Bab2 Landasan Teori 2.1 Definisi Kearifan Lokal Kearifan lokal

advertisement
Bab2
Landasan Teori
2.1 Definisi Kearifan Lokal
Kearifan lokal dalam bahasa Inggris disebut juga Local Genius. Local genius
dapat berupa hasil karya cipta unik yang berbentuk fisik seperti, arsitektur, peralatan
penunjang hidup dan lain lain. Dan juga dapat berbentuk non-fisik seperti filsafat,
pemahaman agama, ideologi, ilmu pengetahuan, seni budaya, sistem ekonomi dan
lain lain. Sebuah karya sastra seperti dongeng termasuk ke dalam local genius
berbentuk non-fisik. Sementara itu Keraf (Suhartini, 2009 : 207) menegaskan bahwa
kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau
wawasan
serta adat kebiasaan
dipraktekkan,
diajarkan
dan
atau etika yang menuntun
diwariskan
dari
generasi
ke
lokal ini dihayati,
generasi
sekaligus
membentuk pola perilaku manusia terhadap sesama manusia dan alam.
Rahyono menyatakan
bahwa kearifan dapat menjadi sarana pembelajaran
bagi setiap manusia untuk menjadi orang yang cerdas, pandai, dan bijaksana. Segala
hal yang tidak membuat manusia menjadi cendikia dan bijaksana berarti bukanlah
sesuatu yang arif atau sesuatu yang mengandung kearifan (2009:3-4).
Rahyono berpendapat bahwa pada dasarnya kearifan lokal itu berasal dari
pemikiran manusia. Baik pemikiran positif maupun pemikiran negatif. Namun, apa
yang dipikirkan dan kemudian dilakukan manusia sampai menghasilkan suatu karya
tentunya ditujukan untuk memperoleh kebaikan atau peningkatan hidupnya (2009:6).
Pemikiran
dan sikap hidup
memberikan ketentraman
manusia
yang
dilandasi
kearifan
mampu
dan kebahagiaan hidup pada sesama manusia dalam
bermasyarakat. Sebagai sebuah pemikiran, kearifan akan menghasilkan nilai-nilai
10
dan norma-norma yang luhur untuk kepentingan hidup bersama Pada tahap
penerapan, kearifan akan mengarahkan
penerapan nilai-nilai dan norma-norma
tersebut dalam wujud perilaku secara benar, bukan membelokkan nilai ataupun
norma tersebut untuk kepentingan individual. Berperilaku arif adalah berperilaku
sesuai dengan etika dan etiket yang berlaku di masyarakat. Berperilaku yang tidak
arif adalah perilaku melanggar etika dan etiket. Keseluruhan norma dan nilai yang
digunakan oleh masyarakan untuk mengetahui bagairnana manusia seharusnya
menjalankan kehidupannya disebut etika. Sedangkan menurut Bertens menjelaskan
bahwa etika berkenaan dengan norma-norma, sedangkan etiket berkenaan dengan
sopan santun (Rahyono, 2009:4).
Dalam cerita rakyat juga tersirat kearifan lokal yang terkandung dibalik isi
cerita. Kearifan lokal yaang ada dalam cerita rakyat menyangkut moral maupun etika
yang ditujukkan pada dialog tokohnya Moral maupun etika tersebut merupakan
bagian
dari
budi
pekerti.
Menurut
Poerwadarrninta
(Sulistyorini,
2011:4)
mengartikan moral sebagai ajaran tentang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan,
baik berupa akhlak, kewajiban dan sebagainya.
Moral dalam cerita merupakan sarana yang berhubungan dengan ajaran moral
tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil dan ditafsirkan melalui cerita yang
bersangkutan oleh pembaca
Hal itu merupakan petunjuk yang ingin diberikan
pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan,
seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun dalarn pergaulan (Sulistyorini, 2011:4).
Moral (dalarn literatur) berarti pelajaran yang bisa dipetik dari cerita, puisi,
dongeng,
bermain
atau
bahkan
setiap pekeljaan
yang
dirnaksudkan untuk
mengajarkan sesuatu yang baik secara langsung maupun tidak langsung (Cuddon,
1999:519).
11
Nilai moral adalah mendefinisikan fitur dari budaya yang bersama dengan
tradisi, pola perilaku dan keyakinan. Nilai-nilai moral merupakan sebuah aturan baik
dan buruk, yang dianggap benar atau salah. Sebagai kesimpulan, nilai-nilai moral
merupakan jenis aturan dalam kehidupan kita yang sejalan dengan semua aspek dari
budaya, mau tidak mau harus mengikuti aturan tersebut (Thiroux, 1995:3).
Bertindak secara moral berarti menaati suatu norma, yang menetapkan
perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat tertentu, bahkan sebelum kita
dituntut untuk bertindak (Durkheim, 1990:17).
Tindakan moral se1alu dianggap pasti akan membuahkan hasil yang berguna
bagi kehidupan dan kesadaran, sehingga hal baik dapat ditingkatkan, hal buruk dapat
dikurangi (Durkheim, 1990:47).
Menurut Poespowardojo menyatakan
bahwa kebudayaan
dapat diartikan
sebagai seluruh usaha dan hasil usaha manusia dan masyarakat untuk mencukupi
segala kebutuhan serta hasratnya untuk memperbaiki hidupnya. Usaha tersebut
terungkap
baik dengan
mengolah
lingkungan
dan dunianya untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, maupun dengan menciptakan pola dan hubungan masyarakat
yang makin mempermudah dan memperlancar pergaulan hidup. Usaha ini terlaksana
dengan memberikan makna manusiawi kepada materi atau benda yang diolalmya dan
membuat tata kehidupan masyarakat menjadi manusiawi pula (Rahyono, 2009:5)
Menurut Sulistyorini (2011:1) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan
konsep yang sangat luas dan kompleks yang dapat diinterpretasikan secara beragam.
Se1ain kebudayaan
kearifan lokal.
universal
Sementara
dikenal pula kebudayaan
lokal yang menyimpan
kearifan lokal yang kesemuanya
merupakan
sebuah
kompleksitas kebudayaan. Salah satu budaya tradisi lisan seperti cerita rakyat juga
mengandung kearifan lokal dalam isi ceritanya. Cerita rakyat sebagai bagian dari
12
folklore dapat dikatakan menyimpan sejumlah informasi sistem budaya seperti
filosofi, nilai, norma, perilaku masyarakat.
Dalam antropologi, kata kearifan lokal dikenal dengan istilah local genius.
Awal mulanya kata local genius dikenalkan oleh Quaritch Wales. Para antropolog
membahas secara dalam pengertian local genius. Menurut Haryati Soebadio, local
genius adalah cultural identity; identitas atau kepribadian budaya bangsa yang sesua
dengan watak dan kemampuan sendiri (Sartini, 2004:1).
Menurut I Ketut Gobyah dalam Sartini, mengatakan bahwa kearifan lokal
adalah kebenaran yang telah menjadi tradisi dalam suatu daerah. Kearifan lokal
merupakan
hasil budaya masa lalu yang harus secara terus menerus dijadikan
pedoman hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung didalanmya
dianggap sangat universal. Sedangkan menurut S. Swarsi Geriya dalam Menggali
Kearifan Lokal untuk Tradisi Bali, mengatakan bahwa secara konsep, kearifan lokal
dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada nilainilai, etika, cara-cara dan perilaku yang berpangkal secara tradisional. Kearifan lokal
adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu
yang cukup lama (2004:2)
Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam Sartini (2004:2), menyatakan bahwa
bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat
dapat berupa nilai, norma, etika,
kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh sebab itu
karena
bentuknya
yang
bermacam-macam
dan
hidup
dalam
aneka
budaya
masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam.
Menurut Sartini, beberapa fungsi tentang kearifan lokal antara lain :
1. Melindungi pelestarian sumber daya alam.
2. Pengembangan sumber daya manusia.
13
3. Pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4. Berfungsi sebagai pelajaran, kepercayaan, sastra dan pantangan.
5. Bermakna sosial.
6. Bermakna etika dan moral.
7. Bermakna politik.
Nurma Ali Ridwan berpendapat bahwa, kearifan lokal adalah nilai-nilai yang
berlakn dalam suatu masyarakat. nilai-nilai tersebut diyakini kebenarannya dan
menjadi pedoman dalam bertingkah lakn dalam kehidupan sehari-hari (2007:2).
Selain itu menurut Ridwan kearifan lokal lebih menggambarkan satu fenomena
spesifik yang biasanya akan menjadi ciri khas komunitas kelompok tersebut, contoh
alon-alon asal klakon (Jawa Tengah).
2.2 Fungsi Cerita Rakyat
Menurut Sulistyorini salah satu sastra daerah yang perlu dilestarikan adalah
cerita rakyat. Setiap wilayah tentunya mempunyai cerita rakyat yang dituturkan
secara lisan. Cerita rakyat yang pada mulanya dilisankan selain berfungsi untuk
menghibur, juga dapat memberikan pendidikan moral. Namun, sekarang sudah
digeser oleh berbagai bentuk hiburan yang lebih menarik dalam berbagai jenis siaran
melalui televisi, radio, surat kabar, dan lain sebagainya. Apabila cerita rakyat digali
lebih jauh sebenarnya cerita rakyat mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat
penting dalam masyarakat pendukungnya. Dalam cerita rakyat itu mengandung nilai
luhur bangsa terutama nilai-nilai budi pekerti maupun ajaran moral. Apabila cerita
rakyat itu dikaji dari sisi nilai moral, maka dapat dipilah adanya nilai moral
individual, nilai moral sosial, dan moral religi. Adapun nilai-nilai individual
meliputi
: kepatuhan,
pemberani,
rela berkorban, jujur,
adil dan bijaksana,
14
•
menghormati dan menghargai, bekerja keras, menepati janji, tahu balas budi, baik
budi pekerti, rendah hati, dan hati-hati dalam bertindak. Sedangkan nilai-nilai moral
sosial
meliputi : bekerjasama, suka menolong, kasih sayang, kerukunan, suka
memberi nasihat, peduli nasib orang lain, dan suka mendoakan orang lain. Lalu yang
meliputi nilai-nilai moral religi, yaitu : percaya kekuasaan Tuhan, percaya adanya
Tuhan, berserah diri kepada Tuhan, dan memohon ampun kepada Tuhan (2011:1)
Selain itu cerita rakyat juga memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat
penting dalam masyarakat pendukungnya. Cerita rakyat mengandung nilai luhur
bangsa terutama nilai-nilai atau ajaran moral. Propp dalam Sulistyorini mengatakan
bahwa cerita rakyat atau folklor sangat perlu diperhatikan sebagai tanda perubahan
masyarakat. begitu pula Danandjaja menerangkan bahwa folklor atau
cerita rakyat
mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif, misalnya sebagai
alat pendidikan, penglipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.
Sedangkan menurut Sulistyorini, dalam
cerita rakyat mempunyai nilai-nilai luhur
yang perlu dilestarikan. Seiain untuk mendidik, pemahaman nilai-nilai luhur bangsa
melalui cerita rakyat merupakan bekal anak untuk mengembangkan kepribadiannya
berdasarkan etika.
Upaya
tersebut dalam
perilaku melalui
cerita
rakyat
dapat
mempengaruhi etika dalam pergaulan hidup sehari-hari (2011:2)
'IH!:Vt.t-lt4' ;t "t"{ .:t l? :tvc tc: 0):V tJ'O) tc ··:>tc: 0):V>, i§ ?
l 'b? 'f?J:-? JA'? ;;t"( ';tTo "C:(l,f'J:'I!fii\SO).A J;J :V ffiiSib>-?td>l?tc )i\\!.it';t;To ffiiSit'i§.:tli, :b'? ?ii\S
li:V> IJ "t"l'i t i? 0/v<b 1J ;titlvo L-It 'ii\St <b IJ ;t ToJ: ? T
?.'>I.A 1- !l ib .A. V.-::Jittc:lvtc It'? ;:",Z"ToU 'ii\S,
iiiS 1t '1i!:V -§..lt <b 0 f;: )[!, ? L- , I'J: l? l'i l? , - C:
0)ii\S-§. .lt
ib-?f;: ,\!l? lthC:t, t:V>< 0.-? < ?.'>.lb"Clt'.:tli.A 1-!) c
f;: it 'ib.A.V. -::J It ?.'> fJ ib<b 0 t;: i§ ? ;:t:.:·,\!!. ? o
Terjemahannya
Mengapa mukashi banashi hingga saat ini masih terns disampaikan.
Saya pikir karena mukashi banashi mempunyai cerita yang menarik.
15
Apa yang dikatakan dengan menarik itu bukan hanya cerita-cerita
lucu saja. Ada juga cerita-cerita yang sedih. Dengan kata lain,
ceritanya menarik perhatian orang. Cerita-cerita yang sedih, cerita
yang menarik, yang menakutkan, mendebarkan, ada dalam rnukashi
banashi. Dapat dikatakan bahwa rnukashi banashi itu mempunyai
kemampuan untuk menarik perhatian orang (Ozawa, 2000:28)
Dongeng sendiri mempakan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benarbenar
teljadi.
lsi
dongeng
banyak
yang tidak
masuk
aka! karena
dongeng
disampaikan dari mulut ke mulut dan setiap
orang bercerita tanpa disadari
memasukkan sedikit tentang khayalannya sendiri
ke dalam dongeng itu sehingga
kebenaran isi cerita sedikit diragukan atau simpang siur kebenarannya. Cerita rakyat
yang mempakan salah satu budaya lokal dapat pula dimanfaatkan sebagai sarana
untuk pembelajaran budi pekerti (Sulistyorini, 2011:3).
2.3 Teori On dan Ongaeshi
Pengertian on dalam Kodansha Encyclopedia (1983:105) bahwa on memjuk
pada hutang sosial dan psikologis seseorang yang timbul pada saat menerima
kemurahan
hati. On mempakan bagian yang terpenting
mempertahankan tatanan sosial jepang.
diantara nilai-nilai
yang
Dimana hubungan manusia terikat dalam
hubungan kewajiban timbal balik. Selanjutnya kata ongaeshi sendiri berasal dari kata
kaeshi (membayar kembali atau pengembalian). Pengertian kaeshi dalam Kodansha
Encyclopedia adalah
pengembalian atau memberikan kembali kebaikan hati yang
telah diterima dengan imbalan yang sempa.
Menumt
Benedict (2005:99) mengemukakan bahwa on sebagai hutang,
hutang budi, kewajiban atau kemurahan hati. Dengan kata lain on juga mengandung
arti beban atau hutang, sesuatu yang hams dipikul seseorang dengan sebaik mungkin.
On juga menunjuk kepada hutang psikologis maupun sosial yang dikenakan kepada
16
•
seseorang atas penerimaan bantuan, dan secara moral
penerimaan on wajib
membalas bantuan atau pemberian yang telah ia terima. Seseorang menerima on dari
atasannya, dan tindakan on yang menerima dari siapa saja yang belum tentu
atasannya menimbulkan perasaan bahwa orang itu lebih rendah dari pada si pemberi
on.
Untuk bangsa Jepang, rasa berutang yang utama dan selalu ada, yaitu on.
Berbeda sekali dengan pembayaran kembali secara aktif dan ketat yang disebut sebut
dalam
serentetan konsep-konsep
lain.
Rasa
berutang
seseorang
(on) bukan
merupakan kebajikan, pembayarannya kembali itulah yang merupakan kebajikan
(Benedict, 2005:121).
Menurut Lebra (1982:92) sebuah rasa terimakasih biasanya diungkapkan
dengan kata arigatai atau terimakasih dan dalam bahasa percakapan menjadi arigato.
Sering juga rasa terimakasih diekspresikan dengan kata sumanai yang dapat diartikan
maaf. Mungkin penerima merasakan rasa terima kasih dan rasa maaf sekaligus. Hal
itu didasari oleh suatu kesadaran dari penerima on terhadap pengorbanan pemberi on
dan juga kesadaran bahwa ia tidak mampu membayar utang itu sepenuhnya.
Seorang penerima on diharapkan merasakannya dan berterima kasih kepada
pemberi on. Rasa berterima kasih yang besar, saling berkaitan dengan on, hal
tersebut telah tertanam dalam landasan moral orang-orang Jepang.
Orang Jepang telah diajarkan tentang rasa kebajikan yang tidak hanya tertuju
pada manusia tetapi juga pada binatang, termasuk juga serangga. Ajaran Budha juga
memberikan kontribusi dalam mengajarkan kebajikan yang tidak meminta imbalan.
Suatu perbuatan baik tidak dibatasi pada peristiwa tertentu saja, tidak juga dihitung
secara
ekonomi atau harus dikembalikan. Perbuatan baik lebih menekankan pada
perilaku si pemberi daripada nilai benda yang diberikan atau tindakan tertentu.
17
Semua itu berarti babaya ego sebagai penerima on harus menyadari dan tidak
melupakan perilaku atau tindakan serta perbuatan baik dari onjin atau pemberi on
nya (Unsriana, 2007:40)
Tadao dalam Unsriana (2007:39).bependapat babwa on pada dasarnya adalab
suatu perbuatan yang tidak mengharapkan balasan, seperti yang tampak pada cerita
hoon binatang. Suatu tindakan yang secara spontan memberikan kebaikan dan tidak
mengharapkan suatu pengembalian. Ada pepatah yang merupakan ajakan "Orang
memberikan on kepada makhluk lain, sebenarnya
(pengembalian)." Pada mulanya,
on mempunyai
tidak mengharapkan okaeshi
arti seperti itu. Akan tetapi
selanjutnya, orang yang telab menerima on akan memberikan jasanya. Oleh karena
itulab, on membuat hubungan yang bersifat kontrak. Selanjutnya, dikatakan babwa
on lebih dalam dari lautan (umi yorimo fokaku), lebih tinggi dari gunung (yama yori
mo takaku), menggambarkan betapa beratnya
beban
on yang hams
ditanggung
penerimanya.
2.4 Teori Sastra Lisan
Menurut Vansina dalam Taum (2011:10) berpendapat babwa sastra lisan atau
oral literature merupakan bagian dari tradisi lisan atau yang biasanya dikembangkan
dalam kebudayaan lisan berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian
ataupun yang diwariskan secara lisan dari satu generasi ke generasi lainnya. Pesan,
cerita, atau kesaksian-kesaksian tersebut disampaikan melalui tuturan atau nyanyian,
dalam bentuk-bentuk seperti dongeng, peribabasa, balada, atau puisi. Melalui cara ini
masyarakat dapat
mewariskan
sejarab
lisan,
sastra
lisan,
hukum
lisan,
dan
pengetahuan-pengetabuan lisan lainnya tanpa system tulisan.
18
Sastra lisan merupakan
bagian
dari tradisi
lisan. menurut
perumusan
UNESCO, tradisi lisan adalah thoese tradition which have been transmited in time
and space by the word and act, yang teljemahannya dalam bahasa Indonesia yaitu
traidisi-tradisi yang diwariskan dalam ruang dan waktu dengan ujaran dan tindakan.
Dengan kata lain, tradisi lisan adalah segala macam wacana yang disampaikan secara
lisan turun temurun sehingga memiliki suatu pola tertentu (Taum, 2011:22)
Sastra lisan adalah bentuk-bentuk kesusastraan atau seni sastra yang
diekspresikan secara lisan. sastra lisan hanya mengacu kepada teks-teks lisan yang
bernilai sastra, sedangkan tradisi lisan lebih luas jangkauannya yang mencakup
teknologi
tradisional, hukum
adat,
tarian
rakyat,
dan
makanan
tradisional
(Taum,2011:23). Rusyana mengemukakan ciri dasar sastra lisan yaitu :
1. Sastra lisan tergantung kepada penutur, pendengar, ruang dan waktu.
2. Antara penutur dan pendengar teJ.jadi kontak fisik, sarana komunikasi
dilengkapi paralinguistik
3. Bersifat anonim.
Menurut Junus dalam Taum (2011:23) mengemukakan ciri-ciri cerita rakyat,
yaitu:
1. Terikat kepada Jokasi tertentu.
2. Berhubungan dengan masa tertentu.
3. Partisipasi seluruh masyarakat dengan kemungkinan pengenalan kelompok.
Menurut Danandjaja dengan merujuk beberapa pendapat, mengemukakan ciri
pengenal sastra lisan, yaitu :
I. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan atau disertai
gerak dan isyarat dan alat bantu pengingat.
19
2. Bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam
bentuk standar, disebarkan diantara kolektiftertentu dalam waktu yang cukup
Iama(paling sedikit dua generasi).
3. Berada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda
4. Bersifat anonim.
5. Menjadi
milik bersama
kolektif
tertentu,
setiap anggota
kolektif
yang
bersangkutan merasa memilikinya.
6. Pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga tampak kasar, dan terlalu
spontan.
Berdasakan pandangan-pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa sastra
Iisan merupakan bagian folklore atau tradisi Iisan memiliki ciri-ciri tertentu yang
berkaitan dengan ciri kesusastraannya. Mengingat istilah sastra berkaitan dengan
sebuah cabang seni tersendiri, maka berikut ini dirumuskan empat ciri utama sastra
Iisan, yang akan berpengaruh terhadap proses penelitiarmya sebagai berikut (Taum,
2011:24):
1. Sastra Iisan adalah teks sastra yang dituturkan secara Iisan. sastra Iisan juga
disebut sebagai sebuah wacana yang bernilai sastra, memenuhi kualifikasi
sebagai karya sastra yang memiliki kaidah-kaidah estetik dan puitik tersendiri
dengan sifat-sifat dan sarana kesusastraan.
2.
Sastra Iisan hadir dalam beberapa bahasa daerah. Pada umumnya masih
dituturkan dalam bahasa daerah di Nusantara.
3. Sastra Iisan selalu hadir dalam versi-versi dan jenis-jenis yang berbeda-beda.
Hal ini muncul sebagai akibat cara penyebaran/pewarisarmya dilakukan
secara lisan, dari mulut ke mulut atau disertai contoh/gerak, dan alat
20
pembantu pengingat. Banyaknya versi antara lain disebabkan oleh lupa,
pelesapan pola, dan transformasi.
4.
Sastra lisan bertahan secara tradisional dan disebarkan dalam bentuk standar
tetap dalam kurun waktu yang cukup lama, paling tidak hingga dua generasi.
Sastra lisan juga memiliki fungsi tertentu, seperti fungsi pendidikan, hiburan,
protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam. Intinya sastra lisan masih
memiliki kegunaan dalam kehidupan bersama.
Menurut Teeuw dalam Taurn (2011:27) sastra lisan juga mengandung fungsifungsi seperti agarna, dan sosial yang masih terbuka untuk penelitian-penelitian
ilmiah, bahkan berfungsi sebagai wadah kalimat tradisional yang mengandung adatistiadat,system nilai dan berbagai norma yang berlaku dalam masyarakat.
2.5 Teori Intrinsik
Pada urnurnnya dalam sebuah karya sastra tentunya terdapat unsur intrinsik
dan ekstrinsik, tetapi dalam penelitian ini penulis hanya menitik beratkan pada unsur
intrinsiknya saja. pengertian unsur intrinsik menurut Siswanto adalah unsur yang
secara langsung membangun cerita dari luar karya sastra (Unsur-unsur tersebut
meliputi alur, tokoh, watak, penokohan, Jatar cerita, sudut pandang, gaya bahasa,
amanat, dan tema. Dan satu lagi yaitu gaya penceritaan.
1. Tokoh
Tokoh adalah pelaku yang mengalarni suatu peristiwa dalam cerita rekaan
sehingga
peristiwa
tersebut
menjadi
sebuah
cerita, dan cara seorang
sastrawan menampilkan tokoh dalam cerita tersebut disebut juga dengan
penokohan (Siswanto, 2008:142-143). Tokoh dalam sebuah cerita rekaan
21
selalu
memiliki
sifat,
sikap,
tingkah
laku
atau watak-watak
tertentu.
Pemberian watak pada tokoh cerita disebut juga dengan perwatakan.
Dilihat dari watak tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh protagonist dan
tokoh antagonis. Tokoh protagonist adalah tokoh yang bersifat baik dan
positif,seperti jujur, rendah hati, pembela,
cerdik, pandai, mandiri, setia
kawan. Dan biasanya sering sekali disukai oleh pembacanya. Sedangkan
dalam suatu kehidupan tidak semua orang merniliki sifat baik. Setiap manusia
pasti merniliki kelemahan. Oleh karena itu tokoh protagonist menggambarkan
dua sisi kepribadian yang berbeda. Dimana terkadang ia berbuat negatif derni
kebaikan atau kepentingan bersama (Siswanto, 2008:144).
Sedangkan pengertian
tokoh antagonis adalah tokoh yang digambarkan
merniliki sifat buruk dan negatif (Siswanto, 2008:145).
2. Latar cerita
Menurut
Leo Hamalian (Siswanto,
2008:149)
menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan Jatar cerita Jatar cerita dalam sebuah karya fiksi bukan
hanya sebuah tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam
lingkungan tertentu, tetapi juga berupa suasana yang berhubungan dengan
sikap maupun gaya hidup sekeloinpok masyarakat dalam menanggapi suatu
problema tertentu.
3. Gaya Bahasa
Menurut Arninuddin (Siswanto, 2008:159) gaya bahasa merupakan gaya
seseorang menyampaikan gagasannya dengan menggunakan bahasa yang
dapat menyentuh emosi para pembaca.
22
4. Alur atau Plot
Menurut Abraham alur merupakan beberapa tahapan peristiwa dalam suatu
cerita yang membuat setiap cerita memiliki kaitan yang saling berhubungan
yang dihadirkan para pelaku didalanmya. Sedangkan menurut Sudjiman alur
adalah suatu peristiwa dalam sebuah karya sastra dalam mencapai suatu
(Siswanto, 2008:159).
5. Tema dan Amanat
Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema sangat berperan penting
sebagai tujuan pengarang
dalam menentukan
karya yang diciptakannya
(Siswanto, 2008:161).
Nilai-nilai yang terdapat dalam cerita rekaan dapat dilihat dari sudut pandang
sastrawan
dan pembacanya. Nilai-nilai
ini
disebut juga amanat. Yang
dimaksud dengan amanat adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin
disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan
secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam
tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu
dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan
yang berhubungan dengan gagasan utama cerita (Siswanto, 2008:161).
6. Gaya Pencitraan
Gaya pencitraan
mencangkup teknik penulisan
dan teknik penceritaan.
Teknik penulisan adalah cara yang digunakan oleh pengarang dalam menulis
karya sastranya. Teknik penulisan tnengacu pada bagaiman pengurutan,
penataan, dan pembagian karya sastra atas bab, sub bab, paragraf, dsb.
Teknik penceritaan adalah cara yang digunakan oleh pengarang untuk
menyajikan karya sastranya, seperti teknik pemandangan, teknik adegan,
teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi (2008:162).
2.6 Teori Balas Budi
Balas budi adalah perbuatan terpuji. Balas budi terjadi apabila seseorang
merasa berhutang karena telah diperlakukan dengan baik oleh orang lain (Jamaris,
2007:192).
2.7 Teori Keberanian
Menurut Stephen dalam Hatch berpendapat bahwa Keberanian bukan tidak
adanya rasa takut, tetapi kewaspadaan
Keberanian
dapat ditampilkan
bahwa ada hal lain yang lebih penting.
dengan sikap bak pahlawan
yang terlihat jelas
(2006:103).
Menurut Santoso (2007:117) berpendapat bahwa keberanian adalah suatu
sikap untuk berbuat sesuatu dengan memperhitungkan risiko yang akan terjadi.
Orang-orang yang memiliki keberanian akan sanggup menghidupkan mimpi-mimpi
dan mengubah kehidupan pribadi sekaligus orang-orang disekitarnya. Mereka berani
berbuat sesuatu tanpa harus merisaukan ke1emahan-kelemahan
tanpa terus dibayangi
kekhawatiran, tanpa dibelenggu
yang dimilikinya,
ketakutan-ketakutan akan
kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi.
24
Download