RESPON MASYARAKAT TERHADAP PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EKUITAS MEREK PRODUK PANGAN (Studi Kasus Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor) HANDRISYA GHIFFARI PRADITYO DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRACT Handrisya Ghiffari Pradityo. The Community Respons of Halal Certificate as Endorse to Build The Brand Equity of Food Products (Case Study Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Supervised by Yatri Indah Kusumastuti. The Halal certificate is definitely very important for Indonesia citizens especially for moslem. Their foods should be Halal, clean, fresh, and healthy. But the peoples is just have a little or maybe don’t know anything about halal certificate, so LP POM MUI have an obligation to examine and provide halal certificate. The halal certificate should put on the label so that people can ensure wether a product is halal or not. The goal of this research were to analyse the relations between individual factors with the level of knowledge, the level of awareness, and the level of brand equity and to analyse the relations between the level of knowledge, the level of awareness, and the level of brand equity. This research was held in Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. The number of respondents were 100. The conclusion of this research was, the level of education had a significant relationship with the level of knowledge about halal certificate. Besides that, there is also another relationship between the level awareness of halal certficate with the degree of brand equity. Keywords: halal certificate, brand equity, food products RINGKASAN Handrisya Ghiffari Pradityo. RESPON MASYARAKAT TERHADAP PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EKUITAS MEREK PRODUK PANGAN (Studi Kasus Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor). (Di bawah bimbingan Yatri Indah Kusumastuti) Permasalahan sertifikasi halal bagi produk pangan sejatinya bukan masalah baru, tetapi menjadi penting mengingat masyarakat Indonesia yang sebagian besar memeluk Agama Islam sensitif terhadap jaminan kehalalan suatu produk pagan. Menarik untuk diteliti bagaimana sertifikasi halal ini bercampur dengan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh produsen dengan harapan dapat meningkatkan ekuitas merek dari produknya tersebut. Sosialisasi sertifikasi halal atau dapat disebut dengan komunikasi pemasaran sertifikasi halal menjadi penting untuk dilakukan, mengingat konsumen perlu diberi pengetahuan akan sertifikasi halal secara lengkap dengan baik dan benar. Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi halal. Pertanyaannya mencakup hal umum akan sertifikasi halal. Kedua, tingkat kepedulian responden akan peran sertifikasi halal. Hal ini mencakup bagaimana responden memberi tanggapan terhadap pernyataan yang berkaitan dengan peran sertifikasi halal dalam produk pangan. Ketiga, tingkat ekuitas merek. Tingkat ekuitas merek akan mengukur sejauh mana responden memberikan nilai tambah terhadap prdouk pangan yang bersertifikasi halal. Tujuan kedua dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan tingkat ekuitas merek. Hal ini akan menginformasikan apakah ketiga aspek tersebut terkait satu sama lain. Populasi dari penelitian ini adalah warga yang bertempat tinggal di dalam cakupan Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. Jumlah responden yang diambil berjumlah 100 orang. Responden sejumlah 100 orang ini diambil dengan Rumus Slovin dan diambil dengan teknik pusposive sampling dengan pertimbangan peneliti menginginkan adanya keberagaman karakteristik responden dalam penelitian ini. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dan sekunder diperoleh secara langsung di lapangan dari hasil kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dan Kelurahan Balumbang Jaya. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Micrososft Excel 2007 dan uji korelasi Cross tab chi square dan Rank Spearman. Hasil penelitian ini, menunjukkan tidak adanya hubungan antara karakteristik responden dengan ketiga aspek (tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan tingkat ekuitas merek). Kecuali karakteristik agama, yang memiliki hubungan dengan tingkat kepedulian, hal ini dapat dimengerti karena responden yang beragama muslim merupakan mayoritas dan memiliki kebutuhan yang cukup tinggi akan pangan halal. Selain itu terdapat pula hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan, meskipun hubungan ini cukup lemah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang akan sertifikasi halal.. Hubungan lainnya ialah antara tingkat kepedulian dengan tingkat ekuitas merek. Hal ini berhubungan secara signifikan dan menunjukkan apabila seseorang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi akan peran sertifikasi halal, maka orang tersebut juga akan memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap produk pangan yang bersertifikasi halal. ABSTRACT Handrisya Ghiffari Pradityo. The Community Respons of Halal Certificate as Endorse to Build The Brand Equity of Food Products (Case Study Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Supervised by Yatri Indah Kusumastuti. The Halal certificate is definitely very important for Indonesia citizens especially for moslem. Their foods should be Halal, clean, fresh, and healthy. But the peoples is just have a little or maybe don’t know anything about halal certificate, so LP POM MUI have an obligation to examine and provide halal certificate. The halal certificate should put on the label so that people can ensure wether a product is halal or not. The goal of this research were to analyse the relations between individual factors with the level of knowledge, the level of awareness, and the level of brand equity and to analyse the relations between the level of knowledge, the level of awareness, and the level of brand equity. This research was held in Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Provinsi Jawa Barat. The number of respondents were 100. The conclusion of this research was, the level of education had a significant relationship with the level of knowledge about halal certificate. Besides that, there is also another relationship between the level awareness of halal certficate with the degree of brand equity. Keywords: halal certificate, brand equity, food products RESPON MASYARAKAT TERHADAP PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EKUITAS MEREK PRODUK PANGAN (Studi Kasus Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor) HANDRISYA GHIFFARI PRADITYO Skripsi Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Handrisya Ghiffari Pradityo No. Pokok : I34063437 Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Judul Skripsi : RESPON MASYARAKAT TERHADAP PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EKUITAS MEREK PRODUK PANGAN (Studi Kasus Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor). Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui Dosen Pembimbing, Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si NIP. 19660714 199103 2 002 Mengetahui Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Lulus : PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “RESPON MASYARAKAT TERHADAP PENCANTUMAN SERTIFIKASI HALAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN EKUITAS MEREK PRODUK PANGAN (STUDI KASUS KELURAHAN BALUMBANG JAYA, KECAMATAN BOGOR BARAT, KABUPATEN BOGOR)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI. Bogor, Agustus 2010 Handrisya Ghiffari Pradityo I34063437 RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta, 22 Mei1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Dicky Shadiq Hidayat dan Ibu Indriati. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas pada SMA Negeri 5 Denpasar pada tahun 2006. Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, disamping kegiatan asistensi. Penulis menjadi Asisten M.K. Komunikasi Bisnis selama 2 semester. Penulis menjadi anggota di Himpunan Mahasiswa Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) periode 2008-2009 sebagai kepala divisi Pengembangan Masyarakat. Penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan Communication dan Development Expo (COMMNEX 2008), Indonesian Ecology Expo 2009 (INDEX 2009). KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah Pencantuman Sertifikasi Halal dan Kaitannya dengan Ekuitas Merek Produk Pangan. Penulisan skripsi ini merupakan syarat kelulusan mata kuliah KPM 499. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis bagaimana sertifikasi halal yang tercantum dalam suatu produk pangan dapat meningkatkan ekuitas merek dari produk tersebut. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, serta pihak-pihak yang membantu penulis, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan penulisan usulan penelitian. Demikian skripsi ini penulis sampaikan semoga bermanfaat. Bogor, Agustus 2010 Penulis UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut telah membantu penulis dengan menyumbang pemikiran, memberikan masukan, dan mendukung penulis baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Ir. Yatri Indah Kusumastuti, M.Si sebagai dosen pembimbing studi pustaka dan skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta kesabarannya selama ini. 2. Keluarga tercinta, Ayah, Bunda, dan Adik yang selalu memberikan dukungan, doa, kasih sayang dan motivasi. 3. Teman-teman kontrakan, Fajar, Adha, Azis, Cecep, Oghie, Untung, Rauf dan Irwan sebagai tempat berbagi dan bantuannya selama penulis menyusun skripsi. 4. Teman-teman dari Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 43, 5. Teman-teman dari Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan 42, Rifky dan Idham sebagai tempat sharing jika mengalami hambatan dalam penulisan. 6. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama ini sehingga memberikan warna dalam hidup penulis. Bogor, Agustus 2010 Penulis x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xv BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 3 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 3 BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................................... 4 2.1 Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 4 2.1.1 Produk....................................................................................................... 4 2.1.2 Pengertian Komunikasi Pemasaran ......................................................... 8 2.1.3 Merek........................................................................................................ 15 2.1.4 Ekuitas Merek........................................................................................... 17 2.1.5 Sertifikasi Halal………………………………………………........................ 22 2.2 Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 31 2.2.1 Hipotesis Penelitian................................................................................... 32 2.2.2 Definisi Operasional .................................................................................. 32 2.2.3 Definisi Konseptual ................................................................................... 33 BAB III PENDEKATAN LAPANGAN …………………………...…………………….... 34 3.1 Metode Penelitian.............................................................................................. 34 3.2 Lokasi dan Waktu …………............................................................................... 34 3.3 Teknik Pengumpulan Data………………………………….................................. 34 3.4 Teknik Analisis Data.......................................................................................... 35 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN LP POM MUI …............ 36 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya................................................. 36 4.2 Gambaran Umum LP POM MUI…..................................................................... 39 4.2.1 Sejarah LP POM MUI ................................................................................ 39 4.2.2 Program LP POM MUI................................................................................ 40 BAB V KARAKTERISTIK, TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN, DAN EKUITAS MEREK RESPONDEN …............................................................ 44 5.1 Karakteristik Responden ................................................................................... 44 xi Halaman 5.2 Tingkat Pengetahuan Responden..................................................................... 46 5.3 Tingkat Kepedulian Responden......................................................................... 47 5.4 Tingkat Ekuitas Merek Responden.................................................................... 48 BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK RESPONDEN DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN, DAN TINGKAT EKUITAS MEREK RESPONDEN …............................................................................ 49 6.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Tingkat Ekuitas Merek ............................................................ 49 6.1.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan............... 49 6.1.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepedulian.................. 50 6.1.3 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Ekuitas Merek............. 50 6.2 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Tingkat Ekuitas Merek ....................................................................................... 51 6.2.1 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan.............................. 51 6.2.2 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Kepedulian................................. 52 6.2.3 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Ekuitas Merek............................. 53 6.3 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Tingkat Ekuitas Merek ....................................................................................... 54 6.3.1 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan.......................... 54 6.3.2 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Kepedulian............................. 55 6.3.3 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Ekuitas Merek........................ 56 6.4 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Tingkat Ekuitas Merek ............................................................ 56 6.4.1 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan....... 56 6.4.2 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepedulian.......... 57 6.4.3 Hubungan antaraTingkat Pendidikan dengan Tingkat Ekuitas Merek...... 58 6.5 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Tingkat Ekuitas Merek ........................................................... 59 6.5.1 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan..... 59 6.5.2 Hubungan antaraTingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepedulian......... 59 6.5.3 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Ekuitas Merek... 60 xii Halaman BAB VII HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN TINGKAT KEPEDULIAN, DAN TINGKAT EKUITAS MEREK RESPONDEN …........ 61 7.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kepedulian .............. 61 7.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Ekuitas Merek ......... 61 7.3 Hubungan antara Tingkat Kepedulian dengan Tingkat Ekuitas Merek ............. 62 BAB VIII KESIMPULAN …........................................................................................ 64 BAB IX SARAN …..................................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 66 LAMPIRAN ……….................................................................................................... 68 xiii DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks Tabel 1. Batas Wilayah Kelurahan Balumbang Jaya………....................................... 36 Tabel 2. Penggunaan Lahan…..................……………..........…….............................. 36 Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Kategori Usia.............................................. 37 Tabel 4. Jumlah Penganut Agama............................................................................. 37 Tabel 5. Mata Pencaharian Pokok Warga Kelurahan Balumbang Jaya..................... 38 Tabel 6. Sarana Penunjang Pendidikan..................................................................... 38 Tabel 7. Fasilitas Kesehatan………........................................................................... 39 Tabel 8. Media yang digunakan LP POM MUI………………..........……..................... 41 Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin................ 44 Tabel 10. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Usia............................. 45 Tabel 11. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Agama......................... 45 Tabel 12. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan...... 45 Tabel 13. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan.... 46 Tabel 14. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan.. 46 Tabel 15. Jumlah dan Presentase Media Komunikasi ............................................... 47 Tabel 16. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepedulian...... 47 Tabel 17. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Ekuitas Merek. 48 Tabel 18. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan................. 49 Tabel 19. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepedulian.................... 50 Tabel 20. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Ekuitas Merek............... 51 Tabel 21. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan................................ 52 Tabel 22. Hubungan antara Usia Tingkat Kepedulian................................................ 53 Tabel 23. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Ekuitas Merek.............................. 53 Tabel 24. Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan........................... 54 Tabel 25. Hubungan antara Agama dengan Tingkat Kepedulian............................... 55 Tabel 26. Hubungan antara Agama dengan Tingkta Ekuitas Merek.......................... 56 Tabel 27. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan........ 57 Tabel 28. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepedulian............ 57 Tabel 29. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Ekuitas Merek....... 58 Tabel 30. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan....... 59 xiv Halaman Tabel 31. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepedulian.......... 60 Tabel 32. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Ekuitas Merek..... 60 Tabel 33. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kepedulian........ 61 Tabel 34. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Ekuitas Merek... 62 Tabel 35. Hubungan antara Tingkat Kepedulian dengan Tingkat Ekuitas Merek....... 63 xv DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Teks Gambar 1. Hirarki Produk……………………………………….................................. 4 Gambar 2. Tahapan Pencapaian Tujuan Komunikasi………………….................... 10 Gambar 3. Bagian-bagian Business Intelligence .................................................... 14 Gambar 4. Unsur-unsur dalam Ekuitas Merek serta Pengaruhnya......................... 20 Gambar 5. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 31 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini beragam produk ditawarkan kepada konsumen. Baik produk konsumsi maupun jasa, produk-produk tersebut tentunya memperebutkan pangsa pasar yang semakin sempit seiring berjalannya waktu dan ketatnya persaingan. Salah satu yang berjuang untuk memperebutkan pangsa pasar ialah produk pertanian, perikanan, maupun peternakan yang sebagian besarnya berupa produk pangan, dewasa ini beragam produk baru dalam bidang pangan muncul untuk merebut pangsa pasar yang tersisa. Persaingan antar produsen pangan tidak terelakkan, segala cara dikerahkan untuk mencuri perhatian pasar. Salah satunya melalui konsep pemasaran, yang berupa proses dari perencanaan pemasaran dari sebuah konsep, pemberian harga, promosi, dan pendistribusian bahan baku produk serta pelayanan untuk menciptakan kepuasan konsumen individual dan mencapai tujuan organisasi (Aaker, 2004). Selain itu perusahaan juga perlu melakukan komunikasi pemasaran, yang didefinisikan sebagai usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik, terutama konsumen sasaran, mengenai keberadaan suatu produk di pasar, Kotler (2000) dalam Kusumastuti (2009). Persaingan di pasar akan menentukan produk mana yang akan bertahan, dan produk mana yang akan tersingkir dari pasar. Salah satu upaya dalam meraih dan mempertahankan pasar ialah melalui merek, yang didefinisikan sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa pesaing (Kotler, 2007). Merek memegang peranan penting dalam pemasaran produk, mereklah yang menjadi ujung tombak dari produsen untuk masuk ke dalam pasar. Salah satu upaya dalam memperkuat merek di pasar ialah dengan memberikan nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa, yang didefinisikan sebagai ekuitas merek (Kottler, 2007). Ekuitas merek terdiri dari loyalitas merek, kepedulian terhadap merek, kepedulian akan kualitas, asosiasi yang dapat memberi nilai tambah terhadap kualitas suatu produk, serta aset-aset yang lain, seperti aspek legal, trademark, relasi, dll (Aaker, 2004). Salah satu cara untuk meningkatkan ekuitas merek. meningkatkan profit perusahaan ialah dengan Salah satu cara meningkatkan ekuitas merek ialah dengan mencantumkan label halal pada produk tersebut, dimana hal ini tercantum dalam salah satu faktor ekuitas merek yaitu asosiasi lain yang memberi nilai tambah. 2 Mayoritas penduduk Indonesia ialah beragama Islam, maka persoalan produk halal menjadi bagian penting dalam mengukur sejauhmana kualitas kemusliman orang Indonesia, karena persoalan makanan, minuman dan obat-obatan halal merupakan bagian dari agama itu sendiri. Masyarakat kita sejak lama sudah sering tidak tahu menahu apabila ia mengonsumsi produk makanan, minuman dan obat-obatan yang tidak sesuai syariah. Kasus yang paling besar terjadi sekitar tahun 1980, yaitu dengan ditemukannya kandungan lemak babi dalam beberapa jenis makanan. Sekitar 34 item produk makanan yang terbukti secara ilmiah memiliki kandungan lemak babi. Dalam perkembangannya, daftar produk berkandung lemak babi itu meluas menjadi ratusan item. Bahkan melebar pada produk-produk yang sebenarnya tidak mengandung lemak babi seperti sabun, pasta gigi, sabun cuci dan lain-lain sebagainya1. Salah satu upaya dalam mencegah hal tersebut ialah dengan mencantumkan jaminan kehalalan dan kepastian akan kehalalan produk pangan berupa sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI. Tidak serta merta masyarakat langsung dapat mengetahui manfaat dari sertifikasi tersebut, oleh karena itu diperlukan usaha sosialisasi yang berupa komunikasi pemasaran untuk mengenalkan sertifikasi halal tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka disusunlah beberapa perumusan masalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, serta tingkat ekuitas merek? 2. Sejauhmanakah hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan tingkat ekuitas merek? 1 Rachmad, Edy. 2010. Pro Kontra RUU Sertifikasi Halal. Http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=4191:pro-kontra-ruusertifikat-halal&catid=41:opini (diakses pada 15 April 2010, 19.30) 3 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, serta tingkat ekuitas merek sehubungan dengan sertifikasi halal. 2. Menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan tingkat ekuitas merek sehubungan dengan sertifikasi halal. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi perguruan tinggi Program ini merupakan perwujudan dari Tridharma Perguruan Tinggi yang diharapkan dapat meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang konsumen. Hal ini dapat memacu intelektualitas di kalangan mahasiswa dan secara tidak langsung dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi. 2. Bagi LPPOM MUI Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi serta memberikan masukan bagi LPPOM MUI untuk meningkatkan komunikasi pemasaran label sertifikasi halal. 3. Bagi perusahaan Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dalam strategi komunikasi pemasaran perusahaan terkait dengan kebijakan mereka akan sertifikasi halal. 4. Bagi dunia bisnis Bagi dunia bisnis produk pangan dapat lebih mengetahui peran label sertifikasi halal dalam meningkatkan ekuitas merek di mata masyarakat. 5. Bagi masyarakat Masyarakat dapat lebih mengetahui peran label sertifikasi halal dalam menjamin kualitas suatu produk pangan. 6. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan dapat mengasah kemampuan peneliti dalam mengadakan penelitian. BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Aaker (2004) mengatakan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasaran untuk diperhatikan, dibeli, digunakan atau dikonsumsikan. Istilah produk mencakup benda-benda fisik, jasa-jasa, kepribadian, tempat-tempat, organisasi dan ide-ide. Nama lain untuk produk adalah barang penawaran, penawaran, bingkisan nilai, dan berkas manfaat. Istilah produk ada tiga, pada tingkat dasarnya dapat kita sebutkan “produk inti”. Produk inti merupakan jawaban atas pertanyaan: “apakah pada hakekatnya yang dibeli oleh seorang pembeli?” produk itu hanyalah merupakan pengemasan suatu jasa yang memecahkan persoalan. Produk yang disempurnakan Produk Inti Instalasi Garansi Penyerahan bebas biaya Sistem jasa pemeliharaan Pengemasan Merek Ciri khas Mutu Corak Jasa inti Produk Formal Gambar 1. Hirarki Produk Sumber: Aaker (2004) Aaker (2004) mengatakan bahwa produk formal adalah merupakan “pengemasan dari produk intinya”. Itulah yang dikenal oleh pembeli sebagai “tawaran yang nyata”. Jika produk formal merupakan benda fisik, maka oleh kaum calon pembeli ia dapat dikenal sebagai mempunyai lima macam ciri khas: yaitu taraf mutu, keistimewaan (features), ragam, nama merek dan kemasan (packaging). Jika ia merupakan jasa, ia mungkin mempunyai beberapa atau seluruh ciri khas itu dalam bentuk kiasan. Akhirnya terdapat produk yang 5 disempurnakan (augmented product), yang mencakupi keseluruhan manfaat yang diterima atau dinikmati oleh pihak pembeli produk yang formal tadi. Dapat disimpulkan bahwa produk ialah segala sesuatu yang diprouksi oleh perusahaan untuk dikonsumsi oleh konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhannya. Hirarki produk. Setiap jenis produk berhubungan secara hirarkis dengan suatu kelompok produk-produk lain, adanya suatu hirarki produk yang merentang mulai dari kebutuhan pokok sampai aneka barang khas tertentu yang dapat memenuhi kebutuhan dasar itu. Tujuh tingkat dalam tata-tangga atau hirarki produk itu (Aaker, 2004), yaitu: 1. Golongan kebutuhan. Kebutuhan inti yang menimbulkan golongan produknya. 2. Golongan produk. Seluruh kelompok produk yang dapat memenuhi kebutuhan lebih kurang secara mantap. 3. Kelompok produk. Sekelompok produk dalam lingkungan golongan produk itu yang diketahui 4. Jajaran produk (product line). Sekumpulan produk yang termasuk dalam suatu kelompok produk yang berkaitan erat satu dengan yang lain, karena berfungsi secara serupa, dijual kepada kelompok pelanggan yang sama, dipasarkan melalui saluran pemasaran yang serupa, atau yang termasuk dalam rentang harga yang sama. 5. Jenis produk. Sekumpulan barang yang termasuk dalam jajaran produk dengan bentuk khas di antara berbagai bentuk produk itu 6. Merek. Nama yang terikat pada satu atau beberapa barang dalam jajaran produk itu yang dimaksudkan untuk mengenali sumber atau ciri khas dari barang bersangkutan. 7. Barang. Suatu satuan khas dalam lingkungan suatu merek atau suatu jajaran produk yang dapat diperbedakan karena ukuran, harga, rupa, atau atribut khas lainnya. Cateora (2004), mengatakan bahwa bagian produk, terdiri atas komponen inti terdiri atas produk fisik semacam program yang berisi teknologi yang diperlukan dan seluruh desain fitur dan fitur fungsionalnya. Pada program inilah variasi produk dapat ditambahkan atau dihapus untuk memuaskan perbedaan lokal. Penyesuaian besar pada program dapat mempengaruhi proses produk sehingga membutuhkan investasi modal tambahan. Komponen pengemasan meliputi fitur gaya, pengemasan, pencantuman label, merek 6 dagang, merek jual, kualitas, harga, dan seluruh aspek lain kemasan sebuah produk. Komponen layanan pendukung meliputi perbaikan dan perawatan, instruksi, pemasangan, jaminan, pengiriman, dan ketersediaan suku cadang. Banyak program pemasaran yang semestinya berhasil namun menemui kegagalan karena hanya sedikit perhatian yang diberikan pada komponen ini. Hal ini berlaku untuk setiap produk, salah satunya jalah produk pangan yang dibutuhkan setiap orang. Hadiwigeno dalam Widyakarya Pangan dan Gizi (1989) menyebutkan bahwa pangan ialah hasil dari suatu sistem yang kompleks dengan petani dan usahatani sebagai pelaku utama. Dapat disimpulkan bahwa pangan ialah segala hasil pertanian yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia. Hal ini juga mencakup wilayah pertanian secara luas seperti, perkebunan, tambak, tanaman pokok, peternakan, perikanan dll. Sedangkan yang dimaksud dengan industri pangan ialah merupakan industri pengolahan hasil pertanian yang dapat digolongkan sebagai salah satu subsistem dalam sistem industri pertanian. Saefudin et al dalam Widyakarya Pangan dan Gizi (1989) mengkategorikan pangan menjadi dua bagian yaitu: 1. Pangan nabati 2. Pangan hewani Pangan nabati mencakup bahan pangan seperti padi, jagung, kedele, ubi, kayu, dan gula. Sedangkan pangan hewani mencakup daging, telur, susu, dan ikan. Dari beragam produk pangan tersebut, baik yang mentah maupun yang telah diolah sebaiknya dibuat bauran produk dari sumber daya yang ada. Dapat disimpulkan bahwa pangan ialah segala sesuatu yang berasal dari sektor pertanian, perikanan, dan peternakan yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keputusan bauran produk Sumarwan (2002) mengatakan bahwa bauran produk dari suatu perusahaan dapat digambarkan mempunyai ukuran lebar, kedalaman, dan konsistensi tertentu. Ukuran lebar dari suatu bauran produk menunjukkan beberapa macam jajaran produk yang terdapat dalam perusahaan itu. Kedalaman suatu bauran produk menunjuk kepada jumlah aneka jenis barang yang disediakan dalam setiap jajaran produk. Sedangkan yang disebut konsistensi dari suatu bauran produk ialah kaitan erat antara aneka jajaran 7 produk itu berkenaan dengan pemakaian terakhir, syarat-syarat produksinya dan saluran distribusi atau aneka hal lainnya. Pengetahuan Produk Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kelas produk, bentuk produk, merek, model/ fitur. Kelas produk adalah tingkat pengetahuan yang paling luas yang meliputi beberapa bentuk, merek dan model (Sumarwan, 2002). Pengetahuan atribut produk Seorang konsumen akan melihat suatu produk berdasarkan kepada karakteristik atau ciri atau atribut dari produk tersebut. Bagi seorang konsumen, maka mobil memiliki atribut warna, model, tahun pembuatan, kapasitas mesin, merek, manual atau otomatis, dan sebagainya. Atribut suatu produk dibedakan ke dalam atribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri fisik dari suatu produk, misalnya ukuran produk tersebut. Sedangkan atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen (Sumarwan, 2002). Pengetahuan manfaat produk Jenis pengetahuan produk yang kedua adalah pengetahuan tentang manfaat produk. Konsumen mengkonsumsi suatu produk atau jasa karena ia tahu betul manfaat produk tersebut bagi dirinya. Konsumen seringkali berpikir mengenai manfaat yang ia rasakan jika mengkonsumsi atau membeli suatu produk, bukan mengenai atributnya. Konsumen mungkin tidak tertarik untuk mengetahui berbagai macam kandungan (atribut) dari buah mengkudu tetapi karena ia mengetahui manfaatnya maka ia mengkonsumsi buah itu (Sumarwan, 2002). Pengetahuan pembelian Arti dan jenis pengetahuan, pengetahuan meliputi berbagai informasi yang diproses oleh konsumen untuk memperoleh suatu produk. Pengetahuan produk terdiri atas pengetahuan tentang di mana membeli produk dan kapan membeli produk. Ketika konsumen memutuskan akan membeli suatu produk, maka ia akan menentukan dimana ia membeli produk tersebut dan kapan akan membelinya. Ketika konsumen memutuskan akan membeli suatu produk maka 8 ia akan menentukan di mana ia membeli produk tersebut dan kapan akan membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk akan sangat ditentukan oleh pengetahuannya. Implikasi penting bagi strategi pemasaran adalah memberikan informasi kepada konsumen dimana konsumen bisa membeli produk tersebut (Sumarwan, 2002). Pengetahuan pemakaian Suatu produk akan memberikan manfaat kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi kepada konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut dengan benar. Kesalahan yang dilakukan oleh konsumen dalam menggunakan produk akan menyebabkan produk tidak berfungsi dengan baik. Ini akan menyebabkan konsumen kecewa, padahal kesalahan terletak pada diri konsumen (Sumarwan, 2002). 2.1.2 Pengertian Komunikasi Pemasaran Kotler (2000) dalam Kusumastuti (2009) mendefinisikan komunikasi pemasaran sebagai usaha untuk menyampaikan pesan kepada publik, terutama konsumen sasaran, mengenai keberadaan suatu produk di pasar. Komunikasi pemasaran dengan kata lain menggunakan teori komunikasi antar pribadi yaitu action assembly theory yang dijelaskan John Greene dalam Littlejohn (1999) sebagai bagaimana kita mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan yang kita miliki dalam berkomunikasi. Lazarevic (2007) mengatakan bahwa komunikasi pemasaran yang memiliki banyak variasi dalam mengorganisasikan pesan serta menyampaikannya untuk membangun hubungan dengan konsumen. Komunikasi pemasaran berkontribusi kepada efisiensi dari perusahaan dengan cara membangun sinergi dan integrasi informasi kepada konsumen. Komunikasi pemasaran yang digunakan sebaiknya unik dan memiliki ciri tersendiri. Kotler (2000) dalam Kusumastuti (2009) mengatakan bahwa, konsep yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut dikenal dengan bauran promosi yang terdiri atas lima teknik yaitu: 1. Periklanan, dalam hal ini mencakup periklanan di media cetak dan elektronik. Gambar bergerak, brosur, booklet. Leaflet, audio visual, dan videotape. 9 2. Promosi penjualan, dapat berupa kontes permainan, undian berhadiah, pameran, kupon, dll. 3. Hubungan masyarakat dan publisitas, yang meliputi kegiatan pidato. Seminar, laporan tahunan, donasi, amal, sponsorship, majalah perusahaan. 4. Penjualan tatap muka, seperti presentasi penjualan, pertemuan penjualan, program insentif, dan pameran perdagangan. 5. Pemasaran langsung, seperti katalog, surat, tv shopping, fax mail, e-mail, dll. Inti dari pemasaran ialah pertukaran, sedikitnya dilakukan oleh dua belah pihak untuk memperoleh kepuasan. Komunikasi pemasaran adalah aplikasi komunikasi yang bertujuan untuk membantu kegiatan pemasaran sebuah perusahaan. Aplikasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai bentuk media yang digunakan, daya tarik pesan, dan frekuensi penyajian Kennedy dan Soemanegara (2006) dalam Kusumastuti (2009). Proses pertukaran komunikasi pemasaran memiliki beberapa peran, diantaranya sebagai berikut (Kennedy dan Soemanegara, 2006 dalam Kusumastuti, 2009): 1. Memberi informasi dan membuat konsumen menyadari keberadaan produk yang ditawarkan. Melalui komunikasi pemasaran konsumen potensial dibujuk agar berhasrat masuk kedalam hubungan pertukaran. 2. Mengingatkan konsumen, hal ini memiliki arti bahwa komunikasi pemasaran mengingatkan konsumen tentang keberadaan produk. Dapat dikatakan bahwa konsumen diingatkan dengan produk yang sejak dulu telah dikenal masih tetap ada dan hingga saat ini tetap ada di pasaran. Hal ini sangat penting bagi kelangsungan perusahaan karena sebuah perusahaan akan bertahan karena adanya konsumen. 3. Membujuk konsumen dan pelanggan potensial untuk melakukan pembelian, dalam hal ini pesan-pesan persuasif sangat dibutuhkan. 4. Menunjukkan perbedaan, komunikasi pemasaran dapat membedakan produk yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Diferensiasi produk terkait dengan product positioning. Dalam diferensiasi produk, produk yang ditawarkan oleh satu perusahaan memang betul-betul berbeda secara fisik dan komposisi kandungan produk dengan produk lainnya. 10 5. Menghantarkan nilai-nilai sosial pada masyarakat. Berdasarkan konsep periklanan, suatu iklan akan menarik apabila menampilkan daya tarik tertentu, sesuai batas-batas nilai moral yang berkembang di masyarakat. Strategi komunikasi pemasaran bertujuan untuk mencapai tiga tahap perubahan yang ditujukan bagi konsumen, yang digambarkan oleh Gambar 2: Tahapan Pencapaian Tujuan Komunikasi Awareness Stage Interest Stage Loyalty Stage Gambar 2. Tahapan Pencapaian Tujuan Komunikasi Sumber: Kusumastuti (2009) Tahap pertama adalah tahap perubahan pengetahuan. Dalam hal ini, konsumen mengetahui keberadaan suatu produk, untuk apa diciptakan, dan ditujukan kepada siapa. Tahap kedua adalah tahap perubahan sikap, dan yang terakhir adalah tahap perubahan perilaku yang dimaksudkan agar konsumen tidak berpaling kepada produk lain. Pesan yang disampaikan akan lebih baik apabila terdapat formula AIDA, yang dijabarkan sebagai berikut: Attention, pada tahap ini dikatakan sesuatu yang cukup menarik dan bermanfaat pada khalayak. Pada tahap ini pemberi pesan mencoba menceritakan sesuatu kepada khalayak tanpa dibesar-besarkan, atau mengancam. Pada tahap interest, pemberi pesan menjelaskan bagaimana keterkaitan antara pesan yang kita sampaikan dengan khalayak. Hal ini bertujuan agar penerima pesan mengatakan, “ini ide hebat, mungkin inilah yang saya perlukan”. Selanjutnya pada tahap desire, pemberi pesan mencoba meningkatkan keinginan penerima pesan agar bertindak sesuai dengan anjuran. Tujuannya agar penerima pesan berpikir bahwa ia benar-benar membutuhkan 11 hal yang kita tawarkan. Pada tahap action, menegaskan kepada khalayak cara melakukan tindakan yang dianjurkan. Komunikasi Antar Pribadi Sendjaja (1999) mengatakan bahwa komunikasi antar pribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antar orang-orang yang saling berkomunikasi. Proses dalam hal ini berarti mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung secara terus-menerus. Komunikasi ini juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan pesan dan menerima pesan secara timbal balik. Dipertukarkan dalam komunikasi adalah makna yang berupa kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses berkomunikasi. Pearson dalam Sendjaja (1999) menyebutkan ada enam karakteristik komunikasi antar pribadi, yaitu: 1. Komunikasi antar pribadi dengan diri sendiri. Berbagai pengamatan dan pemahaman berangkat dari diri kita, yang berarti dibatasi oleh siapa diri kita dan pengalaman kita. 2. Komunikasi antar pribadi yang bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu kepada tindakan pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak menyampaikan dan menerima pesan. 3. Komunikasi antar pribadi mencakup aspek-aspek dan isi pesan yang berhubungan antar pribadi. Komunikasi antar pribadi tidak hanya berkenaan dengan isi pesan yang dipertukarkan, tetapi juga mencakup siapa partner komunikasi dan bagaimana hubungan kita dengan partner tersebut. 4. Komunikasi antar pribadi mensyaratkan adanya kedekatan fisik antara pihakpihak yang berkomunikasi. 5. Komunikasi antar pribadi melibatkan pihak-pihak yang saling tergantung satu dengan lainnya dalam proses komunikasi. 6. Komunikasi antar pribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita melakukan kesalahan maka kesalahan tersebut tidak akan dapat diulang maupun dihapus. Memahami komunikasi dan hubungan antar pribadi dari sudut pandang individu adalah menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki pemahaman dan 12 makna pribadi terhadap semua hubungan dimana ia terlibat. Aspek psikologis dalam komunikasi antar pribadi menempatkan makna hubungan sosial kedalam individu, yaitu dalam diri partisipan komunikasi. Hal ini akan terlihat jelas apabila kita menyertakan rasa memiliki bahwa orang lain atau apapun yang diasosiasikan dengan kita merupakan milik kita, contoh: istri saya, produk saya, sesuatu yang diasosiasikan menjadi milik saya. Dapat disimpulkan bahwa kita mengartikan dan bahkan orang lain dalam pengertian yang berpusat pada diri kita sendiri, yaitu bagaimana segala sesuatunya berhubungan atau berkaitan dengan diri kita (Sendjaja,1999). Howard Gilles dalam Littlejohn (1999) mengungkapkan teori akomodasi, apabila kita perhatikan dengan seksama diantara dua orang yang sedang berbicara maka akan tampak salah satunya atau mungkin keduanya akan saling menyesuaikan. Baik dalam kecepatan berbicara, intonasi, bahasa tubuh dll. Menurut penelitian teori ini sangat penting dalam komunikasi, teori ini akan membawa kita kepada identifikasi sosial. Dapat pula sebagai acuan kita diterima di suatu grup, karena kebanyakan grup cenderung memiliki banyak kesamaan diantara orang-orang yang terlibat didalamnya. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan proses pertukaran makna diantara orangorang yang berkomunikasi dalam proses yang berkelanjutan. Teori-teori tentang komunikasi pemasaran dan komunikasi antar pribadi ini kemudian diaplikasikan dalam proses pemasaran. Pemasaran menurut Aaker (2004) adalah proses dari perencanaan dan pemasaran dari sebuah konsep, pemberian harga, promosi, dan pendistribusian bahan baku, produk serta pelayanan untuk menciptakan kepuasan konsumen individual dan mencapai tujuan organisasi. Konsep pemasaran memerlukan kepuasan pelanggan untuk mencapai tujuan perusahaan. Kepuasan konsumen memerlukan kesigapan perusahaan untuk mencari informasi tentang kebutuhan pelanggan. Kecerdasan pemasaran adalah strategi didalam penelitian pemasaran, yang dapat dicapai dengan melakukan hal-hal sebagai berikut (Aaker, 2004): 1. Fokus terhadap informasi dan menggunakan informasi tersebut sebagai sumber dari strategi berikutnya. 2. Tujuan dalam pemasaran tidak hanya untuk mendapatkan data, tetapi mendapatkan data untuk membantu membuat keputusan yang tepat. 13 3. Kecerdasan pemasaran memiliki kapasitas untuk menjadi yang utama dalam berkontribusi terhadap pengembangan bisnis melalui strategi penelitian, analisis hukum dan resiko, dll. Aaker (2004), berikut adalah beberapa hal yang mendasari akan kebutuhan kecerdasan pemasaran: 1. Produsen hanya sedikit melakukan kontak langsung dengan pelanggan. 2. Distributor hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang kebutuhan, kebiasaan, serta perubahan selera pelanggan. 3. Kita harus mengerti dunia kompetisi, tanpa memata-matai secara ilegal. 4. Tujuan utama perusahaan adalah memenuhi target penjualan dan meraih market share yang telah ditentukan. 5. Manajer perusahaan biasanya meminta rencana untuk memasuki pasar baru dan menambah kategori produk yang belum banyak dikenal konsumen. 6. Masa depan tidak dapat ditebak, dunia bisnis memerlukan antisipasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di dunia bisnis minimal lima sampai sepuluh tahun kedepan. Keuntungan menerapkan kecerdasan pemasaran (Aaker, 2004): 1. Keputusan Produk, kecerdasan pemasaran membantu dalam mengambil keputusan dalam produk yang baru dan juga mengoptimalisasi pemasaran produk sesuai dengan segmen konsumen yang dituju. 2. Segmentasi konsumen, kecerdasan konsumen memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk mempelajari iklan. Dampak sebelum beriklan dan setelah beriklan. Didasarkan kepada penelitian, kecerdasan pemasaran memberikan perusahaan fleksibilitas untuk memilih media periklanan. Kecerdasan pemasaran juga memberikan perusahaan informasi yang cukup untuk menyeleksi target konsumen. 3. Harga dan Merek, kecerdasan pemasaran membantu perusahaan dalam mengambil keputusan terkait dengan pembangunan ekuitas merek, selain itu kecerdasan pemasaran juga membantu dalam menangkap tren yang sedang booming saat ini, dan arah perubahan trend tersebut. 4. Stakeholder, kecerdasan pemasaran membantu semua pihak yaitu konsumen, distributor dan supplier puas. 5. Estimasi pasar, persaingan kompetitif, dan distribusi. Kecerdasan marketing juga membantu dalam analisis kuantitatif pasar, analisis kebutuhan pasar,dan memperkirakan kebutuhan pasar dimasa yang akan datang. 14 Bussiness Intelligence Finance & Accounting Intelligence Marketing Intelligence HR Intelligence Operations Intelligence Marketing Research De8ine Problem & info. needs Look for Existing Data Design Study Collect & Analyze Data Use & Report Data for Decision Making Back-­end Analysis Gambar 3. Bagian – bagian dari Business Intelligence Sumber: Aaker (2004) Sehingga pemasaran ialah segala suatu proses dari awal pembentukan image hingga akhirnya produk tersebut dikenal konsumen dengan image yang telah dibuat di awal. Sedangkan kecerdasan pemasaran ialah salah satu kiat untuk memasarkan produk serta memperkenalkannya kepada khalayak. Tetapi bagaimana apabila yang ingin dikomunikasikan ialah sebuah ide/ gagasan? Dapatkah kecerdasan pemasaran melakukannya? Untuk itu selanjutnya akan dibahas mengenai kampanye komunikasi publik. Kampanye Komunikasi Publik Rice, Ronald E. dan William J. Paisley (1983) mengatakan bahwa kampanye komunikasi digunakan untuk menginformasikan gagasan seseorang/ kelompok sehingga dapat mempengaruhi khalayak. Banyak dari kita melihat 15 poster-poster, majalah, iklan televisi atau iklan di bus yang menginformasikan kampanye-kampanye seperti keluarga berencana, hemat energi, menyelamatkan hutan kita, mengurangi konsumsi minuman yang mengandung alkohol dan rokok, dll. Kampanye komunikasi publik bertujuan untuk merepresentasikan tujuan seseorang untuk mempengaruhi kebiasaan atau pemahaman seseorang melalui jalur komunikasi. Rosady (2005) mengatakan bahwa, kampanye merupakan kegiatan komunikasi yang terencana untuk mencapai tujuan tertentu dan berupaya mempengaruhi khalayak sebagai target sasarannya. Konsep kampanye ialah melakukan kegiatan komunikasi secara terencana yang lebih moderat, terbuka, toleran, dan program yang jelas, persuasive serta dapat diidentifikasikan secara jelas nara sumbernya (komunikator) dan selalu berkonotasi posiif. Dapat disimpulkan bahwa kampanye komunikasi publik ialah usaha untuk merubah mindset seseorang tentang sebuah ide melalui jalur komunikasi. Aktivitas komunikasi dalam berkampanye biasanya berkaitan dengan suatu kepentingan dan tujuan. Charles U. Larson (1992) dalam Rosady (2005) telah membagi jenis-jenis kampanye kegiatan berdasarkan orientasi tujuannya. a. Product – Oriented Campaigns Kegiatan dalam kampanye berorientasi pada produk, dan biasanya dilakukan dalam kegiatan komersial kampanye promosi pemasaran suatu peluncuran produk yang baru. Seperti peluncuran provider dan produk. b. Candidate – Oriented Campaigns Ekegiatan kampanye yang berorientasi bagi calon kandidat untuk kepentingan kampanye politik, seperti kampanye pemilu dalam era reformasi. c. Idelogical or Cause – Oriented Campaigns Jenis kampanye ini berorientasi kepada perubahan pandangan sosial, seprti kegiatan kampanye program Keluarga Berencana Nasional (KBN), sadar bayar pajak, pelestarian lingkungan alam, dll. 2.1.3 Merek Asosiasi pemasaran Amerika mendefinisikan merek (brand) dalam Kotler (2007) sebagai “nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa pesaing. Dapat dikatakan bahwa merek adalah produk atau jasa penambah dimensi yang dengan cara tertentu mendeferensiasikannya dari produk atau jasa 16 lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Kotler (2007) mengatakan bahwa merek dapat mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan memungkinkan konsumen (individual atau organisasi) untuk menetapkan tanggung jawab pada pembuat atau distributor tertentu. Konsumen menemukan merek yang mana memuaskan kebutuhan mereka dan mana yang tidak. Ketika kehidupan konsumen menjadi lebih rumit, sibuk, dan kekurangan waktu, kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan mengurangi resiko menjadi tak ternilai. Cateora (2007) mengatakan bahwa merek global sebagai penggunaan sebuah nama, istilah, tanda, simbol, desain diseluruh dunia, atau kombinasinya yang ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang dihasilkan satu penjual dan untuk membedakan mereka dan kompetitornya. Salah satu dimensi mutu yang utama adalah bagaimana sebuah produk memenuhi kebutuhan tertentu dari pembeli dengan baik. Saat sebuah produk gagal memenuhi ekspektasi kerja, mutunya yang buruk akan terlihat dengan jelas. Sebuah produk yang desainnya melebihi keinginan kegunaan yang diharapkan pembeli umumnya ekstranya. memiliki harga lebih tinggi, yang menggambarkan kapasitas Mutu untuk banyak produk dinilai berdasarkan pada pemenuhan ekspektasi tertentu. Kotler (2007) strategi merek merupakan segi terpenting dari strategi produk. Setiap tokoh pemasaran harus memutuskan barang-barang yang manakah perlu diberi merek, bagaimana mengatur pemberian merek itu dan cara bagaimana harus mengelola aneka mereknya. Kotler (2007) menyebutkan bahwa merek adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang atau kombinasi dari dua atau lebih unsur tersebut yang dimaksudkan untuk menandakan barang atau jasa dari pihak penjual tunggal atau pihak kelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang yang berasal dari pihak pesaingnya. Kotler (2007) merek juga menunjukkan fungsi-fungsi yang bernilai bagi perusahaan. Pertama, merek menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk. Merek membantu untuk mengorganisasikan catatan inventori dan catatan akunting. Sebuah merek juga menawarkan perlindungan hukum yang kuat untuk fitur atau aspek produk yang unik. Nama merek dapat dilindungi melalui paten, pengemasan dapat dilindungi melalui hak cipta dan rancangan. Hak properti intelektual ini memastikan bahwa perusahaan dapat melakukan investasi secara aman dalam merek dan memperoleh keuntungan dari aset yang 17 bernilai. Merek dapat menandakan satu tingkat mutu tertentu, sehingga pembeli yang puas dapat lebih mudah memilih produk. Kesetiaan merek memberikan kemampuan untuk diramal dan keamanan perminataan bagi perusahaan sekaligus menjadi hambatan bagi perusahaan lain yang ingin memasuki pasar. Dapat disimpulkan bahwa merek ialah suatu “ciri khas” yang dapat berupa simbol/ nama dari suatu produk yang dapat membedakan produk tersebut dengan produk lainnya. Merek-merek terkuat dunia memiliki 10 atribut yang sama, yaitu (Kotler, 2007): 1. Merek itu unggul dalam menyerahkan manfaat yang benar-benar diinginkan konsumen. 2. Merek itu selalu relevan 3. Strategi penetapan harga didasarkan pada persepsi konsumen tentang nilai 4. Merek itu diposisikan secara tepat 5. Merek itu konsisten 6. Hirarki dan portofolio merek itu masuk akal 7. Merek itu memanfaatkan dan mengkoordinasikan daftar lengkap kegiatankegiatan pemasaran untuk membangun ekuitas 8. Manajer merek memahami arti merek bagi konsumen 9. Merek itu mendapat dukungan yang kuat dan memadai 10. Perusahaan memantau sumber ekuitas merek 2.1.4 Ekuitas Merek Kotler (2007) mendefinisikan ekuitas merek sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi produk Ekuitas merek berbasis pelanggan dapat didefinisikan perbedaan dampak dari pengetahuan merek pada tanggapan konsumen terhadap pemasaran merek itu. Merek tertentu dikatakan memiliki ekuitas merek berbasis pelanggan yang positif bila konsumen bereaksi lebih menyenangkan terhadap produk tertentu, dan cara produk tersebut dipasarkan dan diidentifikasi, dibandingkan dengan ketika merek itu belum diidentifikasi. Sedangkan Aaker (2004) mendefinisikan ekuitas merek sebagai kesatuan aset dan keunggulan yang terkait dengan suatu merek yang dapat memberikan nilai tambah dari suatu produk ataupun terhadap pelayanan 18 yang diberikan suatu perusahaan. sendirinya, perusahaan perlu Ekuitas merek tidak datang dengan melakukan usaha-usaha tertentu untuk membangun ekuitas merek yang kuat. Disimpulkan bahwa ekuitas merek adalah segala sesuatu yang dapat memberikan nilai tambah bagi produk tersebut sehingga produk tersebut dapat terlihat lebih unggul dari kompetitornya. Membangun Ekuitas Merek Membangun ekuitas merek diperlukan tiga perangkat utama pendorong ekuitas merek (Kotler, 2007), yaitu: pilihan awal atas unsur-unsur merek atau identitas membentuk merek, produk dan layanan serta semua aktivitas pemasaran yang menyertai program pemasaran yang mendukung, dan asosiasi lain yang secara tidak langsung dialihkan ke merek dengan menautkannya dengan beberapa entitas lain. Unsur-unsur merek dapat memainkan sejumlah peran untuk membangun merek. Jika konsumen tidak menguji banyak informasi dalam mengambil keputusan produk, unsur-unsur merek seharusnya mudah dikenal dan diingat serta secara inheren bersifat deskriptif dan persuasif. Unsurunsur merek yang mudah diingat akan mengurangi beban komunikasi pemasaran untuk membangun kesadaran dan menghubungkan asosiasi merek. Pilihan unsur merek yang cermat dan asosiasi sekunder dapat memberikan sumbangan penting untuk membangun ekuitas merek, input utama muncul dari produk atau jasa dalam mendukung kegiatan pemasaran. Merek tidak hanya dibangun oleh iklan. Pelanggan akhirnya mengenal sebuah merek melalui kisaran kontak dan titik-titik singgung melalui observasi dan penggunaan pribadi, omongan mulut, interaksi dengan personel perusahaan, pengalaman online atau telepon, dan transaksi pembayaran. Kontak merek dapat didefinisikan sebagai pengalaman yang membawa informasi apapun yang dimiliki pelanggan terhadap merek, kategori produk, atau pasar yang berhubungan dengan produk atau jasa pemasar. Pemasar menciptakan kontak merek dan membangun ekuitas merek melalui banyak jalan, seperti klub dan komunitas konsumen, pameran dagang, event, sponsor, kunjungan pabrik, hubungan masyarakat dan siaran pers, serta pemasaran bertujuan sosial. Blackston (2000) dalam Lazarevic (2007) mengatakan bahwa, hal yang penting menyangkut ekuitas merek ialah membangun hubungan diantara konsumen dan merek. Hal ini memerlukan ikatan mental yang kuat. Menggunakan selebriti sebagai endorser dapat memfasilitasi hal ini karena 19 endroser dapat mengadirkan kesamaan diantara mereka dengan merek. Tentu saja selebriti yang dipakai sebagai endorser harus dapat mencerminkan merek tersebut. Lazarevic (2007) juga mengatakan bahwa dalam membangun ekuitas merek akan efektif melalui segmentasi produk. Segmentasi penting karena ia menjelaskan mengapa pasar harus dibagi-bagi berdasarkan klasifikasi tertentu. Segementasi memberi jalan untuk mengetahui konsumen mana yang akan menjadi target mereka. Apabila perusahaan memasuki semua segmen yang ada untuk meningkatkan ekuitas merek mereka maka akan diperlukan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu diperlukan segementasi untuk merangkul konsumen yang tepat. Kotler (2007) cara terakhir dalam mengangkat ekuitas merek ialah dengan cara “meminjam”. Asosiasi merek sendiri bisa dihubungkan dengan entitas yang dimiliki asosiasi mereka sendiri dan menciptakan asosiasi merek “sekunder.” Dengan kata lain, ekuitas merek bisa diciptakan dengan menghubungkan merek dan informasi lain dalam memori yang mengandung arti bagi konsumen. Merek bisa dihubungkan dengan faktor sumber tertentu, seperti perusahaan, Negara atau wilayah geografis lain, saluran distribusi, dan juga kepada merek lain, tokoh, pemberian lisensi, juru bicara, acara-acara khusus, dan melalui pihak ketiga. Unsur-unsur dalam Ekuitas Merek Aaker (2004) mengatakan bahwa aset dan keunggulan dalam setiap ekuitas merek akan berbeda dari suatu konteks ke konteks yang lain, yang dapat dimasukkan menjadi lima kategori, yaitu: 1. Loyalitas merek (brand loyalty); 2. Kepedulian terhadap merek (brand awareness); 3. Kepedulian akan kualitas (perceived quality); 4. Asosiasi merek (brand association); dan 5. Aset-aset yang lain (other proprietary brand asset) Merek menarik minat konsumen, merupakan alasan utama dibalik hubungan yang terjalin antara konsumen dan merek. Untuk membangun hubungan ini, conscious effort telah dibentuk untuk menggerakkan produk dari sekedar dilihat menjadi digunakan, dengan pengalaman positif yang konsisten dari konsumen loyal menjadi hasil akhirnya. 20 Nilai-Nilai yang diperoleh konsumen: • Interpretasi dan informasi • Kepercayaan diri dalam membeli • Kepuasan pemakaian Branf loyalty Brand awareness Ekuitas Merek Nama Simbol Perceived quality NIlai-nilai yang diperoleh produsen: • Efisiensi dan efektivitas pemasaran • Loyalitas merek • harga • perluasan Merek • Nilai tukar • Pasar Kompetitif Brand associations Other brand asset Gambar 4. Unsur-unsur dalam Ekuitas Merek serta Pengaruhnya Sumber: Aaker (2004) 1. Brand awareness (kesadaran merek) Aaker (2004) kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon konsumen untuk mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Kesadaran merek ini bukan hanya sekedar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek, namun berkaitan pula dengan mengaitkan dengan asosiasi tertentu yang ada di dalam benak konsumen. Kesadaran merek dapat dilihat dari puncak pikiran (top of mind), pengingatan kembali merek (brand recall), pengenalan merek (brand recognition) dan tidak menyadari merek (brand unaware). Merek yang memiliki top of mind tinggi akan memiliki nilai merek yang tinggi pula. Jika suatu merek tersimpan dengan baik dalam benak konsumen, akan mempengaruhi responden dalam mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut. Tong and Hawley (2009) mengatakan bahwa brand awareness merupakan komponen penting dari ekuitas merek. Hal ini mencerminkan konsumen potensial untuk mengingat kembali merek tersebut. Hal ini dapat diraih dengan meningkatkan kualitas dan 21 komitmen, serta membiarkan konsumen menjadi familiar dengan merek kita serta membantu mereka dalam pembelian. 2. Brand association (asosiasi merek) Aaker (2004) asosiasi merek ialah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek, hal ini menyangkut terhadap kesan-kesan yang ditimbulkan oleh merek tersebut di benak konsumen. Kesan-kesan tersebut akan semakin meningkat dengan semakin seringnya penampakan merek tersebut dalam bauran produknya. Suatu merek yang kuat akan memiliki posisi yang menonjol dalam persaingan apabila didukung oleh berbagai asosiasi yang kuat. Berbagai asosiasi tersebut maka akan menampilkan image yang kuat terhadap produk tersebut. 3. Perceived quality (persepsi kualitas merek) Aaker (2004) persepsi kualitas merek adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan maksud yang diharapkan. Persepsi kualitas ini tidak dapat ditentukan secara objektif karena merupakan persepsi dari pelanggan individu. Persepsi pelanggan akan melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan memiliki kepentingan yang berbeda-beda terhadap suatu produk atau jasa. Perceived quality merupakan inti dalam pembentukan ekuitas merek berbasis konsumen. Zeithaml, (1988) dalam Tong and Hawley (2009) mengatakan bahwa perceived quality ini bukan merupakan kualitas yang sebenarnya tetapi hal ini merupakan persepsi konsumen secara keseluruhan dari produk maupun pelayanan yang diberikan. Kualitas yang baik memberikan alasan yang baik kepada konsumen untuk membeli merek tersebut dan memberikan jalan bagi merek tersebut untuk membedakan diri mereka dengan para kompetitor, memberikan harga yang tinggi, dan memiliki basis yang kuat untuk perluasan merek. 4. Brand loyalty (loyalitas merek) Aaker (2004) loyalitas merek merupakan ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas merek yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran karena hal ini merupakan suatu ukuran keterikatan pelanggan terhadap suatu merek. Seorang pelanggan yang sangat loyal terhadap suatu merek tertentu tidak akan mudah memindahkan 22 pembeliannya ke merek lain. Sehingga merek tersebut akan terhindar dari merek produk pesaing apabila telah memiliki pelanggan yang loyal. Tong and Hawley (2009) mengatakan bahwa brand loyalty merupakan inti dari ekuitas merek, yang merupakan komponen utama. Konsumen yang loyal akan jarang untuk mengganti produk merek walaupun harga yang ditawarkan kompetitor lebih murah. Mereka juga akan selalu membeli lebih daripada konsumen yang tidak loyal. 5. Other brand asset (aset merek lainnya) Aaker (2004) aset-aset merek lainnya akan sangat bernilai jika aset-aset itu menghalangi dan mencegah para kompetitor menggerogoti loyalitas konsumen. Aset-aset merek lainnya meliputi, paten, sertifikasi, cap dagang, dan hubungan dengan lembaga lain. 2.1.5 Sertifikasi Halal Anton Apriantono, Joko Hermanto, dan Nur Wahid dalam buku mereka yang berjudul “Pedoman Produksi Pangan Halal” (2007) mengatakan bahwa perusahaan perlu memiliki sebuah komitmen yang kuat untuk menghasilkan produk halal. Komitmen perusahaan ini perlu dijabarkan dalam bentuk kebijaksanaan umum perusahaan. Memang tidak ada keharusan bagi perusahaan, baik di dalam negeri (Indonesia) maupun di luar Indonesia untuk menghasilkan produk-produk yang halal saja. Negara Indonesia yang penduduknya heterogen dari segi keyakinan agama ini, keberadaan pangan non halal untuk kalangan non-muslim tetap dihormati dan diakui keberadaannya. Namun apabila komitmen perusahaan sudah menghendaki untuk memproduksi makanan halal, maka ia terikat dengan ketentuan dan peraturan mengenai kehalalan sesuai dengan aturan yang berlaku dalam Islam. Dapat disimpulkan bahwa sertifikasi halal ialah sertifikasi yang dapat memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk yang telah mencantumkan sertifikasi halal pada kemasannya merupakan produk yang terjamin kehalalannya. Anton Apriantono et al (2007) kebijakan perusahaan untuk memproduksi pangan halal menuntut konsekuensi-konsekuensi yang harus dipenuhi. Selain itu keputusan tersebut juga mengandung sanksi-sanksi yang akan diterima jika ditemukan adanya penyimpangan dari aturan main yang telah ditentukan, sebagaimana telah diatur dalam hukum positif di Indonesia. Dalam kebijakan 23 perusahaan inipun masih diberikan kebebasan kepada manajemen perusahaan untuk memilih apakah komitmen kehalalan itu menyangkut seluruh produk yang dihasilkan atau hanya sebagian produk saja yang akan diproduksi secara halal. Kebijakan untuk Hanya Berproduksi Halal Anton Apriantono et al (2007) sebenarnya kebijakan inilah yang lebih dikehendaki, karena akan lebih aman bagi konsumen dan lebih sederhana penanganannya bagi produsen. Dalam kebijakan tersebut berarti perusahaan hanya akan memproduksi pangan halal saja. Oleh karena itu seluruh bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang digunakan adalah halal. Oleh karena itu tidak perlu ada lagi pemisahan bahan baku, pemisahan lini produksi, pemisahan gudang, pemisahan distribusi dan pemisahan administrasi. Sistem Jaminan Halal Anton Apriantono et al (2007) pada dasarnya suatu sistem manajemen yang diterapkan dalam menjamin sesuatu, apakah itu mutu atau halal, secara prinsip sama. Namun, berbeda dengan mutu yang merupakan konsensus manusia dalam mendefinisikan mutu suatu produk, dalam masalah halal ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa lalu melalui para ulama dan ilmuwan ketentuan itu diterjemahkan kedalam kehidupan sehari-hari. Anton Apriantono et al (2007) dalam menghasilkan produk yang terjamin kehalalannya, harus ditetapkan Three Zero’s Concept yaitu zero limit, zero defect dan zero risk. Hal ini berarti bahan haram tidak boleh terdapat didalam bahan mentah (zero limit), bahan tambahan dan produk pada semua rangkaian produksi, termasuk juga tidak boleh ada bahan najis semacam tikus, atau kotoran tikus mengkontaminasi menghasilkan produk halal. bahan-bahan yang diperlukan untuk Dengan demikian, tidak boleh ada sama sekali produk yang haram yang dihasilkan (zero detect) mengingat resiko besar yang ditanggung perusahaan apabila ada klaim produknya haram dan ternyata benar. Jika kedua hal ini diterapkan maka tidak ada resiko (zero risk) buruk yang akan ditanggung oleh perusahaan. Sistem jaminan halal terdiri dari lima komponen (Anton Apriantono et al ,2007), yaitu: 1. Standar manajemen halal; 2. Standar audit sistem halal; 3. Haram analysis critical control point; 24 4. Pedoman halal; dan 5. Database halal Anton Apriantono et al (2007) manajemen halal adalah “usaha-usaha mengelola semua fungsi dan aktivitas yang diperlukan untuk menentukan dan mencapai produk halal”. Sistem halal didefinisikan sebagai “struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur, aktivitas kemampuan dan sumberdaya yang secara keseluruhannya dapat memastikan bahwa produk, proses dan pelayanan yang dihasilkan dapat memuaskan tujuan yang diinginkan yaitu dihasilkan produk yang terjamin kehalalannya. Disamping itu, keterlibatan top management juga ada dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan halal, yang juga penitng adalah komunikasi anatara koordinator halal dengan lembaga sertifikasi halal harus lancar. Standar audit sistem halal paling tidak mencakup kegiatan (Anton Apriantono et al, 2007): 1. Menentukan kesesuaian unsur-unsur sistem halal dengan kebutuhan yang telah ditentukan; 2. Menentukan efektivitas implementasi sistem halal dalam memenuhi tujuan yang ingin dicapai; dan 3. Memverifikasi ketidaksesuaian yang ditemukan pada audit pada periode sebelumnya telah dilakukan perbaikan sesuai dengan yang telah disepakati. Haram Analysis Critical Control Point (HrACCP) pada prinsipnya mengikuti prinsip pada Harzard Analysis Critical Control Point. Tapi dalam hal ini, ditujukan pada usaha-usaha pencegahan masuknya bahan haram dan najis kedalam sistem produksi sedini mungkin. Bahan haram dan najis tidak boleh kontak dengan produk halal pada seluruh tangkaian produksi dan pada kadar berapapun. Anton Apriantono et al (2007) HrACCP dapat didefinisikan titik kritis dimana bahan haram dapat mengkontaminasi bahan halal yang akan diproduksi. Ada enam kegiatan dalam penerapan HrACCP yaitu: a) Mengidentifikasi dan menilai seluruh bahan haram dan najis yang mungkin ada dalam rangkaian produksi. b) Menentukan titik kendali kritis (critical control point). c) Memantapkan prosedur monitoring. d) Memantapkan tindakan perbaikan. 25 e) Memantapkan sistem pencatatan rekaman. f) Memantapkan prosedur verifikasi. Anton Apriantono et al (2007) pedoman halal sangat diperlukan industri untuk mengetahui apa saja yang diharamkan, baik secara umum maupun khusus. Disamping itu diperlukan pula standar bagaimana memproduksi pangan halal. Ada beberapa pedoman yang bisa dijadikan acuan seperti yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Codex, dan My Own Meal Inc. Anton Apriantono et al (2007) disamping itu setiap industri perlu membuat pedoman halal yang rinci dan spesifik bagi industri tersebut mengingat bahan baku yang dibutuhkan setiap industri berbeda. Sebagai contoh, industri flabor akan memerlukan bahan yang sangat banyak sekali dan lebih spesifik dibandingkan industri kecap, dengan demikian perlu adanya pedoman yang bukan hanya umum tapi khusus mengenai bahan-bahan yang tidak boleh dan boleh digunakan dalam industri tersebut. Pedoman sistem jaminan halal disusun oleh tim pengembangan sistem akreditasi lembaga srtifikasi halal yang dibentuk oleh badan standardisasi nasional pada tahun 2001. Anton Apriantono et al (2007) jaminan kehalalan suatu produk pangan dapat diwujudkan diantaranya dalam bentuk sertifikat halal yang menyertai suatu produk pangan, yang dengan sertifikat tersebut produsen dapat mencamtumkan logo halal pada kemasannya. Sebagai upaya untuk memberikan kepastian mengenai kehalalan produk pangan maka pada perjalanannya Lembaga pengkajian Pangan, Obat, dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) mulai melakukan kegiatan sertifikasi halal bagi produk pangan pada tahun 1994. Ternyata hal ini menemui beberapa kendala seperti pihak pemerintah melalui (Departemen Kesehatan) Depkes dan Departemen Agama (Depag) merasa berwenang dalam pengawasan pengaturan produk pangan dan kaitannya dengan halal sekalipun, merasa pula berhak dalam menentukan kehalalan suatu produk. Melalui berbagai pertemuan dan pembahasan maka tercapailah titik temu dimana masalah sertifikasi halal akan ditangani oleh tiga lembaga yaitu, MUI, Depkes dan Depag. Ketiga lembaga tersebut menandatangani SKB (surat keputusan bersama) yang dilakukan pada tahun 1996. Dengan bantuan kementrian negara urusan pangan maka lahirlah Undang-Undang Pangan pada tahun 1996 dimana masalah halal juga diperhatikan walaupun sangat disayangkan masih bersifat ambiguous (akan didiskusikan lebih lanjut). Melalui perjuangan yang panjang yang dimotori oleh YLKI lahir pula Undang-Undang 26 Perlindungan Konsumen yang mulai berlaku tahun 2000 dimana masalah label halal tercakup dalam UU ini. Sebelumnya lahir pula Peraturan Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan pada tahun 1999 dimana label halal juga diatur dalam peraturan tersebut. Anton Apriantono et al (2007) seperti tercantum pada PP No.69 tentang label dan Iklan Pangan, Komite Akreditasi Nasional (KAN), Badan Standardisasi Nasional (BSN) merupakan lembaga yang melakukan akreditasi terhadap lembaga pemeriksa yang akan memeriksa kebenaran pernyataan halal yang akan dicantumkan pada label suatu produk pangan. Dengan dasar inilah BSN membentuk suatu tim Pengembangan Akreditasi Lembaga Sertifikasi Halal pada tahun 2001. Tim ini beranggotakan personil yang mewakili lembaga pemerintah (Deptan, Badan POM, Deperindag, Depag), asosiasi industri pangan, konsumen (YLKI dan Yayasan Lembaga Konsumen Muslim), perguruan tinggi, LPPOM MUI dan BSN sendiri. Landasan hukum Berikut merupakan landasan hukum di Indonesia tentang sertifikasi halal, beserta penjelasannya. 1. UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan Didalam UU ini beberapa pasal berkaitan dengan masalah kehalalan produk pangan, yaitu Bab Label dan Iklan Pangan pasal 30, 34, dan 35. Bunyi pasal dan penjelasan pasal tersebut adalah: Pasal 30 1) setiap orang yang memproduksi atau memasukkan kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, didalam, dan atau di kemasan pangan. 2) Label, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya mengenai: a) Nama produk; b) Daftar bahan yang digunakan; c) Berat bersih atau isi bersih; d) Nama dan alamat pihak yang memproduksi; e) Keterangan tentang halal; dan f) Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa 27 Penjelasan pasal 30 ayat 2 (e): keterangan halal untuk suatu produk pangan sangat penting bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk agama Islam. Namun, pencantumannya pada label pangan baru merupakan kewajiban apabila setiap orang yang memproduksi pangan dan atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan bahwa pangan yang bersangkutan adalah halal bagi umat Islam. Adapun keterangan tentang halal dimaksudkan agar masyarakat terhindar dari mengkonsumsi pangan yang haram. Dengan pencantuman label halal pada label pangan, dianggap telah terjadi pernyataan yang dimaksud dan setiap orang yang membuat pernyataan tersebut bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan tersebut. Pasal 34 1) Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan persyaratan agama atau kepercataan tertentu, bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan persyaratan agama atau kepercayaan tersebut. Penjelasan: dalam ketentuan ini, benar atau tidaknya suatu pernyataan halal dalam label atau iklan pangan tidak hanya dapat dibuktikan dari segi bahan baku pangan, tetapi mencakup pula proses pembuatannya. 2. Kepmenkes No. 924/Menkes/SK/VIII/ tahun1996 tentang Perubahan aras Kepmenkes No.82/Menkes/SK/I/ tahun1996 tentang Pencantuman Tulisan “halal” pada Label Makanan Kepmenkes ini memuat perubahan penting Kepmenkes sebelumnya, kelihatannya perubahan ini sebagai konsekuensi adanya SKB tiga lembaga yaitu Depag, Depkes, dan MUI. Pasal-pasal yang berubah dan sekaligus relevan dengan masalah sertifikasi halal adalah sebagai berikut: Pasal 8 Produsen atau importir yang akan mengajukan permohonan pencantuman tulisan “halal” wajib siap diperiksa oleh petugas Tim Gabungan dari Majelis Ulama Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. 28 Pasal 10 (1) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 8 dan hasil pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud Pasal 9 dilakukan evaluasi oleh Tim Ahli Majelis Ulama Indonesia. (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kepada Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia untuk memperoleh Fatwa. (3) Fatwa MUI sebagaimana dimaksud ayat (2) berupa pemberian sertifikat halal bagi yang memenuhi syarat atau berupa penolakan. Pasal 11 Persetujuan pencantuman tulisan “Halal” diberikan berdasarkan fatwa dari Komisi Fatwa MUI. Pasal 12 (1) Berdasarkan Fatwa dari MUI, Direktur Jenderal memberikan: a. Persetujuan bagi yang memperoleh sertifikat “Halal” b. Penolakan bagi yang tidak memperoleh sertifikat “Halal” (2) Penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b diberikan secara tertulis kepada pemohon disertai alasan. Sukmawati (2006) mengatakan bahwa perusahaan yang ingin menyatakan bahwa produknya halal harus mendapatkan sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI. Menurut LPPOM MUI yang dimaksud dengan produk halal adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai syariat islam, yaitu: 1. Tidak mengandung babi atau produk-produk yang berasal dari babi; 2. Tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan, seperti bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran, dan lain sebagainya; 3. Semua bahan berasal dari hewan halal yang disembelih menurut syari’at Islam; 4. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasinya tidak boleh digunakan babi. Jika pernah digunakan untuk babi atau barang yang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tata cara yang diatur menurut syari’at islam; dan 5. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar. 29 Hubungan Konsumen dengan Tingkat Kepentingan Sertifikasi Halal Prasetio (2006) dalam skripsinya yang berjudul “analisis konsumen biskuit terhadap tingkat kepentingan label halal (kajian eksplorasi terhadap masyarakat perkotaan)” mengatakan bahwa hasil analisis menunjukkan bahwa responden biskuit di kecamatan kebayoran lama sebagaian besar masih mempunyai tingkat apresiasi yang rendah terhadap label halal. Dari 100 responden hanya terdapat 17 individu yang sering memperhatikan label halal. Sebanyak 44 orang tidak pernah memperhatikan label halal dan 37 orang memperhatikan label halal kadang-kadang. Prasetio (2006) kasus dari produk biskuit, terdapat beberapa alasan yang menyebabkan kepedulian responden rendah terhadap label halal. Produk biskuit merupakan jenis pangan olahan yang tidak langsung berhubungan dengan bahan-bahan yang dipahami oleh responden sebagai makanan yang haram. Hal ini berbeda dengan jenis produk yang mempunyai kedekatan pada sesuatu yang jelas keharamannya seperi daging babi. Konsumen daging secara umum lebih hati-hati dalam melakukan proses pembelian, mereka telah mempunyai pengetahuan tentang haramnya daging babi. Beberapa kasus tentang beredarnya daging babi di masyarakat juga menambah tingkat kehati-hatian dari konsumen daging. Lemahnya pengetahuan konsumen terhadap bahan baku penyebab haramnya biskuit, berdampak pada tingkat apresiasi terhadap label halal yang rendah. Selain faktor tersebut, pada produk biskuit belum terjadi kasus seperti Ajinomoto yang sempat menyita perhatian media massa. Pemberitahuan media massa tentang pangan yang haram sangat berpengaruh terhadap masyarakat. Amat disayangkan pemberitaan yang dilakukan hanya dilakukan oleh media massa hanya bersifat temporer. Merebaknya kasus ajinomoto, membuat konsumen MSG akan lebih hati-hati dalam memperhatikan label halal setelah mengetahui bahwa produk tersebut ada kemungkinan haram. Prasetio (2006) dilihat dari sisi produsen biskuit, pihak ini juga memberi andil dalam mempengaruhi tingkat kesadaran konsumen. Banyak produsen biskuit yang sudah mempunyai sertifikat halal tidak memaksimalkan atribut tersebut dalam iklan di media massa. Mereka kurang menganggap pasar yang mayoritas muslim dengan menggunakan pendekatan-pendekatan emosional keagamaan. Mereka juga kurang berani mengatakan bahwa biskuit yang berlabel halal lebih terjamin kualitasnya dari biskuit yang tidak berlabel halal. 30 Iklan biskuit dengan menggunakan simbol emosional keagamaan hanya dilakukan pada momen-momen tertentu seperti lebaran. Prasetio (2006) disamping itu, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa produsen biskuit berskala besar banyak yang tidak memiliki sertifikasi halal. Produk yang tidak bersifat halal juga mempunyai kemasan, harga, dan rasa yang tidak kalah menarik dengan produk-produk yang berlabel halal. Produk tersebut umumnya sudah mempunyai merek yang tidak asing di benak masyarakat. Produk dari Khong Guan, Nissin, Monde, Regal dan beberapa lainnya merupakan contoh produk yang belum memiliki label halal. Prasetio (2006) belum terdapat kesepakatan tentang sistem jaminan halal merupakan salah satu penyebab produk pangan tidak hanya biskuit, yang belum mempunyai sertifikasi halal. Tidak adanya niat baik dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan label halal, akan menimbulkan benturan kepentingan yang saling tumpang tindih. Hal ini sangat terlihat pada kasus pengunaan strikerisasi untuk sertifikat halal beberapa tahun lalu. Terjadi tarik ulur berbagai kepentingan baik dari pemetintah, pengusaha, dan LPPOM MUI. Pada level masyarakat juga terjadi pro dan kontra antara pihak yang mendukung dan menentang kebijakan tersebut. Pihak pengusaha menilai pemberlakuan labelisasi pada produk halal akan menyebabkan biaya ekonomi tinggi, sehingga laba mereka berkurang. Opini miring juga di alamatkan kepada LPPOM MUI yang dituduh memiliki tujuan ekonomi dibalik kebijakan ini. Kondisi di atas tidak akan terjadi apabila masing-masing pihak memiliki pemahaman yang sama tentang sistem penjaminan halal yang ada sekarang. Sukmawati (2006) mengatakan bahwa dari hasil survei diketahui bahwa jumlah responden yang mengetahui mengenai label halal pada produk konsumen adalah 56 persen. Sebanyak 24 persen menyatakan bahwa mereka mengetahui mengenai komposisi bahan baku kosmetik yang menyebabkan kosmetik tersebut tidak halal. Sedangkan 77 persen menyatakan tidak tahu bahwa produk Wardah memiliki label halal. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemahaman dan kepedulian konsumen terhadap produk kosmetik label halal masih rendah. konsumen kosmetik Penyebab rendahnya pemahaman dan kepedulian terhadap berlabel halal dapat bermacam-macam diantaranya kurangnya pembelajaran untuk konsumen dari pihak produsen maupun LPPOM MUI. Produsen dapat memberikan pengetahuan mengenai label halal pada produknya melalui iklan ataupun brosur. Sedangkan LPPOM 31 MUI dapat memberikan pembelajaran melalui surat kabar atau sejenisnya. Kekurangpahaman konsumen juga diakibatkan oleh penulisan komposisi bahan pembuat kosmetik yang terkadang hanya ditulis dalam bahasa asing. Sukmawati (2006) konsumen umumnya hanya memperhatikan kehalalan produk pangan, padahal produk kosmetikpun perlu diperhatikan kehalalannya. Kosmetik dapat menjadi tidak halal jika bahan-bahan pembuatannya berasal dari bahan yang tidak halal. Pengetahuan konsumen kosmetik mengenai label halal pada produk kosmetik masih kurang, ditunjukkan oleh sedikitnya konsumen yang mengetahui komposisi kosmetik yang nantinya membuat kosmetik tersebut menjadi tidak halal. Label halal tidak menjadi faktor penting dalam pembelian maupun perpindahan produk kosmetik, karena dinilai yang terpenting adalah kecocokan produk. 2.2 Kerangka Pemikiran Pengetahuan terhadap Sertifikasi Halal • Lembaga • Masa Berlaku • Luas cakupan Sertifikasi Halal • • • • • Karakteristik Responden Pendidikan Pendapatan Usia Jenis kelamin Agama Kepedulian terhadap Sertifikasi Halal • Peran dalam menjaga kualitas • Peran dalam menjaga kehalalan • Peran dalam menjaga kelayakan Ekuitas Merek: Brand Association Brand Loyalty Gambar 5. Kerangka Pemikiran Sosialisasi sertifikasi Halal yang dilakukan oleh LPPOM MUI akan mencapai individunya. responden yang memiliki karakteristik beragam pada setiap Karakteristik tersebut kemudian akan mempengaruhi tingkat pengetahuan, kepedulian, serta ekuitas merek responden akan sertifikasi halal. 32 2.2.1 Hipotesis Penelitian 1. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik dengan tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan tingkat ekuitas merek yang diberikan responden terhadap produk pangan bersertifikasi halal. 2. Diduga terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan ekuitas merek suatu produk pangan bersertifikasi halal. 2.2.2 Definisi Operasional 1. Jenis kelamin: sifat fisik responden sebagaimana yang tercatat dalam kartu identitas yang dimiliki responden. Diukur dengan skala nominal (1) laki-laki dan (0) perempuan. 2. Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, diukur dengan skala ordinal: (1) Rendah, jika tamat/tidak tamat SD dan sederajat, (2) Sedang, jika sedang menempuh pendidikan/tamat SMP dan SMA sederajat dan (3) Tinggi, jika sedang menempuh/ tamat pendidikan di perguruan tinggi. 3. Tingkat pendapatan adalah jumlah penghasilan seseorang per bulan. Apabila mahasiswa/pelajar maka dibatasi dengan uang saku yang diperoleh dalam 1 (satu) bulan. Pengukuran tingkat pendapatan dengan skala ordinal: 4. Rendah : < Rp 1.000.000, 00/bulan Sedang : Rp 1.000.000, 00 – Rp 3.000.000, 00/bulan Tinggi : > Rp 3.000.000, 00/bulan Usia, dalam hal ini merupakan umur responden pada saat mengisi kuesioner. Digolongkan menjadi tiga yaitu: (1) muda (16- 33 tahun), (2) dewasa (34-51 tahun), dan (3) tua (51 tahun keatas). 5. Tingkat pengetahuan terhadap sertifikasi halal ialah pengetahuan yang dimiliki oleh responden seputar sertifikasi halal. Pengetahuan ini mencakup segala hal tentang LPPOM MUI dan ciri-ciri sertifikasi halal. Hal ini akan diukur dengan skala ordinal (1) rendah (skor 0-4), (2) sedang (skor 5-8), (3) tinggi (9-12). 6. Tingkat kepedulian terhadap sertifikasi halal dalam ialah kepedulian responden terhadap peran sertifikasi halal terhadap kualitas, status kehalalan, dan kelayakan suatu produk pangan. Tingkat kepedulian dalam 33 hal ini akan diukur dengan skala ordinal (1) rendah (skor 15-30), (2) sedang (skor 31-45) dan (3) tinggi (skor 46-60). 7. Tingkat ekuitas merek ialah segala bentuk nilai tambah yang diberikan kepada produk atau jasa. Hal ini mengacu pada persepsi konsumen akan produk bersertifikasi halal, dan loyalitas konsumen terhadap produk bersertifikasi halal. Diukur melalui skala ordinal (1) rendah (skor 10-20), (2) sedang (skor 21-30), dan (3) tinggi (31-40). 2.2.3 Definisi Konseptual 1. Sertifikasi halal ialah sertifikasi yang dikeluarkan LPPOM MUI beserta BPPOM untuk menjamin kehalalan suatu produk. 2. Agama dalam hal ini digolongkan menjadi lima sesuai dengan yang diakui oleh Indonesia yaitu, Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Buddha. BAB III METODE PENELITIAN a. Pendekatan Penelitian Penelitian ini termasuk explanatory research yang yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal atau pengujian hipotesa (Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, untuk mendapatkan data dan informasi mengenai karakteristik responden, tingkat pengetahuan tingkat kepedulian, dan tingkat ekuitas merek. Hal ini disebabkan karena penelitian ini memerlukan data-data yang digunakan untuk mengukur suatu hubungan antar variabel. Penelitian ini ditunjang dengan kuesioner dan data kualitatif. b. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Balumbang Jaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama ± satu bulan untuk mendapatkan data yang akurat pada bulan Juni. Lokasi ini dipilih secara purposive yaitu pengambilan sampel dengan cara ditentukan/ tidak melalui cara acak. Lokasi ini dipilih karena berada di perbatasan antara lingkungan kota dan desa sehingga menarik untuk diteliti. c. Teknik Pengumpulan Data Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner. empat bagian, yaitu data dan karakteristik Kuesioner dibagi menjadi pribadi responden, tingkat pengetahuan responden mengenai sertifikasi halal, tingkat kepedulian konsumen terhadap peran label sertifikasi halal dalam suatu produk pangan, dan tingkat ekuitas merek (nilai tambah) yang diberikan konsumen mengenai sebuah merek produk pangan yang bersertifikasi halal. Selain itu, data primer juga diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pihak responden dan informan yang berasal dari LPPOM MUI. Data sekunder diperoleh melalui LPPOM MUI terkait dengan kegiatan sosialisasi sertifikasi halal. Selain itu data sekunder juga diperoleh melalui Kantor Kelurahan Balumbang Jaya terkait dengan data-data mengenai penduduk dan kondisi lingkungan Kelurahan Balumbang Jaya. 35 Teknik Penentuan Responden Metode penentuan responden yang digunakan adalah Incidental Sampling, lebih tepatnya purposive yaitu pengambilan sampel yang bersifat tidak acak, dimana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Sofian Effendi, 1987). Populasi penelitan merupakan masyarakat umum dari berbagai latar belakang. Responden ditentukan sebanyak 100 orang menggunakan Rumus Slovin sebagai berikut: N n= 1 + N (e2) keterangan: n = jumlah sampel N = jumlah populasi, dalam hal ini populasi di Kelurahan Balumbang Jaya (11.171 orang) e = Nilai kritis (batas ketelitian), dalam hal ini peneliti mengambil nilai kritis 10 persen Dari hasil perhitungan maka didapat n = 99,11. responden, hasil tersebut dibulatkan ke atas sehingga didapat n = 100 responden. Sedangkan informan yang peneliti gunakan ialah dari pihak LPPOM MUI yaitu Bapak Jamal. 3.4 Teknik Analisis Data Digunakan dua buah analisis hubungan dalam pengolahan data. Analisis uji Korelasi Crosstab chi-square dan analisis uji Korelasi Rank Spearmann. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software komputer Excel 2008 for mac dan SPSS 16 for mac. BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN LPPOM MUI 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Balumbang Jaya Kelurahan Balumbang Jaya terletak di Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kelurahan ini dapat digolongkan menjadi pedesaan. Adapun batas wilayahnya tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1. Batas Wilayah Kelurahan Balumbang Jaya (2009) Batas Desa/ Kelurahan Kecamatan Sebelah Utara Kelurahan Situ Gede Bogor Barat Sebelah Selatan Kelurahan Marga Jaya Bogor Barat Sebelah Timur Desa Babakan Bogor Barat Sebelah Barat Kelurahan Bubulak Bogor Barat Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya Penggunaan lahan di Kelurahan Balumbang Jaya cenderung beragam, hal ini dikarenakan kondisi lahan di Balumbang Jaya memiliki jenis yang beragam. Rinciannya penggunaan lahan tersaji dalam Tabel 2. Tabel 2. Penggunaan Lahan (2009) Penggunaan Luas (Ha atau m2) Pemukiman 82.273 Ha Persawahan 18.596 Ha Pemakaman 3 Ha Sawah Irigasi Teknis Perkantoran Pemerintah 16 Ha 0,250 Ha Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya Penduduk Kelurahan Balumbang Jaya lebih banyak didominasi oleh lakilaki, walaupun jumlahnya tidak jauh berbeda dengan kaum wanita. Selain itu penduduk Balumbang Jaya memiliki tingkat keberagaman umur yang tinggi. Perinciannya terdapat pada Tabel 3. 37 Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kategori Usia (2009) Usia Laki-laki (orang) Perempuan (orang) 0-4 tahun 328 323 5-9 tahun 485 495 10-14 tahun 543 485 15-19 tahun 503 450 20-24 tahun 98 96 25-29 tahun 711 609 30-34 tahun 699 583 35-39 tahun 534 461 40-44 tahun 441 372 45-49 tahun 304 266 50-54 tahun 256 244 55-59 tahun 183 157 60 + 348 390 5.832 5.339 Total Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya Tingkat kerukunan umat beragama di Kelurahan Balumbang Jaya sampai saat ini berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dengan tidak adanya pertikaian antar umat beragama. Perinciannya penganut Agama warga Balumbang Jaya terlampir pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penganut Agama (2009) Agama Laki-laki (orang) Islam Perempuan (orang) 5.765 5.291 Kristen 40 34 Katholik 23 13 Hindu 2 - Buddha - 1 Konghucu - - 2 - Kepercayaan kepada Tuhan YME Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya Tingkat perekonomian masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya cukup baik, hal ini didasarkan pada tingkat produktifitas dari masyarakat yang telah 38 berpenghasilan tetap. Jenis pekerjaan yang ditekuni masyarakat Kelurahan Balumbang Jaya antara lain Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pedagang, Nelayan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri (Polisi Republik Indonesia), dan karyawan swasta. Seperti ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5. Mata Pencaharian Pokok Warga Kelurahan Balumbang Jaya (2009) Jenis Pekerjaan Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Pegawai Negeri Sipil 127 38 Pedagang Keliling 145 13 9 - TNI 15 - Polri 3 1 42 14 733 166 Montir Pensiunan PNS/ TNI/ Polri Karyawan swasta Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya Kelurahan dengan curah hujan 2500 mm ini memiliki beberapa sarana penunjang pendidikan. Sarana pendidikan ini antara lain Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP). Fasilitas ini didukung dengan keberadaan tenaga pengajar yang mumpuni, dengan perincian seperti dalam Tabel 6. Tabel 6. Sarana Penunjang Pendidikan (2009) Sarana Jumlah (unit) Jumlah Tenaga Pengajar (orang) Taman Kanak-Kanak 1 15 Sekolah Dasar 3 24 Sekolah Menengah Pertama 1 17 Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya Tingkat kesehatan di Kelurahan Balumbang Jaya belum cukup baik, tercatat terdapat 22 Balita dengan gizi buruk. Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kelurahan ini antara lain posyandu, dasawisma dan, Keluarga Berencana (KB) keliling, dengan perincian dalam Tabel 7. 39 Tabel 7. Fasilitas Kesehatan (2009) Fasilitas Posyandu Dasawisma Keluarga Berencana (KB) keliling Jumlah (unit) 12 1 1 Jumlah (orang) 60 56 - Pembina (orang) 1 1 1 Sumber: Data dan Profil Kelurahan Balumbang Jaya Jarak Kelurahan Balumbang Jaya dengan pusat Kota Bogor sejauh 12 Km. Jarak ini dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum selama 1 jam. Bila ditempuh dari Terminal Bogor Kelurahan Balumbang Jaya dapat diakses menggunakan angkutan umum jurusan Laladon, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan angkutan Umum jurusan Kampus Dalam, dari pertigaan BBS perjalanan dapat dilanjutkan dengan ojek motor atau berjalan kaki hingga ke Kelurahan Balumbang Jaya. 4.2 Gambaran Umum LPPOM MUI2 4.2.1 Sejarah LPPOM MUI Masalah halal dan haram bagi umat Islam adalah sesuatu yang sangat penting, yang menjadi bagian dari keimanan dan ketaqwaan. Perintah untuk mengkonsumsi yang halal dan larangan menggunakan yang haram sangat jelas dalam tuntunan agama Islam. Oleh karena itu tuntutan terhadap produk halal juga semakin gencar disuarakan konsumen muslim, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Terkait sejarah perkembangan kehalalan di Indonesia, ada beberapa kasus yang berkaitan dengan masalah tersebut. pada tahun 1988. Misalnya kasus lemak babi Isu yang berawal dari kajian Dr. Ir. Tri Susanto dari Universitas Brawijaya Malang ini kemudian berkembang menjadi isu nasional yang berdampak kepada perekonomian nasional. Menyadari tanggung jawabnya untuk melindungi masyarakat, maka Majelis Ulama Indonesia mendirikan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI). Lembaga ini didirikan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan ketenteraman batin umat, terutama dalam mengkonsumsi pangan, obat dan kosmetika. 2 halalmui.org 40 LPPOM MUI didirikan pada tanggal 6 Januari 1989 dan telah memberikan peranannya dalam menjaga kehalalan produk-produk yang beredar di masyarakat. Pada awal-awal tahun kelahirannya, LPPOM MUI berulang kali mengadakan seminar, diskusi–diskusi dengan para pakar, termasuk pakar ilmu Syari’ah, dan muzakarah. kunjungan–kunjungan yang bersifat studi banding serta Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan diri dalam menentukan standar kehalalan dan prosedur pemeriksaan, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Pada awal tahun 1994, barulah LPPOM MUI mengeluarkan sertifikat halal pertama yang sangat didambakan oleh konsumen maupun produsen, dan sekarang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. LPPOM MUI telah mengalami tiga periode kepengurusan. pertama dipimpin oleh Dr. Ir. M. Periode Amin Aziz yang memegang tampuk kepemimpinan LPPOM MUI sejak berdiri tahun 1989 hingga tahun 1993. Periode kedua adalah kepengurusan di bawah pimpinan Prof. Dr. Aisjah Girindra, yang memegang amanah dari tahun 1993 hingga tahun 2006. Periode kepengurusan 2006-2011 dipegang olah Dr. Ir. HM. Nadratuzzaman Hosen. Namun pada Oktober 2009 terjadi pergantian kepengurusan, yakni dengan adanya Pengurus Antar Waktu (PAW). Dalam keputusan tersebut Ir. Lukmanul Hakim MSi dipercaya untuk memegang amanah sebagai pimpinan LPPOM MUI. 4.2.2 Program LPPOM MUI Saat ini LPPOM MUI sedang gencar dalam mensosialisasikan sertifikasi halal. Baik yang bertaraf nasional maupun internasional, seperti Halal Expo, Halal Forum and Halal Assurance System Training - Indonesia 2010 yang dihelat di Jakara Convention Center (JCC) pada Bulan Juli 2010. Acara tersebut berupa Expo dan pelatihan-pelatihan. Masih di Bulan Juli dan JCC diadakan pula The First Indonesia International Halal Bussines and Food Expo (IHBF), yang bertema “New Paradigm of International Halal Product 2010”. Rangkaian tersebut disambung dengan Global Halal Forum dan International Training on Halal Assurance System, semua kegiatan tersebut bertujuan untuk mensosialisasikan sertifikasi halal pada level internasional. Perhatikan Tabel 8! 41 Tabel 8. Media yang digunakan LPPOM MUI No. 1 Jenis Media Majalah (Jurnal Halal) 2 Website (halalmui.org) 3 Televisi (Halal is My Life) 4 Tatap Muka (sosialisasi kepada UKM) 5 Tatap Muka (Halal Goes to School) 6 Tatap Muka (Pelatihan dasar sistem jaminan halal) Tujuan Memberikan informasi tentang produk halal dan perkembangannya Memberikan informasi dan pengetahuan seputar kehalalan, dan menginformasikan kegiatan sosialisasi MUI Memberikan informasi kepada khalayak tentang sertifikasi halal. tayangan ini berbentuk kuis yang akan diikuti oleh sisa-siswi SLTP Memberikan pengetahuan betapa pentingnya sertifikasi halal saat ini dan tata cara untuk memberi sertifikat halal pada produk mereka Memberikan informasi dan pengetahuan kepada anak usia sekolah tentang pentingya sertifikasi halal, serta membiasakan mereka untuk mengonsumsi produk bersertifikasi halal. Memberikan informasi terkait dengan sertifikasi halal kepada masyarakat dan memberikan pelatihan kepada pelaku usaha. Jangkauan Wilayah Perkotaan Seluruh dunia Seluruh Indonesia Seluruh Indonesia di bawah pengawasan LPPOM MUI di daerah masing-masing Bogor Lokal, dibawah pengawasa LPPOM MUI daerah masingmasing Sumber: LPPOM MUI LPPOM MUI mengadakan sebuah kegiatan di sebuah desa di Kabupaten Bogor, tepatnya Tanjungsari. di Kampung Bekerjasama Cibuyutan, dengan Desa Universitas Sukarasa, Djuanda, Kecamatan Bogor pun menyambangi lokasi desa ini yang hanya bisa ditempuh dengan motor atau berjalan kaki, 40 km dari desa terdekat. Demi memberikan sedikit penghiburan dan sosialisasi makanan halal dan bergizi. Kegiatan ini merupakan salah satu program sosialisasi LPPOM MUI yaitu Halal Goes to School. Melalui program ini, LPPOM MUI hendak memperkenalkan dan mensosialisasikan makanan halal sejak dini atau di bangku sekolah agar dapat bijak memilih hanya makanan yang halal. Lia Amalia, ketua bidang Sosialisasi LPPOM MUI mengatakan bahwa “Tentu saja tidak hanya sekolah-sekolah yang berada di perkotaan, segala level sekolah walau di daerah yang sangat terpencil sekalipun tetap akan kita datangi. Karena halal bukan hanya milik orang berpunya tapi juga mereka yang tidak memiliki banyak pilihan makanan untuk dimakan. 42 Selain itu LPPOM MUI turut mensosialisasikan sertifikasi halal melalui media komunikasi lainnya. Saat ini MUI telah memiliki majalah tersendiri tentang daftar produk halal dan info-info yang bermanfaat bagi konsumen. Majalah tersebut dapat dijumpai di pusat-pusat perbelanjaan maupun di toko buku di kota besar. Majalah yang dinamakan Jurnal Halal LPPOM MUI ini berisi tentang isuisu yang berkembang di dunia pangan terkait dengan status kehalalannya, agenda kegiatan sosialisasi LPPOM MUI, daftar belanja produk halal, info-info produk halal, info kesehatan, dan resep-resep makanan halal. Melalui televisi LPPOM MUI menaruh perhatian besar dengan mengadakan program interaktif yang bertujuan untuk melayani masyarakat yang haus akan informasi tentang sertifikasi halal. Program yang dinamakan Halal is My Life ini berupa kuis interaktif yang diikuti oleh pelajar SLTP se-Jakarta, dalam kuis ini peserta akan beradu kreatifitas serta pengetahuan tentang makanan halal. Program televisi ini diadakan karena masih minimnya kesadaran para pelajar untuk mengonsumsi pangan halal. Program sosialisasi sertifikasi halal merupakan program yang bertujuan untuk memberikan pengarahan-pengarahan kepada produsen pangan untuk mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM MUI. Program ini tidak hanya diadakan di LPPOM MUI pusat, tetapi program ini dapat dilakukan oleh cabangcabang LPPOM MUI daerah. Seperti yang dilakukan LPPOM MUI Yogyakarta, Sleman, dan Kalimantan Timur (Kaltim). Program sosialisasi ini biasanya rutin dilakukan hingga lima sampai enam kali dalam setahun. Sedangkan situs www.halalmui.org memuat segala informasi, kegiatan, pengurus organisasi hingga tanya jawab seputar kehalalan. Situs ini menyediakan dua pilihan bahasa, Indonesia dan Inggris. Hal ini dilakukan untuk memperluas jangkauan situs yang dikelola LPPOM MUI ini, selain itu LPPOM MUI juga telah go international dengan seringnya lembaga ini untuk menghadiri pelatihan halal dan sebagai bahan rujukan bagi lembaga yang menyelenggarakan sertifikasi halal di negara lain. Terkait dengan sosialisasi dikalangan pelajar, ada pula program bernama WIsata Halal. Seperti yang dilakukan SLTP Al-Azhar Kelapa Gading, tidak kurang dari 115 siswa dan siswi ikut serta dalam kegiatan perdana yang dilakukan oleh LPPOM MUI. Agenda tempat yang menjadi tujuan wisata halal adalah PT. Indolakto, Cicurug Sukabumi dan memproduksi beragam produk Indomilk dan Indoeskrim. Program ini bertujuan untuk mengenalkan proses 43 pembuatan pangan halal serta memberikan motivasi bagi anak-anak untuk terus mengonsumsi pangan yang halal. Keuntungan dari melihat proses pembuatan pangan halal ialah anak-anak jadi lebih mengetahui bahwa proses pembuatan makanan halal tersebut bersih dan terjamin mulai dari alat-alat, bahan baku, bahan tambahan serta transportasi. produk bersertifikasi halal. Sehingga anak-anak mengerti kelebihan BAB V KARAKTERISTIK, TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN RESPONDEN, DAN EKUITAS MEREK 5.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden merupakan faktor yang diduga berhubungan dengan tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian akan sertifikasi halal, dan ekuitas merek produk pangan yang bersertifikasi halal. Karakteristik responden tersebut meliputi jenis kelamin, agama, usia, tingkat pendidikan, serta tingkat pendapatan/ uang saku. Agama dikategorikan menjadi dua yaitu Islam dan nonIslam, karena sertifikasi halal identik dengan kebutuhan orang Islam. Usia digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu Muda (16-33 tahun), dewasa (34-51), dan tua (52-66 tahun). Tingkat pendidikan digolongkan menjadi tiga, rendah (jika tamat dan tidak tamat SD dan sederajat), sedang (jika sedang menempuh pendidikan/ tamat SMP dan SMA sederajat), dan tinggi (jika sedang menempuh/ tamat pendidikan di perguruan tinggi). Tingkat pendapatan/uang saku digolongkan menjadi 3, rendah (apabila < Rp1.000.000,00 juta/bulan), sedang (apabila Rp1.000.000,00-Rp3.000.000,00 juta/bulan), tinggi (apabila > Rp3.000.000,00 juta/ bulan). Tabel 9. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%) Perempuan 56 56.0 Laki-Laki 44 44.0 100 100.0 Total Sesuai dengan Tabel 9, responden penelitian meliputi responden dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Terdapat 56 persen responden perempuan dan 44 persen responden laki-laki. Perlu diketahui bahwa total jumlah penduduk di Kelurahan Balumbang Jaya per Desember 2009 adalah sebanyak 11.171 jiwa. 45 Tabel 10. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Usia Usia Jumlah (orang) Presentase (%) Muda (16-33 tahun) 62 62.0 Dewasa (34-51 tahun) 24 24.0 Tua (52-66 tahun) 14 14.0 100 100.0 Total Berdasarkan Tabel 10 responden penelitian ini memiliki usia yang cukup beragam, terdapat 64 persen berumur muda, 24 persen berumur dewasa, serta 14 persen berumur tua. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Agama Agama Jumlah (orang) Non-Islam Presentase (%) 4 4.0 Islam 96 96.0 Total 100 100.0 Agama responden didominasi oleh Agama Islam sebanyak 96 persen kemudian diikuti dengan 4 persen dari agama non-Islam. Sedangkan dalam tingkat pendidikan responden di Kelurahan Balumbang Jaya memiliki hasil yang cukup beragam yakni 24 persen berpendidikan rendah, 24 persen berpendidikan sedang, dan 52 persen berpendidikan tinggi. Tabel 12. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Presentase (%) Rendah (tamat/ tidak tamat SD) 24 24.0 Sedang (SLTP/ SMA) 24 24.0 TInggi (Perguruan TInggi) 52 52.0 100 100.0 Total Karakteristik tingkat pendapatan/ uang saku para responden didominasi oleh tingkat pendapatan rendah sebanyak 81 persen kemudian diikuti oleh 46 tingkat pendapatan sedang sebesar 14 persen dan 5 persen yang berpendapatan tinggi. Terlampir pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Tingkat Pendapatan Jumlah (orang) Presentase (%) Rendah (< Rp1.000.000,00/ bulan) 81 81.0 Sedang (Rp1.000.000,00 – Rp3.000 .000,00/ bulan) 14 14.0 5 5.0 100 100.0 TInggi (> Rp3.000.000,00/ bulan) Total 5.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tingkat pengetahuan responden dalam hal ini ialah pengetahuan responden mengenai sertifikasi halal yand dikeluarkan oleh LPPOM MUI. Tingkat pengetahuan ini dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pengetahuan responden mengenai sertifikasi halal turut mencerminkan kesuksesan dari sosialisasi yang dilakukan oleh LPPOM MUI selaku pihak yang mengeluarkan serifikasi halal. Selain itu, juga dapat menggambarkan media komunikasi apa yang paling efektif untuk mensosialisasikan sertifikasi halal. Tabel 14. Jumlah dan Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Presentase Responden Jumlah (orang) Berdasarkan Tingkat Presentase (%) Rendah 1 1.0 Sedang 25 25.0 TInggi 74 74.0 Total 100 100.0 Berdasarkan Tabel 14 didapatkan hasil sebagai berikut: sebanyak satu orang responden memiliki pengetahuan yang rendah akan sertifiat halal, sebanyak 25 orang responden memiliki pengetahuan tingkat sedang akan sertifikasi halal, dan 74 orang responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi akan sertifikasi halal. Hal ini mencerminkan bahwa komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh LPPOM MUI sudah cukup baik, dimana lebih dari 50 orang responden telah memiliki pengetahuan yang tinggi akan sertifikasi halal. 47 Tabel 15. Jumlah dan Presentase Media Komunikasi yang Berperan terhadap Tingkat Pengetahuan, dan Tingkat Kepedulian Responden Media Komunikasi Jumlah (orang) Presentase (%) Majalah 6 6.0 Teman 9 9.0 Televisi 55 55.0 7 7.0 23 23.0 100 100.0 Koran Lainnya Total Berdasarkan Tabel 15 didapatkan hasil sebagai berikut: televisi merupakan media yang paling banyak memberikan informasi pada responden akan sertifikasi halal, hal ini dapat terlihat dimana televisi dominan dengan 55 persen atas media komunikasi yang lain. Sedangkan media cetak seperti majalah dan koran hanya mencatat nilai sebesar enam dan tujuh persen. Diluar media komunikasi tersebut sebanyak 23 persen responden memilihnya, jawaban lainnya tersebut antara lain berupa produk, guru, dan internet. Berdasarakan statistik tersebut, dapat disimpulkan bahwa LPPOM MUI seharusnya memfokuskan komunikasi pemasaran sertfikasi halal melalui televisi. Karena media komunikasi massa inilah yang paling efektif dalam mensosialisasikan sertifikasi halal bagi masyarakat dengan karakteristtik sejenis. 5.3 Tingkat Kepedulian Responden Tingkat kepedulian dalam hal ini mencerminkan kepedulian responden tentang pentingnya peran sertifikasi halal dalam menjamin kelayakan, kualitas, serta status kehalalan dari produk pangan yang mereka konsumsi. Tabel 16. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Tingkat Kepedulian Tingkat Kepedulian Jumlah (orang) Presentase (%) Sedang 21 21.0 Tingggi 79 79.0 100 100.0 Total Berdasarkan Tabel 16 didapatkan hasil sebagai berikut, tingkat kepedulian warga Kelurahan Balumbang Jaya akan peran sertifikasi halal dalam 48 menjamin kelayakan, kualitas, dan status kehalalan dari produk pangan yang mereka konsumsi sudah sangat baik. Hal ini terlihat dari tidak adanya hasil rendah pada tingkat kepedulian, dan dominannya hasil tingkat kepedulian tinggi sebesar 79 persen atas hasil tingkat kepedulian sedang yang hanya 21 persen. 5.4 Tingkat Ekuitas Merek Responden Ekuitas merek ialah nilai tambah yang diberikan kepada suatu merek. Ekuitas merek dalam penelitian ini dikhususkan kepada tindakan konsumen/ responden dalam memilih/mengonsumsi produk pangan berlabel sertifikasi halal, serta kesetiaan mereka terhadap produk pangan berlabel sertifikasi halal. Tabel 17. Jumlah dan Presentase Responden Berdasarkan Ekuitas Merek Ekuitas Merek Jumlah (orang) Presentase (%) Sedang 52 52.0 Tinggi 48 48.0 Total 100 100.0 Berdasarkan Tabel 17 didapatkan hasil bahwa nilai ekuitas merek yang diberikan oleh warga Kelurahan Balumbang Jaya terhadap produk berlabel sertifikasi halal cukup tinggi. Hal ini didasarkan kepada tidak adanya hasil rendah pada aspek ini. Hasil 52 persen dicatatkan pada hasil sedang, dan 48 persen responden memberikan nilai lebih yang tinggi pada produk yang berlabel sertifikasi halal. BAB VI HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN DAN EKUITAS MEREK 6.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Ekuitas Merek 6.1.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan Pada karakteristik individu terdapat lima variabel yang diuji hubungannya dengan tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian, dan ekuitas merek. Hubungan karakteristik jenis kelamin responden dengan tingkat pengetahuan Crosstab chisquare. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah jenis kelamin yang berbeda mempengaruhi hubungan dengan tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi halal. Tabel 18. Hubungan Jenis Kelamin dengan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Jenis Kelamin Rendah Sedang Tinggi Total Perempuan 1 10 45 56 Laki-laki 0 15 29 44 Total 1 25 74 100 Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,130 Berdasarkan Tabel di atas diketahui sebanyak satu orang responden perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang rendah, sebanyak 10 orang memiliki pengetahuan yang sedang dan 45 orang wanita memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi akan sertifikasi halal. Sedangkan untuk responden lakilaki tidak ada yang memiliki tingkat pengetahuan rendah, dalam Tabel ditunjukkan bahwa 15 orang laki-laki memiliki tingkat pengetahuan yang sedang dan 29 orang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. sebesar 0,130 (lebih besar dari 0,05) menandakan bahwa tidak adanya hubungan antara jenis kelamin responden dengan tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi halal. Bagi laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat pengetahuan yang relatif sama. Responden laki-laki tidak memiliki pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan responden perempuan. Fenomena ini dapat dipahami karena akses untuk menerima ilmu/ pendidikan di Kelurahan Balumbang Jaya tidak hanya diprioritaskan untuk laki-laki saja, selain itu akses terhadap media 50 komunikasi juga sangat mudah diperoleh responden laki-laki maupun perempuan. 6.1.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepedulian Hubungan karakteristik jenis kelamin responden kepedulian diuji menggunakan Crosstab Chi-square. dengan tingkat Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah jenis kelamin yang berbeda mempengaruhi hubungan dengan tingkat kepedulian responden terhadap peran sertifikasi halal. dalam produk pangan. Data hubungan tersebut secara ringkas tersaji dalam Tabel 19. Tabel 19. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Kepedulian Responden Tingkat Kepedulian Jenis Kelamin Rendah Sedang Tinggi Total Perempuan 0 9 47 56 Laki-laki 0 12 32 44 Total 0 21 79 100 Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,172 Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat kepedulian responden, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,172 (lebih besar dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kepedulian yang relatif sama. Dari Tabel 7 juga dapat dipastikan bahwa tingkat kepedulian responden laki-laki dan perempuan kepada peran sertifikasi halal sudah baik, karena tidak ada seorang pun yang memiliki tingkat kepedulian yang rendah terhadap peran sertifikasi halal. Kesadaran akan pentingnya peran sertifikasi halal tercermin pula dalam Tabel 7, kesadaran warga Balumbang Jaya tidak hanya baik tetapi juga merata antara laki-laki dan perempuan. 6.1.3 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Ekuitas Merek Tujuan utama dalam menguji hubungan ini ialah untuk mengetahui apakah jenis kelamin yang berbeda berpengaruh terhadap nilai tambah yang diberikan terhadap produk pangan bersertifikasi halal. Uji ini menggunakan Crosstab chi-square. Data hubungan tersebut tersaji dalam Tabel 20. 51 Tabel 20. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Tingkat Ekuitas Merek Tingkat Ekuitas Merek Jenis Kelamin Sedang Tinggi Total Perempuan 26 30 56 Laki-laki 26 18 44 Total 52 48 100 Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,208 Berdasarkan Tabel 20 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat ekuitas merek, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,208 (lebih besar dari 0,05). Baik laki-laki maupun perempuan tidak ada yang memiliki nilai rendah dan untuk perempuan cenderung memberikan nilai tambah yang lebih baik terhadap produk pangan yang bersertifikasi halal dibandingkan dengan lakilaki. Ketiga uji hubungan di atas mengatakan bahwa antara jenis kelamin dengan ketiga aspek tersebut tidak memiliki hubungan yang nyata. Baik laki-laki maupun perempuan cenderung memiliki hasil yang sama dalam tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian akan sertifikasi halal, dan ekuitas merek yang diberikan kepada produk yang bersertifikasi halal. Terkait dengan kegiatan sosialisasi yang dilakukan LPPOM MUI untuk menyatakan pentingnya mengonsumsi produk yang bersertifikasi halal, maka dari karakteristik jenis kelamin ini hal tersebut sudah cukup berhasil dengan baik. Hal ini tercermin dari hanya terdapatnya satu hasil dengan tingkat rendah, yaitu dari tingkat pengetahuan. Sedangkan dari dua aspek lainnya hasil rendah tidak ditemukan. 6.2 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian dan Ekuitas Merek 6.2.1 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan Uji hubungan ini dilakukan untuk mengetahui apakah tingkatan usia turut mempengaruhi tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi halal. Untuk usia dibagi menjadi tiga kategori yaitu muda, dewasa, dan tua. Sedangkan tingkat 52 pengetahuan dibagi kedalam tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Uji ini menggunakan Crosstab chi-square. Tabel 21. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Usia Rendah Sedang Tinggi Total Muda (16-33 tahun) 0 14 48 62 Dewasa (34-51 tahun) 0 7 17 24 Tua (52-66 tahun) 1 4 9 14 Total Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,145 1 25 74 100 Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dengan tingkat pengetahuan, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,145 (lebih besar dari 0,05). Pada golongan usia muda dan dewasa tidak terdapat responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah, sedangkan pada usia tua terdapat seorang yang memiliki tingkat pengetahuan rendah akan sertifikasi halal. Selain itu pada Tabel 21 juga terlihat bahwa ketiga golongan usia memiliki hasil yang relatif sama, yaitu dominan pada tingkat pengetahuan tinggi. 6.2.2 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Kepedulian Uji hubungan ini menggunakan Crosstab chi-square, adapun tujuan melakukan uji hubungan ini ialah untuk mengetahuai apakah usia seseorang berpengaruh terhadap tingkat kepeduliannya terhadap peran sertifikasi halal dalam produk pangan. Berikut merupakan data uji hubungan yang tersaji ringkas dalam Tabel 22. 53 Tabel 22. Hubungan Antara Usia dengan Tingkat Kepedulian Tingkat Kepedulian Usia Sedang Muda (16-33 tahun) Tingggi Total 14 48 62 Dewasa (34-51 tahun) 7 17 24 Tua (52-66 tahun) 0 14 14 21 79 100 Total Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,092 Berdasarkan Tabel 22 maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kepedulian warga Balumbang Jaya terhadap peran sertifikasi halal cukup baik. Golongan tua hanya memiliki tingkat kepedulian yang tinggi, sedangkan golongan usia muda dan dewasa tidak memiliki tingkat kepedulian yang buruk serta didominasi oleh tingkat kepedulian yang tinggi. Tabel 10 juga mengisyaratkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat kepedulian terhadap peran sertifikasi halal dengan usia seseorang, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,092 (lebih besar dari 0,05). 6.2.3 Hubungan antara Usia dengan Tingkat Ekuitas Merek Tujuan dari uji hubungan ini ialah untuk mengetahui apakah usia seseorang mempengaruhi ekuitas merek yang diberikan terhadap produk yang berlabel sertifikasi halal. Uji hubungan ini menggunakan Crosstab chi-square. Berikut disajikan data uji hubungan usia dengan ekuitas merek dalam Tabel 23. Tabel 23. Hubungan antara Usia dengan Tingkat Ekuitas Merek Tingkat Ekuitas Merek Usia Sedang Tinggi Total Muda (16-33 tahun) 30 32 62 Dewasa (34-51 tahun) 14 10 24 8 6 14 52 48 100 Tua (52-66 tahun) Total Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,691 54 Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan antara usia responden dengan nilai tambah/ ekuitas merek yang diberikan terhadap produk yang bersertifikasi halal, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,691 (lebih besar dari 0,05). Dapat dilihat bahwa tingkat pemberian ekuitas merek sudah sangat baik, didasarkan kepada tidak adanya nilai rendah yang muncul. Hal ini menunjukkan bahwa apresiasi yang diberikan warga Kelurahan Balumbang Jaya terhadap produk pangan bersertifikasi halal seudah baik, satu keberhasilan pula bagi sosialisasi LPPOM MUI. Ketiga uji hubungan di atas mengatakan bahwa antara usia dengan ketiga aspek tersebut tidak memiliki hubungan yang nyata. Baik golongan usia muda, dewasa, maupun tua cenderung memiliki hasil yang sama dalam tingkat pengetahuan, tingkat kepedulian akan sertifikasi halal, dan ekuitas merek yang diberikan kepada produk yang bersertifikasi halal. 6.3 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Ekuitas Merek 6.3.1 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan Sertifikasi halal identik dengan kebutuhan orang yang beragama Islam, tetapi dengan segala kelebihannya sertifikasi halal seolah telah memiliki standar tersendiri. Uji hubungan ini dilakukan untuk mengetahui apakah agama yang dianut oleh seseorang berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan mereka akan sertifikasi halal. Uji hubungan ini menggunakan Crosstab chi-square, Tabel 24 akan menyajikan data ringkas seperti di bawah ini. Tabel 24. Hubungan antara Agama dengan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Agama Rendah Sedang Tinggi Total Non-Islam 0 2 2 4 Islam 1 23 72 96 Total 1 25 74 100 Keterangan: nilai Asymp. Sig. 0,495 55 Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan agama responden, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,495 (lebih besar dari 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa responden telah memiliki pengetahuan yang baik akan sertifikasi halal tanpa melihat dari sudut pandang agama. Hasil ini juga menunjukkan bahwa sosialisasi yang dilakukan LPPOM MUI akan sertifikasi halal telah menghasilkan hasil yang cukup baik. 6.3.2 Hubungan antara Agama dengan Tingkat Kepedulian Uji hubungan ini bertujuan untuk mengetahui apakah agama yang dianut oleh seseorang memiliki hubungan dengan tingkat kepedulian akan peran sertifikasi halal yang sebetulnya identik dengan salah satu agama tertentu, yaitu Islam. Uji hubungan ini menggunakan Crosstab chi-quare. Data secara ringkas tersaji dalam Tabel 25. Tabel 25. Hubungan antara Agama dengan Tingkat Kepedulian Tingkat Kepedulian Agama Non-Islam Sedang Tinggi Total 3 1 4 Islam 18 78 96 Total 21 79 100 Nilai Asymp. Sig.: 0,007 Berdasarkan Tabel 25 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara agama dengan tingkat kepedulian seorang responden terhadap peran sertifikasi halal dalam produk pangan, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,007 (lebih kecil dari 0,05). Tabel 25 menunjukkan bahwa baik Islam maupun non-Islam tidak memiliki tingkat kepedulian yang rendah terhadap peran sertifikasi halal. Jika responden non-Islam didominasi oleh tingkat kepedulian yang sedang, maka responden yang beragama Islam didominasi oleh tingkat kepedulian yang tinggi akan peran dari sertifikasi halal. 56 6.3.3 Hubungan antara Agama dengan Ekuitas Merek Uji hubungan ini bertujuan untuk mengetahui apakah agama yang dianut oleh seseorang memiliki hubungan dengan ekuitas merek/ nilai tambah yang diberikan seseorang kepada produk pangan yang bersertifikasi halal. hubungan ini menggunakan Crosstab chi-quare. Uji Tabel 26 akan membantu menyajikan data secara ringkas seperti di bawah. Tabel 26. Hubungan antara Agama dengan Ekuitas Merek Tingkat Ekuitas Merek Agama Non-Islam Sedang Tinggi Total 3 1 4 Islam 49 47 96 Total 52 48 100 Nilai koefiisien kontingensi: 0,347 Berdasarkan Tabel 26 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara agama dengan tingkat ekuitas merek, karena berdasarkan probabilitasnya didapat nilai Asymp. Sig. Sebesar 0,347 (lebih besar dari 0.05). Pemberian ekuitas merek kepada produk pangan yang bersertifikasi halal seseorang yang beragama Islam ternyata didominasi oleh hasil sedang, tidak jauh berbeda dari responden yang beragama non-Islam. 6.4 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Ekuitas Merek 6.4.1 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan saat ini. Pendidikan memberikan pengetahuan dan pengalaman dalam menghadapi suatu hal yang baru. Uji hubungan ini akan mencoba untuk mencari tahu apakah tingkat pendidikan seseorang memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang akan sertifikasi halal. Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. Tabel 27 akan membantu menyajikan data secara ringkas seperti di bawah ini. 57 Tabel 27. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Total Rendah (tamat/ tidak tamat SD) 1 9 14 24 Sedang (SLTP/ SMA) 0 6 18 24 TInggi (Perguruan TInggi) 0 10 42 52 Total 1 25 Nilai Sig. (2-tailed): 0,046; nilai correlation coefficient : 0,200 74 100 Berdasarkan Tabel 27 maka dapat disimpulkan bahwa antara tingkat pendidikan seseorang memiliki hubungan signifikan dengan tingkat pengetahuan seseorang akan sertifikasi halal. Sedangkan nilai correlation coefficient: 0,200 menunjukkan bahwa hubungan yang terjadi tidaklah terlalu erat, karena tidak mendekati satu. Satu-satunya hasil rendah dalam tingkat pengetahuan diperoleh oleh tingkat pendidikan yang rendah pula. Sedangkan tingkat pendidikan sedang dan tinggi, tidak terdapat hasil rendah dalam tingkat pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang akan sertifikasi halal. 6.4.2 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepedulian Uji hubungan ini akan mencoba untuk mencari tahu apakah tingkat pendidikan seseorang memiliki seseorang akan sertifikasi halal. hubungan dengan tingkat pengetahuan Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. Tabel 28. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Kepedulian Tingkat Kepedulian Tingkat Pendidikan Sedang Tinggi Total Rendah (tamat/ tidak tamat SD) 4 20 24 Sedang (SLTP/ SMA) 7 17 24 10 42 52 Total 21 79 Nilai Sig. (2-tailed): 0,927; nilai correlation coefficient: 0,009 100 TInggi (Perguruan TInggi) 58 Berdasarkan Tabel 28 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat kepedulian responden akan peran sertifikasi halal dalam produk pangan. Hasil yang diperoleh ialah tidak adanya tingkat kepedulian rendah walaupun empat orang responden berpendidikan rendah. Tingkat kepedulian tinggi selalu mendominasi di setiap lapisan tingkat pendidikan. 6.4.3 Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Ekuitas Merek Tingkat pendidikan yang digolongkan menjadi tiga bagian akan diuji dengan nilai tambah yang diberikan responden terhadap produk bersertifikasi halal. Uji hubungan ini akan mencoba untuk mencari tahu apakah tingkat pendidikan seseorang memiliki hubungan dengan tingkat pemberian nilai tambah/ekuitas merek kepada produk pangan yang bersertifikasi halal. Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. Tabel 29. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Ekuitas Merek Tingkat Ekuitas Merek Tingkat Pendidikan Sedang Tinggi Total Rendah (tamat/ tidak tamat SD) 12 12 24 Sedang (SLTP/ SMA) 13 11 24 TInggi (Perguruan TInggi) 27 25 52 Total 52 48 Nilai Sig. (2-tailed): 0,940, nilai correlation coefficient: -0,008 100 Berdasarkan Tabel 29 maka dapat dikatakan bahwa antara tingkat pendidikan seseorang dengan nilai tambah/ekuitas merek yang diberikan kepada produk bersertifikasi halal tidak memiliki hubungan. Ketiga uji hubungan di atas mengatakan bahwa hanya terdapat satu hubungan antara agama dengan ketiga aspek tersebut, yaitu hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan walaupun hubungan yang terjadi tidak terlalu erat. 59 6.5 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan, Tingkat Kepedulian, dan Ekuitas Merek 6.5.1 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan Tingkat pendapatan erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. Baik kebutuhan pangan, sandang, maupun papan. Kebutuhan pangan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk melanjutkan hidup seseorang. Islam mutlak diperlukan. Syarat halal untuk seseorang yang beragama Sertifikasi halal yang tertera pada produk pangan mengindikasikan bahwa produk tersebut sudah terjamin kehalalannya, dengan tingkat pendapatan seseorang yang berbeda-beda maka menarik untuk diteliti apakah tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan akan sertifikasi halal. Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. Data secara ringkas disajikan dalam Tabel 30. Tabel 30. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Total Rendah (< Rp1.000.000,00/ bulan) 1 21 59 81 Sedang (Rp1.000.000,00 – Rp3.000 .000,00/ bulan) 0 2 12 14 TInggi (> Rp3.000.000,00/ bulan) 0 2 3 5 1 25 Nilai Sig. (2-tailed): 0,647; nilai correlation coefficient: 0,046 74 100 Total Berdasarkan Tabel 30 dapat dilihat bahwa antara tingkat pendapatan seseorang tidak memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan seseorang. Tabel 30 juga menunjukkan bahwa warga Balumbang Jaya memiliki tingkat pengetahuan akan sertifikasi halal yang cukup baik, hal ini terlihat dari hanya ada seorang dari total 100 responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah. 6.5.2 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepedulian Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pendapatan seseorang memiliki hubungan dengan tingkat kepedulian seseoran akan peran dari sertifikasi halal. Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. 60 Tabel 31. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Kepedulian Tingkat Kepedulian Tingkat Pendapatan Sedang Rendah (< Rp1.000.000,00/ bulan) Tingggi Total 18 63 81 Sedang (Rp1.000.000,00 – Rp3.000 .000,00/ bulan) 1 13 14 TInggi (> Rp3.000.000,00/ bulan) 2 3 5 79 100 Total 21 Nilai Sig. (2-tailed): 0,640; nilai correlation coefficient: 0,047 Berdasarkan Tabel 31 dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat kepedulian. Selain itu warga Balumbang Jaya memiliki tingkat kepedulian yang baik terhadap peran sertifikasi halal pada produk pangan, hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya hasil rendah dalam tingkat kepedulian, serta dominannya hasil tinggi pada tingkat kepedulian di setiap penggolongan tingkat pendapatan. 6.5.3 Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Ekuitas Merek Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat pendapatan seseorang memiliki hubungan dengan nilai tambah/ ekuitas merek yang diberikan kepada produk pangan bersertifikasi halal. Uji ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. Data secara ringkas disajikan dalam Tabel 32. Tabel 32. Hubungan antara Tingkat Pendapatan dengan Ekuitas Merek Tingkat Ekuitas Merek Tingkat Pendapatan Rendah (< Rp1.000.000,00/ bulan) Sedang Tinggi Total 44 37 81 Sedang (Rp1.000.000,00 – Rp3.000 .000,00/ bulan) 4 10 14 TInggi (> Rp3.000.000,00/ bulan) 4 1 5 Total 52 48 Nilai Sig. (2-tailed): 0,445; nilai correlation coefficient: 0,077 100 Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa antara tingkat pendapatan dengan tingkat ekuitas merek tidak memiliki hubungan. Kesimpulan lainnya ialah warga Balumbang Jaya telah memiliki tingkat ekuitas merek yang baik. BAB VII HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT KEPEDULIAN DAN EKUITAS MEREK 7.1 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kepedulian Hubungan tingkat pengetahuan responden dengan tingkat kepedulian responden diuji menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. Uji ini dilakukan untuk menganalisis apakah tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi berhubungan dengan tingkat kepedulian responden akan peran dari sertifikasi halal. Tabel 33. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tingkat Kepedulian Tingkat Kepedulian Tingkat Pengetahuan Sedang Tinggi Total Rendah 0 1 1 Sedang 8 17 25 13 61 74 Tinggi Total 21 79 Nilai Sig. (2-tailed): 0,173; nilai correlation coefficient: 0,137 100 Berdasarkan Tabel 33 dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan diantara tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi dengan tingkat kepedulian peran sertifikasi halal. Hasil ini menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat akan sertifikasi halal tidak berpengaruh terhadap kepedulian mereka akan peran sertifikasi halal. Bisa saja apabila tingkat pengetahuan berada pada tingkat yang tinggi tetapi tingkat kepedulian mereka rendah, dan begitu pula sebaliknya. 7.2 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Ekuitas Merek Pengujian antara tingkat pengetahuan dengan ekuitas merek dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan responden akan sertifikasi halal dengan ekuitas merek yang mereka berikan terhadap produk pangan bersertifikasi halal. Uji ini dilakukan dengan menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. Ekuitas merek ialah nilai tambah yang diberikan kepada suatu merek, dalam hal ini ekuitas merek tersebut tercermin oleh: 62 1. Brand Association adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek, hal ini menyangkut terhadap kesan-kesan yang ditimbulkan oleh merek tersebut di benak konsumen. 2. Brand Loyalty adalah kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Ekuitas merek dalam penelitian ini dikhususkan kepada tindakan konsumen/ responden dalam memilih/ mengonsumsi produk pangan berlabel sertifikasi halal, serta kesetiaan mereka terhadap produk pangan berlabel sertifikasi halal. Tabel 34. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Ekuitas Merek Tingkat Ekuitas Merek Tingkat Pengetahuan Sedang Tinggi Total Rendah 1 0 1 Sedang 15 10 25 Tinggi 36 38 74 Total 52 48 Nilai Sig. (2-tailed): 0,244; nilai correlation coefficient: 0,118 100 Berdasarkan Tabel 34 dapat dilihat bahwa antara tingkat pengetahuan dengan ekuitas merek yang diberikan tidak terdapat hubungan. Hal ini mengindikasikan bahwa tinggi atau rendahnya tingkat pengetahuan seseorang akan sertifikasi tidak berpengaruh terhadap penilaian mereka akan produk pangan yang bersertifikasi halal. 7.3 Hubungan antara Tingkat Kepedulian dengan Ekuitas Merek Pengujian antara tingkat kepedulian dengan ekuitas merek bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan responden akan peran sertifikasi halal dalam produk pangan dengan ekuitas merek yang diberikan seseorang kepada produk pangan yang bersertifikasi halal. Uji diantara kedua variabel ini menggunakan Crosstab dan Rank Spearman. 63 Tabel 35. Hubungan Tingkat Kepedulian dengan Tingkat Ekuitas Merek Tingkat Ekuitas Merek Tingkat Kepedulian Sedang Tinggi Total Sedang 18 3 21 Tinggi 34 45 79 Total 52 48 Nilai Sig. (2-tailed): 0,00; nilai correlation coefficient: 0,348** 100 Berdasarkan Tabel 35 dapat dikatakan bahwa tingkat kepedulian akan peran sertifikasi halal dalam suatu produk makanan memiliki hubungan yang siginifikan dengan ekuitas merek yang diberikan terhadap produk pangan bersertifikasi halal. Sedangkan nilai correlation coefficient: 0.348** menunjukkan bahwa hubungan antar variabel ini cukup erat dan tanda ** menunjukkan bahwa koefisien korelasi tersebut signifikan pada taraf kepercayaan 99 persen (Prastito, 2004). Hal ini menunjukkan apabila seseorang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi akan peran sertifikasi halal dalam “menjaga” produk pangan yang dikonsumsinya, maka orang tersebut juga akan memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap produk pangan yang memiliki sertiifikasi halal. BAB VIII KESIMPULAN Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepedulian adalah karakteristik agama, hal ini dapat dimengerti karena responden yang beragama muslim merupakan mayoritas dan memiliki kebutuhan yang cukup tinggi akan pangan halal. Faktor lainnya ialah tingkat pendidikan, yang memiliki hubungan dengan tingkat pengetahuan, meskipun cukup lemah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang akan sertifikasi halal. Hubungan antara variabel tingkat kepdulian dengan tingkat ekuitas merek nyata dan signifikan. Hal ini menunjukkan apabila seseorang memiliki tingkat kepedulian yang tinggi akan peran sertifikasi halal, maka orang tersebut juga akan memberikan nilai tambah yang tinggi terhadap produk pangan yang bersertiifikasi halal. Sedangkan antara tingkat pengetahuan tidak memiliki hubungan antara tingkat kepedulian dan tingkat ekuitas merek. BAB IX SARAN 1. Mengingat bahwa televisi merupakan media yang paling banyak memberikan informasi akan sertifikasi halal, sebaiknya LPPOM MUI melakukan sosialisasi dengan berfokus pada media televisi. 2. Kedepannya LPPOM MUI sebaiknya memiliki program yang berkesinambungan terkait dengan sosialisasi sertifikasi halal. 3. Produsen pangan sebaiknya turut mencantumkan logo sertifikasi halal pada kemasan produknya, karena tidak sedikit responden yang mendapat pengetahuan akan sertifikasi halal dari produk yang dipasarkan. 4. Produsen pangan sebaiknya tetap berlanjut memakai sertifikasi halal, karena responden dari berbagai latar belakang telah memiliki tingkat kepedulian dan tingkat ekuitas merek yang cukup tinggi terkait dengan produk pangan bersertfikasi. DAFTAR PUSTAKA Aaker, David A, V. Kumar dan George S. Day. 2004. Marketing Research. John Wileys & Sons, Inc. USA. Apriantono, Anton, Joko Herman dan Nur Wahid. 2007. Pedoman Produksi Pangan Halal. Khairul Bayan Press. Cateora, Philip R dan John L. Graham. 2007. Buku Pemasaran Internasional (edisi 13). Salemba Empat. Jakarta. Hadiwigeno dalam Widyakarya Pangan dan Gizi. Pengetahuan Indonesia. 1989. Lembaga Ilmu Kotler, Phillip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran jilid I. PT Indeks. [email protected] Kotler, Phillip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran jilid II. PT Indeks. [email protected] Kusumastuti, Yatri Indah. 2009. Komunikasi Bisnis: Membangun Hubungan Baik dan Kredibilitas. IPB Press. Bogor. Littlejohn, Stephen W. Theories of Human Communication 6th ed. Wadsworth Publishing Company. USA. 1999. Lazarevic, Violet and Sonja Petrovic-Lazarevic. 2007. Raising Brand Equity to Generation Y. Departement of Management-Monash University. www.buseco.monash.edu.au/mgt/research/working-papers/2007/wp30-07.pdf Prasetio, Tri. 2006. Analisis Konsumen Biskuit terhadap Tingkat Kepentingan Label Halal (Kajian Eksplorasi terhadap Masyarakat Perkotaan). Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Prastito, Arif. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Elex Media Komputindo. Jakarta Rice, Ronald E. Dan William J. Paisley. Public Communication Campaigns. 1983. Sage Publications. London. Ruslan, Rosady. 2005. Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations. PT. Raja Grafindo Persada. 2005 Sendjaja, S Djuarsa. 1999. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka. Jakarta. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. LP3ES. Jakarta 1989. Metode Penelitian Survai. Sukmawati, Lili. 2006. Analisis Pengaruh Label Halal terhadap Brand Switching (Kasus Produk Kosmetik Wardah). Skripsi. Program sarjana. Institut Pertanian Bogor. 67 Sumarwan, Ujang. 2002. Perilaku Konsumen dan Penerapannya dalam Pemasaran. PT Ghalia Indonesia. Bogor. Tong, X. and Hawley, J.M. (2009). Measuring customer-based brand equity: Empirical evidence from the sportswear market in China. Journal of Product & Brand Management. 8(4), 262-271. krex.kstate.edu/dspace/bitstream/2097/1719/1/Tonghawley2009.pdf LAMPIRAN 69 Jenis Kelamin * Tingkat Pengetahuan Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value df sided) a 2 .130 Likelihood Ratio 4.437 2 .109 Linear-by-Linear Association 1.802 1 .180 Pearson Chi-Square 4.078 N of Valid Cases 100 a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .44. Jenis Kelamin * Tingkat Kepedulian Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) a 1 .172 1.249 1 .264 1.852 1 .174 1.864 b df Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test .218 Linear-by-Linear Association 1.845 N of Valid Cases 1 .174 100 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.24. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient .135 N of Valid Cases 100 Approx. Sig. .172 .132 70 Jenis Kelamin * Tingkat Ekuitas Merek Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) a 1 .208 1.116 1 .291 1.589 1 .208 1.583 b df Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test .232 Linear-by-Linear Association 1.567 N of Valid Cases 1 .211 100 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.12. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient .125 N of Valid Cases 100 Approx. Sig. .208 Usia Responden * tingkat pengetahuan Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value df sided) a 4 .145 Likelihood Ratio 4.625 4 .328 Linear-by-Linear Association 2.118 1 .146 Pearson Chi-Square N of Valid Cases 6.835 100 a. 4 cells (44.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .14. Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient .253 N of Valid Cases 100 Approx. Sig. .145 .145 71 Usia Responden * Tingkat Kepedulian Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value df sided) a 2 .092 Likelihood Ratio 7.581 2 .023 Linear-by-Linear Association 1.731 1 .188 Pearson Chi-Square 4.780 N of Valid Cases 100 a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.94. Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient .214 N of Valid Cases 100 Approx. Sig. .092 Usia Responden * Tingkat Ekuitas Merek Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value df sided) a 2 .651 Likelihood Ratio .861 2 .650 Linear-by-Linear Association .656 1 .418 N of Valid Cases 100 Pearson Chi-Square .858 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.72. Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient .092 N of Valid Cases 100 Approx. Sig. .651 72 Agama * Tingkat Pengetahuan Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value df sided) a 2 .495 Likelihood Ratio 1.261 2 .532 Linear-by-Linear Association 1.005 1 .316 Pearson Chi-Square 1.408 N of Valid Cases 100 a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04. Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient .118 N of Valid Cases 100 Approx. Sig. .495 Agama Responden * Tingkat Kepedulian Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) a 1 .007 4.326 1 .038 5.638 1 .018 7.324 b df Fisher's Exact Test .028 Linear-by-Linear Association 7.250 N of Valid Cases 1 .007 100 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .84. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient .261 N of Valid Cases 100 Approx. Sig. .007 .028 73 Agama Responden * Tingkat Ekuitas Merek Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square b Likelihood Ratio Exact Sig. (2- Exact Sig. (1- sided) sided) sided) df a 1 .347 .184 1 .668 .928 1 .335 .883 Continuity Correction Asymp. Sig. (2- Fisher's Exact Test .619 Linear-by-Linear Association .874 N of Valid Cases 100 1 .340 .350 a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.92. b. Computed only for a 2x2 table Symmetric Measures Value Nominal by Nominal Contingency Coefficient .094 N of Valid Cases 100 Approx. Sig. .347 Tingkat Pendidikan * Tingkat Pengetahuan Correlations Spearman's rho Tingkat pendidikan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N tingkat pengetahuan Tingkat tingkat pendidikan pengetahuan * 1.000 .200 . .046 100 100 Correlation Coefficient .200 * 1.000 Sig. (2-tailed) .046 . N 100 100 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). 74 Tingkat Pendidikan * Tingkat Kepedulian Correlations Spearman's rho Tingkat pendidikan Correlation Coefficient Tingkat Tingkat pendidikan Kepedulian 1.000 .009 . .927 N 100 100 Correlation Coefficient .009 1.000 Sig. (2-tailed) .927 . N 100 100 Sig. (2-tailed) Tingkat Kepedulian Tingkat Pendidikan * Tingkat Ekuitas Merek Spearman's rho Tingkat pendidikan Correlation Coefficient Tingkat Tingkat Ekuitas pendidikan Merek 1.000 -.008 . .940 100 100 -.008 1.000 Sig. (2-tailed) .940 . N 100 100 Sig. (2-tailed) N Tingkat Ekuitas Merek Correlation Coefficient Tingkat Pendapatan * Tingkat Pengetahuan Correlations Tingkat Spearman's rho Tingkat Pendapatan/ uang saku tingkat pengetahuan Correlation Coefficient Pendapatan/ tingkat uang saku pengetahuan 1.000 .046 . .647 N 100 100 Correlation Coefficient .046 1.000 Sig. (2-tailed) .647 . N 100 100 Sig. (2-tailed) 75 Tingkat Pendapatan * Tingkat Kepedulian Correlations Tingkat Spearman's rho Tingkat Pendapatan/ uang saku Tingkat Kepedulian Correlation Coefficient Pendapatan/ Tingkat uang saku Kepedulian 1.000 .047 . .640 N 100 100 Correlation Coefficient .047 1.000 Sig. (2-tailed) .640 . N 100 100 Sig. (2-tailed) Tingkat Pendapatan * Tingkat Ekuitas Merek Correlations Tingkat Spearman's rho Tingkat Pendapatan/ uang saku Tingkat Ekuitas Merek Correlation Coefficient Pendapatan/ Tingkat Ekuitas uang saku Merek 1.000 .077 . .445 N 100 100 Correlation Coefficient .077 1.000 Sig. (2-tailed) .445 . N 100 100 Sig. (2-tailed) 76 Tingkat Pengetahuan * Tingkat Kepedulian Correlations Spearman's rho tingkat pengetahuan Correlation Coefficient tingkat Tingkat pengetahuan Kepedulian 1.000 .137 . .173 N 100 100 Correlation Coefficient .137 1.000 Sig. (2-tailed) .173 . N 100 100 Sig. (2-tailed) Tingkat Kepedulian Tingkat Pengetahuan * Tingkat Ekuitas Merek Correlations Spearman's rho tingkat pengetahuan Correlation Coefficient tingkat Tingkat Ekuitas pengetahuan Merek 1.000 .118 . .244 N 100 100 Correlation Coefficient .118 1.000 Sig. (2-tailed) .244 . N 100 100 Sig. (2-tailed) Tingkat Ekuitas Merek Tingkat Kepedulian * Tingkat Ekuitas Merek Correlations Spearman's rho Tingkat Kepedulian Correlation Coefficient Tingkat Tingkat Ekuitas Kepedulian Merek 1.000 Sig. (2-tailed) .000 100 100 ** 1.000 Sig. (2-tailed) .000 . N 100 100 Correlation Coefficient **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Pengurus Organisasi LPPOM MUI ** . N Tingkat Ekuitas Merek .348 .348 77 I. Dewan Penasehat Ketua : Ketua Umum MUI Pusat Wakil Ketua : Wakil Ketua Umum MUI Pusat Anggota Menteri Agama RI Menteri Kesehatan Menteri Pertanian RI Menteri Perdagangan RI Menteri Perindustrian RI Rektor IPB Ketua MUI yang membidangi Komisi Fatwa Ketua MUI yang membidangi Komisi Ekonomi Sekretaris : Sekretaris Umum MUI Pusat II. Dewan Pembina Ketua : Prof.Dr.Hj. Aisyah Girindra Sekretaris : Dr. H. Anwar Abbas, M. Ag, MM Anggota Dr. Ir. H. M. Nadratuzzaman Hosen Prof. dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS Drs. K. A. Endin III. Dewan Pelaksana/Eksekutif Direktur Pelaksana/Eksekutif Wakil Direktur Bidang Kesekretariatan dan Sosialisasi Wakil Direktur Bidang Penelitian dan Pengkajian Ilmiah Wakil Direktur Bidang Pembinaan LPPOM Daerah : Ir. Lukmanul Hakim, M. Si : Ir. Hj. Osmena Gunawan : Dr. Hj. Anna P. Roswiem, MS : Ir. H. Mustofa Zuhad Mughni Bendahara : dr. H. Fahmi Darmawansyah Wakil Bendahara : Drs. H. Zuhdi Bidang Auditing Bidang Sistem Jaminan Halal Bidang Sosialisasi dan Promosi : Ir. Hj. Muti Arintawati, M. Si (Ketua) Dr. Ir. Mulyorini R. Hilwan, MS : Ir. Sumunar Jati (Ketua) Ir. Muslich, M. Si : Lia Amalia, SS, S. Si, MT (Ketua) -Farid Mahmud, SH 78 : Dr. Mirzan T. Razak, M. Eng. APU Bidang Pelatihan dan Informasi Halal (Ketua) Ir. Hendra Utama Bidang Pembinaan LPPOM Daerah : Ir. Nurwahid, M. Si (Ketua) Drs. H. Ahmad Baidun, M. Si : Prof. Dr. Purwatiningsih (Koordinator) Bidang Pengkajian Ilmiah Dr.dala Liesbetini Hartoto Dr. Budiatman Satiawihardja IV. Tenaga Ahli Koordinator Wakil Koordinator Wakil Koordinator Anggota Prof. Dr. H. Norman Razief Azwar Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja Dr. Hasyim, DEA Dr. Rarah Ratih Adji Drs. H. Fattah Wibisono, MA. Dr. Heni Nuraini Dr. Hasanuddin Drs. H. Fattah Wibisono, MA : Dr. Khaswar Syamsu : Dr. K.H. Ahmad Munif Suratmaputra, MA. : Ir. M. Zein Nasution, M. App. Sc