HUBUNGAN PERSEPSI ORANG TUA TENTANG

advertisement
HUBUNGAN PERSEPSI ORANG TUA TENTANG
PERNIKAHAN DlNI DENGAN KECEMASAN
TERHADAPMASADEPANANAK
Olen:
NUR FAUZIAH GAMAL
i.literi...
NIM. 1010700229.80
1
: tJi:--:-c:r''";-:::'~'(J'~
- . ,--- •
t[ _
g (,
rill
.
r.{...
IIl<!ttk :
P-.Q.:: \?,~2::.1. .Q
IdMII'i!<as! :
.
"I}
Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1430 H 12010 M
HUBUNGAN PERSEPSI ORANG TUA TENTANG PERNIKAHAN DIN I
DENGAN KECEMASAN TERHADAP MASA DEPAN ANAK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi
f'"""-
l
.
PeIillPUlTMMN UTAMA
U~ SYAHlD J..4.KAATA
Oleh:
NUR FAUZIAH GAMAL
NIM:101070022980
Di Bawah Bimbingan
Pem imbing I
Prof.
Ha~
Pembimbing II
V'
asun M. Si
N .103351146
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1430 H/2010 M
ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul "HUBUNGAN PERSEPSI ORANG TUA TEI'HANG
PERNIKAHAN DINI DENGAN KECEMASAN TERHADAP MASA DEPAN
ANAK" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pad a tangggal 19
Januari 2010 . Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 19 Januari 2010
Sidang Munaqasyah
Sekretaris merangkap anggota
Ketua merangkap anggota
/'~
----
Jahja Umar, Ph.D
NIP. 130 885 522
Dra. F dhilah Sural a M.Si
NIP.1 5612231983032001
Anggota
Penguji I
M.si
Pembimbing "
M.Si
Ikhwan Lutfi, M.Psi
NIP: 150368809
iii
iv
1(u persem6ali/tan s/tripsi ini untu/t~dua orang
tua/tu, mapa/tJf. (j)jamafjI6duf:Nasser dan
16u Suryanali (j)jama~ serta suami/tu J-fary J-fartanto
juga ~dua ana/t/tu c.R.glimabRjali dan Zalira.Jlufia,
serta ac£il&ac£i/t/tu Paizali, jIpriyani, J-fusein, Walia6
dan :Majid. Semoga 1(arya ini mermarifaat
v
ABSTRAKSI
(A)
(B)
(C)
(0)
(E)
Fakultas Psikologi
Januari 2010
Nur Fauziah Gamal
xiii + 75 halaman + Lampiran
Hubungan Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan dini Oengan
Kecemasan Terhadap Masa Oepan Anak
(F) Pad a awalnya pernikahan dini merupakan wacana yang muncul karena
fenomena pergaulan bebas yang semakin marak dikalangan remaja.
Namun jika ditelaah lagi, tidak menutup kemungkinan jika pernikahan dini
dijadikan sebagai alternatif jalan keluar terhadap masalah tersebut .
Persepsi orang tua tentang pernikahan dini merupakan pandangan orang
tua terhadap pernikahan yang sah menurut Agama dan Negara, yang
dilakukan oleh pasangan usia muda. Sedangkan kecemasan menu rut
Maramis adalah suatu keadaan ketegangan, rasa tidak aman, dan
kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang
tidak menyenangkan.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang
signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan
kecemasan terhadap masa depan anak mereka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
deskriptif kore/asiona/. Penelitian dHakukan di wHayah Rw 1 dan 2
Kelurahan Cengkareng Timur Jakarta Barat, dengan sampel sebanyak
40 orang. Tehnik pengumpulan data menggunakan 2 skala, yaitu skala
persepsi orang tua tentang pernikahan dini ( reliabilitas 0.9510 ), dan
skala kecemasan terhadap masa depan anak ( reliabilitas 0.9267 ).
Berdasarkan hasH pengolahan dengan Product Moment dari Pearson
untuk analisis korelasi diketahui bahwa r hilung 0.461 dan r lable 0.312
dengan taraf kepercayaan 0.05, maka dapat diperoleh hasil bahwa uji
r hilung lebih besar dari r lable, yang berarti bahwa Ho ditolak dan
Ha diterima. Jadi ada hubungan yang signifikan antara persepsi orang
tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan
anak. Artinya jika persepsi orang tua tentang pernikahan dini adalah
positif maka akan diikuti oleh kecenderungan akan kecemasan terhadap
masa depan yang cukup tinggi pula.
(G) Oaftar Pustaka
=( 1984 -
2005) 25 Buku dan 7 Internet.
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology
(B) January, 2010
(C) Nur Fauziah Gamal
(D) Xiii + 75 Pages + Enclosures
(E) Correlation between Parents' Perception about early marriage and
anxiousness to the Children Future.
(F) Initially the early marriage is discourse emerges because of free
intercourse phenomenon that increasingly among adolescents. If
analyzed further, however, the early marriage is very likely made as
alternative solution to such problem.
Parents' perception about early marriage is the view of parents to the
legal marriage according to religion and state that performed by tender
years-couple. Whereas the anxiousness according to Maramis is a stress
situation, not-safe feel, and emerging anxiety because of felt that
unpleasant thing will happen.
This study is aimed to know whether there is significant correlation
between parent's perceptions about early marriage and anxiousness to
the Children Future.
This research use quantitative approach with correlation-descriptive
method. It is conducted in Rw 1 and 2 East Cengkareng region, West
Jakarta, with 40 peoples of sample. Data-collecting technique use 2
scales, scale of parents' perception about early marriage (reliability
0.9510), and scale of anxiousness to the children future (reliability
0.9267). Based on the data-processing result by using Pearson's Product
Moment for correlation analysis is known that rcount 0.461 and rtable 0.312
with reliability 0.05, then the result can be obtained that test of rcount is
bigger than rlable, it means that HO is refused and Ha is accepted. Thus,
there is a significant correlation between parents' perception about early
marriage and anxiousness to the children future. It means that, if parent's
perception about early marriage is positive, then it is will also be followed
by tendency of anxiousness to the high enough future.
(G) Bibliography
=(1984-2005) 25 books, 7 internets.
KATA PENGANTAR
(j3ismillafiirrafimanirrafiim
)1Jfiamauullafii c.R.P66i[ )ltamin
Dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati, penulis panjatkan segala
puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam. Yang Maha
Pandai lagi Maha Menguasai, yang selalu memberikan perlindungan kepada
seluruh hamba-Nya dengan kasih dan sayang-Nya yang Maha Luas.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada pemimpin suri tauladan
terbaik sepanjang zaman. Nabi besar Muhammad SAW, semoga kita
termasuk dalam umat yang mendapat syafaatnya kelak di hari kiamat, amino
Sebuah perjalanan panjang yang begitu menegangkan dan menggairahkan,
yang juga sangat menguras tenaga, fikiran, waktu, emosi dan materi. Namun
proses pembuatan skripsi ini memberikan pelajaran dan pen galaman hidup
yang sangat berharga bagi penulis. Sebuah tanggung jawab yang harus
diperjuangkan dengan keadaan suka maupun duka, hambatan dan
kemudahan, semangat dan kebimbangan, keberanian dan ketakutan, hingga
Alhamdulillah akhirnya sampai sudah pad a waktu yang terbaik menurut-Nya.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis begitu banyak mendapatkan
dukungan, motivasi, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak yang telah
membantu dan memudahkan proses penyusunan skripsi ini hingga selesai.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang tiada
terhingga kepada :
1. Bpk Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi dan ibu Hj. Fadhilah
Suralaga, M. Si, pembantu dekan I bagian akademik. Untuk ibu Neneng
Tati Sumiati, M. Si dosen pembimbing akademik, beserta para staf
akademik lainnya yang dengan ketulusan dan kesabarannya telah
membantu kelancaran penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Prof. Hamdan Yasun, M. Si, dan Bapak Ikhwan Lutfi, M. Psi, yang
dengan sabar dan ikhlas telah bersedia meluangkan waktu serta ilmunya
untuk mengarahkan dan membimbing penulis sehingga akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Ucapan cinta dan sayang yang teramat, ditujukan kepada orang tua
penulis Bpk. H. Djamal abdul Nasser dan Ibu Suryanah Djamal, dan juga
Bapak serta ibu mertuaku, atas doa dan kasih sayang yang tak terhingga.
Terimakasih untuk semua pelajaran hidup yang sangat berharga, yang
hanya penulis dapatkan dari keluarga yang dipimpin oleh orang tua
viii
4.
5.
6.
7.
sehebat kalian. Semoga Allah SWT memuliakan mereka didunia dan
akhirat. Amin.
Teruntuk yang tak tergantikan My Lovely Husband, the Prince of my heart,
yang selalu mendampingiku dan menjadikanku ibu dari mutiara hatiku
Rahma Azkiah dan Zahra Aulia, terimakasih atas semua yang kau
lakukan hingga membuatku mengerti apa arti mencintai setulus hati,
terimakasih telah membuatku tersadar bahwa aku sanggup menghadapi
apapun jika bersamamu.
untuk adik - adikku (Faizah, Yeni, Husein makasih da mo ngojekin ya de,
Wahab, dan Majid) dan adik iparku Sofi, terimakasih atas semua doa,
dukungan dan senyumannya hingga penulis akhirnya dapat tersenyum
dan menyelesaikan skripsi ini.
Teman - teman di Fakultas Psikologi angkatan 2001, kelas A, C, D dan
khususnya S, Sahabat - sahabat terbaikku yang tak pernah
mernbiarkanku sendiri : Ani, Nurma, Liza, Ka Zahra, Joty, teh Elvi, Ale,
Oci, Herrnan, Hilman, Lili, Yuni, Halim, termakasih atas persahabat
terindah dan termanis yang kalian berikan, Ria makasih atas bantuan
didetik-detik terakhir, Nuey thanks atas privat gratisnya, dan teman-teman
di Dragon Phoenix: Ping-ping, Mitha, Rio, thanks dah bikin aku mengerti
indahnya perbedaan.
Untuk para orang tua yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
menjadi responden dalam penelitian ini, dan kepada semua pihak yang
telah membantu penulis, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu
persatu, terimakasih banyak.
'Wassatam
Jakarta,
19 Januari 2010
Penulis
( Nur Fauziah Gamal )
ix
DAFTAR 151
Halaman Judul ..
Halaman Persetujuan
Halaman Pengesahan
Motto
Persembahan
Abstraksi
Abstract..........................................
Kata Pengantar
Daftar lsi................................................................................
Daftar Tabel
Daftar Gambar
BAB
J PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
1.2. Identifikasi Masalah
1.3. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1.3.1. Pembatasan Masalah
1.3.2. Perumusan Masalah
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1. Tujuan Penelitian
1.4.2. Manfaat Penelitian
1.5. Sistematika Penulisan
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kecemasan
2.1.1 Definisi Kecemasan
2.1.2 Reaksi Kecemasan
2.1.3 Macam - macam Kecemasan
2.1.4 Proses terjadinya kecemasan
2.1.5 Kecemasan terhadap masa depan anak Persepsi
2.2. Persepsi
2.2.1. Definisi Persepsi
2.2.2. Proses Persepsi
2.2.3. Macam - macam Persepsi
2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
2.3. Pernikahan Dini
2.3.1. Definisi Pernikahan
2.3.2. Pernikahan Dini
x
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xii
xiii
1-21
1
17
18
18
19
19
19
19
20
22-49
22
22
25
26
28
29
31
31
33
33
34
36
36
37
2.3.3. Hukum Pernikahan Dini
2.3.4. Kontroversi pernikahan dini...................
2.3.5. Manfaat Pernikahan Dini
2.3.6. Persepsi Tentang Pernikahan Dini
2.3. Kerangka Berfikir
2.4. Hipotesa Penelitian
39
41
42
44
44
49
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
50-62
3.1. Jenis Penelitian
50
3.1.1. Pendekatan Penelitian
50
3.1.2. Metode Penelitian
50
3.2. Variabel Penelitian
51
3.2.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
51
3.3. Populasi Dan Tehnik Pengambilan Sampel
52
3.3.1. Populasi dan Sample............................................ 52
3.3.2. Tehnik Pengambilan Sampel
53
3.4. Metode Pengurnpulan Data............................................
53
3.4.1. Tehnik Pengumpulan Data
54
3.4.2. Instrumen Penelitian
55
3.4.3. Tehnik Uji Instrument Penelitian
56
3.4.4. Hasil Uji Instrument Penelitian
57
3.4.4.1. Hasil Uji validitas Skala..........................
59
3.4.4.2. Hasil Uji Reliabilitas Skala.......................
59
3.5. Prosedur Penelitian
61
3.6. Tehnik Analisa Data....
62
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA
63- 70
4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian
63
4.2. Presentasi Data..........................................................
66
4.2.1. Deskripsi data....................
66
4.2.2. Deskripsi skor
67
4.2.3. Uji Hipotesa
69
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
71-75
5.1. Kesimpulan
71
5.2. Diskusi......................................................................
72
5.3. Saran
74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3. 1 Bobot skor penilaian
2. Tabel 3. 2 Koefisiensi reliability Guilford....................
3. Tabel 3. 3 Blueprint penelitian skala persepsi orang tua .
4. Tabel 3.4 Blueprint penelitian skala kecemasan orang tua
5. Tabel 4.1 Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin .
6. Tabel 4.2 Gambaran subjek berdasarkan usia
7. Tabel 4.3 Gambaran subjek berdasarkan pendidikan
8. Tabel 4.4 Gambaran subjek berdasarkan usia pernikahan .
9. Tabel4.5 Gambaran subjek berdasarkan jumlah anak .
10.TabeI4.6 Deskripsi Data
11. Tabel 4.7 Deskripsi Skor Persepsi Orang Tua
..
12. Tabel 4.8 Deskripsi Skor Kecemasan Orang Tua
13. Tabel 4.9 Korelasi Persepsi dengan Kecemasan
xii
54
58
59
60
63
64
64
65
65
66
67
68
69
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2. 1. Skema kerangka berfikir
xiii
48
BABI
PENDAHUlUAN
1.1 .
Latar belakang masalah
Manusia dalam kehidupannya senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain
untuk melengkapi dan memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu berupa
kebutuhan fisH< (Iahir) maupun kebutuhan psikis (bathin). Karena itulah Allah
SWT menciptakan baginya pasangan (dari jenisnya sendiri) agar keduanya
mendapatkan ketenangan, ungkapan tersebut terdapat dalam AI - Quran
pad a surah Ar-Rum ayat 21, yang berbunyi :
.:'-::1
-:;;
0,))-<
J.
"'....
r f-::,~ ~:
"' .... '"
,,""/
~
J.j.
",'"
'"
""
t
"
} t "'''
~J 4-Jll~ 10/-)) ~I
__
it: '" __ ",-
;. -- ............ ." t
eX 5J j.lb",~~:'....
. . ...
-:
~ OJ~./'.j.Q..k·'",Sl2..l.I',)
.::
'"
....."
0 1 :"~I;
-;:
J'" u!'"
eXJ
S: . . ."
~jJ
Yang artinya :
" Dan diantara tanda-tanda kekuasaan - Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri - istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan - Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar - benar
terdapat tanda - tanda bagi kaum yang berpikir ".( Ar-Rum ayat 21).
2
Terpenuhinya kebutuhan akan kehadiran orang lain akan mampu membawa
dan meningkatkan rasa aman dan tenteram bagi si individu. Untuk tetap
mengabadikan rasa aman ini individu akan melakukan kontak dengan
lingkungannya serta mengikatkan diri dengan norma - norma yang berlaku
dalam lingkungan tersebut (Walgito, 1984).
Namun sekarang ini banyak sekali kita jumpai kalangan muda Islam yang
tidak mau cepat-cepat menikah setelah cukup umur. Mereka khawatir kalau
ikatan pernikahan itu nantinya akan rnernbawa beban berat yang tidak bisa
mereka pikul di usia mereka yang rnasih muda. Alasan lainnya karena
mereka ingin menyelesaikan studi dulu hingga meraih gelar sarjana sebagai
jaminan masa depan, yang juga bisa menaikkan gengsi serta kedudukan
mereka kelak (Shabuni, 2005).
Sering kita jumpai pemuda yang menunda perkawinannya sampai usia 30-an
tahun. Padahal usia antara 15 sampai 30 tahun merupakan masa-masa
ketika nafsu syahwat sedang hebat-hebatnya membara. Jika pemuda tadi
seorang yang berjiwa bersih dan pandai memelihara diri, ia akan tertekan
karena harus mengendalikan dorongan birahi yang demikian hebat. Namun
seandainya pemuda tersebut berjiwa kotor dan tidak punya rasa malu, maka
3
demi melampiaskan nafsu syahwatnya ia akan berzina tanpa mempedulikan
tentang bahaya dan petaka yang akan menimpanya (Shabuni, 2005).
Usia pemuda diatas adalah usia pad a fase remaja, dimana masa remaja atau
masa adolesens adalah suatu fase tumbuh kembang yang dinamis dalam
kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial. Untuk tercapainya
tumbuh kembang remaja yang optimal tergantung pada potensi biologiknya.
Tingkat tercapainya potensi biologik seorang remaja merupakan hasil
interaksi faktor genetik dan lingkungan biofisikopsikososial. Proses yang unik
dan hasil akhir yang berbeda-beda memberikan ciri tersendiri pad a setiap
remaja. Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan cepat pertumbuhan
dan pematangan fisiko Masa remaja menengah ditandai dengan hampir
lengkapnya pertumbuhan pubertas, timbulnya keterampilan-keterampilan
berpikir yang baru, peningkatan pengenalan terhadap datangnya masa
dewasa, dan keinginan untuk memapankan jarak emosional dan psikologis
dengan orangtua. Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran
sebagai orang dewasa, termasuk klarifikasi tujuan pekerjaan dan internalisasi
suatu sistern nilai pribadi (sumber BKKBN).
4
Timbulnya masalah pada remaja disebabkan oleh berbagai faktor yang
sangat kompleks. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan sebagai berikut : Adanya perubahan-perubahan biologis dan
psikologis yang sangat pesat pada masa remaja yang akan memberikan
dorongan tertentu yang sangat kompleks. Orangtua dan pendidik kurang siap
untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu karena
ketidaktahuannya. Perbaikan gizi yang menyebabkan menars menjadi lebih
dini. Kejadian kawin muda masih banyak terutama di pedesaan. Sebaliknya,
di perkotaan kesempatan untuk bersekolah dan bekerja menjadi lebih terbuka
bagi wanita sehingga usia kawin bertambah. Kesenjangan antara menars
dan usia kawin yang makin panjang dan disertai pergaulan yang makin bebas
tidak jarang menimbulkan masalah. Membaiknya sarana komunikasi dan
transportasi akibat kemajuan teknologi sehingga sulit melakukan seleksi
terhadap informasi dari luar. Pembangunan ke arah industrialisasi disertai
pertambahan penduduk yang menyebabkan peningkatan urbanisasi,
berkurangnya sumber daya alam dan terjadi perubahan tata nilai.
Ketimpangan sosial dan individualisme sering memicu terjadinya konflik
perorangan maupun kelompok. Lapangan kerja yang kurang memadai dapat
memberikan dampak yang kurang baik sehingga remaja menderita frustrasi
dan depresi yang menyebabkan mereka mengambil jalan pintas dengan
melakukan tindakan negatif. Kurangnya pemanfaatan penggunaan sarana
5
untuk menyalurkan gejolak remaja. Perlu adanya penyaluran sebagai
substitusi yang positif ke arah pengembangan keterampilan yang
mengandung unsur kecepatan dan kekuatan misalnya olahraga.
(dr. Nurul Muzayyanah, 2008).
Masalah yang dialami remaja tersebut sebetulnya tidak semata akibat
pergeseran budaya atau pengaruh pergaulan. Kemajuan dalam perbaikan
gizi di Indonesia juga ternyata menjadi pemicu pergeseran perilaku seksual di
kalangan remaja. Kasubdit Kesehatan Reproduksi Remaja BKKBN A Djabbar
Lukman (2009) yang ditemui Media di ruang kerjanya mengakui peningkatan
gizi sa at ini mengakibatkan hormon seorang anak menjadi lebih cepat
matang. Akibatnya seorang remaja putri akan lebih cepat mengalami
menstruasi dan kematangan organ-organ reproduksi. Ini juga yang
menyebabkan hasrat seksual mulai timbul pada usia relatif muda, namun
selain hormon, pengaruh Iingkungan juga menjadi salah satu penyebab
timbulnya pergeseran perilaku remaja. Globalisasi menyebabkan aksesibilitas
remaja terhadap pornografi menjadi lebih mudah. Ribuan situs porno di
internet serta media-media lain, seperti tabloid porno, komik hentai (komik
porno Jepang) yang bertebaran di sekeliling remaja menjadi salah satu
stimulan pergeseran perilaku para remaja saat ini. Karena pada dasarnya
6
puncak perkembangan organ reproduksi terjadi pada masa remaja dimana
manusia mengalami fase ketidakstabilan emosi. Masa ini merupakan masa
transisi dari masa anak menuju kedewasaan. Perubahan secara cepat dan
mendadak terutama berkaitan dengan organ reproduksinya menjadikan
remaja tidak selalu mampu bersikap secara tepat terhadap organ
reproduksinya. Ditambah lagi keengganan dan kecanggungan remaja untuk
bertanya kepada orang tuanya dan para pendidik semakin menguatkan
alasan kenapa remaja sering tidak bijak terhadap organ reproduksinya. Inilah
yang mendorong remaja mencari-cari informasi sendiri untuk menambah
pengetahuannya dari film, VCD porno, atau dari temannya. Secara fisik organ
reproduksi remaja perempuan (pubertas) dimulai dengan awal berfungsinya
ovarium (kandung telur) sampai pada saat ovarium sudah berfungsi dengan
mantap dan teratur (memasuki usia reproduksi). Masa ini berkisar 4 tahunan
(kira-kira urnur 8-14 tahun). Awal usia pubertas dipengaruhi bangsa, iklim,
gizi dan kebudayaan. Peristiwa penting pada masa ini adalah pertumbuhan
badan yang cepat, timbulnya ciri-Giri kelamin sekunder, menarche (haidh
pertama) dan perubahan psikis. Sedangkan indung telur (ovarium) mulai aktif
mengeluarkan estrogen yang dipengaruhi horman gonadotropin yang
diproduksi kelenjar bawah otak. Pada saat yang sama kortex kelenjar supra
renal mulai rnembentuk horman androgen yang memegang peranan penting
dalam pertumbuhan badan. Pengaruh horman-hormon inilah yang
7
menyebabkan pertumbuhan genetalia interna, eksterna, dan eiri kelarnin
skunder. Genetalia interna dan eksterna akan tumbuh terus untuk meneapai
bentuk dan sifat seperti usia reproduksi. Seeara psikis kedua hormon ini
membentuk karakter remaja menuju kedewasaan dan rnernuneulkan libido
(hasrat seksual). Ada kesan pad a remaja, seks itu rnenyenangkan dan
puneak rasa keeintaan yang serba rnernbahagiakan. Rernaja rnemerlukan
suasana lingkungan yang arnan dan terlindung menuju kearah alarn berdiri
sendiri dan bertanggung jawab serta dari pikiran yang egosentrik menuju
pikiran yang lebih matang. Karakter ini yang harus dibentuk pada diri remaja
untuk menentukan sikap yang tepat terhadap organ reproduksinya
sebagaiman tujuan dieiptakan organ ini (dr. Nurul Muzayyanah, 2008).
Menindaklanjuti uraian tentang remaja diatas Sarlito (1983) mengemukakan
pendapatnya tentang perkawinan usia remaja, menurutnya meneegah
bahaya haruslah didahulukan ketimbang mengambil manfaat, dan manfaat
penundaan usia perkawinan memang banyak dan itu tidak bisa dibantah.
Tetapi, kalau perkawinan remaja sungguh-sungguh diperlukan untuk
mengatasi suatu bahaya, lebih baik kiranya peneegahan bahaya itu
didahulukan. Apalagi memang itulah jalan yang memang dibenarkan oleh
agama. Senada dengan pendapat Sarlito tersebut Shabuni (2005)
menambahkan bahwa menikah diusia muda adalah eara sehat untuk
8
menjaga kesucian diri. Salah satu anjuran untuk segera menikah antara lain
dapat kita temui dalam hadits Rosulullah Saw, yang artinya :
" Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mencapai
ba'ah, maka kawinlah. Karena sesungguhnya kawin lebih bisa menjaga
pad a pandangan mata dar: lebih menjaga kemaluan. Bila tidak mampu
melaksanakannya maka berpuasalah karena puasa baginya adalah
kendali (dari gairah seksual) ". (HR. Imam yang lima).
Hadits di atas dengan jelas dialamatkan kepada syabab (pemuda), lebih
jelasnya merupakan seruan untuk menikah bagi para pemuda " (asy U
syabab) , bukan orang dewasa (ar - rijal) atau orang tua (asy - syuyukh). Dan
menu rut mayoritas ulama, syabab adalah orang yang telah mencapai aqil
baligh (ditandai dengan mimpi basah pada pria dan menstruasi pad a wanita),
dan usianya belum mencapai 30 tahun (Buletin Istinbat, Edisi 097).
Dalam agama Islam para orang tua dianjurkan untuk menjaga anak-anak
mereka sedini mungkin bahkan sebelum mereka baligh, seperti yang tersirat
dalam sabda Nabi Muhammad SAW dalam riwayat Ahmad dan Abu Daud
yang artinya :
" Diperintahkanlah anak-anakmu untuk mengerjakan shalat ketika
mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena tidak
mengerjakannya (sholat) setelah berusia sepuluh tahun dan pisahkanlah
tempat tidurnya ". (HR. Ahmad dan Abu Daud).
9
Sabda Nabi di atas selain bermakna sebagai pendidikan bagi anak, juga
menyimpan sebuah isyarat bahwa pad a usia sepuluh tahun, seorang anak
sudah memiliki potensi dan kesiapan menuju kematangan seksual. Sebuah
isyarat dari Nabi Muhammad SAW 19 abad yang silam. Kini, dengan
kemajuan teknologi yang kian canggih, media informasi yang terus
menyajikan tayangan yang menantang kehidupan seksual kaum remaja,
seringkali menjadi pemicu untuk melakukan hal-hal yang melanggar norma
agama. Karenanya, Abdullah bin Mas'ud ra, selalu membangun orientasi
menikah kepada para pemuda yang masih sendiri, dengan mengajak mereka
berdoa agar segera diberi isteri yang shalihah (Adhim, 2002).
Dalam kacamata psikologi seperti yang diutarakan oleh Sarlito (1983) bahwa
Pernikahan Dini, adalah sebuah istilah yang lahir dari komitmen moral dan
keilmuan yang sangat kuat, yang bisa menjadi salah satu so/usi a/tematif.
Ketika fitnah syahwat kian tak terkendali, dan ketika seks pra nikah semakin
merajalela, "mengapa tidak me/akukan pemikahan dini?". Dari sisi psikologis,
memang wajar kalau banyak orang tua yang merasa khawatir bahwa
pernikahan di usia muda akan menghambat studi atau rentan konflik yang
akhirnya hanya berujung pad a perceraian. Hal itu mungkin disebabkan
karena kekurangsiapan mental dari kedua pasangan yang masih belum
dewasa (Buletin Istinbat, Edisi 097).
10
Sebetulnya kekhawatiran dan kecemasan yang khususnya dialami oleh para
orang tua yang dapat menimbulkan persoalan - persoalan psikis dan sosial
telah dijawab dengan logis oleh Clarke-Stewart & Koch dan juga oleh M. F.
Adhim (2002). Yaitu bahwa pernikahan di usia remaja bukanlah sebuah
penghalang untuk meraih prestasi yang lebih baik, bahwa usia bukanlah
ukuran utama untuk rnenentukan kesiapan mental dan kedewasaan
seseorang, dan bahwa menikah juga bisa menjadi solusi alternatif untuk
mengatasi kenakalan kaum remaja yang semakin hari semakin tak terkendali
(Buletin Istinbat, Edisi 097).
Seperti diternukan pad a beberapa penelitian yang mengungkap masalah
kenakalan remaja, khususnya masalah yang berkaitan dengan free sex. Hasil
penelitian Baseline Survai Lentera - Sahaja Yogyakarta (2003)
memperlihatkan bahwa perilaku seksual remaja mencakup kegiatan mulai
dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, necking, petting,
hubungan seksual, sampai dengan hubungan seksual dengan banyak orang.
Penelitian Sahabat Remaja tentang perilaku seksual di em pat kota
menunjukkan bahwa 3, 6 % remaja di kota Medan; 8, 5 % rernaja di kota
Yogyakarta dan 3, 4 % remaja di kota Surabaya serta 31,1 % remaja di kota
Kupang telah terlibat hubungan seks secara aktif.
11
Sementara itu kasus-kasus kehamilan yang tidak dikehendaki sebagai akibat
dari perilaku seksual di kalangan remaja juga semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Catatan konseling Baseline Survai Lentera - Sahaja Yogyakarta
menunjukkan bahwa kasus kehamilan tidak dikehendaki yang tercatat pad a
tahun 1998 /1999 tercatat sebesar 113 kasus. Beberapa hal menarik yang
berkaitan dengan catatan tersebut misalnya, hubungan seks pertama kali
biasanya dilakukan dengan pacar sebesar 71%, dengan teman biasa 3, 5%,
suami 3, 5% ; Inisiatif hubungan seks dengan pasangan 39, 8%, klien 9, 7%,
keduanya 11, 5% ; Keputusan untuk melakukan hubungan seks dengan tidak
direncanakan sebesar 45%, yang direncanakan 20, 4% ; dan tempat yang
biasa digunakan untuk melakukan hubungan seks dirumah sebesar 25, 7%
dan dihotel 13, 3% (Tito, Pusat Studi Seksualitas - PKBI Yogyakarta ).
Jika sudah seperti ini bisa saja pernikahan dini dijadikan sebagai salah satu
alternatif jalan keluar untuk masalah sex bebas remaja. Menurut M. F. Adhirn
(2002) ada banyak bukti yang menunjukan bahwa menikah di usia dini tidak
menghambat studi, bahkan justru bisa menjadi motivasi untuk meraih puncak
prestasi yang lebih cemerlang. Dengan catatan pernikahan tersebut
berlandaskan niat baik untuk mencari ridlo Allah SWT. Bukan karena
keterpaksaan karena berkewajiban untuk bertanggung jawab. Seperti pada
kasus pernikahan karena kecelakaan (Married By Accident).
12
Abraham Maslow, seorang pendiri psikologi humanistik yang menikah di usia
20 tahun, mengatakan bahwa orang yang menikah di usia dini lebih mungkin
mencapai taraf aktualisasi diri yang lebih cepat dan lebih sempurna dibanding
dengan mereka yang selalu menunda pernikahan. Menurutnya kehidupan
yang sebenarnya justru dimulai dari saat seseorang menikah. Karena
pernikahan pad a hakikatnya justru akan mematangkan seseorang sekaligus
memenuhi separuh dari kebutuhan - kebutuhan psikologis manusia. Pada
gilirannya akan menjadikan manusia mampu mencapai puncak pertumbuhan
kepribadian yang mengesankan (Buletin Istinbat, 097).
Menurut Djuariah Utja, Ora, M.A, (2007) orang tua seharusnya paham dan
bisa menerima bila keinginan bertanggung jawab pada seorang anak sudah
muncul, mengapa mereka tidak melakukan pernikahan dini. Tinggal keluarga
dan masyarakatlah yang harus mendukung serta membantunya. Dalam
sebuah penelitian di salah satu kota di Yogyakarta menyatakan bahwa angka
perceraian meningkat signifikan karena pernikahan dini. Namun setelah
penelitian terse but dikembangkan, ternyata pernikahan dini yang rentan akan
perceraian itu adalah pernikahan yang diakibatkan "kecelakaan " atau lebih
dikenal dengan istilah Married By Accident (MBA). Hal ini bisa dimaklumi,
sebab pernikahan karena kecelakaan lebih disebabkan karena keterpaksaan,
bukan atas dasar kesadaran dan kesiapan serta orientasi nikah yang kuat.
13
Adapun urgensi pernikahan terhadap upaya rnenanggulangi kenakalan
remaja barangkali tidak bisa dibantah (Buletin Istinbat, 097).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dianhadi Setyonaluri dari Lembaga
Demografi FEUI dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) yang dilakukan pad a bulan September 2005 menyimpulkan
sebanyak 30,4% remaja usia 11-14 tahun telah menikah. Penelitian ini
melingkupi 44 kecamatan di seluruh DKI Jakarta (Media Indonesia, 7/7/06).
Dalam penelitian Central Burean of Statistic (1997), di indonesia pasangan
yang menikah sebelum usia 20 tahun mencapai angka 81 %. Dan hasil polling
sebuah radio swasta di bogor sebanyak 66, 6 % orang tua merespon positif
terhadap pernikahan dini, dalam artian mereka tidak menentang adanya
pernikahan dini ( Kisi FM, 2003 ).
Menindak lanjuti respon orang tua tentang pernikahan dini dalam polling
diatas, menu rut M. F. Adhim (2002) dalam pengertiannya, persepsi adalah
suatu proses penilaian sosial yang bersifat individualistik, yang mana akan
terjadi kemungkinan adanya perbedaan penilaian antara satu orang dengan
orang lainnya, sehingga kita tidak boleh melakukan over generalisasi, dan
menganggap bahwa persepsi kitalah yang paling benar.
14
Menurut Paul. A. Bell dalam Sarwono (1992) persepsi adalah proses
pengenalan dan penilaian terhadap suatu stimulus atau objek-objek yang ada
di sekitarnya. Menurutnya, stimulus dapat di persepsikan ke dalam dua
macam penilaian, yaitu penilaian dalam tahap optimal (wajar) atau penilaian
diluar batas optimal (under stimulation/over stimulation ). Dimana penilaian
dalam tahap optimal cenderung positif dan penilaian diluar batas optimal
cenderung negatif.
Menurut M. F. Adhim (2002) pada dasarnya persepsi tentang pernikahan dini
yang cenderung negatif salah satunya disebabkan karena adanya anggapan
bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang tidak lazim yang akan
berbenturan dengan banyak masalah, sehingga dapat menyebabkan
kecemasan pada diri orang tua, dimana mereka mencemaskan bagaimana
masa depan anak mereka setelah menikah, karena beranggapan anak
mereka belum terlalu siap untuk memikul tanggung jawab.
Namun jika kita berpedoman pada salah satu firman Allah yang menyiratkan
bahwa Allah SWT akan mengayakan orang yang mau menikah, maka tentu
kita tidak perlu terlalu pesimis dengan apa yang akan terjadi pad a kehidupan
dalam suatu pernikahan dini. Firman Allah SWT tersebut adalah surat al - Nur
ayat 32 yang berbunyi :
15
Yang artinya :
" Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, Jika
mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia - Nya.
Dan Allah Maha luas pemberiannya dan Maha Mengetahui ? ".
Dikuatkan pula oleh Rasul - Nya yang juga menjamin dengan sabdanya :
" Barang siapa yang ingin kaya, maka kawinlah". ( HR. At-Thabrani ).
Dan salah satu hadist pendukung lainnya :
" Bukan termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan
terkungkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah ".
( HR. At-Thabrani ).
Dari beberapa pedoman diatas sedikit banyak dapat menjawab keragu raguan para pemuda yang hendak menikah dini dan para orang tua yang
hendak melepas anak-anaknya untuk mengarungi bahtera kehidupan yang
lebih serius dan lebih bertanggung jawab, namun masih khawatir akan
ketidaksiapan materi yang dimilikinya sekarang. Dan berdasarkan sumber di
atas pula, kita wajib meyakini pertolongan Allah SWT terhadap hambanya.
(Buletin Istinbat, 097).
16
Pada dasarnya pernikahan merupakan sebuah institusi yang sud dan agung
yang dilakukan oleh individu yang telah dewasa dan matang baik secara fisik
maupun psikis. Pernikahan juga membawa dampak dan perubahan yang
cukup besar bagi individu yang melaksanakan, keluarga serta masyarakat di
sekitarnya. Perubahan ini dapat berupa perubahan status sosial,
bertambahnya tanggung jawab, beban ekonomi serta perubahan sistem nilai
yang dianut sebelum melakukan sebuah pernikahan (Walgito, 1984).
Dari uraian tersebut penulis mencoba menarik kesimpulan bahwa pernikahan
merupakan sesuatu yang sangat penting dan berpengaruh besar dalam
kehidupan manusia, apakah pernikahan terse but akan langgeng atau
berakhir dengan perceraian, sehingga hendaklah pernikahan tersebut
dilakukan ketika persiapan untuk menikah itu sudah matang, namun
bagaimanakah jika pernikahan yang dilakukan lebih awal justru dapat
menjadi sebuah pilihan yang lebih baik dari pada menunggu lebih lama untuk
mempersiapkannya. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin
mencoba mengkaji bagaimanakah pandangan orang tua tentang pernikahan
dini dapat berkaitan dengan tingkat kecemasan yang mereka alami terhadap
masa depan anak mereka.
17
Dan karena itulah penulis merasa tertarik untuk mengadakan sebuah
penelitian tentang permasalahan tersebut, dan mencoba memformulakannya
dalam sebuah judul penelitian, yaitu :
" Hubungan Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini Dengan
Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak "
1.2. Identifikasi masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, ada beberapa permasalahan
yang dapat diidentifikasi, diantaranya adalah :
1. Apakah yang mempengaruhi persepsi orang tua tentang pernikahan dini.
2. Bagaimanakah persepsi orang tua tentang pernikahan dini.
3. Apakah persepsi orang tua tentang pernikahan dini dapat mengakibatkan
kecemasan terhadap masa depan anak.
4. Apakah ada pengaruh antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini
dengan keputusan untuk menikahkan anaknya diusia dini.
5. Apakah ada pengaruh antara keputusan untuk menikahkan anak diusia
dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak.
6. Apakah ada hubungan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini
dengan kecemasan terhadap masa depan anak.
18
1.3.
Pembatasan dan perumusan masalah
1.3.1. Pembatasan masalah
Untuk memudahkan pembahasan, maka perlu adanya suatu pembatasan
masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Pernikahan dini adalah sebuah institusi agung untuk mengikat dua insan
lawan jenis dalam satu ikatan keluarga, namun pernikahan ini dilakukan
oleh sepasang pengantin yang berusia mUda, yang dianggap masih
belum matang dari segi mental maupun kemampuan untuk memikul
tanggung jawab dan bertahan hidup.
b. Persepsi tentang pernikahan dini adalah Proses pengenalan atau
penilaian melalui alat indera terhadap fenomena pernikahan dini, dimana
hal ini dapat dipersepsikan keda1am dua macam penilaian yaitu penilaian
dalam batas optimal (positif--->hemeostatis) dan diluar batas optimal
(negatif--->cemas).
c. Kecemasan terhadap masa depan anak adalah reaksi psikologis orang
tua terhadap adanya bahaya yang dikhawatirkan akan dialami oleh
anaknya pad a masa yang akan datang, baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Dan kecemasan tersebut ada kalanya tampak dalam
gejala-gejala seperti takut, ngeri, lemas, merasa terancam, dan khawatir,
perasaan tersebut disadari oleh individu, tetapi terkadang tidak diketahui
penyebabnya.
19
1.3.2. Rumusan masalah
Dimaksudkan agar arah penelitian ini jelas, maka masalah dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
" Apakah ada hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang
pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak ? ".
1.4. Tujuan dan manfaat penelitian
1.4.1. Tujuan penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hUbungan antara persepsi orang
tua tentang pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak.
1.4.2. Manfaat penelitian
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak, diantaranya adalah manfaat :
a. Secara Teoritis
Diharapkan penelitian ini nantinya mampu memberikan gambaran kepada
peneliti khususnya dan kepada pembaca umumnya mengenai bagaimana
sebenarnya hubungan persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan
kecemasan terhadap masa depan anak dengan berpedoman kepada
teori-teori psikologi yang telah ada. Disamping itu diharapkan juga dapat
20
bermanfaat untuk mengembangkan wacana serta kajian mengenai
permasalahan ini, serta sebagai tambahan bagi peneliti-peneliti berikutnya
yang berminat dengan permasalah ini.
b. Secara Praktis
Diharapkan dengan adanya penelitian ini, maka hasil-hasil yang telah
dicapai dapat dijadikan bahan pertimbang bagi orang tua dalam
melakukan pillihan atau tindakan terhadap anak, terutama yang berkaitan
dengan masalah pernikahan, sehingga apa yang diharapkan dapat
selaras dengan kenyataan yang ada, serta marnpu melakukan tindakan
nyata untuk rnempersiapkan anak dan keluarganya menuju rnasa depan
yang lebih baik dalam menghadapi Iingkungan sosial yang selalu
berubah-ubah.
1.5. Sistematika penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada APA Style (American
Psychology Asociation ) yang terdiri dari :
Bab 1
Meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,
Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Serta Sistematika Penulisan.
21
Bab 2
Berisi tentang kajian teori yang terdiri dari Definisi Kecemasan,
Reaksi Kecemasan, Macam-macam Kecemasan, Proses
Terjadinya Kecemasan, Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak,
Definisi Persepsi, Macam-macam Persepsi, Faktor yang
Mempengaruhi Persepsi, Definisi Pernikahan, Pernikahan Dini,
Hukum Pernikahan Dini, Kontroversi Pernikahan dini, Manfaat
Pernikahan Dini, Persepsi tentang Pernikahan Dini, Kerangka
Berfikir, dan Hipotesa Penelitian.
Bab 3
Membahas tentang Metodologi Penelitian yang digunakan dalam
penelitiar., mencakup Jenis Penelitian : Pendekatan dan Metode
Penelitian, Variabel Penelitian dan Definisi Operasional, Populasi
dan Sampel, Tehnik Pengambilan Sampel, Tehnik Pengumpulan
Data, Instrument Penelitian, Teknik Uji Instrument Penelitian, Uji
Validitas dan Reliabilitas Skala, Prosedur Penelitian dan Teknik
Analisa Data.
Bab4
Presentasi dan analisa data yang terdiri dari : Gambaran Umum
Subjek Penelitian, Presentasi Data: Uji Persyaratan, Penyebaran
Skor Responden, dan Uji Hipotesa.
Bab 5
Bab ini berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan, diskusi dan
saran.
BAB2
KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Kecemasan
2.1.1.
Definisi kecemasan
Menurut Zakiah Daradjat (2004), kecemasan adalah manifestasi dari
berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang
sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) ataupun konflik batin.
Chaplin (2000), menjelaskan kecemasan sebagai bentuk neurosis dengan
gejala paling mencolok ialah ketakutan yang tidak bisa diidentifikasikan
dengan satu sebab khusus dan banyak peristiwa menembus serta
mempengaruhi kehidupan.
Menurut Davidoff (1988) kecemasan merupakan emosi yang ditandai oleh
perasaan bahaya yang diantisipasikan, termasuk juga ketegangan dan stress
yang menghadang oleh bangkitnya system saraf simpatetik.
23
Atkinson (2004) menjelaskan kecemasan sebagai keadaan takut, tegang dan
kuatir terhadap bahaya yang tidak jelas dan kurang spesifik dibandingkan
objek ketakutan.
Kartini Kartono (2003) menyatakan bahwa kecemasan adalah semacam
kegelisahan atau kekhawatiran seseorang terhadap sesuatu yang tidak jelas
penyebabnya, yang difus atau baur dan mempunyai Giri yang mengazab
pad a seseorang, dan karena sifatnya yang tidak jelas ini, maka digolongkan
dalam suasana hati, sehingga bila kita merasa terancam oleh sesuatu
walaupun sesuatu itu tidak jelas, maka kita akan merasa cemas.
Maramis (2005) mengatakan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan
ketegangan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran yang timbul karena
dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Seseorang
mengalami kecemasan akibat menumpuknya masalah yang dihadapi
sehingga menimbulkan ketegangan dan kekhawatiran. Kecemasan sebagai
manifestasi dari ketegangan dan kekhawatiran akan membuat individu
merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam menjalankan suatu aktivitas.
Lebih lanjut Maramis (2005), mengatakan bahwa individu yang mengalami
kecemasan dapat dilihat dari empat komponen; Pertama secara psikologis
24
seperti timbul rasa was - was, khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan, gugup, tegang, dan rasa tidak aman. Kedua secara somatik
seperti lekas lelah, tekanan darah meninggi, nafas sesak, dada tertekan,
keringat dingin pad a telapak tangan, kulit pucat, gemetaran, kontraksi bola
mata (Seligman. et. al. 2001). Ketiga secara kognitif seperti menunjukan
kondisi atas obyek yang akan mengenai dirinya atau kecemasan akibat
adanya pikiran yang merisaukan dan membawa harapan yang berlebihan
serta keragu - raguan, sulit tidur dan mempunyai kesulitan berkonsentrasi
(Seligman. et. al. 2001). Keempat secara motorik seperti adanya perilaku
yang menghadapi atau menghindar dari sumber kecemasan.
Jeffrey S. Nevid (2005) mengatakan bahwa kecemasan adalah suatu
keadaan emosional yang mempunyai ciri keterangsangan fisiologis, perasaan
tegang yang tidak menyenangkan, dan perasan aprehensif bahwa sesuatu
yang buruk akan terjadi. Menurutnya kecemasan mempunyai tiga ciri;
Pertama ciri fisik antara lain: gelisah, gugup, anggota tubuh gemetar,
gangguan pernafasan, jantung berdebar keras, lemas, gangguan
pencernaan, dan mudah tersinggung atau marah. Kedua ciri behavioral
seperti perilaku rnenghindar, terguncang, melekat dan dependen. Ketiga Giri
kognitif seperti khawatir tentang sesuatu, khususnya yang berkaitan dengan
25
yang akan terjadi dimasa depan, ketakutan tidak mampu mengatasi masalah,
dan kesulitan berkonsentrasi atau menfokuskan fikiran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan
merupakan suatu kondisi perasaan yang tidak menyenangkan yang meliputi
rasa takut, tegang, khawatir, bingung, dan rasa tidak suka yang timbul karena
adanya perasaan tidak aman terhadap bahaya yang akan terjadi. Juga
merupakan suatu pengalaman emosional yang timbul karena adanya
ancaman yang tidak jelas apa penyebabnya, baik itu berasal dari dalam
maupun dari luar tubuh yang mengganggu keselamatan dan keseimbangan
hidup individu.
2.1.2. Reaksi kecemasan
Pada saat mengalami kecemasan, seseorang dapat mengalami 2 (dua)
reaksi yaitu keadaan fisik yang berubah serta keadaan psikologis. Lebih
lanjut dijelaskan oleh Atkinson (2004) :
1.
Reaksi Fisiologis, yaitu reaksi tubuh terutama oleh organ - organ yang
diasuh oleh saraf otonomi simpatik seperti jantung, peredaran darah,
kelenjar, pupil mata dan sistem pembuangan. Dengan meningkatnya
emosi atau perasaan cemas, satu atau lebih organ - organ tersebut
akan meningkat fungsinya sehingga dapat dijumpai meningkatnya asam
26
lambung selama kecemasan, atau meningkatnya detak jantung dalam
memompa darah, serta sering buang air atau sekresi yang berlebihan.
2.
Reaksi Psikologis, yakni reaksi yang biasanya disertai dengan reaksi
fisiologis, misalnya adanya perasaan tegang, bingung dan perasaan
tidak menentu, terancam, tidak berdaya, rendah diri, kurang percaya diri,
tidak dapat memusatkan perhatian dan adanya gerakan-gerakan yang
tidak terarah atau tidak pasti. Selain itu reaksi psikologis dapat berupa
peningkatan dorongan untuk berperilaku efektif.
2.1.3.
Macam - macam kecemasan
Freud (dalam Saleh, 2004) membagi kecemasan menjadi tiga, yaitu:
a. Objective Anxiety (cemas obyektif), yaitu apabila seseorang mengetahui
bahwa sumber cemasnya adalah diluar dirinya, maka dapat dikatakan
bahwa orang tersebut menderita cemas obyektif. Cemas obyektif adalah
suatu reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya luar, atau adanya
kemungkinan bahaya yang disangkanya akan terjadi. Contohnya : melihat
awan gelap diujung langit, awan gelap itu menyebabkannya merasa takut,
karena hal itu pertanda akan datangnya badai. Sumber kecemasan dalam
hal ini berhubungan dengan alam luar, baik hal itu suatu obyek atau
situasi.
27
b. Neurotic Anxiety (cemas penyakit), kecemasan jenis ini mempunyai tiga
bentuk, yaitu :
1. Cemas umum; cemas ini adalah yang paling sederhana karena ia tidak
berhubungan dengan sesuatu hal tertentu; yang terjadi hanyalah
individu merasakan takut yang samar dan umum serta tidak menentu.
2. Cemas penyakit; cemas ini mencakup pengenalan terhadap objek atau
situasi tertentu sebagai penyebab dari cemas, misalnya ada orang
yang takut melihat darah atau serangga. Sudah pasti ketakutan orangorang yang seperti itu tidak seimbang dengan bahaya yang mung kin
ditimbulkan oleh bend a atau keadaan yang berhubungan dengan
cemas tersebut, bahkan objek yang berhubungan orang banyak tidak
akan membawa bahaya apapun.
3. Cemas dalam bentuk ancaman : cemas seperti ini adalah dalam
bentuk cemas yang menyertai gejala gangguan kejiwaan seperti
hysteria. Misalnya : orang yang menderita gejala tersebut kadangkadang merasa cemas, karena takut akan terjadi sesuatu, ketakutan
akan kejadian itu dianggap ancaman baginya.
c. Moral Anxiety (cemas moral atau dosa) kecemasan ini timbul akibat
tekanan dari dorongan zat yang tinggi, atau karena lemahnya ego
tehadap super ego. Sedangkan super ego berkembang dari larangan dan
batasan moril yang dibuat orang tua dan masyarakat. Sumber dari
29
2.1.5
Kecemasan terhadap masa depan anak
Maramis (2005) mengatakan bahwa kecemasan adalah suatu keadaan
ketegangan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran yang timbul karena
dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan.
Kecemasan terhadap masa depan anak termasuk dalam kategori cemas
obyektif, yaitu reaksi psikologis orang tua terhadap perkiraan adanya bahaya
yang dikhawatirkan akan dialami oleh anaknya pada masa mendatang, baik
yang disadari atau tidak. Pada dasarnya perasaan tersebut disadari oleh
individu, tetapi terkadang tidak diketahui penyebabnya, hal itu bisa berasal
dari dalam dan dari luar dirinya yang mengganggu keselamatan dan
keseimbangan hidup individu tersebut.
Biasanya kecemasan yang khusus terjadi pada orang dewasa adalah GAD
(Generalized Anxiety Disorder) atau disebut juga gangguan kecemasan yang
digeneralisasi, dan merupakan gangguan yang sangat lazim terjadi pada
orang dewasa baik pria maupun wanita. Gangguan ini ditandai dengan
adanya kecemasan berlebihan, termasuk rasa khawatir yang terus menerus
tentang beberapa masalah kehidupan termasuk yang berkaitan dengan masa
depan (Jeffrey. S. Nevid, 2005).
30
Menurut Shand & Mc. Dougal (dalam Sidik, 2002) kecemasan adalah emosi
yang berhubungan dengan masa yang akan datang, sehingga bila seseorang
mengalami kecemasan maka kecemasan itu bukan disebabkan oleh hal-hal
yang sedang atau telah terjadi, melainkan karena apa yang akan terjadi.
Dalam hal ini kecemasan bukan hal yang sederhana, melainkan emosi yang
bersifat kompleks yang didukung oleh harapan (hope), kecemasan (anxiety),
kemurungan (despondency) dan keputusasaan (despair). Dalam arti
seseorang yang kesiapan mentalnya dalam menghadapi masa depan rendah
akan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi, begitupun sebaliknya, jika
seseorang memilki kesiapan mental untuk menghadapi masa depan yang
tinggi maka tingkat kecemasan yang dialaminya pun rendah.
Bertolak dari beberapa pandangan diatas, dapat dikatakan bahwa, jika
seseorang cemas, maka rasa cemasnya itu berkaitan dengan apa yang
menjadi harapannya dimasa yang akan datang. Tingkat kecemasan
seseorang ditentukan oleh tingkat keyakinan orang terse but dalam memenuhi
harapannya. Kecemasan pada orang tua dalam menghadapi masa depan itu
sendiri lebih banyak disebabkan oleh adanya kecemasan pada individu
(orang tua) terhadap prediksi masa depan yang dilihat dari potensi sang anak
dan lingkungannya pada saat ini.
31
2.2.
Persepsi
2.2.1.
Definisi persepsi
Persepsi menurut Rahmat (2005) adalah pengalaman tentang objek.
peristiwa. atau hubungan - hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan. Abdurrahman Saleh (2004) mendefinisikan
persepsi sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan
data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedimikian rupa
sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita
sendiri.
Menurut Linda L. Davidoff (1988) persepsi merupakan suatu cara kerja yang
rumit dan aktif. Menurutnya persepsi adalah proses yang mengorganisasikan
dan menggabungkan data - data indera kita (penginderaan) untuk kemudian
dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari sekeliling
kita, termasuk sadar akan diri sendiri. Sedangkan menu rut Atkinson (1996)
persepsi adalah proses pengorganisasian dan penafsiran dari pola-pola
stimulus yang ada dalam lingkungan.
Sarwono (2000) mengatakan persepsi merupakan kemampuan untuk
membeda - bedakan, mengelompokkan, atau memfokuskan suatu
pengamatan, atau disebut juga sebagai kemampuan untuk
32
mengorganisasikan suatu pengamatan. Gibson dalam Sarwono (1992)
mengatakan bahwa persepsi itu terjadi secara spontan dan bersifat holistik.
Menurut Suharman (2005) persepsi adalah proses menginterpretasi atau
menafsirkan informasi yang diperoleh melalui sistem alat indera man usia ..
Dalam Kamus Lengkap Psikologi (J.P. Chaplin, 2000) terdapat beberapa
macam pengertian persepsi, yaitu :
1. Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan
bantuan indera.
2. Kesadaran dari proses - proses organis.
3. Satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti - arti yang berasal
dari pengalaman masa lalu.
4. Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari
kemampuan organisme untuk melakukan pembedaan diantara
perangsang - perangsang, dan
5. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang
serta merta mengenai sesuatu.
Paul A Bell dalam Sarwono (1992) mengatakan persepsi adalah proses
pengenalan dan penilaian melalui alat indera terhadap suatu stimulus atau
objek - objek yang ada di sekitarnya. Menurutnya, stimulus atau objek dapat
33
di persepsikan ke dalam dua macam penilaian, yaitu penilaian dalam batas
optimal dan penilaian diluar batas optimal.
Dari beberapa pengertian persepsi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
persepsi adalah proses pemberian arti terhadap stimulus yang ditangkap oleh
indera berdasarkan pengalaman dan nilai hidup perseptor serta situasi sosial
yang melatar belakangi stimulus tersebut.
2.2.2. Proses persepsi
Menurut Suharman (2005) persepsi mencakup dua proses yang berlangsung
secara serempak antara keterlibatan aspek-aspek dunia luar (stimulusinformasi) dengan dunia di dalam diri seseorang (pengetahuan yang relevan
dan telah disimpan di dalam ingatan). Dua proses dalam persepsi itu disebut
bottom - up atau data driven processing (aspek stimulus), dan top - down
atau conceptually driven processing (aspek pengetahuan seseorang).
2.2.3. Macam· macam Persepsi
Rakhmat (1999) membagi persepsi menjadi dua bagian besar, yaitu :
1.
Persepsi Interpersonal, yaitu persepsi terhadap manusia.
2. Persepsi Objek, yaitu persepsi terhadap bend a lain selain manusia.
34
2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Rakhmat (2005) persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh
Faktor Personal dan Faktor Situasional. Faktor Situasional terkadang disebut
sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau penarik perhatian.
Abdurrahman Saleh (2004) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi persepsi, yaitu :
1. Perhatian yang Selektif
Dalam kehidupan manusia sesaat akan menerima banyak sekali
rangsang dari lingkungan. Meskipun demikian, ia tidak harus menanggapi
semua rangsang yang diterimanya. Individu akan memusatkan
perhatiannya pada rangsang tertentu saja. Dengan demikian, objek-objek
atau gejala lain tidak akan tampil sebagai objek pengamatan.
2. Giri - Giri Perangsang
Perangsang yang bergerak diantara rangsang yang diam akan lebih
menarik perhatian. Demikian juga rangsang yang besar diantara rangsang
yang kecil, lalu rangsang yang kontras dengan latar belakangnya. Dan
perangsang yang intensitas rangsangannya paling kuat.
3. Nilai dan Kebutuhan Individu
Seorang seniman tentu punya pol a dan cita rasa yang berbeda dalam
pengamatannya dibanding dengan yang bukan seniman. Penelitian juga
35
menunjukkan, bahwa anak - anak dari golongan ekonomi rendah melihat
koin lebih besar daripada anak - anak orang kaya. Hal ini membuktikan
seberapa besar nilai dan kebutuhan mereka terhadap sesuatu yang
mereka Iihat.
4. Pengalaman
Pengalaman - pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana
seseorang mempersepsikan dunianya.
Sedangkan menu rut Kossen (1993) banyak faktor yang menentukan
persepsi, diantaranya adalah :
1. Faktor keturunan, mempengaruhi persepsi secara fisik seperti indera,
kognisi dan lain-lain.
2. Latar belakang lingkungan dan pengalaman mempunyai pengaruh yang
lebih besar atas apa yang seseorang lihat.
3. Tekanan atau pengaruh teman sejawat. Pengaruh dari seseorang, apalagi
teman dekat, sangat mempengaruhi pandangan kita terhadap sesuatu.
4. Proyeksi, kecenderungan manusiawi untuk melemparkan beberapa
kesalahan kepada orang lain bisa menjadikan persepsi terhadap sesuatu
berbeda.
36
5. Penilaian yang tergesa - gesa. dapat menimbulkan kecerobohan dalam
mempersepsikan sesuatu yang dapat menghasilkan sebuah kesimpulan
yang salah.
6. Halo effect dan halo karatan (halo rusty effect). Seseorang yang cakap
dalam satu hal juga dianggap cakap untuk hal lain. Asumsi tersebut dapat
menimbulkan halo sehingga akan berpengaruh terhadap pandangan atau
persepsi orang terhadap sesuatu.
2.3.
Pernikahan dini
2.3.1.
Definisi pernikahan
Abd. Rahman Ghazaly (2003). mengatakan dalam kamus besar bahasa
indonesia perkawinan berasal dari kata "kawin" yang menurut bahasa artinya
membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau
bersetubuh. Perkawinan disebut juga "pernikahan", berasal dari kata nikah
yang menu rut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan. dan
digunakan untuk arti bersetubuh (wathi). Kata "nikah " sendiri sering
digunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga untuk arti akad nikah.
Menurut Purwadarminta (1976) perkawinan berarti perjodohan laki-Iaki dan
perempuan menjadi suami isteri. Sedangkan menurut Hornby (1957)
perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai suami isteri. Dalam
37
Undang - Undang Perkawinan NO.1 tahun 1974 perkawinan adalah ikatan
lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (dalam walgito, 1984).
Sedangkan Muhammad Abu Israh memberikan definisi pernikahan yang lebih
luas, yaitu akad yang memberikan faedah hukum kebolehan rnengadakan
hubungan keluarga (suarni isteri) antara pria dan wanita dan mengadakan
tolong menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan
kewajiban bagi masing-masing. Lebih lanjut Sayyid Sabiq mengomentari
bahwa perkawinan adalah salah satu sunnatullah yag berlaku pada semua
makhuk Tuhan, baik pada manusia, hewan maupun tumbuhan. Perkawinan
merupakan cara yang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak
pinak, berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing
pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam mewujudkan tujuan
perkawinan (dalam Abd. Rahman Ghazaly, 2003).
2.3.2.
Pernikahan dini
Pernikahan Dini adalah sebuah pernikahan yang rnerniliki arti serupa dengan
pengertian pernikahan diatas, hanya saja pernikahan ini dilakukan lebih awal
atau dilakukan oleh para pasangan usia mUda, yang rnasih dianggap belum
38
matang dari segi mental maupun kemampuan untuk memikul tanggung jawab
dan bertahan hidup.
Dalam pandangan agama Islam, tidak ada batasan usia bagi seseorang
untuk melangsungkan pernikahan, hanya saja Rasulullah saw telah
mengingatkan lewat sabdanya yang artinya:
"Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mencapai
ba'ah, maka kawinlah. Karena sesungguhnya kawin lebih bisa menjaga
pada pandangan mata dan lebih menjaga kemaluan. Bila tidak mampu
melaksanakannya maka berpuasalah sebab puasa akan menjadi perisai
bagimu". (HR. Bukhori dan Muslim).
Namun di Indonesia aturan usia untuk menikah diatur dalam Undang undang NO.1 tahun1974 pasal 7 ayat 1 tentang syarat - syarat perkawinan
yang menyatakan bahwa usia minimal untuk suatu pernikahan adalah 16
tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria. Meskipun demikian bila terjadi
pernikahan pada usia ini maka pernikahan tersebut harus disertai izin orang
tua untuk rnenikahkan pasangan tersebut (pasal 6 ayat 2).
Dari definisi diatas, penuJis mencoba mengambil kesimpulan bahwa
pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan secara sah oleh pria
dan wanita baik dalam hukum agama maupun negara yang dilakukan di usia
muda (dini) dimana mereka masih dianggap belum matang dari segi mental
39
maupun kemampuan untuk memikul tanggung jawab dan bertahan hidup,
dan berada pad a fase perkembangan masa remaja sampai dewasa awal.
2.3.3.
Hukum pernikahan dini
Para ahli fiqih (dalam Abd. Rahman Ghazaly, 2003) membagi hukum
pernikahan dalam lima (5) hukurn, yaitu :
1. Wajib bagi orang yang sudah memiliki calon istri atau suami dan sudah
mampu secara fisik, psikis, dan material, serta memiliki dorongan seksual
yang tinggi sehingga dikhawatirkan kalau pernikahan itu ditangguhkan
akan menjerumuskannya pad a zina.
2. Sunnah bagi orang yang sudah memiliki calon istri atau suami dan sudah
mampu secara fisik, psikis, dan material, namun masih bisa menahan diri
dari perbuatan zina.
3. Mubah bagi seseorang yang sudah rnemiliki calon istri atau suami dan
sudah diperbolehkan menikah tetapi dia belum menginginkannya dan
belum mengharapkan keturunan juga.
4. Makruh menikah bagi orang yang sudah punya calon istri atau suami,
namun belum mampu secara fisik, psikis, atau material. Karenanya, harus
dicari jalan keluar untuk menghindarkan diri dari zina, misalnya dengan
shaum (puasa), atau ibadah lainnya yang dapat mendekatkan diri kepada
Allah, namun jika semua itu terasa sulit untuk dilakukan, dalam konteks
40
pernikahan dini, hal tersebut dapat dijadikan motivasi agar berusaha lebih
giat lagi untuk mempersiapkan perbekalan untuk sebuah pernikahan.
5. Haram menikah bagi mereka yang seandainya menikah akan merugikan
pasangannya serta tidak menjadi kemaslahatan (kebaikan).
Adapun menurut Taqiyuddin an Nabhani (1990) hukum untuk melakukan
pernikahan dini hukumnya menurut syara' adalah sunnah. Hal tersebut
merujuk pada sabda Rasulullah saw, yang artinya :
"Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya
kawin, sebab kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan
lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa,
sebab puasa akan menjadi perisai bagimu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut mengandung seruan untuk menikah bagi "para pemuda" (asy
- syabab) , bukan orang dewasa (ar - rijal) atau orang tua (asy - syuyukh).
Hanya saja seruan itu tidak disertai indikasi ke arah hukum wajib, maka
seruan itu adalah seruan yang tidak bersifat harus, alias (sunnah).
Sedangkan pengertian para pemuda menurut Ibrahim Anis (1972) adalah
orang yang telah mencapai usia baligh tapi belum mencapai usia dewasa.
Sedang yang dimaksud kedewasaan adalah sempurnanya sifat - sifat
yang khusus / spesifik bagi seorang laki - laki (M. Shiddiq AI Jawi, 2001).
41
2.3.4.
Kontroversi pernikahan dini
Sarlito (1983) mengemukakan pendapatnya tentang perkawinan usia
remaja, menurutnya mencegah bahaya haruslah didahulukan ketimbang
mengambil manfaat, dan manfaat penundaan usia perkawinan memang
banyak dan itu tidak bisa dibantah. Tetapi, kalau perkawinan remaja
sungguh-sungguh diperlukan untuk mengatasi suatu bahaya, lebih baik
kiranya pencegahan bahaya itu didahulukan. Apalagi memang itulah jalan
yang memang dibenarkan oleh agama. Senada dengan pendapat Sarlito
tersebut Shabuni (2005) menambahkan bahwa menikah diusia muda adalah
cara sehat untuk menjaga kesucian diri.
Sedangkan Meutya V Hafid (2008) dalam kesempatannya berkampanye
untuk penolakan pernikahan usia dini di Medan mengajak para remaja untuk
bersama-sama rnenolak pernikahan dini. Meutya rneyakini, pernikahan dini
itu tidak baik bagi remaja karena anak-anak seusia rnereka masih dalam
proses pertumbuhan. Pada kesernpatan yang sarna, Ketua Pusat Kajian dan
Perlindungan Anak (PKPA) A Sofyan (2008), mengatakan pernikahan dini
dewasa ini sudah seperti fenornena gunung es. "Yang kelihatan ditemukan
kecil, namun faktanya ada". Dalam UU Perkawinan dan UU Perlindungan
Anak pernikahan dini ini dilarang tetapi tidak ada ancaman hukumannya
42
(sanksi pidana). Sebab dalam UU Perkawinan hanya dibenarkan menikah di
usia 19 tahun untuk laki-Iaki dan 16 tahun untuk perempuan
(SumberlWasapda/iwa).
2.3.5.
Manfaat pernikahan dini
Fauzil Adhim (2002) mengelompokkan beberapa manfaat pernikahan bagi
kesehatan seseorang dalam tiga hal yang dia disimpulkan dari beberapa
penelitian, dirnana bisa dikatakan semakin cepat seseorang menikah, maka
semakin cepat dia akan memperoleh manfaat - manfaat tersebut. yaitu :
1. Meningkatkan stamina. Proses - proses faali dalam tubuh karena
meningkatnya kebahagiaan membuat kita memiliki daya tahan yang lebih
baik. Papalia & Olds menunjukkan bahwa orang yang menikah cenderung
lebih jarang mengalami ketunaan (disabilities) dibanding dengan yang
tidak menikah atau bercerai.
2. Bertambahnya imunitas. Orang - orang yang menikah lebih jarang
mengalami gangguan penyakit yang kronis dibanding mereka yang tidak
menikah, dengan status kesehatan awal yang sama. Maksudnya, jika dua
orang yang sama - sama memiliki bakat asma dengan tingkatan yang
sama, maka orang yang menikah akan lebih jarang terkena serangan
asma dibanding yang tidak menikah, cerai, atau berpisah dengan
suaminya.
43
3. Pemulihan kesehatan yang lebih mudah. Proses penyembuhan dan
pemulihan kesehatan orang yang menikah cenderung lebih cepat
dibanding orang yang tidak menikah.
Dalam sebuah pernikahan, terjadi hubungan interpersonal antara suarni dan
istri. Ini merupakan hubungan yang paling interpersonal dan paling intim. Dan
keintiman tersebut lebih bersifat luas dan mendalam (extensive & intensive),
hal ini disebabkan karena kebersamaan antara suami istri tidak hanya
berlangsung beberapa jam, tidak seperti kebersamaan dengan pacar atau
teman kerja. Kebersamaan ini bersifat kesatuan yang berjalan sepanjang
waktu hingga hubungan ini diakhiri (Adhim, 2002).
Dari penjelasan tentang manfaat dari pernikahan dalam kacamata psikologi
diatas, dapat diambil pengertian bahwa pernikahan dini adalah lebih dari
sekedar sebuah alternatif jalan keluar dari sebuah musibah yang sedang
mengancam kaum remaja saat ini, tetapi pernikahan dini juga dapat dijadikan
motivator bagi seseorang untuk melejitkan potensi dirinya dalam segal a
aspek positif (Buletin Istinbat, 097).
44
2.3.6.
Persepsi tentang pernikahan dini
Persepsi tentang pernikahan dini adalah sebuah penilaian terhadap suatu
pernikahan yang sah menurut hukum agama maupun hukum negara yang
dilakukan oleh mempelai pria dan wanita yang berusia muda, yang masih
dianggap belum matang baik dari segi mental maupun kemampuan untuk
memikul tanggung jawab dan bertahan hidup.
2.4.
Kerangka berfikir
Muhammad Abu Israh (dalam Abd. Rahman Ghazaly, 2003) mendefinisikan
pernikahan sebagai suatu akad yang memberikan faedah hukum kebolehan
mengadakan hubungan keluarga (hubungan suami isteri) antara pria dan
wan ita dan mengadakan hubungan tolong menolong dan memberi batasan
hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing.
Pernikahan Dini adalah pernikahan yang memiliki arti serupa dengan
pengertian diatas, hanya saja pernikahan ini dilakukan lebih awal (dini) atau
dilakukan oleh mempelai atau pasangan yang berusia muda (dini) belum
matang dari segi mental maupun kemampuan untuk memikul tanggung jawab
dan bertahan hidup.
45
Pernikahan dini bukan hanya sekedar alternatif dari sebuah musibah yang
sedang mengancam kaum remaja akhir - akhir ini tetapi juga sebagai
motivator untuk melejitkan potensi diri dalam segala aspek positif. Seperti
ungkapan AI - Shabuni (2005) yang mengatakan bahwa menikah dini
merupakan salah satu cara sehat untuk menjaga kesucian diri. Jadi cukup
logis kalau pernikahan dini itu dinilai bukan sekedar sebagai tali pengikat
untuk menyalurkan kebutuhan biologis, tetapi juga bisa menjadi media
aktualisasi diri dan ketaqwaan. Karenanya, untuk memasuki jenjang
pernikahan dibutuhkan persiapan - persiapan yang matang seperti halnya
kematangan fisik, psikis, maupun spiritual. Faktor yang berpengaruh
terhadap keputusan untuk menikah dini salah satunya adalah tanggung
jawab. Laki - laki dan perempuan yang memilki rasa tanggung jawab yang
tinggi, cenderung lebih cepat mengambil keputusan untuk melakukan
pernikahan dini (Buletin Istinbat, 097).
Paul A Bell dalam Sarwono (1992) mengatakan persepsi adalah proses
pengenalan dan penilaian melalui alat indera terhadap suatu stimulus atau
objek - objek yang ada di sekitarnya. Menurutnya, stimulus atau objek dapat
di persepsikan ke dalam dua macam penilaian, yaitu penilaian dalam tahap
optimal (wajar) dan penilaian diluar batas optimal.
46
Persepsi tentang pernikahan dini adalah proses penilaian terhadap suatu
pernikahan yang dilakukan secara sah menurut hukum agama dan negara
yang dilakukan oleh pasangan berusia muda, dimana hal tersebut seperti
yang disebutkan diatas dapat dipersepsikan kedalam dua macam penilaian
yaitu penilaian dalarn batas optimal dan diluar batas optirnal, jika penilaian
individu terhadap pernikahan dini berada pada batas optimal maka individu
berada pada keadaan hemeostatis (seimbang), namun jika penilaian tersebut
berada diluar batas optimal maka individu akan mengalami stress atau
kecemasan yang tinggi akibat tekanan dalam dirinya yang meningkat.
Dengan kata lain persepsi yang berbeda akan menghasilkan tingkat
kecemasan yang berbeda pula, tergantung bagaimana persepsi individu
terhadap pernikahan dini tersebut. Adanya persepsi masyarakat yang
mengatakan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang tidak lazim,
menyebabkan mereka beranggapan bahwa menikah diusia dini tidak dapat
dijamin kelangsungannya pada kehidupan dimasa depan kelak.
Kecernasan menurut Kartini Kartono (1991) merupakan semacam
kegelisahan atau kekhawatiran terhadap sesuatu yang tidak jelas
penyebabnya. Bila kita merasa terancam oleh sesuatu walaupun sesuatu itu
tidak jelas, maka kita akan merasa cemas.
47
Menurut Maramis (2005) kecemasan adalah suatu keadaan ketegangan,
rasa tidak aman, dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan terjadi
sesuatu yang tidak menyenangkan. Seseorang mengalami kecemasan akibat
menumpuknya masalah yang dihadapi sehingga menimbulkan ketegangan
dan kekhawatiran. Kecemasan sebagai manifestasi dari ketegangan dan
kekhawatiran akan membuat individu merasa tidak aman dan tidak nyaman
dalam menjalankan suatu aktivitas.
Kecemasan terhadap masa depan anak merupakan reaksi psikologis orang
tua terhadap perkiraan adanya bahaya yang dikhawatirkan akan dialami oleh
anaknya pad a masa yang akan datang, baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Dan kecemasan tersebut ada kalanya tampak dalam gejala gejala seperti takut, ngeri, lemas, terancam, dan khawatir, perasaan tersebut
disadari oleh individu, tetapi terkadang tidak diketahui penyebabnya, hal
tersebut bisa berasal dari dalam maupun dari luar dirinya yang akhirnya
dapat mengganggu keselamatan dan keseimbangan hidup individu tersebut.
Pada dasarnya individu tidak akan begitu merasa tegang atau cemas jika
saja mereka merasa yakin dan merasa masih mempunyai kendall untuk
mengatasi sumber - sumber kecemasan yang sedang dialaminya itu
(Davidoff, 1988).
48
Dari berbagai pemikiran diatas penulis mencoba mengkaitkannya menjadi
sebuah kerangka pemikiran yang menyiratkan bahwa pad a dasarnya orang
tua yang menikahkan anaknya di usia muda (dini) pasti memiliki penilaian
yang berbeda-beda, baik itu penilaian yang positif atau bahkan negatif.
Perbedaan penilaian itulah yang akan mengakibatkan terjadinya tingkat
kecemasan yang berbeda-beda pada masing-masing individu, semua itu
tergantung dari persepsi mereka tentang pernikahan dini tersebut.
Berikut adalah bagan dari kerangka berfikir dalam penelitian ini :
Skema Kerangka Berfikir
Persepsi Orang Tua Tentang
Pernikahan Dini
Positif
Berada dalam batas
optimal dalam keadaan
hemeostatis (seimbang)
Negatif
Berada diluar batas optimal,
sehingga menimbulkan
kecemasan
49
2. 5. Hipotesa penelitian
Dalam penelitian iili hipotesis sementara yang penulis ajukan adalah :
Hipotesa nol (Ho) :
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang
pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak
Hipotesa alternatif (Ha) :
Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang
pernikahan dini dengan kecemasan terhadap masa depan anak
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Jenis penelitian
3.1.1.
Pendekatan penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif. Dimana
data yang dihasilkan dari serangkaian pengukuran dan observasi disajikan
dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan
dalam suatu uraian (Hasan, 2002).
3.1.2.
Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan jenis
penelitian korelasiona/. Gay (dalam Sevilla, 1993) mendefinisikan penelitian
deskripif sebagai kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka
menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan
pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Arikunto
(2002) mengatakan bahwa penelitian deskriptif adalah mengumpulkan
informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala
menu rut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.
51
Sedangkan penelitian korelasional menurut Azwar (2003) adalah penelitian
yang bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variable berkaitan
dengan variasi pada satu atau lebih variable lain berdasarkan koefisien
korelasi.
3.2.
Varia bel penelitian
3.2.1.
Variabel penelitian dan definisi operasional variabel
Menurut Kerlinger (2003) variabel penelitian adalah suatu sifat yang dapat
memiliki berbagai macam nilai, menyangkut segala sesuatu yang menjadi
objek penelitian. Sedangkan definisi operasional adalah melekatkan arti pada
suatu konstruk atau varia bel dengan cara menetapkan tindakan-tindakan
yang perlu untuk mengukur pada variabel tersebut. Definisi operasional
variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini
Merupakan pemahaman orang tua dalam menafsirkan semua informasi
tentang penikahan dini, yang mengacu pada beberapa teori yang
merupakan modifikasi dari teori-teori yang berkaitan dengan persepsi
orang tua yang dikemukakan oleh Paul A bell, dikombinasikan dengan
teori Wa/gito yang menyatakan bahwa konstruk teoritis persepsi orang
52
tua tentang pernikahan dini dapat dikategorikan dalarn tiga aspek, yaitu :
Aspek Biologis, Psikologis dan Sosial Ekonorni.
2. Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak
Kecernasan disini rnengacu pada teori Mararnis yang rnengatakan bahwa
kecernasan adalah suatu keadaan tegang, tidak aman, dan khawatir yang
timbul karena dirasakan akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan.
Maramis dan Seligman membagi kecemasan dalam empat aspek, yaitu:
Kognitif, Psikologis, Somatik, dan Motorik.
3.3.
Populasi dan tehnik pengambilan sampel
3.3.1.
Populasi dan sam pel
Menurut Kerlinger (dalam Sevilla, 1993) populasi adalah keseluruhan
anggota, kejadian atau obyek-obyek yang telah ditetapkan dengan baik.
Arikunto (2002) rnengatakan populasi adalah keseluruhan subjek penelitian,
sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti.
Populasi dalarn penelitian ini adalah masyarakat RW 01 dan 02 Kelurahan
Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Dan karena keterbatasan peneliti dalam
melakukan penelitian, maka peneliti hanya rnenggunakan 40 orang sampel,
hal tersebut penulis anggap cukup dapat mewakili populasi dalam penelitian
53
ini, merujuk dari yang dikatakan Gay dalam Sevilla (1993) bahwa dalam
sebuah penelitian korelasi jumlah sampel yang digunakan adalah minimum
30 orang.
3.3.2. Tehnik pengambilan sampel
Pengambilan sampel adalah proses yang meliputi pengambilan sebagian dari
populasi, dengan melakukan pengamatan pad a populasi secara keseluruhan
(Sevilla, 1993).
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive Sampling, yaitu suatu metode pemilihan sampel, dimana peneliti
mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi
berdasarkan atas adanya tujuan tertentu (Arikunto, 1997).
3.4.
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah pencatatan hal-hal, peristiwa, keterangan atau
karakteristik-karakteristik sebagian atau keseluruhan elemen populasi yang
akan menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002)
54
3.4.1.
Tehnik pengumpulan data
Tehnik Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket atau Kuesioner, yaitu dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar
pertanyaan atau pernyataan untuk diisi oleh responden (Hasan, 2002).
Sedangkan instrumen pengumpulan datanya adalah skala persepsi orang tua
tentang pernikahan dini dan skala kecemasan terhadap masa depan anak,
yang mengacu pad a instrumen penelitian dengan model Likert.
Dalam instrumen ini subyek diberikan empat pilihan respon untuk menyikapi
setiap pernyataan yang ada. Keempat pilihan tersebut adalah : Sangat Setuju
(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Penulisan
penetapan penskoran dari 1-4 untuk dua kategori Favorable dan
Unfavorable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel3.1
Bobot Skor Penilaian
Point
Favorabel
Unfavorabel
1
STS
TS
STS
SS
SS
S
TS
STS
2
3
4
Peneliti menggunakan jumlah pilihan empat (4) respon dengan pertimbangan
bahwa jumlah pilihan respon yang ganjil akan menimbulkan kecenderungan
55
jawaban ragu-ragu atau netral (Hadi, 1994). Hal tersebut dapat memberikan
kesempatan kepada subyek untuk merespon setiap pernyataan secara tidak
pas atau tidak sesuai dengan apa yang dirasakan atau dipikirkannya dengan
demikian penelitian akan mendapatkan respon palsu. Adapun cara subjek
memberikan jawaban terhadap skala Likert adalah dengan memberikan
tanda silang ( X ) pada salah satu alternatif jawaban.
3.4.2.
Instrument penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrument penelitian berupa :
a. Skala Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini
Aspek yang ingin diungkap dalam skala persepsi orang tua tentang
pernikahan dini merupakan modifikasi dari teori-teori yang berkaitan
dengan persepsi orang tua yang dikemukakan oleh Paul A bell dalam
Sarwono (1992) yang dikombinasikan dengan teori Walgito (1984) yang
menyatakan konstruk teoritis persepsi orang tua tentang pernikahan dini
menu rut telaahnya dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) aspek, yaitu :
1. Aspek Biologis, Indikatornya antara lain; usia pernikahan, masalah
kehamilan dan melahirkan, keturunan, dan hubungan seksual.
2. Aspek Psiko/ogis, Indikatornya; komunikasi pasangan, kematangan
emosi, adanya penerimaan pada diri sendiri maupun orang lain.
56
PEHPUSTAKAAN UTAMA
UIN SYAHID JAKA''UA
3. Aspek sosia! Ekonomi, Indikatornya antara lain; status pekerjaan
(kondisi keuangan keluarga), kemampuan menghidupi keluarga, peran
sebagai orang tua baru dan peran sebagai anggota masyarakat.
b. Skala Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak
Kecemasan terhadap masa depan anak yang akan menikah dini yang
dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada teori Maramis (2004) dan
Seligman (2001) yang membagi kecemasan dalam 4 (empat) aspek.
Keempat aspek tersebut adalah:
1. Aspek Kognitif dengan indikator seperti; rasa khawatir, panik, sulit
berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, dan insomnia.
2. Aspek Psiko!ogis dengan indikator; gelisah, frustasi, perasaan tegang,
lekas terkejut, depresi dan mudah tersinggung.
3. Aspek Somatik dengan indikator; tekanan darah meninggi, lekas lelah,
nafas sesak, dada tertekan, mulas (mual), dan jantung berdebar.
4. Aspek Motorik dengan indikator; gemetar, gugup, perilakunya ada
yang menghadapi atau ada juga yang menghindarinya.
3.4.3. Tehnik uji instrument penelitian
Uji validitas instrument
Menurut Azwar (2004) Validitas berasal dari kata "Validity" yang berarti
sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
57
fungsinya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai
validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau
memberikan hasH ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya
pengukuran tersebut. Suatu instrument yang valid mempunyai validitas tinggi.
Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukkan sejauh mana data yang
terkumpul tidak rnenyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.
Tes yang menghasHkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran
dikatakan sebagai tes yang memHiki validitas rendah. Untuk rnenguji validitas
dalam penelitian ini, penulis menggunakan korelasi Product Moment dad
Pearson, dengan rumus sebagai berikut (dalarn Azwar, 2003).
L XY - (L X)(L Y) / n
=
Keterangan :
=
Angka indeks koefisien korelasi
LXY
=
Jumlah hasH perkalian antara skor X dan Y
LY
=
Jumlah seluruh skor X
LX
=
Jumlah seluruh skor Y
n
=
Jumlah subjek
Uji reliabilitas instrument
Menurut Saifudin Azwar (2004) Reliabilitas adalah konsistensi atau
kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran,
59
3.4.4. Hasil uji instrument penelitian
3.4.4.1. Hasil uji validitas skala
Setelah item yang dibuat diberikan pad a subjek penelitian untuk diuji, maka
selanjutnya penulis melakukan uji validitas terhadap dua skala tersebut, yaitu:
1. Skala Persepsi Orang Tua Tentang Pemikahan Dini
Perhitungan validitas skala pesepsi orang tun tentang pernikahan dini
terdiri dari 80 itern dengan menggunakan rumus product moment
pearson. Diperoleh kesimpulan bahwa 33 item gugur dan 47 item valid
dan layak digunakan untuk penelitian. Lebih jelasnya dalam tabel berikut
Tabel3.3
Hasil uji coba Skala Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini
No.
1
Aspek
Biologis
2
Psikologis
3
Sosial
Ekonomi
Indikator
Usia Pernikahan
Masalah Kehamilan dan
melahirkan
Keturunan
Hubungan seksual
Komunikasi Pasangan
Kematangan Emosi
Penerimaan diri sendiri dan
oranq lain
Status pekerjaan (kondisi
keuangan keluarqa)
Kemampuan menghidupi
keluarga
Peran sebagai orang tua baru
Peran sebagai Masyarakat
Total
Nomor Item
Favorable
Unfavorabel
1,8,72
3, 32
2,12,44
7, 14
Total
5
5
5,43,52
34
48
18,41,54
74,76,77
16,21
46
26,37,68
29,62
2
6
5
38, 57, 70
60,66
5
36,55,79
13,19,80
6
6,24
4, 10, 25
23, 58
4
3
28
19
3
3
47
60
2. Skala Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak
Perhitungan validitas skala kecemasan terhadap masa depan anak terdiri
dari 80 item dengan menggunakan rumus product moment pearson. Dan
diperoleh kesimpulan bahwa 34 Item gugur dan 46 Item valid dan layak
digunakan untuk penelitian. Lebih jelasnya dalam tabel berikut
Tabel3.4
Hasil uji coba Skala Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak
No.
1
2
3
4
No.
Favorable
Kognitif
Rasa Khawatir
67, 70
21,68
Panik
14,69
Sulit berkonsentrasi
Sulit mengambil keputusan 10
Gangguan Tidur (Insomnia) 17,50
Psikologis Tidak tenang (gelisah)
30, 77
Frustasi
59, 76
Tegang
27
Lekas terkejut
78
54
Mudah tersinggung
Depresi
80
Somatik
71
Tekanan darah tinggi
Mudah Lelah
Gangguan Pernafasan
4
Gangguan Pencernaan
Gangguan organ tubuh
18,74
Motorik
Gemetar
8
57
Gugup (sulit berbicara)
Ingin menghindar
9, 19
Total
25
Aspek
Indikator
Item
Total
Unfavorable
1,34
4
2
2
44
2
3, 56
4
53
3
39
3
52,63
3
11
2
55
2
48
2
22
2
61
1
13,62
3
6,64
2
72
3
79
2
36
2
2
21
46
61
3.4.4.2.
Hasil uji reliabilitas skala
a. Skala Persepsi Orang Tua Tentang Pernikahan Dini
Uji reliabilitas rnenggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh hasil bahwa
koefisien reliabilitas adalah 0.9510. Berdasarkan data tersebut, instrument
yang digunakan sangat reliabel sesuai dengan kaidah Guilford yang
mengatakan bahwa koefisien reliabilitas yang sangat reliabel adalah 0, 9.
b. Skala Kecemasan Terhadap Masa Depan Anak
Uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dan diperoleh hasil bahwa
koefisien reliabilitas adalah 0.9267. Berdasarkan data tersebut, instrument
yang digunakan sangat reliabel sesuai dengan kaidah Guilford yang
mengatakan bahwa koefisien reliabilitas yang sangat reliabel adalah 0, 9.
3.5.
Prosedur penelitian
a. Persia pan penelitian
1. Dimulai dengan perumusan masalah
2. Menentukan variabel yang akan diteliti
3. Melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran landasan teori
yang tepat mengenai varia bel penelitian
4. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan
digunakan dalarn penelitian ini, yaitu skala persepsi orang tua tentang
62
pernikahan dini dengan jumlah pernyataan sebanyak 80 item, dan
skala kecemasan terhadap masa depan anak dengan jumlah
pernyataan sebanyak 80 item.
b. Pelaksanaan penelitian
Menentukan lokasi dan menyelesaikan administrasi perizinan. Penelitian
ini dilakukan mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2009, dan
pengambilan data dilakukan pada tanggal 3 sampai dengan 15 April 2009
di Iingkungan masyarakat yang berlokasi di Rw 01 dan 02 kelurahan
Ce:ngkareng Timur, Jakarta Barat.
3.6.
Tehnik analisa data
Analisa data adalah cara seorang peneliti dalam mengolah data yang telah
terkumpul sehingga mendapat suatu kesimpulan dari penelitiannya. Untuk
mengetahui hubungan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini
dengan kecemasan terhadap masa depan anak yaitu dengan menggunakan
analisis korelasi product moment dari Pearson. Setelah proses dilakukan
selanjutnya menentukan taraf signifikansi. Jika hasil perhitungannya lebih
besar dari r Tab.1. maka korelasinya dianggap signifikan atau dengan kata lain
Ha diterima dan Ho ditolak, yang artinya ada hubungan antara variable X
dengan variable Y.
BAB4
PRESENTASI DAN ANALISA DATA
4.1.
Gambaran umum subyek penelitian
Gambaran umum responden dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin,
usia responden, pendidikan, usia pernikahan dan jumlah anak. Subjek dalam
penelitian ini adalah 40 orang tua yang sudah memiliki anak yang menikah
diusia dini dan berdomisili di wilayah Rw 01 dan 02 Kelurahan Cengkareng
Timur, Jakarta Barat.
Tabel4.1
Garnbaran urnum responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi
Persentase (%)
Laki -Iak!
16
40%
Perempuan
24
60%
Total
40
100%
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa responden paling banyak adalah
perernpuan, yaitu 24 orang dengan persentase 60 %, sedangkan responden
laki-Iaki berjurnlah 16 orang dengan persentase 40 %.
64
Tabel4.2
Gambaran umum responden berdasarkan usia responden
Usia
Frekuensi
Persentase (%)
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
3
5
12
11
7
2
7.5 %
12.5 %
30%
27.5 %
17.5 %
5%
Total
40
100%
Berdasarkan usia, responden pada penelitian ini berusia 35 - 39 tahun
dengan total persentase 7.5 %, untuk responden yang berusia 40 - 44 tahun
12.5 %, berusia 45 - 49 tahun 30 %, berusia 50 - 54 tahun 27.5 %, berusia
55 - 59 tahun 17.5 %, berusia 60 - 64 tahun total persentasenya 5 %.
Tabel4.3
Gambaran umum responden berdasarkan pendidikan
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
SD
SMP
SMA
S1
11
22
3
4
27.5%
55%
7.5%
10 %
Total
40
100%
Berdasarkan dari tingkat pendidikan, persentase didominasi oleh responden
yang berpendidikan SMP dengan total persentase 55 %, sedangkan
responden dengan pendidikan SD 27.5 %, SMA 7.5 %, dan responden
dengan pendidikan D3 sebesar 10 %.
65
Tabel4.4
Gambaran umum responden berdasarkan usia pernikahan
Usia Pernikahan
20- 24 Tahun
25 - 29 Tahun
30 - 34 Tahun
35 -49 Tahun
Total
Frekuensi
12
15
9
4
40
Persentase (%j
30%
37.5 %
22.5 %
10 %
100%
Berdasarkan dari usia pernikahan, prosentase sebesar 37.5 % didominasi
oleh responden dengan usia pernikahan selama 16 - 25 tahun, 22.5 % untuk
usia pernikahan 26 - 35 tahun, 30 % untuk usia pernikahan 5 - 15 tahun,
sedangkan usia pernikahan 36 - 45 tahun berada pada prosentase terkecil
yaitu 10 %.
Tabel4.5
Gambaran umum responden berdasarkan jumlah anak
Jumlah Anak
1 - 2 Orana
3 -4 Orana
5-6 Orana
7 - 8 Orana
Total
Frekuensi
4
16
9
11
40
Persentase (%j
10 %
40%
22.5%
27.5 %
100%
Berdasarkan jumlah anak yang telah dimiliki responden, jumlah anak
sebanyak 3 - 4 orang mendominasi dengan total prosentase sebesar 40 %,
jumlah anak 1 - 2 orang pada prosentase 10 %, 22.5 % untuk jumlah anak
5 - 6 orang, dan untuk jumlah anak 7 - 8 orang hanya sebesar 27.5 %.
67
4.2.2. Deskripsi skor
1. Persepsi orang tua tetang pernikahan dini
Untuk deskripsi skor persepsi orang tua tentang pernikahan dini, peneliti
membuat dua kategori skor yaitu positif dan negatif. Maka perhitungan
kategorisasi skornya adalah sebagai berikut :
Skor tertinggi
= jumlah item x
Skor terendah
= jumlah item
skor tertinggi tiap item
x skor terendah tiap item
=47 x 4 = 188
=47 x 1 =47
Rentang skor setiap kategori = 70.5 , didapat dari (Skor tertinggi - skor
terendah) / jurnlah kategori ( 188 - 47) / 2 = 70.5. Dengan mean 117, 30,
standar deviasi 21,53, nilai minimum 51 dan nilai rnaksimum 167. Berikut
adalah tabelnya :
Tabel4.7
Deskripsi Skor Persepsi Orang Tua Tetang Pernikahan Dini
Kategori
Skor
Frekuensi
Persentase
Persepsi positif
118.5 -188
32
80%
Persepsi negatif
47-117.5
8
20%
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang mempunyai
persepsi negatif sebanyak 8 orang (20 %), dan yang mempunyai persepsi
positif sebanyak 32 orang (80 %), maka dapat disimpulkan bahwa hampir
68
seluruh responden dalam penelitian ini mempunyai persepsi yang positif
tentang pernikahan dini.
2. Kecemasan terhadap masa depan anak
Untuk deskripsi skor kecemasan terhadap masa depan anak, peneliti
membuat dua kategori skor tingkat kecemasan yaitu tingkat kecemasan
rendah dan tingkat kecemasan tinggi. Maka perhitungan kategorisasi
skornya adalah sebagai berikut : Skor tertinggi
= 184. Skor terendah =46.
Dan rentang skor setiap kategori = 69 , hasil tersebut didapat dari (Skor
tertinggi - skor terendah) / jumlah kategori (184 - 46) / 2 = 69. Dengan
mean 127,78, standar deviasi 16,46, nilai minimum 60 dan nilai
maksimum 161. Berikut adalah tabelnya:
Tabel4.8
Deskripsi skor Kecemasan terhadap masa depan anak
Kategori
Skor
Frekuensi
Persentase
Kecemasan Tinggi
116 -184
37
92.5%
Kecemasan rendah
46 - 115
3
7,5%
Berdasarkan data diatas maka diketahui bahwa responden yang
mempunyai kecemasan rendah sebanyak 3 orang (7.5 %), sedangkan
69
yang tinggi sebanyak 37 orang (92.5 %), maka dapat disimpulkan bahwa
hampir seluruh responden di wilayah Cengkareng Timur Jakarta Barat ini
mempunyai kecemasan yang tinggi terhadap masa depan anak mereka.
4.2.3. Uji hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product
moment dari Pearson, yaitu dengan mengkorelasikan jumlah skor variabel
persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan jumlah skor kecemasan
terhadap masa depan anak. Rumus korelasi product moment Pearson ini
digunakan untuk mengetahui kekuatan hubungan antara dua variabel. Untuk
perhitungannya dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11,5 adapun
hasilnya dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel4.9
Korelasi persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan
kecemasan terhadap masa depan anak
!
Persepsi terhadap
Pernikahan Dini
Persepsi terhadap
Pernikahan Dini
Pearson Correlation
1
.461 (")
40
.003
40
.461 (")
1
.003
40
40
Si9. (2-tailed)
N
Kecemasan
terhadap Masa
Depan Anak
Kecemasan temadap
Masa Depan Anak
Pearson Correlation
Si9. (2-tailed)
N
BAB5
KESIMPUlAN, DISKUSI DAN SARAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, serta
diskusi dan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada korelasi positif
yang signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini dengan
kecemasan terhadap masa depan anak.
5.2.
Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian diatas terdapat beberapa hal yang ingin penulis
diskusikan, yang utama adalah hasil dari penelitian ini yaitu adanya
hubungan yang signifikan antara persepsi orang tua tentang pernikahan dini
dengan kecemasan terhadap masa depan anak di Iingkungan masyarakat
Rw 01 dan 02 kelurahan Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Hal itu terbukti
72
pad a perhitungan statistik yang menyatakan bahwa r hi lung (0.461) lebih besar
dari pad a r label (0.312). Selanjutnya penulis ingin mendiskusikan hasil
penelitian yang ternyata tidak selaras dengan teori yang digunakan dalam
penelitian. Hasil penelitian disini rnenyatakan bahwa meskipun persepsi
orang tua tentang pernikahan dini cukup positif, ternyata hal tersebut tidak
mengurangi tingkat kecemasan orang tua terhadap masa depan anak-anak
mereka.
Hal ini mungkin disebabkan karena makin sulit dan komplikatifnya kondisi
kehidupan saat ini, dimana permasalahan muncul dari segala sisi. Salah
satunya adalah permasalahan seksual remaja. Pertumbuhan fisik remaja
masa kini dapat dikatakan sang at pesat, hal tersebut salah satunya dapat
disebabkan oleh faktor gizi, dimana makanan dan suplemen yang tersedia
saat ini sudah semakin variatif sehingga akhirnya memberikan banyak
pilihan, asupan-asupan tersebut salah satunya dapat memicu sel-sel
pertumbuhan biologis mereka sehingga menyebabkan pertumbuhan fisik
mereka berkembang dengan sang at pesat, dimana hal tersebut berdampak
juga pada pertumbuhan hormon seksual mereka. Belum lagi ditambah
dengan semakin canggihnya tehknologi masa kini, dimana anak-anak usia
SD sudah bisa mendownload situs porno, dan maraknya vcd pornoo bajakan
yang banyak tersedia ditempat-tempat yang mudah ditemui, serta masih
73
banyak lagi fasi/itas-fasilitas yang dapat memancing dan mengarahkan
remaja untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan penyaluran
hasrat karena dorongan hormon-hormon seksual mereka yang berkembang
sang at pesat tersebut.
Namun disamping faktor-faktor tersebut, kondisi wi/ayah penelitian yang
berada didaerah perkotaan juga bisa I"llenyebabkan hasi/ penelitian ini tidak
sejalan dengan teori yang digunakan, yang mana pada umumnya diwi/ayahwilayah perkotaan tingkat resiko kehidupannya cenderung lebih tinggi dari
pada masyarakat yang hidup didaerah pedesaan. Seperti halnya kebutuhan
pokok yang semakin hari makin sulit didapat (berbeda dengan didesa yang
minimal untuk kebutuhan sehari-hari mereka tanam sendiri dipekarangan
rumah), kemudian persaingan kerja yang tinggi karena banyaknya
pengangguran ditambah orang desa yang terus berdatangan tiap tahunnya
(belum lagi banyak perusahaan yang melakukan PHK), lingkungan hidup
yang kurang memadai karena kepadatan penduduk (cenderung menjadi
lingkungan yang kumuh) juga mempunyai pengaruh besar, dimana hal
tersebut salah satunya dapat menyebabkan kesehatan kurang terjaga, biaya
pendidikan yang mahal, serta yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah ni/ainilai moral yang sering terabaikan, sehingga pergaulan dikota cenderung
lebih bebas dan meresahkan (berbeda dengan didesa dimana norma
74
ketimuran dan norma agama masih eukup dijunjung tinggi, seperti masih
banyak pengajian-pengajian yang dapat ditemui).
Karenanya hasil penelitian ini mungkin akan berbeda jika dilakukan di daerah
pedesaan, dimana persaingan tidak seketat diperkotaan, karena didesa pada
umumnya para orang tua tidak menomorsatukan pendidikan ataupun karir,
mereka akan merasa jauh lebih aman jika anak mereka telah memiliki
pendamping hidup, karena menurut sebagian dari mereka pernikahan adalah
tug as utama atau tugas akhir seseorang dalam menjalani kehidupan,
menurut mereka dunia yang paling ideal dalam kehidupan adalah
pernikahan. Menurut Djauriah Utja (2007) menikahkan anak adalah lebih
merupakan bentuk solusi pembagian tanggung jawab dari keluarga
perempuan pada suami. Karena dengan menikah, lepaslah tanggung jawab
orang tua untuk menafkahi anaknya.
Dari uraian diatas dapat kita tarik kesimpulan. Seperti yang dikatakan Shand
& Me. Dougal (dalam Sidik, 2002) bahwa keeemasan adalah emosi yang
berhubungan dengan masa yang akan datang, sehingga bila seseorang
mengalami keeemasan maka keeemasan itu bukan disebabkan oleh hal-hal
yang sedang atau telah terjadi, melainkan karena apa yang akan terjadi.
75
Jadi meskipun persepsi orang tua tentang pernikahan dini adalah positif
namun jika kesiapan mereka khususnya kesiapan dari segi mental dalam
rnenghadapi masa depan itu sendiri masih rendah, maka kecemasan
terhadap masa depan anak mereka akan tetap tinggi.
5.3.
Saran
Dalam penelitian ini penulis memiliki banyak kekurangan diantaranya kurang
spesisifiknya responden, dan jumlah responden yang terbatas hanya 40
responden saja. Adapun saran yang dapat penulis ajukan dalam penelitian ini
adalah:
Saran teoritis :
1.
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menelaah lebih lanjut secara teliti
dan menghindari ambigiusitas makna pad a tiap-tiap item. Hal ini dapat
meningkatkan validitas dan reliabilitas dari tiap-tiap item tersebut.
2.
Agar benar-benar mewakili populasi, sebaiknya pad a penelitian yang
akan datang jumlah responden diperbanyak sehingga penyebaran dari
analisa jawaban setiap pertanyaan bisa lebih baik.
3.
Peneliti selanjutnya hendaknya lebih memperhatikan situasi dan kondisi
pada saat penelitian berlangsung, agar penelitian berjalan dengan baik
dan meminimalisir kesalahan dari responden pad a saat pengisian skala.
76
Saran praktis :
1.
Dari hasil penelitian didapat data pad a populasi sampel diwilayah
Cengkareng Jakarta Sarat, bahwa persepsi masyarakat tentang
pernikahan dini cukup beragam, sehingga berdampak juga pada
keragaman tingkat kecemasan orang tua terhadap masa depan anak
mereka. Kondisi ini terbilang normal mengingat masyarakat kita sang at
beragam, hanya saja mungkin diperlukan adanya pemberian informasi
mengenai berbagai macam pengetahuan, salah satunya informasi
mengenai pernikahan dini sehingga tidak terjadi kesalahfahaman dan
.perlakuan ekstrim mengenai masalah ini.
71
DAFTAR PUSTAKA
Adhim, Mohammad Fauzil. (2002). Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta:
Gema Insani Press.
AI-Shabuni, Muhammad Ali. (2002). Kawinlah Selagi Muda; Cara Sehat
Menjaga Kesucian dirt. Jakarta: Serambi IImu Semesta.
Arikunto, Suharsimi. ( 2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Atkinson, Rita L, Richard. C, dan Hilgard, Ernest. (1987). Pengantar
Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Azwar, Saifuddin. (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Azwar, Saifuddin. (2004). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Chaplin, J.P. (1999). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: P.T Raja Grafindo
Persada.
Consuelo, Sevilla G..{et.al}. (1993).Pengantar Metode Penelitian. Jakarta:
Universitas Indonesia (UI-Press).
Darajat, Zakiah. (2001). Kesehatan Mental. Jakarta: P.T Toko Gunung
Agung.
Davidoff, Linda L. (1998). Psikologi: Suatu Pengantar. Jilid I. Jakarta:
Erlangga.
------------------------ (1998). Psikologi: Suatu Pengantar. Jilid II. Jakarta:
Erlangga.
Departemen Agama R.1. (1998). AI-Quran dan terjemahannya. Jakarta:
Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji. Departemen
Agama RI.
Ghazaly, A. R. (2003). Fiqih Munakahat. Jakarta: Prenada Media.
Hasan, M.1. (2003). Pokok-pokok Mater! Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Jakarta: Ghali Indonesia.
Jeffrey, S. Nevid (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.
Kartono, Kartini. (2003). Patologi Sosial3 : Gangguan-Gangguan Kejiwaan.
Jakarta: P.T Raja Grafindo Persada.
Kerlinger, Fred N. (2003). Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Stan Kossen (1993). Aspek Manusia dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga.
Maramis, WF. (2004). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Erlangga
University.
Rahmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Saleh, A. R (2004). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Prenada Media
Sarwono, Sarlito wirawan. (2000). Pengantar Umum Psikologi. Jakarta:
Bulan Bintang.
----------------------------------- (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: P.T
Grasindo.
Suharman, M. S. (2005) Psikologi Kognitif. Surabaya : Srikandi
Suryabrata, Sumadi (2003). Psikologi Kepribadian. Jakarta: P.T Raja
Grafindo Persada.
Walgito, Bimo. (1983). Bimbingan dan Konse/ing Perkawinan. Yogyakarta :
Penerbit Andi.
Download