8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Varietas Kacang Merah Kacang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Varietas Kacang Merah
Kacang merah merupakan salah satu varietas dari kacang buncis (Phaseolus
vulgaris L.) yang termasuk dalam jenis polong-polongan (legume). Kacang merah
memiliki warna merah pada kulitnya dan memiliki bentuk yang bervariasi sesuai
dengan jenisnya. Pada negara di Asia, kacang dengan genus Phaseolus lebih
dikenal dengan Vigna. Oleh karena itu, di daerah Asia nama lain dari kacang
merah adalah Vigna angularis meskipun termasuk dalam kelompok Phaseolus.
Menurut Gepts (2008) genus Phaseolus memiliki lebih dari 50 spesies yang
tumbuh liar dan tersebar hanya di Amerika. Terdapat perbedaan warna dan ukuran
dari berbagai spesies tersebut.
Gambar 2.1 Berbagai Varietas Phaseolus vulgaris
8
Universitas Sumatera Utara
Varietas kacang merah yang beredar di pasaran jumlahnya sangat banyak
dan beraneka ragam (Rukmana, 2009: 17). Kacang merah memiliki beberapa jenis
varietas, diantaranya ialah kacang adzuki (kacang merah kecil), red bean, dan
jenis kidney bean (kacang merah ukuran besar). Berbagai varietas kacang merah
memiliki kandungan gizi yang hampir sama.
1. Kacang adzuki: kacang ini berukuran kecil, dengan warna merah tua.
Kacang ini berasal dari Asia, terutama di Jepang dan China. Polong tumbuh
4 sampai 5 inci (10-12,5 cm) dan masa panennya pada bulan November
sampai Desember. Kacang ini memiliki rasa manis sehingga sering dibuat
menjadi pasta kacang merah untuk bahan isian roti atau kue, sebagai
makanan penutup, maupun difermentasikan.
Gambar 2.2 Kacang Adzuki (Vigna angularis)
2. Red bean: memiliki ukuran sedang dengan bentuk seperti ginjal dan warna
merah gelap. Red bean memiliki tekstur yang lebih halus dibandingkan
kidney bean dan berasal dari Amerika Tengah dan Selatan. Olahan yang
disukai di Amerika Selatan yaitu hidangan kacang merah yang
9
Universitas Sumatera Utara
dikombinasikan dengan nasi. Sejumlah kultivar dikembangkan di berbagai
daerah.
3. Kidney bean atau Cannellini bean (kacang merah ukuran besar): kacang
berbentuk ginjal, memiliki ukuran yang lebih besar dan tekstur yang lembut.
Kacang ini berwarna merah daging dan memiliki rasa yang hambar.
Cannellini bean merupakan kacang merah putih. Kidney bean diolah
sebagai salad ataupun sup, direbus, bahan tambahan dalam membuat cabai,
rendang. Ketika dimasak, kidney bean akan mempertahankan bentuk
semulanya kecuali jika dihancurkan.
2.1.1 Kacang Merah
Kacang jogo (Phaseolus vulgaris L.) bukan merupakan tanaman asli
Indonesia. Tanaman ini berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Selatan dan
dataran Cina. Selanjutnya tanaman tersebut menyebar ke daerah lain seperti
Indonesia, Malaysia, Karibia, Afrika Timur, dan Afrika Barat. Di Indonesia,
daerah yang banyak ditanami kacang jogo adalah Lembang (Bandung), Pacet
(Cipanas), Kota Batu (Bogor), dan Pulau Lombok (Astawan, 2009).
Kacang merah merupakan makanan nabati kelompok kacang polong
(legume). Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) mempunyai nama ilmiah yang
sama dengan kacang buncis yaitu Phaseolus vulgaris L, hanya tipe pertumbuhan
dan kebiasaan panennya yang berbeda. Kacang merah (kacang jogo) sebenarnya
merupakan kacang buncis tipe tegak (tidak merambat) dan umumnya dipanen
polong tua, sehingga disebut juga Bush beans. Sedangkan kacang buncis
umumnya tumbuh merambat (pole beans) dan dipanen polong-polongan mudanya
10
Universitas Sumatera Utara
saja. Nama umum di pasaran internasional untuk kacang merah adalah Kidney
beans, sementara kacang buncis dinamakan Snap beans atau French beans. Biji
kacang merah berbentuk bulat agak panjang, berwarna merah atau merah
berbintik-bintik putih. Kacang merah banyak ditanam di Indonesia (Rukmana,
2009: 17).
Klasifikasi botani kacang merah adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plant Kingdom
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiosspermae
Kelas
: Dicotyledonae
Subkelas
: Calyciflorae
Ordo
: Rosales (Leguminales)
Famili
: Leguminosae (Papiionaceae)
Subfamili
: Papilionoideae
Genus
: Phaseolus
Spesies
: Phaseolus vulgaris L.
Gambar 2.3 Kidney Bean (Phaseolus vulgaris L.)
11
Universitas Sumatera Utara
Kacang merah tumbuh dengan tinggi sekitar 3,5 m hingga 4,5 m. Sedangkan
buahnya berbentuk polong serta memanjang. Dalam satu polong umumnya
terdapat 2 hingga 3 biji kacang merah. Bentuk biji kacang merah memiliki ukuran
lebih besar dibandingkan biji kacang hijaupun ataupun kacang panjang. Kulit biji
kacang merah berwarna merah tua atau merah bata. Jika kulit biji dikupas, maka
akan terlihat biji kacang yang berwarna putih.
2.1.2 Manfaat Tanaman Kacang Merah
Kacang merah dimanfaatkan sebagai kacang-kacangan dan sebagai sayuran
hijau. Polong muda dan biji tua dimakan dan pada keadaan tertentu juga biji
mudanya. Di beberapa bagian daerah tropik, daun mudanya dimanfaatkan sebagai
lalap. Di wilayah beriklim sedang kacang merah dibudidayakan terutama polong
mudanya yang masih hijau, yang dikonsumsi sebagai sayur-mayur, juga
dikalengkan dan dibekukan. Biji keringnya juga dimasak dengan saus tomat dan
dikalengkan. Serasahnya digunakan sebagai pakan ternak. Cara memasaknya
dengan direbus; bijinya sangat cocok untuk berbagai saus daging dan sayuran
hijaunya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. (Van der Mersen &
Somaatmadja, 1993: 70). Pemanfataan kacang merah biasanya digunakan sebagai
pelengkap dalam pembuatan bubur, sup, es kolak, sayur dan lain-lain (Ningrum,
2012). Hal ini sesuai menurut Astawan (2009) yang menyatakan bahwa kacang
merah dapat digunakan sebagai sayuran (sayur asam, sup), campuran salad,
sambal goreng, kacang goreng, bahan dodol, wajik, dan aneka kue lainnya.
Tanaman buncis dapat menyuburkan tanah, karena akar-akarnya dapat
bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium sp. Akar-akar tersebut berfungsi mengikat
12
Universitas Sumatera Utara
nitrogen bebas dari udara yang berperan untuk menyediakan unsur nitrogen dalam
tanah, sehingga berguna bagi usaha mempertahankan kesuburan dan produktivitas
tanah (Rukmana, 2009).
2.1.3 Kandungan Gizi Kacang Merah
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Marsono Y (2002) dalam Farman S
(2011) bahwa pemberian pakan berupa kacang merah pada tikus wistar dengan
diabetes mellitus selama 4 minggu menunjukkan terjadinya penurunan kadar
glukosa darah tikus sebesar 69%. Hasil ini didapatkan karena kacang merah
memiliki indeks glikemik (IG) yang rendah yaitu 26. Sedangkan IG pada nasi
putih yaitu 80, singkong 78, sukun 90, kacang kedelai 31, dan kacang kapri IGnya 30.
Kacang merah memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai macam
penyakit, diantaranya mampu mengurangi kerusakan pembuluh darah, dan
menurunkan resiko kanker usus besar dan kanker payudara (Afriansyah, 2010).
Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi Per 100 gram Kacang Merah
Komposisi
Jumlah Zat Gizi
Energi (mg)
336
Protein (g)
22,3
Lemak (g)
1,7
Karbohidrat (g)
61,2
Kalsium (mg)
260
Fosfor (mg)
410
Zat Besi (mg)
5,8
Vitamin A (SI)
30
Vitamin B1 (mg)
0,5
Vitamin B2 (mg)
0,2
Sumber: Direktorat Gizi (1992)
Kacang merah kaya akan asam folat (180 µg/100 gram), natrium (19
mg/100 gram), kalium (1151 mg/100 gram), mangan (194 mg/100 gram),
13
Universitas Sumatera Utara
tembaga (0.95 mg/100 gram), serat dan yodium yang sangat tinggi. Kandungan
protein dalam kacang merah hampir sama banyaknya dengan daging. Kacang
merah mengandung lemak dan natrium yang rendah, bebas lemak jenuh dan
kolesterol, serta berfungsi sebagai sumber serat yang baik. Seratus gram kacang
merah kering dapat menghasilkan empat gram serat yang larut air dan serat yang
tidak larut air. Serat larut air mampu menurunkan kadar kolesterol dan kadar gula
darah (Ekasari, 2010). Di antara jenis biji-bijian, kacang merah memiliki
kandungan serat paling tinggi dengan kadar 26,3 gram per 100 gram bahan
(Rusilanti, 2007).
Selain mengandung vitamin, kacang merah juga mempunyai susunan asam
amino essensial yang lengkap. Kandungan protein dari kacang merah (23,1) lebih
tinggi dibandingkan dengan daging sapi (18,8) dan ayam (18,2), udang segar
(21,0) per 100 gram bahan makanan. Sedangkan yang memegang peranan tinggi
yaitu kacang kedelai (34,9) (Departemen Kesehatan, 2005). Asam amino
pembatas pada protein kacang merah adalah metionin dan sistein dengan
kandungan relatif rendah yaitu 10,56 dan 8,46 mg/100 g. Namun protein kacang
biasanya mengandung lisin yang banyak, sedangkan serelia dan tanaman lainnya
yang dapat dikonsumsi umumnya defisit akan lisin. Menurut Sukami (1979)
kacang-kacangan selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber mineral.
14
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Komposisi Asam Amino dalam Kacang Merah
Komponen Asam Amino
mg/g protein
Isoleusin
41,52
Leusin
72,15
Lisin
72
Metionin
10,56
Fenilalanin
52,16
Tirosin
25,28
Triptofan
10,08
Valin
45,92
Arginin
56,80
Histidin
28,32
Alanin
52,16
Sumber: Kay (1979)
2.1.4 Tepung Kacang Merah
Keunggulan dari pengolahan kacang merah menjadi tepung kacang merah
adalah meningkatkan daya guna, hasil guna, dan nilai guna, lebih mudah diolah
atau diproses menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah
dicampur dengan tepung-tepung dan bahan lainnya (Ningrum, 2012).
Tabel 2.3 Kandungan Gizi Per 20 gram Tepung Kacang Merah
Jenis Zat Gizi
Kandungan Zat Gizi
Energi, kkal
73,87
Protein, g
4,57
Lemak, g
0,48
Karbohidrat, g
12,83
Sumber: Nuraidah, 2012
Teknologi penepungan menggunakan kacang merah ini telah dilakukan
dalam beberapa penelitian, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2012)
yang membuat tepung kacang merah untuk olahan produk kue dan cake,
penelitian oleh Hartayanie (2008) yang membuat tepung kacang merah sebagai
bahan dasar untuk membuat roti tawar, serta I Wayan Sweca Yasa, dkk (2009)
yang meneliti tentang beberapa tepung kecambah kacang untuk makanan sapihan
15
Universitas Sumatera Utara
tradisional. Pembuatan tepung kacang merah ini diadoptasi dari I Wayan Sweca
Yasa, dkk yang kemudian dimodifikasi.
Tepung kacang merah merupakan hasil olahan dari biji kacang merah
beserta kulitnya yang sudah dilakukan pencucian, kemudian perendaman selama 1
jam lalu ditiriskan, perebusan dengan air mendidih 1000 C selama 10-15 menit,
penirisan dan pengeringan menggunakan oven selama 12 jam, kemudian kacang
merah diblender dengan kecepatan meningkat, lalu tepung diayak sehingga
terbentuk partikel tepung yang lebih halus.
2.2
Ikan Lele
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam
ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Nama ilmiah
lele adalah Clarias sp. yang berasal dari bahasa Yunani “chlaros”, berarti kuat
dan lincah. Dalam bahasa inggris lele disebut dengan beberapa nama, seperti
catfish, mudfish, dan walking catfish (Diani, 2013). Ikan lele ini terdiri dari
berbagai jenis (spesies). Di seluruh dunia, sedikitnya terdapat 55 spesies ikan lele.
Ikan lele merupakan hewan nokturnal dimana ikan ini aktif pada malam hari
dalam mencari mangsa. Ikan-ikan yang termasuk ke dalam genus lele dicirikan
dengan tubuhnya yang tidak memiliki sisik, berbentuk memanjang serta licin.
Ikan lele mempunyai sirip punggung (dorsal fin) serta sirip anus (anal fin)
berukuran panjang yang hampir menyatu dengan ekor atau sirip ekor. Ikan lele
memiliki kepala dengan bagian seperti tulang mengeras di bagian atasnya. Mata
ikan lele berukuran kecil dengan mulut di ujung moncong berukuran cukup lebar.
Dari daerah sekitar mulut menyembul empat pasang barbel (sungut peraba) yang
16
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai sensor untuk mengenali lingkungan dan mangsa. Lele memiliki
alat pernafasan tambahan yang dinamakan Arborescent. Arborescent ini
merupakan organ pernafasan yang berasal dari busur insang yang telah
termodifikasi. Pada kedua sirip dada lele terdapat sepasang duri (patil), berupa
tulang berbentuk duri yang tajam. Pada beberapa spesies ikan lele, duri-duri patil
ini mengandung racun ringan. Hampir semua spesies lele hidup di perairan tawar
(Witjaksono, 2009).
2.2.1 Klasifikasi Ikan Lele
Sedikitnya terdapat 55-60 spesies ikan lele marga Clarias di seluruh dunia.
Dari jumlah itu, di Indonesia terdapat belasan spesies lele yang dibudidayakan
maupun untuk dikonsumsi (Anonim, 2009). Lele yang berada di Indonesia
bermacam-macam jenisnya. Terutama jenis lele yang biasa dikonsumsi seperti
lele Afrika, lele Dumbo dan lele Lokal (Diani, 2013)
Lele Albino merupakan lele jenis apa saja yang memiliki gen resesif dari
parental, tercermin dari warnanya yang putih akibat gen yang tidak dapat
membentuk pigmen melanin. Biasanya ikan lele albino ini dipertahankan dan
diperbanyak oleh beberapa pembudaya karena tergolong jenis ikan lele hias serta
memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan ikan lele konsumsi pada
umumnya. Kulitnya berwarna merah keputihan dan ada bercak hitam. Memiliki
sirip mengeras pektoral yang tumpul dan tidak berbisa.
Ikan lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias
gariepinus dengan C. fuscus. Ikan lele dumbo dicirikan oleh jumlah sirip
punggung, sirip dada, sirip perut, sirip anal dan jumlah sungut 4 pasang dimana 1
17
Universitas Sumatera Utara
pasang diantaranya lebih besar dan panjang. Ikan lele dumbo memiliki alat
pernapasan tambahan berupa aborescent yang merupakan kulit tipis, mempunyai
spons, dengan alat pernapasan tambahan ini ikan lele dumbo dapat hidup pada air
dengan kondisi oksigen yang rendah.
Lele Afrika (Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan lele yang berasal dari
Afrika yang diimpor ke Indonesia untuk dikawin-silangkan dengan lele lokal dan
dinamakan ikan lele dumbo. Klasifikasi ikan lele dumbo yaitu sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Kelas
: Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo
: Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili
: Clariidae
Genus
: Clarius
Spesies
: Clarias sp.
Lele Lokal (Clarias batrachus) atau yang sering disebut dengan “walking
catfish” ini merupakan lele habitat asli di Indonesia. Dinamakan walking catfish
karena kemampuannya untuk berjalan di daratan untuk mencari makanan atau
lingkungan yang cocok. Lele ini berjalan dengan menggunakan sirip pektoral
untuk mengangkat tubuhnya dan berjalan menyerupai ular.
Gambar 2.4 Ikan Lele Lokal (Clarias batachus)
18
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Kandungan Gizi Ikan Lele
Kandungan gizi yang terdapat pada ikan lele yaitu air, protein, lemak,
fosfor, kalsium, zat besi, vitamin A, dan vitamin B1.
Tabel 2.4 Komposisi Zat Gizi Per 100 gram Ikan Lele
Komposisi
Jumlah Zat Gizi
Protein (%)
17,7
Lemak (%)
4,8
Karbohidrat (%)
0,3
Air (%)
76
Mineral (%)
1,2
Sumber: Astawan 2008 dalam Mervina (2009)
Berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Gizi
Departemen Kesehatan RI (1991) dalam Susianti (2014), daging lele mengandung
karoten 12.070 mikro gram dan vitamin A 210 IU. Kandungan zat gizi tersebut
lebih tinggi dari jenis ikan lain. Daging ikan lele juga mengandung omega-3.
Vitamin D, vitamin B6, vitamin B12, yodium, seng dan flour.
Tabel 2.5 Komposisi Asam Amino dalam Ikan Lele
Komponen Asam Amino
Jumlah (%)
Arginin
6,3
Histidin
2,8
Isoleusin
4,3
Leusin
9,5
Lisin
10,5
Metionin
1,4
Fenilalanin
4,8
Treonin
4,8
Valin
4,7
Triptopan
0,8
Total esensial
49,9
Non esensial
50,1
Sumber: Astawan (2008)
Selain itu, jika dibandingkan dengan bahan pangan dari daging merah (red
meat) seperti daging sapi dan ayam, kandungan gizi dalam ikan lele lebih sehat
karena selain berprotein tinggi juga rendah akan lemak dan kolesterol. Sebagai
19
Universitas Sumatera Utara
contoh dalam 100 gram ikan lele mempunyai kandungan protein 20% sedangkan
kandungan lemaknya hanya 2 gram, jauh lebih rendah dibandingkan daging sapi
yaitu sebesar 14 gram apalagi daging ayam 25 gram (Warta Pasar Ikan, 2009).
2.2.3 Manfaat Ikan Lele
Protein yang terdapat dalam ikan merupakan protein yang amat penting dan
istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai penambah jumlah protein
konsumsi tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein dalam pola makan. Ikan lele
selain mengandung gizi yang penting seperti protein juga mengandung asam
amino esensial. Asam amino dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan
pada anak. Asam amino esensial tidak diproduksi oleh tubuh sehingga
kebutuhannya dipasok dari berbagai makanan ataupun suplemen.
Kandungan asam amino esensial tertinggi dalam ikan lele ialah lisin yang
memberikan pasokan sebesar 10,5% pada tubuh. Lisin berfungsi sebagai bahan
dasar antibodi darah sehingga dapat menghambat pertumbuhan virus, mencegah
infeksi (bersama dengan vitamin A dan vitamin C), mempertahankan sel agar
tetap dalam keadaan normal dalam tubuh, serta membentuk kolagen (bersama
proline).
Leusin yang memberi pasokan gizi sebesar 9,5% bagi tubuh juga berperan
sebagai pemicu fungsi otak sehingga baik untuk perkembangan otak, pengontrol
sintesa (produksi protein), menstabilkan kadar gula dalam darah, serta
mempercepat penyembuhan luka pada tulang, kulit dan otot.
Arginin memberikan pasokan sebanyak 6,3% untuk tubuh memiliki peranan
terhadap penguat sistem kekebalan tubuh, menurunkan tekanan darah dan lemak
20
Universitas Sumatera Utara
(kolesterol). Melancarkan pembuluh dan peredaran darah, menghambat kerusakan
jaringan tubuh, penguat otot jantung, bahan cairan seminal (air mani), serta
merangsang hormon pertumbuhan.
Selain asam amino, ikan lele juga kaya akan kandungan fosfor, vitamin A
dan kalsium. Komponen gizi daging ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh
tubuh manusia bagi anak-anak maupun orang dewasa dan usia lanjut.
2.3
Nugget
Nugget adalah jenis makanan lauk-pauk berkadar protein tinggi yang terbuat
dari bahan dasar hewani dan dicampur dari bahan lain melalui proses pemaniran
dan penggorengan. Bahan dasar hewani yang biasa digunakan dalam pembuatan
nugget dipasaran yaitu ayam, daging sapi, ikan, udang dan seafood. Tetapi nugget
yang paling populer ialah nugget ayam. Nugget (pertama berasal dari ayam)
ditemukan oleh Robert C. Baker, seorang professor ilmu pangan dari Cornell
University (Yuliani, 2013).
Pada proses pembuatan nugget diperlukan bahan pengikat serta berbagai
bumbu yang memberikan rasa yang khas dari nugget tersebut. Teknologi coating
food atau makanan dengan bahan baku yang dilapisi oleh tepung ini awalnya
dikenal di Amerika, dan negara maju lain, terutama utuk membalut olahan dari
ayam. Di Indonesia, nugget mulai berkembang sekitar tahun 1900-an. Pasar
nugget berkembang dengan cepat, sehingga banyak produsen dengan berbagai
merek dagang.
Nugget dibuat dari bahan hewani yang diberi bumbu, dicampur bahan
pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan dilumuri
21
Universitas Sumatera Utara
perekat tepung (batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng
setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama
penyimpanan (Astawan, 2007). Nugget dalam bentuk jadi merupakan makanan
yang termasuk instan, karena hanya perlu digoreng menggunakan bahan minyak
goreng. Produsen memanfaatkan hal ini dengan membuat beraneka ragam nugget
yaitu nugget berbahan dasar daging, ayam, seafood seperti udang, ikan. Bahkan
kreasi nugget yang lebih modern berbahan dasar sayuran walaupun belum terlalu
dikenal luas oleh masyarakat.
2.3.1 Nugget Ikan
Nugget ikan adalah suatu bentuk produk olahan dari ikan giling dan diberi
bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan pengikat lalu dicetak menjadi bentuk
tertentu, dicelupkan ke dalam batter dan breading (tepung pelapis) kemudian
digoreng atau disimpan terlebih dahulu dalam ruang pembeku atau freezer
sebelum digoreng (Hapsari, 2002).
Menurut Yulianingsih (2005) dalam Mesra (1994) ikan berasal dari ikan
segar yang telah dibuang kepala, sisik, kulit, isi perut, ingsang serta telah
dipisahkan dari tulangnya. Pada dasarnya nugget ikan mirip dengan nugget ayam,
perbedaannya terletak pada bahan baku yang digunakan (Azwar, 1995 dalam
Zurahman 2010).
Untuk dapat diterima dalam perdagangan, maka perlu standar produk
sehingga dapat diakui keakuratan dari suatu produk. Masing-masing negara telah
memiliki standar produk sesuai dengan ketetapan kebutuhan. Di Indonesia, yang
menjadi acuan standar disebut dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang
22
Universitas Sumatera Utara
ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Standar mutu dan kualitas yang
digunakan sebagai parameter dalam memeriksa kelayakan produk nugget ikan
ialah menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan pada
tahun 2013. Standar nugget ikan di Indonesia yaitu SNI nomor 7758:2013.
Menurut SNI nomor 7758:2013 mendefenisikan nugget ikan sebagai suatu produk
olahan yang terdiri dari lumatan daging ikan minimum 30% dengan tepung dan
bahan-bahan lainnya.
Tabel 2.6 Standar Nasional Indonesia Nugget Ikan 7758:2013
Kriteria Uji
% bb
Air
Maks. 60
Protein
Min. 5
Lemak
Maks. 15
Karbohidrat
Abu
Maks.
2,5
Sumber: Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan
(2013), SNI 7758:2013
Nugget sangat disukai anak-anak maupun orang dewasa karena ukurannya
yang kecil dan rasanya yang mengundang selera. Nugget ikan memiliki kelebihan
dibandingkan dengan produk olahan ikan lainnya karena pada nugget tidak lagi
dijumpai adanya duri yang menjadi kendala dalam mengonsumsi ikan maupun
bentuknya yang menjadi menarik karena dilapisi oleh tepung (Suhartini &
Hidayat, 2005).
Gambar 2.5 Nugget Ikan
23
Universitas Sumatera Utara
Walaupun umumnya nugget ayam dan daging lebih populer dijual di
kalangan masyarakat akan tetapi produk olahan nugget ikan memiliki potensi
yang cukup besar di Indonesia. Olahan nugget ikan juga dapat menjadi solusi
dalam meningkatkan konsumsi ikan nasional di Indonesia yang menurut data
Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2011 mencapai 31,64
kg/kapita. Selain itu, olahan nugget ikan mempunyai kandungan gizi yang tinggi.
Tabel 2.7 Komposisi Zat Gizi Per 100 gram Olahan Nugget Ikan
Jenis Nugget Ikan
Komposisi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat Besi (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin B1 (mg)
Air (mg)
Sumber: 1.
2.
3.
4.
5.
1.
Bandeng
129
20
4,8
20
150
2
150
0,05
-
2.
Patin
penambahan
bayam
26,88
2,41
2,11
233,5
36,4
1,21
61,10
3.
Gabus
penambahan
wortel
545
56
9
61
-
4.
Tenggiri
50,26
2,58
238
0,32
60
5.
Lele
penambahan
wortel
11,97
7,7
19,55
59,62
Afiyanto, 2013
Himawanti, 2014
Anonim, 2015
Himawanti, 2014
Lestari, 2012
2.3.2 Proses Pembuatan Nugget Ikan Lele
Pembuatan nugget ikan lele ini diadoptasi menurut penelitian Aryani.
Menurut Aryani (2002), proses pembuatan nugget ikan diawali dengan
membersihkan ikan lele segar dari kepala, tulang, sisik, isi perut, ekor dan dicuci
dua kali hingga bersih kemudian dipotong kecil-kecil (dicincang). Untuk
mengurangi bau amis yang ditimbulkan oleh ikan lele dapat digunakan perasan
jeruk nipis. Daging ikan lele yang telah bersih kemudian diblender hingga
24
Universitas Sumatera Utara
menjadi halus dan dapat dicampurkan dengan bahan tambahan (bahan pengikat,
bahan pengisi, bumbu) lalu diaduk hingga rata.
Proses berikutnya, yaitu mencetak adonan ke dalam cetakan dan ditutup
dengan alumunium foil, didinginkan di freezer lalu dikukus selama 30 menit.
Setelah itu nugget didinginkan dan diiris dengan menggunakan pisau stainless
steel dengan ukuran ± 2,5 x 3 cm dengan tebal ± 1,5 cm. Irisan nugget ikan lele
kemudian
dilumuri
telur
(batter)
dan
digulirkan
pada
tepung
roti
(breading/coating). Selanjutnya nugget ikan lele digoreng dalam minyak panas
pada suhu ± 1700 C selama 2 menit .
2.4
Bahan Tambahan
Dalam proses pembuatan nugget, diperlukan tiga bahan tambahan untuk
memenuhi cita rasa serta konsistensi dari tekturnya yaitu bahan pengikat, bahan
pengisi, serta bumbu-bumbu.
1. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat
meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan
pengikat berfungsi sebagai pengemulsi serta mengurangi penyusutan pada waktu
pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Pengikat menurut asalnya terdiri dari
bahan pengikat berasal dari hewan dan tumbuhan. Menurut Afrisanti (2010)
menyatakan bahwa bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan
tepung ikan.
25
Universitas Sumatera Utara
2. Bahan Pengisi
Bahan pengisi ialah sumber pati yang ditambahkan dalam produk
restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubtitusi sebagian
daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan
pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Bahan pengisi yang
umum digunakan dalam pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010).
3. Bumbu-bumbu
Bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk
meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, serta mengendalikan keasaman dan
kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001). Bumbu yang
biasa digunakan dalam pembuatan nugget berupa garam, gula, bawang putih,
merica.
Garam merupakan komponen bahan makanan yang digunakan sebagai
penegas cita rasa dan bahan pengawet. Konsentrasi garam yang ditambahkan
biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2005).
Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang
dihasilkan. Pemberian gula dapat mempegaruhi aroma dan tekstur daging serta
mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al, 1987). Bawang putih
telah dikenal sebagai bumbu dan obat-obatan tradisional yang dapat memberikan
cita rasa pada suatu bahan makanan (Susianti, 2014). Merica atau lada sering
ditambahkan sebagai penyedap dan memperpanjang daya awet makanan. Merica
sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aromanya
yang khas (Rismunandar, 2003).
26
Universitas Sumatera Utara
4. Bahan Pelapis
Bahan pelapis merupakan bahan yang ditambahkan pada nugget untuk
memberi kerenyahan. Bahan pelapis yang digunakan yaitu tepung roti. Tepung
roti disebut juga remah roti atau tepung panir yang sebagian besar penggunaanya
untuk melapisi produk daging atau sejenisnya yang kemudian mengalami tahap
pembekuan (Matz, 1992). Tepung digunakan untuk melapisi adonan supaya tidak
licin, permukaan adonan rata, dan membantu merekatkan adonan cair.
Bahan pencelup yang biasa digunakan dalam pembuatan nugget ialah telur.
Telur adalah bahan makanan nabati sumber protein yang biasa dikonsumsi selain
daging, ikan, dan susu. Telur berfungsi untuk mengikat adonan dan penentu
tekstur produk yang dihasilkan, selain itu telur juga berfungsi sebagai pewarna
kuning (Hamidah, 1996: 32). Telur juga membuat produk lebih mengembang
karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai
pengikat/pengeras. Sedangkan kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Faridah,
2008).
2.5
Cita Rasa Makanan
Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung
selera dan kesenangannya. Hal yang melatarbelakangi penilaian seseorang
terhadap jenis makanan tertentu tersebut dari segi perbedaan suku, misalnya suku
Jawa yang lebih dikenal menyukai makanan dengan rasa manis sedangkan suku
Padang yang dikenal luas menyukai makanan dengan rasa pedas, pengalaman,
umur, serta tingkat ekonomi dan lain-lain.
27
Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Penampilan dan Cita Rasa Makanan
Menurut Moehji (2000), cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu
penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan.
Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat
menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu
makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui
indera penglihatan, penciuman, serta perasa atau pencecap.
Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan
makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna
makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.
(Winarno, 2002). Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia,
suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa lain yaitu komponen rasa
primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau
penurunan intensitas rasa (test compensation) (Winarno, 2004).
2.5.2 Konsistensi atau Tekstur Makanan
Indera peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur, dan konsistensi.
Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi
tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan
konsistensi merupakan tingkat tebal, tipis, dan halus (Anonim, 2014). Konsistensi
atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa
makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi
makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan
rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.
28
Universitas Sumatera Utara
Penyajian makanan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan
yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, maka
seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa
tinggi tidak akan berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang
indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila
penampilan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga
mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap
selanjutkanya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap
penciuman dan indera perasa.
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat
kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera.
Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah
menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga
terbentuk tanpa reaksi enzim.
2.6
Uji Organoleptik
Penilaian organoleptik disebut juga penilaian dengan indera atau penilaian
sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana. Penilaian
organoleptik banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan
makanan. Penilaian dengan cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan
dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil
penilaian yang sangat teliti, sifat subjektif pangan lebih umum disebut
organoleptik atau sifat inderawi karena penilaian didasarkan pada rangsangan
sensorik pada organ indera (Soekarto, 2000).
29
Universitas Sumatera Utara
Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,
penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran. Panel diperlukan untuk
melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat
sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini
terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi.
Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.
Soekarto (2000), mengemukakan bahwa uji penerimaan meliputi uji
kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Dalam uji hedonik panelis diminta
untuk menyatakan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaan terhadap suatu
produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik yang dapat direntangkan atau
diciutkan menurut rentangan skala yang dikehendaki. Kemudian dalam analisis
data skala hedonik yang ditransformasikan dalam skala numerik dan dilakukan
analisis statistik. Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan
berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk menilai suatu produk. Dalam penilaian
bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat
indrawinya.
2.7
Panelis
Terdapat tujuh macam panel dalam penilaian organoleptik, yaitu panel
perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tak terlatih,
panel konsumen, dan panel anak-anak. Dimana masing-masing penilaian
didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. Ada beberapa
jenis panel yang dapat dipahami sebagai berikut.
30
Universitas Sumatera Utara
1. Panel Perseorangan
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik
yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang
sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan, dan cara
pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis
organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini
adalah kepekaan tinggi, sehingga bias dapat dihindari serta penilian efesien.
2. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi
sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik
faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan
dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup
baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan
latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga
tidak terlampau spesifik.
4. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk
mengetahui sifat-sifat sensorik tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih
dari kalangan terbatas dengan menguji kepekaannya terlebih dahulu.
5. Panel Tidak Terlatih
Panelis
tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih
31
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan jenis-jenis suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panelis
tidak terlatih hanya diperbolehkan mengenal sifat-sifat organoleptik yang
sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji
pembedaan. Panelis tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan
komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.
6. Panel Konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada
target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum
dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7. Panel Anak-Anak
Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10
tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian
produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan
sebagainya.
2.8
Kerangka Konsep Penelitian
Kandungan zat gizi nugget ikan
lele
Nugget ikan lele dengan
tepung kacang merah
Daya terima nugget ikan lele
(warna, aroma, tekstur, dan
rasa)
Gambar 2.6 Kerangka Konsep Penelitian
Bagan diatas menjelaskan bagaimana nugget ikan lele yang terbuat dari
tepung kacang merah dapat mempengaruhi daya terima panelis berupa kriteria
warna, aroma, tekstur, dan rasa. Kemudian nugget ikan lele dilakukan pengujian
32
Universitas Sumatera Utara
proksimat yaitu kandungan protein, lemak, karbohidrat, serta kadar air dan
abunya.
33
Universitas Sumatera Utara
Download