah sertifikasi halal akan ditangani oleh tiga lembaga yaitu,
MUI, Depkes dan Depag. Ketiga lembaga tersebut menandatangani SKB (surat
keputusan bersama) yang dilakukan pada tahun 1996.
Dengan bantuan
kementrian negara urusan pangan maka lahirlah Undang-Undang Pangan pada
tahun 1996 dimana masalah halal juga diperhatikan walaupun sangat
disayangkan masih bersifat ambiguous (akan didiskusikan lebih lanjut). Melalui
perjuangan yang panjang yang dimotori oleh YLKI lahir pula Undang-Undang
26
Perlindungan Konsumen yang mulai berlaku tahun 2000 dimana masalah label
halal tercakup dalam UU ini.
Sebelumnya lahir pula Peraturan Pemerintah
tentang Label dan Iklan Pangan pada tahun 1999 dimana label halal juga diatur
dalam peraturan tersebut.
Anton Apriantono et al (2007) seperti tercantum pada PP No.69 tentang
label dan Iklan Pangan, Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standardisasi
Nasional (BSN) merupakan lembaga yang melakukan akreditasi terhadap
lembaga pemeriksa yang akan memeriksa kebenaran pernyataan halal yang
akan dicantumkan pada label suatu produk pangan. Dengan dasar inilah BSN
membentuk suatu tim Pengembangan Akreditasi Lembaga Sertifikasi Halal pada
tahun 2001. Tim ini beranggotakan personil yang mewakili lembaga pemerintah
(Deptan, Badan POM, Deperindag, Depag), asosiasi industri pangan, konsumen
(YLKI dan Yayasan Lembaga Konsumen Muslim), perguruan tinggi, LPPOM MUI
dan BSN sendiri.
Landasan hukum
Berikut merupakan landasan hukum di Indonesia tentang sertifikasi halal,
beserta penjelasannya.
1. UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan
Didalam UU ini beberapa pasal berkaitan dengan masalah kehalalan produk
pangan, yaitu Bab Label dan Iklan Pangan pasal 30, 34, dan 35.
Bunyi
pasal dan penjelasan pasal tersebut adalah:
Pasal 30
1) setiap orang yang memproduksi atau memasukkan kedalam wilayah
Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan
label pada, didalam, dan atau di kemasan pangan.
2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya
mengenai:
a) Nama produk;
b) Daftar bahan yang digunakan;
c) Berat bersih atau isi bersih;
d) Nama dan alamat pihak yang memproduksi;
e) Keterangan tentang halal; dan
f)
Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa
27
Penjelasan pasal 30 ayat 2 (e): keterangan halal untuk suatu produk
pangan sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk
agama Islam. Namun, pencantumannya pada label pangan baru merupakan
kewajiban apabila setiap orang yang memproduksi pangan dan atau
memasukkan
pangan
ke
wilayah
Indonesia
untuk
diperdagangkan
menyatakan bahwa pangan yang bersangkutan adalah halal bagi umat
Islam.
Adapun keterangan tentang halal dimaksudkan agar masyarakat
terhindar dari mengkonsumsi pangan yang haram. Dengan pencantuman
label halal pada label pangan, dianggap telah terjadi pernyataan yang
dimaksud
dan
setiap
orang
yang
membuat
pernyataan
tersebut
bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan tersebut.
Pasal 34
1) Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang
diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercataan
tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan
persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.
Penjelasan: dalam ketentuan ini, benar atau tidaknya suatu pernyataan
halal dalam label atau iklan pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi
bahan baku pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya.
2. Kepmenkes No. 924/Menkes/SK/VIII/ tahun1996 tentang Perubahan aras
Kepmenkes
No.82/Menkes/SK/I/
tahun1996
tentang
Pencantuman
Tulisan “halal” pada Label Makanan
Kepmenkes ini memuat perubahan penting Kepmenkes sebelumnya,
kelihatannya perubahan ini sebagai konsekuensi adanya SKB tiga lembaga
yaitu Depag, Depkes, dan MUI. Pasal-pasal yang berubah dan sekaligus
relevan dengan masalah sertifikasi halal adalah sebagai berikut:
Pasal 8
Produsen atau importir yang akan mengajukan permohonan pencantuman
tulisan “halal” wajib siap diperiksa oleh petugas Tim Gabungan dari Majelis
Ulama Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal.
28
Pasal 10
(1) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 8 dan hasil pengujian
laboratorium sebagaimana dimaksud Pasal 9 dilakukan evaluasi oleh Tim
Ahli Majelis Ulama Indonesia.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada Komisi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia untuk memperoleh Fatwa.
(3) Fatwa MUI sebagaimana dimaksud ayat (2) berupa pemberian sertifikat halal
bagi yang memenuhi syarat atau berupa penolakan.
Pasal 11
Persetujuan pencantuman tulisan “Halal” diberikan berdasarkan fatwa dari
Komisi Fatwa MUI.
Pasal 12
(1) Berdasarkan Fatwa dari MUI, Direktur Jenderal memberikan:
a. Persetujuan bagi yang memperoleh sertifikat “Halal”
b. Penolakan bagi yang tidak memperoleh sertifikat “Halal”
(2) Penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diberikan secara
tertulis kepada pemohon disertai alasan.
Sukmawati
(2006)
mengatakan
bahwa
perusahaan
yang
ingin
menyatakan bahwa produknya halal harus mendapatkan sertifikasi halal yang
dikeluarkan oleh LPPOM MUI. Menurut LPPOM MUI yang dimaksud dengan
produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syariat
islam, yaitu:
1. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi;
2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan, seperti bahan-bahan
yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran, dan lain sebagainya;
3. Semua bahan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut syari’at
Islam;
4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat
pengelolaan dan transportasinya tidak boleh digunakan babi. Jika pernah
digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu
harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syari’at islam; dan
5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.
29
Hubungan Konsumen dengan Tingkat Kepentingan Sertifikasi Halal
Prasetio (2006) dalam skripsinya yang berjudul “analisis konsumen
biskuit terhadap tingkat kepentingan label halal (kajian eksplorasi terhadap
masyarakat perkotaan)” mengatakan bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa
responden biskuit di kecamatan kebayoran lama sebagaian besar masih
mempunyai tingkat apresiasi yang rendah terhadap label halal.
Dari 100
responden hanya terdapat 17 individu yang sering memperhatikan label halal.
Sebanyak 44 orang tidak pernah memperhatikan label halal dan 37 orang
memperhatikan label halal kadang-kadang.
Prasetio (2006) kasus dari produk biskuit, terdapat beberapa alasan yang
menyebabkan kepedulian responden rendah terhadap label halal. Produk biskuit
merupakan jenis pangan olahan yang tidak langsung berhubungan dengan
bahan-bahan yang dipahami oleh responden sebagai makanan yang haram. Hal
ini berbeda dengan jenis produk yang mempunyai kedekatan pada sesuatu yang
jelas keharamannya seperi daging babi. Konsumen daging secara umum lebih
hati-hati dalam melakukan proses pembelian, mereka telah mempunyai
pengetahuan tentang haramnya daging babi.
Beberapa kasus tentang
beredarnya daging babi di masyarakat juga menambah tingkat kehati-hatian dari
konsumen daging.
Lemahnya pengetahuan konsumen terhadap bahan baku
penyebab haramnya biskuit, berdampak pada tingkat apresiasi terhadap label
halal yang rendah.
Selain faktor tersebut, pada produk biskuit belum terjadi
kasus seperti Ajinomoto yang sempat menyita perhatian media massa.
Pemberitahuan media massa tentang pangan yang haram sangat berpengaruh
terhadap masyarakat.
Amat disayangkan pemberitaan yang dilakukan hanya
dilakukan oleh media massa hanya bersifat temporer.
Merebaknya kasus
ajinomoto, membuat konsumen MSG akan lebih hati-hati dalam memperhatikan
label halal setelah mengetahui bahwa produk tersebut ada kemungkinan haram.
Prasetio (2006) dilihat dari sisi produsen biskuit, pihak ini juga memberi
andil dalam mempengaruhi tingkat kesadaran konsumen.
Banyak produsen
biskuit yang sudah mempunyai sertifikat halal tidak memaksimalkan atribut
tersebut dalam iklan di media massa. Mereka kurang menganggap pasar yang
mayoritas muslim dengan menggunakan pendekatan-pendekatan emosional
keagamaan.
Mereka juga kurang berani mengatakan bahwa biskuit yang
berlabel halal lebih terjamin kualitasnya dari biskuit yang tidak berlabel halal.
30
Iklan biskuit dengan menggunakan simbol emosional keagamaan hanya
dilakukan pada momen-momen tertentu seperti lebaran.
Prasetio (2006) disamping itu, kenyataan dilapangan menunjukkan
bahwa produsen biskuit berskala besar banyak yang tidak memiliki sertifikasi
halal. Produk yang tidak bersifat halal juga mempunyai kemasan, harga, dan
rasa yang tidak kalah menarik dengan produk-produk yang berlabel halal.
Produk tersebut umumnya sudah mempunyai merek yang tidak asing di benak
masyarakat.
Produk dari Khong Guan, Nissin, Monde, Regal dan beberapa
lainnya merupakan contoh produk yang belum memiliki label halal.
Prasetio (2006) belum terdapat kesepakatan tentang sistem jaminan halal
merupakan salah satu penyebab produk pangan tidak hanya biskuit, yang belum
mempunyai sertifikasi halal. Tidak adanya niat baik dari berbagai pihak yang
berkepentingan dengan label halal, akan menimbulkan benturan kepentingan
yang saling tumpang tindih.
Hal ini sangat terlihat pada kasus pengunaan
strikerisasi untuk sertifikat halal beberapa tahun lalu. Terjadi tarik ulur berbagai
kepentingan baik dari pemetintah, pengusaha, dan LPPOM MUI.
Pada level
masyarakat juga terjadi pro dan kontra antara pihak yang mendukung dan
menentang kebijakan tersebut.
Pihak pengusaha menilai pemberlakuan
labelisasi pada produk halal akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi, sehingga
laba mereka berkurang. Opini miring juga di alamatkan kepada LPPOM MUI
yang dituduh memiliki tujuan ekonomi dibalik kebijakan ini. Kondisi di atas tidak
akan terjadi apabila masing-masing pihak memiliki pemahaman yang sama
tentang sistem penjaminan halal yang ada sekarang.
Sukmawati (2006) mengatakan bahwa dari hasil survei diketahui bahwa
jumlah responden yang mengetahui mengenai label halal pada produk
konsumen adalah 56 persen. Sebanyak 24 persen menyatakan bahwa mereka
mengetahui mengenai komposisi bahan baku kosmetik yang menyebabkan
kosmetik tersebut tidak halal.
Sedangkan 77 persen menyatakan tidak tahu
bahwa produk Wardah memiliki label halal.
Secara umum dapat dikatakan
bahwa pemahaman dan kepedulian konsumen terhadap produk kosmetik label
halal masih rendah.
konsumen
kosmetik
Penyebab rendahnya pemahaman dan kepedulian
terhadap
berlabel
halal
dapat
bermacam-macam
diantaranya kurangnya pembelajaran untuk konsumen dari pihak produsen
maupun LPPOM MUI.
Produsen dapat memberikan pengetahuan mengenai
label halal pada produknya melalui iklan ataupun brosur. Sedangkan LPPOM
31
MUI dapat memberikan pembelajaran melalui surat kabar atau sejenisnya.
Kekurangpahaman konsumen juga diakibatkan oleh penulisan komposisi bahan
pembuat kosmetik yang terkadang hanya ditulis dalam bahasa asing.
Sukmawati (2006) konsumen umumnya hanya memperhatikan kehalalan
produk pangan, padahal produk kosmetikpun perlu diperhatikan kehalalannya.
Kosmetik dapat menjadi tidak halal jika bahan-bahan pembuatannya berasal dari
bahan yang tidak halal. Pengetahuan konsumen kosmetik mengenai label halal
pada produk kosmetik masih kurang, ditunjukkan oleh sedikitnya konsumen yang
mengetahui komposisi kosmetik yang nantinya membuat kosmetik tersebut
menjadi tidak halal. Label halal tidak menjadi faktor penting dalam pembelian
maupun perpindahan produk kosmetik, karena dinilai yang terpenting adalah
kecocokan produk.
2.2 Kerangka Pemikiran
Pengetahuan terhadap
Sertifikasi Halal
• Lembaga • Masa Berlaku • Luas cakupan Sertifikasi Halal
•
•
•
•
•
Karakteristik
Responden
Pendidikan Pendapatan Usia Jenis kelamin Agama Kepedulian terhadap Sertifikasi Halal
• Peran dalam menjaga kualitas • Peran dalam menjaga kehalalan • Peran dalam menjaga kelayakan Ekuitas Merek:
Brand Association
Brand Loyalty
Gambar 5. Kerangka Pemikiran
Sosialisasi sertifikasi Halal yang dilakukan oleh LPPOM MUI akan
mencapai
individunya.
responden
yang
memiliki
karakteristik
beragam
pada
setiap
Karakteristik tersebut kemudian akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan, kepedulian, serta ekuitas merek responden akan sertifikasi halal.
32
2.2.1 Hipotesis Penelitian
1.
Diduga
terdapat
hubungan
antara
karakteristik
dengan
tingkat
pengetahuan, tingkat kepedulian, dan tingkat ekuitas merek yang diberikan
responden terhadap produk pangan bersertifikasi halal.
2.
Diduga terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian,
dan ekuitas merek suatu produk pangan bersertifikasi halal.
2.2.2 Definisi Operasional
1.
Jenis kelamin: sifat fisik responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu
identitas yang dimiliki responden. Diukur dengan skala nominal (1) laki-laki
dan (0) perempuan.
2.
Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan sekolah tertinggi yang pernah
diikuti oleh responden, diukur dengan skala ordinal: (1) Rendah, jika
tamat/tidak tamat SD dan sederajat, (2) Sedang, jika sedang menempuh
pendidikan/tamat SMP dan SMA sederajat dan (3) Tinggi, jika sedang
menempuh/ tamat pendidikan di perguruan tinggi.
3.
Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan seseorang per bulan.
Apabila mahasiswa/pelajar maka dibatasi dengan uang saku yang
diperoleh dalam 1 (satu) bulan. Pengukuran tingkat pendapatan dengan
skala ordinal:
4.
Rendah
: < Rp 1.000.000, 00/bulan
Sedang
: Rp 1.000.000, 00 – Rp 3.000.000, 00/bulan
Tinggi
: > Rp 3.000.000, 00/bulan
Usia, dalam hal ini merupakan umur responden pada saat mengisi
kuesioner. Digolongkan menjadi tiga yaitu: (1) muda (16- 33 tahun), (2)
dewasa (34-51 tahun), dan (3) tua (51 tahun keatas).
5.
Tingkat pengetahuan terhadap sertifikasi halal ialah pengetahuan yang
dimiliki oleh responden seputar sertifikasi halal.
Pengetahuan ini
mencakup segala hal tentang LPPOM MUI dan ciri-ciri sertifikasi halal. Hal
ini akan diukur dengan skala ordinal (1) rendah (skor 0-4), (2) sedang (skor
5-8), (3) tinggi (9-12).
6.
Tingkat kepedulian terhadap sertifikasi halal dalam ialah kepedulian
responden terhadap peran sertifikasi halal terhadap kualitas, status
kehalalan, dan kelayakan suatu produk pangan. Tingkat kepedulian dalam
33
hal ini akan diukur dengan skala ordinal (1) rendah (skor 15-30), (2) sedang
(skor 31-45) dan (3) tinggi (skor 46-60).
7.
Tingkat ekuitas merek ialah segala bentuk nilai tambah yang diberikan
kepada produk atau jasa. Hal ini mengacu pada persepsi konsumen akan
produk bersertifikasi halal, dan loyalitas konsumen terhadap produk
bersertifikasi halal. Diukur melalui skala ordinal (1) rendah (skor 10-20), (2)
sedang (skor 21-30), dan (3) tinggi (31-40).
2.2.3 Definisi Konseptual
1.
Sertifikasi halal ialah sertifikasi yang dikeluarkan LPPOM MUI beserta
BPPOM untuk menjamin kehalalan suatu produk.
2.
Agama dalam hal ini digolongkan menjadi lima sesuai dengan yang diakui
oleh Indonesia yaitu, Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Buddha.
BAB III
METODE PENELITIAN
a. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk explanatory research yang yang bertujuan untuk
menjelaskan hubungan kausal atau pengujian hipotesa (Singarimbun dan Sofian
Effendi, 1989).
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, untuk
mendapatkan data dan informasi mengenai karakteristik responden, tingkat
pengetahuan tingkat kepedulian, dan tingkat ekuitas merek. Hal ini disebabkan
karena penelitian ini memerlukan data-data yang digunakan untuk mengukur
suatu hubungan antar variabel. Penelitian ini ditunjang dengan kuesioner dan
data kualitatif.
b. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor
Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Penelitian dilakukan selama ± satu
bulan untuk mendapatkan data yang akurat pada bulan Juni. Lokasi ini dipilih
secara purposive yaitu pengambilan sampel dengan cara ditentukan/ tidak
melalui cara acak.
Lokasi ini dipilih karena berada di perbatasan antara
lingkungan kota dan desa sehingga menarik untuk diteliti.
c. Teknik Pengumpulan Data
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner.
empat
bagian,
yaitu
data
dan
karakteristik
Kuesioner dibagi menjadi
pribadi
responden,
tingkat
pengetahuan responden mengenai sertifikasi halal, tingkat kepedulian konsumen
terhadap peran label sertifikasi halal dalam suatu produk pangan, dan tingkat
ekuitas merek (nilai tambah) yang diberikan konsumen mengenai sebuah merek
produk pangan yang bersertifikasi halal.
Selain itu, data primer juga diperoleh dengan melakukan wawancara
dengan pihak responden dan informan yang berasal dari LPPOM MUI. Data
sekunder diperoleh melalui LPPOM MUI terkait dengan kegiatan sosialisasi
sertifikasi halal.
Selain itu data sekunder juga diperoleh melalui Kantor
Kelurahan Balumbang Jaya terkait dengan data-data mengenai penduduk dan
kondisi lingkungan Kelurahan Balumbang Jaya.
35
Teknik Penentuan Responden
Metode
penentuan
responden
yang
digunakan
adalah
Incidental
Sampling, lebih tepatnya purposive yaitu pengambilan sampel yang bersifat tidak
acak, dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu
(Singarimbun dan Sofian Effendi, 1987).
Populasi penelitan merupakan
masyarakat umum dari berbagai latar belakang.
Responden ditentukan
sebanyak 100 orang menggunakan Rumus Slovin sebagai berikut:
N
n=
1 + N (e2)
keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi, dalam hal ini populasi di Kelurahan Balumbang Jaya
(11.171 orang)
e = Nilai kritis (batas ketelitian), dalam hal ini peneliti mengambil nilai kritis
10 persen
Dari hasil perhitungan maka didapat n = 99,11. responden, hasil tersebut
dibulatkan ke atas sehingga didapat n = 100 responden.
Sedangkan informan yang peneliti gunakan ialah dari pihak LPPOM MUI
yaitu Bapak Jamal.
3.4 Teknik Analisis Data
Digunakan dua buah analisis hubungan dalam pengolahan data. Analisis
uji Korelasi Crosstab chi-square dan analisis uji Korelasi Rank Spearmann.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software komputer Excel 2008
for mac dan SPSS 16 for mac.
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN LPPOM MUI
4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya
Kelurahan Balumbang Jaya terletak di Kecamatan Bogor Barat,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Kelurahan ini dapat digolongkan
menjadi pedesaan. Adapun batas wilayahnya tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Batas Wilayah Kelurahan Balumbang Jaya (2009)
Batas
Desa/ Kelurahan
Kecamatan
Sebelah Utara
Kelurahan Situ Gede
Bogor Barat
Sebelah Selatan
Kelurahan Marga Jaya
Bogor Barat
Sebelah Timur
Desa Babakan
Bogor Barat
Sebelah Barat
Kelurahan Bubulak
Bogor Barat
Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya
Penggunaan lahan di Kelurahan Balumbang Jaya cenderung beragam,
hal ini dikarenakan kondisi lahan di Balumbang Jaya memiliki jenis yang
beragam. Rinciannya penggunaan lahan tersaji dalam Tabel 2.
Tabel 2. Penggunaan Lahan (2009)
Penggunaan
Luas (Ha atau m2)
Pemukiman
82.273 Ha
Persawahan
18.596 Ha
Pemakaman
3 Ha
Sawah Irigasi Teknis
Perkantoran Pemerintah
16 Ha
0,250 Ha
Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya
Penduduk Kelurahan Balumbang Jaya lebih banyak didominasi oleh lakilaki, walaupun jumlahnya tidak jauh berbeda dengan kaum wanita. Selain itu
penduduk Balumbang Jaya memiliki tingkat keberagaman umur yang tinggi.
Perinciannya terdapat pada Tabel 3.
37
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kategori Usia (2009)
Usia
Laki-laki (orang)
Perempuan (orang)
0-4 tahun
328
323
5-9 tahun
485
495
10-14 tahun
543
485
15-19 tahun
503
450
20-24 tahun
98
96
25-29 tahun
711
609
30-34 tahun
699
583
35-39 tahun
534
461
40-44 tahun
441
372
45-49 tahun
304
266
50-54 tahun
256
244
55-59 tahun
183
157
60 +
348
390
5.832
5.339
Total
Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya
Tingkat kerukunan umat beragama di Kelurahan Balumbang Jaya sampai
saat ini berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dengan tidak adanya pertikaian
antar umat beragama. Perinciannya penganut Agama warga Balumbang Jaya
terlampir pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Penganut Agama (2009)
Agama
Laki-laki (orang)
Islam
Perempuan (orang)
5.765
5.291
Kristen
40
34
Katholik
23
13
Hindu
2
-
Buddha
-
1
Konghucu
-
-
2
-
Kepercayaan
kepada
Tuhan YME
Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya
Tingkat perekonomian masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya cukup
baik, hal ini didasarkan pada tingkat produktifitas dari masyarakat yang telah
38
berpenghasilan tetap.
Jenis pekerjaan yang ditekuni masyarakat Kelurahan
Balumbang Jaya antara lain Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pedagang, Nelayan,
Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri (Polisi Republik Indonesia), dan
karyawan swasta. Seperti ditunjukkan oleh Tabel 5.
Tabel 5. Mata Pencaharian Pokok Warga Kelurahan Balumbang Jaya (2009)
Jenis Pekerjaan
Laki-laki (orang)
Perempuan (orang)
Pegawai Negeri Sipil
127
38
Pedagang Keliling
145
13
9
-
TNI
15
-
Polri
3
1
42
14
733
166
Montir
Pensiunan PNS/ TNI/ Polri
Karyawan swasta
Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya
Kelurahan dengan curah hujan 2500 mm ini memiliki beberapa sarana
penunjang pendidikan. Sarana pendidikan ini antara lain Taman Kanak-Kanak
(TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Fasilitas ini
didukung dengan keberadaan tenaga pengajar yang mumpuni, dengan perincian
seperti dalam Tabel 6.
Tabel 6. Sarana Penunjang Pendidikan (2009)
Sarana
Jumlah (unit)
Jumlah Tenaga
Pengajar (orang)
Taman Kanak-Kanak
1
15
Sekolah Dasar
3
24
Sekolah Menengah Pertama
1
17
Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya
Tingkat kesehatan di Kelurahan Balumbang Jaya belum cukup baik,
tercatat terdapat 22 Balita dengan gizi buruk. Fasilitas kesehatan yang terdapat
di Kelurahan ini antara lain posyandu, dasawisma dan, Keluarga Berencana (KB)
keliling, dengan perincian dalam Tabel 7.
39
Tabel 7. Fasilitas Kesehatan (2009)
Fasilitas
Posyandu
Dasawisma
Keluarga Berencana (KB)
keliling
Jumlah (unit)
12
1
1
Jumlah (orang)
60
56
-
Pembina (orang)
1
1
1
Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya
Jarak Kelurahan Balumbang Jaya dengan pusat Kota Bogor sejauh 12
Km. Jarak ini dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan
umum selama 1 jam. Bila ditempuh dari Terminal Bogor Kelurahan Balumbang
Jaya dapat diakses menggunakan angkutan umum jurusan Laladon, kemudian
dilanjutkan dengan menggunakan angkutan Umum jurusan Kampus Dalam, dari
pertigaan BBS perjalanan dapat dilanjutkan dengan ojek motor atau berjalan kaki
hingga ke Kelurahan Balumbang Jaya.
4.2 Gambaran Umum LPPOM MUI2
4.2.1 Sejarah LPPOM MUI
Masalah halal dan haram bagi umat Islam adalah sesuatu yang sangat
penting, yang menjadi bagian dari keimanan dan ketaqwaan. Perintah untuk
mengkonsumsi yang halal dan larangan menggunakan yang haram sangat jelas
dalam tuntunan agama Islam. Oleh karena itu tuntutan terhadap produk halal
juga semakin gencar disuarakan konsumen muslim, baik di Indonesia maupun di
negara-negara lain.
Terkait sejarah perkembangan kehalalan di Indonesia, ada beberapa
kasus yang berkaitan dengan masalah tersebut.
pada tahun 1988.
Misalnya kasus lemak babi
Isu yang berawal dari kajian Dr.
Ir.
Tri Susanto dari
Universitas Brawijaya Malang ini kemudian berkembang menjadi isu nasional
yang berdampak kepada perekonomian nasional.
Menyadari tanggung
jawabnya untuk melindungi masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia
mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM
MUI).
Lembaga ini didirikan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan
ketenteraman batin umat, terutama dalam mengkonsumsi pangan, obat dan
kosmetika.
2
halalmui.org
40
LPPOM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 dan telah memberikan
peranannya
dalam
menjaga
kehalalan
produk-produk
yang
beredar
di
masyarakat.
Pada awal-awal tahun kelahirannya, LPPOM MUI berulang kali
mengadakan seminar, diskusi–diskusi dengan para pakar, termasuk pakar ilmu
Syari’ah,
dan
muzakarah.
kunjungan–kunjungan
yang
bersifat
studi
banding
serta
Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam menentukan
standar kehalalan dan prosedur pemeriksaan, sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Pada awal tahun 1994, barulah LPPOM
MUI mengeluarkan sertifikat halal pertama yang sangat didambakan oleh
konsumen maupun produsen, dan sekarang dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.
LPPOM MUI telah mengalami tiga periode kepengurusan.
pertama dipimpin oleh Dr.
Ir.
M.
Periode
Amin Aziz yang memegang tampuk
kepemimpinan LPPOM MUI sejak berdiri tahun 1989 hingga tahun 1993.
Periode kedua adalah kepengurusan di bawah pimpinan Prof.
Dr.
Aisjah
Girindra, yang memegang amanah dari tahun 1993 hingga tahun 2006. Periode
kepengurusan 2006-2011 dipegang olah Dr. Ir. HM. Nadratuzzaman Hosen.
Namun pada Oktober 2009 terjadi pergantian kepengurusan, yakni dengan
adanya Pengurus Antar Waktu (PAW). Dalam keputusan tersebut Ir. Lukmanul
Hakim MSi dipercaya untuk memegang amanah sebagai pimpinan LPPOM MUI.
4.2.2 Program LPPOM MUI
Saat ini LPPOM MUI sedang gencar dalam mensosialisasikan sertifikasi
halal. Baik yang bertaraf nasional maupun internasional, seperti Halal Expo,
Halal Forum and Halal Assurance System Training - Indonesia 2010 yang
dihelat di Jakara Convention Center (JCC) pada Bulan Juli 2010. Acara tersebut
berupa Expo dan pelatihan-pelatihan. Masih di Bulan Juli dan JCC diadakan
pula The First Indonesia International Halal Bussines and Food Expo
(IHBF), yang bertema “New Paradigm of International Halal Product 2010”.
Rangkaian tersebut disambung dengan Global Halal Forum dan International
Training on Halal Assurance System, semua kegiatan tersebut bertujuan untuk
mensosialisasikan sertifikasi halal pada level internasional. Perhatikan Tabel 8!
41
Tabel 8. Media yang digunakan LPPOM MUI
No.
1
Jenis Media
Majalah (Jurnal
Halal)
2
Website
(halalmui.org)
3
Televisi (Halal is
My Life)
4
Tatap Muka
(sosialisasi
kepada UKM)
5
Tatap Muka (Halal
Goes to School)
6
Tatap Muka
(Pelatihan dasar
sistem jaminan
halal)
Tujuan
Memberikan informasi tentang
produk halal dan
perkembangannya
Memberikan informasi dan
pengetahuan seputar
kehalalan, dan
menginformasikan kegiatan
sosialisasi MUI
Memberikan informasi kepada
khalayak tentang sertifikasi
halal. tayangan ini berbentuk
kuis yang akan diikuti oleh
sisa-siswi SLTP
Memberikan pengetahuan
betapa pentingnya sertifikasi
halal saat ini dan tata cara
untuk memberi sertifikat halal
pada produk mereka
Memberikan informasi dan
pengetahuan kepada anak
usia sekolah tentang pentingya
sertifikasi halal, serta
membiasakan mereka untuk
mengonsumsi produk
bersertifikasi halal.
Memberikan informasi terkait
dengan sertifikasi halal kepada
masyarakat dan memberikan
pelatihan kepada pelaku
usaha.
Jangkauan Wilayah
Perkotaan
Seluruh dunia
Seluruh Indonesia
Seluruh Indonesia di
bawah pengawasan
LPPOM MUI di daerah
masing-masing
Bogor
Lokal, dibawah
pengawasa LPPOM
MUI daerah masingmasing
Sumber: LPPOM MUI
LPPOM MUI mengadakan sebuah kegiatan di sebuah desa di Kabupaten
Bogor,
tepatnya
Tanjungsari.
di
Kampung
Bekerjasama
Cibuyutan,
dengan
Desa
Universitas
Sukarasa,
Djuanda,
Kecamatan
Bogor
pun
menyambangi lokasi desa ini yang hanya bisa ditempuh dengan motor atau
berjalan kaki, 40 km dari desa terdekat. Demi memberikan sedikit penghiburan
dan sosialisasi makanan halal dan bergizi. Kegiatan ini merupakan salah satu
program sosialisasi LPPOM MUI yaitu Halal Goes to School. Melalui program
ini, LPPOM MUI hendak memperkenalkan dan mensosialisasikan makanan halal
sejak dini atau di bangku sekolah agar dapat bijak memilih hanya makanan yang
halal. Lia Amalia, ketua bidang Sosialisasi LPPOM MUI mengatakan bahwa
“Tentu saja tidak hanya sekolah-sekolah yang berada di
perkotaan, segala level sekolah walau di daerah yang sangat
terpencil sekalipun tetap akan kita datangi. Karena halal bukan
hanya milik orang berpunya tapi juga mereka yang tidak memiliki
banyak pilihan makanan untuk dimakan.
42
Selain itu LPPOM MUI turut mensosialisasikan sertifikasi halal melalui
media komunikasi lainnya. Saat ini MUI telah memiliki majalah tersendiri tentang
daftar produk halal dan info-info yang bermanfaat bagi konsumen.
Majalah
tersebut dapat dijumpai di pusat-pusat perbelanjaan maupun di toko buku di kota
besar. Majalah yang dinamakan Jurnal Halal LPPOM MUI ini berisi tentang isuisu yang berkembang di dunia pangan terkait dengan status kehalalannya,
agenda kegiatan sosialisasi LPPOM MUI, daftar belanja produk halal, info-info
produk halal, info kesehatan, dan resep-resep makanan halal.
Melalui
televisi
LPPOM
MUI
menaruh
perhatian
besar
dengan
mengadakan program interaktif yang bertujuan untuk melayani masyarakat yang
haus akan informasi tentang sertifikasi halal. Program yang dinamakan Halal is
My Life ini berupa kuis interaktif yang diikuti oleh pelajar SLTP se-Jakarta, dalam
kuis ini peserta akan beradu kreatifitas serta pengetahuan tentang makanan
halal.
Program televisi ini diadakan karena masih minimnya kesadaran para
pelajar untuk mengonsumsi pangan halal.
Program sosialisasi sertifikasi halal merupakan program yang bertujuan
untuk memberikan pengarahan-pengarahan kepada produsen pangan untuk
mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM MUI.
Program ini tidak hanya
diadakan di LPPOM MUI pusat, tetapi program ini dapat dilakukan oleh cabangcabang LPPOM MUI daerah. Seperti yang dilakukan LPPOM MUI Yogyakarta,
Sleman, dan Kalimantan Timur (Kaltim). Program sosialisasi ini biasanya rutin
dilakukan hingga lima sampai enam kali dalam setahun.
Sedangkan situs www.halalmui.org memuat segala informasi, kegiatan,
pengurus organisasi hingga tanya jawab seputar kehalalan.
Situs
ini
menyediakan dua pilihan bahasa, Indonesia dan Inggris. Hal ini dilakukan untuk
memperluas jangkauan situs yang dikelola LPPOM MUI ini, selain itu LPPOM
MUI juga telah go international dengan seringnya lembaga ini untuk menghadiri
pelatihan
halal
dan
sebagai
bahan
rujukan
bagi
lembaga
yang
menyelenggarakan sertifikasi halal di negara lain.
Terkait dengan sosialisasi dikalangan pelajar, ada pula program bernama
WIsata Halal.
Seperti yang dilakukan SLTP Al-Azhar Kelapa Gading, tidak
kurang dari 115 siswa dan siswi ikut serta dalam kegiatan perdana yang
dilakukan oleh LPPOM MUI. Agenda tempat yang menjadi tujuan wisata halal
adalah PT.
Indolakto, Cicurug Sukabumi dan memproduksi beragam produk
Indomilk dan Indoeskrim.
Program ini bertujuan untuk mengenalkan proses
43
pembuatan pangan halal serta memberikan motivasi bagi anak-anak untuk terus
mengonsumsi pangan yang halal. Keuntungan dari melihat proses pembuatan
pangan halal ialah anak-anak jadi lebih mengetahui bahwa proses pembuatan
makanan halal tersebut bersih dan terjamin mulai dari alat-alat, bahan baku,
bahan tambahan serta transportasi.
produk bersertifikasi halal.
Sehingga anak-anak mengerti kelebihan
BAB V
KARAKTERISTIK, TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN
RESPONDEN, DAN EKUITAS MEREK
5.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga berhubungan
dengan tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian akan sertifikasi halal, dan
ekuitas merek produk pangan yang bersertifikasi halal. Karakteristik responden
tersebut meliputi jenis kelamin, agama, usia, tingkat pendidikan, serta tingkat
pendapatan/ uang saku. Agama dikategorikan menjadi dua yaitu Islam dan nonIslam, karena sertifikasi halal identik dengan kebutuhan orang Islam.
Usia
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu Muda (16-33 tahun), dewasa (34-51),
dan tua (52-66 tahun). Tingkat pendidikan digolongkan menjadi tiga, rendah (jika
tamat dan tidak tamat SD dan sederajat), sedang (jika sedang menempuh
pendidikan/ tamat SMP dan SMA sederajat), dan tinggi (jika sedang menempuh/
tamat pendidikan di perguruan tinggi).
Tingkat pendapatan/uang saku
digolongkan menjadi 3, rendah (apabila < Rp1.000.000,00 juta/bulan), sedang
(apabila
Rp1.000.000,00-Rp3.000.000,00
juta/bulan),
tinggi
(apabila
>
Rp3.000.000,00 juta/ bulan).
Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Perempuan
56
56.0
Laki-Laki
44
44.0
100
100.0
Total
Sesuai dengan Tabel 9, responden penelitian meliputi responden dengan
jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Terdapat 56 persen responden
perempuan dan 44 persen responden laki-laki.
Perlu diketahui bahwa total
jumlah penduduk di Kelurahan Balumbang Jaya per Desember 2009 adalah
sebanyak 11.171 jiwa.
45
Tabel 10. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Usia
Usia
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Muda (16-33 tahun)
62
62.0
Dewasa (34-51 tahun)
24
24.0
Tua (52-66 tahun)
14
14.0
100
100.0
Total
Berdasarkan Tabel 10 responden penelitian ini memiliki usia yang cukup
beragam, terdapat 64 persen berumur muda, 24 persen berumur dewasa, serta
14 persen berumur tua.
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Agama
Agama
Jumlah (orang)
Non-Islam
Presentase (%)
4
4.0
Islam
96
96.0
Total
100
100.0
Agama responden didominasi oleh Agama Islam sebanyak 96 persen
kemudian diikuti dengan 4 persen dari agama non-Islam.
Sedangkan dalam
tingkat pendidikan responden di Kelurahan Balumbang Jaya memiliki hasil yang
cukup beragam yakni 24 persen berpendidikan rendah, 24 persen berpendidikan
sedang, dan 52 persen berpendidikan tinggi.
Tabel 12. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Rendah (tamat/ tidak tamat SD)
24
24.0
Sedang (SLTP/ SMA)
24
24.0
TInggi (Perguruan TInggi)
52
52.0
100
100.0
Total
Karakteristik tingkat pendapatan/ uang saku para responden didominasi
oleh tingkat pendapatan rendah sebanyak 81 persen kemudian diikuti oleh
46
tingkat
pendapatan
sedang
sebesar
14
persen
dan
5
persen
yang
berpendapatan tinggi. Terlampir pada Tabel 13.
Tabel 13. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan
Tingkat Pendapatan
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Rendah (< Rp1.000.000,00/ bulan)
81
81.0
Sedang (Rp1.000.000,00 – Rp3.000
.000,00/ bulan)
14
14.0
5
5.0
100
100.0
TInggi (> Rp3.000.000,00/ bulan)
Total
5.2 Tingkat Pengetahuan Responden
Tingkat pengetahuan responden dalam hal ini ialah pengetahuan
responden mengenai sertifikasi halal yand dikeluarkan oleh LPPOM MUI.
Tingkat pengetahuan ini dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang, dan
tinggi. Pengetahuan responden mengenai sertifikasi halal turut mencerminkan
kesuksesan dari sosialisasi yang dilakukan oleh LPPOM MUI selaku pihak yang
mengeluarkan serifikasi halal.
Selain itu, juga dapat menggambarkan media
komunikasi apa yang paling efektif untuk mensosialisasikan sertifikasi halal.
Tabel
14.
Jumlah dan
Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan
Presentase
Responden
Jumlah (orang)
Berdasarkan
Tingkat
Presentase (%)
Rendah
1
1.0
Sedang
25
25.0
TInggi
74
74.0
Total
100
100.0
Berdasarkan Tabel 14 didapatkan hasil sebagai berikut: sebanyak satu
orang responden memiliki pengetahuan yang rendah akan sertifiat halal,
sebanyak 25 orang responden memiliki pengetahuan tingkat sedang akan
sertifikasi halal, dan 74 orang responden memiliki tingkat pengetahuan yang
tinggi akan sertifikasi halal. Hal ini mencerminkan bahwa komunikasi pemasaran
yang dilakukan oleh LPPOM MUI sudah cukup baik, dimana lebih dari 50 orang
responden telah memiliki pengetahuan yang tinggi akan sertifikasi halal.
47
Tabel 15. Jumlah dan Presentase Media Komunikasi yang Berperan terhadap
Tingkat Pengetahuan, dan Tingkat Kepedulian Responden
Media Komunikasi
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Majalah
6
6.0
Teman
9
9.0
Televisi
55
55.0
7
7.0
23
23.0
100
100.0
Koran
Lainnya
Total
Berdasarkan Tabel 15 didapatkan hasil sebagai berikut: televisi
merupakan media yang paling banyak memberikan informasi pada responden
akan sertifikasi halal, hal ini dapat terlihat dimana televisi dominan dengan 55
persen atas media komunikasi yang lain.
Sedangkan media cetak seperti
majalah dan koran hanya mencatat nilai sebesar enam dan tujuh persen. Diluar
media komunikasi tersebut sebanyak 23 persen responden memilihnya, jawaban
lainnya tersebut antara lain berupa produk, guru, dan internet.
Berdasarakan statistik tersebut, dapat disimpulkan bahwa LPPOM MUI
seharusnya memfokuskan komunikasi pemasaran sertfikasi halal melalui televisi.
Karena
media
komunikasi
massa
inilah
yang
paling
efektif
dalam
mensosialisasikan sertifikasi halal bagi masyarakat dengan karakteristtik sejenis.
5.3 Tingkat Kepedulian Responden
Tingkat kepedulian dalam hal ini mencerminkan kepedulian responden
tentang pentingnya peran sertifikasi halal dalam menjamin kelayakan, kualitas,
serta status kehalalan dari produk pangan yang mereka konsumsi.
Tabel 16. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepedulian
Tingkat Kepedulian
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Sedang
21
21.0
Tingggi
79
79.0
100
100.0
Total
Berdasarkan
Tabel
16
didapatkan
hasil
sebagai
berikut,
tingkat
kepedulian warga Kelurahan Balumbang Jaya akan peran sertifikasi halal dalam
48
menjamin kelayakan, kualitas, dan status kehalalan dari produk pangan yang
mereka konsumsi sudah sangat baik.
Hal ini terlihat dari tidak adanya hasil
rendah pada tingkat kepedulian, dan dominannya hasil tingkat kepedulian tinggi
sebesar 79 persen atas hasil tingkat kepedulian sedang yang hanya 21 persen.
5.4 Tingkat Ekuitas Merek Responden
Ekuitas merek ialah nilai tambah yang diberikan kepada suatu merek.
Ekuitas merek dalam penelitian ini dikhususkan kepada tindakan konsumen/
responden dalam memilih/mengonsumsi produk pangan berlabel sertifikasi halal,
serta kesetiaan mereka terhadap produk pangan berlabel sertifikasi halal.
Tabel 17. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Ekuitas Merek
Ekuitas Merek
Jumlah (orang)
Presentase (%)
Sedang
52
52.0
Tinggi
48
48.0
Total
100
100.0
Berdasarkan Tabel 17 didapatkan hasil bahwa nilai ekuitas merek yang
diberikan oleh warga Kelurahan Balumbang Jaya terhadap produk berlabel
sertifikasi halal cukup tinggi.
Hal ini didasarkan kepada tidak adanya hasil
rendah pada aspek ini. Hasil 52 persen dicatatkan pada hasil sedang, dan 48
persen responden memberikan nilai lebih yang tinggi pada produk yang berlabel
sertifikasi halal.
BAB VI
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN TINGKAT
PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN DAN EKUITAS MEREK
6.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Kepedulian, dan Ekuitas Merek
6.1.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan
Pada karakteristik individu terdapat lima variabel yang diuji hubungannya
dengan tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan ekuitas merek. Hubungan
karakteristik jenis kelamin responden dengan tingkat pengetahuan Crosstab chisquare. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah jenis kelamin yang berbeda
mempengaruhi
hubungan
dengan
tingkat
pengetahuan
responden
akan
sertifikasi halal.
Tabel 18. Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan
Jenis Kelamin
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Perempuan
1
10
45
56
Laki-laki
0
15
29
44
Total
1
25
74
100
Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,130
Berdasarkan Tabel di atas diketahui sebanyak satu orang responden
perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, sebanyak 10 orang
memiliki pengetahuan yang sedang dan 45 orang wanita memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi akan sertifikasi halal. Sedangkan untuk responden lakilaki tidak ada yang memiliki tingkat pengetahuan rendah, dalam Tabel
ditunjukkan bahwa 15 orang laki-laki memiliki tingkat pengetahuan yang sedang
dan 29 orang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi.
Berdasarkan
probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. sebesar 0,130 (lebih besar dari 0,05)
menandakan bahwa tidak adanya hubungan antara jenis kelamin responden
dengan tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi halal.
Bagi laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang
relatif sama. Responden laki-laki tidak memiliki pengetahuan yang lebih tinggi
dibandingkan responden perempuan.
Fenomena ini dapat dipahami karena
akses untuk menerima ilmu/ pendidikan di Kelurahan Balumbang Jaya tidak
hanya diprioritaskan untuk laki-laki saja, selain itu akses terhadap media
50
komunikasi
juga
sangat
mudah
diperoleh
responden
laki-laki
maupun
perempuan.
6.1.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepedulian
Hubungan
karakteristik
jenis
kelamin
responden
kepedulian diuji menggunakan Crosstab Chi-square.
dengan
tingkat
Uji ini dilakukan untuk
menganalisis apakah jenis kelamin yang berbeda mempengaruhi hubungan
dengan tingkat kepedulian responden terhadap peran sertifikasi halal.
dalam
produk pangan. Data hubungan tersebut secara ringkas tersaji dalam Tabel 19.
Tabel 19.
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepedulian
Responden
Tingkat Kepedulian
Jenis Kelamin
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Perempuan
0
9
47
56
Laki-laki
0
12
32
44
Total
0
21
79
100
Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,172
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan
antara jenis kelamin dengan tingkat kepedulian responden, karena berdasarkan
probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,172 (lebih besar dari 0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat
kepedulian yang relatif sama. Dari Tabel 7 juga dapat dipastikan bahwa tingkat
kepedulian responden laki-laki dan perempuan kepada peran sertifikasi halal
sudah baik, karena tidak ada seorang pun yang memiliki tingkat kepedulian yang
rendah terhadap peran sertifikasi halal.
Kesadaran akan pentingnya peran
sertifikasi halal tercermin pula dalam Tabel 7, kesadaran warga Balumbang Jaya
tidak hanya baik tetapi juga merata antara laki-laki dan perempuan.
6.1.3 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Ekuitas Merek
Tujuan utama dalam menguji hubungan ini ialah untuk mengetahui
apakah jenis kelamin yang berbeda berpengaruh terhadap nilai tambah yang
diberikan terhadap produk pangan bersertifikasi halal.
Uji ini menggunakan
Crosstab chi-square. Data hubungan tersebut tersaji dalam Tabel 20.
51
Tabel 20. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Ekuitas Merek
Tingkat Ekuitas Merek
Jenis Kelamin
Sedang
Tinggi
Total
Perempuan
26
30
56
Laki-laki
26
18
44
Total
52
48
100
Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,208
Berdasarkan Tabel 20 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat ekuitas merek, karena
berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp.
Sig.
Sebesar 0,208 (lebih
besar dari 0,05). Baik laki-laki maupun perempuan tidak ada yang memiliki nilai
rendah dan untuk perempuan cenderung memberikan nilai tambah yang lebih
baik terhadap produk pangan yang bersertifikasi halal dibandingkan dengan lakilaki.
Ketiga uji hubungan di atas mengatakan bahwa antara jenis kelamin
dengan ketiga aspek tersebut tidak memiliki hubungan yang nyata. Baik laki-laki
maupun perempuan cenderung memiliki hasil yang sama dalam tingkat
pengetahuan, tingkat kepedulian akan sertifikasi halal, dan ekuitas merek yang
diberikan kepada produk yang bersertifikasi halal.
Terkait dengan kegiatan sosialisasi yang dilakukan LPPOM MUI untuk
menyatakan pentingnya mengonsumsi produk yang bersertifikasi halal, maka
dari karakteristik jenis kelamin ini hal tersebut sudah cukup berhasil dengan baik.
Hal ini tercermin dari hanya terdapatnya satu hasil dengan tingkat rendah, yaitu
dari tingkat pengetahuan. Sedangkan dari dua aspek lainnya hasil rendah tidak
ditemukan.
6.2 Hubungan
antara
Usia
dengan
Tingkat
Pengetahuan,
Tingkat
Kepedulian dan Ekuitas Merek
6.2.1 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan
Uji hubungan ini dilakukan untuk mengetahui apakah tingkatan usia turut
mempengaruhi tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi halal. Untuk usia
dibagi menjadi tiga kategori yaitu muda, dewasa, dan tua. Sedangkan tingkat
52
pengetahuan dibagi kedalam tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Uji
ini menggunakan Crosstab chi-square.
Tabel 21. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan
Usia
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Muda (16-33 tahun)
0
14
48
62
Dewasa (34-51 tahun)
0
7
17
24
Tua (52-66 tahun)
1
4
9
14
Total
Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,145
1
25
74
100
Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan
antara usia dengan tingkat pengetahuan, karena berdasarkan probabilitasnya
didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,145 (lebih besar dari 0,05). Pada golongan
usia muda dan dewasa tidak terdapat responden yang memiliki tingkat
pengetahuan rendah, sedangkan pada usia tua terdapat seorang yang memiliki
tingkat pengetahuan rendah akan sertifikasi halal. Selain itu pada Tabel 21 juga
terlihat bahwa ketiga golongan usia memiliki hasil yang relatif sama, yaitu
dominan pada tingkat pengetahuan tinggi.
6.2.2 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Kepedulian
Uji hubungan ini menggunakan Crosstab chi-square, adapun tujuan
melakukan uji hubungan ini ialah untuk mengetahuai apakah usia seseorang
berpengaruh terhadap tingkat kepeduliannya terhadap peran sertifikasi halal
dalam produk pangan. Berikut merupakan data uji hubungan yang tersaji ringkas
dalam Tabel 22.
53
Tabel 22. Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Kepedulian
Tingkat Kepedulian
Usia
Sedang
Muda (16-33 tahun)
Tingggi
Total
14
48
62
Dewasa (34-51 tahun)
7
17
24
Tua (52-66 tahun)
0
14
14
21
79
100
Total
Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,092
Berdasarkan Tabel 22 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kepedulian
warga Balumbang Jaya terhadap peran sertifikasi halal cukup baik. Golongan
tua hanya memiliki tingkat kepedulian yang tinggi, sedangkan golongan usia
muda dan dewasa tidak memiliki tingkat kepedulian yang buruk serta didominasi
oleh tingkat kepedulian yang tinggi. Tabel 10 juga mengisyaratkan bahwa tidak
ada hubungan antara tingkat kepedulian terhadap peran sertifikasi halal dengan
usia seseorang, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig.
Sebesar 0,092 (lebih besar dari 0,05).
6.2.3 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Ekuitas Merek
Tujuan dari uji hubungan ini ialah untuk mengetahui apakah usia
seseorang mempengaruhi ekuitas merek yang diberikan terhadap produk yang
berlabel sertifikasi halal. Uji hubungan ini menggunakan Crosstab chi-square.
Berikut disajikan data uji hubungan usia dengan ekuitas merek dalam Tabel 23.
Tabel 23. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Ekuitas Merek
Tingkat Ekuitas Merek
Usia
Sedang
Tinggi
Total
Muda (16-33 tahun)
30
32
62
Dewasa (34-51 tahun)
14
10
24
8
6
14
52
48
100
Tua (52-66 tahun)
Total
Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,691
54
Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan
antara usia responden dengan nilai tambah/ ekuitas merek yang diberikan
terhadap produk yang bersertifikasi halal, karena berdasarkan probabilitasnya
didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,691 (lebih besar dari 0,05). Dapat dilihat
bahwa tingkat pemberian ekuitas merek sudah sangat baik, didasarkan kepada
tidak adanya nilai rendah yang muncul. Hal ini menunjukkan bahwa apresiasi
yang diberikan warga Kelurahan Balumbang Jaya terhadap produk pangan
bersertifikasi halal seudah baik, satu keberhasilan pula bagi sosialisasi LPPOM
MUI.
Ketiga uji hubungan di atas mengatakan bahwa antara usia dengan
ketiga aspek tersebut tidak memiliki hubungan yang nyata. Baik golongan usia
muda, dewasa, maupun tua cenderung memiliki hasil yang sama dalam tingkat
pengetahuan, tingkat kepedulian akan sertifikasi halal, dan ekuitas merek yang
diberikan kepada produk yang bersertifikasi halal.
6.3 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Kepedulian, dan Ekuitas Merek
6.3.1 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan
Sertifikasi halal identik dengan kebutuhan orang yang beragama Islam,
tetapi dengan segala kelebihannya sertifikasi halal seolah telah memiliki standar
tersendiri. Uji hubungan ini dilakukan untuk mengetahui apakah agama yang
dianut oleh seseorang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan mereka akan
sertifikasi halal. Uji hubungan ini menggunakan Crosstab chi-square, Tabel 24
akan menyajikan data ringkas seperti di bawah ini.
Tabel 24. Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan
Agama
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Non-Islam
0
2
2
4
Islam
1
23
72
96
Total
1
25
74
100
Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,495
55
Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan antara
tingkat
pengetahuan
dengan
agama
responden,
karena
berdasarkan
probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,495 (lebih besar dari 0,05).
Hasil ini menunjukkan bahwa responden telah memiliki pengetahuan yang baik
akan sertifikasi halal tanpa melihat dari sudut pandang agama. Hasil ini juga
menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan LPPOM MUI akan sertifikasi
halal telah menghasilkan hasil yang cukup baik.
6.3.2 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Kepedulian
Uji hubungan ini bertujuan untuk mengetahui apakah agama yang dianut
oleh seseorang memiliki hubungan dengan tingkat kepedulian akan peran
sertifikasi halal yang sebetulnya identik dengan salah satu agama tertentu, yaitu
Islam. Uji hubungan ini menggunakan Crosstab chi-quare. Data secara ringkas
tersaji dalam Tabel 25.
Tabel 25. Hubungan antara Agama dengan Tingkat Kepedulian
Tingkat Kepedulian
Agama
Non-Islam
Sedang
Tinggi
Total
3
1
4
Islam
18
78
96
Total
21
79
100
Nilai Asymp. Sig.: 0,007
Berdasarkan Tabel 25 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara
agama dengan tingkat kepedulian seorang responden terhadap peran sertifikasi
halal dalam produk pangan, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai
Asymp.
Sig.
Sebesar 0,007 (lebih kecil dari 0,05).
Tabel 25 menunjukkan
bahwa baik Islam maupun non-Islam tidak memiliki tingkat kepedulian yang
rendah terhadap peran sertifikasi halal. Jika responden non-Islam didominasi
oleh tingkat kepedulian yang sedang, maka responden yang beragama Islam
didominasi oleh tingkat kepedulian yang tinggi akan peran dari sertifikasi halal.
56
6.3.3 Hubungan antara Agama dengan Ekuitas Merek
Uji hubungan ini bertujuan untuk mengetahui apakah agama yang dianut
oleh seseorang memiliki hubungan dengan ekuitas merek/ nilai tambah yang
diberikan seseorang kepada
produk pangan yang bersertifikasi halal.
hubungan ini menggunakan Crosstab chi-quare.
Uji
Tabel 26 akan membantu
menyajikan data secara ringkas seperti di bawah.
Tabel 26. Hubungan antara Agama dengan Ekuitas Merek
Tingkat Ekuitas Merek
Agama
Non-Islam
Sedang
Tinggi
Total
3
1
4
Islam
49
47
96
Total
52
48
100
Nilai koefiisien kontingensi: 0,347
Berdasarkan Tabel 26 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara agama dengan tingkat ekuitas merek, karena berdasarkan
probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,347 (lebih besar dari 0.05).
Pemberian ekuitas merek kepada produk pangan yang bersertifikasi halal
seseorang yang beragama Islam ternyata didominasi oleh hasil sedang, tidak
jauh berbeda dari responden yang beragama non-Islam.
6.4 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan,
Tingkat Kepedulian, dan Ekuitas Merek
6.4.1 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan
Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan saat ini.
Pendidikan memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam menghadapi
suatu hal yang baru. Uji hubungan ini akan mencoba untuk mencari tahu apakah
tingkat pendidikan seseorang memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan
seseorang akan sertifikasi halal.
Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank
Spearman. Tabel 27 akan membantu menyajikan data secara ringkas seperti di
bawah ini.
57
Tabel 27. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pendidikan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Rendah (tamat/ tidak tamat SD)
1
9
14
24
Sedang (SLTP/ SMA)
0
6
18
24
TInggi (Perguruan TInggi)
0
10
42
52
Total
1
25
Nilai Sig. (2-tailed): 0,046; nilai correlation coefficient : 0,200
74
100
Berdasarkan Tabel 27 maka dapat disimpulkan bahwa antara tingkat
pendidikan seseorang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat pengetahuan
seseorang akan sertifikasi halal. Sedangkan nilai correlation coefficient: 0,200
menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi tidaklah terlalu erat, karena tidak
mendekati satu. Satu-satunya hasil rendah dalam tingkat pengetahuan diperoleh
oleh tingkat pendidikan yang rendah pula. Sedangkan tingkat pendidikan sedang
dan tinggi, tidak terdapat hasil rendah dalam tingkat pengetahuan.
Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin
tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang akan sertifikasi halal.
6.4.2 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepedulian
Uji hubungan ini akan mencoba untuk mencari tahu apakah tingkat
pendidikan
seseorang
memiliki
seseorang akan sertifikasi halal.
hubungan
dengan
tingkat
pengetahuan
Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank
Spearman.
Tabel 28. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepedulian
Tingkat Kepedulian
Tingkat Pendidikan
Sedang
Tinggi
Total
Rendah (tamat/ tidak tamat SD)
4
20
24
Sedang (SLTP/ SMA)
7
17
24
10
42
52
Total
21
79
Nilai Sig. (2-tailed): 0,927; nilai correlation coefficient: 0,009
100
TInggi (Perguruan TInggi)
58
Berdasarkan Tabel 28 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan
antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepedulian responden akan peran
sertifikasi halal dalam produk pangan. Hasil yang diperoleh ialah tidak adanya
tingkat kepedulian rendah walaupun empat orang responden berpendidikan
rendah. Tingkat kepedulian tinggi selalu mendominasi di setiap lapisan tingkat
pendidikan.
6.4.3 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Ekuitas Merek
Tingkat pendidikan yang digolongkan menjadi tiga bagian akan diuji
dengan nilai tambah yang diberikan responden terhadap produk bersertifikasi
halal.
Uji hubungan ini akan mencoba untuk mencari tahu apakah tingkat
pendidikan seseorang memiliki hubungan dengan tingkat pemberian nilai
tambah/ekuitas merek kepada produk pangan yang bersertifikasi halal. Uji ini
menggunakan Crosstab dan Rank Spearman.
Tabel 29. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Ekuitas Merek
Tingkat Ekuitas Merek
Tingkat Pendidikan
Sedang
Tinggi
Total
Rendah (tamat/ tidak tamat SD)
12
12
24
Sedang (SLTP/ SMA)
13
11
24
TInggi (Perguruan TInggi)
27
25
52
Total
52
48
Nilai Sig. (2-tailed): 0,940, nilai correlation coefficient: -0,008
100
Berdasarkan Tabel 29 maka dapat dikatakan bahwa antara tingkat
pendidikan seseorang dengan nilai tambah/ekuitas merek yang diberikan kepada
produk bersertifikasi halal tidak memiliki hubungan. Ketiga uji hubungan di atas
mengatakan bahwa hanya terdapat satu hubungan antara agama dengan ketiga
aspek tersebut, yaitu hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat
pengetahuan walaupun hubungan yang terjadi tidak terlalu erat.
59
6.5 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat
Kepedulian, dan Ekuitas Merek
6.5.1 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan
Tingkat pendapatan erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam
memenuhi kebutuhannya. Baik kebutuhan pangan, sandang, maupun papan.
Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk
melanjutkan hidup seseorang.
Islam mutlak diperlukan.
Syarat halal untuk seseorang yang beragama
Sertifikasi halal yang tertera pada produk pangan
mengindikasikan bahwa produk tersebut sudah terjamin kehalalannya, dengan
tingkat pendapatan seseorang yang berbeda-beda maka menarik untuk diteliti
apakah tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan akan
sertifikasi halal.
Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman.
Data
secara ringkas disajikan dalam Tabel 30.
Tabel 30. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Pendapatan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Rendah (< Rp1.000.000,00/ bulan)
1
21
59
81
Sedang (Rp1.000.000,00 – Rp3.000
.000,00/ bulan)
0
2
12
14
TInggi (> Rp3.000.000,00/ bulan)
0
2
3
5
1
25
Nilai Sig. (2-tailed): 0,647; nilai correlation coefficient: 0,046
74
100
Total
Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat bahwa antara tingkat pendapatan
seseorang tidak memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang.
Tabel 30 juga menunjukkan bahwa warga Balumbang Jaya memiliki tingkat
pengetahuan akan sertifikasi halal yang cukup baik, hal ini terlihat dari hanya ada
seorang dari total 100 responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah.
6.5.2 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepedulian
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pendapatan seseorang
memiliki hubungan dengan tingkat kepedulian seseoran akan peran dari
sertifikasi halal. Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman.
60
Tabel 31. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepedulian
Tingkat Kepedulian
Tingkat Pendapatan
Sedang
Rendah (< Rp1.000.000,00/ bulan)
Tingggi
Total
18
63
81
Sedang (Rp1.000.000,00 – Rp3.000
.000,00/ bulan)
1
13
14
TInggi (> Rp3.000.000,00/ bulan)
2
3
5
79
100
Total
21
Nilai Sig. (2-tailed): 0,640; nilai correlation coefficient: 0,047
Berdasarkan Tabel 31 dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara tingkat pendapatan dengan tingkat kepedulian.
Selain itu warga
Balumbang Jaya memiliki tingkat kepedulian yang baik terhadap peran sertifikasi
halal pada produk pangan, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya hasil rendah
dalam tingkat kepedulian, serta dominannya hasil tinggi pada tingkat kepedulian
di setiap penggolongan tingkat pendapatan.
6.5.3 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Ekuitas Merek
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pendapatan seseorang
memiliki hubungan dengan nilai tambah/ ekuitas merek yang diberikan kepada
produk pangan bersertifikasi halal.
Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank
Spearman. Data secara ringkas disajikan dalam Tabel 32.
Tabel 32. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Ekuitas Merek
Tingkat Ekuitas Merek
Tingkat Pendapatan
Rendah (< Rp1.000.000,00/ bulan)
Sedang
Tinggi
Total
44
37
81
Sedang (Rp1.000.000,00 – Rp3.000
.000,00/ bulan)
4
10
14
TInggi (> Rp3.000.000,00/ bulan)
4
1
5
Total
52
48
Nilai Sig. (2-tailed): 0,445; nilai correlation coefficient: 0,077
100
Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa antara tingkat pendapatan
dengan tingkat ekuitas merek tidak memiliki hubungan. Kesimpulan lainnya ialah
warga Balumbang Jaya telah memiliki tingkat ekuitas merek yang baik.
BAB VII
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT
KEPEDULIAN DAN EKUITAS MEREK
7.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kepedulian
Hubungan tingkat pengetahuan responden dengan tingkat kepedulian
responden diuji menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. Uji ini dilakukan
untuk menganalisis apakah tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi
berhubungan dengan tingkat kepedulian responden akan peran dari sertifikasi
halal.
Tabel 33. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kepedulian
Tingkat Kepedulian
Tingkat Pengetahuan
Sedang
Tinggi
Total
Rendah
0
1
1
Sedang
8
17
25
13
61
74
Tinggi
Total
21
79
Nilai Sig. (2-tailed): 0,173; nilai correlation coefficient: 0,137
100
Berdasarkan Tabel 33 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan
diantara tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi dengan tingkat
kepedulian peran sertifikasi halal. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan
masyarakat akan sertifikasi halal tidak berpengaruh terhadap kepedulian mereka
akan peran sertifikasi halal. Bisa saja apabila tingkat pengetahuan berada pada
tingkat yang tinggi tetapi tingkat kepedulian mereka rendah, dan begitu pula
sebaliknya.
7.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Ekuitas Merek
Pengujian
antara
tingkat
pengetahuan
dengan
ekuitas
merek
dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan responden akan sertifikasi halal dengan ekuitas merek yang
mereka berikan terhadap produk pangan bersertifikasi halal. Uji ini dilakukan
dengan menggunakan Crosstab dan Rank Spearman.
Ekuitas merek ialah nilai tambah yang diberikan kepada suatu merek,
dalam hal ini ekuitas merek tersebut tercermin oleh:
62
1. Brand Association adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan
mengenai merek, hal ini menyangkut terhadap kesan-kesan yang ditimbulkan
oleh merek tersebut di benak konsumen.
2. Brand Loyalty adalah kesetiaan konsumen terhadap suatu merek.
Ekuitas merek dalam penelitian ini dikhususkan kepada tindakan
konsumen/ responden dalam memilih/ mengonsumsi produk pangan berlabel
sertifikasi halal, serta kesetiaan mereka terhadap produk pangan berlabel
sertifikasi halal.
Tabel 34. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Ekuitas Merek
Tingkat Ekuitas Merek
Tingkat Pengetahuan
Sedang
Tinggi
Total
Rendah
1
0
1
Sedang
15
10
25
Tinggi
36
38
74
Total
52
48
Nilai Sig. (2-tailed): 0,244; nilai correlation coefficient: 0,118
100
Berdasarkan Tabel 34 dapat dilihat bahwa antara tingkat pengetahuan
dengan ekuitas merek yang diberikan tidak terdapat hubungan.
Hal ini
mengindikasikan bahwa tinggi atau rendahnya tingkat pengetahuan seseorang
akan sertifikasi tidak berpengaruh terhadap penilaian mereka akan produk
pangan yang bersertifikasi halal.
7.3 Hubungan antara Tingkat Kepedulian dengan Ekuitas Merek
Pengujian antara tingkat kepedulian dengan ekuitas merek bertujuan
untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan
responden akan peran sertifikasi halal dalam produk pangan dengan ekuitas
merek yang diberikan seseorang kepada produk pangan yang bersertifikasi halal.
Uji diantara kedua variabel ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman.
63
Tabel 35. Hubungan Tingkat Kepedulian dengan Tingkat Ekuitas Merek
Tingkat Ekuitas Merek
Tingkat Kepedulian
Sedang
Tinggi
Total
Sedang
18
3
21
Tinggi
34
45
79
Total
52
48
Nilai Sig. (2-tailed): 0,00; nilai correlation coefficient: 0,348**
100
Berdasarkan Tabel 35 dapat dikatakan bahwa tingkat kepedulian akan
peran sertifikasi halal dalam suatu produk makanan memiliki hubungan yang
siginifikan dengan ekuitas merek yang diberikan terhadap produk pangan
bersertifikasi halal. Sedangkan nilai correlation coefficient: 0.348** menunjukkan
bahwa hubungan antar variabel ini cukup erat dan tanda ** menunjukkan bahwa
koefisien korelasi tersebut signifikan pada taraf kepercayaan 99 persen (Prastito,
2004). Hal ini menunjukkan apabila seseorang memiliki tingkat kepedulian yang
tinggi akan peran sertifikasi halal dalam “menjaga” produk pangan yang
dikonsumsinya, maka orang tersebut juga akan memberikan nilai tambah yang
tinggi terhadap produk pangan yang memiliki sertiifikasi halal.
BAB VIII
KESIMPULAN
Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepedulian adalah
karakteristik agama, hal ini dapat dimengerti karena responden yang beragama
muslim merupakan mayoritas dan memiliki kebutuhan yang cukup tinggi akan
pangan halal. Faktor lainnya ialah tingkat pendidikan, yang memiliki hubungan
dengan tingkat pengetahuan, meskipun cukup lemah.
Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula
tingkat pengetahuan seseorang akan sertifikasi halal.
Hubungan antara variabel tingkat kepdulian dengan tingkat ekuitas merek
nyata dan signifikan. Hal ini menunjukkan apabila seseorang memiliki tingkat
kepedulian yang tinggi akan peran sertifikasi halal, maka orang tersebut juga
akan memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap produk pangan yang
bersertiifikasi halal.
Sedangkan antara tingkat pengetahuan tidak memiliki
hubungan antara tingkat kepedulian dan tingkat ekuitas merek.
BAB IX
SARAN
1.
Mengingat
bahwa
televisi
merupakan
media
yang
paling
banyak
memberikan informasi akan sertifikasi halal, sebaiknya LPPOM MUI
melakukan sosialisasi dengan berfokus pada media televisi.
2.
Kedepannya
LPPOM
MUI
sebaiknya
memiliki
program
yang
berkesinambungan terkait dengan sosialisasi sertifikasi halal.
3.
Produsen pangan sebaiknya turut mencantumkan logo sertifikasi halal pada
kemasan produknya, karena tidak sedikit responden yang mendapat
pengetahuan akan sertifikasi halal dari produk yang dipasarkan.
4.
Produsen pangan sebaiknya tetap berlanjut memakai sertifikasi halal, karena
responden dari berbagai latar belakang telah memiliki tingkat kepedulian dan
tingkat ekuitas merek yang cukup tinggi terkait dengan produk pangan
bersertfikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A, V. Kumar dan George S. Day. 2004. Marketing Research.
John Wileys & Sons, Inc. USA.
Apriantono, Anton, Joko Herman dan Nur Wahid. 2007. Pedoman Produksi
Pangan Halal. Khairul Bayan Press.
Cateora, Philip R dan John L. Graham. 2007. Buku Pemasaran Internasional
(edisi 13). Salemba Empat. Jakarta.
Hadiwigeno dalam Widyakarya Pangan dan Gizi.
Pengetahuan Indonesia.
1989.
Lembaga Ilmu
Kotler, Phillip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran jilid I. PT
Indeks. [email protected]
Kotler, Phillip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran jilid II. PT
Indeks. [email protected]
Kusumastuti, Yatri Indah. 2009. Komunikasi Bisnis: Membangun Hubungan
Baik dan Kredibilitas. IPB Press. Bogor.
Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication 6th ed.
Wadsworth Publishing Company. USA.
1999.
Lazarevic, Violet and Sonja Petrovic-Lazarevic. 2007. Raising Brand Equity to
Generation
Y.
Departement
of
Management-Monash
University.
www.buseco.monash.edu.au/mgt/research/working-papers/2007/wp30-07.pdf
Prasetio, Tri. 2006. Analisis Konsumen Biskuit terhadap Tingkat Kepentingan
Label Halal (Kajian Eksplorasi terhadap Masyarakat Perkotaan). Program
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Prastito, Arif. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan
Percobaan dengan SPSS 12. Elex Media Komputindo. Jakarta
Rice, Ronald E. Dan William J. Paisley. Public Communication Campaigns.
1983. Sage Publications. London.
Ruslan, Rosady. 2005. Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations. PT. Raja
Grafindo Persada. 2005
Sendjaja, S Djuarsa. 1999. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka. Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi.
LP3ES. Jakarta
1989.
Metode Penelitian Survai.
Sukmawati, Lili. 2006. Analisis Pengaruh Label Halal terhadap Brand Switching
(Kasus Produk Kosmetik Wardah). Skripsi. Program sarjana. Institut
Pertanian Bogor.
67
Sumarwan, Ujang. 2002. Perilaku Konsumen dan Penerapannya dalam
Pemasaran. PT Ghalia Indonesia. Bogor.
Tong, X. and Hawley, J.M. (2009). Measuring customer-based brand equity:
Empirical evidence from the sportswear market in China. Journal of
Product
& Brand
Management.
8(4),
262-271.
krex.kstate.edu/dspace/bitstream/2097/1719/1/Tonghawley2009.pdf
LAMPIRAN
69
Jenis Kelamin * Tingkat Pengetahuan
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.130
Likelihood Ratio
4.437
2
.109
Linear-by-Linear Association
1.802
1
.180
Pearson Chi-Square
4.078
N of Valid Cases
100
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .44.
Jenis Kelamin * Tingkat Kepedulian
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.172
1.249
1
.264
1.852
1
.174
1.864
b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.218
Linear-by-Linear Association
1.845
N of Valid Cases
1
.174
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.24.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
.135
N of Valid Cases
100
Approx. Sig.
.172
.132
70
Jenis Kelamin * Tingkat Ekuitas Merek
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.208
1.116
1
.291
1.589
1
.208
1.583
b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.232
Linear-by-Linear Association
1.567
N of Valid Cases
1
.211
100
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.12.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
.125
N of Valid Cases
100
Approx. Sig.
.208
Usia Responden * tingkat pengetahuan
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
4
.145
Likelihood Ratio
4.625
4
.328
Linear-by-Linear Association
2.118
1
.146
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
6.835
100
a. 4 cells (44.4%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .14.
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
.253
N of Valid Cases
100
Approx. Sig.
.145
.145
71
Usia Responden * Tingkat Kepedulian
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.092
Likelihood Ratio
7.581
2
.023
Linear-by-Linear Association
1.731
1
.188
Pearson Chi-Square
4.780
N of Valid Cases
100
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2.94.
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
.214
N of Valid Cases
100
Approx. Sig.
.092
Usia Responden * Tingkat Ekuitas Merek
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.651
Likelihood Ratio
.861
2
.650
Linear-by-Linear Association
.656
1
.418
N of Valid Cases
100
Pearson Chi-Square
.858
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 6.72.
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
.092
N of Valid Cases
100
Approx. Sig.
.651
72
Agama * Tingkat Pengetahuan
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
2
.495
Likelihood Ratio
1.261
2
.532
Linear-by-Linear Association
1.005
1
.316
Pearson Chi-Square
1.408
N of Valid Cases
100
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .04.
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
.118
N of Valid Cases
100
Approx. Sig.
.495
Agama Responden * Tingkat Kepedulian
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.007
4.326
1
.038
5.638
1
.018
7.324
b
df
Fisher's Exact Test
.028
Linear-by-Linear Association
7.250
N of Valid Cases
1
.007
100
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .84.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
.261
N of Valid Cases
100
Approx. Sig.
.007
.028
73
Agama Responden * Tingkat Ekuitas Merek
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
b
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df
a
1
.347
.184
1
.668
.928
1
.335
.883
Continuity Correction
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.619
Linear-by-Linear Association
.874
N of Valid Cases
100
1
.340
.350
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.92.
b. Computed only for a 2x2 table
Symmetric Measures
Value
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
.094
N of Valid Cases
100
Approx. Sig.
.347
Tingkat Pendidikan * Tingkat Pengetahuan
Correlations
Spearman's rho
Tingkat pendidikan
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
tingkat pengetahuan
Tingkat
tingkat
pendidikan
pengetahuan
*
1.000
.200
.
.046
100
100
Correlation Coefficient
.200
*
1.000
Sig. (2-tailed)
.046
.
N
100
100
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
74
Tingkat Pendidikan * Tingkat Kepedulian
Correlations
Spearman's rho
Tingkat pendidikan
Correlation Coefficient
Tingkat
Tingkat
pendidikan
Kepedulian
1.000
.009
.
.927
N
100
100
Correlation Coefficient
.009
1.000
Sig. (2-tailed)
.927
.
N
100
100
Sig. (2-tailed)
Tingkat Kepedulian
Tingkat Pendidikan * Tingkat Ekuitas Merek
Spearman's rho
Tingkat pendidikan
Correlation Coefficient
Tingkat
Tingkat Ekuitas
pendidikan
Merek
1.000
-.008
.
.940
100
100
-.008
1.000
Sig. (2-tailed)
.940
.
N
100
100
Sig. (2-tailed)
N
Tingkat Ekuitas Merek
Correlation Coefficient
Tingkat Pendapatan * Tingkat Pengetahuan
Correlations
Tingkat
Spearman's rho
Tingkat Pendapatan/ uang
saku
tingkat pengetahuan
Correlation Coefficient
Pendapatan/
tingkat
uang saku
pengetahuan
1.000
.046
.
.647
N
100
100
Correlation Coefficient
.046
1.000
Sig. (2-tailed)
.647
.
N
100
100
Sig. (2-tailed)
75
Tingkat Pendapatan * Tingkat Kepedulian
Correlations
Tingkat
Spearman's rho
Tingkat Pendapatan/ uang
saku
Tingkat Kepedulian
Correlation Coefficient
Pendapatan/
Tingkat
uang saku
Kepedulian
1.000
.047
.
.640
N
100
100
Correlation Coefficient
.047
1.000
Sig. (2-tailed)
.640
.
N
100
100
Sig. (2-tailed)
Tingkat Pendapatan * Tingkat Ekuitas Merek
Correlations
Tingkat
Spearman's rho
Tingkat Pendapatan/ uang
saku
Tingkat Ekuitas Merek
Correlation Coefficient
Pendapatan/
Tingkat Ekuitas
uang saku
Merek
1.000
.077
.
.445
N
100
100
Correlation Coefficient
.077
1.000
Sig. (2-tailed)
.445
.
N
100
100
Sig. (2-tailed)
76
Tingkat Pengetahuan * Tingkat Kepedulian
Correlations
Spearman's rho
tingkat pengetahuan
Correlation Coefficient
tingkat
Tingkat
pengetahuan
Kepedulian
1.000
.137
.
.173
N
100
100
Correlation Coefficient
.137
1.000
Sig. (2-tailed)
.173
.
N
100
100
Sig. (2-tailed)
Tingkat Kepedulian
Tingkat Pengetahuan * Tingkat Ekuitas Merek
Correlations
Spearman's rho
tingkat pengetahuan
Correlation Coefficient
tingkat
Tingkat Ekuitas
pengetahuan
Merek
1.000
.118
.
.244
N
100
100
Correlation Coefficient
.118
1.000
Sig. (2-tailed)
.244
.
N
100
100
Sig. (2-tailed)
Tingkat Ekuitas Merek
Tingkat Kepedulian * Tingkat Ekuitas Merek
Correlations
Spearman's rho
Tingkat Kepedulian
Correlation Coefficient
Tingkat
Tingkat Ekuitas
Kepedulian
Merek
1.000
Sig. (2-tailed)
.000
100
100
**
1.000
Sig. (2-tailed)
.000
.
N
100
100
Correlation Coefficient
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Pengurus Organisasi LPPOM MUI
**
.
N
Tingkat Ekuitas Merek
.348
.348
77
I. Dewan Penasehat
Ketua
: Ketua Umum MUI Pusat
Wakil Ketua
: Wakil Ketua Umum MUI Pusat
Anggota
Menteri Agama RI
Menteri Kesehatan
Menteri Pertanian RI
Menteri Perdagangan RI
Menteri Perindustrian RI
Rektor IPB
Ketua MUI yang membidangi Komisi Fatwa
Ketua MUI yang membidangi Komisi Ekonomi
Sekretaris
: Sekretaris Umum MUI Pusat
II. Dewan Pembina
Ketua
: Prof.Dr.Hj. Aisyah Girindra
Sekretaris
: Dr. H. Anwar Abbas, M. Ag, MM
Anggota
Dr. Ir. H. M. Nadratuzzaman Hosen
Prof. dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS
Drs. K. A. Endin
III. Dewan Pelaksana/Eksekutif
Direktur Pelaksana/Eksekutif
Wakil Direktur Bidang Kesekretariatan
dan Sosialisasi
Wakil Direktur Bidang Penelitian dan
Pengkajian Ilmiah
Wakil Direktur Bidang Pembinaan
LPPOM Daerah
: Ir. Lukmanul Hakim, M. Si
: Ir. Hj. Osmena Gunawan
: Dr. Hj. Anna P. Roswiem, MS
: Ir. H. Mustofa Zuhad Mughni
Bendahara
: dr. H. Fahmi Darmawansyah
Wakil Bendahara
: Drs. H. Zuhdi
Bidang Auditing
Bidang Sistem Jaminan Halal
Bidang Sosialisasi dan Promosi
: Ir. Hj. Muti Arintawati, M. Si (Ketua)
Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, MS
: Ir. Sumunar Jati (Ketua)
Ir. Muslich, M. Si
: Lia Amalia, SS, S. Si, MT (Ketua)
-Farid Mahmud, SH
78
: Dr. Mirzan T. Razak, M. Eng. APU
Bidang Pelatihan dan Informasi Halal
(Ketua)
Ir. Hendra Utama
Bidang Pembinaan LPPOM Daerah
: Ir. Nurwahid, M. Si (Ketua)
Drs. H. Ahmad Baidun, M. Si
: Prof. Dr. Purwatiningsih (Koordinator)
Bidang Pengkajian Ilmiah
Dr.dala Liesbetini Hartoto
Dr. Budiatman Satiawihardja
IV. Tenaga Ahli
Koordinator
Wakil Koordinator
Wakil Koordinator
Anggota
Prof. Dr. H. Norman Razief Azwar
Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja
Dr. Hasyim, DEA
Dr. Rarah Ratih Adji
Drs. H. Fattah Wibisono, MA.
Dr. Heni Nuraini
Dr. Hasanuddin
Drs. H. Fattah Wibisono, MA
: Dr. Khaswar Syamsu
: Dr. K.H. Ahmad Munif Suratmaputra,
MA.
: Ir. M. Zein Nasution, M. App. Sc
Download