BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Semakin meluasnya kebutuhan jasa profesional akuntan publik sebagai pihak yang dianggap independen, menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan kinerjanya agar dapat menghasilkan produk audit yang dapat diandalkan bagi pihak yang membutuhkan. Untuk dapat meningkatkan sikap profesionalisme dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan, hendaknya para akuntan publik memiliki pengetahuan audit yang memadai serta dilengkapi dengan pemahaman mengenai kode etik profesi. Seorang akuntan publik dalam melaksanakan audit atas laporan keuangan tidak semata-mata bekerja untuk kepentingan kliennya, melainkan juga untuk pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan keuangan yang telah diaudit. Untuk dapat mempertahankan kepercayaan dari klien dan dari para pemakai laporan keuangan lainnya, akuntan publik dituntut untuk memiliki kemampuan yang memadai (Herawaty dan Susanto, 2009). Profesionalisme telah menjadi isu yang kritis untuk profesi akuntan karena dapat menggambarkan kinerja akuntan tersebut. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, akuntan publik juga harus memiliki pengetahuan yang memadai dalam profesinya untuk mendukung pekerjaannya dalam 1 2 melakukan setiap pemeriksaan. Setiap akuntan publik diharapkan memegang teguh etika profesi yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), agar situasi penuh persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Selain itu, dalam perencanaan audit, akuntan publik harus mempertimbangkan masalah penetapan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan dan pertimbangan awal tingkat materialitas untuk pencapaian tujuan audit (Herawaty dan Susanto, 2009). Alasan diperlukannnya suatu laporan keuangan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), yaitu: 1) jika tidak diaudit ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja sehingga diragukan kewajarannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan dan 2) jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) dari KAP, berarti laporan keuangan tersebut dapat diasumsikan bebas dari salah saji material dan telah disajikan sesuai dengan standar yang berlaku umum di Indonesia (SAK/ETAP/IFRS)(Agoes, 2012). Kasus yang terjadi sehubungan dengan tingkat materialitas pada September 2013 di Indonesia adalah Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hasan Bisri yang mengungkapkan bahwa masih ada kantor akuntan publik yang belum mampu mengungkapkan temuan atas salah saji dalam laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hasan menjelaskan, masih banyak kantor akuntan publik (KAP) yang tidak memberikan koreksi atau menuliskan dalam laporan auditnya kesalahan penyajian dalam laporan keuangan yang diauditnya (Thertina, 2013). 3 Materialitas mengukur apa yang dianggap signifikan oleh pemakai laporan keuangan dalam membuat keputusan ekonomis. Konsep materialitas mengakui bahwa hal-hal tertentu, terpisah atau tergabung, penting untuk pembuat keputusan ekonomis berdasarkan laporan keuangan tersebut (Tuanakotta, 2013). Peran konsep materialitas itu adalah untuk mempengaruhi kualitas dan kuantitas informasi akuntansi yang diperlukan oleh auditor dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan bukti (Wahyudi dan Mardiyah, 2006). Ketika salah saji yang terjadi cukup signifikan untuk mengubah atau memengaruhi keputusan seseorang yang memahami entitas tersebut maka salah saji yang material telah terjadi. Ketika salah saji tersebut terjadi di bawah ambang batas yang ditetapkan umumnya tidak dianggap material. Jika ambang batas ini dilampaui, laporan keuangan akan disalahsajikan secara material. Ambang batas ini disebut “materialitas untuk laporan keuangan secara menyeluruh” (“materiality for the financial statements as a whole”), disingkat “overall materiality” (materialitas menyeluruh) (Tuanakotta, 2013). SPA 320 dalam SPAP (2013) menjelaskan bahwa penentuan materialitas oleh auditor membutuhkan pertimbangan profesional, dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan informasi keuangan oleh para pemakai laporan keuangan. Materialitas adalah suatu jumlah atas kesalahan yang dapat diterima yang ditetapkan oleh auditor, pada suatu tingkat tertentu untuk mengurangi ke tingkat yang lebih rendah pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan. Definisi tersebut mengakui pertimbangan materialitas dilakukan dengan memperhitungkan keadaan 4 yang melingkupi dan perlu melibatkan baik pertimbangan kuantitatif maupun kualitatif. Iriyadi dan Vannywati (2011) tujuan dari penerapan materialitas adalah untuk membantu auditor merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Tidak semua informasi keuangan diperlukan atau seharusnya dikomunikasikan dalam laporan akuntansi, hanya informasi yang material yang seharusnya disajikan Standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan (Arens, Elder and Beasley, 2012). Standar auditing yang terdapat pada Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama (SPAP : 2013). Penguatan profesionalisme auditor memerlukan suatu lingkungan dimana dewan direksi dan manajemen perusahaan klien memiliki harapan yang tinggi mengenai integritas perusahaan audit, objektivitas dan keahlian profesional auditor dimana auditor dalam memenuhi kewajiban tersebut memiliki tanggung jawab terhadap kepentingan publik. Hal tersebut membutuhkan suatu lingkungan dimana layanan profesional auditor benar-benar dapat menambah nilai dan tidak hanya sebagai persyaratan peraturan yang dikenakan pada perusahaan. Juga membutuhkan suatu lingkungan di mana auditor dapat melakukan kegiatan profesional mereka tanpa takut akan kewajiban terhadap pemerintah maupun regulator akan tanggung jawab 5 mereka dalam hal pengawasan terhadap kebutuhan untuk menjalankan fungsi profesi secara efektif di sektor swasta (Sommer Jr, 1994:6). Agoes (2012) menerangkan standar audit mengharuskan auditor untuk merencanakan dan melaksanakan pekerjaannya dengan menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan saksama. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan saksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Wahyudi dan Aida Mardiyah dalam penelitiannya di Surabaya pada tahun 2006 menemukan hasil bahwa profesionalisme auditor mempengaruhi tingkat materialitas. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Tjandrawinata pada tahun 2013 di Surabaya, hanya 1 dari 6 indikator profesionalisme yang digunakan dalam penelitian tersebut yang berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Tjandrawinata (2013). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan mengambil judul : “Pengaruh Profesionalisme Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Audit Laporan Keuangan”. 6 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis meurumuskan bahwa masih adanya kesalahan yang dilakukan oleh auditor dalam menentukan tingkat materialitas, maka pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah apakah profesionalisme auditor berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris seberapa besar pengaruh profesionalisme auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan baik secara teoritis maupun praktisi sebagai berikut : 1. Pengembangan Ilmu Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu akuntansi khususnya auditing dengan mengkaji mengenai pengaruh profesionalisme auditor dalam menentukan pertimbangan tingkat materialitas. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemecahan masalah bagi kantor akuntan publik (KAP) dengan mengkaji secara langsung bagaimana pengaruh profesionalisme auditor terhadap penentuan tingkat materialitas. 7 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis mengadakan penelitian dengan mengambil data melalui kuesioner di beberapa KAP di Kota Bandung. Adapun penelitian dilakukan dari bulan April 2015 sampai dengan Agustus 2015.