HUBUNGAN PERSEPSI ORANG TUA TENTANG PERNIKAHAN DlNI DENGAN KECEMASAN TERHADAPMASADEPANANAK Olen: NUR FAUZIAH GAMAL i.literi... NIM. 1010700229.80 1 : tJi:--:-c:r''";-:::'~'(J'~ - . ,--- • t[ _ g (, rill . r.{... IIl<!ttk : P-.Q.:: \?,~2::.1. .Q IdMII'i!<as! : . "I} Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H 12010 M HUBUNGAN PERSEPSI ORANG TUA TENTANG PERNIKAHAN DIN I DENGAN KECEMASAN TERHADAP MASA DEPAN ANAK Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi f'"""- l . PeIillPUlTMMN UTAMA U~ SYAHlD J..4.KAATA Oleh: NUR FAUZIAH GAMAL NIM:101070022980 Di Bawah Bimbingan Pem imbing I Prof. Ha~ Pembimbing II V' asun M. Si N .103351146 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2010 M ii PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul "HUBUNGAN PERSEPSI ORANG TUA TEI'HANG PERNIKAHAN DINI DENGAN KECEMASAN TERHADAP MASA DEPAN ANAK" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pad a tangggal 19 Januari 2010 . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Jakarta, 19 Januari 2010 Sidang Munaqasyah Sekretaris merangkap anggota Ketua merangkap anggota /'~ ---- Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522 Dra. F dhilah Sural a M.Si NIP.1 5612231983032001 Anggota Penguji I M.si Pembimbing " M.Si Ikhwan Lutfi, M.Psi NIP: 150368809 iii iv 1(u persem6ali/tan s/tripsi ini untu/t~dua orang tua/tu, mapa/tJf. (j)jamafjI6duf:Nasser dan 16u Suryanali (j)jama~ serta suami/tu J-fary J-fartanto juga ~dua ana/t/tu c.R.glimabRjali dan Zalira.Jlufia, serta ac£il&ac£i/t/tu Paizali, jIpriyani, J-fusein, Walia6 dan :Majid. Semoga 1(arya ini mermarifaat v ABSTRAKSI (A) (B) (C) (0) (E) Fakultas Psikologi Januari 2010 Nur Fauziah Gamal xiii + 75 halaman + Lampiran Hubungan Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan dini Oengan Kecemasan Terhadap Masa Oepan Anak (F) Pad a awalnya pernikahan dini merupakan wacana yang muncul karena fenomena pergaulan bebas yang semakin marak dikalangan remaja. Namun jika ditelaah lagi, tidak menutup kemungkinan jika pernikahan dini dijadikan sebagai alternatif jalan keluar terhadap masalah tersebut . Persepsi orang tua tentang pernikahan dini merupakan pandangan orang tua terhadap pernikahan yang sah menurut Agama dan Negara, yang dilakukan oleh pasangan usia muda. Sedangkan kecemasan menu rut Maramis adalah suatu keadaan ketegangan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif kore/asiona/. Penelitian dHakukan di wHayah Rw 1 dan 2 Kelurahan Cengkareng Timur Jakarta Barat, dengan sampel sebanyak 40 orang. Tehnik pengumpulan data menggunakan 2 skala, yaitu skala persepsi orang tua tentang pernikahan dini ( reliabilitas 0.9510 ), dan skala kecemasan terhadap masa depan anak ( reliabilitas 0.9267 ). Berdasarkan hasH pengolahan dengan Product Moment dari Pearson untuk analisis korelasi diketahui bahwa r hilung 0.461 dan r lable 0.312 dengan taraf kepercayaan 0.05, maka dapat diperoleh hasil bahwa uji r hilung lebih besar dari r lable, yang berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi ada hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak. Artinya jika persepsi orang tua tentang pernikahan dini adalah positif maka akan diikuti oleh kecenderungan akan kecemasan terhadap masa depan yang cukup tinggi pula. (G) Oaftar Pustaka =( 1984 - 2005) 25 Buku dan 7 Internet. ABSTRACT (A) Faculty of Psychology (B) January, 2010 (C) Nur Fauziah Gamal (D) Xiii + 75 Pages + Enclosures (E) Correlation between Parents' Perception about early marriage and anxiousness to the Children Future. (F) Initially the early marriage is discourse emerges because of free intercourse phenomenon that increasingly among adolescents. If analyzed further, however, the early marriage is very likely made as alternative solution to such problem. Parents' perception about early marriage is the view of parents to the legal marriage according to religion and state that performed by tender years-couple. Whereas the anxiousness according to Maramis is a stress situation, not-safe feel, and emerging anxiety because of felt that unpleasant thing will happen. This study is aimed to know whether there is significant correlation between parent's perceptions about early marriage and anxiousness to the Children Future. This research use quantitative approach with correlation-descriptive method. It is conducted in Rw 1 and 2 East Cengkareng region, West Jakarta, with 40 peoples of sample. Data-collecting technique use 2 scales, scale of parents' perception about early marriage (reliability 0.9510), and scale of anxiousness to the children future (reliability 0.9267). Based on the data-processing result by using Pearson's Product Moment for correlation analysis is known that rcount 0.461 and rtable 0.312 with reliability 0.05, then the result can be obtained that test of rcount is bigger than rlable, it means that HO is refused and Ha is accepted. Thus, there is a significant correlation between parents' perception about early marriage and anxiousness to the children future. It means that, if parent's perception about early marriage is positive, then it is will also be followed by tendency of anxiousness to the high enough future. (G) Bibliography =(1984-2005) 25 books, 7 internets. KATA PENGANTAR (j3ismillafiirrafimanirrafiim )1Jfiamauullafii c.R.P66i[ )ltamin Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati, penulis panjatkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam. Yang Maha Pandai lagi Maha Menguasai, yang selalu memberikan perlindungan kepada seluruh hamba-Nya dengan kasih dan sayang-Nya yang Maha Luas. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada pemimpin suri tauladan terbaik sepanjang zaman. Nabi besar Muhammad SAW, semoga kita termasuk dalam umat yang mendapat syafaatnya kelak di hari kiamat, amino Sebuah perjalanan panjang yang begitu menegangkan dan menggairahkan, yang juga sangat menguras tenaga, fikiran, waktu, emosi dan materi. Namun proses pembuatan skripsi ini memberikan pelajaran dan pen galaman hidup yang sangat berharga bagi penulis. Sebuah tanggung jawab yang harus diperjuangkan dengan keadaan suka maupun duka, hambatan dan kemudahan, semangat dan kebimbangan, keberanian dan ketakutan, hingga Alhamdulillah akhirnya sampai sudah pad a waktu yang terbaik menurut-Nya. Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis begitu banyak mendapatkan dukungan, motivasi, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak yang telah membantu dan memudahkan proses penyusunan skripsi ini hingga selesai. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terhingga kepada : 1. Bpk Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi dan ibu Hj. Fadhilah Suralaga, M. Si, pembantu dekan I bagian akademik. Untuk ibu Neneng Tati Sumiati, M. Si dosen pembimbing akademik, beserta para staf akademik lainnya yang dengan ketulusan dan kesabarannya telah membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini. 2. Bapak Prof. Hamdan Yasun, M. Si, dan Bapak Ikhwan Lutfi, M. Psi, yang dengan sabar dan ikhlas telah bersedia meluangkan waktu serta ilmunya untuk mengarahkan dan membimbing penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Ucapan cinta dan sayang yang teramat, ditujukan kepada orang tua penulis Bpk. H. Djamal abdul Nasser dan Ibu Suryanah Djamal, dan juga Bapak serta ibu mertuaku, atas doa dan kasih sayang yang tak terhingga. Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang sangat berharga, yang hanya penulis dapatkan dari keluarga yang dipimpin oleh orang tua viii 4. 5. 6. 7. sehebat kalian. Semoga Allah SWT memuliakan mereka didunia dan akhirat. Amin. Teruntuk yang tak tergantikan My Lovely Husband, the Prince of my heart, yang selalu mendampingiku dan menjadikanku ibu dari mutiara hatiku Rahma Azkiah dan Zahra Aulia, terimakasih atas semua yang kau lakukan hingga membuatku mengerti apa arti mencintai setulus hati, terimakasih telah membuatku tersadar bahwa aku sanggup menghadapi apapun jika bersamamu. untuk adik - adikku (Faizah, Yeni, Husein makasih da mo ngojekin ya de, Wahab, dan Majid) dan adik iparku Sofi, terimakasih atas semua doa, dukungan dan senyumannya hingga penulis akhirnya dapat tersenyum dan menyelesaikan skripsi ini. Teman - teman di Fakultas Psikologi angkatan 2001, kelas A, C, D dan khususnya S, Sahabat - sahabat terbaikku yang tak pernah mernbiarkanku sendiri : Ani, Nurma, Liza, Ka Zahra, Joty, teh Elvi, Ale, Oci, Herrnan, Hilman, Lili, Yuni, Halim, termakasih atas persahabat terindah dan termanis yang kalian berikan, Ria makasih atas bantuan didetik-detik terakhir, Nuey thanks atas privat gratisnya, dan teman-teman di Dragon Phoenix: Ping-ping, Mitha, Rio, thanks dah bikin aku mengerti indahnya perbedaan. Untuk para orang tua yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi responden dalam penelitian ini, dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terimakasih banyak. 'Wassatam Jakarta, 19 Januari 2010 Penulis ( Nur Fauziah Gamal ) ix DAFTAR 151 Halaman Judul .. Halaman Persetujuan Halaman Pengesahan Motto Persembahan Abstraksi Abstract.......................................... Kata Pengantar Daftar lsi................................................................................ Daftar Tabel Daftar Gambar BAB J PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.2. Identifikasi Masalah 1.3. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1.3.1. Pembatasan Masalah 1.3.2. Perumusan Masalah 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian 1.4.2. Manfaat Penelitian 1.5. Sistematika Penulisan BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan 2.1.2 Reaksi Kecemasan 2.1.3 Macam - macam Kecemasan 2.1.4 Proses terjadinya kecemasan 2.1.5 Kecemasan terhadap masa depan anak Persepsi 2.2. Persepsi 2.2.1. Definisi Persepsi 2.2.2. Proses Persepsi 2.2.3. Macam - macam Persepsi 2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi 2.3. Pernikahan Dini 2.3.1. Definisi Pernikahan 2.3.2. Pernikahan Dini x i ii iii iv v vi vii viii x xii xiii 1-21 1 17 18 18 19 19 19 19 20 22-49 22 22 25 26 28 29 31 31 33 33 34 36 36 37 2.3.3. Hukum Pernikahan Dini 2.3.4. Kontroversi pernikahan dini................... 2.3.5. Manfaat Pernikahan Dini 2.3.6. Persepsi Tentang Pernikahan Dini 2.3. Kerangka Berfikir 2.4. Hipotesa Penelitian 39 41 42 44 44 49 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 50-62 3.1. Jenis Penelitian 50 3.1.1. Pendekatan Penelitian 50 3.1.2. Metode Penelitian 50 3.2. Variabel Penelitian 51 3.2.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 51 3.3. Populasi Dan Tehnik Pengambilan Sampel 52 3.3.1. Populasi dan Sample............................................ 52 3.3.2. Tehnik Pengambilan Sampel 53 3.4. Metode Pengurnpulan Data............................................ 53 3.4.1. Tehnik Pengumpulan Data 54 3.4.2. Instrumen Penelitian 55 3.4.3. Tehnik Uji Instrument Penelitian 56 3.4.4. Hasil Uji Instrument Penelitian 57 3.4.4.1. Hasil Uji validitas Skala.......................... 59 3.4.4.2. Hasil Uji Reliabilitas Skala....................... 59 3.5. Prosedur Penelitian 61 3.6. Tehnik Analisa Data.... 62 BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 63- 70 4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian 63 4.2. Presentasi Data.......................................................... 66 4.2.1. Deskripsi data.................... 66 4.2.2. Deskripsi skor 67 4.2.3. Uji Hipotesa 69 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 71-75 5.1. Kesimpulan 71 5.2. Diskusi...................................................................... 72 5.3. Saran 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi DAFTAR TABEL 1. Tabel 3. 1 Bobot skor penilaian 2. Tabel 3. 2 Koefisiensi reliability Guilford.................... 3. Tabel 3. 3 Blueprint penelitian skala persepsi orang tua . 4. Tabel 3.4 Blueprint penelitian skala kecemasan orang tua 5. Tabel 4.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin . 6. Tabel 4.2 Gambaran subjek berdasarkan usia 7. Tabel 4.3 Gambaran subjek berdasarkan pendidikan 8. Tabel 4.4 Gambaran subjek berdasarkan usia pernikahan . 9. Tabel4.5 Gambaran subjek berdasarkan jumlah anak . 10.TabeI4.6 Deskripsi Data 11. Tabel 4.7 Deskripsi Skor Persepsi Orang Tua .. 12. Tabel 4.8 Deskripsi Skor Kecemasan Orang Tua 13. Tabel 4.9 Korelasi Persepsi dengan Kecemasan xii 54 58 59 60 63 64 64 65 65 66 67 68 69 DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 2. 1. Skema kerangka berfikir xiii 48 BABI PENDAHUlUAN 1.1 . Latar belakang masalah Manusia dalam kehidupannya senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk melengkapi dan memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu berupa kebutuhan fisH< (Iahir) maupun kebutuhan psikis (bathin). Karena itulah Allah SWT menciptakan baginya pasangan (dari jenisnya sendiri) agar keduanya mendapatkan ketenangan, ungkapan tersebut terdapat dalam AI - Quran pad a surah Ar-Rum ayat 21, yang berbunyi : .:'-::1 -:;; 0,))-< J. "'.... r f-::,~ ~: "' .... '" ,,""/ ~ J.j. ",'" '" "" t " } t "''' ~J 4-Jll~ 10/-)) ~I __ it: '" __ ",- ;. -- ............ ." t eX 5J j.lb",~~:'.... . . ... -: ~ OJ~./'.j.Q..k·'",Sl2..l.I',) .:: '" ....." 0 1 :"~I; -;: J'" u!'" eXJ S: . . ." ~jJ Yang artinya : " Dan diantara tanda-tanda kekuasaan - Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri - istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan - Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar - benar terdapat tanda - tanda bagi kaum yang berpikir ".( Ar-Rum ayat 21). 2 Terpenuhinya kebutuhan akan kehadiran orang lain akan mampu membawa dan meningkatkan rasa aman dan tenteram bagi si individu. Untuk tetap mengabadikan rasa aman ini individu akan melakukan kontak dengan lingkungannya serta mengikatkan diri dengan norma - norma yang berlaku dalam lingkungan tersebut (Walgito, 1984). Namun sekarang ini banyak sekali kita jumpai kalangan muda Islam yang tidak mau cepat-cepat menikah setelah cukup umur. Mereka khawatir kalau ikatan pernikahan itu nantinya akan rnernbawa beban berat yang tidak bisa mereka pikul di usia mereka yang rnasih muda. Alasan lainnya karena mereka ingin menyelesaikan studi dulu hingga meraih gelar sarjana sebagai jaminan masa depan, yang juga bisa menaikkan gengsi serta kedudukan mereka kelak (Shabuni, 2005). Sering kita jumpai pemuda yang menunda perkawinannya sampai usia 30-an tahun. Padahal usia antara 15 sampai 30 tahun merupakan masa-masa ketika nafsu syahwat sedang hebat-hebatnya membara. Jika pemuda tadi seorang yang berjiwa bersih dan pandai memelihara diri, ia akan tertekan karena harus mengendalikan dorongan birahi yang demikian hebat. Namun seandainya pemuda tersebut berjiwa kotor dan tidak punya rasa malu, maka 3 demi melampiaskan nafsu syahwatnya ia akan berzina tanpa mempedulikan tentang bahaya dan petaka yang akan menimpanya (Shabuni, 2005). Usia pemuda diatas adalah usia pad a fase remaja, dimana masa remaja atau masa adolesens adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Untuk tercapainya tumbuh kembang remaja yang optimal tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil interaksi faktor genetik dan lingkungan biofisikopsikososial. Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pad a setiap remaja. Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan cepat pertumbuhan dan pematangan fisiko Masa remaja menengah ditandai dengan hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa dewasa, dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis dengan orangtua. Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai orang dewasa, termasuk klarifikasi tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistern nilai pribadi (sumber BKKBN). 4 Timbulnya masalah pada remaja disebabkan oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut : Adanya perubahan-perubahan biologis dan psikologis yang sangat pesat pada masa remaja yang akan memberikan dorongan tertentu yang sangat kompleks. Orangtua dan pendidik kurang siap untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu karena ketidaktahuannya. Perbaikan gizi yang menyebabkan menars menjadi lebih dini. Kejadian kawin muda masih banyak terutama di pedesaan. Sebaliknya, di perkotaan kesempatan untuk bersekolah dan bekerja menjadi lebih terbuka bagi wanita sehingga usia kawin bertambah. Kesenjangan antara menars dan usia kawin yang makin panjang dan disertai pergaulan yang makin bebas tidak jarang menimbulkan masalah. Membaiknya sarana komunikasi dan transportasi akibat kemajuan teknologi sehingga sulit melakukan seleksi terhadap informasi dari luar. Pembangunan ke arah industrialisasi disertai pertambahan penduduk yang menyebabkan peningkatan urbanisasi, berkurangnya sumber daya alam dan terjadi perubahan tata nilai. Ketimpangan sosial dan individualisme sering memicu terjadinya konflik perorangan maupun kelompok. Lapangan kerja yang kurang memadai dapat memberikan dampak yang kurang baik sehingga remaja menderita frustrasi dan depresi yang menyebabkan mereka mengambil jalan pintas dengan melakukan tindakan negatif. Kurangnya pemanfaatan penggunaan sarana 5 untuk menyalurkan gejolak remaja. Perlu adanya penyaluran sebagai substitusi yang positif ke arah pengembangan keterampilan yang mengandung unsur kecepatan dan kekuatan misalnya olahraga. (dr. Nurul Muzayyanah, 2008). Masalah yang dialami remaja tersebut sebetulnya tidak semata akibat pergeseran budaya atau pengaruh pergaulan. Kemajuan dalam perbaikan gizi di Indonesia juga ternyata menjadi pemicu pergeseran perilaku seksual di kalangan remaja. Kasubdit Kesehatan Reproduksi Remaja BKKBN A Djabbar Lukman (2009) yang ditemui Media di ruang kerjanya mengakui peningkatan gizi sa at ini mengakibatkan hormon seorang anak menjadi lebih cepat matang. Akibatnya seorang remaja putri akan lebih cepat mengalami menstruasi dan kematangan organ-organ reproduksi. Ini juga yang menyebabkan hasrat seksual mulai timbul pada usia relatif muda, namun selain hormon, pengaruh Iingkungan juga menjadi salah satu penyebab timbulnya pergeseran perilaku remaja. Globalisasi menyebabkan aksesibilitas remaja terhadap pornografi menjadi lebih mudah. Ribuan situs porno di internet serta media-media lain, seperti tabloid porno, komik hentai (komik porno Jepang) yang bertebaran di sekeliling remaja menjadi salah satu stimulan pergeseran perilaku para remaja saat ini. Karena pada dasarnya 6 puncak perkembangan organ reproduksi terjadi pada masa remaja dimana manusia mengalami fase ketidakstabilan emosi. Masa ini merupakan masa transisi dari masa anak menuju kedewasaan. Perubahan secara cepat dan mendadak terutama berkaitan dengan organ reproduksinya menjadikan remaja tidak selalu mampu bersikap secara tepat terhadap organ reproduksinya. Ditambah lagi keengganan dan kecanggungan remaja untuk bertanya kepada orang tuanya dan para pendidik semakin menguatkan alasan kenapa remaja sering tidak bijak terhadap organ reproduksinya. Inilah yang mendorong remaja mencari-cari informasi sendiri untuk menambah pengetahuannya dari film, VCD porno, atau dari temannya. Secara fisik organ reproduksi remaja perempuan (pubertas) dimulai dengan awal berfungsinya ovarium (kandung telur) sampai pada saat ovarium sudah berfungsi dengan mantap dan teratur (memasuki usia reproduksi). Masa ini berkisar 4 tahunan (kira-kira urnur 8-14 tahun). Awal usia pubertas dipengaruhi bangsa, iklim, gizi dan kebudayaan. Peristiwa penting pada masa ini adalah pertumbuhan badan yang cepat, timbulnya ciri-Giri kelamin sekunder, menarche (haidh pertama) dan perubahan psikis. Sedangkan indung telur (ovarium) mulai aktif mengeluarkan estrogen yang dipengaruhi horman gonadotropin yang diproduksi kelenjar bawah otak. Pada saat yang sama kortex kelenjar supra renal mulai rnembentuk horman androgen yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan badan. Pengaruh horman-hormon inilah yang 7 menyebabkan pertumbuhan genetalia interna, eksterna, dan eiri kelarnin skunder. Genetalia interna dan eksterna akan tumbuh terus untuk meneapai bentuk dan sifat seperti usia reproduksi. Seeara psikis kedua hormon ini membentuk karakter remaja menuju kedewasaan dan rnernuneulkan libido (hasrat seksual). Ada kesan pad a remaja, seks itu rnenyenangkan dan puneak rasa keeintaan yang serba rnernbahagiakan. Rernaja rnemerlukan suasana lingkungan yang arnan dan terlindung menuju kearah alarn berdiri sendiri dan bertanggung jawab serta dari pikiran yang egosentrik menuju pikiran yang lebih matang. Karakter ini yang harus dibentuk pada diri remaja untuk menentukan sikap yang tepat terhadap organ reproduksinya sebagaiman tujuan dieiptakan organ ini (dr. Nurul Muzayyanah, 2008). Menindaklanjuti uraian tentang remaja diatas Sarlito (1983) mengemukakan pendapatnya tentang perkawinan usia remaja, menurutnya meneegah bahaya haruslah didahulukan ketimbang mengambil manfaat, dan manfaat penundaan usia perkawinan memang banyak dan itu tidak bisa dibantah. Tetapi, kalau perkawinan remaja sungguh-sungguh diperlukan untuk mengatasi suatu bahaya, lebih baik kiranya peneegahan bahaya itu didahulukan. Apalagi memang itulah jalan yang memang dibenarkan oleh agama. Senada dengan pendapat Sarlito tersebut Shabuni (2005) menambahkan bahwa menikah diusia muda adalah eara sehat untuk 8 menjaga kesucian diri. Salah satu anjuran untuk segera menikah antara lain dapat kita temui dalam hadits Rosulullah Saw, yang artinya : " Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mencapai ba'ah, maka kawinlah. Karena sesungguhnya kawin lebih bisa menjaga pad a pandangan mata dar: lebih menjaga kemaluan. Bila tidak mampu melaksanakannya maka berpuasalah karena puasa baginya adalah kendali (dari gairah seksual) ". (HR. Imam yang lima). Hadits di atas dengan jelas dialamatkan kepada syabab (pemuda), lebih jelasnya merupakan seruan untuk menikah bagi para pemuda " (asy U syabab) , bukan orang dewasa (ar - rijal) atau orang tua (asy - syuyukh). Dan menu rut mayoritas ulama, syabab adalah orang yang telah mencapai aqil baligh (ditandai dengan mimpi basah pada pria dan menstruasi pad a wanita), dan usianya belum mencapai 30 tahun (Buletin Istinbat, Edisi 097). Dalam agama Islam para orang tua dianjurkan untuk menjaga anak-anak mereka sedini mungkin bahkan sebelum mereka baligh, seperti yang tersirat dalam sabda Nabi Muhammad SAW dalam riwayat Ahmad dan Abu Daud yang artinya : " Diperintahkanlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena tidak mengerjakannya (sholat) setelah berusia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidurnya ". (HR. Ahmad dan Abu Daud). 9 Sabda Nabi di atas selain bermakna sebagai pendidikan bagi anak, juga menyimpan sebuah isyarat bahwa pad a usia sepuluh tahun, seorang anak sudah memiliki potensi dan kesiapan menuju kematangan seksual. Sebuah isyarat dari Nabi Muhammad SAW 19 abad yang silam. Kini, dengan kemajuan teknologi yang kian canggih, media informasi yang terus menyajikan tayangan yang menantang kehidupan seksual kaum remaja, seringkali menjadi pemicu untuk melakukan hal-hal yang melanggar norma agama. Karenanya, Abdullah bin Mas'ud ra, selalu membangun orientasi menikah kepada para pemuda yang masih sendiri, dengan mengajak mereka berdoa agar segera diberi isteri yang shalihah (Adhim, 2002). Dalam kacamata psikologi seperti yang diutarakan oleh Sarlito (1983) bahwa Pernikahan Dini, adalah sebuah istilah yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, yang bisa menjadi salah satu so/usi a/tematif. Ketika fitnah syahwat kian tak terkendali, dan ketika seks pra nikah semakin merajalela, "mengapa tidak me/akukan pemikahan dini?". Dari sisi psikologis, memang wajar kalau banyak orang tua yang merasa khawatir bahwa pernikahan di usia muda akan menghambat studi atau rentan konflik yang akhirnya hanya berujung pad a perceraian. Hal itu mungkin disebabkan karena kekurangsiapan mental dari kedua pasangan yang masih belum dewasa (Buletin Istinbat, Edisi 097). 10 Sebetulnya kekhawatiran dan kecemasan yang khususnya dialami oleh para orang tua yang dapat menimbulkan persoalan - persoalan psikis dan sosial telah dijawab dengan logis oleh Clarke-Stewart & Koch dan juga oleh M. F. Adhim (2002). Yaitu bahwa pernikahan di usia remaja bukanlah sebuah penghalang untuk meraih prestasi yang lebih baik, bahwa usia bukanlah ukuran utama untuk rnenentukan kesiapan mental dan kedewasaan seseorang, dan bahwa menikah juga bisa menjadi solusi alternatif untuk mengatasi kenakalan kaum remaja yang semakin hari semakin tak terkendali (Buletin Istinbat, Edisi 097). Seperti diternukan pad a beberapa penelitian yang mengungkap masalah kenakalan remaja, khususnya masalah yang berkaitan dengan free sex. Hasil penelitian Baseline Survai Lentera - Sahaja Yogyakarta (2003) memperlihatkan bahwa perilaku seksual remaja mencakup kegiatan mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, necking, petting, hubungan seksual, sampai dengan hubungan seksual dengan banyak orang. Penelitian Sahabat Remaja tentang perilaku seksual di em pat kota menunjukkan bahwa 3, 6 % remaja di kota Medan; 8, 5 % rernaja di kota Yogyakarta dan 3, 4 % remaja di kota Surabaya serta 31,1 % remaja di kota Kupang telah terlibat hubungan seks secara aktif. 11 Sementara itu kasus-kasus kehamilan yang tidak dikehendaki sebagai akibat dari perilaku seksual di kalangan remaja juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Catatan konseling Baseline Survai Lentera - Sahaja Yogyakarta menunjukkan bahwa kasus kehamilan tidak dikehendaki yang tercatat pad a tahun 1998 /1999 tercatat sebesar 113 kasus. Beberapa hal menarik yang berkaitan dengan catatan tersebut misalnya, hubungan seks pertama kali biasanya dilakukan dengan pacar sebesar 71%, dengan teman biasa 3, 5%, suami 3, 5% ; Inisiatif hubungan seks dengan pasangan 39, 8%, klien 9, 7%, keduanya 11, 5% ; Keputusan untuk melakukan hubungan seks dengan tidak direncanakan sebesar 45%, yang direncanakan 20, 4% ; dan tempat yang biasa digunakan untuk melakukan hubungan seks dirumah sebesar 25, 7% dan dihotel 13, 3% (Tito, Pusat Studi Seksualitas - PKBI Yogyakarta ). Jika sudah seperti ini bisa saja pernikahan dini dijadikan sebagai salah satu alternatif jalan keluar untuk masalah sex bebas remaja. Menurut M. F. Adhirn (2002) ada banyak bukti yang menunjukan bahwa menikah di usia dini tidak menghambat studi, bahkan justru bisa menjadi motivasi untuk meraih puncak prestasi yang lebih cemerlang. Dengan catatan pernikahan tersebut berlandaskan niat baik untuk mencari ridlo Allah SWT. Bukan karena keterpaksaan karena berkewajiban untuk bertanggung jawab. Seperti pada kasus pernikahan karena kecelakaan (Married By Accident). 12 Abraham Maslow, seorang pendiri psikologi humanistik yang menikah di usia 20 tahun, mengatakan bahwa orang yang menikah di usia dini lebih mungkin mencapai taraf aktualisasi diri yang lebih cepat dan lebih sempurna dibanding dengan mereka yang selalu menunda pernikahan. Menurutnya kehidupan yang sebenarnya justru dimulai dari saat seseorang menikah. Karena pernikahan pad a hakikatnya justru akan mematangkan seseorang sekaligus memenuhi separuh dari kebutuhan - kebutuhan psikologis manusia. Pada gilirannya akan menjadikan manusia mampu mencapai puncak pertumbuhan kepribadian yang mengesankan (Buletin Istinbat, 097). Menurut Djuariah Utja, Ora, M.A, (2007) orang tua seharusnya paham dan bisa menerima bila keinginan bertanggung jawab pada seorang anak sudah muncul, mengapa mereka tidak melakukan pernikahan dini. Tinggal keluarga dan masyarakatlah yang harus mendukung serta membantunya. Dalam sebuah penelitian di salah satu kota di Yogyakarta menyatakan bahwa angka perceraian meningkat signifikan karena pernikahan dini. Namun setelah penelitian terse but dikembangkan, ternyata pernikahan dini yang rentan akan perceraian itu adalah pernikahan yang diakibatkan "kecelakaan " atau lebih dikenal dengan istilah Married By Accident (MBA). Hal ini bisa dimaklumi, sebab pernikahan karena kecelakaan lebih disebabkan karena keterpaksaan, bukan atas dasar kesadaran dan kesiapan serta orientasi nikah yang kuat. 13 Adapun urgensi pernikahan terhadap upaya rnenanggulangi kenakalan remaja barangkali tidak bisa dibantah (Buletin Istinbat, 097). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dianhadi Setyonaluri dari Lembaga Demografi FEUI dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang dilakukan pad a bulan September 2005 menyimpulkan sebanyak 30,4% remaja usia 11-14 tahun telah menikah. Penelitian ini melingkupi 44 kecamatan di seluruh DKI Jakarta (Media Indonesia, 7/7/06). Dalam penelitian Central Burean of Statistic (1997), di indonesia pasangan yang menikah sebelum usia 20 tahun mencapai angka 81 %. Dan hasil polling sebuah radio swasta di bogor sebanyak 66, 6 % orang tua merespon positif terhadap pernikahan dini, dalam artian mereka tidak menentang adanya pernikahan dini ( Kisi FM, 2003 ). Menindak lanjuti respon orang tua tentang pernikahan dini dalam polling diatas, menu rut M. F. Adhim (2002) dalam pengertiannya, persepsi adalah suatu proses penilaian sosial yang bersifat individualistik, yang mana akan terjadi kemungkinan adanya perbedaan penilaian antara satu orang dengan orang lainnya, sehingga kita tidak boleh melakukan over generalisasi, dan menganggap bahwa persepsi kitalah yang paling benar. 14 Menurut Paul. A. Bell dalam Sarwono (1992) persepsi adalah proses pengenalan dan penilaian terhadap suatu stimulus atau objek-objek yang ada di sekitarnya. Menurutnya, stimulus dapat di persepsikan ke dalam dua macam penilaian, yaitu penilaian dalam tahap optimal (wajar) atau penilaian diluar batas optimal (under stimulation/over stimulation ). Dimana penilaian dalam tahap optimal cenderung positif dan penilaian diluar batas optimal cenderung negatif. Menurut M. F. Adhim (2002) pada dasarnya persepsi tentang pernikahan dini yang cenderung negatif salah satunya disebabkan karena adanya anggapan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang tidak lazim yang akan berbenturan dengan banyak masalah, sehingga dapat menyebabkan kecemasan pada diri orang tua, dimana mereka mencemaskan bagaimana masa depan anak mereka setelah menikah, karena beranggapan anak mereka belum terlalu siap untuk memikul tanggung jawab. Namun jika kita berpedoman pada salah satu firman Allah yang menyiratkan bahwa Allah SWT akan mengayakan orang yang mau menikah, maka tentu kita tidak perlu terlalu pesimis dengan apa yang akan terjadi pad a kehidupan dalam suatu pernikahan dini. Firman Allah SWT tersebut adalah surat al - Nur ayat 32 yang berbunyi : 15 Yang artinya : " Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia - Nya. Dan Allah Maha luas pemberiannya dan Maha Mengetahui ? ". Dikuatkan pula oleh Rasul - Nya yang juga menjamin dengan sabdanya : " Barang siapa yang ingin kaya, maka kawinlah". ( HR. At-Thabrani ). Dan salah satu hadist pendukung lainnya : " Bukan termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah ". ( HR. At-Thabrani ). Dari beberapa pedoman diatas sedikit banyak dapat menjawab keragu raguan para pemuda yang hendak menikah dini dan para orang tua yang hendak melepas anak-anaknya untuk mengarungi bahtera kehidupan yang lebih serius dan lebih bertanggung jawab, namun masih khawatir akan ketidaksiapan materi yang dimilikinya sekarang. Dan berdasarkan sumber di atas pula, kita wajib meyakini pertolongan Allah SWT terhadap hambanya. (Buletin Istinbat, 097). 16 Pada dasarnya pernikahan merupakan sebuah institusi yang sud dan agung yang dilakukan oleh individu yang telah dewasa dan matang baik secara fisik maupun psikis. Pernikahan juga membawa dampak dan perubahan yang cukup besar bagi individu yang melaksanakan, keluarga serta masyarakat di sekitarnya. Perubahan ini dapat berupa perubahan status sosial, bertambahnya tanggung jawab, beban ekonomi serta perubahan sistem nilai yang dianut sebelum melakukan sebuah pernikahan (Walgito, 1984). Dari uraian tersebut penulis mencoba menarik kesimpulan bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang sangat penting dan berpengaruh besar dalam kehidupan manusia, apakah pernikahan terse but akan langgeng atau berakhir dengan perceraian, sehingga hendaklah pernikahan tersebut dilakukan ketika persiapan untuk menikah itu sudah matang, namun bagaimanakah jika pernikahan yang dilakukan lebih awal justru dapat menjadi sebuah pilihan yang lebih baik dari pada menunggu lebih lama untuk mempersiapkannya. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mencoba mengkaji bagaimanakah pandangan orang tua tentang pernikahan dini dapat berkaitan dengan tingkat kecemasan yang mereka alami terhadap masa depan anak mereka. 17 Dan karena itulah penulis merasa tertarik untuk mengadakan sebuah penelitian tentang permasalahan tersebut, dan mencoba memformulakannya dalam sebuah judul penelitian, yaitu : " Hubungan Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini Dengan Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak " 1.2. Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, diantaranya adalah : 1. Apakah yang mempengaruhi persepsi orang tua tentang pernikahan dini. 2. Bagaimanakah persepsi orang tua tentang pernikahan dini. 3. Apakah persepsi orang tua tentang pernikahan dini dapat mengakibatkan kecemasan terhadap masa depan anak. 4. Apakah ada pengaruh antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan keputusan untuk menikahkan anaknya diusia dini. 5. Apakah ada pengaruh antara keputusan untuk menikahkan anak diusia dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak. 6. Apakah ada hubungan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak. 18 1.3. Pembatasan dan perumusan masalah 1.3.1. Pembatasan masalah Untuk memudahkan pembahasan, maka perlu adanya suatu pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah : a. Pernikahan dini adalah sebuah institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis dalam satu ikatan keluarga, namun pernikahan ini dilakukan oleh sepasang pengantin yang berusia mUda, yang dianggap masih belum matang dari segi mental maupun kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan bertahan hidup. b. Persepsi tentang pernikahan dini adalah Proses pengenalan atau penilaian melalui alat indera terhadap fenomena pernikahan dini, dimana hal ini dapat dipersepsikan keda1am dua macam penilaian yaitu penilaian dalam batas optimal (positif--->hemeostatis) dan diluar batas optimal (negatif--->cemas). c. Kecemasan terhadap masa depan anak adalah reaksi psikologis orang tua terhadap adanya bahaya yang dikhawatirkan akan dialami oleh anaknya pad a masa yang akan datang, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Dan kecemasan tersebut ada kalanya tampak dalam gejala-gejala seperti takut, ngeri, lemas, merasa terancam, dan khawatir, perasaan tersebut disadari oleh individu, tetapi terkadang tidak diketahui penyebabnya. 19 1.3.2. Rumusan masalah Dimaksudkan agar arah penelitian ini jelas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : " Apakah ada hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak ? ". 1.4. Tujuan dan manfaat penelitian 1.4.1. Tujuan penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hUbungan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak. 1.4.2. Manfaat penelitian Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, diantaranya adalah manfaat : a. Secara Teoritis Diharapkan penelitian ini nantinya mampu memberikan gambaran kepada peneliti khususnya dan kepada pembaca umumnya mengenai bagaimana sebenarnya hubungan persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak dengan berpedoman kepada teori-teori psikologi yang telah ada. Disamping itu diharapkan juga dapat 20 bermanfaat untuk mengembangkan wacana serta kajian mengenai permasalahan ini, serta sebagai tambahan bagi peneliti-peneliti berikutnya yang berminat dengan permasalah ini. b. Secara Praktis Diharapkan dengan adanya penelitian ini, maka hasil-hasil yang telah dicapai dapat dijadikan bahan pertimbang bagi orang tua dalam melakukan pillihan atau tindakan terhadap anak, terutama yang berkaitan dengan masalah pernikahan, sehingga apa yang diharapkan dapat selaras dengan kenyataan yang ada, serta marnpu melakukan tindakan nyata untuk rnempersiapkan anak dan keluarganya menuju rnasa depan yang lebih baik dalam menghadapi Iingkungan sosial yang selalu berubah-ubah. 1.5. Sistematika penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada APA Style (American Psychology Asociation ) yang terdiri dari : Bab 1 Meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Serta Sistematika Penulisan. 21 Bab 2 Berisi tentang kajian teori yang terdiri dari Definisi Kecemasan, Reaksi Kecemasan, Macam-macam Kecemasan, Proses Terjadinya Kecemasan, Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak, Definisi Persepsi, Macam-macam Persepsi, Faktor yang Mempengaruhi Persepsi, Definisi Pernikahan, Pernikahan Dini, Hukum Pernikahan Dini, Kontroversi Pernikahan dini, Manfaat Pernikahan Dini, Persepsi tentang Pernikahan Dini, Kerangka Berfikir, dan Hipotesa Penelitian. Bab 3 Membahas tentang Metodologi Penelitian yang digunakan dalam penelitiar., mencakup Jenis Penelitian : Pendekatan dan Metode Penelitian, Variabel Penelitian dan Definisi Operasional, Populasi dan Sampel, Tehnik Pengambilan Sampel, Tehnik Pengumpulan Data, Instrument Penelitian, Teknik Uji Instrument Penelitian, Uji Validitas dan Reliabilitas Skala, Prosedur Penelitian dan Teknik Analisa Data. Bab4 Presentasi dan analisa data yang terdiri dari : Gambaran Umum Subjek Penelitian, Presentasi Data: Uji Persyaratan, Penyebaran Skor Responden, dan Uji Hipotesa. Bab 5 Bab ini berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan, diskusi dan saran. BAB2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi kecemasan Menurut Zakiah Daradjat (2004), kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) ataupun konflik batin. Chaplin (2000), menjelaskan kecemasan sebagai bentuk neurosis dengan gejala paling mencolok ialah ketakutan yang tidak bisa diidentifikasikan dengan satu sebab khusus dan banyak peristiwa menembus serta mempengaruhi kehidupan. Menurut Davidoff (1988) kecemasan merupakan emosi yang ditandai oleh perasaan bahaya yang diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stress yang menghadang oleh bangkitnya system saraf simpatetik. 23 Atkinson (2004) menjelaskan kecemasan sebagai keadaan takut, tegang dan kuatir terhadap bahaya yang tidak jelas dan kurang spesifik dibandingkan objek ketakutan. Kartini Kartono (2003) menyatakan bahwa kecemasan adalah semacam kegelisahan atau kekhawatiran seseorang terhadap sesuatu yang tidak jelas penyebabnya, yang difus atau baur dan mempunyai Giri yang mengazab pad a seseorang, dan karena sifatnya yang tidak jelas ini, maka digolongkan dalam suasana hati, sehingga bila kita merasa terancam oleh sesuatu walaupun sesuatu itu tidak jelas, maka kita akan merasa cemas. Maramis (2005) mengatakan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan ketegangan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Seseorang mengalami kecemasan akibat menumpuknya masalah yang dihadapi sehingga menimbulkan ketegangan dan kekhawatiran. Kecemasan sebagai manifestasi dari ketegangan dan kekhawatiran akan membuat individu merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam menjalankan suatu aktivitas. Lebih lanjut Maramis (2005), mengatakan bahwa individu yang mengalami kecemasan dapat dilihat dari empat komponen; Pertama secara psikologis 24 seperti timbul rasa was - was, khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, gugup, tegang, dan rasa tidak aman. Kedua secara somatik seperti lekas lelah, tekanan darah meninggi, nafas sesak, dada tertekan, keringat dingin pad a telapak tangan, kulit pucat, gemetaran, kontraksi bola mata (Seligman. et. al. 2001). Ketiga secara kognitif seperti menunjukan kondisi atas obyek yang akan mengenai dirinya atau kecemasan akibat adanya pikiran yang merisaukan dan membawa harapan yang berlebihan serta keragu - raguan, sulit tidur dan mempunyai kesulitan berkonsentrasi (Seligman. et. al. 2001). Keempat secara motorik seperti adanya perilaku yang menghadapi atau menghindar dari sumber kecemasan. Jeffrey S. Nevid (2005) mengatakan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan tegang yang tidak menyenangkan, dan perasan aprehensif bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Menurutnya kecemasan mempunyai tiga ciri; Pertama ciri fisik antara lain: gelisah, gugup, anggota tubuh gemetar, gangguan pernafasan, jantung berdebar keras, lemas, gangguan pencernaan, dan mudah tersinggung atau marah. Kedua ciri behavioral seperti perilaku rnenghindar, terguncang, melekat dan dependen. Ketiga Giri kognitif seperti khawatir tentang sesuatu, khususnya yang berkaitan dengan 25 yang akan terjadi dimasa depan, ketakutan tidak mampu mengatasi masalah, dan kesulitan berkonsentrasi atau menfokuskan fikiran. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan merupakan suatu kondisi perasaan yang tidak menyenangkan yang meliputi rasa takut, tegang, khawatir, bingung, dan rasa tidak suka yang timbul karena adanya perasaan tidak aman terhadap bahaya yang akan terjadi. Juga merupakan suatu pengalaman emosional yang timbul karena adanya ancaman yang tidak jelas apa penyebabnya, baik itu berasal dari dalam maupun dari luar tubuh yang mengganggu keselamatan dan keseimbangan hidup individu. 2.1.2. Reaksi kecemasan Pada saat mengalami kecemasan, seseorang dapat mengalami 2 (dua) reaksi yaitu keadaan fisik yang berubah serta keadaan psikologis. Lebih lanjut dijelaskan oleh Atkinson (2004) : 1. Reaksi Fisiologis, yaitu reaksi tubuh terutama oleh organ - organ yang diasuh oleh saraf otonomi simpatik seperti jantung, peredaran darah, kelenjar, pupil mata dan sistem pembuangan. Dengan meningkatnya emosi atau perasaan cemas, satu atau lebih organ - organ tersebut akan meningkat fungsinya sehingga dapat dijumpai meningkatnya asam 26 lambung selama kecemasan, atau meningkatnya detak jantung dalam memompa darah, serta sering buang air atau sekresi yang berlebihan. 2. Reaksi Psikologis, yakni reaksi yang biasanya disertai dengan reaksi fisiologis, misalnya adanya perasaan tegang, bingung dan perasaan tidak menentu, terancam, tidak berdaya, rendah diri, kurang percaya diri, tidak dapat memusatkan perhatian dan adanya gerakan-gerakan yang tidak terarah atau tidak pasti. Selain itu reaksi psikologis dapat berupa peningkatan dorongan untuk berperilaku efektif. 2.1.3. Macam - macam kecemasan Freud (dalam Saleh, 2004) membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu: a. Objective Anxiety (cemas obyektif), yaitu apabila seseorang mengetahui bahwa sumber cemasnya adalah diluar dirinya, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut menderita cemas obyektif. Cemas obyektif adalah suatu reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya luar, atau adanya kemungkinan bahaya yang disangkanya akan terjadi. Contohnya : melihat awan gelap diujung langit, awan gelap itu menyebabkannya merasa takut, karena hal itu pertanda akan datangnya badai. Sumber kecemasan dalam hal ini berhubungan dengan alam luar, baik hal itu suatu obyek atau situasi. 27 b. Neurotic Anxiety (cemas penyakit), kecemasan jenis ini mempunyai tiga bentuk, yaitu : 1. Cemas umum; cemas ini adalah yang paling sederhana karena ia tidak berhubungan dengan sesuatu hal tertentu; yang terjadi hanyalah individu merasakan takut yang samar dan umum serta tidak menentu. 2. Cemas penyakit; cemas ini mencakup pengenalan terhadap objek atau situasi tertentu sebagai penyebab dari cemas, misalnya ada orang yang takut melihat darah atau serangga. Sudah pasti ketakutan orangorang yang seperti itu tidak seimbang dengan bahaya yang mung kin ditimbulkan oleh bend a atau keadaan yang berhubungan dengan cemas tersebut, bahkan objek yang berhubungan orang banyak tidak akan membawa bahaya apapun. 3. Cemas dalam bentuk ancaman : cemas seperti ini adalah dalam bentuk cemas yang menyertai gejala gangguan kejiwaan seperti hysteria. Misalnya : orang yang menderita gejala tersebut kadangkadang merasa cemas, karena takut akan terjadi sesuatu, ketakutan akan kejadian itu dianggap ancaman baginya. c. Moral Anxiety (cemas moral atau dosa) kecemasan ini timbul akibat tekanan dari dorongan zat yang tinggi, atau karena lemahnya ego tehadap super ego. Sedangkan super ego berkembang dari larangan dan batasan moril yang dibuat orang tua dan masyarakat. Sumber dari 29 2.1.5 Kecemasan terhadap masa depan anak Maramis (2005) mengatakan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan ketegangan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Kecemasan terhadap masa depan anak termasuk dalam kategori cemas obyektif, yaitu reaksi psikologis orang tua terhadap perkiraan adanya bahaya yang dikhawatirkan akan dialami oleh anaknya pada masa mendatang, baik yang disadari atau tidak. Pada dasarnya perasaan tersebut disadari oleh individu, tetapi terkadang tidak diketahui penyebabnya, hal itu bisa berasal dari dalam dan dari luar dirinya yang mengganggu keselamatan dan keseimbangan hidup individu tersebut. Biasanya kecemasan yang khusus terjadi pada orang dewasa adalah GAD (Generalized Anxiety Disorder) atau disebut juga gangguan kecemasan yang digeneralisasi, dan merupakan gangguan yang sangat lazim terjadi pada orang dewasa baik pria maupun wanita. Gangguan ini ditandai dengan adanya kecemasan berlebihan, termasuk rasa khawatir yang terus menerus tentang beberapa masalah kehidupan termasuk yang berkaitan dengan masa depan (Jeffrey. S. Nevid, 2005). 30 Menurut Shand & Mc. Dougal (dalam Sidik, 2002) kecemasan adalah emosi yang berhubungan dengan masa yang akan datang, sehingga bila seseorang mengalami kecemasan maka kecemasan itu bukan disebabkan oleh hal-hal yang sedang atau telah terjadi, melainkan karena apa yang akan terjadi. Dalam hal ini kecemasan bukan hal yang sederhana, melainkan emosi yang bersifat kompleks yang didukung oleh harapan (hope), kecemasan (anxiety), kemurungan (despondency) dan keputusasaan (despair). Dalam arti seseorang yang kesiapan mentalnya dalam menghadapi masa depan rendah akan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi, begitupun sebaliknya, jika seseorang memilki kesiapan mental untuk menghadapi masa depan yang tinggi maka tingkat kecemasan yang dialaminya pun rendah. Bertolak dari beberapa pandangan diatas, dapat dikatakan bahwa, jika seseorang cemas, maka rasa cemasnya itu berkaitan dengan apa yang menjadi harapannya dimasa yang akan datang. Tingkat kecemasan seseorang ditentukan oleh tingkat keyakinan orang terse but dalam memenuhi harapannya. Kecemasan pada orang tua dalam menghadapi masa depan itu sendiri lebih banyak disebabkan oleh adanya kecemasan pada individu (orang tua) terhadap prediksi masa depan yang dilihat dari potensi sang anak dan lingkungannya pada saat ini. 31 2.2. Persepsi 2.2.1. Definisi persepsi Persepsi menurut Rahmat (2005) adalah pengalaman tentang objek. peristiwa. atau hubungan - hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Abdurrahman Saleh (2004) mendefinisikan persepsi sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedimikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Menurut Linda L. Davidoff (1988) persepsi merupakan suatu cara kerja yang rumit dan aktif. Menurutnya persepsi adalah proses yang mengorganisasikan dan menggabungkan data - data indera kita (penginderaan) untuk kemudian dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari sekeliling kita, termasuk sadar akan diri sendiri. Sedangkan menu rut Atkinson (1996) persepsi adalah proses pengorganisasian dan penafsiran dari pola-pola stimulus yang ada dalam lingkungan. Sarwono (2000) mengatakan persepsi merupakan kemampuan untuk membeda - bedakan, mengelompokkan, atau memfokuskan suatu pengamatan, atau disebut juga sebagai kemampuan untuk 32 mengorganisasikan suatu pengamatan. Gibson dalam Sarwono (1992) mengatakan bahwa persepsi itu terjadi secara spontan dan bersifat holistik. Menurut Suharman (2005) persepsi adalah proses menginterpretasi atau menafsirkan informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera man usia .. Dalam Kamus Lengkap Psikologi (J.P. Chaplin, 2000) terdapat beberapa macam pengertian persepsi, yaitu : 1. Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera. 2. Kesadaran dari proses - proses organis. 3. Satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti - arti yang berasal dari pengalaman masa lalu. 4. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan pembedaan diantara perangsang - perangsang, dan 5. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu. Paul A Bell dalam Sarwono (1992) mengatakan persepsi adalah proses pengenalan dan penilaian melalui alat indera terhadap suatu stimulus atau objek - objek yang ada di sekitarnya. Menurutnya, stimulus atau objek dapat 33 di persepsikan ke dalam dua macam penilaian, yaitu penilaian dalam batas optimal dan penilaian diluar batas optimal. Dari beberapa pengertian persepsi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi adalah proses pemberian arti terhadap stimulus yang ditangkap oleh indera berdasarkan pengalaman dan nilai hidup perseptor serta situasi sosial yang melatar belakangi stimulus tersebut. 2.2.2. Proses persepsi Menurut Suharman (2005) persepsi mencakup dua proses yang berlangsung secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia luar (stimulusinformasi) dengan dunia di dalam diri seseorang (pengetahuan yang relevan dan telah disimpan di dalam ingatan). Dua proses dalam persepsi itu disebut bottom - up atau data driven processing (aspek stimulus), dan top - down atau conceptually driven processing (aspek pengetahuan seseorang). 2.2.3. Macam· macam Persepsi Rakhmat (1999) membagi persepsi menjadi dua bagian besar, yaitu : 1. Persepsi Interpersonal, yaitu persepsi terhadap manusia. 2. Persepsi Objek, yaitu persepsi terhadap bend a lain selain manusia. 34 2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Rakhmat (2005) persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh Faktor Personal dan Faktor Situasional. Faktor Situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian. Abdurrahman Saleh (2004) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu : 1. Perhatian yang Selektif Dalam kehidupan manusia sesaat akan menerima banyak sekali rangsang dari lingkungan. Meskipun demikian, ia tidak harus menanggapi semua rangsang yang diterimanya. Individu akan memusatkan perhatiannya pada rangsang tertentu saja. Dengan demikian, objek-objek atau gejala lain tidak akan tampil sebagai objek pengamatan. 2. Giri - Giri Perangsang Perangsang yang bergerak diantara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsang yang besar diantara rangsang yang kecil, lalu rangsang yang kontras dengan latar belakangnya. Dan perangsang yang intensitas rangsangannya paling kuat. 3. Nilai dan Kebutuhan Individu Seorang seniman tentu punya pol a dan cita rasa yang berbeda dalam pengamatannya dibanding dengan yang bukan seniman. Penelitian juga 35 menunjukkan, bahwa anak - anak dari golongan ekonomi rendah melihat koin lebih besar daripada anak - anak orang kaya. Hal ini membuktikan seberapa besar nilai dan kebutuhan mereka terhadap sesuatu yang mereka Iihat. 4. Pengalaman Pengalaman - pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan dunianya. Sedangkan menu rut Kossen (1993) banyak faktor yang menentukan persepsi, diantaranya adalah : 1. Faktor keturunan, mempengaruhi persepsi secara fisik seperti indera, kognisi dan lain-lain. 2. Latar belakang lingkungan dan pengalaman mempunyai pengaruh yang lebih besar atas apa yang seseorang lihat. 3. Tekanan atau pengaruh teman sejawat. Pengaruh dari seseorang, apalagi teman dekat, sangat mempengaruhi pandangan kita terhadap sesuatu. 4. Proyeksi, kecenderungan manusiawi untuk melemparkan beberapa kesalahan kepada orang lain bisa menjadikan persepsi terhadap sesuatu berbeda. 36 5. Penilaian yang tergesa - gesa. dapat menimbulkan kecerobohan dalam mempersepsikan sesuatu yang dapat menghasilkan sebuah kesimpulan yang salah. 6. Halo effect dan halo karatan (halo rusty effect). Seseorang yang cakap dalam satu hal juga dianggap cakap untuk hal lain. Asumsi tersebut dapat menimbulkan halo sehingga akan berpengaruh terhadap pandangan atau persepsi orang terhadap sesuatu. 2.3. Pernikahan dini 2.3.1. Definisi pernikahan Abd. Rahman Ghazaly (2003). mengatakan dalam kamus besar bahasa indonesia perkawinan berasal dari kata "kawin" yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga "pernikahan", berasal dari kata nikah yang menu rut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan. dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata "nikah " sendiri sering digunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah. Menurut Purwadarminta (1976) perkawinan berarti perjodohan laki-Iaki dan perempuan menjadi suami isteri. Sedangkan menurut Hornby (1957) perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami isteri. Dalam 37 Undang - Undang Perkawinan NO.1 tahun 1974 perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (dalam walgito, 1984). Sedangkan Muhammad Abu Israh memberikan definisi pernikahan yang lebih luas, yaitu akad yang memberikan faedah hukum kebolehan rnengadakan hubungan keluarga (suarni isteri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing. Lebih lanjut Sayyid Sabiq mengomentari bahwa perkawinan adalah salah satu sunnatullah yag berlaku pada semua makhuk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Perkawinan merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan (dalam Abd. Rahman Ghazaly, 2003). 2.3.2. Pernikahan dini Pernikahan Dini adalah sebuah pernikahan yang rnerniliki arti serupa dengan pengertian pernikahan diatas, hanya saja pernikahan ini dilakukan lebih awal atau dilakukan oleh para pasangan usia mUda, yang rnasih dianggap belum 38 matang dari segi mental maupun kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan bertahan hidup. Dalam pandangan agama Islam, tidak ada batasan usia bagi seseorang untuk melangsungkan pernikahan, hanya saja Rasulullah saw telah mengingatkan lewat sabdanya yang artinya: "Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mencapai ba'ah, maka kawinlah. Karena sesungguhnya kawin lebih bisa menjaga pada pandangan mata dan lebih menjaga kemaluan. Bila tidak mampu melaksanakannya maka berpuasalah sebab puasa akan menjadi perisai bagimu". (HR. Bukhori dan Muslim). Namun di Indonesia aturan usia untuk menikah diatur dalam Undang undang NO.1 tahun1974 pasal 7 ayat 1 tentang syarat - syarat perkawinan yang menyatakan bahwa usia minimal untuk suatu pernikahan adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria. Meskipun demikian bila terjadi pernikahan pada usia ini maka pernikahan tersebut harus disertai izin orang tua untuk rnenikahkan pasangan tersebut (pasal 6 ayat 2). Dari definisi diatas, penuJis mencoba mengambil kesimpulan bahwa pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan secara sah oleh pria dan wanita baik dalam hukum agama maupun negara yang dilakukan di usia muda (dini) dimana mereka masih dianggap belum matang dari segi mental 39 maupun kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan bertahan hidup, dan berada pad a fase perkembangan masa remaja sampai dewasa awal. 2.3.3. Hukum pernikahan dini Para ahli fiqih (dalam Abd. Rahman Ghazaly, 2003) membagi hukum pernikahan dalam lima (5) hukurn, yaitu : 1. Wajib bagi orang yang sudah memiliki calon istri atau suami dan sudah mampu secara fisik, psikis, dan material, serta memiliki dorongan seksual yang tinggi sehingga dikhawatirkan kalau pernikahan itu ditangguhkan akan menjerumuskannya pad a zina. 2. Sunnah bagi orang yang sudah memiliki calon istri atau suami dan sudah mampu secara fisik, psikis, dan material, namun masih bisa menahan diri dari perbuatan zina. 3. Mubah bagi seseorang yang sudah rnemiliki calon istri atau suami dan sudah diperbolehkan menikah tetapi dia belum menginginkannya dan belum mengharapkan keturunan juga. 4. Makruh menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami, namun belum mampu secara fisik, psikis, atau material. Karenanya, harus dicari jalan keluar untuk menghindarkan diri dari zina, misalnya dengan shaum (puasa), atau ibadah lainnya yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, namun jika semua itu terasa sulit untuk dilakukan, dalam konteks 40 pernikahan dini, hal tersebut dapat dijadikan motivasi agar berusaha lebih giat lagi untuk mempersiapkan perbekalan untuk sebuah pernikahan. 5. Haram menikah bagi mereka yang seandainya menikah akan merugikan pasangannya serta tidak menjadi kemaslahatan (kebaikan). Adapun menurut Taqiyuddin an Nabhani (1990) hukum untuk melakukan pernikahan dini hukumnya menurut syara' adalah sunnah. Hal tersebut merujuk pada sabda Rasulullah saw, yang artinya : "Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits tersebut mengandung seruan untuk menikah bagi "para pemuda" (asy - syabab) , bukan orang dewasa (ar - rijal) atau orang tua (asy - syuyukh). Hanya saja seruan itu tidak disertai indikasi ke arah hukum wajib, maka seruan itu adalah seruan yang tidak bersifat harus, alias (sunnah). Sedangkan pengertian para pemuda menurut Ibrahim Anis (1972) adalah orang yang telah mencapai usia baligh tapi belum mencapai usia dewasa. Sedang yang dimaksud kedewasaan adalah sempurnanya sifat - sifat yang khusus / spesifik bagi seorang laki - laki (M. Shiddiq AI Jawi, 2001). 41 2.3.4. Kontroversi pernikahan dini Sarlito (1983) mengemukakan pendapatnya tentang perkawinan usia remaja, menurutnya mencegah bahaya haruslah didahulukan ketimbang mengambil manfaat, dan manfaat penundaan usia perkawinan memang banyak dan itu tidak bisa dibantah. Tetapi, kalau perkawinan remaja sungguh-sungguh diperlukan untuk mengatasi suatu bahaya, lebih baik kiranya pencegahan bahaya itu didahulukan. Apalagi memang itulah jalan yang memang dibenarkan oleh agama. Senada dengan pendapat Sarlito tersebut Shabuni (2005) menambahkan bahwa menikah diusia muda adalah cara sehat untuk menjaga kesucian diri. Sedangkan Meutya V Hafid (2008) dalam kesempatannya berkampanye untuk penolakan pernikahan usia dini di Medan mengajak para remaja untuk bersama-sama rnenolak pernikahan dini. Meutya rneyakini, pernikahan dini itu tidak baik bagi remaja karena anak-anak seusia rnereka masih dalam proses pertumbuhan. Pada kesernpatan yang sarna, Ketua Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) A Sofyan (2008), mengatakan pernikahan dini dewasa ini sudah seperti fenornena gunung es. "Yang kelihatan ditemukan kecil, namun faktanya ada". Dalam UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak pernikahan dini ini dilarang tetapi tidak ada ancaman hukumannya 42 (sanksi pidana). Sebab dalam UU Perkawinan hanya dibenarkan menikah di usia 19 tahun untuk laki-Iaki dan 16 tahun untuk perempuan (SumberlWasapda/iwa). 2.3.5. Manfaat pernikahan dini Fauzil Adhim (2002) mengelompokkan beberapa manfaat pernikahan bagi kesehatan seseorang dalam tiga hal yang dia disimpulkan dari beberapa penelitian, dirnana bisa dikatakan semakin cepat seseorang menikah, maka semakin cepat dia akan memperoleh manfaat - manfaat tersebut. yaitu : 1. Meningkatkan stamina. Proses - proses faali dalam tubuh karena meningkatnya kebahagiaan membuat kita memiliki daya tahan yang lebih baik. Papalia & Olds menunjukkan bahwa orang yang menikah cenderung lebih jarang mengalami ketunaan (disabilities) dibanding dengan yang tidak menikah atau bercerai. 2. Bertambahnya imunitas. Orang - orang yang menikah lebih jarang mengalami gangguan penyakit yang kronis dibanding mereka yang tidak menikah, dengan status kesehatan awal yang sama. Maksudnya, jika dua orang yang sama - sama memiliki bakat asma dengan tingkatan yang sama, maka orang yang menikah akan lebih jarang terkena serangan asma dibanding yang tidak menikah, cerai, atau berpisah dengan suaminya. 43 3. Pemulihan kesehatan yang lebih mudah. Proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan orang yang menikah cenderung lebih cepat dibanding orang yang tidak menikah. Dalam sebuah pernikahan, terjadi hubungan interpersonal antara suarni dan istri. Ini merupakan hubungan yang paling interpersonal dan paling intim. Dan keintiman tersebut lebih bersifat luas dan mendalam (extensive & intensive), hal ini disebabkan karena kebersamaan antara suami istri tidak hanya berlangsung beberapa jam, tidak seperti kebersamaan dengan pacar atau teman kerja. Kebersamaan ini bersifat kesatuan yang berjalan sepanjang waktu hingga hubungan ini diakhiri (Adhim, 2002). Dari penjelasan tentang manfaat dari pernikahan dalam kacamata psikologi diatas, dapat diambil pengertian bahwa pernikahan dini adalah lebih dari sekedar sebuah alternatif jalan keluar dari sebuah musibah yang sedang mengancam kaum remaja saat ini, tetapi pernikahan dini juga dapat dijadikan motivator bagi seseorang untuk melejitkan potensi dirinya dalam segal a aspek positif (Buletin Istinbat, 097). 44 2.3.6. Persepsi tentang pernikahan dini Persepsi tentang pernikahan dini adalah sebuah penilaian terhadap suatu pernikahan yang sah menurut hukum agama maupun hukum negara yang dilakukan oleh mempelai pria dan wanita yang berusia muda, yang masih dianggap belum matang baik dari segi mental maupun kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan bertahan hidup. 2.4. Kerangka berfikir Muhammad Abu Israh (dalam Abd. Rahman Ghazaly, 2003) mendefinisikan pernikahan sebagai suatu akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (hubungan suami isteri) antara pria dan wan ita dan mengadakan hubungan tolong menolong dan memberi batasan hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing. Pernikahan Dini adalah pernikahan yang memiliki arti serupa dengan pengertian diatas, hanya saja pernikahan ini dilakukan lebih awal (dini) atau dilakukan oleh mempelai atau pasangan yang berusia muda (dini) belum matang dari segi mental maupun kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan bertahan hidup. 45 Pernikahan dini bukan hanya sekedar alternatif dari sebuah musibah yang sedang mengancam kaum remaja akhir - akhir ini tetapi juga sebagai motivator untuk melejitkan potensi diri dalam segala aspek positif. Seperti ungkapan AI - Shabuni (2005) yang mengatakan bahwa menikah dini merupakan salah satu cara sehat untuk menjaga kesucian diri. Jadi cukup logis kalau pernikahan dini itu dinilai bukan sekedar sebagai tali pengikat untuk menyalurkan kebutuhan biologis, tetapi juga bisa menjadi media aktualisasi diri dan ketaqwaan. Karenanya, untuk memasuki jenjang pernikahan dibutuhkan persiapan - persiapan yang matang seperti halnya kematangan fisik, psikis, maupun spiritual. Faktor yang berpengaruh terhadap keputusan untuk menikah dini salah satunya adalah tanggung jawab. Laki - laki dan perempuan yang memilki rasa tanggung jawab yang tinggi, cenderung lebih cepat mengambil keputusan untuk melakukan pernikahan dini (Buletin Istinbat, 097). Paul A Bell dalam Sarwono (1992) mengatakan persepsi adalah proses pengenalan dan penilaian melalui alat indera terhadap suatu stimulus atau objek - objek yang ada di sekitarnya. Menurutnya, stimulus atau objek dapat di persepsikan ke dalam dua macam penilaian, yaitu penilaian dalam tahap optimal (wajar) dan penilaian diluar batas optimal. 46 Persepsi tentang pernikahan dini adalah proses penilaian terhadap suatu pernikahan yang dilakukan secara sah menurut hukum agama dan negara yang dilakukan oleh pasangan berusia muda, dimana hal tersebut seperti yang disebutkan diatas dapat dipersepsikan kedalam dua macam penilaian yaitu penilaian dalarn batas optimal dan diluar batas optirnal, jika penilaian individu terhadap pernikahan dini berada pada batas optimal maka individu berada pada keadaan hemeostatis (seimbang), namun jika penilaian tersebut berada diluar batas optimal maka individu akan mengalami stress atau kecemasan yang tinggi akibat tekanan dalam dirinya yang meningkat. Dengan kata lain persepsi yang berbeda akan menghasilkan tingkat kecemasan yang berbeda pula, tergantung bagaimana persepsi individu terhadap pernikahan dini tersebut. Adanya persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang tidak lazim, menyebabkan mereka beranggapan bahwa menikah diusia dini tidak dapat dijamin kelangsungannya pada kehidupan dimasa depan kelak. Kecernasan menurut Kartini Kartono (1991) merupakan semacam kegelisahan atau kekhawatiran terhadap sesuatu yang tidak jelas penyebabnya. Bila kita merasa terancam oleh sesuatu walaupun sesuatu itu tidak jelas, maka kita akan merasa cemas. 47 Menurut Maramis (2005) kecemasan adalah suatu keadaan ketegangan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Seseorang mengalami kecemasan akibat menumpuknya masalah yang dihadapi sehingga menimbulkan ketegangan dan kekhawatiran. Kecemasan sebagai manifestasi dari ketegangan dan kekhawatiran akan membuat individu merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam menjalankan suatu aktivitas. Kecemasan terhadap masa depan anak merupakan reaksi psikologis orang tua terhadap perkiraan adanya bahaya yang dikhawatirkan akan dialami oleh anaknya pad a masa yang akan datang, baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Dan kecemasan tersebut ada kalanya tampak dalam gejala gejala seperti takut, ngeri, lemas, terancam, dan khawatir, perasaan tersebut disadari oleh individu, tetapi terkadang tidak diketahui penyebabnya, hal tersebut bisa berasal dari dalam maupun dari luar dirinya yang akhirnya dapat mengganggu keselamatan dan keseimbangan hidup individu tersebut. Pada dasarnya individu tidak akan begitu merasa tegang atau cemas jika saja mereka merasa yakin dan merasa masih mempunyai kendall untuk mengatasi sumber - sumber kecemasan yang sedang dialaminya itu (Davidoff, 1988). 48 Dari berbagai pemikiran diatas penulis mencoba mengkaitkannya menjadi sebuah kerangka pemikiran yang menyiratkan bahwa pad a dasarnya orang tua yang menikahkan anaknya di usia muda (dini) pasti memiliki penilaian yang berbeda-beda, baik itu penilaian yang positif atau bahkan negatif. Perbedaan penilaian itulah yang akan mengakibatkan terjadinya tingkat kecemasan yang berbeda-beda pada masing-masing individu, semua itu tergantung dari persepsi mereka tentang pernikahan dini tersebut. Berikut adalah bagan dari kerangka berfikir dalam penelitian ini : Skema Kerangka Berfikir Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini Positif Berada dalam batas optimal dalam keadaan hemeostatis (seimbang) Negatif Berada diluar batas optimal, sehingga menimbulkan kecemasan 49 2. 5. Hipotesa penelitian Dalam penelitian iili hipotesis sementara yang penulis ajukan adalah : Hipotesa nol (Ho) : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak Hipotesa alternatif (Ha) : Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis penelitian 3.1.1. Pendekatan penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif. Dimana data yang dihasilkan dari serangkaian pengukuran dan observasi disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian (Hasan, 2002). 3.1.2. Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasiona/. Gay (dalam Sevilla, 1993) mendefinisikan penelitian deskripif sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Arikunto (2002) mengatakan bahwa penelitian deskriptif adalah mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menu rut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 51 Sedangkan penelitian korelasional menurut Azwar (2003) adalah penelitian yang bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variable berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variable lain berdasarkan koefisien korelasi. 3.2. Varia bel penelitian 3.2.1. Variabel penelitian dan definisi operasional variabel Menurut Kerlinger (2003) variabel penelitian adalah suatu sifat yang dapat memiliki berbagai macam nilai, menyangkut segala sesuatu yang menjadi objek penelitian. Sedangkan definisi operasional adalah melekatkan arti pada suatu konstruk atau varia bel dengan cara menetapkan tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur pada variabel tersebut. Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini Merupakan pemahaman orang tua dalam menafsirkan semua informasi tentang penikahan dini, yang mengacu pada beberapa teori yang merupakan modifikasi dari teori-teori yang berkaitan dengan persepsi orang tua yang dikemukakan oleh Paul A bell, dikombinasikan dengan teori Wa/gito yang menyatakan bahwa konstruk teoritis persepsi orang 52 tua tentang pernikahan dini dapat dikategorikan dalarn tiga aspek, yaitu : Aspek Biologis, Psikologis dan Sosial Ekonorni. 2. Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak Kecernasan disini rnengacu pada teori Mararnis yang rnengatakan bahwa kecernasan adalah suatu keadaan tegang, tidak aman, dan khawatir yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Maramis dan Seligman membagi kecemasan dalam empat aspek, yaitu: Kognitif, Psikologis, Somatik, dan Motorik. 3.3. Populasi dan tehnik pengambilan sampel 3.3.1. Populasi dan sam pel Menurut Kerlinger (dalam Sevilla, 1993) populasi adalah keseluruhan anggota, kejadian atau obyek-obyek yang telah ditetapkan dengan baik. Arikunto (2002) rnengatakan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Populasi dalarn penelitian ini adalah masyarakat RW 01 dan 02 Kelurahan Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Dan karena keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian, maka peneliti hanya rnenggunakan 40 orang sampel, hal tersebut penulis anggap cukup dapat mewakili populasi dalam penelitian 53 ini, merujuk dari yang dikatakan Gay dalam Sevilla (1993) bahwa dalam sebuah penelitian korelasi jumlah sampel yang digunakan adalah minimum 30 orang. 3.3.2. Tehnik pengambilan sampel Pengambilan sampel adalah proses yang meliputi pengambilan sebagian dari populasi, dengan melakukan pengamatan pad a populasi secara keseluruhan (Sevilla, 1993). Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling, yaitu suatu metode pemilihan sampel, dimana peneliti mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 1997). 3.4. Pengumpulan data Pengumpulan data adalah pencatatan hal-hal, peristiwa, keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau keseluruhan elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002) 54 3.4.1. Tehnik pengumpulan data Tehnik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau Kuesioner, yaitu dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan atau pernyataan untuk diisi oleh responden (Hasan, 2002). Sedangkan instrumen pengumpulan datanya adalah skala persepsi orang tua tentang pernikahan dini dan skala kecemasan terhadap masa depan anak, yang mengacu pad a instrumen penelitian dengan model Likert. Dalam instrumen ini subyek diberikan empat pilihan respon untuk menyikapi setiap pernyataan yang ada. Keempat pilihan tersebut adalah : Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Penulisan penetapan penskoran dari 1-4 untuk dua kategori Favorable dan Unfavorable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel3.1 Bobot Skor Penilaian Point Favorabel Unfavorabel 1 STS TS STS SS SS S TS STS 2 3 4 Peneliti menggunakan jumlah pilihan empat (4) respon dengan pertimbangan bahwa jumlah pilihan respon yang ganjil akan menimbulkan kecenderungan 55 jawaban ragu-ragu atau netral (Hadi, 1994). Hal tersebut dapat memberikan kesempatan kepada subyek untuk merespon setiap pernyataan secara tidak pas atau tidak sesuai dengan apa yang dirasakan atau dipikirkannya dengan demikian penelitian akan mendapatkan respon palsu. Adapun cara subjek memberikan jawaban terhadap skala Likert adalah dengan memberikan tanda silang ( X ) pada salah satu alternatif jawaban. 3.4.2. Instrument penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrument penelitian berupa : a. Skala Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini Aspek yang ingin diungkap dalam skala persepsi orang tua tentang pernikahan dini merupakan modifikasi dari teori-teori yang berkaitan dengan persepsi orang tua yang dikemukakan oleh Paul A bell dalam Sarwono (1992) yang dikombinasikan dengan teori Walgito (1984) yang menyatakan konstruk teoritis persepsi orang tua tentang pernikahan dini menu rut telaahnya dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) aspek, yaitu : 1. Aspek Biologis, Indikatornya antara lain; usia pernikahan, masalah kehamilan dan melahirkan, keturunan, dan hubungan seksual. 2. Aspek Psiko/ogis, Indikatornya; komunikasi pasangan, kematangan emosi, adanya penerimaan pada diri sendiri maupun orang lain. 56 PEHPUSTAKAAN UTAMA UIN SYAHID JAKA''UA 3. Aspek sosia! Ekonomi, Indikatornya antara lain; status pekerjaan (kondisi keuangan keluarga), kemampuan menghidupi keluarga, peran sebagai orang tua baru dan peran sebagai anggota masyarakat. b. Skala Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak Kecemasan terhadap masa depan anak yang akan menikah dini yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada teori Maramis (2004) dan Seligman (2001) yang membagi kecemasan dalam 4 (empat) aspek. Keempat aspek tersebut adalah: 1. Aspek Kognitif dengan indikator seperti; rasa khawatir, panik, sulit berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, dan insomnia. 2. Aspek Psiko!ogis dengan indikator; gelisah, frustasi, perasaan tegang, lekas terkejut, depresi dan mudah tersinggung. 3. Aspek Somatik dengan indikator; tekanan darah meninggi, lekas lelah, nafas sesak, dada tertekan, mulas (mual), dan jantung berdebar. 4. Aspek Motorik dengan indikator; gemetar, gugup, perilakunya ada yang menghadapi atau ada juga yang menghindarinya. 3.4.3. Tehnik uji instrument penelitian Uji validitas instrument Menurut Azwar (2004) Validitas berasal dari kata "Validity" yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan 57 fungsinya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasH ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Suatu instrument yang valid mempunyai validitas tinggi. Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak rnenyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Tes yang menghasHkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran dikatakan sebagai tes yang memHiki validitas rendah. Untuk rnenguji validitas dalam penelitian ini, penulis menggunakan korelasi Product Moment dad Pearson, dengan rumus sebagai berikut (dalarn Azwar, 2003). L XY - (L X)(L Y) / n = Keterangan : = Angka indeks koefisien korelasi LXY = Jumlah hasH perkalian antara skor X dan Y LY = Jumlah seluruh skor X LX = Jumlah seluruh skor Y n = Jumlah subjek Uji reliabilitas instrument Menurut Saifudin Azwar (2004) Reliabilitas adalah konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran, 59 3.4.4. Hasil uji instrument penelitian 3.4.4.1. Hasil uji validitas skala Setelah item yang dibuat diberikan pad a subjek penelitian untuk diuji, maka selanjutnya penulis melakukan uji validitas terhadap dua skala tersebut, yaitu: 1. Skala Persepsi Orang Tua Tentang Pemikahan Dini Perhitungan validitas skala pesepsi orang tun tentang pernikahan dini terdiri dari 80 itern dengan menggunakan rumus product moment pearson. Diperoleh kesimpulan bahwa 33 item gugur dan 47 item valid dan layak digunakan untuk penelitian. Lebih jelasnya dalam tabel berikut Tabel3.3 Hasil uji coba Skala Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini No. 1 Aspek Biologis 2 Psikologis 3 Sosial Ekonomi Indikator Usia Pernikahan Masalah Kehamilan dan melahirkan Keturunan Hubungan seksual Komunikasi Pasangan Kematangan Emosi Penerimaan diri sendiri dan oranq lain Status pekerjaan (kondisi keuangan keluarqa) Kemampuan menghidupi keluarga Peran sebagai orang tua baru Peran sebagai Masyarakat Total Nomor Item Favorable Unfavorabel 1,8,72 3, 32 2,12,44 7, 14 Total 5 5 5,43,52 34 48 18,41,54 74,76,77 16,21 46 26,37,68 29,62 2 6 5 38, 57, 70 60,66 5 36,55,79 13,19,80 6 6,24 4, 10, 25 23, 58 4 3 28 19 3 3 47 60 2. Skala Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak Perhitungan validitas skala kecemasan terhadap masa depan anak terdiri dari 80 item dengan menggunakan rumus product moment pearson. Dan diperoleh kesimpulan bahwa 34 Item gugur dan 46 Item valid dan layak digunakan untuk penelitian. Lebih jelasnya dalam tabel berikut Tabel3.4 Hasil uji coba Skala Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak No. 1 2 3 4 No. Favorable Kognitif Rasa Khawatir 67, 70 21,68 Panik 14,69 Sulit berkonsentrasi Sulit mengambil keputusan 10 Gangguan Tidur (Insomnia) 17,50 Psikologis Tidak tenang (gelisah) 30, 77 Frustasi 59, 76 Tegang 27 Lekas terkejut 78 54 Mudah tersinggung Depresi 80 Somatik 71 Tekanan darah tinggi Mudah Lelah Gangguan Pernafasan 4 Gangguan Pencernaan Gangguan organ tubuh 18,74 Motorik Gemetar 8 57 Gugup (sulit berbicara) Ingin menghindar 9, 19 Total 25 Aspek Indikator Item Total Unfavorable 1,34 4 2 2 44 2 3, 56 4 53 3 39 3 52,63 3 11 2 55 2 48 2 22 2 61 1 13,62 3 6,64 2 72 3 79 2 36 2 2 21 46 61 3.4.4.2. Hasil uji reliabilitas skala a. Skala Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini Uji reliabilitas rnenggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh hasil bahwa koefisien reliabilitas adalah 0.9510. Berdasarkan data tersebut, instrument yang digunakan sangat reliabel sesuai dengan kaidah Guilford yang mengatakan bahwa koefisien reliabilitas yang sangat reliabel adalah 0, 9. b. Skala Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak Uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh hasil bahwa koefisien reliabilitas adalah 0.9267. Berdasarkan data tersebut, instrument yang digunakan sangat reliabel sesuai dengan kaidah Guilford yang mengatakan bahwa koefisien reliabilitas yang sangat reliabel adalah 0, 9. 3.5. Prosedur penelitian a. Persia pan penelitian 1. Dimulai dengan perumusan masalah 2. Menentukan variabel yang akan diteliti 3. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran landasan teori yang tepat mengenai varia bel penelitian 4. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalarn penelitian ini, yaitu skala persepsi orang tua tentang 62 pernikahan dini dengan jumlah pernyataan sebanyak 80 item, dan skala kecemasan terhadap masa depan anak dengan jumlah pernyataan sebanyak 80 item. b. Pelaksanaan penelitian Menentukan lokasi dan menyelesaikan administrasi perizinan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2009, dan pengambilan data dilakukan pada tanggal 3 sampai dengan 15 April 2009 di Iingkungan masyarakat yang berlokasi di Rw 01 dan 02 kelurahan Ce:ngkareng Timur, Jakarta Barat. 3.6. Tehnik analisa data Analisa data adalah cara seorang peneliti dalam mengolah data yang telah terkumpul sehingga mendapat suatu kesimpulan dari penelitiannya. Untuk mengetahui hubungan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak yaitu dengan menggunakan analisis korelasi product moment dari Pearson. Setelah proses dilakukan selanjutnya menentukan taraf signifikansi. Jika hasil perhitungannya lebih besar dari r Tab.1. maka korelasinya dianggap signifikan atau dengan kata lain Ha diterima dan Ho ditolak, yang artinya ada hubungan antara variable X dengan variable Y. BAB4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1. Gambaran umum subyek penelitian Gambaran umum responden dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin, usia responden, pendidikan, usia pernikahan dan jumlah anak. Subjek dalam penelitian ini adalah 40 orang tua yang sudah memiliki anak yang menikah diusia dini dan berdomisili di wilayah Rw 01 dan 02 Kelurahan Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Tabel4.1 Garnbaran urnum responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%) Laki -Iak! 16 40% Perempuan 24 60% Total 40 100% Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden paling banyak adalah perernpuan, yaitu 24 orang dengan persentase 60 %, sedangkan responden laki-Iaki berjurnlah 16 orang dengan persentase 40 %. 64 Tabel4.2 Gambaran umum responden berdasarkan usia responden Usia Frekuensi Persentase (%) 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 3 5 12 11 7 2 7.5 % 12.5 % 30% 27.5 % 17.5 % 5% Total 40 100% Berdasarkan usia, responden pada penelitian ini berusia 35 - 39 tahun dengan total persentase 7.5 %, untuk responden yang berusia 40 - 44 tahun 12.5 %, berusia 45 - 49 tahun 30 %, berusia 50 - 54 tahun 27.5 %, berusia 55 - 59 tahun 17.5 %, berusia 60 - 64 tahun total persentasenya 5 %. Tabel4.3 Gambaran umum responden berdasarkan pendidikan Pendidikan Frekuensi Persentase (%) SD SMP SMA S1 11 22 3 4 27.5% 55% 7.5% 10 % Total 40 100% Berdasarkan dari tingkat pendidikan, persentase didominasi oleh responden yang berpendidikan SMP dengan total persentase 55 %, sedangkan responden dengan pendidikan SD 27.5 %, SMA 7.5 %, dan responden dengan pendidikan D3 sebesar 10 %. 65 Tabel4.4 Gambaran umum responden berdasarkan usia pernikahan Usia Pernikahan 20- 24 Tahun 25 - 29 Tahun 30 - 34 Tahun 35 -49 Tahun Total Frekuensi 12 15 9 4 40 Persentase (%j 30% 37.5 % 22.5 % 10 % 100% Berdasarkan dari usia pernikahan, prosentase sebesar 37.5 % didominasi oleh responden dengan usia pernikahan selama 16 - 25 tahun, 22.5 % untuk usia pernikahan 26 - 35 tahun, 30 % untuk usia pernikahan 5 - 15 tahun, sedangkan usia pernikahan 36 - 45 tahun berada pada prosentase terkecil yaitu 10 %. Tabel4.5 Gambaran umum responden berdasarkan jumlah anak Jumlah Anak 1 - 2 Orana 3 -4 Orana 5-6 Orana 7 - 8 Orana Total Frekuensi 4 16 9 11 40 Persentase (%j 10 % 40% 22.5% 27.5 % 100% Berdasarkan jumlah anak yang telah dimiliki responden, jumlah anak sebanyak 3 - 4 orang mendominasi dengan total prosentase sebesar 40 %, jumlah anak 1 - 2 orang pada prosentase 10 %, 22.5 % untuk jumlah anak 5 - 6 orang, dan untuk jumlah anak 7 - 8 orang hanya sebesar 27.5 %. 67 4.2.2. Deskripsi skor 1. Persepsi orang tua tetang pernikahan dini Untuk deskripsi skor persepsi orang tua tentang pernikahan dini, peneliti membuat dua kategori skor yaitu positif dan negatif. Maka perhitungan kategorisasi skornya adalah sebagai berikut : Skor tertinggi = jumlah item x Skor terendah = jumlah item skor tertinggi tiap item x skor terendah tiap item =47 x 4 = 188 =47 x 1 =47 Rentang skor setiap kategori = 70.5 , didapat dari (Skor tertinggi - skor terendah) / jurnlah kategori ( 188 - 47) / 2 = 70.5. Dengan mean 117, 30, standar deviasi 21,53, nilai minimum 51 dan nilai rnaksimum 167. Berikut adalah tabelnya : Tabel4.7 Deskripsi Skor Persepsi Orang Tua Tetang Pernikahan Dini Kategori Skor Frekuensi Persentase Persepsi positif 118.5 -188 32 80% Persepsi negatif 47-117.5 8 20% Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang mempunyai persepsi negatif sebanyak 8 orang (20 %), dan yang mempunyai persepsi positif sebanyak 32 orang (80 %), maka dapat disimpulkan bahwa hampir 68 seluruh responden dalam penelitian ini mempunyai persepsi yang positif tentang pernikahan dini. 2. Kecemasan terhadap masa depan anak Untuk deskripsi skor kecemasan terhadap masa depan anak, peneliti membuat dua kategori skor tingkat kecemasan yaitu tingkat kecemasan rendah dan tingkat kecemasan tinggi. Maka perhitungan kategorisasi skornya adalah sebagai berikut : Skor tertinggi = 184. Skor terendah =46. Dan rentang skor setiap kategori = 69 , hasil tersebut didapat dari (Skor tertinggi - skor terendah) / jumlah kategori (184 - 46) / 2 = 69. Dengan mean 127,78, standar deviasi 16,46, nilai minimum 60 dan nilai maksimum 161. Berikut adalah tabelnya: Tabel4.8 Deskripsi skor Kecemasan terhadap masa depan anak Kategori Skor Frekuensi Persentase Kecemasan Tinggi 116 -184 37 92.5% Kecemasan rendah 46 - 115 3 7,5% Berdasarkan data diatas maka diketahui bahwa responden yang mempunyai kecemasan rendah sebanyak 3 orang (7.5 %), sedangkan 69 yang tinggi sebanyak 37 orang (92.5 %), maka dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh responden di wilayah Cengkareng Timur Jakarta Barat ini mempunyai kecemasan yang tinggi terhadap masa depan anak mereka. 4.2.3. Uji hipotesis Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment dari Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan jumlah skor variabel persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan jumlah skor kecemasan terhadap masa depan anak. Rumus korelasi product moment Pearson ini digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara dua variabel. Untuk perhitungannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11,5 adapun hasilnya dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel4.9 Korelasi persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak ! Persepsi terhadap Pernikahan Dini Persepsi terhadap Pernikahan Dini Pearson Correlation 1 .461 (") 40 .003 40 .461 (") 1 .003 40 40 Si9. (2-tailed) N Kecemasan terhadap Masa Depan Anak Kecemasan temadap Masa Depan Anak Pearson Correlation Si9. (2-tailed) N BAB5 KESIMPUlAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta diskusi dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak. 5.2. Diskusi Berdasarkan hasil penelitian diatas terdapat beberapa hal yang ingin penulis diskusikan, yang utama adalah hasil dari penelitian ini yaitu adanya hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak di Iingkungan masyarakat Rw 01 dan 02 kelurahan Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Hal itu terbukti 72 pad a perhitungan statistik yang menyatakan bahwa r hi lung (0.461) lebih besar dari pad a r label (0.312). Selanjutnya penulis ingin mendiskusikan hasil penelitian yang ternyata tidak selaras dengan teori yang digunakan dalam penelitian. Hasil penelitian disini rnenyatakan bahwa meskipun persepsi orang tua tentang pernikahan dini cukup positif, ternyata hal tersebut tidak mengurangi tingkat kecemasan orang tua terhadap masa depan anak-anak mereka. Hal ini mungkin disebabkan karena makin sulit dan komplikatifnya kondisi kehidupan saat ini, dimana permasalahan muncul dari segala sisi. Salah satunya adalah permasalahan seksual remaja. Pertumbuhan fisik remaja masa kini dapat dikatakan sang at pesat, hal tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh faktor gizi, dimana makanan dan suplemen yang tersedia saat ini sudah semakin variatif sehingga akhirnya memberikan banyak pilihan, asupan-asupan tersebut salah satunya dapat memicu sel-sel pertumbuhan biologis mereka sehingga menyebabkan pertumbuhan fisik mereka berkembang dengan sang at pesat, dimana hal tersebut berdampak juga pada pertumbuhan hormon seksual mereka. Belum lagi ditambah dengan semakin canggihnya tehknologi masa kini, dimana anak-anak usia SD sudah bisa mendownload situs porno, dan maraknya vcd pornoo bajakan yang banyak tersedia ditempat-tempat yang mudah ditemui, serta masih 73 banyak lagi fasi/itas-fasilitas yang dapat memancing dan mengarahkan remaja untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan penyaluran hasrat karena dorongan hormon-hormon seksual mereka yang berkembang sang at pesat tersebut. Namun disamping faktor-faktor tersebut, kondisi wi/ayah penelitian yang berada didaerah perkotaan juga bisa I"llenyebabkan hasi/ penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang digunakan, yang mana pada umumnya diwi/ayahwilayah perkotaan tingkat resiko kehidupannya cenderung lebih tinggi dari pada masyarakat yang hidup didaerah pedesaan. Seperti halnya kebutuhan pokok yang semakin hari makin sulit didapat (berbeda dengan didesa yang minimal untuk kebutuhan sehari-hari mereka tanam sendiri dipekarangan rumah), kemudian persaingan kerja yang tinggi karena banyaknya pengangguran ditambah orang desa yang terus berdatangan tiap tahunnya (belum lagi banyak perusahaan yang melakukan PHK), lingkungan hidup yang kurang memadai karena kepadatan penduduk (cenderung menjadi lingkungan yang kumuh) juga mempunyai pengaruh besar, dimana hal tersebut salah satunya dapat menyebabkan kesehatan kurang terjaga, biaya pendidikan yang mahal, serta yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah ni/ainilai moral yang sering terabaikan, sehingga pergaulan dikota cenderung lebih bebas dan meresahkan (berbeda dengan didesa dimana norma 74 ketimuran dan norma agama masih eukup dijunjung tinggi, seperti masih banyak pengajian-pengajian yang dapat ditemui). Karenanya hasil penelitian ini mungkin akan berbeda jika dilakukan di daerah pedesaan, dimana persaingan tidak seketat diperkotaan, karena didesa pada umumnya para orang tua tidak menomorsatukan pendidikan ataupun karir, mereka akan merasa jauh lebih aman jika anak mereka telah memiliki pendamping hidup, karena menurut sebagian dari mereka pernikahan adalah tug as utama atau tugas akhir seseorang dalam menjalani kehidupan, menurut mereka dunia yang paling ideal dalam kehidupan adalah pernikahan. Menurut Djauriah Utja (2007) menikahkan anak adalah lebih merupakan bentuk solusi pembagian tanggung jawab dari keluarga perempuan pada suami. Karena dengan menikah, lepaslah tanggung jawab orang tua untuk menafkahi anaknya. Dari uraian diatas dapat kita tarik kesimpulan. Seperti yang dikatakan Shand & Me. Dougal (dalam Sidik, 2002) bahwa keeemasan adalah emosi yang berhubungan dengan masa yang akan datang, sehingga bila seseorang mengalami keeemasan maka keeemasan itu bukan disebabkan oleh hal-hal yang sedang atau telah terjadi, melainkan karena apa yang akan terjadi. 75 Jadi meskipun persepsi orang tua tentang pernikahan dini adalah positif namun jika kesiapan mereka khususnya kesiapan dari segi mental dalam rnenghadapi masa depan itu sendiri masih rendah, maka kecemasan terhadap masa depan anak mereka akan tetap tinggi. 5.3. Saran Dalam penelitian ini penulis memiliki banyak kekurangan diantaranya kurang spesisifiknya responden, dan jumlah responden yang terbatas hanya 40 responden saja. Adapun saran yang dapat penulis ajukan dalam penelitian ini adalah: Saran teoritis : 1. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menelaah lebih lanjut secara teliti dan menghindari ambigiusitas makna pad a tiap-tiap item. Hal ini dapat meningkatkan validitas dan reliabilitas dari tiap-tiap item tersebut. 2. Agar benar-benar mewakili populasi, sebaiknya pad a penelitian yang akan datang jumlah responden diperbanyak sehingga penyebaran dari analisa jawaban setiap pertanyaan bisa lebih baik. 3. Peneliti selanjutnya hendaknya lebih memperhatikan situasi dan kondisi pada saat penelitian berlangsung, agar penelitian berjalan dengan baik dan meminimalisir kesalahan dari responden pad a saat pengisian skala. 76 Saran praktis : 1. Dari hasil penelitian didapat data pad a populasi sampel diwilayah Cengkareng Jakarta Sarat, bahwa persepsi masyarakat tentang pernikahan dini cukup beragam, sehingga berdampak juga pada keragaman tingkat kecemasan orang tua terhadap masa depan anak mereka. Kondisi ini terbilang normal mengingat masyarakat kita sang at beragam, hanya saja mungkin diperlukan adanya pemberian informasi mengenai berbagai macam pengetahuan, salah satunya informasi mengenai pernikahan dini sehingga tidak terjadi kesalahfahaman dan .perlakuan ekstrim mengenai masalah ini. 71 DAFTAR PUSTAKA Adhim, Mohammad Fauzil. (2002). Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani Press. AI-Shabuni, Muhammad Ali. (2002). Kawinlah Selagi Muda; Cara Sehat Menjaga Kesucian dirt. Jakarta: Serambi IImu Semesta. Arikunto, Suharsimi. ( 2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Atkinson, Rita L, Richard. C, dan Hilgard, Ernest. (1987). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga. Azwar, Saifuddin. (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Azwar, Saifuddin. (2004). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Chaplin, J.P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada. Consuelo, Sevilla G..{et.al}. (1993).Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Darajat, Zakiah. (2001). Kesehatan Mental. Jakarta: P.T Toko Gunung Agung. Davidoff, Linda L. (1998). Psikologi: Suatu Pengantar. Jilid I. Jakarta: Erlangga. ------------------------ (1998). Psikologi: Suatu Pengantar. Jilid II. Jakarta: Erlangga. Departemen Agama R.1. (1998). AI-Quran dan terjemahannya. Jakarta: Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji. Departemen Agama RI. Ghazaly, A. R. (2003). Fiqih Munakahat. Jakarta: Prenada Media. Hasan, M.1. (2003). Pokok-pokok Mater! Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghali Indonesia. Jeffrey, S. Nevid (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga. Kartono, Kartini. (2003). Patologi Sosial3 : Gangguan-Gangguan Kejiwaan. Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada. Kerlinger, Fred N. (2003). Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Stan Kossen (1993). Aspek Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga. Maramis, WF. (2004). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Erlangga University. Rahmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Saleh, A. R (2004). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Prenada Media Sarwono, Sarlito wirawan. (2000). Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. ----------------------------------- (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: P.T Grasindo. Suharman, M. S. (2005) Psikologi Kognitif. Surabaya : Srikandi Suryabrata, Sumadi (2003). Psikologi Kepribadian. Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada. Walgito, Bimo. (1983). Bimbingan dan Konse/ing Perkawinan. Yogyakarta : Penerbit Andi.