Mam MAKALAH ISLAM Sebenar-benarnya Valentine Day 11 Februari 2015 Makalah Islam Sebenar-benarnya Valentine Day Ahmad Syamsuddin (Reporter bimasislam.kemenag.go.id, Redaktur Jurnal Bimas Islam dan Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya) Entah sejak kapan banyak remaja kita doyan merayakan hari valentine. Dulu remaja kota saja yang getol merayakannya, sekarang-sekarang ini gaungnya sudah merambah ke desa-desa. Tiba-tiba, remaja yang gemar mengaji dan bershalawat ikut-ikutan merayakan hari yang diperingati 14 Februari itu. Tradisi mengirim bunga atau cokelat kepada (maaf) pacar mereka untuk menyatakan atau memperteguh cinta mereka mulai tumbuh menggeser tradisi tumpengan, budaya leluhur kita. Februari, bulan dimana hari kasih sayang itu dialamatkan, mereka tasbihkan sebagai bulan ‘suci’, bulan merayakan cinta. Apabila ditelsisik sejarahnya, konon hari valentine terisnpirasi dari dari seorang pendeta 'pelayan tuhan' yang bernama Santo Valentine. Ia-lah orang yang berani menolak kebijakan Kaisar Romawi Claudius melarang pernikahan dan pertunangan. Semangat permberontakannya diabadikan melalui perayaan, yang kemudian membudaya sampai sekarang. Valentine menjadi tonggak terbebasnya dari budaya kerahiban yang melawan fitrah, kembali ke fitrah manusia yang membutuhkan lawan jenis dalam melangsungkan hidup mereka. Banyak pertanyaan seputar valentine day muncul seperti: bagaimana mensikapi valentine day, haruskah ditolak atau tidak; apakah valentine day selaras dengan ajaran Islam; apakah budaya yang berakar dari Barat sebaiknya dibabat habis supaya tidak merusak nilai-nilai kita; dan seterusnya dan seterusnya. Tulisan ini tidak bermaksud menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Biarlah para cerdik pandai dan ulama yang berkompetensi menjawabnya. Tulisan ini mengajak mengokohkan rasa cinta, esensi dari valentine day itu sendiri, supaya kita mampu memberi kehangatan, mencairkan kebekuan, dan menyelesaikan masalah tanpa kekerasan. Di jagat raya ini manusia tumbuh dalam beraneka bentuk budaya. Satu budaya dengan budaya lain tak mesti selaras. Bukankah budaya merupakan hasil olah rasa dan karsa manusia. Dan bukankah manusia tidak sama satu sama lain oleh sebab letak demograsi, musim, politik, serta dinamika sosial yang melingkupinya. Jangan engkau paksa-paksa orang yang memilki budaya yang berkaitan dengan air, sungai, dengan mereka yang memilki budaya gurun, padang pasir. Bukankah keragaman merupakan fitrah, bahkan firman Allah dalam al-Quran sendiri menyatakan itu: Sesungguhnya aku ciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal satu sama lain. (QS. Hujarat:13). Dalam sebuah maqalah disebutkan: “al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah” memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik. Meskipun dibesarkan dalam budaya yang berbedabeda, namun tidak ada yang menyangkal setiap manusia dibekali rasa cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang merupakan bahasa universal, yang besar kekuatannya. Dia mampu menembus dinding penjara. Mampu meruntuhkan benteng pertahanan. Seorang Penyair Besar, Kahlil Giran, bahkan sempat menyebut agama yang ia anut adalah cinta. Seorang Sufi Wanita asal Basrah, menenggelamkan hari-harinya dalam cinta (mahabbah) kepada Allah. Oleh tarikan cinta dalam jiwanya, dia bahkan rela mengorbankan kenikmatan duniawi, guna mereguk cinta ilahi yang sejati. Dalam sebuah syairnya dia bersenandung: Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu, Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpaMu. Seorang negarawan, bahkan rela tidak menikah sebelum cinta-cita bangsanya tercapai. Kecintaan kepada bangsa telah menggerakkannya melakukan pengorbanan. Sesungguhnya tanpa menunggu bulan Februari sebenarnya kita sudah merayakan valentine day. Seorang ibu senantiasa bervalentine daya terhadap anaknya, sejak dari kandungan sampai dewasa. Dan kalau valentine day diidientikkan dengan hari kasih sayang, Islam merupakan agama yang banyak menganjurkan berkasih sayang kepada sesama, tak terkecuali kepada makhluk lain. Bahkan Allah sendiri disifati dengan Rahman dan Rahim (Maha Kasih dan Sayang). Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda, irhamu man fil ardli yarhamukum man fis sama-i. (Sayangilah yang ada di bumi maka engkau disayangi mereka yang di langit). Dalam hal ini terdapat kisah menarik. Setelah kematian Imam Ghazali, seorang sahabatnya bertemu sang imam dalam mimpinya. Sahabat itu bertanya, “Apa yang telah Allah perbuat kepadamu, wahai imam?”, “Allah menempatkanku pada tempat yang luhur.”Jawab Imam Ghazali. Lalu sahabat itu bertanya, “Karena apakah engkau ditempatkan di tempat yang tinggi?” Kemudian Imam Ghazali berkata, “Karena aku memberikan kesempatan seekor lalat meminum tintaku karena kehausan. Aku lakukan itu karena aku sayang kepada makhluk Allah.” Dalam penaklukkan Kota Makkah (fathu Makkah), Nabi berdiri di hadapan khalayak sembail berpidato. Diantara petikan pidatonya adalah; Inna hadzal yaum laisa yaumul malhamah, walakinna hadzal yaum yaumul marhamah, wa antumuth-thulaqa" (sesungguhnya hari ini bukan hari pembantaian, melainkan hari kasih sayang. Dan kalian semua adalah orang-orang yang memperoleh kebebasan.” Detik detik menjelang penaklukan, orangorang Mekkah menggigil dalam ketakutan. Mereka teringat dosa-dosa dan kebiadaban-kebiadaban yang mereka lakukan terhadap kaum muslimin pada masa lalu. Yang terbersit di benak mereka, bahwa kedatangan Muhammad dengan banyak sekali umat Islam, tentulah menuntut balas. Tak satupun yang orang Makkah yang mampu menandingi kekuatan Islam yang sudah merangsek ke kota Mekkah. Hindun, perempuan yang menyuruh memutilasi jasad paman Nabi, Hamzah, dapat merasakan ajalnya tak lama lagi datang. Ketakutan demi ketakutan yang melanda akhirya mereda setalah Nabi mengumumkan bahwa hari itu bukan hari balas dendam, melainkan hari kasih sayang. Hari menyambung kembali persaudaraan, hari membangun relationship yang baru. Hari kekebasan bagi para budak-budak. Yaumul Marhamah itulah sebenar-benarnya valentine day. Hari kasih kasang yang luas nilainya. Jadi, jika engkau melihat orang-orang merayakan hari valentine day, lantas yang terjadi adalah justru gegap gempitanya maksiat dan kemunkaran, sesungguhnya pertanyaan sederhana layak dilontarkan: Mereka sedang merayakan hari kasih sayang, atau justru merayakan hari kebejatan yang dibungkus kata cinta. Sebab cinta muaranya adalah dorongan kepada keluhuran, kebejatan muaranya kehinaan dan penghancuran. Wallau a’lam. Sumber: bimasislam.kemenag.gi.id-informasi-opini