“to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi

advertisement
Perayaan Valentine’s adalah dari Syiar Agama Nasrani
Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah yang kita dapat menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama
Nasrani.Bahkan kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal ari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus
Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu
secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih
mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari
perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14
Februari (The World Encylopedia 1998).
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri.
Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani
secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam,
seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis
(penyembah berhala) dari Romawi kuno.
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah
Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah
(pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 16)
Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah
ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini
sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut
menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang
mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam.
Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat
Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.
Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan,
“Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa,
Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan
Lupercus, tuhan orang Romawi”.
Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”,
berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas
perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan
Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid (bayi
bersayap dengan panah)” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.
Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun
berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik,
seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut
sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus
ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit
dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.
Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan
simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk neraka,
naudzu billahi min zalik.
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat
terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari
agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta,
kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta
kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama
seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan
sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu biasa.
Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan memaklumi anak2 mereka saling melampiaskan nafsu dengan teman
lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine itu adalah hari khusus untuk
mengungkapkan kasih sayang.
Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta
dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi
setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina.
Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?
Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan
di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana
merupakan hak asasi yang dilindungi undang-undang.
Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya. Di
barat, zina dilakukan oleh siapa saja, tidak selalu Allah SWT berfirman tentang zina, bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang,
bahkan sekedar mendekatinya pun diharamkan.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang
buruk. (QS Al-Isra’: 32)
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Islam diturunkan sebagai agama universal yang rahmatan lil 'alamin. Kedatangan Islam bukan untuk
menyengsarakan umat manusia. Sebaliknya, Islam datang agar manusia mampu menikmati dan merasakan rasa
cinta dan kasih sayang sesamanya. Bahkan lebih dari itu, Islam mengajarkan bahwa kasih sayang tidak hanya
sebatas kepada manusia, Islam menyuruh untuk menebar kasih sayang kepada semua makhluk, termasuk hewan
dan binatang.
Sebagian besar ulama Islam seperti Ibnu Qayyim dan Ibnu Taimiyah melarang umat Islam untuk ikut merayakan
Valentine. Menurut beliau, hari besar yang umat Islam tidak diperbolehkan untuk terlibat di dalamnya adalah semua
jenis hari raya pemeluk agama lain selain Islam. Bahkan beliau meluaskan mengertiannya bahwa tidak hanya yang
terkait dengan hari besar agama non Islam, tetapi hari raya apapun yang tidak ada dasarnya dalam Islam pun juga
diharamkan untuk menjalankannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur'an surat AlKaafirun ayat 6 :
"Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku."
Islam tidak mengenal hari kasih sayang yang serupa dengan Valentine Day. Kasih sayang dalam Islam bersifat
universal, tidak dibatasi waktu dan tempat dan tidak dibatasi oleh objek dan motif. Hal ini sesuai dengan hadish Nabi
Muhammad SAW: "Cintailah manusia seperti kamu mencintai dirimu sendiri." (H.R. Bukhari). Islam sangat melarang
keras untuk saling membenci dan bermusuhan.
Islam sangat menjunjung tinggi akan arti kasih sayang terhadap umat manusia. Rasulullah saw. bersabda : "Janganlah
kamu saling membenci, berdengki-dengkian, saling berpalingan, dan jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah
yang bersaudara. Juga tidak dibolehkan seorang muslim meninggalkan (tidak bertegur sapa) terhadap sudaranya
lewat tiga hari" (HR. Muslim). Kasih sayang dalam Islam diwujudkan dalam bentuk yang nyata seperti silaturahmi,
menjenguk yang sakit, meringankan beban tetangga yang sedang ditimpa musibah, mendamaikan orang yang
berselisih, mengajak kepada kebenaran (amar ma'ruf) dan mencegah dari perbuatan munkar. Dengan demikian
kasih sayang dalam Islam lebih indah, lebih konkrit dan lebih universal dari sekadar kasih sayang versi Valentine Day.
Namun demikian tidak benar bila kemudian kita membenci dan memusuhi orang yang merayakan Valentine. Mereka
tetap saudara kita sebangsa dan setanah air. Kehidupan harmonis yang saling menghormati harus tetap dijaga. Tidak
ada salahnya kita tersenyum dan bertegur sapa kepada mereka, sepanjang dalam batas kewajaran saja. Akan lebih
baik kalau kita mampu memberikan informasi yang sebenarnya perihal Valentine Day. Karena masih banyak remaja
kita yang suka ikut-ikutan kawan, tanpa mengetahui arti di balik perbuatan yang mereka kerjakan.
Download