Peranan interaksi obat pada gagalnya terapi Oleh: Robert Fieldhouse Tujuan uji coba klinis adalah menilai dampak dan keamanan pengobatan. Obat disetujui pada dosis yang seharusnya cukup tinggi untuk memerangi infeksi dan cukup rendah untuk mencegah agar tidak menyebabkan terlalu banyak efek yang tidak diinginkan. Orang yang hidup dengan HIV mungkin harus memakai serangkaian obat setiap hari atau sebentar-sebentar: obat antiretroviral, (ARV) obat untuk memerangi atau mencegah infeksi serta obat untuk membantu menghadapi efek samping. Tambahan pula, banyak orang memakai obat tanpa resep untuk penyakit ringan, begitu pula narkoba. Dengan semakin banyaknya unsur yang masuk ke dalam penatalaksanaan HIV sehari-hari, kemungkinan terhadap interaksi di antara mereka menjadi lebih umum. Jumlah obat yang diserap oleh tubuh dan menjadi aktif melawan infeksi dapat bergantung pada berbagai faktor. Tingkat obat mungkin berbeda dari pasien ke pasien. Tingkat juga dapat dipengaruhi oleh pemasukan makanan atau cairan, oleh obat lain apa pun yang dipakai pada waktu yang sama, dan oleh pemakaian alkohol dan narkoba. Karena serangkaian obat yang dipakai oleh seseorang berbeda dari waktu ke waktu, mustahil uji coba klinis untuk menunjukkan, secara meyakinkan, bagaimana semua obat yang secara umum dipakai oleh orang dengan HIV saling berinteraksi. Penelitian tentang interaksi cenderung menilai dampak satu obat pada satu obat lain, jadi sulit mengambil kesimpulan yang berlaku untuk kombinasi berbagai obat yang sering diresepkan saat ini. Namun, informasi tentang bagaimana obat tertentu saling berinteraksi dapat dipakai untuk memperkirakan interaksi potensial dengan obat lain. Baru-baru ini, peneliti mengkaji data tentang risiko interaksi antara St John’s Wort (hypericin) dan protease inhibitor (PI) indinavir. St John’s Wort adalah obat jamu yang dipakai untuk mengobati depresi ringan. Namun, bila dipakai bersama dengan indinavir, dapat mengakibatkan penurunan 57 persen tingkat puncak indinavir, dan 81 persen untuk tingkat rendahnya. Penurunan sebesar ini dapat mengakibatkan pengembangan resistansi terhadap obat dan kegagalan pengobatan. Pandangan masyarakat tentang produk seperti St John’s Wort cenderung menganggap produk ini alami dan tidak mudah menimbulkan kerugian. Peranan potensialnya dalam kegagalan pengobatan HIV belum diselidiki secara penuh. Masih belum diketahui apakah produk alami lain dapat menyebabkan dampak serupa, tetapi tentu ini merupakan bidang yang memerlukan penyelidikan lebih jauh. Penyebab interaksi khusus ini diperkirakan adalah masuknya St. John’s Wort ke dalam sistem enzim yang disebut sebagai sitokrom P450. Sistem enzim ini dijelaskan di bawah. Tipe interaksi obat Obat dapat mengganggu penyerapan obat lain dalam usus, peredarannya dalam darah atau penyerapannya oleh sel. Antagonisme (pertentangan) berarti bahwa satu obat menghambat atau mengurangi dampak obat yang lain. Bila dua obat bekerja sama terhadap satu sasaran untuk membuat tanggapan yang lebih besar daripada dampaknya masing-masing, cara kerja dua obat semacam ini disebut sinergi (1+1=lebih dari 2). Bila satu obat memperkuat dampak obat lain dengan cara meningkatkan tingkat obat yang lain tersebut dalam darah, hal ini disebut potensiasi (a+b=lebih banyak b daripada yang biasa). Ini adalah cara kerja ritonavir bila dicampur dengan saquinavir atau indinavir. Obat juga dapat berinteraksi di dalam tubuh waktu mereka diproses, atau dimetabolisme. Bagaimana obat diproses? Obat diuraikan, diserap dan dibuang dari tubuh melalui serangkaian reaksi dan proses kimia. Obat juga diserap dalam mulut, kerongkongan (esofagus), perut dan usus, dan kemudian diteruskan ke hati sebelum diedarkan ke seluruh tubuh. Banyak obat yang keluar dari darah tanpa diubah oleh ginjal, dan meninggalkan tubuh bersama air seni. Namun, beberapa obat harus diproses oleh hati sebelum mereka dapat dibuang. Dokumen ini didownload dari situs web Yayasan Spiritia http://spiritia.or.id/ Peranan interaksi obat pada gagalnya terapi Penyerapan Beberapa obat dapat memperlambat proses pencernaan, oleh karena itu memperlambat penyerapan dari usus. Opiat morfin dan kodein terutama diketahui berdampak seperti itu. Beberapa obat mempunyai syarat tertentu untuk bisa diserap. Misalnya, formulasi ddI saat ini diuraikan oleh asam lambung sehingga harus dipakai dalam keadaan perut kosong. Obat ini dikembangkan dengan zat yang mampu menetralisirkan asam lambung dan memungkinkan obat tersebut untuk dapat diserap. Jika obat lain yang menyebabkan asam lambung menjadi lebih rendah dipakai bersama dengan ddI, obat ini akan meningkatkan jumlah ddI yang diserap dan dapat meningkatkan efek samping yang berkaitan dengan ddI. Beberapa obat yang umum dipakai untuk mengatasi HIV seperti dapson, ketokonazol dan siprofloksasin sebenarnya memerlukan asam lambung untuk dapat diserap dalam jumlah yang bermanfaat, akibatnya obat tersebut tidak dapat dipakai pada waktu yang sama dengan ddI. Zat yang ada dalam ddI juga mengganggu penyerapan indinavir, jadi ddI dan indinavir sebaiknya tidak dipakai pada waktu yang sama. Namun, dalam waktu dekat masalah ini akan teratasi dengan tersedianya formulasi ddI baru yang berlapis enteris, dan tidak mengandung zat lain. Peranan ginjal Ginjal mengeluarkan banyak obat dari darah melalui air seni tanpa mengubah bentuk aktifnya. Sebagian kecil obat berinteraksi dengan cara menghambat, memperlambat, mempercepat atau menyebabkan obat tersebut dikeluarkan oleh ginjal. Dampak enzim hati Obat diproses oleh hati untuk didetoksifikasi dan membuatnya larut dalam air agar dapat dikeluarkan melalui urin atau larut dalam lemak agar dapat dikeluarkan melalui feses. Hati memakai zat yang terdapat di dalam sel hati yang disebut enzim sitokrom P450 atau isozim untuk menguraikan obat. Peneliti telah mengenali 23 enzim P450 yang lain. Ada lima enzim utama yang penting untuk memproses obat. Perbedaan susunan genetik menyebabkan, beberapa orang membuat lebih banyak atau lebih sedikit enzim P450 tertentu daripada rata-rata, dan karena itu, tanggapan terhadap pengobatan menjadi sangat berbeda. Interaksi obat mungkin terjadi bila dua obat yang diuraikan oleh enzim yang sama dipakai pada waktu bersamaan. Mungkin tidak ada cukup enzim untuk menguraikan dua obat pada waktu bersamaan, yang memungkinkan satu obat mencapai tingkat luar biasa tinggi di dalam tubuh. Juga ada kemungkinan bagi obat tertentu untuk menyebabkan penurunan atau peningkatan kegiatan eznzim P450 tertentu dan ini dapat mengakibatkan lebih lambat atau lebih cepatnya metabolisme obat lain yang dipakai pada waktu yang sama. Ini seperti yang terjadi bila St John’s Wort dipakai dengan indinavir. Para peneliti telah mengenali enzim P450 yang terlibat dalam penguraian obat tertentu serta obat apa yang mempercepat atau melambatkan metabolisme. Informasi ini memungkinkan mereka memperkirakan kapan interaksi antara dua obat mungkin terjadi. Mengetahui cara St John’s Wort mempercepat metabolisme indinavir telah memungkinkan peneliti memperkirakan bagaimana obat ini akan berinteraksi dengan obat lain yang dimetabolisme melalui cara yang sama. Peringatan tentang kemungkinan interaksi antara St John’s Wort dan PI dan NNRTI telah dikeluarkan oleh Medicine Control Agency (badan pengendalian obat) di Inggris. Mereka menyarankan siapa pun yang memakai terapi antiretroviral (ART) dan baru mulai memakai St John’s Wort sejak tes viral load terakhir agar menghubungi dokternya untuk mengulangi tes untuk melihat apakah ada dampak negatif pada viral load-nya. Indeks terapeutik Istilah ‘indeks terapeutik’ dipakai untuk menggambarkan perbandingan antara dampak yang diinginkan dari suatu senyawa dan dampak yang tidak diinginkan. Indeks terapeutik sempit artinya ada perbedaan yang relatif kecil antara jumlah obat yang harus dipakai agar menjadi efektif, dengan jumlah yang mungkin menyebabkan efek samping. Bila obat yang mempunyai indeks terapeutik sempit diberikan pada waktu yang sama dengan penghambat P450 yang potensial, dampaknya bisa jadi meningkatkan atau –2– Peranan interaksi obat pada gagalnya terapi menurunkan kadar obat tersebut sampai tingkat yang serius atau bahkan mematikan. Oleh karena itu, obat seperti ini sebaiknya jangan dipakai secara bersamaan. Kesimpulan utama: • Sebaiknya tetap menyimpan daftar terbaru semua obat yang kita pakai. Termasuk vitamin, obat jamu, makanan kesehatan, obat tanpa resep, dan narkoba apa pun, dan bawa daftar ini setiap kali kunjungan ke klinik untuk diperlihatkan pada dokter atau apoteker HIV kita. • Bila mendapat obat baru, selalu tanyakan kepada apoteker kalau-kalau terjadi interaksi dengan obat kita yang lain. • Penting agar kita hanya memakai obat resep yang diresepkan khusus untuk kita. • Jika ragu, cara terbaik adalah selalu bertanya kepada apoteker yang mempunyai pengetahuan mengenai ARV. Artikel asli: Drug interactions: New data underline the role of drug interactions in treatment failure http://www.aidsmap.com/files/file1000670.pdf Sumber: Aids Treatment Update Issue 88, April 2000 –3–