konsensus - Ilmu Kesehatan Anak

advertisement
KONSENSUS
Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis
pada Anak
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
2016
konsensus
Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis
pada Anak
Penyunting
Sri Rezeki S. Hadinegoro
Alex Chairulfatah
Abdul Latief
Antonius H.Pudjiadi
Ririe Fachrina Malisie
Anggraini Alam
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
2016
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis pada Anak
Disusun oleh: Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak
bekerjasama dengan Infeksi dan Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak
Indonesia
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh
isi buku ini dengan cara dan bentuk apa pun juga tanpa seizin penulis dan
penerbit
Cetakan Pertama 2016
Diterbitkan oleh:
Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
Daftar Kontributor
1. Prof. DR. Dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K)
2. Prof. Dr. Alex Chairulfatah, Sp.A(K)
3. Dr. Abdul Latief, Sp.A(K)
4. Dr. Antonius H. Pudjiadi, Sp.A(K)
5. DR. Dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K)
6. DR. Dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A(K), MCTM(TropPaed)
7. DR. Dr. Dadang Hudaya Somasetia, Sp.A(K)
8. Dr. MM DEAH Haspsari, Sp.A(K)
9. DR. Dr. Ririe Fachrina Malisie, Sp.A(K)
10. Dr. Anggraini Alam, Sp.A(K)
11. DR. Dr. Rismala Dewi, Sp.A(K)
12. Dr. Dominicus Husada, Sp.A(K), DTM&H, MCTM(TP)
13. Dr. Kiki Madiapermana Kustiman Samsi, Sp.A(K), M.Kes
14. Dr. Irene Yuniar, Sp.A(K)
15. Dr. Saptadi Yuliarto, Sp.A(K)
16. Dr. Yogi Prawira, Sp.A
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
iii
iv
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Kata Pengantar
UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur disampaikan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas keberhasilan
team Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA)
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang telah berhasil menyusun buku
rekomendasi diagnosis dan tata laksana sepsis pada anak.
Sepsis berat dan syok sepsis merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas (60%) anak yang dirawat di ruang rawat intensif
anak. Upaya para pakar internasional untuk menurunkan mortalitas sepsis
berat dan syok sepsis terangkum dalam Surviving Sepsis Campaign yang
berisi panduan tata laksana sepsis berdasar kedokteran berbasis bukti.
Untuk anak dibuat pembahasan khusus karena ada perbedaan antara anak
dan dewasa. Hasil penelitian sepsis terus muncul secara dinamis sampai ke
teknologi nano.
Sarana pelayanan kesehatan dan keterampilan petugas kesehatan untuk
melakukan tata laksana sepsis di Indonesia masih terbatas dan beragam,
sedangkan tata laksana sepsis dari pedoman surviving sepsis campaign
berbasis teknologi negara maju dan penelitian sepsis terbaru sangat dinamis
dan progresif sehingga aplikasinya harus disesuaikan dengan kondisi
Indonesia. Supaya buku rekomendasi ini bisa diaplikasikan fleksibel sesuai
dengan sarana kesehatan dan keterampilan petugas kesehatannya, proses
pembuatan buku ini melibatkan praktisi pelayanan emergensi dan rawat
intensif anak dan sejawat dari unit kerja koordinasi infeksi dan penyakit
tropik IDAI.
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
v
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut
membantu terbitnya buku konsensus diagnosis dan tata laksana sepsis pada
anak. Semoga buku ini dapat dipergunakan secara luas dan fleksibel di
berbagai strata pelayanan kesehatan Indonesia untuk menurunkan mortalitas
sepsis pada anak Indonesia.
DR. Dr. Dadang Hudaya Somasetia, Sp.A(K)
Ketua UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak
vi
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Kata Pengantar
UKK Infeksi dan Penyakit Tropik
Salam sejahtera dari UKK Infeksi dan Penyakit Tropik
Kewaspadaan akan kejadian sepsis yang dapat meningkatkan mortalitas
memerlukan kemampuan deteksi dini dan tatalaksana segera. Sepsis
merupakan kondisi biologis yang sangat kompleks dan memerlukan
pemeriksaan tepat untuk melakukan identifikasi disfungsi organ dengan
segera dan tatalaksana dengan menggunakan bundle sepsis yang secara
empirik mikroorganisme penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti.
Pada awal penegakkan sepsis, respons inflamasi menjadi perhatian
utama namun definisi terbaru tahun 2016, titik berat sepsis adalah disfungsi
organ akibat infeksi.
Penegakkan diagnosis infeksi yang menyebabkan disregulasi respons
pejamu sehingga akhirnya terjadi disfungsi organ (sepsis) menjadi
penting agar sumber penyebab sepsis dapat dieradikasi melalui pemberian
antibiotika, antifungal, antiviral, maupun antiparasit, yang merupakan salah
satu bundle penting dalam tatalaksana sepsis. Berdasarkan penelitian di
PICU, 100% pasien syok sepsis mendapatkan antibiotika sejalan dengan
pemberian resusitasi cairan. Pada kasus sepsis akibat infeksi bakterial,
terdapat perbedaan prinsip penggunaan antibiotika. Pada sepsis akibat
infeksi bakterial pemberian antibiotika secara deeskalasi. Dalam hal ini
perlu kejelian dalam pemilihan jenis antibiotika empirik dan kemampuan
untuk mengganti segera dengan antibiotika definitif berdasarkan klinis dan
hasil pemeriksaan penunjang (kultur dan resistensi). Kemampuan tersebut
merupakan bagian penting dalam pemberian antibiotik secara bijaksana.
Deeskalasi antibiotika pada penanganan sepsis dan melakukan prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sangat penting dalam mencegah
resistensi antimikroba di Rumah Sakit. Oleh karena itu, kerjasama Unit
Kerja Koordinasi Emergensi Dan Rawat Intensif Anak dengan Infeksi dan
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
vii
Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia menjadi penting dalam
penanganan pasien dengan sepsis.
Kami sangat berterima kasih kepada Unit Kerja Koordinasi Emergensi
Dan Rawat Intensif Anak dan mendapat kehormatan untuk bersama
membuat Konsensus Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis pada Anak yang pada
akhirnya akan dipersembahkan untuk pelayanan kesehatan anak terutama
yang memerlukan perawatan intensif.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang
mendukung terbitnya Konsensus ini. Semoga kerjasama dengan Unit Kerja
Koordinasi Emergensi Dan Rawat Intensif Anak dapat berlangsung terus
dalam memberikan kontribusi terbaik untuk Ikatan Dokter Anak Indonesia
dan anak Indonesia pada umumnya.
Dr. MM DEAH Hapsari, Sp.A(K)
Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropik
viii
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Kata Pengantar
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak
Indonesia
Salam sejahtera dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
Pertama-tama kami mengucapkan selamat kepada Unit Kerja Koordinasi
(UKK) Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA) dan Unit Kerja
Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) yang telah menerbitkan ‘Konsensus dan Panduan Nasional Praktik
Klinis – Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis Pada Anak’. Buku panduan
yang disusun oleh organisasi profesi sangat dibutuhkan oleh para praktisi
kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal,
khususnya pada anak penderita sepsis. Oleh karena itu, kami sangat
menghargai upaya UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak IDAI untuk
menerbitkan buku panduan ini, karena tidaklah mudah menyusun suatu
panduan diagnosis dan tata laksana sepsis pada anak, untuk diaplikasi di
pusat pelayanan kesehatan di wilayah Indonesia. Buku ini disusun agar
setiap pusat pelayanan kesehatan mempunyai acuan pendekatan diagnostik
dan tata laksana sepsis pada pasien anak.
Sepsis adalah salah satu tantangan terbesar bagi sejawat yang bekerja
di bidang Emergensi dan Rawat Intensif Anak, oleh karena mortalitasnya
yang tinggi. Upaya internasional untuk menurunkan mortalitas sepsis berat
dan syok septik terangkum dalam surviving sepsis campaign, yang berisi
panduan tatalaksana sepsis berdasar evidence based medicine. Karena
beberapa perbedaan antara anak dan dewasa, dengan evidence yang berbeda
pula, maka dalam panduan tersebut kelompok anak di letakkan dalam bab
tersendiri yaitu pediatric consideration.
Mortalitas sepsis pada anak di Indonesia masih tinggi. Namun demikian
tatalaksana sepsis sesuai pedoman surviving sepsis campaign tidak mudah
dilakukan, antara lain karena fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia
yang amat beragam. Pada bulan Maret 2010, UKK Pediatri Gawat Darurat
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
ix
(PGD) telah menerbitkan rekomendasi diagnosis dan tatalaksana sepsis
pada anak. Saat ini, UKK PGD yang berganti nama menjadi Emergensi
dan Rawat Intensif Anak (ERIA) melakukan revisi dan penyempurnaan
berdasarkan perkembangan terkini dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Proses pembuatan Konsensus ini, melibatkan para praktisi dari seluruh pusat
pendidikan dan pelayanan intensif anak di Indonesia.
Oleh karena itu, kami menghimbau kepada semua anggota IDAI
untuk menjadikan Konsensus ini sebagai acuan dalam menyusun Panduan
Praktik Klinik (PPK) di tempat kerjanya.
Aman Pulungan
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
x
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Daftar Isi
Daftar Kontributor.............................................................................. iii
Kata Pengantar UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak....................v
Kata Pengantar UKK Infeksi dan Penyakit Tropik..............................vii
Kata Pengantar Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia����������ix
1. Pendahuluan......................................................................................1
2. Definisi .............................................................................................1
3. Epidemiologi ....................................................................................1
4. Etiologi .............................................................................................2
5. Penegakan diagnosis..........................................................................3
5.1 Infeksi...................................................................................... 3
5.2 Kecurigaan disfungsi organ....................................................... 5
5.3. Kriteria disfungsi organ............................................................ 5
6. Tata laksana.......................................................................................6
6.1 Tata laksana Infeksi.................................................................. 6
6.1.1 Antibiotika................................................................... 6
6.1.2 Antibiotika kombinasi.................................................. 6
6.1.3 Anti-jamur.................................................................... 8
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
xi
6.2 Tata laksana disfungsi organ..................................................... 8
6.2.1 Pernapasan.................................................................... 8
6.2.2 Ventilasi non-invasif...................................................... 9
6.2.3 Ventilasi mekanik invasif............................................. 10
6.2.4 Resusitasi cairan dan tata laksana hemodinamik��������� 10
6.2.5 Transfusi darah........................................................... 14
6.2.6 Kortikosteroid............................................................. 14
6.2.7 Kontrol glikemik........................................................ 14
6.2.8 Nutrisi........................................................................ 15
6.2.9 Menghilangkan sumber infeksi................................... 15
7. Tindak lanjut...................................................................................15
7.1 Evaluasi Penggunaan Antibiotika dan Anti-jamur................... 15
7.2 Evaluasi Disfungsi Organ dan Prognosis................................. 16
Lampiran
1.
Tanda-tanda vital normal pada anak....................................... 22
2. Kriteria risiko pediatric acute respiratory distress syndrome
(pards)................................................................................ 23
3. Kriteria pediatric acute respiratory distress syndrome (PARDS)������� 24
4. Pediatric logistic organ dysfunction (pelod) 2........................ 25
5. Skor kandida.......................................................................... 26
6. Dosis antibiotika.................................................................... 27
7.
xii
Tabel pengambilan darah pada anak....................................... 29
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
1. Pendahuluan
Sepsis dan syok septik merupakan salah satu penyebab morbiditas dan
mortalitas (50-60%) anak yang dirawat di ruang rawat inap dan ruang rawat
intensif. Angka kematian lebih tinggi pada anak dengan imunodefisiensi.1-3
Diagnosis sepsis dengan menggunakan definisi tahun 2001 pada
Surviving sepsis campaign (SSC) terlalu sensitif (sensitivitas 96,9%)
dan kurang spesifik (spesifitas 58,3%)4 sehingga mengakibatkan tingginya
resistensi antibiotika, serta tingginya penggunaan antibiotika, sarana dan
prasarana.
Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas sepsis, serta
ketidaktepatan penggunaan antibiotika, sarana, dan prasarana, perlu disusun
suatu panduan nasional praktek klinis sepsis pada bayi dan anak di Indonesia
sesuai dengan fasilitas kesehatan yang tersedia.
2. Definisi
Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-threatening
organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi.
3. Epidemiologi
Insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi <1 tahun
dibandingkan dengan usia >1-18 tahun (9,7 versus 0,23 kasus per 1000
anak). Pasien sepsis berat, sebagian besar berasal dari infeksi saluran nafas
(36-42%), bakteremia, dan infeksi saluran kemih. Di unit perawatan intensif
anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejumlah 19,3% dari
502 pasien anak yang dirawat mengalami sepsis dengan angka mortalitas
54%.6 Sepsis berat lebih sering dialami anak dengan komorbiditas yang
mengakibatkan penurunan sistem imunitas seperti keganasan, transplantasi,
penyakit respirasi kronis dan defek jantung bawaan.1,2,7
Penelitian Sepsis Prevalence Outcomes and Therapies (SPROUT)
pada tahun 2015 mengumpulkan data PICU dari 26 negara, memperoleh
data penurunan prevalensi global sepsis berat (Case Fatality Rate) dari
10,3% menjadi 8,9% (95%IK; 7,6-8,9%). Usia rerata penderita sepsis
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
1
berat 3,0 tahun (0,7-11,0), infeksi terbanyak terdapat pada sistem respirasi
(40%) dan 67% kasus mengalami disfungsi multi organ. Angka kematian
selama perawatan di rumah sakit sebesar 25% dan tidak terdapat perbedaan
mortalitas antara PICU di negara berkembang dan negara maju.8
4. Etiologi
Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi.3,5 Bakteri
merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula berasal dari
jamur, virus, atau parasit.3 Respon imun terhadap bakteri dapat menyebabkan
disfungsi organ atau sepsis dan syok septik dengan angka mortalitas relatif
tinggi. Organ tersering yang merupakan infeksi primer, adalah paru-paru,
otak, saluran kemih, kulit, dan abdomen. Faktor risiko terjadinya sepsis antara
lain usia sangat muda, kelemahan sistem imun seperti pada pasien keganasan
dan diabetes melitus, trauma, atau luka bakar mayor.9,10
Mikroorganisme patogen penyebab sepsis, sangat tergantung pada usia
dan respons tubuh terhadap infeksi itu sendiri (tabel 1).2,7
Tabel 1. Mikroorganisme patogen penyebab sepsis pada anak sesuai usia
Bayi dan anak di komunitas
•
Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama infeksi bakterial invasif
•
Neisseria meningitidis
•
Staphylococcus aureus dan Streptokokus grup A, pada anak sehat
•
Haemophilus influenzae tipe B
•
Bordetella pertussis (terutama pada bayi sebelum vaksinasi dasar lengkap)
Bayi dan anak di rumah sakit
•
Sesuai pola kuman di rumah sakit
•
Coagulase-negative Staphylococcus (akibat kateter vaskular)
•
Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)
•
Organisme gram negatif: Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, E.coli, dan Acinetobacter sp
Asplenia fungsional/asplenik
•
Sepsis Salmonella (Salmonella osteomyelitis pada penyakit sickle cell)
•
Organisme berkapsul: Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae
Organisme lain
•
Jamur (spesies Candida dan Aspergillus) dan virus (influenza, respiratory syncytial virus, human metapneumovirus, varicella dan herpes simplex virus)
2
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
5. Penegakan diagnosis
Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan adanya: (1) Infeksi, meliputi
(a) faktor predisposisi infeksi, (b) tanda atau bukti infeksi yang sedang
berlangsung, (c) respon inflamasi; dan (2) tanda disfungsi/gagal organ. Alur
penegakan diagnosis sepsis tertera pada gambar 1
Pasien curiga infeksi
Warning signs
disfungsi organ
Ya
Skor PELOD-2 ≥11
(atau ≥7 untuk RS
tipe B-C)
Ya
SEPSIS
Tidak
Masih curiga sepsis
Ya
Tidak
Tidak
Observasi, evaluasi
ulang kemungkinan
sepsis
Observasi, evaluasi
ulang kemungkinan
sepsis
Gambar 1. Alur penegakan diagnosis sepsis
Gambar 1. Alur penegakan diagnosis sepsis
5.1 Infeksi
Kecurigaan infeksi didasarkan pada predisposisi infeksi, tanda infeksi, dan
reaksi inflamasi. Faktor-faktor predisposisi infeksi, meliputi: faktor genetik,
usia, status nutrisi, status imunisasi, komorbiditas (asplenia, penyakit kronis,
transplantasi, keganasan, kelainan bawaan), dan riwayat terapi (steroid,
antibiotika, tindakan invasif ).
Tanda infeksi berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratoris. Secara
klinis ditandai oleh demam atau hipotermia, atau adanya fokus infeksi.
Secara laboratoris, digunakan penanda (biomarker) infeksi: pemeriksaan
darah tepi (lekosit, trombosit, rasio netrofil:limfosit, shift to the left),
pemeriksaan morfologi darah tepi (granula toksik, Dohle body, dan vakuola
dalam sitoplasma), c-reactive protein (CRP), dan prokalsitonin. Sepsis
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
3
memerlukan pembuktian adanya mikroorganisme yang dapat dilakukan
melalui pemeriksaan apus Gram, hasil kultur (biakan), atau polymerase
chain reaction (PCR). Pencarian fokus infeksi lebih lanjut dilakukan
dengan pemeriksan analisis urin, feses rutin, lumbal pungsi, dan pencitraan
sesuai indikasi.
Secara klinis respon inflamasi terdiri dari:
1. Demam (suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau hipotermia
(suhu inti <36°C).
2. Takikardia: rerata denyut jantung di atas normal sesuai usia tanpa adanya stimulus eksternal, obat kronis, atau nyeri; atau peningkatan denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan lebih dari 0,5 sampai 4 jam
(lampiran 1)
3. Bradikardia (pada anak <1 tahun): rerata denyut jantung di bawah
normal sesuai usia tanpa adanya stimulus vagal eksternal, beta-blocker,
atau penyakit jantung kongenital; atau penurunan denyut jantung
yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari 0,5 jam (lampiran 1)
4. Takipneu: rerata frekuensi nafas di atas normal (lampiran 1)
Secara laboratoris, respon inflamasi berdasarkan pada jumlah leukosit,
CRP, transaminase serum, dan prokalsitonin (tabel 2).13-15
Tabel 2. Penanda biologis infeksi 13,16
Penanda
biologis
Leukosit
Kegunaan
•
Diagnosis untuk Keterbatasan:
infeksi dan
tidak spesifik
sepsis
untuk menunjukkan infeksi
Limfosit
•
Limfopenia
menunjukkan diagnosis
bakteremia
4
Keterbatasan
Keterbatasan:
dapat menurun
pada infeksi virus,
penyakit kritis,
atau malnutrisi
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Cut-off
Validitas
0 hr–1 mgg : >34.000/
mm3
1 mgg-1 bln : >19.500
atau <5.000/mm3
1 bln-1 thn : >17.500
atau <5.000/mm3
2-5 thn : >15.500 atau
<6.000/mm3
6-12 thn : >13.500 atau
<4.500/mm3
13-18 thn : >11.000
atau <4.500/mm3
<1300 /uL
Sensitivitas: 57,6%
Spesifitas: 53,5%
PPV: 55,2%
NPV: 55,7%
Sensitivitas: 73,9%
Spesifitas: 57,6%
PPV: 63,6%
NPV: 68,8%
Penanda
biologis
Rasio netrofil
: limfosit
C-reactive
protein (CRP)
Prokalsitonin
(PCT)
PCT + CRP
Kegunaan
•
Keterbatasan
Peningkatan
rasio menunjukkan diagnosis
bakteremia
Keterbatasan:
dapat menurun
pada infeksi virus,
penyakit kritis,
atau malnutrisi
• Diagnosis untuk Keterbatasan:
infeksi dan
kinetik lambat,
sepsis
tidak spesifik un• Menentukan
tuk menunjukkan
derajat kepara- infeksi (meninghan infeksi
kat pada keadaan
inflamasi)
• Diagnosis dini
Keterbatasan:
sepsis
dapat meningkat
• Faktor prognos- pada penyakit
tik (indikator
non-infeksi (trauperbaikan
ma berat, pasca
sepsis)
henti jantung,
pembedahan,
• Menentukan
lama pemberian karsinoma tiroid
medular, penyakit
antibiotika
autoimun)
• Membedakan
Belum ada peneliinfeksi bakteri, tian klinis
virus, dan jamur
Cut-off
Validitas
>10
Sensitivitas: 77,2%
Spesifitas: 63,0%
PPV: 67,6%
NPV: 73,4%
1,56–110 mg/L
Sensitivitas: 43-90%
(infeksi); 31-82%
(sepsis)
Spesifitas: 33-88%
PPV: 31-100%
NPV: 81-97%
0,3–8,05 ng/ml
Sensitivitas: 74,8100%
Spesifitas: 70-100%
PPV: 55-100%
NPV: 56,3-100%
Bakteri: CRP >10 mg/L;
PCT >0,3 ng/mL
Jamur: CRP 10-100
mg/L; PCT 0,3-2 ng/mL
Virus: CRP <10mg/L;
PCT <2 ng/mL
5.2 Kecurigaan disfungsi organ
Kecurigaan disfungsi organ (warning signs) bila ditemukan salah satu
dari 3 tanda klinis: penurunan kesadaran (metode AVPU), gangguan
kardiovaskular (penurunan kualitas nadi, perfusi perifer, atau tekanan
arterial rerata), atau gangguan respirasi (peningkatan atau penurunan work
of breathing, sianosis)
5.3. Kriteria disfungsi organ
Disfungsi organ meliputi disfungsi sistem kardiovaskular, respirasi, hematologis,
sistem saraf pusat, dan hepatik. Disfungsi organ ditegakkan berdasarkan skor
PELOD-2. Diagnosis sepsis ditegakkan bila skor ≥11 (atau ≥7).
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
5
6. Tata laksana
Tata laksana sepsis ditujukan pada penanggulangan infeksi dan disfungsi
organ.
6.1 Tata laksana Infeksi
6.1.1 Antibiotika
Pemilihan jenis antibiotika empirik sesuai dengan dugaan etiologi infeksi,
diagnosis kerja, usia, dan predisposisi penyakit. Apabila penyebab sepsis
belum jelas, antibiotik diberikan dalam 1 jam pertama sejak diduga sepsis,
dengan sebelumnya dilakukan pemeriksaan kultur darah. Upaya awal terapi
sepsis adalah dengan menggunakan antibiotika tunggal berspektrum luas.
Setelah bakteri penyebab diketahui, terapi antibiotika definitif diberikan
sesuai pola kepekaan kuman.18,19
Boks 1. Prinsip Penggunaan Antibiotik Empirik pada Sepsis dengan Penyebab yang Belum
Diketahui21
Prinsip utama paradigma terapi empiris
• Berikan pilihan antibiotik pertama secara efektif dan tepat
• Dasarkan pemilihan antibiotik, baik empiris maupun bertarget, pada
pengetahuan pola kepekaan lokal (antibiogram lokal)
• Optimalkan dosis dan rute pemberian antibiotik
• Berikan antibiotik tunggal, spektrum luas dengan durasi sesingkat
mungkin
DAN
• Sesuaikan atau hentikan terapi antibiotik sedini mungkin untuk
mengurangi kemungkinan resistensi (de-eskalasi)
6.1.2 Antibiotika kombinasi
Apabila antibiotika diberikan kombinasi, harus dipertimbangkan kondisi
klinis, usia, kemungkinan etiologi dan tempat terjadi infeksi, mikroorganisme
penyebab, pola kuman di RS, predisposisi pasien, dan efek farmakologi
dinamik serta kinetik obat.19
6
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Boks 2. Pilihan Kombinasi Antibiotik Empiris untuk sepsis anak dengan penyebab belum
diketahui22,23
Extended-spectrum penicillina + aminoglikosidab
Sefalosporinc generasi ketiga atau keempat + aminoglikosidaa + vankomisin
Karbapenem + aminoglikosidaa + vankomisin
ampisilin-sulbaktam menjadi pilihan pertama extended-spectrum penicillin dalam terapi sepsis
b
floroquinolon dapat menggantikan aminoglikosida pada semua regimen
di atas
c
Sefalosporin generasi ketiga seftriakson tidak boleh digunakan ketika dicurigai atau terbukti adanya Pseudomonas
a
Catatan:
• Perhitungkan efek samping dan toksisitas obat dari pemberian antibiotik
kombinasi. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan keputusan untuk
melakukan deekskalasi
Tabel 3. Jenis Antibiotika Empirik berdasarkan Kondisi Sepsis dan Kemungkinan mikroorganisme Penyebab
Kondisi
Infeksi komunitas (community acquired
infection)
Infeksi rumah sakit (hospital acquired infection)
Infeksi Stafilokokus koagulase negatif
terkait kateter vascular sentral
Methicillin-resistance Staphylococcus aureus
(MRSA)
Netropenia
Sindrom syok toksik (Toxic shock syndrome)
Kondisi imunokompromais
Jenis Antibiotika i.v
Ampisilin-sulbactam, sefalosporin generasi III
(sefotaxim, seftriaxon)
Extended spectrum penicillin (ampisilin-sulbactam, piperacillin-tazobactam)/cefepime/carbapenem; ditambah gentamisin, siprofloxasin,
atau vankomisin (sesuai kasus)
Clindamycin, Vankomisin
Clindamycin, Vankomisin
Lini I: Cefepime, Piperacillin-tazobactam, meropenem
Lini II: Vankomisin, clindamycin, teikoplanin
vankomisin, linezolid, clindamycin
Lihat lampiran
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
7
• Kebutuhan dosis antibiotik dapat disesuaikan untuk sepsis karena
farmakodinamik dan farmakokinetik berbagai antimikroba dapat
berubah pada pasien kritis sehingga dosis biasa mungkin tidak adequat.
• Disfungsi organ, terutama ginjal, hemodialisis/hemofiltrasi, dapat
mempengaruhi distribusi dan klirens antibiotik, sehingga membutuhkan
penyesuaian dosis.
Berbagai jenis antibiotik beserta dosisnya dapat dilihat dalam Lampiran 6.
6.1.3 Anti-jamur
Pasien dengan predisposisi infeksi jamur sistemik (skor Kandida ≥3 dan kadar
prokalsitonin >1,3 ng/mL) memerlukan terapi anti-jamur. Penggunaan antijamur pada sepsis disesuaikan dengan data sensitivitas lokal. Bila tidak ada
data, dapat diberikan lini pertama berupa: amphotericin B atau flukonazol,
sedangkan lini kedua adalah mycafungin. Antijamur diberikan pada pasien
sepsis yang dirawat di ruang intensif dengan menggunakan algoritme di
bawah ini (gambar 2).
6.2 Tata laksana disfungsi organ
6.2.1 Pernapasan
Tata laksana pernapasan meliputi: pembebasan jalan napas (non-invasif dan
invasif ) dan pemberian suplemen oksigen. Langkah pertama resusitasi adalah
pembebasan jalan nafas sesuai dengan tatalaksana bantuan hidup dasar.
Selanjutnya pasien diberikan suplemen oksigen, awalnya dengan aliran dan
konsentrasi tinggi melalui masker. Oksigen harus dititrasi sesuai dengan pulse
oximetry dengan tujuan kebutuhan saturasi oksigen >92%. Bila didapatkan
tanda-tanda gagal nafas perlu dilakukan segera intubasi endotrakeal dan
selanjutnya ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif. Penggunaan obatobatan anestesi untuk induksi disarankan dengan menggunakan ketamin
dan rokuronium, dan menghindari etomidate karena berkaitan dengan
supresi adrenal.15 Pipa endotrakeal dengan balon (cuff) direkomendasikan
pada pasien sindrom distress pernapasan akut (pediatric acute respiratory
distress syndrome, PARDS) yang menggunakan ventilasi mekanik
konvensional. Pada pasien PARDS yang menggunakan high-frequency
8
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Terbukti Infeksi candida (kultur darah positif atau biopsi positif)
Terapi segera dimulai
Ganti CVC, pemeriksaan funduskopi
Apakah pasien secara hemodinamik stabil?
YA
TIDAK
FLUKONAZOL jika:
• Tidak menggunakan flukonazol
dalam waktu dekat ini
• Tidak ada intoleransi azol
• Diketahui epidemioligi lokal
EKINOKANDIN
Gambar 2. Algoritme pemberian anti jamur
osscilatory ventilation (HFOV), direkomendasikan menggunakan pipa
endotrakeal dengan sedikit kebocoran untuk meningkatkan ventilasi atau
pembuangan CO2.27
6.2.2 Ventilasi non-invasif
1.
2.
3.
4.
5.
Ventilasi tekanan positif non-invasif dapat digunakan sebagai pilihan
awal pada pasien sepsis dengan risiko PARDS atau mengalami imunodefisiensi; dan tidak direkomendasikan untuk pasien PARDS berat.
Masker oronasal atau full facial merupakan alat yang direkomendasikan, namun harus disertai dengan pengawasan terhadap komplikasi,
yaitu: pengelupasan kulit, distensi lambung, barotrauma, atau konjungtivitis.
Gas pada ventilasi non-invasif harus dilembabkan dan dihangatkan
(heated humidification).
Intubasi harus segera dilakukan bila pasien dengan ventilasi non-invasif tidak menunjukkan tanda perbaikan atau mengalami perburukan.
Untuk menjamin sinkronisasi pasien-ventilator, dapat diberikan sedasi
kepada pasien.
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
9
6.2.3 Ventilasi mekanik invasif
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Indikasi ventilasi mekanik pada pasien sepsis adalah gagal napas atau
disfungsi organ lain (gangguan sirkulasi dan penurunan kesadaran)
Modus ventilasi mekanik dapat manggunakan volume controlled ventilation (VCV), pressure-controlled ventilation (PCV), atau pressure-controlled dengan volume target.
Tidal volume tidak boleh melebihi 10 ml/kg predicted body weight
(PBW).
Bila tidak ada pengukuran tekanan transpulmonal, direkomendasikan
Pplateau maksimal 28 cmH2O; atau 29-32 cmH2O pada kasus yang
disertai penurunan komplians dinding dada
Untuk memperbaiki oksigenasi, diperlukan titrasi PEEP. Tidak ada
bukti metode terbaik untuk mengatur PEEP optimal, namun harus
memperhatikan keseimbangan antara hemodinamik dan oksigenasi.
Target oksigenasi 92-97% pada PEEP optimal <10 cmH2O, atau 8892% pada PEEP optimal ≥10 cmH2O.
Pada PARDS sedang-berat direkomendasikan permissive hypercapnea
dengan mempertahankan pH 7,15-7,30
Pasien yang gagal mencapai oksigenasi dan ventilasi optimal dengan
Pplateau >28 cmH2O pada ventilasi mekanik konvensional, serta tidak ada bukti penurunan komplians dinding dada, dapat beralih pada
terapi high frequency osscilation ventilation (HFOV) atau extracorporeal
membrane oxygenation (ECMO).
6.2.4 Resusitasi cairan dan tata laksana hemodinamik
Tata laksana hemodinamik meliputi: akses vaskular secara cepat, resusitasi
cairan, dan pemberian obat-obatan vasoaktif. Resusitasi cairan harus
memperhatikan aspek fluid-responsiveness dan menghindari kelebihan cairan
>15% per hari.
Akses vaskular harus segera dipasang dalam waktu singkat melalui
akses vena perifer atau intraosseus. Jenis cairan yang diberikan adalah
kristaloid atau koloid.32-38 Cairan diberikan dengan bolus sebanyak 20 ml/kg
10
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
selama 5-10 menit, menggunakan push and pull atau pressure bag technique.39
Pemberian cairan dapat diulang dengan menilai respon terhadap cairan
(fluid-responsiveness), yaitu menggunakan:40-43
1. Fluid challenge
2. Passive leg raising (kenaikan cardiac index ≥10%)
3.Ultrasonografi
a. Pengukuran diameter vena cava inferior
b. Ultrasound Cardiac Output Monitoring (USCOM): stroke volume
variation (SVV) ≥30%
4. Arterial waveform: Systolic pressure variation (SVV) atau Pulse pressure
variation (PPV) ≥13%
5. Pulse contour analysis: stroke volume variation (SVV) ≥13%
Resusitasi cairan dihentikan bila target resusitasi tercapai (tabel
6)44-46 atau bila terjadi refrakter cairan (tabel 7). Bila tidak tersedia alat
pemantauan hemodinamik canggih, resusitasi cairan dihentikan bila telah
didapatkan tanda-tanda kelebihan cairan (takipneu, ronki, irama Gallop,
atau hepatomegali). Namun perlu diingat bahwa gejala ini merupakan tanda
lambat refrakter cairan.
Bila pasien mengalami refrakter cairan, perlu diberikan obat-obatan
vasoaktif sesuai dengan profil hemodinamik.47-49 Pemberian obat-obatan
vasoaktif memerlukan akses vena sentral. Pemasangan pada anak dapat
dilakukan di vena jugularis interna, vena subklavia, atau vena femoralis.50
Panduan penggunaan obat vasoaktif tergantung pada tipe syok (tabel 8). Syok
dingin adalah syok yang ditandai ekstremitas dingin akibat vasokonstriksi
perifer, sedangkan syok hangat adalah syok yang ditandai ekstremitas hangat
akibat vasodilatasi perifer.
Tahap lanjut dari resusitasi cairan adalah terapi cairan rumatan.
Penghitungan cairan rumatan saat awal adalah menggunakan formula
Holliday-Segar. Pencatatan jumlah cairan yang masuk dan keluar dilakukan
setiap 4-6 jam dengan tujuan mencegah terjadinya kondisi hipovolemia atau
hipervolemia (fluid overload) >15%.51-54
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
11
Tabel 4. Target Resusitasi
No.
1
Jenis Parameter
Klinis
2
Hemodinamik
3
Laboratorium
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Target
Frekuensi denyut jantung atau nadi menurun
Kualitas nadi sentral dan perifer sama
Akral hangat, CRT <2 detik
Diuresis >1 ml/kg/jam
Kesadaran membaik
Tekanan sistolik >P5 sesuai usia
Inotropy index >1,44 W/m2
Stroke volume index (SVI): 40-60 ml/m2
Cardiac index (CI): 3,3 – 6,0 L/m2/mnt
Systemic vascular resistance index (SVRI): 800 - 1600 d.s/cm5/m²
Superior venacacal oxygen saturation (Scvo2) ≥ 70%
Laktat darah ≤1,6
Tabel 5. Parameter Refrakter Cairan
No.
Parameter
Kriteria Refrakter Cairan
1
Passive leg raising (PLR)
Kenaikan cardiac index <10%
2
Diameter vena cava inferior
•
•
Collapsibility index (nafas spontan) <50%
Distensibility index (ventilator) <18%
3
Stroke volume variation (SVV)
•
•
USCOM: <30%
Pulse contour analysis: <13%
4
Systolic pressure variation (SPV)
atau Pulse pressure variation (PPV)
<13%
Tabel 6. Profil Hemodinamik dan Pilihan Obat Vasoaktif pada Syok Anak
No
Jenis Syok
1
Syok dingin dengan normotensi
12
Profil
Hemodinamik
Low output, high
resistance +
Normotensi
Karakteristik
• Akral dingin
• Waktu pengisian kapiler
>2 detik
• Nadi perifer lebih lemah
dibandingkan sentral
• Indeks inotropi <1,44 W/m2
• Stroke volume index (SVI)
<40 ml/m2
• Cardiac index (CI) <3,3 ml/
m2/mnt
• Systemic vascular resistance
index (SVRI) >1600 d.s/
cm5/m²
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Pilihan Obat Vasoaktif
Inotropik
• Dopamin 5-10
mcg/kg/mnt
• Dobutamin 5-20
mcg/kg/mnt
• Epinefrin 0,05-0,3
mcg/kg/mnt
Inodilator
• Milrinon loading
dose 75 mcg/kg
dalam 15 menit,
maintenance 0,50,75 mcg/kg/mnt
No
Jenis Syok
2
Syok dingin dengan hipotensi
Profil
Hemodinamik
Low output, high
resistance +
Hipotensi
Low output, low
resistance
3
Syok hangat
High output, low
resistance
Karakteristik
• Akral dingin
• Waktu pengisian kapiler
>2 detik
• Nadi perifer lebih lemah
dibandingkan sentral
• Indeks inotropi <1,44 W/m2
• Stroke volume index (SVI)
<40 ml/m2
• Cardiac index (CI) <3,3 ml/
m2/mnt
• Systemic vascular resistance
index (SVRI) >1600 d.s/
cm5/m²
• Tekanan sistolik <P5
• Akral dingin
• Waktu pengisian kapiler
>2 detik
• Nadi perifer lebih lemah
dibandingkan sentral
• Indeks inotropi <1,44 W/m2
• Stroke volume index (SVI)
<40 ml/m2
• Cardiac index (CI) <3,3 ml/
m2/mnt
• Systemic vascular resistance
index (SVRI) <800 d.s/cm5/
m²
• Tekanan sistolik <P5
• Akral hangat
• Waktu pengisian kapiler
>2 detik
• Nadi perifer kuat (pulsus
celer)
• Indeks inotropi >1,44 W/m2
• Stroke volume index (SVI)
>60 ml/m2
• Cardiac index (CI) >6,0 ml/
m2/mnt
• Systemic vascular resistance
index (SVRI) <800 d.s/cm5/
m²
• Tekanan sistolik <P5
Pilihan Obat Vasoaktif
Inotropik
• Dopamin 5-10
mcg/kg/mnt
• Dobutamin 5-20
mcg/kg/mnt
• Epinefrin 0,05-0,3
mcg/kg/mnt
Inotropik
• Dopamin 5-10
mcg/kg/mnt
• Dobutamin 5-20
mcg/kg/mnt
• Epinefrin 0,05-0,3
mcg/kg/mnt
Vasopressor
• Norepinefrin 0,05-1
mcg/kg/mnt
Vasopressor
• Norepinefrin 0,05-1
mcg/kg/mnt
• Dopamin 10-20
mcg/kg/mnt
• Epinefrin 0,3-1
mcg/kg/mnt
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
13
6.2.5 Transfusi darah
6.2.5.1 Transfusi packed red cell
Transfusi packed red cell (PRC) diberikan berdasarkan saturasi vena cava
superior (ScvO2) <70% atau Hb <7 g/dL. Pada pasien dengan hemodinamik
tidak stabil dan ScvO2 <70%, disarankan tercapai kadar hemoglobin >10
g/dL. Setelah syok teratasi, kadar Hb <7 g/dL dapat digunakan sebagai
ambang transfusi.2,55,56
6.2.5.2 Transfusi konsentrat trombosit
Transfusi trombosit diberikan pada pasien sepsis sebagai profilaksis atau
terapi, dengan kriteria sebagai berikut:2,46
1. Profilaksis diberikan pada kadar trombosit <10.000/mm3 tanpa perdarahan aktif, atau kadar <20.000 /mm3 dengan risiko bermakna perdarahan aktif. Bila pasien akan menjalani pembedahan atau prosedur
invasif, kadar trombosit dianjurkan >50.000/mm3.
2. Terapi diberikan pada kadar trombosit <100.000/mm3 dengan perdarahan aktif.
6.2.5.3 Transfusi plasma
Tranfusi plasma beku segar (fresh frozen plasma, FFP) diberikan pada pasien
sepsis yang mengalami gangguan purpura trombotik, antara lain: koagulasi
intravaskular menyeluruh (disseminated intravascular coagulation, DIC), secondary
thrombotic microangiopathy, dan thrombotic thrombocytopenic purpura.2,46
6.2.6 Kortikosteroid
Hidrokortison suksinat 50 mg/m2/hari diindikasikan untuk pasien syok
refrakter katekolamin atau terdapat tanda-tanda insufisiensi adrenal.
6.2.7 Kontrol glikemik
Gula darah dipertahankan 50-180 mg/dL. Bila gula darah >180 mg/dL,
glucose infusion rate (GIR) diturunkan sampai 5 mg/kg/menit. Bila gula
darah >180 mg/dL, dengan GIR 5 mg/kg/menit, GIR dipertahankan dan
titrasi rapid acting insulin 0,05-0,1 IU/kg.
14
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
6.2.8 Nutrisi
Nutrisi diberikan setelah respirasi dan hemodinamik stabil, diutamakan
secara enteral dengan kebutuhan fase akut 57 kCal/kg/hari dan protein 60%
dari total kebutuhan protein (0-2 tahun: 2-3 g/kg/hari; 2-3 tahun: 1,5-2 g/
kg/hari; 3-18 tahun: 1,5 g/kg/hari).62-64
6.2.9 Menghilangkan sumber infeksi
Melakukan debridemen, mengeluarkan abses dan pus, membuka alat dan
kateter yang berada dalam tubuh merupakan bagian dari eradikasi sumber
infeksi.
7. Tindak lanjut
7.1 Evaluasi Penggunaan Antibiotika dan Anti-jamur
Pemberian antibiotika dan anti-jamur dievaluasi berkala secara klinis
dan laboratoris (lekosit, granula toksik, Dohle body, vakuola sitoplasma,
rasio netrofil:limfosit, perubahan kadar CRP, dan prokalsitonin). Prinsip
penggunaan antibiotik dan anti-jamur empirik adalah melakukan deeskalasi
apabila etiologi sepsis telah diketahui dan terdapat perbaikan klinis. Cara
deeskalasi antibiotika dapat dilihat pada gambar 3.21
Antibiotikaempiris
Tidakmembaik
Membaik
STOP,bila:
 Tidak ada bukti infeksi bakterial DEESKALASI,bila:
 Kultur positif  Tanda infeksi masih ada TETAP,bila:
 Kultur negatif  Tanda infeksi masih ada ESKALASI,bila:
 Kultur positif/negatif  Klinis memburuk TETAP,bila:
 Kultur positif dan sensitif, atau kultur negatif  Klinis tetap Gambar 3. Algoritme deeskalasi antibiotika berdasarkan respon pasien
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
15
7.2 Evaluasi Disfungsi Organ dan Prognosis
Perbaikan disfungsi organ dan prognosis dinilai dengan skor PELOD 2 dan
prokalsitonin, menggunakan panduan derajat keparahan penyakit:
• Derajat ringan: skor PELOD2 nilai 0-3 dan kadar PCT 0,5-1,99 ng/ml
• Derajat sedang: skor PELOD2 nilai >3-9 dan kadar PCT 2,0-9,99 ng/
ml
• Derajat berat: skor PELOD2 nilai >9 dan kadar PCT 10 ng/ml
Referensi
1.
Randolph AG, McCulloh RJ. Pediatric sepsis: important considerations for
diagnosing and managing severe infections in infants, children, and adolescents. Virulence 2014;5:179-89.
2. Plunkett A, Tong J. Sepsis in children. BMJ 2015;350:h3017.
3. Watson RS, Carcillo JA. Scope and epidemiology of pediatric sepsis. Pediatr
Crit Care Med 2005;6:S3-S5.
4. Zhao H, Heard SO, Mullen MT, et al. An evaluation of the diagnostic accuracy of the 1991 American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine and the 2001 Society of Critical Care Medicine/European
Society of Intensive Care Medicine/American College of Chest Physicians/
American Thoracic Society/Surgical Infection Society Sepsis definition. Crit
Care Med 2012;40:1700-6.
5. Vincent J-L, Opal SM, Marshall JC, Tracey KJ. Sepsis definitions: time for
change. Lancet 2013;381:774-5.
6. Priyatiningsih DR, Latief A, Pudjiadi AH. Karakteristik sepsis di pediatric
intensive care unit RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2016.
7. Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence
2014;5:4-11.
8. Weiss SL, Fitzgerald JC, Maffei FA, et al. Discordant identification of pediatric severe sepsis by research and clinical definitions in the SPROUT international point prevalence study. Crit Care 2015;19:325-34.
9. Deutschman CS, Tracey KJ. Sepsis: current dogma and new perspectives. Immunity 2014;40:463-75.
10. Jui J. Septic Shock. In: Judith E. Tintinalli, Stapczynski JS, Ma OJ, Cline
DM, eds. Tintinalli’s Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide.
16
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
New York: McGraw-Hill; 2011:1003-14.
Opal SM. Concept of PIRO as a new conceptual framework to understand
sepsis. Pediatr Crit Care Med 2005;6:S55-S60.
Cardoso T, Teixeira-Pinto A, Rodrigues PP, Aragao I, Costa-Pereira A, Sarmento AE. Predisposition, Insult/Infection, Response and Organ Dysfunction (PIRO): A pilot clinical staging system for hospital mortality in patients
with infection. PLoS One 2013;8:e70806.
Chan T, Gu F. Early diagnosis of sepsis using serum biomarkers. Expert Rev
Mol Diagn 2011;11:487-96.
Sepanski RJ, Godambe SA, Mangum CD, Bovat CS, Zaritsky AL, Shah SH.
Designing a pediatric severe sepsis screening tool. Front pediatr 2014;2:56.
Goldstein B, Giroir B, Randolph A, Members of the International Consensus
Conference on Pediatric Sepsis. International pediatric sepsis consensus conference: Definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Crit Care
Med 2005;6:2-8.
Jager CPCd, Wijk PTLv, Mathoera RB, Jongh-Leuvenink Jd, Poll Tvd, Wever
PC. Lymphocytopenia and neutrophil-lymphocyte count ratio predict bacteremia better than conventional infection markers in an emergency care unit.
Crit Care 2010;14:R192.
Leteurtre S, Duhamel A, Salleron J, et al. PELOD-2: An update of the Pediatric Logistic Organ Dysfunction Score. Crit Care Med 2013;41:1761-73.
Dellit TH, Owens RC, McGowan JE. Infectious Diseases Society of America
and the Society for Healthcare Epidemiology of America: guidelines for developing an institutional program to enhance antimicrobial stewardship. Clin
Infect Dis 2007;44:159-77.
Simmons ML, Durham SH, Carter CW. Pharmacological management of
pediatric patient with sepsis. AACN Adv Crit Care 2012;23:437-48.
Weiss SL, Fitzgerald JC, Balamuth F, et al. Delayed antimicrobial therapy
increases mortality and organ dysfunction duration in pediatric sepsis. Crit
Care Med 2014;42:2409-17.
Masterton RG. Antibiotic de-escalation. Crit Care Clin 2011;27:149-62.
McKenzie C. Antibiotic dosing in critical illness. J Antimicrob Chemother
2011;66:ii25-31.
Taccone FS, Laterre PF, Dugernier T. Insufficient β-lactam concentrations in
the early phase of severe sepsis and septic shock. Crit Care Clin 2010;14:R126.
Pediatric AAo. Report of the Committee on Infectious Diseases. In: Diseases
CoI, ed. Red Book. 30 ed. Elk Grove Village: AAP; 2015:881-95.
León Cb, Ruiz-Santana S, Saavedra P, et al. A bedside scoring system (“Can-
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
17
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
18
dida score”) for early antifungal treatment in nonneutropenic critically ill patients with Candida colonization. Crit Care Med 2006;34:730-7.
Leli C, Ferranti M, Moretti A, Al Dhahab ZS, Cenci E, Mencacci A. Procalcitonin Levels in Gram-Positive, Gram-Negative, and Fungal Bloodstream
Infections. Dis Markers 2015;701480:1-8.
Rimensberger PC, Cheifetz IM, Group PALICC. Ventilatory support in children with pediatric acute respiratory distress syndrome: proceedings from
the pediatric acute lung injury consensus conference. Pediatr Crit Care Med
2015;16:S51-S60.
Khemani RG, Smith LS, Zimmerman JJ, Erickson S, Group PALICC. Pediatric acute respiratory distress syndrome: definition, incidence, and epidemiology: proceedings from the pediatric acute lung injury consensus conference.
Pediatr Crit Care Med 2015;16:S23-S40.
Essouri S, Carroll C, Group PALICC. Noninvasive support and ventilation for pediatric acute respiratory distress syndrome: proceedings from the
pediatric acute lung injury consensus conference. Pediatr Crit Care Med
2015;16:S102-S10.
Rimensberger P, Kneyber MC. Pediatric Mechanical Ventilation Consensus
Collaborative - Assembly of ESPNIC. Montreux - Switzerland: European Pediatric and Neonate Mechanical Ventilation; 2016.
Oliveira CF, Sa FRNd, Oliveira DSF, et al. TIme- and fluid-sensitive resuscitation for hemodynamic support of children in septic shock. Pediatr Emerg
Care 2008;24:810-5.
Akech S, Ledermann H, Maitland K. Choice of fluids for resuscitation in children with severe infection and shock: systematic review. BMJ 2010;341:c4416.
Annane D, Siami S, Jaber S, et al. Effects of fluid resuscitation with colloids vs
crystalloids on mortality in critically ill patients present- ing with hypovolemic
shock: the CRISTAL randomized trial. J Am Med Assoc 2013;310:1809-17.
Brandt S, Regueira T, Bracht H, et al. Effect of fluid resuscitation on mortality
and organ function in experimental sepsis models. Crit Care 2009;13:R18696.
Finfer S, Bellomo R, Boyce N, French J, Myburgh J, Norton. R. A comparison of albumin and saline for fluid resuscitation in the intensive care unit. N
Engl J Med 2004;350:2247-56.
Myburgh JA, Finfer S, Bellomo R, et al. Hydroxyethyl starch or saline for
fluid resuscitation in intensive care. N Engl J Med 2012;367:1901-11.
Upadhyay M, Singhi S, Murlidharan J, Kaur N, Majumdar S. Randomized
evaluation of fluid resuscitation with crystalloid (saline) and colloid (poly-
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
mer from degraded gelatin in saline) in pediatric septic shock. Indian Pediatr
2005;42:223-31.
Wills BA, Dung NM, Loan HT, et al. Comparison of three fluid solutions for
resuscitation in dengue shock syndrome. N Engl J Med 2005;353:877-89.
Stoner MJ, Goodman DG, Cohen DM, Fernandez SA, Hall MW. Rapid
fluid resuscitation in pediatrics: testing the American College of Critical Care
Medicine Guideline. Ann Emerg Med 2007;50:601-7.
Lukito V, Djer MM, Pudjiadi AH, Munasir Z. The role of passive leg raising
to predict fluid responsiveness in pediatric intensive care unit patients. Pediatr Crit Care Med 2012;13:e155-e60.
Marik PE. Hemodynamic parameters to guide fluid therapy. Transfusion alter
transfusion med 2010;11:102-12.
Saxena R, Durward A, Steeley S, Murdoch IA, Tibby SM. Predicting fluid
responsiveness in 100 critically ill children: the effect of baseline contractility.
Intensive Care Med 2015;41:2161-9.
Mandeville JC, Colebourn CL. Can transthoracic echocardiography be used
to predict fluid responsiveness in the critically ill patient? a systematic review.
Crit Care Res Pract 2012;2012:513480.
de Oliveira CF, de Oliveira DSF, Gottschald AFC, et al. ACCM/PALS haemodynamic support guidelines for paediatric septic shock: an outcomes comparison with and without monitoring central venous oxygen saturation. Intensive care med 2008;34:1065-75.
Carcillo JA, Han K, Orr RA. Goal-directed management of pediatric shock in
the emergency department. Clin Ped Emerg Med 2007;8:165-75.
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al. Surviving sepsis campaign: international guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit
Care Med 2013;41:580-637.
Ceneviva G, Paschall JA, Maffei F, Carcillo JA. Hemodynamic Support in
Fluid-refractory Pediatric Septic Shock. Pediatrics 1998;102:e19.
Deep A, Goonasekera CDA, Wang Y, Brierly J. Evolution of haemodynamics
and outcome of fluid-refractory septic shock in children. Intensive care med
2013;39:1602-9.
Brierley J, Peters MJ. Distinct hemodynamic patterns of septic shock at presentation to pediatric intensive care. Pediatrics 2008;122:752-9.
Haas NA. Clinical review: vascular access for fluid infusion in children. Crit
Care 2004;8:478-84.
Sinitsky L, Walls D, Nadel S, Inwald DP. Fluid overload at 48 hours is associated with respiratory morbidity but not mortality in a general picu: Retro-
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
19
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
20
spective cohort study. Pediatr Crit Care Med 2015;16:205-9.
Arikan AA, Zappitelli M, Goldstein SL, Amrita Naipaul, Larry S. Jefferson,
Laura L. Loftis. Fluid overload is associated with impaired oxygenation and
morbidity in critically ill children. Pediatr Crit Care Med 2012;13:253-8.
Boyd JH, Forbes J, Nakada T-a, Walley KR, Russell JA. Fluid resuscitation in
septic shock: a positive fluid balance and elevated central venous pressure are
associated with increased mortality. Crit care med 2011;39:259-65.
Sadaka F, Juarez M, Naydenov S, O’Brien J. Fluid resuscitation in septic
shock: the effect of increasing fluid balance on mortality. J Intensive care med
2013;00:1-5.
Tyrrell CT, Bateman ST. Critically ill children: to transfuse or not to transfuse
blood cells, that is the question. Pediatr Crit Care Med 2012;13:204-9.
Curley GF, Shehata N, Mazer CD, Hare GMT, Friedrich JO. Transfusion
triggers for guiding RBC transfusion for cardiovascular surgery: a systematic
review and meta-analysis. Crit Care Med 2014;42:2611-24.
Menon K, Ward RE, Lawson ML, et al. A prospective multicenter study
of adrenal function in critically ill children. Am J Respir Crit Care Med
2010;182:246-51.
Moga M-A, Manlhiot C, Marwali EM, McCrindle BW, Arsdell GSV,
Schwartz SM. Hyperglycemia after pediatric cardiac surgery: impact of age
and residual lesions. Crit Care Med 2011;39:266-72.
Thornton PS, Stanley CA, Leon DDD, et al. Recommendations from the
Pediatric Endocrine Society for evaluation and management of persistent hypoglycemia in neonates, infants, and children. J Pediatr 2015;167:238-45.
Macrae D, Grieve R, Allen E, et al. A randomized trial of hyperglycemic control in pediatric intensive care. N Engl J Med 2014;370:107-18.
Hamilton S, McAleer DM, Ariagno K, et al. A stepwise enteral nutrition algorithm for critically ill children helps achieve nutrient delivery goals. Pediatr
Crit Care Med 2014;15:583-9.
Bechard LJ, Parrott JS, Mehta NM. Systematic review of the influence of energy and protein intake on protein balance in critically ill children. J Pediatr
2012;161:333-9.
Mehta NM, Bechard LJ, Zurakowski D, Duggan CP, Heyland DK. Adequate
enteral protein intake is inversely associated with 60-d mortality in critically ill children: a multicenter, prospective, cohort study. Am J Clin Nutr
2015;102:199-206.
Mehta NM, Compher C, Directors ASPENBo. A.S.P.E.N. Clinical Guidelines: Nutrition Support of the Critically Ill Child JPEN 2009 33: 260. J
Parenter Enteral Nutr 2009;33:260-76.
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
65. Daneman N, Rishu AH, Xiong W, et al. Duration of antimicrobial treatment
for bacteremia in canadian critically ill patients. Crit Care Med 2016;44:25664.
66. Vincent J-L, Nuffelen MV, Lelubre C. Host response biomarkers in sepsis:
the role of procalcitonin. In: Mancini N, ed. Sepsis: diagnostic methods and
protocols. Milan: Humana Press; 2015.
67. Parlato M, Cavaillon J-M. Host response biomarkers in the diagnosis of sepsis: a general overview. In: Mancini N, ed. Sepsis: diagnostic methods and
protocols. Milan: Humana Press; 2015.
68. Samraj RS, Zingarelli B, Wong HR. Role of biomarkers in sepsis care. Shock
2013;40:358-65.
69. Park DR. Antimicrobial treatment of ventilator-associated pneumonia. Respir
Care 2005;50:932–52.
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
21
Lampiran 1.
Tanda-tanda vital normal pada anak
Denyut jantung dan frekuensi napas normal sesuai kelompok usia
Kelompok Usia
0 hari – 1 bulan
>1 bulan – <2 tahun
2-5 tahun
6-12 tahun
13-18 tahun
Denyut Jantung per menit*
100** - 190
90** - 180
≤160
≤140
≤130
Frekuensi Napas per menit#
≤68
≤58
≤44
≤38
≤35
mean +2,2 SD, koreksi suhu 37°C [rumus denyut jantung normal terkoreksi
suhu = denyut jantung terukur – 10(suhu terukur - 37°C)]; **untuk pasien
yang tidak menggunakan penyekat beta atau klonidin; #mean +2,8 SD,
koreksi suhu 37°C [rumus frekuensi napas normal terkoreksi suhu =
frekuensi napas terukur – X(suhu terukur - 37°C); dimana X=7 untuk usia
0 - <2 tahun dan X=5 untuk usia yang lain]
*
Tekanan darah sistolik normal sesuai kelompok usia
Kelompok Usia
Tekanan Darah Sistolik*
0 hari – 1 bulan
60
>1 bulan – <1 tahun
70
1 - 10 tahun
70 + (2*usia dalam tahun)
>10 tahun
90
*Persentil 5 tekanan darah sistolik sesuai kelompok usia
22
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Lampiran 2.
Kriteria risiko pediatric acute respiratory
distress syndrome (pards)
Usia
Eksklusi pasien dengan penyakit paru perinatal
Waktu
Dalam 7 hari sejak onset penyakit
Penyebab
edema
Gagal napas yang tidak dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau kelebihan
cairan (fluid overload)
Radiologis
Infiltrat baru konsisten dengan penyakit parenkim paru akut
Oksigenasi
Ventilasi mekanis non invasif
Nasal mask CPAP atau
BiPAP
Oksigen masker,
kanul nasal atau
high flow
FiO2 ≥40% untuk mencapai SpO2 88-97%
SpO2 88-97% dengan
suplementasi oksigen
aliran minimum:
<1 tahun: 2 L/mnt
1-5 tahun: 4 L/mnt
5-10 tahun: 6 L/mnt
>10 tahun: 8 L/mnt
Ventilasi mekanis invasif
Suplementasi oksigen
untuk mencapai SpO2 ≥88
tapi OI <4 atau OSI <5
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
23
Lampiran 3.
Kriteria pediatric acute respiratory
distress syndrome (PARDS)
Usia
Eksklusi pasien dengan penyakit paru perinatal
Waktu
Dalam 7 hari sejak onset penyakit
Penyebab
edema
Gagal napas yang tidak dapat dijelaskan oleh gagal jantung atau kelebihan
cairan (fluid overload)
Radiologis
Infiltrat baru konsisten dengan penyakit parenkim paru akut
Oksigenasi
Ventilasi mekanis non
invasif
Ventilasi mekanis invasif
PARDS
Ringan
Sedang
Berat
Masker full face ventilasi bilevel atau CPAP ≥5 cmH2O
4 ≤ OI ≤ 8
8 ≤ OI ≤ 16
OI ≥ 16
PF ratio ≤ 300
5 ≤ OSI ≤ 7,5
7,5 ≤ OI ≤ 12,3
OSI ≥ 12,3
SF ratio ≤ 264
Populasi Khusus
Penyakit jantung sianotik
Kriteria usia, waktu, penyebab edema, dan radiologis sama seperti di atas,
disertai perburukan oksigenasi akut yang tidak dapat dijelaskan oleh penyakit jantung dasar
Penyakit paru
kronis
Kriteria usia, waktu, dan penyebab edema sama seperti diatas, disertai gambaran radiologis konsisten dengan infiltrat baru dan perburukan oksigenasi
akut dari nilai sebelumnya, yang sesuai dengan kriteria oksigenasi di atas
Disfungsi
ventrikel kiri
Kriteria usia, waktu, dan penyebab edema, dengan gambaran radiologis
konsisten dengan infiltrat baru dan perburukan oksigenasi akut, yang
memenuhi kriteria di atas, namun tidak dapat dijelaskan oleh disfungsi
ventrikel kiri
24
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Lampiran 4.
Pediatric logistic organ dysfunction (pelod) 2
Disfungsi organ dan
variabel
Neurologi
Glasgow Coma Score
Pupillary reaction
Kardiovaskular
Laktatemia (mmol/L)
Mean arterial pressure
(mmHg)
0 - < 1 bulan
1 – 11 bulan
12 – 23 bulan
24 – 59 bulan
60 – 143 bulan
≥144 bulan
Renal
Kreatinin (μmol/L)
0 - < 1bulan
1 – 11 bulan
12 – 23 bulan
24 – 59 bulan
60 – 143 bulan
≥144 bulan
Respiratori
PaO2 (mmHg)/FiO2
PaCO2 (mmHg)
Ventilasi invasif
Hematologi
Hitung sel darah putih
(x 109/L)
Platelet (x 109/L)
0
≥ 11
Poin Berdasarkan Tingkat Keparahan
1
2
3
4
5
5 - 10
3-4
Keduanya
reaktif
< 5.0
Keduanya non
- reaktif
≥ 11.0
5.0 – 10.9
≥ 46
≥ 55
≥ 60
≥ 62
≥ 65
≥ 67
31 – 45
39 – 54
44 – 59
46 – 61
49 – 64
52 - 68
≤ 69
≤ 22
≤ 34
≤ 50
≤ 58
≤ 92
≥ 70
≥ 23
≥ 35
≥ 51
≥ 59
≥ 93
≥
≤ 60
≤
tidak
59 - 94
>2
≥ 142
6
17 – 30
25 – 38
31 – 43
32 – 44
36 – 48
38 - 51
≤ 16
≤ 24
≤ 30
≤ 31
≤ 35
≤ 37
≥ 95
ya
≤2
77 - 141
≤ 76
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
25
Lampiran 5.
Skor kandida
Variabel
Kode
Skor Pengali
Kolonisasi spesies Kandida multifokal
0 = tidak ada
1 = ada
1
Pembedahan saat masuk rumah sakit
0 = tidak ada
1 = ada
1
Sepsis berat
0 = tidak ada
1 = ada
2
Nutrisi parenteral total
0 = tidak ada
1 = ada
1
Untuk menegakkan diagnosis infeksi jamur sistemik, digunakan “Candida score”
melalui penghitungan sebagai berikut (variabel bernilai 0 bila tidak ada dan 1 bila
ada): 1 × (total parenteral nutrition) + 1 × (surgery) + 1 × (multifocal Candida
colonization) + 2 × (severe sepsis). Sangat tidak mungkin terjadi kandidiasis
invasif (highly improbable) bila “Candida score” <3.25
26
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
Lampiran 6.
Dosis antibiotika
Obat Generik
Aminoglikosida
Amikasin
Gentamisin
Karbapenem
Imipenem/Silastatin
Meropenem
Rute
Dosis Antibiotik
IV, IM
IV, IM
15–20 mg/kg/hari dalam 1 dosis
5–7.5 mg/kg/hari dalam 1 dosis
IV, IM
60–100 mg/kg/hari dalam 4 dosis (dosis dewasa perhari 1-4 g)
IV
60 mg/kg/hari dalam 3 dosis, untuk meningitis bakterial 120
mg/kg/hari dalam 3 dosis) (dosis dewasa perhari 1,5-6 g)
30 mg/kg/hari dalam 2 dosis (dosis dewasa perhari 1 g)
Ertapenem
Sefalosporin
Sefazolin
Sefepim
IV, IM
IV, IM
Sefotaksim
IV, IM
Seftazidim
Seftriakson
IV, IM
IV, IM
Kloramfenikol
Klindamisin
IV
IM, IV
PO
Fluorokuinolon
Siprofloksasin
Levofloksasin
Makrolid
Azitromisin
Metronidazole
Metronidazole
IV, IM
150 mg/kg/hari dalam 3 dosis (dosis dewasa perhari 4-6 g)
100–150 mg/kg/hari dalam 2–3 dosis (dosis dewasa perhari 4-6
g)
200–225 mg/kg/hari dalam 4 atau 6 dosis, untuk meningitis
bakterial dapat mencapai 300mg/kg (dosis dewasa perhari 8-12
g)
200 mg/kg/hari dalam 3 dosis (dosis dewasa perhari 3 g)
100 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis, untuk meningitis bakterial
dan pneumonia karena pneumokokus dosis diperbesar (dosis
dewasa perhari 2-4 g)
75–100 mg/kg/hari dalam 4 dosis (maksimal 2 g)
40 mg/kg/hari dalam 3–4 dosis (dosis dewasa perhari 1.8-2,7 g)
30–40 mg/kg/hari dalam 3–4 dosis (dosis dewasa perhari 1.2-1,8
g)
PO
IV
IV, PO
30–40 mg/kg/hari dalam 2. Dosis (dosis dewasa perhari 1-1,5 g)
20–30 mg/kg/hari dalam 2 dosis (maksimal 0,8-1,2 g)
16–20 mg/kg/hari in 2 doses (dosis dewasa perhari 500–750 mg)
IV
10 mg/kg/hari sehari sekali
PO
30–50 mg/kg/hari dalam 3 dosis (dosis dewasa perhari 0.75-2,25
g)
22.5–40 mg/kg/hari dalam 3 dosis (dosis dewasa perhari 1.5 g)
IV
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
27
Obat Generik
Oxazolidinones
Linezolid
Penisilin Spektrum Luas
Amoksisilin asam
klavulanat
Ampisilin
Ampisilin sulbaktam
Piperasilin tazobaktam
Penisilin
Penisilin G
Rute
Dosis Antibiotik
PO, IV
Anak <12 tahun: 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis, Anak >12 tahun
1200 mg/hari dalam 2 dosis
PO
Dosis 80-100 mg/kg/hari dalam 3 dosis diberikan dalam melakukan deekskalasi antibiotik PO untuk infeksi invasif non OMA
200–400 mg/kg/hari dalam 4 dosis (dosis dewasa perhari 6-12 g)
200 mg/kg/hari ampisilin dalam 4 dosis (dosis dewasa perhari
8 g)
Untuk anak > 9 bulan dosis 300 mg/kg/hari komponen piperacillin dalam 3 doses (dosis dewasa perhari 9-16 g)
IM, IV
IV
IV
IM, IV
Penisilin resisten
Penisilinase
Oksasilin/Nafsilin IM, IV
Dikloksasilin
PO
200 000–300 000 U/kg/hari dalam 4–6 dosis (dosis dewasa
perhari 12-24 juta U)
150–200 mg/kg/hari dalam 4–6 dosis (dosis dewasa perhari 6-12
g)
100 mg/kg/hari dalam 4 dosis untuk deekskalasi infeksi osteoartikular)
Sulfonamid
Trimethoprim
(TMP)- sulfamethoxazole
(SMX) dengan
rasio 1:5
Tetrasiklin
Tetrasiklin
PO, IV
6–12 mg/kg/hari komponen TMP dalam 2 dosis (dosis dewasa
perhari TMP 320 mg)
PO
Doksisiklin
PO, IV
25–50 mg/kg/hari dalam 5 dosis (dosis dewasa perhari 1 g).
Hanya untuk usia >8 tahun
4 mg/kg/hari, terbagi dalam 12 jam (maksimal 100 mg/dosis)
Vankomisin
Vankomisin
IV
28
45–60 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis 3–4 dosis (dosis dewasa
perhari 2-4 g); membutuhkan pemeriksaan konsentrasi obat
dalam darah
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
LAMPIRAN 7.
Tabel pengambilan darah pada anak
Berat Badan pasien
Jumlah Maksimum /
pengambilan (ml )
Maksimum dalam sebulan
(ml)
2.7 – 3.6
2.5
23
3.6 – 4.5
3.5
30
4.5 - 6.8
5
40
7.3 – 9.1
10
60
9.5 – 11.4
10
70
11.8 – 13.6
10
80
14.1 – 15.9
10
100
16.4 – 18.2
10
130
18.6 – 20.5
20
140
20.9 – 22.7
20
160
23.2 - 25
20
180
25.5 – 27.3
20
200
27.7 – 29.5
25
220
30.0 – 31.8
30
240
32.3 – 34.1
30
250
34.5 – 36.4
30
270
36.8 – 38.6
30
290
39.1 – 40.9
30
310
41.4 – 43.2
30
330
43.6 – 45.5
30
350
Referensi
1. OSHA to Begin citing for Reusing of Tube Holders, hospital employee
health. Aug 2002.
2. Selecting Safety Blood-Draw Devices Causes Controversy, by Michael Gaevin, MAH. Infection Control Today, May 2002
Konsensus Diagnosis dan Tata Laksana Spsis pada Anak
29
Download