Melatih Sikap Tanggap Bencana Siswa Melalui Pembelajaran yang Mengintegrasi Nilai Kearifan Lokal MELATIH SIKAP TANGGAP BENCANA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN YANG MENGINTEGRASIKAN NILAI KEARIFAN LOKAL Rissa Ardina Ksanti(1), Suliyanah(2) dan Hasan Subekti(3) (1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, [email protected] (2) Dosen Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, [email protected] (3) Dosen Program Studi Pendidikan IPA, FMIPA, Universitas Negeri Surabaya, [email protected] Abstract Penelitian ini merupakan penelitian pre eksperimental yang bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai kearifan lokal dari hasil belajar siswa yang mencangkup kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Rancangan penelitian yang digunakan mengacu one-shot case study design. Sasaran yang digunakan dalam penelitian adalah siswa kelas VIII-A SMPN 2 Puncu berjumlah 40 siswa pada tahun ajaran 20142015. Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam tiga kali pertemuan yang diakhiri pemberian post-test untuk mengukur sikap tanggap bencana siswa sekaligus penguasaan materi mitigasi bencana siswa. Hasil penelitian menunjukkan hasil belajar siswa dalam hal kompetensi sikap spiritual mencapai 90% siswa tuntas dan 10% siswa tidak tuntas. Sikap sosial mendapat mencapai 75% siswa tuntas dan 25% siswa tidak tuntas. Sikap tanggap bencana siswa mencapai 38 siswa tuntas. Hasil ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan mengintegrasi nilai kearifan lokal telah tuntas dilaksanakan dan dapat melatihkan sikap tanggap bencana pada siswa sehingga siswa dapat mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan sekitar. Kompetensi pengetahuan disebutkan bahwa siswa yang tuntas sebanyak 97,5% dan sisanya tidak tuntas. Hasil belajar kompetensi keterampilan 80% siswa tuntas dan 20% siswa tidak tuntas. Kata kunci: hasil belajar, integrasi nilai kearifan lokal, mitigasi bencana, sikap tanggap bencana Abstract This research is a pre-experimental study aimed to describe the implementation of the integrated value of local knowledge of student learning outcomes which include attitudes competencies, skills and knowledge. The research design used refers to one-shot case study design. The targets used in the study were students of class VIII SMPN 2-A Puncu that are 40 students in the academic year 2014-2015. The research was carried in three meetings that are ended granting post-test to survey the attitude of the disaster response students at the same student mastery of disaster mitigation material. The results showed the student learning outcomes in terms of spiritual attitude competence reaches 90% of students are complete and 10% of students are incomplete. Social attitudes got to reach 75% of students are complete and 25% of students are uncomplete. Disaster response attitude of students to 38 students are completed. This results indicated that learning by integrating the value of local wisdom has been completely implemented and can train disaster response attitude in students so that students can solve problems occuring in the environment. Knowledge competencies mentioned that the students who completed are 97.5% and the rest is not complete. Competency skills learning outcomes 80% of students are complete and 20% of students are uncomplete. Keyword: learning outcomes, the integration of the value of local knowledge, disaster mitigation, the attitude of disaster response 1 PENDIDIKAN IPA. Volume 03 Nomor 03 Tahun 2015 PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan negara yang diapit oleh dua benua dan dua samudera. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di dunia yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di bagian Utara, lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Filipina dan Samudra Pasifik di bagian Timur. Indonesia merupakan negara yang memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bencana alam, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya. Tercatat sudah cukup banyak sekitar 257 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia dari keseluruhan 2866 kejadian bencana alam yang terjadi di Asia selama periode tersebut. Ini berati bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan tehadap bencana alam. Negara Indonesia merupakan negara yang diapit oleh dua benua dan dua samudera. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di dunia yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di bagian Utara, lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Filipina dan Samudra Pasifik di bagian Timur. Indonesia merupakan negara yang memiliki kerawanan yang tinggi terhadap bencana alam, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya. Tercatat sudah cukup banyak sekitar 257 kejadian bencana yang terjadi di Indonesia dari keseluruhan 2866 kejadian bencana alam yang terjadi di Asia selama periode tersebut. Ini berati bahwa, Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan tehadap bencana alam. Akhir-akhir ini Indonesia juga dihadapkan dengan berbagai masalah yang menyangkut keamanan bangsa Indonesia dikarenakan terjadinya bencana alam. Banyak wilayah di Indonesia yang terkena bencana alam. Mulai dari meletusnya gunung Krakatau yang dasyat di Selat Sunda pada tanggal 27 Agustus tahun 1983 yang menyisakan sebuah kawah besar yang disebut dengan kaldera. Bencana yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 merupakan bencana Tsunami terbesar yang melanda Indonesia memorak porandakan wilayah Aceh serta menewaskan beribu-ribu jiwa. Pada tahun 2014 terjadi bencana meletusnya Gunung Kelud yang menyebabkan banyak daerah mengalami kerusakan. Abad 21 ini, persaingan dalam berbagai bidang semakin ketat diantaranya bidang pendidikan khususnya pendidikan sains. Pendidikan dunia menginginkan hasil pendidikan yang berkualitas dan berkompetisi. Menurut Jackson (2012:5), bahwa 6 negara terkenal yaitu Australia, Finlandia, Portugal, Singapura, Inggris dan Amerika Serikat telah menjalankan pendidikan dengan keterampilan abad 21 (21st Century Skill) yang dikategorikan ke dalam 4 kategori, yaitu; ways of thinking, ways of working, tools for working, dan living in the world. Berdasarkan ke empat kategori tersebut, pendidikan diminta untuk mengajarkan pengetahuan, sikap, nilai dan etika kepada siswa. Siswa dituntut untuk memiliki kreatifitas dan inovasi dalam pemecahan masalah, komunikasi dan kerja secara tim, berpengetahuan umum dan menggunakan teknologi informasi yang ada, serta dituntut untuk dapat hidup secara berkewarganegaraan, tanggung jawab secara pribadi dan sosial, termasuk sadar akan budaya dan kompetensi. Upaya pencegahan dan penanggulangan yang dilakukan dapat berupa meminimalisir kerugian baik berupa fisik dan material. Segala upaya ini masuk dalam bagian mitigasi bencana. Menurut UU No. 24 (2007:3), “mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.” Akan tetapi yang paling mendasar yang harus dilakukan adalah menumbuhkan sikap yang benar untuk memperlakukan lingkungan. Berdasarkan fakta yang ada menyebutkan bahwa Kota Kediri ini memiliki sejarah yang sangat dikenal oleh masyarakat Nasional. Banyak budaya kental yang dapat diambil nilainilai positif yang arif untuk menjalani kehidupan. Budaya yang ada di kawasan Gunung Kelud ini salah satunya adalah larung sesaji. Salah satu upaya mitigasi bencana dapat dilakukan dengan cara melatihkan sikap tanggap bencana kepada siswa. Sikap tanggap bencana merupakan sikap yang ditujukkan untuk mencegah, menghadapi dan menanggulangi bencana. Melalui pembelajaran, pada KD 2.3 hal yang ingin dicapai adalah menunjukan perilaku bijaksana dan bertanggung jawab dalam aktivitas seharihari. Melalui KD 2.3 sikap tanggap bencana dapat diajarkan kepada siswa sebagai modal dasar dalam melakukan mitigasi bencana. Sikap tanggap bencana ini perlu ditanamkan dalam KD 2.3, karena sesuai dengan KD 3.12 bahwa yang harus dicapai adalah siswa mampu mengurangi resiko terjadinya bencana. Menggunakan sikap tanggap bencana ini, siswa dapat mengetahui tindakan untuk mencegah, menghadapi dan menanggulangi bencana sebagai langkah dalam mitigasi bencana. Materi mitigasi bencana dapat diajarkan ke dalam pembelajaran IPA pada siswa SMP melalui pembahasan mengenai bumi. Pada Kurikulum 2013, KD 3.12 terdapat pembahasan mengenai struktur bumi, fenomena gempa bumi dan gunung api serta tindakan yang diperlukan untuk mengurangi resiko. Melalui KD ini materi mitigasi bencana dapat diajarkan karena materi ini berhubungan dengan bencana bumi. Sesuai dengan penjelasan Melatih Sikap Tanggap Bencana Siswa Melalui Pembelajaran yang Mengintegrasi Nilai Kearifan Lokal sebelumnya, mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana. Sehingga, materi mitigasi ini perlu diajarkan kepada siswa yang berdomisil di daerah yang rawan bencana. Wilayah gunung Kelud memiliki potensi tinggi terjadinya bencana gunung api, sehingga materi mitigasi bencana ini perlu dimasukkan kedalam pembahasan KD tersebut untuk membantu siswa agar dapat mengurangi resiko terjadinya bencana di lingkungan Kelud. Menurut berita Kompas tanggal 2 November 2014 menyebutkan bahwa, setelah terjadinya bencana Gunung Kelud meletus pada tanggal 2 November 2014 warga sekitar lereng Gunung Kelud yang berada di wilayah Kabupaten Kediri menggelar ritual sesaji sebagai ucapan rasa syukur atas berkah yang diberikan oleh Tuhan. Ritual ini merupakan pengembangan bentuk mitigasi bencana secara kultural. Masyarakat yang datang dari berbagai latar belakang berkumpul di kawasan puncak Gunung Kelud sebagai bentuk sebuah kesadaran akan tradisi dan kearifan lokal yang tertuang dalam upacara adat tersebut. Kearifan lokal merupakan produk budaya pada masa lalu yang dapat secara terus-menerus dijadikan sebagai pegangan hidup serta memiliki sifat bijaksana bernilai baik yang tertanam dalam suatu budaya dan diterapkan oleh seluruh masyarakat setempat (Wagiran, 2011:3). Ini berarti bahwa kearifan lokal merupakan bagian dari budaya yang terdapat pada suatu daerah. Tetapi meskipun bernilai budaya lokal tetapi nilai yang terkandung di dalam kearifan lokal dianggap sangat universal atau berlaku secara luas. Jadi, walaupun kearifan lokal hanya dilaksanakan oleh masyarakat setempat dalam lingkup asal kearifan lokal muncul tetapi nilai yang terkandung dalam kearifan lokal tersebut dapat digunakan secara umum. Departemen Pendidikan Nasional telah menyusun Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPPNJP) 2005-2025 sesuai dengan yang tertulis dalam Permendiknas Nomor 32 Tahun 2005, tentang Renstra Depdiknas Tahun 2005-2009. Rencana ini dijabarkan menjadi 4 tema perkembangan pendidikan yang dalam pelaksanaan pembangunan dan penetapan nantinya harus disesuaikan dengan RPJPN 2005-2025 dan RPJMN 20102014 serta perkembangan kondisi yang akan datang (Sugestiyadi, 2013:91). Pelaksanaan pengembangan pendidikan harus dilakukan sesuai dengan RPPNJP 20052025 yang isinya sesuai dengan Restra Depdiknas yang berisi 4 rencana pembangunan pendidikan nasional demi perkembangan pendidikan yang lebih baik. Restra Depdiknas ini memiliki kunci yang sangat penting yaitu 1) pembelajaran dengan sistem terbuka diselenggarakan dengan fleksibilitas pilihan dan waktu menyelesaikan program lintas satuan dan jalur pendidikan (multi entry-multi exit system), 2) pendidikan multimakna diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan akhlak mulia, budi pekerti luhur, dan watak kepribadian, atau karakter unggul, serta berbagai kecakapan hidup (life skills) (Sugestiyadi, 2013:91). Kunci utama Restra Depdiknas bahwa pembelajaran dilakukan dengan memilih program lintas satuan secara fleksibel dan pengaturan waktu yang tepat agar pembelajaran secara terbuka dapat terselesaikan dengan tepat. Restra tersebut juga menjelaskan bahwa kebudayaan adalah salah satu landasan kuat dalam perkembangan pendidikan, maka proses pengembangan kurikulum di Indonesia juga harus memperhatikan keragaman kebudayaan yang merupakan bentuk implementasi dari kearifan lokal. Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia dituntut untuk segera mengubah mind set dalam konsep pendidikan untuk menghadapi era globalisasi, serta harus memiliki kompetensi global serta mengakomodasikan kearifan lokal yang berbasis kebudayaan lokal untuk perkembangan pendidikan di Indonesia. Jepang juga merupakan daerah yang memiliki kerawanan yang sangat besar akan terjadinya bencana, oleh sebab itu dalam pendidikan Jepang melaksanakan metode pendidikan kesiapsiagaan terhadap bencana sejak tahun 1971 yang diintegrasikan ke dalam kurikulum belajar (Yani, 2010:3). Sesuai dengan kejadian tersebut, maka seorang peneliti muda Kebijakan dan Perkembangan IPTEK-LIPI Prakoso menyarankan mengenai penyampaian materi kesiagaan bencana dilakukan dengan mengintegrasikan dengan mata pelajaran. Tetapi sebelum diadakan pendidikan kebencanaan dianjurkan untuk melakukan pelatihan untuk siswa, guru dan karyawan. Selain itu, pendidikan dasar TK-SMP di Jepang tidak megikuti aturan kurikulum, karena pendidikan dititik beratkan pada pelajaran etika, seni, dan pendidikan kedewasaan dan kemandirian. Hal ini dapat digunakan oleh siswa di Jepang untuk mempersiapkan warganya agar secara mandiri dapat mengatasi terjadinya bencana di lingkungannya. Kurikulum pendidikan di Jepang memiliki beberapa karakteristik yaitu ide (konsep yang hendak membudayakan jiwa dan melatih kekuatan dan kemampuan untuk hidup di tengah masyarakat) dan sogotekina gakushu jikan (konsep pembelajaran tematik, mengajak siswa untuk mengenal lingkungan, budaya, dan alam sekitarnya, kehidupan masyarakat, ekonomi desanya, dan industri yang ada di lingkungan tempat tinggalnya) (Amalia, 2014). Konsep ikiru chikara dijabarkan sebagai hal yang harus dididikan untuk mempersiapkan generasi muda Jepang memasuki abad 21. Konsep ikiru chikara selanjutnya diikuti dengan kebijakan sogotekina gakushu jikan pada kurikulum 2002. Karekteristik tersebut membantu mempersiapkan siswa 3 PENDIDIKAN IPA. Volume 03 Nomor 03 Tahun 2015 untuk malakukan kesiapsiagaan terhadap bencana. Sehingga di Jepang pendidikan kesiapsiagaan bencana sudah sejak lama di ajarkan pada siswa SD-SMP. Berdasarkan penelitian awal berupa pra penelitian yang dilakukan di SMPN 2 Puncu, Kediri yang terletak dekat dengan Gunung Kelud menghasilkan bahwa 52,8% siswa belum mengenal budaya mereka sendiri yaitu Larung sesaji. Serta dalam hasil wawancara dengan 3 guru IPA di SMP tersebut menghasilkan bahwa di sekolah belum mengajarkan mitigasi bencana melalui penerapan integrasi nilai kearifan lokal budaya larung sesaji dalam pembelajaran IPA. Hal ini menyebabkan siswa tidak dapat memahami tujuan dan nilai yang terkandung dalam budaya yaitu untuk melestarikan alam agar terhindar dari mala petaka atau bencana dan siswa tidak memahami cara mitigasi bencana dapat diperoleh dari budaya larung sesaji tersebut. Budaya merupakan implementasi dari suatu kearifan lokal, berarti kearifan lokal merupakan bagian dari budaya (Wagiran, 2011:2). Kearifan lokal merupakan elemen budaya yang berasal dalam kehidupan manusia.yang digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan hidup seharihari dan budaya tersebut memiliki nilai baik sehingga dapat dikatakan sebagai kearifan lokal. Berita kompas tanggal 2 November 2014 menyebutkan setelah Gunung Kelud meletus, warga sekitar menggelar ritual budaya yang dinamakan Larung sesaji. Ritual ini merupakan pengembangan bentuk mitigasi bencana secara kultural. Ini berarti bahwa budaya dapat digunakan untuk mitigasi bencana yang dapat di ajarkan kepada siswa dengan mengajarkan nilai kearifan lokal budaya yang dapat digunakan sebagai pembentukan sikap yang benar dalam penanggulan bencana. Kurikulum 2013 menempatkan budaya pada salah satu komponen yang dikembangkan mulai dari jenjang sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas. Dengan demikian, kesempatan untuk daerah dan pengelola pendidikan akan terbuka untuk melakukan adaptasi, modifikasi dan konstekstualisasi kurikulum sesuai dengan kenyataaan kondisi lapangan baik demografis, geografis, sosiologis, psikologis dan kultural siswa (Sarwanto, dkk, 2014:16). Ini berarti, budaya merupakan suatu hal yang penting dalam pelaksanaan perkembangan pendidikan yang harus di akomodasikan ke dalam pembelajaran untuk menunjang keterlaksanaan kurikulum dengan mengimplementasi kearifan lokal yang berbasis kebudayaan lokal dalam pembelajaran sesuai dengan kondisi alam setiap daerah. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas dapat diambil suatu rumusan masalah yaitu “Bagaimana ketercapaian hasil belajar siswa berupa sikap (spiritual, sosial dan tanggap bencana), pengetahuan, dan keterampilan dalam pembelajaran dengan menintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam materi IPA mitigasi bencana sebagai bentuk sikap tanggap bencana di SMPN 2 Puncu?” Kegiatan ini dibatasi dengan melakukan penelitaian pada SMPN 2 Puncu Kediri pada kelas VIII-A dengan jumlah siswa 40 anak. Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat ketercapaian hasil belajar siswa meliputi sikap (spiritual, social, dan tanggap bencana), pengetahuan dan keterampilan dalam pembelajaran dengan mengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal dalam materi IPA mitigasi bencana sebagai bentuk sikap tanggap bencana di SMPN 2 Puncu, Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan pada waktu mendatang, lembaga pendidik dapat mengajarkan pembelajaran sikap dengan pelaksanaanya dihubungkan dengan nilai-nilai kearifan lokal sebagai sumber belajar agar siswa dapat membiasakan diri untuk bersikap tanggap, peduli, waspada, cermat dengan lingkungan yang mengalami bencana. METODE Penelitian ini menggunakan jenis penelitian preexperimental design dengan rancangan penelitian one-shot case study. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 3 kali pertemuan. Tahapan penelitian melalui 3 tahap, yaitu: tahap persiapan (meliputi; observasi, pembuatan instrument dan perangkat, validasi), tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran, dan tahap analisis data. Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu: 1) observasi yang dilakukan untuk mengumpulkan data hasil belajar kompetensi sikap spiritual, sikap sosial dan hasil belajar keterampilan. Metode pengumpulan data selanjutnya menggunakan; 2) tes hasil belajar yang digunakan untuk mengukur hasil belajar pengetahuan siswa. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis ketuntasan hasil belajar siswa. Data hasil belajar meliputi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang berlaku di SMPN 2 Puncu adalah ≥ 75. Nilai yang diperoleh oleh siswa dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut. Data hasil belajar sikap siswa yang diperoleh melalui lembar observasi penilaian sikap spiritual dan sosial serta lembar angket sikap tanggap bencana selama proses pembelajaran. Lembar penilaian ini mengguanakan skala Likert dengan skor tertinggi bernilai (4) dan skor terendah bernilai (1). Ketuntasan minimum siswa berada pada kriteria baik dengan rentang nili 2,80-3,19. Nilai ketuntasan kompetensi sikap dapat dianalisis menggunakan Tabel 1 di bawah ini. Melatih Sikap Tanggap Bencana Siswa Melalui Pembelajaran yang Mengintegrasi Nilai Kearifan Lokal Tabel 1. Konversi Nilai Ketuntasan Sikap Skor 3,20-4,00 2,80-3,19 2,40-2,79 <2,40 Ketuntasan diperoleh dari siswa yang memperoleh nilai dengan kriteria minimum baik. Ketercapaian siswa dalam hasil belajar sikap diperoleh dengan jumlah siswa yang mendapat kriteria sangat baik dan baik. Berdasarkan diagram diatas menunjukan hasil terdapat sebanyak 90% siswa yang tuntas dan 10% tidak tuntas pada sikap spiritual siswa. Banyaknya anak yang tuntas pada hasl belajar sikap spiritual siswa menunjukan bahwa siswa yang dicerminkan dari sikap siswa untuk menghargai ajaran agama dan mensyukuri ciptaan Tuhan Yang Maha Esa tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan siswa merupakan warga masyarakat yang lingkungannya merupakan lingkungan yang masih sangat kental menjadikan alam sebagai bentuk komuikasi dengan Tuhan, sehingga spiritual masyarakat di daerah tersebut kuat. Siswa yang tidak tuntas pada sikap spiritual ini dikarenakan siswa dalam menilai sikap pada diri sendiri dan menilai sikap orang lain mendapatkan nilai yang kurang. Hal ini menunjukan bahwa siswa belum dapat mengetahui kemampuan diri siswa sendiri dan orang lain yang seumurannya dengan waktu yang begitu cepat sehingga beberapa siswa kemungkinan menilai diri seseorang dengan asal tanpa melihat sikapnya secara langsung. Penilaian sikap yang sesuai harus dilakukan dengan pengamatan secara rutin dan berulang untuk dapat menilai kemampuan siswa lain secara nyata. Kemudian hasil analisis pada sikap sosial menghasilkan sebanyak 75% siswa yang tuntas dan 25% tidak tuntas. Sikap soaial dinilai berdasarkan indikator sikap rasa ingin tahu, aktif, tanggung jawab, jujur, dan percaya diri. Siswa yang tidak tuntas dikarenakan pada ketercapaian sikap percaya diri, siswa mendapat nilai yang rendah sehingga tidak sampai pada ketercapaian minimum sikap yaitu baik. Hal ini dikarenakan siswa kurang terlatih dalam berkomunikasi dengan orang lain, sehingga pada saat menyampaikan pendapat dan mempresentasikan tugas di depan kelas siswa kurang percaya diri. Dalam kegiatan pembelajaran dengan mengintegrasikan nilai kearifan lokal pada materi mitigasi bencana siswa diajak untuk mendiskusikan mengenai kejadian bencana gunung meletus yang terkait dengan materi pembelajaran. Sesuai dengan kegiatan tersebut dapat diketahui bahwa sebagian siswa memiliki sikap yang baik dalam pembelajaran, siswa antusias bertanya yang menunjukkan sikap aktif dan rasa ingin tahu siswa terhadap kejadian tersebut tinggi. Hal ini sesuai dengan teori Piaget yang menyebutkan bahwa pada usia seumuran jenjang SMP memiliki rasa keingintahuan yang tinggi (Nursalim, 2007:26). Oleh sebab itu siswa banyak yang aktif bertanya untuk mengobati rasa ingin tahu siswa dengan mengumpulkan informasi yang siswa inginkan. Kriteria Sangat baik Baik Cukup Kurang (Permendikbud No. 104, 2014: 11) Data hasil penilaian pengetahuan yang diperoleh dari hasil nilai post-test yang dirata-rata dengan nilai tugas digunakan untuk menganalisis ketuntasan hasil belajar siswa. Kemudian nilai hasil keterampilan diperoleh dari lembar observasi keterampilan siswa dengan meggunakan skala 1 sampai dengan 4. Analisis data hasil belajar pengetahuan dan keterampilan siswa dengan skor yang diperoleh siswa kemudian di konversikan dengan kriteria huruf pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Konversi Penilaian Pengetahuan dan Keterampilan Rentang Angka 3,85 – 4,00 3,51 – 3,84 3,18 – 3,50 2,85 – 3,17 2,51 – 2,84 2,18 – 2,50 1,85 – 2,17 1,51 – 1,84 1,18 – 1,50 1,00 – 1,17 Huruf A AB+ B BC+ C CD+ D (Permendikbud No. 104, 2014: 12) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang peneliti dapatkan selama 3 kali pertemuan mencakup hasil belajar siswa sikap pengetahuan, dan keterampilan. Hasil penelitian berupa hasil belajar sikap ditambahkan sikap tanggap bencana yang dirancang dan ditambahkan dalam KD 2 mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya Larung Sesaji. Hasil keseluruhan data yang ingin diperoleh dilakukan dengan observasi, tes dan angket. Hasil belajar sikap meliputi sikap spiritual, sosial dan tanggap bencana. Hasil analisis ketuntasan belajar sikap yang terdiri dari sikap spiritual dan sosial menunjukan hasil yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 2 Diagram Ketercapaian Sikap Spiritual Siswa Gambar 3 Diagram Ketercapaian Sikap Sosial Siswa 5 PENDIDIKAN IPA. Volume 03 Nomor 03 Tahun 2015 Hasil belajar sikap selanjutnya adalah sikap tanggap bencana. Sikap tanggap bencana merupakan sikap yang ditunjukkan dalam menghadapi terjadinya suatu bencana yang dapat dinilai melalui indkator sikap antara lain; sadar akan bahaya, tenang menghadapi bencana, tolong menolong, solidaritas dan gotong royong. Ketuntasan hasil sikap tanggap bencana dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Analisis Hasil Belajar Sikap Tanggap Bencana Siswa Sebelum Perlakuan No. NA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 35 37 38 39 Kriteria Ketuntasan Setelah Perlakuan NA Baik Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 3 Baik Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 3 Kurang Tidak Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 3 Kurang Tidak Tuntas 4 Baik Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 4 Baik Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 4 Baik Tuntas 4 Baik Tuntas 3 Baik Tuntas 4 Tuntas Tidak Tuntas 3 3 4 Baik Kurang Sangat Baik Tuntas 4 3 2 2 Baik Tuntas 4 Kurang Kurang Tidak Tuntas Tidak Tuntas 3 3 Kurang Tidak Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 4 Baik Tuntas 3 Baik Tuntas 4 Baik Kurang Tuntas Tidak Tuntas 3 3 Baik Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 3 Baik Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 3 Kurang Tidak Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 3 Kurang Tidak Tuntas 4 Kurang Tidak Tuntas 4 Baik Tuntas 4 3 2 3 0 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 0 2 2 2 2 3 Kriteria Sangat Baik Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Ketuntasan Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Sebelum Perlakuan No. 40 NA Kriteria 2 Kurang No. Nama Tuntas 1 2 3 4 5 6 7 AA AP BP BSAJ DPP DAW DP Tuntas Tuntas NA Kriteria 3 Baik Ketuntasan Tuntas Keterangan: NA: Nilai Akhir Hasil dari tabel di atas dilakukan reduksi data pada 2 siswa pada no. 04 dan 34, dikarenakan pada saat pengambilan data sebelum dilakukan perlakuan kedua siswa tersebut tidak mengikuti pembelajaran. Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebelum diberikan perlakuan sebanyak 22 siswa tidak tuntas dan 16 siswa tuntas. Tetapi setelah diberikan perlakuan menghasilkan sebanyak 38 siswa tuntas. Perubahan yang terjadi pada hasil sebelum dan sesudah pemberian perlakuan yaitu dengan diberikan pembelajaran yang mengintegrasi nilai kearifan lokal menunjukan bahwa setelah dilakukannya pembelajaran tersebut ketuntasan meningkat. Hal ini menunjukan bahwa setelah dilakukan pembelajaran dengan mengintegrasikan nilai kearifan lokal, jumlah siswa yang mencapai tidak tuntas sudah tidak ada, artinya sikap tanggap bencana dapat dilatihkan dengan menggunakan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai kearifan lokal. Sesuai dengan pendapat Wagiran, (2011: 20) bahwa nilainilai kearifan lokal hasil identifikasi dari kearifan lokal dirancang untuk ditumbuhkan dalam pembelajaran dan diukur hasilnya sebagai hasil belajar. Pembelajaran yang mengintegrasikan nilai kearifan lokal menggunakan nilai budaya yang diambil dari isu di wilayah Gunung Kelud membantu pengajaran sikap tanggap bencana kepada siswa. Setelah siswa dapat menanamkan sikap tanggap bencana pada diri siswa maka mereka akan dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di sekitar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sactrock (2014:177), bahwa dalam pelaksanaan pendidikan dengan mengajarkan budaya yang diambil dari isu-isu dapat mengajarkan moral terhadap siswa tidak hanya mengklarifikasi dri nilai-nilai melainkan menentukan alternatif dan konsekuensi untuk mengambil sikap dalam penyelesaian masalah. Hasil belajar selanjutnya adalah hasil belajar pengetahuan yang menunjukan ketercapaian hasil belajar kemampuan pengetahuan siswa pada materi mitigasi bencana melalui pembelajaran yang mengintegrasikan nilai karifan lokal. Hasil ketuntasan pengetahuan siswa dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4. Analisis Hasil Belajar Pengetahuan Siswa Tuntas Tuntas Setelah Perlakuan Ketuntasan Tidak Tuntas Nilai Skor 3,28 3,36 3,33 2,41 3,36 3,13 3,32 Huruf B+ B+ B+ C+ B+ B B+ Ketuntasan Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Melatih Sikap Tanggap Bencana Siswa Melalui Pembelajaran yang Mengintegrasi Nilai Kearifan Lokal No. Nama Nilai Skor 8 DS 3,23 9 DS 3,27 10 DP 3,26 11 EAA 3,41 12 FS 3,42 13 FDE 3,35 14 FR 3,38 15 FABS 3,17 16 HCL 3,1 17 KA 3,4 18 LPA 3,2 19 MISP 3,25 20 M 3,31 21 NK 3,37 22 NW 3,05 23 NW 3,26 24 OBA 3,19 25 PA 3,47 26 RAQH 3,3 27 RSFS 3,18 28 RMRS 3,2 29 RAYS 3,23 30 RNA 2,52 31 RKS 3,48 32 RP 3,33 33 SR 3,4 34 SHS 2,3 35 SRHH 3,24 35 TAN 3,38 37 TAR 3,47 38 TD 3,33 39 UA 3,25 40 YNS 3,42 Jumlah Siswa yang Tuntas Jumlah Siswa yang Tidak Tuntas Huruf B+ B+ B+ B+ B+ B+ B+ B B B+ B+ B+ B+ B+ B B+ B+ B+ B+ B B+ B+ BB+ B+ B+ C+ B+ B+ B+ B+ B+ B+ siswa mengikuti pembelajaran Hasil ketuntasan keterampilan siswa disajikan dalam Tabel 5. Di bawah ini. Tabel 5. Analisis Hasil Belajar Keterampilan Siswa Ketuntasan Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas 92,5% 7,5% Nilai No. Absen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Berdasarkan di atas terlihat bahwa ketercapaian hasil belajar pengetahuan siswa sebanyak 92,5% atau sejumlah 27 siswa tuntas dan 7,5% atau sejumlah 3 siswa tidak tuntas. Siswa tidak tuntas dikarenakan siswa tidak mengumpulkan salah satu tugas dari guru sehingga siswa tidak mendapatkan nilai. Sehingga siswa yang tidak tuntas nantinya akan di remidi. Tetapi pkarena terhalang oleh keterbatasan waktu pada penelitian ini yang hanya mengambil 3 kali pertemuan dan waktu dilaksanakannya penelitian ini mendekati ujian akhir semester genap, maka tidak dapat dilakukan remidi. Hal ini menyebabkan siswa tidak dapat memperbaiki kemampuan pengetahuan terhadap materi mitigasi bencana ini. Hasil belajar selanjutnya adalah hasil belajar keterampilan. Penilaian keterampilan secara abstrak meliputi 9 aspek penilaian, yaitu: merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menentukan variabel, melakukan pecobaan, mengukur air dengan alat pengukur, mengukur ketinggian penuangan air dengan menggunakan alat pengukur, menyajikan data dalam bentuk tabel, menyajikan data dalam bentuk grafik tinggi endapan dan volume pada setiap botol, dan mempresentasikan hasil percobaan. Penilaian ini dilakukan ketika siswa melakukan percobaan pengaruh kemiringan dan vegetasi alam lingkungan terhadap terjadinya tanah longsor yang dilakukan saat pembelajaran berlangsung dan selama Nama Skor Huruf AA 3,22 AP 3,00 BP 3,00 BSAJ 2,11 DPP 3,22 DAW 2,11 DP 3,22 DS 3,22 DS 3,00 DP 3,22 EAA 3,00 FS 3,22 FDE 3,00 FR 3,00 FABS 3,22 HCL 2,11 KA 3,00 LPA 2,11 MISP 3,00 M 3,22 NK 3,22 NW 2,11 NW 3,22 OBA 3,22 PA 3,00 RAQH 3,22 RSFS 2,11 RMRS 2,11 RAYS 3,00 RNA 3,00 RKS 3,00 RP 3,22 SR 3,00 SHS 2,11 SRHH 3,22 TAN 3,22 TAR 3,00 TD 3,22 UA 3,00 YNS 3,00 Jumlah siswa yang Tuntas Jumlah siswa yang Tidak Tuntas B+ B B C B+ C B+ B+ B B+ B B+ B B B+ C B C B B+ B+ C B+ B+ B B+ C C B B B B+ B C B+ B+ B B+ B B Ketuntasan Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas TidakTuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tidak Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas 80% 20% Berdasarkan tabel tersebut ketercapaian hasil belajar keterampilan siswa menunjukan 80% siswa tuntas dan 20% siswa tidak tuntas. Ketidak tuntasan siswa pada aspek keterampilan ini dikarenakan ada indikator penilaian keterampilan yang tidak tuntas yaitu merumuskan hipotesis. Sehingga siswa tidak dapat memprediksi cara penyelesaian dari suatu masalah akibat kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh siswa untuk memecahkan masalah. Berdasarkan hasil belajar kompetensi keterampilan didapatkan bahwa siswa memiliki nilai tinggi pada aspek pertama berarti siswa memiliki kemampuan untuk membuat rumusan masalah kemudian mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan mengkombinasikan variabel yang berpengaruh terhadap terjadinya masalah tersebut. Sesuai dengan teori Piaget (Nursalim, 2007:26) yang menyebutkan bahwa siswa pada usia 11 tahun atau setara SMP sampai dengan dewasa mampu untuk berpikir abstrak dapat menganalisis masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan 7 PENDIDIKAN IPA. Volume 03 Nomor 03 Tahun 2015 masalah lalu mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya dan membuat kombinasi antara variabel. PENUTUP Simpulan Berdasarkan penelitianyang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan yaitu hasil belajar sikap spiritual siswa mencapai ketuntasan sebesar 90% siswa tuntas dan 10% siswa tidak tuntas. Ketuntasan hasil belajar sikap sosial siswa mencapai ketuntasan sebesar 75% siswa tuntas dan 25% siswa tidak tuntas. Hasil belajar sikap tanggap bencana mencapai ketuntasan sebanyak 38 siswa tuntas. Banyaknya siswa yang tuntas pada hasil sikap tanggap bencana menunjukan bahwa setelah dilakukan pembelajaran dengan mengintegrasikan nilai kearifan lokal, sikap tanggap bencana dapat dilatihkan. Hasil belajar pada pengetahuan siswa mencapai sebanyak 37 siswa tuntas dan 3 siswa tidak tuntas. Hasil belajar keterampilan siswa mencapai ketuntasan sebanyak 32 tuntas dan 8 siswa tidak tuntas. Saran Berdasarkan hasil pembahasan simpulan dapat disampaikan beberapa saran diantaranya: 1) sebelum dilaksanakan penelitian dengan pembelajaran menggunakan model discovery learning seharusnya memberi penjelasan terlebih dahulu kepada siswa mengenai model tersebut, agar penelitian terlaksana dengan pengelolaan waktu yang baik. 2) Peneliti dalam melakukan kegiatan praktikum hendaknya menggunakan alat sederhana sebagai ganti sarana alat laboratorium apabila tidak tersedia, sehingga tidak menghambat pelaksanan penelitian yang dilakukan. 3) Hasil belajar sikap siswa dalam penelitan ini belum bisa tampak sepenuhnya dalam 3 kali pertemuan, maka dibutuhkan pembelajaran dengan pertemuan lebih dari 3 kali untuk dapat memperoleh seluruh sikap yang ingin dicapai dalam penelitian ini. 4) Penilaian hasil belajar sikap hendaknya dilakukan dengan cara melihat perilaku yang ditunjukan oleh siswa secara langsung, tetapi pada penelitian ini penilaian sikap tanggap bencana dilakukan dengan menggunakan angket respon bukan meilihat dari perilaku siswa pada saat proses pembelajaran. 5) Langkah tanggap bencana belum secara nyata tampak dalam RPP, sehingga perlu pengoperasionalan sikap tanggap bencana secara rinci dicantumkan dalam langkah pembelajaran di RPP. 6) Pengategorian (sangat baik, baik, cukup, kurang) dari hasil belajar sikap siswa hendaknya dilakukan setelah melakukan penelitian lebih dari 3 kali petemuan, tetapi pada penelitian ini dilakukan hanya dengan menggunakan 3 kali pertemuan DAFTAR PUSTAKA Amalia, Rizky. 2014. Sistem Pensisikan di Jepang, (Online), (http://purwokertolumajang.blogspot.com/2014/05/sistem-pendidikandi-jepang.html?m=1, diakses 5 Agustus 2015) Jackson, Tony. 2012. Theaching and Learning 21st Century Skills Lessons from The Learning Sciences, (Online), (http://asiasociety.org/files/rand1012report.pdf, diunduh 5 Maret 2015). Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2014. Permendikbud 104 Pedoman Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik, (Online), (https://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2014/11/ lampiran-permendikbud-no-104-tahun-2014.pdf, diunduh 12 Desember 2014). Nursalim, Mochamad, Satiningsih, Retno Tri Hastuti, Siti Ina Savira, dan Meita Santi Budiani. 2007. Psikologi Pendidikan. Surabaya: Unesa University Press. Santrock, John W. 2014. Psikologi Pendidikan Educational Psychology Edisi 5- Buku 1. Jakarta: Salemba Humanika. Sarwanto, E.T., Sulistyo, B.A., Prayitno, H. Pratama. 2014. “Integrasi Budaya Jawa Pada Perkembangan Bahan Ajar Bumi dan Alam Semesta”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Vol. 10: Halaman 1521. Sekertariat Negara RI. 2007. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007, (Online), (http://tatanusa.co.id/nonkuhp/2007UU24.pdf, diunduh 10 Desember 2014) Sugestiyadi, Bambang. 2013. “Pendidikan Technopreneurship Berbasis pada Kompetensi Global dan Kearifan Lokal”. Dalam Jurnal Bogor. Wagiran. 2011. “Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal dalam Mendukung Visi Pengembangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2020 (Tahun Kedua)”. Jurnal Pendidikan dan Pengembangan. Volume III (3): Hlm. 85-100. Yani, Ahmad. 2010. Pengembangan Pusat Pelatihan dan Simulasi Kejadian Bencana Alam untuk Pendidikan Kebencanaan Nasional, (Online), (http://file.upi.edu/Direktori/FPIPSI/JUR._PEND._G EOGRAFI/196708121997021AHMAD_YANI/PENDIDIKAN_KEBENCANAAN _NASIONAL_ahmad_yani.pdf, diunduh 5 Agustus 2015)